Teori Kontrak Sos Dan Kedaulatan Rakyat

28
HALAMAN JUDUL TEORI KONTRAK SOSIAL DAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT (disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Politik dan Hubungan Internasional) Oleh Happy Khoirunnisa’ NIM 110210302016 Sri Agung Narapati Sukoco NIM 110210302017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER i

Transcript of Teori Kontrak Sos Dan Kedaulatan Rakyat

HALAMAN JUDULTEORI KONTRAK SOSIAL DAN TEORI KEDAULATAN RAKYAT

(disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Politik dan Hubungan Internasional)

Oleh

Happy Khoirunnisa

NIM 110210302016

Sri Agung Narapati Sukoco

NIM 110210302017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Teori Kontrak Sosial dan teori Kedaulatan Rakyat.Penulisan makalah adalah salah satu tugas matakuliah Sejarah Politik dan Hubungan Internasional. Dalam Penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis belum maksimal. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen Pembimbing matakuliah Sejarah Sejarah Politik dan Hubungan Internasional, Dr. Sumardi, M.Hum. yang telah membimbing dan mengarahkan bagaimana seharusnya makalah ini dibuat.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, serta makalah ini dapat menjadi manfaat bagi pembaca. Amiin Yaa Robbal Alamiin.Jember, 15 Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI

iHALAMAN JUDUL

iiKATA PENGANTAR

iiiDAFTAR ISI

1BAB 1. PENDAHULUAN

11.1 Latar Belakang

11.2 Rumusan Msalah

21.3 tujuan

21.4 manfaat

3BAB 2. PEMBAHASAN

32.1 Hakikat Teori Kontrak Sosial

52.1.1 Perbedaan Pandangan Dalam Konsep Kontrak Sosial

82.2 Implementasi teori Kontrak Sosial di Indonesia

82.3 Hakikat Teori Kedaulatan Rakyat

122.4 Implementasi Teori Kedaulatan Rakyat di Indonesia

16DAFTAR PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abad ke-18 merupakan zaman perubahan di daratan Eropa. Perubahan bisa dilihat dari masyarakat yang percaya akan kepercayaan-kepercayaan tradisionalyang bersifat irasional menjadi masyarakat yang berpikir melalui logika yang bersifat rasional. Perubahan ini disebabkan oleh tenggelamnya pamor gereja karena kesewenang-wenangan dan ilmu pengetahuan bersifat statis pada kerangka pemahaman Gereja dan hirarkinya.

Pada zaman pencerahan ini ilmu pengetahuan menarik perhatian banyakorang. Banyak ide-ide baru yang revolusioner lahir, baik dari segala bidang ilmu. Y ang terjadi tidak hanya revolusi politik saja, tetapi juga revolusi pikiran.

Revolusi pikiran ini membuat masyarakat berlomba-lomba menghasilkan ilmu pengetahuan dan pada akhirnya zaman ini banyak menghasilkan filsuf-filsuf besar. Pada masa pencerahan banyak filsuf-filsuf besar yang menyumbangkan ilmu-ilmu yang berdampak tidak hanya pada masa itu, tetapi pada masa mendatang. Salah satu filsuf besar yang berpengaruh adalah Jean Jacques Rousseau. Salah satu karyanya yang melegenda adalah Du Contract Social. Dalam karyanya tersebut, Rousseau menuliskan pandangannya mengenai teori kontrak sosial dan konsep state of nature. Kedua hal tersebut adalah hal yang menarik dan membuat penulis makalah ini akan mengangkat teori kontrak social dan teori kedaulatan rakyat

1.2 Rumusan Msalah

1.2.1 Apa Hakikat Teori Kontrak Sosial ?1.2.2 Apa Hakikat Teori Kedaulatan Rakyat ?1.2.3 Bagaimana Implementasi Teori Kontrak Sosial di Indonesia ?1.2.4 Bagaimana Implementasi Teori Kedaulatan Rakyat di Indonesia ?1.3 tujuan

1.3.1 Untuk Mengetahui Hakikat Teori Kontrak Sosial 1.3.2 Untuk Mengetahui Hakikat Teori Kedaulatan Rakyat 1.3.3 Untuk Mengetahui Implementasi Teori Kontrak Sosial di Indonesia 1.3.4 Untuk Mengetahui Implementasi Teori Kedaulatan Rakyat di Indonesia 1.4 manfaat

Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan dapat menjadikan manfaat bagi pembaca untuk dapat memahami hakikat teori kontrak sosian dan teori kedaulatan rakyat serta implementasinya di Indonesia.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Teori Kontrak Sosial

Kontrak sosial terdiri dari dua kata, kontrak dan sosial. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Kontrak mengandung arti perjanjian (secara tertulis) antara dua pihak dalam perdagangan, sewa menyewa, dan sebagainya, atau persetujuan yang bersanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan.

