Terapi Insulin 2014

59
BAB I PENDAHULUAN Ditemukannya insulin hampir 90 tahun yang lalu merupakan salah satu tonggak sejarah terbesar dalam bidang kedokteran pada abad ke‐20. Sangat pantas kemudian penemunya mendapatkan hadiah nobel di bidang kedokteran. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama,terutama dalam 20 tahun terakhir telah banyak kemajuan dalam terapi insulin. Mulai dari pemurnian sediaan insulin (dari insulin polikomponen menjadi monokomponen yang berasal dari insulin binatang) hingga ditemukannya insulin manusia dengan cara rekayasa genetik serta yang terakhir adalah ditemukannya insulin analog. Kemajuan terapi insulin juga terletak pada konsep sekresi insulin endogen, pola alamiah sekresi insulin, yang membawa perbaikan di dalam perbaikan konsep terapi insulin. Dengan adanya insulin analog, makin mendekatkan terapi insulin yang menyerupai pola

description

Terapi insulin terbaru

Transcript of Terapi Insulin 2014

BAB IPENDAHULUAN

Ditemukannya insulin hampir 90 tahun yang lalu merupakan salah satu tonggak sejarah terbesar dalam bidang kedokteran pada abad ke20. Sangat pantas kemudian penemunya mendapatkan hadiah nobel di bidang kedokteran. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama,terutama dalam 20 tahun terakhir telah banyak kemajuan dalam terapi insulin. Mulai dari pemurnian sediaan insulin (dari insulin polikomponen menjadi monokomponen yang berasal dari insulin binatang) hingga ditemukannya insulin manusia dengan cara rekayasa genetik serta yang terakhir adalah ditemukannya insulin analog. Kemajuan terapi insulin juga terletak pada konsep sekresi insulin endogen, pola alamiah sekresi insulin, yang membawa perbaikan di dalam perbaikan konsep terapi insulin. Dengan adanya insulin analog, makin mendekatkan terapi insulin yang menyerupai pola sekresi insulin endogen, sehingga hasil pengobatan menjadi lebih baik dan menurunkan efek samping.Diabetes merupakan penyakit yang progresif, jika tidak dikelola dengan baik maka cepat jatuh pada komplikasi khususnya penyakit pembuluh darah. Secara garis besar ada 2 tipe diabetes yang utama, yaitu diabetes melitus tipe 1 (DMT1) dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2). DMT1 merupakan diabetes yang disebabkan oleh karena kerusakan sel beta, sehingga terjadi kegagalan fungsi sel beta dalam mensekresikan insulin secara mutlak.Pasien seperti ini memerlukan insulin untuk hidupnya. Mekanisme DMT2 umumnya didahului oleh resistensi insulin dan akhirnya akan terjadi disfungsi sel beta untuk mencukupi kebutuhan insulin endogen. Demikian juga yang terjadi pada DMT2. Meskipun pada pasien DMT2 belum terjadi kekurangan insulin endogen yang mutlak, namun dalam perjalanannya sebagian besar akan membutuhkan insulin untuk mengendalikan glukosa darahnya. Pengetahuan dasar mengenai terapi insulin penting diketahui oleh semua dokter, diantaranya meliputi jenis, farmakokinetik, rejimen, keuntungan, kendala, keamanan, dan efek samping penggunaan insulin. Keuntungan penggunaan insulin adalah bahwa insulin merupakan obat alamiah (suplemen insulin endogen) dan dapat digunakan menyerupai pola sekresi insulin endogen oleh sel beta, serta dosisnya tidak ada batasnya. Kendala utama dari terapi insulin adalah karena bentuknya masih dalam bentuk suntikan dan harganya relatif lebih mahal dibandingkan obat hipoglikemik oral. Walaupun para ahli telah berusaha meneliti sediaan bukan suntikan, seperti inhalan, tempelan di kulit, dan tablet, namun kenyataannya baru bentuk suntikan yang sudah sempurna dan tersedia di Indonesia.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakokinetik Obat InsulinInsulin merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan diabetes, yakni sejak tahun 1922. Insulin juga merupakan tonggak sejarah yang amat fenomenal dalam bidang kedokteran. Awalnya insulin dibuat dari ekstrak binatang, seperti babi dan sapi. Kemudian dengan kemajuan teknologi berhasil dibuat insulin manusia dengan teknologi rekayasa genetik yang kemudian dipasarkan pada tahun 1980an. Seiring perjalanan waktu, insulin sebagai terapi terus dikembangkan dengan harapan kerjanya dapat menyerupai insulin endogen. Sehingga pada pertengahan tahun 1990an diperkenalkan insulin analog pertama dengan kerja cepat.Saat ini di pasaran tersedia berbagai jenis insulin. Ditinjau dari asalnya, terdapat insulin manusia dan insulin analog (sudah direkayasa dengan kerja yang lebih baik dari insulin manusia). Sedangkan bila ditinjau dari segi kerjanya terdapat insulin kerja pendek (insulin manusia) atau cepat (insulin analog), kerja menengah (insulin manusia), dan kerja panjang (insulin analog). Insulin kerja pendek atau cepat sering disebut dengan insulin prandial karena digunakan untukmenurunkan glukosa darah setelah makan, sedangkan insulin kerja menengah dan panjang sering disebut insulin basal karena digunakan untuk menurunkan glukosa darah dalam keadaan puasa dan sebelum makan. Selain itu di pasaran juga tersedia insulin campuran (premixed).Insulin campuran ini merupakan campuran antara insulin kerja pendek dan kerja menengah (insulin manusia) atau insulin kerja cepat dan kerja menengah (insulin analog). Umumnya campuran tersedia dengan perbandingan tetap antara insulin kerja pendek atau cepat dan kerja menengah (25% : 75% atau 30% : 70%).Mengenal farmakokinetik setiap insulin yang tersedia adalah wajib bagi dokter dalam praktik seharihari. Hal ini bertujuan agar setiap dokter dapat memanfaatkan insulin dengan baik tanpa efek samping yang serius. Yang perlu diketahui terkait farmakokinetik insulin adalah awal kerja, puncak kerja, dan lama kerja. Sesuai dengan karakteristiknya, setiap insulin dapat dipilih dan digunakan sesuai dengan kebutuhan pasien. Jenis dan profil kerja insulin dapat dilihat padaTabel I.1 sedangkan perbandingan farmakokinetik berbagai insulin eksogen dapat dilihat pada Gambar II.1.

