teori Konsumsi Islam

36
Kelompok 2 Teori Konsumsi i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Ekonomi Mikro Islam, Bahan makalah ini disusun berdasarkan data-data sekunder yang penulis himpun dari buku panduan Ekonomi Islam yang penulis rangkum kembali menjadi beberapa kajian penting berkaitan dengan materi pembahasan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian makalah ini, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan atas bimbingan dan arahan dalam pembuatan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan maupun untuk meningkatkan taraf pengetahuan. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan makalah ini menuju arah yang lebih baik.

description

makalah teori konsumsi islam

Transcript of teori Konsumsi Islam

KATA PENGANTARPuji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhitugasmata kuliah Teori Ekonomi Mikro Islam, Bahan makalah ini disusun berdasarkandata-data sekunderyang penulis himpun dari buku panduan Ekonomi Islam yang penulis rangkum kembali menjadi beberapa kajian penting berkaitan dengan materi pembahasan.Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian makalah ini, tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan atas bimbingan dan arahan dalam pembuatan makalah ini.Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan maupun untuk meningkatkan taraf pengetahuan.Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkankritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan makalah ini menuju arah yang lebih baik.

Banda Aceh, 21 April 2015Penyusun,Kelompok II (Dua)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiBAB I : PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang 1B. Rumusan Masalah 1BAB II : PEMBAHASAN 2A. Mashlahah Dalam Konsumsi 2B. Hukum Utilitas dan Mashlahah 9C. Keseimbangan Konsumen 12D. Hukum Permintaan dan Penurunan Kurva Permintaan 19BAB III : PENUTUP 21A. Kesimpulan 21B. Saran 22DAFTAR PUSTAKA 23

Teori KonsumsiKelompok 2

ii

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting, bahkan terkadang dianggap paling penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi, konsumsi, distribusi. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe pertama dan pengeluaran tipe kedua. Pengeluaran tipe pertama adalah pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan duniawinya dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia namun memiliki efek pada pahala diakhirat). Pengeluaran tipe kedua adalah pengeluaran yang dikeluarkan semata-mata bermotif mencari kebahagiaan di akhirat.Dalamekonomi konvesional perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu perilaku konsumsi yang hedonistic, materialistic, serta boros (wastefull). Perilaku konsumsi seperti demikian tentunya tidak dapat diterima begitu saja dalam ekonomi Islam. Konsumsi yang Islami selalu berpedoman pada ajaran Islam dan pencapaian Mashlahah merupakan tujuan dari Syariat Islam yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah mashlahah dalam konsumsi ?2. Bagaimanakah hukum utilitas dan mashlahah dalam konsumsi?3. Bagaimanakah keseimbangan Konsumen dalam konsumsi ?4. Bagaimanakah kurva permintaan dan penurunan kurva permintaan?

BAB IIPEMBAHASAN

A. Mashlahah Dalam KonsumsiDalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikanmashlahahmaksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap perilaku ekonomi selalu ingin meningkatkanmashlahahyang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta informasi yang berasal dari Allah adalah sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.Kandungaanmashlahahterdiri dari manfaaat dan berkah. Dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumenakan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material. Disisi lain, berkah akan diperolehnya ketika ia mengkonsumsi barang/jasa yang dihalalkan oleh syariat Islam.

1.Kebutuhan dan KeinginanKehendak seseorang untuk membeli atau memiliki suatu barang /jasa bisa muncul karena faktor kebutuhan ataupun faktor keinginan. Kebutuhan ini terkait dengan segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi secara sempurna.Disisi lain, keinginan adalah terkait dengan hasrat atau harapan seseorang yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang.Secara umum, pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan tambahan manfaat fisik, spiritual, intelektual ataupun material, sedangkan pemenuhan keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan diinginkan oleh seseorang, maka pemenuhan kebutuhan tersebutakan melahirkanmashlahahsekaligus kepuasan, namun jika pemenuhan kebutuhan tidak dilandasi oleh keinginan, maka hanya akan memberikan manfaat semata.Secara umum dapat dibedakan antara kebutuhan dan keinginan sebagaimana dalam tabel berikut.Tabel 4.1.Karakteristik Kebutuhan dan KeinginanKarakteristikKeinginanKebutuhan

