TENTANG DIPLOMASI
-
Upload
dhiny-octavia -
Category
Documents
-
view
951 -
download
5
description
Transcript of TENTANG DIPLOMASI
BAG I
Teori-teori Diplomasi
1. Diplomat dan Diplomasi: Tinjauan Teoritis
Konsep-konsep Diplomasi yang dikenal sejak awal perkembangannya di Eropa barat,
kemudian Amerika utara. Ditinjau juga konsep dari Asia, seperti India, China dan Timur Tengah.
Pembahasan berbagai konsep dilakukan dengan tujuan untu mencari akar budaya dan praktik
diplomasi di Indonesia, dan mengingat budaya politik Indonesia merupakan alkulturasi dari
berbagai sumber/ajaran.
Pertanyaannya adalah “Apakah teori–teori diplomasi di perkenalkan di Eropa daratan,
Amerika Utara atau Asia dapat diterapkan untuk studi diplomasi Indonesia?” pertanyaan
selanjutnya “Bagaimana diplomasi Indonesia dijelaskan denganmempergunakan konsep-konsep
yang telah ada?” jawaban dapat memposisikan diplomasi Indonesia sambil melihat pengaruh
budaya politik yang paling dominan dalam politik dan diplomasi Indonesia.
Sir Ernest Satow (1922) mendefinisikan diplomasi sebagai aplikasi intelijen dan taktik untuk
menjalankan hubungan resmi antara pemerintahan yang berdaulat yang kadang kala diperluas
dengan hubungan dengan negara-negara jajahannya. Barston mendefinisikan diplomasi sebagai
manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan
internasional lainnya.
Meskipun diplomasi berhubungan dengan aktivitas-aktivitas yang damai, dapat juga terjadi
dalam kondisi perang atau konflik bersenjata, karena tugas utama diplomasi tidak hanya manajemen
konflik, tetapi juga manajemen perubahan dan pemeliharaannya dengan cara melakukan presuasi
terus menerus ditengah-tengah perubahan yang tengah berlangsung.
“Diplomasi mewakili tekanan politik, ekonomi, dan militer kepada negara-negara yang
telibat dalam aktivitas doplomasi, yang diformulasikan dalam pertukaran permintaan dan konsesi
antar para pelaku negosiasi”. Untuk mencapai kepentingan nasional, keterampilan dalam
berdiplomasi merupakan syarat utama seorang diplomat. Diplomasi dapat diselenggarakan dalam
pertemuan khusus atau konferensi umum.
Pekerjaan diplomat bukanlah menyusun kebijakan, diplomat mungkin menentang kebijakan
politik negara tempat dia bekerja dan negara yang diwakili, tetapi mereka tetap diharapkan untuk
menyampaikan kebijakan tersebut dan mendukung bahkan jika kebijakan tersebut tidak mereka
yakini secara pribadi.
Teori-teori diplomasi yang dikenal sekarang dibentuk dengan kerangka pengalaman negara-
negara Eropa/Amerika utara. Dengan kemajuan hubungan internasionlny pada abad ke 20 dan
munculnya AS sebagai kekuatan baru, pemikiran Amerika telah mempengaruhi praktik diplomasi
secara signifikan.
Henry Kissinger mengatakan “AS memiliki sistem pemerintahan baik didunia, dan semua
umat manusia dapat mencapai perdamaian dan kemakmuran dengan cara meninggalkan diplomasi
tradisional dan mengadopsi referensi AS untuk menerapkan hukum internasional dan demokratis”.
Teori-teori Eropa dan Amerika Utara kemungkinan tidak relevan dengan negara-negara di
Asia yang memiliki konteks sosial, politik, dan kebudayaan yang sangat berbeda. Ada kesamaan
dalam sudut pandang sejarah antara kehidupan politik Indonesia dengan negara-negara Asia
lainnya, khususnya pada dekade tahun 1960-1970-an ketika kebudayaan politik menjadi paradigma
yang dominan. Disini para ahli berekasi terhadap pemikiran yang muncul terutama era tahun
1950an bahwa politik Asia secara sederhana adalah politik Eropa dan Amerika Utara yang
dimainkan di Asia.
Pemikiran Diplomasi Asia
Arthasastra karangan Kautilya, kitab dari jaman India kuno mengatakan Hubungan dengan
negara-negara luar dan negosisasi dilaksanakan melalui Duta, Duta besar atau envoy. Arthasastra
mengidentifkasikan 3 tipe Duta: Nisrstrarta, yaitu Duta Besar berkuasa penuh, Parimitarta, yang
memiliki kuasaan terbatas dalam melakukan perundingan, dan Sasanahara yang kedudukannya
lebih tinggi daripada pembawa pesan. Selain di India, Studi Diplomasi juga sudah dikenal di China
kuno, dasar ajarannya adalah penolakan untuk mempercayai bahwa perang merupakan suatu
kondisi yang alami dalam masyarakat. Dia mengajarkan bahwa merupaan suatu hal yang wajr jika
seseorang berkerjasama, untuk bekerja keras, bukan untuk saling memanfaatkan, tetapi untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama.
China mengenai penyerehan upeti yang tujuannya untuk mengakui kekuasaan rajayang elbih
besar dari raja “yang lebih rendah” dan untuk menunjukan status dan posisi yang lebih rendah juga
menjadi salah satu warisan ajaran diplomasi dari China yang signifikan.
Globalisasi dan pengaruh budaya Barat memiliki konsekuensi langsung terhadap pemakaian
praktik diplomasi secara internasional. Ide-ide Barat menjadi lebih dominan dibandingkan dengan
ide-ide dan kebudayaan yang berasal dari timur. Demikian pula yang terjadi dalam diplomasi, yang
menggunakan standar internasional yang berasal dari budaya Barat. Berdasarkan kondisi nyata dan
globalisasi, pelaksanaan diplomasi sesuai dengan tuntutan Internasional merupakan suatu keharusan
sebagai upaya agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan global. Kegagalan dalam
mengadaptasikan dan menerapkan konsep-konsep diplomasi Barat berarti kegagalan diplomasi
sehingga merupakan kegagalan untuk menjadi masyarakat internasional yang dihormati.
Diplomasi dan Kebijakan Luar Negeri
Diplomasi memiliki kaitan yang erat dengan politik luar negeri, karena diplomasi
merupakan implementasi dari kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh pejabat-pejabat resmi yang
terlatih. Teori sistem dapat juga dipakai untuk menjelaskan kaitan antara diplomasi dan kebijakan
luar negeri. Perubahan dalam kebijakan luar negeri akan merubah praktik diplomasinya. Kondisi ini
akan mengarah pada implikasi sistem yang berat: konsekuensi tingkah laku seringkali tidak
diharapkan atau tidak disengaja oleh para aktor diplomasi. Suatu tindakan diplomasi tidak dapat
dilaksanakan tanpa didukung oleh suatu kebijakan luar negeri.
Keberhasilan atau kegagalan diplomasi akna tergantung tidak hanya pada manajemen
hubungan internasioanl yang dilakukan oleh para diplomat yang menempatkan diri di luar negeri,
tetapi juga tergantung pada arahan dari Menlu atau Direktur Jenderal.
Tujuan Diplomasi
Diplomat melakukan diplomasi untuk mengejar kepentingan nasionalnya dengan cara saling
bertukar informasi secara terus-menerus dengan negara lain atau rakyat dari negara lain. Tujuan
persuasif antar negara adalah untukmerubah sikap dan tingakh laku lawannya.
Diplomasi dalam Praktik
Sebuah kelemahan mendasar dari semua pendekatan diplomasi dan peran diplomat adalah
mereka mengasumsikan bahwa semua negara beroperasi di dalam latar belakang politik, ekonomi,
dan budaya yang sama. Abad lalu telah ditandai dengan perubahan-perubahan yang luar biasa
dengan adanya revolusi teknologi informasi. Revolusi tersebut mengarah pada perubahan penting
dalam praktik diplomasi khususnya dalam peran diplomat dan peran Deplu. Selain itu, terdapat
peningkatan media massa, tumbuhnya aktor-aktor yang melaksanakan diplomasi jalur kedua, serta
meningkatnya peran NGOs dan INGOs.