2.2 Efek Insulin dan Manfaat InsulinSudah lama diketahui bahwa insulin mempunyai efek metabolik terhadap metabolisme karbohidrat, lipid dan protein. Secara umum insulin bersifat anabolik, yang diantaranya berfungsi untuk memasukkan glukosa ke dalam sel dan mencegah pelepasan glukosa oleh hati, mencegah lipolisis, dan meningkatkan sintesis protein.Kini, insulin tidak saja dikenal mempunyai efek metabolisme seperti di atas, namun juga terlibat dalam berbagai efek di dalam tubuh. Insulin mempunyai efek antiinflamasi dengan menekan faktor transkripsi proinflamasi seperti nuclear factor (NF)kB, Egr1, dan activating protein1(AP1). Di dalam tubuh, insulin menekan NFkB binding activity, terbentuknya spesies oksigen reaktif, kadar intercellular adhesion molecule1 dan monocyte chemotactic protein1, matrixmetalloproteinase9, tissue factor (TF), PAI1, interleukin (IL)1b, IL6, macrophage migration inhibition factor (MIF), dan tumor necrosis factor (TNF)-. Disamping itu, insulin juga mempunyai efek antiapoptosis, protektif terhadap jantung. Efek insulin yang lain dan manfaat pemberian insulin dapat dilihat pada Gambar III.1.

2.3 Hiperglikemia Sebagai Petanda Luaran KlinikHiperglikemia pada pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan keadaan yang cukup sering ditemukan. Kadar glukosa darah yang tinggi merupakan keadaan yang serius, walaupun sebelumnya tidak ditemukan riwayat diabetes. Adanya hiperglikemia merupakan petanda penting buruknya luaran klinis (morbiditas maupun mortalitas) pasien, baik dengan atau tanpa riwayat diabetes sebelumnya. Penelitian Umpierrez et al. (2002) merupakan contoh yang baik bagaimana hubungan antara hiperglikemia dengan luaran klinik bagi penderita yang dirawat di rumah sakit. Penelitian retrospektif tersebut menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit dengan hiperglikemia yang baru terdiagnosis mempunyai angka mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang telah diketahui menderita diabetes dan pasiennormoglikemia (Gambar III.2).

