TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

159
TRADISI MERANTAU DI MINANGKABAU PADA NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI KARYA HAMKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh Intan Ramadyla Eka Putri 1112013000004 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

Page 1: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

TRADISI MERANTAU DI MINANGKABAU PADA NOVEL

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

KARYA HAMKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Intan Ramadyla Eka Putri

1112013000004

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 3: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 4: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 5: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

i

ABSTRAK

Intan Ramadyla Eka Putri, 1112013000004, “Tradisi Merantau di Minangkabau

pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya

Hamka dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di

Sekolah”, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Tarbiyah

dan Ilmu Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen

Pembimbing : Ahmad Bahtiar, M.Hum.

Novel karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

dan Merantau ke Deli merupakan novel yang menggambarkan dan informasi

tentang bagaimana tradisi merantau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

tradisi merantau yang terdapat pada dua novel karya Hamka yang diharapkan

dapat bermanfaat bagi para pembaca terkhusus untuk siswa dalam pembelajaran

di sekolah serta menghargai nilai budaya yang terdapat di Indonesia. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mengutamakan gambaran yang

terdapat dalam novel ini dan mengidentifikasi unsur intrinsiknya. Berdasarkan

penelitian ini bahwa tradisi merantau yang terdapat pada novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka adalah: 1) Merantau

Pemekaran Nagari, 2) Merantau Keliling, dan 3) Merantau Cino dari ketiga

kategori tersebut terdapat lima yang melatarbelakangi merantau tersebut, berikut

cakupannya 1) Adat (yakni kebiasaan) perkawinan/perceraian, 2) Pendidikan

Perantau, 3) Pekerjaan Perantau, 4) Tempat-tempat merantau yang dituju, dan 5)

Tujuan Merantau. Tradisi merantau ini dikategorikan menjadi tiga macam dan

mempunyai masing-masing pengertian dan fungsinya.

Kata Kunci : Merantau, Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan

Merantau ke Deli, dan Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia.

Page 6: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

ii

ABSTRACT

Intan Ramadyla Eka Putri, 1112013000004, “Tradition wander in Minangkabau

on a Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck and Merantau ke Deli by Hamka and

Its Implications for Learning Indonesian Language and Literature in School,”

Departement of Education Indonesia Language, Fakulty of Science and Teaching

Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor :

Ahmad Bahtiar, M.Hum.

Novel written by Hamka titled Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck and

Merantau ke Deli described about wander tradition. These two novels tell the

information about culture and tradition in Padang. This research is aimed to find

information about the wander tradition that exist in the two novels written by

Hamka. The writer hopes that would give advantages for the reader especially

senior high school students so that they could more appreciate Indonesian culture.

This research used qualitative descriptive method that concern in describing the

content and identificate the intrinsic side. Based on this research, the writer

concludes that wander tradition that is told in the novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck and Merantau ke Deli written by Hamka are: 1) Merantau

Pememekaran Nagari, 2) Merantau Keliling, dan 3) Merantau Cino. From those

three wander’s types there are five things that become the reason why people do

wander. These are those reasons 1) Adat (yakni kebiasaan)

perkawinan/perceraian, 2) Pendidikan Perantau, 3) Pekerjaan Perantau, 4) Tempat

Merantau yang Dituju, and 5) Tujuan Merantau. The wander tradition is

categorized as three types and each type has its own definition and function.

Keywords : Wander, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck and Merantau ke

Deli, and implication for learning Indonesian language and literature in schools.

Page 7: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan atas ke Hadirat Allah swt. karena telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “Tradisi Merantau di Minangkabau pada Novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka dan

Implikasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah”. shalawat serta

salam sudah sepatutnya mengiringi kepada Baginda Nabi Muhammad. yang telah

membawa kita kepada zaman yang dulu gelap gulita hingga sekarang terang di

semesta alam.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar

sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, dalam penulisan ini penulis banyak

mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, semangat, dan motivasi dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan dosen

penasihat yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

3. Toto Edidarmo, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ahmad Bahtiar, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas arahan,

bimbingan, dan kesabaran serta waktu luang Bapak selama ini sehingga

penulisa dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Papa Ir. Dadang Heryawan dan Mama Lia Amalia tercinta yang selalu

memberikan doa restu dan dukungan baik motivasi maupun material

Page 8: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

iv

kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam penyusunan skripsi ini

serta selalu memberikan kasih sayang sampai detik ini yang tiada hentinya

serta Defajar Dwi Putra Heryawan, adikku yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi. “Teh, semangat ya mengerjakan skripsinya!”

tidak lupa selalu mengucapkan kalimat itu, penulis selalu terdorong untuk

mengerjakannya.

6. Teman-temanku Eneng Intan Lestari, Fitri Hera Febriana, Syarifah Aliya,

dan Ami Septiani. Mereka adalah teman sejawat dari semester satu sampai

sekarang selalu memberikan dukungan dan selalu motivasi untuk

menyelesaikan skripsi ini. Semoga kalian juga sukses selalu.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, khususnya kelas A. Terima kasih pengalaman dan

pembelajaran yang berharga yang penulis dapatkan selama ini.

8. Pihak sekolah SMP IT ANNUR Cikarang Timur yang selalu memberikan

kesempatan untuk bimbingan ke kampus, selalu memberikan motivasi dan

dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini dan murid-murid SMP IT

ANNUR Cikarang Timur yang selalu mendukung dan mengingatkan

penulis untuk selalu menyelesaikan skripsi ini.

9. Achmad Muchlis Shiddiq, S.Pd.I selaku rekan kerja, sahabat, teman,

kakak yang selalu mendukung, memberikan motivasi, dan nasihat yang

sangat membangun ketika penulis merasa putus asa. Pada akhirnya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis

dalam proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah senantiasa membalas

kalian semua. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari para

pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Semoga penelitian ini

dapat bermanfaat untuk para pembaca.

Jakarta, 6 Maret 2017

Page 9: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

v

Penulis

Page 10: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH

LEMBAR SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ................................................................................................................................ i

ABSTRACT .............................................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................................................... 6

C. Pembatasan Masalah ..................................................................................................... 6

D. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 6

F. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 7

G. Metode Penelitian ......................................................................................................... 8

1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................. 9

2. Objek Penelitian ...................................................................................................... 9

3. Sumber Data........................................................................................................... 10

4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................................... 11

5. Teknik Analisis Data.............................................................................................. 11

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................ 12

A. Hakikat Novel .............................................................................................................. 12

B. Struktur Novel .............................................................................................................. 16

C. Sosiologi Sastra ............................................................................................................ 24

Page 11: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

vi

D. Tradisi Merantau di Kebudayaan Minang ................................................................... 25

E. Hakikat Pembelajaran Sastra di Sekolah ..................................................................... 32

F. Penelitian yang Relevan ............................................................................................... 35

BAB III PENGARANG DAN KARYANYA ....................................................................... 37

A. Biografi Hamka ............................................................................................................ 37

B. Sinopsis Novel ............................................................................................................. 39

1) Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck .................................................................... 39

2) Merantau ke Deli ................................................................................................... 41

C. Karya dan Pemikiran Hamka ....................................................................................... 43

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS ........................................................... 50

A. Unsur Intrinsik Novel .................................................................................................. 50

1) Tema ...................................................................................................................... 50

2) Alur ........................................................................................................................ 57

3) Tokoh ..................................................................................................................... 74

4) Latar ....................................................................................................................... 95

5) Sudut Pandang ..................................................................................................... 106

6) Gaya Bahasa......................................................................................................... 108

7) Amanat ................................................................................................................. 110

B. Analisis Pembahasan Tradisi Merantau pada Novel Hamka ..................................... 112

C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ................................................. 131

BAB V PENUTUP................................................................................................................ 134

A. Simpulan .................................................................................................................... 135

B. Saran .......................................................................................................................... 136

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 137

RIWAYAT PENULIS

Page 12: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra bukanlah hasil pekerjaan yang memerlukan keterampilan

semata, seperti membuat sepatu, kursi atau meja. Karya sastra memerlukan

perenungan, pengendapan ide, pematangan, dan langkah-langkah tertentu

yang akan berbeda antara sastrawan satu dengan sastrawan yang lain untuk

menghasilkan karya sastra yang baik.1 Sastra memiliki bahasa yang indah,

makna yang berkesan, dapat menghibur para pembacanya untuk kepuasan

batin. Jika para pembaca merasakan kepuasan batin maka karya sastra tersebut

bisa dikatakan dengan karya yang memiliki hasil yang baik dan isi yang

berkualitas. Sehingga sastrawan berhasil dalam menciptakan sebuah karya

sastra.

Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Sebagaimana kita pahami,

novel merupakan suatu karya fiksi yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita

yang melukiskan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Sebuah novel

bisa saja memuat tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa nyata, tetapi pemuatan

tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai bumbu belaka dan mereka

dimasukkan dalam rangkaian cerita yang bersifat rekaan atau dengan detail

rekaan. Novel berbentuk prosa merupakan bentuk pengungkapan dengan cara

langsung, tanpa rima dan tanpa irama yang teratur. Novel tidak berbentuk

begitu saja, dalam novel bisa dijumpai elemen-elemen puitis ataupun

mencantumkan puisi di dalamnya. Sekalipun terlalu tergesa-gesa jika

berasumsi bahwa bahasa yang digunakan dalam novel adalah bahasa sehari-

hari atau bahasa yang sering dijumpai dalam tulisan-tulisan nonfiksi.2

Sehingga tidak semua novel menggunakan bahasa yang baku atau

menggunakan bentuk seperti puisi atau pantun, tetapi novel bisa saja

1Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 74.

2Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Bogor : Penerbit Ghalia

Indonesia, 2010), h. 2.

Page 13: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

2

menggunakan bahasa yang sering kita gunakan sehari-hari yang terdapat pada

tulisan nonfiksi.

Novel bersifat naratif, yang artinya adalah ia lebih bersifat “bercerita”

daripada “memperagakan”. Ciri yang satu ini membedakan antara novel dan

drama, yang penceritaannya lebih banyak mengandalkan peragaan dan dialog.

Selain itu, novel memiliki apa yang disebut dengan tokoh, perilaku, dan plot.

Dengan kata lain, novel melibatkan sejumlah orang yang melakukan sesuatu

dalam suatu konteks total yang diatur atau dirangkai dalam urutan logis,

kronologis dan sebab-akibat.3 Novel memang hampir sama dengan drama,

mempunyai jalan cerita yang berurutan sesuai logika, memiliki tokoh dan

karakter. Tetapi yang dijelaskan sebelumnya yang membedakan hanyalah

fungsi, jika novel lebih kepada cerita dan drama berfungsi sebagai “peraga”.

Perkisahan dalam novel memiliki unsur tentang percintaan, pendidikan,

perjuangan atau nasionalis, keagamanaan, kebudayaan, dan politik. Unsur

tersebut sangat penting dalam penceritaan sebuah novel. Hal tersebut

mencerminkan bahwa masyarakat adalah sebagai makhluk berbudaya, yang

selalu mengalami kehidupan dengan perubahan dan perkembangan dalam

sebuah tuntutan kebutuhan dalam kehidupan. Tatanan kebudayaan menempati

posisi yang paling tinggi dibandingkan dengan hukum sosial yang lainnya dan

menjadi sebuah tolok ukur dalam mengambil sebuah keputusan.4

Jika dihubungkan antara kebudayaan dan cerita pada novel, sastrawan

bisa saja mengambil ide cerita dari pengalaman kebudayaan merantau tersebut

untuk dijadikan sebuah karya sastra. Salah satu sastrawan yang karya

sastranya sering membahas tentang adat budaya, keagamaan atau keislaman,

percintaan dan politik adalah Hamka. Berkat kecemerlangan otak dan

kebiasaannya membaca buku, serta sadar akan keberadaannya sebagai putra

dari ulama yang mahsyur, Hamka tidak lupa untuk belajar agama dan sastra.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan nama

singkatan HAMKA. Hamka menulis novel yang tidak terlepas dari

3Ibid, h. 3 – 4.

4Hamka, Ayahku, (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1982), h. 8 – 9.

Page 14: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

3

penceritaan tentang keagamaan, kisah percintaan, adat budaya, dan kedudukan

sosial. Hal yang lebih menarik dari novel-novel karya Hamka yaitu

mengisahkan tokohnya selalu merantau dari darek5 ke nagari baik untuk

mengadu nasib yang lebih baik, menjadi pedagang, bahkan mencari jodoh di

luar dari daerah asalnya.

Hamka berbeda dengan sastrawan lainnya, beliau masih sangat kental

sekali dengan budaya dan daerahnya sendiri sehingga pada karya sastranya

masih merujuk kepada hal tersebut. Tidak hanya budaya dan daerah, Hamka

masih menyuguhkan sebuah cerita pada novelnya yang menampilkan

keagamaan. Agama menjadi prioritas utamanya, karena Hamka merupakan

putera Dr. H. Abdul Karim Amrullah seorang tokoh yang dikenal sebagai

pembaharuan Islam.6 Diantara novel beliau yang sangat kental akan budaya

Minang atau Padang adalah Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman

Masyarakat, Balai Pustaka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Adat

Minangkabau menghadapi Revolusi (1946).

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli termasuk ke

dalam sekumpulan karya-karya yang dilahirkan oleh Buya Hamka yang

terkenal di bidang kajian sastra yang telah mendunia dan tidak hanya itu

kalangan masyarakat juga mengagumi setiap kali membaca karyanya,

sehingga novel Buya Hamka tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat

yang bersifat religius.7

Hamka menggugah keindonesiaan khalayak pembaca melalui kisah

cinta dan perkawinan yang tragis antara tokoh Poniem (Jawa) dan Leman

(Minangkabau) dalam Merantau ke Deli (1940). Melalui Merantau ke Deli,

Hamka tidak saja mengkritik Minangkabau dari dalam, tetapi juga mulai

memperkenalkan kemungkinan menciptakan Indonesia yang utuh melalui

5 Darek adalah tanah asal dari orang Minangkabau yang menurut legenda merupakan

keturumam Raja Iskandar Zulkarnain. (kutipan ini terdapat pada buku yang berjudul Adat

Minangkabau dan Merantau penulisnya Tsuyoshi Kato) 6Jamal D. Rahman dkk., 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, (Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), h. 79. 7Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta : Gadjah Mada University

Press, 2002), h. 326 – 327.

Page 15: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

4

pembauran antaretnik melalui hubungan perkawinan. Bagi Hamka agama

yang penting walaupun berlainan etnis, asal sama-sama Islam boleh menikah,

asalah itu membawa kebahagiaan. Perkawinan antara sesama Minang belum

menjamin kebahagiaan. Di samping kepercayaan yang kuat terhadap agama

Islam, ciri-ciri khas yang sering kali dihubungkan dengan orang Minangkabau

ialah merantau dan adat, khususnya adat yang berciri matrilineal (nasab ibu).

Hamka kembali mengangkat tema lain dalam novel Tenggelamnya

Kapal Van der Wijck terbit pertama kali dalam bentuk feuilleton secara

berkala pada Pedoman Masjarakat di Medan, 1938. Dalam novel tersebut,

Hamka mengambil tema melalui tokoh Hayati (Minangkabau) dan Zainuddin,

pemuda Bugis yang berayah Minangkabau dan beribu Bugis menurut sistem

matrilineal Minangkabau, Zainuddin adalah orang Bugis, bukan orang

Minangkabau.8 Kemudian pada novel Merantau ke Deli Hamka menceritakan

seorang tokoh utama, yaitu Leman untuk merantau bertujuan mencari

pekerjaan yang layak dan mencari jodoh di luar adatnya.

Dengan merantau, orang Minangkabau mulai bertemu dengan berbagai

kelompok etnik di Indonesia, yang mempunyai bahasa dan tradisi yang saling

berlainan. Minangkabau secara umum, dilukiskan dalam beberapa novel yang

mempunyai ciri-ciri yang sama, yang ditulis oleh pengarang Minangkabau

sepanjang tahun 1920-an dan 1930-an. Hampir semua pengarang ini memiliki

pengalaman merantau. Demikian pula dengan tokoh utamanya dalam novel

tersebut adalah perantau. Novel-novel ini sering membincangkan secara

sepintas lalu adat Minangkabau, seperti perkawinan, kawin paksa, poligami,

dan sistem matrilineal.

Dalam karya Hamka, tokoh laki-laki tersebut diceritakan oleh Hamka

masing-masing melakukan perantauan. Pada novel Tenggelamnya Kapal van

Der Wijck, Zainuddin merantau ke Surabaya untuk bekerja dan berniat

menjauh dari Hayati dan tokoh Leman pada novel Merantau ke Deli, memang

merantau ke Deli untuk bekerja. Konsep merantau yang diangkat oleh Hamka,

8Kompas. “Kritik, Sastra, Etnisitas, Agama dan Kebangsaan”. SURYADI Dosen Studi

Indonesiadi Leiden University Institute forArea Studies, Leiden, Belanda. Diunduh pada hari

Selasa tanggal 28 Oktober 2015 pukul 21.54 WIB.

Page 16: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

5

yang dipahami oleh para pembaca adalah melakukan sesuatu dengan mencari

kehidupan yang lebih baik atau pergi berkelana.

Hubungannya dengan Minangkabau, kata merantau selalu dipahami

dalam arti, yaitu meninggalkan kampung halaman untuk mencari kekayaan,

ilmu pengetahuan, dan kemahsyuran. Kebiasaan merantau orang

Minangkabau bukan semata-mata merupakan akibat proses urbanisasi

belakangan ini, tetapi sudah berakar dalam sejarah Minangkabau.

Novel-novel karya Hamka mampu memberikan amanat atau pesan bagi

para pembaca tidak terkecuali untuk pelajar di sekolah khususnya yang sedang

mempelajari tentang materi novel. Karya Hamka sangat banyak sekali

mengajarkan pendidikan agama, budaya, dan akhlak yang baik. Implikasi dan

pembelajaran sastra di sekolah sangat bermanfaat bagi siswa sekolah yang

ingin mengetahui unsur intrinsik dari novel karya Hamka dan memahami isi

dari cerita novel tersebut.

Dalam penelitian ini, tradisi merantau adat (yakni kebiasaan)

perkawinan/perceraian yang terjadi pada tokoh laki-laki, kemajuan pendidikan

di antara masing-masing tokoh, pekerjaan-pekerjaan para perantau, tempat-

tempat yang dituju dan tahun berapa merantaunya, serta tujuan tokoh laki-laki

untuk merantau merupakan sebuah penelitian yang berjudul “Tradisi

Merantau di Minangkabau pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

dan Merantau ke Deli Karya Hamka dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolah.” Penulis juga mencoba

memasukkan pandangan sosiologi dalam menganalisis historis masyarakat

Minangkabau agar lebih jelas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang sudah dijelaskan, maka

muncul berbagai identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Kurangnya minat siswa terhadap membaca sebuah novel serius

dibandingkan dengan novel populer.

2. Kurangnya pemahaman siswa terhadap unsur intrinsik yang terdapat

pada novel.

Page 17: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

6

3. Kurangnya pemahaman siswa tentang latar belakang budaya dalam

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya

Buya Hamka.

4. Kurangnya pemahaman siswa terhadap tradisi Merantau pada novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Buya

Hamka.

5. Kurangnya implikasi pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat masalah-masalah yang muncul sangat kompleks, maka

diperlukan pembatasan masalah yang akan dibahas. Selain itu, pembatasan

masalah dilakukan agar pembahasan lebih fokus. Maka, penelitian ini dibatasi

dapat dilihat sebagai berikut :

1. Pemahaman terhadap tradisi Merantau pada novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Buya Hamka.

2. Pemahaman implikasi pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan

masalah seperti telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tradisi Merantau pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck dan Merantau ke Deli karya Buya Hamka?

2. Bagaimana implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan

penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tradisi Merantau dalam novel Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Buya Hamka.

2. Mendeskripsikan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Untuk melihat kualitas penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka

hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan menambah wawasan

Page 18: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

7

dalam bidang kesusastraan bagi pembaca karya sastra. Manfaat yang dimiliki

penilitian ini ada manfaat teoretis dan manfaat praktis. Oleh karena itu

manfaat yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini memiliki manfaat untuk Guru Bahasa dan

Sastra Indonesia di SMA, penelitian ini dapat dijadikan bahan ajar untuk

meningkatkan kemampuan analisis siswa dalam pembelajaran sastra.

Terutama dalam memberikan gambaran bagaimana etnis dan budaya

pada daerah-daerah yang masih sangat kuat dan kental dalam suku

budayanya serta mengetahui konsep merantau.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa SMA, adalah siswa dapat mengambil inti cerita pada

novel, mencari kekurangan dan kelebihannya pada resensi novel.

Kemudian dalam implikasi pembelajarannya siswa dapat berlatih

membuat karya-karya dan mampu mengapresiasikannya.

b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari

masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya penelitian

ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin

aktif membuat karya ilmiah di dunia sastra dan pendidikan.

c. Bagi peneliti, diharapkan memberikan pengarahan terhadap remaja

untuk berperilaku yang semestinya dengan menuntun nilai akhlak,

agama dan berpikir positif.

d. Penelitian ini diharapkan untuk menumbuhkan minat para pembaca

agar lebih meningkatkan kemampuan dan mengkaji sebuah karya

sastra.

G. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari kata methodos (bahasa latin), sedangkan

methodos sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju,

melalui, mengikuti, sesudah. Sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah.

Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara strategi

untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan

Page 19: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

8

rangkaian sebab-akibat berikutnya. Metode berfungsi untuk

menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dapat dipecahkan

dan dipahami.9 Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati.10

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan

pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi dapat

disimpulkan bahwa deskriptif menyajikan data, menganalisis data dan

menginterpretasi.11

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif,

dimana peneliti dihadapkan dengan dua buah novel, yaitu Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Buya Hamka dan

implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

Penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya data yang

dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi, tidak berupa angka-

angka. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data

dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Cara-cara inilah yang

mendorong motode kualitatif dianggap sebagai multimetode sebab penelitian

pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan. Tujuan

dengan penelitian kualitatif deskriptif ini untuk mengungkapkan berbagai

informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh kecermatan

dalam menggambarkan suatu hal.

Metode kualitatif pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika.

Artinya, baik metode hermeneutika, kualitatif, dan analisis isi, secara

keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya

dalam bentuk deskriptif.12

9Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, Cetakan ke-5

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 34. 10

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2009), h. 4. 11

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT Bumi Aksara,

2004), h. 44. 12

Nyoman Kutha Ratna, Op.Cit. h. 46 – 47.

Page 20: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

9

Sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif mempertahankan hakikat

nilai-nilai. Oleh karena itulah, penelitian kualitatif dipertentangkan dengan

penelitian kuantitatif yang bersifat bebas nilai atau angka. Dalam ilmu sosial

sumber datanya adalah masyarakat, data penelitiannya adalah tindakan-

tindakan sedangkan dalam ilmu sastra sumber datanta adalah karya, naskah,

data penelitiannya, sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan

wacana.

Untuk melalukan penelitian tentang budaya dan tradisi merantau pada

daerah Padang, perlu dilakukannya penelitian secara dalam melalui sosial

yang terdapat pada masyarakat terutama para peneliti awalan/amatiran yang

baru akan belajar mandiri. Beberapa ragam metodologi penelitian dalam

ranah kajian media dan budaya yang semakin berkembang.13

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian tidak ada, karena penelitian ini tidak

terikat pada satu tempat maupun waktu karena objek yang dikaji berupa

analisis sebuah naskah (teks) sastra. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif. Metode kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

perbandingan struktural dan mengetahui budaya Minang.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah apa yang menjadi perhatian dari suatu

penelitian. Sasaran untuk mendapatkan suatu data sesuai dengan pendapat,

objek penelitian menjelaskan tentang apa dan siapa yang menjadi objek

penelitian. Dapat disimpulkan bahwa objek penelitian adalah ruang lingkup

yang merupakan pokok persoalan dari suatu penelitian. Kali ini objek

penelitiannya adalah konsep dan tradisi merantau yang terdapat dalam novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1936) dan Merantau ke Deli (1937)

karya Buya Hamka.

13

Rachmah Ida, Metodologi Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. (Jakarta :

Prenada Media Group, 2014), h. 9.

Page 21: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

10

3. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini ada dua macam

sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Secara

sumber data primer yaitu materi yang berkaitan langsung dengan penelitian

atau sumber pokok, sebagai berikut :

a. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dengan 223 halaman karya Buya

Hamka cetakan keenam belas diterbitkan oleh PT Bulan Bintang, Jakarta

tahun 1936.

b. Merantau ke Deli, dengan 194 halaman karya Buya Hamka diterbitkan

oleh PT. Bulan Bintang, Jakarta tahun 1937.

Selanjutnya selain sumber data yang digunakan penulis, sumber

sekunder pun melengkapi pembuatan penelitian ini oleh penulis misalnya

beberapa buku-buku teori sastra, beberapa hasil penelitian mengenai sosiologi

sastra, novel, penelitian ilmiah sebelumnya mengenai novel ini serta melalui

artikel dan jurnal, atau media lainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan

teknik menelaah, teknik kepustakaan, teknik simak, dan teknik catat. Berikut

penjelasan masing-masing teknik.

1) Teknik menelaah yaitu menelaah buku-buku yang berkaitan dengan

penelitian ini.

2) Teknik kepustakaan yaitu ilmu tentang sumber-sumber yang digunakan

dalam penelitian, dokumen digunakan untuk mencari data-data mengenai

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, majalah, gambar, dan data-

data yang bukan angka-angka.

3) Teknik simak atau disebut juga teknik sadap yakni penyadapan sesuatu

yang digunakan seseorang atau beberapa orang informan dalam upaya

mendapatkan data.

4) Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan peneliti ketika

menerapkan metode simak.

Page 22: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

11

5. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab rumusan masalah, teknik pengolahan data dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, yaitu sosiologi sastra.

Penelitian ini terfokus pada analisis sosiologi karya dan sastra dengan

cerminan masyarakat.

Langkah kerja dalam penelitian ini antara lain: 1) peneliti membaca teks

sastra yang diteliti secara intensif, yaitu pembacaan berulang-ulang; 2)

mencari data serta mengklasifikasikan data sesuai dengan hal-hal yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pengumpulan data ini

dilakukan oleh peneliti melalui studi pustaka; 3) melakukan analisis struktur

pada novel Merantau ke Deli dan Tenggelamnya Kapal van Der Wijck yang

meliputi analisis tema, alur, amanat, penokohan, gaya bahasa, dan sudut

pandang; 4) mendeskripsikan kemudian menganalisis gambaran mengenai

tradisi merantau di daerah Minangkabau yang terdapat pada tiga novel

tersebut dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra; 5) peneliti

menarik simpulan pada setiap hasil analisis. Hal ini untuk menjawab rumusan

seluruh masalah dalam penelitian ini.

Page 23: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Novel

Karya sastra, yang berbentuk novel, cerpen, dan puisi adalah karya imajinatif,

fiksional, dan ungkapan ekspresi pengarang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

definisi karya sastra yang diberikan dan dapat diterima oleh anak-anak sekolah

menengah pertama hingga sekolah lanjutan atas.1 Maksudnya adalah di mana ketika

para pembaca khususnya anak-anak remaja mereka dapat memahami apa yang

dimaksud pengarang karena bersifat imajinatif dan berupa ekspresi yang pada

umumnya.

Novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Novel dalam bahasa Inggris berasal

dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman : novelle) kemudian diartikan

sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Novel berasal dari bahasa Latin

novellus. Kata novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam

bahasa Inggris. Dikatakan baru karena bentuk novel adalah bentuk karya sastra

yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya, yaitu puisi dan drama.

Dalam penceritaan suatu karya ada unsur-unsur yang penting sebagai pembangun

cerita yaitu tokoh, latar tempat, latar waktu, dan peristiwa-peristiwa.2

Roman lebih banyak melukiskan seluruh hidup pelaku-pelaku, mendalami

sifat-sifat watak mereka, dan melukiskan sekitar tempat mereka hidup. Pelaku-

pelakunya dilukiskan dari mulai kecil hingga akhir hidupnya. Sedangkan novel

tidak mendalam lebih banyak melukiskan suatu saat, suatu episode dari kehidupan

seseorang yang isinya lebih terbatas dari roman.3 Roman dan novel memang sama,

hanya saja yang membedakan alur ceritanya jika roman penceritaannya dari tokoh

tersebut lahir, kemudian adanya konflik hingga penyelesaian bahkan sampai tokoh

1 Dwi Susanto S.S., M.Hum., Pengantar Teori Sastra, (Jakarta : CAPS, 2012), h. 32.

2 Melanie Budianta, dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan

Tinggi). (Magelang: Indonesiatera, 2003). h. 85. 3Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung : UPI PRESS,

2006), hlm. 89.

Page 24: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

13

tersebut meninggal dan bisa menceritakan beberapa konflik tidak hanya satu beda

halnya dengan novel, jika novel hanya menceritakan satu konflik saja.

Pada dasarnya novel menceritakan gambaran kehidupan dan sebagian besar

terdiri dari kenyataan sosial dan fenomena sosial itu bersifat nyata yang terjadi di

kehidupan kita sehari-hari. Karya sastra adalah karya yang dimaksudkan oleh

pengarang sebagai karya sastra, berwujud karya sastra, dan diterima oleh

masyarakat sebagai karya sastra.4 Maksudnya adalah bagaimana seorang sastrawan

dapat menciptakan hasil karya sastra dengan baik agar karyanya tersebut bisa

diterima dan dipahami oleh para pembaca. Sastrawan memberi makna lewat

kenyataan yang dapat diciptakannya dengan bebas, asal tetap dipahami oleh

pembaca. Tidak lepas dari realitas kehidupan masyarakat, budaya dan adat istiadat

juga hadir dalam penceritaan dalam novel. Oleh karena itu karya sastra tidak

mungkin tanpa pengetahuan, mengenai kebudayaan yang melatarbelakangi karya

sastra tersebut.

Sebagai genre sastra, novel ternyata telah banyak menarik perhatian dan

minat banyak kalangan. Dari perspektif historis, novel memiliki garis

perkembangan yang membentang ke belakang, ke tradisi-tradisi fiksi

pendahuluannya.5 Novel merupakan sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang

cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata,

dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup kompleks. Sedangkan

pengertian lain, cerita fiksi dalam bentuk prosa dengan panjang kurang lebih satu

volume yang menggambarkan tokoh-tokoh dan perilaku yang merupakan cerminan

kehidupan nyata dalam plot yang berkesinambungan.

Novel merupakan suatu bentuk karya sastra. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

4Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:PT.Grasindo, 2008), h. 92.

5Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,

2010), h. 1.

Page 25: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

14

a. Macam-macam Novel

Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan

keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah pengarang

novel. Burhan Nurgiyantoro membedakan novel menjadi dua bagian, yaitu novel

populer dan novel serius.

1) Novel Populer

Kayam dalam Nurgiyantoro mengatakan bahwa sebutan novel

populer atau pop mulai merebak sesudah suksesnya novel Karmila dan

Cintaku di Kampus Biru pada tahun 70’an. Sesudah itu, setiap novel

hiburan, tidak peduli mutunya, disebut juga sebagai novel pop. Kata

“pop” diasosiasikan dengan kata “populer”, mungkin karena novel-

novel itu sengaja ditulis untuk selera populer yang kemudian dikemas

dan dijajakan sebagai suatu barang dagangan populer dan jadilah istilah

pop itu sebagai istilah baru dalam dunia sastra.6

Sastra dan musik populer sebagai kelanjutan dari istilah

“populer” yang sebelumnya telah dikenal dalam dunia sastra dan musik

adalah semacam sastra dan musik yang dikategorikan sebagai hiburan

dan komersial ini menyangkut apa yang disebut selera orang banyak

atau selera populer. Pop sastra di dunia barat condong pada sastra baru

yang inovatif, eksperimental yang tidak saja dalam hal gaya manipulasi

bahasa dan penjajahan tema yang sebebas mungkin walau tidak

menutup kemungkinan untuk komersial. Sebagai kebailkan sastra

populer itu adalah sastra yang serius, literatur. Sastra serius, walau dapat

juga bersifat inovatif dan eksperimental, tidak akan dapat menjelajah

sesuatu yang sudah mirip dengan “main-main”.7

2) Novel Serius

Novel serius merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas

dibicarakan dan diapresiasi oleh akademis sastra. Dalam sejarah sastra,

6 Ibid. h. 17.

7 Ibid. h. 17 – 18.

Page 26: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

15

novel yang bermunculan cenderung mengacu pada novel serius. Novel

serius harus sanggup memberikan suatu kesan yang mendalam tentang

hakikat kehidupan. Novel serius yang bertujuan untuk memberikan

hiburan kepada pembaca, juga mempunyai tujuan memberikan

pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca untuk meresapi lebih

sungguh-sungguh tentang masalah yang dikemukakan.8

Berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera

pasar, novel sastra tidak bersifat mengikuti para pembaca. Novel sastra

cenderung menampilkan tema-tema yang lebih serius. Teks sastra sering

mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap

menyibukkan pembaca. Jika ingin memahami novel serius dengan baik

maka diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertakan dengan

kemauan untuk memahaminya. Novel jenis ini, di samping memberikan

hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga

kepada pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi

dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan

yang dikemukakan.9

Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke

Deli dapat dikategorikan sebagai novel serius dan dapat diteliti oleh

akademis sastra. Materi dan tema yang terdapat pada novel ini bukan

hanya tentang percintaan saja tetapi terdapat permasalahan yang serius,

terlebih tentang ada dan tradisi sebagai bahan pembelajaran setiap

akademis sastra yang membacanya.

Novel mempunyai ukuran panjang tertentu. Sebuah puisi sebagai contoh, bisa

hanya terdiri dari dua baris saja, atau sampai ribuan bait. Akan tetapi, sebaliknya

kita akan merasa kurang pas kalau menyebut cerita yang panjangnya hanya empat

puluh sampai lima puluh halaman sebagai novel. Tentu permasalahan sebenarnya

bukan terletak pada panjang pendeknya suatu karya. Masalahnya adalah bahwa

8 Ibid. h. 19.

9 Ibid. h. 18 – 19.

Page 27: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

16

sebuah novel harus melibatkan penggalian suatu permasalahan manusia dengan

cara sedemikian rupa sehingga mengharuskan adanya perlakuan cukup rumit.

Dengan demikian, dalam praktiknya bila suatu cerita memiliki panjang berkisar

antara dua puluh sampai tiga puluh halaman kita sebut sebagai cerita pendek

(cerpen), sedangkan cerita yang ukuran panjangnya berada antara cerpen dan novel,

yaitu antara empat puluh sampai seratus halaman, kita sebut novela.10

Sebagai

cerita fiksi, novel mempunyai unsur-unsur cerita yaitu tema, amanat, alur, tokoh,

latar/setting, sudut pandang, dan gaya bahasa. Selain itu memiliki struktur cerita,

baik berupa struktur cerita konvensional maupun struktur cerita sorot balik atau

flashback.11

B. Struktur Novel

Berbagai macam pendekatan ditawarkan seperti yang telah dikemukakan

Abrams, salah satu diantaranya pendekatan objektif. Pendekatan objektif atau

struktural digunakan dengan maksud untuk menjaga keobjektifan sebuah karya

sastra, sehingga untuk memahami maknanya, karya sastra harus dikaji berdasarkan

strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis

dan lepas pula dari efeknya pada pembaca.12

Dari pernyataan tersebut melalui

pendeketan objektif kita dapat menganalisis sebuah karya sastra sesuai dengan

keaslian atau keabsahan pada unsur-unsur yang terdapat pada sebuah karya sastra

itu sendiri tanpa menggabungkan dari latar belakang sejarah maupun pengarangnya.

