Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

21
ii Analisis Analisis Analisis Analisis Rangkaian Listrik Rangkaian Listrik Rangkaian Listrik Rangkaian Listrik Di Kawasan Fasor Sudaryatno Sudirham

description

Materi

Transcript of Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

Page 1: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

ii

AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis Rangkaian ListrikRangkaian ListrikRangkaian ListrikRangkaian Listrik

Di Kawasan Fasor

Sudaryatno Sudirham

Page 2: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-1

BAB 2

Teorema dan Metoda Analisis

di Kawasan Fasor

Setelah mempelajari bab ini, kita akan

• memahami aplikasi teorema rangkaian dan metoda

analisis rangkaian di kawasan fasor.

• mampu melakukan analisis rangkaian di kawasan fasor.

• memahami bahwa pada rangkaian dengan induktor dan

kapasitor terdapat suatu nilai frekuensi yang akan

menyebabkan terjadinya resonansi.

• mampu mencari frekuensi resonansi, menentukan faktor

kualitas, menentukan lebar pita resonansi.

2.1. Teorema Rangkaian di Kawasan Fasor

2.1.1. Prinsip Proporsionalitas

Prinsip proporsionalitas menyatakan bahwa fasor keluaran

sebanding dengan fasor masukan, yang secara matematis dapat

dinyatakan dengan

XY K= (2.1)

Y adalah fasor keluaran, X adalah fasor masukan, dan K adalah

konstanta proporsionalitas. Dalam kawasan fasor, K pada umumnya

merupakan bilangan kompleks. Lihat misalnya penyelesaian b) dari

contoh 2.7.

2.1.2. Prinsip Superposisi

Kita harus berhati-hati dalam menerapkan prinsip superposisi di

kawasan fasor. Fasor merupakan representasi sinyal sinus dengan

frekuensi tertentu. Oleh karena itu prinsip superposisi hanya berlaku

jika seluruh sistem yang kita tinjau mempunyai frekuensi sama. Jika

memang demikian halnya, maka tanggapan rangkaian yang

mengandung beberapa masukan dapat kita cari dengan memandang

masing-masing masukan secara terpisah. Tanggapan keseluruhan

adalah jumlah dari tanggapan terhadap masing-masing masukan.

Jika masukan-masukan mempunyai frekuensi yang berbeda, kita

tidak dapat serta-merta menerapkan prinsip superposisi. Kita ingat

Page 3: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-2 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

bahwa impedansi tergantung dari frekuensi; oleh karena itu

walaupun nilai-nilai elemen sama, nilai impedansi akan berbeda jika

frekuensi berbeda. Jadi jika kita ingin mencari tanggapan rangkaian

terhadap masing-masing masukan, kita harus mencari nilai

impedansi rangkaian untuk masing-masing masukan. Tanggapan

rangkaian dalam bentuk fasor dari masing-masing masukan tidak

dapat langsung dijumlahkan melainkan harus kita transformasikan

dulu ke kawasan t , dan barulah hasil di kawasan t untuk masing-

masing masukan ini dijumlahkan untuk memperoleh tanggapan

keseluruhan. Secara singkat dikatakan, prinsip superposisi berlaku

di kawasan waktu untuk setiap rangkaian linier, tetapi berlaku di

kawasan fasor hanya apabila masukan-masukan mempunyai

frekuensi sama. Agar lebih jelas kita akan melihat tiga kasus berikut.

Kasus-1: Sebuah rangkaian mengandung dua sumber yang

mempunyai frekuensi sama. Rangkaian ini kita pecah menjadi

dua rangkaian, masing-masing mengandung satu sumber.

Masing-masing rangkaian kita transformasikan menjadi

rangkaian fasor dan kemudian kita melakukan analisis di

kawasan fasor.