Hiperglikemia berdampak buruk terhadap luaran klinis karena dapat menyebabkan gangguan fungsi imun sehingga lebih rentan terhadap infeksi, perburukan sistem kardiovaskuler, trombosis, peningkatan inflamasi, disfungsi endotel, stres oksidatif, dan kerusakan otak. Stres oksidatif merupakan keadaan yang sering ditemukan pada diabetes dan diduga sebagai salah satu penyebab penting dalam terjadinya komplikasi diabetes. Hiperglikemia akut dapat menyebabkan stres oksidatif dan peningkatan generasi stres oksigen reaktif akan mengaktifkan faktor transkripsional, faktor pertumbuhan, dan mediator sekunder. Melalui jejas jaringan secara langsung atau melalui aktivasi mediator sekunder, stres oksidatif akibat hiperglikemia menyebabkan jejas sel dan jaringan (Gambar III.3).

2.4 Manfaat Terapi InsulinBerdasarkan berbagai hasil uji klinik, terbukti bahwa terapi insulin dapat memperbaiki luaran klinik pada pasien dengan hiperglikemia. Hal ini dapat dimengerti karena insulin, di samping dapat memperbaiki status metabolik terutama perbaikan kadar glukosa darah, juga mempunyai efek lain yang menguntungkan bagi pasien, seperti diuraikan di atas.Infus insulin (glukosainsulinkalium) terbukti dapat memperbaiki luaran klinik pasien gawat yang dirawat di ruang terapi intensif akibat penyakit jantung atau stroke. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan angka kejadian gagal organ multipel akibat sepsis. Pada pasien kritis bedah yang dirawat di ruang terapi intensif dengan hiperglikemia juga menunjukkan luaran klinik seperti mortalitas di rumah sakit secara keseluruhan, sepsis, gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis atau hemofiltrasi, transfusi sel darah merah, polineuropati, penurunanpenggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan, dan lama perawatan di ruang terapi intensif.Uji klinik belakangan, menunjukkan bahwa kendali glukosa darah yang terlalu ketat pada pasien kritis atau gawat medik yang dirawat di ruang terapi intensif menunjukkan kematian yang lebih tinggi. Hal ini dikaitkan dengan kejadian hipoglikemia yang lebih sering terjadi pada pasien dengan sasaran glukosa darah yang lebih ketat. Buruknya luaran bukan dikaitkan secara langsung dengan terapi insulin, namun terletak pada sasaran terapi.2.5 Terapi Insulin Untuk Pasien Diabetes Melitus Rawat JalanA. Indikasi Terapi InsulinDiabetes merupakan penyakit yang progresif, di mana tanpa pengelolaan yang baik pasien mudah mendapatkan komplikasi akut dan kronik. Kendali glikemik yang buruk merupakan salah satu penyebab terpenting terjadinya komplikasi. Karenanya dibutuhkan strategi terapi yang lebih agresif agar kendali glikemik yang baik dapat tercapai, baik dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau kombinasi OHO dan insulin (pada pasien DMT2), maupun dengan terapi insulin saja (misalnya pasien DMT1 atau DMT2).

B. Konsep Insulin Basal dan Insulin PrandialPada orang normal, jumlah insulin yang disekresi oleh sel beta (insulin endogen) terutama dipengaruhi oleh keadaan puasa dan makan. Pada keadaan puasa atau sebelum makan, sel beta mensekresi insulin pada kadar tertentu yang hampir sama sepanjang waktu puasa dan sebelum makan. Konsep ini disebut dengan insulin basal, yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan selalu dalam batas normal (pada orang normal kadarglukosa darah dibawah 100 mg/dL). Pada setiap kali makan (makan pagi, makan siang, dan makan malam) ketika glukosa darah naik akibat asupan dari luar, dibutuhkan sejumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta secara cepat dalam kadar yang lebih tinggi untuk menekan kadar glukosa darah setelah makan agar tetap dalam batas normal (tidak lebih dari 140 mg/dL). Konsep ini disebut insulin prandial (setelah makan) yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah setelah makan tetap dalam batas normal.Pada orang diabetes, baik DMT1 maupun DMT2, terjadi kekurangan baik insulin basal maupun insulin prandial endogen. Berdasarkan konsep ini, sedian insulin eksogen disesuaikan dengan kebutuhan seperti halnya pada orang normal, yaitu insulin basal (yang bekerja menengah atau panjang) dan insulin prandial (yang bekerja pendek/cepat). Insulin basal eksogen umumnya diberikan sebanyak 1 sampai 2 kali sehari, sedangkan insulin prandial eksogen diberikan setiap kali sebelum makan.

