Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II
-
Upload
eric-gibson -
Category
Documents
-
view
160 -
download
25
description
Transcript of Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II
1
TENTIR KULIT & JARINGAN PENUNJANG 2010
SUMATIF I - PART II
DISUSUN OLEH:
BENEDICTA MUTIARA SUWITA
CALVIN KURNIA MULYADI
DAVRINA RIANDA
EVAN REGAR
HERLIANI HALIM
OVILIANI WIJAYANTI
PENYEMBUHAN LUKA
Selamat datang di station Penyembuhan Luka! Station ini (insya Allah) tidak terlalu sulit
karena mengulang apa yang sudah kita pelajari di modul SelGen dulu. Di sini dirangkum
intisari proses penyembuhan luka dari slide dan kitab sakti Om Robbins. Selamat
menikmati!
Faktor-Faktor Penting dalam Penyembuhan Luka
Ini dia para „ksatria‟ yang berperan dalam penyembuhan luka!
1. Proliferasi Seluler
Poin-poin yang perlu kita ketahui antara lain:
a. Siklus pembelahan sel
b. Macam-macam sel yang berproliferasi
i. Sel jaringan yang rusak
ii. Sel endotel, untuk vaskularisasi
iii. Sel fibroblas, untuk deposisi matriks ekstrasel
iv. Sel epitel, untuk reepitelisasi
c. Kapasitas proliferasi sel
i. Sel labil: Senantiasa berproliferasi. Misal sel jaringan kulit, sumsum
tulang, sel darah merah, dan sel epitel saluran pencernaan.
ii. Sel stabil: Kapasitas proliferatif terbatas (kecuali sel liver), hanya
berproliferasi jika terjadi cidera. Misal sel liver, sel ginjal, sel
pancreas.
iii. Sel permanen: tTdak dapat berproliferasi atau proliferasi amat
sangat terbatas sehingga cidera pada jaringan ini pasti menimbulkan
scar. Misal sel saraf, sel otot rangka, dan sel otot jantung.
d. Sel punca, misal sel stratum basal, bulbus akar rambut, dsb.
e. Keseimbangan proliferasi dan apoptosis: dalam pemulihan jaringan yang
rusak, tentu terjadi reorganisasi dan remodeling jaringan yang melibatkan
bukan hanya pembangunan (proliferasi), tetapi juga penghancuran
(apoptosis). Tanpa keseimbangan ini, contohnya proliferasi terus-menerus
tanpa apoptosis, tentu jaringan yang terbentuk akan berlebih.
2
2. Faktor Pertumbuhan (growth factor/GF)
a. Peranan
i. Memicu divisi dan proliferasi sel
ii. Menyokong hidup sel
b. Macam GF: EGF, TGF-β, PDGF, FGF, IGF, IL-1, TNF, dan GF-GF lainnya.
3. Matriks Ekstraseluler
a. Bentuk
i. Matriks interstisial, disusun oleh fibril kolagen, elastin, proteoglikan,
hyaluronin.
ii. Membran basal, disusun oleh kolagen tipe IV, laminin, dan
proteoglikan.
b. Peranan
i. Menarik air dan mineral
ii. Tempat menempelnya sel
iii. Menyimpan GF
iv. Regulasi proliferasi, migrasi, dan diferensiasi sel penting untuk
regenerasi, apabila terjadi disfungsi matriks ekstraseluler maka akan
terbentuk scar.
Mekanisme Penyembuhan Luka: Regenerasi dan Scarring
A. Regenerasi
Regenerasi adalah penggantian sel-sel tua/rusak dengan sel-sel baru yang sama
dengan sebelumnya (sel epitel diganti sel epitel, sel liver diganti sel liver, dst).
Mekanisme ini terjadi terus-menerus pada sel labil dan terbatas pada sel stabil.
Pada jaringan kutan, mekanisme ini umumnya terjadi pada luka dangkal.
Syaratnya adalah jaringan yang tersisa di sekitar luka masih intak.
B. Scarring
Scarring adalah penggantian sel-sel rusak dengan jaringan ikat. Mekanisme ini
umumnya terjadi pada luka yang dalam, sehingga menimbulkan penampakan
seperti tambalan. Komponen yang berperan dalam scarring adalah sel inisial (misal
sel epitel pada jaringan kutan) dan sel punca (untuk membentuk matriks
ekstraseluler, pembuluh darah dst).
Tahapan proses scarring adalah sebagai berikut (mengacu pada Robbins, poin
yang digarisbawahi adalah komponen utam scarring menurut slide):
1. Pembentukan blood clot (koagulasi darah). Koagulasi darah ini bertujuan
menghentikan perdarahan dan menyediakan tempat bagi sel-sel yang
bermigrasi ke area luka, seperti neutrofil, fibroblas, sel endotel, dan sel epitel.
Migrasi ini diinisiasi oleh mediator yang dikeluarkan oleh basofil atau platelet
dan berlangsung dalam 24 jam pertama setelah terjadinya luka.
2. Pembentukan jaringan granulasi. Jaringan granulasi merupakan karakteristik
utama proses scarring yang terbentuk 3-5 hari setelah terjadinya luka. Pada
tahap ini terjadi proliferasi fibroblas dan angiogenesis. Angiogenesis
(pembentukan cabang pembuluh darah baru) akan menghasilkan pembuluh
darah yang belum stabil dan leaky. Hal inilah yang menyebabkan edema pada
area jaringan granulasi.
3. Deposisi kolagen. Fibroblas yang bermigrasi ke area luka akan berproliferasi
dan menyintesis kolagen. Kolagen yang terbentuk awalnya berkumpul di
pinggir luka, lalu bergerak menyeberangi luka dalam 3-5 hari setelah luka
terjadi. Proses ini dikontrol oleh faktor pertumbuhan, terutama TGF-β. Faktor-
faktor pertumbuhan ini dikeluarkan oleh sel-sel jaringan granulasi, khususnya
makrofag. Serat kolagen yang awalnya mendominasi adalah kolagen tipe III,
kemudian digantikan oleh kolagen tipe I.
4. Reepitelisasi. Awalnya sel-sel epitel berkumpul di pinggir luka, kemudian
dalam 24-48 jam mulai bergerak ke tengah untuk menutupi luka. Proses ini
dikontrol oleh FGF-7 dan IL-6 yang dikeluarkan makrofag dan berfungsi
menginduksi keratinisasi. Pada 3-5 hari setelah terjadinya luka, penebalan
epitel telah terlihat dengan jelas.
5. Pembentukan jaringan parut (scarring). Pada proses ini terjadi transisi dari
jaringan granulasi ke jaringan parut, ditandai meningkatnya akumulasi
kolagen dan berkurangnya vaskularisasi. Hasilnya adalah jaringan parut
berwarna pucat, avaskuler, dan didominasi matriks ekstraseluler seperti
fibroblas berbentuk spina, serat kolagen, dan elastin. Jaringan parut ini
ditutupi oleh epidermis secara sempurna tetapi kehilangan apendiks kulitnya
3
(kelenjar, folikel rambut dsb). Proses ini terjadi 1-2 minggu setelah terjadinya
luka.
6. Kontraksi luka. Proses ini terutama penting pada penyembuhan luka sekunder
(luka dengan area luas). Proses ini diperankan oleh myofibroblas dan
bertujuan mengurangi luas area luka agar proses penyembuhan lebih cepat
dan sempurna.
7. Penataan ulang jaringan ikat (remodeling). Proses ini meliputi pengaturan
sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler. Sintesis diatur oleh faktor-faktor
pertumbuhan, sedangkan degradasi dilakukan oleh metalloproteinase (MMP)
yang disintesis oleh faktor-faktor pertumbuhan tersebut.
8. Pemulihan kekuatan. Proses ini bergantung pada deposisi kolagen tipe I. Pada
luka pascaoperasi, kekuatan luka saat jahitan dibuka adalah 10%. Pemulihan
kekuatan akan berlangsung cepat dalam 4 minggu pertama, melambat pada
bulan ketiga, dan berangsur konstan sampai bulan ke 9-12. Kekuatan akhir
yang akan dicapai kurang lebih 70-80% dari kekuatan jaringan kutan sehat.
Klasifikasi Luka, Penutupan Luka, dan Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan
Luka
1. Klasifikasi luka
a. Luka bersih: luka insisi pascaoperasi
b. Luka bersih/terkontaminasi: luka tidak terinfeksi, tidak terjadi inflamasi,
terjadi gangguan pada sistem respirasi, gastrointestinal, genital, dan/atau
urinaria.
c. Luka terkontaminasi: luka terbuka/traumatik/ pascabedah akibat peralatan
atau proses yang tidak steril, menunjukkan tanda-tanda inflamasi
d. Luka terinfeksi: luka traumatik lama yang berisi jaringan nekrotik dan tanda
klinis nyata, misal purulen.
