terapi perio 1 .pdf

22
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang Periodontal Bahan kemoterapeutik (chemotherapeutic agent) adalah zat kimia yang mempunyai manfaat untuk terapi klinis. Manfaat terapi klinis tersebut dapat bersifat sebagai anti mikroba atau antibiotika, anti inflamasi, anti septik, dan analgesik sehingga bahan kemoterapeutik memiliki kemampuan mengurangi jumlah bakteri yang terdapat di dalam inang dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, baik secara spesifik maupun berspektrum luas. 2, 18 Tujuan penggunaan bahan kemoterapeutik dalam perawatan periodontal bertujuan untuk sebagai bahan penunjang (adjunctive agent) untuk menghilangkan atau membunuh bakteri aerob dan anaerob yang hidup di daerah supragingiva maupun subgingiva, dan membantu proses penyembuhan infeksi dan inflamasi pada jaringan periodontal. 6 Penggunaan bahan kemoterapeutik dalam perawatan periodontal memiliki indikasi sebagai perawatan pendahuluan dalam kasus gawat darurat ( emergency) yang menggantikan tindakan menyikat gigi, misalnya pada kasus abses periodontal akut, gingivitis ulseratif nekrosis akut (ANUG), setelah bedah periodontal, selama masa penyembuhan, dan pasien memiliki keterbatasan fisik

description

sss

Transcript of terapi perio 1 .pdf

Page 1: terapi perio 1 .pdf

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Bahan Kemoterapeutik yang Diberikan Secara Lokal dalam Bidang

Periodontal

Bahan kemoterapeutik (chemotherapeutic agent) adalah zat kimia yang

mempunyai manfaat untuk terapi klinis. Manfaat terapi klinis tersebut dapat

bersifat sebagai anti mikroba atau antibiotika, anti inflamasi, anti septik, dan

analgesik sehingga bahan kemoterapeutik memiliki kemampuan mengurangi

jumlah bakteri yang terdapat di dalam inang dengan cara membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain, baik secara spesifik maupun

berspektrum luas.2, 18

Tujuan penggunaan bahan kemoterapeutik

dalam perawatan periodontal

bertujuan untuk sebagai bahan penunjang (adjunctive agent) untuk

menghilangkan atau membunuh bakteri aerob dan anaerob yang hidup di daerah

supragingiva maupun subgingiva, dan membantu proses penyembuhan infeksi dan

inflamasi pada jaringan periodontal. 6

Penggunaan bahan kemoterapeutik dalam perawatan periodontal memiliki

indikasi sebagai perawatan pendahuluan dalam kasus gawat darurat (emergency)

yang menggantikan tindakan menyikat gigi, misalnya pada kasus abses

periodontal akut, gingivitis ulseratif nekrosis akut (ANUG), setelah bedah

periodontal, selama masa penyembuhan, dan pasien memiliki keterbatasan fisik

Page 2: terapi perio 1 .pdf

8

atau mental, sebagai premedikasi bagi pasien yang memiliki penyakit sistemik

sebagai profilaksis selama perawatan periodontal, mengontrol pembentukan plak,

dan sebagai terapi penunjang bagi perawatan poket periodontal. 3, 8, 10

Kontraindikasi pemberian bahan kemoterapeutik secara lokal dalam perawatan

periodontal adalah jika pemberian bahan kemoterapeutik secara lokal kurang

efektif atau sulit untuk mengaplikasikannya sehingga dibutuhkan pemberian

bahan kemoterapeutik secara sistemik, pada pasien ibu hamil dan menyusui, dan

pasien yang memiliki riwayat alergi, hipersensitif terhadap komponen bahan

kemoterapeutik. 3, 8, 10

Penggunaan bahan kemoterapeutik dalam perawatan periodontal dibagi dalam

2 grup yaitu bahan kemoterapeutik yang mencegah pembentukan plak

supragingiva dan bahan kemoterapeutik yang melawan bakteri subgingiva. 2, 19

Bermacam-macam bahan kemoterapeutik telah diteliti untuk mencegah

pembentukan plak supragingiva, yang terdiri dari enzim, antiseptik bisguanid,

antiseptik quaternary ammonium, antiseptik fenol, oxygenating agents, ion metal

dan bahan natural lainnya. Bentuk sediaan bahan kemoterapeutik jenis ini adalah

pasta gigi, obat kumur, gel, permen, spray, bahan irigasi, varnish. Bahan

antiseptik bisguanid yang paling sering diteliti adalah klorheksidin. Klorheksidin

sudah dikenal sebagai bahan antiseptik dengan spektrum mikroorganisme yang

luas dengan cara merusak dinding sel bakteri. Sebagai bahan kemoterapeutik

dalam terapi periodontal, klorheksidin telah terbukti secara in vitro efektif

terhadap bakteri Gram positif dan negatif, jamur, bakteri aerob dan anaerob. Efek

samping yang sering terjadi setelah penggunaan klorheksidin adalah terjadinya

Page 3: terapi perio 1 .pdf

9

pewarnaan ekstrinsik pada gigi dan lidah dan hilangnya sensasi rasa. Oleh karena

itu penggunaan klorheksidin sebaiknya untuk jangka waktu pendek yaitu sampai

dua minggu.