Teori struktural merupakan teori kritik sastra objektif. Dikemukakan Abrams

bahwa ada empat pendekatan pada karya sastra, yaitu pendekatan (1) pendekatan

mimetik, yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan) (2)

pendekatan pragmatik, yang menganggap bahwa karya sastra itu adalah alat untuk

mencapai tujuan tertentu; (3) pendekatan ekspresif, yang menganggap karya sastra

sebagai ekpresi perasaan, pikiran, dan pengalaman penyair (sastrawan); dan (4)

10

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Op.Cit. h. 4. 11

Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung : UPI PRESS,

2006), h. 86. 12

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta:PT.Grasindo, 2008), h. 185.

Page 28: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

17

pendekatan objektif yang menganggap karya sastra sebagai sesuatu yang otonom,

terlepas dari alam sekitarnya, pembaca, dan pengarang.

Strukturalisme dalam penelitian sastra memusatkan perhatiannya pada elemen

atau unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Maka dari itu,

pendekatan objektif identik dengan pendekatan strukturalisme yang bertujuan

memaparkan fungsi dan keterkaitan antarelemen karya sastra. Unsur-unsur

instrinsik inilah yang melahirkan karya sastra hadir sebagai karya, diantaranya

tema, alur, latar, tokoh, sudut pandang, amanat dan gaya bahasa.Adapun unsur-

unsur intrinsik dari sebuah novel adalah sebagai berikut:

a) Tema

Kata tema seringkali disamakan dengan pengertian tentang topik,

padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Topik

merupakan pokok pembicaraan sedangkan tema merupakan suatu gagasan

utama, sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam fiksi. Tema sering juga

disebut dengan ide atau gagasan yang menduduki tempat utama dalam pikiran

pengarang dan sekaligus menduduki tempat utama dalam cerita.

Tema merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang

lain, yang secara bersama membentuk sebuah keseluruhan.13

Tema juga

merupakan gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang atau yang

terdapat dalam puisi.14

Tema menyangkut ide cerita dan keseluruhan isi yang

tersirat dalam karya sastra. Tema ini biasanya berkaitan dengan pengalaman-

pengalaman kehidupan sosial, cinta, idiologi, maut, religius dan sebagainya.15

Menciptakan sebuah tema hal tidak mudah untuk mendapatkannya.

Sastrawan harus memiliki banyak ide atau kreatif yang tinggi untuk

mendapatkan tema yang pas dan berkualitas yang akan dikembangkan menjadi

sebuah cerita. Sama halnya dalam pembelajaran di sekolah, ketika pembelajaran

13

Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2010), h. 67 – 68.

14

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT.Grasindo, 2008), h. 124. 15

Ibid, h. 161.

Page 29: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

18

mengarang siswa disuruh untuk menentukan tema atau ide pokok yang akan

dikembangkan. Siswa sangat sulit mendapatkan tema tersebut.

b) Alur/Pengaluran

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan

peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku

dalam suatu cerita.16

Setiap tahapan peristiwa ke tahapan selanjutnya harus

saling berkesinambungan, berurutan secara logis.

Definisi lainnya alur adalah jalinan peristiwa yang bergerak mulai awal

sampai dengan akhir cerita. Sebagai sebuah rangkaian cerita, alur selalu

menampilkan konflik-konflik. Konflik bisa berupa konflik internal yaitu konflik

yang terjadi pada diri tokoh dan konflik eksternal yaitu konflik tokoh dengan

sesuatu di luar tokoh. Konflik eksternal bisa terjadi antara manusia dengan

manusia, manusia dengan alam, ataupun manusia dengan Tuhan.

Untuk menjelaskan tahapan-tahapan alur ini, penulis memakai pendapat

Burhan Nurgiyantoro yang dikemukakan oleh Tasrif, tahapan-tahapan dalam

alur dijelaskan menjadi lima bagian, tahapan tersebut sebagai berikut.

1) Tahapan Penyituasian

Tahap penyituasian yaitu tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan

situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan

cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain, yang terutama

berfungsi untuk melandasi cerita yang dikasihkan pada tahap

berikutnya.

2) Tahap Pemunculan Konflik

Tahap pemunculan konflik yaitu tahap yang memunculkan masalah

dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Tahap ini

merupakan tahap awal munculnya konflik. Konflik itu sendiri yang

akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik

pada tahap berikutnya.

16

Ibid, h. 159.

Page 30: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

19

3) Tahap Peningkatan Konflik

Pada tahap ini konflik yang telah dimunculkan pada tahap

sebelumnya emakin berkembang dan dikembangkan kadar

intensitasnya. Peristiwa yang dramatik menjadi inti cerita emakin

mencengkam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi,

internal, eksternal, ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan,

benturan-benturan antar kepentingan masalah, dan tokoh yang

mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindarkan.

4) Tahap Klimaks

Tahap klimaks yaitu tahap di mana konflik dan pertentangan-

pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan ditimpakan kepada para

tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Pada tahap ini klimaks

sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai

pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang

panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks atau paling

tidak dapat ditafsirkan demikian.

5) Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian merupakan tahap di mana konflik yang telah

mencapai klimaks diberikan penyelesaian. Konflik-konflik yang lain,

sub-subkonflik, dan konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi

jalan keluar. Sehingga, tahap ini disebut juga sebagai tahap akhir dari

sebuah cerita.17

c) Latar

Latar dapat diartikan sebagai landasan pada pengertian tempat, hubungan

waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan.18

Latar memiliki tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial

yang masing-masing mempunyai permasalahan yang berbeda. Latar

17

Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2010), h. 9 – 10 18

Ibid., h. 216.

Page 31: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

20

memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal ini penting untuk

memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu

seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. ` `

Latar atau setting adalah gambaran yang terdapat cerita fiksi mengenai

tempat, waktu maupun peristiwa yang bersifat fisikal maupun psikologis.19

Latar

atau setting menyarankan pada pergantian tempat, hubungan waktu, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar

sangat penting untuk memberikan gambaran kepada pembaca dan menciptakan

suasana tertentu yang sungguh-sungguh terjadi.

Unsur latar dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan sebagai berikut.

1) Latar tempat

Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi.

2) Latar waktu

Latar waktu berkaitan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Adanya latar waktu membantu

pembaca masuk ke dalam suasana cerita. Selain itu, dengan adanya acuan

waktu akan mempermudah pembaca memahami cerita.

3) Latar sosial

Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya

fiksi. Kehidupan sosial masyarakat meliputi berbagai masalah dalam

lingkup yang cukup kompleks, seperti : kebiasaan hidup, adat istiadat,

tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan lain sebagainya.

d) Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengembangkan peristiwa dalam cerita

rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan

menampilkan tokoh tersebut disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan

19

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 148.

Page 32: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

21

selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu.

Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan disebut perwatakan.

Tokoh berkaitan dengan siapa yang diceritakan, siapa yang melakukan

sesuatu, siapa yang mengalami sesuatu, siapa yang membuat konflik, dan lain

sebagainya. Peristiwa dalam cerita dialami oleh tokoh atau pelaku. Jadi, unsur

tokoh sama pentingnya dengan unsur alur dan lainnya. Masing-masing tokoh

dalam cerita tentu memiliki watak atau karakter yang berlainan. Pemberian

karakter pada tokoh dinamakan penokohan. Sehingga penokohan dapat

dikatakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan

sebuah cerita.

Penokohan memiliki arti yang lebih luas dari tokoh karena penokohan

merupakan pelukisan bagaimana perwatakan tokoh-tokohnya dan memberikan

gambaran yang jelas pada pembaca. Jenis-jenis tokoh sebagai berikut.

1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya, tokoh cerita dibedakan

atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang

tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus (mendominasi sebagaian

besar cerita). Tokoh utama ini adalah tokoh yang diutamakan

penceritaannya. Tokoh tambahan merupakan tokoh yang dimunculkan

sekali atau beberapa kali dengan porsi yang relatif pendek.

2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi

tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang

umumnya kita kagumi karena menampilkan sesuatu yang sesuai pandangan-

pandangan dan harapan-harapan pembaca. Tokoh antagonis merupakan

tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik, umumnya tokoh ini berposisi

dengan tokoh protagonis. Akan tetapi, konflik yang dialami oleh tokoh

protagonis tidak selalu hanya disebabkan oleh tokoh antagonis, tetapi juga

disebabkan oleh hal-hal lain, seperti bencana alam, aturan sosial, dan

sebagainya.

Page 33: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

22

3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dibedakan tokoh sederhana dan

tokoh kompleks atau bulat. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya

memiliki satu kualitas pribadi tertentu. Tokoh sederhana bersifat datar,

monoton, atau hanya mencerminkan satu watak tertentu saja. Tokoh bulat

adalah tokoh yang memiliki berbagai kemungkinan sisi kehidupan, sisi

kepribadian, dan jati dirinya. Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan

manusia yang sesungguhnya dan sering memberikan kejutan bagi pembaca.

4) Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang

Berdasarkan kriteria berkembang dan tidaknya, tokoh cerita dibedakan

menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis merupakan tokoh

yang tidak mengalami perubahan, sedangkan tokoh berkembang merupakan

tokoh cerita yang mengalami perubahan sejalan dengan peristiwa dan plot

yang dikisahkan.20

e) Sudut Pandang

Sudut pandang menuju kepada cara sebuah cerita dikisahkan. Bagaimana

pengarang menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang

membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi. Jadi, sudut pandang adalah strategi,

teknik, atau siasat yang dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan

ceritanya.21

Pembagian sudut pandang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Sudut Pandang Persona Pertama “Aku”

Pengisahan cerita dengan menggunakan sudut pandang persona pertama

artinya pengarang berlaku sebagai pelaku, ia ada dalam cerita tersebut.

Pengarang adalah si Aku, tokoh yang mengisahkan kesadaran dirinya,

mengisahkan peristiwa yang dialami, dilihat, didengar, dirasakan, dan

diketahuinya, serta mengisahkan sikapnya terhadap tokoh lain kepada

20

Ibid, h. 150. 21

Ibid, h. 151.

Page 34: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

23

pembaca. Pembaca dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti apa

yang dilihat dan dirasakan tokoh si Aku tersebut.

2) Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia”

Pengisahan cerita dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga

artinya pengarang berlaku sebagai narator, yaitu seseorang yang berada di

luar cerita dan menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau

kata gantinya. Sudut pandang persona ketiga dibedakan menjadi dua, yaitu

“dia” mahatahu dan “dia” terbatas. Dalam sudut pandang mahatahu,

pengarang dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh

“dia” mahatahu. Pengarang bersifat mahatahu, mengetahui tentang berbagai

hal, tokoh, peristiwa, dan tindakan termasuk motivasi yang

melatarbelakanginya.

Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari

tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan

gayanya sendiri. Sudut pandang orang pertama biasanya menggunakan tokoh

“aku” sekaligus sebagai pencerita. Sudut pandang orang kedua adalah pencerita

mengajak berbicara orang kedua. Orang kedua dalam cerita tersebut bisa tokoh

lain, bisa juga “pembaca” atau “pendengar” di dalam karya sastra. Sudut

pandang orang ketiga adalah sastrawan menggunakan pencerita yang sama

sekali tidak terlibat dalam cerita. Penceritanya berada di luar cerita.

f) Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin

disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.22

Pada setiap akhir

cerita pada novel tidak semata-mata hanya memberikan kepuasan batin untuk

para pembaca, tetapi memberikan pesan moral atau amanat yang disampaikan

untuk para pembaca.

22

Wahyudi Siswanto, Op.Cit. h. 142-162.

Page 35: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

24

g) Gaya Bahasa

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah

style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus. Yaitu semacam alat untuk

menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan

mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Karena

perkembangan itu, gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi

atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata.23

Seorang pengarang yang sudah berpengalaman akan mempunyai gayanya

sendiri dalam mengolah bahasanya ke dalam cerita agar disukai oleh pembaca.

Menurut Hendry Guntur Tarigan, sesuai dengan maksud dan tujuan yang

hendak dicapai maka gaya bahasa dibagi menjadi empat kelompok yaitu,

perulangan, perbandingan, pertautan, dan pertentangan.24

Gaya bahasa adalah

bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan

memperkenalkan serta membandingkansuatu benda atau hal tertentu dengan

benda hal lain yang lebih umum. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu

penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau

mempengaruhi penyimak dan pembaca.

C. Sosiologi Sastra

Sebelum menjelaskan sosiologi dengan sastra, yang kemudian berdisiplin

menjadi sosiologi sastra, berikut akan dijelaskan pengertian sosiologi sebagai

bidang ilmu. Sosiologi sastra merupakan sosiologi yang mempunyai dua akar kata,

socius (dari bahasa Latin) yang berarti “teman” dan logos (dari bahasa Yunani)

yang berarti ilmu tentang. Secara harfiah sosiologi berarti ilmu tentang pertemanan.

Dalam sudut pandang ini, sosiologi bisa didefinisikan sebagai studi tentang dasar-

dasar keanggotaan sosial (masyarakat). Secara lebih teknis, sosiologi adalah

analisis mengenai struktur hubungan sosial yang terbentuk melalui interkasi sosial.

Sosiologi Sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik yang

memahami karya sastra dalam hubunganya dengan realitas dan aspek sosial

23

Gorys Keraf. Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991), h. 112. 24

Henry Guntur Tarigan. Pengajaran Gaya Bahasa. (Bandung: Percetakan Angkasa, 2009). h. 4.

Page 36: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

25

kemasyarakatan. Pendekatan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan

karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat.

Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu

pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan. Sosiologi sastra adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial

sebagai pembangun sastra. Faktor sosial diutamakan untuk mencermati karya

sastra. Sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap totalitas karya yang

disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.25

Berdasarkan pengertian di atas, sosiologi sastra hakikatnya adalah

interdisipliner antara sosiologi dengan sastra, keduanya memiliki objek yang sama,

yaitu manusia dalam masyarakat. Adapun definisi sosiologi sastra yang

merepresentasikan hubungan interdisiplin ini, yang masuk dalam ranah sastra,

mencakup pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-

aspek kemasyarakatannya, pemahaman terhadap karya sastra sekaligus

hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya dan hubungan

dialektika antara sastra dengan masyarakat.26

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra objek kajian

utamanya adalah sastra, yang berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna

sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial yang ada dalam sastra, baik penulis,

sastra, maupun pembaca dalam relasi hubungan dengan kondisi masyarakat yang

menghidupi penulis, masyarakat yang digambarkan, dan pembaca.

D. Tradisi Merantau di Kebudayaan Minang

Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, karena

menjadi manusia tidak lain adalah merupakan bagian dari hasil kebudayaan itu

sendiri. Hampir semua tindakan manusia merupakan produk kebudayaan, kecuali

25

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Tim Redaksi

CAPS, 2011), h. 5 – 8. 26

Heru Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2012), h. 4 – 5.

Page 37: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

26

tindakan yang sifatnya naruliah saja yang bukan merupakan kebudyaan.27

Tindakan

yang berupa kebudayaan adalah kebudayaan dibiasakan dengan cara belajar, seperti

melalui proses sosialisasi dan alkuturasi.

Banyak definisi tentang kebudayaan, kebudayaan adalah konsep, keyakinan,

nilai dan norma yang dianut masyarakat yang memengaruhi perilaku mereka dalam

upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya.28

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa,

mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa,

persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial,

kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua berdasarka pola-pola

budaya. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal

budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai,

sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam

semesta dan objek-objek materi.29

Menurut Ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan,

tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata “kebudayaan” berasal dari kata

Sanskerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau

“akal.”30

Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya

terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat-istiadat

dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh sebagai anggota

masyarakat. Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dari adat-

istiadat. Hal itu disebabkan nilai budaya dianggap bernilai, berharga dan paling

27

Rusmin Tumanggor, dkk., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta : Kencana Prenada Media

Group, 2012), h. 20. 28

Ibid, h. 141. 29

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2005), h. 18. 30

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 181.

Page 38: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

27

penting dalam kehidupan bagi masyarakat bahkan menjadi pedoman hidup yang

memberi arah.31

Koentjaraningrat menyebutkan adat istiadat sebagai kebudayaan abstrak

atau sistem nilai, adat istiadat merupakan yang kekal serta kuat integrasinya dengan

pola-pola perilaku masyarakat. Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang

paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat

terhadap masyarakat yang memilikinya. Anggota masyarakat yang melanggarnya

akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung

diperlakukan.32

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan

kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti Jepang,

India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis

yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum

masyarakat. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang,

maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

Hukum nilai adat yang sering didengar di dalam masyarakat mengandung

empat unsur berikut.

a) Adat sebenar adat, datang dari Yang Mahakuasa, semenjak dahulu

sampai sekarang tidak berubah.

b) Adat istiadat, ialah peraturan-peraturan atau yang dikeluarkan oleh

penguasa adat (ninik mamak, penghulu, ulama), seperti adat

peminangan/adat menikah.

c) Adat yang diadatkan, ialah bulat kata karena mufakat, unsur

musyawarah sangat diperlukan dalam menghadapi sesuatu yang

bersendi kepada alur dan patut.

31

Rahmat Subakti Mahdi. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: CV. Rajawali, 1984). h. 166 –

167. 32

Lia Rachmawati, Hakikat Norma, Kebiasaan, Adat Istiadat, dan Peraturan. (Jakarta :

Intimedia Ciptanusantara, 2011), h. 16.

Page 39: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

28

d) Adat yang teradat, ialah adat yang sudah biasa atau terbiasa di daerah itu

karena tiru meniru, sperti perhelatan, pakaian, dan perhiasan.33

Adat yang terdapat di Minang adalah merantau. Merantau sesungguhnya

sangat erat kaitannya dengan masyarakat Minangkabau. Kata rantau sendiri pada

awalnya bermakna, wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau (tempat

awal mula peradaban Minangkabau). Peradaban Minangkabau mengalami beberapa

periode atau pasang surut. Aktivitas orang-orang dari wilayah inti ke wilayah luar

disebut “merantau” atau pergi ke wilayah rantau. Lama kelamaan wilayah

rantaupun jadi wilayah Minangkabau. Akhirnya wilayah rantau menjadi semakin

jauh dan luas, bahkan di zaman modern sekarang ini wilayah rantau orang

Minangkabau bisa disebut di seluruh dunia, walaupun wilayah tersebut tak akan

mungkin masuk kategori wilayah Minangkabau namun tetap disebut “rantau”.

Gusti Asnan menjelaskan di dalam bukunya yang berjudul Kamus Sejarah

Minangkabau, ada dua pengertian merantau yang dapat dipahami di Minangkabau.

Pertama, Merantau dipahami sebagai pergi meninggalkan kampung halaman untuk

berbagai keperluan serta dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Kedua, Merantau

sebagai perubahan pemikiran atau transformasi pemikiran dari satu kondisi ke

kondisi yang lain.

Penyebaran orang-orang Minangkabau jauh dari daerah asalnya ini

disebabkan oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk merantau, yang

disebabkan oleh dua hal. Pertama, ialah keinginan mereka untuk mendapatkan

kekayaan tanpa mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan

sebenarnya dengan keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai hak

menggunakan tanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia mungkin dapat

menggunakan tanah itu untuk kepentingan keluarga matrilinear.

Kedua, ialah perselisihan-perselisihan yang menyebabkan bahwa orang

yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap

33

Ibid. h. 46.

Page 40: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

29

di tempat lain.34

Orang Minang memang ada di mana-mana di berbagai pelosok

Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Mereka terkenal karena memiliki budaya

merantau. Suatu budaya yang hanya dimiliki oleh suku bangsa tertentu saja di

Indonesia. Selain suku bangsa Minangkabau, etnis yang juga mempunyai budaya

merantau adalah Bugis, Banjar, Batak, sebagian orang Pantai Utara Jawa dan

Madura.

Sebagai sebuah pola migrasi (perpindahan penduduk) secara sukarela, atas

kemauan sendiri, maka merantau orang Minang berbeda dengan, katakanlah,

merantau orang Jawa yang melalui proses transmigrasi diprogramkan dan dibiayai

pemerintah. Orang Minang merantau dengan kemauan dan kemampuannya sendiri.

Mereka melihat proses ini semacam penjelajahan, proses hijrah, untuk membangun

kehidupan yang lebih baik. Proses seperti inilah yang dialami dan kemudian terlihat

pada tokoh-tokoh asal Minang yang berkiprah di “dunia” yang jauh lebih luas

seperti Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Muhammad Yamin, Hamka,

Muhammad Natsir, Haji Agus Salim.

Mochtar Naim memaparkan, bahwa merantau adalah “migrasi”, tetapi

“merantau” adalah tipe khusus dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yang

tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau bahasa Barat manapun.

Dilihat dari sosiologi, istilah ini sedikitnya mengandung enam unsur pokok sebagai

berikut.

a. Meninggalkan kampung halaman

b. Dengan kemauan sendiri

c. Untuk jangka waktu lama atau tidak

d. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari

pengalaman

e. Biasanya dengan maksud kembali pulang35

34

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1985), h. 242. 35

Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. (Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, 2013) h. 3.

Page 41: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

30

Rantau secara tradisional adalah wilayah ekspansi, daerah perluasan atau

daerah taklukan. Namun perkembangannya belakangan, konsep rantau dilihat

sebagai sesuatu yang menjanjikan harapan untuk masa depan dan kehidupan yang

lebih baik dikaitkan dengan konteks sosial ekonomi dan bukan dalam konteks

politik. Dengan demikian, tujuan merantau sering dikaitkan dengan tiga hal:

mencari harta (berdagang/menjadi saudagar), mencari ilmu (belajar), atau mencari

pangkat/pekerjaan/jabatan.

Istilah merantau berarti meninggalkan kampung halaman atau meninggalkan

tanah kelahiran. Definisi sederhana ini tidak sepenuhnya menunjukkan

kompleksitas arti merantau sebagai fenomena sosial dan sejarah. Umpamanya,

tentu ingin tahu siapa yang meninggalkan kampung halaman, dengan alasan apa,

untuk berapa lama, dan daerah mana yang ditujunya.

Menurut Kato pada bukunya yang berjudul Adat Minangkabau dan

Merantau, berpendapat bahwa merantau dibedakan menjadi tiga jenis cara

merantaunya atau mobilitas geografis dalam sejarah Minangkabau: Merantau untuk

pemekaran nagari, merantau keliling (merantau secara bolak-balik atau sirkuler),

dan merantau Cino (merantau secara Cina). Cara-cara merantau ini secara kasar

digolongkan ke dalam tiga periode sejarah: pemekaran nagari dari masa legenda

hingga awal abad ke-19, merantau keliling dari akhir abad ke-19 sampai tahun

1930-an, dan merantau Cino mulai dari 1950-an sampai sekarang.

Dalam tradisi merantau, perlu diketahui bahwasannya apa saja yang

memberikan pengaruh dan yang melatarbelakangi perantauan mereka, seperti adat

(yakni kebiasaan) perkawinan/perceraian, kemajuan pendidikan para perantau,

pekerjaan-pekerjaan utama perantau, tempat-tempat merantau yang biasa dituju,

dan tujuannya mereka merantau.36

1. Merantau Pemekaran Nagari

Merantau untuk pemekaran nagari merupakan monilitas geografis

untuk membuka perkampungan baru. Biasanya alasan yang paling

36

Tsuyoshi Kato, Adat Minagkabau dan Merantau, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h. 116.

Page 42: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

31

utama adalah kurangnya tanah untuk digarap dan jumlah penduduk yang

semakin meningkat. Pekerjaan di tempat yang baru pun masih ada

hubungannya dengan pertanian. Perpindahan dilakukan oleh satu

kelompok matrilineal di bawah pimpinan kepala kelompok tersebut.

Perpindahan dimaksudkan untuk tinggal menetap di tempat yang baru.

Hubungan antara tempat yang lama dan yang baru kadang-kadang

dipertahankan. Akan tetapi, ini bukan bersifat penting dari pemekaran

nagari, khususnya sesudah lama waktu berlalu.

2. Merantau Keliling

Merantau keliling dilakukan oleh lelaki, baik yang sudah

menikah maupun yang bujangan. Selain terbatasnya lahan pertanian

(yang disebut faktor pendorong), mobilitas mereka dipengaruhi oleh

adanya kesempatan-kesempatan di tempat lain (faktor penarik) dan juga

oleh hasrat pribadi. Jenis merantau ini mengarah ke kota-kota yang

jaraknya tidak terlalu jauh. Pekerjaan yang dicari bukan dalam bidang

pertanian, mereka adalah saudagar, pegawai kantor, guru, dan pengrajin.

Meskipun seseorang lelaki telah menikah, istri dan anak-anaknya

ditinggalkan di kampung. Hubungan dengan kampung asalnya tetap

dijaga. Ia sering pulang, sekali atau dua kali dalam setahun, lain dari

pihak ibu.

Novel-novel Minangkabau menunjukkan pola hubungan antara

perantau dan masyarakat Minangkabau pada saat merantau keliling

sangat dominan. Perantau meninggalkan kampung halaman untuk

mencari rezeki di Batavia, Medan, Deli atau tempat-tempat lainnya.

Merantau keliling membuka jalan baru pada kekuasaan, kekayaan,

pengetahuan, dan martabat.

Pada tahap awal merantau keliling, biasanya laki-laki berpindah

secara sendirian, sebagian sebabnya adalah karena hubungan suami-istri

belum begitu terdengar dan karena mamak masih memegang kekuasaan

yang agak kuat terhadap kerabat perempuan mereka.

Page 43: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

32

3. Merantau Cino

Merantau Cino pada umumnya, tetapi tidak semestinya,

berhubungan dengan keluarga inti. Keluarga inti dapat saja berpindah

sebagai satu kelompok atau sseorang suami, sesudah pindah, dapat

menyuruh istri dan anak-anaknya untuk menyusul kemudian. Seorang

bujangan yang merantau dapat pulang dan menikah di kampung halaman

untuk kemudian membawa istrinya pindah ke tempat perantauannya.

Secara psikologis para perantau Cino merasa dekat dengan

kampung halamannya, tetapi hubungan secara fisik tidak sering

dilakukan. Merantau Cino dapat melibatkan lebih dari satu keluarga inti,

misalnya ikut pula keluarga suami atau orang tua istri.37

Secara tradisional, daerah-daerah dalam pengaruh Minangkabau disebut

Alam Minangkabau. Rantau merupakan daerah yang berbatasan dengan dunia luar

dan melaluinya ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan kepada Alam.38

Maksudnya adalah

ditentukan oleh batas alam atau batas yang dibuat oleh manusia. Nagari adalah

suatu unit teritorial yang mempunyai struktur politik. Nagari adalah unit

pemukiman yang paling sempurna yang diakui oleh adat. Untuk menjadi suatu

nagari, suatu pemukiman harus memiliki berbagai fasilitas, seperti jalan raya,

tempat mandi untuk umum, balai adat, masjid, lapangan terbuka untuk hiburan dan

olahraga.

E. Hakikat Pembelajaran Sastra di Sekolah

Kata sastra pada awalnya sebenarnya adalah kesusastraan, akan tetapi orang

lebih suka menggunakan istilah sastra. Kata kesusastraan berasal dari bahasa

Sansekerta, yaitu susastra dengan memperoleh imbuhan ke-an. Kata su berarti baik

atau indah dan kata sastra berarti tulisan atau karangan yang indah dan baik, semua

tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan

bahasa yang indah. Sastra memiliki beberapa funsgi bagi kehidupan manusia

diantaranya.

37

Ibid. h. 13 – 15 . 38

Ibid. h. 21.

Page 44: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

33

1. Fungsi reaktif, yaitu fungsi atau manfaat yang memberikan rasa senang,

menghibur, dan gembira.

2. Fungsi didaktif, yaitu fungsi atau manfaat yang dapat mengarahlan dan

mendidik pembaca karena mengandung nilai-nilai moral.

3. Fungsi estetika, yaitu fungsi atau manfaat yang dapat memberikan keindahan

bagi pembaca karena bahasanya yang indah.

4. Fungsi moralitas, yaitu fungsi atau manfaat yang dapat membedakan moral

yang baik dan tidak baik bagi pembacanya karena sastra yang baik selalu

mengandung nilai-nilai moral yang tinggi.

5. Fungsi religiusitas, yaitu fungsi atau manfaat yang mengandung ajaran-ajaran

agama yang harus diteladani para pembaca.

Pembelajaran sastra dilaksanakan secara terintegrasi dengan pembelajaran

bahasa baik dengan keterampilan menulis, membaca, menyimak, maupun

berbicara. Dalam praktiknya, pengajaran sastra berupa pengembangan kemampuan

menulis sastra, membaca sastra, menyimak sastra, dan berbicara sastra.

Berdasarkan hal di atas, pembelajaran sastra mencakup hal-hal sebagai

berikut, 1) menulis sastra; menulis puisi, menulis cerpen, menulis novel, dan

menulis drama, 2) membaca sastra; membaca karya sastra dan memahami

maknanya, baik terhadap karya sastra yang berbentuk puisi, prosa, maupun naskah

dramanya, 3) menyimak sastra; mendengarkan dan merefleksikan pembacaan puisi,

dongeng, cerpen, novel, dan pementasan drama, 4) berbicara sastra; berbalas

pantun, deklamasi, mendongeng, bermain peran berdasarkan naskah, menceritakan

kembali isi karya sastra, dan menanggapu secara lisan pementasan karya sastra.

Pendidikan tentang sastra adalah pendidikan yang membahas tentang sastra.

Pendidikan ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi pembelajaran sastra.

Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba untuk mengembangkan

kompetensi apresiasi sastram kajian teks sastra, kritik sastra, dan proses kreatif

sastra.

Pembelajaran novel dalam kompetensi dasar diharuskan peserta didik

memahami unsur intrinsik dan eksrinsik dalam novel. Memahami unsur intrinsik

Page 45: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

34

novel, diperlukan untuk memahami susunan peristiwa-peristiwa, hubungan

antarperistiwa, dan letak konflik serta bagaimana klimaknya. Mempelajari dengan

baik berbagai contoh tokoh dan karakter setiap tokoh.39

Novel juga diharapkan

dapat membantu membentuk karakter peserta didik sesuai dengan kurikulum 2013,

yakni guru diharuskan menanamkan nilai-nilai karakter dalam sebuah pembelajaran

di kelas. Berdasarkan kurikulum 2013 terdapat tujuan pembelajaran sastra yang

telah dijabarkan dan diharapkan pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan

secara keseluruhan yang meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan

berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan

menunjang pembentukan watak.

1. Membantu Keterampilan Berbahasa

Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan

membantu peserta didik berlatih keterampilan membaca, menyimak,

menulis, dan berbicara.

2. Meningkatkan Pengetahuan Budaya

Sastra berkaitan dengan semua aspek manusia dan alam secara keseluruhan.

Setiap karya sastra menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal

yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan.

3. Mengembangkan Cipta dan Rasa

Dalam pembelajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah

kecakapan yang bersifat indra, yang bersifat penalaran, yang bersifat afektif,

dan bersifat sosial, serta yang bersifat religius.

4. Menunjang Pembentukan Watak

Ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan pembentukan

watak. Pertama, pembelajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan

yang lebih tajam dan mampu mengantarkan siswa untuk mengenal rangkaian

kehidupan. Kedua, pembelajaran sastra hendaknya dapat memberkan

39

Hindun. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar.

(Depok: Nufa Citra Mandiri, 2013), h. 53.

Page 46: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

35

bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian peserta

didik agar menjadi manusia yang berkarakter.40

Penelitian ini memfokuskan pada tradisi merantau dalam dua novel karya

Hamka yaitu Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Merantau ke Deli. Dengan

penelitian ini, diharapkan mampu memberikan contoh yang baik, sehingga mampu

membimbing peserta didik membentuk karakter dan tingkah laku serta memberikan

pengetahuan tentang kebudayaan minang khususnya tradisi merantau.

F. Penelitian Relevan

Sebelum penulis menganalisis novel ini, beberapa penulis lainnya sudah

pernah menganalisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli

dan Di Bawah Lindungan Ka’bah dengan berbeda judul dan beda pendekatan,

diantaranya adalah pertama Nilai-nilai Pendidikan Islam Bagi Remaja Dalam

Roman Karya Buya Hamka: Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di

Bawah Lindungan Kabah karya Buya Hamka. Tesis yang ditulis oleh Sawaluddin

dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru pada tahun

2012 menceritakan tentang masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah

Nilai-nilai pendidikan Islam bagi remaja yang tedapat dalam novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck, dan Di Bawah Lindungan Ka’bah dan bagaiamana

implementasi nilai-nilai Pendidikan Islam bagi Remaja yang terdapat dalam novel

Tenggelamnya Kapal Van DerWijck, dan di bawah Lindungan Ka’bah.

Penelitian kedua skripsi, Konstruksi Gender dan Perjodohan pada novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli dan Di Bawah Lindungan

Kabah karangan Buya Hamka dalam Lingkup Budaya Minang dengan Teori

Sosiologi Sastra. Ditulis oleh Dian Lestari mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Bengkulu tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontruksi gender

dan perjodohan yang terdapat pada kedua novel karya Hamka.

40

B. Rahmanto. Metode Pengajaran Sastra. (Yogyakarta: Kanisius, 1992) h. 15.

Page 47: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

36

Penelitian ketiga, yaitu “Memandang Poligami di Merantau ke Deli” oleh

Ulfa Rahma Tania mahasiswi Universitas Islam Negeri Jakarta jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014. Skripsi ini membahas tentang

poligami, Poniem sebagai isteri pertama yang dinikahi oleh Leman. Kemudian

Leman meminta izin kepada Poniem untuk menikah lagi dengan Mariatun, dengan

bijaksana dan ketabahannya Poniem ihklas jika dia akan di poligami. Poligami

dahulu dianggap menguntungkan bagi para kaum laki-laki, namun sekarang

poligami digambarkan tidak lagi indah dan bahkan membawa petaka bagi Leman.

Penelitian yang terakhir yaitu skripsi Merantau ke Deli : Analisis Tokoh

Wanita tahun 2015 oleh Estu Murniasih salah seorang mahasiswi Universitas

Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, jurusan Sastra Indonesia yang dosen

pembimbingnya Sapardi Djoko Damono. Analisis dari Estu bertujuan

mengungkapkan aspek sosial budaya dua tokoh wanita yang ada dalam novel

Merantau ke Deli menggunakan metode deskriptif analitis dan pendekatan

instrinsik.

Novel karya Hamka banyak sekali yang meneliti sebelumnya, khususnya

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli. Perbedaan

dengan penelitian ini yang akan dilakukan oleh penulis adalah penulis akan

meneliti sebuah tradisi merantau yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal

Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka. Berdasarkan dari tinjauan

sebelumnya, penulis belum menemukan adanya penelitian tradisi merantau

terhadap kedua novel ini. Adapun persamaannya hanya pada metode deskriptif

kualitatif dan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Kemudian menyertakan

implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA.