SumberHasrat (nafsu) manusiaFitrah Manusia

HasilKepuasanManfaat & Berkah

UkuranPreferensi atau seleraFungsi

SifatSubjektifObjektif

Tuntutan IslamDibatasi/ DikehendakiDipenuhi

Ajaran islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat manusia bisa meningkat. Semua yang ada dibumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia, namun manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barang/jasa yang halal dan baik saja secara wajar, tidak berlebihan. Pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap dibolehkan selama hal itu mampu menambah mashlahah atau tidak mendatangkan mudharat.Sebagai missal, Islam menjelaskan mengenai motivasi atau keinginan seseorang dalam menikahi seseorang ada empat sebab utama, yaitu karena kecantikannya, karena kekayaannya, karena kedudukannya, dan karena agama atau akhlaknya. Namun, islam menjelaskan bahwa kebutuhan utama dalam mencari pasangan adalah kemuliaan agama/akhlak. Oleh karena itu, seorang muslim diperbolehkan menikahoi wanita karena kecantikan ataupun kekayaannya selama agama atau akhlaknya tetap menjadi pertimbangan utamanya.

2. Mashlahah dan KepuasanKepuasan adalah merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkanmashlahahmerupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan atau fitrah.Berbeda dengan kepuasan yang bersifat individualis,mashlahahtidak hanya bisa dirasakan oleh individu.Mashlahahbisa jadidirasakan oleh selain konsumen, yaitu dirasakan oleh sekelompok masyarakat sebagai misal ketika seseorang membelikan makan untuk tetangga miskin, makamashlahahfisik/psikis akan dinikmati oleh tetangga yang dibelikan makanan, sementara itu, si pembeli/konsumen akan mendapatkan berkah. Hal ini menunjukkkan bahwa dalam kegiatan muamalah dimungkinkan diperoleh manfaat sekaligus berkah.

3.Mashlahah dan Nilai-nilai Ekonomi IslamPerekonomian Islam akan terwujud jika prinsip dan nilai-nilai Islam diterapkan secara bersama-sama. Pengabaian terhadap salah-satunya akan membuat perekonomian pincang. Penerapan prinsip ekonomi yang tanpa di ikuti oleh pelaksanaan nilai-nilai Islam hanya akan memberikan manfaat (mashlahahduniawi), sedangkan pelaksanaan sekaligus prinsip dan nilai akan melahirkan manfaat dan berkah ataumashlahahdunia akhirat.Manfaaat danberkah hanya akan diperoleh ketika prinsip dan nilai-nilai Islam bersama-sama diterapkan dalam perilaku Ekonomi. Sebaliknya, jika hanya prinsip saja yang dilaksanakan misalnya pemenuhan kebutuhan-, maka akan menghasilkanmanfaat duniawi semata. Keberkahan akan muncul ketika dalam kegiatan ekonomi -konsumsi misalnya- disertai dengan niat dan perbuatan yang baik seperti menolong orang lain, bertindak adil, dan semacamnya.

4. Penentuan dan Pengukuran Mashlahah bagi KonsumenBesarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yangber-mashlahah, maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi. Dalam Al-Quran, Allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan (kebaiakan maupun keburukan) akan dibalas dengan imbalan (pahala maupun siksa) yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkan sebesar biji sawi. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa, mashlahah yang diterima akan merupakan perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan tersebut. Demikian pula dalam hal konsumsi, besarnya berkah yang diterima oleh konsumen tergantung frekuensi konsumsinya. Semakin banyak barang/jasa halal-thayyib yang dikonsumsi, maka akan semakin besar pula berkah yang akan diterima.

a) Formulasi Mashlahah

Dalammashlahahterkandung unsur manfaat dan berkah. Hal ini bisa dituliskan sebagai berikut:M = F +B(4.1)DimanaM = MashlahahF= ManfaatB = BerkahSementara dalam paparan dimuka telah disebutkan bahwa berkah merupakan interaksi antara manfaat dan pahala. Sehingga,B=(F)(P) (4.2)DimanaP = Pahala totalAdapun Pahala total, P adalah : P = ip(4.3)Dimana iadalah fekuensi kegiatan dan p adalah pahala per unit kegiatan.Dengan mensubtitusi persamaan (4.3) kepersamaan (4.2), makaB = Fip (4.4)Selanjutnya melakukansubtitusi persamaan (4,4) ke persamaan (4,1), maka diperoleh :M = F + F ipEkspresi diatas bisa ditulis kembali menjadi:M = F (1+ ip)(4.5)

