TERAPI KOMPLEMENTER

14
A. TERAPI KOMPLEMENTER Terapi Komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan sebagai pendukung kepada Pengobatan Medis Konvensional atau sebagai Pengobatan Pilihan lain diluar Pengobatan Medis yang Konvensional. Terapi Komplementer, pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem-sistem tubuh, terutama “Sistem Kekebalan dan Pertahanan Tubuh”, agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan yang tepat. Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan konvensional, yaitu sebagai berikut :

Transcript of TERAPI KOMPLEMENTER

Page 1: TERAPI KOMPLEMENTER

A. TERAPI KOMPLEMENTER

Terapi Komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan

sebagai pendukung kepada Pengobatan Medis Konvensional atau sebagai Pengobatan

Pilihan lain diluar Pengobatan Medis yang Konvensional.

Terapi Komplementer, pada dasarnya bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari

sistem-sistem tubuh, terutama “Sistem Kekebalan dan Pertahanan Tubuh”, agar tubuh

dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya

mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau

mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik dan lengkap

serta perawatan yang tepat.

Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah

pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Jadi

untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi

merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah

pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun –

temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa

dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.

Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang telah ditetapkan

oleh Departemen Kesehatan untuk  dapat diintegrasikan ke dalam pelayanan

konvensional, yaitu sebagai berikut :

1. Akupunktur medik yang dilakukan oleh dokter umum berdasarkan kompetensinya.

Metode yang berasal dari Cina ini diperkirakan sangat bermanfaat dalam mengatasi

berbagai kondisi kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri). Cara

kerjanya adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul signal yang berperan sebagai

komunikasi antar sel. Salah satu pelepasan molekul tersebut adalah pelepasan endorphin

yang banyak berperan pada sistem tubuh.

2. Terapi  hiperbarik, yaitu suatu metode terapi dimana pasien dimasukkan ke dalam sebuah

ruangan yang memiliki tekanan udara 2 – 3 kali lebih besar daripada tekanan udara

atmosfer normal (1 atmosfer), lalu diberi pernapasan oksigen murni (100%). Selama

Page 2: TERAPI KOMPLEMENTER

terapi, pasien boleh membaca, minum, atau makan untuk menghindari trauma pada

telinga akibat tingginya tekanan udara.

3. Terapi herbal medik, yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alam, baik berupa

herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun berupa fitofarmaka.

Herbal terstandar yaitu herbal yang telah melalui uji preklinik pada cell line atau hewan

coba, baik terhadap keamanan maupun efektivitasnya. Terapi dengan menggunakan

herbal ini akan diatur lebih lanjut oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada

beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut :

Dari 3 jenis teknik pengobatan komplementer yang ada, daya efektivitasnya untuk

mengatasi berbagai jenis gangguan penyakit tidak bisa dibandingkan satu dengan lainnya

karena masing – masing mempunyai teknik serta fungsinya sendiri – sendiri. Terapi

hiperbarik misalnya, umumnya digunakan untuk pasien – pasien dengan gangren supaya

tidak  perlu dilakukan pengamputasian bagian tubuh. Terapi herbal, berfungsi dalam

meningkatkan daya tahan tubuh. Sementara, terapi akupunktur berfungsi memperbaiki

keadaan umum, meningkatkan sistem imun tubuh, mengatasi konstipasi atau diare,

meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan atau mengurangi efek samping yang

timbul akibat dari pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah, fatigue

(kelelahan) dan neuropati.

Pada beberapa rumah sakit di Indonesia, pengobatan komplementer ini pun mulai

diterapkan sebagai terapi penunjang atau sebagai terapi pengganti bagi pasien yang

menolak metode pengobatan konvensional. Terapi komplementer ini juga dapat

dilakukan atas permintaan pasien sendiri ataupun atas rujukan para dokter lainnya.

Diharapkan dengan penggabungan pengobatan konvensional dan pengobatan

komplementer ini bisa didapatkan hasil terapi yang lebih baik.

1. ROM (RANGE OF MOTION)

Definisi

Pengertian Adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya

kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing

persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

Page 3: TERAPI KOMPLEMENTER

Tujuan

Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.

Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan Mencegah kontraktur dan kekakuan

pada sendi.

Jenis ROM

ROM pasif Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan

rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 % ROM aktif Perawat

memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi

secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot

75 % D. Jenis gerakan Fleksi Ekstensi Hiper ekstensi Rotasi Sirkumduksi Supinasi

Pronasi Abduksi Aduksi Oposisi E. Sendi yang digerakan.

ROM Aktif Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri

secara aktif. ROM Pasif Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang

terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

1. Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)

2. Bahu tangan kanan dan kiri ( fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu)

3. Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)

4. Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)

5. Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi, oposisi)

6. Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal)

7. Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi)

8. Jari kaki (fleksi/ekstensi)

Indikasi

1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

2. Kelemahan otot

3. Fase rehabilitasi fisik

4. Klien dengan tirah baring lama

Kontra Indikasi

1. Trombus/emboli pada pembuluh darah

2. Kelainan sendi atau tulang

3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)

Page 4: TERAPI KOMPLEMENTER

Atention

1. Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah latihan

2. Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien

3. Ulangi gerakan sebanyak 3 kali

2. TERAPI HIPERBARIK (HIPERBARIK OKSIGEN TERAPI ( H B O T ))

Awal mulai HBOT

Terapi hiperbarik mungkin baru segelintir orang yang mengenalnya. Di Indonesia,

pemanfaatna HBOT pertama kali  oleh Lakesla yang bekerja sama dengan RS

Angkatan Laut Dr. Ramelan, Surabaya, tahun 1960.  Hingga saat ini fasilitas tersebut

masih merupakan yang paling besar di Indonesia. Sementara di tempat lain telah

tersedia pula fasilitas terapi oksigen hiperbarik, diantaranya adalah RSAL Dr

Mintohardjo Jakarta, RSAL Halong Ambarawa, RSAL Midiato, RSP Balikpapan,

RSP Cilacap, RSU Makasar, RSU Manado, RSU Sangla Denpasar, dan Diskes

Koarmabar.  

Dasar dari terapi hiperbarik sedikit banyak mengandung prinsip fisika. Teori

Toricelli yang mendasari terapi digunakan untuk menentukan tekanan udara 1 atm

adalah 760 mmHg. Dalam tekanan udara tersebut komposisi unsur-unsur udara yang

terkandung di dalamnya mengandung Nitrogen (N2) 79 % dan Oksigen (O2) 21%.

Dalam pernafasan kita pun demikian. Pada terapi hiperbarik oksigen ruangan yang

disediakan mengandung Oksigen (O2) 100%. Terapi hiperbarik juga berdasarkan teori

fisika dasar dari hukum-hukum Dalton, Boyle, Charles dan Henry.

Sedangkan prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2

pada tingkat seluler akan menyebabkan  gangguan kehidupan pada semua organisme.

Oksigen yang berada di sekeliling tubuh manusia masuk ke dalam tubuh melalui cara

pertukaran gas. Fase-fase respirasi dari pertukaran gas terdiri dari fase ventilasi,

transportasi, utilisasi dan diffusi. Dengan kondisi tekanan oksigen yang tinggi,

diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu organisme mendapatkan

kondisi yang optimal.

 

Page 5: TERAPI KOMPLEMENTER

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) adalah terapi medis dimana pasien dalam

suatu ruangan menghisap oksigen tekanan tinggi (100%) atau pada tekanan barometer

tinggi (hyperbaric chamber). Kondisi lingkungan dalam HBOT bertekanan udara

yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA).

Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang

udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus penyelaman

maupun pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat pengobatan HBOT

adalah suatu keadaan individu yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (> 1

ATA) dan bernafas dengan oksigen 100%. Tekanan atmosfer pada permukaan air laut

sebesar 1 atm. Setiap penurunan kedalaman 33 kaki, tekanan akan naik 1 atm.