Salah satu bahan antiseptik quaternary ammonium adalah

cetylpyridinium chloride (CPC) yang dapat mencegah pembentukan plak. Tetapi

efektifitas CPC lebih rendah jika dibandingkan dengan klorheksidin. Salah satu

alasannya adalah CPC cepat hilang dari mukosa rongga mulut. Antiseptik fenol

juga dapat menurunkan akumulasi plak, tetapi efektivitasnya lebih rendah

dibandingkan klorheksidin.2, 3, 9, 10

Bahan kemoterapeutik untuk kontrol plak subgingiva diberikan secara lokal ke

dalam poket periodontal. Bentuk sediaan terdiri dari gel, chip, dan serat (fiber).

Beberapa hal yang perlu dimiliki oleh bahan kemoterapeutik subgingiva adalah

harus efektif melawan bakteri pada lesi periodontal, dapat mencapai daerah

infeksi dengan konsentrasi yang optimal dalam waktu yang cukup untuk bereaksi,

tidak perlu digunakan pada situasi ketika perawatan konvensional efektif, dan

efisiensi harus lebih baik daripada efek sampingnya. 2, 19

Gambar 2.1.: Bahan kemoterapeutik supragingiva 16

Page 4: terapi perio 1 .pdf

10

Keunggulan dari bahan kemoterapeutik yang diaplikasikan secara langsung ke

daerah subgingiva adalah bahan tersebut dapat mencapai konsentrasi terbesarnya

saat diletakkan di daerah infeksi (Gambar 2.2 A) dan mengurangi kemungkinan

terjadinya efek samping pada pemberian secara sistemik (gambar 2.2. B), aplikasi

bahan kemoterapeutik ke daerah subgingiva efektif digunakan untuk penyakit

periodontitis dengan kedalaman poket periodontal 5 hingga 7 mm. 10,11

Gambar 2.2. B: Alur pemberian bahan kemoterapeutik secara per oral. 6

Bahan (A) masuk ke dalam sistem pencernaan dan diserap di dalam usus (B). Bahan tersebut

dimodifikasi di dalam hati (C). Lalu disebarkan melalui sistem pembuluh darah (D) dan akhirnya

sampai pada jaringan periodontal (E) lalu bahan tersebut mencapai jaringan penghubung pada

poket periodontal.

Gambar 2.2. A: Alur pemberian bahan kemoterapeutik secara intrasulkular. 6

Bahan kemoterapeutik dengan konsentrasi yang tinggi dimasukkan secara langsung ke dalam

poket periodontal.

Page 5: terapi perio 1 .pdf

11

Contoh bahan kemoterapeutik berupa gel misalnya gel metronidazol benzoat

25% dan doksisiklin yang dikemas dalam suatu aplikator yang dilengkapi dengan

kanul yang tumpul, sehingga dengan mudah diaplikasikan ke daerah subgingiva.

Hasil bioassay menunjukkan bahan doksisiklin berada di dalam cairan krevikular

gusi selama tujuh hari setelah aplikasi gel ke daerah subgingiva. 3, 10, 19

Bentuk sediaan lainnya dapat berupa chip, seperti Perio Chip® yang

mengandung 2,5 mg klorheksidin dalam bentuk polimer yang terdiri dari 3,4 mg

gelatin hidrolisa, 0,5 mg gelatin dan 0,96 mg air murni. Chip ini nantinya akan

diaplikasikan ke dalam poket periodontal kemudian klorheksidin akan dikeluarkan

dalam waktu 24 jam setelah aplikasi sebesar 40% dan akan terus dikeluarkan

secara perlahan-lahan dan konstan selama 7 hari. Jumlah klorheksidin setelah 7

hari di dalam poket periodontal menunjukkan hasil yang baik sehingga mampu

mengurangi jumlah bakteri patogen dan mempertahankan kondisi tersebut selama

lebih dari 100 hari. 3, 10, 19

Gambar 2.3: Gel doksisiklin 6

Page 6: terapi perio 1 .pdf

12

Bentuk sediaan lainnya dapat berupa serat yang mengandung tetrasiklin yang

terbuat dari polymer ethylene vinyl acetate yang disaturasikan dengan 25%

tetrasiklin hidroklorit. Serat ini bersifat lentur dan diletakkan di dalam poket

periodontal. Serat tetrasiklin ini akan mencapai konsentrasi yang stabil di dalam