2. Klasifikasi penutupan luka
a. Primary intention: area luka sempit, seluruh lapisan dermal menyatu kembali,
memungkinkan regenerasi epitel dengan scarring minimal.
b. Second intention: area luka luas, lapisan bagian dalam tertutup tetapi lapisan
superfisial terbuka untuk waktu lebih lama, terbentuk scar (fibrosis lebih
dominan dibandingkan regenerasi epitel). Inflamasi, jaringan granulasi, dan
kontraksi luka lebih intens. Biasa terjadi karena infeksi, trauma hebat, luka
bakar, ulkus, infark, atau hilangnya jaringan tertentu.
c. Tertiary intention: penutupan primer yang tertunda.
3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
a. Faktor sistemik
i. Nutrisi, misal defisiensi protein, defisiensi vitamin C, dsb.
ii. Penyakit yang diderita, misaL DM, penyakit vaskuler, dsb.
iii. Hormon, misal glukokortikoid.
b. Faktor lokal
i. Infeksi
ii. Faktor mekanis
iii. Benda asing
iv. Tipe, ukuran, dan lokasi luka
4. Faktor yang menyebabkan penyembuhan tidak sempurna
a. Faktor ekstrinsik
b. Tipe jaringan yang rusak
c. Kesalahan proses scarring
i. Kesalahan pembentukan jaringan parut, misal ruptur luka,
ulserasi.
ii. Deposisi kolagen berlebih (fibrosis), misal luka hipertrofik
(penumpukan kolagen dalam batas area luka), keloid (penumpukan
kolagen melebihi batas area luka), proud flesh (jaringan granulasi
persisten).
iii. Kontraktur, merupakan akibat kontraksi luka berlebihan.
5. Faktor risiko infeksi luka pascaoperasi (jangan terlalu dipusingkan, tampaknya ini
hanya tambahan)
a. Faktor pasien
i. Usia >60 tahun
ii. Jenis kelamin wanita
iii. Obesitas
4
iv. Penyakit yang diderita (gagal jantung kongesti, DM, gangguan liver,
ginjal, dsb)
v. Imunosupresi
vi. Status fisik
vii. Perawatan sebelum dan setelah operasi
b. Faktor pembedahan
i. Prosedur operasi
ii. Situs pembedahan
iii. Riwayat bedah sebelumnya
iv. Antibiotik
v. Transplantasi/pemasangan alat bantu
vi. Hipotensi, hipotermia, dehidrasi, hipoksia
vii. Teknik steril (asepsis dan antisepsis)
c. Faktor luka
i. Derajat trauma
ii. Kehilangan darah, hematom
iii. Klasifikasi luka
iv. Kontaminasi bakteri
v. Adanya darah/cairan tubuh
vi. Iskemi
---oOo---
Selesailah materi Penyembuhan Luka kita kali ini! Semoga membantu memperdalam ilmu
dan memperluas wawasan kita. Semangat terus di station-station selanjutnya! (Ovi)
MORFOLOGI KELAINAN KULIT
Yakk..dalam 1 jam ke depan, bersama dengan saia, Anda akan membahas bermacam-
macam istilah yang sering digunakan dalam bidang dermatovenereologi untuk
menegakkan status dermatologi pasien. CEKIDOT !
NB: Untuk tuntunan umum (berhubung kuliahnya waktu itu cepat), bisa digunakan Buku
Ajar Ilmu Kulit dan Kelamin FKUI pada bab yang berjudul Morfologi dan Cara Membuat
Diagnosis.
Status dermatologi digunakan untuk menghindari ambiguitas dan sekaligus penerapan
bahasa universal dalam bidang dermatologi sehingga semua pihak yang menangani pasien
yang sama dapat memiliki persepsi yang sama pula. Status dermatologi pasien yang akan
ditegakkan meliputi beberapa aspek sebagai berikut :
1. Lokasi daerah mana yang terdapat kelainan. Lokasi harus ditentukan sespesifik
mungkin (*kata dokternya). Misalnya, lokasi kelainan pada 1/3 proksimal paha kanan
pada permukaan ekstensor.
2. Tipe lesi
3. Jumlah
4. Warna
5. Ukuran
6. Batas
7. Bentuk dan tataan dari lesi
8. Distribusi
1. TIPE LESI
Lesi dapat dibagi dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan melihat tinggi
permukaan yang dibentuk oleh lesi tersebut.
- Lesi datar seperti namanya, berarti permukaan lesi tersebut sama rata
dengan kulit normal di sekitarnya. Lesi datar ini meliputi :
o Makula, Infark, Sklerosis, dan Telangiektasia
- Lesi naik berada di atas permukaan kulit normal di sekitarnya, meliputi :
Akan dijelaskan di bawah (agak
memper2 sih definisinya kalo kita
tidak melihat secara langsung
konten apa yang dimaksud dalam
point2 tersebut)... nah,mari kita
mulai acaranya...
5
o Papul, Plak, Nodul/Nodulus, Kaligata/Wheal/Urtika, Vesikel/Bula, Pustul,
Kista Abses, Sisik, dan Likenifikasi
- Lesi turun berada di bawah permukaan kulit normal sekitarnya, meliputi :
o Atrofi, Sklerosis, Erosi, Ekskoriasi, Ulkus, Sinus, Gangren
Lesi juga dapat dibagi berdasarkan urutan kejadiannya. Dari buku merah, pembagian ini
dilakukan menurut Prakken (1966), yaitu sebagai berikut :
- Lesi primer lesi ini merupakan yang pertama terjadi tanpa adanya intervensi
dari luar. Misalnya makula, papul, plak, urtika, nodul/nodulus, vesikel/bula, pustul.
- Lesi sekunder merupakan lesi primer yang telah berubah akibat keadaan dari
luar, misalnya garukan, obat, dan bahan-bahan kimia. Perubahan ini menyebabkan
lesi tampak menjadi tidak biasa lagi. Golongan lesi ini mencakup skuama (sangat
jarang timbul), krusta, erosi, ulkus, likenifikasi, abses, dan sebagainya.
Satu persatu dari macam-macam lesi ini akan kita bahan, disertai skema dan tampakan
morfologinya masing-masing. Mungkin dalam tentir ini tidak akan dicantumkan secara
lengkap semua gambar karena menghabiskan tinta, jadi sebaiknya Anda merujuk ke
slide juga yahh, sekaligus recheck..
Lesi Primer
1. Makula
Makula adalah lesi datar dan berbentuk lingkaran (sirkumskrip) yang berbeda dari
kulit normal sekitarnya semata-mata karena perubahan pigmentasi (warna). Biasanya
makula memiliki bentuk dan ukuran yang bermacam-macam, namun secara
universal, diterima bahwa makula itu berbatas tegas. Makula dapat terjadi karena:
- hiperpigmentasi (menjadi lebih gelap) atau hipopigmentasi (lebih terang)
(Gambar A)
- abnormalitas vaskular (karena warna kulit tidak hanya ditentukan oleh melanosit
saja, melainkan juga vaskularisasi serta ketebalan kulit) (Gambar B)
- eritema (akibat dilatasi kapiler) (Gambar C)
- purpura (ekstravasasi sel darah merah) (Gambar D)
2. Papul
Papul merupakan lesi kecil, padat, dan terelevasi. Biasanya ukuran papul lebih kecil
dari ½ cm (diameter). Penyinaran oblik dengan menggunakan senter dalam ruang
yang gelap terkadang diperlukan untuk menilai apakah terdapat elevasi yang ringan
sebelum mendiagnosis. Dapat terjadi perubahan pada epidermis (Gambar C) dan
dermis (Gambar A dan B)
3. Nodul
Merupakan lesi padat, berbentuk lingkaran atau elips,
yang dapat dinilai dengan palpasi. Selain dari
diameternya, kedalaman luka atau rabaan substansif
membedakan nodul dari papul. Contoh di bawah ini
berasal dari nodul karsinoma sel basal.
4. Plak
Merupakan elevasi massa padat yang menduduki daerah
yang cukup luas. Karakteristiknya dari plak adalah
lebarnya yang melebihi tingginya. Plak juga dapat
terbentuk dari papul-papul yang berkonfluensi
(bergabung).
6
5. Wheals/Urtika
Merupakan edema yang berbentuk lingkaran dan beratap datar yang secara
karakteristik timbul mendadak dan dapat menghilang dalam hitungan jam.
6. Vesikel dan Bula
Vesikel adalah lesi berbentuk lingkaran, terelevasi,
berisi cairan serum, beratap, dan diameternya
kurang dari ½ cm, serta memiliki dasar. Apabila
berisi darah maka disebut vesikel hemoragik,
sedangkan apabila berisi nanah maka disebut
sebagai pustul. Berbeda dalam diameternya, bula
merupakan vesikel yang berdiameter lebih dari ½ cm. Sama dengan vesikel, bula
dapat bersifat hemoragik, purulen (berisi nanah atau pus), dan hipopion (lihat
penjelasan di bagian pustul). Baik vesikel maupun bula, dindingnya tranlusen
(tranparan) sehingga cairan yang terdapat di dalamnya (baik serum, darah, pus,
limfem dan cairan ekstraseluler lainnya) dapat terlihat dari luar.