Page 48: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

37

BAB III

PENGARANG DAN KARYANYA

A. Biografi Hamka

Pribadi seseorang dapat diketahui setelah melihat dan membaca perjalanan

hidupnya dan rekam jejak usahanya. Pribadi dapat dikatakan bahwa suatu kumpulan

sifat dan kelebihan diri yang menunjukkan kelebihan seseorang daripada orang lain

sehingga ada manusia besar dan manusia kecil. Kumpulan sifat akal budi, kemauan,

cita-cita, dan bentuk tubuh. Hai itu menyebabkan harga kemanusiaan seseorang berbeda

dari yang lain.1

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA

adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang sangat terkenal di

Indonesia. Hamka juga diberikan sebutan dengan Buya, yaitu panggilan buat orang

Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku

atau seseorang yang dihormati. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah,

yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (Tajdid) di

Minangkabau. Hamka lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat tanggal

17 Februari 1908.

Riwayat pendidikan Hamka pertama kali di Sekolah Dasar Maninjau hanya

sampai kelas dua. Ketika usia 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib

di Padang Panjang. Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka

juga pernah mengikuti pengajaran agama di Surau dan masjid yang diberikan ulama

terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M

Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.

Hamka seorang pelajar yang otodidak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti

filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik baik Islam maupun Barat. Kemahiran

bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat meneliti karya ulama dan pujangga besar di Timur

Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas Al-Aqqad, Mustafa Al-Manfaluti,

1 Hamka. Pribadi Hebat. (Jakarta: Gema Insani, 2014) h. 4.

Page 49: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

38

dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, ia meneliti karya sarjana Prancis,

Inggris, dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold

Toynbee dan Pierre Loti. Hamka pernah ditunjuk sebagai menteri agama dan juga aktif

dalam perpolitikan Indonesia.

Sejak muda, Hamka dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan ayahnya,

memberikan gelar si Bujang Jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk

menimba ilmu tentang gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus

Hadikusumo, RM Soerjopratono, dan KH Fakhrudin. Saat itu, Hamka mengikuti

berbagai diskusi dan training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman,

Yogyakarta. Hamka sangat gemar sekali membaca buku, hal itu membuat Hamka

semakin kurang puas dengan pelaksanaan pendidikan yang ada. Oleh karena itu, di usia

yang sangat muda Hamka sudah melalang buana.2

Hamka bekerja sebagai guru Agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing

Tinggi, Medan. Pada tahun 1929 di Padang Panjang. Hamka kemudian dilantik sebagai

dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhammadyah, Padang Panjang

dari tahun 1957 – 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi

Islam di Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo di Jakarta.

Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, ia pindah ke Jakarta dan memulai kariernya

sebagai pegawai di Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim. Waktu

itu Hamka sering memberikan kuliah di berbagai perguruan tinggi Islam di tanah Air.

Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama

oleh Menteri Agama Indonesia. Pada 26 Juli 1977 Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr.

Mukti Alim melantik Hamka sebagai ketua Umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau

kemudian meletakkan jabatan itu pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan

oleh pemerintah Indonesia.

Aktivitas Hamka selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka

merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an,

Hamka menjadi wartawan di beberapa sebuah berita kabar, seperti Pelita Andalas,

2 M. Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensi dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung : Mizan,

1993), hlm. 201 – 202.

Page 50: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

39

Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau

menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Kemudian pada tahun 1932, beliau

menjadi editor dan menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah

menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel

dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya adalah Tafsir Al-Azhar (5 jilid). Pada tahun 1950,

ia mendapatkan kesempatan untuk berkunjung ke berbagai negara daratan di Arab.

Sepulanya itu, Hamka menulis beberapa roman, antara lain Mandi Cahaya di tanah

Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Sebelum menyelesaikan

roman-roman di atas, ia telah membuat roman lainnya seperti Di Bawah Lindungan

Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di Dalam

Lembah Kehidupan merupakan roman yang mendapat perhatian umum dan menjadi

buku teks sastra di Malaysia dan Singapura. Setelah itu Hamka menulis lagi di majalah

baru Panji Masyarakat yang sempat terkenal karena menerbitkan tulisan Bung Hatta

berjudul Demokrasi Kita.

Hamka meninggal pada umur 73 tahun, tepatnya pada tanggal 24 Juli 1981

Hamka telah pulang pulang ke rahmatullah. Jasa dan pengaruhnya masih terasa

sehingga kini dalam memartabatkan Agama Islam. Beliau bukan saja diterima sebagai

seorang tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya, bahkan jasanya di seantero

Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

B. Sinopsis

1) Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian

ayahnya meninggal dunia. Ia diasuh oleh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin

meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan

berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi. Setibanya di Padang Panjang, Zainuddin

langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampainya di sana, ia begitu gembira, namun lama-

lama kebahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harapkan.

Ia masih dianggap orang asing.

Page 51: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

40

Sudah beberapa lamanya dia hidup di Padang dan saat itulah ia bertemu dengan

Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan

untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat menyurat, kemudian mereka pun menjadi

semakin dekat dan akhirnya saling mencintai.

Kabar kedekatan mereka terebar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang

Minang, sebab di keluarga Hayati merupakan keturuan terpandang maka hal itu menjadi

aib bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati dengan alasan demi

kebaikkan Hayati, mamak Hayati meminta Zainuddin untuk pergi meninggalkan Negeri

Batipuh. Zainuddin dengan berat hati menuruti kemauan mamak Hayati. Zainuddin dan

Hayati berjanji untuk saling setia dan terus berkirim surat. Suatu hari, Hayati datang ke

Padang Panjang. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang

untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu

terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz kakaknya Khadijah. Aziz tertarik dengan

kecantikan Hayati. Tidak lama kemudian Mak Base meninggal dan mewariskan banyak

harta kepada Zainuddin karena itu ia akhirnya mengirim surat lamaran kepada Hayati di

Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnya rombongan dari pihak Aziz yang

juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang

dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati.

Kemudian dengan terpaksa Hayati menerima pinangan Aziz yang di mata

mereka lebih terpandang dan beradab. Zainuddin tak kuasa menerima penolakan

tersebut apalagi kata sahabatnya Muluk, Aziz adalah seorang yang tidak baik moralnya.

Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah pernikahan Hayati,

Zainuddin jatuh sakit. Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke

Jakarta. Di sana Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya

dikenal dengan masyarakat dengan nama letter “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke

Surabaya dan ia pun menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang

dermawan.

Hayati dan Aziz hijrah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin

terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka

makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari kontrakan dan

Page 52: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

41

secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka singgah di rumah

Zainuddin karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikkan Zainuddin. Aziz

meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi. Beberapa hari

kemudian, datang dua surat dari Aziz yang pertama berisi surat perceraian untuk Hayati,

yang kedua berisi surat perminta maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima

Hayati kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di

kamarnya. Hayati juga meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya.

Namun karena masih merasa sakit hati Zainuddin menyuruh Hayati pulang ke kampung

halamannya saja. Keesokan harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der

Wijck. Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup

tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertuliskan “Aku Cinta

Engkau dan Kalau ku Mati adalah Kematianku di Dalam Mengenang Engkau.” Maka

segeralah ia hendak menyusul Hayati. Saat sedang bersiap-siap, tersiar kabar bahwa

kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung kaget dan langsung pergi

ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati.

Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati

sedang terbaring lemah sambil memegangi foto Zainuddin dan hari itu adalah

pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati

meninggal dalam dekapan Zainuddin. Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pendiam dan

tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata Muluk, Zainuddin meninggal karena

sakit. Ia dikubur bersebelahan dengan makam Hayati.

2) Merantau ke Deli

Suatu ketika Leman dapat bertemu dengan wanita yang dicarinya itu, namanya

Poniem. Poniem seorang kuli di kebun itu yang berasal dari tanah Jawa. Poniem adalah

istri “piaraan” dari mandor besar. Poniem masih muda dan mempunyai banyak barang

emas.

Leman mengajak Poniem untuk menikah dengannya, sehingga Poniem mau

walaupun sempat ragu-ragu. Mereka ketemuan di Siantar, kemudian Leman dan Poniem

lari ke kota Modean bersama dengan barang emas yang dimiliki Poniem untuk menikah

di rumah tuan Kadhi. Sebelum mereka pergi, Leman diberi nasihat oleh Bagindo Kayo

Page 53: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

42

seorang yang lebih tua di perantauan itu. Mereka berangkat ke rumah tuan Kadhi pada

hari itu juga. Menikahlah dengan sah secara Islam.

Mereka telah lama menikah dan sempat mengalami krisis ekonomi karena

dagangan suaminya tidak berjalan dengan lancar, sehingga membuat Poniem merasa

kasihan pada suaminya. Poniem menjual barang emasnya yang melekat di tubuhnya

yang tersisa hanyalah sepasang anting yang melekat pada telinganya. Seiring

berjalannya waktu usaha dagangan suaminya semakin maju dan terus mau.

Kesejahteraan sepasang suami istri ini terdengar sampai ke kampung Leman. Sehingga

banyak orang-orang dari kampung Leman yang datang ke temoat Leman dan mengaku-

ngaku keluarga Leman. Leman dan Poniem menolong semua orang-orang yang datang

ke rumahnya sehingga dapat berdiri sendiri. Suatu ketika datanglah seorang anak muda

bernama Suyono yang mencari pekerjaan untuk bertahan hidup ke kedai Leman, dan

dia dijadikan orang kepercayaan penjaga kedai oleh Leman karena sifatnya yang baik

dia berasal dari Jawa. Sudah lama menikah tetapi Leman dan Poniem belum dikaruniai

anak.

Datanglah waktunya Leman untuk pulang ke kampungnya dan membawa

istrinya, Leman dan Poniem pulang ke kampung halaman Leman disambut dengan

hangat oleh orang kampung Leman. Poniem disambut hangat oleh perempuan dan oran-

orang di sana karena sifatnya yang lembut dan baik tetapi sayangnya Poniem bukan

berasal dari orang awak. Dalam suasana di kampung Leman mendapatkan hasutan

untuk menikah lagi dengan orang sekampungnya yang bernaa Mariatun yang masih

segar bugar dan perawan serta lebih muda dari pada Poniem. Akhirnya Leman

menyetujui pernikahan itu. Setibanya Leman dan istrinya di rumah kedainya. Leman

berjanji kepada Poniem tidak akan mengabaikannya dan selalu menjaga perasaannya

sebagai istri pertama. Namun janji tinggal janji. Istri mudanya jauh lebiih pandai

berdandang, merayu, dan merebut perhatian Leman supaya lebih mencintainya.

Pertengkaran pun mulai terjado. Perdagangan Leman yang selama ini dibantu

Poniempun hendak dikuasai oleh istri muda. Leman yang serba salah pada mulanya

lama kelamaan mulai memihak kepada istri mudanya.

Page 54: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

43

Pertengkaran hebat yang terjadi memaksa Leman menceraikan Poniem. Sejak

hari itu Poniem meninggalkan rumahnya dan merantau ke Deli. Kegiatan perdangan

Leman mulai mengalami kerugiaan, ditambah lagi dengan sikap tamak istri yang baru.

Barulah Leman menyadari, selama ini dia banyak terbantu oleh ketekunan Poniem

dalam berdagang. Tetapi semua sudah terlanjur terjadi.

Poniem akhirnya menemukan jodoh barunya yang lebih memahami dan

menghargainya. Suyono salah satu seorang pekerja di kedai Leman. Mereka memulai

berdagang kembali dengan sedikit modak yang ada pada mereka. Usaha dagang mereka

maju hingga mereka sanggup membeli rumah dan tanah.

Sementara itu Leman dan istri mudanya semakin hari semakin jatuh miskin.

Pertemukan kembali Leman dan Poniem terjadi ketika Poniem dan Suyono telah

membeli rumah di Deli. Leman meminta maaf kepada Poniem atas kesalahannya dulu.

Dengan lapang hati Poniem memaafkan kesalahan mantan suaminya itu.

C. Karya dan Pemikiran Hamka

1. Karya-karya Hamka

Sebagai seorang yang berpikiran maju, Hamka tidak hanya merefleksikan

kemerdekaan berpikirnya melalui berbagai mimbar dalam cerama agama, tetapi ia juga

menuangkannya dalam berbagai macam karyanya berbentuk tulisan. Orientasi

pemikirannya meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti teologi, tasawuf, filsafat,

pendidikan Islam, sejarah Islam, fiqh, sastra dan tafsir. Sebagai penulis yang sangat

produktif, Hamka menulis puluhan buku yang tidak kurang dari 103 buku. Beberapa di

antara karya-karyanya adalah sebagai berikut:

a. Tasawuf modern (1983), pada awalnya, karyanya ini merupakan kumpulan

artikel yang dimuat dalam majalah Pedoman Masyarakat antara tahun 1937-

1937 karena tuntutan masyarakat, kumpulan artikel tersebut kemudian

dibukukan. Dalam karya monumentalnya ini, ia memaparkan

pembahasannya ke dalam XII bab. Buku ini diawali dengan penjelasan

mengenai tasawuf. Kemudian secara berurutan dipaparkannya pula pendapat

para ilmuwan tentang makna kebahagiaan, bahagia dan agama, bahagia dan

Page 55: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

44

utama, kesehatan jiwa dan badan, harta benda dan bahagia, sifat qonaah,

kebahagiaan yang dirasakan rosulullah, hubungan ridho dengan keindahan

alam, tangga bahagia, celaka, dan munajat kepada Allah. Karyanya yang lain

yang membicarakan tentang tasawuf adalah ”Tasawuf; Perkembangan Dan

Pemurniaannya”. Buku ini adalah gabungan dari dua karya yang pernah ia

tulis, yaitu ”Perkembangan Tasawuf Dari Abad Ke Abad” dan

”Mengembalikan Tasawuf Pada Pangkalnya”.

b. Lembaga Budi (1983). Buku ini ditulis pada tahun 1939 yang terdiri dari XI

bab. Pembicaraannya meliputi; budi yang mulia, sebab budi menjadi rusak,

penyakit budi, budi orang yang memegang pemerintahan, budi mulia yang

seyogyanya dimiliki oleh seorang raja (penguasa), budi pengusaha, budi

saudagar, budi pekerja, budi ilmuwan, tinjauan budi, dan percikan

pengalaman. secara tersirat, buku ini juga berisi tentang pemikiran Hamka

terhadap pendidikan Islam, termasuk pendidik.

c. Falsafah Hidup (1950). Buku ini terdiri atas IX bab. Ia memulai buku ini

dengan pemaparan tentang makna kehidupan. Kemudian pada bab

berikutnya, dijelaskan pula tentang ilmu dan akal dalam berbagai aspek dan

dimensinya. Selanjutnya ia mengetengahkan tentang undang-undang alam

atau sunnatullah. Kemudian tentang adab kesopanan, baik secara vertikal

maupun horizontal. Selanjutnya makna kesederhanaan dan bagaimana cara

hidup sederhana menurut Islam. Ia juga mengomentari makna berani dan

fungsinya bagi kehidupan manusia, selanjutnya tentang keadilan dan

berbagai dimensinya, makna persahabatan, serta bagaimana mencari dan

membina persahabatan. Buku ini diakhiri dengan membicarakan Islam

sebagai pembentuk hidup. Buku ini pun merupakan salah satu alat yang

Hamka gunakan untuk mengekspresikan pemikirannya tentang pendidikan

Islam.

d. Lembaga Hidup (1962). Dalam bukunya ini, ia mengembangkan

pemikirannya dalam XII bab. Buku ini berisi tentang berbagai kewajiban

manusia kepada Allah, kewajiban manusia secara sosial, hak atas harta

Page 56: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

45

benda, kewajiban dalam pandangan seorang muslim, kewajiban dalam

keluarga, menuntut ilmu, bertanah air, Islam dan politik, Al-Qur’an untuk

zaman modern, dan tulisan ini ditutup dengan memaparkan sosok nabi

Muhammad. Selain Lembaga Budi dan Falsafah Hidup, buku ini juga berisi

tentang pendidikan secara tersirat.

e. Pelajaran Agama Islam (1952). Buku ini terbagi dalam IX bab.

Pembahasannya meliputi; manusia dan agama, dari sudut mana mencari

Tuhan, dan rukun iman.

f. Tafsir Al-Azhar Juz 1-30. Tafsir Al-Azhar merupakan karyanya yang paling

monumental. Buku ini mulai ditulis pada tahun 1962. Sebagian besar isi

tafsir ini diselesaikan di dalam penjara, yaitu ketika ia menjadi tahanan

antara tahun 1964-1967. Ia memulai penulisan Tafsir Al-Azhar dengan

terlebih dahulu menjelaskan tentang i’jaz Al-Qur’an. Kemudian secara

berturut-turut dijelaskan tentang i’jaz Al-Qur’an, isi mukjizat Al-Qur’an,

haluan tafsir, alasan penamaan tafsir Al-Azhar, dan nikmat Illahi. Setelah

memperkenalkan dasar-dasar untuk memahami tafsir, ia baru mengupas

tafsirnya secara panjang lebar.

g. Ayahku; Riwayat Hidup Dr. Haji Amarullah dan Perjuangan Kaum Agama

di Sumatera (1958). Buku ini berisi tentang kepribadian dan sepak terjang

ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah atau sering disebut Haji Rosul. Hamka

melukiskan perjuangan umat pada umumnya dan khususnya perjuangan

ayahnya, yang oleh Belanda diasingkan ke Sukabumi dan akhirnya

meninggal dunia di Jakarta tanggal 2 Juni 1945.3

h. Kenang-kenangan Hidup Jilid I-IV (1979). Buku ini merupakan autobiografi

Hamka.

i. Islam dan Adat Minangkabau (1984). Buku ini merupakan kritikannya

terhadap adat dan mentalitas masyarakatnya yang dianggapnya tak sesuai

dengan perkembangan zaman.

3 Mif Baihaqi, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan: Dari Abendanon Hingga Imam Zarkasyi.

(Bandung: Nuansa, 2007), hlm. 62.

Page 57: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

46

j. Sejarah umat Islam Jilid I-IV (1975). Buku ini merupakan upaya untuk

memaparkan secara rinci sejarah umat Islam, yaitu mulai dari Islam era

awal, kemajuan, dan kemunduran Islam pada abad pertengahan. Ia pun juga

menjelaskan tentang sejarah masuk dan perkembangan Islam di Indonesia.

k. Studi Islam (1976), membicarakan tentang aspek politik dan kenegaraan

Islam. Pembicaraannya meliputi; syari’at Islam, studi Islam, dan

perbandingan antara hak-hak azasi manusia deklarasi PBB dan Islam.

l. Kedudukan Perempuan dalam Islam (1973). Buku membahas tentang

perempuan sebagai makhluk Allah yang dimuliakan keberadaannya.

m. Si Sabariyah (1926), buku roman pertamanya yang ia tulis dalam bahasa

Minangkabau. Roman; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1979), Di

Bawah Lindungan Ka’bah (1936), Merantau Ke Deli (1977), Terusir,

Keadilan Illahi, Di Dalam Lembah Kehidupan, Salahnya Sendiri, Tuan

Direktur, Angkatan baru, Cahaya Baru, Cermin Kehidupan.

Sebagai pendidik, Buya Hamka telah membuktikan mampu menunjukan bukti

menyakinkan akan keberhasilannya. Walaupun tidak menjadi pendidik dalam arti guru

profesional, ia memancarkan secara keseluruhan sikap mendidik sepanjang hidupnya.

Ini adalah karakteristik yang umum di kalangan ulama, karena salah satu etos yang

paling umum dianut adalah keharusan menjadikan diri contoh dan teladan moralitas

keagamaan. Dalam Ta’lim Al-Muta’allim merumuskan etos itu dengan singkat; jadilah

penuntut ilmu atau pengajarnya! Ini sepenuhnya tercermin dalam setiap aspek

kehidupan Hamka. Watak mendidik itu akhirnya mencapai titik optimalnya ketika ia

menjadi Ketua Umum MUI, dan berpuncak pada ”efek mendidik” dalam setiap ia

mengeluarkan keputusan.

Penunaian tugas sebagai pendidik itu dipermudah oleh ketekunananya

menjalankan peribadatan perorangan, yaitu dengan kebiasaannya untuk bangun dini hari

guna menunaikan sholat subuh, bahkan sembahyang tengah malam ketika orang lain

beristirahat, terutama pada usia lanjut, dan keteraturan irama hidupnya mendukung

dengan kuat fungsi yang kemudian ditunaikannya secara pribadi sebagai pendidik.

Kerja mendidik yang dijalaninya secara fisik itu menjadi wahana yang serasi bagi

Page 58: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

47

pesan-pesan keagamaannya yang jelas sekali bernada mendidik pula. Efektivitas pesan-

pesan itu tercermin dari kenyataan, bahwa apa yang dikumandangkan Hamka bagaikan

terpaku pada sejumlah tema dasar, seperti perlunya dikembangkan kasih sayang sesama

muslimin, perlunya sikap saling menghormati dengan orang lain. perlunya solidaritas

yang jujur antara sesama warga masyarakat, dan seterusnya. Karena Hamka hanya

membatasi diri pada fungsi mendidik masyarakat secara umum, lalu menjadi sulit kerja

mengukur kedalaman persepsinya sendiri tentang fungsi yang dilakukannya itu. Dengan

kata lain, kualitas hasil didikannya sulit untuk diukur kualitasnya. Ini berarti efektivitas

Hamka sebagai pendidik adalah sesuatu yang dapat dirasakan dan diterima berdasarkan

pengamatan lahiriah, tanpa dapat dibuktikan secara ilmiah menurut kriteria yang

beragam yang dikembangkan oleh ilmu pendidikan sendiri.

Kini, kenang-kenangan tentang ulama, penyair, sastrawan, dan filosof bernama

lengkap Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah disingkat Hamka itu, bisa ditemui

di kampung halamannya: Nagari Sungai Batang Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya,

Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar). Ratusan buku karangan Hamka, semenjak

novel fiksi Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah,

sampai kepada buku filsafat seperti Tasawuf Modern dan Falsafah Hidup, bahkan

karyanya yang sangat fenomenal Tafsir Al-Azhar yang diselesaikan ketika Buya

dipenjara tanpa alasan yang jelas oleh rezim Soekarno bisa ditemui di museum rumah

kelahiran Buya Hamka tersebut.

2. Pemikiran Hamka tentang Adat Minangkabau

Hamka adalah seorang pemikir kritis. Buku yang berjudul Ayah karya Irfan

Hamka anak kelima dari almarhum. Buku tersebut menggambarkan tentang perjalanan

Hamka dari masa muda, dewasa, menjadi seorang ulama, kemudian sastrawan, politisi,

menjadi seorang kepala rumah tangga, hingga menggambarkan ajal menjemputnya.

Ketika Hamka menjadi seorang sastrawan banyak buku yang ditulisnya mengenai adat

istiadat di Minangkabau. Hamka menulis novel tersebut banyak mengritik tentang

sistem matrilineal dan tradisi merantau di Minangkabau.

Novel yang menceritakan sistem matrilineal ada pada novel Tenggelamnya

kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di Bawah Lindungan Kabah. Novel

Page 59: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

48

tersebut jelas terlihat sosok Hamka sangat menolak keras tentang adat tersebut yang

dikisahkan pada tokoh-tokoh di dalam novel. Pada tahun 1946, Hamka (Haji Abdul

Malik Karim Amrullah), putra terkenal dari seorang ulama yang dihormati bernama

Haji Rasul, Hamka menerbitkan sebuah buku lainnya yang berjudul Adat Minangkabau

Menghadapi Revolusi. Dalam buku ini Hamka mengusulkan agar adat atau sister

matrilineal harus digantikan dengan sistem yang beroriebtasikan prinsip patrilineal,

yang menurut pendapatnya lebih sesuai dengan keadaan yang sekarang dan sama

dengan adat lainnya yang ada di Indonesia. Pada buku yang berjudul Adat Minangkabau

dan Merantau karya Kato dipaparkan ada pepatah yang terkenal yang melukiskan ciri

adat Minangkabau yang tidak berubah :

Adat lama, pusaka usang,

Tidak lapuk oleh hujan,

Tidak lekang oleh panas.

Mengenai pepatah di atas, Hamka mengatakan bahwa “Adat Minangkabau tidak

lapuk dihujan dan tidak lekang dipanas, perkataan itu tepat sekali, karena yang tidak

lapuk dihujan dan tidak lekang dipanas adalah batu. Dan batu itu sekarang sudah

berlumut. Maka supaya tersimpan dan tetap berharga baiklah disimpan di gedung arca

atau museum.4

Melalui novel-novelnya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli,

dan Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Hamka menjadi seorang kritikus yang

paling keras terhadap Minangkabau dan sistem matrilinealnya. Dia pulalah yang

menganjurkan adat itu seharusnya disimpan di museumkan. Dapat dilihat di penceritaan

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Hamka menceritakan tokoh Hayati yang

harus menikah dengan mengikuti sistem adatnya yang menikah dengan orang dari

mamaknya. Hamka menceritakan bahwa sosok Hayati tidak bahagia dan bahkan

bercerai dengan suaminya, kemudian pada novel Merantau ke Deli pun sama tokoh

laki-lakinya menikah dengan bukan dari daerahnya, melainkan dari Jawa dia hidup

4 Tsuyoshi Kato. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. (Jakarta: Balai

Pustaka, 2005). h. 245 – 246.

Page 60: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

49

bahagia dan tentram tetapi ketika dia disuruh menceraikan istri pertama dan menikah

lagi dengan perempuan asal Minang, hidup Leman pun tidak bahagia bersama istri

keduanya. Jelas sekali bahwa Hamka sangat menolak dengan sistem ada yang ada di

Minangkabau, kemudian dia curahkan ke dalam novel terbitannya. Bagi Hamka,

tampaknya tradisi dan adat adalah sesuatu yang disayangi dan diidamkan, bukan sesuatu

yang dijadikan panduan hidup.

Page 61: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

50

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS

A. Unsur Intrinsik

1. Tema

Tema merupakan suatu pokok permasalahan yang terdapat dalam

cerita dari pengarang yang terangkai dan tersusun dengan baik. Beberapa

pengarang ada yang menyampaikan temanya secara tersirat adapun

pengarang yang menyampaikannya secara tersurat. Maksudnya tersirat

adalah disampaikannya secara tersembunyi sehingga pembaca harus benar-

benar paham dari isi cerita tersebut, sedangkan tersurat adalah tema yang

disampaikan secara terang-terangan bisa melalui judul, isi cerita, maupun

secara langsung di dalam kata pengantar. Berikut ini penjelasan tentang

unsur intrinsik pada kedua novel yaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

dan Merantau ke Deli.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, memiliki

tema tentang perantauan. Seorang tokoh utama yang selalu merantau ke

setiap kota. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Bilamana Zainuddin telah sampai ke Padang Panjang, negeri

yang ditujunya, telah diteruskannya perjalanan ke dusun Batipuh,

karena menurut keterangan orang tempat dia bertanya....1

Kutipan tersebut menggambarkan bahwa tokoh utama yang bernama

Zainuddin akan merantau ke Padang Panjang. Selain itu tema yang lainnya

tentang cinta yang tulus dan cinta yang masing-masing memiliki kesetiaan

antara tokoh utama laki-laki dan tokoh utama perempuan yang awalnya

saling mengenal satu sama lain diawali dengan tokoh utama laki-laki

Zainuddin ingin menjadi sahabat Hayati yang dapat dilihat dari kutipan

percakapan sebagai berikut.

1 Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 26

Page 62: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

51

“Sudikah engkau jadi sahabatku Hayati? Saya akui, saya orang

dagang melarat dan orang terbuang yang datang dari negeri jauh,

yatim dan piatu. Saya akui kerendahan saya, itu agaknya yang akan

menangguhkan hatimu bersahabat dengan daku. Tapi Hayati,

meskipun bagaimana, percayalah bahwa hatiku baik. Sukar engkau

akan bertemu dengan hati yang begini yang bersih lantaran senantiasa

dibasuh dengan air kemalangan sejak lahirnya ke dunia” 2

Berikut penggalan surat yang diberikan Zainuddin kepada Hayati guna

menjadikan Hayati sebagai sahabat barunya. Kutipan tersebut

mempengaruhi tema yang terdapat pada cerita ini karena pada awal

penceritaan, tokoh Zainnuddin ingin mengenal lebih dekat dengan tokoh

Hayati sehingga terjalin kedekatan. Selain itu teknik cakapan yang

disampaikan oleh Zainuddin kepada Hayati bahwa Zainuddin pantas atau

tidak menjadi sahabat Hayati.

Tetapi pula, kalau kau hendak mendasarkan cinta itu pada

dasar keikhlasan, pada keteguhan memegang janji, pada memandang

kebaikan hati dan buka kebaikan rupa. Kalau engkau bukan

mengharapkan kayaku, tetapi mengharapkan pengorbanan jiwaku

untukmu, kalau engkau sudi kepadaku dan tidak merasa menyesal jika

kelak bertemu dengan bahaya yang negeri dan kecimus bibir; kalau

semuanya itu tidak engkau perdulikan, Hayati, sebagai kukatakan

dahulu, engkau akan beroleh seorang sahabat yang teguh setia.”3

Berdasarkan pada kutipan di atas menggambarkan sosok Zainuddin

yang menerangkan keadaan yang sebenarnya, dia ingin menjadi sahabat

Hayati tapi dia ragu akan dirinya yang dipandang hanya sebagai orang

miskin tidak punya kekayaan, dia hanya punya sebuah satu kesetiaan

menjadi seorang sahabat. Zainuddin tahu bahwa Hayati adalah gadis

keturunan orang beradat dan kaya.

“Kalau demikian, hari inilah saya terangkan di

hadapanmu, di hadapan cahaya matahari yang baru naik,

dihadapan roh ibu bapak yang sudah sama-sama berkalang tanah,

saya katakan : Bahwa jiwaku telah diisi sepenuh-pebuhnya oleh

cinta kepadamu. Cintaku kepadamu telah memenuhi hatiku, telah

terjadi sebagai nyawa dan badan adanya. Dan selalu saya berkata

2 Ibid. h. 42

3 Ibid. h. 49.

Page 63: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

52

biar Tuhan mendengarkan bahwa engkaulah yang akan jadi

suamiku kelak, jika tidak sampai di dunia, biarlah di akhirat. Dan

saya tiadakan khianat kepada janjiku, tidak akan berdusta di

hadapan Tuhanku, dan di hadapan arwah nenek moyangku.” Ujar

Hayati.4

Kutipan selanjutnya mempengaruhi tema, bahwa Zainuddin ditolak

oleh keluarga Hayati sehingga Zainuddin terpaksa harus menjauhi Hayati.

Pertama kali mereka bertemu sudah terlihat jelas seberapa mereka saling

mencintai dan memiliki kesetiaan yang tulus. Zainuddin mencintai Hayati

dengan tulus, begitupun Hayati sangat mencintai Zainuddin apa adanya.

Namun dengan adanya aturan atau adat yang menghalangi kisah cinta

mereka. Cinta mereka tidak dapat dipersatukan dan tidak tersampaikan

karena tradisi adat Minangkabau yang begitu mengikat dan mendiskriminasi

adat lainnya. Mamak Hayati melarang Zainuddin untuk mendekati Hayati,

berikut kutipannya.

“Dengan sangat saya minta engkau berangkat saja dari

sini, untuk kemaslahan Hayati yang engkau cintai.” Ucap Engku.

“Untuk kemaslahatan Hayati yang engkau cintai,”

perkataan ini terhujam ke dalam jantung Zainuddin, laksana

panah yang sangat tajam. Dia teringat dirinya, tak bersuku, tak

berhindu, anak orang terbuang, dan tak dipandang sah dalam adat

Minangkabau. Sedangkan Hayati seorang anak bangsawan,

turunan penghulu-penghulu pucuk bulat urat tunggang yang

berpendam perkuburan, bersasap berjerami di dalam negeri

Batipuh ini. Alangkah besarnya kurban yang harus ditempuh

Hayati jika sekiranya mereka langsung kawin, dan tentu Hayati

tiada akan tahan menderita pukulan yang demikian hebat.

Berdasarkan kutipan di atas melalui teknik cakapan yang

disampaikan melalui Engku, berkelanjutan dengan kutipan sebelumnya

bahwa Zainuddin tidak pantas untuk mendekati Hayati. Jelas sekali adat dan

tradisi Padang sangat menentang sekali dengan adanya pernikahan yang

berbeda suku dan tahta. Selain itu dikirimnya surat balasan dari pihak

keluarganya Hayati untuk Zainuddin, yaitu sebagai berikut.

4 Ibid. h. 66.

Page 64: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

53

Kepada orang muda Zainuddin, di Padang Panjang

Surat orang muda telah kami terima dan mafhum kami

isinya. Tetapi karena negeri Minangkabau beradat, bulat kata

dengan mudakat, maka kami panggilah kaum keluarga Hayati

hendak memusyawarahkan hal permintaan anak muda itu.

Rupanya bulat belum segolong, picak belum setapik di antara

kami semuanya. Artinya belum sepakat. Oleh sebab kayu yang

bercabang tidak boleh dihentakkan, maka kami tolaklah

permintaan orang muda, dengan mengatakan terus terang bahwa

permintaan ini tiada kami kabulkan.

Lebih dan kurang, harap supaya dimaafkan.

Dt.................

Dt. Garang d.l.l

Kutipan dan surat tersebut menunjukan bahwa cintanya Zainuddin

ditolak oleh pihak keluarga dari Hayati. Zainuddin sangat kecewa sekali

dengan keputusan Engku agar menjauh dari Hayati. Sebab dengan

kehadiran Zainuddin di kehidupan Hayati bukan hanya saja bertentangan

dengan adat istiadat, melainkan tentang keadaan sikap dan kondisi Hayati

yang menjadi pemenung dan pehiba hati. Hayati segera dijodohkan oleh

orang lain yang dikenalkan oleh Khadijah yaitu teman dekatnya.

“Jika ada mulutku yang ganjil kepadamu, kalau manis

jangan lekas diulur, kalau pahit jangan lekas diludahkan, pikirkan

baik-baik dahulu.” Ujar Khadijah.5

“Alangkah baiknya jika kita berkarib dengan dia, kalau

kita berkerabat dengan dia bukan main megahnya itu. Barangkali

orang yang akan disuruh pergi yang tak mau.” Ujar Khadijah.6

Pada kutipan di atas juga mempengaruhi tema pada novel ini,

melalui teknik cakapan juga yang dibuat oleh pengarang melalui tokoh

Khadijah agar Hayati segera melupan Zainuddin karena bukan setanah

sesuku, dan harus segera menikah dengan satu adatnya yaitu Aziz. Beberapa

kutipan dan permasalahan dirangkai menjadi beberapa tema, simpulan dari

tema yang dimiliki novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah

5 Ibid. h. 95.

6 Ibid. h. 95.

Page 65: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

54

perjalanan rantauan si tokoh utama serta cinta sejati tetapi tidak dapat

bersatu dan tidak tersampaikan hanya karena adat istiadat yang sangat

mendiskriminasi. Jika dikaitkan antara tema dengan analisis dapat

disimpulkan bahwa terjadinya perantauan tokoh utama laki-laki disebabkan

oleh dengan penolakan pihak keluarga Hayati terhadap Zainuddin, sehingga

Zainuddin merantau ke Jakarta dan Surabaya dengan niat melupakan Hayati

dan mencari ilmu dunia dan akhirat, dengan demikian tujuannya merantau

tidak sia-sia.