poket periodontal setelah 10 hari.3

Terapi oksigen adalah terapi yang menggunakan suatu bahan yang dapat

menghasilkan atau melepaskan oksigen. Proses oksidasi tersebut menghasilkan

efek bakterisid. 20

Gambar 2.4: Chip klorheksidin6

Gambar 2.5: Serat (fiber) tetrasiklin 6

Page 7: terapi perio 1 .pdf

13

Macam-macam bahan terapi oksigen yang digunakan dalam bidang kedokteran

gigi adalah hidrogen peroksida, buffered sodium peroksiborat, peroksikarbonat

dan klorin dioksida. Penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan

bahan klorin dioksida. 3,11

Klorin dioksida merupakan suatu senyawa kimia yang bersifat stabil, larut

dalam air, berwarna bening dan memiliki pH rendah sehingga dapat digunakan

sebagai bahan oksidasi yang kuat. Klorin dioksida telah digunakan secara luas

dalam berbagai bidang karena aman dan memiliki efek anti bakteri. Klorin

dioksida telah diterima oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA) sebagai

bahan anti mikroba dan tidak menyebabkan pewarnaan gigi dan lidah. 21-24

Kimoto dkk., (2004) meneliti mengenai efek anti bakteri klorin dioksida dan

sitotoksisitas klorin dioksida terhadap sel rongga mulut manusia untuk

penggunaan umum pada rongga mulut dan perawatan dental implant. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa klorin dioksida tidak berbahaya terhadap sel

manusia dan dapat digunakan sebagai bahan anti bakteri untuk dental implant.25

Bentuk sediaan klorin dioksida yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi

adalah berupa gel, obat kumur dan pasta gigi.

Gambar 2.6: Senyawa Klorin dioksida 26

Page 8: terapi perio 1 .pdf

14

2.1.2. Periodontitis Kronis

Periodontitis merupakan perluasan dari inflamasi gusi dan menyebar ke

jaringan pendukung gigi yang ditandai dengan adanya inflamasi gusi,

pembentukan poket periodontal, kerusakan progresif dari ligamen periodontal dan

tulang alveolar kemudian menyebabkan kegoyangan gigi sehingga pada akhirnya

akan menyebabkan kehilangan gigi secara bertahap. Gambaran klinis yang

membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah pada periodontitis ditemukan

adanya kehilangan perlekatan epitel atau attachment loss (CAL). 1, 27

2.1.2.1. Klasifikasi Periodontitis Kronis

Klasifikasi periodontitis kronis terbagi berdasarkan lokasi dan tingkat

keparahan, yaitu: 6, 27

1) Berdasarkan Lokasi

(1) Lokalisata yaitu jika lokasi yang terlibat kurang dari 30 %.

(2) Generalisata yaitu jika lokasi yang terlibat lebih dari 30 %.

2) Berdasarkan Tingkat Keparahan

(1) Ringan yaitu jika mengalami CAL 1 – 2 mm

(2) Sedang yaitu jika mengalami CAL 3 – 4 mm

(3) Parah yaitu jika mengalami CAL 5 mm atau lebih.

2.1.2.2. Mekanisme Terjadinya Periodontitis Kronis

Patogenesis periodontitis dimulai dari adanya inflamasi gusi sebagai respon

dari akumulasi berbagai jenis bakteri yang terdapat di sulkus gusi. Sulkus gusi

Page 9: terapi perio 1 .pdf

15

normal akan berubah menjadi poket periodontal yang patologis. Pembentukan

poket periodontal merupakan awal dari inflamasi pada dinding jaringan lunak

sulkus gusi. 27

Iritasi plak dan inflamasi yang terus berlanjut dapat menyebabkan integritas

epitel perlekatan akan semakin rusak. Sel-sel epitel perlekatan mengalami

degenerasi dan terpisah sehingga perlekatannya ke permukaan gigi akan terlepas,

lalu berproliferasi ke arah jaringan ikat dan ke arah apikal pada permukaan akar

sehingga serabut dentogingiva dan serabut puncak tulang alveolar mengalami

kerusakan. Migrasi ke apikal dari epitel perlekatan akan terus berlangsung dan

epitel perlekatan ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket

periodontal yang berisi sel-sel radang yang didominasi oleh sel plasma dan

limfosit. Poket periodontal akan menyebabkan jaringan ikat menjadi edema,

pembuluh darah mengalami dilatasi dan trombosis sehingga dinding pembuluh

darah pecah disertai dengan timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya.

