Tentang KLAIM Cinta Kepada Allah

download Tentang KLAIM Cinta Kepada Allah

of 4

description

Cinta Kepada Allah

Transcript of Tentang KLAIM Cinta Kepada Allah

  • TENTANG KLAIM CINTA KEPADA ALLAH (TAFSIR QS. 3:31)

    Semua MUSLIM pastilah akan kita dapati akan mengatakan, aku cinta kepada Allh; namun

    hendaknya ia menjawab tantangan Allh berikut untuk membuktikan KLAIM-nya.

    Allh berfirman:

    (yang artinya) Katakanlah (Wahai Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah

    aku (Rsulullh shllallhu alayhi wa sallam). niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-

    dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    (QS. Ali Imraan 3:31)

    Tafsir ayat

    Dikisahkan oleh Imam al-Baghawi dalam tafsirnya Maaalimut Tanziil (1/341. Cet. Daar Thoyyibah

    1423 H), bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam berkata kepada kafir

    Quraisy yang tengah bersujud menyembah berhala (simbol tokoh-tokoh wafat yang dikeramatkan);

    Wahai segenap kaum Quraisy! Sungguh kalian telah menyalahi agama Bapak kalian, Ibrahim dan

    Ismail.

    Kafir Quraisy lantas menjawab:

    Kami menyembah berhala itu semata-mata cinta kepada Allah, agar mereka (tokoh-tokoh wafat

    yang dikeramatkan itu) mendekatkan kami kepada Allah.

    Maka Allah menjawab dengan (menurunkan) ayat di atas.

    [Maaalimut Tanziil (1/341. Cet. Daar Thoyyibah 1423 H)]

    Ulama tafsir yang lain mengaitkan ayat ini sebagai jawaban atas klaim Yahudi dan Nashrani yang

    mengatakan bahwa merekalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya, sebagaimana yang

    termaktub dalam (QS. Al-Maa-idah ayat 18):

    (Artinya) Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: Kami ini adalah anak-anak Allah dan

    kekasih-kekasih-Nya.

    [lih. Maaalimut Tanziil: 1/341]

    Terlepas dari latarbelakang turunnya ayat, para ulama tafsir sepakat menjadikan ayat tersebut

    sebagai ayat cinta yang menguji kejujuran dakwaan cinta seorang pecinta kepada yang dicintai

    (Allah).

    Sebagaimana diungkapkan oleh Imam Hasan al-Bashri rahimahullaah:

    Suatu kaum mengaku cinta kepada Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini.

    [Tafsir Ibnu Katsir: 2/299, Cet. Daar Ibn Hazm 1419 H]

    Betapa indahnya ungkapan Ibnul Qayyim rahimahullaah ketika menafsirkan ayat cinta ini [Raudhatul

    Muhibbiin: 251. Lih. Badaa-iut Tafsiir: 1/498]:

    Maka Allah menjadikan ittiba (mengikuti) Rasul sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah.

    Keadaan seorang hamba yang dicintai Allah lebih tinggi dari keadaannya yang mencintai Allah.

    Permasalahannya bukan pada (pengakuan) cintamu kepada Allah, akan tetapi (apakah) Allah

    mencintaimu.

  • Maka ketaatan kepada yang dicintai (Allah dan Rasul) adalah bukti cinta kepada-Nya, sebagaimana

    diungkapkan (dalam syair) Artinya:

    Engkau bermaksiat kepada ilahi, sedangkan engkau mendakwa cinta kepada-Nya

    Ini dalam analogi adalah kemustahilan yang diada-adakan

    Jika saja dakwaan cintamu jujur, niscaya engkau akan mentaati-Nya

    Sesungguhnya seorang pecinta terhadap yang dicintai, akan taat

    Semua orang, entah ia jujur dalam ketaatannya atau seorang munafik yang bermuka dua, bisa

    berucap:

    Saya mencintaimu Yaa Allah

    Namun apakah Allah membalas cintanya?

    Inilah yang menjadi inti permasalahan

    Maka bukti kejujuran seorang hamba dalam mencintai Allah adalah ittiba-nya kepada Rasulullah

    Shalallahu alaihi wa salam.

    Tentu saja yang dimaksud ittiba di sini adalah dalam segala hal, baik yang dicontohkan untuk kita

    kerjakan ataupun yang beliau tinggalkan (tidak kerjakan) untuk kita tinggalkan pula

    Imam Ibnu Katsir rahimahullaah menafsirkan:

    Ayat ini merupakan pemutus hukum bagi setiap mereka yang mengaku cinta kepada Allah,

    sedangkan ia tidak berada di atas jalan Muhammad Shalallahu alaihi wa salam. (Jika demikian)

    maka sungguh ia seorang PENDUSTA dalam pengakuannya, sampai ia mengikuti syariat dan

    agama Muhammad Shalallahu alaihi wa salam pada seluruh ucapan dan perbuatan beliau.

    Sebagaimana riwayat hadits yang shahih (riwayat Muslim) dari

    Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam, bahwasanya beliau bersabda:

    Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka tertolak.

    (HR. Muslim)

    [Tafsir Ibnu Katsir: 2/299, Cet. Daar Ibn Hazm 1419 H]

    Cinta yang benar, dan cinta yang dusta

    Nah, dengan timbangan cinta sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, tentunya kita bisa menilai

    diri kita masing-masing, apakah kita telah benar-benar mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan cinta

    yang jujur?

    Ataukah kata cinta yang kita ucapkan pada Allah dan Rasul-Nya hanya sebatas pemanis di bibir dan

    penghias bait-bait qasidah (baca: nasyid) yang justru melalaikan kita dari al-Qur-an?