Hasil yang kita peroleh dari dua kali analisis tersebut tentulah

merupakan besaran-besaran fasor. Kedua hasil itu dapat langsung

kita jumlahkan untuk memperoleh hasil total, tanpa

mentranformasikan lebih dulu ke kawasan t. Mengapa? Karena

seluruh sistem mempunyai frekuensi sama. Jadi apabila seluruh

sistem berfrekuensi sama prinsip superposisi dapat diterapkan

dalam analisis fasor.

Kasus-2: Sebuah rangkaian mengandung dua sumber yang

frekuensinya tidak sama. Kita memisahkan lebih dulu rangkaian

tersebut menjadi dua rangkaian yang masing-masing

mengandung hanya satu sumber. Setelah dipisahkan, masing-

masing rangkaian ditransformasikan menjadi rangkaian fasor

kemudian dilakukan analisis di kawasan fasor. Hal ini dapat

dilakukan karena masing-masing rangkaian mempunyai

frekuensi sendiri yang sama di seluruh rangkaian. Hasil analisis

dari kedua rangkaian ini tentulah berbentuk fasor akan tetapi

mereka tidak dapat langsung dijumlahkan karena frekuensinya

berbeda. Oleh karena itu masing-masing hasil kita

transformasikan kembali ke kawasan t, dan hasil transformasi

inilah yang dapat kita jumlahkan untuk memperoleh hasil total.

Jadi prinsip superposisi berlaku di kawasan fasor hanya apabila

masukan-masukan mempunyai frekuensi sama.

Page 4: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-3

Kasus-3: Sebuah rangkaian mengandung tiga sumber, dua

diantaranya mempunyai frekuensi sama dan sumber yang ke-tiga

frekuensinya berbeda. Jika rangkaian ini kita pecah menjadi tiga

rangkaian yang masing-masing mengandung hanya satu sumber

untuk dianalisis di kawasasn fasor, maka hasil fasor untuk dua

sumber yang frekuensinya sama dapat kita jumlahkan langsung

dalam bentuk fasor. Akan tetapi kita tidak dapat

menjumlahkannya dengan hasil analisis rangkaian ke-tiga yang

frekuensinya berbeda. Oleh karena itu hasil yang diperoleh harus

ditransformasi ke kawasan t lebih dulu sebelum penjumlahan

dilakukan.

2.1.3. Rangkaian Ekivalen Thévenin dan )orton

Konsep umum mengenai teorema Thévenin dan Norton di bidang

fasor, sama dengan apa yang kita pelajari untuk rangkaian di

kawasan waktu. Perbedaan yang perlu kita perhatikan adalah bahwa

sinyal-sinyal dinyatakan dalam fasor dengan impedansi dan

admitansi yang berupa bilangan kompleks.

Tegangan ekivalen Thévenin adalah tegangan hubungan terbuka

pada terminal beban. Arus ekivalen Norton adalah arus hubung

singkat pada terminal beban. Semua peubah ini dinyatakan dalam

fasor. Relasi peubah ini dengan impedansi ekivalen Thévenin, ZT ,

dan admitansi ekivalen Norton, Y , adalah seperti berikut.

TTTT

ZYYZ

1 ; ; === VIIV (2.2)

Hubungan (2.2) memberikan ketentuan untuk transformasi sumber

di kawasan fasor. Seperti yang telah kita lihat pada rangkaian di

kawasan waktu, transformasi sumber dapat menyederhanakan

perhitungan-perhitungan dalam analisis rangkaian.

CO)TOH-2.1: Dari rangkaian di samping ini, carilah rangkaian

ekivalen Thévenin yang dilihat oleh induktor L.

L

+ − −j100Ω

10Ω

100Ω 0,1∠−90

o A 20∠45

o V

A B

Page 5: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-4 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

Penyelesaian:

Jika induktor dilepaskan maka untuk simpul A dan B berlaku

V 3,399,19

45207,5995,0452010010

100

V 9010901,0100

o

oo

oo

∠=

∠×−∠=∠×−

−=

−∠=−∠×=

j

jB

A

V

V

Tegangan Thévenin :

( ) V 6,226,156,124,1510

3.399,199010oo

jjj

BAT

−−=+−−=

∠−−∠=−= VVV

Impedansi Thévenin ZTh , dihitung dengan melihat impedansi

dari terminal AB dengan semua sumber dimatikan.