7. Pustul
Lesi melingkar dan terelevasi yang berisi eksudat purulen (pus). Pus dapat berwarna
putih, kuning atau hijau, mengandung debris seluler, bakteri atau bahkan steril (tidak
terdapat bakteri)
8. Telangiektasia
Merupakan dilatasi permanen
dari pembuluh kapiler yang
dapat menghilang atau tidak
dengan tekanan.
Gambar kedua merupakan ilustrasi dari penerapan tes diaskopi. Tes ini dilakukan
dengan memberikan penekanan ringan sampai keras pada daerah yang mengalami
telangiektasia. Diaskopi dikatakan positif (+) apabila eritema menghilang dan negatif
(-) apabila tidak. Purpura, salah satu contoh lesi eritema yang tidak menghilang
dengan penerapan diaskopi, merupakan perdarahan yang terjadi di kulit. Berlawanan
dengan itu, eritema akibat vasodilatasi kapiler non-permanen akan memberikan
diaskopi positif.
Lesi Sekunder
1. Likenifikasi
Kelainan yang merupakan
akibat dari proliferasi
keratinosit dan stratum
korneum yang berkombinasi
dengan perubahan pada
kolagen di lapisan dermis
sehingga daerah yang mengalami kelainan ini terlihat seperti plak yang menebal dan
meluas disertai garis-garis kulit (relief) yang lebih jelas.
2. Abses
Merupakan akumulasi purulen (pus) di bagian
dermis dalam atau lapisan subkutan. Oleh sebab
itu, pus tidak terlihat pada permukaan kulit (seperti
pada pustul). Gejala yang tampak adalah kemerahan,
panas, dan tender (tuh artinya “lembut” sih klo dicek
di kamus, namun di slide menyimpulkan kalo
semuanya ini merupakan tanda-tanda inflamasi).
3. Kista (cyst)
Merupakan kantung berdinding yang berisi cairan
atau materi semipadat (dapat berupa cairan, sel,
atau produk sel). Karakteristik yang dapat
ditemukan secara klinis ialah mobile atau dapat
bergerak-gerak, maksudnya isi kantung tersebut
7
seakan-akan dapat bergeser sedikit di bawah dinding kulit yang melapisinya. Berikut
gambar kista epidermoid.
4. Krusta
Krusta terbentuk dari deposit yang memadat,
misalnya serum, darah, atau eksudat purulen
yang mengering di permukaan kulit atau lesi.
Bisa berasal dari vesikel atau bula yang
pecah. Warna dari krusta bergantung dari asal
cairan yang mengering, jika warnanya kuning
muda maka berasal dari serum, kuning kehijauan
maka berasal dari pus, sedangkan kehitaman
berarti dari darah. Krusta yang terbentuk dapat
tipis, halus dan gembur, ataupun tebal dan
melekat.
5. Scale (Skuama)
Merupakan pelepasan abnormal atau akumulasi dari stratum korneum yang
terlihat dengan jelas seperti serpihan-serpihan. Skuama biasanya berasosiasi dengan
kulit bersisik (scaly).
Gambar kedua merupakan contoh skuama yang berbentuk seperti psoriasis (tebal-
tebal). Mungkin yang lebih familiar dengan kita adalah skuama eksofoliatif
(berbentuk lapisan) seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Selain dari bentuk eksofoliatif dan psoriasis, skuama juga dapat berbentuk seperti sisik
ikan (icthyosiformis) atau berlapis-lapis (lamellar).
6. Scar (Jaringan parut)
Terjadi ketika luka atau ulkus telah ada sebelumnya dan terjadi proses
penyembuhan dari area yang terkena lesi ini. Scar dapat bersifat atrofi maupun
hipertrofi.
Gambar A pada skema lapisan kulit di atas menunjukkan scar yang bersifat hipertrofi,
sedangkan yang mencekung berarti atrofi.
7. Keloid
Jaringan parut hipertrofi yang berkembang secara
patologis akan bertumbuh melebihi batas dari luka dan
cenderung untuk menjadi lebih besar. Inilah yang disebut
sebagai keloid. Gambar di bawah ini menunjukkan jaringan
parut yang telah melebih batas luka yang berbentuk garis
memanjang horizontal.
8. Atrofi
Merupakan tampakan kulit
yang menurun/mencekung
atau penipisan kulit. Dapat
terjadi hanya sebatas
epidermis atau dermis atau
dapat pula terjadi pada kedua
lapisan secara bersamaan.
Gambar kedua menyajikan
8
penampakan stretch mark yang terjadi akibat
pertambahan tinggi badan, di mana sifatnya horizontal
sesuai dengan arah pertambahan ukuran.
9. Erosi
Erosi merupakan lesi menurun yang berbentuk lingkaran
dan lembab. Lesi ini berasal dari hilangnya sebagian atau
keseluruhan epidermis. Apabila vesikel atau bula telah
pecah, area yang tidak tertutupi (nude) yang menjadi
dasar dari vesikel/bula tersebut juga dikatakan erosi.
10. Ekskoriasi
Hampir sama dengan erosi, ekskoriasi terjadi karena
kehilangan lapisan kulit yang berlanjut sampai dengan
papila dermal. Ekskoriasi dapat linier ataupun belang-
belang. Berbeda dengan erosi, ekskoriasi disertai
dengan darah atau keluarnya serum.
11. Ulkus
Ulkus merupakan bentuk kehilangan lapisan kulit yang
lebih parah, yaitu mencapai lapisan dermis atau lebih
dalam (subkutan), biasanya dihasilkan oleh proses
pelepasan dari jaringan nekrotik inflamasi. Ulkus telah
memiliki dinding/batas, dasar, dan memiliki isi.
12. Fisura
Fisura merupakan pembelahan karena proses
perenggangan dari jaringan sekitarnya, biasanya terjadi
pada daerah yang terlipat dalam. Seringkali dikenal
dengan nama rhagades yang merupakan bagian dari
bentuk ulkus linier juga, yaitu belahan kulit yang terjadi
pada sendi dan batas kulit dengan selaput lendir.
13. Anetoderma
Kehilangan elastisitas kulit atau atrofi tanpa adanya
perubahan yang signifikans dari bagian-bagian kulit
tersebut.
Pada anetoderma, seperti yang ditunjukkan oleh
gambar di samping, maka bagian kulit yang ditekan
oleh jari-jari akan terlihat seakan-akan berlubang, contohnya striae gravidarum.
14. Sklerosis
Merujuk kepada kulit yang mengeras, dapat
berbentuk lingkaran atau difus. Sklerosis ini
akan lebih mudah dideteksi dengan palpasi.
15. Verukus
Permukaan yang berkutil atau bertonjol-tonjol. (wah,sepertinya di slidenya sangat
singkat)..T.T..
2. WARNA LESI
Lesi yang ada dapat berwarna kemerahan (eritema noun, eritematosa adj.),
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, dan lain-lain, misalnya berwarna kuning atau
coklat. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Hipopigmentasi, warna nya lebih muda dibandingkan dengan warna kulit di
sekitar lesi. (Contoh, tinea versikolor (Panu), kusta, pitiriasis alba)
Depigmentasi, kehilangan warna secara total (tak ada warna). (Contoh, vitiligo,
skleroderma, dan morfea)
Hiperpigmentasi, warna nya lebih gelap dibandingkan dengan kulit normal
sekitar nya, berhubungan dengan peningkatan melanin. (contoh melasma,
lentigen, cafe au lait (mirip tanda lahir))
Eritema, kemerahan karna dilatasi banyak pembuluh darah, akan memucat bila
ditekan (contoh eritroderma)
9
Kuning, warna yang disebabkan karena adanya lemak (Contoh xanthoma,
steatosistoma kompleks)
3. UKURAN
Ukurang lesi dapat beranekaragam. Sebagai kesepakatan, telah ditetapkan patokan
yang diistilahkan sebagai berikut :
- Miliar sebesar kepala jarum pentul tanpa bola yang biasanya melekat.
- Lentikular sebesar biji jagung
- Numular sebesar uang koin Rp500,-
- Plakat sebesar telapak tangan (pokoknya lebih besar dari numular)
- Ukuran baku misalnya dengan cm atau mm, biasanya ukuran seperti ini penting
diterapkan untuk luka-luka tertentu yang ingin diketahui perkembangannya,
apakah bertambah besar atau bertambah kecil.
- Dengan perbandingan ukuran benda-benda yang diketahui secara
universal, misalnya telur ayam, peanut, koin, dan sebagainya.
