Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

19
1 TENTIR KULIT & JARINGAN PENUNJANG 2010 SUMATIF I - PART II DISUSUN OLEH: BENEDICTA MUTIARA SUWITA CALVIN KURNIA MULYADI DAVRINA RIANDA EVAN REGAR HERLIANI HALIM OVILIANI WIJAYANTI PENYEMBUHAN LUKA Selamat datang di station Penyembuhan Luka! Station ini (insya Allah) tidak terlalu sulit karena mengulang apa yang sudah kita pelajari di modul SelGen dulu. Di sini dirangkum intisari proses penyembuhan luka dari slide dan kitab sakti Om Robbins. Selamat menikmati! Faktor-Faktor Penting dalam Penyembuhan Luka Ini dia para „ksatria‟ yang berperan dalam penyembuhan luka! 1. Proliferasi Seluler Poin-poin yang perlu kita ketahui antara lain: a. Siklus pembelahan sel b. Macam-macam sel yang berproliferasi i. Sel jaringan yang rusak ii. Sel endotel, untuk vaskularisasi iii. Sel fibroblas, untuk deposisi matriks ekstrasel iv. Sel epitel, untuk reepitelisasi c. Kapasitas proliferasi sel i. Sel labil: Senantiasa berproliferasi. Misal sel jaringan kulit, sumsum tulang, sel darah merah, dan sel epitel saluran pencernaan. ii. Sel stabil: Kapasitas proliferatif terbatas (kecuali sel liver), hanya berproliferasi jika terjadi cidera. Misal sel liver, sel ginjal, sel pancreas. iii. Sel permanen: tTdak dapat berproliferasi atau proliferasi amat sangat terbatas sehingga cidera pada jaringan ini pasti menimbulkan scar. Misal sel saraf, sel otot rangka, dan sel otot jantung. d. Sel punca, misal sel stratum basal, bulbus akar rambut, dsb. e. Keseimbangan proliferasi dan apoptosis: dalam pemulihan jaringan yang rusak, tentu terjadi reorganisasi dan remodeling jaringan yang melibatkan bukan hanya pembangunan (proliferasi), tetapi juga penghancuran (apoptosis). Tanpa keseimbangan ini, contohnya proliferasi terus-menerus tanpa apoptosis, tentu jaringan yang terbentuk akan berlebih.

description

b

Transcript of Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

Page 1: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

1

TENTIR KULIT & JARINGAN PENUNJANG 2010

SUMATIF I - PART II

DISUSUN OLEH:

BENEDICTA MUTIARA SUWITA

CALVIN KURNIA MULYADI

DAVRINA RIANDA

EVAN REGAR

HERLIANI HALIM

OVILIANI WIJAYANTI

PENYEMBUHAN LUKA

Selamat datang di station Penyembuhan Luka! Station ini (insya Allah) tidak terlalu sulit

karena mengulang apa yang sudah kita pelajari di modul SelGen dulu. Di sini dirangkum

intisari proses penyembuhan luka dari slide dan kitab sakti Om Robbins. Selamat

menikmati!

Faktor-Faktor Penting dalam Penyembuhan Luka

Ini dia para „ksatria‟ yang berperan dalam penyembuhan luka!

1. Proliferasi Seluler

Poin-poin yang perlu kita ketahui antara lain:

a. Siklus pembelahan sel

b. Macam-macam sel yang berproliferasi

i. Sel jaringan yang rusak

ii. Sel endotel, untuk vaskularisasi

iii. Sel fibroblas, untuk deposisi matriks ekstrasel

iv. Sel epitel, untuk reepitelisasi

c. Kapasitas proliferasi sel

i. Sel labil: Senantiasa berproliferasi. Misal sel jaringan kulit, sumsum

tulang, sel darah merah, dan sel epitel saluran pencernaan.

ii. Sel stabil: Kapasitas proliferatif terbatas (kecuali sel liver), hanya

berproliferasi jika terjadi cidera. Misal sel liver, sel ginjal, sel

pancreas.

iii. Sel permanen: tTdak dapat berproliferasi atau proliferasi amat

sangat terbatas sehingga cidera pada jaringan ini pasti menimbulkan

scar. Misal sel saraf, sel otot rangka, dan sel otot jantung.

d. Sel punca, misal sel stratum basal, bulbus akar rambut, dsb.

e. Keseimbangan proliferasi dan apoptosis: dalam pemulihan jaringan yang

rusak, tentu terjadi reorganisasi dan remodeling jaringan yang melibatkan

bukan hanya pembangunan (proliferasi), tetapi juga penghancuran

(apoptosis). Tanpa keseimbangan ini, contohnya proliferasi terus-menerus

tanpa apoptosis, tentu jaringan yang terbentuk akan berlebih.

Page 2: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

2

2. Faktor Pertumbuhan (growth factor/GF)

a. Peranan

i. Memicu divisi dan proliferasi sel

ii. Menyokong hidup sel

b. Macam GF: EGF, TGF-β, PDGF, FGF, IGF, IL-1, TNF, dan GF-GF lainnya.

3. Matriks Ekstraseluler

a. Bentuk

i. Matriks interstisial, disusun oleh fibril kolagen, elastin, proteoglikan,

hyaluronin.

ii. Membran basal, disusun oleh kolagen tipe IV, laminin, dan

proteoglikan.

b. Peranan

i. Menarik air dan mineral

ii. Tempat menempelnya sel

iii. Menyimpan GF

iv. Regulasi proliferasi, migrasi, dan diferensiasi sel penting untuk

regenerasi, apabila terjadi disfungsi matriks ekstraseluler maka akan

terbentuk scar.

Mekanisme Penyembuhan Luka: Regenerasi dan Scarring

A. Regenerasi

Regenerasi adalah penggantian sel-sel tua/rusak dengan sel-sel baru yang sama

dengan sebelumnya (sel epitel diganti sel epitel, sel liver diganti sel liver, dst).

Mekanisme ini terjadi terus-menerus pada sel labil dan terbatas pada sel stabil.

Pada jaringan kutan, mekanisme ini umumnya terjadi pada luka dangkal.

Syaratnya adalah jaringan yang tersisa di sekitar luka masih intak.

B. Scarring

Scarring adalah penggantian sel-sel rusak dengan jaringan ikat. Mekanisme ini

umumnya terjadi pada luka yang dalam, sehingga menimbulkan penampakan

seperti tambalan. Komponen yang berperan dalam scarring adalah sel inisial (misal

sel epitel pada jaringan kutan) dan sel punca (untuk membentuk matriks

ekstraseluler, pembuluh darah dst).

Tahapan proses scarring adalah sebagai berikut (mengacu pada Robbins, poin

yang digarisbawahi adalah komponen utam scarring menurut slide):

1. Pembentukan blood clot (koagulasi darah). Koagulasi darah ini bertujuan

menghentikan perdarahan dan menyediakan tempat bagi sel-sel yang

bermigrasi ke area luka, seperti neutrofil, fibroblas, sel endotel, dan sel epitel.

Migrasi ini diinisiasi oleh mediator yang dikeluarkan oleh basofil atau platelet

dan berlangsung dalam 24 jam pertama setelah terjadinya luka.

2. Pembentukan jaringan granulasi. Jaringan granulasi merupakan karakteristik

utama proses scarring yang terbentuk 3-5 hari setelah terjadinya luka. Pada

tahap ini terjadi proliferasi fibroblas dan angiogenesis. Angiogenesis

(pembentukan cabang pembuluh darah baru) akan menghasilkan pembuluh

darah yang belum stabil dan leaky. Hal inilah yang menyebabkan edema pada

area jaringan granulasi.

3. Deposisi kolagen. Fibroblas yang bermigrasi ke area luka akan berproliferasi

dan menyintesis kolagen. Kolagen yang terbentuk awalnya berkumpul di

pinggir luka, lalu bergerak menyeberangi luka dalam 3-5 hari setelah luka

terjadi. Proses ini dikontrol oleh faktor pertumbuhan, terutama TGF-β. Faktor-

faktor pertumbuhan ini dikeluarkan oleh sel-sel jaringan granulasi, khususnya

makrofag. Serat kolagen yang awalnya mendominasi adalah kolagen tipe III,

kemudian digantikan oleh kolagen tipe I.

4. Reepitelisasi. Awalnya sel-sel epitel berkumpul di pinggir luka, kemudian

dalam 24-48 jam mulai bergerak ke tengah untuk menutupi luka. Proses ini

dikontrol oleh FGF-7 dan IL-6 yang dikeluarkan makrofag dan berfungsi

menginduksi keratinisasi. Pada 3-5 hari setelah terjadinya luka, penebalan

epitel telah terlihat dengan jelas.

5. Pembentukan jaringan parut (scarring). Pada proses ini terjadi transisi dari

jaringan granulasi ke jaringan parut, ditandai meningkatnya akumulasi

kolagen dan berkurangnya vaskularisasi. Hasilnya adalah jaringan parut

berwarna pucat, avaskuler, dan didominasi matriks ekstraseluler seperti

fibroblas berbentuk spina, serat kolagen, dan elastin. Jaringan parut ini

ditutupi oleh epidermis secara sempurna tetapi kehilangan apendiks kulitnya

Page 3: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

3

(kelenjar, folikel rambut dsb). Proses ini terjadi 1-2 minggu setelah terjadinya

luka.