C. Memulai dan Alur Pemberian Terapi InsulinC.1. Diabetes Melitus Tipe 1Semua pasien DMT1 diberikan terapi insulin begitu diagnosis ditegakkan. Karena pada pasien ini ditemukan kekurangan insulin secara mutlak, maka seluruh kebutuhan insulin tubuh harus diganti dari luar. Prinsipnya, pada DMT1 terjadi kekurangan insulin endogen baik basal (pada saat puasa atau sebelum makan) maupun prandial (setelah makan); oleh karena itu terapi insulin yang diberikan harus mengandung dua komponen insulin tersebut. Di samping itu, agarsesuai dengan pola sekresi insulin endogen, maka terapi insulin wajib diberikan multipel sesuai dengan jadwal makan. Untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan digunakan insulin prandial dan untuk mempertahankan kadar glukosa basal digunakan insulin basal.Pada umumnya, dosis insulin yang diberikan pada pasien DMT1 yang baru adalah 0,5 unit/kgBB/hari. Kemudian dosis insulin harian total berdasarkan perhitungan ini, dibagi menjadi 60% bagian yang diberikan dalam bentuk insulin prandial (selanjutnya dibagi tiga, diberikan sebelum makan pagi, makan siang dan makan malam) dan 40% bagian diberikan dalam bentuk insulin basal pada malam hari. Insulin basal yang bekerja intermediet jika diberikan satu kali sebaiknya diberikan malam hari, namun demikian juga bisa diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan malam hari. Untuk insulin basal yang bekerja panjang (mendekati 24 jam) dapat juga diberikan pada pagi hari, yang penting waktunya tetap. Contoh perhitungannya terlihat pada Gambar IV.1.

Walaupun ada rejimen baku terapi insulin pada pasien DMT1 yaitu dengan tiga kali suntikan insulin prandial sebelum makan dan suntikan insulin basal pada malam hari, namun berbagai variasi rejimen dapat diberikan sesuai dengan kenyamanan dan kebutuhan kendali glikemik pasien seperti yang dianjurkan oleh Cheng and Zinman (Tabel IV.1). Yang paling prinsip dalam rejimen ini adalah wajib ada insulin prandial dan insulin basal, tidak boleh hanya diberikan salahsatu jenis insulin. Dan, tidak dianjurkan memberikan terapi insulin hanya dengan dua kali suntikan, karena amat sulit mencapai kendali glikemik yang baik dengan cara tersebut. Rejimen terapi insulin pada pasien DMT1 juga dapat diberikan dengan menggunakan pompa insulin (continuous subcutaneous insulin infusion [CSII]) yang dosis insulinnya dapat diatur baik dengan cara manual maupun automatis.

C.2 Diabetes Melitus Tipe 2Terapi insulin pada pasien DMT2 memang mempunyai kendala tersendiri, baik berasal dari dokternya maupun dari pasiennya. Tersedianya berbagai OHO juga menjadi salah satu kendala keterlambatan pemberian terapi insulin, walaupun sebenarnya sudah ada indikasi. Meskipun demikian, tidak semua pasien DMT2 membutuhkan insulin. Sangat tergantung derajat glikemik dan kepatuhan pasien dalam melaksanakan prinsip pengelolaan diabetes (perbaikan pola hidup di samping konsumsi obat). Prinsip dasar dari tujuan pengelolaan diabetes adalah sasaran glikemik; karenanya keberhasilan segala bentuk terapi adalah tercapainya kendali glikemik (A1C). Untuk mencapai A1C yang baik, dibutuhkan seni pengobatan untuk mencapai sasaran yang baik dari kadar glukosa darah baik dalam keadaan puasa atau sebelum makan maupun kadar glukosa darah setelah makan.Pertanyaan tentang kapan memulai terapi insulin pada pasien DMT2 memang tidak selalu mudah dijawab. Walaupun demikian, dari hasil berbagai uji klinik paling tidak ada dua asosiasi besar (ADAEASD, 2009 dan AACE/ACE, 2009) yang telah mengeluarkan kesepakatan yang dapat digunakan sebagai acuan dasar. Berdasarkan kesepakatan ADAEASD, untuk pasien DMT2 baru wajib diberikan terapi pola hidup dan metformin (Langkah 1). Jika dalam kurun waktu 23 bulan sasaran terapi belum tercapai (A1C 10%, atau gejala diabetes yang nyata (poliuria, polidipsia, dan berat badan menurun), maka terapi insulin dengan kombinasi pola hidup merupakan terapi pilihan. Pasien tersebut mungkin DMT1 yang belum dikenal atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang berat. Terapi insulin secara titrasi diberikan sampai sasaran kadar glukosa darah tercapai dengan cepat. Dan setelah gejalagejala menghilang dan sasaran glukosa darah tercapai, obat oral dapat ditambahkan dan insulin mungkin bisa dihentikan. Sedikit variasi seperti yang dianjurkan oleh AACE/ACE di mana terapi insulin untuk pasien DMT2 baru terdiagnosis juga didasarkan atas kendali glikemik (A1C >9).

