Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

37
TERAPI NUTRISI PADA ANAK I. PENDAHULUAN Kebutuhan nutrisi individu bervariasi sesuai dengan perbedaan genetik dan metabolik. Namun, untuk bayi dan anak, tujuan dasar adalah pertumbuhan yang memuaskan dan mencegah keadaan defisiensi. Nutrisi yang baik membantu mencegah penyakit akut dan kronis dan mengembangkan kemampuan fisik dan mental; nutrisi juga harus memberikan cadangan untuk stres. 1 Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang terapi nutrisi, prevalensi gizi buruk pada pasien yang dirawat di rumah sakit, khususnya mereka yang memiliki klinis yang berkepanjangan, sebagian besar tetap tidak berubah selama dua dekade terakhir. Penyediaan terapi gizi yang optimal memerlukan penilaian yang hati-hati pada kebutuhan energi dan pemberian unsur makro dan mikro melalui rute makan yang paling cocok. Standar persamaan tersedia untuk memperkirakan kebutuhan energi telah terbukti dapat diandalkan dalam populasi. Di samping itu, anak-anak dengan penyakit kritis ditandai dengan katabolisme protein pada jaringan dan sering kekurangan terapi gizi yang memadai. Akhirnya, rejimen gizi individual harus

Transcript of Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

Page 1: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

TERAPI NUTRISI PADA ANAK

I. PENDAHULUAN

Kebutuhan nutrisi individu bervariasi sesuai dengan perbedaan genetik dan

metabolik. Namun, untuk bayi dan anak, tujuan dasar adalah pertumbuhan yang

memuaskan dan mencegah keadaan defisiensi. Nutrisi yang baik membantu mencegah

penyakit akut dan kronis dan mengembangkan kemampuan fisik dan mental; nutrisi

juga harus memberikan cadangan untuk stres.1

Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang terapi nutrisi, prevalensi gizi buruk

pada pasien yang dirawat di rumah sakit, khususnya mereka yang memiliki klinis yang

berkepanjangan, sebagian besar tetap tidak berubah selama dua dekade terakhir.

Penyediaan terapi gizi yang optimal memerlukan penilaian yang hati-hati pada

kebutuhan energi dan pemberian unsur makro dan mikro melalui rute makan yang

paling cocok. Standar persamaan tersedia untuk memperkirakan kebutuhan energi telah

terbukti dapat diandalkan dalam populasi. Di samping itu, anak-anak dengan penyakit

kritis ditandai dengan katabolisme protein pada jaringan dan sering kekurangan terapi

gizi yang memadai. Akhirnya, rejimen gizi individual harus disesuaikan untuk setiap

anak dan ditinjau secara teratur selama perjalanan penyakit. Sebuah pemahaman dalam

kejadian metabolik yang menyertai penyakit dan pembedahan pada anak adalah

langkah pertama dalam melaksanakan terapi nutrisi yang tepat.2

II. RESPON METABOLIK TERHADAP STRES

Respon metabolik terhadap penyakit akibat stres seperti trauma, operasi, atau

peradangan telah dijelaskan dengan baik. Cuthbertson adalah penyidik pertama yang

menyadari peran utama bahwa katabolisme protein seluruh tubuh bermain pada respon

sistemik tehadap cedera. Berdasarkan hasil kerjanya, respon stres metabolik secara

konseptual dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap awal singkat ini ditandai dengan

Page 2: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

penurunan aktivitas enzimatik, penurunan konsumsi oksigen, curah jantung rendah, dan

suhu inti yang mungkin di bawah normal. Hal ini diikuti oleh fase aliran

hipermetabolik, ditandai dengan meningkatnya curah jantung, konsumsi oksigen, dan

produksi glukosa. Selama fase ini, mobilisasi lemak dan protein dimanifestasikan oleh

peningkatan ekskresi nitrogen pada urin dan kehilangan berat badan. Fase katabolik

dimediasi oleh lonjakan sitokin dan karakteristik respon endokrin terhadap trauma atau

operasi yang menghasilkan suatu peningkatan ketersediaan substrat yang penting untuk

penyembuhan dan meningkatkan produksi glukosa.2,3,4,5

Neonatus dan anak-anak memiliki respon terhadap penyakit metabolik yang

serupa dengan orang dewasa secara kualitatif, meskipun memiliki perbedaan signifikan

dalam hal kuantitatif. Respon metabolik terhadap stress menguntungkan dalam jangka

pendek, namun konsekuensi dari katabolisme berkelanjutan sangat penting karena anak

memiliki jaringan dan gizi substansial yang terbatas untuk pertumbuhan. Dengan

demikian, institusi yang tepat dalam terapi nutrisi merupakan prioritas pada neonatus

dan anak-anak yang sakit. Tujuan gizi dalam pengaturan ini adalah untuk menambah

keuntungan jangka panjang dari respon metabolik pediatrik terhadap cedera sementara

itu meminimalisasi konsekuensi jangka panjang. Secara umum, respon metabolik

terhadap stres ditandai dengan peningkatan dari degradasi protein pada jaringan otot

dan peningkatan dari pergerakan asam amino bebas melalui sirkulasi (Gbr. 1). Asam

amino ini berfungsi untuk menghambat sintesis cepat dari protein yang bertindak

sebagai mediator dalam respon inflamasi dan komponen struktural untuk perbaikan

jaringan. Asam amino yang tersisa disalurkan melalui hati di mana kerangka karbonnya

dimanfaatkan untuk membuat glukosa melalui proses glukoneogenesis. Pemberian diet

protein tambahan dapat memperlambat laju kehilangan protein tetapi tidak bisa

menghilangkan secara keseluruhan ketidakseimbangan protein yang terkait dengan

cedera.2

Pemecahan karbohidrat dan lemak juga meningkat selama respon metabolik

dari anak. Secara keseluruhan, kebutuhan energi dari anak yang sakit kritis atau cedera

diatur oleh keparahan dan persistensi dari penyakit atau cedera yang mendasari.

Penilaian akurat dari kebutuhan energi pada seorang pasien memungkinkan suplemen

1

Page 3: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

kalori yang optimal dan menghindari efek buruk dari underfeeding dan overfeeding.

Anak-anak dengan penyakit yang kritis menunjukkan sebuah tampilan hormon dan

sitokin yang khas ditandai dengan meningkatnya level serum insulin, hormon katabolik

(glukagon, kortisol,katekolamin), dan sitokin spesifik yang diketahui berperan dalam

proses inflamasi.2

III. KOMPOSISI DAN CADANGAN NUTRISI PADA TUBUH

Komposisi tubuh anak berbeda dengan orang dewasa dalam beberapa hal yang

secara signifikan mempengaruhi persyaratan gizi.. Cadangan karbohidrat terbatas pada

semua kelompok usia dan hanya memberikan pasokan glukosa jangka pendek saat

digunakan. Walaupun demikian, neonatus memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap

glukosa dan memiliki tingkat pergantian glukosa yang tinggi bila dibandingkan dengan

orang dewasa. Ini dianggap terkait dengan peningkatan rasio massa otak-tubuh dari

neonatus karena glukosa merupakan sumber energi utama untuk sistem saraf pusat.