6. Kontraksi luka. Proses ini terutama penting pada penyembuhan luka sekunder

(luka dengan area luas). Proses ini diperankan oleh myofibroblas dan

bertujuan mengurangi luas area luka agar proses penyembuhan lebih cepat

dan sempurna.

7. Penataan ulang jaringan ikat (remodeling). Proses ini meliputi pengaturan

sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler. Sintesis diatur oleh faktor-faktor

pertumbuhan, sedangkan degradasi dilakukan oleh metalloproteinase (MMP)

yang disintesis oleh faktor-faktor pertumbuhan tersebut.

8. Pemulihan kekuatan. Proses ini bergantung pada deposisi kolagen tipe I. Pada

luka pascaoperasi, kekuatan luka saat jahitan dibuka adalah 10%. Pemulihan

kekuatan akan berlangsung cepat dalam 4 minggu pertama, melambat pada

bulan ketiga, dan berangsur konstan sampai bulan ke 9-12. Kekuatan akhir

yang akan dicapai kurang lebih 70-80% dari kekuatan jaringan kutan sehat.

Klasifikasi Luka, Penutupan Luka, dan Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan

Luka

1. Klasifikasi luka

a. Luka bersih: luka insisi pascaoperasi

b. Luka bersih/terkontaminasi: luka tidak terinfeksi, tidak terjadi inflamasi,

terjadi gangguan pada sistem respirasi, gastrointestinal, genital, dan/atau

urinaria.

c. Luka terkontaminasi: luka terbuka/traumatik/ pascabedah akibat peralatan

atau proses yang tidak steril, menunjukkan tanda-tanda inflamasi

d. Luka terinfeksi: luka traumatik lama yang berisi jaringan nekrotik dan tanda

klinis nyata, misal purulen.

2. Klasifikasi penutupan luka

a. Primary intention: area luka sempit, seluruh lapisan dermal menyatu kembali,

memungkinkan regenerasi epitel dengan scarring minimal.

b. Second intention: area luka luas, lapisan bagian dalam tertutup tetapi lapisan

superfisial terbuka untuk waktu lebih lama, terbentuk scar (fibrosis lebih

dominan dibandingkan regenerasi epitel). Inflamasi, jaringan granulasi, dan

kontraksi luka lebih intens. Biasa terjadi karena infeksi, trauma hebat, luka

bakar, ulkus, infark, atau hilangnya jaringan tertentu.

c. Tertiary intention: penutupan primer yang tertunda.

3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

a. Faktor sistemik

i. Nutrisi, misal defisiensi protein, defisiensi vitamin C, dsb.

ii. Penyakit yang diderita, misaL DM, penyakit vaskuler, dsb.

iii. Hormon, misal glukokortikoid.

b. Faktor lokal

i. Infeksi

ii. Faktor mekanis

iii. Benda asing

iv. Tipe, ukuran, dan lokasi luka

4. Faktor yang menyebabkan penyembuhan tidak sempurna

a. Faktor ekstrinsik

b. Tipe jaringan yang rusak

c. Kesalahan proses scarring

i. Kesalahan pembentukan jaringan parut, misal ruptur luka,

ulserasi.

ii. Deposisi kolagen berlebih (fibrosis), misal luka hipertrofik

(penumpukan kolagen dalam batas area luka), keloid (penumpukan

kolagen melebihi batas area luka), proud flesh (jaringan granulasi

persisten).

iii. Kontraktur, merupakan akibat kontraksi luka berlebihan.

5. Faktor risiko infeksi luka pascaoperasi (jangan terlalu dipusingkan, tampaknya ini

hanya tambahan)

a. Faktor pasien

i. Usia >60 tahun

ii. Jenis kelamin wanita

iii. Obesitas

Page 4: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

4

iv. Penyakit yang diderita (gagal jantung kongesti, DM, gangguan liver,

ginjal, dsb)

v. Imunosupresi

vi. Status fisik

vii. Perawatan sebelum dan setelah operasi

b. Faktor pembedahan

i. Prosedur operasi

ii. Situs pembedahan

iii. Riwayat bedah sebelumnya

iv. Antibiotik

v. Transplantasi/pemasangan alat bantu

vi. Hipotensi, hipotermia, dehidrasi, hipoksia

vii. Teknik steril (asepsis dan antisepsis)

c. Faktor luka

i. Derajat trauma

ii. Kehilangan darah, hematom

iii. Klasifikasi luka

iv. Kontaminasi bakteri

v. Adanya darah/cairan tubuh

vi. Iskemi

---oOo---

Selesailah materi Penyembuhan Luka kita kali ini! Semoga membantu memperdalam ilmu

dan memperluas wawasan kita. Semangat terus di station-station selanjutnya! (Ovi)

MORFOLOGI KELAINAN KULIT

Yakk..dalam 1 jam ke depan, bersama dengan saia, Anda akan membahas bermacam-

macam istilah yang sering digunakan dalam bidang dermatovenereologi untuk

menegakkan status dermatologi pasien. CEKIDOT !

NB: Untuk tuntunan umum (berhubung kuliahnya waktu itu cepat), bisa digunakan Buku

Ajar Ilmu Kulit dan Kelamin FKUI pada bab yang berjudul Morfologi dan Cara Membuat

Diagnosis.

Status dermatologi digunakan untuk menghindari ambiguitas dan sekaligus penerapan

bahasa universal dalam bidang dermatologi sehingga semua pihak yang menangani pasien

yang sama dapat memiliki persepsi yang sama pula. Status dermatologi pasien yang akan

ditegakkan meliputi beberapa aspek sebagai berikut :

1. Lokasi daerah mana yang terdapat kelainan. Lokasi harus ditentukan sespesifik

mungkin (*kata dokternya). Misalnya, lokasi kelainan pada 1/3 proksimal paha kanan

pada permukaan ekstensor.

2. Tipe lesi

3. Jumlah

4. Warna

5. Ukuran

6. Batas

7. Bentuk dan tataan dari lesi

8. Distribusi

1. TIPE LESI

Lesi dapat dibagi dengan berbagai macam cara. Salah satunya dengan melihat tinggi

permukaan yang dibentuk oleh lesi tersebut.

- Lesi datar seperti namanya, berarti permukaan lesi tersebut sama rata

dengan kulit normal di sekitarnya. Lesi datar ini meliputi :

o Makula, Infark, Sklerosis, dan Telangiektasia

- Lesi naik berada di atas permukaan kulit normal di sekitarnya, meliputi :

Akan dijelaskan di bawah (agak

memper2 sih definisinya kalo kita

tidak melihat secara langsung

konten apa yang dimaksud dalam

point2 tersebut)... nah,mari kita

mulai acaranya...

Page 5: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

5

o Papul, Plak, Nodul/Nodulus, Kaligata/Wheal/Urtika, Vesikel/Bula, Pustul,

Kista Abses, Sisik, dan Likenifikasi

- Lesi turun berada di bawah permukaan kulit normal sekitarnya, meliputi :

o Atrofi, Sklerosis, Erosi, Ekskoriasi, Ulkus, Sinus, Gangren

Lesi juga dapat dibagi berdasarkan urutan kejadiannya. Dari buku merah, pembagian ini

dilakukan menurut Prakken (1966), yaitu sebagai berikut :

- Lesi primer lesi ini merupakan yang pertama terjadi tanpa adanya intervensi

dari luar. Misalnya makula, papul, plak, urtika, nodul/nodulus, vesikel/bula, pustul.

- Lesi sekunder merupakan lesi primer yang telah berubah akibat keadaan dari

luar, misalnya garukan, obat, dan bahan-bahan kimia. Perubahan ini menyebabkan

lesi tampak menjadi tidak biasa lagi. Golongan lesi ini mencakup skuama (sangat

jarang timbul), krusta, erosi, ulkus, likenifikasi, abses, dan sebagainya.

Satu persatu dari macam-macam lesi ini akan kita bahan, disertai skema dan tampakan

morfologinya masing-masing. Mungkin dalam tentir ini tidak akan dicantumkan secara

lengkap semua gambar karena menghabiskan tinta, jadi sebaiknya Anda merujuk ke

slide juga yahh, sekaligus recheck..

Lesi Primer

1. Makula

Makula adalah lesi datar dan berbentuk lingkaran (sirkumskrip) yang berbeda dari

kulit normal sekitarnya semata-mata karena perubahan pigmentasi (warna). Biasanya

makula memiliki bentuk dan ukuran yang bermacam-macam, namun secara

universal, diterima bahwa makula itu berbatas tegas. Makula dapat terjadi karena:

- hiperpigmentasi (menjadi lebih gelap) atau hipopigmentasi (lebih terang)

(Gambar A)

- abnormalitas vaskular (karena warna kulit tidak hanya ditentukan oleh melanosit

saja, melainkan juga vaskularisasi serta ketebalan kulit) (Gambar B)

- eritema (akibat dilatasi kapiler) (Gambar C)

- purpura (ekstravasasi sel darah merah) (Gambar D)

2. Papul

Papul merupakan lesi kecil, padat, dan terelevasi. Biasanya ukuran papul lebih kecil

dari ½ cm (diameter). Penyinaran oblik dengan menggunakan senter dalam ruang

yang gelap terkadang diperlukan untuk menilai apakah terdapat elevasi yang ringan

sebelum mendiagnosis. Dapat terjadi perubahan pada epidermis (Gambar C) dan

dermis (Gambar A dan B)

3. Nodul

Merupakan lesi padat, berbentuk lingkaran atau elips,

yang dapat dinilai dengan palpasi. Selain dari

diameternya, kedalaman luka atau rabaan substansif

membedakan nodul dari papul. Contoh di bawah ini

berasal dari nodul karsinoma sel basal.

