TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif...

81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PENGHORMATAN HAK ASASI MANUSIA TERDAKWA (STUDI KASUS NOMOR PERKARA PDS-06/PREJO/09/2009, PDS- 01/PREJO/01/2010 DAN PDS-02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA BUDI SANTOSO DI KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : SYLVI AYU BRILIANA E 1107077 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif...

Page 1: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA

DALAM DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP PENANGANAN

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF

PENGHORMATAN HAK ASASI MANUSIA TERDAKWA

(STUDI KASUS NOMOR PERKARA PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 DAN PDS-02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA

BUDI SANTOSO DI KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

SYLVI AYU BRILIANA

E 1107077

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA

DALAM DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP PENANGANAN

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF

PENGHORMATAN HAK ASASI MANUSIA TERDAKWA

(STUDI KASUS NOMOR PERKARA PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 DAN PDS-02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA

BUDI SANTOSO DI KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO)

Oleh

Sylvi Ayu Briliana

NIM. E1107077

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 16 Maret 2011

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Edy Herdyanto, S.H., M.H Muhammad Rustamaji, S.H., M.H

NIP.195706291985031002 NIP. 198210082005011001

ii

Page 3: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA

DALAM DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP PENANGANAN

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF

PENGHORMATAN HAK ASASI MANUSIA TERDAKWA

(STUDI KASUS NOMOR PERKARA PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 DAN PDS-02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA

BUDI SANTOSO DI KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO)

Oleh

Sylvi Ayu Briliana

NIM. E1107077

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 5 April 2011

DEWAN PENGUJI

1. Bambang Santoso, S.H., M.Hum :…………………………………………

Ketua

2. Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H :…………………………………………

Sekretaris

3. Edy Herdyanto, S.H., M.H :…………………………………………

Anggota

Mengetahui

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum.

NIP. 19610930 198601 1 001

iii

Page 4: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Sylvi Ayu Briliana

NIM : E1107077

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul:

TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM

DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP PENANGANAN TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PENGHORMATAN HAK

ASASI MANUSIA TERDAKWA (STUDI KASUS NOMOR PERKARA

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 DAN PDS-

02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA BUDI SANTOSO DI

KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-

hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum ini diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan

hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 16 Maret 2011

Sylvi Ayu Briliana

NIM. E1107077

iv

Page 5: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah

selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

(Q.S Alam Nasyrah: 6-8)

“Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

Dia mendapat pahala dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat

siksa dari kejahatan yang (diperbuatnya)”.

(Q.S Al-Baqarah : 286)

“Jika kau ingin naik lebih tinggi gunakan kakimu sendiri! jangan buat dirimu

dibawa keatas. Jangan pula dengan menginjak bahu atau kepala orang lain ”

(Frederich Nietzsche)

“ Dan katakanlah, ‘kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap’.

Sungguh yang batil itu pasti lenyap.” (QS. Al-Isra’ 81)

”Kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah bila kita berhasil melakukan apa

yang menurut orang lain tidak dapat kita lakukan”

(Walter Beganhot)

“If you love somebody, let them go, for if they return, they were always yours.

And if they don't, they never were”

(Kahlil Gibran)

“Mengetahui kekurangan diri sendiri adalah tangga untuk mencapai cita-cita dan

berusaha mengisi kekurangan tersebut adalah keberanian luar biasa”

(Hamka)

v

Page 6: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:

� Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan tak terhingga

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

� Nabi Muhammad SAW, sebagai ”Suri tauladan bagiku”.

� Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa mendukung kuliah,

memberikan doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih sayang serta

kerja keras yang tak ternilai harganya demi mewujudkan cita-citaku

menjadi seorang Sarjana Hukum dan membuatku lebih menghargai

setiap waktu dan kesempatan di dalam hidupku.

� Adikku tesayang ”Lydia Fisca Ayu Briliani” yang selalu ada serta

keceriannya yang selalu memberi semangat.

� Sahabat-sahabatku di rumah dan di Solo yang memberikan percikan

dan bumbu dalam kehidupanku selama kuliah.

vi

Page 7: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRAK

Sylvi Ayu Briliana E1107077. 2011. TELAAH STRATEGI

PENGGABUNGAN PERKARA DALAM DAKWAAN PENUNTUT UMUM

TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM

PERSPEKTIF PENGHORMATAN HAK ASASI MANUSIA TERDAKWA

(STUDI KASUS NOMOR PERKARA PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 DAN PDS-02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA

BUDI SANTOSO DI KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO). Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum Penuntut

Umum menyusun penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan atas nama

Budi Santoso pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 dan PDS- 02/PREJO/02/2010 dan manfaat yang diperoleh

atas penggabungan perkara korupsi pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009,

PDS-01/PREJO/01/2010 dan PDS-02/PREJO/02/2010 dalam perspektif hak asasi

manusia terdakwa.

Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum normatif yang bersifat

preskriptif, menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual.

Penulisan ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode

dalam pengumpulan bahan hukum tersebut adalah studi kepustakaan. Bahan

hukum yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan pendekatan kasus (case

approach).

Berdasarkan hasil penelitian yang dituangkan dalam pembahasan ditarik

kesimpulan, bahwa dasar hukum penuntut umum menyusun penggabungan

perkara dalam satu surat dakwaan atas nama Budi Santoso pada perkara nomor

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010, dan PDS-02/PREJO/02/2010

adalah Pasal 141 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Melihat

dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, maka menghubungkannya

dengan Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), karena

tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa kesemuanya adalah tindak pidana

yang mempunyai ancaman hukuman pokok sejenis. Mencermati ketentuan

KUHAP yang dihubungkan dengan kasus korupsi oleh terdakwa Budi Santoso

terdapat suatu sinkronisasi antara kewenangan Jaksa Penuntut Umum dengan hak

asasi terdakwa. Maka dari itu, dalam penggabungan ini dihubungkan dengan

penjelasan umum, Pasal 1 ayat (6), dan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM). Bahwa manfaat yang diperoleh

atas penggabungan tersebut salah satunya adalah mampu menghormati hak asasi

manusia terdakwa. Selain itu, melalui penggabungan perkara ini juga akan

bermanfaat bagi aparat penegak hukum (Hakim dan Penuntut Umum) yang

bermanfaat dari segi efisiensi waktu dan berpengaruh dalam proses kinerja bagi

masing-masing pihak.

Kata Kunci : Penggabungan perkara, penghormatan hak asasi manusia terdakwa.

vii

Page 8: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRACT

Sylvi Ayu Briliana E1107077. 2011. A STUDY ON THE CASE

INTEGRATION STRATEGY IN THE PUBLIC PROSECUTOR’S

INDICTMENT AGAINST THE CORRUPTION CRIME MANAGEMENT

IN THE PERSPECTIVE OF THE DEFENDANT’S HUMAN RIGHT

RESPECTING (A CASE STUDY ON THE CASE NUMBER PDS-

06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 AND PDS-02/PREJO/02/2010

WITH THE DEFENDANT BUDI SANTOSO IN PURWOREJO DISTRICT

ATTORNEY OFFICE). Law Faculty of Sebelas Maret University.

This writing aims to find out what the law rationale of Public Prosecutor is

in arranging the case integration in one indictment document on the behalf of

Budi Santoso in the case number PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 and PDS-02/PREJO/02/2010 and the benefit taken from the

corruption case integration in the case number PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 and PDS-02/PREJO/02/2010 in the perspective of the

defendant’ human rights.

This study belongs to a normative law research that is prescriptive in

nature, using statute and conceptual approaches. The research employed primary,

secondary, and tertiary law materials. Method of collecting such law materials

employed was library study. The law materials collected was then analyzed using

case approaches.

Considering the result of research put in the discussion, it can be

concluded that the law rationale used by the Public Prosecutor in arranging the

case integration in one indictment document on the behalf of Budi Santoso in the

case number PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 and PDS-

02/PREJO/02/2010 is the article 141 of Criminal Procedural Code (KUHAP).

Viewed from the crime committed by the defendant, it is related to the article 65

clause (1) of Penal Code (KUHP), because the crime committed by the defendant

has similar primary punishment imposition. Observing the provision of KUHAP

related to the corruption case by the defendant Budi Santoso, there is

synchronization between the authority of Public Prosecutor and the defendant’s

human rights. Therefore, in this integration, it is related to general explanation,

articles 1 clause (6) and 3 clause (2) of Act Number 39 of 1999 about human

rights. The benefit taken from such integration is the capability of respecting the

defendant’s human right, among others. In addition, this case integration will also

be beneficial to the law enforcement apparatuses (Judge and Public Prosecutor) in

the term of time efficiency and contribution to the performance process for each

party.

Keywords: Case integration, defendant’s human right respecting

viii

Page 9: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis haturkan kehadapan Allah SWT yang Maha pengasih

dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul

“TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM

DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP PENANGANAN TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PENGHORMATAN HAK

ASASI MANUSIA TERDAKWA (STUDI KASUS NOMOR PERKARA

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 DAN PDS-

02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA BUDI SANTOSO DI

KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO)”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum

(skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan baik meteriil maupun non

materiil yang diberikan oleh berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah memberi dukungan, semangat, doa, saran dan kritik serta sarana dan

prasarana bagi Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini, oleh sebab itu

dengan segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing serta Ketua

Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta;

3. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H, M.H selaku pembimbing terimakasih

atas bantuan menyusun judul dan sumbangan pemikiran serta pencerahan

terhadap Penulis dalam penulisan hukum ini;

4. Bapak Harjono, S.H., M.H., selaku Ketua Program Non Reguler

terimakasih atas saran yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi

ix

Page 10: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

penulis selama menempuh pendidikan strata satu ini, serta segala

dukungan dalam penulisan hukum ini;

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberi

dan membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga kepada

penulis hingga menjadi seorang sarjana hukum yang dapat dijadikan bekal

dalam penyelesaian skripsi ini serta menghadapi persaingan di lingkungan

masyarakat luas;

6. Bapak Dwi Samudji, S.H., M.Hum., selaku Kepala Kejaksaan Negeri

Sukoharjo yang telah memberikan banyak materi-materi mengenai hukum

dan kehidupan serta informasi dan petunjuk kepada penulis selama

Kegiatan Magang Mahasiswa di Kejaksaan Negeri Sukoharjo;

7. Kedua orang tua Penulis, Bapak Suhardi dan Ibu Siswanti, atas segala doa,

cinta kasih, dukungan tanpa henti baik moril maupun materiil, kesabaran,

dan kepercayaan yang diberikan kepada Penulis tanpa pamrih apapun,

sehingga penulis dapat menghargai setiap waktu dan kesempatan di dalam

hidup.

8. Adikku tersayang Lydia Fisca Ayu Briliani, atas kasih sayang, dan

pengertiannya untuk berbagi disemua sisi hidup dengan Penulis selama

proses penulisan ini;

9. Pakdhe Slamet Wayudi, atas bimbingan dan spiritnya yang selalu

memberikan kemudahan saat penulis menemukan kesulitan dalam proses

penulisan hukum ini.

10. Om, Tante, Budhe, Pakdhe, Mas, Mbak, dan segenap saudara, yang tidak

dapat Penulis sebutkan satu-persatu atas segala dukungan doa yang telah

diberikan pada Penulis selama proses penulisan ini, sehingga semuanya

dapat terselesaikan dengan baik.

11. Teman-teman mahasiswa Fakultas Hukum UNS angkatan 2007 Tiara

Rizcky Ammellia “Besan”, Novaeny Titik “Nupha”, Henggar “Buheng”,

Ayu Kusuma “Ayu Smada”, Pratiwi Suryadewi “Tiwi”, Eka Apriliawati

Mei , Elvira, Wawan, Mahardika, Bibianus Hengky “Pengky”, Arifin Dwi

“Iypin”, Tangguh Safridah K “Ganyout”, Mz Nunung Irawan “Nungsky”

x

Page 11: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

dan semua teman-teman yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu

atas dukungan yang diberikan pada seminar proposal. You all are my

inspiration, tanpa kalian kuliahku selama di FH tidak akan berwarna.

12. Sahabatku Tiara Rizcky Ammellia “Besan”, Meilin Saffail Chamami

“Memei”, Nur Hidayati, Dhepe, Dartii, Fadlya Sabbilah “Diloo”, Mas

Wahyu “Paimin” terimakasih atas doa, waktu, dan kesabarannya untuk

mendengarkan segala curahan hati Penulis selama masa perkuliah dan

dikala segala proses ini terasa begitu berat. Terimakasih untuk semua

kasih sayang dan hiburan yang kalian berikan bagi Penulis;

13. Teman Kos Wisma Kunthi, Mba Ivul, Mba Maya, Mba Fiah, Mba Meiy,

Mba Hilda, Eli, Gina, Mba Gita, Ida, Maya, Fatiah, Vivit, Lele, Arti,

Diana, Ully, Yanti, Lia dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per

satu, terimakasih untuk persaudaraan, persahabatan, kasih sayang dan

perhatiannya selama ini, semoga menjadi kenangan terindah. Serta Bapak

dan Ibu Wiji yang selalu membantu, menyayangi dan perhatian pada

penulis selama hidup di kost;

14. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya seluruh proses

penulisan hukum ini yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu.

Terimakasih atas dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari

sempurna, baik dari segi materi maupun penulisannya baik dari segi materi

pembahasan maupun penulisannya, hal ini karena manusia tidak terlepas dari

kesalahan dan kekhilafan serta keterbatasan materi, waktu, pengetahuan, serta

kadar keilmuan dari Penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan

saran yang menunjang kesempurnaan penulisan hukum ini.

xi

Page 12: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, sehingga dapat

diamalkan dalam pengembangan dan pembangunan hukum nasional dan tidak

menjadi suatu karya yang sia-sia. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surakarta, 25 Maret 2011

Penulis

xii

Page 13: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………. iv

MOTTO ........................................................................................................... v

PERSEMBAHAN............................................................................................ vi

ABSTRAK....................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix

DAFTAR ISI.................................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 4

C. Tujuan Penulisan ................................................................. 4

D. Manfaat Penulisan............................................................... 5

E. Metode Penulisan ................................................................ 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 12

A. Kerangka Teori .................................................................. 12

1. Tinjauan Tentang Penggabungan Perkara dalam

Dakwaan Penuntut Umum .......................................... 12

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi ................... 27

3. Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) ........... 32

B. Kerangka Pemikiran ........................................................... 36

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................... 38

A. Dasar Hukum Penuntut Umum Menyusun Penggabungan

Perkara dalam Satu Surat Dakwaan Atas Nama Budi Santoso

Pada Perkara Nomor PDS-06/PREJO/09/2009,

xiii

Page 14: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

PDS-01/PREJO/01/2010,

dan PDS-02/PREJO/02/2010 ........................................... 38

1. Analisis Dasar Hukum Penuntut Umum Menyusun

Penggabungan Perkara dalam Satu Surat Dakwaan

Atas Nama Budi Santoso Pada Perkara Nomor

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010,

dan PDS-02/PREJO/02/2010 ...................................... 38

2. Analisis Penggabungan Perkara Oleh Penuntut Umum

atas Nama Budi Santoso Pada Perkara Nomor

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010,

dan PDS-02/PREJO/02/2010 ..................................... 53

B. Manfaat yang Diperoleh atas Penggabungan

Perkara dalam Perkara Nomor PDS-06/PREJO/09/2009,

PDS-01/PREJO/01/2010, dan PDS-02/PREJO/02/2010

dalam Perspektif Hak Asasi Manusia................................ 58

BAB IV PENUTUP ............................................................................... 64

A. Simpulan ........................................................................... 64

B. Saran ................................................................................. 65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiv

Page 15: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 36

Tabel 1 Tabel Dasar Hukum Penggabungan Perkara dalam Perspektif Hak Asasi

Manusia ......................................................................................... 40

Gambar 2 Skema Penggabungan Perkara oleh Penuntut Umum ……………. 57

xv

Page 16: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernyataan yang selalu diungkapkan oleh orang-orang Indonesia yang

kemudian menggema ke seluruh dunia bahwa Indonesia merupakan negara

terkorup di dunia masih perlu diteliti kebenarannya. Dalam era globalisasi yang

semakin canggih di segala aspek kehidupan manusia, hal ini ditandai dengan

maraknya korupsi di seluruh dunia. Korupsi seringkali dipandang oleh masyarakat

sebagai perbuatan yang ditentang dan dikutuk, serta digambarkan sebagai

perbuatan yang tidak bermoral berkaitan dengan keserakahan dan ketamakan,

sekelompok masyarakat dengan menggunakan kekayaan negara serta melawan

hukum, penyalahgunaan jabatan serta perbuatan lain yang dipandang sebagai

hambatan dan gangguan dalam membangun negara.