Cadangan glikogen bahkan lebih terbatas pada masa postpartum dini, khususnya pada

bayi premature. Puasa jangka pendek dapat membuat bayi yang baru lahir menjadi

hipoglikemia. Jadi, ketika bayi dibebani dengan penyakit atau cedera, maka mereka

2

Gambar 1. Gambaran reaksi metabolik yang dihubungkan dengan respon stress pada anak terhadap penyakit yang berat dan cedera2

Page 4: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

dengan cepat memecahkan cadangan protein untuk menghasilkan glukosa melalui

proses glukoneogenesis. Cadangan lemak yang rendah pada neonatus, berangsur-

angsur akan meningkat sesuai dengan usia. Bayi prematur memiliki proporsi cadangan

lemak terendah karena Sebagian besar asam lemak tak jenuh ganda menumpuk di

trimester ketiga. Hal ini membuat lemak menjadi kurang berguna sebagai sumber

bahan bakar pada anak-anak.1,2

Perbedaan paling dramatis antara pasien dewasa dan anak-anak adalah dalam

jumlah relatif protein yang disimpan. Cadangan protein pada orang dewasa hampir dua

kali lipat dari bayi. Jadi, bayi tidak boleh kehilangan jumlah protein yang signifikan

selama sakit yang lama atau cedera. Sebuah fitur penting dari respon metabolik

terhadap stres, tidak seperti dalam kelaparan, adalah bahwa ketentuan diet glukosa

tidak menghentikan glukoneogenesis. Akibatnya, katabolisme dari protein otot untuk

menghasilkan glukosa tidak berlanjut. Neonatus dan anak-anak juga membutuhkan

kebutuhan dasar energi jauh lebih tinggi. Penelitian telah menunjukkan bahwa

pengeluaran energi istirahat untuk neonatus adalah dua sampai tiga kali dari orang

dewasa berdasarkan standar berat badan. Sangat jelas, kebutuhan anak untuk tumbuh

dan berkembang merupakan komponen besar dari peningkatan kebutuhan energi.

Selain itu, luas permukaan tubuh yang relatif besar dari anak kecil dapat meningkatkan

kehilangan panas dan selanjutnya memberikan kontribusi dalam peningkatan

pengeluaran energi.2

Sebagai ilustrasi, ketentuan protein yang direkomendasikan untuk neonatus

hampir tiga kali lipat dari orang dewasa. Pada bayi prematur, sebuah penjatahan protein

minimal 2,8g/ kg/hari diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan di dalam rahim.

Peningkatan kebutuhan metabolisme dan cadangan gizi yang terbatas dari terapi awal

nutrisi untuk bayi pada saat cedera traumatis dan penyakit kritis untuk menghindari

konsekuensi gizi yang tak diinginkan.2

IV. EVALUASI NUTRISI

3

Page 5: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

Evaluasi nutrisi dilakukan secara terintegrasi dengan melakukan anamnesis

nutrisi, pemeriksaan fisis, pengukuran antropometrik, dan pemeriksaan laboratorium.

Secara umum, anamnesis nutrisi sangat membantu dalam membuat rencana pemberian

nutrisi nantinya yang akan disesuaikan dengan keadaan penyakit pasien. Selain itu,

anamnesis juga penting dalam mengidentifikasi mekanisme yang membuat pasien

berisiko mengalami defisiensi nutrisi maupun permasalahan malnutrisi sehingga dapat

diantisipasi.6

Pemeriksaan fisik berkaitan dengan nutrisi penting dilakukan untuk

mengidentifikasi adanya defisiensi maupun kelebihan zat gizi tertentu seperti vitamin,

mineral, protein, dan energi.6

Pengukuran antropometrik dilakukan untuk menilai status gizi pasien.

Antropometri sangat sering digunakan karena merupakan metode yang tidak

mengeluarkan banyak biaya,, dan mudah diaplikasikan pada semua pasien, terutama

pada pasien anak. Selain itu, penggunaan antropometri sangant bermanfaat karena

konstan dan tidak berubah dengan cepat. Terdapat berbagai macam cara untuk menilai

status gizi, dan di antaranya yang paling sering adalah dengan menghitung indeks

massa tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2).

Klasifikasi IMT dapat dilihat pada tabel berikut.6,7

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT 6

IMT Status Gizi< 18,5 kg/m2 Underweight (kurang)18,5 – 22,9 kg/m2 Normal23 – 24,9 kg/m2 Overweight (lebih)25 – 29,9 kg/m2 Obese I> 30 kg/m2 Obese II

Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan informasi status gizi yang

dibutuhkan. Beberapa pemeriksaan yang penting dilakukan khususnya untuk pasien

bedah saraf terkait status nutrisi antara lain serum albumin, serum prealbumin, serum

transferin atau TIBC (total iron binding capacity) yang dapat menilai protein viseral

dalam tubuh, dan nitrogen urea urin (UUN) 24 jam yang dapat menilai tingkat

4

Page 6: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

katabolisme protein, serta BUN (blood urea nitrogen) yang digunakan untuk menilai

intake protein.6,7

V. KEBUTUHAN NUTRISI

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur kebutuhan cairan dan

nutrisi pada pasien anak. Tetapi tidak semuanya selalu mendapatkan hasil yang sangat

akurat. Pada anak yang sakit memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda dibandingkan

dengan anak yang sehat. Kebutuhan kalori, air, asam amino, elektrolit, mineral,

vitamin, dan trace elemen pada bayi dan anak terdapat pada tabel 2 dan 3.4,7,8

Tabel 2. Kebutuhan perhari pada anak dengan nutrisi parenteral (per kg BB).7

< 10 kg 11 to 20 kg >21 kg

Air

Kalori

Asam Amino*

130 mL

100 kal

2.5 g

90-100 mL

90 kal

2.0 g

70-90 mL

80 kal

1.5 g

*gagal ginjal – 0.5 g; gagal hati – 0.5 g; luka bakar – 3.5 g; prematur – 3.5

to 4.0 g tergantung dari umur gestasi

,Tabel 3. Kebutuhan elektrolit, trace elemen, dan vitamin perhari

(perkg BB) 7

Sodium Potassium Magnesium Calcium Phosphorous Zinc Copper Iron Vitamin A Vitamin C Vitamin D Vitamin E Vitamin B1 (thiamine) Vitamin B2 (riboflavine) Vitamin B3 (niacine) Vitamin B5 (pantothenic acid) Vitamin B6 (pyridoxine)