4. Plak

Merupakan elevasi massa padat yang menduduki daerah

yang cukup luas. Karakteristiknya dari plak adalah

lebarnya yang melebihi tingginya. Plak juga dapat

terbentuk dari papul-papul yang berkonfluensi

(bergabung).

Page 6: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

6

5. Wheals/Urtika

Merupakan edema yang berbentuk lingkaran dan beratap datar yang secara

karakteristik timbul mendadak dan dapat menghilang dalam hitungan jam.

6. Vesikel dan Bula

Vesikel adalah lesi berbentuk lingkaran, terelevasi,

berisi cairan serum, beratap, dan diameternya

kurang dari ½ cm, serta memiliki dasar. Apabila

berisi darah maka disebut vesikel hemoragik,

sedangkan apabila berisi nanah maka disebut

sebagai pustul. Berbeda dalam diameternya, bula

merupakan vesikel yang berdiameter lebih dari ½ cm. Sama dengan vesikel, bula

dapat bersifat hemoragik, purulen (berisi nanah atau pus), dan hipopion (lihat

penjelasan di bagian pustul). Baik vesikel maupun bula, dindingnya tranlusen

(tranparan) sehingga cairan yang terdapat di dalamnya (baik serum, darah, pus,

limfem dan cairan ekstraseluler lainnya) dapat terlihat dari luar.

7. Pustul

Lesi melingkar dan terelevasi yang berisi eksudat purulen (pus). Pus dapat berwarna

putih, kuning atau hijau, mengandung debris seluler, bakteri atau bahkan steril (tidak

terdapat bakteri)

8. Telangiektasia

Merupakan dilatasi permanen

dari pembuluh kapiler yang

dapat menghilang atau tidak

dengan tekanan.

Gambar kedua merupakan ilustrasi dari penerapan tes diaskopi. Tes ini dilakukan

dengan memberikan penekanan ringan sampai keras pada daerah yang mengalami

telangiektasia. Diaskopi dikatakan positif (+) apabila eritema menghilang dan negatif

(-) apabila tidak. Purpura, salah satu contoh lesi eritema yang tidak menghilang

dengan penerapan diaskopi, merupakan perdarahan yang terjadi di kulit. Berlawanan

dengan itu, eritema akibat vasodilatasi kapiler non-permanen akan memberikan

diaskopi positif.

Lesi Sekunder

1. Likenifikasi

Kelainan yang merupakan

akibat dari proliferasi

keratinosit dan stratum

korneum yang berkombinasi

dengan perubahan pada

kolagen di lapisan dermis

sehingga daerah yang mengalami kelainan ini terlihat seperti plak yang menebal dan

meluas disertai garis-garis kulit (relief) yang lebih jelas.

2. Abses

Merupakan akumulasi purulen (pus) di bagian

dermis dalam atau lapisan subkutan. Oleh sebab

itu, pus tidak terlihat pada permukaan kulit (seperti

pada pustul). Gejala yang tampak adalah kemerahan,

panas, dan tender (tuh artinya “lembut” sih klo dicek

di kamus, namun di slide menyimpulkan kalo

semuanya ini merupakan tanda-tanda inflamasi).

3. Kista (cyst)

Merupakan kantung berdinding yang berisi cairan

atau materi semipadat (dapat berupa cairan, sel,

atau produk sel). Karakteristik yang dapat

ditemukan secara klinis ialah mobile atau dapat

bergerak-gerak, maksudnya isi kantung tersebut

Page 7: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

7

seakan-akan dapat bergeser sedikit di bawah dinding kulit yang melapisinya. Berikut

gambar kista epidermoid.

4. Krusta

Krusta terbentuk dari deposit yang memadat,

misalnya serum, darah, atau eksudat purulen

yang mengering di permukaan kulit atau lesi.

Bisa berasal dari vesikel atau bula yang

pecah. Warna dari krusta bergantung dari asal

cairan yang mengering, jika warnanya kuning

muda maka berasal dari serum, kuning kehijauan

maka berasal dari pus, sedangkan kehitaman

berarti dari darah. Krusta yang terbentuk dapat

tipis, halus dan gembur, ataupun tebal dan

melekat.

5. Scale (Skuama)

Merupakan pelepasan abnormal atau akumulasi dari stratum korneum yang

terlihat dengan jelas seperti serpihan-serpihan. Skuama biasanya berasosiasi dengan

kulit bersisik (scaly).

Gambar kedua merupakan contoh skuama yang berbentuk seperti psoriasis (tebal-

tebal). Mungkin yang lebih familiar dengan kita adalah skuama eksofoliatif

(berbentuk lapisan) seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Selain dari bentuk eksofoliatif dan psoriasis, skuama juga dapat berbentuk seperti sisik

ikan (icthyosiformis) atau berlapis-lapis (lamellar).

6. Scar (Jaringan parut)

Terjadi ketika luka atau ulkus telah ada sebelumnya dan terjadi proses

penyembuhan dari area yang terkena lesi ini. Scar dapat bersifat atrofi maupun

hipertrofi.

Gambar A pada skema lapisan kulit di atas menunjukkan scar yang bersifat hipertrofi,

sedangkan yang mencekung berarti atrofi.

7. Keloid

Jaringan parut hipertrofi yang berkembang secara

patologis akan bertumbuh melebihi batas dari luka dan

cenderung untuk menjadi lebih besar. Inilah yang disebut

sebagai keloid. Gambar di bawah ini menunjukkan jaringan

parut yang telah melebih batas luka yang berbentuk garis

memanjang horizontal.

8. Atrofi

Merupakan tampakan kulit

yang menurun/mencekung

atau penipisan kulit. Dapat

terjadi hanya sebatas

epidermis atau dermis atau

dapat pula terjadi pada kedua

lapisan secara bersamaan.

Gambar kedua menyajikan

Page 8: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

8

penampakan stretch mark yang terjadi akibat

pertambahan tinggi badan, di mana sifatnya horizontal

sesuai dengan arah pertambahan ukuran.

9. Erosi

Erosi merupakan lesi menurun yang berbentuk lingkaran

dan lembab. Lesi ini berasal dari hilangnya sebagian atau

keseluruhan epidermis. Apabila vesikel atau bula telah

pecah, area yang tidak tertutupi (nude) yang menjadi

dasar dari vesikel/bula tersebut juga dikatakan erosi.

10. Ekskoriasi

Hampir sama dengan erosi, ekskoriasi terjadi karena

kehilangan lapisan kulit yang berlanjut sampai dengan

papila dermal. Ekskoriasi dapat linier ataupun belang-

belang. Berbeda dengan erosi, ekskoriasi disertai

dengan darah atau keluarnya serum.

11. Ulkus

Ulkus merupakan bentuk kehilangan lapisan kulit yang

lebih parah, yaitu mencapai lapisan dermis atau lebih

dalam (subkutan), biasanya dihasilkan oleh proses

pelepasan dari jaringan nekrotik inflamasi. Ulkus telah

memiliki dinding/batas, dasar, dan memiliki isi.

12. Fisura

Fisura merupakan pembelahan karena proses

perenggangan dari jaringan sekitarnya, biasanya terjadi

pada daerah yang terlipat dalam. Seringkali dikenal

dengan nama rhagades yang merupakan bagian dari

bentuk ulkus linier juga, yaitu belahan kulit yang terjadi

pada sendi dan batas kulit dengan selaput lendir.

13. Anetoderma

Kehilangan elastisitas kulit atau atrofi tanpa adanya

perubahan yang signifikans dari bagian-bagian kulit

tersebut.

Pada anetoderma, seperti yang ditunjukkan oleh

gambar di samping, maka bagian kulit yang ditekan

oleh jari-jari akan terlihat seakan-akan berlubang, contohnya striae gravidarum.

14. Sklerosis

Merujuk kepada kulit yang mengeras, dapat

berbentuk lingkaran atau difus. Sklerosis ini

akan lebih mudah dideteksi dengan palpasi.

15. Verukus

Permukaan yang berkutil atau bertonjol-tonjol. (wah,sepertinya di slidenya sangat

singkat)..T.T..

2. WARNA LESI

Lesi yang ada dapat berwarna kemerahan (eritema noun, eritematosa adj.),

hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, dan lain-lain, misalnya berwarna kuning atau

coklat. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Hipopigmentasi, warna nya lebih muda dibandingkan dengan warna kulit di

sekitar lesi. (Contoh, tinea versikolor (Panu), kusta, pitiriasis alba)

Depigmentasi, kehilangan warna secara total (tak ada warna). (Contoh, vitiligo,

skleroderma, dan morfea)

Hiperpigmentasi, warna nya lebih gelap dibandingkan dengan kulit normal

sekitar nya, berhubungan dengan peningkatan melanin. (contoh melasma,

lentigen, cafe au lait (mirip tanda lahir))

Eritema, kemerahan karna dilatasi banyak pembuluh darah, akan memucat bila

ditekan (contoh eritroderma)

Page 9: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

9

Kuning, warna yang disebabkan karena adanya lemak (Contoh xanthoma,

steatosistoma kompleks)

3. UKURAN

Ukurang lesi dapat beranekaragam. Sebagai kesepakatan, telah ditetapkan patokan

yang diistilahkan sebagai berikut :

- Miliar sebesar kepala jarum pentul tanpa bola yang biasanya melekat.