Keadaan ini terlihat adanya infiltrasi sel-sel radang dalam jumlah yang besar

meliputi sel-sel plasma, limfosit dan makrofag. Aliran cairan jaringan gusi dan

migrasi dari Polymorphonuclear (PMN) akan terus berlanjut dan ikut membantu

meningkatkan kalkulus subgingiva. 27

Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar ditandai dengan adanya

infiltrasi sel-sel inflamasi ke rongga trabekula sehingga rongga trabekula akan

bertambah besar. Resorpsi tulang dimulai dari daerah interproksimal yang

menjadi lebih lebar dan terbentuk kawah interdental jika proses resorpsi semakin

berlanjut, resorpsi akan meluas ke arah lateral sehingga semua daerah puncak

Page 10: terapi perio 1 .pdf

16

tulang alveolar akan mengalami resorpsi. Kerusakan ligamen periodontal dan

resorpsi puncak tulang alveolar akan menyebabkan poket periodontal menjadi

lebih dalam, lalu terlihat adanya supurasi dan pembentukan abses yang bervariasi,

gigi menjadi goyang dan akhirnya terlepas. 9

Gambaran klinis periodontitis kronis meliputi perubahan warna gusi yang

terlihat merah kebiruan, konsistensi gusi menjadi lunak, permukaan gusi menjadi

halus karena terjadi pengurangan stippling, tepi gusi membulat, interdental papil

tumpul dan ukuran gusi membesar, terjadi kecenderungan perdarahan,

peningkatan kedalaman poket periodontal yaitu lebih dari 2 mm di bagian fasial

dan lingual serta di bagian interdental lebih dari 3 mm, adanya eksudat purulen,

permukaan gigi menjadi kasar dan tampak adanya kalkulus. Pada periodontitis

kronis, kegoyangan gigi bervariasi dari nol sampai moderat.1, 27

2.1.2.3. Terapi Periodontitis Kronis

Etiologi primer penyakit periodontal adalah bakteri plak dan produk

metaboliknya, maka perawatan yang dilakukan harus mampu menghilangkan plak

Gambar 2.7.: Periodontitis Kronis Sedang 6

Page 11: terapi perio 1 .pdf

17

secara sempurna. Hal tersebut dapat dicapai dalam terapi periodontal fase 1 yang

merupakan langkah pertama dari tahapan prosedur perawatan periodontal yang

memiliki tujuan antara lain mengurangi atau menghilangkan faktor etiologi utama

yaitu bakteri plak. Dalam tujuan ini tercakup juga usaha mengontrol perubahan

karakteristik bakteri pada gingivitis dan periodontitis, meminimalkan pengaruh

faktor sistemik, dan menghilangkan serta mengontrol faktor lokal yang berperan

sebagai faktor resiko. 10, 27

Hasil yang diharapkan pada perawatan periodontal fase 1 adalah berhentinya

perkembangan penyakit, terciptanya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan

periodontal, dan kembalinya gigi pada kondisi kesehatan yang stabil meliputi

kenyamanan, fungsi dan estetika yang dapat dipertahankan baik oleh pasien

maupun dokter gigi. 10

Terapi periodontal fase 1 memiliki beberapa istilah antara lain terapi inisial,

terapi periodontal non bedah, terapi yang berhubungan dengan penyebab, dan

terapi etiotropik. Semua istilah tersebut merujuk kepada prosedur yang dilakukan

untuk merawat infeksi gingiva dan periodontal, termasuk tindakan reevaluasi

terhadap jaringan. 10

Indikasi terapi fase 1 adalah untuk perawatan pendahuluan bagi pasien yang

memiliki poket periodontal, setelah perawatan periodontal fase 1 selesai hasil

perawatan dievaluasi kembali untuk pertimbangan intervensi bedah (fase

persiapan untuk terapi bedah periodontal), satu-satunya perawatan bagi pasien

gingivitis atau periodontitis kronis taraf ringan yang tidak memerlukan tindakan

bedah periodontal. 10

Page 12: terapi perio 1 .pdf

18

Terapi fase 1 merupakan aspek kritis dari perawatan periodontal. Data

penelitian klinis menunjukkan bahwa keberhasilan jangka panjang perawatan

periodontal sangat tergantung khususnya pada pemeliharaan terhadap hasil yang

dicapai melalui terapi fase 1 dibandingkan prosedur bedah tertentu. Terapi fase 1