Merantau ke Deli

Sedangkan tema yang terdapat pada novel Merantau ke Deli adalah

tradisi adat antara Padang dan Jawa, perbedaan adat antara suami dan istri.

Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Menurut adat orang Minangkabau di dalam negeri sendiri yang

memegang rumah tangga ialah si isteri. Suaminya hanya “Sumando”

artinya orang lain yang datang ke rumah itu.7

Pandangan orang Jawa sama, suami dan isteri itu adalah berkongsi

hidup, sama-sama mencencang dan melatih, sama-sama berusaha.

Segala hak milik adalah kepunyaan mereka berdua, sampai-sampai

kepada rumah tangga.8

Kedua kutipan tersebut terlihat jelas tentang perbedaan adat yang

dimiliki kedua tokoh. Tokoh laki-laki yang berasal dari adat Minangkabau

sedangkan isterinya berasal dari Jawa. Mereka berdua saling berdebat

tentang adat masing-masing dari asal mereka berdua. Masalah yang

dihadapinya pada saat suaminya sedang terpuruk masalah perniagaan dan

tidak diceritakannya kepada isterinya, sebab dia pikir bahwa laki-laki

Minang harus berusaha sendiri tanpa bantuan isterinya. Lain halnya lagi

dengan isterinya yang sempat curiga kenapa suaminya selalu terpuruk,

setelah mengetahui sebabnya maka isterinya membantu suaminya dalam

perniagaan karena di dalam adat Jawa jika sudah bersuami isteri maka hak

rezeky adalah tanggungjawab mereka berdua.

7 Hamka, Merantau ke Deli, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 28.

8 Ibid,. h. 29.

Page 66: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

55

Selain itu, tema yang lainnya adalah tentang hukum karma seorang

tokoh utama laki-laki. Maksudnya adalah tokoh utama laki-laki telah

menikahi seorang perempuan tua yang berasal dari Jawa bernama Poniem,

ketika pulang kampung orang tua dari Leman menyuruh Leman untuk

menikah lagi. Akhirnya Leman menyetujui pernikahan itu hanya karena

gadis dari Padang itu lebih cantik, lebih molek, dan lebih muda

dibandingkan dengan istrinya yang sudah tua. Hal ini dapat dibuktikan

dengan kutipan sebagai berikut.

“Wahai, kulitnya putih, kuning, tumitnya..... ah, merah

tumitnya dipijakkannya, jauh lebih cantik dari Poniem, bulat penuh

mukanya, meskipun Poniem cantik juga, sayang telah agak tua,

mukanya telah agak kisut.”9

Berdasarkan kutipan tersebut digambarkan melalui teknik pikiran

dan perasaan yang dialami oleh tokoh utama, Leman. Leman berpikir bahwa

dia akan menikah lagi dengan gadis yang lebih muda dari istrinya. Memang

laki-laki apabila ditawarkan gadis baru yang lebih cantik dari istrinya,

langsung mengiyakan tanpa melihat kondisi rumah tangganya, bisakah dia

memberikan keadilan yang merata untuk memberi nafkah batin dan nafkah

lahir. Dia tidak peduli sakit hati yang dirasa sang istri tua jika dimadu.

Kutipan selanjutnya adalah ketika tokoh utama laki-laki tersebut mengalami

sebuah karma dimana dia telah meninggalkan istri tuanya yang telah

membuatnya sukses karena lebih memilih istri mudanya yang cantik dan

hidupnya melarat. Berikut kutipannya.

“Memang telah banyak perobahan-perobahan terhadap

diri kita masing-masing dalam masa tiga tahun saja. Engkau

meningkat naik, saya meluncur turun. Tiap-tiap saya coba, tiap

itu pula saya jatuh. Engkau akan tinggal di rumah besar, duit

telah tersimpan pula. Saya sendiri pindah dari sebuah kedai ke

rumah petak kecil, disewa berkongsi-kongsi, sebab tidak tersewa

sendiri.” Ujar Leman.10

9 Ibid. h. 65.

10 Ibid. h. 173.

Page 67: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

56

Berdasarkan penggalan cerita di atas, melalui teknik cakapan yang

disampaikan oleh Leman kepada Suyono. Jelas tergambar bahwa kini

Leman sudah tidak memiliki apa-apa lagi, kekayaanpun tidak punya. Itu

penyebabnya karena ditinggalkannya seorang istri yang baik dan gigih yaitu

Poniem. Dia lebih memilih Mariatun yang hanya sekadar cantik, molek,

muda, dan enak dilihat. Dapat disimpulkan dari kedua kutipan cerita

tersebut bahwa pada akhirnya itu semua tidak ada gunanya ketika memiliki

seorang istri yang cantik saja tetapi tidak cerdas dan gigih. Tema yang

dimiliki novel Merantau ke Deli memang agaknya sedikit berbeda dengan

novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, mengapa demikian karena di

novel Merantau ke Deli hanya sedikit membahas tentang merantaunya,

hanya saja tokoh utama pada awalnya tujuan pertama merantau yaitu ingin

mencari pekerjaan di daerah Deli menjadi seorang pedagang dan tujuan

kedua yaitu ingin mencari jodoh. Dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai

berikut.

Meskipun ketika dia akan meninggalkan kampungnya dahulu

telah diberi ingat benar-benar oleh orang tua-tua supaya hati-hati di

tanah Deli, supaya ingat bahwasannya laut sakti dan rantau bertuah;

meskipun perniagaannya terlalu kecil dan langganannya belum

banyak; meskipun dagangannya belum begitu laku, semuanya itu

tidak menghalangi dorongan darah mudanya.11

Yang menarik hatinya ke kebun ialah seorang perempuan

yang cantik, masih muda.12

Berdasarkan kutipan di atas, kutipan yang pertama menandakan

bahwa Leman merantau dengan tujuan ingin mencari pekerjaan di daerah

Deli, yaitu sebagai pedagang. Dihubungkan dengan tradisi merantau Kato

melakukan penelitian di daerah Hilir dan mengemukakan bahwa tidak ada

merantau untuk tujuan perdagangan di dalam Sumatra Barat atau tidak ada

pemekaran nagari di rantau hilir pada zaman itu. Pedagang-pedagang di

Sumatra Barat nyata sudah giat, terutama di pantai barat boleh jadi

11

Ibid. h. 6 – 7. 12

Ibid. h. 7.

Page 68: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

57

pemekaran nagari lebih sering terjadi daripada merantau untuk tujuan

berdagang di rantau hilir. Kemudian pada kutipan yang kedua bertujuan

untuk mencari pasangan hidupnya tetapi dengan niat mencari di luar

adatnya.

2. Alur

Alur adalah rangkaian peristiwa yang ada di dalam cerita. Peristiwa

tersebut bisa diawali dari rangkaian cerita terjadinya perkenalan, adapun

yang diawali dari pertengahan permasalahan yang terjadi pada saat ini

kemudian diakhiri dengan masa lampau. Tahapan plot yang dikemukakan

pada buku Burhan yaitu tahapan plot dibagi menjadi lima bagian. Kelima

tahapan itu adalah 1) tahap penyituasian, 2) tahap pemunculan konflik, 3)

tahap peningkatan konflik, 4) tahap klimaks, dan 5) tahap penyelesaian. Pada

novel Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck terdapat alur maju mundur,

sehingga tokoh utama pada awal cerita adalah menceritakan tentang sebelum

dia lahir yang diceritakan oleh ibu angkatnya. Secara umum, rangkaian

peristiwa-peristiwa tersebut akan dijelaskan pada tahapan-tahapan sebagai

berikut.

a. Situasi (mulai melukiskan keadaan)

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Alur yang terangkai dalam cerita novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck ini adalah alur maju mundur sebab

menceritakan hal-hal yang terjadi di masa lampau atau masa

lalu, kemudian membahas lagi cerita baru yang terjadi dan

sedang berlangsung selanjutnya menjadi cerita yang

berkelanjutan. Pada awalnya menceritakan tentang kejadian

lahirnya seorang anak dari pasangan Pendekar Sutan dan Daeng

Habibah. Tumbuh besar seorang anak di Mengkasar yang

berusia kira-kira 19 tahun yang sedang termenung memikirkan

pesan ayahnya yang sudah meninggal, ayahnya seorang kepala

waris tunggal. Kemudian menceritakan masa lampau lagi,

Page 69: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

58

seorang ayah yaitu pandekar sutan masih remaja dimana ia

selalu melawan orang tuanya dan pada akhirnya bertemulah

dengan perempuan cantik yang bernama Daeng Habibah

kemudian menikah dan dikaruniai anak laki-laki yang bernama

Zainuddin. Berikut kutipan yang menceritakan tentang masa

lampau Zainuddin.

Dia dinamai ayahnya Zainuddin. Sejak kecilnya

telah dirundung oleh kemalangan....... Untuk mengetahui

siapa dia, kita harus kembali kepada suatu kejadian di

suatu negeri kecil dalam wilayah Batipuh X Koto

(Padang Panjang) kira-kira 30 tahun yang lalu.13

Tiga dan empat tahun dia bergaul dengan isteri

yang setia itu, dia beroleh seorang anak laki-laki, anak

tunggal, itulah dia, Zainuddin yang bermenung di rumah

bentuk Mengkasar, di jendela yang menghadap ke laut di

Kampung Baru yang dikisahkan pada permulaan cerita

ini.14

Penggalan cerita di atas adalah menceritakan tentang

awal mula orang tua Zainuddin, yang menjelaskan tentang

lahirnya seorang anak laki-laki dari pasangan yang bernama

Pendekar Sutan dan Daeng Habibah di sebuah rumah

Mengkasar, sebuah kampung yang bernama Kampung Baru.

Semasa Zainuddin berumur 9 bulan Zainuddin ditinggal oleh

ibunya. Berikut penggalan cerita melalui Mak Base sebagai

orang tua angkatnya.

TERANGKANLAH, mak, terangkanlah kembali

riwayat lama itu, sangat inginku hendak mendengarnya,”

ujar Zainuddin kepada Mak Base, orang tua yang telah

bertahun-tahun mengasuhnya itu.15

“Ketika itu engkau masih amat kecil.”katanya

memulai hikayatnya. “Engkau masih merangkak-rangkak

di lantai dan saya duduk di kalang hulu ibumu

memasukkan obat ke dalam mulutnya. Nafasnya sesak

13

Hamka, Op.Cit., h. 11. 14

Ibid. h. 15. 15

Ibid. h. 16

Page 70: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

59

turun naik, dan hatinya rupanya sangat duka cita akan

meninggalkan dunia yang fana ini. Ayahmu

menangkupkan kepalanya ke bantal dekat tempat tidur

ibumu. Saya sendiri berurai air mata, memikirkan bahwa

engkau masih sangat kecil belum pantas menerima cobaan

yang seberat itu, umurmu baru sembilan bulan.16

Bedasarkan penggalan cerita di atas mulailah penceritaan

kembali ke masa kini, di mana mengisahkan perjalanannya

Zainuddin yang sekarang dan menggambarkan hidup seorang

anak yang masih berumur sembilan bulan. Dia sudah ditinggal

ibunya selama-lamanya dan diasuh oleh orang tua angkatnya

bernama mak Base. Tidak lama kemudian ayahnya yaitu Daeng

juga pergi meninggalkan Zainuddin menghadap Illahi. Penggalan

ceritanya sebagai berikut.

Rupanya kudrat Illahi tidak mengizinkan ayahmu

menunggumu sampai besar. Karena di waktu engkau

sedang cepat bermain di waktu sedang enak mengecap

nikmat kecintaan ayahmu seorang, ayahmu meninggal

dunia. Meninggalnya seakan-akan terbang ke langit saja,

dengan tidak disangka-sangka. Pada suatu malam, petang

Kamis malam Jumat, sedang dia duduk di atas tikar

sembahyangnya, bertekun sebagai kebiasaannya, meminta

taubat dari segenap dosa, dia meninggal. Ketika itu

engkau telah pandai menangis dan bersedih, engkau

meratap memanggil-manggil dia.17

Berdasarkan penggalan kutipan cerita di atas

menggambarkan sosok Zainuddin yang sudah besar dan mengerti

ketika ayahnya meninggal, dengan menangis dan bersedih

meratapi memanggil-manggil nama ayahnya karena ketika

ibunya meninggal ia masih berumur sembilan bulan dan belum

mengerti apapun hal yang terjadi. Mulailah tahap situasi ini

berkaitan dengan tradisi merantau dengan meninggalnya orang

16

Ibid. h. 16. 17

Ibid. h. 20

Page 71: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

60

tuanya Zainuddin, terpaksalah Zainuddin untuk merantau ke

Padang Panjang yaitu negeri asal ayahnya.

Merantau ke Deli

Sedangkan alur pada novel Merantau ke Deli pengarang

menggunakan alur maju, sebab ceritannya terus bergerak maju

dimulai dari pertemuan Leman dengan Poniem menuju kejadian-

kejadian di rumah tangganya, lalu bagaimana penyelesaian

masalah itu sehingga Leman dan Poniem berpisah pada akhir

ceritannya.

Tahap Situasi diawali dengan penggambaran masyarakat

Deli yang sebagian besar adalah kuli dagang. Lalu pengenalan

tokoh Leman dan Poniem. Poniem adalah seorang kuli kebun

yang berparas cantik dan masih muda. Poniem sekaligus istri

simpanan Mandor. Kemudian Leman adalah seorang perantau

yang berdagang kain di Deli. Leman mengajak Poniem untuk

bertemu dan berkenalan. Setiap hari bertemu menyebabkan

Leman jatuh cinta kepada Poniem. Leman mengutarakan niatnya

kepada Poniem untuk menikahinya. Dengan pertimbangan yang

masak, akhirnya Poniem bersedia diperistri Leman. Hal ini dapat

dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Sekarang belum dapat kita berbicara panjang

Poniem, saya hanya hendak bertanya: sempatlah engkau

tanggal 18, lepas bekerja sore datang ke kedai, karena ada

yang akan saya bicarakan dengan engkau?”18

“Kalau saya yang memintamu jadi isteriku, kalau

saya ajak engkau ke luar dari kebun ini, karena kontrakmu

hanya tinggal sebulan lagi, kalau saya suruh engkau

meninggalkan mandor besar, lalu kita lari ke tempat lain

di tanah Deli ini, kita kawin dengan baik, akan engkau

tolak jugakah?”19

18

Hamka, Merantau ke Deli, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977) , h. 9. 19

Ibid. h. 13.

Page 72: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

61

“Oh Poniem, saya tak mau begitu, saya mau kawin,

saya berjanji sepenuh bumi dan langit akan

memeliharamu akan membelamu. Tidaklah saya

mengharapkan harta bendamu, melainkan mengharapkan

dirimu. Sungguh Poniem, saya bukan seorang penipu!”20

“Saya mau kawin dengan Abang, kawin hanya

perkara mudah, kita pergi ke tuan Qadhi, lalu kita

dinikahkan, kita pulang ke rumah berdua lalu kita hidup....

Bila kami perempuan Jawa telah bersuami, maka badan

dan jiwa, harta benda, lahir batin dunia akhirat kami

serahkan. Celakalah laki-laki yang menyia-nyiakan

penyerahan itu!”21

Berdasarkan kutipan pertama situasi pertama yaitu

pengenalan Leman dengan Poniem, Leman mengajak ketemuan

pada tanggal delapan belas. Dari pertemuan itulah Leman

menyimpan rasa untuk Poniem dan Leman tidak segan-segan

meminta Poniem untuk menikah dengannya. Dengan pikiran

yang matang, akhirnya Poniem menerima ajakan Leman untuk

menikah.

b. Peristiwa-peristiwa Mulai Bergerak

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Selanjutnya peristiwa yang dialami novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck adalah ketika Zainuddin beranjak dewasa

dan dia mulai berpikir untuk merantau ke negeri ayahnya di

Padang dengan tujuan menyempurnakan cita-cita ayah dan

ibunya serta ingin memperdalam ilmu agama dan ilmu

pengetahuannya. Ia meminta izin kepada mak base untuk

berangkat ke Padang. Berikut kutipan cerita mengenai Zainuddin

meminta izin kepada orang tua angkatnya.

Sempit rasanya alam saya, mak Base, jika saya

masih tetap juga di Mengkasar ini. Ilmu apakah yang akan

saya dapat di sini, negeri begini sempit, dunia terbang,

akhirat pergi. Biarlah kita sempurnakan juga cita-cita

20

Ibid. h. 16. 21

Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta : Bulan Bintan, 1976). h. 17.

Page 73: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

62

ayah bundaku. Lepaslah saya berangkat ke Padang.

Kabarnya konon, di sana hari ini telah ada sekolah-

sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan

sebagus-bagusnya. Apalagi, puncak Singgalang dan

Merapi sangat keras seruannya kepadaku rasanya. Saya

hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku

dilahirkan dahulunya. Mak Base, banyak orang memuji-

muji negeri Padang, banyak orang berkata bahwa agama

Islam masuk kemaripun dari sana. Lepaskanlah saya

berangkat ke sana.”22

Berikut adalah kutipan Zainuddin meminta izin kepada

mak base untuk merantau ke negeri Padang. Zainuddin pergi ke

Padang bukan hanya sia-sia melainkan dia ingin

menyempurnakan cita-cita ayah dan ibunya, serta belajar ilmu

agama dan ilmu pengetahuan. Padang adalah daerah yang sangat

kental sekali dalam pendidikan agama dan pengetahuannya.

Apalagi ilmu agamanya, sebab di Padang merupakan daerah yang

masih menganut sistem-sistem keagamaan dan adat istiadat yang

melekat. Agama Islam pun berawal dari orang-orang Padang.

Setelah diizinkan kepergian Zainuddin ke Padang oleh Mak Base,

sampailah dia di Padang Panjang. Sudah hampir 6 bulan dia

tinggal di dusun Batipuh. Disinilah peristiwa mulai bergerak,

Zainuddin bertemu dan berkenalan dengan seorang gadis asli dari

Padang yang bernama Hayati.

Mula-mula Hayati berkenalan dengan dia, adalah

seketika hari hujan lebat, sebab daerah Padang Panjang itu

lebih banyak hujannya dari pada panasnya... ...zainuddin

ada membawa payung dan Hayati bersama seorang

temannya kebetulan tidak membawa payung.23

“Heran dengan Zainuddin, mengapa dia tidak

berangkat saja padahal dia berpayung?”24

Hari sore juga, tiba-tiba timbullah keberanian

Zainuddin meskipun keringatnya terbit di waktu hujan,

22

Ibid. h. 22. 23

Ibid. h. 30 24

Ibid. h. 30

Page 74: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

63

dia tampil ke muka ditegurnya Hayati : “Encik...!”

sukakah Encik saya tolong?” tanya Zainuddin kepada

Hayati.25

“Apakah gerangan pertolongan tuan itu?” jawab

Hayati.26

“Berangkatlah Encik lebih dahulu pulang ke

Batipuh, marah mamak dan ibu Encik kelak jika terlambat

benar akan pulang, pakailah payung ini, berangkatlah

sekarang juga.”27

Berdasarkan kutipan percakapan antara Zainuddin dengan

Hayati, jelas peristiwa mulai muncul dengan pertemuannya dua

sejoli tersebut. Pertemuan di sebuah Ekor Lubuk dengan ditemani

turunnya hujan. Hayati tidak membawa payung, segeralah

Zainuddin meminjamkan payungnya kepada Hayati seakan-akan

mulailah perkenalan mereka. Zainuddin sempat gugup dan diam

sejenak karena dekat dengan gadis yang cantik tapi dia mulai

memberanikan dirinya. Cerita semakin berlanjut dengan

perkenalan lainnya, Zainuddin dan Hayati semakin dekat

hubungannya. Dibuktikan dengan Zainuddin ingin lebih akrab

lagi dengan Hayati dengan memberinya ia surat.

“Sudikah engkau jadi sahabatku Hayati? Saya

akui, saya orang dagang melarat dan orang terbuang

yang datang dari negeri jauh, yatim dan piatu. Saya akui

kerendahan saya, itu agaknya yang akan menangguhkan

hatimu bersahabat dengan daku. Tapi Hayati, meskipun

bagaimana, percayalah bahwa hatiku baik. Sukar engkau

akan bertemu dengan hati yang begini yang bersih

lantaran senantiasa dibasuh dengan air kemalangan

sejak lahirnya ke dunia”. Surat dari Zainuddin untuk

Hayati.28

25

Ibid. h. 30 26

Ibid. h. 30 27

Ibid. h. 31 28

Hamka, Merantau ke Deli (Jakarta : Bulan Bintang, 1977) , h. 42.

Page 75: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

64

Merantau ke Deli

Selanjutnya untuk novel Merantau ke Deli pada tahap

peristiwa mulai bergerak adalah kehidupan rumah tangga Leman

dan Poniem sangat bahagia. Mereka saling menghormati satu

sama lain. Mereka juga saling menyayangi. Namun semakin lama

Poniem merasakan ada sesuatu yang berubah dari Leman ternyata

perniagaan Leman sedang menurun. Hal ini dapat dibuktikan

dengan kutipan sebagai berikut.

Maka perniagaannya yang kecil kian lama kian

mundur, sehingga hanya tinggal bingkai-bingkainya lagi,

ialah kain-kain dan barang-barang yang tidak akan laku

terjual.29

“Begini Poniem. Modal kita amat kurang,

pekerjaan payah padahal labanya tidak ada. Kemanapun

abang pergi, kurang sekali jual beli...”30

“Abang....! Perniagaan kita harus diperbesar segala

barang-barang ini kita jual kembali kepada saudagar emas,

kita jadikan uang.” Ujar Poniem sambil memberikan

perhiasaan kepada Leman.

Poniem memaksa Leman untuk berterus terang apa yang

terjadi sehingga membuat Leman berubah. Akhirnya Leman

menceritakan kepada Poniem bahwa perekonomian keluarga

mereka sedang sulit. Modal dagangan menipis. Pembeli juga

tidak banyak. Mendengar keluh kesah suaminya, Poniem

langsung melepas semua perhiasan yang ada di tubuhnya. Poniem

memberikannya kepada Leman supaya digadaikan untuk

megembangkan usahanya. Itulah cintanya seorang istri terhadap

suami, sesusah-susahnya seorang suami maka istri tidak boleh

meninggalkan suaminya karena seorang istrilah penguat dan

motivasi seorang suami. Kesuksesan suami adalah dari istri.

29

Ibid. h. 30. 30

Ibid. h. 32.

Page 76: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

65

Kutipan selanjutnya Leman dan istrinya pulang ke kampung

halamannya Leman, yaitu di Padang.

Sudah lama hal itu terpendam di dalam hati

kecilnya. Maka pada suatu hari dikabarkanyalah kepada

isterinya tentang niat hendak pulang itu. Dan sudah

kepingin hendak bertemu dengan kaum kerabatnya, sudah

terbayang-bayang di matanya halaman rumah famili.31

Mendengar itu Poniem menekurkan kepala, sehabis

suaminya bercakap baru dia mengadah, seraya berkata :

“kalau abang seingin itu benar hendak pulang, tidakkah

teingat di hati abang hendak membawa saya serta?”32

Berdasarkan kutipan di atas, melalui teknik cakapan

antara Leman dan Poniem. Alur ini menjelaskan bahwa Leman

ingin pulang ke kampung halamannya tanpa mengajak Poniem.

Poniem agak kecewa karena tidak diajaknya, sebab Leman

berpikir jika Poniem ikut ke Padang akan berat diongkos. Tapi

kembali lagi dengan sosok istri yang selalu menjadi penenang

suaminya, Leman tidak usah memikirkan ongkos itu. Tahap

inilah yang menjelaskan seorang perantau yang ingin pulang ke

kampung halamannya jika ia sudah sukses di nagari rantaunya,

terjadi pada Leman yang sudah sukses dan ingin pulang ke

kampung halamannya.

c. Keadaan Mulai Memuncak

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Pertemanan mereka cukup lama, dengan berkomunikasi

surat menyurat. Zainuddin berkabar melalui surat dan begitupun

sebaliknya Hayati membalaskan suratnya untuk Zainuddin.

Zainuddin bercerita tentang bagaimana ia hidup di Padang,

betapa tidak nyamannya dia hidup di negeri ayahnya sendiri

seperti orang asing. Dengan begitu Hayati merasa kasihan

terhadap Zainuddin. Lamanya mereka bersahabat, muncullah rasa

31

Ibid. h. 48. 32

Ibid. h. 48.

Page 77: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

66

sayangnya Zainuddin untuk Hayati, tapi di sisi lain Hayati

mengingat bahwa Zainuddin bukanlah berasal keturunan

daerahnya hanya saja Zainuddin keturunan daerah Padang dari

garis ayahnya. Hayati khawatir dan ragu jika menyimpan

perasaannya terlalu dalam. Berikut penggalan ceritanya.

“Bukan begitu, tuan Zainuddin. Bukan saya benci

kepada tuan, karena saya kenal budi baik tuan. Saya

merasa kasihan di atas segala penanggungan yang

menimpa pundak tuan. Tapi tuan, sebuah yang saya

takutkan, yaitu saya takut akan bercinta-cintaan” Ujar

Hayati.33

“Segala perkataan tuan itu benar, tidak ada yang

salah. Tapi peredaran masa dan zaman senantiasa berlain

dengan kehendak manusia, di dalam kita tertarik dengan

tertawanya, tiba-tiba kita diberinya tangis. Saya ingat

kekerasan adat di sini, saya ingat kecenderungan mata

orang banyak, akan banyak halangannya jika kita

bercinta-cintaan. Saya takut bahaya dan kesukaran yang

akan kita temui, jika jalan ini kita tempuh.34

Berdasarkan penggalan cerita di atas, mulainya rasanya

khawatir dan takut Hayati muncul. Diketahuinya bahwa

Zainuddin bukan keturunan dari orang Padang dan dia

mengetahui Zainuddin tidak dianggap dikeluarganya seperti

orang asing. Memang benar kekhawatiran Hayati itu terjadi,

orang-orang di dusun Batipuh sudah mengetahui pertemanan

mereka dengan surat menyurat. Padahal pertemanan mereka

sudah tertutup rapat dan saling jujur. Berikut kutipan yang

menandakan bahwa kedekatan mereka sudah tersebar.

Tersiarlah di dusun kecil itu..... telah berintaian,

bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang

Mengkasar itu. Ginjing, bisik, dan desus, perkataan yang

tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu

mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaraan dalam

kalangan anak muda-muda yang duduk di pelantar lepau

33

Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta : Bulan Bintan, 1976). h. 53. 34

Ibid. h. 54.

Page 78: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

67

petang hari. Sehingga akhirnya telah menjadi rahasia

umum.35

Berdasarkan penggalan cerita di atas, kekhawatiran

Hayati mulai tersebar luas dalam kalangan masyarakat di dusun

itu. Kesalahan Hayati dan Zainuddin telah berkirim-kirim surat

dengan bercinta-cintaan kedua kalangan muda itu. Orang-orang

dusun berpikir bahwa mereka bukan percintaan suci lagi, karena

Hayati bukan mencintai orang berasal dari daerahnya Padang

melainkan dari Mengkasar. Karena adat di sana sangat

mendiskriminasi sekali menentang untuk menikah dengan bukan

dari daerahnya.

Merantau ke Deli

Selanjutnya pada novel Merantau ke Deli terdapat

peristiwa yang mulai memuncak ketika Leman menginginkan

pulang ke kampung halamannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan

kutipan sebagai berikut.

Sudah lama Leman merantau, sudah bertahun hari

yang habis. Dahulu ketika pertama kali membentang tikar,

ketika akan mengajak bekerja mencari penghidupan,

belumlah teringat olehnya hendak pulang. Bagaimana

akan pulang, padahal hidup masih serba kurang.36

d. Klimaks (Mencapai Titik Puncak)

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Konflik berlanjut antara Zainuddin dengan keluarga

Hayati, terutama dengan mamak hayati. Mamak Hayati segera

meminta Zainuddin untuk melupakan dan pergi jauh dari Hayati.

Seperti pada kutipan berikut.

“.....sebab itu, sangatlah saya minta kepadamu

Zainuddin, sudilah kiranya engkau melepaskan hayati dari

35

Ibid. h. 57. 36

Hamka, Merantau ke Deli (Jakarta : Bulan Bintang, 1977) , h. 47.

Page 79: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

68

dalam kenanganmu dan berangkatlah dari negeri Batipuh

yang kecil ini segera, untuk kemaslahatan Hayati.”37

“Dengan sangat saya meminta engkau berangkat

saja dari sini untuk kemaslahatan Hayati yang engkau

cintai”. Ucap Engku.38

Zainuddin telah saya suruh pergi dari Batipuh.

Kalau dia hendak menuntut ilmu juga, sebagai niatnya

bermula, lebih baik dia pergi ke Padang Panjang atau

Bukttinggi saja, dia telah mau.39

Berdasarkan kutipan di atas Zainuddin di tentang oleh

keluarga Hayati dan diusirnya Zainuddin dari dusun Batipuh.

Zainuddin dengan berat hati mengiyakan kemauan dari Mamak

Hayati, karena dia sadar diri bahwa dia tidak bersuku, tidak

berhindu, anak orang terbuang, dan tidak dipandang sah dalam

adat Minangkabau. Sedangkan Hayati seorang anak bangsawan,

turunan penghulu-penghulu pucuk bulat urat tunggang yang

berpendam perkuburan, bersasap berjerami di dalam negeri

Batipuh.

Perginya Zainuddin ke Padang Panjang, Hayati selalu

merenung dan menjadi pendiam. Pada akhirnya dia singgah ke

rumah sahabatnya yaitu Khadijah kemudian Hayati dikenalkan

kepada Aziz sepupu dari Khadijah dan keluarga Hayati pun

menerima lamaran dari Aziz dan menolak lamaran Zainuddin.

Setelah dibicarakan panjang lebar, hampirlah bulat

mufakat hendak menerima Azis. Karena menurut pepatah

: Ruas telah bertemu dengan buku, bagai janggut pulang

ke dagu, sama berbangsa keduanya, satu bulan satu

matahari.40

“Ya, kita habisi saja itu, kita bulatkan sekarang

menerima Aziz dan menolak permintaan Zainuddin.”41

37

Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta : Bulan BintanG, 1976). h. 59. 38

Ibid. h. 59. 39

Ibid. h. 60. 40

Ibid. h. 112. 41

Ibid. h. 114.

Page 80: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

69

Berdasarkan penggalan di atas, terbayanglah diri

Zainuddin yang sangat kecewa dengan keputusan yang diberikan

dari mamak hayati yang menolaknya. Padahal dia sudah berusaha

menjadi orang yang diinginkan oleh pihak keluarga Hayati.

Namun apa boleh buat, Hayati telah dipertemukan dengan Aziz.

Mamak Hayati langsung menerima lamaran dari Aziz.

Merantau ke Deli

Sedangkan untuk novel Merantau ke Deli pada tahap

klimaksnya adalah ketika Leman pulang kampung semenjak itu

kebahagiaan Leman dan Poniem tidak berlangsung lama. Leman

dipaksa oleh sanak saudaranya di kampung halamannya

Minangkabau untuk menikah dengan Mariatun yang satu

kampung dengan Leman. Meskipun sakit hati, Poniem tetap

mengizinkan suaminya untuk menikah lagi. Hal ini dapat

dibuktikan dengan kutipan percakapan sebagai berikut.

“Abang!” Ujarnya.

“Poniem!”

“Besar dosamu di hadapan Allah kalau lantaran

kasihmu terhadap isteri muda yang cantik itu kelak, aku

abang ceraikan. Dan jika aku mati, mengutuk arwahku

kepada abang dari kuburku.”

“Tidak Poniem!” jawab Leman.42

Berdasarkan kutipan di atas tahap puncaknya masalah,

ketika Leman meminta izin untuk beristri lagi kepada Poniem.

Dengan pemunculan puncak masalah ini, menyebabkan

klimaksnya permasalahan antara Leman dan Poniem, sehingga

Poniem mengizinkannya untuk menikah lagi. Setelah berjalannya

pernikahan itu diibaratkan dua kapal satu nahkoda, kapalnya

tidak bisa berjalan dengan lancar yaitu Poniem yang sudah mulai

geram dengan tingkahnya Mariatun, tetapi di sisi lain Leman

42

Hamka, Merantau ke Deli (Jakarta : Bulan Bintang, 1977) , h. 89.

Page 81: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

70

lebih membela Mariatun. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

“Kau boleh pergi dari sini! Kau orang Jawa! Boleh

turutkan orang Jawa, kau boleh kembali ke kebun!

Sebelah mata saya tak bisa pandang pada kau lagi.

Pergilah dari sini, mulai sekarang saya jatuhkan kepada

kau talak tiga sekali! Pergilah!43

Berdasarkan kutipan di atas, puncaknya masalah ketika

Leman menceraikan Poniem dan lebih membela istri mudanya.

Ketika itu Poniem disebutkan orang Jawa yang tidak pantas

bergabung lagi di daerahnya dan merasa berbeda adat. Akhirnya

Poniem dan Suyono pergi dari rumah itu. Setelah Poniem pergi

dari rumah itu, kehidupan Leman tidak seperti dulu,

kehidupannya serba kekurangan di daerah rantauannya, apalagi

istri mudanya sudah melahirkan. Sudah hampir tiga tahun

merantau menurut adat di kampung sudah seharusnya Mariatun

dibawa pulang apalagi hendak memperlihatkan anaknya.

e. Pemecahan atau Penyelesaian Masalah

Hiduplah rumah tangga dari kedua kaula muda itu, Hayati

dan Aziz. Namun ada suatu rahasia rumah tangga yang mereka

alami menjadi suami istri kehidupan rumah tangga mereka tidak

bahagia. Berikut kutipan cerita pada novel tersebut.

Dari sedikit kesedikit telah nyata bahwa cinta Aziz

kepada hayati, adalah cinta sebagaimana disebut orang

pada waktu sekarang. Yaitu cinta yang ditakuti oleh

Zainuddin dan telah pernah diterangkannya dalam

suratnya kepada Hayati seketika dia akan kawin. Aziz,

sanggup memberikan segenap kesenangan kepada Hayati,

yakni kesenangan harta benda, tetapi hati mereka sejak

bergaul, bukan kian lama kian kenal, hanya kian lama

kian nyata bahwa haluan tidak sama. Bilamana sebab-

sebab itu sudah tak ada lagi, cintapun kendorlah.44

43

Hamka, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta : Bulan BintanG, 1976). h. 133. 44

Ibid. h. 170.

Page 82: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

71

Berdasarkan kutipan di atas, jelas bahwa Aziz tidak

benar-benar sayang kepada Hayati. Sikap Aziz kepada Hayati

seperti sikap Aziz kepada teman-teman wanitanya dahulu. Aziz

dan Hayati pun berkunjung ke rumah di mana tempat Zainuddin

tinggal dan pada akhirnya pun Aziz pergi untuk bekerja meminta

izin kepada Zainuddin untuk menjaga Hayati selama Aziz

bekerja, tapi tidak lama kemudian terdengar kabar bahwa Aziz

bunuh diri di hotel. Seperti dalam penggalan berikut.