4. BENTUK DAN TATAAN
Bentuk dan tataan juga perlu diidentifikasi untuk memperjelas dan membantu
diagnosis. Bentuk dan tataan meliputi :
- Linier seperti garis
- Annular atau sirsinar melingkar
- Arkuata setengah lingkaran
- Nummular berbentuk seperti koin
- Discoid seperti cakram
- Arciform/arsinar berbentuk bulan sabit
- Polisiklik seperti lingkaran yang bersambung-sambung
- Berkelompok
- Irisformis disebut juga lesi target, seperti tempat sasaran anak panah
- Herpetiformis seperti herpes vesikel kecil-kecil yang berkelompok di atas
dasar eritematosa
- Serpiginosa seperti ular, dapat ditemukan pada infeksi cacing yang berjalan-
jalan di bawah kulit karakteristik lesi yaitu menimbulkan bekas luka yang baru
dan meninggalkan bekas luka yang menyembuh di belakangnya
- Korimbiformis konfigurasi Hen and Chicken seperti induk ayam dikelilingi
oleh anak-anaknya
- Retikularis seperti jaring.
- Zosteriformis seperti herpes zoster yang hanya melibatkan satu bagian
dermatom saja (bentuk persarafan kulit) secara unilateral dan dibatasi dengan
tegas pada sumbu vertikal tubuh
Bentuk lesi dapat berupa lingkaran, oval, tidak teratur (irreguler), atau
berpedunkulus (memiliki tangkai).
5. BATAS
Batas luka dapat tegas/sirkumskripta (dapat dengan yakin digambarkan batasnya pada
permukaan kulit oleh pemeriksa) atau tidak tegas/difus. Apabila setengah-setengah
(sisi yang satu tegas sedangkan yang lainnya tidak) maka disebutkan sebagai setengah
tegas. Ada pula bentuk luka yang tepinya bersifat aktif berkembang, di mana tepi luka
senantiasa melebar, seringkali berhubungan dengan infeksi jamur yang meluas.
6. DISTRIBUSI LESI
Dapat bersifat :
- Terlokalisasi berada dalam satu daerah tertentu, misalnya lengan atas dan
bawah, di mana lesi tersebut bersambungan satu dengan yang lain.
- Regional apabila hanya terletak pada satu regio saja, misalnya lengan bawah
saja (termasuk terlokalisasi juga).
- Bilateral bila kedua bagian tubuh terkena di pisahkan oleh sebuah sumbu
simetri vertikal
10
- Unilateral hanya satu bagian tubuh (bila tubuh dibagi berdasarkan sumbu
simetri vertikal)
- Generalisata sekitar 70-80% tubuh terkena
- Universal hampir seluruh tubuh terkena (lebih dari generalisata)
- Simetris bilateral dan berkembang secara selaras pada kedua sisi. Lawannya
adalah asimetris (semua tau lah ya..)
- Diskret berjauh-jauhan. (Calvin)
DERMATITIS
Dermatitis = eczema (ekzem) = inflamasi kulit non-infeksi dengan gatal sebagai gejala
utama, bisa kambuh kembali/ menjadi kronik.
Dermatitis ini harus dibedain sama infeksi jamur ya, soalnya mirip banget sama2 gatel,
merah, dkk. Bedainnya: kalo jamur lesinya punya tepi aktif (jadi pinggirannya itu keliatan
lebih merah/ tegas, di slide ada gambarnya, di slide dr. Eddy Karta jg ada). Kalo mau lebih
pasti ambil kulitnya dikit (epidermisnya aja), liat di bawah mikroskop, kalo ada hifa nya
berarti jamur. Knp harus dibedain? Krn pengobatannya beda, salah2 malah jadi tambah
parah. Kalo itu dermatitis: kan inflamasi, jd kasih obat yg menekan inflamasi: golongan
kortikosteroid misalny glukokortikoid (“obat dewa” mnurut alm dr. Rino P di sel gen krn
memblokir inflamasi dari jalur paling atas). Tapi,, menekan inflamasi itu artinya menekan
reaksi imun, jadiii kalo ternyata itu infeksi (jamur),, yo tambah parah deh, gatel makin
menggila.
Jadi, knp bisa sampai ada dermatitis? Pastinya krn ada inflamasi, n yg berperan di sini
adalah limfosit T helper . Jika ada stimulus, T helper 1&2 akan melepas mediator inflmasi
(sitokin,kemokin, growth factor lalala itu) & terjadilah proses inflamasi,, inflamasi itu lho yg
ada vasodilatasi, edema, akumulasi sel radang lalala yg sering banget muncul di PA.
Cuma sekedar inflamasi doank? Ya ga lah, mana ada cerita dermatitis segampang itw,, Jadi
perjalanannya pasti pertamanya dari akut (ada inflamasi) trus bisa jalan2 ke: Akut →
Kronik→ Sub akut
Contohnya gatel2 karena hal-hal tertentu kaya org alergi logam make jam tangan logam
jadi gatel n digaruk-garuk,, lama2 kulit jadi tebal (likenifikasi),, ya udah adem ayem untuk
sementara,, tapi, kalo di tempat yg sama ditambah lagi stimulusnya,, misalnya sekarang
make jamnya dikencengin 1 lubang lbh kecil, terjadi inflamasi (akut) di atas yg sudah
terbentuk likenifikasi (kronik), maka namanya akut kayanya ga cocok, kronik jg bukan,
jadilah sub akut namanya
Bisa jg arahnya Akut → Sub akut→ Kronik
Yg ini misalnya inflamasi jadi bengkak, ada vesikel (akut), trus bengkaknya ilang, sisa papul
namanya jadi sub akut,, kemudian kalau digaruk2 n diapa2in jadi kulitnya menebal
(likenifikasi) namanya kronik. Intinya sodara2: ciri2 akut adalah edema, jadi kalo edema n
ada vesikel namanya akut, kalo edema udah ga ada tp vesikel masih ada namanya udah
subakut. Tp, kalo edemanya terjadi di atas likenifikasi, jd di atas tempat yg udah kronik,
namanya subakut, kaya kasus yg pertama.
Supaya lebih kenalan sama yg kronik n subakut, jadi kronik itu penampilannya ada
likenifikasi dan sisik atau skuama. Kalau subakut itu bisa macam2 yg munculnya barengan
(polimorfik), ada eritema, skuama, vesikel, papula, likenifikasi, hiperpigmentasi.
Biarpun mirip-mirip, kaya jamur yang tadi, dermatitis itu harus dibedain dari herpes zoster
(lesi di 1 dermatom), varicella (bintik berair biasanya merata di seluruh badan),
wheal/urtikaria/kaligata (definisi di slide dr. Eddy Karta).
Dermatitis itu ada macem2 juga, yg paling populer n byk fansnya itw jenis2 dermatitis yg
diklasifikasi sama pak JL Burton: dibagi jadi dermatitis karena sebab eksogen dan
endogen. Yg eksogen itw penyebabnya dari luar, misalnya makanan, logam dll. kl yg
endogen dari dalam, detailnya bisa dilihat di tabel bawah:
Eczema Eksogen Eczema Endogen
Dermatitis kontak (iritan & alergi) Dermatitis atopik
Dermatitis fotokontak Dermatitis seboroik
Dermatitis numularis
Dermatitis stasis
Dermatitis hand & foot
Dermatitis dry skin
11
Yup, sekarang dibahas satu2,,,
Dermatitis Atopik
Yg ini kronik, bisa kambuh2 (relapse), dengan pruritus (gatal2) dan kulit kering. Fasenya
ada 3 nih: bayi (infantile), anak2 & dewasa. Biar jumlahnya pas 3 gini jgn diidentikkan kaya
fase bayi itw akut, anak2 itw subakut, dewasa itw kronik. Memang sih bisa muncul pas
bayi, trus slama masa anak2 hilang-timbul jadi subakut, trus seiring pendewasaan makin
mawas diri misalnya mandi ga boleh tlalu heboh, jd yang tinggal cm hiperpigmentasi n
penebalan kulitnya (kronik). Tapii,, yg sebenarnya adl: kemunculan pertama bisa terjadi di
mana saja, misalnya pas bayi n anak2 beres, tp pas remaja mulai nyoba2 kaya iklan nyuci
muka digosok2 kenceng biar bersih ato pake sikat wc skalian (lebai),, jadilah muncul
dermatitis. Jadiii, kalo muncul pas remaja/dewasa kaya gitu, ya fase akutnya pas masa
dewasa.
Nah, dermatitis atopik ini sangat rumit/kompleks faktor penyebabnya, ada 4 yg semuanya
harus ada: genetik, lingkungan, imunologi & skin barrier disfunction. Kalo ada genetik, tapi
orgnya terlindung dari faktor2 lingkungan yg memicu dermatitisnya, ya dermatitisnya ga
keluar. Ato ada faktor pemicu dari lingkungan, tapi kulitnya lagi oke, tebal dan berfungsi
sebagai barrier yang baik, ya dermatitisnya ga keluar juga.