juga memberikan kesempatan bagi dokter gigi untuk mengevaluasi respon

jaringan dan sikap pasien terhadap perawatan periodontal yang dilakukan

sehingga menentukan keberhasilan terapi. 9, 10

Berdasarkan pemahaman bahwa bakteri plak merupakan etiologi utama

inflamasi gusi, maka tujuan khusus terapi fase 1 untuk setiap pasien yaitu kontrol

plak yang efektif. Kontrol plak adalah kunci utama dari setiap prosedur terapi

periodontal, tetapi hanya efektif jika permukaan gigi bebas dari deposit yang kasar

atau kontur yang tidak teratur sehingga dapat dijangkau dengan alat bantu

pembersih rongga mulut. Perawatan fase 1 menitikberatkan pada persiapan

permukaan akar gigi yang dapat diakses oleh pasien untuk melaksanakan prosedur

kontrol plak, termasuk kontrol terhadap faktor-faktor lokal yang berpengaruh

antara lain penghilangan kalkulus secara sempurna, perbaikan restorasi atau alat

prostetik yang merusak gigi dan melukai jaringan periodontal, restorasi karies,

pergerakan gigi secara ortodontik, perawatan daerah dengan impaksi makanan,

perawatan trauma oklusi, ekstraksi gigi yang tidak ada harapan. 10

2.1.2.4. Prosedur Terapi Periodontal Fase I

Terapi periodontal fase I merupakan tahapan perawatan periodontal yang

dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor etiologi penyakit periodontal

Page 13: terapi perio 1 .pdf

19

sebelum dilakukan tindakan bedah periodontal. Beberapa tahap tindakan yang

dilakukan pada fase I sebagai berikut: 9, 10

Tahap 1: Instruksi kontrol plak

Instruksi kontrol plak harus dimulai sejak kunjungan pertama, yaitu

penggunaan sikat gigi mencakup metode menyikat gigi yang benar, frekuensi

menyikat gigi, lama menyikat gigi, sikat gigi yang digunakan dan prinsip

penyikatan gigi. Instruksi kontrol plak yang komprehensif selanjutnya meliputi

penggunaan alat bantu selain sikat gigi yaitu benang gigi maupun pembersih

daerah interdental lainnya. Konseling yang bersifat memotivasi pasien terhadap

faktor resiko yang berpengaruh terhadap penyakit periodontal (seperti merokok)

juga dimulai pada tahap ini.

Tahap 2: Eliminasi kalkulus supragingiva dan subgingiva

Kalkulus memiliki permukaan yang kasar sehingga menjadi tempat yang ideal

bagi perlekatan bakteri, oleh karena itu kalkulus harus dihilangkan agar kontrol

plak dapat dilaksanakan secara efektif.

Skeling supragingiva dapat dilakukan dengan menggunakan skeler manual, alat

kuret dan instrumen ultrasonik. Tindakan instrumentasi periodontal dapat

direncanakan dalam beberapa kali kunjungan dan untuk pasien dengan inflamasi

yang parah da disertai deposit kalkulus yang banyak, tindakan debridemen seluruh

mulut (full-mouth debridement) dapat dilakukan secara bertahap dalam dua

kunjungan atau lebih. Penggunaan anestesi lokal juga diperlukan bila

instrumentasi dilakukan pada sisi inflamasi yang lebih dalam, dan selanjutnya

Page 14: terapi perio 1 .pdf

20

dilakukan pemolesan yang bertujuan untuk menghilangkan permukaan kasar

setelah pembuangan sisa kalkulus supragingiva.

Tahap 3: Rekonturing restorasi dan mahkota yang bersifat merusak

Restorasi dengan permukaan yang kasar, overcontour, overhanging, atau

terlalu menekan ke daerah subgingiva dapat menyebabkan akumulasi bakteri

periodontal yang bersifat patogen sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi

gusi, kehilangan perlekatan epitel dan kehilangan tulang alveolar. 6, 10

Restorasi

tersebut mempengaruhi efektifitas kontrol plak yang dilakukan pasien sehingga

harus dikoreksi dengan cara penggantian seluruh restorasi atau mahkota, atau

koreksi dengan menggunakan finishing bur atau file berlapis diamond (diamond-

coated files) yang dipasang pada handpiece khusus. Untuk restorasi yang

overhanging pada daerah subgingiva, memungkinkan melakukan tindakan bedah

flap yang sederhana untuk memfasilitasi akses akhiran restorasi. 6, 10

Tahap 4: Penumpatan karies

Langkah ini meliputi pembuangan karies secara sempurna kemudian dilakukan

penumpatan dengan restorasi sementara atau restorasi akhir. Kontrol terhadap

karies penting karena karies merupakan sumber infeksi sehingga perlu dilakukan

perawatan untuk memaksimalkan penyembuhan selama perawatan periodontal

fase 1. Karies khususnya pada daerah proksimal dan servikal gigi serta pada

permukaan akar, merupakan daerah reservoir bakteri dan dapat memberikan

pengaruh terhadap re-populasi bakteri plak. Kavitas yang terbentuk akibat proses

karies merupakan wadah yang baik dimana plak terlindung dari usaha eliminasi

Page 15: terapi perio 1 .pdf

21

secara mekanis. Oleh karena itu kontrol terhadap karies sangat penting, setidaknya