Dari formulasi diatas dapat ditunjukkan bahwa ketika pahala suatu kegiatan tidak ada (misalnya ketika mengonsumsi barang yang haram atau barang halal namun dalam jumlah berlebih-lebihan), makamashlahahyang akan diperoleh konsumen adalah hanya sebatas manfaat yang dirasakan didunia (F). sebagai misal ketika seorang membeli lotere atau judi yang diharamkan, maka ia tidak akan mendapatkan berkah, melainkan hanya manfaat duniawi saja seperti kemenangan atau kepuasan psikis.Demikian pula sebaliknya, jika suatu kegiatan yang sudah tidak memberikan manfaat (di dunia), maka nilai keberkahannya juga menjadi tidak ada sehingga mashlahah dari kegiatan tersebut juga tidak ada. Misalnya penggemar rokok yang membeli rokok hanya akan mendapatkan kepuasan saja. Dengan kata lain, mashlahah yang ia dapatkan adalah semu atau tiada. Hal ini karena tidak terdapatnya manfaat dari rokok, bahkan terdapat banyak bahaya (terutama bagi kesehatan). Oleh karena itu, nilai pahala dan keberkahan atas pembelian rokok juga tidak ada, meskipun masih terdapat perbedaan pendapat dari para ulama tentang keharaman merokok.

b) Pengukuran Mashlahah Konsumen

Untuk mengeksplorasi konsepMashlahahkonsumen secara detail, maka disini konsumsi dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/ keinginan manusia semata. Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan harta dijalan Allah (fii Sabilillah), contoh jenis konsumsi ini adalah pembelian barang/jasa untuk diberikan kepada orang miskin, sedekah, waqf maupun ibadah lainnya. Sedangkan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia adalah konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/ keinginan manusia sebagaimana konsumsi sehari-hari.Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan harta di jalan Allah (fii sabilillah). Islam memberikan imbalan terhadap belanja (konsumsi) ibadah dengan pahala yang sangat besar, misalnya seniali 700 unit, dan setiap kali dilakukan amal kebaikan akan mendapatkan imbalan pahala yang sama, yaitu tujuh ratus kali lipat. Konsumsi ibadah ini meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan sekolah, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan amal kebaikan lain, Besaran angka ini hanya menunjukkan suatu contoh bahwa imbalan pahala suatu amal kebaikan adalah sangat besar dibandingkan dengan imbalan siksa atas suatu perbuatan dosa (hal yang haram).Sebagai ilustrasi, tabel 4.2 berikut menyajikan mashlahah atas ibadah madhah atau amal saleh, yaitu ibadah tidak secara langsung terkait dengan kemanfaatan dunia bagi pelakunya. Dalam hal ini, pelaku ibadah tidak akan merasakan manfaat duniawi bagi dirinya, melainkan perasaan aman dan tenteram akan berkah yang akan diberikan Allah, baik di dunia maupun kelak di akhirat.

Tabel 4.2.Mashlahah dari Belanja di Jalan AllahFrekuensi Kegiatan(1)Pahala per unit(2)Mashlahah = Berkah(1 x 2)

1700700

27001400

37002100

47002800

57003500

67004200

77004900

87005600

Dalam tabel 4.2. di atas ditunjukkan mashlahah dari kegiatan ibadah mahdhah yang sifatnya ibadah murni tidak untuk mendapatkan manfaat di dunia, seperti membelanjakan harta untuk pendidikan, penelitian, membantu umat islamdan sebagainya. Pada tabel 4.2. di atas terlihat bahwa besarnya mashlahah adalah merupakan perkalian antara frekuensi dengan pahala. Karena manfaat (duniawi) ibadah mahdhah ini tidak dinikmati secara langsung oleh pelakunya, maka kandungan yang ada di dalam mashlahah yang diterima sepenuhnya berupa berkah, dan nilai keberkahan ini selalu meningkat dengan semakin meningkanya ibadah mahdhah yang dilakukan.