Seperti halnya tindak kejahatan pada umumnya, korupsi hanya terjadi

apabila ada niat yang mendorong untuk melakukan korupsi dan adanya

kesempatan yang memungkinkan seseorang untuk melakukan tindak pidana

korupsi. Korupsi tidak akan terjadi meskipun seseorang mempunyai niat untuk

melakukan korupsi apabila yang bersangkutan tidak memiliki kesempatan untuk

melakukannya. Sebaliknya meski terbuka kesempatan untuk melakukan korupsi,

namun korupsi tidak akan terjadi oleh karena yang bersangkutan tidak punya niat

untuk melakukannya. Dengan demikian ada dua faktor yang menyebabkan

terjadinya korupsi yaitu faktor subyektif yang ada pada dalam diri pelaku yaitu

berupa niat dan faktor obyektif yang ada di luar diri pelaku berupa kesempatan

yang ditimbulkan oleh kondisi atau keadaan yang memungkinkan dilakukan

korupsi.

Korupsi disebut sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena

korupsi membawa dampak kerusakan yang luar biasa pada masyarakat, bangsa

dan negara. Dampak yang dihasilkan dari tindak pidana korupsi tersebut merusak

beberapa bidang yang merupakan penopang berdirinya suatu negara, yaitu dalam

bidang ekonomi, politik, sosial maupun budaya (http://korupsi sebagai salah satu

kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) Syarifblackdolphin's Blog htm).

1

Page 17: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Karena dampak korupsi yang sangat luar biasa itulah pemerintah

khususnya lembaga hukum berkewajiban mampu dalam mengungkap,

menghadapi, serta menyelesaikan tindak pidana tersebut. Aparat penegak hukum

dituntut tegas dalam proses mendapatkan kebenaran yang nyata serta dilandaskan

pada asas kebenaran. Jadi pada intinya para penegak hukum harus bertindak tegas

kepada siapapun yang menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara,

meskipun yang bersangkutan adalah abdi negara atau seseorang yang bekerja

dalam salah satu instansi negara. Namun dalam proses penegakan hukum harus

memperhatikan batasan-batasan yang perlu ditaati, hal ini berhubungan dengan

hak asasi manusia seseorang.

Penegakan hukum secara tegas khususnya mengenai kejahatan korupsi

dengan menghormati hak asasi manusia kepada terdakwa, dimaksudkan agar

aparat penegak hukum mampu menindak tegas tentang kesalahan yang dilakukan

oleh terdakwa dengan tetap menjunjung tinggi serta menghormati hak-hak

dasarnya sebagai manusia. Bahwa hak asasi terdakwa harus benar-benar

dilindungi apalagi sebelum putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan

hukum tetap. Dengan mengkaji lebih lanjut mengenai aturan tersebut, dapat

dikaitkan dengan langkah Jaksa Penuntut Umum yang berperan sebagai aparat

penegak hukum dalam menghormati hak asasi manusia terdakwa pada kasus

korupsi. Langkah Penuntut Umum tersebut benar-benar sangat menguntungkan

terutama kepada terdakwa, khususnya bagi terdakwa yang melakukan beberapa

tindak pidana yang sama dalam kurun waktu yang hampir bersamaan.

Mencermati dalam kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Budi

Santoso yaitu salah satu pegawai negara yang ditempatkan di instansi daerah

(Pemerintah Daerah Purworejo), dalam hal ini Penuntut Umum Kejaksaan Negeri

Purworejo mengambil langkah penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan

dalam proses pembuktiannya. Hal itu dilakukan karena terdakwa melakukan tiga

kasus korupsi yang dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan. Dengan

demikian Penuntut Umum dalam menghormati hak asasi manusia terdakwa maka

mengambil langkah untuk menggabungkan tiga surat dakwaan tersebut menjadi

satu surat dakwaan yaitu dakwaan dengan nomor perkara PDS-

Page 18: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 dan PDS-02/PREJO/02/2010.

Langkah Penuntut Umum tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 141.

Melihat kasus korupsi yang dipandang sebagai tindak pidana yang masuk

dalam ranah kejahatan luar biasa adalah sah apabila pemerintah khususnya aparat

penegak hukum sangat berhati-hati dan sangat memberikan perhatian lebih dalam

penanganan kasus ini. Hal ini dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh

kejahatan korupsi itu sendiri, maka khusus masalah tindak pidana korupsi sangat

penting untuk dikaji. Mengenai penaganannya yang tegas dan tidak memandang

ras, suku, agama ataupun kedudukan sekalipun dalam pelaksanaannya diharuskan

untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia terdakwa itu sendiri.

Hal yang demikian itu diwujudkan oleh aparat penegak hukum dalam proses

mengungkap bukti-bukti yang ada, yaitu dengan penggabungan surat dakwaan.

Apakah dalam hal yang demikian dibenarkan dalam upaya menghormati hak asasi

manusia kepada terdakwa, ataukah hanya untuk meringankan tugas Penuntut

Umum?, pertanyaan selanjutnya apakah negara ini berhasil dalam upaya

memberantas korupsi jika dalam penanganannya menunjukkan hak terdakwa yang

pada dasarnya sangat merugikan negara ?.

Mencermati pertanyaan-pertanyaan dalam penanganan kejahatan korupsi

dengan tetap menghormati hak asasi manusia yang diwujudkan oleh Penuntut

Umum dalam menggabungkan tiga perkara menjadi satu surat dakwaan pada

kasus Budi Santoso dirasa harus dikaji lebih lanjut. Hal yang demikian itu

dilakukan guna menjunjung tinggi hak dasar terdakwa, maka disarankan dalam

Pasal Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar Penuntut

Umum menggabungkan perkara atau beberapa surat dakwaan menjadi satu. Jika

hal yang demikian tidak dikaji lebih lanjut, maka upaya penghormatan hak asasi

manusia tidak didapatkan oleh terdakwa. Padahal hak asasi manusia itu dimiliki

oleh siapapun dan wajib untuk dihormati tidak terkecuali bagi terdakwa sekalipun.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas serta masih sedikitnya penelitian

Page 19: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

terhadap hal tersebut, penulis sangat tertarik untuk meneliti dan menuangkannya

dalam sebuah penulisan hukum dengan judul:

“TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM

DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP PENANGANAN TINDAK

PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PENGHORMATAN HAK

ASASI MANUSIA TERDAKWA (STUDI KASUS NOMOR PERKARA

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 DAN PDS-

02/PREJO/02/2010 DENGAN TERDAKWA BUDI SANTOSO DI

KEJAKSAAN NEGERI PURWOREJO)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi dasar hukum Penuntut Umum menyusun penggabungan

perkara dalam satu surat dakwaan atas nama Budi Santoso pada perkara

nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 dan PDS-

02/PREJO/02/2010 ?

2. Apa manfaat yang diperoleh atas penggabungan perkara korupsi pada

perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 dan

PDS-02/PREJO/02/2010 dalam perspektif hak asasi manusia terdakwa ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas yang

hendak dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam

melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai

oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

Page 20: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui dasar hukum Penuntut Umum dalam menyusun

penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan pada perkara nomor

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 dan PDS-

02/PREJO/02/2010 atas nama Budi Santoso.

b. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh atas penggabungan perkara

korupsi pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010 dan PDS-02/PREJO/02/2010 dalam perspektif hak

asasi manusia terdakwa.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh sumber bahan hukum dan informasi sebagai bahan

utama dalam menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang

diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan

pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan

praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis sendiri

khususnya dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan

kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang

didapat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Page 21: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

a. Untuk memberi sumbangan pikiran dan manfaat dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

b. Hasil Penelitian ini dapat memberikan jawaban yang jelas mengenai

benar-tidaknya strategi penggabungan perkara dalam proses beracara

pidana.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi,

masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang

berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang diteliti

oleh penulis yaitu mengetahui dasar hukum Penuntut Umum menyusun

penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan atas nama Budi Santoso

pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010

dan PDS-02/PREJO/02/2010 serta untuk mengetahui manfaat yang

diperoleh atas penggabungan perkara korupsi tersebut.

b. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal

untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan dan

sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait dengan masalah yang

diteliti.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi,

Page 22: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).

Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian

dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan adalah peneliti harus terlebih

dahulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin

ilmunya (Johnny Ibrahim, 2006:26). Didalam penelitian hukum, konsep ilmu

hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan

peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak

terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim,

2006:28). Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut penelitian hukum itu sendiri, maka pada penelitian

ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau penelitian

hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama

dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian berdasarkan

bahan-bahan hukum (librabry based) yang fokusnya pada membaca dan

mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder (Johnny Ibrahim,

2006:44).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum

itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif.

Artinya sebagai ilmu yang besifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari

tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter

Mahmud Marzuki, 2005:22).

Di dalam penelitian ini penulis memberikan preskriptif mengenai

pengaturan mengenai strategi penggabungan perkara dalam dakwaan

penuntut umum terhadap penanganan tindak pidana korupsi dalam perspektif

penghormatan hak asasi manusia terdakwa.

Page 23: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

3. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian

normatif, maka terdapat beberapa pendekatan penelitian hukum antara lain

pendekatan Undang-Undang (statue approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach)

(Peter Mahmud Marzuki, 2005:93). Dari beberapa pendekatan tersebut,

penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach).

4. Sumber Penelitian

Sumber penelitian yang digunakan ini adalah bahan hukum primer

dan sekunder. Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud

Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal

adanya data. Sehingga yang yang digunakan adalah bahan hukum, dalam hal

ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim

(Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Bahan hukum primer dalam

penelitian ini adalah Surat dakwaan dan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud

Marzuki, 2005:141). Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari

bahan yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks

Page 24: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber

lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian

ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Peneliti mengumpulkan bahan

hukum sekunder yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk

kemudian dikategorikan, dibaca, dikaji, selanjutnya dipelajari, diklarifikasi

dan dianalisis dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, literatur, artikel, karangan ilmiah, makalah, jurnal dan sebagainya

yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji. Mengenai bahan

hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai penunjang di

dalam penelitian ini.

6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan logika

deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dengan

menggunakan intervariasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi

kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang

membantu menafsirkan norma terkait. Kemudian sumber penelitian tersebut

diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti.

Dalam penelitian hukum ini permasalahan hukum dianalisa oleh

penulis dengan metode deduksi. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana

dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, metode deduksi sebagaimana silogisme

yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan deduksi berpangkal dari

pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan

premis minor (bersifat khusus) dari kedua premis itu ditarik suatu kesimpulan

atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005:47). Didalam logika silogistik

untuk penalaran umum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum

sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dihubungkan dengan

penelitian yang saya tulis, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Page 25: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Hak Asasi Manusia sebagai premis mayor sedangkan premis minornya adalah

dasar hukum yang digunakan oleh Penuntut Umum dalam menggabungkan

perkara menjadi satu surat dakwaan serta manfaat yang diperoleh dari

penggabungan perkara tersebut dalam perspektif hak asasi manusia terdakwa.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan,

serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika

penulisan hukum ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Latar Belakang

Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan

Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka ini terdiri dari Tinjauan tentang Penggabungan

Perkara Dalam Dakwaan Penuntut Umum, Tinjauan tentang

Tindak Pidana Korupsi, Tinjauan tentang Hak Asasi Manusia

Terdakwa. Selain itu untuk memudahkan pemahaman alur

berpikir, maka di dalam bab ini juga disertai dengan Kerangka

Pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan hasil dari penelitian yang membahas

tentang dasar hukum yang digunakan bagi Penuntut Umum

menyusun penggabungan perkara dalam satu surat dakwaan atas

nama Budi Santoso pada perkara nomor PDS-

06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 dan PDS-

02/PREJO/02/2010 serta manfaat yang diperoleh atas

Page 26: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

penggabungan perkara korupsi dalam perkara nomor PDS-

06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010 dan PDS-

02/PREJO/02/2010.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini diuraikan simpulan dari hasil pembahasan dan

saran-saran mengenai permasalahan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 27: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penggabungan Perkara dalam Dakwaan Penuntut

Umum

a. Pengertian Surat Dakwaan

Pada periode HIR surat dakwaan disebut surat tuduhan atau acte van

beschuldinging, sedang KUHAP seperti yang ditegaskan pada Pasal 140

ayat (1), diberi nama surat dakwaan. Dimasa yang lalu surat dakwaan

lazim disebut acte van verwijzing, dalam istilah hukum inggris disebut

imputation atau indictment. Banyak pendapat yang berbeda dalam

mendefinisikan mengenai dakwaan, akan tetapi maksud dari beberapa

pendapat tersebut pada intinya sama. Harun M. Husein mencoba

mendefinisikan perihal dakwaan.

Surat dakwaan ialah suatu surat yang diberi tanggal dan

ditandatangani oleh penuntut umum, yang memuat uraian tentang

identitas lengkap terdakwa, perumusan tindak pidana yang

didakwakan yang dipadukan dengan unsur-unsur tindak pidana

sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pidana yang bersangkutan,

disertai uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana dilakukan oleh

terdakwa, surat mana menjadi dasar dan batas ruang lingkup

pemeriksaan di sidang pengadilan (Harun M. Husein, 1994:43).

Devinisi lain mengenai surat dakwaan juga dikemukakan oleh M.

Yahya Harahap.

Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak

pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan

ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta

landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan

(M. Yahya Harahap, 2002:386)

Mengenai devinisi dakwaan antara pendapat satu dengan yang lain

memang berbeda, seperti halnya uraian diatas mengenai pendapat yang

mendefinisikan mengenai dakwaan. Namun demikian, bila diteliti dengan

12

Page 28: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

seksama maka dalam perbedaan itu terkandung pula persamaan. Inti dari

persamaan tersebut berkisar pada hal-hal sebagai berikut:

1) Bahwa surat dakwaan merupakan suatu akte, sebagai suatu akte

tentunya surat dakwaan harus mencantumkan tanggal pembuatannya

dan tandatangan pembuatannya. Suatu akte yang tidak mencantumkan

tanggal dan tanda tangan pembuatnya tidak memiliki kekuatan sebagai

akte, meskipun mungkin secara umum dapat dikatakan sebagai surat.