3-5 mEq3-5 mEq0.3-0.5 mEq2-4 mEq (preterm, 4-6 mEq)1-2 mEq150-200 mg (preterm 400-600 mg)10-20 mg1 mg233 units6 mg66 units0.66 units0.055 mg0.07 mg0.9 mg0.3 mg

5

Page 7: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

Biotine (vitamin B7) Folic acid (vitamin B9) Vitamin B12 (cyanocobalamine)

0.05 mg30 mg8 mg0.04 mg

Kebutuhan Kalori

Perhitungan kebutuhan kalori dapat memakai kalorimetri baik secara langsung

maupun tidak langsung. Pemakaian kalorimetri secara langsung sangat kompleks dan

mahal, karenanya sangat jarang dilakukan di klinik. Pada kalorimetri tidak langsung

diperhitungkan produksi panas yang dihasilkan oleh pemakaian O2 serta pengeluaran

CO2.1,4,7,8

Perhitungan kebutuhan kalori pada anak yang mengalami operasi atau dalam

keadaan stress sebaiknya tidak memakai RDA, karena sering terlalu tinggi. Sebaiknya

memakai standar Basal Energy Expenditure (BEE), yang dapat dihitung melalui rumus

BMR atau dengan daftar table BEE.

Perhitungan kebutuhan energi dapat pula memakai rumus Harris-Benedict 4,7,8

- BMR = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB – 6,8 x umur) (anak laki-laki)

- BMR = 655 + (9,6 x BB) + (1,7 x TB – 4,7 x umur) (anak perempuan)

BMR = Basal Metabolic Rate TB = Tinggi BadanUmur dalam tahun BB = Berat Badan

BEE = BMR + 10%

Dalam persamaan tersebut, berat badan yang digunakan adalah berat badan

aktual, bukan berat badan ideal. Hal ini bertujuan untuk mencegah komplikasi

pemberian nutrisi yang berlebihan. Akibat dari overfeeding tersebut antara lain

refeeding syndrome, azotemia, dehidrasi hipertonik, asidosis metabolik, hiperkapnia,

hiperglikemia, hiperlipidemia, dan steatosis hepatik.9

Setelah mengetahui BEE, maka kebutuhan kalori aktual ditetapkan dengan mengalikan

BBE dengan nilai suatu faktor stress (Tabel 4).4,7

Tabel 4. Kebutuhan kalori dengan faktor stressor

6

Page 8: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

Faktor Kebutuhan kalori (kcal/hari)Bedah minor BEE x 1,1Infeksi, bedah mayor BEE x 1,2Fraktur BEE x 1,35Luka bakar >20%, fraktur multiple BEE x 1,5Sepsis, MSOF, ARDS BEE x 1,6 – 1,8

Kebutuhan Protein

Asam amino adalah zat penyokong utama yang diperlukan untuk pertumbuhan

dan perbaikan jaringan. Sebagian besar (98%) ditemukan dalam protein yang ada, dan

sisanya berada pada kelompok asam amino bebas. Protein terus terdegradasi menjadi

asam amino dan sintesis kembali melalui proses pergantian protein. Namun, proses

pergantian protein memerlukan energi untuk mendegradasi dan mensintesis protein.

Pada awalnya, bayi diketahui memiliki tingkat pergantian protein yang lebih tinggi dari

orang dewasa. Bayi baru lahir yang sehat memiliki kadar omset protein 6 sampai 12 g /

kg / hari dibandingkan dengan 3,5 g / kg / hari pada orang dewasa. Bahkan tingkatan

lebih besar dari omset protein telah diukur pada bayi prematur dan bayi berat lahir

rendah. 1,2

Pada pasien dengan stress metabolik, seperti anak dengan luka bakar yang parah

atau kegagalan kardiorespirasi yang memerlukan ECMO, omset protein dua kali lipat

bila dibandingkan dengan yang di orang normal. Kehilangan protein dapat dilihat pada

peningkatan kadar nitrogen yang diekskresikan dari urin selama sakit kritis. Sebagai

contoh, bayi dengan sepsis menunjukkan peningkatan dari penurunan kadar nitrogen

dalam urin yang dihubungkan dengan derajat sakitnya. Secara klinis, kehilangan

protein yang besar dapat dilihat dari mengecilnya otot rangka, penurunan berat badan,

penyembuhan luka yang lambat , dan kekebalan tubuh yang menurun. Sebagai

tambahan, protein dalam prioritasnya untuk memperbaiki jaringan, penyembuhan luka

dan inflamasi, tubuh tampaknya membutuhkan peningkatan kebutuhan produksi

glukosa pada saat terjadi stress metabolik. Tingkat glukoneogenesis yang cepat selama

sakit dan cedera terlihat pada anak dan orang dewasa, dan proses ini tampaknya

ditekankan pada bayi dengan berat badan yang rendah. Peningkatan produksi glukosa

7

Page 9: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

selama sakit diperlukan, karena glukosa merupakan sumber energi yang serbaguna

untuk jaringan yang sedang dalam respon inflamasi.2

Asam amino yang spesifik diangkut dari otot ke hati untuk memfasilitasi

produksi glukosa hati. Tahap awal dari katabolisme asam amino melibatkan

pemindahan kelompok amino yang beracun (NH3). Melalui transaminasi, gugus amino

dipindahkan ke α-ketoglutarate, sehingga menghasilkan glutamat. Penambahan gugus

amino yang lain mengkonversi glutamat menjadi glutamin, yang kemudian diangkut ke

hati. Di sini, amino dikeluarkan dari glutamin dan didetoksifikasi menjadi urea melalui

siklus urea. Kerangka karbon asam amino kemudian bisa masuk ke jalur

glukoneogenesis atau dalam otot rangka, gugus amino dapat ditransfer ke piruvat,

sehingga membentuk asam amino alanin. Ketika alanine ini diangkut ke hati dan

didetoksifikasi, piruvat dibentuk kembali dan dapat dikonversi menjadi glukosa melalui

glukoneogenesis. Pengangkutan alanin dan piruvat antara jaringan otot perifer dan hati

disebut sebagai siklus glukosa-alanine. Oleh karena itu sistem transportasi yang

melibatkan asam amino glutamin dan alanin menyediakan karbon pada proses

glukoneogenesis yang sementara mendetoksifikasi amonia pada siklus urea di hati.2

Peningkatan katabolisme protein otot berhasil pada adaptasi jangka pendek

selama sakit kritis tetapi terbatas dan pada akhirnya berbahaya bagi pasien anak-anak

dengan cadangan protein yang berkurang dan kebutuhan protein tinggi. Tanpa

menghilangkan faktor stress, kerusakan progresif dari diafragma, jantung, dan otot

rangka dapat mengakibatkan gagal pernapasan, aritmia yang fatal, dan kehilangan masa

tubuh. Selain itu, keseimbangan protein yang buruk bila berkepanjangan mungkin

memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada

normalnya, bayi yang tidak dalam keadaan stres memerlukan keseimbangan protein

sekitar 2 g/kg/hari. Sebaliknya, pada sakit kritis, bayi prematur yang membutuhkan

ventilasi mekanis memiliki keseimbangan protein sekitar -1 g/kg/hari. Bayi kritis yang

memerlukan ECMO memiliki tingkat yang sangat tinggi dalam kehilangan protein,

dengan total keseimbangan protein -2,3 g / kg / hari. Telah terbukti bahwa tingkat

katabolisme protein berhubungan dengan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas

pada pasien bedah.2

8

Page 10: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

Untungnya, suplemen asam amino cenderung untuk meningkatan retensi

nitrogen dan memperbaiki keseimbangan protein pada pasien yang sakit kritis.