Sedangkan sosial mengandung arti hal yang berkenaan arti hal berkenaan dengan masyarakat; atau suka memperhatikan kepentingan umum. Jadi, kontrak sosial adalah perjanjian dalam bentuk tertulis atau persetujuan yang bersangsi hukum yang dibuat masyarakat.

Teori Kontrak Sosial muncul karena adanya interelasi dalam kehidupan sosial masyarakat, agar terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, termasuk dalam lingkungan. Perusahaan yang merupakan kelompok orang yang memiliki kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan secara bersama adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya sangat ditentukan oleh masyarakat, di mana antara keduanya saling pengaruh-mempengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan (equality), maka perlu kontrak sosial baik secara tersusun baik secara tersurat maupun tersirat, sehingga terjadi kesepakatankesepakatan yang saling melindungi kepentingan masing-masing (Nor Hadi.2011:96).

Perjanjian masyarakat dalam ilmu politik sering disebut juga dengan istilah kontrak sosial. Menurut J.J Rousseau, kontrak sosial menunjukan janji timbal-balik, dan usaha masing-masing pihak dalam kontrak berkaitan dengan kewajiban yang akan

Kontrak sosial menurut Rousseau adalah di mana individu-individu dalam masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan kekuasaaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama. Hasil dari kontrak sosial ini bisa disebut dengan negara.

Negara diberi legitimasi oleh rakyat untuk mengatur unsur-unsur yang ada dalam kehidupan. Negara akan kehilangan legitimasinya jika tidak berjalan sesuai kehendak umum. Kehendak umum, menurut Rousseau, juga bisa menjadi alat untuk membongkar negara absolut. Dengan kehendak umum negara absolut bisa diubah menjadi negara yang secara langsung mengungkapkan kehendak rakyat sendiri. Namun, spontanitas individu harus ditampung sehingga individu yang masuk ke dalam negara tidak kehilangan apa-apa dari individualitas alamiahnya.

Mengenai kehendak individu, Rousseau mengemukakan dua komponen , yaitu :

1. suatu kehendak yang memang semata-mata individual,

2. sebagian kehendak umum. (Suseno.2003,240)

Cara menyaring kehendak individual-individual menjadi kehendak umum saja yaitu melalui pemungutan suara. Sebab, dalam pemungutan suara kepentingankepentingan khusus saling berguguran dan akhirnya hanya meninggalkan kepentingan umum.

Mengenai kekuasaan negara, Rousseau berpendapat negara yang memiliki legitimasi untuk menjalankan pemerintahan atas kehendak umum harus memiliki dua hal, yaitu kemauan dan kekuatan. Kemauan adalah kekuasaan legislatif, sementara itu kekuatan adalah kekuasaan eksekutif. Kekuasaan legislatif harus selalu berada tangan rakyat. Pembuatan Undang-Undang masuk dalam kekuasaan legislatif. Dengan mekanisme seluruh rakyat diundang dalam pertemuan memformulasikan Undang-Undang. Sementara itu, kekuasaan eksekutif tergantung akan kemauan bersama atau rakyat. Kekuasaan eksekutif atau pemerintah terdiri dari panitia-panitia yang diangkat oleh rakyat untuk jangka waktu satu tahun dengan tugas untuk melaksanakan kehendaknya yang terungkap dalam undangundang. (Suseno.2003,242)

Dua hal tersebut harus bekerja secara harmonis dan seimbang jika suatu negara ingin menjalankan fungsinya dengan baik. Gagasan ini merupakan sikap kritisnya terhadap kenegaraan yang berlaku pada masa itu, di mana penguasa Geneva yang mengklaim mereka merupakan negara republik, ternyata dalam implementasinya menjadi negara aritrokasi