Pengaruh Teknologi Modern dalam Diplomasi
Perubahan mendasar dunia di abad ke 21, khususnya terkait dengan teknologi informasi
telah memaksa negara-negara untuk menilai kembali pelaksanaan diplomasi. Harold Nicholson
mengatakan “Dengan perkembangan komunikasi, peran dan fungsi seorang diplomat telah se,akin
berkurang sehingga diplomat sekarang telah menurun statusya menjadi juru tulis yang bertugas
mencatat pesan-pesan telepon”.
Maka waktu tidak lagi menjadi isu yang relevan sehingga menyebabkan kegiatan diplomasi
tradisional berjuang keras untuk mempertahankan relevansinya. Perubahan-prubahan lain yang
terjadi adalah meningkatnya peran media massa, globalisasi bisnis dan keuangan, meningkatnya
partisipasi masyarakat di dalam kegiatan hubunga internasional, dan masalah-masalah kompleks
yang menghapus batasan nasional suatu negara.
Peran Media Massa dan Diplomatik Publik
Barson mengatakan bahwa opini lebih kuat daripada tentara, khususnya jika opini tersebut
dimobilisasi dalam bentuk propaganda. Teknologi penyiaran membuat sebuah kejadian memiliki
dimensi tambahan dalam bentuk tekanan masyarakat. Baik konsep dan aktivitas diplomasi, maupun
peran diplomat telah berubah bersamaan dengan perubahan teknologi komunikasi. Revolusi bidang
teknologi telah memperluas diplomasi diluar struktur Departemen Luar Negeri untuk menjawab
berbagai permasalahan masyarakat diseluruh dunia. Secara tradisional, diplomasi bersifat tertutup
dan hanya dilakukan oleh para diplomat dan wakil-wakil pemerintahan resmi. Sedangkan era
keterbukaan tidak memungkinkan manutup informasi dan mempertahankan kerahasiaan dan
pemilikan informasi secara ekslusif.
Dalam aktivitas komunikasi global, apa yang dilihat dan didengar oleh sseorang yang
mempengaruhi secara langsung tindakan pemerintah selanjutnya. Dunia yang semacam ini akan
memerlukan bersatunya masalah-masalh domestik dan internasional dan pengaruh yang
terkoordinasi bagi manajemen informasi.
Diplomasi Jalur Utama dan Kedua
Perubahan-perubahan teknologi memberi pengaruh terhadap aktivitas negosiasi diplomatik,
tindakan yang kurang independent bagi diplomat profesional dan negosiasi yang lebih langsung
antara Menteri Luar Negeri dan Kepala Negara. Upaya-upaya diplomasi melalui jalur pertama
(pemerintah kepada pemerintah) biasanya gagal menyelesaikan akar permasalahan dari sebuah
konflik. Karena kegagalan jalur pertama diplomasi, jalur kedua (atau diplomasi antar warga negara)
harus dikembangkan sebagai salah satu alternatif untuk menangani akar permasalahan dari konflik-
konflik antar negara.
Aktor-aktor diplomasi pertama, yang memiliki ciri: melakukan kegiatan berdasrkan pada
kekuasaan dan sifat kaku dalam menjalankan interaksi resmi antara wakil-wakil yang telah diberi
instruksi ileh negara yang berdaulat. Diplomasi jalur kedua diciri kan sebagai sebuah kegiatan yang
dilakukan oleh aktor-aktor bukan pemerintah, infomal, dan memiliki sifat tidak resmi dalam
menangani konflik-konflik antara kelompok masyarakat yang tujuannya menurunkan ketegangan
dengan cara meredakan kemarahan, ketakutan, dengan cara meningkatkan komunikasi dan saling
pengertian.
Peran NGOs dan INGOs
Globalisasi telah memaksa ator-aktor negara dalam sistem internasional untuk mengakui
relevansi yang semakin luas dan pengaruh semakin kuat dari aktor-aktor transnasional (misalnya
perusahaan-perusahaan multinasional, organisasi-organisasi tingkat kawasan, IGO dan NGOs)
dalam melaksanakan diplomasi Internasional.
Isu-isu yang relevan dalam diplomasi modern
Isu-isu tradisional
(perbatasan negara, keamanan, kekuasaan)
Diplomasi tradisional mengasumsikan bahwa hubungan internasional dikendalikan oleh
negara-negara berdaulat. Diplomasi tradisional memfokuskan perhatian pada pengerahan kekuatan
untuk mengadakan pendekatan, sambil mempercayai bahwa kekuasaan adalah komoditas yang
perlu diperjuangkan, sehingga semakin banyak yang dimiliki oleh satu pihak, menyebabkan
berkurangnya pemilihan pihak lain. Diplomasi semacam ini sifatnya lebih mudah dijalankan
melalui pendekatan geografi daripada dengan memakai cara lain. Wilayah telah menjadi mata uang
dalam diplomasi. Diplomasi tradisional akan semakin berkurang fungsinya ketika melihat dunia
dimana wilayah-wilayahnya tidak lagi merupakan prinsip-prinsip yang telah didefinisikan. Revolusi
dalam teknologi informasi telah merubah sifat kekuasaaan, dengan konsekwensi terhadap pengaruh
dalam sifat kedaulatan wilayah teritorial.
Isu-isu kontemporer
(hak asasi manusia, arus informasi bebas)
Masyarakat internasional tidak hanya tertarik pada masalah-masalah yang terkait dengan
poitik, keamanan, dan militer, tetapi juga meningkatkan perhatian mereka terhadap isu-isu
kemanusiaan seperti hak asasi manusia (HAM) dan arus infomasi bebas. Perhatian terhadap
masalah-masalah HAM telah meningkatkan kesadaran untuk memanfaatkan kegiatan diplomasi.
Dalam kondisi seperti ini, masyarakat internasional percaya bahwa intervensi dimungkinkan jika
tujuannya menyangkut pertimbangan kemanusiaan dan untuk membela HAM.
Diplomasi dan Isu-Isu Ekonomi
Diplomasi modern juga mengalami tantangan dalam bidang ekonomi. Didalam dunia yang
terglobalisasi dan saling tergantung, diplomasi ekonomi merupakan komponen yag dapat di ukur
dari hubungan antar negara dan menjadi lebih penting daripada sebelumnya sebagai sebuah elemen
mendasar didalam masalah internasional. Dibawah kondisi ini peran MNC dan TNCs menjadi
semakinh signifikan sebagai aktor-aktor diplomasi, selain memiliki pengaruh yang besar terhadap
produk kebijakan pemerintah. Hal ini menyebabkan masalah-masalah kesejahteraan ditangani oleh
sekelompok kecil minoritas. Ketidakmerataan ini semakin meningkatkan kemiskinan dan
menurunkan kondisi lingkungan, bahkan seringkali menyeret ke kondisi-kondisi menuju konflik
bahkan perang.
Diplomasi Indonesia
Struktur organisasi dalam Departemen Luar Negeri Republik Indonesia (Deplu RI) kurang
lebih sama antara Indonesia dengan negara lain. Sama halnya negara-negara lain, diplomat-
diplomat Indonesia berasal dari strata sosial-ekonomi menengah-atas yang berpendidikan tinggi.
Persyaratan lainnya adalah kemapuan bahasa, khususnya inggris dan bahasa-bahasa resmi PBB
lainnya. Deplu RI telah memainkan peran yang besar dalam mengkomunikasikan kebijakan luar
negeri Indonesia kepada masyarakat Internasional, selain menyebarkan perubahan-perubahan dan
hubungan internasional kepada masyarakat domestik. Akan tetapi, upaya-upaya tersebut didukung
oleh budaya politik, dan proses pengambilan keputusan di dalam pemerintahan Indonesia.