D. Strategi Praktis Terapi InsulinD.1. Insulin basalSaat ini tersedia beberapa insulin basal di pasar Indonesia, yaitu insulin NPH manusia (kerja menengah atau intermediet), insulin analog glargine dan detemir (kerja panjang). Dibandingkan dengan insulin basal analog, insulin basal NPH mempunyai variasi penyerapan yang lebih lebar dari hari ke hari, tidak cukup panjang kerjanya hingga kurang memadai sebagai insulin basal ideal (bekerja selama 24 jam), dan lebih sering menyebabkan efek samping hipoglikemia.Dosis insulin basal pada awal pemberiannya adalah 10 unit perhari, yang dapat diberikan pada saat sebelum tidur (kerja menengah atau panjang) atau pagi hari (kerja panjang). Untuk penyesuaian dosis harian, dosis insulin dapat dinaikkan 2 unit setiap tiga hari jika sasaran glukosa kadar darah puasa belum tercapai (antara 70130 mg/dl). Dapat juga dinaikkan 4 unit setiap tiga hari jika kadar glukosa darah puasa masih diatas 180 mg/dl (Tabel IV.2).

D.2. Insulin basalplus dan basalbolusSeperti telah disebutkan diatas, jika sasaran glikemik belum tercapai dalam waktu 23 bulan, diberikan terapi insulin yang intensif. Dalam pemahaman ini insulin tambahan diberikan untuk memperbaiki kendali glikemik, yaitu dengan insulin prandial; konsep ini dikenal dengan nama basalplus dan basalbolus, tergantung dari berapa kali dibutuhkan insulin prandial tambahan.Yang dimaksud dengan basalplus adalah penambahan insulin prandial untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan ketika pemberian insulin basal dan obat oral gagal mencapai sasaran glikemik akibat pengaruh kadar glukosa darah setelah makan (pada keadaan ini umumnya kadar glukosa darah puasa telah mencapai sasaran). Insulin prandial dapat diberikan satu, dua, atau tiga kali mengikuti pola makan. Pemberian satu kali insulin prandial dapat diberikan untuk menurunkan glukosa darah dua jam sesudah makan pada porsi makan yangmenaikkan glukosa darah prandial tertinggi (kadar glukosa darah 12 jam setelah makan diatas 160180 mg/dl). Atau dalam praktik seharihari, jika kadar glukosa darah tidak bisa diukur setiap saat, maka insulin prandial ini bisa diberikan pada saat makan dengan jumlah makanan terbanyak. Jika ada dua kadar glukosa darah setelah makan yang belum mencapai sasaran, maka insulin prandial dapat diberikan dua kali. Jika diperlukan pemberian terapi insulin prandial sebanyak tiga kali dalam sehari, maka ini disebut dengan konsep basalbolus (insulin basal + tiga prandial). Insulin prandial yang diberikan dimulai dengan dosis 4 unit sehari dan dapat disesuaikan (dinaikkan dosisnya sebanyak 2 unit) setiap 3 hari jika sasaran glukosa darah setelah makan belum tercapai (Gambar IV.3). Penggunaan konsep basalbolus ini harus disertai dengan pemahaman perencanaan makan yang tepat dan pemantauan glukosa darah yang ketat. Basalbolus dapat juga digunakan lebih awal pada keadaan tertentu seperti: DMT1, kontrol glukosa darah yang buruk, di mana dibutuhkan penurunan kadar glukosa darah secara cepat.