2.1.1 Perbedaan Pandangan Dalam Konsep Kontrak SosialDalam penjelasan tentang terbentuknya sebuah negara dimana didapatkannya sumber kekuasaan dari rakyat dengan cara adanya kesepakatan penyerahan sebagian hak yang dimiliki yang dikuasai pada sang penguasa yang pada akhirnya disebut sebagai Teori Kontrak Sosial, terdapat kesamaan gagasan antara Thomas Hobbes, John Locke dan Rosseau yakni sama-sama memulai analisisnya dari konsep kodrat manusia, kemudian konsep kondisi ilmiah, hak alamiah serta hukum alamiah.

Tetapi dalam fase analisis mereka, terdapat beberapa perbedaan dalam konsep kontrak sosial yang disebabkan oleh beberapa faktor walaupun sama-sama mendasarkan analisisnya pada manusia sebagai subyek serta sumber kekuasaan negara. Perbedaan analisis yang muncul disebabkan oleh langkah analisis mereka tentang bagaimana kewenangan itu diambil, siapa yang mengambil dari apa atau siapa serta bagaimana penggunanaan kewenangan tersebut hingga pada akhirnya perbedaan analisis yang dihasilkan bersifat sangat fundamental.

2.1.1.1 Thomas HobbesPemikiran Thomas Hobbes (1588-1679) terutama tentang teori kontrak sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial Inggris semasa ia hidup yang penuh dengan Perang Saudara yang disebabkan oleh masalah agama, sipil serta pertentangan antara pihak kerajaan dan parlemen. Menurutnya, Perang Saudara yang terjadi di Inggris sebagai produk dari lemahnya kekuasaan Kerajaan yang diakibatkan oleh terpecah-pecahnya kekuasaan dengan parlemen. Oleh karena Hobbes menginginkan kerajaan yang stabil dengan adanya kekuasaan kerajaan yang absolut serta mempunyai ikatan karir dan politik, Hobbes berpihak pada kerajaan. Dan menganggap keberadaan parlemen sengan pemisahan kekuasaan serta demokrasi sebagai penghancur kestabilan serta penyebab perang saudara.

Pada intinya, pandangan Hobbes menyatakan bahwasanya kekuasaan yang tertib dan kuat dalah kekuasaan yang berada dibawah satu orang yang diberikan kedauloatan oleh rakyatnya. Dimana setelah rakyatnya memberikan hak-haknya pada sang penguasa, rakyat tidak dapat lagi menarik hak tersebut apalagi mendapatkan hak tersebut kecuali sang penguasa memberikannya. Dengan kondisi yang demikian, rakyat akan tertib karena takut akan kekuasaan di luar kontrak yang dijalankan karena rakyat tidak dapat menggangu-gugat. Dan kondisi inti inilah yang sebenarnya oleh Hobbes disebut sebagai Kontrak Sosial. Hal ini sangat mungkin dijalankan untuk menghindari perang antar manusia karena menurutnya manusia senantiasa berhasrat untuk bebas dengan menguasai yang lain. Kondisi pemerintahan yang absolut seperti ini, oleh Hobbes dianggap mampu mengatasi konflik internal yang terjadi di Inggris.

2.1.1.2 John Locke

Dalam menghasilkan pemikiran mengenai teori kontrak sosial, John Locke (1632-1704) banyak juga dipengaruhi oleh kondisi politik semasa ia hidup yang berada di bawah kekuasaan kerajaan despotik. Walaupun setengah abad lebih muda dari Thomas Hobbes, pemikiran kedua filsuf ini sangatlah jauh berbeda. Locke hidup pada masa banyak terjadi konflik agama dan sipil sebagai konsekuensi dari bentuk kerajaan yang despotik serta gencar-gencar dijalankannya ajaran monarki absolut Thomas Hobbes sebagai jalan mempersatukan rakyat. Dengan demikian Locke berasumsi bahwasanya penguasa absolut tidak lain adalah manusia yang selalu berpotensi terpengaruhi oleh sifat pemikiran kotor manusia pada umumnya serta dapat memperburuk kondisi. Tetapi Locke juga hidup di tengah-tengah tumbuh suburnya gagasan liberalisme sehingga melawan bentuk monarkhi absolut. Dan lebih berpihak pada pada parlemen karena persamaan persepsi dan juga ikatan karir yang pada saat itu bertentangan dengan kerajaan. Oleh karena itu, John Locke dijuluki sebagai Bapak Liberalisme karena mennetang adanya kekuasaan monarkhi absolut dan mendukung adanya kebebasan individu.