Kesimpulan
Aktivitas dan pelaksanaan diplomasi telah berkembang secara signifikan sejak isu ini
pertamakali diperkenalkan di Eropa Barat. Diplomasi modern juga ditandai dengan perubahan-
perubahan dalam aktor-aktornya: dari aktor-aktornya tradisional yang terdiri atas perwakilan-
perwakilan pemerintah sampai keterlibatan yang lebih besar dari media massa, NGO dan
perorangan. Lebih penting lagi, teknologi informasi telah merubah peran dan dungsi diplomat,
kegiatan-kegiatannya serta meningkatkannya peran masyarakat awam melalui aktivitas diplomasi
publik. Keterbukaan yang lebih besar serta keterlibatan masyarakat luas menjadi ciri diplomasi
kontemporer.
Perubahan-perubahan tersebut bersamaan dengan kondisi politik domestik serta interaksi
antar aktor-aktor politik diplomasi Indonesia. Di luar munculnya aktor-aktor diplomatik didalam
jaringan politik dan diplomasi di Indonesia. Deplu tetap merupakan lembaga yang paling
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan diplomasi Indonesia. Struktur organisasi deplu yang
terbentuk menjadi keunikan diplomasi Indonesia selama masa Orde baru. Berdasarkan kondisi
diatas, tidak ada teori diplomasi, yang dapat menyediakan arahan bagi studi diplomasi di Indonesia
atau membantu menjelaskan kompleksitas diplomasi Indonesia. Maka dari itu, terdapat jurang
didalam literatur mengenai diplomasi, dan sehingga informasi ini dpat membantu menjelaskan sifat
dplomasi Indonesia.
Indonesia selama Orde Baru menjadi salah satu kasus unik dalam diplomasi, karena kondisi
terjadi didakam kondisi Indonesia yang secara resmi merupakan negara demokrasi. Sehingga
seharusnya terdapat pembagian yang jelas antara fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif di dalam
pemerintahan. Pada kenyataannya, sifat pemerintahan Indonesia era Orde Baru adalah otoritarian
dengan dukungan dan peran kuar militer. Maka dari itu, diplomasi Indonesia harus dijelaskan oleh
konsep khsusus yang secaraa tegas dapat menunjukan posisi indonesia didalam diplomasi Barat dan
Asia.
2. Negosiasi dan Pemungutan suara (voting)
Negosisai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan diplomasi.
Kesepakatan bilateral maupun multilateral yag telah berhasil dicapai, baik berupa traktat,
kerjasama, aliansi, pemberian bantuan, perang maupun damai tidak terlepas, selain merupakan
produk negosiasi.
Abbe Duguet (dalam buku Nation and Men) memberikan batasan sebagai berikut:
“negosiasi adalah kontak dan komunikasi antara pembuatan kebijakan dengan tujuan untuk
mencapai kesepakatan. Yang ingin dicapai adalah harmoni dan saling pengertian, bukan semata-
mata kemenangan”.
Sedangkan tujuan negosiasi adalah:
1. Menyelesaikan konflik kepentingan secara damai
2. Menghindarkan bahaya langsung dari cara-cara pemecahan engan kekerasan, atau munculnya
tekanan lawan.
3. Mewujudkan perdamaian setelah terjadinya konflik kepentingan yang mengarah pada kekerasan.
4. Mewujudkan suasana yang baik melalui pembentukan suatu sistem atau organisasi permanen
sebagai wadah memecahkan masalah-masalah secara damai, selain sebagai upaya
menghindarkan konflik potensial dimasa mendatang.
Tujuan dasar dari negosiasi adalah perdamaian dan mencapai kesepakatan yang dapat
menguntungkan kedua belah pihak. Tantangan dariaktivitas negosisasi adalah mencari jalan tengah
yang saling menguntungkn kedua belah pihak, tanpa masing-masing pihak merasa dirugikan.
Dengan kata lain, negosiasi menuntut hasil akhir yang sifatnya “win-win solution”.
Maka negosiasi merupakan proses yang berkesinambungan, jika suasana sudah mengarah
pada kekerasan dan peperangan. Seperti yang dikatakan oleh Clausewitz, perang adalah bentuk lain
dari diplomasi, yang seringkali tidak terhindarkan dalam hubungan internasional. Negosiasi masa
pernag anatra lain diperlukan agar masalah tidak menyebar, tidak lebih banyak pihak terlibat,
sehingga menyebabkan permasalahan menjadi kompleks.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan politik negosiasi adalah
1. Pengamanan kebebasan politik dan integrasi sosial.
2. Meningkatkan hubungan dengan negara sahabat.
3. Memelihara perdamaian/hubungan baik.
4. Menetralisir suasana.
Seni Bernegosiasi
Peran diplomat dan pengertian diplomasi menurut Sir Henry Wotton menggambarkan
pemahaman diplomasi lama ketika masyarakat umum tidak memiliki akses yang cukup untuk
mengetahui masalah-masalah kenegaraan. Doplomasi semata-mata merupakan aktivitas formal
yang dilakukan oleh aktor-aktor resmi yang mewakili negara-negara yang erdeka dan berdaulat.
Banyak maslah kenegaraan muncul dalam lingkup yang lebih kompleks, yang telah dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat internasional masa kini.
Agen diplomatik yang diterima secara resmi pada suatu negara berhak untuk mendapatkan
hak kekebalan (imunitas) selama menjalankan tugasnya. Diplomat mempunyai kedudukan yang
sama, dan tidak lebih dihormati bila berhadapan dengan diplomat lain yang mempunyai pangkat
yang sama. Pada jamuan kenegaraan, tuan rumah duduk pada kepala meja, dan yang duduk tepat
sebelah kanannya adalh yang bertugas paling lama, diikuti dengan nomor dua lamanua, ketiga, dan
seterusnya. Diplomat pada tingkatan pertama berhak mendapatkan sebutan “Your Excellence”.
Hak-hak istimewa diplomatik juga berlaku bagi staf kedutaan, keluarga, tempat menginap
dan tempat tinggalnya. Mereka juga kebal hukum (extrateritorial) baik hukum pidana maupun
perdata, bebas membayar pajak, dan bebas untuk menjalankan ibadah mereka.
Lingkup kerja diplomat
Dalam melakukan komunikasi dan perundingan-perundingan, seorang diplomat juga harus
menyadari bahwa negara yang saat ini menjadi kawan (allies) harus dianggap bahwa suatu saat
nanti akan menjadi musuh (enemy), dan lawan juga suatu saat nanti akan menjadi kawan.
Pengangkatan diplomat atau Duta besar dilakukan berdasarkan 3 cara: karir, pengangkatan dan
penghormatan.
Manajemen Departemen Luar Negeri
Jika pekerjaan seorang diplomat menjadi berkurang pengaruhnya dan kurang glamor,
sebaliknya pekerjaan-pekerjaan seorang konsul menjadi semakin penting. Negara-negara biasanya
saling mempertukarkan konsul sebelum membuka hubungan diplomatik. Khususnya untuk
membantu keperluan para pedagang agar memiliki hubungan satu dnegan yang lainnya yang
melewati perbatasan negara, sebelum pemerintah melakukan kontak dalam negosiasi.
Tugas-tugas seorang konsul dipengaruhi oleh tata cara, ketetapan-ketetapan traktat, dan
perolehan exequaturs, atau surat kepercayaan konsuler. Seorang petugas konsuler tidak bertindak
sebgai juru bicara dari pemerintahannya, meskipun kadang-kadang dapat bertindak seperti itu dalam
fungsi-fungsi diplomatik. Seorang konsuler juga memiliki hak kekebalan diplomatik, meskipun tak
seluas seorang pejabat diplomatik. Kekebalan yang dimilikinya meliputi kekbalan hukum atas diri
dan benda-benda miliknya, bebas dari penangkapan/penggeledahan, bebas dari tuduhan kriminal,
bebas dari tugas menjadi saksi di pengadilan, bebas dari membayar pajak, dan sebagainya.