Ω−=−

−×+= 99,09,109

10010

)100(10100 j

j

jZT

2.2. Metoda-Metoda Analisis Dasar

Metoda-metoda analisis yang telah kita pelajari untuk rangkaian di

kawasan waktu, dapat kita terapkan untuk rangkaian di kawasan

fasor dengan mengingat bahwa peubah sinyal dinyatakan dalam

fasor dan elemen-elemen dinyatakan dalam impedansi atau

admitansinya yang pada umumya berupa bilangan kompleks.

2.2.1. Metoda Keluaran Satu Satuan

Metoda ini dapat kita aplikasikan pada rangkaian berbentuk tangga,

seperti contoh berikut.

CO)TOH-2.2: Carilah ix

pada rangkaian di

samping ini.

Penyelesaian:

Untuk bekerja di

kawasan fasor, rangkaian ini kita transformasikan sehingga

berbentuk rangkaian impedansi seperti terlihat pada gambar

berikut. Dari sinilah kita mulai bekerja.

+ vx −+

−−−− 14cos2t

12ΩA B C

D

F18

1F

6

1

9Ω 3Ω

ix

H2

3

Page 6: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-5

Misalkan Ix = 1∠0

o A.

V 3)11(33)3(

A; )11(

A; 13

V; 3

3B

43

4

=+−=−+=

+=+=

===

jjjj

j

jj

C

x

CC

IVV

III

VIV

v

A 13

4A

3

1

9321

B2

+=+=⇒== jIII

VI

( ) V 28 91213

4BA =−

++= jjVV

ti

K

x

xx

2cos5,0

05,028

014

28

1

28

1 oo

AA

=→

∠=∠

==→== VIV

Iv

2.2.2. Metoda Superposisi

Metoda superposisi sangat bermanfaat untuk menganalisis rangkaian

yang mengandung lebih dari dua masukan, terutama jika kita ingin

mengetahui bagaimana kontribusi dari masing-masing masukan

terhadap tanggapan keseluruhan. Sebagaimana telah disebutkan di

sub-bab sebelumnya, kita harus berhati-hati dalam menerapkan

metoda superposisi di kawasan fasor. Prinsip superposisi dapat

diterapkan langsung di kawasan fasor hanya jika masukan-masukan

mempunyai frekuensi sama. Jika tidak, kontribusi dari masing-

masing masukan harus kita transformasikan ke kawasan waktu lebih

dahulu, baru kemudian dapat kita jumlahkan.

−j9Ω −j3Ω

+

−−−− 14∠0

12Ω A B C

D

9Ω 3Ω

Ix

j3Ω

Page 7: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

CO)TOH-2.3: Carilah io pada rangkaian berikut ini.

Penyelesaian:

Rangkaian ini mengandung dua sumber tegangan dan sumber

arus yang mempunyai frekuensi berbeda. Oleh karena itu

transformasi rangkaian ke kawasan fasor untuk masing-masing

sumber juga berbeda, seperti terlihat pada gambar berikut.

Dari masing-masing rangkaian fasor ini, kita mencari tanggapan

rangkaian di kawasan fasor kemudian ditransformasikan ke

kawasan t. Hasil di kawasan t inilah yang dapat dijumlahkan.

Jika sumber arus dimatikan, kita mempunyai rangkaian di

kawasan fasor seperti pada gambar sebelah kiri, dengan

frekuensi ω = 4. Untuk rangkaian ini, aplikasi HTK

memberikan

A 9,3629,3610

020

68

020

6128

020 o

o

ooo

o1 −∠=∠

∠=

+∠

=−+

∠=

jjjI

Jika sumber tegangan dimatikan, kita mempunyai rangkaian

seperti pada gambar sebelah kanan, dengan frekuensi ω = 2.