Dermatitis Kontak
Sesuai namanya, terjadi kalau kulit bersentuhan dengan zat tertentu. Dibagi jadi 2 macem,
alergi dan iritan. Kalo alergi, itw karena reaksi hipersensitivitas tipe delayed hipersensitivity
(detail di kuliah dr. Nurjati Siregar). Kalo iritan, karena terekspos terhadap zat kimia atau
detergen yg iritan di saat barrier kulit lagi ga oke. Nah, deritanya karena org dgn bakat
atopi kulitnya biasanya tipis, maka org2 tsb mudah terkena dermatitis kontak iritan.
Beda dermatitis kontak alergi & iritan ada lagi lho,, kalau alergi itw,, karena melibatkan
antigen & antibodi, maka butuh waktu supaya antibodinya terkumpul cukup banyak sampai
bisa menimbulkan reaksi terhadap antigen, yaitu 2 minggu setelah terekspos pertama kali
oleh alergen. Beda lainnya kalo iritan itw pola dermatitisnya bener2 pas kaya pola benda yg
kontak sama kulit, misalnya karena pake sepatu ya lesi merah2nya jelas batasnya cm di
bagian yg pake sepatu,, kl kalo alergi polanya bisa lebih nyebar. Bahan2 bwt nimbulin alergi
cm perlu konsentrasi rendah, misalnya aja minyak wangi atau cat rambut yg cm dikit aja
bisa bikin dermatitis,, kalo iritan perlu konsentrasi bahan iritan yg relatif tinggi. Secara
ringkas bedanya ada di tabel:
Alergi Iritan
Contoh Nikel, parfum, cat rambut Air, sabun
Jumlah/ number of compounds
Lebih sedikit Banyak
Distribusi reaksi Dapat menyebar melebihi
area kontak Terlokalisasi
Perjalanan waktu Sensitisasi butuh 2 minggu, gejala hilang dlm 24-72 jam
Segera hingga lambat (munculnya)
Imunologi Delayed type hypersensitivity Rusaknya barrier kulit
Dermatitis Fotokontak Fototoksik
Sesuai namanya, penyebabnya karena terekspos sinar matahari. Knp bisa lebai begitu kena
matahari aja jadi dermatitis? Karena sebelumnya org tsb sudah terkena zat kimia tertentu
yg singkatnya bikin sensitivtas terhadap matahari jadi naik. Alhasil kulit yg kena matahari
jadi bengkak, merah, bisa gatal/tidak gatal. Ada cukup banyak zatnya, tapi yang diberi
contoh oleh dr. Tjut Nurul Alam saat kuliah itu obat griseofulvin (antijamur). Kalau
berminat tahu ada zat-zat lain:
Phenothiazines, such as chlorpromazine (which can be used in the treatment of
psychoses such as schizophrenia or bipolar disorder) and promethazine (which is an
antihistamine with sedative effects).
Amiodarone, which is a drug used in the treatment of an irregular heart rhythm.
Thiazide, which is another drug used to treat high blood pressure.
Tetracyclines, sulphonamides, quinolones (which drugs used in infections), and
griseofulvin (an anti-fungal drug).
NSAIDs, which are a type of painkiller, such as ibuprofen
Sulphonylureas, such as tolbutamide, which are used in the management of type 2
diabetes mellitus. (sumber: http://www.medic8.com/healthguide/allergies/photosensitivity
/phototoxic-reactions.html )
12
Dermatitis Numular
Ciri khasnya lesi kemerahan bentuk bulat-bulat atau oval seperti uang koin (gambar di
slide), bisa muncul di mana saja, berkaitan dengan kulit yg kering. Dewasa ini dianggap
sebagai dermatitis atopik yg muncul saat dewasa (adult-onset), biasanya muncul di
ekstremitas. Inget bedain sama infeksi jamur ya,,
Dermatitis Seboroik
Sisik yg berminyak, kekuningan seperti ketombe pada kulit kepala dan daerah yang
terdapat rambut seperti kepala, leher, dada bagian atas
Dermatitis Stasis
Banyak terjadi pada pengidap varises, biasanya di kaki bawah atau pergelangan kaki. Ciri-
cirinya ada edema, hiperpigmentasi.
Neurodermatitis (likenifikasi)
Awal lesi dari iritan mekanik. Kemudian gatal jadi digaruk-garuk, akhirnya terjadi penebalan
epidermis dan dermis (gambar di slide). Jadi mekanismenya spt lingkaran setan lah: lesi di
kulit – gatal2 – digaruk-garuk jd tergores (scratch) – goresanny jadi lesi lagi deh. (Dita)
FLORA NORMAL KULIT
A. MIKROORGANISME PADA KULIT
Kulit dan membran mukosa, yang merupakan barrier dari mikroorganisme, adalah
lingkungan tempat terjadinya interaksi mikroorganisme dengan tubuh manusia. Interaksi
yang terjadi dapat berupa simbiosis yang berarti hidup bersama (pelaku simbiosis:
symbionts). Jenis simbiosisnya adalah:
Mutualisme : saling menguntungkan, misalnya E. coli yang mensintesis vit K pada
usus halus, serta usus besar menyediakan nutrisi untuk kelangsungan hidup E. coli.
Komensalisme : satu untung, satu tidak dirugikan, misalnya mikroorganisme sebagai
flora normal mendiami tempat-tempat seperti mata, telinga, dan genitalia eksterna.
Bakteri ini hidup pada hasil sekresi dan sel-sel yang mudah terkelupas. Bakteri
mendapatkan keuntungan dari tempat yang mereka diami, sedangkan inang (tubuh
manusia) tidak mendapat kerugian/keuntungan apa-apa.
Parasitisme : satu untung, satu rugi, misalnya patogen pada manusia yang menjadi
parasit dan dapat menyebabkan penyakit (semua patogen adalah parasit).
B. GAMBARAN UMUM FLORA NORMAL
Flora normal dikatakan normal karena keberadaannya memang ada di tubuh seseorang
yang sehat. Kata ”flora” digunakan untuk mewakili bakteri yang merupakan organisme
terbanyak. Perbandingan jumlah sel di tubuh dengan bakteri adalah 1012 dengan 1014.
Normal flora disebut juga “indigenous flora” atau flora alami. Flora ini dikatakan tidak
normal jika berada pada tempat yang tidak seharusnya seperti otak, jantung, otot, dan
tulang, karena dapat menyebabkan penyakit.
Jenis flora normal:
Resident flora mendiami tempat untuk waktu yang lama.
Transient flora mendiami tempat hanya “sementara.”
Flora normal pada kulit adalah Stap. epidermidis, Staph. Aureus, Diphtheroids, Streptococci,
P. aeruginosa, Anaerobes, Candida torulopsis, Pityrosporum.
Dampak adanya flora normal:
Menutupi tempat perlekatan mikroorganisme yang buruk bagi tubuh
Mengonsumsi nutrisi yang tersedia
Memproduksi racun untuk mikroorganisme yang lain
C. INFEKSI MIKROORGANISME
Jika keseimbangan jumlah antara flora normal dengan patogen terganggu,
dapat terjadi infeksi. Misalnya pada vagina wanita. Flora normal yang ada menjaga pH
vagina pada 3.4 – 4.5. Adanya flora normal ini mencegah pertumbuhan berlebih dari jamur
Candida albicans. Jika jumlah flora normal berkurang karena adanya eliminasi dari
antibiotik, atau pembersihan yang berlebihan pada vagina, maka pH vagina akan menjadi
netral. Kenetralan ini mendukung lingkungan yang kondusif bagi Candida albicans untuk
tumbuh.
13
Mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit jika ada kesempatan, misalnya jika
terdapat penurunan sistem imun, treatment dengan antibiotik dengan broad spectrum
(dapat digunakan untuk segala jenis bakteri), implantasi alat (kateter, prostheses). Flora
normal juga dapat menjadi oportunis (menyebabkan penyakit), misalnya Candida albians
pada terapi antibiotik.
Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit yang menutupi lapisan jaringan ikat (dermis).
Ini disebut mekanisme pertahanan pertama, yang dapat menghalangi tumbuhnya
organisme pada umumnya. Mikroorganisme dapat melakukan penetrasi jika pada
kulit terjadi luka, abrasi, atau luka bakar.
Beberapa faktor yang dapat menghambat tumbuhnya mikroorganisme di kulit adalah:
Kekeringan kulit: Kekeringan kulit dapat menghambat tumbuhnya mikroorganisme.
Kulit dengan kering yang cukup menyebabkan bakteri memasuki masa dorman, bahkan
beberapa spesies dapat mati dalam hitungan jam. Sebagai contoh, bakteri bacil gram
negatif tidak dapat berkoloni secara permanen (kecuali Acinetibacter sp.) karena kulit
yang terlalu kering. Daerah di kulit yang lebih lembab (aksila, perineum, scalp) memiliki
lebih banyak populasi mikroorganisme, seperti s.aureus, dan coagulase negative
staphylococci.
pH yang rendah: pH normal kulit adalah 3-5 (asam). pH yang rendah ini dapat
menghambat pertumbuhan dengan cara menetralkan mikroorganisme yang umumnya
bersifat basa di alam.