c) Karakteristik Manfaat dan Berkah dalam KonsumsiMashlahahyang diperoleh konsumen ketika membeli barang dapat berbentuk satu diantara hal berikut :1. Manfaat material, yaitu berupa diperolehnya tambahan harta bagi konsumen akibat pembelian suatu barang/jasa. Manfaat material ini bisa berbentuk murahnya harga, discount, murahnya biaya transportasi dan searching, dan semacamnya. Larisnya pakaian dan sepatu obral menunjukkkan dominannya manfaat materiil yang diharapkan oleh konsumen.2. Manfaat fisik dan psikis, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan fisik atau psikis manusia, seperti rasa lapar, haus, kedinginan, kesehatan, keamanan, kenyamanan, harga diri, dan sebagainnya. Mulai berkembangnya permintaan rokok kadar rendah nikotin, kopi kadar rendah kafein menunjukkkan adanya manfaat fisik kesehatan- pada rokok dan kopi.3. Manfaat intelektual, yaitu berupa terpenuhinya kebutuhan akal manusia ketika ia membeli suatu barang/jasa, seperti kebutuhan tentang informasi, pengetahuan, keterampilan, dan semacamnya. Sebagai misal, permintaan surat kabar, alat ukur suhu, dan sebagainya.4. Manfaat terhadap lingkungan (intra generation), yaitu berupa adanya eksternalitas positif dari pembelian suatu barang/jasa atau manfaat yang bisa dirasakan oleh selain pembeli pada generasi yang sama. Misalnya mobil wagon dibandingkan dengan mobil sedan memiliki manfaat eksternal lebih tinggi, yaitu memiliki kapasitas untuk mengangkut banyak penumpang misalnya kerabat dekat atau tetangga.5. Manfaat jangka panjang, yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi jangka panjang atau terjagannya generasi masa mendatang terhadap kerugian akibat dari tidak membeli barang/jasa. Pembelian bahan bakar biologis (Bio-gas), misalnya, akan memberikan manfaat jangka panjang berupa bersihnya lingkungan meskipun dalam jangka pendek konsumen harus membayar dengan harga lebih mahal.

B. Hukum Utilitas dan Mashlahah1. Hukum Pernurunan Utilitas MarginalDalam ilmu ekonomi konvensional dikenal adanya hukum mengenai penurunan utilitas marginal. (Law of diminishing marginal utility). Hukum ini mengatakan bahwa jika seseorang megkonsumsi suatu barang dengan frekuensi yang diulang-ulang, maka nilai tambahan kepuasan dari konsumsi berikutnya akan semakin menurun.Utilitas marginal (MU) adalah tambahan kepuasan yang diperoleh konsumen akibat adanya peningkatan jumlah barang/jasa yang di konsumsi. Untuk memberikan penggambaran yang lebih jelas, ilustrasi dibawah ini akan menyajikan utilitas marginal yang dimaksud.Tabel 4.3.Frekuensi Konsumsi, Utilitas Total, dan MarginalFrekuensiKonsumsi(1)Total KepuasanTotal Utility (TU)(2)Utilitas Marginal(MU)(3)

110-

2188

3246

4284

5302

6322

7320

830-2

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai utilitas marginal semakin menurun. Penurunan ini bisa dirasakan secara intuitif, jika seseorang mengonsumsi suatu barang/jasa secara terus-menerus secara berurutan, maka nilai tambahan kepuasan yang diperoleh semakin menurun. Hal ini terjadi karena munculnya masalah kebosonan yang setrusnya, kalau berlanjut, akan menjadi kejenuhan yang menyebabkan orang yang bersangkutan bukannya merasa senang dalam mengonsumsi barang tersebut melainkan justru rasa kurang senang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai utilitas marginal yang negatif. Sebelum mencapai nilai negative, nilai utilitas marginal mencapai kejenuhan terlebih dahulu yang ditunjukkan oleh nilai nol pada variable tersebut. Pada saat mencapai kejenuhan ini, utilitas total mencapai nilai maksimumnya.