penumpatan sementara harus diselesaikan dalam terapi fase 1.

Tahap 5: Instruksi kontrol plak yang komprehensif

Tahap ini, pasien harus mempelajari cara membersihkan plak secara

menyeluruh dari daerah supragingiva dengan menggunakan sikat gigi, benang

gigi, dan metode tambahan lainnya.

Tahap 6: Perawatan akar subgingiva

Eliminasi kalkulus subgingiva dan root planing dilakukan untuk mendapatkan

kontur yang halus pada semua permukaan gigi. Alat yang biasa digunakan adalah

kuret dan membutuhkan tekanan yang cukup kuat serta kontrol instrumen yang

baik untuk mencegah terjadinya luka pada jaringan lunak karena konsistensi

kalkulus subgingiva umumnya lebih keras dan melekat erat pada permukaan akar

gigi. Tindakan root planing bertujuan untuk menghilangkan sementum nekrotik

atau permukaan akar gigi yang kasar, sehingga permukaan akar menjadi halus

yang dapat membantu terjadinya proses perlekatan kembali epitel jaringan

periodontal. 10, 28

Tahap 7: Reevaluasi jaringan

Jaringan periodontal diperiksa kembali untuk menentukan kebutuhan

perawatan lebih lanjut. Poket periodontal harus diukur ulang dan seluruh kondisi

anatomi dievaluasi untuk memutuskan perawatan bedah. Perawatan bedah

periodontal seharusnya dilakukan jika pasien sudah dapat melakukan instruksi

kontrol plak secara efektif dan gusi terbebas dari inflamasi. 10

Page 16: terapi perio 1 .pdf

22

2.1.2.5 Proses Penyembuhan Periodontitis Kronis

Reevaluasi kasus periodontal harus dilakukan dalam waktu 4 minggu setelah

penyelesaian prosedur skeling dan root planing. Hal ini berdasarkan pada

pemikiran bahwa selama waktu tersebut terjadi penyembuhan epitel dan jaringan

konektif serta pasien sudah cukup terampil dalam menjaga kebersihan gigi dan

mulutnya.10

Inflamasi gusi biasanya jauh berkurang atau hilang dalam waktu 3 sampai 4

minggu setelah eliminasi kalkulus dan iritan lokal. Penyembuhan yang terjadi

dapat berupa pembentukan epitelium junctional yang panjang dibandingkan

perlekatan baru epitel ke permukaan akar yang merupakan bentuk penyembuhan

yang lebih diharapkan. Epitelium junctional akan terlihat kembali dalam waktu 1

sampai 2 minggu. Penurunan populasi sel inflamasi yang bertahap, aliran cairan

krevikular gingiva, dan perbaikan jaringan konektif akan menghasilkan penurunan

tanda-tanda klinis inflamasi gusi yaitu berkurangnya warna kemerahan dan

pembengkakan. 10

Hipersensitifitas akar yang bersifat sementara dan resesi gusi sering menyertai

selama proses penyembuhan. Pasien harus diberitahukan mengenai kemungkinan

ini sejak awal perawatan untuk menghindari kondisi yang tidak meyenangkan.

Konsekuensi perawatan yang tidak terduga dan ketidaknyamanan dapat

mengakibatkan ketidakpercayaan pasien sehingga kehilangan motivasi untuk

melanjutkan terapi, sehingga memberikan informed consent kepada pasien

merupakan hal yang penting dan wajib dilakukan. 10

Page 17: terapi perio 1 .pdf

23

2.1.3. Efek Klorin Dioksida terhadap Periodontitis Kronis

Klorin dioksida merupakan sebuah molekul yang kecil, volatile, dan sangat

energetik yang merupakan derivat dari klorin dan telah banyak digunakan dalam

industri proses pembuatan makanan, perawatan dental waterline dan sebagai

bahan desinfeksi permukaan kulit.24

Penggunaan klorin dioksida dalam perawatan periodontal telah diteliti oleh

Splinder dan Splinder (1998) yang menyatakan bahwa klorin dioksida mampu

menurunkan indeks plak, indeks gusi, indeks BOP, PPD.14

Penelitian yang dilakukan oleh Al-bayaty, dkk. (2010) yang membandingkan

efek antibakteri gel klorin dioksida dengan gel hialuronat terhadap dental biofilm,