2) Bahwa setiap definisi surat dakwaan tersebut selalu mengandung

element yang sama yaitu adanya perumusan tentang tindak pidana

yang didakwakan beserta waktu dan tempat dilakukannya tindak

pidana.

3) Bahwa dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada

terdakwa, haruslah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap,

sebagaimana diisyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan.

4) Bahwa surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang

pengadilan.

b. Syarat Surat Dakwaan

Pasal 143 ayat (2) KUHAP menetapkan syarat-syarat yang harus

dipenuhi dalam menyusun surat dakwaan, Penuntut Umum membuat surat

dakwaan yang ditandatangani dan diberi tanggal. Syarat-syarat tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Syarat Formal

Yaitu mencakup: nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir,

jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan

tersangka (terdakwa).

2) Syarat Materiil

Yaitu mencakup: uraian secara cermat, jelas dan lengakap mengenai

tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan

tempat tindak pidana itu dilakukan.

Page 29: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Dengan adanya syarat pembuatan dakwaan yaitu syarat formal dan

materiil, maka kedua syarat ini harus dipenuhi dalam menyusun surat

dakwaan. Akan tetapi undang-undang sendiri membedakan kedua syarat

ini berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (3), yang menegaskan surat

dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2) huruf b, “batal demi hukum”. Lebih meneliti bunyi penegasan

ketentuan Pasal 143 ayat (3) M. Yahya Harahap (2002:391) memberikan

penjelasan sebagai berikut:

a) Kekurangan syarat formal, tidak menyebabkan surat dakwaan batal

demi hukum.

(1) Tidak dengan sendirinya batal menurut hukum, pembatalan

surat dakwaan yang diakibatkan kekurang sempurnaan syarat

formal maka dapat dibatalkan, jadi tidak batal demi hukum

(van rechtswege nietig atau null and void) tapi dapat

dibatalkan atau vernietigbaar (voidable) karena sifat

kekurangsempurnaan pencantuman syarat formal dianggap

bernilai imperfect (kurang sempurna)

(2) Kesalahan syarat formal tidak prinsipil sekali. Misalnya

kesalahan penyebutan umur tidak dapat dijadikan alasan untuk

membatalkan surat dakwaan. Kesalahan atau

ketidaksempurnaan syarat formal dapat dibetulkan hakim

dalam putusan, sebab pembetulan syarat formal surat dakwaan,

pada pokoknya tidak menimbulkan seuatu akibat hukum yang

dapat merugikan terdakwa.

b) Kekurangan syarat materiil, mengakibatkan surat dakwaan batal

demi hukum. Jelas dilihat perbedaan diantara kedua syarat tersebut.

Pada syarat formal, kekurangan memenuhi syarat tersebut tidak

mengakibatkan batalnya surat dakwaan demi hukum, akan tetapi

masih dapat dibetulkan. Sedang pada syarat materiil, apabila syarat

tersebut tidak dipenuhi surat dakwaan batal demi hukum.

Page 30: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Pencantuman syarat formal dan material dalam penyusunan surat

dakwaan sangat erat kaitannya dengan tujuan daripada surat dakwaan itu

sendiri. Tujuan surat dakwaan tiada lain ialah dalam proses pidana surat

dakwaan itu adalah sebagai dasar pemeriksaan sidang pengadilan, dasar

pembuktian dan tuntutan pidana dasar pembelaan diri bagi terdakwa dan

merupakan dasar penilaian serta dasar putusan pengadilan. Kesemuanya

itu guna menentukan perbuatan apa yang telah terbukti, apakah perbuatan

yang terbukti tersebut dirumuskan dalam surat dakwaan, siapa yang

terbukti bersalah melakukan pebuatan yang di dakwakan itu.

Tentang tujuan surat dakwakan lebih rinci dikemukakan oleh A.

Karim Nasution yang dimuat dalam buku karya Harun M.Husein

(1994:47), adalah sebagai berikut:

Tujuan utama dari suatu surat tuduhan ialah bahwa undang-undang

ingin melihat ditetapkannya alasan-alasan yang menjadi dasar

penuntutan sesuatu peristiwa pidana, untuk itu maka sifat-sifat khusus

dari sesuatu tindak pidana yang telah dilakukan itu harus dicantumkan

dengan sebaik-baiknya. Terdakwa harus dipersalahkan karena telah

melanggar suatu peraturan hukum pidana, pada suatu saat dan tempat

tertentu, serta dinyatakan pula keadaan-keadaan sewaktu

melakukannya. (A. Karim Nasution,1972:77)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan

utama dari surat dakwaan itu adalah untuk menetapkan secara nyata,

tentang orang tertentu yang telah melakukan perbuatan tertentu pada

waktu dan tempat yang tertentu pula. Oleh karena itulah Pasal 143 ayat (2)

KUHAP menghendaki pencantuman identitas lengkap terdakwa, uraian

yang cermat, jelas, dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan

serta waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan oleh terdakwa.

c. Wewenang Penyusunan Surat Dakwaan

Pada prinsinya, hanya Jaksa Penuntut Umum yang berhak dan

berwenang dalam menyusun surat dakwaan, mendakwa serta

menghadapkan seseorang terdakwa kepada hakim di muka sidang

Page 31: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

pengadilan. Akan tetapi tentu terhadap prinsip umum ini terdapat

pengecualian, pada tindak pidana acara ringan dan acara pelanggaran

lalulintas jalan (Pasal 205 ayat (2) dan Pasal 212). Dalam acara

pemeriksaan tindak pidana ringan seperti yang sudah pernah dijelaskan,

penyidik atas kuasa penuntut umum menghadapkan dan mendakwa

terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan (Pasal 205 ayat (2)).

Demikian juga pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan,

penyidik langsung menghadapkan terdakwa kepada hakim dalam sidang

pengadilan. Namun demikian kedua pengecualian diatas, tidak mengurangi

arti prinsip bahwa hanya jaksa yang berhak mendakwakan seseorang

terdakwa yang melakukan tindak pidana kepada hakim di muka sidang

pengadilan.

Di dalam sidang pengadilan, fokus pemeriksaan harus tetap mengarah

pada pembuktian surat dakwaaan. Apabila tidak terbukti, terdakwa

dibebaskan dan apabila terbukti sebagai tindak pidana maka terdakwa

dijatuhi pidana. Dengan demikian, terdakwa hanya dapat dipidana jika

terbukti telah melakukan delik yang disebut dalam dakwaan. Jika terdakwa

terbukti melakukan delik tetapi tidak disebut dalam dakwaan, maka ia

tidak dapat dipidana (Andi Hamzah, 1985:168).

Selain sesuai ketentuan KUHAP maka bagi Penuntut Umum juga

harus memperhatikan Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan terbitan

Kejaksaan Agung Republik Indonesia, 1985. Di dalam buku pedoman

tersebut dijelaskan pengertian-pengertian dari cermat, jelas dan lengkap,

seperti yang disyaratkan oleh Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

Cermat adalah ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam

mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang

yang berlaku bagi terdakwa, tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan

yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau dakwaan tidak

dapat dibuktikan. Misalnya, adakah pengaduan dalam hal delik aduan,

apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan tindak

Page 32: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

pidana tersebut, apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah

kadaluwarsa, apakah tindak pidana itu tidak nebis in idem.

Jelas yaitu Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur

delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan

materiil (fakta) yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan.

Lengkap adalah uraian dakwaan harus mencakup semua unsur-unsur

yang ditentukan undang-undang secara lengkap.

d. Peranan dan Sifat Hakekat Surat Dakwaan

Bahwa surat dakwaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

proses penuntutan perkara pidana dimuka sidang. Bahwa ruang lingkup

pemeriksaan dibatasi oleh fakta yang didakwakan dalam surat dakwaan,

sehingga Hakim dalam menjatuhkan putusannya semata-mata berdasarkan

hasil pemeriksaan dan penilaian terhadap fakta yang diuraikan dalam surat

dakwaan yang dianggap terbukti.

Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi :

“Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila

pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang

mendapat keyakinan bahwa seorang yang dianggap bertanggung

jawab bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”.

Dalam hal ini merupakan asas dari Hukum Acara Pidana bahwa surat

dakwaan memegang peranan penting sekali dalam proses perkara pidana.

Bahwa surat dakwaan dapat mempunyai dua (2) segi, yaitu:

1) Segi positif : Bahwa keseluruhan isi surat dakwaan yang terbukti

dalam persidangan, harus dijadikan dasar oleh Hakim dalam

putusannya.

2) Segi negatif : Bahwa apa yang dinyatakan terbukti dalam

persidangan, harus dapat diketemukan kembali dalam surat

dakwaan.

Page 33: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Berdasarkan uraian tersebut diatas betapa pentingnya surat dakwaan

dalam persidangan pidana, bukan saja untuk Penuntut Umum dan Hakim

tetapi penting pula bagi terdakwa. Jadi, surat dakwaan sangat penting bagi

Jaksa, terdakwa, dan Hakim (Anonim, 1985:8).

a) Jaksa, sebagai dasar untuk melakukan penuntutan perkara ke

Pengadilan dan kemudian untuk dasar pembuktian dan

pembahasan yuridis dalam surat melakukan upaya hukum;

b) Terdakwa, sebagai dasar dalam pembelaan dan menyiapkan

bukti-bukti kebalikan terhadap apa yang telah didakwakan

terhadapnya;

c) Hakim, sebagai dasar untuk pemeriksaan di sidang pengadilan

dan putusan yang akan dijatuhkan tentang terbukti atau

tidaknya kesalahan terdakwa sebagaimana dimuat dalam surat

dakwaan.

e. Bentuk Dakwaan

Penyusunan surat dakwaan, kecuali harus memenuhi syarat formal

(Pasal 143 ayat (3) huruf a) dan syarat materiil (Pasal 143 ayat (2) huruf

b) juga terikat dengan bentuk-bentuk surat dakwaan. Penyusunan surat

dakwaan dikenal ada 5 (lima) bentuk (Anonim, 1985:24-28).

1) Tunggal

Dakwaan tunggal, apabila Jaksa Penuntut Umum

berpendapat dan yakin benar bahwa:

a) Perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya merupakan satu

tindak pidana saja;

b) Terdakwa melakukan satu perbuatan, tetapi dalam beberapa

ketentuan pidana (eendaadsche semenloop=Concursus

idealis), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1)

KUHP;

Page 34: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

c) Terdakwa melakukan perbuatan yang berlanjut (voorgezette

handeling), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1)

KUHP.

2) Kumulatif (cumulative ten laste legging)

Dalam satu surat dakwaan, beberapa tindak pidana yang

masing-masing berdiri sendiri, artinya tidak ada hubungan antara

tindak pidana yang satu dengan yang lain, didakwakan secara

serempak. Yang penting dalam hal ini, bahwa subjek pelaku

tindak pidana adalah terdakwa yang sama. Konsekuensi

pembuktianya adalah bahwa masing masing dakwaan harus

dibuktikan.

3) Subsidiair (subsidiair ten laste legging)

Dalam surat dakwaan, didakwakan beberapa perumusan

tindak pidana dan Perumusan itu disusun sedemikian rupa secara

bertingkat dari dakwaan yang paling berat sampai dakwaan yang

paling ringan.

Jadi pada hakikatnya, dalam bentuk surat dakwaan

subsidair ini hanya satu tindak pidana saja yang sebenarnya akan

didakwakan kepada terdakwa.

4) Alternatif (Alternatif Ten Last Legging)

Dalam surat dakwaan, didakwakan beberapa perumusan

tindak pidana tetapi pada hakikatnya yang merupakan tujuan

utama ialah hanya ingin membuktikan satu tindak pidana saja

diantara rangkaian tindak pidana yang didakwakan. Dalam hal itu

Jaksa Penuntut Umum belum mengetahui secara pasti, apakah

tindak pidana yang satu atau yang lain yang dapat dibuktikan, dan

ketentuan manakah yang akan diterapkan oleh Hakim. Jadi, disini

Jaksa Penuntut Umum mengajukan bentuk dakwaan yang bersifat

altenatif atau pilihan.

Page 35: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Konsekuensi pembuktiannya adalah apabila dakwaan yang

dimaksudkan telah terbukti maka yang lain tidak perlu dihiraukan

lagi.

5) Kombinasi

Sekarang ini dalam praktek berkembang, bentuk surat

dakwaan yang disusun secara kombinasi, yang didalamnya

mengandung bentuk dakwaan kumulatif, yang masing-masing

dapat terdiri pula dari dakwaan subsidair dengan kumulatif.

akhir-akhir ini sering dipermasalahkan penggabungan

dalam satu surat dakwaan antara dakwaan tindak pidana khusus

misalnya dengan tindak pidana umum, sebagai dakwaan

subsidairnya atau alternatifnya. Demikian juga, sejauh mana

kemungkinannya terhadap berkas perkara tindak pidana khusus

yang disidik oleh Jaksa, dalam surat dakwaanya disamping

dakwaan tindak pidana khusus, ditambahkan pula dakwaan tindak

pidana umum. Hal ini dipersoalkan, karena Jaksa berdasarkan

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak

berwenang menyidik perkara tindak pidana umum.

Dengan demikian, dikhawatirkan apabila ternyata dimuka

persidangan yang terbukti adalah tindak “pidana umum” nya,

sedangkan berkas perkara itu merupakan hasil penyidikan Jaksa

dalam perkara tindak pidana khusus. Maka permasalahanya

adalah, apakah hakim memutus perkara yang demikian.

f. Penggabungan Perkara Dalam Penyusunan Dakwaan

Pada dasarnya penggabungan perkara dalam dakwaan ini merupakan

suatu bentuk dakwaan kumulatif, yang dimaksudkan bahwa dalam

dakwaan itu terdapat beberapa tindak pidana yang didakwakan dan

kesemuanya harus dibuktikan. Bentuk dakwaan ini dipergunakan dalam

perihal hubungannya dengan apa yang dinamakan samenloop/concursus

atau deelneming. Pada pokoknya dakwaan ini dipergunakan dalam hal

Page 36: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

menghadapi seorang yang melakukan beberapa tindak pidana atau

beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Jadi dakwaan ini

dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan

maupun kumulasi pelakunya (M.Yahya Harahap, 2002:472).

Hal ini berarti, pada saat yang sama dan dalam pemeriksaan sidang

pengadilan yang sama, kepada terdakwa diajukan gabungan beberapa

dakwaan sekaligus. Tata cara pengajuan surat dakwaan yang seperti ini

dimungkinkan berdasar ketentuan Pasal 141 Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), yang disebut “penggabungan perkara” dalam

“satu surat dakwaan”. Sehubungan dengan gabungan beberapa dakwaan,

Pasal 141 KUHAP telah mengatur tentang penggabungan atau kumulasi

perkara atau tindak pidana, maupun kumulasi tentang terdakwanya.