Mekanisme ditunjukkan melalui peningkatan sintesis protein sementara tingkat

degradasi protein yang tetap konstan. Oleh karena itu, penyediaan diet protein yang

cukup untuk mengoptimalkan sintesis protein, memfasilitasi penyembuhan luka dan

proses inflamasi, dan menjaga massa otot rangka adalah satu-satunya hal yang paling

penting dalam intervensi gizi pada anak yang sakit kritis. Jumlah protein yang

dibutuhkan untuk meningkatkan kebutuhan protein pada anak-anak yang dirawat di

rumah sakit lebih besar daripada anak-anak yang sehat. Kasus yang ekstrim pada stres

fisiologis, termasuk anak dengan luas luka bakar atau bayi dengan ECMO, mungkin

memerlukan tambahan suplemen protein untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Perlu

dicatat bahwa toksisitas dari protein yang berlebihan sudah pernah dilaporkan,

khususnya pada anak dengan gangguan ginjal dan fungsi hati. Pemberian protein pada

tingkat yang lebih besar dari 3 g / kg /hari jarang diindikasikan dan sering terkait

dengan azotemia. Pada bayi prematur, efek yang mungkin bermanfaat dari jatah protein

3,0 menjadi 3,5 g / kg / hari sedang aktif diselidiki dalam upaya untuk meniru tingkat

pertumbuhan intrauterine. Studi ketentuan penggunaan protein 6 g / kg / hari pada

anak-anak menunjukkan morbiditas yang signifikan, termasuk azotemia, pireksia,

strabismus, dan IQ yang rendah.1,2

Selain jumlah yang cukup dari diet protein, kualitas protein juga harus

difokuskan pada terapi gizi. Yang diketahui bahwa bayi memiliki kebutuhan asam

amino esensial yang meningkat per kilogramnya jika dibandingkan dengan orang

dewasa. Secara khusus, bayi memiliki jalur biosintetik yang immature yang mungkin

untuk sementara dapat mengubah kemampuan mereka untuk mensintesis asam amino

spesifik. Salah satu contohnya adalah asam amino histidin, yang telah terbukti menjadi

asam amino esensial yang kondisional pada bayi sampai usia 6 bulan. Data terakhir

menunjukkan bahwa kapasitas sistein, taurin, dan prolin mungkin juga terbatas pada

bayi premature. Hal yang juga telah diperhatikan yaitu pada penggunaan arginin

sebagai "immunonutrient" untuk meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh pada

pasien yang sakit kritis. Meskipun tidak dapat dipungkiri studi terdahulu menunjukkan

9

Page 11: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

bahwa suplemen arginin dapat mengurangi risiko komplikasi infeksi, keamanan dan

kemanjuran pada populasi anak-anak.2

Penyediaan yang terbatas dari asam amino sistein mungkin memiliki relevansi

klinis pada anak yang sakit kritis. Sistein adalah substrat yang diperlukan dalam

produksi glutathione, antioksidan utama tubuh. Pada anak yang sakit kritis, omset

sistein meningkat signifikan. Pada saat yang sama, tingkat sintesis glutathione

mengalami penurunan sebesar 60%. Dengan cara ini, sistein dapat menjadi asam amino

kondisional esensial pada anak yang sakit.1,2

Glutamin merupakan asam amino yang telah dipelajari secara ekstensif baik

pada pasien anak-anak dan dewasa di ICU. Glutamin merupakan sumber asam amino

yang penting untuk glukoneogenesis, produksi energi pada pencernaan, dan

detoksifikasi amonia. Pada orang sehat, glutamin adalah asam amino nonesensial,

meskipun telah dihipotesiskan bahwa glutamin dapat menjadi esensial pada pasien

kritis. Karena sulit untuk menjaga glutamin larut dalam larutan, formulasi TPN standar

tidak memasukkan glutamin dalam campuran asam amino. Meskipun data sebelumnya

dari suplementasi glutamin dalam pengaturan klinis sangat menggembirakan, banyak

masalah dari studi metodologi telah tercatat. Yang diharapkan kedepannya, diperlukan

percobaan secara acak untuk menentukan kegunaan yang sepenuhnya baik pada orang

dewasa dan anak-anak. 2,7

Kebutuhan Karbohidrat

Produksi dan ketersediaan glukosa merupakan prioritas dalam respon

metabolisme terhadap stres pada anak. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi

eritrosit, otak, dan ginjal serta digunakan secara luas dalam respon inflamasi. dan orang

dewasa yang cedera dan sepsis menunjukkan tiga kali lipat peningkatan omzet glukosa,

oksidasi glukosa, dan glukoneogenesis. Peningkatan ini menjadi perhatian khusus pada

neonatus yang memiliki omset glukosa yang tinggi. Selain itu, cadangan glikogen

hanya memberikan pasokan endogen terbatas dari glukosa pada orang dewasa dan

cadangan yang lebih kecil pada neonatus. Dengan demikian, neonatus yang sakit kritis

memiliki kebutuhan glukosa yang lebih besar dan cadangan glukosa yang berkurang.2

10

Page 12: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

Dahulu, rejimen terapi nutrisi untuk pasien kritis menggunakan sejumlah besar

glukosa dalam upaya untuk mengurangi produksi glukosa endogen. Sayangnya,

kelebihan glukosa meningkatkan produksi CO2, menimbulkan fatty liver, dan

menghasilkan tidak adanya pengurangan pergantian glukosa endogen. Oleh karena itu,

kelebihan karbohidrat dapat meningkatkan beban ventilasi pada pasien sakit yang

kritis. Pasien dewasa di ICU makan dengan TPN tinggi glukosa menunjukkan 30%

peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan 57% pada produksi CO2, dan elevasi 71%

ventilasi per menit. Pada bayi sakit kritis, konversi kelebihan glukosa menjadi lemak

juga telah berkorelasi dengan peningkatan produksi CO2 dan frekuensi pernafasan

yang lebih tinggi. Selain itu, penyediaan karbohidrat yang berlebihan dapat berperan

dalam pembentukan TPN yang terkait dengan cedera hati kolestasis. Akhirnya,

beberapa data pada neonatus yang sakit kritis menunjukkan bahwa kelebihan

karbohidrat bertolak belakang dengan peningkatan pemecahan protein di jaringan.1,2

Administrasi dari diet kalori yang tinggi (beban glukosa) pada fase awal

penyakit kritis dapat memperburuk hiperglikemia, peningkatan CO2 dengan

meningkatkan beban pada sistem pernafasan, meningkatkan hiperlipidemia yang

dihasilkan dari lipogenesis yang meningkat, dan hasil dari keadaan hiperosmolar.