- Lentikular sebesar biji jagung

- Numular sebesar uang koin Rp500,-

- Plakat sebesar telapak tangan (pokoknya lebih besar dari numular)

- Ukuran baku misalnya dengan cm atau mm, biasanya ukuran seperti ini penting

diterapkan untuk luka-luka tertentu yang ingin diketahui perkembangannya,

apakah bertambah besar atau bertambah kecil.

- Dengan perbandingan ukuran benda-benda yang diketahui secara

universal, misalnya telur ayam, peanut, koin, dan sebagainya.

4. BENTUK DAN TATAAN

Bentuk dan tataan juga perlu diidentifikasi untuk memperjelas dan membantu

diagnosis. Bentuk dan tataan meliputi :

- Linier seperti garis

- Annular atau sirsinar melingkar

- Arkuata setengah lingkaran

- Nummular berbentuk seperti koin

- Discoid seperti cakram

- Arciform/arsinar berbentuk bulan sabit

- Polisiklik seperti lingkaran yang bersambung-sambung

- Berkelompok

- Irisformis disebut juga lesi target, seperti tempat sasaran anak panah

- Herpetiformis seperti herpes vesikel kecil-kecil yang berkelompok di atas

dasar eritematosa

- Serpiginosa seperti ular, dapat ditemukan pada infeksi cacing yang berjalan-

jalan di bawah kulit karakteristik lesi yaitu menimbulkan bekas luka yang baru

dan meninggalkan bekas luka yang menyembuh di belakangnya

- Korimbiformis konfigurasi Hen and Chicken seperti induk ayam dikelilingi

oleh anak-anaknya

- Retikularis seperti jaring.

- Zosteriformis seperti herpes zoster yang hanya melibatkan satu bagian

dermatom saja (bentuk persarafan kulit) secara unilateral dan dibatasi dengan

tegas pada sumbu vertikal tubuh

Bentuk lesi dapat berupa lingkaran, oval, tidak teratur (irreguler), atau

berpedunkulus (memiliki tangkai).

5. BATAS

Batas luka dapat tegas/sirkumskripta (dapat dengan yakin digambarkan batasnya pada

permukaan kulit oleh pemeriksa) atau tidak tegas/difus. Apabila setengah-setengah

(sisi yang satu tegas sedangkan yang lainnya tidak) maka disebutkan sebagai setengah

tegas. Ada pula bentuk luka yang tepinya bersifat aktif berkembang, di mana tepi luka

senantiasa melebar, seringkali berhubungan dengan infeksi jamur yang meluas.

6. DISTRIBUSI LESI

Dapat bersifat :

- Terlokalisasi berada dalam satu daerah tertentu, misalnya lengan atas dan

bawah, di mana lesi tersebut bersambungan satu dengan yang lain.

- Regional apabila hanya terletak pada satu regio saja, misalnya lengan bawah

saja (termasuk terlokalisasi juga).

- Bilateral bila kedua bagian tubuh terkena di pisahkan oleh sebuah sumbu

simetri vertikal

Page 10: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

10

- Unilateral hanya satu bagian tubuh (bila tubuh dibagi berdasarkan sumbu

simetri vertikal)

- Generalisata sekitar 70-80% tubuh terkena

- Universal hampir seluruh tubuh terkena (lebih dari generalisata)

- Simetris bilateral dan berkembang secara selaras pada kedua sisi. Lawannya

adalah asimetris (semua tau lah ya..)

- Diskret berjauh-jauhan. (Calvin)

DERMATITIS

Dermatitis = eczema (ekzem) = inflamasi kulit non-infeksi dengan gatal sebagai gejala

utama, bisa kambuh kembali/ menjadi kronik.

Dermatitis ini harus dibedain sama infeksi jamur ya, soalnya mirip banget sama2 gatel,

merah, dkk. Bedainnya: kalo jamur lesinya punya tepi aktif (jadi pinggirannya itu keliatan

lebih merah/ tegas, di slide ada gambarnya, di slide dr. Eddy Karta jg ada). Kalo mau lebih

pasti ambil kulitnya dikit (epidermisnya aja), liat di bawah mikroskop, kalo ada hifa nya

berarti jamur. Knp harus dibedain? Krn pengobatannya beda, salah2 malah jadi tambah

parah. Kalo itu dermatitis: kan inflamasi, jd kasih obat yg menekan inflamasi: golongan

kortikosteroid misalny glukokortikoid (“obat dewa” mnurut alm dr. Rino P di sel gen krn

memblokir inflamasi dari jalur paling atas). Tapi,, menekan inflamasi itu artinya menekan

reaksi imun, jadiii kalo ternyata itu infeksi (jamur),, yo tambah parah deh, gatel makin

menggila.

Jadi, knp bisa sampai ada dermatitis? Pastinya krn ada inflamasi, n yg berperan di sini

adalah limfosit T helper . Jika ada stimulus, T helper 1&2 akan melepas mediator inflmasi

(sitokin,kemokin, growth factor lalala itu) & terjadilah proses inflamasi,, inflamasi itu lho yg

ada vasodilatasi, edema, akumulasi sel radang lalala yg sering banget muncul di PA.

Cuma sekedar inflamasi doank? Ya ga lah, mana ada cerita dermatitis segampang itw,, Jadi

perjalanannya pasti pertamanya dari akut (ada inflamasi) trus bisa jalan2 ke: Akut →

Kronik→ Sub akut

Contohnya gatel2 karena hal-hal tertentu kaya org alergi logam make jam tangan logam

jadi gatel n digaruk-garuk,, lama2 kulit jadi tebal (likenifikasi),, ya udah adem ayem untuk

sementara,, tapi, kalo di tempat yg sama ditambah lagi stimulusnya,, misalnya sekarang

make jamnya dikencengin 1 lubang lbh kecil, terjadi inflamasi (akut) di atas yg sudah

terbentuk likenifikasi (kronik), maka namanya akut kayanya ga cocok, kronik jg bukan,

jadilah sub akut namanya

Bisa jg arahnya Akut → Sub akut→ Kronik

Yg ini misalnya inflamasi jadi bengkak, ada vesikel (akut), trus bengkaknya ilang, sisa papul

namanya jadi sub akut,, kemudian kalau digaruk2 n diapa2in jadi kulitnya menebal

(likenifikasi) namanya kronik. Intinya sodara2: ciri2 akut adalah edema, jadi kalo edema n

ada vesikel namanya akut, kalo edema udah ga ada tp vesikel masih ada namanya udah

subakut. Tp, kalo edemanya terjadi di atas likenifikasi, jd di atas tempat yg udah kronik,

namanya subakut, kaya kasus yg pertama.

Supaya lebih kenalan sama yg kronik n subakut, jadi kronik itu penampilannya ada

likenifikasi dan sisik atau skuama. Kalau subakut itu bisa macam2 yg munculnya barengan

(polimorfik), ada eritema, skuama, vesikel, papula, likenifikasi, hiperpigmentasi.

Biarpun mirip-mirip, kaya jamur yang tadi, dermatitis itu harus dibedain dari herpes zoster

(lesi di 1 dermatom), varicella (bintik berair biasanya merata di seluruh badan),

wheal/urtikaria/kaligata (definisi di slide dr. Eddy Karta).

Dermatitis itu ada macem2 juga, yg paling populer n byk fansnya itw jenis2 dermatitis yg

diklasifikasi sama pak JL Burton: dibagi jadi dermatitis karena sebab eksogen dan

endogen. Yg eksogen itw penyebabnya dari luar, misalnya makanan, logam dll. kl yg

endogen dari dalam, detailnya bisa dilihat di tabel bawah:

Eczema Eksogen Eczema Endogen

Dermatitis kontak (iritan & alergi) Dermatitis atopik

Dermatitis fotokontak Dermatitis seboroik

Dermatitis numularis

Dermatitis stasis

Dermatitis hand & foot

Dermatitis dry skin

Page 11: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

11

Yup, sekarang dibahas satu2,,,

Dermatitis Atopik

Yg ini kronik, bisa kambuh2 (relapse), dengan pruritus (gatal2) dan kulit kering. Fasenya

ada 3 nih: bayi (infantile), anak2 & dewasa. Biar jumlahnya pas 3 gini jgn diidentikkan kaya

fase bayi itw akut, anak2 itw subakut, dewasa itw kronik. Memang sih bisa muncul pas

bayi, trus slama masa anak2 hilang-timbul jadi subakut, trus seiring pendewasaan makin

mawas diri misalnya mandi ga boleh tlalu heboh, jd yang tinggal cm hiperpigmentasi n

penebalan kulitnya (kronik). Tapii,, yg sebenarnya adl: kemunculan pertama bisa terjadi di

mana saja, misalnya pas bayi n anak2 beres, tp pas remaja mulai nyoba2 kaya iklan nyuci

muka digosok2 kenceng biar bersih ato pake sikat wc skalian (lebai),, jadilah muncul

dermatitis. Jadiii, kalo muncul pas remaja/dewasa kaya gitu, ya fase akutnya pas masa

dewasa.