2. Hukum Mengenai MashlahahHukum mengenai penurunan utilitas marginal tidak selamanya berlaku padaMashlahah.Mashlahahdalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung dapat dirasakan, terutamaMashlahahakhirat atau berkah. AdapunMashlahahdunia manfaatnya sudah bisa dirasakan setelah konsumsi. Dalam hal berkah, dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, maka tidak akan ada penurunan berkah karena pahala yang diberikan atas ibadah mahdhah tidak pernah menurun. SedangkanMashlahahdunia akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi kegiatan, namun pada level tertentu akan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tingkat kebutuhan manusia di dunia adalah terbatas sehingga ketika konsumsi dilakukan secara berlebih-lebihan, maka akan terjadi penurunan Mashlahahduniawi.a. Mashlahah Marginal dari Ibadah MahdhahMashlahah marginal (MM) adalah perubahan mashlahah, baik berupa manfaat ataupun berkah, sebagai akibat berubahnya jumlah barang yang dikonsumsi. Dalam hal ini ibadah mahdhah, jika pahala yang dijanjikan Allah adalah konstan, maka pelaku ibadah tidak akan mendapatkan manfaat duniawi, namun hanya berharap adanya pahala.

Tabel 4.4.Mashlahah dari Ibadah MahdhahFrekuensi Kegiatan(1)Pahala *)(2)Mashlahah = (1 x 2)Marginal Mashlahah

1700700700

27001400700

37002100700

47002800700

57003500700

67004200700

77004900700

87005600700

*) Pahala sejumlah 700 ini hanya merupakan contoh ilustrasi ketika manusia beribadah tanpa mempertimbangkan manfaat yang akan ia peroleh di dunia, sebagaimana amal jariyah.

b. Mashlahah Marginal dari KonsumsiMenurut Islam, melakukan suatu kegiatan ekonomi akan bisa menimbulkan dosa ataupun pahala tergantung niat, proses, dan produk yang dikonsumsi. Dalam kasus berikut ini diasumsikan bahwa konsumen yang bersangkutan memerhatikan sepenuhnya kehadiran mashlahah (mashlahah aware) sehingga nilai adalah sama dengan 1 (satu).

Tabel 4.5.Mashlahah Marginal dari Kegiatan Muamalah HalalFrekuensi Kegiatan ( i )Manfaat Fisik(f)Pahala per unit(p)Total Pahala(ip)Mashlahah F*(1+ip)Mashlahah Marginal(MM)

1102727280-

2182754990710

32427811968978

4282710830521084

5302713540801028

6322716252161136

732271896080864

830272166510430

C. Keseimbangan Konsumen1. Keterkaitan AntarbarangPilihan untuk konsumsi sangat dipengaruhi oleh keterkaitan antara dua barang dan preferensi konsumen. Secara umum, keterkaitan ini bisa digolongkan menjadi dua, yaitu saling menggantikan (subtitusi), saling melengkapi (komplementer) atau tidak ada keterkaitan ( independen).