yaitu sebelum pemberian gel hialuronat dan gel klorin dioksida, semua bakteri

yang diteliti memiliki bentuk yang normal dan setelah pemberian gel hialuronat

tidak menunjukkan terjadinya perubahan morfologi bakteri, sedangkan setelah

pemberian gel klorin dioksida terjadi perubahan morfologi bakteri menjadi

menyusut dan tidak beraturan karena dinding sel bakteri mengalami ruptur. Hal

ini menunjukkan bahwa gel klorin dioksida memberikan efek antibakteri yang

lebih baik dibandingkan dengan gel hialuronat. 12

Penelitian lain yang dilakukan oleh Shinada, dkk. (2010) menunjukkan bahwa

terjadi penurunan jumlah plak, bau mulut (oral malodor atau halitosis) dan

jumlah bakteri Fusobacterium nucleatum pada saliva secara signifikan antara grup

eksperimental yang berkumur dengan klorin dioksida dengan grup kontrol setelah

7 hari. 21, 24

F. nucleatum merupakan bakteri Gram negatif anaerob yang menjadi

salah satu penyebab periodontitis kronis. Obat kumur yang mengandung klorin

Page 18: terapi perio 1 .pdf

24

dioksida juga dapat mengurangi jumlah bakteri Streptococcus mutans dan

lactobacilli. Sehingga penggunaan klorin dioksida dapat digunakan sebagai terapi

tambahan perawatan periodontal. 21, 29-31

Penelitian lain yang dilakukan oleh Paraskevas., dkk, mengenai perbandingan

antara obat kumur yang mengandung klorin dioksida dengan klorheksidin dalam

pembentukan plak setelah 3 hari menunjukkan bahwa obat kumur yang

mengandung klorheksidin menghambat pertumbuhan plak lebih signifikan

dibandingkan obat kumur yang mengandung klorin dioksida. Hasil kuosioner

pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa subyek penelitian memilih

klorheksidin karena mudah digunakan dan lebih efektif, walaupun mereka lebih

memilih rasa obat kumur yang mengandung klorin dioksida dan merasakan

perubahan sensasi kecap lebih sedikit dibandingkan obat kumur yang

mengandung klorheksidin. 32

Penggunaan klorin dioksida juga dapat menurunkan PPD secara signifikan dari

PPD lebih dari 4 mm menjadi ≤ 3 mm dan menurunkan BOP secara signifikan

pada poket yg memiliki kedalaman ≥ 4 mm. 14, 31,

33

Mekanisme kerja klorin dioksida pada perawatan periodontal berhubungan

dengan bakteri yang menghasilkan Volatile sulfur compounds (VSCs), dimana

VSCs memegang peranan penting sebagai penyebab gingivitis dan periodontitis.

Keberadaan VSCs akan mengubah barrier epitel dan menyebabkan masuknya

toksin bakteri ke dalam epitel sampai ke jaringan yang lebih dalam lagi. Toksin

bakteri ini bertindak sebagai antigen yang dapat memulai respon imun inang dan

Page 19: terapi perio 1 .pdf

25

memulai reaksi inflamasi yang menyebabkan kerusakan jaringan dan membentuk

poket periodontal. 26, 34

Oksigen yang dihasilkan oleh klorin dioksida akan mempertahankan jumlah

oksigen di dalam saliva dan plak. Jika terdapat oksigen, bakteri anaerob tidak

dapat hidup. Bakteri anaerob berhubungan dengan periodontitis, sehingga dengan

membatasi pertumbuhan bakteri anaerob, dapat mencegah pembentukan poket

periodontal dan kehilangan perlekatan epitel. 26, 34

Klorin dioksida menghasilkan oksigen lalu mendegradasikan VSCs secara

kimiawi dengan cara memutuskan ikatan atom sulfur dengan oksigen. Penelitian

Shinada, dkk., (2010) menunjukkan bahwa klorin dioksida mengoksidasi VSCs

secara langsung dan anion klorit merupakan anti bakteri yang kuat. 21, 24

Klorin dioksida bekerja melalui reaksi oksidasi-reduksi dengan mengoksidasi

molekul sulfur. Hasil reaksi ini adalah natrium klorit, anion sulfat yang larut

dalam air, serta dua buah atom Hidrogen. Kedua atom ini bereaksi dengan larutan

buffer natrium sitrat dan membentuk asam sitrat. Hasil akhir reaksi adalah

senyawa yang aman. Reaksi ini akan meningkatkan Potensial Redoks (Eh)

sehingga konsentrasi oksigen semakin tinggi di dalam poket periodontal.