Nah, dermatitis atopik ini sangat rumit/kompleks faktor penyebabnya, ada 4 yg semuanya

harus ada: genetik, lingkungan, imunologi & skin barrier disfunction. Kalo ada genetik, tapi

orgnya terlindung dari faktor2 lingkungan yg memicu dermatitisnya, ya dermatitisnya ga

keluar. Ato ada faktor pemicu dari lingkungan, tapi kulitnya lagi oke, tebal dan berfungsi

sebagai barrier yang baik, ya dermatitisnya ga keluar juga.

Dermatitis Kontak

Sesuai namanya, terjadi kalau kulit bersentuhan dengan zat tertentu. Dibagi jadi 2 macem,

alergi dan iritan. Kalo alergi, itw karena reaksi hipersensitivitas tipe delayed hipersensitivity

(detail di kuliah dr. Nurjati Siregar). Kalo iritan, karena terekspos terhadap zat kimia atau

detergen yg iritan di saat barrier kulit lagi ga oke. Nah, deritanya karena org dgn bakat

atopi kulitnya biasanya tipis, maka org2 tsb mudah terkena dermatitis kontak iritan.

Beda dermatitis kontak alergi & iritan ada lagi lho,, kalau alergi itw,, karena melibatkan

antigen & antibodi, maka butuh waktu supaya antibodinya terkumpul cukup banyak sampai

bisa menimbulkan reaksi terhadap antigen, yaitu 2 minggu setelah terekspos pertama kali

oleh alergen. Beda lainnya kalo iritan itw pola dermatitisnya bener2 pas kaya pola benda yg

kontak sama kulit, misalnya karena pake sepatu ya lesi merah2nya jelas batasnya cm di

bagian yg pake sepatu,, kl kalo alergi polanya bisa lebih nyebar. Bahan2 bwt nimbulin alergi

cm perlu konsentrasi rendah, misalnya aja minyak wangi atau cat rambut yg cm dikit aja

bisa bikin dermatitis,, kalo iritan perlu konsentrasi bahan iritan yg relatif tinggi. Secara

ringkas bedanya ada di tabel:

Alergi Iritan

Contoh Nikel, parfum, cat rambut Air, sabun

Jumlah/ number of compounds

Lebih sedikit Banyak

Distribusi reaksi Dapat menyebar melebihi

area kontak Terlokalisasi

Perjalanan waktu Sensitisasi butuh 2 minggu, gejala hilang dlm 24-72 jam

Segera hingga lambat (munculnya)

Imunologi Delayed type hypersensitivity Rusaknya barrier kulit

Dermatitis Fotokontak Fototoksik

Sesuai namanya, penyebabnya karena terekspos sinar matahari. Knp bisa lebai begitu kena

matahari aja jadi dermatitis? Karena sebelumnya org tsb sudah terkena zat kimia tertentu

yg singkatnya bikin sensitivtas terhadap matahari jadi naik. Alhasil kulit yg kena matahari

jadi bengkak, merah, bisa gatal/tidak gatal. Ada cukup banyak zatnya, tapi yang diberi

contoh oleh dr. Tjut Nurul Alam saat kuliah itu obat griseofulvin (antijamur). Kalau

berminat tahu ada zat-zat lain:

Phenothiazines, such as chlorpromazine (which can be used in the treatment of

psychoses such as schizophrenia or bipolar disorder) and promethazine (which is an

antihistamine with sedative effects).

Amiodarone, which is a drug used in the treatment of an irregular heart rhythm.

Thiazide, which is another drug used to treat high blood pressure.

Tetracyclines, sulphonamides, quinolones (which drugs used in infections), and

griseofulvin (an anti-fungal drug).

NSAIDs, which are a type of painkiller, such as ibuprofen

Sulphonylureas, such as tolbutamide, which are used in the management of type 2

diabetes mellitus. (sumber: http://www.medic8.com/healthguide/allergies/photosensitivity

/phototoxic-reactions.html )

Page 12: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

12

Dermatitis Numular

Ciri khasnya lesi kemerahan bentuk bulat-bulat atau oval seperti uang koin (gambar di

slide), bisa muncul di mana saja, berkaitan dengan kulit yg kering. Dewasa ini dianggap

sebagai dermatitis atopik yg muncul saat dewasa (adult-onset), biasanya muncul di

ekstremitas. Inget bedain sama infeksi jamur ya,,

Dermatitis Seboroik

Sisik yg berminyak, kekuningan seperti ketombe pada kulit kepala dan daerah yang

terdapat rambut seperti kepala, leher, dada bagian atas

Dermatitis Stasis

Banyak terjadi pada pengidap varises, biasanya di kaki bawah atau pergelangan kaki. Ciri-

cirinya ada edema, hiperpigmentasi.

Neurodermatitis (likenifikasi)

Awal lesi dari iritan mekanik. Kemudian gatal jadi digaruk-garuk, akhirnya terjadi penebalan

epidermis dan dermis (gambar di slide). Jadi mekanismenya spt lingkaran setan lah: lesi di

kulit – gatal2 – digaruk-garuk jd tergores (scratch) – goresanny jadi lesi lagi deh. (Dita)

FLORA NORMAL KULIT

A. MIKROORGANISME PADA KULIT

Kulit dan membran mukosa, yang merupakan barrier dari mikroorganisme, adalah

lingkungan tempat terjadinya interaksi mikroorganisme dengan tubuh manusia. Interaksi

yang terjadi dapat berupa simbiosis yang berarti hidup bersama (pelaku simbiosis:

symbionts). Jenis simbiosisnya adalah:

Mutualisme : saling menguntungkan, misalnya E. coli yang mensintesis vit K pada

usus halus, serta usus besar menyediakan nutrisi untuk kelangsungan hidup E. coli.

Komensalisme : satu untung, satu tidak dirugikan, misalnya mikroorganisme sebagai

flora normal mendiami tempat-tempat seperti mata, telinga, dan genitalia eksterna.

Bakteri ini hidup pada hasil sekresi dan sel-sel yang mudah terkelupas. Bakteri

mendapatkan keuntungan dari tempat yang mereka diami, sedangkan inang (tubuh

manusia) tidak mendapat kerugian/keuntungan apa-apa.

Parasitisme : satu untung, satu rugi, misalnya patogen pada manusia yang menjadi

parasit dan dapat menyebabkan penyakit (semua patogen adalah parasit).

B. GAMBARAN UMUM FLORA NORMAL

Flora normal dikatakan normal karena keberadaannya memang ada di tubuh seseorang

yang sehat. Kata ”flora” digunakan untuk mewakili bakteri yang merupakan organisme

terbanyak. Perbandingan jumlah sel di tubuh dengan bakteri adalah 1012 dengan 1014.

Normal flora disebut juga “indigenous flora” atau flora alami. Flora ini dikatakan tidak

normal jika berada pada tempat yang tidak seharusnya seperti otak, jantung, otot, dan

tulang, karena dapat menyebabkan penyakit.

Jenis flora normal:

Resident flora mendiami tempat untuk waktu yang lama.

Transient flora mendiami tempat hanya “sementara.”

Flora normal pada kulit adalah Stap. epidermidis, Staph. Aureus, Diphtheroids, Streptococci,

P. aeruginosa, Anaerobes, Candida torulopsis, Pityrosporum.

Dampak adanya flora normal:

Menutupi tempat perlekatan mikroorganisme yang buruk bagi tubuh

Mengonsumsi nutrisi yang tersedia

Memproduksi racun untuk mikroorganisme yang lain

C. INFEKSI MIKROORGANISME

Jika keseimbangan jumlah antara flora normal dengan patogen terganggu,

dapat terjadi infeksi. Misalnya pada vagina wanita. Flora normal yang ada menjaga pH

vagina pada 3.4 – 4.5. Adanya flora normal ini mencegah pertumbuhan berlebih dari jamur

Candida albicans. Jika jumlah flora normal berkurang karena adanya eliminasi dari

antibiotik, atau pembersihan yang berlebihan pada vagina, maka pH vagina akan menjadi

netral. Kenetralan ini mendukung lingkungan yang kondusif bagi Candida albicans untuk

tumbuh.

Page 13: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

13

Mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit jika ada kesempatan, misalnya jika

terdapat penurunan sistem imun, treatment dengan antibiotik dengan broad spectrum

(dapat digunakan untuk segala jenis bakteri), implantasi alat (kateter, prostheses). Flora

normal juga dapat menjadi oportunis (menyebabkan penyakit), misalnya Candida albians

pada terapi antibiotik.

Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit yang menutupi lapisan jaringan ikat (dermis).

Ini disebut mekanisme pertahanan pertama, yang dapat menghalangi tumbuhnya

organisme pada umumnya. Mikroorganisme dapat melakukan penetrasi jika pada

kulit terjadi luka, abrasi, atau luka bakar.

Beberapa faktor yang dapat menghambat tumbuhnya mikroorganisme di kulit adalah:

Kekeringan kulit: Kekeringan kulit dapat menghambat tumbuhnya mikroorganisme.