Laporan terakhir menghubungkan hiperglikemia dengan peningkatan mortalitas dan

membuat peran insulin yang membantu kontrol glikemik ketat dalam meningkatkan

hasil pada dewasa yang sakit kritis. Penurunan 43% yang luar biasa pada mortalitas

dilaporkan pada pasien pasca bedah jantung pada seorang pasien dewasa di ICU

dengan menerapkan kontrol glikemik yang ketat (Kadar glukosa darah arteri di bawah

110 mg / dL) menggunakan insulin intravena pada kelompok perlakuan dibandingkan

dengan pasien dalam kelompok kontrol (glukosa darah rata-rata tingkat 150-160 mg /

dL). 2

Kebutuhan Lemak

Seiring dengan metabolisme karbohidrat dan protein, omset lemak umumnya

meningkat pada pasien anak yang sakit kritis, operasi besar, dan trauma. Selama fase

pasang surut awal, tingkat trigliserid awalnya dapat meningkat yang ditunjukkan pada

11

Page 13: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

laju metabolisme lemak yang menurun. Selama ini, pasien dewasa sakit yang kritis

menunjukkan peningkatan pemecahan lemak dua sampai empat kali lipat . Baru-baru

ini, anak yang sakit kritis dengan ventilasi mekanik telah meningkatkan oksidasi asam

lemak. Metabolisme lemak meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat keparahan

penyakit. Proses dari omset lipid melibatkan konversi asam lemak bebas dan gliserol ke

dalam, dan hidrolitik pembelahan dari, trigliserida. 30-40% dari asam lemak bebas

yang teroksidasi untuk energi. Nilai RQ dapat menurun selama sakit, mencerminkan

peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi. Hal ini menunjukkan bahwa

asam lemak adalah sumber energi utama pada pasein anak yang mengalami stress

metabolik. Selain kaya pasokan energi dari substrat lemak, gugus gliserol yang berasal

dari trigliserida dapat dikonversi menjadi piruvat dan digunakan untuk memproduksi

glukosa. Seperti terlihat pada perubahan katabolik lain yang terkait dengan penyakit

dan trauma, penyediaan diet glukosa tidak mengurangi omset asam lemak pada saat

sakit. Peningkatan kebutuhan pada penggunaan lemak pada pasien dengan penyakit

yang kritis ditambah dengan cadangan lemak yang terbatas pada bayi membuat risiko

stres metabolik yang tinggi untuk peningkatan defisiensi asam lemak esensial.1,2,4

Bayi prematur telah ditunjukkan untuk mengembangkan bukti biokimia dari

kekurangan asam lemak esensial 2 hari setelah inisiasi regimen gizi lemak bebas. Pada

manusia, asam lemah tak jenuh linoleat dan asam linolenat dianggap asam lemak yang

penting karena tubuh tidak dapat memproduksi mereka melalui desaturasi asam lemak

lainnya. Asam linoleat digunakan oleh tubuh untuk mensintesis asam arakidonat,

sebuah perantara penting dalam sintesis prostaglandin. Golongan prostaglandin

termasuk leukotrien dan tromboksan, semua yang berfungsi sebagai mediator dalam

proses permeabilitas vaskular, reaktivitas otot polos, dan agregasi trombosit. Jika

seseorang kekurangan asam linoleat, pembentukan asam arakidonat (tetraene, dengan

empat ikatan ganda) tidak dapat terbentuk dan asam eicosatrienoic (A triene, dengan

tiga ikatan ganda) terakumulasi pada tempatnya. Secara klinis, profil asam lemak dapat

diketahui melalui serum manusia. Triene-to-tetraene yang rasionya lebih besar dari 0,4

merupakan karakteristik biokimia dari kekurangan asam lemak esensial, meskipun nilai

ini agak variabel dan tergantung pada uji laboratorium spesifik yang digunakan. Tanda-

12

Page 14: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

tanda kekurangan asam lemak yaitu dermatitis, alopecia, trombositopenia, peningkatan

kerentanan terhadap infeksi, dan secara keseluruhan kegagalan untuk berkembang.

Untuk menghindari kekurangan asam lemak esensial pada neonatus, pemberian asam

linoleat dan linolenat direkomendasikan dengan konsentrasi masing-masing 4,5% dan

0,5% dari kalori total. Selain itu, beberapa bukti menunjukkan bahwa asam lemak

rantai panjang dokosaheksaenoat acid (DHA), turunan dari asam linolenat, mungkin

juga kekurangan pada bayi prematur dan bayi yang diberi susu formula. Saat ini, uji

klinis secara aktif mencari dalam menentukan apakah suplementasi dari asam lemak

tak jenuh ganda rantai panjang akan memberikan manfaat klinis pada populasi.2

Solusi lipid parenteral juga membatasi kebutuhan penyediaan glukosa yang

berlebihan. emulsi lemak ini memberikan kuantitas energi yang lebih tinggi per

gramnya daripada glukosa (9 kkal / g vs 4 kkal /g). Hal ini mengurangi tingkat produksi

CO2, nilai RQ, dan kejadian steatosis hati. Beberapa risiko harus dipertimbangkan

ketika memulai pemberian lemak intravena pada pasien. Ini termasuk

hipertrigliseridemia, peningkatan risiko infeksi, dan penurunan kapasitas difusi oksigen

-alveolar. Sebagian besar institusi, Oleh karena itu, memulai ketentuan lemak pada

anak-anak pada 0,5-1,0 g / kg / hari dan meningkat 2 sampai 4 g / kg /hari. Selama

waktu ini, kadar trigliserida dimonitor erat. Pemberian lemak umumnya dibatasi 30%

sampai 40% dari asupan kalori total dari anak yang sakit dalam upaya untuk

menghindarkan disfungsi kekebalan tubuh, meskipun praktik ini belum divalidasi

dalam percobaan formal.2

Dalam pengaturan puasa atau diabetes mellitus yang tidak terkontrol,

percepatan produksi glukosa menghabiskan hepatosit yang dibutuhkan sebagai

perantara dalam siklus asam sitrat. Ketika ini terjadi, asetil-koenzim A (CoA) yang

dihasilkan dari pemecahan asam lemak tidak bisa masuk ke siklus asam sitrat.