Kaidah pembagi arus memberikan :

A 8,733039,3610

9,3610

0368

68

1268

12

)68(12

03

68

1

12

1

)12/(1

oo

o

o

ooo2

∠=∠×−∠

∠=

∠×−

+=

−+−

+−

=∠×

++

−=

j

j

jj

j

jj

jj

jI

1oI dan 2oI tidak dapat dijumlahkan karena fasor ini

diperoleh dari sumber dengan frekuensinya yang tidak sama.

20cos4t V + _

9Ω 3cos2t A F

24

1io

3H

1oI o2I

20∠0o

+ _

− j6Ω

3∠0o − j12Ω

j12Ω j6Ω

Page 8: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-7

Oleh karena itu kita harus mengembalikannya ke kawasan

waktu sebelum dijumlahkan. Dengan cara itu kita peroleh

A )8,732cos(3)9,364cos(2

sehingga

A )8,732cos(3 dan A )9,364cos(2

oo

o2o1o

o2o

o1o

++−=

+=

+=−=

tt

iii

titi

2.2.3. Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin

Contoh berikut ini menunjukkan bagaimana metoda rangkaian

ekivalen Thévenin kita gunakan di kawasan fasor.

CO)TOH-2.4: Carilah i pada

rangkaian berikut ini.

Penyelesaian :

Rangkaian ini setelah

ditransformasi ke

kawasan fasor menjadi

seperti berikut.

Fasor tegangan terminal

AB yang terbuka

memberikan tegangan

Thévenin. Sesuai kaidah

pembagi tegangan,

tegangan terminal AB

yang terbuka

memberikan

V 12

9 018

462

2 o

jjhtT +

=∠×++

== VV

sedangkan impedansi Thévenin adalah (yang terlihat dari

terminal AB yang terbuka) adalah

( )Ω

+

+=

+

+++=

++

++=

12

47

48

812816

462

4622

j

j

j

jj

j

jZT

Rangkaian ekivalen

Thévenin serta beban di

terminal AB setelah

disambungkan lagi adalah

seperti di samping ini:

+

− VT

I A

B

−j4Ω

ZT j2Ω

+

− 18cos2t V

i

2Ω 1H

F8

1

A

B

2H

+

− 18∠0o V

A

B

−j4Ω

j2Ω j4Ω

Page 9: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-8 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

Dari rangkaian ini kita hitung:

A 2cos1

A 01

)12(2)47(

)12(

)12(

9

42

o

ti

jjj

j

jjjZT

T

=⇒

∠=

+−+

+=

−++=

VI

2.2.4. Metoda Reduksi Rangkaian

Contoh persoalan berikut ini memperlihatkan penggunaan metoda

reduksi rangkaian.

CO)TOH-2.5: Carilah ix pada rangkaian berikut:

Penyelesaian :

Rangkaian ini mengandung sumber tegangan dan sumber arus

yang berfrekuensi sama, yaitu ω = 100. Akan tetapi sumber

tegangannya dinyatakan dalam sinus sedangkan sumber arusnya

dalam cosinus. Kita perlu mengubahnya dalam bentuk standar,

yaitu bentuk cosinus, dengan kesamaan

sinx = cos(90−x)

=cos(x−90)

Transformasi

rangkaian ke

kawasan fasor

menjadi seperti

pada gambar di samping ini.

Untuk menghitung xI kita dapat menggunakan metoda

superposisi; akan tetapi di sini kita akan menggunakan

transformasi sumber.

Dalam rangkaian ini sumber tegangan tersambung seri dengan

resistor 50 Ω yang diparalel dengan induktor j100 Ω. Sumber

ini dapat kita ganti dengan sumber arus ekivalen I2, yang

besarnya adalah

− +

i1 =

0.1cos100t A

v =

10sin100t V

200µF 1H

50Ω

ix A B

A B − +

I1 =

0.1∠0o A

V=

10∠−90oV

−j50Ω j100Ω

50Ω

Ix

Page 10: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-9

( ) ( )A 2,01,0

5000

1005010

50

1

100

12 j

j

jj

j−−=

+−=

+= VI

sehingga rangkaian

akan menjadi seperti

di samping

ini.Perhatikan bahwa

dengan transformasi

sumber ini kita

menghilangkan simpul B. Arus yI yang sekarang mengalir

melalui resistor 50Ω, bukanlah arus xI yang kita cari; sebab

jika yI dikalikan 50Ω, kita mendapatkan tegangan simpul A,

dan bukan tegangan

simpul B tempat xI

keluar.