    Atau mungkin definisi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya sudah cukup terwakilkan oleh tetesan air

    mata dan bergolaknya perasaan setelah mengikuti alur cerita novel dan film Islami?

    Sungguh, jika demikian, kita telah terbuai oleh halusnya tipuan setan!!

    Inilah kenyataan yang merebak saat ini

    Sebagian kaum muslimin begitu mengidolakan tokoh-tokoh fiktif dalam novel dan film, hanya karena

    tokoh-tokoh khayal tersebut diskenariokan berhias dengan sebagian kecil dari keindahan ajaran

    Islam.

  • Sementara tokoh nyata yang mulia nan agung, Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam, yang

    merepresentasikan keindahan ajaran Islam secara kaaaffah (sempurna), seolah terkikis dan

    terlupakan oleh pamor artis dan biduan.

    Inikah ayat-ayat (baca: tanda-tanda) cinta kepada Allah?!

    Semestinya, jika pengakuaan cinta itu jujur, niscaya mereka berbondong-bondong menuju majelis

    ilmu, bukan justru mengantri di loket bioskop dan outlet novel Islami. Karena hanya di majelis

    ilmulah, dibacakan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasul-Nya. Menghadiri majelis ilmu, inilah tanda

    cinta yang hakiki kepada Allah dan Rasul-Nya.

    Sahl bin Abdillah rahimahullaah pernah berucap:

    Tanda cinta kepada Allah adalah cinta pada al-Qur-an. Tanda cinta pada al-Qur-an adalah cinta

    pada Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam. Dan tanda cinta pada Rasulullah Shalallahu alaihi wa

    salam adalah cinta pada sunnahnya

    [lih. Tafsir al-Qurthubi: 4/63, Cet. Daarul Kitaab al-Arabi]

    Yahya bin Muadz rahimahullah mengatakan,

    Bukanlah orang yang jujur seorang yang mengaku mencintai Allah akan tetapi tidak menjaga aturan

    dan larangan-larangan-Nya.

    (Jami al-Ulum, hal. 95).

    Bisakah seseorang dikatakan mencintai Allah, jika ia mengerjakan sesuatu yang tidak pernah

    disyariatkan dan diperintahkan oleh Nabi-Nya dalam urusan agama ini?!

    Contoh nyata:

    Sebagian kita masih saja beralasan bahwa merayakan maulid Nabi yang notebene tidak pernah

    disyariatkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam adalah tanda cinta kepada Rasulullah

    shllallhu alayhi wa sallam dan wujud syukur kita kepada Allah.

    Padahal kenyataannya, para Sahabat sebagai figur yang paling mencintai Rasulullah Shalallahu

    alaihi wa salam dan paling bersyukur kepada Allah, tidak pernah mengadakan ritual maulidan.

    Seandainya merayakan maulid Nabi adalah simbol cinta yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-

    Nya, tentu para Sahabat adalah yang paling dulu dan paling antusias mengamalkannya daripada

    kita.

    Sebagaimana ungkapan yang telah menjadi kaidah baku di kalangan ulama Ahlussunnah wal

    Jamaaah:

    Kalau seandainya itu baik, niscaya mereka (para Sahabat) telah lebih dulu mengerjakannya.

    Karena para Sahabat adalah orang-orang yang paling bersemangat dan rakus dalam mengerjakan

    amal ibadah.

    Kiat meraih cintaNya

    Jalan tercepat menggapai cinta al-Khaaliq adalah dengan memurnikan tauhid kepada-Nya,

    menjauhkan diri dari kesyirikan dan ragam bentuk kekufuran.

    Kemudian mengerjakan hal-hal yang diwajibkan oleh syariat Muhammad Shalallahu alaihi wa

    salam, menjauhkan diri dari semua larangan dan segala bentuk ibadah yang tidak dicontohkan oleh

    beliau dalam agama ini.

    Baru setelah itu berhias dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan

    naafilah (sunnah). Inilah yang diisyaratkan oleh Hadits Wali:

  • Sesungguhnya Allah Taala telah berfirman: Barangsiapa memusuhi Wali-Ku, maka aku

    mengumumkan perang terhadapnya.

    Dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku

    cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.

    Dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah

    hingga Aku mencintainya.

    Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan

    sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan

    untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.

    .

    Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon

    perlindungan dari-Ku pasti Aku akan melindunginya.

    [Shahih Bukhari no. 6137]

    Senantiasa membasahi lidah dengan dzikir kepada Allah, juga merupakan sebab terbesar dalam

    meraih cinta Allah. Karena di antara ciri khas seseorang yang tengah dilanda cinta adalah senantiasa

    menyebut dan mengingat orang yang dicintainya. Demikian pula Allah, Dia selalu mengingat hamba-

    hamba-Nya yang berdzikir dan bermunajat kepada-Nya. Allah berfirman:

    (Artinya) Karena itu, berdzikirlah (ingat) kalian kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kepada kalian,

    dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.

    [Al-Baqarah: 152]

    Bergaul dan berinteraksi dengan akhlak yang mulia bersama hamba-hamba Allah lainnya juga bisa

    mendatangkan cinta dan kasih sayang Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wa

    salam:

    (Artinya) Orang-orang yang penyayang, mereka itu akan disayang oleh Allah Tabaaraka wa Taala

    (Yang Maha berkat dan Maha Tinggi). oleh karena itu sayangilah orang-orang di muka bumi, niscaya

    Dzat yang di atas langit akan menyayangi kamu.

    [Silsilah Shahihah no. 925]

    Satu lagi yang tidak kalah penting dalam berusaha meraih cinta Allah, yaitu doa. Hafalkan dan

    amalkanlah doa -dari sunnah yang shahih- berikut ini di waktu-waktu yang mustajab.

    ..