Sebaliknya, ia membentuk badan keton acetoacetate dan β-hidroksibutirat. Badan-

badan keton yang dirilis oleh hati untuk jaringan extrahepatic, khususnya otot, rangka

dan otak, dimana mereka dapat digunakan untuk memproduksi energi seperti halnya

glukosa. Selama sakit, bagaimanapun, pembentukan keton relatif dihambat secara

sekunder untuk meningkatkan level serum insulin. Oleh karena itu, pada pasien bedah,

13

Page 15: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

badan keton tidak signifikan menggantikan kebutuhan glukosa dan tidak memainkan

peran penting dalam pengelolaan metabolisme dari respon stress metabolik.2

Selain berperan dalam terapi gizi, asam lemak sangat berpengaruh pada proses

inflamasi dan kekebalan tubuh dengan mengubah mediator lemak dan protein inflamasi

dan tanda-tanda koagulasi protein. Setelah dikonsumsi, asam lemak omega-6 dan

omega-3 dimetabolisme oleh serangkaian enzim desaturase dan elongase yang

mengubah mereka menjadi-membran terkait asam lemak arakhidonat,

asameicosapentaenoic (EPA), dan docosahexaenoic (DHA). Pergantian komponen

intralipid TPN (kaya asam lemak omega-6 proinflamasi) dengan minyak ikan (sumber

asam lemak omega-3) dapat mengurangi beberapa efek toksik jangka panjang nutrisi

parenteral pada hati. Efek yang menguntungkan dari asam lemak omega-3 telah

dibuktikan pada hewan dan manusia. Asam lemak omega-3 memiliki efek anti-

inflamasi, dengan menurunkan produksi sitokin yang telah ditunjukkan pada beberapa

percobaan. Baru-baru ini, omega-3 yang tersedia secara komersial untuk asam lemak

parenteral telah digunakan pada anak-anak dan membuahkan hasil.2

Kebutuhan Vitamin, Mineral, dan Trace Element

Vitamin dan trace element berperan dalam metabolisme, penyembuhan luka,

dan sistem imun. Vitamin merupakan zat gizi yang esensial dalam makanan sebab

hampir semua vitamin tidak dapat disintesis sendiri dari dalam tubuh. Vitamin terbagi

atas dua yaitu vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin yang

larut air (B, C, asam folat).10,11

Vitamin yang larut lemak terutama berfungsi dalam penyembuhan luka dan

sistem imun, sementara vitamin yang larut air terutama B12 berperan dalam

pembentukan dan transfer energi serta metabolisme asam amino dan asam nukleat.

Trace element yang penting antara lain zat besi, zink, copper, chromium, mangan,

selenium, dan iodine. Sementara mineral yang penting antara lain kalsium, fosfor, dan

magnesium.10,11

14

Page 16: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

VI. JALUR PEMBERIAN NUTRISI

Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan cara pemberian

nutrisi pada anak yang sakit. Disamping pertimbangan medic dengan berbagai

resikonya perlu pula dipertimbangkan aspek ekonominya.4,12,13

Ada dua jalur cara pemberian intervensif nutrisi:

1. Enteral dengan memakai pipa yang berdasarkan tempat masuknya dapat berupa

Orogastrik, Nasogastrik-nasoduodenal, & Gastrotomi, duodenostomi,jejunostomi

2. Parenteral

Nutrisi Enteral

Selama gastrointestinal masih berfungsi dengan baik, nutrisi enteral tetap

merupakan pilihan utama dibandingkan dengan parenteral. Keuntungan pemberian

nutrisi enteral dibandingkan parenteral : 4,12,13,14

- Merupakan alur fisiologis

15

Gambar 2. Algoritme cara pemilihan pemberian nutrisi intervensif 10

Page 17: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

- Memberikan efek tropik pada GI, yang mencegah terjadinya atrofi usus serta

mencegah terjadinya translokasi mikroba

- Mencegah komplikasi metabolic dan infeksi

- Dapat menjaga fungsi hepar

- Mempermudah pengaturan kebutuhan cairan dan elektrlolit

- Dapat memberikan nutrisi secara lengkap dan lebih murah

Dengan cara ini fungsi serta mukosa usus tetap dapat dipertahankan, serta dapat

mencegah translokasi dari bakteri intramural.4

Pemberian nutrisi enteral dengan kecepatan tetap (Constant Rate Enteral

Nutrition/CREN) dapat menyebabkan pengosongan lambung secara tetap. Kecepatan

yang diberikan sebaiknya tidak melebihi 3kcal/menit. Kecepatan yang berlebihan dapat

menyebabkan muntah. Jenis pipa yang dipakai pada pemberian enteral yaitu

Polyvinylchloride (PVC), Silicone, dan Polyurethane.4

Nutrisi yang dapat diberikan secara enteral bisa berupa susu formula (PASI),

formula yang memang khusus untuk nutrisi enteral, nutrisi suplemen. Dalam

mempertimbangkan pemakainya harus diperhatikan : kandungan energinya,

osmolalitas, serta bahan-bahan yang dapat menimbulkan intoleransi. Pemilihan rute

nutrisi enteral tergantung dari kondisi penderita, serta rencana lamanya pemberian

nutrisi enteral. Dapat diberikan secara:4,12,13,14

Nasogastric (NG) atau orogastric (OG), pada umumnya untuk pemberian jangka

pendek (kurang dari 3 bulan)

Gastrostomy (melalui pembedahan atau Percutaneus Endoscopic Gastrostomy)

Transpyloric, terutama baik pada penderita trauma kepala, atau mereka dengan

muntah yang dikhawatirkan akan terjadi aspirasi

Selanjutnya perlu pula ditetapkan apakah nutrisi enteral akan diberikan secara kontinyu

(continous feeding) ataukah intermitten (intermittent tube feeding).4

Tabel 5. Pedoman pemberian Continous Tube Feeding 4

Berat badan sesuai Umur

Tetesan Awal Penambahan Tetesan/hari

Kecepatan yang harus dicapai

2,0 – 15 kg 2 – 15 cc/jam 2 – 15 cc/jam 15 – 55 cc/jam

16

Page 18: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

(1cc/kg/jam) 1cc/kg16 – 30 kg 8 – 25 cc/jam

(0,5-1cc/kg/jam)8 – 16 cc/jam(0,5 cc/kg)

45 – 90 cc/jam

30 – 50 kg 15 – 25 cc/jam(0,5 cc/kg/jam)

15 – 25 cc/jam(0,5 cc/kg)