Peningkatan konsentrasi oksigen ini tidak menguntungkan untuk kelangsungan

hidup bakteri anaerob yang terdapat di dalam poket periodontal. Klorin dioksida

tidak mengandung alkohol dan tidak menyebabkan pewarnaan gigi seperti pada

penggunaan jangka panjang klorheksidin. 20, 35

Lynch dkk. Menyatakan bahwa reaksi antara klorin dioksida dengan L-sistein

(suatu senyawa thiol) adalah sebagai berikut 15, 22

:

Page 20: terapi perio 1 .pdf

26

1) RSH (misalnya: CH3SH / metil merkaptan ) + ClO2 RS + ClO2- + H

+

2) 2RS RSSR (misalnya: CH3SSCH3)

3) 4RSH + ClO2- 2RSSR + Cl

- + 2H2O

Klorin dioksida dapat berpenetrasi pada sel bakteri kemudian bereaksi dengan

asam amino vital yang terdapat pada sitoplasma bakteri sehingga menyebabkan

kematian bakteri. 31, 36, 37

2.2. Kerangka Pemikiran

Salah satu penyebab penyakit periodontal adalah bakteri Gram negatif anaerob

yang menghasilkan VSCs pada poket periodontal. Bakteri tersebut antara lain

adalah Treponema denticola, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia,

Bacteroides forsythus, F. nucleatum, A. Actinomycetemcomitans, Tannerella

forsythensis dan lain-lain yang dapat menghasilkan hidrogen sulfida (H2S), metil

merkaptan (CH3SH) dan dimetil sulfida ((CH3)2S) yang merupakan produk utama

dari VSCs. Bakteri-bakteri ini dapat diisolasi dari plak subgingiva pada pasien

gingivitis dan periodontitis, serta dari saliva dan dorsum lidah individu yang

sehat. Tingginya konsentrasi hidrogen sulfida dan rendahnya kadar oksigen

merupakan karakteristik poket periodontal pada periodontitis. 11, 21,34

Metil merkaptan memiliki efek yang melemahkan serat kolagen. Jika serat

kolagen terkena metil merkaptan kurang dari 24 jam, kerusakan serat kolagen

bersifat reversible, namun jika serat kolagen terkena metil merkaptan lebih dari 48

jam, maka kerusakannya bersifat irreversible. 26

Page 21: terapi perio 1 .pdf

27

Reaksi VSCs terhadap jaringan menghasilkan perubahan integritas jaringan,

meningkatkan permeabialitas dinding sel epitel sehingga toksin dan bakteri dapat

melewati epitel barier. Kerusakan jaringan selanjutnya memulai reaksi imun

pencetus gingivitis dan kerusakan jaringan periodontal, VSCs juga menginduksi

terjadinya apoptosis dan kerusakan DNA pada fibroblas gingiva. Penelitian

terdahulu menunjukkan bahwa klorin dioksida secara langsung mengoksidasi

VSCs. Klorin dioksida akan bereaksi dengan VSCs yang mengubah suasana

dalam poket periodontal menjadi lebih banyak oksigen, sehingga bakteri anaerob

tidak dapat tumbuh di dalam poket periodontal. 38, 39, 40

Penilaian efektifitas gel klorin dioksida terhadap kondisi jaringan periodontal

diperlukan parameter klinis. Parameter klinis yang dinilai pada penelitian ini

berupa pengukuran kedalaman poket periodontal (PPD), derajat perdarahan saat

probing (BOP), serta pengukuran kehilangan perlekatan epitel (CAL) yang diukur

pada saat sebelum dilakukan perawatan skeling dan root planing dan pada saat

kontrol 1 (satu) bulan setelah tindakan skeling dan root planing dilakukan.

2.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1) Terdapat perbedaan efektifitas gel klorin dioksida dan gel klorheksidin

terhadap penurunan kedalaman poket periodontal pada pasien periodontitis

kronis.

Page 22: terapi perio 1 .pdf

28

2) Terdapat perbedaan efektifitas gel klorin dioksida dan gel klorheksidin

terhadap penurunan indeks perdarahan saat probing pada pasien periodontitis

kronis.

3) Terdapat perbedaan efektifitas gel klorin dioksida dan gel klorheksidin

terhadap perbaikan kehilangan perlekatan epitel pada pasien periodontitis

kronis.