“Saya telah melarat sekarang, saya dan istri saya. Saudara

yang telah menyambut dalam rumah saudara sekian

lamanya. Hal ini tak boleh saya derita lama. Di kota

Surabaya, sayapun lebih merasa malu. Sebab itu lepaslah

saya berangkat mencari pekerjaan lain ke luar kota

Surabaya. Saya akan pergi sendiriku lebih dahulu. Di

mana pekerjaan dapat, saya kirim kabar segera, supaya

istriku dapat menurutkan ke sana.” 45

“Penumpang itu tidak bangun lagi buat selama-lamanya,

rupanya dia telah membunuh dirinya dengan jalan

memakan Adalin, obat tidur yang mahsyur itu lebih dari

10 buah. Tube obat itu terdapat di atas meje telah

kosong.”46

Berdasarkan penggalan di atas adalah surat kabar dari

pihak hotel, tujuan memberitahu kepada pihak keluarga Aziz

bahwa Aziz telah meninggal dunia dengan bunuh diri.

Sebelumnya Aziz dan Hayati telah berkirim-kirim surat dan Aziz

meminta cerai dengan Hayati. Hayati pun tinggal kini berdua

hidup dengan Zainuddin. Tetapi Zainuddin meminta Hayati untuk

pulang saja ke Padang, karena Zainuddin masih merasa sakit hati

dengan Hayati.

Bila teringat akan itu, terus dia berkata : “Tidak

Hayati! Kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkanlah

saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau!

Janganlah hendak ditumpang hidup saya, orang tak tentu

45

Ibid. h. 182. 46

Ibid. h. 194.

Page 83: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

72

asal .......... negeri Minangkabau beradat! Besok hari

Senin, ada kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung

Priuk, akan terus ke Padang! Kau boleh menumpang

dengan kapal itu ke kampungmu.47

Berdasarkan penggalan cerita di atas, Zainuddin masih

kesal dan memendam kebencian terhadap Hayati dan keluarganya

yang sudah menolaknya. Zainuddin menyuruh Hayati untuk

pulang ke Minangkabau dan pergi dari kehidupan Zainuddin

karena dia pikir bahwa dia bisa hidup tanpa Hayati, bukti selama

dia singgah di Jakarta dan Surabaya dia dapat hidup sukses dan

menjadi seorang penyair yang sangat terkenal. Akhirnya Hayati

pun pergi dan menuju Tanjung Priuk untuk menaiki kapal yang

ditumpanginya. Tetapi takdir berkata lain, kapal yang ditumpangi

Hayati tenggelam ke dasar lautan. Berikut kutipannya.

“.......sebagai seorang memang yang telah terikat

pikirannya kepada surat kabar, baru saja koran-koran itu

terletak di atas meja, segera dibukanya. Dipagina pertama,

dengan huruf yang besar-besar telah bertemu perkabaran,,

Kapal Van der Wijck Tenggelam. Dia terhenyak di

tempat duduknya, badannya gemetar, dan perkabaran itu

dibacanya terus.”48

Berdasarkan kutipan di atas melalui surat kabar yang

dibaca Zainuddin. Seluruh badannya gemetar dengan sangat

gugup ia berbicara dan memberitahukan kepada Muluk.

Langsung saja dia pergi menyusul keberadaan Hayati. Memang

cinta mereka tidak dapat dipisahkan, saling setia, dan saling

mencintai. Dapat dibuktikan dengan penggalan berikut ini.

Dilihatnya wajah Zainuddin tenang-tenang, maka

timbullah dari matanya, sekejap saja, cahaya

pengharapan... “kau... Zain....”49

47

Ibid. h. 198. 48

Ibid. h. 209 – 210 49

Ibid. h. 214.

Page 84: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

73

“Ya, Hayati! Allah rupanya tak izinkan kita

berpisah lagi, bila telah beroleh keizinan dari dokter, kita

segera berangkat ke Surabaya.”50

“Hidupku hanya buat kau seorang Hayati!”

“Akupun!.....”

Setelah beberapa menit Hayati pun menghembuskan nafas

terakhirnya, sambil dibisikan dengan dua kalimat suci oleh

Zainuddin. Namun sejak kejadian itu, meninggalnya Hayati tubuh

Zainuddin kian lama kian lemah, dada sesak, pikiran selalu duka

dan sesal yang tiada berkeputusan. Akhirnya Zainuddin pun

meninggal dunia dan dimakamkan bersebelahan dengan makam

Hayati, orang yang dicintainya.51

Pada novel Merantau ke Deli tahap penyelesaiannya

ketika Poniem memulai hidup baru dengan Suyono. Hal ini dapat

dibuktikan dengan sebagai berikut.

“Dan setelah perkawinan kita langsung, kita

teruskan cita-cita kita. Kita penaik harta benda sedikit

demi sedikit. Sebab banyak niat dan cita-cita kita yang

masih tersimpan di dalam hati.”

“Semuanya akan tercapai berkat kurnia Gusti

Allah” ujar Suyono pula.

Mereka telah kawin. Apakah perkawinan itu

lantaran cinta? Akan dikatakan lantaran cinta, mereka

belum kenal perkataan itu, mereka tidak pernah membaca

buku romah untuk mengkurususkan cinta.”52

Berdasarkan kutipan di atas menunjukkan penyelesaian

akhir cerita yang diakhiri dengan menikahnya Poniem dengan

Leman. Maksud mereka untuk menikah adalah untuk

menghindari dari marah bahaya, sebab mereka sudah tinggal

berdua selama enam bulan lamanya. Suyono juga berniatkan

untuk membentuk kehidupan baru bersama Poniem dengan

berniaga yang benar dan menggapai cita-citanya.

50

Ibid. h. 214. 51

Ibid. h. 221. 52

Hamka, Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977). h. 156.

Page 85: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

74

3. Tokoh dan Penokohan

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Tokoh merupakan orang yang berperan penting dalam cerita dan

memiliki karakter yang beragam, sehingga cerita menjadi lebih hidup dan

berwarna. Sedangkan penokohan adalah karakter yang digambarkan pada

tokohnya dalam cerita.

a. Zainuddin

Zainuddin tokoh utama laki-laki pada novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck seorang pemuda yang lemah lembut, baik hati,

alim, memiliki ambisi yang tinggi, dan sopan terhadap orang yang

lebih tua.

Zainuddin mendekat kepada orang tua itu, diciumnya

keningnya : Perempuan yang bahagia, moga-moga Allah

melindungimu!” katanya.

Berdasarkan kutipan ini terlihat Zainuddin sangat

menyayangi orang tua angkatnya Mak Base, dengan

menunjukkannya melalui bahasa tubuhnya mencium kening mak

Base sebagai pertanda bahwa Zainuddin sangat sayang kepada

beliau. Dia hanya mempunyai satu orang tua angkat, setelah kedua

orang tua kandungnya meninggal dunia. Selain itu Zainuddin

seorang anak yang tidak mau merepotkan orang tuanya ia lebih baik

ingin hidup mandiri, seperti pada kutipan sebagai berikut.

“Ai, mengapa mak Base ini? Wang itu mesti mamak

perniagakan sebagai biasa. Yang akan saya bawa hanyalah

sekedar ongkos kapal ke Padang.”53

Heran tercengang mak Base mendengarkan putusan

Zainuddin atas harta benda itu. Tidak disangkanya akan

sampai demikian baik budinya.54

Berdasarkan kutipan tersebut Zainuddin ingin pergi ke

Padang, ia meminta ongkos kepada mak Base dan diberinya uang

yang cukup banyak. Tetapi Zainuddin menolaknya karena dia pikir

53

Ibid. h. 23. 54

Ibid. h. 24.

Page 86: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

75

dengan uang yang cukup saja dia pergi ke Padang, sehingga mak

Base mengatakan dalam pikirannya bahwa Zainuddin orang yang

baik budinya. Zainuddin pergi ke Padang untuk merantau dengan

bertujuan mencari kehidupan yang lebih baik lagi, ingin memuliakan

cita-cita ayah dan ibunya. Setelah ia berangkat ke Padang, dia disana

seperti orang yang diasingkan oleh keluarga ayahnya. Dia mengingat

pesan dari mak Base, dia selalu termenung dalam pikirnya. Kutipan

yang menggambarkan penokohan Zainuddin sebagai berikut.

“Anak muda itu baik budi pekertinya, rendah hati,

terpuji dalam pergaulan, disayangi orang. Sungguh belajar,

karena dia berguru kepada seorang Lebai yang ternama.

Tetapi dia pemenung, pehiba hati, suka menyisihkan diri ke

sawah yang luas, suka merenungi wajah....”55

“....sikap Zainuddin yang lemah lembut, matanya

penuh dengan cahaya yang muram, cahaya dari tanggungan

batin yang begitu hebat sejak kecil, telah menimbulkan

kasihan yang amat dalam di hati Hayati.56

Tidak lama kemudian datang balasan dari orang tua

yang dikasihinya itu, mengajaknya lebih baik pulang saja ke

Mengkasar, sementara dia masih hidup. Tapi Zainuddin tidak

hendak kembali sebelum maksudnya berhasil dia hendak

memperdalam penyelidikannya dari hal ilmu dunia dan

akhirat, supaya kelak dia menjadi seorang yang berguna.57

Berdasarkan pada kutipan pertama sikap Zainuddin

digambarkan oleh teknik cakapan pada buku Nurgiyantoro,

menerangkan bahwa Zainuddin anak yang baik budi pekertinya,

rendah hati, terpuji dalam pergaulannya. Namun di sisi lain ketika

Zainuddin mendapatkan masalah dengan Hayati, dia orangnya

mudah termenung, pehiba hati, dan suka menyendiri. Kutipan yang

kedua dijelaskan dengan teknik pikiran dan perasaannya Hayati,

bahwa Zainuddin orangnya lemah lembut terlihat bagaimana

Zainuddin berbicara dengan lembut kepada Hayati. Kutipan yang

55

Ibid. h. 30. 56

Ibid. h. 39. 57

Ibid. h. 69.

Page 87: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

76

ketiga menggambarkan juga sosok Zainuddin yang alim dan gigih

dalam menuntut ilmu sehingga apa yang dia kerjakan tidak akan sia-

sia begitu saja ketika dia pergi ke Padang ternyata dianggap orang

asing dan disuruh mak Base untuk pulang saja tetapi dia tidak ingin

menyia-nyiakan. Dia disana tetap belajar mencari ilmu dunia dan

akhirat. Tidak hanya itu, Zainuddin memiliki sifat yang dinamis,

seperti pada kutipan sebagai berikut.

Kadang-kadang disesalinya perkawinan ayahnya

dengan ibunya. Kadang-kadang pula dia menyadar untung

malangnya, mengapa dia tak dilahirkan dalam kalangan orang

Minangkabau!..... tetapi bukan itu yang jadi sebabnya,

walaupun wang berbilang, emas bertahil, namun pemisah adat

masih tebal di negeri itu.58

Ia diusir, meskipun secara halus. Perbuatannya dicela,

namanya dibusukkan. Seakan-akan tersuci benar negeri

Minangkabau ini dari dosa.

Disumpahinya dalam hatinya kepincangan adat,

dikutukinya masyarakat yang terlalu rendah itu. Tetapi dari

sedikit kesedikit terbayanglah di mukanya wajah Hayati,

tiadalah pantas di negeri Hayati dia menjatuhkan upat dan

maki, nista dan cela.59

Pada kutipan pertama merupakan sebuah rasa penyesalan

Zainuddin yang telah dilahirkan tapi tidak diakui oleh keluarganya,

selalu berpikiran bahwa dia tidak pantas jika hidup di daerah

Minangkabau. Pada awalnya dia berpikir jika dia merantau ke negeri

asalnya akan diterima oleh keluarga tetapi sebaliknya tidak.

Kemudian kutipan kedua, berpengaruh pada tujuannya dia merantau.

Tujuan dia merantau untuk menemui keluarga ayahnya dan

berkenalan dengan gadis asal Padang yang dia jatuhkan kepada

Hayati. Kutipan selanjutnya masih tentang kebencian seorang

Zainuddin ketika meluapkan emosi dan kemarahannya, bagaimana ia

bersumpah dan memendam kebencian pada adat yang dianut oleh

58

Ibid. h. 63. 59

Ibid. h. 118.

Page 88: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

77

keluarga Hayati. Selalu saja pikirannya berubah-ubah, ketika

emosinya sedang meningkat maka pikirannya pun meluap-luap tetapi

bila ingatannya kembali kepada kecintaannya terhadap hal yang

bahagia maka emosinya menurun. Itulah yang menyebabkan sifatnya

yang dinamis.

b. Hayati

Hayati peran gadis remaja putri, gadis yang baik, lembut,

ramah, pendiam, sederhana, memiliki kesetiaan, penyayang,

memiliki belas kasih, sabar, penurut, dan terkesan mudah

terpengaruh oleh orang lain. Nama Hayati adalah nama yang jarang

dipakai di daerahnya. Berikut kutipannya.

Hayati, gadis remaja puteri, ciptaan keindahan alam,

lambaian gunung Merapi, yang terkumpul padanya keindahan

adat istiadat yang kokoh dan keindahan model sekarang,

itulah bunga di dalam rumah adat itu. Hayati adalah nama

baru yang belum biasa dipakai orang selama ini.60

Saya kasihan melihat nasib anak muda itu, hanya

semata-mata kasihan, sahabat, lain tidak jangan engkau salah

terima kepadaku. Karena memang sudah terbiasa kita anak-

anak gadis ini merasa kasihan kepada orang yang bernasib

malang.61

Kutipan pertama adalah penjelasan seorang gadis cantik yang

diberi nama Hayati. Nama Hayati bukan sembarang nama, Hayati

adalah nama yang belum pernah dipakai pada sebelum-sebelumnya

di desa Batipuh itu. Nama-nama gadis di Minangkabau tempo

dahulu hanya si Cinta Bulih, Sabai nan Aluih, Talipuk Layur dan

lain-lain. Tetapi Hayati adalah bayangan dari perobahan baru yang

melingkari alam Minangkabau yang kokoh dalam adatnya itu.62

Kemudian pada kutipan selanjutnya menandakan seorang Hayati

yang punya belas kasihan yang tinggi, terlihat dari surat itu yang ia

60

Ibid. h. 29. 61

Ibid. h. 38. 62

Ibid. h. 29.

Page 89: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

78

ceritakan ke temannya yaitu Khadijah, dia melihat sosok Zainuddin

yang tidak diterima di Minangkabau karena tidak ada keturunan

mamaknya dari Padang. Kutipan selanjutnya adalah tentang kisah

percintaan dan kesetiaan seorang Hayati terhadap Zainuddin.

“Selamat tinggal Zainuddin, dan biarlah penutup

surat ini kuambil perkataan yang paling enak kuucapkan di

mulutku dan agaknya entah dengan itu kututup hayatku di

samping menyebut kalimat syahadat, yaitu : Aku cinta akan

engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam

mengenangkan engkau...

Berdasarkan penggalan di atas, penggalan tersebut adalah

surat dari Zainuddin yang terakhir kalinya sebelum Hayati

menghembuskan nafas terakhir. Hayati mengatakan bahwa dia akan

mencintai Zainuddin sampai dia mati. Dia akan menjaga

kesetiaannya terhadap Zainuddin, walaupun kehidupan percintaan

mereka terhalang oleh keluarga Hayati sendiri. Kutipan selanjutnya

menunjukan pribadi Hayati yang penurut ketika dia disuruh untuk

meninggalkan Zainuddin.

Hayati seorang gadis yang bercita-cita tinggi, tetapi

jiwanya pun tak betah akan mengecewakan hati ninik

mamaknya dan kaum kerabatnya. Dia hanya menerima apa

tulisan takdir.

Dia mencintai Zainuddin, tetapi percintaan itu tidak

ada jalannya; percintaan yang tidak ada jalannya itulah yang

kerap kali lebih subur dari pada cinta yang ada jalan terentan.

Maka tergambarlah pikirannya nasehat-nasehat Khadijah,

nampak pula sekarang kokohnya benteng adat yang

memagari dirinya, itulah sebab dia termenung....63

Berdasarkan kutipan tersebut hayati adalah seorang yang

penurut, dia tidak mau mengecewakan ninik mamaknya dan kaum

kerabatnya, kemudian tergambar pula bahwa Hayati seorang yang

terkesan mudah terpengaruh dengan orang lain. Dalam kutipan

tersebut memang pada awalnya Hayati mencintai Zainuddin tapi

terhalang oleh adat yang memisahkan sehingga ninik mamaknya

63

Ibid. h. 115.

Page 90: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

79

melarangnya untuk dekat dengan Zainuddin. Khadijah temannya

selalu memberikan nasihat kepada Hayati, untuk segera menjauh

dengan Zainuddin dengan terpaksa Hayati mengiyakan nasehat

temannya itu dan menikah dengan Aziz.

c. Mak Base

Mak Base adalah orang tua angkat dari Zainuddin. Mak Base

memiliki watak yang baik hati, sayang terhadap anaknya. Berikut

kutipannya.

“Mengapa jadi sebanyak ini, mak Base?”

“Mamak perniagakan dan Cuma dari keuntungan

itulah pembayaran wang sekolahmu”

“Ah, dengan apakah jasa mamak kubalas” ujar

Znuddin.

“Balasnya hanya satu, bacakan surat Yasin tiap-tiap

malam Jumat kalau mamak meninggal dunia pula.”64

Berdasarkan kutipan di atas melalui teknik cakapan antara

mak Base dan Zainuddin, terlihat sekali Mak Base sangat

memperhatikan anaknya, walaupun dia adalah orang tua angkat

tetapi dia benar-benar sayang kepada Zainuddin. Dianggapnya anak

kandung, dia memberikan uang untuk biaya Zainuddin merantau ke

Padang. Layaknya kasih sayang ibu kepada anaknya, rela

memberikan hartanya agar anaknya kehidupannya berkecukupan.

Kutipan lainnya yang menunjukan mak Base sangat menyayangi

Zainuddin ketika Zainuddin ingin merantau meninggalkannya.

Seketika akan berlayar, mak Base mengantar sampai

kapal. Mereka bertangis-tangisan, karena berat sangka mak

Base bahwa Zainuddin tidak akan bertemu dengan dia lagi.65

“Saya orang tua, Udin, hatiku tak dapat kutahan.

Apakah derma seorang perempuan selain dari tangis? Apalagi

kerap kali hati mamak berkata, agaknya kita tidak akan

bertemu lagi. Coba lihat punggungku yang telah bungkuk.

64

Ibid. h. 21. 65

Ibid. h. 24.

Page 91: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

80

Mamak takut, kalau-kalau keluarga di padang tak sudi

menyambutmu dengan baik.66

Pengarang menggambarkan melalui reaksi tokoh, ketika

Zainuddin sudah beraada di kapal dan segera akan pergi, tangisan

Mak Base mulai pecah dan beranggapan bahwa tidak akan bertemu

lagi. Dia tidak rela apabila Zainuddin pergi jauh meninggalkannya,

yang sudah tentu jika pergi ke Padang tidak akan diterima di keluarga

ayahnya. Seorang ibu yang tidak ingin jauh dari anaknya.

d. Khadijah

Khadijah memiliki watak yang sangat berkebalikan dengan

Hayati sahabatnya. Khadijah adalah orang kota, tinggal di rumah

bentuk kota, orang yang sangat berpenampilan menarik, suka

menghasut Hayati, dan berwatak keras kepala. Berikut kutipannya.

Khadijah yang terlihat, setengahnya memakai rok,

setengahnya berbaju kebaya Bandung yang dijahit menurut

model yang paling terbaru..... Khadijah tengah asyik berhias

di dalam kamarnya.

“Pakaian apa yang kau pakai ini, Hayati? Apakah kau

hendak sebagai „lepat‟ bungkus?”

Lebih baik kau pergi ke surau saja. Hayati, jangan ke

pacuan!” ujar Khadijah.

Berikut adalah reaksi Khadijah ketika melihat Hayati yang

berpakaian seperti layaknya orang kampung dan tidak berhias diri

hanya menggunakan selendang sutera di kepalanya, berbeda

dengannya yang tampak modern memakai kebaya buatan Bandung

dan berhias diri. Dengan marah dan melarang Hayati untuk ikut

kepacuan dan menyuruhnya untuk pergi ke surau. Kutipan lainnya

menggambarkan bahwa Khadijah selalu mempengaruhi pikiran dan

perbuatannya Hayati, kutipannya sebagai berikut.

“Membuka rambut apakah salahnya? Bukankan panas

kalau selalu ditutup saja?”

“Sebetulnya saya tidak mempunyai pakaian yang

demikian.” Kata Hayati pula.

66

Ibid. h. 24.

Page 92: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

81

“Itu gampang pakailah pakaianku, itu tersedia dalam

lemari, berapa saja kau mau.”

Setelah bertengkar-tengkar, yang hampir saja

menyebabkan Hayati tidak jadi pergi, tetapi mengingat

hendak bertemu dengan Zainuddin nanti.

Berdasarkan kutipan tersebut, Khadijah mempengaruhi

Hayati untuk berganti pakaian yang seperti dia kenakan. Kemudian

menyuruh Hayati untuk melepaskan selendang suteranya yang ada di

kepala Hayati. Dengan terpaksa Hayati pun mengikuti apa yang

diinginkan oleh Khadijah. Selain memiliki watak yang suka

meninggi, sombong, dan suka mempengaruhi Hayati dia juga

memiliki watak yang keras kepala. Kutipannya sebagai berikut.

Sedang dia asyik membaca surat itu, tiba-tiba pintu

kamarnya terbuka, masuklah Khadijah. Hayati mencoba

hendak menyembunyikan surat itu ke bawah bantalnya, tetapi

direbut segera oleh Khadijah dan dibacanya. Sehabis

dibacanya, mukanya merah padam, bibirnya dicibirkan.67

Wataknya yang keras kepala dan selalu emosi, ketika Hayati

mendapatkan surat membuatnya geram terhadap sikap Hayati yang

selalu menantikan kehadiran Zainuddin. Khadijah tidak menyetujui

jika Hayati menikah dengan Zainuddin, memang niatnya baik agar

Hayati tidak miskin ketika dia menikah dengan Zainuddin dan yang

berbeda adat. Akhirnya dijodohkanlah Hayati dengan Aziz.

e. Aziz

Aziz memiliki watak yang sombong, gagah, tangkas, laki-laki

yang pemboros, orang kaya yang suka berfoya-foya, tidak setia, tidak

memiliki tujuan hidup, orang yang tidak beriman, tidak bertanggung

jawab, penjudi dan suka menggoda rumah tangga orang lain. Terlihat

dalam kutipannya sebagai berikut.

Ditariknya tangan Hayati ke dalam, disendengnya

Aziz dengan sudut matanya, sambil tersenyum. Azizpun

67

Ibid. h. 88.

Page 93: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

82

tersenyum, kawan-kawannya yang lain tersenyum pula.

Mereka terus berjalan ke dalam Tribune.... Jelas terdengar

dan nampak nyata olehnya anak-anak muda itu setelah jauh

dari dia, tertawa terbahak-bahak.68

Aziz bekerja di Padang, jauh dari mata orang tuanya,

bergaul dengan teman sejawat yang tidak berkentuan

perangai, sehingga dia sendiripun telah terturut-turut pula.69

Bilamana hari telah malam, dia pergi ke tempat

pergurauan, melepaskan nafsu mudanya. Yang lebih

disukainya ialah menghabiskan wang dengan orang-orang

yang tak berketentuan. Atau mempermainkan anak anak bini

orang.70

Berdasarkan kutipan pertama, Aziz memiliki watak yang

sombong dan angkuh. Melihat sosok Zainuddin yang menurutnya

anak kampung yang tidak pantas berkenalan dengannya. Seseorang

yang memilik watak tidak menghargai orang lain ketika itu langsung

saja ditariknya tangan Hayati tanpa permisi dan tertawa seenaknya

bersama teman-temannya. Kutipan selanjutnya yaitu Aziz anak

orang kaya yang jauh dari orang tuanya, dia bergaul dengan bebas

dengan teman-temannya. Teman-temannya tidak ada sopan

santunnya, terikutlah sikap Aziz seperti itu karena tidak diperhatikan

oleh kedua orang tuanya. Kutipan yang ketiga Aziz yang selalu

berfoya-foya, boros selalu menghabiskan uang dengan teman-

temannya dan dia juga orang yang tidak beriman. Selain itu, Aziz

juga seorang penjudi dan pengganggu rumah tangga orang.

Kutipannya sebagai berikut.

“Si Aziz anak St. Mantari, ibu bapaknya orang

Padang Panjang ini, karena dia berkerabat dengan orang

berpangkat-pangkat, dia mendapat pekerjaan yang agak

pantas. Tetapi perangainya....... Masya Allah!!! Penjudi,

pengganggu rumah tangga orang, sudah dua tiga kali

terancam jiwanya karena mengganggu anak bini orang.71

68

Ibid. h. 83. 69

Ibid. h. 91. 70

Ibid. h. 91. 71

Ibid. h. 127.

Page 94: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

83

Berdasarkan kutipan tersebut yang disampaikan melalui

cakapan, yang disampaikan dari Muluk kepada Zainuddin. Bahwa

Aziz adalah seorang penjudi dan pengganggu rumah tangga orang.

Sampai-sampai jiwanya terancam. Anak laki-laki yang digambarkan

tidak mempunyai tujuan hidup untuk menikah, meskipun orang

tuanya telah berkali-kali menyuruhnya untuk menikah tapi

menurutnya jika beristeri itu mengikat langkah, menyebabkan hilang

kebebasan. Namun ketika dia melihat Hayati, dia langsung menikah

dengan Hayati. Tidak disangka juga perkiraan akan berubah sikap

Aziz tetapi malah memburuk, wataknya yang kasar terhadap Hayati,

ditinggalkan dan diceraikanlah Hayati oleh Aziz. Berikut

kutipannya.

Sudah hampir 2 tahun pergaulan itu. Aziz telah mulai

bosan melihat isterinya. Karena di kota yang ramai dan

bebas, kalau cinta itu hanya pada kecantikan, maka

kecantikan seorang perempuan kelak akan dikalahkan pula

oleh kecantikan yang lain. Perubahan perangai Aziz ketika

mulai beristeri adalah perubahan dibuat-buat. Perbuatan yang

dibuat-buat biasanya tiada tahan lama.72

“Maka sesampainya surat ini, lantaran kau ku ambil

dahulunya dengan nikah yang sah menurut agama, sekarang

kau kulepaskan pula dengan sah menurut agama. Sesampai

surat ini ke tangan adinda, jatuhlah talakku kepadamu 1

kali”

Kutipan yang pertama adalah dimana Aziz sudah bosan

dengan pernikahannya, Aziz tidak ingin lagi hidup bersama Hayati

karena dia pikir bahwa kecantikan Hayati adalah sementara. Aziz

orang yang tidak setia terhadap pasangannya. Kemudian di kutipan

selanjutnya adalah surat dari Aziz yang diberikan kepada Hayati,

surat cerai. Diceraikanlah Hayati oleh Aziz.

f. Muluk

72

Ibid. h. 171.

Page 95: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

84

Muluk memiliki watak yang baik hati, penolong meskipun dia

suka berjudi tetapi sikap dia penurut dan sayang kepada mamaknya.

Berikut kutipannya.

“Agaknya anak mamak itu, si Muluk bisa

menolongmu karena dia banyak pergaulan. Dia pandai

berdukun, pandai kepandaian-kepandaian batin.

Pergaualannya dalam kalangan orang dukun, ahli silat dan

dalam kalangan orang-orang beradat, pun banyak pula.

Pulangnya ke rumah hanya sekali-sekali saja, untuk melihat

ibu dan memberi wang. Dia tidak mau mengganggu

kesenangan ibu.”73

“Tetapi hatinya baik, barangkali dia bisa menolong

memberimu bicara, kalau pikiranmu tertumbuk.”74

Walaupun Muluk seorang Parewa75

tapi dia sangat sayang

kepada ibunya, setiap pulang ke rumah ibunya selalu diberikan uang

olehnya. Orangnya baik dan penurut. Kutipan selanjutnya yang

menunjukan Muluk adalah seorang penjudi, penyabung, dan pedadu.

“Bukan begitu guru” jawab Muluk. “Guru maklum

sendiri, saya ini orang yang banyak dosa, penyabung, pedadu,

penjudi. Jadi tangan saya bernajis. Karena kami pemuda-

pemuda Padang Panjang ini, meskipun negeri kami penuh

dengan rumah-rumah sekolah agama...”76

Tiba-tiba maknya menyelang “Engku muda ini

katanya hendak meminta tolong kepada engkau Muluk.

Kalau dapat tolonglah!”

“Mana yang dapat saya tolong, Insya Allah guru!”

jawab Muluk.77

Berdasarkan kutipan di atas, melalui teknik reaksi tokoh

dimana dia menceritakan dirinya sendiri kepada tokoh lain. Muluk

menggambarkan dirinya sendiri bahwa dia seorang penjudi,

73

Ibid. h. 123. 74

Ibid. h. 124. 75

Di Minagkabau memang ada satu golongan orang muda-muda yang bergelar “Parwa”. Mereka

tak mau mengganggu kehidupan kaum keluarga. Hidup mereka ialah berjudi, penyabung, dan lain-lain.

Mereka juga ahli dalam pencak dan silat. Pergaulan mereka sangat luas, di antara parewa di kampung

dengan kampung lain harga menghargai dan besar membesarkan. Tetapi mereka sangat kuat

mempertahankan kehormatan nama suku dan kampungnya. 76

Ibid. h. 125. 77

Ibid. h. 125.

Page 96: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

85

penyabu, dan pedadu. Tapi di sisi lain Muluk adalah seorang yang

sangat penolong terhadap temannya dan selalu memberikan nasihat

yang baik kepada Zainuddin.

Merantau ke Deli

Selanjutkan tokoh dan penokohan yang terdapat pada novel

Merantau ke Deli yaitu Leman, Poniem, Mariatun, Suyono, Baginda

Kayo, Maryam, Warjo, Sutan Panduko, Ibu Kandung Maryam dan

Tuan Qadhi. Tokoh dan penokohan dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Leman

Leman merupakan tokoh yang penting juga ndalam novel

Merantau ke Deli sama seperti Zainuddin. Leman adalah tokoh

utama laki-laki yang melakukan perantauan. Leman digambarkan

sosok laki-laki yang selalu berjuang untuk mencari nafkah dengan

cara berdagang. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan sebagai

berikut.

Di antara pedagang-pedagang yang banyak di dalam

kebun ini, adalah seorang anak muda dari Minangkabau,

namanya si Leman.78

Seperti pada kutipan di atas, digambarkan bahwa Leman

adalah seorang perantau dari negeri Padang yang tujuan rantaunya ke

tanah Deli. Dia berprofesi sebagai pedagang di tempat kuli-kuli

daerah Deli. Kemudian Leman bertemu dengan wanita Jawa yang

bernama Poniem. Leman seorang yang pemberani dalam mengambil

resiko, dia ingin menikahi seorang gadis piaraan mandor besar.

Seperti pada kutipan sebagai berikut.

Kuli-kuli yang lain tidak ada yang berani menganggu

perempuan muda itu, maklumlah piaraan “mandor besar”.

Hdup mereka bisa celaka, bahkan nyawapun bisa terlepas

dari badan, kalau isteri mandor besar yang diganggu. Tetapi

78

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 6.

Page 97: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

86

anak muda itu telah lupa daratan, dia lupa bahwa dia orang

luar.79

Berdasakan kutipan di atas, terlihat bahwa Leman seorang

yang pemberani. Dia tidak peduli bahwa dia berasal dari orang luar.

Dia memberanikan diri untuk mendekati Poniem yang dijuluki

sebagai piaraan mandor besar. Kemudian Leman mengambil

keputusan untuk menikah dengan Poniem. Seperti pada kutipan

sebagai berikut.

“Oh Poniem, saya tak mau begitu, saya mau kawin,

saya berjanji sepenuh bumi dan langit akan memeliharamu

akan membelamu. Tidaklah saya mengharapkan harta

bendamu, melainkan mengharapkan dirimu. Sunggu Poniem,

saya bukan seorang penipu!80

Berdasarkan kutipan di atas merupakan keberanian Leman

untuk mengambil Poniem dan menikahinya. Setelah berjalannya

waktu, Leman pun menjadi seorang kepala rumah tangga yang

memang seharusnya mencari nafkah untuk menghidupi keluarga

kecilnya. Leman digambarkan sosok tokoh yang sangat gigih dalam

bekerja. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Dari sebulan kesebulan, dari setahun kesetahun,

bertambah bersinarlah hidup mereka, baik kekayaan lahir

atau kekayaan batin.

Kedainya yang tadinya hanya kecil saja, sekarang

telah besar, sudah banyak saudagar besar di Medan yang suka

melepaskan barang kepadirnya dan sudah banyak pula

langganan yang datang membeli.81

Berdasarkan kutipan di atas Leman seorang suami yang

bertanggungjawab terhadap istrinya. Pada awalnya dia bekerja

sebagai pedagang, tetapi perniagaannya yang kecil kian lama kian

mundur, hingga hanya tinggal kain-kain dan barang-barang yang

79 Ibid., h. 7 – 8.

80 Ibid. h. 16.

81 Ibid. h. 38 – 39.

Page 98: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

87

tidak terjual. Tetapi ada seorang istri yang selalu membantunya dan

mendukungnya sampai pada akhirnya perniagaan Leman terus

semakin sukses dan Leman orang yang baik untuk menampung

seorang laki-laki dari Jawa yang bernama Suyono guna membantu

dia di kedainya. Tapi dengan berjalannya waktu Leman pulang

kampung dan bertemu dengan gadis asal daerahnya sendiri, Padang.

Sifat dan sikapnya sangat berubah, perjanjian dia dengan istrinya

luntur untuk akan tetap setia. Dia menikah dengan Mariatun dan

menjadi pemarah. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai

berikut.

Leman duduk saja dengan tenang. Qadhi telah

melakukan ijab dan kabul, pernikahan telah langsung dan

hidangpun dimakan orang. Beberapa saat kemudian, tetamu-

tetamu pulang ke rumahnya masing-masing dan

pengantenpun masuk ke peraduan.82

“Ah ada-ada saja, kalian semuanya bodoh-bodoh.

Semuanya tidak tau diuntung. Nanti kalau saya tidak tahan

lagi keduanya saya tempeleng, atau keduanya saya usir dari

sini seperti mengusir anjing.” Ujar Leman dengan marah dia

turun ke bawah dan begitu pula perkataanya kepada

Poniem.83

“Kau boleh pergi dari sini! Kau orang Jawa! Boleh

turutkan orang Jawa, kau boleh kembali ke kebun! Sebelah

mata saya tak bisa dipandang pada kau lagi. Pergilah dari

sini, mulai sekarang saya jatuhkan talak tiga sekali!

Pergilah!” Hening beberapa saat.84

Terdapat tiga kutipan yang tertulis di atas, penjelasannya

adalah kutipan pertama menandakan bahwa janji kesetiaan yang

dimiliki Leman sudah pudar setelah Leman bertemu dengan

Mariatun gadis cantik yang berasal dari padang. Leman tidak

memperdulikan istri tuanya, meskipun dia meminta izin baik-baik

terhadap istri tuanya. Dia pun menikah atas suruhan dari

82

Ibid. h. 99. 83

Ibid. h. 123. 84

Ibid. h. 131.