70 – 130 cc/jam

>50 kg 25 cc/jam 25 cc/jam 90 – 150 cc/jam

Tabel 6. Pedoman pemberian Intermitten Tube Feeding 4

Berat badan sesuai Umur

Tetesan Awal Penambahan Tetesan/hari

Kecepatan yang harus dicapai

2,0 – 15 kg 5 – 30 cc/ 3-4 jam 5 – 30 cc/ 6-8 jam 50 – 200 / 4 jam12 – 30 kg 20 – 60 cc/ 4 jam 20 – 60 cc/6-8 jam 150 – 350 cc/ 4jam>30 kg 30 - 60 cc/ 4 jam 30 – 60 cc/6-8 jam 240 – 400 cc/ 4jam

Singkatnya, nutrisi enteral harus dimulai pada anak sejak awal dirawat di rumah

sakit dengan gerak peristaltik yang tetap. Nutrisi enteral postpyloric dapat diberikan

pada anak-anak yang memiliki risiko tinggi terjadinya aspirasi atau ada kontraindikasi

atau gagal dalam pemberian melalui lambung. Pemberian nutrisi enteral untuk

memenuhi kebutuhan gizi pada anak-anak yang sakit kritis dengan sistem

gastrointestinal yang fungsional dan memiliki keuntungan dari biaya rendah,

pengelolaan, keselamatan, dan pemeliharaan hati dan fungsi gastrointestinal lainnya.

Pemberian nutrisi enteral secara dini pada pasien kritis membantu untuk mencapai

keseimbangan protein dan energi serta mengembalikan keseimbangan nitrogen selama

fase akut. Hal ini memelihara usus dan memicu pelepasan faktor dan hormon

pertumbuhan yang menjaga fungsi dan keutuhan usus. 2,14

Nutrisi Parenteral

Total Parenteral Nutrition (TPN) melewati usus dan menyediakan administrasi

intravena dari makronutrien dan mikronutrien untuk memenuhi kebutuhan gizi. TPN

ditujukan pada anak-anak yang tidak mampu mentolerir makanan enteral untuk jangka

waktu lama. Nutrisi parenteral mungkin bisa menjadi tambahan dan bisa juga sebagai

17

Page 19: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

pengganti dari nutrisi enteral. Meskipun luas dalam aplikasinya, TPN dikaitkan dengan

komplikasi mekanik, infeksi, dan metabolik dan oleh karena itu hanya boleh digunakan

pada pasien yang dipilih secara hati-hati. Dalam pengaturan fungsi pencernaan, TPN

tidak diindikasikan jika nutrisi enteral sendiri sudah dapat mempertahankan gizi. 2,3,15

Keputusan untuk memulai TPN didasarkan pada diantisipasi dari puasa yang

panjang, yang mendasari status gizi individu, dan pemeriksaan yang hati-hati dari

risiko yang terkait dengan penggunaan TPN sehubungan dengan konsekuensi dari

asupan gizi yang buruk. Jika masa dimana akan ada minimal atau tidak ada nutrisi

enteral lebih dari 5 hari, penggunaan TPN mungkin bermanfaat. Pada anak-anak

dengan kekurangan gizi, prematur, atau kondisi terkait dengan hipermetabolisme, TPN

dapat dimulai lebih awal. Faktor penghambat utama bagi penyediaan terapi nutrisi

dalam bentuk TPN yaitu ketersediaan dari pusat aksesnya. Administrasi TPN

memerlukan kateter vena sentral yang ujungnya ditempatkan pada persimpangan dari

vena cava superior dan atrium kanan. Jika digunakan pada garis tengah ekstremitas

bawah, ujung kateter harus diposisikan pada persimpangan dari vena cava inferior dan

atrium kanan. Diameter pembuluh darah yang besar darah dan laju aliran darah yang

maksimal di tempat tersebut memungkinkan untuk administrasi yang aman dari TPN

hipertonik. Untuk menghindari komplikasi yang terkait dengan malposisi ujung kateter

vena sentral, praktek di lembaga kami mendokumentasikan lokasi pusat ujung kateter

vena dan tempat masuknya sebelum digunakan. Perangkat pemasangan TPN dimana

kateter vena sentral tidak terletak secara ideal pada tempatnya membutuhkan

pengenceran (maksimum 900 mOsm / L dekstrosa dengan 10% dan 2% asam amino)

untuk menghindari resiko flebitis dan sklerosis. Osmolaritas larutan TPN dapat

dihitung dengan menggunakan kalkulator on-line yang tersedia atau persamaan

sederhana seperti {(dekstrosa [g / L] × 5) + (protein [g / L] × 10) + (lipid [g / L] × 1,5)

+ [(mEq / L Na+ + K+ + Ca2+ + Mg2 +) × 5]}. 2,3,15

Status cairan dan elektrolit akan memandu prosedur awal TPN. Hidrasi, ukuran,

usia pasien, dan penyakit yang mendasari akan menentukan jumlah cairan yang akan

diberikan. Kebutuhan cairan kelompok usia anak-anak secara rutin diestimasi

berdasarkan pada metode Holliday-Segar (Tabel 2-4). TPN tidak harus secara rutin

18

Page 20: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

digunakan untuk mengganti kerugian yang sedang berlangsung. Perpindahan cairan,

insensible water loss yang meningkat, drainase dari sekresi tubuh, dan gagal ginjal

dapat mempersulit manajemen elektrolit pada pasien ini. Nutrisi parenteral harus diatur

per hari setelah meninjau dasar elektrolit (Na+, K+, Cl-, HCO3-, Ca2+) dan gula darah

untuk memungkinkan penyesuaian pada komposisi makronutrien dan mikronutrien.

Pada pasien sakit dengan kehilangan cairan gastrointestinal (lambung, pankreas, usus

halus, atau empedu) yang signifikan, pengukuran elektrolit yang actual dari cairan yang

didrain sangat dianjurkan. Namun, perubahan mendesak dari serum elektrolit

seharusnya tidak dikelola oleh perubahan laju cairan atau komposisi TPN karena ini

merupakan metode yang tidak tepat untuk mengobati kelainan elektrolit yang serius.

Selain itu, tingkat fosfat dan magnesium juga penting untuk diperhatikan.

Hypophosphatemia dapat menyebabkan anemia hemolitik, disfungsi otot pernafasan,

dan gagal jantung. Penurunan signifikan dalam serum fosfat juga dapat dilihat dengan

sindrom re-feeding. Sebaliknya, gagal ginjal dapat menyebabkan retensi fosfat dan

kalium dan jatah gizi harus dikurangi sesuai aturan. Kekurangan magnesium dapat

menyebabkan aritmia jantung yang fatal pada anak-anak dan orang dewasa. Kelainan

fisiologi asam-basa juga dapat mempengaruhi rejimen gizi pada anak yang dirawat di

rumah sakit. Jika alkalosis metabolik berkembang dari diuresis aktif atau penghisapan

lambung, pemberian klorida harus digunakan untuk mengoreksi alkalosis tersebut.