Seorang ahli terapi hiperbarik, Laksma Dr. dr. M. Guritno S, SMHS, DEA yang telah

mendalami ilmu oksigen hiperbarik di Perancis selama 5 tahun menjelaskan bahwa

terdapat dua jenis dari terapi hiperbarik, efek mekanik dan fisiologis. Efek fisiologis

dapat dijelaskan melalui mekanisme oksigen yang terlarut plasma. Pengangkutan

oksigen ke jaringan meningkat seiring dengan peningkatan oksigen terlarut dalam

plasma.  

Mekanisme HBOT 

HBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel

endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel

growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang

memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis

proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses

remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.  

Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu

untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami edema

dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar.

Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan

fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya

vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi

hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan

tinggi, terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1

Page 6: TERAPI KOMPLEMENTER

meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan

meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema..  

Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%,

tekanan 2 – 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan decompresion

sickness. Maka akan terjadikerusakan jaringan, penyembuhan luka, hipoksia sekitar

luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa kolagen, rasio

RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang menyebabkan

neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan dan perbaikan

aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga daerah yang

mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan terjadi

peningkatan NO hingga 4 – 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen hiperbarik 2-3

ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan

luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana

memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi

jaringan di distal.  

Indikasi-indikasi lain dilakukannya HBOT adalah untuk mempercepat

penyembuhan penyakit, luka akibat radiasi, cedera kompresi, osteomyelitis,

intoksikasi karbonmonoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak yang

sudah nekrotik, Skin graft dan flap, luka bakar, abses intrakranial dan anemia. 

Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan O2

intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert, efeksamping

biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual, kedutan pada otot

muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping

bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal. 

HBOT Meningkatkan Sensitivitas Radioterapi

Penanganan kanker pada umumnya melalui tahapan terapi operasi, radioterapi,

kemoterapi dan hormonal. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, oksigen

hiperbarik dan herbal merupakan salah satu pilihan untuk meningkatkan sensitifitas

efek radioterapi sehingga dapat membantu menekan angka kematian dan

meningkatkan angka harapan hidup. Rumkital Dr. Ramelan Surabaya telah memiliki

Page 7: TERAPI KOMPLEMENTER

Instalasi Radioterapi dan Oksigen yang merupakan bagian dari unggulan fasilitas

kesehatan. 

Penelitian hubungan tekanan oksigen dengan radioterapi pada manusia sudah

dimulai sejak tahun 1910 oleh Deche. Sedangkan menurut Guritno, yang pada saat

diwawancarai masih menjabat sebagai direktur RSAL Dr Ramelan Surabaya, HBOT

bermanfaat untuk meningkatkan sensitivitas sel tumor pada radioterapi. Karena pada

kondisi hipoksia sensitifitas sel tumor menurun, sehingga dengan HBOT yang

meningkatkan perfusi. Dengan demikian akan tercipta kondisi hiperoksia yang

menyebabkan sensitifitas sel tumor meningkat. HBOT tentunya juga akan bermanfaat

pada healing injury post radioterapi.  

Studi dan telaah dilakukan seorang ahli HBOT muda, dr. Arie Widiyasa Sp.OG,

Kabag KESLA RSAL Ilyas Tarakan, mengenai pengaruh HBOT terhadap kanker

serviks. Kombinasi antara radiasi baik eksternal atau brachiterapi atau keduanya yang

dikombinasikan dengan pemberian HBOT akan meningkatkan radiosensitivitas sel

kanker serviks. Salah satu modalitas yang dapat dikembangkan saat ini adalah terapi

dengan menggunakan oksigen bertekanan tinggi diberikan dengan tekanan 2,0 ATA,

2,4 ATA atau 3 ATA sebanyak 20 – 30 kali dapat dipertimbangkan walau harus tetap

mempertimbangkan untung ruginya tindakan tersebut. HBOT dapat memperbaiki

sensitivitas sel tumor, meningkatkan persentase angka survival rate, tak jelas dapat

mencegah rekurensi atau menurunkan angka kematian. Dengan demikian komplikasi

pemberian radioterapi dosis tinggi dapat dicegah sebelum kerusakan menjadi berat

dan irreversibel.  