Selain itu, Locke juga menyatakan bahwasanya kondisi masyarakat sipil merupakan kondisi murni bentukan atas kepercayaan masyarakat dan sama sekali bukan ketetapan otoritas suci Tuhan. Tugas negara dalam kontrak sosial John locke adalah untuk melindungi serta menjaga hak milik warga negara. Suatu pemerintahan baru dapat dijalankan atas dasar persetuuan dari masyarakat dan bukan hak suci pemegang kekuasaan. Kesempatan dan kewenangan warga negara sangat diberikan kesempatan seluas mungkin untuk dapat menurunkan atau menarik kembali kewenangan yang diberikan kepada wakil mereka di pemerintahan karena melakukan banyak penyelewengan dalam mengemban tugas. Dalam kontrak sosial John Locke, terdapat tiga hubugan kepercayaan pokok, yaitu yang memberi kepercayaan (trustor), yang diberi kepercayaan (trustee) dan yang merasakan manfaat dari kepercayaan tersebut (beneficiary). Diantara trustor dan trustee harus beneficiery, sedangkan trustee dan beneficiery tidak terdapat hubungan apapun, hanya saja trustee menerima obligasi dari beneficiery secara sepihak. Dalam hubungan kepercayaan diatas sangatlah nampak bahwasanya dalam kontrak sosial John Locke, kewenangan yang dipasrahkan pada trustee sangatlah terbatas dan dapat saja sewaktu-waktu ditarik kembali.

Dari penjelasan tentang kontrak sosial John Locke tersebut, sangatlah jelas disebutkan bahwasanya sumber kewenangan yang diberikan trustor pada trustee tidak lain adalah kewengan dari masyarakat itu sendiri. Dimana kepatuhan politik masyarakat akan berjalan ketika kewenangan masih dipercayakan pada trustee. Sehingga pemerintah tidak mempunyai cukup kewenangan untuk dapat memerintah rakyat serta menjalankan fungsi kenegaraan. Dalam kontrak sosial Locke terdapat beberapa sifat kontrak sosil yang perlu dicatat. Pertama, prinsip di balik yang menggerakkan persetujuan bukanlah rasa takut akan kehancuran, akan tetapi keinginan menghindari dari gangguan keadaan alamiah. Kedua, indivudu tidak menyerahkan hak-hak alamiahnya pada kelompok tersebut hak-hak subtansial akan tetapi hanya hak untuk melakukan hukum alam. Ketiga, hak yang diserahkan oleh individu bukan pada seorang atau kelompok tertentu tetapi kepada seluruh komunitas.

2.2 Implementasi teori Kontrak Sosial di Indonesia2.3 Hakikat Teori Kedaulatan Rakyat

Kata daulat dan kedaulatan berasal dari bahasa Arab, yakni daulah yang berarti rezim politik atau kekuasaan. Kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan mutlak dan tertinggi yang berada dalam suatu negara. Prof. Soehino, mengartikan kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi, yakni kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi yang wewenang membuat keputusan. Kedaulatan juga dapat bermakna teknis operasional, yaitu merupakan konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaran negara, maksudnya adalah apa dan siapa yang membuat keputusan akhir dalam kegiatan bernegara. Dalam kajian ilmu hukum dan ilmu politik dikenal adanya lima teori kedaulatan, yaitu teori kedaulatan negara, teori kedaualatan Tuhan, teori kedaulatan Raja, teori kedaulatan Rakyat, dan teori kedaulatan Hukum. Sementara Hamid S. Attamimi juga menyebutkan lima ajaran kedaualatan namun mengganti teori kedaulatan Tuhan dengan ajaran kedaualatan dalam lingkungan sendiri. Sedangkan Wirjono Prodjodikoro hanya menyebutkan empat ajaran kedaulatan saja, tanpa memasukkan ajaran kedaulatan Raja. Istilah kedaulatan sendiri seringkali dijumpai atau ditemukan dalam berbagai macam pengertian, dan masing-masing memiliki perbedaan yang prinsipil.