a. KomplemenBentuk hubungan antara dua buah barang dalam konteks ini bisa dilihat ketika seorang konsumen mengonsumsi suatu barang, barang A, maka dia mempunyai kemungkinan (chance) untuk mengonsumsi barang yang lain, barang B. Makna katakemungkinan di sini menunjukkan derajat komplementaritas dari kedua barang A dan B tersebut. Sebagai contoh, adalah jika seseorang mengonsumsikomputer, maka dia pun mempunyai kemungkinan (chance) untuk mengonsumsi disk (floppy/flash disk). Dilihat dari sisi penjual, maka penjualan komputer yang meningkat akan diikuti pula dengan peningkatan penjualan disk (floppy/flash disk).Hubungan yang bersifat komplemen ini mempunyai derajat tingkatan yang berbeda-beda antara pasangan barang yang satu dengan pasangan barang yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena sifat barang yang terkait dengan kegunaan barang yang bersangkutan. Adapun tingkatan dari komplementaritas ini adalah sebagai berikut :1) Komplementaritas SempurnaTingkat komplementaritas sempurna terjadi jika konsumsi dari suatu barang mengharuskan (tidak bisa tidak) konsumen untuk mengonsumsi barang yang lain sebagai penyerta dari barang pertama yang dikonsumsi. Sebbagai contoh di sini adalah konsumsi mobil/motor pasti harus disertai dengan konsumsi bensin/BBM. Begitu juga konsumsi/pemakaian ban luar sepeda motor pasti harus mengonsumsi juga ban dalamnya. Konsumsi tinta printer pasti harus disertai dengan konsumsi/pemakaian kertas.2) Komplementaritas DekatKomplementaritas dekat bisa digambarkan jika seseorang mengonsumsi / memakai suatu barang, maka dia mempunyai kemungkinan yang besar untuk mengonsumsi barang yang lain. Sebagai contoh di sini adalah konsumsi/penggunaan sepatu oleh seseorang. Jika seseorang memakai sepatu, maka kemungkinan besar dia akan memakai juga kaus kaki. Begitu juga seseorang mengonsumsi the, maka dia akan mengonsumsi juga gula. Disini terlihat bahwa pemakaian kaus kaki tidak selalu pasti karena ada juga orang yang memakai sepatu namun tidak memakai kaus kaki. Vegitu juga konsumsi the tidak selalu pasti diikuti dengan pemakaian gula.3) Komplementaritas JauhTingkat komplementaritas yang jauh disebabkan karena hubungan antara kedua barang adalah rendah. Misalnya, penggunaan baju dengan penggunaan dasi. Penggunaan baju dengan penggunaan parfum. Penggunaan sabun cuci dengan softener. Disini terlihat bahwa tingkat kebersamaan dalam penggunaan antara barang yang satu dengan barang yang lain lebih tidak pasti lagi jika disbanding dengan kasus-kasus sebelumnya.b. SubstitusiKalau dalam komplement hubungan antara kedua barang adalah positif, tetapi dalam kasus substitusi hubungan keduanya adalah negatif. Hubungan yang negatif adalah jika jumlah konsumsi barang yang satu naik, maka jumlah konsumsi barang lainnya akan turun. Hubungan negatif disini terjadi karena adanya penggantian antara barang yang satu dengan yang lain. Adapun pengganti tersebut disebabkan oleh berbagai macam alasan : alasan ketersediaan barang ataupun alasan harga. Sebagai contoh adalah antara gas dan minyak, antara the dan kopi. Pada kasus yang pertama (gas dan minyak) terdapat proses penggantian yang mana hal ini bisa disebabkan karena harga gas yang terus-menerus meningkat sehingga konsumen tidak mampu lagi menjangkau gas. Dalam kasus the dan kopi terjadi proses penggantian yang disebabkan karena pada suatu waktu dan tempat tertentu, kopi susah untuk didapatkan sehingga para konsumen kopi menggantinya dengan meminum the.Sebagaimana dalam kasus hubungan komplemen, dalam kasus ini juga mengenal adanya tingkatan/derajat substitusi, yaitu :1) Substitusi SempurnaHubungan antara dua buah barang dikatakan substitusi sempurna jika penggunaan dua buah barang tersebut bisa ditukar satu sama lainnya tanpa mengurangi sedikitpun kepuasan konsumen dalam menggunakannya. Sebagai contoh di sini adalah konsumsi terhadap gula. Konsumen tidak pernah mempermasalahkan mengenai asal dari pabrik mana gula yang dipakai, apakah gula local atau gula impor, apakah produksi pabrik di Jawa atau di luar Jawa, konsumen tidak pernah mempermasalahkannya karena mereka tidak bisa merasakan perbedaan dalam hal kepuasan yang mereka dapat dari penggunaan gula-gula ini.2) Substitusi DekatDua buah barang bisa dikatakan substitusi dekat jika fungsi kedua barang tersebut mampu menggantikan satu sama lain. Namun demikian, penggantian satu terhadap yang lainnya disini menimbulkan perbedaan kepuasan yang mereka peroleh. Sebagai contoh seorang perokok yang telah mentyukai merek tertentu, ia akan selalu merokok dari merek pilihannya tersebut. Dia pada suatu saat tertentui bisa mengganti rokok yang diisapnya dengan rokok merek lain. Namun, pengganti ini akan jelas menimbulkan turunnya kepuasan yang dia terima dari merokok merek lain ini.3) Substitusi JauhDua buah barnag dikategorikan sebagai substitusi jauh jika dalam penggunaanya konsumen bisa mengganti suatu barang dengan barang lainnya hanya dalam keadaan terpaksa saja. Dalam keadaan normal konsumen yang bersangkutan tidak akan mengganti barang yang dikonsumsinya dengan barang lainnya. Sebagai contoh adalah nasi (beras) dan roti (gandum). Meskipun roti bisa mengganti nasi, namun bagi kebanyakan orang Indonesia, mereka tidak akan makan roti sebagai menu utamanya sepanjang masih ada nasi.c. Domain KonsumsiMelihat macam-macam hubungan antara dua barang seperti disebut dimuka, maka hubungan yang relevan dengan piliyhan konsumen di sini adalah hubungan yang kedua substitusi. Hal ini dikarenakan dua buah barang yang sifatnya saling mengganti, maka akan menimbulkan pilihan, yang kadang menyulitkan bagi konsumen. Sementara kalau dua buah barang yang sifatnya komplementari, maka tidak akan menimbulkan pilihan bagi konsumen karena barang penyertanya sudah merupakan konsekuensi lanjutan dari konsumsi barang utamanya.