Kulit dengan kering yang cukup menyebabkan bakteri memasuki masa dorman, bahkan

beberapa spesies dapat mati dalam hitungan jam. Sebagai contoh, bakteri bacil gram

negatif tidak dapat berkoloni secara permanen (kecuali Acinetibacter sp.) karena kulit

yang terlalu kering. Daerah di kulit yang lebih lembab (aksila, perineum, scalp) memiliki

lebih banyak populasi mikroorganisme, seperti s.aureus, dan coagulase negative

staphylococci.

pH yang rendah: pH normal kulit adalah 3-5 (asam). pH yang rendah ini dapat

menghambat pertumbuhan dengan cara menetralkan mikroorganisme yang umumnya

bersifat basa di alam.

Substansi inhibitor: Terdapat komponen bacterisidal atau bacteriostatik di kulit.

Komponen ini didapat dari kelenjar keringat yang menyekresikan lisozim dan enzim

lainnya yang dapat menghancurkan peptidoglikan pada dinding bakteri. Selain itu,

terdapat juga kompleks lipid, misalnya Propionibacterium acnes yang memproduksi

asam lemak rantai panjang (mis. Asam oleat), yang merupakan inhibitor kuat untuk

bakteri lain. Flora normal yang sangat berguna ini tidak akan tereliminasi hanya

dengan keringat, pembasuhan, ataupun mandi. Flora-flora yang ada umumnya akan

musnah jika dilakukan scrubbing setiap harinya dengan sabun yang mengandung

hexachlorophene atau disinfektan lainnya. Bakteri anaerob maupun aerob dapat

melakukan infeksi yang sinergis dengan bekerja sama (mis. pada gangrene,

necrotizing, fasciitis, cellulitis pada kulit dan jaringan lunak). Ketika terjadi lesi yang

progresif, akan sulit mencari organisme yang menjadi penyebab utamanya.

Proses pentingnya:

Organisme berhasil menerobos stratum korneum Pertahanan tubuh akan dikerahkan

Sel Langerhans pada spinosum akan mengeluarkan sitokin neutrofil “terpanggil”

ke daerah invasi sistem komplemen teraktivasi

D. KONTAMINASI, KOLONISASI, DAN INFEKSI PADA LUKA

Pada dasarnya, semua luka yang kronik akan terkontaminasi oleh bakteri. Bahkan,

beberapa bakteri muncul untuk membantu masa penyembuhan luka. Pengaruh bakteri

pada penyembuhan luka ditentukan berdasarkan interaksi yang terjadi dengan sel-sel

tubuh. Definisi yang harus diingat:

Kontaminasi pada luka: adanya organisme yang tidak bereplikasi pada luka.

Kontaminan ini merupakan mikroflora yang alami (normal) dan tidak dapat tumbuh

(replikasi) di luka. Kebanyakan organisme yang mengkontaminasi tidak dapat

bereplikasi pada luka.

Kolonisasi pada luka: adanya mikroorganisme yang dapat bereplikasi dan melekat

pada luka namun tidak menimbulkan luka (kerugian) untuk tubuh manusia. Ini

adalah hal yang normal, dan organisme tersebut umumnya adalah flora normal pada

kulit (mis. Staphylococcus epidermidis, other coagulase negative Staph.,

Corynebacterium sp., Brevibacterium sp., Proprionibacterium acnes, Pityrosporum sp.)

Infeksi pada luka: adanya mikroorganisme yang dapat bereplikasi dan

menimbulkan luka. Umumnya adalah pathogen primer [mis. Staphylococcus aureus,

Beta-hemolytic Streptococcus (S. pyogenes, S. agalactiae), E. coli, Proteus, Klebsiella,

anaerobes, Pseudomonas, Acinetobacter, Stenotrophomonas (Xanthomonas).]

Proses mikrobiologi pada luka:

1. Fase luka akut awal: didominasi oleh flora normal kulit. Setelah itu akan

didominasi oleh S. aureus dan Beta-hemolytic Streptococcus (biasa ditemukan pada

diabetic foot ulcers). Keduanya bakteri gram negatif.

Page 14: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

14

2. Setelah 4 minggu: bakteri bacil gram negatif yang bersifat anaerob fakultatif

akan berkoloni di luka (mis. Proteus, E. Coli, dan Klebsiella)

3. Luka semakin memburuk: struktur yang lebih dalam akan terkena. Bakteri

anaerob akan lebih mendominasi. Umumnya, infeksi yang terjadi bersifat

polymicrobial (4-5 organisme). Pada luka kronik yang lama, umumnya memang akan

didominasi oleh bakteri anaerob. Luka yang memburuk dipengaruhi oleh endotoksin,

enzim, dan eksotoksin. Jika lukanya terlalu dalam, mikroorganisme dapat menginfeksi

otot dan tulang, menyebabkan osteomyelitis, diasosiasikan terutama dengan coliforms,

bakteri anaerob, dan Staphylococcus aureus.

4. Bakteri aerob gram negatif [(Pseudomonas, Acinetobacter, Stenotrophomonas

(Xanthomonas)] juga dapat ditemukan di akhir proses degenerasi luka kronik.

Bakteri ini bersumber dari luar (mis. Air yang digunakan untuk mandi atau air yang

mengenai kaki). Akan tetapi, organisme seperti Pseudomonas tidak terlalu bersifat

invasif kecuali jika pasien berada pada keadaan yang highly compromised (mis. Ecthyma

gangrenosum pada pasien neutropenik).

Sebagai tambahan, Enterococcus dan Candida jarang ditemukan pada luka. Tatalaksana

untuk pasien dengan indikasi kedua mikroba tersebut hanya diindikasikan jika tidak ada

patogen lain yang ditemukan, dan kedua mikroba tersebut ada dengan konsentrasi yang

tinggi (106 CFU‟s per gram jaringan).

Kesimpulan:

Pada luka kronik pada fase awal umumnya terdapat organisme gram positif (S. aureus,

Streptococcus). Luka untuk durasi yang lama (mencapai bulan) dengan melibatkan jaringan

tubuh bagian dalam memiliki rata-rata 2-5 patogen, termasuk anaerob.

E. PROSES KOLONI KE INFEKSI

Bagaimana sih proses dari koloni ke infeksi? Dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

Nilai kekuatan infektif: dosis virulensi dari virus X / dosis yang dapat ditoleransi

tubuh

Jumlah organisme

Faktor virulensi (endotoksin, eksotoksin, kapsul, antifagositik)

Resistensi dari inang pada infeksi

1) Dosis bakteri untuk menimbulkan infeksi

Berbeda-beda, tergantung dari organisme yang terlibat. Beberapa organisme

hanya akan infektif jika konsentrasinya tinggi, misalnya pada Candida dan

Enterococcus.

Kombinasi dari berbagai spesies bakteri dapat menghasilkan efek yang lebih buruk

(sinergis). Misalnya pada Streptococcus Grup B dan S. aureus.

Ada beberapa organisme yang harus segera ditangani, walaupun hanya ada dalam

konsentrasi yang rendah. Contohnya: Beta-hemolytic streptococci, Mycobacteria

sp., Bacillus anthracis, Yersinia pestis, Corynebacterium diphtheriae, Erysipelothrix

rhusiopathiae, Leptospira sp., Treponema sp., Brucella sp., Clostridium sp., VZV,

HSV, dimorphic fungi, Leishmaniasis.

2) Virulensi

Ada beberapa faktor dari bakteri yang merusak inang: Hyaluronidase

(Streptococcus pyogenes), proteases (Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeruginosa), toxins (Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus), endotoksin

(organism gram negatif).

Beberapa organisme hanya mengeluarkan sedikit faktor virulensi, tapi jika

bergabung dengan faktor virulensi dari bakteri lain akan menyebabkan kerusakan

inang, misalnya Group B Streptococcus and Staphylococcus aureus: Sinerginya

akan menghasilkan hemolisis.

3) Resistensi Inang

Faktor lokal (dari daerah sekitar luka):

o Area luka yang besar

o Kedalaman luka yang meningkat

o Tingkat keparahan (akut/kronis)

o Lokasi anatomis (lebih berisiko di ekstrimitas bagian distal dan bagian

perineal yaitu permukaan antara simfisis pubis hingga tulang ekor)

o Benda asing sekitar tubuh

o Jaringan nekrotik

o Mekanisme luka (gigitan, lubang di visceral)

o Reduksi perfusi

Faktor sistemik (dari tubuh keseluruhan):

Page 15: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

15

o Penyakit pada vaskular

o Edema

o Malnutrisi

o Diabetes

o Peminum alkohol

o Efek pembedahan terdahulu atau radiasi

o Kortikosteroid

o Defek neutrofil yang diturunkan

F. ASEPSIS

Asepsis adalah pembersihan dari patogen dan mikroorganisme yang berpotensial patogenik

agar terhindar dari infeksi (kontaminasi).

Ada dua jenis asepsis:

Asepsis Medis: Petugas rumah sakit, pasien, dan lingkungan rumah sakit sebisa

mungkin bersih dari mikroorganisme yang infektif.

Asepsis saat Pembedahan: Segala instrumen, gloves, dan benda lainnya yang

akan berkontak dengan pasien harus steril.