Sumber 1I dan 2I

terhubung paralel,

sehingga dapat digantikan oleh satu sumber arus saja yaitu I ,

seperti terlihat pada gambar berikut, dengan

( ) A 2,02,02,01,01,021 jj +=−−−=−= III

Untuk menghitung arus Iy kita memanfaatkan kaidah pembagi

arus.

( )

V 5.01

101050

A 5,01

2,02,0

50

1

100

1

50

1

2,02,050

1

Aj

j

j

j

jj

j

y

y

+

+=×=→

+

+=

−++

+=

IV

I

A. )6,26100cos(27,0 A 6,2627,050

V 6,264,135,01

1510

5,01

1010

B

oAB

−=→−∠==

−∠=+

=−+

+=+=

ti

jj

j

j

xx

VI

VVV

−j50Ω j100Ω

50Ω

Iy

I = I1 −I2

I2

−j50Ω j100Ω

50Ω

Iy

I1 =

0.1∠0o A

A

Page 11: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-10 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

2.3. Metoda-Metoda Analisis Umum

2.3.1. Metoda Tegangan Simpul. Aplikasi metoda ini, kita lihat

pada contoh berikut ini.

CO)TOH-2.6: Gunakan

metoda tegangan

simpul untuk

menyelesaikan

persoalan pada contoh-

2.5.

Penyelesaian :

Untuk menyelesaikan persoalan ini rangkaian fasor dari

contoh-2.5 digambar lagi seperti berikut:

Simpul referensi kita tentukan seperti terlihat pada gambar

tersebut. Simpul A, B, dan sumber tegangan menjadi simpul-

super karena A dan B keduanya bukan simpul referensi.

Persamaan tegangan simpul dapat kita peroleh dengan cara

yang sama seperti untuk rangkaian di kawasan waktu, akan

tetapi di sini kita bekerja di kawasan fasor dengan impedansi-

impedansi.

109010 : B

05010050

:A

oBA

BBA1

j

jj

=∠=−=−

=++−

+−

VVV

VVVI

Untuk persamaan yang sederhana ini tentu dapat kita selesaikan

dengan metoda substitusi biasa. Namun di sini kita akan

menuliskannya dalam bentuk matriks, dengan memasukkan

nilai I1 dan V.

∠=

+− o

o

B

A

9010

01,0

1150

1

100

1

50

1

V

Vjj

Untuk menyederhanakan bilangan, baris pertama dari matriks

ini kita kalikan 100, dan menuliskan fasor dalam bentuk sudut-

siku.

− +

I1 =

0,1∠0o A

V=

10∠−90oV

−j50Ω j100Ω

50Ω

Ix A B

Page 12: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-11

−=

−−

−→

=

30

10

120

122 : Gauss eliminasi

10

10

11

122

B

A

B

A

V

V

V

V

j

jj

j

jj

Dari sini kita peroleh

V 6,264,136125

)12(30

12

30 oB −∠=−=

+−−=

−−−

= jj

jV

V 4,186,124126121010 oBA ∠=+=−+=+= jjjj VV

2.3.2. Metoda Arus Mesh

Penggunaan metoda ini di kawasan fasor juga akan kita lihat melalui

sebuah contoh.

CO)TOH-2.7: Tentukanlah arus di semua cabang rangkaian pada

persoalan contoh 2.6. dengan menggunakan metoda arus mesh.