Parahnya, alkalemia yang tidak terobati dapat menghambat pernapasan pasien,

perpindahan kalium intraselluler, penurunan konsentrasi kalsium terionisasi dengan

meningkatkan afinitas albumin untuk kalsium, dan refraktori aritmia jantung. Asidosis

metabolik sering terlihat pasda anak yang sakit kritis dapat berhubungan dengan

hipotensi, iskemia, atau gagal ginjal. Dalam hal ini, penyediaan asetat dan klorida

dalam rejimen nutrisi parenteral mungkin bermanfaat.2

Tiga makronutrien utama dalam TPN adalah karbohidrat, lemak, dan protein.

Lemak dan dekstrosa adalah sumber utama energi pada TPN, sedangkan protein

digunakan untuk pertambahan massa tubuh. Protein diberikan dalam bentuk kristal

asam amino mulai dari 0,5 g / kg / hari pada bayi prematur dan 1 g / kg / hari pada yang

lain. Asupan protein sehari-hari secara bertahap meningkat 1 g / kg / hari sampai tujuan

19

Page 21: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

asupan tercapai. Dekstrosa menyediakan sumber energi utama di TPN dan dimulai

pada tingkat 5 mg / kg / menit dengan menggunakan kadar 5% sampai 10%. Laju infus

glukosa dalam miligram per kilogram per menit dapat dihitung dengan bantuan

persamaan: [(% Dekstrosa) × (1 dL/100 mL) × (1000 mg / 1 g) (laju per jam dalam

mL / jam) × (1 jam/60menit) × (1/BB dalam kg]. Laju infus yang lebih dari 12 mg / kg

/ menit jarang diperlukan. Selain itu, overfeeding dengan karbohidrat dikaitkan dengan

lipogenesis (RQ> 1.0), steatosis hati, hiperglikemia, dan diuresis osmotik. Tiga sampai

5 persen dari kebutuhan energi harus dipenuhi menggunakan lemak intravena, yang

biasanya dimulai pada tingkat 1 g / kg / hari dan meningkat secara bertahap untuk

mencapai maksimumnya yaitu 3 g / kg / hari, atau 50% dari total asupan energi. Lemak

intravena penting untuk mencegah kekurangan asam lemak dan merupakan sumber

energi terkonsentrasi dan isotonik. Tingkat trigliserida harus dipantau, dan kadar lemak

intravena harus diturunkan ketika ditemukan hipertrigliseridemia. Seperti dijelaskan

sebelumnya, bukti yang tersedia menunjukkan bahwa pembatasan lemak 1 g / kg / hari

dapat diindikasikan pada pasien dengan kegagalan pencernaan terkait nutrisi parenteral

cholestasis atau pada pasien yang rentan (yakni, neonatus) yang cenderung

membutuhkan program TPN berkepanjangan.2,15

VII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien yang mendapatkan dukungan

nutrisi secara enteral dan parenteral antara lain sebagai berikut.

Nutrisi enteral11

- Teknis: pneumonia aspirasi, formula yang terkontaminasi bakteri, esofagitis.

- Fungsional: mual, muntah, distensi abdomen, konstipasi, atau diare.

- Metabolik: dehidrasi atau overhidrasi, defisiensi EFA, defisiensi vit K, gangguan

keseimbangan elektrolit, koma hiperosmolar nonketotik.

Nutrisi parenteral11

- Teknis: emboli udara, laserasi pembuluh darah, cedera pleksus brachialis,

malposisi kateter.

20

Page 22: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

- Infeksi yang berasal dari kateter, dapat berpotensi menyebabkan sepsis.

Metabolik: azotemia, overload cairan, gangguan keseimbangan elektrolit, koma

hiperosmolar nonketotik.

21

Page 23: Terapi Nutrisi Pada Pasien Bedah Anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Barness LA and Curran JS. Nutrisi dalam Buku Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku EGC. 1999. hal. 178 – 211.

2. Holcomb III George W, and Murphy J. Patrick. Nutritional Support of The Pediatric Patient. In : Ashcraft’s Pediatric Surgery 5th Edition. Philadelphia : Saunders, Elsevier Inc. 2010. p.19 – 31.

3. Labeda I. Nutritional Support in Surgical Patient. Sub Bagian Bedah Digestif RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo/FK Unhas Makassar. 2009

4. Hidajat B, Irawan R, H Nurul. Nutrisi Pada Kasus Bedah Anak. Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RS Dr. Soetomo – Surabaya 2006.

5. Azis AL. Support Nutrisi pada Anak Sakit Berat. Divisi Pediatri Gawat Darurat Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR / RS Dr Sutomo – Surabaya. 2006

6. Heimburger DC. Nutritional Assessment. In: Heimburger DC and Ard JD (eds). Handbook of Clinical Nutrition 4th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2006. p.242–61.

7. Falcao MC and Tannuri U. Nutrition for The Pediatric Surgical Patient: Approach in the Peri-operative Period. Sao Paulo : Rev Hosp. Clín. Fac. Med. S. Paulo. 2002.P 299 – 308.

8. Raju CU, Choudhary SS, Harja MM. Nutritional Support In The Critically Ill Child. Mumbai : MJAFI. 2005. p. 45-50.

9. Heimburger DC. Nutritional Support: General Approach and Complications. In: Heimburger DC and Ard JD (eds). Handbook of Clinical Nutrition 4th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2006. p.262–81.

10. Briony T and Bishop J. Dietetic Management of Acute Trauma. In: Manual of Dietetic Practice 4th Edition. Singapore: Blackwell Publishing Ltd. 2007. p.791-9, 805-11.

11. Herrmann VM. Surgical Metabolism & Nutrition. In: Way LW and Doherty GM (eds). Current Surgical Diagnosis & Treatment, 11th Ed. New York: Lange Medical Books. 2003.

12. Heimburger DC. Enteral and Parenteral Nutrition. In: Heimburger DC and Ard JD (eds). Handbook of Clinical Nutrition 4th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2006. p.310–42.

13. Wiryana M. Nutrisi pada Penderita Sakit Kritis. J Peny Dalam. Vol.8 No.2; 2007. p.176-86.

14. Darwis, Darlan. Nutrisi Enteral Pada Anak Sakit Berat. [serial online]. 2011. February. [cited_2011 February] p.12 Available from: http://www.Portalkalbe/filescdk/files/04_NutrisiEnternalPadaAnakSakitBerat.pdf.(update on February 3th 2010)

15. Lissauer T and Fanaroff AA. At a Glance Neonatologi. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2009. hal. 52 – 53, 76 – 77.

22