Page 99: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

88

keluarganya, dia tidak bisa menolak. Semenjak Leman

memperistrikan Mariatun sikapnya pun berubah menjadi arogan dan

pemarah, dapat dilihat pada kutipan yang kedua. Ketika Poniem dan

Mariatun sedang bertengkar emosinya mudah meluap, ucapannya

tidak dijaga. Semakin lama dua istri itu semakin tidak akur

kehidupannya, Leman melupakan janji yang dulu telah diucapkan

kepada Poniem, sumpah yang dulu sudah diingkarinya di hapadan

sumpah Tuhan. Amarahnya yang tidak dapat dipendam dan dia

menceraikan Poniem. Perubahan watak itu tergambar jelas ketika

Leman sudah menceraikan Poniem dan menerima dengan lapang

karena setelah ditinggal Poniem kehidupannya tidak seperti dulu

lagi. Kutipannya sebagai berikut.

Setelah dia duduk, Suyono minta permisi ke belakang

menjemput Poniem. Sepeninggal Suyono beredar mata

Leman melihat dinding, tetapi dia tidak berani tegak dari

kursinya lantaran malu...... takjub dia melihat perubahan

Suyono di dalam masa tiga tahun, dan menaruh hormat dia di

dalam hati kepada istri Suyono yang pandai rupanya

mengatur rumah.85

Berdasarkan kutipan di atas walaupun dia sudah tidak sukses

lagi seperti dulu dan Suyono yang dulunya adalah bawahannya dia.

Sekarang Suyono lebih sukses dari Leman, tetapi Leman tetap

menghargai Suyono, tidak memiliki rasa iri dan dengki. Leman

menaruh rasa malu dan hormat kepada Suyono. Sikap itulah yang

tertanam di diri Leman.

Dari beberapa kutipan di atas banyak sikap, sifat, dan watak

Leman yang dinamis. Terlihat ketika dia ingin menikahi Poniem

sifatnya yang sangat baik, lemah lembut, dan berjanji setia. Tetapi

ketika dia menikah yang kedua kalinya bersama Mariatun, sifatnya

yang mudah marah dan emosi. Pada akhirnya sifat yang aslinya

adalah memang Leman sosok orang yang sangat baik, hanya saja

85

Ibid. h. 181.

Page 100: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

89

emosinya dia terbawa karena menikah dengan orang yang manja dan

selalu menyusahkan seperti Mariatun.

Leman adalah tokoh yang dapat dikategorikan sebagai tokoh

utama laki-laki. Seperti halnya Zainuddin tokoh utama pada novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Mereka pelaku tokoh utama

yang menjalankan perantauan, dengan tujuan yang masing-masing

berbeda. Leman sebagai tokoh utama, selalu muncucl di dalam setiap

kejadian di dalam novel. Leman mengalami berbagai masalah yang

dialaminya, ketika dia merantau ke Deli dan menemukan istrinya

kemudian jatuh miskin karena perniagaannya mengalami

kemunduran tetapi selalu ada istrinya yang menyemangati. Leman

sebagai tokoh utama sangat menentukan perkembangan alur cerita

secara keseluruhan.

Selain sebagai tokoh utama, Leman juga dikategorikan

sebagai tokoh kompleks atau tokoh bulat. Leman sebagai tokoh

mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan sikap.

Perubahan ini terkait dengan menikahnya Leman dengan Mariatun

gadis yang berasal dari daerahnya atau jodohan dari keluarganya.

Sikapnya yang mudah marah, arogan dan emosi. Leman merupan

tokoh yang mencerminkan kehidupan manusia yang sesungguhnya

yang memiliki berbagai kemungkinan mengalami perubahan sikap

dalam diri Leman, yang memang ada di kehidupan sehari-hari. Maka

dari itu Leman dapat dikategorikan sebagai tokoh kompleks.

Tokoh Leman juga dapat dikatakan sebagai tokoh dinamis

karena Leman mengalami perubahann watak dengan perkembangan

alur peristiwa yang dikisahkan pada novel tersbeut. Sikap dan watak

Leman mengalami perkembangan mulai dari awal, pertengahan, dan

akhir cerita sesuai dengan urutan peristiwa secara logis dan

keseluruhan.

Page 101: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

90

b. Poniem

Poniem dalam novel Merantau ke Deli juga menjadi tokoh

yang mempunyai peran penting seperti Leman. Poniem sebagai

tokoh utama perempuan yang digambarkan sosok perempuan Jawa

yang halus budinya, baik, walaupun dia adalah seorang piaraan

mandor besar. Kehidupannya sebagai piaraan mandor besarpun

bukan keinginannya.

“Begini Bang,” kata perempuan itu meneruskan

pembicaraannya: “Sesungguhnya tidaklah saya sangka bahwa

saya akan terperosok ke dalam dunia kuli-kuli ini. Ibu

bapakkku orang baik-baik di suatu desa di Ponorogo. Pada

suatu ketika datanglah ke rumah kami seorang anak muda

mengatakan hendak meminta saya menjadi istrinya, diberinya

ibu bapak saya uang. Maklumlah hidup di desa.....”86

“Tidak rupanya dia bekerja menjadi kuli di dalam

kebun ini. Maka sejak meninggalkan pelabuhan Tanjung

Priuk, terlepaslah saya dari segala penjagaan, macam-

macamlah ancaman hidup saya, selalu saya di dalam bahaya,

banyak kuli-kuli itu yang hendak mempermainkan saya.”87

“Benar Abang, saya bergaul dengan dia di luar nikah,

tetapi hidup saya aman sentosa dengan dia. Pakaian, makan

minum saya cukup diberinya, sehingga nasib saya tidak

serupa dengan nasib kuli-kuli lainnya..... lagi pula tidak ada

kesalahannya kepada saya, jadi tidak ada pula sebab-sebab

buat saya meninggalkan dia.”88

Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan bahwa Poniem

adalah seorang pelacur atau piaraan mandor besar. Memang

keinginan awalnya dia tidak menginginkan keadaannya seperti itu.

Poniem digambarkan sebagai perempuan Jawa kelas bawah yang

merantau ke Deli untuk diajak oleh orang rumah yang memintanya

sebagai istri, tetapi dia malah tertipu oleh laki-laki itu. Poniem

sekarang dianggap menjadi cewek murahan yang mau saja sebagai

piaraan mandor. Tetapi dengan bertemunya Poniem dengan Leman,

86

Ibid. h. 11. 87

Ibid. h. 12. 88

Ibid. h. 12

Page 102: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

91

Poniem dinikahkan dengan Leman dan terbebas dari mandor-mandor

di kebun itu. Setelah dia diperistri oleh Leman kehidupannya seperti

layaknya seorang istri yang baik dan selalu patuh kepada suaminya.

Terlihat jelas pada kutipan sebagai berikut.

“Itu tidak lurus abang, kesusahan ini mestilah kita

pikul beruda. Bukankah dahulu, sebelum abang mengambil

aku menjadi istri abang, abang hanya menyusahkan perut

seorang, menyusahkan kain baju seorang, sehingga penjual

berkecil-kecil telah mencukupi. Sekarang kita telah berdua,

abang menghabiskan kekuatan sendiri untuk pikulan

berdua.89

Berdasarkan kutipan tersebut, Poniem sebagai istri adalah

seorang yang sangat nurut dan patuh terhadap suami. Rela berkorban

demi suaminya. Poniem seorang perempuan Jawa yang tetap teguh

pada pendiriannya sebagai istri yang berasal dari daerah Jawa yang

selayaknya harus membantu suami bekerja walaupun hanya dengan

doa dan sedikit rezeki yang dia punya. Tetapi takdir berkata lain

ketika di dalam cerita itu, Leman meminta izin kepada Poniem untuk

menikah lagi. Dengan berat hati, karena dia sangat mencintai Leman

dan tidak ingin diceraikan maka dia mengiyakan kemauan suaminya

untuk menikah lagi. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai

berikut.

“Berangkatlah bang, mengapa abang lalai jua. Lekaslah

bang, orang sudah payah menanti, suruhannya sudah datang.”

“Tidak bang, berangkatlah lekas. Orang telah banyak

menunggu, Yem tak marah”

“Secinta-cintanya abang kepada istri muda abang,

namun aku jangan abang ceraikan.”90

Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Poniem memang

benar-benar sebagai seorang istri yang penyabar dan menuruti semua

keinginan suaminya. Selain itu juga Poniem seorang wanita yang

selalu kerja keras dan religius. Ketika Poniem sudah sah menjadi

89

Ibid. h. 33. 90

Ibid. h. 98.

Page 103: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

92

istri pertama dan Mariatun menjadi istri kedua, kehidupan Poniem

menjadi cukup berat, yakni sebagai seorang istri pertama dia selalu

mengalah dan selalu menjadi tujuan utama kemarahannya seorang

suami. Bahkan sampai-sampai dia diceraikan. Tetapi kehidupannya

tetap berjalan dengan baik setelah dia menikah lagi dengan Suyono,

pegawai di kedainya dulu.

Poniem sebagai tokoh utama perempuan dalam novel

Merantau ke Deli, sama halnya dengan Hayati seorang tokoh utama

dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan

kemunculan mereka sebagai tokoh utama, mereka sebagai pelaku

yang sering dikenai kejadian di dalam cerita dan selalu berhubungan

dengan tokoh-tokoh lainnya. Poniem memiliki sifat yang statis,

karena dari awal penceritaan yang hidupnya sengsara tinggal

bersama kuli mandor, kemudian bahagia karena menikah dengan

Leman namun di pertengahan cerita Poniem harus diceraikan oleh

Leman karena Leman menikah lagi, dan diakhir penceritan

kemudian dia hidup bahagia bersama Suyono. Alur penceritan inilah

menunjukkan bahwa Poniem mempunyai sifat yang statis, tidak

mengalami perubahan ketika kejadian apapun yang dihadapinya.

c. Suyono

Suyono adalah tokoh tambahan pada novel Merantau ke Deli.

Suyono merupakan laki-laki yang berasal dari Jawa. Berawal dari dia

berjalan di depan kedainya Poniem dengan penggambaran fisik

seperti pakaiannya telah berbau, dengan ikat kepala yang teruntai ke

keningnya. Dia seorang kuli di sebuah kedainya Poniem. Hal ini

dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Soal gaji, saya menurut saja dan tidak digajipun saya

terima karena telah dapat saja saya bekerja di sini, sudah

sangat besarlah pertolongan engku terhadap diri saya.”

Page 104: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

93

“Ya, bekerjalah di sini. Tinggalah dengan kami,

bersungguh-sungguh. Tolonglah Mbak Ayumu bekerja, baik

di muka atau di belakang.”91

Kutipan di atas menggambarkan tokoh Suyono seorang kuli

di kedainya Leman dan Poniem yang awalnya dia adalah seorang

yang sangat lusuh sedang mencari pekerjaan dan akhirnya dia

diterima untuk menjadi kuli di sana. Setelah beberapa bulan lamanya

Suyono tinggal di kedainya Poniem dan Leman, jelas bahwa Suyono

mengetahui seluk beluk rumah tangga mereka tapi tidak sedikitpun

Suyono mengikutcampuri urusan rumah tangga mereka. Selain itu

Suyono orang yang sangat setia, hal ini dapat dibuktikan dengan

kutipan sebagai berikut.

“Ya barangkali tidak akan kembali lagi. Bukankah saya

kuli kontrak pula?” dan orang Jawa pula?”

“Kalau Mbak ayu suka, saya akan mengikuti ke mana

Mbak ayu pergi. Bukankah kita senasib?”92

Kutipan di atas menggambarkan tokoh Suyono yang begitu

setia kepada teman satu kampung halamannya karena pada

penceritaannya Poniem diceraikan dan diusir oleh Leman sehingga

Suyono pun ikut pergi dengan Poniem. Alur inilah yang

mempengaruhi cerita, kemudian Suyono menikahi Poniem.

d. Mariatun

Mariatun digambarkan sebagai gadis yang berasal dari

Padang yang sangat materialistis dan licik. Sebagai istri muda dari

Leman, Mariatun begitu manja dan pemalas. Hal ini dapat dibuktikan

dengan kutipan sebagai berikut.

Dia tidur di loteng, bangunnya tinggi hari, turunnya

dari tangga loteng itu dilambat-lambatkannya kakinya,

padahal kamar Poniem di bawah tangga loteng itu.

Sedangkan Poniem sudah semenjak tadi repot

91

Ibid. h. 42. 92

Ibid. h. 135.

Page 105: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

94

menyelenggarakan dapur dan menyiapkan makanan dan

minuman.93

Berdasarkan kutipan di atas menggambarkan Mariatun

seorang istri yang begitu manja dan pemalas, ketika istri pertama

bangun pagi-pagi sudah menyiapkan untuk sarapan tetapi lain halnya

dengan Mariatun yang sangat pemalas siang hari baru bangun.

Semakin lama semakin terlihat sifat dan sikap diri tokoh Mariatun.

Selain itu dia hanya seorang wanita yang hanya pandai berdandan

saja. Seperti pada kutipan sebagai berikut.

Kalau dia mandi bukan main lamanya di kamar mandi,

berbedak dan berlangir dahulu, setiap pagi dan sore bertukar

baju, bedaknya ditebal-tebalkan dan hampir setiap pagi

rambutnya dibasahinya, ketika memeras rambut itu dengan

kain handuk, sengaja agak diperlihatkan di muka Poniem.94

e. Bagindo Kayo

Bagindo Kayo merupakan sanak saudara Leman yang usianya

jauh lebih tua dari Leman dan merupakan orang yang selalu ia ajak

berkonsultasi. Bagindo Kayo digambarkan sebagai sosok yang

berpikir logis. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut.

“Oh, jadi rupanya masih hendak mencoba-coba! Saya

Cuma memberi ingat karena siapapun perempuan,

bagaimanapun hinanya, buruk dan baiknya adalah kepandaian

laki-laki memegang, lain tidak. Kalau sekiranya engkau

pandai mengasihi engkau beroleh isteri, yang setia, walaupun

dia bukan orang „awak‟. 95

Berdasarkan kutipan di atas, Bagindo Kayo adalah seorang

mamak dari Leman yang tinggal di Medan. Bagindo Kayo selalu

memberi nasihat kepada Leman, beliau sudah sangat berpengalaman

tentang kehidupan di tanah Deli. Leman selalu berkonsultasi kepada

Bagindo Kayo baik dalam masalah pernikahan maupun perniagaan.

93

Ibid. h. 114. 94

Ibid. h. 114. 95

Ibid. h. 26.

Page 106: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

95

Tokoh-tokoh yang terdapat pada novel Merantau ke Deli

mempunyai peran masing-masing dan memiliki penokohan atau

karakter yang berbeda-beda sesuai dengan daerah yang dibawanya.

Melihat seperti contoh tokoh pada Poniem dan Suyono, digambarkan

seorang tokoh yang berasal dari Jawa yang kita ketahui bahwa orang

yang berasal dari Jawa biasanya sangat lembut dan sabar. Lainnya

halnya dengan Leman dan Mariatun, begitu berbeda dengan Poniem

dan Suyono. Tetapi tidak semuanya orang Padang seperti itu, Hamka

menggambarkan sosok Leman pun orang yang baik dan sabar ketika

dia hidupnya masih bersama Poniem tetapi ketika menikah dengan

Mariatun sikapnya menjadi emosian dan cepat marah. Selain itu ada

beberapa tokoh lainnya seperti Suyono, Mariatun, Bagindo Kayo,

Ibu Mariatun, Maryam, dan Suton Panduko mereka dikategorikan

sebagai tokoh sederhana dan statis. Hal ini karena mereka hanya

memiliki satu kualitas, satu sifat, dan satu karakter.

4. Latar

Latar merupakan penggambaran tempat, waktu, serta suasana yang ada

dalam cerita. Tempat, waktu, dan suasana tersebut saling berkaitan

menghidupkan peristiwa-peristiwa tersebut seolah benar-benar terjadi.

a. Latar Tempat

Latar tempat berarti berkaitan dengan di mana peristiwa itu terjadi,

misalnya di pedesaan, di perkotaan, dan lainnya. Latar tempat yang

terjadi pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, sebagai

berikut.

1) Makasar

Makasar adalah tempat di mana Zainuddin lahir dan

dibesarkan oleh mak Base. “Di waktu senja demikian kota

Mengkasar kelihatan hidup.”96

Kota yang sangat indah panorama

96

Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Deri Wijck. (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 9.

Page 107: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

96

yang menghadap ke laut dan terdapat benteng Kompeni. Benteng

tersebut tempat sekitar 90 tahun yang lalu Pangeran Diponegoro

kehabisan hari tuanya sebagai buangan politik. Kemudian

mengkasar adalah kota yang memberikan cahaya dan kota yang

penuh dengan riwayat dan sejarah.

Kota Makasar merupakan kota kelahirannya Zainuddin,

tinggal bersama ayah dan ibunya. Kota yang memulai

penceritaan awal ketika dia ditinggal oleh ayah dan ibunya,

menjadi seorang anak yatim piatu. Tetapi mak Base lah menjadi

orang tua angkatnya dan merawatnya hingga dewasa ketika dia

masih di Makasar.

2) Padang Panjang

Padang Panjang adalah latar tempat atau tujuan

merantaunya Zainuddin yang pertama kalinya tepatnya di dusun

Batipuh. Kota Padang Panjang, tempat ayahnya dilahirkan.

Dalam kutipannya.

Bilamana Zainuddin telah sampai ke Padang

Panjang, negeri yang ditujunya, telah diteruskannya

perjalanan ke dusun Batipuh, karena menurut keterangan

orang tempat dia bertanya, di sanalah negeri ayahnya

yang asli.97

Kota Padang Panjang adalah kota dengan luas wilayah

terkecil di Sumatera Barat. Pada kota ini terdapat Pusat

Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM)

yang menyediakan berbagai informasi dan dokumentasi tentang

sejarah dan budaya Minangkabau berupa buku-buku, mikrofilm,

foto, dan sebagainya.

Latar tempat ini mempengaruhi awal penceritaan ketika

Zainuddin merantau pertama kali yang bertujuan untuk menemui

keluarga ayahnya tetapi nasib berkata lain, dia seperti orang yang

97

Ibid. h. 26.

Page 108: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

97

diasingkan. Tidak hanya itu kota inilah pertemuan antara

Zainuddin dan Hayati.

3) Jakarta

Jakarta dimana tempat Zainuddin singgah atau tujuan

rantauannya yang kedua untuk mengenalkan bahwa Zainuddin

seorang penyair atau pengarang yang terkenal. Berikut

kutipannya.

Ditinggalkannya pulau Sumatera, masuk ke Tanah

Jawa, medan perjuangan penghidupan yang lebih luas.

Sesampainya di Jakarta, disewanya sebuah rumah kecil di

suatu kampung yang sepi bersama sahabatnya Muluk.98

Kota Jakarta lah Zainuddin mulai mengadu nasib untuk

mencari pekerjaan yang sesungguhnya yaitu dengan menjadi

seorang pengarang, selalu dia kirimkan karangannya kepada surat

kabar harian. Jakarta adalah ibu kota negara Republik Indonesia,

dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum

1527). Di Jakarta memang banyak sekali surat-surat kabar yang

sangat terkenal pada masanya, seperti Koran Sindo, Suara

Pembaruan, Sinar Harapan, Republika, Kompas, Warta Kota,

dan sebagainya.

Tujuan lainnya ketika dia merantau ke Jakarta adalah

disebabkan dia diusir oleh keluarga mamak Hayati agar segera

menjauhi Hayati. Di Jakartalah Zainuddin memulai hidup

barunya dengan bekerja sebagai penyair.

4) Surabaya

Surabaya adalah tempat dimana dia merantau untuk yang

ketiga. Kutipan ceritanya sebagai berikut.

Dari pada bekerja di bawah tangan orang lain,

lebih suka dia mengeluarkan dan membuka perusahaan

98

Ibid. h. 155.

Page 109: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

98

sendiri. Oleh karena itu, kota Surabaya lebih dekat dengan

Mengkasar, dan di sana penerbitan buku-buku masih

sepi....99

Surabaya adalah kota rantauannya yang terakhir kalinya,

disana dia lebih mengembangkan dirinya sebagai pengarang. Dia

membuka usahanya sendiri karena dia tidak ingin hidup

bergantung dengan orang lain. Surabaya adalah ibu kota Provinsi

Jawa Timur, Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia

setelah Jakarta.

Pindahnya rantauan Zainuddin dari Jakarta ke Surabaya,

disebabkan karena dia ingin lebih hidup mandiri lagi.

Merantaunya Zainuddin ke Surabaya ditemani oleh sahabatnya

yang bernama Muluk. Tetapi tidak disangka kota terakhir ini

yang dia rantau, Zainuddin bertemu dengan Aziz dan Hayati.

Aziz menitipkan Hayati kepada Zainuddin untuk tinggal

bersamanya sementara Aziz mencari pekerjaan di Semarang.

5) Pelabuhan

Pelabuhan Tanjung Perak dimana Hayati akan pulang

kembali Padang Panjang dan tempat pertemuan terakhirnya

dengan Zainuddin. Berikut kutipannya.

Pagi-pagi hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936

kapal Van Der Wijck yang menjalani lijn K.P.M. dari

Mengkasar telah berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak.100

Pelabuhan Tanjung Perak adalah sebuah pelabuhan yang

terletak di Surabaya, Jawa Timur. Tanjung Perak merupakan

pelabuhan terbesar di Indonesia dan menjadi kantor pusat PT.

(Persero) Pelabuhan Indonesia III.

Selanjutnya latar tempat yang terdapat pada novel

Merantau ke Deli yang pertama adalah Deli. Hal ini dapat

dibuktikan sebagai berikut.

99

Ibid. h. 156. 100

Ibid. h. 200.

Page 110: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

99

1) Deli

Latar peristiwa di tanah Deli merupakan adanya

pergeseran yang suasana yaitu ketika Poniem diajak ke tanah Deli

yang amat menyenangkan, akan tetapi setelah diajak oleh seorang

laki-laki ke tanah Deli, Poniem menjadi kecewa karena tidak

sesuai yang diharapkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

Karena keras bujukannya, saya pun diserahkan

orang tua saya kepadanya, karena katanya akan

dibawanya merantau ke tanah Deli. Bukan main besar hati

ibu bapak saya melepas saya merantau sejauh itu, nama

Deli sudah amat mahsyur di desa kami.101

Berdasarkan kutipan di atas merupakan latar awal cerita

pada novel Merantau ke Deli, Poniem merantau ke Deli karena

bujukan oleh seorang laki-laki yang menjanjikannya untuk

menikahinya tetapi Poniem tertipu oleh laki-laki itu dan

dipekerjakan sebagai pelacur. Kutipan selanjutnya latar yang

mempengaruhi tokoh utama laki-laki, yaitu Leman sebagai

berikut.

Meskipun ketika dia akan meninggalkan

kampunya dahulu telah diberi ingat benar-benar oleh

orang tua supaya hati-hati di tanah Deli.102

Kutipan selanjutnya merupakan latar tempat yang

mempengaruhi tokoh utama untuk merantau, tujuan dia merantau

adalah kota Deli. Kota deli adalah sebuah kecamatan di

kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Desa kecil yang luas

wilayahnya 9,36 km2 yang terdiri dari 3 desa dan 3 kelurahan.

Kota yang dituju oleh Leman untuk mencari pekerjaan yang

layak, dia bekerja sebagai pedagang.

101

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 10. 102

Ibid. h. 6.

Page 111: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

100

2) Medan

Kemudian latar tempat selanjutnya yaitu di Medan, yaitu

tempat mengadakan ijab kabul, Leman dan Poniem menikah dan

dinikahi secara Islam. Dan menjadi tempat tinggal Leman dan

Poniem. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.

Mereka telah berangkat ke Medan pada hari itu

juga dan terus ke rumah tuan Qadhi. Mereka telah

dinikahkan dengan sah secara Islam.

Di luar rumah tempat mengakadkan ijab dan kabul

itu telah menanti masyarakat, telah menanti pergaulan dan

kehidupan, yang akan ditempuh oleh ke dua sejoli, akan

mereka rasai pahit dan getirnya.103

Latar peristiwa di Medan mempengaruhi penokohan

Leman yang telah berganti statusnya menjadi suami Poniem.

Dalam peristiwa ini adanya suasana senang yang dialami oleh

Leman dan Poniem yang telah menjadi suami isteri setelah

Leman mengucapkan ijab dan kobul. Selain itu juga kota Medan

adalah tempat pembelian barang-barang perniagaan Leman dan

Poniem.

Tiap-tiap bulan tua, dia sendiri yang pergi ke

Medan membeli barang-barang baru, tuan-tuan toko telah

percaya untuk memberikan barang-barang yang laku

untuk dijualkan, walaupun dengan bayaran yang tidak

kontan. Saudagar-saudagar yang berada sebelah

menyebelah kedainya merasa tercengang, ada pula yang

iri hati melihat kemajuan yang telah dicapainya.104

Berdasarkan kutipan di atas latar tempat di kota Medan

adalah tempat pembelian barang-barang perniagaan, di sana

sudah banyak langganan dan kenalan Leman. Kota Medan adalah

ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota ini merupakan kota

terbesar di luar Pulau Jawa dan kota metropolitan terbesar ketiga

di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya.

103

Ibid. h. 26. 104

Ibid. h. 43.

Page 112: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

101

Kemudian peristiwa di Medan selanjutnya yaitu ketika

Suyono akan membeli rumah dan bertemu dengan Leman disini

Leman pun merasakan penuh penyesalan dari masa lalunya.

Disini pula Leman meminta tolong dengan Suyono agar

mempertemukannya dengan Poniem. Setelah bertemunya Leman

dengan Poniem, Leman menjadi malu sehingga mukanya

menunduk saja. Dan akhirnya Leman meminta maaf kepada

Poniem. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Biarlah sekarang saya nyatakan. Kedatangan saya

kemari, sebagai kemarin telah saya nyatakan kepada

Suyono, ialah hendak menemui engkau, Poniem. Yaitu

hendak meminta maaf atas kesalahanku. Baik juga kita

bermaaf-maafan, karena umur di tangan Tuhan. Meskipun

kita telah bercerai jauh dibawa nasib masing-

masing....”105

Berdasarkan kutipan di atas terlihat penyesalan Leman

terhadap Poniem dan Suyono. Hal ini membuat Leman merasa

tidak enak hati atas kejadian yang lalu. Kemudian Suyono

mengatakan bahwa ia telah menikahi Poniem. Disinilah suasana

Leman menjadi pucat, lemas, malu bercampur menjadi satu.

3) Padang

Kemudian latar tempat yang selanjutnya adalah

Minangkabau yaitu tanah kelahiran Leman. Ketika Leman

hendak pulang ke kampungnya dan Poniem ikut serta. Namun di

Minangkabau, Leman dan Poniem tidak leluasa karena rumah

yang ditinggali Leman adalah kerabat-kerabatnya yang

perempuan dan bagi laki-laki yang membawa istrinya tidak

tersedia tempat untuknya.

Baru saja oto berhenti, turunlah Leman. Lagak-

lagaknya Deli betul-betul, memakai baju teluk belanga

sama corak bajunya dengan celana....106

105

Ibid. h. 183. 106

Ibid. h. 50.

Page 113: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

102

Leman tersenyum-senyum simpul saja, dia merasa

amat bangga, ada rupanya dia berkaum kerabat. Poniem

telah dibimbing oleh perempuan-perempuan muda itu

naik ke rumah.107

Rumah-rumah di Minangkabau tidak tersedia

untuk saudara laki-laki yang hendak membawa isterinya

tingal di sana.108

Berdasarkan kutipan tersebut menandakan Leman telah

sampai dan disambut oleh sanak saudaranya. Saudaranya yang

merindukannya setelah kurang lebih empat tahun dia merantau.

Selain itu kutipan selanjutnya Latar peristiwa di Minangkabau ini

mempengaruhi penokohan Leman yang terbujuk rayu untuk

menikah lagi dengan seorang gadis muda, cantik, perawan dan

sekampung yang bernama Mariatun. Setelah Sutan Panduko

memperlihatkan foto Mariatun, Leman pun terus terbayang-

bayang akan wajah cantik Mariatun sang calon isterinya. Hal

tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Itulah yang meragukan hati Leman. Dia memang

sayang kepada Poniem. Tetapi....... ya wajah Mariatun

telah terbayang-bayang di ruang matanya. Alangkah lebih

senangnya jika Mariatun itu disuruh memakai oakaian

yang bagus-bagus”109

Maka suasana yang terjadi pada peristiwa ini yaitu

kebingungan Leman antara akan menikah lagi dengan orang

senegerinya atau tidak. Dan Leman akhirnya menyetujui untuk

menikah lagi dengan Mariatun dan dengan persetujuan Poniem.

b. Latar Waktu

Latar waktu yang terdapat pada novel Tenggelamnya

kapal van Der Wijck adalah pagi hari, senja, malam hari, Senin

tanggal 19 Oktober 1936, dan Selasa tanggal 20 Oktober 1936.

Hal berikut dapat dilihat dari kutipan cerita di bawah ini.

107

Ibid. h. 51. 108

Ibid. h. 55. 109

Ibid. h. 65.

Page 114: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

103

Di waktu senja demikian kota Mengkasar

kelihatan hidup, kepanasan dan kepayahan orang bekerja

siang, apalagi telah sore diobat dengan menyaksikan

matahari yang hendak terbenam.110

Jelas sekali, berdasarkan kutipan di atas waktu yang

digambarkan ialah senja atau sore hari, karena dijelaskan pada

teks ketika orang-orang baru pulang kerja dari siang hari dan

ketika senja keletihan itu bisa terbayarkan dengan pemandangan

yang indah di kota Mengkasar lebih lagi melihat matahari yang

akan terbenam. Latar waktu selanjutnya adalah malam hari,

dimana Hayati merenungkan pikirannya. Hal ini dapat dilihat

pada kutipan berikut.

Demikianlah, hampir seluruh malam hayati karam di

dalam permohonannya kepada Tuhan, supaya Tuhan

memberi perlindungan dan tujuan di dalam hidupnya, sebab

sangat sekali surat Zainuddin mempengaruhi jiwanya.111

Berdasarkan kutipan di atas, tertera kata seluruh malam

yang mengartikan bahwa Hayati selama semalaman memikirkan

dan memohonkan untuk memberikan perlindungan kepada

Zainuddin yang diasingkan oleh keluarganya sendiri. Latar waktu

berikutnya adalah pagi hari ketika Zainuddin diusir dari kampung

ayahnya, karena dianggap bukan sanak saudaranya. Berikut

kutipannya.

Boleh dikatakan tiada terpericing matanya semalam

itu. Setelah ayam berkokok tanda siang, dia telah turun

membasuhmukanya ke halaman dan mengambil wudhu,

terus sembahyang shubuh.

Tidak berapa saat kemudian, fajarpun terbitlah dari

jihat Timur, kicau murai di pohon kayu, dan kokok ayam di

kandang.112

Pada kutipan tersebut menunjukan aktivitas umat muslim

seperti biasa, membasuh muka mengambil air wudhu dan segera

110

Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 9. 111

Ibid. h. 43. 112

Ibid. h. 64.

Page 115: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

104

shalat shubuh. Latar tersebut jelas menggambarkan di pagi hari

dengan adanya kicauan burung dan ayam berkokok di pedesaan

yang masih asri. Latar waktu selanjutnya dengan penggunaan

hari, yaitu hari Kamis. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

Hari perkawinan telah ditentukan, petang Kamis

malam Jumat disamakan diantara Aziz dengan adiknya

Khadijah. Sebelum hari yang ditentukan itu datang.

Hayati asyik memperbaiki rumah tangganya, mengatur

bunga-bunga berkarang, pemberian kawan-kawannya,

gelas dan baki, pinggan dan cawan.113

Pada kutipan di atas menunjukkan latar waktu

menggunakan hari Kamis, pada saat hari yang ditentukan oleh

keluarga Hayati dan Aziz dilangsungkanlah pernikahan adat

mereka. Sebelum acara dimulai, Hayati masih merapikan keadaan

seisi ruang rumah dengan pemberian hiasan dari kawan-

kawannya.

Oktober 1936

Latar waktu pada novel ini terdapat juga menyatakan

bulan dan tahun kejadiannya, tetapi oleh pengarang hanya

disampaikannya ketika penceritaan berakhir. Berikut kutipannya.

Pagi-pagi hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936

kapal Van Der Wijck yang menjalani lijn K.P.M. dari

Mengkasar telah berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak.

Kapal itu akan menuju Semarang, Tanjung Priuk, dan

terus ke Palembang. Penumpang-penumoang yang akan

meneruskan pelayaran ke Padang harus pindah kapal di

pelabuhan tanjung Priuk.

Besoknya hari Selasa, 20 Oktober 1936, barulah

Zainuddin kembali ke Malang. Dia masuk ke dalam

rumah dengan wajah muram, terus ke kemar

tulisnya.didapatinya Muluk sedang membersihkan buku-

buku dan menyusun kertas-kertas yang terserak di atas

meja.

113

Ibid. h. 140.

Page 116: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

105

Berdasarkan latar waktu dari penggalan cerita di atas,

pada kutipan pertama pada saat Hayati si gadis Minang akan

kembali ke Padang Panjang karena sebelumnya dia berada di

Surabaya bersama suaminya yang kini telah meninggal. Kutipan

yang kedua adalah pada saat Zainuddin ditinggalkan oleh Hayati

untuk pergi kembali ke kampung halamannya.

Sedangkan pada novel Merantau ke Deli tidak terlalu

spesifik dimunculkan pada keterangan waktu misalnya bulan dan

tahun tetapi pengarang menjelaskan latar waktunya dengan

menggunakan transportasi zaman dulu sekitar tahun 1930-an. Hal

ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Baru saja oto berhenti, turunlah Leman. Lagaknya

lagak Deli betul, memakai baju teluk belanga sama corak

bajunya dengan celana, bersamping kain sarung halus,

berpeci beledu tinggi dan berselop capal.114

Transportasi yang disebutkan di atas adalah transportasi

zaman dulu sekitar tahun 1930-an yang ada di Sumatera Barat

yang dinamakan oto. Transportasi ini sudah tidak ada lagi hanya

saja mungkin zaman sekarang diganti dengan nama delman atau

bendi.

c. Latar Sosial

Latar sosial menghubungkan pada hal-hal yang brkaitan

dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang

diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat

mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks

juga diceritakan dalam karya sastra. Tata caranya meliputi adat

istiadat, tradisi, pandangan hidup, kebiasaan hidup, cara berpikir, dan

cara bersikap. Masyarakat Minangkabau termasuk kelompok yang

mempunyai kebiasaan merantau. Kemudian mayoritas masyarakat

Minangkabau menganut agama Islam. Agama Islam dalam

114

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 50.

Page 117: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

106

masyarakat Minangkabau telah menjadi dasar yang kuat. Hal ini

merupakan kebiasaan kehidupan sehari-hari masyarakat

Minangkabau. Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Deri Wijck,

latar sosialnya adalah tokohnya melakukan ketaatan beribadah. Hal

ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Tiba-tiba, timbul pulalah seruan dari jiwanya kepada

Tuhan yang melindungi seluruh alam, diserukannya di waktu

tengah malam demikian, di waktu segala doa makbul.