Penyelesaian :

Rangkaian adalah seperti berikut

Persamaan fasor arus mesh dalam bentuk matriks adalah

−=

+−

−+−

0

10

1.0

100501000

1001005050

001

3

2

1

j

jj

jjjj

I

I

I

atau

−=

+−

0

1

1.0

2120

1055

001

3

2

1

j

jj

jjj

I

I

I

− +

I =

0,1∠0o A

V=10∠−90oV

−j50Ω j100Ω 50Ω

A B

I1 I2 I3

Page 13: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-12 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

Eliminasi Gauss memberikan

−=

3

5.1

1.0

10500

1050

001

3

2

1

j

j

j

jj

I

I

I

Dari sini kita dapatkan

A 6,2627,04,6355

903

105

3 ;A 01,0

oo

30

1 −∠=−∠

−∠=

−=∠=

j

jII

A 2,533,04,6355

6,11635,3

105

35,1

105

323,0

5

105,1

o

o

o

32

−∠=−∠

−∠=

−−=

−+−=

+−=

j

j

j

j

j

jj II

2.4. Rangkaian Resonansi

2.4.1. Resonansi Seri

Impedansi dari rangkaian seri RLC adalah:

ω

−ω+=ω

+ω+=C

LjRCj

LjRZ RLC11

seri (2.3)

Reaktansi dari impedansi ini mengandung bagian induktif (XL =jωL)

maupun kapasitif (XC = 1/jωC), yang keduanya merupakan fungsi

dari frekuensi . Bagian induktif berbanding lurus dengan frekuensi

sementara bagian kapasitifnya berbanding terbalik. Pada suatu nilai

frekuensi tertentu, nilai reaktansi total menjadi nol, yaitu pada saat

LCCL

1 atau 0

10 =ω=ω=

ω

−ω (2.4)

Pada saat itulah dikatakan bahwa rangkaian beresonansi, dan ω0

disebut frekuensi resonansi. Pada waktu terjadi resonansi, jelas

bahwa impedansi rangkaian ini hanyalah R; reaktansi induktif sama

dengan reaktansi kapasitif sehingga saling meniadakan. Dalam

keadaan beresonansi, arus yang mengalir dalam rangkaian hanya

ditentukan oleh R; jika tegangan sumber adalah sV maka

Page 14: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-13

Rs /VI = . Diagran fasor tegangan

dan arus terlihat seperti Gb.2.1..

Beberapa parameter digunakan untuk

menyatapkan resonansi secara lebih

detil. Salah satunya adalah faktor

kualitas, Q , yang didefinisikan

sebagai perbandingan antara

reaktansi induktif pada saat resonansi

dengan resistansinya. Karena pada

saat resonansi |XL | = |XC | , maka

R

CL

RCR

LQ

/1

0

0 =ω

= (2.5)

Jelaslah bahwa, walaupun definisi Q menyebut “pada saat

resonansi”, Q semata-mata tergantung dari parameter rangkaian.

Faktor kualitas berbanding terbalik dengan rasio redaman Q = 1/2ζ.

Parameter lain adalah lebar pita resonansi yang didefinisikan

sebagai selang frekuensi dimana impedansi tidak berbeda jauh dari

nilai impedansi pada saat resonansi. Selang ini biasanya diambil

selang frekuensi yang memberikan nilai Z = R − jR dan Z = R + jR .

Jika batas frekuensi rendah dan tingginyanya adalah ω1 dan ω2 ,

maka

01 dan 01

atau 1

dan 1

2221

21

22

11

=−ω−ω=−ω+ω

=

ω−ω−=

ω−ω

RCLCRCLC

RC

LRC

L

Karena LC = 1/ω02

dan RC = 1/ω0Q , maka persamaan di atas

menjadi

011

dan 011

0

1

2

0

1

0

1

2

0

1 =−

ω

ω−

ω

ω=−

ω

ω+

ω

ω

QQ (2.6)

Masing-masing persamaan pada (2.6) mempunyai dua akar. Namun

hanya akar yang mempunyai arti fisis yang kita pakai, yaitu yang

bernilai positif. Dengan pengertian itu maka

Gb.2.1. Diagram fasor pada

saat resonansi.