Menurut Pasal 141 KUHAP, penuntut umum dapat mengajukan

dakwaan yang bebentuk kumulasi apabila dalam waktu yang sama atau

hampir bersamaan menerima beberapa berkas perkara dalam hal:

1) Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan

kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap

penggabungan,

2) Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain.

KUHAP memberi penegasan lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 141

ke 2, yang dimaksud dengan tindak pidana dianggap mempunyai sangkut-

paut dengan yang lain”, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh :

a) Lebih dari seorang yang bekerja sama yang dilakukan pada saat

yang bersamaan,

b) Lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda akan tetapi

merupakan pelaksanaan dari mufakat jahat yang dibuat oleh

mereka sebelumnya,

c) Satu orang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan

dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau

menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak pidana.

Page 37: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

3) Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang

lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya,

yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan

pemeriksaan.

Dari rumusan bunyi dan penjelasan Pasal 141 KUHAP, kesimpulan

yang dapat ditarik adalah adanya wewenang penuntut umum untuk

mengajukan dakwaan yang berbentuk kumulasi, baik “kumulasi perkara

tindak pidana” maupun sekaligus “kumulasi terdakwa” dengan kumulasi

dakwaannya. Akan tetapi jika masalahnya semata-mata dipersoalkan dari

ketentuan Pasal 141 KUHAP saja, mungkin tidak mampu memberi

gambaran yang jelas. Oleh karena itu, supaya masalah dakwaan yang

berbentuk kumulasi terhadap beberapa orang terdakwa dapat dijelaskan

secara terang dan menyeluruh, terpaksa menghubungkan ketentuan

ketentuan Pasal 141 KUHAP dengan Pasal-Pasal Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) yang berkenaan dengan “penyertaan” dalam

perbuatan tindak pidana atau “pengambilan bagian” (deelneming) dalam

perbuatan tindak pidana, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55 KUHP.

Begitu pula mengenai kumulasi perbarengan tindak pidana atau

perbarengan perbuatan. Kumulasi atau penggabungan dakwaan baru dapat

dibahas secara menyeluruh, apabila Pasal 141 KUHAP dikaitkan dengan

ketentuan “perbarengan” atau concursus (samenloop) yang diatur dalam

Pasal-Pasal 63, 64, 65, 66, dan Pasal 70 KUHP.

(M.Yahya Harahap 2002:394)

Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu mengenai bentuk

dakwaan kumulasi, baik kumulasi dalam hal penyertaan tindak pidana

(deelneming) maupun kumulasi dalam hal perbarengan tindak pidana

(concursus).

Page 38: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

1) Dakwaan Kumulasi dalam Penyertaan Perbuatan Tindak Pidana

(deelneming)

Dakwaan kumulasi yang berkaitan dengan penyertaan ini diatur

dalam Pasal 55 KUHP, yang dibedakan menjadi beberapa bentuk

pengambilan bagian dalam suatu tindak pidana yaitu:

a) Kawan berbuat (mededaderschap) atau accomplice

Pengertian kawan berbuat menurut Pasal 55 KUHP disebut juga

sebagai orang yang turut serta melakukan atau medeplegen.

Sebagian orang mengartikan turut serta melakukan perbuatan

tindak pidana ialah setiap orang yang benar-benar ikut aktif

ambil bagian dalam pelaksanaan perbuatan.

Bentuk surat dakwaan Penuntut Umum dalam kasus yang seperti

ini adalah:

(1) Menggabungkan atau mengumpulkan para terdakwa dalam

satu surat dakwaan,

(2) Merumuskan dengan terang dan jelas unsur-unsur delik

yang mereka langgar serta menyebut tempat dan waktu

peristiwa pidana, juga dirumuskan secara rinci peran

masing-masing terdakwa dalam pelaksanaan perbuatan

tindak pidana,

(3) Sekaligus para terdakwa dihadapkan, diperiksa dan diadili

dalam satu persidangan pengadilan,

(4) Pengadilan menjatuhkan putusan kepada para terdakwa

dalam satu putusan dengan merinci peran masing-masing

serta menyebut satu per satu hukum yang dikenakan.

Dalam bentuk kasus yang seperti ini, sama sekali tidak

mengurangi wewenang Penuntut Umum untuk mendakwa para

terdakwa secara terpisah dengan mempergunakan ketentuan

Pasal 142 KUHAP.

Page 39: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

b) Ambil bagian sebagai pembantu

Bentuk kedua dalam penyertaan melakukan tindak pidana ialah

orang yang memberi bantuan (medeplichtig), yakni orang yang

sengaja meberi bantuan baik sebelum, atau pada saat maupun

sesudah tindak pidana dilakukan. Dalam hal ini terdapat 2 (dua)

pilihan bagi Penuntut Umum, yaitu mengajukan dakwaan

kumulasi terhadap semua orang yang terlibat dalam tindak

pidana yang bersangkutan atau mengajukan dakwaan secara

terpisah (Pasal 142 KUHAP).

c) Penganjur

Penganjur adalah merupakan pelaku tindak pidana yang cerdik,

atau intellectuele dader, yang bersembunyi dibalik pelaku tindak

pidana yang dianjurkan. Terdakwa penganjur didakwa dalam

surat dakwaan tersendiri. Demikian juga pelaku tindak pidana

materiil, didakwa dalam dakwaan tersendiri. Masing-masing

diperiksa, diadili, dan diputus dalam pemeriksaan pengadilan

yang terpisah dan berdiri sendiri.

2) Dakwaan Kumulasi dalam Perbarengan Perbuatan Tindak Pidana

(concursus)

a) Surat dakwaan kumulasi dalam concursus idealis

concursus idealis diatur dalam Pasal 63 KUHP. Apabila terjadi

satu peristiwa pidana yang sekaligus mencakup atau mengenai

lebih dari satu (beberapa) Pasal peraturan pidana, hanya satu saja

hukuman yang dijatuhkan, yakni hukuman “pokok” yang

terberat. Pengertian concursus idealis atau keadaan “perbarengan

peraturan”yang lazim juga disebut eendaadsche samenloop :

(1) Apabila terjadi satu perbuatan tindak pidana,

(2) Tetapi sekalipun perbuatan tindak pidananya hanya satu,

(3) Perbuatan itu mengenai atau mencakup sekaligus lebih dari

satu (beberapa) ketentuan pidana,

Page 40: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

(4) Maka cara penjatuhan hukuman pidananya dilakukan

dengan mempergunakan “sistem absorbsi”, yaitu hanya

satu saja hukuman pidana yang dijatuhkan dan hukuman

pidana yang terberat yang menjadi ancaman hukumannya.

b) Bentuk dakwaan pada perbuatan berlanjut (continuando,

continutus)

Tentang perbuatan pidana yang dilanjutkan atau

voorgezettehandeling diatur dalam Pasal 64 KUHP. Sebelumnya

menguraikan bentuk surat dakwaan dalam perkara yang

mengandung perbuatan tindak pidana berlanjut, yang ada baiknya

dijelaskan serba ringkas arti perbuatan berlanjut.

Rumusan Pasal 64 KUHP, tidak menjelaskan secara terang

apa yang dimaksud dengan pengertian perbuatan tindak pidana

yang berlanjut, pada intinya perbuatan berlanjut itu mengandung

unsur-unsur :

(1) Harus ada kesatuan kehendak

(2) Mengenai peristiwa yang sama

(3) Jarak antara setiap rangkaian perulangan perbuatan

dilakukan dalam jangka waktu yang “relatif tidak terlampau

lama.”

c) Bentuk surat dakwaan dalam concursus realis

Dalam peristiwa pidana yang mengandung “perbarengan

perbuatan” atau concursus realis, dijumpai beberapa jenis

penyususnan surat dakwaan komulasi, disesuaikan dengan jenis

concursus realis yang diatur dalam KUHP sebagaimana termuat

dalam Pasal 65, 66, dan Pasal 70. Pengertian perbarengan

perbuatan atau concursus realis dapat disingkat sebagai berikut :

(1) Adanya perbarengan beberapa (lebih dari satu) perbutan

kejahatan yang dilakukan oleh seseorang,

(2) Dan setiap perbuatan itu mengenai beberapa (lebih dari

satu) kejahatan yang diatur dalam Pasal-Pasal pidana,

Page 41: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

(3) Dengan demikian setiap perbuatan itu dianggap sebagai

perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri,

(4) Serta perbarengan perbuatan itu biasa bersifat:

(a) Bentuk surat dakwaan dalam concursus realis yang

ancaman “hukuman pokoknya sejenis”

Bentuk concursus realis yang ancaman hukuman

pokoknya sejenis diatur dalam Pasal 65 KUHP.

Menurut ketentuan tersebut, sesuatu peristiwa dianggap

mengandung concursus realis yang ancaman hukuman

pokoknya sejenis, apabila dalam perkara yang

bersangkutan terdapat ciri-ciri:

(i) Adanya perbarengan perbuatan dalam peristiwa

pidana,

(ii) Dan setiap perbuatan dipandang tindak pidana yang

berdiri sendiri,

(iii) Akan tetapi hukuman pokok yang diancamkan pada

setiap tindak pidana yang berdiri sendiri tadi

“sejenis” (sebagai contoh, misalkan hukuman

pokoknya sama-sama hukuman penjara),

(iv) Maka sistem penghukumannya diterapkan

“absorpsi yang dipertajam”,

(v) Berupa hukuman pokok yang terberat + 1/3.

(b) Bentuk surat dakwaan dalam concursus realis yang

ancaman “hukuman pokoknya tidak sejenis”

Bentuk concursus realis yang ancaman hukuman

pokoknya tidak sejenis diatur dalam Pasal 66 KUHP.

Pada hakikatnya tidak ada perbedaan yang prisipil

dengan concursus realis yang hukuman pokoknya

“sejenis”. Pengertian antara kedua concursus tersebut

adalah sama-sama merupakan “perbarengan” lebih dari

satu perbuatan. Letak perbedaan antara concursus realis

Page 42: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

yang hukuman pokoknya sejenis dengan yang hukuman

pokoknya tidak sejenis bukan terletak pada

pengertiannya, akan tetapi terletak pada:

(i) Akibat perbarengan perbuatan dihubungkan dengan

Pasal tindak pidana yang berkenaan dengan setiap

perbuatan. Yaitu, pada concursus realis yang

hukuman pokoknya sejenis diatur dalam Pasal 65

KUHP, sedangkan concursus realis yang hukuman

pokoknya tidak sejenis diatur dalam Pasal 66

KUHP.

(ii) Perbedaan yang terletak pada sistem

penghukumannya, Pada concursus realis yang

ancaman hukuman pokoknya sejenis, sistem

penjatuhan hukumannya didasarkan pada cara

“absorbsi yang dipertajam”, yakni satu hukuman

saja yang dijatuhkan berupa hukuman maksimum

tindak pidana yang terberat + 1/3. Sedang pada

concursus realis yang ancaman hukuman pokoknya

tidak sejenis, sistem penghukumannya dilakukan

berdasarkan cara “kumulasi yang diperlunak”, yakni

setiap tindak pidana masing-masing dijatuhi

hukuman, tapi maksimum hukuman yang dapat

dijatuhkan ialah ancaman hukuman tindak pidana

yang terberat +1/3.

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi

a. Pengertian Korupsi

Menurut Fockema Andreae istilah korupsi berasal dari bahasa Latin

corruption atau corruptus (Webster student dictionary: 1960). Selanjutnya

disebutkan bahwa corruption itu bersal pula dari kata asal corrumpere,

suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak

Page 43: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

bahasa eropa seperti inggris, yaitu corruption, corrupt; di prancis yaitu

corruptin; dan belanda, yaitu corruptive (korruptie). Kita dapat

memberanikan diri bahwa dari bahasa belanda inilah kata itu turun ke

bahasa Indonesia, yaitu korupsi (Andi Hamzah, 2007:4). Secara harfiah,

korupsi mengandung arti kebusukan, keburukan, kebejatan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral.

Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 2 dan 3 mendefinisikan korupsi antara lain sebagai berikut :

1) Setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara.

2) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.

Dalam Black’s Law Dictionary, korupsi merupakan suatu perbuatan

yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang

tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah dengan

menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu

keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain (Rohim, 2008:2).

Dalam arti sempit, korupsi berarti pengabaian standar perilaku tertentu

oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kepentingan diri sendiri.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mendefinisikan

korupsi sebagai tindakan yang merugikan kepentingan umum dan

masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

Terdapat suatu uraian tentang pengertian korupsi yang dihubungkan

dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu: “Corruption is a major problem with

long history. Strong link exists between corruption and economic growth.

Page 44: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

It is inappropriate to relate it with third world absolute poverty only.

Relative poverty also generates corruption to a significant extent. So it is

not aproblem exists in developing countries only. There could always be

interested parties in all countries who are the direct beneficiaries to

maintain the system with high element of corruption” (Pariks K Basu,

Vol.2, No.4, 2006).

Pengertian dari penjabaran uraian diatas adalah: “Korupsi adalah

merupakan masalah pokok dengan sejarah yang panjang. Terdapat

hubungan yang erat antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini

tidak tepat jika hanya menghubungkan antara korupsi, pertumbuhan

ekonomi dan kemiskinan dunia. Korupsi menibulkan masalah yang

signifikan yaitu kemiskinan. Jadi permasalahan ini tidak hanya timbul di

negara berkembang. Permasalahan itu juga terdapat di semua negara yang

berkaitan langsung untuk menjaga sistem pemberantasan korupsi”.

Dikarenakan tindak pidana korupsi yang semakin menjadi, ditetapkan

strategi yang tepat melalaui pencegahan dan pemberantasan korupsi di

Indonesia merumuskan tiga bentuk strategi pemberantasan korupsi secara

nasional, yaitu strategi persuasif, strategi detektif, dan strategi represif

(Chaerudin dkk:2009:20).

b. Bentuk-bentuk korupsi

Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh Undang-undang Nomor

31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 dalam Pasal-

Pasalnya. Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut korupsi dirumuskan ke dalam

30 (tiga puluh) bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

1) Korupsi yang terkait dengan keuangan negara, yaitu melawan hukum

untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara.

2) Korupsi yang terkait dengan suap menyuap, yaitu menyuap pegawai

negeri; memberikan hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;

pegawai negeri menerima suap; pegawai negeri menerima hadiah

Page 45: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

yang berhubungan dengan jabatannya; menyuap hakim; menyuap

advokat; advokat yang menerima suap; hakim yang menerima suap.

3) Korupsi yang terkait penggelapan dalam jabatan, yaitu pegawai

negeri yang menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;

pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;

pegawai negeri merusakkan bukti; pegawai negeri membiarkan orang

lain merusakkan bukti; pegawai negeri membantu orang lain

merusakkan bukti.

4) Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan, yaitu pegawai

negeri melakukan pemerasan; pegawai negeri memeras pegawai lain.

5) Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, yaitu pemborong

berbuat curang; pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;

rekanan TNI/POLRI berbuat curang; penerima barang TNI/POLRI

membiarkan perbuatan curang; pegawai negeri menyerobot tanah

negara sehingga merugikan orang lain.

6) Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan,

yaitu pegawai negara turut serta dalam pengadaan yang diurusnya.