Aspek-aspek pemungutan suara (voting)
Pada setiap konperensi di mana dilakukan pemungutan suara (voting), para delegasi perlu
mengetahi 4 aspek pemungutan suara: bobot voting, syarat kuorum, syarat mayoritas, dan cara-cara
pemungutan suara. Berikut ini masing-masing ketentuan pemungutan suara;
1. Bobot Voting
Jika dalam sebuah konperensi cara “suatu negara suatu suara” tidak dapat diterapkan, maka
dalam kasus ini dipakai sistem “bobot suara”, diaman suatu negara dapat mempunyai beberapa
suara, sesuai dengan aturan konstitusional yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Persyaratan Kuorum
Peraturan konperensi pada umumnya menentukan syarat minimum kehadiran. Kuorum
ditentukan oleh kehadiran delegasi minimal terwakili oleh satu orang. Jika tidak memenuhi kuorum,
pemungutan suara tidak dapat dijalankan.
3. Syarat mayoritas
Konperensin pada umumnya dibuat oleh mayoritas delegasi yang hadir dan memberikan
suaranya. Artinya, delegasi yang tidak memberikan suaranya (abstain) dalam pemungutan suara,
yang tidak hadir atau memberikan suara tidak sah, tidak dihitung. Perkecualian terjadi jika sebuah
delegasi tetap diam selama dilakukan pengambilan suara. Dalam kasus seperti itu, delegasi itu
dinyatakan “absen”, bahkan jika delegasi tersebut secara fisik berada diruang sidang.
4. Mayoritas 2/3 yang hadir dan memberikan suara
Dalam hal ini, delegasi yang tidak hadir tidak dihitung. Jadi jumlah yang setuju minimal
duakali lipat dari jumalh yang tidak setuju.
5. Persetujuan dengan suara bulat (Unanimity)
Persetujuan dengan suara bulat tidak umum diberlakuakan di badan-badan PBB, akan tetapi
diterapkan di bebrapa organisasi internasiinal khusus. Contoh OECD (Organization for economic
Cooperation and Development).
6. Persetujuan atau penolakan anggota khusus
Dalam hal ini anggota khusus sebuah organisasi mempunyai hak istimewa untuk menyetujui
atau menolak suatu keputusan. Keputusan yang sudah diambil sebelumnya dapat berubah, bahkan
jika jumlah anggota yang sudah setuju sudah memenuhi syarat mayoritas yang diperlukan.
7. Dual Voting
Pada beberapa konperensi, mayoritas suara diperlukan tidak hanya dari semua anggota, akan
tetapi juaga oleh anggota khusus.
Metode pemungutan suara:
1. Dengan mengangkat tangan
2. Dengan cara berdiri
3. Melalui Roll Call ( Pemanggilan)
4. Dengan pemungutan suara rahasia (Secret Ballot)
5. Postal Ballot
3. Redefinisi Peran dan Aktivitas Diplomat di Era Informasi
Revolusi teknologi menjadikan aktivitas diplomasi tidak lagi menjadi monopoli diplomat
profesional melainkan sudah menjadi hirauan masyarakat luas. Keterlibatan masyarakat luas dalam
diplomasi multijalur merupakansebuah kecenderungan bru di era globlisasi ini sebagai ungkapan
kepedulian dan tanggung jawab terhadap masalah-masalah yang terkait kebijakan luar negeri dan
perdamaian dunia.
Diplomasi lama dan baru
Faktor utama perkembangan diplomasi pada abad ke 19 terkait dengan pentingnya opini
publik terhadap proses pengambilan keputusan oleh aktor-aktor pemerintah. Maka definisi
diplomasi lama seperti yang dikemukakan oleh Sir Ernest Satow: “The application of intelligence
and tact to the conduct of official relation between the goverment of independent states” telah mulai
kehilangan relevansinya. Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa aktivitas diplomasi semata-mata
dilakukan oleh aktor-aktor pemerintah tanpa keterlibatan masyarakat.
Era globalisasi dan revolusi teknologi informasi membawa konsekuensi langsungpada praktik
diplomasi internasional. Era ini ditandai dengan perubahan signifikan dalam teknologi
telekomunikasi, sehingga ekslusivitas informasi tidak lagi menjadi domain aktor-aktor diplomatik
resmi pemerintah. Pada abad infornmasi ini, teknologi telah merubah aktivitas diplomasi tidak lagi
secara eksklusif dijalankan oleh aktor-aktor pemerintah/diplomat resmi yang telah diberi wewenang
penuh dalam menjalankan diplomasi. Selain merubah jenis aktivitas diplomasi, teknologi informasi
juga memperkecil peran diplomat dan Duta Besar sehingga seringkali terjadi aktivitas ‘diplomasi
tanpa diplomat”. Perubahan fundamental dalam moda komunikasi akan membawa pengaruh yang
mendalam dalam praktik mendiplomasi.
Diplomasi dan Politik Internasional
Perkembangan berpengaruh terhadap terhadap cara, prosedur, dan subtansi diplomasi.
Sebagai konsekwensinya, diplomasi tidak semata-mata membicarakan kegiatan aktor-aktor dari
Eropa Barat, melainkan juga aktor-aktor yang sbelumnya dikenal dengan istilah “belahan dunia
ketiga”. Fasilitas dan teknologi komunikasi yang semakin canggih juga menyebabkan
meningkatnya kativitas diplomasi personal yang dilakukan kepala pemerintah.
Menurunnya peran Duta Besar tentu saja tergantung pada kualitas pejabat yang ditunjuk,
posisi negara yang akan ditempati, dan henis posisi diplomatik yang akan diduduki. Kemunduran
pengaruh Dubes jugadisebabkan meningkatnya jumlah keputusan yang diambil langsung oleh
kepala pemerintahan, kemajuan sistem komunikasi modern dan meningkatnya diplomasi personal.
Pengelompokan Negara dan Diplomasi Multilateral
Selain meningkatnya jumlah aktor diplomasi, pengaruh faktor ideologi dalam diplomasi juga
semakin meningkat. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan: “Dapatkah diplomasi (dalam arti
luas) mengimbanginya?”
Periode ini juga ditandai dengan maraknya aktivitas diplomasi multilateral, khususnya yang
membahas topik-topik kerjasama ekonomi dan perdagangan. Bentuk lain pada setting diplomasi
adalah semakin berkembangnya pengelompokan negara. Diplomasi juga telah menjadi kendaraan
penting dalam pertumbuhan kerjasama kawasan dan meningkatnya desentralisasi sistem
internasional. Selanjutnya juga terjadi perkembangan dalam aktivitas diplomasi multilateral dalam
bidang sosial, ekonomi, dan teknologi. Berkembangnya konperensi multilateral telah diimbangi
dengan unculnya inovasi-inovasi dalam teknik konperensi dan meningkatkan penerapan konsensus
dalam pegambilan keputusan.
Meningkatnya bilateralisme, khususnya di dalam diplomasi perdagangan antar negara, telah
membawa hubungan baru antara aktor-aktor pemerintah dan aktor-aktor non pemerintah dan
pengaturan inovatif seperti pertukaran barang (barter) yang kompleks, termasuk pembayaran dalam
beberapa jenis produk perdagangan. Meningkatnya peran negosiasi aktor-aktor pemerintahan dalam
bidang pertahanan dan kepentingan ekonomi dalam negeri telah mengaburkan garis antara
kebijakan luar negeri dan dalam negeri. Salah satu perkembangan khusus metode diplomasi adalah
meningkatnya jumlah aktivitas-aktivitas diplomasi seperti pertemuan, kunjungan, negosiasi, dan
penandatanganan traktat.
Perubahan isi diplomasi merupakan pengaruh meluasnya agenda diplomatik secara mendasar.