D.3. Insulin premixedSaat ini tersedia beberapa sediaan insulin premixed (insulin campuran tetap antara insulin kerja pendek/cepat dan kerja menengah; insulin manusia dan analog). Insulin ini kurang dianjurkan diberikan pada pasien DMT1 oleh karena adanya kesulitan dalam pengendalian glukosa darah dan kurang fleksibel dalam pengaturan dosis insulin basal dan prandial sesuai dengan kebutuhan. Berbeda dengan pasien DMT2, karena masih ada insulin endogen (bukan kekurangan insulin mutlak), maka pemberian insulin premixed masih ada tempatnya dengankeuntungan dalam hal kenyamanan (bisa diberikan dua kali sehari). Yang perlu diperhatikan adalah kapan memulai pemberiannya dan apa keuntungan dan kerugian pemberian terapi insulin premixed dibandingkan basalplus atau basalbolus.Terapi insulin premixed sebagai terapi intensif setelah gagal dengan insulin basal merupakan salah satu pilihan dalam pengelolaan pasien DMT2. Oleh karena adanya keterbatasan dalam penyesuaian dosis antara insulin basal dan prandial yang terkandung tetap pada insulin premixed, maka menurut ADAEASD (2009) penggunaannya tidak dianjurkan pada mereka yang baru memulai penyesuaian dosis insulin. Namun demikian, berdasarkan kesepakatan para ahliinternasional (Unnikrishnan et al., 2009) pemberian insulin premixed dapat diberikan setelah gagal dengan obat oral atau dengan insulin basal.Insulin premixed yang diberikan sekali sehari juga salah satu strategi yang cukup berhasil memperbaiki kendali glikemik, yang diberikan pada saat sebelum makan malam. Namun demikian, secara umum hasilnya tidak sebaik jika diberikan dua atau tiga kali sehari. Pemberian insulin premixed sekali sehari dapat dimulai dengan penyuntikan pada saat makan terbanyak (untuk orang Barat saat makan malam). Bila dibutuhkan dua kali, maka disuntikkan pada makan terbesar yang kedua. Cara sederhana untuk mengganti terapi insulin basal sekali atau dua kali sehari dengan insulin premixed dua kali sehari adalah: dosis total yang sama dengan dosis insulin sebelumnya, kemudian dibagi menjadi 2 dosis sama besar dimana setengahnya diinjeksikan pada saat sebelum makan pagi dan setengahnya diinjeksikan pada saat sebelum makan malam. Cara praktis untuk mengganti insulin premixed sekali sehari menjadi dua kali sehari adalah: bagi dosis yang diberikan dalam satu kali sehari menjadi dua (50%:50%) untuk pagi dan malam hari. Dan cara praktis untuk mengganti insulin premixed dari dua kali sehari menjadi tiga kali sehari adalah: tambahkan 26 unit atau 10% dosis total harian insulin premixed sebelum makan siang. Penurunan dosis pagi (2 sampai 4 unit) mungkin diperlukan setelah penambahan dosis siang hari. Pada penggunaan insulin premixed ini dianjurkan untuk mentitrasi setiap tiga hari, namun untuk kepentingan praktis dapat dilakukan setiap minggu. Untuk selanjutnya secara bertahap menghentikan sulfonilurea dan tetap meneruskan metformin; glitazon sebaiknya dihentikan pada penggunaan insulin.E. Cara Pemberian InsulinCara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan semprit insulin (1 cc dengan skala 100 unit per cc) dan jarum, pen insulin, atau pompa insulin (Continuous Subcutaneous Insulin Infusion [CSII]). Beberapa tahun yang lalu penggunaan semprit dengan jarum adalah yang terbanyak digunakan, tetapi kini banyak pasien yang lebih nyaman menggunakan pen insulin. Hal ini karena lebih sederhana dan mudah dalam penggunaannya disamping jarumnya juga lebih kecil sehingga lebih nyaman pada saat diinjeksikan. Penggunaan CSII masih terbatas di Indonesia, karena sangat membutuhkan keterampilan pasien dan harganya relatif mahal. Meskipun demikian, cara ini merupakan cara pemberian yang paling mendekati keadaan fisiologis.Penggunaan pen insulin kini lebih mudah dan nyaman dibandingkan semprit dan jarum. Penggunaannya lebih mudah dan nyaman, pengaturan dosisnya lebih akurat, dan bisa dibawa kemanamana dengan mudah pula.

F. Sasaran TerapiBanyak anjuran yang diajukan oleh berbagai pusat atau asosiasi keahlian dalam hal sasaran kendali glikemik. Apa yang dianjurkan oleh ADA (2010) merupakan salah satu anjuran yang bisa digunakan dalam praktik seharihari karena untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan darah kapiler. Sasaran A1C dibawah 7% juga merupakan sasaran yang memadai untuk pasien di Indonesia. Meskipun demikian, pada pasien dengan keadaan tertentu maka dapat dipertimbangkan sasaran kendali glikemik yang kurang ketat (