7) Korupsi yang terkait dengan gratifikasi yaitu, pegawai negeri

menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK.

Selain tujuh kelompok jenis tindak pidana korupsi tersebut, maka

masih ada 6 (enam) tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak

pidana korupsi, yaitu merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;

tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar;

bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka; saksi atau

ahli yang tidak memberi keterangan palsu; orang yang memegang rahasia

jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu;

saksi membuka identitas pelapor. (“Memahami untuk membasmi”, Komisi

Pemberantasan Korupsi, Cetakan Kedua, Jakarta, September 2006).

c. Modus Operandi Korupsi

Dalam bahasa Latin modus operandi berarti cara bertindak atau

procedure. Jadi modus operandi adalah cara melaksanakan atau cara

Page 46: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

bertindak. Dapat disimpulkan bahwa modus operandi korupsi adalah cara-

cara bagaimana korupsi itu dilakukan. Modus operandi korupsi telah

berkembang pesat mulai dari cara konvensional sampai kepada

pemanfaatan hi-tech yang memunculkan kejahatan berdimensi baru,

seperti bank crime, crime as bussines, manipulatin crime, corporation

crime, custom crime, money laundering, illegal logging illegal fishing, dan

berbagai modus cybercrime lainnya. Sebagai extraordinary crime,

pemberantasan tindak pidana korupsi seakan-akan berpacu dengan

munculnya beragam modus operandi korupsi yang semakin canggih.

David Bayle menginventarisasi biaya-biaya yang terjadi sebagai

akibat perilaku korupsi, yaitu :

1) Tindak korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan-tujuan

yang ditetapkan pemerintah (misalnya, korupsi dalam pengangkatan

pejabat atau salah alokasi sumberdaya menimbulkan inefisiensi dan

pemborosan).

2) Korupsi akan segera menular ke sektor swasta dalam bentuk upaya

mengejar laba dengan cepat dalam situasi yang sulit diramalkan, atau

melemahkan investasi dalam negeri, dan menyisihkan pendatang

baru, dengan demikian mengurangi partisipasi dan pertumbuhan

sektor swasta.

3) Korupsi mencerminkan kenaikan harga administrasi (pembayar pajak

harus ikut menyuap, karena membayar beberapa kali lipat untuk

pelayanan yang sama.

4) Jika korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak sah, hal ini

akan mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.

5) Korupsi merusak mental aparat pemerintah, melunturkan keberanian

yang diperlukan untuk mematuhi standar etika yang tinngi.

6) Korupsi dalam pemerintahan menurunkan rasa hormat kepada

kekuasaan, dan akhirnya menurunkan rasa legitimasi pemerintah.

Page 47: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

7) Jika elit politik dan pejabat tinggi pemerintah secara luas dianggap

korup, maka publik akan menyimpulkan tidak ada alasan bagi publik

untuk tidak boleh korup juga.

8) Seorang pejabat atau politisi yang korup adalah pribadi yang hanya

memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau berkorban demi

kemakmuran bersama dimasa mendatang.

9) Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi

produktivitas, karena waktu dan energi habis untuk menjalin

hubungan guna menghindari atau mengalahkan sistem, daripada

untuk meningkatkan kepercayaan dan memberikan alasan obyektif

mengenai permintaan layanan yang dibutuhkan.

10) Korupsi karena merupakan ketidak adilan yang dilembagakan mau

tidak mau akan menimbulkan perkara yang harus dibawa ke

pengadilan dan tuduhan-tuduhan palsu yang digunakan pada pejabat

yang jujur untuk tujuan pemerasan.

11) Bentuk korupsi yang paling menonjol dibeberapa negara yaitu uang

pelicin menyebabkan keputusan ditimbang berdasarkan uang, bukan

berdasarkan kebutuhan manusia.

3. Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia

a. Pengaturan dan Penerapan Hak Asasi Manusia Pada Sistem Peradilan

Guna mewujudkan sistem peradilan pidana yang adil dan benar, hal

ini dapat dicermati lebih lanjut pada bunyi undang-undang nomor 39 tahun

1999 tentang hak asasi manusia pada Pasal 17, yaitu :

“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak memperoleh keadilan

dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik

dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili

melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai

dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaanyang obyektif oleh

hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan

benar”.

Salah satu upaya dalam hal penerapan hak asasi manusia pada sistem

peradilan adalah dibentuknya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Page 48: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sehubungan

dengan tujuan pembentukan KUHAP, karena bahwa dalam hukum acara

pidana modern dikenal beberapa asas yang sangat berkaitan dengan hak-

hak asasi manusia. Antara lain yaitu asas peradilan cepat atau contante

justitie, semakin ditekankan dalam KUHAP. Ketentuan ini dijelaskan

dalam penjelasan umum dalam butir 3e dikatakan: “Peradilan yang harus

dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan, jujur dan tidak

memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat

perdilan”

Selain itu tertuang prinsip legalitas yang disebut dalam konsideran

KUHAP seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi “bahwa

negara republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan

pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak

asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan

kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Selain

itu, dalam penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP menyatakan “setiap

orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan

dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya

putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh

kekuatan hukum tetap”.

b. Perlindungan Hak-Hak Tersangka atau Terdakwa Dalam Proses Peradilan

Pidana

Definisi di dalam KUHAP tentang tersangka dan terdakwa terdapat

pada Pasal 1 butir 14, mengenai tersangka sebagai berikut: “Tersangka

adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan

bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Sedangkan

butir 15 mengenai terdakwa ialah sebagai berikut: “Terdakwa adalah

seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang

pengadilan”

Page 49: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Mengenai hak asasi yang melekat pada diri tersangka ataupun juga

kepada terdakwa maka semakin dipertajam lagi dalam Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu pada penjelasan

umum, Pasal 1 ayat (6), dan Pasal 3 ayat (2), yaitu :

Penjelasan bagian umum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia berbunyi :

“Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah merupakan

payung dari seluruh peraturan perundang-undanagan tentang hak

asasi manusia. Oleh karena itu, pelanggaran baik langsung maupun

tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana,

perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan”

Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia berbunyi:

“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun

tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum

mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi

manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-

undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan

mekanisme hukum yang berlaku”

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia berbunyi:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan

perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan hukum”

Dalam penjelasan KUHAP dapat ditemukan 10 (sepuluh) asas yang

mengatur perlindungan KUHAP terhadap “keluhuran harkat serta martabat

manusia”, Yaitu: a) Perlakuan yang sama dimuka hukum tanpa

diskriminasi apapun, b) Praduga tidak bersalah, c) Hak untuk memperoleh

kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi, d) Hak untuk mendapat bantuan

hukum, e) Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan, f) Peradilan yang

bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana, g) Peradilan yang

Page 50: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

terbuka untuk umum, h) Pelanggaran atas hak-hak warga negara

(penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan) harus

didasarkan pada undang-undang dan dilakukan dengan surat perintah

(tertulis), i) Kepada seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan

dan atau penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa

yang didakwakan kepadanya juga wajib diberitahu haknya itu termasuk

hak menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum, j) Kewajiban

pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-putusannya.

Menurut pendapat Mardjono dalam pidatonya yang dimuat dalam

buku karya Mien Rukmini (2003:91), dia berpendapat bahwa “hak-hak

yang diberikan oleh KUHAP bukan tertuju kepada tersangka atau

terdakwa sebagai pelanggar hukum, akan tetapi sebagai manusia yang

mempunyai hak dan kewajiban, manusia sebagai obyek dan subyek

anggota masyarakat. Jika seorang tersangka atau terdakwa yang diperiksa

karena kebenaran materiel sungguh-sungguh adalah pelaku delik, hal itu

merupakan suatu resiko perbuatannya sendiri yang melanggar hukum itu.

Akan tetapi seorang tersangka atau terdakwa belum tentu sungguh-

sunnguh bersalah seperti yang dilaporkan, diadukan atau didakwakan.

Setiap orang dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan hakim yang

tetap bahwa ia bersalah (presumption of innocence)”

Page 51: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.

Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan :

Korupsi dipandang sebagai kejahatan yang luar biasa (exstraordinary

crime), karena dampak dari kejahatan tersebut sangat merugikan beberapa

aspek didalam sistem suatu negara. Mengenai hal itulah maka penegakan

hukum dalam menghadapi serta menyelesaikan kasus korupsi harus benar-

benar tegas. Mencermati kasus korupsi yang dilakukan oleh Budi Santoso di

wilayah purworejo-jawa tengah, dalam hal ini Budi Santoso melakukan tindak

Kasus Korupsi

Strategi Penggabungan Perkara oleh

Penuntut Umum

Hak Asasi Manusia

Terdakwa

Pasal 141

3 kasus korupsi dalam waktu

yang bersamaan

Penggabungan 3 (tiga) Perkara

menjadi

1 (satu) Surat Dakwaan

Page 52: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

pidana korupsi dalam waktu yang hampir bersamaan. Seperti yang telah

dikemukakan penegakan hukum dalam kasus korupsi harus benar-benar tegas

dilaksanakan, akan tetapi dalam melaksanakan proses penegakan hukum yang

tegas harus mempertimbangkan aspek hak asasi manusia (HAM). Bahwa

sebelum orang tersebut mendapat putusan yang sah atau putusan yang sudah

berkekuatan hukum tetap maka hak asasi manusia wajib untuk dilindungi,

terlepas dari putusan tersebut menyatakan bahwa dia bersalah atau tidak

bersalah.

Adanya proses penegakan hukum yang tegas tanpa mengabaikan hak asasi

manusia, oleh penuntut umum mengambil langkah menggabungkan 3 (tiga)

perkara untuk menjadi 1 (satu) surat dakwaan. Langkah penuntut umum

tersebut dilandasi oleh Pasal 141 KUHAP. Oleh karena itu, penulis akan

menelaah mengenai strategi penggabungan perkara dalam dakwaan oleh

Penuntut Umum terhadap penanganan tindak pidana korupsi dalam perspektif

penghormatan hak asasi manusia terdakwa.

Page 53: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

BAB III.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Penuntut Umum Menyusun Penggabungan Perkara dalam

Satu Surat Dakwaan Atas Nama Budi Santoso Pada Perkara Nomor

PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010, dan PDS-

02/PREJO/02/2010.

Mengkaji dasar hukum penggabungan perkara berdasarkan Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikaitkan dengan terdakwa

Budi Santoso, maka dapat diuraikan menjadi dua bahasan. Bahasan tersebut

adalah, pertama bahasan mengenai analisis dasar hukum dalam

penggabungannya dan yang kedua analisis mengenai penggabungan perkara

itu sendiri.

1. Analisis dasar hukum Penuntut Umum dalam menyusun dakwaan atas

nama Budi Santoso pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010, dan PDS-02/PREJO/02/2010.

Kasus korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Budi Santoso

merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Mengapa

demikian, bukan karena inti permasalahan korupsinya akan tetapi tekhnik

dalam menerapkan hukumnya yaitu penggabungan perkara menjadi satu

surat dakwaan. Budi Santoso ialah pejabat negara yang menjabat sebagai

Kepala Bagian Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Purworejo.

Terdakwa Budi Santoso melakukan tiga kasus korupsi yaitu pertama,

kasus pencairan dan penggunaan SPM (Surat Perintah Membayar) untuk

biaya pinjaman kepada BPD Jawa tengah dan biaya hutang bank, kedua

dalam hal pelaksanaan pemberian dana bantuan imbal swadana sekolah

tahun anggaran 2007 dan tahun anggaran 2008, serta ketiga dalam hal

pengadaan alat kesehatan tahun 2004. Dikarenakan terdakwa melakukan

tiga tindak pidana dalam waktu yang hampir bersamaan, maka hal itu

38

Page 54: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

sangat berpengaruh pada langkah Penuntut Umum guna menggabungkan

ketiga perkara tersebut menjadi satu surat dakwaan.

Mencermati ketentuan KUHAP yang dihubungkan dengan kasus

korupsi oleh terdakwa Budi Santoso terdapat suatu sinkronisasi antara

kewenangan Jaksa Penuntut Umum dengan hak asasi terdakwa. Hal itu

dapat dibuktikan pada bunyi Pasal 141 KUHAP, yang menyatakan bahwa:

Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan

membuatnya dalam satu surat dakwaan apabila dalam waktu yang sama

atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal:

a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama

dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap

penggabungan,

b. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang

lain,

c. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan

yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada

hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu

bagi kepentingan pemeriksaan.

Dari ketentuan Pasal 141 KUHAP di atas, penulis mencoba

menghubungkan dengan Pasal-Pasal yang tertera dalam Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dari hal itu, dapat

dilihat bahwa dengan adanya penggabungan perkara menjadi satu surat

dakwaan mampu menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) terdakwa.

Akan lebih jelasnya mengenai dasar hukum bagi Penuntut Umum

dalam menerapkan tekhnik penggabungan perkara menjadi satu surat

dakwaan, penulis akan menyajikannya dalam bentuk tabel berikut ini:

Page 55: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Tabel 1.

Tabel Dasar Hukum Penggabungan Perkara dalam Perspektif

Hak Asasi Manusia Terdakwa

No Dasar Hukum Fakta Hukum

(Kasus TIPIKOR dengan terdakwa

Budi Santoso)

1. Pasal 141 KUHAP

Penuntut Umum dapat

melakukan penggabungan

perkara dan membuatnya dalam

satu surat dakwaan apabila

dalam waktu yang sama atau

hampir bersamaan ia menerima

beberapa berkas perkara dalam

hal:

a. Beberapa tindak pidana

yang dilakukan oleh

seorang yang sama dan

kepentingan pemeriksaan

tidak menjadikan halangan

terhadap penggabungan

b. Beberapa tindak pidana

yang bersangkut-paut satu

dengan yang lain,

c. Beberapa tindak pidana

yang tidak bersangkut-paut

satu dengan yang lain, akan

tetapi yang satu dengan

yang lain itu ada

Terdakwa Budi Santoso adalah

Kabag keuangan Sekertaris Daerah

Pemerintah kabupaten Purworejo.

Dia melakukan 3 tindak pidana

dengan kurun waktu yang hampir

bersamaan, yaitu : pertama, kasus

pencairan dan penggunaan SPM

untuk biaya pinjaman kepada BPD

Jawa tengah dan biaya hutang

bank, kedua dalam hal pelaksanaan

pemberian dana bantuan imbal

swadana sekolah tahun anggaran

2007 dan tahun anggaran 2008,

serta ketiga dalam hal pengadaan

alat kesehatan tahun 2004.

Berdasarkan ketentuan Pasal 141

KUHAP maka Penuntut Umum

berwenang untuk melakukan

penggabungan perkara dan

membuatnya dalam satu surat

dakwaan

Page 56: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

hubungannya, yang dalam

hal ini penggabungan

tersebut perlu bagi

kepentingan pemeriksaan.

2. Pasal 152 KUHAP

1. Dalam hal Pengadilan Negeri

menerima surat pelimpahan

perkara dan berpendapat

bahwa perkara itu termasuk

wewenangnya, Ketua

pengadilan menunjuk hakim

yang akan menyidangkan

perkara tersebut dan hakim

yang ditunjuk itu menetapkan

hari sidang.