Dewasa ini aktor-aktor yang terlibat dalam diplomasi harus komunikatif terutama dengan semakin
intensifnya pemakaian alat-alat komunikasi canggih, seperti telekomunikasi, hak-hak untuk
mengekploitasi kekayaan maritim dilepas pantai, perdebatan masalah tarif, kesepakatan
penerbangan sipil, dan dipomasi mengenai utang luarnegeri yang kompleks.
Agenda utama diplomasi berubah karena munculnya agenda-agenda baru seperti isu kontra-
terorisme. Meluasnya agenda-agenda diplomatik dan kebijakan luar negeri khususnya terlihat dari
perubahan aktor-aktor yang berpartisipasi dalam diplomasi.
Redefinisi Diplomasi di Era Informasi
Disadari bahwa terdapat dilema bagi diplomasi modern dengan meningkatkan konflik antar
negara. Secara keseluruhan, diplomasi telah meningkatkan konstribusinya dalam mengatur teknik-
teknik atau aspek-aspek fungsional dari hubungan internasional.
Secara garis besar, praktik diplomasi kini dipengaruhi oleh:
1. Revolusi Teknologi informasi
2. Meningkatnya peran media massa
3. Globalisasi bisnis dan sistem keuangan, sehingga aktivitas diplomasi ekonomi menjadi
semakin signifikan.
4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Hubungan Internasional (Diplomasi Publik).
5. Munculnya isu-isu kompleks yang melewati batas-batas negara (HAM, lingkungan hidup,
arus pengungsi, terorisme, dan masalah-masalah lain yang terkait dengan Trans-Organized
Crime (TOC)
1. Revolusi Teknologi Informasi
Perubahan mendasar dalam cara, metode dan aktor diplomasi terjadi terutama setelah
terjadinya revolusi teknologi informasi. Akses informasi tidak lagi terbatas dan dimiliki oelh
kelompok-kelompok eksklusif dalam pemerintahan. Selain revolusi teknologi informasi, perubahan-
perubahan situasi dan kondisi juga perlu diperhitungkan, untuk menghadapi perubahan-perubahan
tersebut, maka “mendefinisikan ulang” diplomasi menjadi suatu keniscayaan. Pendefinisian
kembali diplomasi juga termasuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola teknologi informasi
yang berarti juga menyediakan state of the art jaringan komputer dan elektronik untuk
mempermudah akses, manajemen dan penyebarluasan informasi.
2. Meningkatnya peran media massa
Perkembang teknologi media massa memungkinkan akses informasi dengan mudah dengan
biaya rendah. Para ahli elektronik berhasil mengatasi dominasi media-media massa konvensional
ang dikontrol oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan media raksasa. Peran “gatekeeper”
dalam sistem media konvensional telah dihapuskan dengan perubahan dari terakselerasinya media
dari massa ke personal.
Melalui media massa modern, masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain tanpa halangan
birokratis. Media massa modern telah mengegaskan ide “diplomasi tanpa diplomat”. Peranan
mereka dalam menyediakan informasi satelit, sangat membantu dalam menyediakan data sebagai
bahan baku bernegosiasi. Peran media massa telah disadari sebagai salah satu faktor kunci
keberhasilan diplomasi masa kini. Revolusi komunikasi juga telah meubah peraturan-peraturan
diplomatik. Informasi semakin mudah diakses telah memperlebar lingkup diplomasi sehingga
masyarakat di seluruh dunia bisa terlibat didalamna. Diplomasi tidak lagi menjadi domain khusus
para diplomat resmi.
3. Diplomasi Ekonomi; Globalisasi bisnis dan sistem keuangan internasional
Globalisasi bidang keuangan dan bisnis telah menghapuskan batas-batas negar dan hukum
permintaan dan penawaran (supply and demand). Perdagangan internasional melalui fasilitas
elektronik (e-commerce) ini telah memperluas aktivitas perekonomian dunia. Pasar menjadi lebih
efesien, tetapi juagmenjadi lebih rentan terhadap perubahan. Banyak negara maju akan memperoleh
keuntungan pada era globalisasi dan informasi ini, selain muncul ketakutan akan semakin
terbentangnya jurang perbedaan antara negara kaya dan miskin, smapai ketakutan kehilangan
kesempatan kerja warga negara-negara maju di negara-negara berkembang.
4. Meningkatnya Aktivitas Diplomasi Publik.
Kesadaran akan pentingnya keterlibatan publik dalam diplomasi diawali dengan asumsi
bahwa pecahnya peperangan di berbagai belahan dunia telah menunjukan bahwa organisasi
internasional seperti PBB tidak dirancang untuk menangani konflik-konflik internasional. Aktivitas
diplomasi publik dapat melengkapi upaya-upaya diplomasi yang dilakukan aktor-aktor
pemerintahan. Ketelibatan publik diharapkan dapat membuka jalan bagi negosiasi yang dilakukan
wakil-wakil pemerintah selain membei masukan dan memberikan cara panadang yang berbeda
dalam memandang suatu masalah.
Dimensi publik menjadi elemen mendasar dari diplomasi baru dan secara mendasar
mempengaruhi kbijakan luar negeri. Keterlibatan masyarakat luas di luar agen-agen resmi
pemerintah, termasuk didalamnya termasuk kelompok epistemik dalam diplomasi telah lama
disadari pentingnya oleh para peneliti diplomasi selain diakui membawa dampak positif dalam
memperjuangkan kepentingan negara.
Diplomasi publik berkaitan dengan berubahnya sikap masyarakat dalam melihat persoalan-
persoalan politik luar negeri yang tidak lagi dibatasi oleh interpretasi yang diberikan oelh diplomat
tradisional. Era keterbukaan dewasa ini tidak memungkinkan lagi bagi kerahasiaan dan
eksklusivitas diplomasi. Melalui diplomasi publik, masyarakat dapat berperan terlibat dalam
aktivitas-aktivitas yang dirancang oleh pemerintah untuk menumbuhkan opini publik yang baik di
negara lain. Diplomasi publik telah mengaburkan batas-batas negara yang membatasi penyebaran
informasi, sehingga sifat informasi menjadi lebih demokratis. Karakter diplomasi publik yang
informal seringkali berhasil menurunkan ketegangan, menghilangkan ketakutan, dan meningkatkan
saling pengertian di antara pihak-pihak yang bertikai.
5. Munculnya isu-isu baru; diplomasi hak asasi manusia
Masyarakat internasional tidak hanya berkepentingan terhadap masalah-masalah politik dan
keamanan tetapi telah meningkatkan kepedulian mereka terhadap isu-isu Hak Asasi Manusia dan
meningkatnya kebutuhan untuk dapat memperoleh dan mengakses informasi secara bebas.
Kepedulian terhadap maraknya pelanggaran-pelanggaran HAM terutama disejumlah negara
bekembang, telah meningkatkan kepedulian untuk memakai diplomasi sebagai alat
mempertahankan dan membela HAM.
Rein mullerson mendefinisikan HAM sebagai: “Pemakaian instrumen-instrumen politik luar
negeri untuk mempromosikan HAM, selain pemakaian isu-isu HAM bagi kepentingan politik luar
negeri yang lain”.
Kesimpulan
Era informasi selain banyak memberi kemudahan juga tetap merupakan wilayah yang
berbahaya bagi diplomasi maupun aktivita-kativitas kemasyarakatan lainnya. Kesiapan dalam
menghadapi perubahan-perubahan global terutama perlu diimbangi dengan kemampuan kompetensi
dalam merespon perubahan-perubahan global.
BAG II
Isu-Isu Baru Diplomasi
4. Diplomasi Bilateral
Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara.
Sampai saat ini, kebanyakan diplomasi internasional dilakukan secara bilateral. Alternatif bilateral
lainnya adalah multilateral, yang melibatkan banyak negara dan unilateral, jika suatu negara
bertindak sendiri. Sering terjadi perdebatan mengenai efektifitas penerapan diplomasi bilateral dan
multilateral.