Pujianku tetaplah pada-Mu ya Illahi!115

Sedangkan pada novel Merantau ke Deli adalah sikap sosial

yang saling tolong menolong sesama manusia. Sikap saling tolong

menolong merupakan sikap yang terpuji. Sehingga pada novel ini

dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Entah apa yang jadi sebabnya, entah karena melihat

bayangan ketulusan yang terlukis di muka kuli itu atau entah

karena melihat badannya yang telah lemah karena kurang

makan, jatuh sajalah rasa rahim dan kasihan di hati

keduanya.116

Berdasarkan kutipan di atas menerangkan bahwa sikap sosial

atau belas kasih yang dimiliki Leman dan Poniem. Latar sosial ini

mempengaruhi penceritaan dengan kehadirannya tokoh baru yaitu

Suyono, sosok laki-laki yang sudah lusuh tetapi dengan digajinya

sebagai kuli sekarang Suyono sudah terlihat bersih dan mempunyai

pekerjaan tetap. Dengan adanya Suyono sama-sama yang berasal

dari daerah Jawa dengan Poniem membuatnya hidup bahagia setelah

bercerai dengan Leman.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang atau Point of View adalah cara atau pandangan yang

digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,

latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya

115

Op. Cit. h. 44. 116

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 42.

Page 118: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

107

fiksi kepada pembaca.117

Sudut pandang yang digunakan dalam novel

Tenggelamnya Kapal van Der Wijck adalah menggunakan sudut pandang

orang ketiga. Sudut pandang yang menggunakan pengisahan dengan gaya

“dia”. Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, pengarang

menampilkan tokoh-tokohnya dengan nama orang, seperti Zainuddin,

Hayati, Daeng Habibah, Pendekar Sutan, Mak Base, Khadijah, Aziz, Muluk,

dan Mak Limah. Seperti dalam penggalan cerita berikut.

Tak mau juga Zainuddin menerangkan dalam surat itu bahwa

dia telah kaya, telah sanggup menghadapi kehidupan dengan wang

tertaruh, karena di zaman sekarang wang adalah sebaga garansi. Budi

pekertinya yang tinggi tidak hendak mengusik kemuliaan Hayati

yang telah begitu lama beristana dalam hati jantungnya....118

Berdasarkan penggalan di atas pengarang menggunakan nama

Zainuddin dan Hayati pada tokoh utamanya serta menggunakan teknik

penceritaan “Dia-an” dalam novel ini. Pengarang menempatan

kedudukannya serba tahu. Dengan kata lain yaitu sudut pandang yang

digunakan pada novel ini adalah sudut pandang orang ketiga, pengarang

serba tahu. Pemilihan sudut pandang ini membuat pengarang lebih

merasakan lagi konflik yang terasa dalam cerita ini dan mampu menyajikan

gambaran dan cerita ini sampai baik dan berkualitas.

Pengarang ikut menjiwai karakter tokoh yang dialami oleh tokoh

utama dan seperti mengalaminya sendiri, Zainuddin dikisahkan menjadi

seorang laki-laki yang tidak mudah putus asa, laki-laki yang pandai mencari

ilmu baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan, dan seorang laki-laki

rantauan serta penyair yang terkenal. Itu semua hampir sama karakter yang

dimiliki oleh pengarang, yaitu Hamka. Beliau adalah seorang ulama besar,

yang mempunyai ilmu agama yang sangat dalam, kemudian beliau adalah

117

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. (Yogyakarta : Gajdah Mada University Press,

2012). h. 248. 118

Hamka. Op.Cit. h. 109.

Page 119: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

108

anak rantauan yang dulunya singgah di daerah kebayoran lama serta beliau

adalah seorang penyair yang sangat terkenal di kalangan masyarakat.

Selanjutnya untuk novel Merantau ke Deli sudut pandang novel ini

adalah orang ketiga maha tau. Hamka seperti Tuhan dalam novel ini, yang

mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk

motif. Sehingga pengarang melibatkan nama orang lain dalam bercerita,

dengan kata lain pengarang adalah orang ke tiga. Seperti pada kutipan di

bawah ini.

Leman, sejak dia disambut beramai-ramai dan dilepas ramai-

ramai pula, terasalah olehnya kembali bagaimana eratnya pertalian

famili ....... meskipun bagaimana dia terpisah selama ini, jauh

terbuang ke manapun dia, walaupun bagaimana senangnya hidup di

rantau, namun dia tetap anak Minangkabau.119

6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya

melalui bahasa yang dipilihnya. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan

leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang

digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra.

Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Tenggelamnya Kapal van

Der Wijck adalah menggunakan bahasa sehari-hari dan sedikit dengan

bahasa padang sekaligus ditambahkan sedikit lagu-lagu jika bercakap-cakap.

Bahasa yang digunakan dalam sehari-hari disertakan masih berunsur bahasa

baku atau melayu, berikut penggalannya.

Tak baik kita mencela orang lain, karena tiap-tiap negeri

berdiri dengan adatnya, walaupun apa banganya dan di mana

negerinya.120

Pada kutipan di atas terlihat pengarang memberika gaya bahasa yang

sehari-hari dan mudah dimengerti oleh para pembaca. Tetapi pengarang

masih sedikit memasukan bahasa Padang ke dalam ceritanya. Seperti kata di

bawah ini.

119

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 56. 120

Ibid. h. 113.

Page 120: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

109

a. Jum Pandang : nama asli dari Mengkasar, laksana Sriwijaya bagi

Palembang.121

b. Pulau pandan jauh di tengah,

Di balik pulau Angsa Dua.

Hancur adik dikandung tanah,

Rupa adik terkenang jua.122

Berikut adalah lantunan lagu Mak Base ketika Zainuddin masih

kecil, yang berasal dari negeri sendiri yaitu Padang. Pengarang

memasukan pantun kemudian yang dilagukan oleh tokoh.

c. Uda123

: Uda adalah panggilan untuk Abang di kota Padang.

Sedangkan gaya bahasa untuk novel Merantau ke Deli Bahasa yang

digunakan dalam novel ini cukup mudah dipahami, karena sudah

menggunakan bahasa Indonesia umum. Tapi masih ada bahasa daerah

Minangkabau yang digunakan dalam percakapan. Novel ini juga

menjelaskan bahasa tertentu menggunakan catatan kaki. Selain itu, gaya

bahasa yang digunakan pada novel Merantau ke Deli menggunakan majas

seperti hiperbola, metafora, dan simile. Majas hiperbola adalah majas yang

menyatakan sesuatu cara berlebih-lebihan sedangkan metafora adalah majas

yang menggunakan kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang

sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau

perbandingan, selanjutnya jika simile adalah pengungkapan dengan

perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung,

seperti bagaikan, umpama, ibarat, bak, dan bagaikan.124

Seperti hal ini dapat

dibuktikan dengan kutipan.

121

Ibid. h. 18. 122

Ibid. h. 20. 123

Ibid. h. 96. 124

Rahma Fitri. Kitab Super Lengkap EYD dan Tata Bahasa Indonesia. (Jakarta : PT Serambi

Semesta Distribusi). h. 102 – 107.

Page 121: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

110

Pekerja-pekerja berlarian dalam kantor setelah menerima

gajian masing-masing, gaji yang diharapkan dari awal keujung

bulan.yang menyebabkan setiap hari mereka memeras keringat. Makna : yaitu bekerja keras tanpa mengenal lelah dalam menjalani

kehidupan untuk bertahan hidup (menggunakan majas Hiperbola)

Banyak kuli-kuli tersadar atau tersangkut saja disitu, tidak

sanggup pulang lagi, tukang-tukang jual kain obral sangat lucunya,

mulutnya bersorak-sorak memanggil kuli-kuli perempuan. Makna :

yaitu suatu kehidupan tempat kediaman yang tidak bisa lagi

berpindah ke tempat yang lainnya. (menggunakan majas Metafora)

Oleh karena kemunduran perdagangannya, Leman kerap kali

mengaluh, menarik nafas bagai seorang terselip garam dalam

giginya. Makna : orang yang hampir putus asa menjalankan suatu

pekerjaannya. (menggunakan majas Simile)

7. Amanat

Amanat sama saja dengan pesan moral. Amanat menyampaikan pesan

moral pada cerita yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Pesan yang

yang disampaikan oleh pengarang pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der

Wijck salah satunya adalah pendidikan itu penting, yang disampaikan oleh tokoh

Zainuddin yang merantau bukan hanya mencari kekayaan saja melainkan

mendalami ilmu agamanya sehingga dalam hidupnya tidak boleh ada kata putus

ada dan harus memiliki tujuan hidup, serta amanat lainnya yaitu terdapat melalui

pikiran dan perasaannya Muluk. Terlihat pada kutipan sebagai berikut.

Sekarang meskipun ada kekayaan yang ditinggalkannya, apalah

gunanya bagiku. Padahal saya kehilangan dirinya, sahabatku, guruku,

yang telah sekian lama kukenal dan kebersihan batinnya.125

Buat apa lagi kekayaan benda itu. Demikianlah penghabisan

kehidupan orang besar itu. Seorang di antara pembina yang menegakkan

batu pertama dari kemuliaan bangsanya, yang hidup didesak dan dilamun

oleh cinta. Dan sampai matinyapun dalam penuh cinta. Tetapi

sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah akan dapat

melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan

jasanya.126

125

Ibid. h. 222. 126

Ibid. h. 223.

Page 122: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

111

Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi,

kesenangannya buat orang lain, buat dirinya sendiri tidak.127

Terlihat jelas sekali berdasarkan penggalan cerita di atas yang

disampaikan pengarang melalui Muluk. Pengarang mengatakan bahwa

sebanyak-banyak kekayaan yang kita cari apabila kehilangan seseorang yang

kita sayang maka tidak akan terbayar dengan harta apapun. Kutipan selanjutnya

adalah meskipun orangnya sudah wafat tetapi nama dan jasanya selalu dikenang

dan tidak pernah dilupakan.

Berdasarkan hasil analisis terhadap struktur novelnya dalam novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dapat dikatakan bahwa novel tesebut

sangat jelas sekali ceritanya karena alur ceritanya dipaparkan dari awal sebelum

tokoh utama, yaitu Zainuddin itu hadir. Diceritakannya awal mula ayah dan

ibunya Zainuddin, kemudian Zainuddin tumbuh menjadi remaja hingga bertemu

dengan gadis yang ia cintai. Hingga akhirnya diceritakan Zainuddin kembali

kepada Yang Maha Kuasa. Kemudian pada tokoh dan penokohannya pun

pengarang menggambarkan jelas satu persatu bagaimana kehadiran tokoh

Khadijah, Aziz, dan Muluk itu semua pengarang menjelaskan secara rinci di

dalam ceritanya. Selanjutnya pesan moral yang disampaikan oleh pengarang pun

jelas dipaparkan melalui tokoh Muluk, dengan begitu dapat membuktikan bahwa

novel Tenggelamnya Kapal van Der Wijck memiliki cerita yang berkualitas

sangat baik dan dapat tersampaikan kepada pembaca terutama untuk

pembelajaran siswa di dalamnya terdapat adat dan tradisi merantau serta

tujuannya merantau sehingga siswa bisa memahami sedikit demi sedikit budaya

Padang.

Selanjutnya amanat yang dapat disampaikan pada novel Merantau ke

Deli adalah sebuah perantauan seorang anak laki-laki ke kota lain dengan

meninggalkan sanak saudaranya, tetapi tidak pernah menuruti nasihat yang

diberikan oleh orang yang dituakannya di kampungnya sehingga kehidupannya

tidak jauh lebih baik dari sebelumnya, kemudian amanat lainnya yaitu janganlah

127

Ibid. h. 223.

Page 123: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

112

sia-siakan istri yang sudah sepenuhnya membela suami. Istri yang setia dan

selalu menjaga nama baik suaminya. Istri yang selalu mengerti bagaimana

keadaan suami karena jika itu terjadi pasti kita akan sangat menyesal. Seperti

tokoh Leman yang menyia-nyiakan Poniem. Leman lebih memilih menikah lagi

dengan Mariatun daripada setia menjaga perasaan istrinya.

Setelah Leman bercerai dengan Poniem dan jatuh miskin, barulah Leman

menyesali perbuatannya dulu. Dapat disimpulkan amanat yang bisa diambil oleh

pembaca, yaitu jangan dengan mudahnya mengucapkan janji atau sumpah jika

tak sanggup menepatinya, jangan lupakan orang yang telah berjasa kepadamu,

nafsu buruk hanya akan menyesatkan kamu dalam hidup ini, dan orang akan

menganggap kamu, ada jika kamu telah sukses.

B. Analisis Pembahasan Tradisi Merantau pada Novel Hamka

Penelitian yang dilakukan penulis dalam novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka menggunakan penelitian

deskriptif kualitatif dan pendekatan sosiologi sastra. Analisis deskrptif kualitatif

merupakan teknik penelitian untuk memperoleh keterangan dari isi pesan dalam

bentuk lambang atau tulisan. Pendekatan sosiologi sastra yang digunakan

merupakan pendekatan kajian sastra yang mengkaji tentang kehidupan sosial

yang terdapat pada karya sastra itu sendiri. Karya sastranya berupa novel, yaitu

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dengan 223 halaman karya Hamka

cetakan keenam belas yang diterbitkan oleh PT Bulan Bintang, Jakarta pada

tahun 1976 dan Merantau ke Deli, dengan 194 halaman karya Hamka yang

diterbitkan oleh PT Bulan Bintang, Jakarta pada tahun 1977. Kedua novel ini

menjadi kajian yang inti dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui tradisi merantau yang terdapat pada kedua novel ini.

Padang merupakan ibu kota provinsi Sumatera Barat yang terletak di

daerah pantai dengan penduduk lebih dari 200.000 jiwa pada tahun 1971 hal ini

dibuktikan dengan sensus penduduk oleh Tsuyoshi Kato pada saat penelitiannya.

Padang pun menjadi salah satu kota yang tersebar warga yang diluar kota

Padang, misalnya Tionghoa, Jawa, dan Batak. Tetapi tidak hanya itu, Padang

Page 124: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

113

menjadi pusat pemukiman bagi mayoritas penduduk Minangkabau. Selain itu,

kepercayaan yang kuat terhadap agama Islam (berlawanan dengan tradisi Jawa),

ciri-ciri khas yang sering kali dihubungkan dengan orang Minangkabau adalah

merantau dan adat, khususnya adat yang berciri matrilineal (nasab ibu).

Merantau adalah sebuah gabungan kata yang terdiri dari prefiks “me-“

dan kata dasar “rantau”. Rantau pada mulanya berarti garis pantai, daerah aliran

sungai. Kata kerja rantau, yaitu merantau, berarti pergi ke daerah lain,

meninggalkan kampung halaman, berlayar melalui sungai, dan sebagainya. Jika

dihubungkan dengan Minangkabau, kata ini selalu dipahami dalam arti yaitu

meninggalkan kampung halaman untuk mencari kekayaan, ilmu pengetahuan,

dan kemahsyuran.

Kebiasaan merantau orang Minangkabau bukan semata-mata merupakan

akibat proses urbanisasi belakangan ini, tetapi sudah berakar dalam sejarah

Minangkabau. Selain dari kebiasaan merantau, satu lagi ciri khas yang sering

kali dihubungkan dengan orang Minangkabau adalah adat atau tradisi

matrilineal. Penelitian ini diambil oleh penulis dari kedua novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka, sebab di dalam kedua

novel itu terdapat tradisi merantau yang dilakukan oleh masing-masing tokoh

utama khususnya pada tokoh utama laki-laki.

Menurut pendapat Kato pada bukunya yang berjudul Adat Minangkabau

dan Merantau terdapat tiga jenis cara merantau atau mobilitas geografis dalam

sejarah Minangkabau: merantau untuk pemekaran nagari, merantau keliling

(merantau secara bolak-balik atau sirkuler), dan merantau Cino (merantau secara

Cina). Cara-cara merantau ini secara kasar digolongkan ke dalam tiga periode

sejarah: pemekaran nagari dari masa legenda hingga awal abad ke-19, merantau

keliling dari akhir abad ke-19 sampai tahun 1930-an, dan merantau Cino mulai

dari 1950-an sampai sekarang.128

Dari ketiga jenis cara merantau, terdapat lima

yang melatarbelakanginya, mencakup 1) Adat (yakni kebiasaan)

128

Tsuyoshi Kato. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. (Jakarta: Balai

Pustaka, 2005), h. 13.

Page 125: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

114

perkawinan/perceraian, 2) Kemajuan Pendidikan si Perantau, 3) Pekerjaan-

pekerjaan si Perantau, 4) Tempat-tempat merantau yang dituju, dan 5) Tujuan

Merantau. Penulis juga mencoba memasukkan pandangan sosiologi dalam

menganalisis historis masyarakat Minangkabau agar lebih jelas.

Tradisi merantau pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

merupakan cara merantau keliling. Merantau keliling dilakukan oleh laki-laki,

baik yang sudah menikah ataupun belum menikah. Selain terbatasnya lahan

pertanian (yang disebut faktor pendorong). Jenis merantau ini mengarahkan ke

kota-kota yang jaraknya tidak terlalu jauh, misalnya daerah Jawa. Pekerjaan

yang dicari bukan dalam bidang pertanian, mereka adalah saudagar, pegawai

kantor, guru, dan perajin. Jenis merantau ini pun tidak selalu menetap lama di

setiap daerah rantauannya, sesekali dia pulang ke kampung halamannya

setidaknya untuk mengunjungi keluarganya bahkan dapat merantau ke daerah

lainnya lagi dengan tujuan yang sama. Zainuddin yang awalnya ia bermukim di

daerah Mengkasar bersama orang tua angkatnya, kemudian dia merantau ke tiga

kota yang mempunyai tujuan yang sama. Hal ini dapat dijelaskan secara umum

tentang merantau keliling yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck berikut kutipannya.

“Apalagi puncak Singgalang dan Merapi sangat keras seruannya

kepadaku rasanya. Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat

ayahku dilahirkan dahulunya. Mak Base, banyak orang memuji-muji

negeri Padang, banyak orang berkata bahwa agama Islam masuk

kemaripun dari sana. Lepaslah saya berangkat ke sana.”129

Berdasarkan penggalan di atas adalah kutipan teknik cakapan tokoh

utama Zainuddin kepada ibu angkatnya, yaitu Mak Base. Kutipan ini awal yang

menguatkan cerita karena yang menjelaskan bahwa tokoh utama akan merantau

pertama kalinya dengan tujuan untuk mencari ilmu pengetahuan, ingin mencari

ilmu akhirat, dan menyempurnakan cita-cita kedua orang tua kandungnya. Sebab

di daerah Padang dijelaskan bahwa pengetahuan agamanya sangat kental sekali

dan beradab sehingga Zainuddin tertarik untuk merantau ke daerah Padang. Hal

129

Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 22.

Page 126: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

115

lain yang menyebutkan bahwa novel ini jenis merantau keliling adalah

dibuktikan dengan kutipan berikut ini.

“Saya sudah pikirkan bahwa yang lebih maslahat bagi diri saya

dan bagi perjuangan yang akan ditempuh di zaman depan, saya akan

pindah dari kota Padang Panjang. Saya hendak ke tanah Jawa. Di tanah

Jawa nasihat bang Muluk itu lebih mudah dijalankan dari di sini. Lagi

pula kalau di Padang panjang kelihatan juga, pikiran yang lama-lama

timbul-timbul juga!”130

Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan bahwa Zainuddin akan

merantau lagi ke daerah yang baru, yaitu tanah Jawa tepatnya di Jakarta.

Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan, memang pada dasarnya merantau

keliling tidak selamanya akan menetap di daerah tujuan rantauannya tetapi

perantau bisa kapan saja dan kemana saja dia merantau asalkan mempunyai

tujuan yang tepat. Kemudian merantau keliling juga kota-kota rantauannya tidak

terlalu jauh, masih di pulau Jawa. Tetapi satu hal yang berbeda antara novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dengan salah satu teorinya adalah si

perantau masih menjaga tali silahturahmi kekeluargaannya dengan sanak

keluarga yang ada di daerah aslinya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

Sehingga lama-lama insaflah dia perkataan mak Base seketika dia

akan berlayar, bahwa adat orang di Minangkabau lain sekali. Bangsa

diambil daripada ibu. Sebab itu, walaupun seorang anak berayah orang

Minangkabau, sebab di negeri lain bangsa diambil dari ayah, jika ibunya

orang lain, walaupun orang Tapanuli atau Bengkulu yang sedakt-

dekatnya dia dipandang orang lain juga.131

Jika dihubungkan dengan novel ini, si perantau atau tokoh utama laki-

laki dia tidak dianggap oleh sanak keluarganya yang berasal dari daerah Padang.

Sebab Zainuddin dianggap bukan keturunan padang, karena nasab ibunya adalah

orang Mengkasar bukan Minangkabau yang berasal dari Minangkabau adalah

ayahnya. Melihat dari pandangan sosial atau adat yang terdapat di Minangkabau,

mereka sangat kental menggunakan adat terutama pada nasab ibu (matrilineal).

Nasib seorang perantau (anak yang berasal dari keturunan matrilineal) malang

130

Ibid. h. 154. 131

Ibid. h. 27.

Page 127: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

116

yang di negeri ibunya dia dipandang orang asing dan dalam negeri ayahnya dia

dipandang orang asing juga.

Kategori merantau yang terdapat pada novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck jelas sekali bahwa termasuk ke dalam merantau keliling, hal yang

pertama adalah Zainuddin seorang laki-laki bujang yang merantau untuk

mencari pekerjaan yang layak dan ilmu akhirat. Yang kedua adalah Zainuddin

merantau dengan dia tidak menetap lama di satu titik atau daerah tertentu, dia

merantau ke tiga daerah dengan mempunyai tujuan yang sama.

Beda halnya dengan novel Merantau ke Deli, novel ini memiliki cara

rantau yang berbeda dengan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Novel

Merantau ke Deli memiliki cara merantau, yaitu merantau cino. Disebut dengan

merantau cino karena ada beberapa hal misalnya perpindahan menuju ke tempat

rantauanya jauh dan ke kota-kota besar sehingga mereka jarang pulang ke

kampung halamannya untuk berkunjung, jenis pekerjaannya di bidang

perdagangan, seorang bujangan yang dapat pulang dan menikah di kampungnya

untuk kemudian membawa istrinya pindah ke tempat perantauan. Di dalam

novel Merantau ke Deli memiliki beberapa hal yang dapat dibuktikan

kebenarannya, sebagai berikut.

Suara Deli yang demikianlah yang gemuruh kedengaran ke

mana-mana ke sekeliling pulau Sumatera. Itulah yang membawa orang

Tapanuli dan orang Minangkabau datang ke Deli sejak tanah Deli

terbuka. Deli itulah yang menyeru orang Amerika mencari dolar, orang

kontrak mencari sepiring mie sekali sebulan, orang dusun mencari dan

mengumpulkan dari setali ke setali. Itulah kelak yang akan dibawanya

pulang ke kampung halaman, penebus sawahnya yang tergadai atau

penambah kerbaunya.132

Berdasarkan kutipan di atas jelas bahwa tokoh laki-laki merantau ke kota

di daerah Sumatera tepatnya di Deli, jauh dengan Padang meskipun provinsinya

masih sama-sama di Sumatera. Tokoh laki-laki yang bernama Leman, berasal

dari Minangkabau yang merantau ke Deli, Medan. Untuk pulang ke kampung

halamannya di Minang, Leman jarang sekali untuk pulang karena jaraknya yang

132

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 6.

Page 128: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

117

jauh dari rantauannya dan membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Hal ini

dapat dibuktikan dengan penggalan cerita sebagai berikut.

Sudah lama Leman merantau, sudah bertahun-tahun hari yang

habis. Dahulu ketika pertama kali membentang tikar, ketika akan

mengajak bekeija mencari penghidupan, belumlah teringat olehnya

hendak pulang. Bagaimana akan pulang, padahal hidup masih serba

kurang. Pada ketika itu orang kampung sendiripun tidak berapa ingat

akan dia.133

Dengan perantauan Leman ke kota yang cukup jauh dan pekerjaannya

sebagai pedagang di Deli tak cukup untuk membawa bekal pulang ke kampung

halamannya. Sebab jika Leman pulang maka haruslah uang atau pundi-pundinya

melimpah, karena di kampungnya banyak sanak saudaranya yang menunggu dia

pulang. Selama Leman merantau di Deli, dia sudah menikah dengan gadis Jawa

yang bernama Poniem. Menikahnya Leman dan Poniem membawanya

keberuntungan, kehidupannya menjadi kaya dan berlimpah sehingga barulah dia

berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Namun ketika pulang kampung

terjadi konflik yang besar sanak saudaranya tidak menyetujui pernikahannya

dengan Poniem, gadis Jawa. Sehingga mengharuskan Leman untuk menikah lagi

dengan gadis yang seadat dengannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

Namun sekurang-kurangnya sekali selama hidup, hendaklah dia

kawin di kampungnya sendiri. Setelah ada isterinya di kampung,

walaupun dia akan kawin pula sekali lagi, dua atau sepuluh kali lagi di

negeri orang, tidaklah dia akan tercela, sebab dia telah sanggup

mendirikan adat dan lembaga, sudah memakai gelar pusaka yang telah

tersedia di dalam persukuannya yang diterima dari nenek, diturunkan

dari mamak kepada kemenakan.134

Pulang ke kampungnya tidak memiliki keberuntungan seperti

keberuntungan pada perniagaan yang dimilikinya. Leman pulang kampung

sangat mempengaruhi jalannya cerita sebab disitulah banyak mulai terjadinya

konflik hingga pada puncaknya klimaks yang membuat Leman menikah lagi

dengan gadis Minang dan bercerai dengan Poniem seorang istri yang selalu

133

Ibid. h. 47. 134

Ibid. h. 59.

Page 129: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

118

memberikannya keberuntungan. Setelah dia menikah dengan gadis Minang yang

bernama Mariatun, sehingga istri dan keluarga intinya diajak pula untuk ke kota

tempat merantaunya. Dapat disimpulkan dari alasan yang telah dikemukakan

bahwa novel Merantau ke Deli menggunakan cara merantau cino, yaitu kota

yang dituju jauh dengan kota asalnya, memiliki pekerjaan sebagai pedagang, dan

memiliki istri dari kampung halamannya sendiri sehingga istri dan keluarganya

ikut pindah ke tempat perantauannya.

Selanjutnya di pembahasan tentang yang melatarbelakangi atau yang

menjadi faktor perantau untuk merantau ada lima hal, yaitu adat (yakni

kebiasaan) perkawinan/perceraian, kemajuan pendidikan si perantau, pekerjaan-

pekerjaan si perantau, tempat-tempat merantau yang dituju, dan tujuan merantau.

1) Adat (yakni kebiasaan) perkawinan/perceraian

Adat yang sangat mempengaruhi terhadap perkembangan

cerita adalah tentang kebiasaan, yaitu perkawinan/perceraian. Di

Minangkabau kepentingan keluarga atau urusan keluarga diurus oleh

ninik mamak. Ninik mamak adalah laki-laki dewasa pada satu kaum

di Minangkabau yang dituakan berfungsi sebagai salah satu unsur

penting dalam pengambilan keputusan atau kebijakan pembangunan

masyarakat Minangkabau.

Begitu pula dengan adat dalam perkawinan, seorang anak

atau kemenakan harus kawin dengan anak dari mamaknya. Hal ini

yang mengambil keputusan adalah dari keluarga ibu, diwakilkan oleh

ninik mamak yang melakukan negoisasi dengan keluarga calon

pengantin untuk memutuskan persyaratan pernikahan. Pada novel

Tenggelamnya kapal Van Der Wijck tidak terjadi perkawinan pada

tokoh utama laki-lakinya karena penceritaan awalnya tokoh utama

laki-laki yaitu Zainuddin ditolak oleh keluarga tokoh utama

perempuan yaitu Hayati. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai

berikut.

Page 130: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

119

“.... sebelum merusakkan nama kami dalam negeri,

suku sako turun temurun, yang belum lekang dipanas dan

belum lapuk dihujan, supaya engkau surut.”

“Mengapa engkau berbicara demikian rupa kepada

diriku? Sampai membawa nama adat dan turunan?”

“Harus hal itu saya tanyai, karena di dalam adat kami

di Minangkabau ini, kemenakan di bawah lindungan mamak.

Hayati orang bersuku berhindu berkaum kerabat, bukan dia

sembarang orang.”135

Perkawinan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam

kehidupan seseorang, karena perkawinan hanya dijalankan satu kali

dalam seumur hidup. Maka perkawinan merupakan persoalan yang

sangat penting dalam hukum adat di Minangkabau. Seorang wanita

yang kawin dengan laki-laki yang di luar adatnya maka akan diusir

dari desanya. Berdasarkan kutipan di atas adalah sebuah teknik

cakapan antara ninik mamak dan Zainuddin yang membahas tentang

penolakan dari keluarga Hayati kepada Zainuddin untuk menikahi

Hayati. Jelas sekali hukum adat perkawinan sangat mengikat sekali

sehingga Zainuddin tidak jadi menikah dengan Hayati karena

terbenturnya adat istiadat.

Jika dilihat dari segi sosialnya yang terdapat pada novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck terdapat nilai sosial yang ada

pada adat Minangkabau yaitu perundingan yang terjadi interkasi

sosial atau tradisi berunding dalam budaya masyarakatnya. Hal ini

dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Setelah hadir semuanya, mulailah Dt ..... membuka

kata : “Demikianlah maka tuan-tuan saya hadirkan dalam

rumah nan gedang ini, yaitu elok kata dengan mufakat buruk

kata di luar mufakat, tahi mata tak dapat dibuangkan dengan

empu kaki. Yaitu kemenakan kita si Hayati, rupanya telah

ada orang yang meminta buat menjadi pasangannya.”136

135 Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 58.

136 Ibid. h. 110.

Page 131: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

120

Berdasarkan kutipan di atas adalah budaya berunding atau

musyawarat antara ninik mamak. Budaya runding dalam masyarakat

Minangkabau dalam novel ini untuk memecahkan suatu perkawinan

tokoh utama perempuan, yaitu Hayati. Dalam permusyawaratan ini

harus melahirkan kesepakatan, kesepahaman untuk dipatuhi. Jika ada

pihak yang melanggarnya makan akan dihadapkan sanksi adat dan

sanksi sosial.

Sedangkan pada novel Merantau ke Deli, tokoh utama laki-

lakinya yaitu Leman mengalamai dua hal adat kebiasaan tersebut

perkawinan dan perceraian. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

Mereka telah berangkat ke Medan pada hari itu juga

dan terus ke rumah tuan Qadhi. Mereka telah dinikahkan

dengan sah, secara Islam.137

Langkah Leman sejak meninggalkan rumah, sampai

tiba di rumah Mariatun, sampai mengadakan ijab dan kabul,

semuanya itu seakan-akan terdengar di telinganya. Tiap-tiap

diingatnya air matapun timbul pula kembali.138

“Kau boleh pergi dari sini! Kau orang Jawa! Boleh

turutkan orang Jawa, kau boleh kembali ke kebun! Sebelah

mata saya tak bisa pandang pada kau lagi. Pergilah dari sini,

mulai sekarang saya jatuhkan kepada kau talak tiga sekali.

Pergilah!”139

Berdasarkan tiga kutipan yang di atas, pada kutipan pertama

terjadinya pernikahan antara Leman dan Poniem si gadis Jawa.

Pertemuan mereka di Deli, yaitu Leman jatuh hati kepada “piaraan

mandor besar” yang niat hati ingin menikahinya karena jatuh cinta

dan ingin melindungi Poniem dari kuli-kuli mandor di Deli.

Pernihakan mereka pada bulan-bulan awal sangat romantis dan selalu

diberikan keberuntungan pada perniagaannya. Kemudian pada

kutipan yang kedua adalah Leman yang menikah untuk yang kedua

137

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 26. 138 Ibid. h. 99.

139 Ibid. h. 131.

Page 132: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

121

kalinya dengan gadis Minang yang bernama Mariatun. Setelah

Leman berpoligami hidupnya tidak setentram dulu, hidupnya kian

sulit dan perniagaannya pun jatuh. Pada akhirnya pernikahan yang

pertama tidak dapat dipertahankan lagi, Leman menceraikan Poniem

karena dia menganggap Poniem gadis Jawa yang tidak seadat

dengannya.

Simpulannya pada adat kebiasaan ini yang dialami tokoh

utama laki-laki pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan

Merantau ke Deli masing-masing berbeda jika Zainuddin tidak

mengalami pernikahan dan perceraian sebaliknya dengan Leman, dia

mengalami pernikahan hingga poligami dan bercerai dengan istri

pertamanya.

2) Pendidikan Perantau

Budaya Minangkabau mendukung masyarakatnya untuk

mencintai pendidikan dan ilmu pengetahuan. Orang Minangkabau

haruslah bisa menyesuaikan diri dan mengembangkan dirinya di

manapun ia berada, baik di kampung maupun di rantau.

Pengetahuan atau ilmu dalam pengertian adat Minangkabau

juga diartikan sebagai prinsip yang melekat pada seseorang. Di

Minangkabau dikenal filosofi ilmu nan ampek (ilmu yang empat)

adalah empat prinsip yang harus dianut oleh seseorang, yaitu:

a. Tahu pado diri artinya memiliki ilmu pengetahuan

tentang diri sendiri, tahu status dan kedudukan diri sendiri

yang diiringi dengan melaksanakan tugas, kewajiban, hak,

dan tanggung jawab.

b. Tahu pado urang artinya memiliki ilmu pengetahuan

tentang orang-orang di sekitarnya dan masyarakat serta

peduli dan menjaga hubungan baik dengan orang sekitar.

Page 133: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

122

c. Tahu pado alam artinya memiliki ilmu pengetahuan

tentang alam di sekitarnya serta peduli dengan lingkungan

dan alam sekitarnya.

d. Tahu pado Allah artinya memiliki ilmu pengetahuan

agama dan melaksanakan syariat agama dengan baik

sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.

Apabila dikaitkan dengan novel Tenggelamnya Kapal Van

Der Wijck, sistem pengetahuan masyarakat Minangkabau yang

diambil dari prinsip tahu pada diri sendiri ditunjukan oleh tokoh

Zainuddin. Hal ini dapat dibuktikan kutipan sebagai berikut.

“Mamak jangan panjang was-was. Pepatah

orangMengkasar sudah cukup : “Anak laki-laki tak boleh

dihiraukan panjang, hidupnya ialah buat berjuang, kalau

perahunya telah dikayuhnya ke tengah, dia tak boleh surut

palang, meskipun bagaimana besar gelombang. Biarkan

kemudi patah : biarkan layar robek, itu lebih mulia dari pada

membalik haluan pulang”140

Berdasarkan kutipan di atas adalah kutipan percakapan

Zainuddin kepada Mak Base untuk menenangkan hati dan pikiran

Mak Base ketika akan ditinggal merantau Zainuddin ke padang.