2. Hakim dalam menetapkan

hari sidang sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1)

memerintahkan kepada

penuntut umum supaya

memanggil terdakwa dan

saksi untuk datang di sidang

pengadilan.

Bunyi dari Pasal 152 KUHAP

tersebut adalah langkah awal yang

menunjukan proses pemeriksaan di

persidangan dengan jenis “acara

pemeriksaan biasa”. Ketentuan

mengenai proses acara

pemeriksaan yang dianut oleh

KUHAP ada tiga, yaitu acara

pemeriksaan biasa, acara

pemeriksaan singkat, dan acara

pemeriksaan cepat.

Mencermati tindak pidana yang

dilakukan oleh terdakwa Budi

Santoso yang mana ketiganya

adalah kasus korupsi yang sama-

sama menggunakan acara

pemeriksaan biasa, maka tidak ada

halangan dan semakin

mempermudah Penuntut Umum

dalam penggabungan perkaranya

menjadi satu surat dakwaaan. Hal

itu mengingat bahwa dalam

penggabungan perkara jika di

dalamnya terdapat perbedaan

Page 57: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

dalam bentuk acara pemeriksaan

akan menjadikan halangan dalam

proses penggabungan, akan tetapi

hal itu tidak menutup kemungkinan

untuk tetap digabungkannya

perkara meskipun terdapat proses

acara pemeriksaan yang berbeda di

dalamnya.

3. Penjelasan umum KUHAP

butir 3e

Peradilan yang harus dilakukan

dengan cepat, sederhana, dan

biaya ringan serta bebas, jujur

dan tidak memihak harus

diterapkan secara konsekuen

dalam seluruh tingkat peradilan.

Salah satu tujuan dalam

penggabungan perkara menjadi

satu surat dakwaan dalam kasus

tindak pidana korupsi oleh

terdakwa Budi Santoso adalah

tercapainya peradilan yang cepat,

sederhana dan biaya ringan. Jika

satu per satu perkara di sidangkan

maka akan membutuhkan waktu

yang sangat lama, serta tidak akan

tercipta sistem beracara yang

efektif dan efisien.

4. Pasal 65 ayat (1) KUHP

Dalam hal perbarengan

beberapa perbuatan yang harus

dipandang sebagai perbuatan

yang berdiri sendiri-sendiri,

sehingga merupakan beberapa

Tindak pidana dengan terdakwa

Budi Santoso adalah suatu tindak

pidana yang berdiri sendiri (tidak

bersangkut paut satu dengan yang

lainnya). Dari ketiga tindak pidana

Page 58: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

kejahatan, yang diancam dengan

pidana pokok yang sejenis,

maka hanya dijatuhkan satu

pidana.

yang dilakukan oleh terdakwa

adalah merupakan TIPIKOR, yang

mana korupsi merupakan bentuk

kejahatan. Karena sama-sama

bentuk kejahatan maka ancaman

hukuman pokoknya juga sejenis,

sehingga Penuntut Umum

menggunakan Pasal ini guna

menjadi dasar pelengkap dalam

penggabungan perkara.

5. Penjelasan Umum UU No.39

tahun 1999 Tentang HAM

Undang-Undang tentang Hak

Asasi Manusia ini adalah

merupakan payung dari seluruh

peraturan perundang-undangan

tentang hak asasi manusia.

Oleh karena itu, pelanggaran

baik langsung maupun tidak

langsung atas HAM dikenakan

sanksi pidana, perdata, dan atau

administrasi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Tindak pidana yang dilakukan oleh

Budi Santoso adalah suatu bentuk

kejahatan yang secara langsung

merugikan keuangan negara dan

pastinya harus dikenakan sanksi

pidana. Akan tetapi, langkah

Penuntut Umum dalam

menggabungkan perkara ini

memberikan warna tersendiri

sehingga hal ini cukup menarik

untuk dikaji. Menengenai UU

HAM sebagai payung hukum bagi-

seluruh peraturan perundang-

undangan, hal ini benar adanya jika

diimpretasikan dengan aturan Pasal

141 KUHAP. Dengan adanya

penggabungan perkara menjadi

Page 59: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

satu surat dakwaan, mampu

menghormati HAM terdakwa.

6. Pasal 1 ayat (6) UU No. 39

Th. 1999 tentang HAM

Pelanggaran hak asasi manusia

adalah setiap perbuatan

seseorang atau kelompok orang

termasuk aparat negara baik

disengaja maupun tidak

disengaja atau kelalaian yang

secara melawan hukum

mengurangi, mengahalangi,

membatasi, dan atau mencabut

HAM seseorang atau kelompok

orang yang dijamin oleh

undang-undang ini, dan tidak

mendapatkan atau

dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian

hukum yang adil dan benar,

berdasarkan mekanisme hukum

yang berlaku.

Tindak pidana yang dilakukan oleh

Budi Santoso sudah memenuhi

unsur-unsur Pasal 141 KUHAP,

sehingga Penuntut umum wajib

menggabungkan ketiga perkara

menjadi satu surat dakwaan.

Terdakwa adalah aparat negara

yang secara sengaja melawan

hukum mengambil kekayaan

negara, yang nyata-nyata bukan

menjadi haknya. Akan tetapi pada

Pasal ini tetap menghormati HAM

terdakwa yang dalam hal ini adalah

Budi Santoso untuk tetap

mendapatkan penanganan hukum

yang benar berdasarkan

mekanisme yang berlaku. Hal ini

berarti UU HAM menjamin

terdakwa Budi Santoso, guna

mendapatkan sistem penyelesaian

hukum yang adil dan benar yaitu

Pasal 141 KUHAP.

Page 60: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

7. Pasal 3 ayat (2) UU No.39

tahun 1999 Tentang HAM

Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan,

perlindungan dan perlakuan

hukum yang adil serta

mendapat kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan

hukum.

Menegaskan bahwa semua orang

tidak menutup kemungkinan

bahwa ia adalah tersangka ataupun

terdakwa berhak mendapatkan

perlindungan, perlakuan, serta

kepastian hukum yang adil.

Mengacu pada Pasal ini, sesuai

dengan fakta hukum yang terjadi

terdakwa Budi Santoso berhak atas

pemberlakuan hukum yang adil,

yang mana hal itu sudah di tertera

dalam Pasal 141 KUHAP. Pasal

141 KUHAP tentang kewenangan

Penuntut Umum menggabungkan

perkara tersebut adalah bentuk dari

pemenuhan keadilan bagi

terdakwa.

Dengan melihat tabel di atas yang menggambarkan antara dasar

hukum dengan fakta hukum yang terjadi, sekiranya mampu dijadikan

gambaran awal bahwa penggabungan perkara menjadi satu surat dakwaan

itu boleh dilakukan oleh Penuntut Umum. Sudah menjadi keharusan bagi

Penuntut Umum untuk menggabungkannya jika Penuntut Umum

menerima berkas perkara dalam waktu yang bersamaan. Mengenai

penggabungan perkara tersebut terdapat suatu korelasi yang kuat bahwa

dengan adanya ketentuan pada Pasal 141 KUHAP, mampu menghormati

hak asasi manusia terdakwa. Hal yang demikian tertuang dalam Undang-

Undang Hak Asasi Manusia yang berperan sebagai payung hukumnya. Di

Page 61: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai dasar-dasar hukum di

atas, sehingga mampu dijadikan dasar hukum bagi Penuntut Umum dalam

penggabungan perkara atas kasus korupsi oleh terdakwa Budi Santoso.

a. Pasal 141 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Ketentuan Pasal 141 KUHAP inilah yang dijadikan dasar

utama bagi Penuntut Umum dalam menggabungkan perkara

menjadi satu surat dakwaan bagi kasus korupsi oleh terdakwa Budi

Santoso. Mengenai isi dari Pasal 141 KUHAP sudah tertera dalam

tabel 1, dalam hal ini penulis mencoba menganalisis unsur-unsur

Pasal yang disesuaikan dengan fakta hukumnya.

1) “Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara dan

membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila dalam waktu

yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa

berkas perkara.”

Unsur yang pertama ini menjelaskan mengenai kewenangan

Penuntut Umum untuk melakukan penggabungan perkara dan

membuatnya dalam satu surat dakwaan. Hal itu dilakukan jika

Penuntut Umum menerima berkas perkaranya dalam waktu

yang hampir bersamaan. Dapat di cermati antara perkara

pertama di berkas pada bulan September tahun 2009, perkara

kedua di berkas bulan januari tahun 2010 dan perkara ketiga di

berkas bulan februari tahun 2010. Kurun waktu demikianlah

yang menunjukkan bahwa perkara tersebut diterima oleh

Penuntut Umum dalam waktu yang hampir bersamaan.

Pada hakekatnya unsur ini adalah suatu bentuk wewenang

dan perintah yang mewajibkan Penuntut Umum untuk

melaksanakan tugas tersebut. Jika dalam pemeriksaan

penyidikan terhadap masing-masing tindak pidana dibuat

dalam berita acara pemeriksaan penyidikan (BAP) yang

terpisah, maka tidak mengurangi kewenangan Penuntut Umum

Page 62: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

untuk menggabungkan perkara tersebut menjadi satu surat

dakwaan.

Mencermati kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa

Budi Santoso, yang mana melakukan tiga tindak pidana khusus

tersebut, maka wajib bagi Penuntut Umum untuk

menggabungkan perkara. Hal itu didasarkan karena Penuntut

Umum menerima berkas perkara dari ketiga tindak pidana

tersebut dalam waktu yang hampir bersamaan.

2) “Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang

sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan

terhadap penggabungannya.”

Mengenai unsur yang kedua ini, menjelaskan bahwa satu

orang melakukan beberapa tindak pidana maka dari itu

dilakukan penggabungan perkara atas beberapa tindak pidana

tersebut untuk menjadi satu surat dakwaan, karena dengan

penggabungan tersebut dirasa tidak menjadikan halangan

dalam kepentingan pemeriksaan.

Tindak pidana korupsi dengan terdakwa Budi Santoso,

bahwa ia melakukan beberapa (tiga) tindak pidana yang

kesemuanya adalah tindak pidana korupsi.

Menghubungkan dengan pertanggungjawaban pidana, yang

mana dalam perspektif hukum acara pidana terdakwa Budi

Santoso sebagai orang yang sehat jasmani dan rohani serta

tidak berada di bawah pengampuan maka dapat dimintai

pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.

Mengenai penggabungan ini tidak menjadikan halangan bagi

Penuntut Umum dalam kepentingan pemeriksaannya, karena

kelengkapan berkas perkaranya sudah diperoleh Penuntut

Umum secara lengkap dari penyidik guna proses pemeriksaan.

Justru dalam penggabungan perkara menjadi satu surat

dakwaan memberi kemudahan bagi Penuntut Umum dalam hal

Page 63: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

efisiensi waktu. Efisiensi yang dimaksud berkesesuaian dengan

asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Dalam hal

pembuktiannya, jika alat bukti dirasa cukup (Pasal 184

KUHAP) maka semakin mudah pula bagi Penuntut Umum

dalam upaya pembuktiannya.

Mengenai penggabungan perkara pada kasus Korupsi oleh

terdakwa Budi Santoso, bunyi pada point inilah yang

digunakan dasar yang kuat bagi Penuntut Umum dalam

melaksanakan kewenangannya.

3) “beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan

yang lain.”

Pada unsur yang ketiga ini, KUHAP memberikan

penjelasannya yaitu:

yang dimaksud dengan “tindak pidana dianggap mempunyai

sangkut paut satu dengan yang lain”, apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh:

a) Oleh lebih dari serang yang bekerja sama dan dilakukan

pada saat yang bersamaan,

b) Oleh lebih dari serang dilakukan pada saat dan tempat yang

berbeda akan tetapi merupakan pelaksanaan dari mufakat

jahat yang dibuat oleh mereka sebelumnya,

c) Oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat

yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana

lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena

tindak pidana.

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa

tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan lainnya

mempunyai penjabaran lebih lanjut. Dari uraian diatas

diperjelas lagi yaitu dapat dilihat penjelasan pada point (c)

yang menyatakan bahwa tindak pidana dianggap mempunyai

sangkut paut satu dengan yang lain, apabila tindak pidana

Page 64: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

tersebut dilakukan oleh seorang atau lebih dengan maksud

mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan

tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan

karena tindak pidana.

Pada point ini menjelaskan bahwa tindak pidana yang

dilakukan tidak ada hubungannya antara satu dengan yang lain,

akan tetapi ia melakukan tindak pidana dengan maksud

mendapatkan alat yang dipergunakan untuk melakukan tindak

pidana lain. Dengan melakukan beberapa tindak pidana

tersebut, terdakwa mempunyai maksus menghindarkan diri dari

pemidanaan karena tindak pidana lain.

4) “Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu

dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu

ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut

perlu bagi kepentingan pemeriksaan.”

Unsur keempat ini menjelaskan bahwa tidak ada kaitan

antara tindak pidana yang satu dengan yang lain. Akan tetapi

dengan adanya penggabungan perkara ini maka dirasa perkara

itu saling berhubungan, yang mana hal itu penting bagi upaya

pemeriksaan.

Pada unsur ini harus diperhatikan, tindak pidana yang

dilakukan oleh terdakwa sama sekali tidak berkaitan antara satu

dengan yang lainnya. Akan tetapi karena penggabungannya,

beberapa tindak pidana tersebut mempunyai hubungan yang

dalam hal ini penting bagi upaya pemeriksaan.

Dapat diperinci lagi, dalam hal ini hubungan yang

diperoleh dari beberapa tindak pidana yang tidak ada sangkut-

pautnya adalah terdapat hubungan antara peristiwa tindak

pidana dengan pelakunya. Selain itu terdapat kepentingan

pemeriksaan sehubungan dengan cara penerapan sistem

penjatuhan hukuman yang dikenakan kepada pelakunya.

Page 65: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

b. Pasal 65 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Dakwaan kumulasi yang diajukan oleh Penuntut Umum dengan

beralaskan ketentuan Pasal 141 KUHAP mengenai kewenangan

Penuntut Umum dalam penggabungan perkara tidak dapat

dijelaskan secara terang dan menyeluruh. Agar mampu

memberikan kepastian maka Pasal 141 KUHAP dihubungkan

dengan Pasal 55 KUHP ataupun dengan Pasal 63, 64, 65, 66 dan

Pasal 70 KUHP, yang mana perincian penjelasan Pasal-Pasal

KUHP tersebut sudah dijelaskan dalam sub bahasan sebelumnya.