Substansi inhibitor: Terdapat komponen bacterisidal atau bacteriostatik di kulit.
Komponen ini didapat dari kelenjar keringat yang menyekresikan lisozim dan enzim
lainnya yang dapat menghancurkan peptidoglikan pada dinding bakteri. Selain itu,
terdapat juga kompleks lipid, misalnya Propionibacterium acnes yang memproduksi
asam lemak rantai panjang (mis. Asam oleat), yang merupakan inhibitor kuat untuk
bakteri lain. Flora normal yang sangat berguna ini tidak akan tereliminasi hanya
dengan keringat, pembasuhan, ataupun mandi. Flora-flora yang ada umumnya akan
musnah jika dilakukan scrubbing setiap harinya dengan sabun yang mengandung
hexachlorophene atau disinfektan lainnya. Bakteri anaerob maupun aerob dapat
melakukan infeksi yang sinergis dengan bekerja sama (mis. pada gangrene,
necrotizing, fasciitis, cellulitis pada kulit dan jaringan lunak). Ketika terjadi lesi yang
progresif, akan sulit mencari organisme yang menjadi penyebab utamanya.
Proses pentingnya:
Organisme berhasil menerobos stratum korneum Pertahanan tubuh akan dikerahkan
Sel Langerhans pada spinosum akan mengeluarkan sitokin neutrofil “terpanggil”
ke daerah invasi sistem komplemen teraktivasi
D. KONTAMINASI, KOLONISASI, DAN INFEKSI PADA LUKA
Pada dasarnya, semua luka yang kronik akan terkontaminasi oleh bakteri. Bahkan,
beberapa bakteri muncul untuk membantu masa penyembuhan luka. Pengaruh bakteri
pada penyembuhan luka ditentukan berdasarkan interaksi yang terjadi dengan sel-sel
tubuh. Definisi yang harus diingat:
Kontaminasi pada luka: adanya organisme yang tidak bereplikasi pada luka.
Kontaminan ini merupakan mikroflora yang alami (normal) dan tidak dapat tumbuh
(replikasi) di luka. Kebanyakan organisme yang mengkontaminasi tidak dapat
bereplikasi pada luka.
Kolonisasi pada luka: adanya mikroorganisme yang dapat bereplikasi dan melekat
pada luka namun tidak menimbulkan luka (kerugian) untuk tubuh manusia. Ini
adalah hal yang normal, dan organisme tersebut umumnya adalah flora normal pada
kulit (mis. Staphylococcus epidermidis, other coagulase negative Staph.,
Corynebacterium sp., Brevibacterium sp., Proprionibacterium acnes, Pityrosporum sp.)
Infeksi pada luka: adanya mikroorganisme yang dapat bereplikasi dan
menimbulkan luka. Umumnya adalah pathogen primer [mis. Staphylococcus aureus,
Beta-hemolytic Streptococcus (S. pyogenes, S. agalactiae), E. coli, Proteus, Klebsiella,
anaerobes, Pseudomonas, Acinetobacter, Stenotrophomonas (Xanthomonas).]
Proses mikrobiologi pada luka:
1. Fase luka akut awal: didominasi oleh flora normal kulit. Setelah itu akan
didominasi oleh S. aureus dan Beta-hemolytic Streptococcus (biasa ditemukan pada
diabetic foot ulcers). Keduanya bakteri gram negatif.
14
2. Setelah 4 minggu: bakteri bacil gram negatif yang bersifat anaerob fakultatif
akan berkoloni di luka (mis. Proteus, E. Coli, dan Klebsiella)
3. Luka semakin memburuk: struktur yang lebih dalam akan terkena. Bakteri
anaerob akan lebih mendominasi. Umumnya, infeksi yang terjadi bersifat
polymicrobial (4-5 organisme). Pada luka kronik yang lama, umumnya memang akan
didominasi oleh bakteri anaerob. Luka yang memburuk dipengaruhi oleh endotoksin,
enzim, dan eksotoksin. Jika lukanya terlalu dalam, mikroorganisme dapat menginfeksi
otot dan tulang, menyebabkan osteomyelitis, diasosiasikan terutama dengan coliforms,
bakteri anaerob, dan Staphylococcus aureus.
4. Bakteri aerob gram negatif [(Pseudomonas, Acinetobacter, Stenotrophomonas
(Xanthomonas)] juga dapat ditemukan di akhir proses degenerasi luka kronik.
Bakteri ini bersumber dari luar (mis. Air yang digunakan untuk mandi atau air yang
mengenai kaki). Akan tetapi, organisme seperti Pseudomonas tidak terlalu bersifat
invasif kecuali jika pasien berada pada keadaan yang highly compromised (mis. Ecthyma
gangrenosum pada pasien neutropenik).
Sebagai tambahan, Enterococcus dan Candida jarang ditemukan pada luka. Tatalaksana
untuk pasien dengan indikasi kedua mikroba tersebut hanya diindikasikan jika tidak ada
patogen lain yang ditemukan, dan kedua mikroba tersebut ada dengan konsentrasi yang
tinggi (106 CFU‟s per gram jaringan).
Kesimpulan:
Pada luka kronik pada fase awal umumnya terdapat organisme gram positif (S. aureus,
Streptococcus). Luka untuk durasi yang lama (mencapai bulan) dengan melibatkan jaringan
tubuh bagian dalam memiliki rata-rata 2-5 patogen, termasuk anaerob.
E. PROSES KOLONI KE INFEKSI
Bagaimana sih proses dari koloni ke infeksi? Dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
Nilai kekuatan infektif: dosis virulensi dari virus X / dosis yang dapat ditoleransi
tubuh
Jumlah organisme
Faktor virulensi (endotoksin, eksotoksin, kapsul, antifagositik)
Resistensi dari inang pada infeksi
1) Dosis bakteri untuk menimbulkan infeksi
Berbeda-beda, tergantung dari organisme yang terlibat. Beberapa organisme
hanya akan infektif jika konsentrasinya tinggi, misalnya pada Candida dan
Enterococcus.
Kombinasi dari berbagai spesies bakteri dapat menghasilkan efek yang lebih buruk
(sinergis). Misalnya pada Streptococcus Grup B dan S. aureus.
Ada beberapa organisme yang harus segera ditangani, walaupun hanya ada dalam
konsentrasi yang rendah. Contohnya: Beta-hemolytic streptococci, Mycobacteria
sp., Bacillus anthracis, Yersinia pestis, Corynebacterium diphtheriae, Erysipelothrix
rhusiopathiae, Leptospira sp., Treponema sp., Brucella sp., Clostridium sp., VZV,
HSV, dimorphic fungi, Leishmaniasis.
2) Virulensi
Ada beberapa faktor dari bakteri yang merusak inang: Hyaluronidase
(Streptococcus pyogenes), proteases (Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa), toxins (Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus), endotoksin
(organism gram negatif).
Beberapa organisme hanya mengeluarkan sedikit faktor virulensi, tapi jika
bergabung dengan faktor virulensi dari bakteri lain akan menyebabkan kerusakan
inang, misalnya Group B Streptococcus and Staphylococcus aureus: Sinerginya
akan menghasilkan hemolisis.
3) Resistensi Inang
Faktor lokal (dari daerah sekitar luka):
o Area luka yang besar
o Kedalaman luka yang meningkat
o Tingkat keparahan (akut/kronis)
o Lokasi anatomis (lebih berisiko di ekstrimitas bagian distal dan bagian
perineal yaitu permukaan antara simfisis pubis hingga tulang ekor)
o Benda asing sekitar tubuh
o Jaringan nekrotik
o Mekanisme luka (gigitan, lubang di visceral)
o Reduksi perfusi
Faktor sistemik (dari tubuh keseluruhan):
15
o Penyakit pada vaskular
o Edema
o Malnutrisi
o Diabetes
o Peminum alkohol
o Efek pembedahan terdahulu atau radiasi
o Kortikosteroid
o Defek neutrofil yang diturunkan
F. ASEPSIS
Asepsis adalah pembersihan dari patogen dan mikroorganisme yang berpotensial patogenik
agar terhindar dari infeksi (kontaminasi).
Ada dua jenis asepsis:
Asepsis Medis: Petugas rumah sakit, pasien, dan lingkungan rumah sakit sebisa
mungkin bersih dari mikroorganisme yang infektif.
Asepsis saat Pembedahan: Segala instrumen, gloves, dan benda lainnya yang
akan berkontak dengan pasien harus steril.
Hal lain yang harus diketahui (dan diterapkan) adalah cuci tangan. Ini adalah cara yang
terpenting untuk mengurangi risiko transmisi mikroorganisme dari suatu tempat ke tempat
lain pada orang yang sama (misalnya dari tangan ke mulut).
Cuci tangan dilakukan sesegera mungkin ketika kontak dengan pasien dan setelah
kontak dengan darah, cairan tubuh, hasil sekresi, peralatan dan barang yang
terkontaminasi oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk mengontrol kemungkinan infeksi.