Penerapan diplomasi bilateral
Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi
Kedutaan Besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup kedutaan besar terjadi
ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara. Pemutusan hubungan diplomatik merupaan
bagian dari masalah politik dan kekerasan misalnya dalam bentuk penolakan untuk memberikan
pengakuan negara. Komunikasi di antara negara-negara yang berkonflik tetap perlu dipertahankan
karena kebutuhan untuk meminimalisir akibat dari menurunnya hubungan diplomatik, atau sebgai
jalur untuk memulihkan hubungan formal.
Jika fungsi kedutaan besar yang normal secara politik tidak dimungkinkan, fungsi-fungsi
diplomatik mungkin dapa melakukan tugasnya lebih baik dalam skala yang lebih terbatas melalui
empat alternatif utama misis diplomatik. Keempat alternatif ini adalah mendirikan Kantor Urusan
kepentingan (Interest Section), Konsulat,Kantor perwakilan, dan Misi Utama.
Kantor Urusan Kepentingan
Kantor urusan kepentingan (KUK) umunya terdiri atas sekelompok diplomat dari suatu
negara yang bekerja pada kedutaan besar negara kedua diwilayah negara ketiga. Biasanya negara
yang tidak memiliki misi diplomatik dinegara kedua akan mempercayakan pengamanan
kepentingan dinegaranya kepada diplomat-diplomat di negara ketiga. Negara ketiga ini dikenal
sebagai negara pelindung, dan bentuk-bentuk perlindungan diatur melalui kesepakatan tiga-negara
(trilateral) antara negara pemberi perlindungan, yang dilindungi, dan negara penerima.
Kantor urursan kepentingan akan terdiri atas diplomat-diplomat dari negara yang dilindungi,
yang betugas dibawah pengawasan negara pelindung, baik secara fisik berada didalam ‘kedutaan
negara pelindung’ maupun kedutaanmilik sendiri, yang secara nominal ditutup setelah putusnya
hubungan diplomatik. Pengaturannya tetap membutuhkan kesepakatan trilateral meskipun beuk
kesepakatan itu bervariasi. Maka negara pelindung biasanya menegosiasikan peraturan-peraturan
formal yang dapat diselesaikan bersama negara yang tetap berada di negara setempat dijamin secara
informal maupun tersirat.
Kantor urusan semakin populer sejak pertengahan tahun 1960an, sesuai naik turunnya
hubungan diplomatik. Kantor-kantor urusan kepentingan biasanya sangat kecil, tidak mampu
memperkerjakan pegawai kalau tidak ingin diprotes oleh negara penerima, dan seringkali tidak
memiliki jaminan akses pada pejabat-pejabat tingkat tinggi secara tetap dan teratur. Namun, Kantor
Urusa Kepentingan tetap berguna sebagai cara untuk mempertahankan atau memprakasai, kegiatan
diplomasi bilateral dengan pemerintah setempt ketika tidak ada hubungan diplomatik.
Pos-pos konsuler dan kantor urusan kepentingan.
Fungsi konsuler dikerjakan di pos-pos konsuler yang dibangun di kota-kota besar dan kota-
kota pelabuhan yang letaknya jauh dari ibu kota dan di kantor konsuler yang ada di kedutaan-
kedutaan besar, ada juga tradisi lama penempatan pos-pos ini sebagai alat yang baisa digunakan
untuk menjalankan diplomasi publik (residen) ketika hubungan iplomatik terputus meskipun untuk
waktu yang lama hal imi mengalami ketidak pastian hukum.
Keuntungan yang pasti mempergunakan kantor konsuler daripada tentu, Kantor Urusan
Kepentingan adalah menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul dari pihak ketiga; hutang,
kemungkinan salah paham, keperluan untuk membuka rahasia dan lain-lain. Kantor konsuler juga
dapat menjadi sebuah metode penengah yang menguntungkan untuk membangun hubungan terbatas
dengan negara-negara yang belum memperoleh pengakuan.
Kantor Perwakilan
Dalam kondisi tertentu, terutama ketika hubungan bisnis diantara dua pemerintahan sangat
diperlukan, tetapi salah satunya tetap memberikn pengakuan diplomatik kepada negara lawan, maka
keberadaan KUK maupun pos-pos konsuler bukan pilihan menarik. Kantor perwakilan atau kadang-
kadang disebut sebagai akntor penghubung mempunyai misi dan operasinya kurang lebih sama
dengan Kedutaan Besar, dengan perbedaannya hanya pada sifat informalnya. Tidak seperti KUK,
Kantor perwakilan tidak memiliki kerugian-kerugian akibatnya adanya keterlibatan pihak ke tiga:
dan tidak seperti kantor konsuler, kantor urusan kepentingan dan pegawai-pegawainya dapat
melakukan tindakan-tindakan yang lebih luas seperti yang dilakukan lebih luas seperti yang
dilakukan misi-misi diplomatik.
Misi Garis Depan
Misi garis depan ini ukuran dan bentuknya bermacam-macam. Kantor-kantor perdagangan
atau misi-misi perdagangan, kantor informasi atau urusan pariwisata, agen-agen perjalanan, misi-
misi ilmiah, dan kantor-kantor urusan kebudayaan, semuanya merupakan bentuk-bentuk yang
menjalankan fungsi diplomatik.
Ringkasan
Negara dapat menolak mengakui keberadaan negara lain atau menolak mengakui
pemerintahannya sebagai pemerintahan yang sah. Sementara masing-masing negara masih berupaya
mengatasi masalah pengakuan, biasanya diikuti dengan penolakan untuk berhubungan sama-sekali
sehingga kehidupan diplomatik terputus, dalam kondisi sepeti ini, misi diplomatik setempat sifatnya
konvensional tidak dapat dipertahankan. Jika salah satu pihak menginginkan mempertahankan
beberapa tingkat komunikasi oleh diplomat setempat, perlu dicari suatu alternatif. Disinilah fungsi
KUK, Pos-pos Konsuler, Kantor-kantor Perwakilan, dan misi garis depan, dengan pengecualian
Pos-pos konsuler dan seksi-konsuler. Semuanya merupakan kantor kedutaan besar terselubung.
Semua cara alternatif tersebut dimaksudkan agar para diplomat dapat memperoleh
keuntungan dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda. Tetapi kesamaan-kesamaan dengan misi
diplomatik konvesional tidak perlu dibesar-besarkan. Semuanya bekerja didalam kondisi Kedutaan
Besar sedang tidak berfungsi. Ketika salah satu moda diplomatik konvesional tersebut diterapkan,
semuanya menjalankan fungsi-fungsi diplomatik, kecuali nama yang dipakai berbeda-beda.
5. Kasus dalam diplomasi bilateral; hubungan Indonesia – Australia dalam
masalah Timor Timur
Faktor penting bagi keberhasilan dan kegagalan dilomasi publik indonesia anatara lain peran
media massa di australia yang konsisten bersikap kritis terhadap pemerintaha indonesia.
Masalah muncul karena kurang tepatnya penanganan kasus oleh pemerintah indonesia
australia sehingga menimbulkan tuduhan telah terjadi konspirasi untuk menutupi kasus ini dari
publik kedua negara. Diplomasi sukses apabila kedua belah pihak berhasil mengatasi kepentingan-
kepentingan yanag berbeda, atau apabila kedua belah pihak berhasil berkompromi dalam mengatasi
perbedaan kepentingan.
Aktor-aktor diplomasi indonesia
Efektifitas dan keberhasilan diplomasi indonesia dipengaruhi oleh aktor-aktor dlam sistem
politik Indonesia. Aktor-aktor diplomasi termasuk aktor-aktor pribadi, diplomat, presiden, para
pejabat militer angkatan darat, dan institusi-institusi lain yang secara langsung maupun tidak
langsung terlibat . sedangkan sistem politik indonesia termasuk budaya politik dan pola hubungan
antara aktor-aktor politik, termasuk Deplu, Presiden, ABRI/TNI, Opsus, Bakin, CSIS, dan dalam
skala kecil Depdagri. Salah satu ciri diplomasi Orde Baru adalah signifikannya peran aktor-aktor
politik dengan latar belakang militer daripada aktor profesional yaitu diplomat karir. Hal ini sesuai
dengan interpretasi yang diberikan militer terhadap konsep dwifungsi.