sL jQLj VIV =ω= 0

Im

Re I sR VV =

s

C

jQ

Lj

V

IV

−=

ω−=

)/1( 0

Page 15: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-14 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

+

+ω=ω

+

+−ω=ω

12

1

2

1

dan 12

1

2

1

2

02

2

01

QQ

QQ

(2.7)

Lebar pita resonansi adalah

QBWres

012

ω=ω−ω= (2.8)

ω1 dan ω2 disebut frekuensi cut-off untuk resonansi. Perubahan

reaktansi dan impedansi terhadap frekuensi serta parameter-

parameter resonansi dijelas-kan pada Gb.2.2.

Gb.2.2. XL , XC, |Z|, ω resonansi, ω cut-off.

2.4.2. Resonansi Paralel

Admitansi rangkaian paralel RLC adalah

ω

−ω+=ω+ω

+=L

CjR

CjLjR

YRLC1111

paralel (2.9)

Bagian riil dari admitansi disebut konduktansi dan bagian

imajinernya kita sebut suseptansi. Suseptansi dari rangkaian paralel

RLC merupakan fungsi dari frekuensi. Seperti halnya reaktansi pada

rangkaian seri RLC, ada satu nilai frekuensi yang membuat

suseptansi pada (2.38) menjadi nol, yang kita sebut frekuaensi

resonansi, ω0.

R

ω1 ω0 ω2

0

2R

→ ω XC

XL

|Z|

|Z(ω)|

XL = ωL

XC = −1/ωC

→ ω

ω1 ω0 ω2

0

+R

−R

XL + XC

X(ω)

Page 16: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-15

LCLC

1 0

10 =ω=ω→=

ω

−ω (2.10)

Persamaan (2.10) ini sama dengan (2.4). Jadi frekuensi resonansi

rangkaian paralel RLC sama dengan rangkaian serinya.

Sesungguhnya admitansi rangkaian paralel dapat kita peroleh dari

impedansi ragkaian seri dengan penggantian :

LCCLGR ↔↔↔ ; ; Faktor kualitas :

CL

R

GLG

CQ

/

1

0

0 =ω

= (2.11)

Frekuensi cutoff:

+

+ω=ω

+

+−ω=ω

12

1

2

1

dan 12

1

2

1

2

02

2

01

QQ

QQ

(2.12)

Lebar pita resonansi adalah: Q

BWres0

12

ω=ω−ω= (2.13)

Frekuensi tengah : 210 ωω=ω (2.14)

Jika arus total dinyatakan dalam fasor Is , maka pada saat resonansi

masing-masing adalah :

sCsL jQjQ IIII =−= (2.15)

Page 17: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-16 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

Soal-Soal

1. Hitunglah tegangan keluaran vo pada rangkaian-rangkaian berikut

ini.

a).

b).

c).

d).

e).

f).

30Ω 4∠0oA

+

Vo −

30Ω j15Ω

+ −

50∠0oV

− j30Ω

30Ω

+ −

100∠0oV

+

Vo −

30Ω j15Ω

+ −

50∠0oV

− j30Ω

30Ω + −

100∠0oV

+

Vo −

30Ω j15Ω

+ −

50∠0oV

100Ω

−j100Ω

+ − 100∠0

oV −j50Ω

+

Vo

200Ω

0,2kΩ 0,3kΩ

2µF 2cos2000t

A

+

vo

0,5kΩ 0,25H

0.6kΩ 2µF

+ − 10cos1000t

V

0,6kΩ +

vo

Page 18: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-17

2. Hitunglah tegangan pada resistor 60 Ω pada rangkaian a) dan

tegangan pada resistor 100 Ω pada rangkaian b) berikut ini.

a)

b)

3. Carilah rangkaian ekivalen Thévenin di terminal A-B untuk

menentukan impedansi yang harus dipasang pada terminal ini

agar terjadi transfer daya maksimum dari sumber ke beban’.

a).

b).