Salah satu contoh fakta yang “mengharuskan” kita untuk cuci tangan adalah bakteri gram
negatif. Bakteri ini bukan bakteri yang yang normal ditemukan (kecuali pada lingkungan
yang lembab), tapi mudah sekali untuk melekat di tangan dan dapat ditransmisikan ke
orang yang rentan terkena infeksi.(Vrina)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM YANG BERHUBUNGAN
DENGAN LUKA DAN ALERGI PADA KULIT
Penyakit kulit, sama dengan penyakit pada organ lain. Kelainan dapat berupa infeksi,
inflamasi, autoimun, dan tumor (keganasan, tapi ada juga yang jinak). Yang dibicarakan
hanya berhubungan dengan infeksi, inflamasi, autoimun. Kelainan yang bersifat keganasan
pada kulit tidak ada pemeriksaan lab yang khusus, biasanya melihat pada kelainannya
dan mengambil biopsi diperiksa secara patologi anatomi.
Untuk menuju diagnosis, sama seperti sistem lain, perlu anamnesis, gambaran klinis,
dan pemeriksaan penunjang (mis: laboratorium). Di modul ini, gambaran klinis
didapatkan dengan melihat morfologi kelainan kulit (numuler, merah, berair, bintik –
misalnya seperti itu). Jarang melibatkan pemeriksaan lab untuk laboratorium, tapi ada
beberapa kasus yang akan memerlukan pemeriksaan laboratorium, karena pemeriksaan
laboratorium dapat menunjang.
INFEKSI KULIT
Infeksi melibatkan mikroorganisme yang masuk/menyebabkan penyakit, misal: jamur,
virus, ato bakteri. Yang paling sering pada usia muda adalah disebabkan jamur, misalnya
candidiasis, tinea (tinea versikolor, TV = panu) , virus herpes simplex, varicella
zoster- sebenernya penyakit sifatnya sistemik tapi menyebabkan gambaran di kulit, atau
akibat bakteri: impetigo, folikulitis.
Pemeriksaan lab pada infeksi ada dua bagian besar, pertama deteksi penyebab (deteksi
antigen) – dilakukan dengan cara deteksi bakteri, jamur, atau mungkin virus. (1)
Ditambahkan KOH untuk melihat bentuk asli (mis: Candida, Trikopfiton sp); (2) pewarnaan
gram untuk melihat penyebabnya (mis: S.aureus; S.epidermitis) bisa dilihat apakah gram
positif atau negatif, bentuk bakerinya bentuk atau batang; (3) kultur untuk memperbanyak
bakteri lalu diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat bakteri, sehingga bisa didapat secara
spesifik spesies bakterinya; atau (4) bisa dideteksi dengan asam nukleat bakteri penyebab
(PCR) tapi jarang dilakukan pada kelainan kulit.
16
Pemeriksaan kedua adalah deteksi reaksi tubuh (SEROLOGI) deteksi respons tubuh
terhadap adanya makhluk/mikroorganisme yang masuk ke tubuh kita. Bukan mencari
antigen penyebabnya. Yang diperiksa adalah antibodi – berapa banyak antibodi dalam
tubuh yang bereaksi terhadap adanya mikroorganisme. Antibodi terhadap stafilokous,
streptokokus, atau hemophilus influenza. Prinsipnya adalah dengan melihat apakah respons
antibodi meningkat terhadap mikroorganisme tertentu.
Tapi ada juga pemeriksaan serologi yang bisa mendeteksi antigen. Di dalam alat tesnya
yang dipasang (ditempel) adalah antibodi (biasa dibuat dari hewan tikus atau marmut) –
baru direaksikan dengan darah yang akan diuji. Kalau di dalam darah ada antigen tertentu,
lalu akan menempel dan terdeteksi.
Pemeriksaan tambahan adalah uji hematologi, misalnya leukosit; DIFF (Hitung jenis – udah
praktikum inflamasi kan?), atau ada uji protein fasa akut (CRP = C reactive protein). CRP
tidak hanya meningkat kalau infeksi saja; tapi juga ada radang (respons tubuh, walau
tidak ada mikroorganisme lain). CRP karena merupakan protein fasa akut, muncul setiap
kali tubuh memasuki masa akut. Misal: sakit gigi karena giginya mau tanggal pada
anak-anak, mungkin tidak ada bakteri tapi tubuh bereaksi – mengalami inflamasi – CRP
akan meningkat. Oleh karena itu, CRP tidak bisa digunakan untuk menjadi penanda
infeksi. Ini hanya merupakan tes suportif, bukan diagnosis penentu.
BAHAN YANG DIPERIKSA dalam tes pada umumnya adalah:
Jika kelainan di kulit ya yang diperiksa kulit itu sendiri (bahan yang mana dijumpai adanya
kelainan): khususnya untuk pemeriksaan mikroskopik dan isolasi. Kalau kulit panuan, ya
dikerok kulit yang ada panunya (skin scraping), kalau kuku berjamur ambil kukunya. Biasa
tambahkan KOH, lihat di mikroskop. Tes yang lain, misalnya tes asam nukelat bisa pakai
darah (di samping dari darah, tentu saja bisa menggunakan bahan yang mengandung
infeksi misalnya). Setelah pemeriksaan, harus ada tanda positif.
Jangan main suruh pasien periksa pasien PCR.PCR misalnya hanya digunakan untuk
penelitian, atau penyakit dengan segala metode pemeriksaan yang rutin dilakukan tidak
ditemukan penyebabnya.
Kalau antigen masuk ke tubuh, tubuh merespons. Sekitar 2-4 hari, akan muncul respons
tubuh yang berupa IMUNOGLOBULIN M (IgM) kalau badan kita belum terekspos
antigen tersebut. Hari kelima, baru terjadi peningkatan IMUNOGLOBULIN G (IgG). Maka
itu, pada primary response yang muncul pasti IgM dulu, baru beberapa hari kemudian
IgG. Kalau sembuh, titer imunoglobulin akan turun.
Kalau beberapa bulan kena lagi dengan antigen yang sama, tubuh akan berespons sangat
cepat, dan yang akan muncul pertama kali adalah IgG. Jadi kalau IgG padai kasus infeksi
tinggi sekali, biasanya merupakan pertanda dari secondary response, baru jarak
beberapa hari kemudian IgM muncul dan pada umumnya tidak terlalu tinggi. Dari
anamnesis, kalau anamnesis baik sebenarnya bisa terlihat apakah seseorang mengalami
primary response atau secondary response. Kalau anamnesis kurang baik, lihatlah dengan
pemeriksaan laboratorium.
DETEKSI ANTIBODI
Pada infeksi primer biasanya IgM (+), tapi kalau periksa beberapa hari (mis:
lewat hari ke-7), IgG mulai positif juga,
Kalau infeksi sekunder, hari-hari awal yang positif IgG dulu IgM masih negatif,
lewat hari ketujuh baru IgM mulai positif.
17
Pertanyaannya: BISA GA MEMBEDAKAN KALAU IgM dan IgG sama-sama tinggi? Apa dia
infeksi primer atau sekunder?
Bisanya titer IgG tinggi sekali – luar biasa tinggi, makanya butuh pemeriksaan
kuantitatif. Kalau pemeriksaan kualitatif (hanya menghasilkan hasil positif atau negatif,
berarti tidak bisa dibedakan).
TES SUPORTIF, yakni tes hematologi. Biasanya penyakit apapun pemeriksaan hematologi.
Kenapa? Karena pemeriksaan hematologi ada beberapa item, dari trombosit, leukosit,
trombosit – merupakan screening awal apakah dia infeksi atau bukan. Dari item-item di tes
hematologi, yang terpenting adalah hitung jumlah leukosit (leucocyte count) – infeksi
bakteri akan meningkatkan jumlahnya. Pada infeksi virus, bukan naik malah cenderung
turun. Mengapa? Karena infeksi virus yang berperan terutama lekosit yang menghancurkan
virus, dan dirinya kadang hancur juga, makanya jumlahnya cenderung turun. Kalau
infeksi bakteri lebih nyata dalam hal respons humoral.
Differential count (hitung jenis leukosit) – pada infeksi bakteri yang jelas adalah
NEUTROFIL – sel polmorphonuclear yang meningkat tinggi (neutrofilia). Apabila infeksi
virus, maka LIMFOSIT – mononuclear cenderung meningkat. Inilah kaidah umum yang
pada umumnya berjalan, tapi ada beberapa infeksi yang tidak sesuai dengan kaidah di
atas.
Maturasi Granulosit - akan ada di modul hematoklogi, singkatnya di bawah ini:
Suatu leukosit sebelum matang, lewat fase sel-sel muda. Sel leukosit yang matang (disebut
segmented neutrofil), berasal dari: (perhatikan urutannya)
Blast – Promielosit – Mielosit – Metamielosit – Stab (Batang) – Segmented
Dalam peredaran darah tepi, adanya cuma neutrofil batang – (stab) dan neutrofil segmen.