Peran Departemen Luar Negeri
Konsep dwifungsi diterapkan dalam tubuh deplu melalui penunjukan personel-personel
militer pada posisi-posisi penting seperti inspektur jenderal, sekertaris jendral, beberapa jabatan
direktur jenderal seperti dirjen hubungan sosial, budaya dan penerangan (Hubsosbudpen), direktur
Asia-Pasifik, dan beberapa posisi Duta besar diseluruh dunia terutama di negara-negara yang
dianggap penting bagi politik luar negeri Indonesia.
Sebagai diplomat, para pejabat militer tidak memiliki pelatihan dan pengalaman yang
memadai untuk menangani masalah-masalah hubungan internasional dan diplomasi, sedangkan
tidak memungkinkan Deplu menjalankan politik luar negeri yang independen, dengan demikian,
munculah konflik kepentingan 2 institusi. Diplomasi Indonesia juga ditandai dengan dominasi
Presiden.
Strategi dan taktik diplomasi deplu
Secara umum deplu tidak menerapkan taktik dan strategi khusus untuk menangani diplomasi
Timor-Timur. Dilain pihak, para “diplomat” Timor timur telah secara aktif membangun dan
mengembangkan jaringan diplomatik di Australia, baik dengan pemerintahan, masyarakat dan
media massa. Selain itu, media massa australia memainkan peranan yang sangat besar bagi peforma
diplomasi Indonesia di australia. Sayangnya opini publik di Australia tidak mendukung bagi
perbaikan citra pemerintah indonesia yang otoritarian dan militerisme. Peran dominan militer dan
birokrasi yang membuat diplomasi indonesia mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi terutama
untuk memenangkan opini publik internasional. Selain itu, diplomasi Indonesia bertambah tingkat
kesulitanya dengan maraknya pelanggaran hak asasi manusia oleh militer.
Deplu dan Diplomasi Hak Asasi Manusia
Pelanggaran HAM di timor Timur oleh militer merupakan isu yang paling berpengaruh
terhadap berfluktuasinya dukungan dari pemerintah dan publik australia terhadap integritas Timor
Timur. Hal ini meningkatkan dukungan publik Australia terhadap perjuangan rakyat Timor Timur
untuk memperoleh kemerdekaan dan menentukan nasib sendiri.
Kendala-kendala internal deplu
Deplu memiliki beberapa kelemahan dalam proses rekrutmen diplomat karir dan penunjukan
diplomat non-karir. Kelemahan tersebut termasuk persyaratan bagi pejabat-pejabat militer di luar
Deplu untuk mencapai posisi sebagai Duta Besar. Seorang Duta Besar dan Konsul Jendral dengan
latar belakang militer lebih banyak ditunjuk atas pertimbangan politisi daripada kualitas dan
prestasi.
Masalah budaya dan komunikasi
Diplomat Indonesia juga memiliki kelemahan dalam kemampuanberkomunikasi, khususnya
dalam menghadapi publik dan media Internasional. Terbatasnya kontak menyebabkan keterbatasan
dalam menyebarkan pengaruh dan membina hubungan baik dengan masyarakat dan kelompok-
kelompok kepentingan.
Budaya politik
Budaya politik Indonesia menuntut penghormatan terhadap minoritas. Konsekwensinya,
posisi presiden sebagai pengambil keputusan dan sumber rujukan utama menjadi sangat penting.
Posisi presiden bahkan dihormati seperti halnya seorang raja, sehingga keputusan politik seringkali
diambil berdasarkan kedekatan dengan presiden daripada sistem pengambilan keputusan yang
berlaku.
Sistem birokrasi
Deplu sebagai bagian dari struktur pemerintahan memilii struktur birokrasi yang komples dan
diwanai dominasi Dephankam. Meskipun disatu pihak diplomat indonesia dituntut untuk bersikap
pro-aktif , akan tetapi birokrasi Deplu tidak memungkinkan diplomat untuk bersikap fleksible.
Segala tindakan dan keputusan yang diambil mewakili keputusan dan tindakan organisatoris.
Intervensi Presiden
Struktur politik indonesia berupa sebuah piramid dengan puncak kekuasaan ditangan
presiden. Pada masa Orde baru, presiden Soeharto (1966-1999) berperan sebagai aktor utama dalam
merancang kebijakan dalam mauapun luar negeri Indonesia. Otoritas Soeharto semakin menonjol
pada awal dan pertengahan 1980an, yang ditunjukan dengan terbentuknya otoritas kekuasaannya
setiap tahapan birokrasi. Hal tersebut meyakinkan dia bahwa setiap keputusan penting memerlukan
restunya, apalagi banyak pejabat pemerintahan yang menghadap untuk memperoleh “petunjuk” atas
kebijakan-kebijakan yang harus diambil.
Hubungan antara Soeharto-Opsus
Ketika rencana Integrasi Timor Timur pertamakali dicetuskanoleh elite politik Indonesia awal
1970an, ditunjuk deputy bakin Ali Moertopo, yang sbelumnya dinilai berhasil dalam menangani
Operasi Khusus pada kasus konfrontasi Malaysia. Moertopo diberi wewenang penuh untuk
mengambil setiap tindakan untuk suksesnya integrasi.
Hubungan Soeharto-Deplu
Pengaruh Soeharto terhadap diplomasi Timor Timur sangat luas sehingga keputusan yang
telah diambilnya adalah kata akhir. Soeharto mengkritik deplu atas keterlambatan dan kegagalan
diplomasi untuk meningkatkan dukungan dan legitimasi internasional. Secara psikologis, Soeharto
merasa terganggu dengan pertanyaandan komentar dari para pemimpin negara lain mengenai situasi
dan kondisi di Timor Timur, terutama ketika mengikuti pertemuan-pertemuan Internasional.
Soeharto merasa bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut telah merusak reputasinya sebagai ketua
Gerakan Non-Blok dan reputasinya sebagai bapak pembangunan yang telah membawa rakyat
Indonesia memiliki ekonomi yang lebih baik.
Diplomasi publik Indonesia
Peristiwa Dili merupakan awal meningkatnya aktivitas diplomasi publik Indonesia.
Kebijakan-kebijakan strategis tetap ditangani Soeharto dan para jendralnya. Sementara Deplu hanya
menangani masalah-masaah yang menurutp presepsi ABRI tidak merupakan isu strategis selain
masalah-masalah rutin yang secara tidak langsung membawa dampak terhadap reputasi
Internasional.
Diplomasi masa Habibie
Ketika Soeharto dipaksa turun dari jabatan Presiden oleh kondisi politik dan ekonomi tahun
1998, posisi Presiden digantikan oleh B.J Habibie. Cara pandang Habibie terhadap Timor Timur
berbeda dengan Soeharto, dimana Soeharto ingin mempertahankan Timor Timur sebagai bagian
dari Indonesia dengan berbagai cara, sementara Habibie lebih memandang sebagai beban ekonomi.
Secara umum kebijakan yang diambil Habibie mencerminkan kurangnya informasi terhadap
pemahaman masalah Timor Timur.
Peran Militer/TNI
Peran Militer sangat dominan sepanjang masa integrasi Timor Timur dengan Indonesia.
Hubungan Militer dengan Deplu yang tidak harmonis seringkali merugikan bagi kepentingan
diplomasi Indonesia.