Melihat dari tindak pidana yang dilakukan oleh Budi Santoso

mengapa menggunakan Pasal 65 (1) KUHP?, jawabnya karena

tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Budi Santoso

kesemuanya adalah tindak pidana korupsi yang mana mempunyai

ancaman hukuman pokok sejenis. Pasal 65 (1) KUHP atau yang

disebut dengan concursus realis terdapat ciri-ciri, yaitu:

1) Adanya perbarengan perbuatan dalam peristiwa pidana,

2) Dan setiap perbuatan dipandang tindak pidana yang berdiri

sendiri,

3) Akan tetapi hukuman pokok yang diancamkan pada setiap

tindak pidana yang berdiri sendiri tadi “sejenis” (sebagai

contoh, misalkan hukuman pokoknya sama-sama hukuman

penjara),

4) Maka sistem penghukumannya diterapkan “absorpsi yang

dipertajam”,

5) Berupa hukuman pokok yang terberat + 1/3

Dengan demikian unsur pada Pasal ini telah terpenuhi, maka

sangat benar adanya jika ketiga tindak pidana korupsi dengan

terdakwa Budi Santoso oleh Penuntut Umum digabung. Dalam hal

ini bentuk dakwaannya adalah dakwaan kumulatif, yang

kesemuanya harus dibuktikan sehingga dapat diperiksa dan diputus

Page 66: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

dalam waktu yang bersamaan dan dalam sidang pengadilan yang

sama pula.

c. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asaasi Manusia

Menjelaskan bahwa undang-undang hak asasi manusia itu

sebagai acuan atau dasar bagi peraturan-peraturan khususnya

mengenai hak asasi manusia. Maka dari itu tekhnik penggabungan

perkara yang diatur dalam Pasal 141 KUHAP dapat

diintrepretasikan guna menghormati hak asasi manusia bagi

terdakwa.

Berhubungan mengenai penggabungan yang diterapkan oleh

Penuntut Umum pada kasus Budi Santoso adalah benar adanya jika

dikorelasikan dengan upaya penghormatan hak asasi manusia bagi

terdakwa. Dengan bunyi penjelasan umum diatas bahwa undang-

undang HAM merupakan payung hukum dari seluruh peraturan

perundang-undangan, yang dalam hal ini dapat dipahami bahwa

Pasal 141 KUHAP menjunjung tinggi hak dasar manusia. Jika

aparat negara (Penuntut Umum) melanggar aturan Pasal 141

KUHAP yang dalam hal ini terdapat korelasi dengan Undang-

undang HAM, maka ia akan menerima sanksi secara administratif.

d. Pasal 1 ayat (6) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia

Dari bunyi Pasal tersebut dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa undang-undang hak asasi manusia tidak saja memberikan

perlindungan terhadap korban akan tetapi juga tetap memberikan

perlindungan terhadap pelakunya. Perlindungan itu diterapkan

dengan menjamin bagi seseorang (pelaku atau korban) untuk

mendapatkan atau memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan

benar berdasarkan mekanisme yang berlaku.

Sehubungan dengan penggabungan perkara dalam dakwaan

tindak pidana korupsi oleh terdakwa Budi Santoso, Pasal ini harus

Page 67: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

benar-benar diperhatikan. Pasal inilah yang menjadi dasar utama

bagi terangkatnya hak asasi manusia terdakwa dalam hal

penggabungan perkara menjadi satu surat dakwaan (Pasal 141

KUHAP). Korupsi memang kejahatan yang luar biasa

(extraordinary crime) yang berdampak kerusakan yang luar biasa

pula bagi segala aspek kehidupan. Dikarenakan dampak korupsi

yang luar biasa itu maka pemerintah khususnya semua aparat

penegak hukum berkewajiban mampu dalam mengungkap,

menghadapi serta menyelesaikan tindak pidana tersebut. Aparat

penegak hukum dituntut tegas dalam proses mendapatkan

kebenaran yang nyata serta dilandaskan pada asas kebenaran. Jadi

pada intinya para penegak hukum harus bertindak tegas kepada

siapapun yang menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara,

meskipun yang bersangkutan adalah abdi negara atau seseorang

yang bekerja dalam salah satu instansi negara. Namun dalam

proses penegakan hukum harus memperhatikan batasan-batasan

yang perlu ditaati, hal ini berhubungan dengan hak asasi manusia

seseorang.

Pada Pasal ini lebih ditekankan pada bunyi “aparat negara baik

disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara

melawan hukum mengurangi, mengahalangi, membatasi, dan atau

mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh

undang-undang ini.” Aparat negara dalam hal ini adalah Penuntut

Umum, yang mana akan dianggap membatasi dan mencabut hak

asasi manusia terdakwa jika ia lalai dalam menerapkan mekanisme

hukum yang benar. Mekanisme hukum yang benar dalam hal ini

adalah Pasal 141 KUHAP.

Mencermati kasus korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Budi

Santoso yang berlipat ganda merugikan kekayaan negara dirasa sah

dengan ketentuan hukum jika terdakwa harus mendapatkan sanksi

pidan terberat. Akan tetapi pada Pasal 1 ayat (6) undang-undang

Page 68: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

hak asasi manusia ini memberikan suatu titik nyata bahwa

seberapapun kesalahan seseorang harus tetap menghormati HAM.

Penghormatan HAM yang dalam hal ini terdakwa Budi Santoso

untuk tetap mendapatkan penanganan hukum yang benar

berdasarkan mekanisme yang berlaku. Intinya undang-undang hak

asasi manusia menjamin terdakwa Budi Santoso guna

mendapatkan penyelesaian hukum yang adil dan benar yaitu

mekanisme hukum Pasal 141 KUHAP.

e. Pasal 3 ayat (2) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia

Bunyi dari Pasal ini menegaskan bahwa semua orang (tidak

menutup kemungkinan bahwa ia adalah tersangka ataupun

terdakwa) berhak mendapatkan perlindungan, perlakuan, serta

kepastian hukum yang adil. Mengacu pada Pasal ini, terdakwa

Budi Santoso berhak atas pemberlakuan hukum yang adil, yang

mana hal itu sudah di tertera dalam Pasal 141 KUHAP. Pasal 141

KUHAP tentang kewenangan Penuntut Umum menggabungkan

perkara tersebut adalah bentuk dari pemenuhan keadilan bagi

terdakwa

2. Analisis penggabungan perkara oleh Penuntut Umum dalam dakwaan atas

nama Budi Santoso pada perkara nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-

01/PREJO/01/2010, dan PDS-02/PREJO/02/2010.

Penggabungan perkara dilakukan oleh Penuntut Umum jika pada

waktu yang sama atau hampir bersamaan menerima beberapa berkas

perkara. Bentuk dakwaan yang seperti ini merupakan dakwaan kumulatif

(multiple), artinya kesemua dakwaan harus dibuktikan. Dalam hal ini

sesuai dengan pandangan M. Yahya Harahap, bahwa pada saat yang sama

dan dalam pemeriksaan sidang pengadilan yang sama, kepada terdakwa

diajukan gabungan beberapa dakwaan sekaligus. Tata cara pengajuan surat

dakwaan yang seperti ini dimungkinkan berdasar ketentuan Pasal 141

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang disebut

Page 69: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

dengan “penggabungan perkara” dalam “satu surat dakwaan” (M.Yahya

Harahap, 2002:393).

Penggabungan beberapa dakwaan yang diatur dalam Pasal 141

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat dua

alternatif. Pertama, penggabungan atau kumulasi mengenai tindak pidana

dan yang kedua penggabungan atau kumulasi sehubungan dengan jumlah

pelakunya. Mengenai hal yang demikian M. Yahya Harahap memberikan

pendapatnya, yaitu:

Jika pemeriksaan penyidikan terhadap peristiwa dilakukan dan

digabungkan penyidik dalam satu berita acara pemeriksaan, lebih

tepat apabila perkara itu diajukan dalam satu surat dakwaan secara

kumulatif. Atau seandainya pemeriksaan penyidikan terhadap

masing-masing tindak pidana diperbuat dalam berita acara

pemeriksaan penyidikan yang terpisah. Sama sekali hal itu tidak

mengurangi kewenangan Jaksa Penuntut Umum untuk

menuntutnya dengan surat dakwaan yang berbentuk kumulasi

(M. Yahya Harahap, 2002:406)

Pendapat diatas sejalan dengan ketentuan Pasal 141 KUHAP yang

menegaskan:

a. Penuntut Umum dapat melakukan penggabungan perkara

b. Membuatnya dalam “satu” surat dakwaan dengan syarat:

1) Apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan

Penuntut Umum menerima “beberapa” berkas perkara, dan

2) Ternyata tindak–tindak pidana itu dilakukan oleh seorang

pelaku yang sama

3) Serta kepentingan pemeriksaan tidak menghalangi

penggabungan.

Mencermati kasus korupsi terhadap terdakwa Budi Santoso yang

dihubungkan dengan rincian ketentuan Pasal 141 KUHAP di atas, maka

oleh Jaksa Penuntut Umum wajib menggabungkan perkara tersebut

menjadi satu surat dakwaan. Hal itu dikuatkan karena:

a. Penuntut Umum menerima berkas perkara dalam kurun waktu

yang hampir bersamaan. Dapat di cermati antara perkara pertama

Page 70: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

di berkas pada bulan September tahun 2009, perkara kedua di

berkas bulan januari tahun 2010 dan perkara ketiga di berkas bulan

februari tahun 2010. Kurun waktu demikianlah yang menunjukkan

bahwa perkara tersebut diterima oleh Penuntut Umum dalam waktu

yang hampir bersamaan.

b. Penggabungan perkara dalam kasus korupsi ini dilakukan atas

dasar kumulasi perkara atau tindak pidananya, yaitu sama-sama

kasus korupsi. Adapun mengenai uraian perkaranya yaitu antara

lain: Pertama, kasus pencairan dan penggunaan SPM (Surat

Perintah Mebayar) untuk biaya pinjaman kepada BPD Jawa tengah

dan biaya hutang bank, kedua dalam hal pelaksanaan pemberian

dana bantuan imbal swadana sekolah tahun anggaran 2007 dan

tahun anggaran 2008, serta ketiga dalam hal pengadaan alat

kesehatan tahun 2004. Dalam hal itu antara ketiga tindak pidana

tersebut tidak saling berhubungan, akan tetapi tindak pidana

dimaksud dilakukan oleh satu orang yaitu Budi Santoso.

c. Adapun mengenai penggabungan yang demikian tentu tidak

menjadikan halangan dalam pemeriksaannya, karena kelengkapan

berkas perkaranya sudah diperoleh Penuntut Umum secara lengkap

dari penyidik guna proses pemeriksaan.

Bunyi Pasal 141 huruf a “beberapa tindak pidana yang dilakukan

oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan

halangan terhadap penggabungannya” adalah samenloop atau concursus

yang diterjemahkan dengan perbarengan. Menurut bentuknya perbarengan

dapat dibagi menjadi:

a. Perbarengan peraturan (Concursus Idealis)

Yaitu dalam hal seseorang yang melakukan satu perbuatan

tersebut seseorang telah melanggar beberapa peraturan (Pasal 63

KUHP)

b. Perbarengan perbuatan (Concursus Realis)

Page 71: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Yaitu seseorang dalam hal beberapa perbuatan yakni

perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan sendiri-sendiri.

Dalam KUHP Concursus realis dibedakan dalam: pertama,

perbarengan perbuatan atas kejahatan (Pasal 65 dan 66 KUHP),

kedua, perbarengan perbuatan atas pelanggaran (Pasal 70 KUHP).

c. Perbuatan berlanjut

Yaitu dalam hal seseorang melakukan beberapa perbuatan

dan beberapa perbuatan itu merupakan perbuatan pidana yang

masing-masing berdiri sendiri, akan tetapi perbuatan tersebut ada

hubungannya sedemikian rupa eratnya yang satu dengan yang lain,

sehingga perbuatan tersebut harus dianggap satu perbuatan

berlanjut (Pasal 64 KUHP).

Melihat dari acuan di atas, penggabungan perkara dalam tindak

pidana korupsi oleh terdakwa Budi Santoso dapat dikategorikan sebagai

concursus realis. Sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa concursus

realis adalah suatu peristiwa pidana yang mengandung “perbarengan

perbuatan” yaitu ditemukannya beberapa jenis perkara yang disusun dalam

satu surat dakwaan. Concursus realis pengaturannya ada di dalam KUHP

yaitu diatur dalam Pasal 65, 66 dan Pasal 70. Dari ketiga Pasal tersebut

yang digunakan dalam kasus korupsi terdakwa Budi Santoso adalah Pasal

65 ayat (1) KUHP. Mengapa demikian, karena ketiga tindak pidana yang

dilakukan oleh terdakwa adalah tindak pidana yang mempunyai hukuman

pokok sejenis.

Berdasarkan uraian-uraian mengenai penggabungan perkara

menjadi satu surat dakwaan dalam kasus korupsi oleh terdakwa Budi

Santoso, maka dapat digambarkan dengan pola sebagai berikut:

Page 72: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Hak Terdakwa P. 141

KUHAP

- Undang-undang HAM

- Asas peradilan sedehana,

cepat, dan biaya ringan

Gambar 2.

Skema Penggabungan Perkara oleh Penuntut Umum

Pola diatas dapat diartikan bahwa penggabungan perkara

memberikan konstribusi yang positif baik bagi terdakwa maupun dalam

pelaksanaan sistem peradilan. Dalam hal ini memang terlihat sangat

kontras antara sistem pemidanaan dengan pemenuhan hak terdakwa, yang

mana terdakwa telah melakukan kesalahan dan wajib menerima hukuman

yang terberat. Jika pemenuhan hak terdakwa selalu dipenuhi dirasa sistem

hukum di negeri ini kurang berjalan maksimal, akan tetapi penggabungan

perkara ini merupakan suatu kewenangan Penuntut Umum yang telah

diatur dalam KUHAP.

Kewenangan Penuntut Umum mengenai penggabungan perkara

diatur dalam Pasal 141 KUHAP, yang mana memberikan kewenangan

kepada Penuntut Umum guna menggabungkan perkara dalam satu surat

dakwaan jika Penuntut Umum menerima beberapa berkas perkara dalam

waktu yang hampir bersamaan. Melalui penggabungan perkara ini, mampu

Penggabungan

Perkara

Kewenangan

Penuntut

Umum

Perlindungan Kepentingan

Terdakwa dalam Penegakan

Hukum

Page 73: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

melindungi kepentingan terdakwa dalam penegakan hukum, hal ini dirasa

perlu karena undang–undang hak asasi manusia telah mengaturnya.

Mengenai kewenangan Penuntut Umum yang tertera dalam Pasal

141 KUHAP, jika ia tidak menggunakan kewenangannya sedangkan

beberapa berkas perkara ada ditangannya dalam waktu yang hampir

bersamaan, maka dirasa hal demikian itu telah membatasi hak asasi

manusia terdakwa. Mengapa demikian, karena Pasal 1 ayat (6) undang-

undang hak asasi manusia menjelaskan secara implisit bahwa semua orang

(terdakwa) harus memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar

berdasarkan mekanisme yang berlaku. Mekanisme yang berlaku dalam hal

ini adalah Pasal 141 KUHAP. Penggabungan perkara ini tidak hanya

memberikan perlindungan hak terhadap terdakwa, tetapi juga

melaksanakan salah satu prinsip KUHAP yaitu peradilan sederhana, cepat

dan biaya ringan. Mengenai sistem peradilan yang seperti itu, memberikan

kemudahan bagi Hakim dan Penuntut Umum dalam efisiensi waktu serta

efektif bagi pihak terdakwa yang dalam hal ini berhubungan dengan biaya

perkara.