2. Hubungan Antarbarang yang Dilarang oleh IslamHukum Islam menegaskan tidak dimungkinkan adanya substitusi antara barang haram dan barang halal, kecuali dalam keadaan darurat.

Islam melarang adanya penggantian (substitusi) dari barang atau transaksi yang halal dengan barang atau transaksi yang haram.Lemma1

Berdasarkan Lemma diatas, maka perlu di tegaskan disini bahwa hubungan seperti yang ditampilkan dalam grafik-grafik dibawah ini mustahil terjadi dalam Islam.

Islam melarang mencampuradukkan antara barang atau transaksi yang halal dengan barang atau transaksi yang haram.Lemma 2

Berdasarkan lemma diatas, maka perlu ditegaskan disini bahwa hubungan seperti yang ditampilkan dalam grafik dibawah ini tidak akan pernah terjadi dalam Islam.

Grafik diatas merupakan sebuah garis yang berimpit dengan sumbu horizontal. Untuk menunjukkan bahwa garis ini berimpit dengan horiozontal, maka sumbu horizontal dicetak tebal. Penafsiran dari garis ini adalah : berapapun jumlah barang halal yang dikonsumsi, maka jumlah barang haram yang di konsumsi adalah tetap nol. Maknanya, barang haram tidak pernah dikonsumsi dalam situasi yang bagimana pun.Berdasarkan pada paparan yang disampaikan diatas , maka domain dari konsumsi dalam Islam adalah terbatas pada barang/kegiatan yang halal saja. Sehingga hubungan komplemen dan subtitusi yang terjadi hanyalah untuk barang/kegiatan halal dan barang/kegiatan halal yang lain.3. Hubungan Antarbarang dalam IslamMelihat kedua pemaparan tentang hubungan dua buah barang halal dan haram di atas, maka dirasa perlu untuk menampilkan hubungan kedua buah barang di atas sebagai pedoman dalam berperilaku.

Haram 0 5 10Halal

Gambar 1.1.Hubungan Barang Halal-haram yang Dituntunkan IslamGrafik diatas merupakan sebuah garis yang berimpit denagn sumbu horizontal. Untuk menunjukkan bahwa garis ini berimpit denagn sumbu horizontal, maka sumbu horizontal dicetak tebal. Penafsiran dari garis ini adalah : berapa pun jumlah barang halal yang dikonsumsi, maka jumlah barang haram yang dikonsumsi adalah tetap nol. Maknanya, barang haram tidak pernah dikonsumsi dalam situasi yang bagaimaana pun.

Halal 0,0 Halal

Gambar 1.2.Hubungan Komplementer dalam IslamHubungan yang ditampilkan dalam grafik diatas adalah hubungan antara dua buah barang yang halal. Hubungan tersebut menunjukkan adanya komplementaritas antara keduanya. Hal ini tidak menjadi maslaah karena keduanya sama-sama halal. Kurva berbentuk titik diatas mencerminkan adanya hubungan komplementaritas sempuran antar dua barang yang halaal yang menghasilakan tingkat mashlahah sama. Semakin tinggi kombinasi tersebut semakin besar pula mashlahah yang diperoleh.