Kedaulatan dalam bahasa Inggris disebut sovereignity. Harold J. Laski mengatakan yang dimaksud dengan kedaulatan (sovereignity) adalah kekuasaan yang sah (menurut hukum) yang tertinggi, kekuasaan tersebut meliputi segenap orang maupun golongan yang ada dalam masyarakat yang dikuasainya. Sedangkan C.F. Strong dalam bukunya Modern Political Constitution menyatakan sovereignity adalah kekuasaan untuk membentuk hukum serta kekuasaan untuk memaksakan pelaksanaannya.

Dari pengertian sederhana itu disimpulkan bahwa yang dimaksud kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang harus dimiliki oleh negara. Memiliki kekuasaan tertinggi berarti negara harus dapat menentukan kehendaknya sendiri serta mampu melaksanakannya. Kehendak Negara tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk hukum. Kemampuan untuk melaksanakan sistem hukum dapat dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan cara paksaan.

Pemikiran tentang kedaulatan rakyat dalam sejarah Eropa, mulai berkembang pada abad ke-17. Di antara tokoh paham kedaulatan rakyat yaitu : John Locke (1632-1704), Montesquieu (1688-1755) dan J.J Rosseau (1712-1788).

1. John Locke (Inggris) berpandangan bahwa sebelum negara dibentuk, manusia hidup sendiri-sendiri dan belum ada peraturan untuk memenuhi kebutuhannya, maka manusia membentuk negara. Menurut John Locke, dalam membentuk negara terdapat 2 jenis perjanjian, yaitu pactum unionis dan pactum subjectionis. Pactum unionis adalah perjanjian antara individu untuk membentuk negara. Pactum subjectionis adalah perjanjian antara individu dan penguasa yang di percaya untuk menjalankan pemerintahan.

2. J. J Rosseaudianggap sebagai bapak teori kedaulatan rakyat. Menurutnya, tanpa tata tertib dan kekuasaan, hidup manusia tidak akan menjadi tentram, itulah sebabnya manusia bersepakat mendirikan negara dengan sukarela.

3. Montesquieuadalah seorang ahli politik dan filsafat bangsa Perancis. Montesquieu dikenal dengan gagasantrias politica. Yaitu bahwa untuk menjamin agat kekuasaan tidak terpusat dan kepentingan rakyat tak diabaikan, maka kekuasaan dipisah ke dalam 3 lembaga, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.

Teori kedaulatan rakyat ini lahir dari J.J. Rousseau yang berpendapat bahwa munculnya negara itu terjadi karena adanya perjanjian masyarakat. Menurut pendapatnya rakyat tidak menyerahkan kekuasaan kepada pihak penguasa, karena pada perjanjian masyarakat individu-individu itu menyerahkan haknya kepada rakyat sendiri sebagai satu keseluruhan. Penguasa menjalankan kekuasaannya tidak karena haknya sendiri, melainkan sebagai mandataris dari rakyat. Sewaktu-waktu rakyat bisa merubah atau menarik kembali mandat itu.

Kedaulatan rakyat itu diwujudkan dalam pernyataan rakyat untuk menyampaikan kehendaknya. Kehendak rakyat itu disampaikan dalam dua cara yaitu:

1. Kehendak rakyat seluruhnya yang dinamakan Volontee De Tous

2. Kehendak sebagian besar dari rakyat yang dinamakan Volonte Generale

Kedaulatan rakyat ini antara lain juga diikuti oleh Immanuel Khan, yang mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan daripada para warga negaranya. Dalam pengertian bahwa kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan, sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri. Maka kalau begitu undang-undang itu adalah merupakan penjelmaan daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi, atau kedaulatan.