B. Manfaat yang Diperoleh Atas Penggabungan Perkara Korupsi dalam

Perkara Nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010, dan

PDS-02/PREJO/02/2010 dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Terdaka

Mencermati tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Budi

Santoso ditemukan suatu hal yang tidak biasa, yaitu Penuntut Umum

menerima tiga berkas perkara dalam waktu yang hampir bersamaan. Mengenai

hal yang demikian KUHAP memeberikan kewenangan kepada Penuntut

Umum yang diuraikan dalam Pasal 141 KUHAP. Dihubungkan dengan kasus

tersebut, Penuntut Umum menggunakan kewenangannya yang terurai dalam

Pasal 141 KUHAP guna menggabungkan beberapa perkara menjadi satu surat

dakwaan. Hal itu dimungkinkan dalam kasus Budi Santoso, karena sudah

memenuhi unsur-unsur yang tertuang dalam Pasal 141 KUHAP. Adapun

mengenai perkara yang satu dengan yang lain itu tidak berhubungan, dan

Page 74: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

dilakukan oleh seorang yang sama, yang mana telah tertuang dalam Pasal 141

huruf (a).

Manfaat yang diperoleh atas penggabungan perkara korupsi dalam perkara

nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010, dan PDS-

02/PREJO/02/2010 dalam perspektif hak asasi manusia terdakwa, antara lain:

1. Terhindar dari penuntutan yang berulang terhadap tindak pidana yang

dilakukannya.

Melalui kewenangan Penunutut Umum yang dijelaskan dalam Pasal

141 KUHAP, maka penuntutan terhadap beberapa berkas perkara itu tidak

dilakukan secara berkala. Penuntutan hanya dilakukan satu kali, yang

mana sudah mencakup tuntutan dari ketiga jenis pidana yang dilakukan

oleh terdakwa Budi Santoso.

2. Memberikan kepastian hukum kepada terdakwa mengenai keputusan

peradilan yang harus dia terima, apakah dia harus mendapatkan hukuman

yang terberat atas perilakunya ataukah hanya hukuman ringan.

Dalam hal ini dipengaruhi dari sistem peradilan yang dihasilkan, jika

perkara-perkara itu digabung maka akan sangat berpengaruh terhadap

kepastian hukuman yang dibebankan kepada terdakwa. Sistem peradilan

yang cepat dan sederhana sebagai tujuan dari penggabungan perkara

tersebut, akan memberikan kepastian hukum yang harus

dipertanggungjawabkan oleh terdakwa.

Dalam ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang

cepat, sederhana dan biaya ringan antara lain tersangka atau terdakwa

berhak:

a) Segera mendapatkan pemeriksaaan dari penyidik,

b) Segera diajukan kepada Penuntut Umum oleh penyidik,

c) Segera diajukan ke pengadilan oleh Penuntut Umum,

d) Berhak segera diadili oleh pengadilan.

3. Memberikan manfaat bagi terdakwa dalam segi pemidanaannya.

Page 75: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Mengenai segi pemidanaan hal ini didasarkan atas kewenangan

Penuntut Umum yang terurai dalam Pasal 141 KUHAP dengan ketentuan

Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Penuntut Umum menngunakan kewenagannya berdasarkan Pasal 141

KUHAP, dengan mencermati kasus yang dilakukan oleh terdakwa Budi

Santoso maka Penuntut Umum menghubungkannya dengan Pasal 65 ayat

(1) KUHP. Berdasarkan Pasal 65 ayat (1) KUHP, bahwa Jaksa Penuntut

Umum dalam surat tuntutannya (requisitoirnya) tidak perlu memintakan

tuntutan hukuman dari masing-masing perbuatan pidana yang didakwakan,

tetapi cukup menuntut satu hukuman saja dan begitu juga putusan majelis

hakim hanya satu (tunggal) putusan hukuman yang dijatuhkan. Dalam hal

ini sesuai dengan pandangan Osman Simanjutak bahwa walaupun

demikian tuntutan tunggal oleh Jaksa Penuntut Umum atau hukuman

tunggal oleh Hakim, bahwa maksimum hukuman tunggal itu, ialah

hukuman-hukuman yang tertinggi dari setiap perbuatan, akan tetapi tidak

boleh melebihi hukuman maksimum yang paling berat ditambah dengan

sepertiganya (Oman Simanjutak, 2005:62).

Pemidanaan yang seperti inilah yang membedakan negara Indonesia

dengan negara yang menganut sistem hukum anglo saxon, yang mana

akan mengakumulasi jumlah hukuman yang diterima oleh terdakwa. Dari

penjabaran diatas dapat dikatakan bahwa, dengan adanya penggabungan

perkara menjadi satu surat dakwaan tersebut pada akhirnya akan lebih

meringankan terdakwa dalam segi pemidanaannya.

Penggabungan perkara menjadi satu surat dakwaan bukan semata-mata

hanya bermanfaat bagi terdakwa, akan tetapi juga bermanfaat bagi aparat

penegak hukum seperti Penuntut Umum dan Hakim. Kemanfaatan yang

diperoleh bagi Penuntut Umum dan Hakim dalam hal ini bukan didasarkan

atas hak asasi manusia, akan tetapi lebih cenderung kepada efisiensi waktu

yang mana akan berpengaruh dalam proses kinerja bagi masing-masing pihak.

Dibawah ini akan diuraikan kemanfaatan bagi masing-masing pihak, yang

antara lain:

Page 76: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

1. Bagi Penuntut Umum

a) Penggabungan perkara menjadi satu surat dakwaan tersebut

menunjukkan bahwa Penuntut Umum menerapkan ketentuan dalam

KUHAP.

KUHAP merupakan acuan bagi proses peradilan di Indonesia dan

khususnya bagi Penuntut Umum dalam melaksanakan tugas-tuganya.

Aturan-aturan yang tertera dalam KUHAP wajib untuk dilaksanakan,

jika terdapat pihak yang lalai (aparat penegak hukum) akan mendapat

sanksi administratif. Ketentuan yang ada dalam KUHAP yaitu pada

Pasal 141, merupakan kewenangan Penuntut Umum yang harus

dilaksanakan jika menerima berkas perkara dalam waktu yang hampir

bersamaan.

b) Melalui penggabungan perkara ini, menghindarkan terjadinya

penumpukan berkas.

Dakwaan yang digunakan berbentuk dakwaan akumulasi, yang

mana harus dibuktikan kesemuanya dimuka sidang yang sama. Dari

penggabungan tersebut Jaksa Penuntut Umum memperoleh

kemudahan dalam penyusunan surat dakwaan. Mengapa demikian,

dikarenakan terdapat akumulasi tindak pidana maka dengan

penggabungan tersebut akan lebih efektif dari sudut pandang waktu

serta dari tekhnik penyusunannya.

Dengan penggabungan perkara tersebut, Penuntut Umum tidak

perlu menuntut hukuman dari ketiga tindak pidana yang dilakukan

oleh terdakwa. Akan tetapi, Penuntut Umum hanya menuntut satu

hukuman saja, maka dengan satu tuntutan hukuman itu sudah mewakili

dari ketiga jenis tindak pidana.

c) Asas perdilan sederhana, cepat dan biaya ringan

Page 77: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Penggabungan tersebut akan lebih efektif dan efisien, efektif dalam

artin biaya yang harus dikeluarkan dan efisien dari waktu yang

digunakan dalam proses tuntutannya.

2. Bagi Hakim

a) Pemeriksaannya terfokus pada satu dakwaan

Hakim menjadikan surat dakwaan itu sebagai dasar untuk

pemeriksaan di sidang pengadilan dan putusan yang akan dijatuhkan

tentang terbukti atau tidaknya kesalahan terdakwa sebagaimana dimuat

dalam surat dakwaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa surat

dakwaan benar-benar dijadikan dasar dalam pemeriksaan di sidang

pengadilan dan putusan hakim. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan dan

putusan hakim itu semata-mata harus di dasarkan kepada apa yang

dimuat dalam surat dakwaan.

Mengenai penjelasan diatas yang dihubungkan dengan

penggabungan perkara pada terdakwa Budi Santoso, hakim semata-

mata terfokus pada satu bentuk dakwaan. Walaupun dakwaan tersebut

berbentuk akumulatif yang mana harus dibuktikan keseluruhan, tetap

saja hanya mengacu pada satu dakwaan. Hal itu dikarenakan Penuntut

Umum hanya menuntut satu hukuman atas beberapa hukuman dari

setiap tindak pidana yang digabung.

Dari ketentuan diatas maka akan berpengaruh pada putusan hakim,

yang mana majelis hakim juga harus menjatuhkan putusan tunggal.

Bentuk hukuman tersebut disertai dengan ketentuan yang mana bahwa

maksimum hukuman tunggal itu, ialah hukuman-hukuman yang

tertinggi dari setiap perbuatan, akan tetapi tidak boleh melebihi

hukuman maksimum yang paling berat ditambah dengan sepertiganya.

Mencermati dari penjabaran diatas, manfaat yang diperoleh bagi

hakim tidak lain adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan

hanya terfokus pada satu dakwaan saja. Karena terfokus hanya dalam

Page 78: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

satu dakwaan, maka dapat dikatakan putusan tersebut merupakan

putusan yang efektif.

Kurang lebihnya demikianlah kemanfaatan-kemanfaatan yang diperoleh

atas penggabungan perkara menjadi satu surat dakwaan, bukan hanya dari sisi

hak asasi manusia terdakwa saja akan tetapi juga bermanfaat bagi aparat

penegak hukum (Penuntut Umum dan Hakim). Adapun kemanfaatan-

kemanfaatan yang diperoleh tidak menutup kemungkinan bahwa dalam

penggabungan perkara itu juga pasti akan mengalami beberapa kendala atau

kesulitan. Dalam mengimlementasikan Pasal 141 KUHAP tidak hanya

dikarenakan atas akumulasi tindak pidananya dan atau akumulasi pelakunya,

akan tetapi juga harus dilihat bentuk-bentuk perkaranya secara seksama. Maka

dari itu, kewenangan Penuntut Umum yang diatur dalam Pasal 141 KUHAP

dalam penggabungannya harus dihubungkan dengan Pasal-Pasal yang diatur

juga dalam KUHP, antara lain mengenai penyertaan (deelneming) yaitu Pasal

55 KUHP ataupun mengenai perbarengan (concursus) yaitu Pasal 63-70

KUHP. Korelasi antara Pasal 141 KUHAP dengan Pasal-Pasal dalam KUHP

yang mengatur mengenai penyertaan dan perbarengan itulah mampu

memberikan titik terang terhadap kendala-kendala dalam penggabungan

perkara.

Page 79: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan

1. Dasar hukum Penuntut Umum menyusun penggabungan perkara dalam

dakwaan atas nama Budi Santoso pada perkara nomor PDS-

06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010, dan PDS-

02/PREJO/02/2010 adalah Pasal 141 Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Penggabungan perkara dilakukan oleh Penuntut Umum

jika pada waktu yang sama atau hampir bersamaan menerima berkas

perkara. Bentuk dakwaan yang seperti ini merupakan dakwaan kumulatif

(multiple), artinya kesemua dakwaan harus dibuktikan. Ketentuan Pasal

141 KUHAP saja mungkin tidak mampu memberi gambaran yang jelas.

Oleh karena itu, mengenai kumulasi perbarengan tindak pidana atau

perbarengan perbuatan baru dapat dibahas secara menyeluruh, apabila

Pasal 141 KUHAP dikaitkan dengan ketentuan “perbarengan” atau

concursus (samenloop) yang ditur dalam Pasal-Pasal 63, 64, 65, 66, dan

Pasal 70 KUHP. Melihat dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa

Budi Santoso maka menggunakan Pasal 65 (1) KUHP, karena tindak

pidana yang dilakukan oleh terdakwa kesemuanya adalah tindak pidana

korupsi yang mana mempunyai ancaman hukuman pokok sejenis. Tidak

hanya itu saja, Mencermati ketentuan KUHAP yang dihubungkan dengan

kasus korupsi oleh terdakwa Budi Santoso terdapat suatu sinkronisasi

antara kewenangan Jaksa Penuntut Umum dengan hak asasi terdakwa.

Maka dari itu, bukan hanya Pasal 141 KUHAP dan Pasal 65 ayat (1)

KUHP saja yang dijadikan dasar dalam penggabungan ini, akan tetapi

penjelasan umum, Pasal 1 ayat (6), dan Pasal 3 ayat (2) Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM juga digunakan sebagai acuan dalam

penerapan penggabungan perkara menjadi satu surat dakwaan dalam

perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa.

64

Page 80: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

2. Manfaat yang diperoleh atas penggabungan perkara korupsi dalam perkara

nomor PDS-06/PREJO/09/2009, PDS-01/PREJO/01/2010, dan PDS-

02/PREJO/02/2010 dalam perspektif hak asasi manusia salah satunya

adalah mampu menghormati hak asasi manusia terdakwa itu sendiri.

Selain hal itu, melalui penggabungan perkara ini juga akan bermanfaat

bagi aparat penegak hukum yang dalam hal ini Hakim dan Penuntut

Umum. Kemanfaatan yang diperoleh bagi Penuntut Umum dan Hakim

dalam hal ini bukan didasarkan atas hak asasi manusia, akan tetapi lebih

cenderung kepada efisiensi waktu yang mana akan berpengaruh dalam

proses kinerja bagi masing-masing pihak.

B. Saran

1. Mengingat korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak hanya

merugikan keuangan dan perekonomian negara, tetapi juga merupakan

pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas,

menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional,

sehingga digolongkan sebagai extraordinary crime maka

pemberantasannya harus dilakukan dengan cara yang luar biasa. Akan

tetapi dalam upaya penanganan tindak pidana khusus ini, aparat penegak

hukum harus mampu menindak tegas tentang kesalahan yang dilakukan

oleh terdakwa dengan tetap menghormati hak-hak dasarnya sebagai

manusia. Bahwa hak asasi terdakwa harus benar-benar dilindungi apalagi

sebelum putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.

2. Untuk menghormati hak asasi manusia seseorang walaupun orang itu salah

kalau ada peluang oleh peraturan perundang-undangan yang

memungkinkan untuk keringanan penjatuhan hukuman maka itu harus

dilaksanakan sungguh-sungguh oleh pejabat negara yang bersangkutan.

3. Dasar hukum mengenai penggabungan perkara sudah tercantum dalam

Pasal 141 KUHAP, akan tetapi hal yang demikian kurang dikaji lebih

Page 81: TELAAH STRATEGI PENGGABUNGAN PERKARA DALAM … filetindak pidana korupsi dalam perspektif penghormatan hak asasi manusia terdakwa (studi kasus nomor perkara pds-06/prejo/09/2009, pds-01/prejo/01/2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

jauh. Ada baiknya mengenai penggabungan perkara ini, lebih dikaji lagi

karena tekhnik ini hanya diberlakukan pada akumulasi pelaku ataupun

akumulasi tindak pidana, yang mana hal itu harus benar-benar

diperhatikan dalam pembuktiannya.

4. Jika Jaksa Penuntut Umum menerima berkas perkara dalam waktu yang

sama atau hampir bersamaan dalam akumulasi pelaku ataupun tindak

pidana, akan lebih sempurna jika berkas tersebut digabung menjadi satu

surat dakwaan. Selain itu sudah menjadi kewenangannya, hal yang

demikian akan lebih efektif dan efisien, disamping itu akan bermanfaat

pula bagi aparat penegak hukum (Hakim dan Penuntut Umum) serta

bermanfaat pula bagi terdakwa.