Hal lain yang harus diketahui (dan diterapkan) adalah cuci tangan. Ini adalah cara yang

terpenting untuk mengurangi risiko transmisi mikroorganisme dari suatu tempat ke tempat

lain pada orang yang sama (misalnya dari tangan ke mulut).

Cuci tangan dilakukan sesegera mungkin ketika kontak dengan pasien dan setelah

kontak dengan darah, cairan tubuh, hasil sekresi, peralatan dan barang yang

terkontaminasi oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk mengontrol kemungkinan infeksi.

Salah satu contoh fakta yang “mengharuskan” kita untuk cuci tangan adalah bakteri gram

negatif. Bakteri ini bukan bakteri yang yang normal ditemukan (kecuali pada lingkungan

yang lembab), tapi mudah sekali untuk melekat di tangan dan dapat ditransmisikan ke

orang yang rentan terkena infeksi.(Vrina)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM YANG BERHUBUNGAN

DENGAN LUKA DAN ALERGI PADA KULIT

Penyakit kulit, sama dengan penyakit pada organ lain. Kelainan dapat berupa infeksi,

inflamasi, autoimun, dan tumor (keganasan, tapi ada juga yang jinak). Yang dibicarakan

hanya berhubungan dengan infeksi, inflamasi, autoimun. Kelainan yang bersifat keganasan

pada kulit tidak ada pemeriksaan lab yang khusus, biasanya melihat pada kelainannya

dan mengambil biopsi diperiksa secara patologi anatomi.

Untuk menuju diagnosis, sama seperti sistem lain, perlu anamnesis, gambaran klinis,

dan pemeriksaan penunjang (mis: laboratorium). Di modul ini, gambaran klinis

didapatkan dengan melihat morfologi kelainan kulit (numuler, merah, berair, bintik –

misalnya seperti itu). Jarang melibatkan pemeriksaan lab untuk laboratorium, tapi ada

beberapa kasus yang akan memerlukan pemeriksaan laboratorium, karena pemeriksaan

laboratorium dapat menunjang.

INFEKSI KULIT

Infeksi melibatkan mikroorganisme yang masuk/menyebabkan penyakit, misal: jamur,

virus, ato bakteri. Yang paling sering pada usia muda adalah disebabkan jamur, misalnya

candidiasis, tinea (tinea versikolor, TV = panu) , virus herpes simplex, varicella

zoster- sebenernya penyakit sifatnya sistemik tapi menyebabkan gambaran di kulit, atau

akibat bakteri: impetigo, folikulitis.

Pemeriksaan lab pada infeksi ada dua bagian besar, pertama deteksi penyebab (deteksi

antigen) – dilakukan dengan cara deteksi bakteri, jamur, atau mungkin virus. (1)

Ditambahkan KOH untuk melihat bentuk asli (mis: Candida, Trikopfiton sp); (2) pewarnaan

gram untuk melihat penyebabnya (mis: S.aureus; S.epidermitis) bisa dilihat apakah gram

positif atau negatif, bentuk bakerinya bentuk atau batang; (3) kultur untuk memperbanyak

bakteri lalu diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat bakteri, sehingga bisa didapat secara

spesifik spesies bakterinya; atau (4) bisa dideteksi dengan asam nukleat bakteri penyebab

(PCR) tapi jarang dilakukan pada kelainan kulit.

Page 16: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

16

Pemeriksaan kedua adalah deteksi reaksi tubuh (SEROLOGI) deteksi respons tubuh

terhadap adanya makhluk/mikroorganisme yang masuk ke tubuh kita. Bukan mencari

antigen penyebabnya. Yang diperiksa adalah antibodi – berapa banyak antibodi dalam

tubuh yang bereaksi terhadap adanya mikroorganisme. Antibodi terhadap stafilokous,

streptokokus, atau hemophilus influenza. Prinsipnya adalah dengan melihat apakah respons

antibodi meningkat terhadap mikroorganisme tertentu.

Tapi ada juga pemeriksaan serologi yang bisa mendeteksi antigen. Di dalam alat tesnya

yang dipasang (ditempel) adalah antibodi (biasa dibuat dari hewan tikus atau marmut) –

baru direaksikan dengan darah yang akan diuji. Kalau di dalam darah ada antigen tertentu,

lalu akan menempel dan terdeteksi.

Pemeriksaan tambahan adalah uji hematologi, misalnya leukosit; DIFF (Hitung jenis – udah

praktikum inflamasi kan?), atau ada uji protein fasa akut (CRP = C reactive protein). CRP

tidak hanya meningkat kalau infeksi saja; tapi juga ada radang (respons tubuh, walau

tidak ada mikroorganisme lain). CRP karena merupakan protein fasa akut, muncul setiap

kali tubuh memasuki masa akut. Misal: sakit gigi karena giginya mau tanggal pada

anak-anak, mungkin tidak ada bakteri tapi tubuh bereaksi – mengalami inflamasi – CRP

akan meningkat. Oleh karena itu, CRP tidak bisa digunakan untuk menjadi penanda

infeksi. Ini hanya merupakan tes suportif, bukan diagnosis penentu.

BAHAN YANG DIPERIKSA dalam tes pada umumnya adalah:

Jika kelainan di kulit ya yang diperiksa kulit itu sendiri (bahan yang mana dijumpai adanya

kelainan): khususnya untuk pemeriksaan mikroskopik dan isolasi. Kalau kulit panuan, ya

dikerok kulit yang ada panunya (skin scraping), kalau kuku berjamur ambil kukunya. Biasa

tambahkan KOH, lihat di mikroskop. Tes yang lain, misalnya tes asam nukelat bisa pakai

darah (di samping dari darah, tentu saja bisa menggunakan bahan yang mengandung

infeksi misalnya). Setelah pemeriksaan, harus ada tanda positif.

Jangan main suruh pasien periksa pasien PCR.PCR misalnya hanya digunakan untuk

penelitian, atau penyakit dengan segala metode pemeriksaan yang rutin dilakukan tidak

ditemukan penyebabnya.

Kalau antigen masuk ke tubuh, tubuh merespons. Sekitar 2-4 hari, akan muncul respons

tubuh yang berupa IMUNOGLOBULIN M (IgM) kalau badan kita belum terekspos

antigen tersebut. Hari kelima, baru terjadi peningkatan IMUNOGLOBULIN G (IgG). Maka

itu, pada primary response yang muncul pasti IgM dulu, baru beberapa hari kemudian

IgG. Kalau sembuh, titer imunoglobulin akan turun.

Kalau beberapa bulan kena lagi dengan antigen yang sama, tubuh akan berespons sangat

cepat, dan yang akan muncul pertama kali adalah IgG. Jadi kalau IgG padai kasus infeksi

tinggi sekali, biasanya merupakan pertanda dari secondary response, baru jarak

beberapa hari kemudian IgM muncul dan pada umumnya tidak terlalu tinggi. Dari

anamnesis, kalau anamnesis baik sebenarnya bisa terlihat apakah seseorang mengalami

primary response atau secondary response. Kalau anamnesis kurang baik, lihatlah dengan

pemeriksaan laboratorium.

DETEKSI ANTIBODI

Pada infeksi primer biasanya IgM (+), tapi kalau periksa beberapa hari (mis:

lewat hari ke-7), IgG mulai positif juga,

Kalau infeksi sekunder, hari-hari awal yang positif IgG dulu IgM masih negatif,

lewat hari ketujuh baru IgM mulai positif.

Page 17: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

17

Pertanyaannya: BISA GA MEMBEDAKAN KALAU IgM dan IgG sama-sama tinggi? Apa dia

infeksi primer atau sekunder?

Bisanya titer IgG tinggi sekali – luar biasa tinggi, makanya butuh pemeriksaan

kuantitatif. Kalau pemeriksaan kualitatif (hanya menghasilkan hasil positif atau negatif,

berarti tidak bisa dibedakan).

TES SUPORTIF, yakni tes hematologi. Biasanya penyakit apapun pemeriksaan hematologi.

Kenapa? Karena pemeriksaan hematologi ada beberapa item, dari trombosit, leukosit,

trombosit – merupakan screening awal apakah dia infeksi atau bukan. Dari item-item di tes

hematologi, yang terpenting adalah hitung jumlah leukosit (leucocyte count) – infeksi

bakteri akan meningkatkan jumlahnya. Pada infeksi virus, bukan naik malah cenderung

turun. Mengapa? Karena infeksi virus yang berperan terutama lekosit yang menghancurkan

virus, dan dirinya kadang hancur juga, makanya jumlahnya cenderung turun. Kalau

infeksi bakteri lebih nyata dalam hal respons humoral.

Differential count (hitung jenis leukosit) – pada infeksi bakteri yang jelas adalah

NEUTROFIL – sel polmorphonuclear yang meningkat tinggi (neutrofilia). Apabila infeksi

virus, maka LIMFOSIT – mononuclear cenderung meningkat. Inilah kaidah umum yang

pada umumnya berjalan, tapi ada beberapa infeksi yang tidak sesuai dengan kaidah di

atas.