Zainuddin memiliki semangat dan kemauan yang tinggi untuk

merantau dengan tujuan mencari ilmu pengetahuan, menggapai cita-

cita ayah dan ibunya serta mencari ilmu agama dan akhirat. Ini

membuktikan bahwa Zainuddin seorang pemuda Minang walaupun

bukan keturunan langsung dari ibunya tetapi dia sedikit mengalir

jiwa pemuda yang semangat. Dia berkata bahwa rintangan dan

cobaan yang akan dihadapinya akan terus dia usahakan semampunya

dan tidak akan menyerah.

Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dengan

pengetahuan pada orang-orang yaitu ketika Zainuddin tinggal di

dusun Batipuh dia mampu menyesuaikan dimana dia berada, tidak

140

Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 24.

Page 134: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

123

menyusahkan orang lain ataupun merepotkan. Bila ada waktu

senggang dia selalu membantu orang-orang yang disekitarnya. Hal

ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Untuk pehindarkan muka yang kurang jernih, maka

bilamana orang ke sawah, ditolongnya ke sawah, bila orang

ke ladang, diapun ikut ke ladang.141

Prinsip yang ketiga yaitu tentang tahu pada alam, disini tidak

terlalu nampak bahwa tokoh Zainuddin bersosialisasi dengan alam di

sekitarnya. Sedangkan prinsip yang keempat adalah tahu pada Allah.

Prinsip ini sangat jelas sekali adat kebiasaan masyarakat

Minangkabau, masyarakat Minangkabau sangat taat sekali jika

permasalahan beribadah, misalnya menjalankan shalat lima waktu,

shalat berjamaah, mengaji di surau, dan hal-hal lain yang

mengatasnamakan peribadahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan

kutipan sebagai berikut.

Tengah Hayati masih bingung berdiri, memegang buli-

buli yang ada dalam tangannya, Zainuddin berangkat dari

tempat itu secepat-cepatnya.

Hayati segera pulang. Sehabis sembahyang dan makan

malam, segera dia naik ke atas anjungan ketidurannya,

membaca di dekat sebuah lampu dinding!142

Berdasarkan kutipan di atas menerangkan tokoh utama

perempuan, yaitu Hayati digambarkan waktu malamnya dihabiskan

dengan bersembahyang dan makan malam. Dari penggambaran di

atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan atau ilmu tidak hanya

didapatkan di lembaga pendidikan saja melainkan dari diri sendiri,

orang lain, alam dan Tuhan Sang Pencipta Alam yang bisa

didaparkan pengetahuan yang dijadikan pelajaran dalam kehidupan

di dunia.

Sedangkan pada novel Merantau ke Deli sistem pengetahuan

atau pendidikan pada tahu diri dapat dibuktikan dengan Leman yang

141

Ibid. h. 26. 142

Ibid. h. 40.

Page 135: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

124

sedang mengalami kesulitan pada perniagaannya tetapi dia tidak

ingin istrinya mengetahuinya, cukup dia saja yang merasakan dan

bekerja mencari nafkah. Kutipannya sebagai berikut.

“Mengapa tidak sedari dulu abang terangkan sebab-

sebab itu kepadaku?”

“Abang takut nanti engkau akan menderita pula lantaran

kesusahan itu.”

“Bukankah itu kesusahan kita bersama?”

“Tidak Poniem, itu Cuma kesusahan seorang laki-laki, orang

perempuan tidak boleh memikul susah pula.”143

Berdasarkan kutipan di atas melalui teknik cakapan antara

Leman dan Poniem, menurut Leman sebagai seorang suami yang

harus mencari nafkah tidak perlu diketahui jika dia dalam kesulitan

di perniagaannya. Istri hanya tau jika pulang membawa hasil yang

banyak, dia tidak mau istrinya tau jika dia dalam masa kesulitan

sehingga dia selalu terus bersemangat dan giat dalam bekerja.

Kemudian pada pengetahuan pada urang adalah pada saat Leman

menolong Suyono. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai

berikut.

“Ya, bekerjalah di sini, tinggalah dengan kami,

bersungguh-sungguhlah, tolonglah mbak ayumu bekerja, baik

di muka atau di belakang. Kalau engkau setia, saya tidak akan

lupa membalas jasamu dengan setimpal”.144

Selain orangnya yang bijaksana, Leman pun sangat baik hati

kepada sesama tidak pandang bahwa dia berbeda adat dengannya.

Suyono laki-laki yang lusuh sedang mencari pekerjaan dan lewat di

depan kedainya Leman. Dengan kebaikkan hati Leman, akhirnya

Suyono dapat bekerja di kedainya. Kemudian pada pengetahuan tahu

pada alam, tidak begitu ditampakan sama halnya seperti di novel

Merantau ke Deli. Selanjutnya tahu pada Allah, selain Leman orang

yang sangat bijaksana dan baik hati tak lupa juga Leman senantiasa

143

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 33. 144

Ibid. h. 42.

Page 136: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

125

untuk berjanji dihapadan Allah untuk meyakinkan, menjaga, dan

melindungi calon istrinya Poniem. Hal ini dapat dibuktikan dengan

kutipan sebagai berikut.

“Tidak Poniem, barang dicelakakan Allah untungku

kalau saya berbicara main-main!”145

3) Pekerjaan Perantau

Mengenai pekerjaan, kegiatan berdaganglah yang biasanya

dikaitkan dengan perantauan Minangkabau. Teristimewa pedagang

seolah-olah menjadi identik dengan perantau Minagkabau.146

Harta

pencaharian adalah harta kekayaan yang diperoleh seluruhnya

dengan usaha sendiri. Akan tetapi tidak hanya berdagang, pekerjaan

yang melekat pada perantau adalah petani/buruh, perajin, pegawai,

dan lain-lainnya. Selain itu, di masyarakat Minangkabau sastra seni

pun berkembang. Banyak sastrawan dan penyair yang terkenal

berasal dari Minangkabau, seperti Taufiq Ismal, A.A Navis, Hamka

dan sebagainya. Begitu juga dengan tokoh Zainuddin dalam novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

Zainuddin pada awalnya bukan seorang penyair, hanya saja

dia selalu termenung di tempat-tempat tenang dan sunyi. Sampai-

sampai sahabatnya berkata kepadanya dan memberikan nasihat,

berikut penggalannya.

“Di mana-mana diterbitkan orang surat-surat kabar,

penuntun ummat kepada kecerdasan, memuat perkabaran,

pengetahuan, syair dan madah, ceritera dan hikayat. Buku

roman yang tinggi harganya telah mulai dikeluarkan orang.

Kalau guru ambil kesanggupan menumpahkan pikiran yang

tinggi-tinggi itu dengan mengarang, tentu akan berhasil.

Apalagi pengalaman telah banyak, jiwa telah kerap kali

menanggung, hati kerap kali menempuh duka. Kalau guru

segan dibawah takluk orang, dengan wang yang ada di tangan

145

Ibid. h. 14. 146

Tsuyoshi Kato. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah. (Jakarta: Balai

Pustaka, 2005), h. 135.

Page 137: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

126

guru bolehlah menerbitkan sendiri. Dengan demikian guru

kan mengecap bagaimana nikmat kebahagiaan dan

keberuntungan.”147

Berdasarkan penggalan di atas adalah kutipan teknik cakapan

yang disampaikan Muluk seorang sahabat yang senantiasa selalu

menemani Zainuddin yang selalu bersedih, Muluk selalu

memberikan nasihat dan wejangan kepada Zainuddin. Kutipan

tersebut jelas sekali sebuah nasihat dan semangat yang diberikan

kepada Zainuddin untuk segera bangkit dan jadilah seorang penyair

yang hebat. Hal ini dapat dibuktikan lagi dengan kutipan sebagai

berikut.

Rupanya karangan-karangannya itu mendapat tempat

yang baik, karena halus susun bahasanya dan diberi orang

honorarium meskipun kecil. Lantaran penerimaan orang yang

demikian, hatinya bertambah giat dan semangatnya makin

bangun. Sehingga di dalam masa yang belum cukup setahun,

karangan-karangannya telah banyak tersiar.148

Berdasarkan kutipan tersebut, menerangkan bahwa tokoh

Zainuddin memiliki pekerjaan atau mata pencaharian sebagai

penyair dan sukses dalam karirnya. Karangan-karangannya banyak

disukai orang karena mempunyai bahasa yang bagus sehingga dia

mampu untuk berdiri sehingga dia sekarang tak lagi kerja di bawah

tangan orang melainkan bekerja sendiri dan membuka perusahaan

sendiri.

Sedangkan pada novel Merantau ke Deli tokoh utama laki-

laki bekerja sebagai pedagang di kedai miliknya. Seorang pedagang

yang sukses dan terkenal. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

Kedainya yang tadinya hanya kecil saja, sekarang telah

besar, sudah banyak saudagar besar di Medan yang suka

147

Hamka, Op.Cit., h. 150. 148

Ibid., h. 150.

Page 138: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

127

melepaskan barang kepadirnya dan sudah banyak pula

langganan yang datang membeli.149

4) Tempat-tempat Merantau yang Dituju

Masyarakat Minangkabau memilih kota-kota yang dituju

tidak sembarangan memilihnya. Dalam hal ini merantau dianggap

memberikan harapan yang lebih baik di tempat yang akan ditujunya.

Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, tokoh Zainuddin

mengalami perantauan ke beberapa daerah atau kota-kota yang

masih di lingkungan pulau Jawa, seperti Padang (Sumatera), Jakarta,

dan Surabaya (Jawa). Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan

sebagai berikut.

Peluit kapal berbunyi, pengantar turun, air mata mak

Base masih membasahi pipinya. Dan tidak berapa lama

kemudian, rengganglah kapal dari pelabuhan Mengkasar,

hanya lenso (saputangan) saja yang tak berhenti dikibarkan

orang, baik dari darat maupun dari laut. Meskipun kapal

renggang, Zainuddin masih berdiri melihat pelabuhan,

melihat pengasuhnya yang telah membesarkannya bertahun-

tahun, tegak sebagai batu di tepi anggar, walaupun orang lain

telah berangsur pulang.150

Berdasarkan kutipan penggalan di atas adalah menerangkan

bahwa Zainuddin akan segera berangkat ke perantauan, yaitu

Padang. Latar tempat yang berada di pelabuhan, tokoh Zainuddin

pergi dan meminta izin ke ibu angkatnya. Kota ini sangat

mempengaruhi cerita karena lebih banyak penceritaannya, misalnya

pada tahap penyituasian, tahap peristiwa terjadi ketika Zainuddin

bertemu dengan Hayati, tahap pemunculan konflik, hingga tahap

klimaks ketika Zainuddin ditolak untuk menikah dengan Hayati.

149

Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 39. 150

Hamka. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), h. 25.

Page 139: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

128

Kota selanjutnya yang dituju oleh Zainuddin adalah kota

Jakarta. Kota Jakarta adalah kota rantauan kedua Zainuddin. Hal ini

dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Ditinggalkannya pulau Sumatera, masuk ke Tanah

Jawa, medan perjuangan penghidupan yang lebih luas.

Sesampainya di Jakarta, disewanya sebuah rumah kecil di

suatu kampung yang sepi bersama sahabatnya Muluk151

Tempat dituju yang kedua adalah kota Jakarta. Jakarta tempat

Zainuddin menjadi seorang penyair terkenal dengan karya-karyanya.

Tetapi tidak hanya mencari pekerjaan, Zainuddin merantau ke

Jakarta ingin menghindar dari Hayati, untuk melupakan semua

kenangan antara Hayati dengannya. Kehidupan barunya di Jakarta

bersama sahabatnya Muluk. Tempat selanjutnya kota rantauan ketiga

adalah kota Surabaya. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut.

Oleh karena kota Surabaya lebih dekat Mengkasar dan

di sana penerbitan buku-buku masih sepi, maka

bermaksudlah dia hendak pindah ke Surabaya, akan

mengeluarkan buku-buku hikayat bikinan sendiri dengan

modal sendiri, dikirim ke seluruh Indonesia.152

Berdasarkan kutipan tersebut di Surabaya, ibu kota provinsi

Jawa Timur. Alasan Zainuddin merantau lagi ke Surabaya adalah

untuk membuka perusahaan sendiri tanpa bergantung kepada orang

lain dan lebih dekat dengan kota pertamanya di Mengkasar.

Sedangkan pada novel Merantau ke Deli, tokoh utama laki-laki

hanya satu kota tujuan merantaunya, yaitu Deli. Hal ini dapat

dibuktikan dengan penggalan cerita sebagai berikut.

Meskipun ketika dia akan meninggalkan kampungnya

dahulu telah diberi ingat benar-benar oleh orang tua supaya

hati-hati di tanah Deli, supaya ingat bahwasannya laut sakti

dan rantau bertuah.153

151

Ibid., h. 155. 152

Ibid., h. 156. 153 Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 6.

Page 140: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

129

Berdasarkan penggalan di atas bahwa Leman merantau ke

Deli, jangan melupakan tanah asalnya di negeri Minangkabau,

Padang yang telah melahirkannya. Banyak sanak saudara yang

menunggu kehadirannya untuk pulang kembali ke kampung

halamannya.

5) Tujuan Merantau

Para perantau tidak semata-mata merantau hanya untuk

kepentingan pribadinya saja. Melainkan untuk tujuan-tujuan tertentu

yang ingin dicapai. Pada umumnya tujuan merantau masyarakat

Minangkabau adalah untuk mencari kekayaan, mencari pekerjaan

yang layak, dan mencari ilmu pengetahuan. Sedangkan pada novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka tokoh Zainuddin

mempunyai beberapa tujuan, yaitu untuk memuliakan cita-cita

ayahnya untuk menemui dan bersilahturahmi dengan sanak

saudaranya yang berada di Padang, untuk mencari pekerjaan yang

lebih baik yaitu menjadi seorang penyair, untuk mendapatkan ilmu

dunia dan akhirat supaya kelak dia menjadi seorang yang berguna.

Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

Ilmu apakah yang akan saya dapat di sini, negeri begini

sempit, dunia terbang, akhirat pergi. Biarlah kita

sempurnakan juga cita-cita ayah bundaku. Lepaslah saya

berangkat ke Padang.154

Namanya kian lama kian harum, pencahariannyapun

maju. Dia termahsyur dengan nama samaran letter “Z”

pengarang hikayat, regisseur dari perkumpulan sandiwara

“Andalas.”155

Memang sejak meninggalkan Batipuh, telah banyak

terbayang cita-cita dan angan-angan yang baru dalam otak

Zainuddin. Kadang-kadang terniat di hatinya hendak menjadi

orang alim, jadi ulama sehingga kembali ke kampungnya

154

Ibid., h. 22. 155

Ibid., h. 158.

Page 141: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

130

membawa ilmu. Kadang-kadang hapus perasaan demikian

dan timbul niatnya hendak memasuki pergerakan politik.....156

Untuk novel Merantau ke Deli tujuan utama yang dicari oleh

tokoh laki-laki adalah untuk mencari pekerjaan atau lahan

perniagaan serta untuk mencari istri. Hal ini dapat dibuktikan dengan

kutipan sebagai berikut.

Hatinya amat tertarik datang ke kebun itu, bukan

tertarik berdagang karena lebih banyak orang lain berdagang

dari padanya, lebih banyak barang kawannya yang laku dari

pada barangnya. Yang menarik hatinya ke kebun iadlah

seorang perempuan yang cantik, masih muda.157

Dari beberapa analisis yang telah dijabarkan dapat

disimpulkan terdapat perbedaan dan persamaan antara kedua tokoh

utama laki-laki pada masing-masing novel. Novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck yaitu Zainuddin dan novel Merantau ke Deli

yaitu Leman. Lebih mudahnya dapat dilihat pada tabel perbedaan

dan persamaan pada masing-masing tokoh.

Tabel 1.1

Novel/Unsur Merantau

Pemekaran Nagari

Merantau

Keliling

Merantau

Cino

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck - √ -

Merantau ke Deli - - √

Tabel 1.2

Novel/Unsur Adat

Kebiasaan

Pekerjaan Pendidikan Tempat Tujuan

156

Ibid., h. 69. 157 Hamka. Merantau ke Deli. (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 7.

Page 142: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

131

Tenggelamnya

Kapal Van Der

Wijck

Tidak

Menikah

Penyair Seorang

yang pandai

berkarya

Padang, Jakarta,

dan Surabaya

Untuk

memuliakan

cita-cita ayah

dan ibunya,

Untuk mencari

ilmu

pengetahuan dan

ilmu akhirat,

Untuk mencari

pekerjaan yang

layak

Merantau ke

Deli

Menikah

dua kali,

Istri

pertama

diceraikan.

Pedagang Seorang

yang pandai

berbisnis

Deli Untuk mencari

pekerjaan serta

mencari istri

C. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah

Strategi guru dalam pengajaran sastra memainkan peran penting untuk

merealisasikan idealitas pengajaran sastra. Suatu strategi terapan yang mungkin bisa

diadopsi dalam pengajaran sastra dengan cara diskusi, bermain peran, dramatisasi

adegan, menelaah nilai sastra, menulis kreatif, dan tinjauan kesusastraan. Strategi

pengajaran sastra itu memang berat untuk bisa direalisasikan oleh guru tapi mungkin

dilakukan dengan niat bahwa ada proses pembaruan dalam pengajaran dengan

perhitungan gagal dan berhasil.

Secara garis besar tujuan pengajaran sastra bisa dibagi menjadi dua bagian.

Bagian pertama adalah memperoleh pengetahuan tentang sastra, dan bagian selanjutnya

adalah memperoleh pengalaman bersastra. Pengetahuan tentang sastra mencakup

Page 143: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

132

pengetahuan tentang teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Sedangkan

pengalaman bersastra mencakup kegiatan berapresiasi atau reseptip dan berekspresi atau

produktif.

Cakupan pengetahuan tentang sastra adalah tentang teori sastra, kritik sastra, dan

sejarah sastra. Ketiga disiplin ilmu tersebut saling terkait dalam pengkajian sastra.

Dalam perkembangan ilmu sastra, pernah timbul teori yang memisahkan antara ketiga

disiplin ilmu tersebut. Khususnya bagi sejarah sastra dikatakan bahwa pengkajian

sejarah sastra bersifat objektif sedangkan kritik sastra bersifat subjektif. Di samping itu,

pengkajian sejarah sastra menggunakan pendekatan kesewaktuan, sejarah sastra hanya

dapat didekati dengan penilaian atau kriteria yang pada zaman itu. Bahkan dikatakan

tidak terdapat kesinambungan karya sastra suatu periode dengan periode berikutnya

karena dia mewakili masa tertentu. Walaupun teori ini mendapat kritikan yang cukup

kuat dari teoretikus sejarah sastra, namun pendekatan ini sempat berkembang dari

Jerman ke Inggris dan Amerika. Namun demikian, dalam prakteknya, pada waktu

seseorang melakukan pengkajian karya sastra, antara ketiga disiplin ilmu tersebut saling

terkait.

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah meyakinkan siswa bahwa pengajaran

sastra tidak hanya menawarkan hiburan sesaat, tetapi juga akan memberi berbagai

manfaat lain bagi siswa. Pengajaran sastra secara langsung ataupun tidak akan

membantu siswa dalam mengembangkan wawasan terhadap tradisi dalam kehidupan

manusia, menambah kepekaan terhadap berbagai problema personal dan masyarakat

manusia, dan bahkan sastra pun akan menambah pengetahuan siswa terhadap berbagai

konsep teknologi dan sains. Penikmatan yang apresiatif terhadap puisi, prosa fiksi,

drama dalam berbagai genre akan membuktikan kemanfaatan tersebut pada siswa.

Selanjutnya, guru pun harus berusaha mengubah teknik pembelajaran sastra di

sekolah. Selama ini pengajaran sastra (dan juga bahasa) Indonesia lebih diarahkan pada

aspek sejarah dan pengetahuan sehingga siswa dipacu untuk menghafal, bukan untuk

memproduksi atau mengahayati karya yang diajarkan. Tampaknya guru harus kembali

melihat dan memahami tujuan pengajaran sastra di sekolah sehingga konsep pengajaran

yang apresiatif benar-benar dapat diwujudkan pada masa yang akan datang. Kita

Page 144: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

133

memang menayadari adanya kesukaran dalam mengajarkan apresiasi sastra pada siswa

yang tingkat keakraban mereka dengan karya sastra relatif kurang. Kita juga menyadari

bahwa tidak semua guru memiliki kemampuan apresiasi sastra yang relatif memadai.

Namun demikian, guru harus berusaha secara bertahap untuk melatih kemampuan

apresiasinya dan berusaha pula mengajarkan apresiasi kesastraan kepada siswa.

Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa

mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan erat dengan latihan

mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, kepekaan terhadap masyarakat, budaya,

dan lingkungan hidup. Novel-novel yang mengandung aspek budaya Minangkabau

merupakan salah satu bentuk prosa yang dapat memudahkan siswa dalam memahami

budaya Minangkabau lewat sastra. Namun, bentuk prosa seperti ini dianggap serius dan

berat untuk dianalisis, karena menceritakan tentang adat istiadat, unsur religi, bahasa,

pengetahuan dan teknologi, organisasi sosial, dan sistem ekonomi suku Minangkabau.

Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka dapat

mempelajari tentang sastra bahkan tentang aspek budaya yang terdapat di dalamnya.

Selain dari pembelajaran tentang sastra, peserta didik pun harus memiliki sebuah

karakter. Karakter lahir dari sebuah didikan seorang guru serta pembelajaran yang telah

didapatkannya. Dalam pendidikan karakter versi Kemendiknas, pendidikan ini harus

dituntut untuk dapat mengubah peserta didik ke arah yang lebih baik. Pada

pembelajaran sastra kali ini terutama pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

dan Merantau ke Deli mengajarkan sebuah karakter yang dimiliki peserta didik, antara

lain religius, kerja keras, mandiri, dan tanggung jawab. Karakter yang terdapat pada

kedua novel tersebut tergambar jelas pada masing-masing tokoh utama.

Religius yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan

ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut. Kerja keras yakni perilaku yang

menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan)

dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan

sebaiknya. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti

tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas

Page 145: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

134

dan tanggung jawab kepada orang lain, dan yang terakhir adalah tanggung jawab,

tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa,

negara, maupun agama.158

Keempat karakter itulah yang tertanam pada novel

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli, sebagai contoh karakter

yang akan diterapkan kepada peserta didik.

Dari uraian di atas, dijelaskan bahwa analisis tersebut diperuntukkan agar siswa

mengetahui bahwa novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli

karya Hamka merupakan salah satu novel berlatar Minangkabau yang sarat akan pesan

moral dan dapat menumbuhkan kecintaan siswa terhadap budaya Indonesia khususnya

Minangkabau. Dan pembelajaran diperuntukan bagi siswa tingkat SMA. Dengan

demikian pembelajaran apresiasi sastra pada novel dapat dipadukan dengan pelajaran

lainnya khususnya ilmu sosial dan budaya.

158

Suyadi. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter dalam http://layanan-

guru.blogspot.co.id/2013/05/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter.html?m=1# diunduh pada hari Rabu

tanggal 22 Februari 2017 pukul 12.14 WIB.

Page 146: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

135

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap dua novel, yaitu

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini menggunakan jenis

merantau keliling karena Zainuddin hanya merantau untuk keperluan

sementara dengan bertujuan untuk mencari ilmu pendidikan dan ilmu

agama, serta mencari pekerjaan yang lebih layak lagi. Pekerjaan si

perantau adalah sebagai pengarang atau penyair. Jika ditinjau dari pada

latar sosial di Padang, memang pekerjaan yang cukup diminati adalah

sebagai penyair. Sedangkan tempat-tempat yang dituju oleh Zainuddin

adalah Padang Panjang tepatnya di dusun Batipuh, kemudian ke Tanah

Jawa yaitu Jakarta dimana dia menemukan pekerjaan yang amat

disenanginya yaitu sebagai penyair, tujuan kota akhir adalah Surabaya

sampai pada akhirnya dia meninggal dunia. Jika adat (yakni kebiasaan)

menikah/bercerai, Zainuddin tidak mengalaminya karena Zainuddin

diceritakan meninggal dunia. Sedangkan novel Merantau ke Deli karya

Hamka menggunakan jenis merantau cino, hal ini dapat dibuktikan

dengan awal seorang tokoh utama laki-laki yang bernama Leman, dia

adalah laki-laki perantau yang berasal dari daerah Padang kemudian dia

merantau ke sebuah kota yaitu kota Deli, disanalah pertemuan Leman

dengan gadis Jawa yaitu Poniem. Tujuan si perantau untuk merantau hal

pertama adalah untuk menjadi keuntungan yang layak/laba serta ingin

sekali mencari istri yang bukan dari suku aslinya. Pekerjaan Leman

adalah seorang pedagang, sama halnya pekerjaan sebagai penyair di

Page 147: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

136

daerah Padang banyak masyarakatnya yang bekerja menjadi pedagang,

penyair, penghulu, atau berdasi putih apabila ingin merantau. Jika

pekerjaan sebagai petani saja, maka tidak usahlah si laki-laki merantau.

Tempat yang dituju oleh Leman hanya ke Deli saja. Kemudian adat yang

kebiasaannya adalah menikah, Leman menikah tetapi bukan dari daerah

Padang melainkan dari Jawa dikarenakan adat Padang sangat

mendiskriminasi maka Leman bercerai dengan Poniem.

2. Penelitian ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia di sekolah, dalam aspek keterampilan berbahasa

khususnya pada aspek membaca. Dalam pembelajaran sastra ini, siswa

harus mampu untuk membaca, mereview, dan menganalisis mengenai

struktur atau unsur intrinsik novel serta menemukan nilai-nilai

pendidikan dan kebudayaannya. Dalam ketiga novel ini siswa dapat

mempelajari nilai pendidikan dan kebudayaan tentang adat istiadat

Minangkabau terutama pada sistem matrilineal dan tradisi merantau.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta implikasinya terhadap pembelajaran

sastra di sekolah, maka penulis menyarankan :

1. Guru diharapkan lebih jelas lagi dalam pembelajaran untuk menjelaskan

tentang pengertian novel dan unsur-unsur pembangun karya sastra dan

disertai dengan contoh yang sesuai dengan kemampuan siswa.

2. Guru diharapkan memberikan penjelasan dengan inovati dan kreatif agar

siswa lebih tertarik lagi dalam keterampilan membaca, sebab siswa

sangat lemah dalam kegiatan aspek membaca terutama membaca karya

sastra.

Page 148: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

137

DAFTAR PUSTAKA

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. Menganalisis Fiksi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

2010.

Budianta, Melanie, dkk., Membaca Sastra. Magelang: Indonesiatera. 2003.

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Tim Redaksi

CAPS. 2011.

Fitri, Rahma. Kitab Super Lengkap EYD dan Tata Bahasa Indonesia. (Jakarta : PT Serambi

Semesta Distribusi)

Friedman, Howard S. dan Miriam W. Schustack. Kepribadian Teori Klasik dan Riset

Modern. Jakarta: Erlangga. 2006.

Hamka. Ayahku. Jakarta: Pustaka Panji Mas. 1982.

----------. Pribadi Hebat. Jakarta: Gema Insani. 2014.

----------. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

----------. Merantau ke Deli (Jakarta : Bulan Bintang, 1977.

Hindun. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah

Dasar. Depok: Nufa Citra Mandiri. 2013.

Ida, Rachmah. Metodologi Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta: Prenada

Media Group. 2014.

Kato, Tsuyoshi. Adat Minagkabau dan Merantau. Jakarta: Balai Pustaka. 2005.

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1991.

Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1985.

----------. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2002.

Kurniawan, Heru. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

2012.

Kutha Ratna, Nyoman. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Cetakan ke-5.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.

Mahdi, Rahmat Subakti. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali. 1984.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. 2005.

Naim, Mochtar. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. 2013.

Page 149: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

138

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2004.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

2002.

Rachmawati, Lia. Hakikat Norma, Kebiasaan, Adat Istiadat, dan Peraturan. Jakarta:

Intimedia Ciptanusantara. 2011.

Rahman, Jamal D. dkk., 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia. 2014.

Rasyad, Zubir. Ranah dan Adat Minangkabau. Jakarta: Agra Wirasanda. 2009.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008.

Susanto, Dwi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: CAPS. 2012.

Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa. 2009.

Tumanggor, Rusmin dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group. 2012).

Widjojoko dan Endang Hidayat. Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: UPI PRESS.

2006.

Anonim, Menyelami Pemikiran Buya Hamka dalam

http://unissula.ac.id/menyelamipemikiran-buya-hamka/

Suyadi. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter dalam http://layanan

guru.blogspot.co.id/2013/05/18-nilai-dalam-pendidikan-karakter.html?m=1#

Page 150: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : SMA IT ANNUR CIKARANG TIMUR

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : XII/I

Aspek Pembelajaran : Aspek Mendengarkan

Standar Kompetensi : Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ terjemahan.

Kompetensi Dasar :

1. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ektrinsik novel Indonesia.

2. Menemukan nilai-nilai positif dalam novel.

Indikator :

1. Peserta didik mampu mengidentifikasi unsur intrinsik (alur, penokohan, tema, amanat,

dan latar novel yang dibaca).

2. Peserta didik mampu mengidentifikasi unsur ekstrinsik (aspek budaya Minangkabau

dalam novel).

3. Peserta didik mampu mengidentifikasi novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan

Merantau ke Deli menggunakan pendekatan objektif.

4. Peserta didik mampu menemukan nilai positif dalam novel

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (1 kali pertemuan)

A. Tujuan Pembelajaran

1. Setelah membaca dan memahami novel, diharapkan peserta didik mampu

mengidentifikasi unsur intrinsik (alur, penokohan, tema, amanat, dan latar novel).

2. Setelah dapat mengidentifikasi unsur intrinsik novel, diharapkan peserta didik

mampu mengidentifikasi unsur ekstrinsik novel, dalam hal ini ditekankan pada

aspek budaya Minangkabau yang terdapat dalam novel (salah satunya adalah

novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli karya Hamka).

3. Setelah dapat mengidentifikasi novel dengan menggunakan pendekatan objektif,

diharapkan peserta didik mampu mendiskusikan unsur intrinsik dan ekstrinsik

novel Indonesia.

4. Setelah mempelajari budaya Indonesia, diharapkan peserta didik mampu

mencintai dan menghargai budaya Indonesia.

5. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang bertanggungjawab, bekerja keras

dan jujur.

Page 151: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

B. Materi pokok

1. Pembacaan novel

2. Menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel serta memahami pendekatan

objektif.

3. Menjelaskan budaya Minangkabau khususnya tentang merantau.

C. Metode dan skenario pembelajaran

1. Ceramah

2. Tanya jawab

3. Diskusi

4. Berkelompok

5. Penugasan

D. Kegiatan Belajar Mengajar

1. Kegiatan awal

Apersepsi:

a) Guru mengucapkan salam

b) Guru mengkondisikan kelas

c) Guru memulai pelajaran dengan bertanya jawab tentang sebuah novel.

Motivasi:

a) Guru menjelaskan secara singkat materi pokok yang akan disampaikan.

b) Guru menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan inti

Eksplorasi:

a) Guru mampu menjelaskan tentang unsur intrinsik dan ektrinsik dalam novel

serta pendekatan objektif, termasuk di dalamnya aspek budaya Minangkabau

yang ada dalam novel tersebut.

b) Guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas terkait dengan

materi yang akan dipelajari.

c) Guru menggunakan sumber belajar berupa modul buku Bahasa Indonesia yang

diharapkan dapat membantu peserta didik dalam memahami materi yang

dipelajari.

d) Guru memfasilitasi terjadinya interaksi baik antar siswa dengan guru, maupun

siswa dengan siswa.

Elaborasi:

Page 152: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

a) Guru memfasilitasi peserta didik melalukan tanya jawab, diskusi, dll. untuk

memunculkan gagasan baru baik seara lisan maupun tertulis.

b) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan unsur-unsur

intrinsik dan eksrinsik novel Indonesia (dengan mencari aspek budaya

Minangkabau yang terdapat dalam novel).

c) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik lain untuk memberikan

gagasan/komentar terhadap jawaban peserta didik dalam menentukan unsur-

unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia.

Konfirmasi:

a) Guru memberikan umpan balik yang positif dalam bentuk lisan, isyarat,

maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik.

b) Guru memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang

bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.

3. Kegiatan akhir

a) Guru dan peserta didik bersama-sama membuat kesimpulan tentang materi

yang disampaikan.

b) Guru merefleksi materi tersebut untuk kehidupan sehari-hari.

c) Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

E. Sumber Belajar

1. Pustaka rujukan dengan menggunakan buku Bahasa Indonesia untuk SMA kelas

XII.

2. Berbagai novel Indonesia (Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke

Deli karya Hamka).

3. Buku tentang budaya Minangkabau yang relevan dengan novel Tenggelamnya

Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli.

4. Alat tulis seperti bolpoint dan buku

F. Penilaian

Indikator

Pencapaian

Teknik

Penilaian

Bentuk

Instrumen Contoh Instrumen

Siswa mampu

menjelaskan unsur-

unsur intrinsik dalam

novel.

Tes Tulis Lembar Penilaian

Tentukan unsur-unsur

intrinsik dalam novel

tersebut. Sertakan bukti

pendukung yang telah

Page 153: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

dibaca.

Siswa mampu

menjelaskan nilai-nilai

budaya Minangkabau

Tes Tulis Lembar Penilaian Tentukan nilai budaya

dalam novel tersebut

Rubrik Penilaian

No Aspek Penilaian Bobot Nilai

1 Menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam novel.

a. Baik (3)

b. Cukup baik (2)

c. Kurang baik (1)

2 Menggunakan bukti pendukung unsur intrinsik.

a. Baik (3)

b. Cukup baik (2)

c. Kurang baik (1)

3 Menjelaskan nilai-nilai budaya dalam novel.

a. Baik (3)

b. Cukup baik (2)

c. Kurang baik (1)

Keterangan :

Skor maksimal

Nilai akhir : Skor yang diperoleh x 100

Skor maks.

Mengetahui, Cikarang, Februari 2017

Kepala Sekolah SMA IT ANNUR Guru Mata Pelajaran

Devit Taslim, S.T. M.Pd ( ......................................)

Page 154: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 155: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 156: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 157: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 158: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
Page 159: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

INTAN RAMADYLA EKA PUTRI, lahir di

Tangerang pada tanggal 12 Maret 1994. Anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Dadang

Heryawan dan Lia Amalia. Ia menyelesaikan

pendidikan dasarnya di SDN Sukaresmi 06, kemudian

melanjutkan pendidikannya di SMP 1 Cibarusah.

Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di tingkat atas yaitu SMAN 1 Cikarang

Selatan. Setelah lulus masa SMA nya ia melanjutkan lagi pendidikannya ke

jenjang yang lebih tinggi yaitu peruguruan tinggi di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan memilih Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Ia memiliki hobi memasak dan mendengarkan musik. Cita-citanya memang dari

awal ingin menjadi guru dan akhirnya tercapai sebelum ia lulus mendapat gelar

sarjananya. Saat ini ia aktif dalam dunia pengajaran, yaitu mengajar di SMPIT

ANNUR Cikarang Timur dengan bidang studi bahasa Indonesia. Memang

menjalankan tugas akhir (skripsi) dan mengajar baginya tidak mudah tapi

diniatkan dengan ikhlas sehingga terasa ringan. Maka dari itu ia ingin menjadi

guru yang profesional yang mampu melahirkan generasi bangsa yang cerdas dan

mempunyai karakter serta akhlak yang baik.