Sisanya, adanya di sumsum tulang (kecuali kalau ga normal). Gambaran misalnya antara
neutrofil batang dengan neutrofil segmen bisa menjadi indikator. Inget kan kalo neutrofil
segmen jumlahnya sangat banyak (sekitar 50-70% dari hasil hitung jenis), sedangkan
neutrofil batang jumlahnya jauh lebih sedikit (sekitar 2-6%)? Nah, kalo ternyata sampai
neutrofil batang meningkat, ini bisa jadi pertanda penyakit tertentu (tadi saya tanya pas
praktikum inflamasi, ternyata neutrofil batang segmen merupakan proses maturasi neutrofil
segmen. Jadi kalo ada yang kurang matang meningkat jumlahnya, misalnya neutrofi batang
meningkat, berarti ada mekanisme kompensasi yang terjadi – jadi kayak berpikir “udah lah
lo udah cukup mateng, udah bisa kan jalanin fungsi lo? Udah keluar sana ke peredaran
darah, ga usah sampe jadi neutrofil segmen dulu, oke?” – mungkin kayak gitu.
Jenis Sel Persentase Hitung Jenis
Basofil 0 – 1 %
Eosinofil 1 – 3 %
Neutrofil batang 2 – 6 %
Neutrofil segmen 50 – 70 %
Limfosit 20 – 40 %
Monosit 4 – 8 %
Pada infeksi sangat berat, sel yang agak mudaan (metamielosit, misalnya) bias keluar ke
peredaran darah tepi. Kalau sampe ketemu ini, kita sebut shift to the left. Kalau neutrofil
berlebih banyaknya (shift to the right, tapi jarang disebut).
Sedangkan jumlah tromsobit pada infeksi bakteri cenderung meningkat, pada infeksi virus
akan menurun.
18
Nah, nanti untuk uji kasus-kasus jangan cuma terpaku hitung jenisnya aja ya. Tapi kita
mesti berpikir soal jumlah absolutnya. Nah untuk ngitung jumlah absolut ini kita butuh
nilai perse hitung jenisnya, dan kita juga butuh nilai jumlah leukosit dalam darah / satuan
volum.
Contohnya kayaknya begini, jumlah leukosit dalam badan kita normalnya 5000 – 10000
sel / µl. Karena persen hitung jenis basofil normalnya 0 – 1%, jadi jumlah absolut basofil
yang harusnya ditemukan adalah kurang dari 100 sel basofil.
Demikian juga kalo dihadapkan sama data sekunder tentang persen limfosit dan jumlah
leukosit orang itu. Sebelum kita bilang dia mengalami limfositosis (terlalu banyak limfosit)
harus dihitung bedasarkan JUMLAH ABSOLUT, BUKAN PERSENTASE YA! PENTING
BANGET CUY!!! BUAT UJIAN! Jadi jangan maen judge orang mengalami kelainan kalo
persen hitungnya lebih tinggi ato lebih kecil sebelum yakin bahwa jumlah absolutnya juga
abnormal.
HIPERSENSITIVITAS
Didefinisikans sebagai respons tubuh yang berlebih terhadap antigen yang mungkin bukan
disebabkan oleh antigen luar (tapi antigen dalam). Contohnya adalah, dermatitis atopik,
urtiikaria (tipe 1); atau dermatitis kontak (tipe 4). Hipersensitivitas ada 4 tipe, dan tipe 1
serta 4 sering dikaitkan dengan kelainan kulit.
Hipersensitivitas Tipe 1: IgE-mediated hypersensitivity – kalau ada “antigen” (baik dari luar
maupun dalam), akan berikatan dengan IgE yang kemudian kompleks antigen-IgE akan
ditangkap oleh mast cell. Kemudian mast cell akan mengalami degranulasi (granul
keluar dalam sel), menyebabkan hipersentivitas (gatal, merah, agak hiperemis, bengkak
sedikit). Reaksi ini sangat cepat terjadi (reaksi cepat disebutnya). Reaksi hipersensitivitas
yang ini berkebalikan dengan reaksi tipe IV.
Reaksi tipe I bersifat cepat karena allergen pernah mengekspos (berkali-kali).
Tipe 4 (atau nama lainnya delayed-type) pada hipersensitivitas tipe ini yang terlibat
biasanya sel T (baik CD-4 maupun CD-8). Antigen berikatan dengan reseptor yang ada di
sel T. Ikatan antara antigen dengan reseptor pada sel T ini kemduian akan menyebabkan
keluarnya limfokin (sitokin yang dikeluarkan oleh limfosit). Limfokin mengaktivasi
makrofag (untuk memakan benda yang sifatnya asing), lalu mengeluarkan zat-zat yang
memicu terjadinya inflamasi. Respons ini bisa menimbulkan kerusakan jaringan.
Bisa juga sel CD-8 beraksi dengan cara langsung membolongi (merusak) sel yang dianggap
asing olehnya.
Tipe II itu (nice to know dulu, mungkin semuanya menjadi sangat teramat jelas di modul
infeksi-imunologi) – berkaitan dengan K cell (killer cell) yang punya IgG, dan akan beriktan
dengan antigen yang akan berikatan di permukaan sel (target cell). Atau bias juga antibodi
bebas yang akan menempel ke target cell, lalu akan mengaktivasi killer cell atau system
komplemen.
Sedangkan hieprsensitivitas tipe III melibatkan kompleks antibodi-antigen yang akan
“mandek” - tersangkut di epitel pembuluh darah.
Sel B yang menangkap antigen akan menghasilkan IgE. Makanya alergen yang sama
menyerang, IgE sudah siap, menyebabkan mast cell berdegranulasi. Sitokin baru keluar 2-4
jam kemudian.
Secara ringkas, keempat tipe reaksi hipersensitivitas dapat dirangkum dalam tabel berikut:
Tipe Mekanisme Kerusakan Jaringan
I Antibodi IgE Sel mast dan mediator lain (amina vasoaktif, mediator lipid, sitokin)
II Opsonisasi dan fagositosis, aktivasi leukosit melalui komplemen dan reseptor Fc
III Kompleks imun Ab dengan IgM / IgG
Aktivasi leukosit melalui komplemen dan reseptor Fc
IV Sel CD4 (delayed type) Sel CD8 (T-cell mediated cytolysis)
Aktivasi makrofag, inflamasi terkait sitokin, pembunuhan sel secara langsung
19
Pada hipersensitivitas tipe 1, jika diperiksa kadar IgE tinggi sekali. Ada juga tes IgE spesifik
(ditempelkan alergen macam-macam. Alergen yang diperiksa kira-kira 20 alergen di negara
kita Indonesia, misal bulu kucing, bulu anjing, debu rumah / tungau / dermatofita – yang
dilekatkan di suatu strip (alergennya ada di strip itu), lalu ambil darah subjek tes (biasanya
yang sudah diambil serumnya aja), dikenakan ke strip, kalau ada garis-garis yang muncul
orang itu alergi terhadap alergen tersebut). Hipersensitivitas juga biasanya dinilai dengan
peningkatan eosinfoil.
Kalau reaksi inflamasi, akan dilakukan pemeriksaan IL-4, IL-5, Il-10 yang meningkat (hanya
untuk kasus-kasus yang berat karena kurang spesifik). CRP juga boleh diperiksa untuk
menguji reaksi inflamasi.
AUTOIMUN
Pada umumnya kasus yang jarang. Reaksi pada umumnya berupa hipersensitivitas tipe II
dan III. Bisa disebabkan deposisi kompleks imun yang beredar, kelilling di dinding
pembuluh darah, dianggap benda asing oleh neutrofil, akhirnya menghasilkan vaskulitis /
radang pembuluh darah).
Pemeriksaan autoantibodies: Hasilnya harus positif, dan system komplemen biasanya
menurun karena dipakai dan dipacu untuk menghancurkan benda yang dianggap asing
(sebetulnya dalam reaksi autoantibodi ya yang dihancurkan yang dalam tubuh itu sendiri).
Penyakit autoantibodi lain misalnya pemphigus vulgaris; dan pemphigoid bula yang
disebabkan antigen kulit.
Contoh penyakit SLE (systemic lupus erithematosus). Untuk kasus ini, periksalah ANA (anti
nuclear antibodi) – untuk memastikan adanya SLE.
Kalau penyakit bersifat sistemik – misalnya lupus eritematosus, staphylococcal scalded skin
syndomre (SSSS), dan toxic shock syndrome, akan menimbulkan komplikasi ke mana-
mana. Contohnya, ke ginjal (dibuktikan dengan peningkatan kreatinin), serta ke hati
(terjadi peningkatan SGOT, SGPT).
HIPERSENSITIVITAS
Mohon maaf sebesar-besarnya, untuk kuliah yang ini, akan di upload lewat mediafire saja
ya. Terimakasih~
~ SELAMAT BELAJAR ~
~ 2009 BISA! ~