4. Rangkaian di bawah ini adalah rangkaian T. Carilah hubungan

antara Vo dan Vin jika frekuensi operasi adalah 2400 Hz.

40Ω

0,5µF

+

Vo

40Ω +

Vin

20cos104t V

1µF + −

100Ω

A

B

100Ω

2cos104t A

20cos106t V

0,5µF

1mH + −

1kΩ

A

B

2cos1000t A

5µF + −

200sin2000t

V

100Ω 0,1H

+ − 50cos10t

V

30Ω 3H

+ − 50cos20t

V

60Ω

Page 19: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-18 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)

5. Tegangan di terminal masukan pada rangkaian berikut ini adalah

vs = Asinωt V. Tegangan keluaran dapat dinyatakan sebagai vo =

β sin(ωt + φ) V. Berapakah β dan φ jika ωRC = 1.

6. Tentukan nilai R pada rangkaian di bawah ini sehingga pada

frekuensi 1kHz terjadi perbedaan fasa 180o antara vo dan vs.

7. Tegangan di terminal masukan pada rangkaian berikut ini adalah

vs = Asinωt V. Bagaimanakah bentuk tegangan keluaran vo ?

Bagaimanakah jika ω = 0, ω → ∞, dan ω = 1/RC ?

Rangkaian Resonansi

8. Suatu rangkaian RLC seri dengan R = 10 Ω, L = 0,5 mH, dan C =

200 nF. Berapakah frekuensi resonansi rang-kaian ini ? Berapa

faktor kualitasnya ? Berapa lebar pita resonansinya ? Berapakah

nilai impedansi pada batas frekuensi (cutoff frequency) atas dan

bawahnya ? Berapa nilai ke-dua batas frekuensi tersebut ?

9. Pada suatu rangkaian RLC seri L = 0,5 mH, dan C = 200 nF.

Impedansi rangkaian ini pada batas frekuensi atasnya adalah Z =

20 + j20 Ω. Berapakah frekuensi resonansi rang-kaian ini ?

Berapa faktor kualitasnya ? Berapa lebar pita resonansinya ?

Berapa nilai ke-dua batas frekuensi tersebut ?

A

R

C +

vo

+

vs

C

R B

R/2

C +

vo

+

vs

C

2R

R

+

vo

+

vs

− R R

0,01µF 0,01µF 0,01µF

Page 20: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-19

10. Sebuah rangkaian resonansi seri RLC dirancang untuk

beresonansi pada 50 Mrad/s, dengan lebar pita resonansi 8

Mrad/s. Impedansi pada waktu resonansi adalah 24 Ω. Tentukan

faktor kualitasnya, nilai L dan C, batas frekuensi atas dan bawah.

11. Sebuah rangkaian resonansi paralel RLC beresonansi pada 100

krad/s dan lebar pita resonansinya 5 krad/s. Dalam keadaan

resonansi, impedansinya bernilai 8 kΩ. Tentukan L, C, faktor

kualitas, batas frekuensi atas dan bawah.

12. Sebuah kapasitor variabel diparalel dengan resistor 100 Ω.

Rangkaian paralel ini kemudian diserikan dengan induktor 10

mH. Dengan frekuensi 5000 rad/s, pada nilai kapasitor

berapakah impedansi rangkaian ini menjadi resistif ? Berapakah

impedansi tersebut ?

13 Sebuah resistor 50 Ω dihubungkan seri dengan induktor 10 mH.

Rangkaian seri ini diparalel dengan kapasitor 10 µF. Pada

frekuensi berapakah impedansi totalnya menjadi resistif.

Berapakah nilainya ?

14. Sebuah induktor 20 mH mempunyai resistansi internal 20 Ω.

Berapakah nilai kapasitor yang harus diserikan dengan induktor

tersebut agar terjadi resonansi pada frekuensi 10 krad/s ? Hitung

faktor kualitas rangkaian ini.

Page 21: Teorema Rangkaian Dan Metoda Analisis1

2-20 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (1)