Maturasi Granulosit - akan ada di modul hematoklogi, singkatnya di bawah ini:

Suatu leukosit sebelum matang, lewat fase sel-sel muda. Sel leukosit yang matang (disebut

segmented neutrofil), berasal dari: (perhatikan urutannya)

Blast – Promielosit – Mielosit – Metamielosit – Stab (Batang) – Segmented

Dalam peredaran darah tepi, adanya cuma neutrofil batang – (stab) dan neutrofil segmen.

Sisanya, adanya di sumsum tulang (kecuali kalau ga normal). Gambaran misalnya antara

neutrofil batang dengan neutrofil segmen bisa menjadi indikator. Inget kan kalo neutrofil

segmen jumlahnya sangat banyak (sekitar 50-70% dari hasil hitung jenis), sedangkan

neutrofil batang jumlahnya jauh lebih sedikit (sekitar 2-6%)? Nah, kalo ternyata sampai

neutrofil batang meningkat, ini bisa jadi pertanda penyakit tertentu (tadi saya tanya pas

praktikum inflamasi, ternyata neutrofil batang segmen merupakan proses maturasi neutrofil

segmen. Jadi kalo ada yang kurang matang meningkat jumlahnya, misalnya neutrofi batang

meningkat, berarti ada mekanisme kompensasi yang terjadi – jadi kayak berpikir “udah lah

lo udah cukup mateng, udah bisa kan jalanin fungsi lo? Udah keluar sana ke peredaran

darah, ga usah sampe jadi neutrofil segmen dulu, oke?” – mungkin kayak gitu.

Jenis Sel Persentase Hitung Jenis

Basofil 0 – 1 %

Eosinofil 1 – 3 %

Neutrofil batang 2 – 6 %

Neutrofil segmen 50 – 70 %

Limfosit 20 – 40 %

Monosit 4 – 8 %

Pada infeksi sangat berat, sel yang agak mudaan (metamielosit, misalnya) bias keluar ke

peredaran darah tepi. Kalau sampe ketemu ini, kita sebut shift to the left. Kalau neutrofil

berlebih banyaknya (shift to the right, tapi jarang disebut).

Sedangkan jumlah tromsobit pada infeksi bakteri cenderung meningkat, pada infeksi virus

akan menurun.

Page 18: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

18

Nah, nanti untuk uji kasus-kasus jangan cuma terpaku hitung jenisnya aja ya. Tapi kita

mesti berpikir soal jumlah absolutnya. Nah untuk ngitung jumlah absolut ini kita butuh

nilai perse hitung jenisnya, dan kita juga butuh nilai jumlah leukosit dalam darah / satuan

volum.

Contohnya kayaknya begini, jumlah leukosit dalam badan kita normalnya 5000 – 10000

sel / µl. Karena persen hitung jenis basofil normalnya 0 – 1%, jadi jumlah absolut basofil

yang harusnya ditemukan adalah kurang dari 100 sel basofil.

Demikian juga kalo dihadapkan sama data sekunder tentang persen limfosit dan jumlah

leukosit orang itu. Sebelum kita bilang dia mengalami limfositosis (terlalu banyak limfosit)

harus dihitung bedasarkan JUMLAH ABSOLUT, BUKAN PERSENTASE YA! PENTING

BANGET CUY!!! BUAT UJIAN! Jadi jangan maen judge orang mengalami kelainan kalo

persen hitungnya lebih tinggi ato lebih kecil sebelum yakin bahwa jumlah absolutnya juga

abnormal.

HIPERSENSITIVITAS

Didefinisikans sebagai respons tubuh yang berlebih terhadap antigen yang mungkin bukan

disebabkan oleh antigen luar (tapi antigen dalam). Contohnya adalah, dermatitis atopik,

urtiikaria (tipe 1); atau dermatitis kontak (tipe 4). Hipersensitivitas ada 4 tipe, dan tipe 1

serta 4 sering dikaitkan dengan kelainan kulit.

Hipersensitivitas Tipe 1: IgE-mediated hypersensitivity – kalau ada “antigen” (baik dari luar

maupun dalam), akan berikatan dengan IgE yang kemudian kompleks antigen-IgE akan

ditangkap oleh mast cell. Kemudian mast cell akan mengalami degranulasi (granul

keluar dalam sel), menyebabkan hipersentivitas (gatal, merah, agak hiperemis, bengkak

sedikit). Reaksi ini sangat cepat terjadi (reaksi cepat disebutnya). Reaksi hipersensitivitas

yang ini berkebalikan dengan reaksi tipe IV.

Reaksi tipe I bersifat cepat karena allergen pernah mengekspos (berkali-kali).

Tipe 4 (atau nama lainnya delayed-type) pada hipersensitivitas tipe ini yang terlibat

biasanya sel T (baik CD-4 maupun CD-8). Antigen berikatan dengan reseptor yang ada di

sel T. Ikatan antara antigen dengan reseptor pada sel T ini kemduian akan menyebabkan

keluarnya limfokin (sitokin yang dikeluarkan oleh limfosit). Limfokin mengaktivasi

makrofag (untuk memakan benda yang sifatnya asing), lalu mengeluarkan zat-zat yang

memicu terjadinya inflamasi. Respons ini bisa menimbulkan kerusakan jaringan.

Bisa juga sel CD-8 beraksi dengan cara langsung membolongi (merusak) sel yang dianggap

asing olehnya.

Tipe II itu (nice to know dulu, mungkin semuanya menjadi sangat teramat jelas di modul

infeksi-imunologi) – berkaitan dengan K cell (killer cell) yang punya IgG, dan akan beriktan

dengan antigen yang akan berikatan di permukaan sel (target cell). Atau bias juga antibodi

bebas yang akan menempel ke target cell, lalu akan mengaktivasi killer cell atau system

komplemen.

Sedangkan hieprsensitivitas tipe III melibatkan kompleks antibodi-antigen yang akan

“mandek” - tersangkut di epitel pembuluh darah.

Sel B yang menangkap antigen akan menghasilkan IgE. Makanya alergen yang sama

menyerang, IgE sudah siap, menyebabkan mast cell berdegranulasi. Sitokin baru keluar 2-4

jam kemudian.

Secara ringkas, keempat tipe reaksi hipersensitivitas dapat dirangkum dalam tabel berikut:

Tipe Mekanisme Kerusakan Jaringan

I Antibodi IgE Sel mast dan mediator lain (amina vasoaktif, mediator lipid, sitokin)

II Opsonisasi dan fagositosis, aktivasi leukosit melalui komplemen dan reseptor Fc

III Kompleks imun Ab dengan IgM / IgG

Aktivasi leukosit melalui komplemen dan reseptor Fc

IV Sel CD4 (delayed type) Sel CD8 (T-cell mediated cytolysis)

Aktivasi makrofag, inflamasi terkait sitokin, pembunuhan sel secara langsung

Page 19: Tentir Kulit Dan Jaringan Penunjang Sumatif I - Part II

19

Pada hipersensitivitas tipe 1, jika diperiksa kadar IgE tinggi sekali. Ada juga tes IgE spesifik

(ditempelkan alergen macam-macam. Alergen yang diperiksa kira-kira 20 alergen di negara

kita Indonesia, misal bulu kucing, bulu anjing, debu rumah / tungau / dermatofita – yang

dilekatkan di suatu strip (alergennya ada di strip itu), lalu ambil darah subjek tes (biasanya

yang sudah diambil serumnya aja), dikenakan ke strip, kalau ada garis-garis yang muncul

orang itu alergi terhadap alergen tersebut). Hipersensitivitas juga biasanya dinilai dengan

peningkatan eosinfoil.

Kalau reaksi inflamasi, akan dilakukan pemeriksaan IL-4, IL-5, Il-10 yang meningkat (hanya

untuk kasus-kasus yang berat karena kurang spesifik). CRP juga boleh diperiksa untuk

menguji reaksi inflamasi.

AUTOIMUN

Pada umumnya kasus yang jarang. Reaksi pada umumnya berupa hipersensitivitas tipe II

dan III. Bisa disebabkan deposisi kompleks imun yang beredar, kelilling di dinding

pembuluh darah, dianggap benda asing oleh neutrofil, akhirnya menghasilkan vaskulitis /

radang pembuluh darah).

Pemeriksaan autoantibodies: Hasilnya harus positif, dan system komplemen biasanya

menurun karena dipakai dan dipacu untuk menghancurkan benda yang dianggap asing

(sebetulnya dalam reaksi autoantibodi ya yang dihancurkan yang dalam tubuh itu sendiri).

Penyakit autoantibodi lain misalnya pemphigus vulgaris; dan pemphigoid bula yang

disebabkan antigen kulit.

Contoh penyakit SLE (systemic lupus erithematosus). Untuk kasus ini, periksalah ANA (anti

nuclear antibodi) – untuk memastikan adanya SLE.

Kalau penyakit bersifat sistemik – misalnya lupus eritematosus, staphylococcal scalded skin

syndomre (SSSS), dan toxic shock syndrome, akan menimbulkan komplikasi ke mana-

mana. Contohnya, ke ginjal (dibuktikan dengan peningkatan kreatinin), serta ke hati

(terjadi peningkatan SGOT, SGPT).

HIPERSENSITIVITAS

Mohon maaf sebesar-besarnya, untuk kuliah yang ini, akan di upload lewat mediafire saja

ya. Terimakasih~

~ SELAMAT BELAJAR ~

~ 2009 BISA! ~