Manfaat pada Pasien Post Radioterapi

Dewasa ini terapi radiasi dinilai cukup efektif untuk menangani beberapa kasus

kanker yang tidak operable. Namun efek samping radiasi yang bersifat sistemik

agaknya sulit untuk dihindari. Contohnya pada radioterapi pelvis yang akan

menyebabkan rusaknya epitel, parenkim, stroma, vaskuler rektum dan berujung pada

terbentuknya striktur dan fistula. Sayangnya pula terapi yang dilakukan terhadap efek

samping tersebut sering tidak berhasil sehingga akan terjadi kerusakan komplek serta

terbentuknya mediator yang menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, kemotaksis, demam, rasa sakit dan kerusakan jaringan. American

Page 8: TERAPI KOMPLEMENTER

Society for Therapeutic Radiology and Oncology membuat sistem scoring efek

samping akut dan efek samping lama.  

Menurut Dr. dr. Suyanto Sidik Sp.PD, ahli HBOT dari RSAL Dr. Mintohardjo,

radioterapi akan memberikan efek samping seperti rusaknya epitel, parenkim, dan

vaskuler dari tubuh. Manifestasi yang paling sering adalah timbulnya struktur dan

fistel. Pada umumnya setelah 6 bulan akan terjadi hipoksia, hipovaskuler dan

hiposeluler pada jaringan yang terpapar radiasi. Celakanya terapi efek samping ini

seringkali gagal karena kerusakan komplek pada jaringan. Terdapat gangguan

permeabilitas pembuluh darah, kemotaksis yang disertai manifestasi klinis demam

dan nyeri. Terapinya tentu saja adalah dengan meningkatkan aliran darah ke daerah

yang hipovaskuler tersebut. Jadi mekanisme penyembuhan luka untuk post radiasi

adalah meningkatkan vaskularisasi, memperbaiki fungsi epitel, meningkatkan VEGF,

mengatur sintesis dan lisis kolagen. HBOT meningkatkan aktivasi arginin yang

berefek pada kolagen sintesis, dan mensupport kontraksi otot.  

Sebagai contoh pengobatan HBOT pada injury radiasi dengan proktitis radiasi

sebagai model. Efek samping dari terapi radiasi pada karsinoma rongga pelvis adalah

proktitis radiasi. Efek samping ini bermanifestasi tergantung dari dosis, fraksinasi,

luas dan teknik radiasi. Adanya riwayat radioterapi pelvis biasanya ditandai dengan

gejala : sakit perut, diare, anorexia, dan mual. Pada pemeriksaan rekto-sigmoidokopi

didapatkan erythema, edema, teleangiektasis, erosi, bahkan ulkus. Pada pemeriksaan

PA diketahui adanya sebukan sel radang diikuti gambaran histologik lamina propia

terhialinisasi, sub mucosa fibrotik, ektasia vaskuler, nekrosis fibrinoid yang

dibandingkan dengan pembuluh darah fibroblas atipik. Gejala yang merupakan

manifestasi dari efek samping akut ini biasanya muncul dengan frekuensi 50 – 70 %.

Sedangkan efek samping lanjutan umumnya bermanfest dengan sakit perut, tenesmus,

dan hematochezia. Gejala efek samping jenis ini biasanya hanya timbul 2,5 – 25 %.

Efek yang lebih berat lagi apabila gejala efek samping tersebut disertai dengan diare

lendir dan darah.  

Pada kanker nasofaring yang mendapat radioterapi, HBOT dapat berguna untuk

pencegahan terjadinya mandibular necrosis. Pada kanker leher rahim dan kanker

prostat yang mendapat radioterapi HBOT bisa untuk prevensi radiosistitis. Pasien

Page 9: TERAPI KOMPLEMENTER

Face-off, Lisa, yang sempat menghebohkan dunia bedah plastik sebelum ini, sempat

membuat pusing para dokter yang merawatnya karena kecenderungan nekrosis flap

hasil pemindahan. Atas saran Guritno, Lisa akhirnya diterapi HBOT, dan hasilnya

cukup baik. Kulit yang sebelumnya ditakutkan akan nekrosis menjadi pulih kembali.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=254

http://argitauchiha.blogspot.com/2010/12/terapi-komplementer.html