Terbentuknya negara merupakan sebuah manifestasi dari kontrak sosial yang dibuat antara masyarakat dengan negara, dimanadisatu sisi rakyat merelakan sebagian dari hak-haknya untuk tunduk kepada negara, namun disisi lain, negara juga diberi batasan-batasan tertentu agar dalam menjalankan kekuasaannya tersebut tidak bersifat diktator melalui mikanisme check and balances dan pemisahan kekuasaan diantara lembaga-lembaga negarayang ada. Sehingga sudah semestinya dalam setiap pengambilan keputusan, partisipasi rakyat haruslah selalu dilibatkan. Atas dasar inilah kemudian dalam penyelenggaraan pemerintahan modern saat ini, kedaulatan rakyat selalu menjadi pondasinya.

Menurut Soeseno bahwa wewenang untuk memerintahi masyarakat harus berdasarkan pada penugasan dan persetujuan para warga masyarakat sendiri. Karenanya, kekuasaan mesti hanya dilegitimasi oleh kehendak mereka yang dikuasai.

Hampir setiap negara mencantumkan asas kedaulatan rakyat ini dalam undang-undang dasarnya, walaupun asas ini hanya merupakan mitos saja. Karena dalam praktek akhirnya orang yang satu dibedakan dari orang yang lainnya, oleh karena yang satu lebih pandai dari yang lainnya, lebih kaya, lebih terampil, lebih tinggi kedudukannya. Rakyat merupakan unsur yang pertama kali berkehendak membentuk suatu negara, dan rakyat pulalah yang merencanakan, merintis, mengendalikan dan menyelenggarakan pemerintahan negara. Oleh sebab itulah rakyat merupakan faktor terpenting dan utama dalam pembentukan suatu negara. Rakyat dalam hal ini dapat diartikan sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh rasa solidaritas dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Rakyat dapat dibedakan menjadi dua macam yakni:

1. Penduduk, yaitu mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara (menetap). Mereka disebut penduduk karena orang-orang tersebut lahir secara turun-temurun, berkembang dan besar di dalam suatu negara tertentu.

2. Bukan penduduk, yaitu mereka yang berada di dalam suatu wilayah negara hanya untuk sementara waktu. Misalnya para turis mancanegara, orang-orang asing yang bekerja dalam suatu Negara tertentu, orang-orang asing yang belajar dalam suatu negara tertentu maupun tamu-tamu instansi tertentu.

Pembagian di atas pada hakikatnya didasarkan pada hak dan kewajiban. Seseorang yang berstatus sebagai penduduk mempunyai hak untuk mendapatkan identitas yang sah. Misalnya di Indonesia setiap orang yang berusia 17 tahun berhak mendapat KTP (Kartu Tanda Penduduk). Sedangkan rakyat berdasarkan hubungannya dengan pemerintahan dapat pula dibedakan menjadi dua yakni:

1. Warga negara, yaitu mereka yang berdasarkan hukum tertentu dianggap bagian sah dari suatu negara. Atau dengan kata lain warga negara adalah mereka yang menurut undang-undang atau perjanjian diakui sebagai warga negara melalui proses naturalisasi.

2. Bukan warga negara (orang asing), yaitu mereka yang berada pada suatu negara tetapi secara hukum tidak menjadi anggota Negara yang bersangkutan, namun tunduk pada pemerintah di mana mereka berada. Misalnya duta besar, konsuler, kontraktor asing, pekerja asing, dan lain sebagainya.

2.4 Implementasi Teori Kedaulatan Rakyat di Indonesia

Kedaulatan rakyat merupakan paham kenegaraan yang menjabarkan dan pengaturannnya dijabarkan dalam konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara, dan penerapan selanjutnya disesuaikan dengan filsafat kehidupan rakyat negara yang bersangkutan.

Berdirinya suatu negara tidak dapat dipisahkan dari konsep tentang kedaulatan yang melekat pada negara yang bersangkutan. Kedaulatan merupakan unsur yang penting dalam suatu negara. Hal ini mengingat negara adalah suatu orgnanisasi kekuasaan yang merupakan alat untuk mencapai tujuan bersama.