Hubungan antar aktor Diplomasi
Banyak aktor yang berbeda dan saling bertentangan menyebabkan konflik tidak bisa dihindari
. masalah komunikasi dalam koordinasi dalam diplomasi Timor Timur bukan hal yang baru karea
telah muncul semenjak era Ali Moertopo. Kurangnya koordinasi juga terus terjadi terutama karena
operasi militer tetap dijalankan meskipun dalam berbagai kesempatan Adam Malik menegaskan
bahwa Indonesia akan menyelesaikan masalah secara diplomatik. Hal ini menunjukan bahwa posisi
Adam Malik sebatas mengamankan kebijakan militer dan mempertahankan citra pemerintah dan
militer Indonesia di dunia Internasional.
Bukti nyata kegagalan diplomasi Indonesia adalah lepasnya Timor Timur sebagai wilayah
negara Indonesia. Diplomasi Indonesia kemungkinan akan berhasil apabila Deplu lebih banyak
diberikan otoritas untuk melakukan aktivitas diplomasi independen serta mengurangi campur
tangan militer.
6. Diplomasi Multiateral
Peran Duta Besar pada abad kedua puluh telah banyak berubah. Perubahan tersebut antara
lain disebabkan mulai maraknya penyelenggaraan diplomasi melalui konferensi yang diikuti oleh
paling sedikit tiga negara atau lebih, sehingga muncul istilah “diplomasi” multilateral.
Lahirnya diplomasi multilateral
Meskipun diplomasi multilatral dianggap fenomena penting diabad ke duapuluh, aktivitas ini
sebenarnya telah berkembang jauh sebelumnya. Diplomasi multirateral brkembang secara modern
samapai abad ke sembilan belas, sejak sistem negara global yang dikenal sekarang, yang bersumber
dari sistem negara-negara eropa, maka eropa menjadi awal sejarah diplomasi multilateral modern.
Dalam bergbagai situasi, diplomasi multilateral memberi keungkinan paling besar untuk
keberhasilan negosiasi.
Konferensi negara-negara pada abad 19 telah melahirkan multilateralisme yang dikenal pada
abad ke 20, yang penting artinya untuk menunjukan keberadaan negara-negara besar. Diplomasi
konferensi berhasil menjadi cara paling bermanfaat untuk meningkatkan negosiasi antar banyak
pihak, selain sebagai pendorong diplomasi bilateral. Pada akhirnya, konferensi multilateral memberi
harapan bahwa semua kesepakatan yang telah diambil telah mendapatkan persetujuan bersama.
Organisasi intrenasional
Keuntungan-keuntungan diplomasi multirateral sejauh ini tidak menjelaskan mengapa
beberapa konferesi bersifat permanen, atau yang lebih dikenal sebagai “Organisasi Internasional”
atau “Organisasi antar pemerintah”. Sebuah organisasi internasional memiliki konstitusi atau
“piagam” yang memuat tujuan, struktur, prosedur-prosedur dan aturan. Hal terpenting adalah
pembentukan tata pemerintahan dan skertariat tetap pada kantor pusat yang menetap.
Masalah-masalah prosedural
Terlepas konferensi multilateral itu berstatus permanen atau sementara/ad hock, konferensi
multirateral cenderung memiliki masalah-masalah prosedural yang sama meskipun memerlukan
solusi yang tidak sama.
Lokasi sidang
Lokasi konferensi memiliki nilai simbolis dan selalu menjadi masalah awal dalam negosiasi.
Namun maslah tempat harus tetap dibahas, karena merupakan hal penting ketika membentuk
konferensi permanen atau organisasi internasional. Semakin petning organisasi internasional itu
semakin banyak isu yang akan dibahas.
Partisipasi
Para penggagas konferensi mengenai keamanan dan perdamaian biasanya adalh negara
adidaya atau negara-negara besar kawasan. Pada konferensi yang membahas masalah-maslah lain.,
penyelenggara adalah negara-negara besar maupun kecil, yang berkepentingan terhadap isu
tersebut. Diluar masalah ini, partisipasi dalam konferensi juga menjadi maslah karena pada
kenyataannya pihak penyelenggara konferensi sering dipengaruhi oleh pertimbangan rivalitas
politik yang biasanya menimbulkan dilema.
Agenda Sidang
Agenda onferensi multilateral adalah daftar masalah yang akan dibahas baik dalam sidang
pleno maupun ad-hoc. Apabila suatu negara diundang untuk menghadiri sidang ad-hoc, apakah
akan dihadiri atau tidak, aka sangat dipengaruhi oleh rancangan agenda yang telah dibagikan
sebelumnya oleh calon penyelenggara. Pada praktiknya, perbedaanantara dplomasi konferensi
permanen dan ad-hoc adalah mengenai persoalan agenda tidak sehebat seperti pertama kali dibahas.
Negara-negara minoritas cenderung tidak tinggal diam selama diskusi berlangsung, karena suara
mereka ingin didengaran dan ingin tetap mengambil bagian dalam organisasi.
Semangat membentuk organisasi internasional telah berlalu, sementara organisasi-organisasi
yang ada berkurang jumlahnya. Tentu saja kebutuhan terhadap organisasi multilateral tetap ada, dan
sebagai salah satu cara diplomasi, multilateralisme masih bertahan. Dalam kondisi krisis, fungsinya
semakin berkurang, selain sifatnya yang lebih diplomatis.
Pengambilan keputusan
Metode pengambilan keputusan dalam diplomasi bilateral tidak menjadi masalah karena
sudah jelas bahwa kesepakatan tidak akan tercapai apabila salah satu dari dua pihak tidak setuju,
dengan kata lain karena masing-masing pihak mempunyai hak veto.
7. Diplomasi Preventif
Prinsip diplomasi preventif adalh membuat jarak dengan kepentingan langsung sebuah negara
untuk memberikan bantuan moril atau materil. Diplomasi preventif lebih dari sekedar
menyelamatkan dunia tetapi mencegah agar tidak terisolasi dari masyarakat internasional.
Diploamsi preventif layaknya sebagai obat pencegah yang bertujuan mencegah penyakit sebelum
mengobati.
Dewasa ini dunia telah menjadi sebuah global village. Telekomunikasi membuat perbatasan
negara semakin memudar, polusi tidak mengenal perbatasan laut atau batasan daratan, dan
perekonomian negara bergantung sepenuhnya pada sistem perekonomian dunia.
8. Diplomasi publik
Diplomasi publik adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan
diplomasi jalur pertama yang dilakukan oleh wakil-wakil pemerintah.
Pentingnya diplomasi publik
Globalisasi dan revolusi teknologi yang terjadi dewasa ini telah membawa konsekuanesi
langsung pada praktik diplomasi. Diplomasi publik telah berkembang pesat terutama dalam dua
dekade akhir. Diplomasi publik bukan berarti menggantikan tapi melengkapi upaya-upaya yang
dilakukan oleh pemertintah dalam diplomasi tradisional. Diplomasi publik bertujuan untuk
menumbuhkan opini masyarakat di negara lain melalui interaksi dengan kelompok-kelompok
kepentingan.
Strategi dalam diplomasi publik
Dalam pelaksanaannya, diplomasi publik memerlukan strategi yang didasarkan pada tujuan
politik luar negeri. Misalnya menyangkut negara/kawasan sasarandari program, penunjukan aktor
utama dan program.
9. Diplomasi publik dan peran masyarakat epistemik
Aktivitas diplomasi memerlukan keterlibatan berbagai unsur masyarakat atau yang dikenal
dengan istilah “masyarakat epistemik. Anggota masyarakat epistemik berperan memberikan
masukan pada pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama internasional dan
mewujudkan perdamaian global.
10. Diplomasi ekonomi dan perdagangan
Kegiatan diplomasi dan perdagangan masih dianggap sebagai ganjalan oleh diplomat yang
ingin mengejar karir diplomatik melalui jalur cepat, yang tidak sebanding dengan kegiatan politik.
Diplomasi ekonomi akn menumbuhkan kesejahteraan tidak saja bagi negara pengirim tetapi juga
penerima. Model-model diplomasi ekonomi yang dikembangkan oleh masing-masing negara
disesuaikan dengan karakteristik negara yang bersangkutan, disamping disesuaikan dengan
kebutuhan spesifik satu negara.