4. Permintaan KonsumenKandungan berkah menjadi sangat penting dalam pertimbangan konsumsi konsumen Mukmin. Hal ini mengingat bahwa konsumen menaruh perhatian pada mashlahah sebagai jalan menuju falah.Dengan membandingkan antar dua barang halal substitusi, maka seorang konsumen Mukmin dalam memilih barang yang dikonsumsinya akan mempertimbangkan jumlahmashlahahtotal yang akan diperolehnya paling tinggi. Secara intuitif dapat disimpulkan bahwa jika terdapat peningkatanmashlahahpada suatu barang/jasa, maka permintaan akan barang tersebut akan meningkat, dengan menganggap faktor lainnya tidak berubah.Jika terdapat kenaikan harga suatu barang, maka konsumen merasakan adanya penurunan manfaat material dari barang tersebut, yaitu berupa berkurangnya materi atau pendapatan jika konsumen tersebut teatp membeli barang/jasa dalam jumlah yang sama. Oleh karena itu, konsumen akan mengurangi tingkat pembelian barang/jasanya untuk tetap mempertahankan mashlahah yang ia teriam. Hal ini, akan dilakukan selama tidak ada perubahan pada mashlahah lainnya, baik manfaat fisik, maupun berkahnya.

D. Hukum Permintaan dan Pernurunan Kurva PermintaanKetika harga barang A naik, sementara hal-hal lain tetap konstan, maka jumlah barang Ayang dikonsumsi harus turun. Inilah yang melahirkan hukum permintaan yang berbunyi :

Jika harga suatu barang meningkat, ceteris paribus, maka jumlah barang yang diminta turun, demikian juga sebaliknya.

Pengertian cateris paribus di sini adalah denagn menganggap hal-hal lain tetap tidak berubah atau konstan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, tingkat pendapatan, preferensi, dan sebagainya. Hubungan yang digambarkan dalam hukum permintaan diatas juga akan menjadi lebih jelas jika digambarkan dalam kurva permintaan berikut ini.

Dimana sumbu vertikalnya menunjukkan harga dan sumbu horizontal menunjukkan kuantitas yang diminta.Grafik diatas menunjukkan ketika harga barang A adalah sebesar 16, maka jumlah barang A yang diminta adalah 6 unit, sementara ketika harga barang A naik menjadi 17, maka jumlah barang tersebut yang diminta oleh konsumen turun menjadi 4. Kurva demand yang terlihat di atas merupakan hasil akhir dari proses optimisasimashlahah.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanPreferensi seorang konsumen dibangun atas kebutuhan akanmashlahah, baikmashlahahyang diterima didunia ataupun di akhirat.Mashlahahadalah setiap keadaan yang membawa manusia pada derajat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang sempurna.Mashlahahdunia dapat berbentuk manfaat fisik, biologis, psikis, dan material, atau disebut manfaat saja.Mashlahahakhirat berupa janji kebaikan (pahala) yang akan diberikan diakhirat sebagai akibat perbuatan mengikuti ajaran islam. Konsumen akan selalu berusahan untuk mendapatkan mashlahah diatas mashlahah minimum. Mashlahah minimum adalah mashlahah yang diperboleh dari mengonsumsi barang/jasa yang halal dengan diikuti niat beribadah. Keberadaanmashlahahakan memperpanjang rentang (span) dari suatu kegiatan halal. Seseorang yang yang merasakan adanyamashlahahdan menyukainya, maka dia akan tetap rela melakukan suatu kegiatan meskipun manfaat dari kegiatan tersebut bagi dirinya sudah tidak ada. Bagi orang yang peduli akan adanya berkah, semakin tinggi barang halal yang dikonsumsi seseorang, tambahanmashlahahyang diterimanya akan meningkat hingga titik tertentu dan akhirnya akan menurun, dengan asumsi jumlah konsumsi masih dibolehkan oleh Islam. Namun, bagi orang yang tidak peduli terhadap adanya berkah, peningkatanmashlahahadalah identik dengan pengingkatan manfaat duniawi semata. Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang/ jasa meningkat, maka jumlah barang/jasa yang diminta konsumen akan menurun, selama kandunganmashlahahpada barang tersebut dan faktor lain tidak berubah.

B. SaranHendaknya manusia dalam melakukan kegiatan konsumsinya harus tetap berada dalam koridor yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam karena dengan berpedoman pada ajaran Islam inilah diharapkan manusia mampu memperoleh mashlahah yang merupakan tujuan utama dari kegiatan konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2013.Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.