Perkembangan kedaulatan rakyat di Indonesia tercermin dan dapat dilacak dalam perjalanan bangsa Indonesia dalam tiga kurun waktu, yaitu masa Demokrasi Liberal (1945-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1966) dan Demokrasi Pancasila (1967-sekarang).(Miriam.1980,69-73). a) Periode 1945-1959

Dalam periode ini terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer. Selain itu, terjadi beberapa peristiwa penting, misalnya intervensi Belanda dan pemberontakan. Pada periode ini, sistem kedaulatan rakyat lebih menonjolkan kepentingan individu dan golongan daripada bangsa dan negara. Semua itu dikarenakan peranan parlemen dan partai lebih menonjol sehingga sistemnya cenderung liberal.

b) Periode 1959-1966

Periode ini ditandai dengan keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959. Dengan adanya Dekret Presiden tersebut, sistem pemerintahan kembali ke UUD 1945. Namun terhadap pelaksanaannya terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945 dengan munculnya sistem demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin ini menjurus pada pengultusan individu seorang presiden. Pelaksanaan demokrasi terpimpin juga cenderung bergeser menjadi pemusatan kedaulatan pada presiden. Misalnya pembentukan MPRS dengan Penpres No 2/1959.

c) Periode 1967-sekarang

Periode ini ditandai dengan lahirnya orde baru sebagai amanat rakyat. Orde baru bertujuan mengoreksi tatanan lama yang telah melakukan penyimpangan UUD 1945 dan melaksanakan Pancasila dan UUD secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya, orde baru tidak mampu membawa masyarakat dan bangsa pada kehidupan yang demokratis. Hal itu karena posisi pemerintah lebih kuat daripada rakyat sehingga kedaulatan rakyat tidak tercapai. Pada masa ini kedaulatan rakyat sangat lemah karena lembaga perwakilan rakyat seolah-olah hanya mengikuti kehendak eksekutif.

Kemudian pada masa reformasi. Pelaksanaan kedaulatan pada masa ini lebih terbuka dan demokratis. Pemerintah mulai membuka kembali komunikasi dengan rakyat secara terbuka dan transparan. Bukti pelaksanaan kedaulatan rakyat yang demokratis ialah diselenggarakannya pemilihan umum pada masa itu yang diikuti 48 partai politik. Perkembangan selanjutya, kedaulatan rakyat makin menungkat. Puncaknya ketika dilakukan pemilu 2004. Pemilu 2004 dinilai sebagai pemilu yang demokratis karena keterbukaan dan transparansi terlihat nyata. Pemilihan anggota legislatif sangan terbuka, terlebih lagi pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung sehingga rakyat dapat menentukan keinginan dan harapannya sendiri.

Selama periode tersebut Indonesia telah memiliki tiga naskah konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD I945), Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun l949 (Konstitusi RIS), dan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS 1950).

Bentuk kedaulatan yang diterapkan di Indonesia adalah kedaulatan Rakyat. Peryataan bahwa Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat antara lain sebagai berikut :

1. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat

kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan Seluruh tumpah darah Indonesia dan Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan keterdiban dunia yang berdasarkan kepada perdamaian abadi, dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara republic Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasarkan kepada : ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahtan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alinea tersebut menegaskan tujuan negara Indonesia. salah satu pokok pikiran Pembukaan UUD 1945, yaitu pokok pikiran ketiga mangatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.

2. UUD 1945 Pasal 1 ayat 1 dan 2

Pasal 1 ayat 1 berbunyi, Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Ayat 2 berbunyi, Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal ini menunjukkan bahwa dalam negara Indonesia, rakyatlah yang berkuasa menurut undang-undang dasar. Kekuasaan rakyat sepenuhnya dipercayakan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hal ini berarti MPR, DPR, dan DPD memiliki kekuasaan legislatif yang sama.

3. Pancasila

Sila keempat berbunyi, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

DAFTAR PUSTAKA

Miriam Budiardjo.1980.Dasar-dasar llmu Politik, Jakarta : GramediaP. Anthonius Sitepu. Teori-Teori Politik. 2012. Yogyakarta: Graha Ilmu

Russel, Bertrand. 2004. Sejarah Filsafat Barat dan Kitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Suhelmi, Ahmad. 2004. Pemikiran Politik Barat : Kajian Sejarah Perkembangan PemikiranNegara, Masyarakat, dan Kekuasaan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Suseno, Franz Magins. 2003. Etika Politik : Prinsip-Priinsip Moral Kenegaraan Modern. Jakarta : PT Gramedia Pustakahttps://www.academia.edu/6149296/VIKY_KEDAULATAN_RAKYAT

iii