TELAAH KONSTRUKSI TEORI
Transcript of TELAAH KONSTRUKSI TEORI
TELAAH KONSTRUKSI TEORI
Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Oleh :
ABDURRAFIQ
19690414 200501 1 006
PUSDIKLAT TEKNIS KEAGAMAAN
KEMENTERIAN AGAMA
JAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن الله بسم
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas Rahmat
dan pertolongan-Nya hingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan taslim
senantiasa kita haturkan kepada Nabiullah Muhammad saw, yang telah membawa
kita ke gerbang ilmu pengetahuan.
Penulis sadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, baik dari segi penulisannya maupun dari kontennya.
Karena itu kepada para pembaca, penulis dengan senang hati dan penuh harap akan
saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini.
Meskipun penyusunan makalah ini cukup sederhana, namun semuanya itu
tidak terlepas darin usaha dan bimbingan yang telah diupayakan oleh ibu Dra. Kokom
Komala, M.Pd. sebagai pembimbing. Karena itu kepadanya penulis ucapkan banyak
terima kasih.
م والسال
Penulis
Abdurrafiq
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul................................................................................................................ i
Kata Pengantar.............................................................................................................. ii
Daftar Isi....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
A. Pengertian Teori dan Paradigma............................................................... 3-4
B. Konstruk Teori......................................................................................... 5-11
BAB III PENUTUP.................................................................................................... 12
A. Kesimpulan................................................................................................ 12
B. Saran...................................................................................................... 12-13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada dasarnya suatu teori dirumuskan untuk menjelaskan dan meramalkan fenoma
yang ada. Bangunan suatu teori yang merupakan abstrak dari sejumlah konsep yang
disepakatkan dalam definisi-definisi akan mengalami perkembangan, dan perkembangan itu
terjadi apabila teori sudah tidak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.
Jika suatu teori ingin diakui sebagai ilmiah, teori ini haruslah cocok (compatible) dengan
teori-teori lain yang telah diakui sebelumnya. Dan jika suatu teori memilki kesimpulan
prediktif yang berbeda dengan teori lainnya, salah satu diantara kedua teori tersebut salah.
Penerimaan suatu teori dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa teori tersebut
memiliki kebenaran mutlak. Setiap teori selalu sudah dipengaruhi oleh pengandaian-
pengandaian dan metode ilmuwan yang merumuskannya. Kemampuan suatu teori untuk
memprediksi apa yang akan terjadi merupakan kriteria bagi validitas teori tersebut. Semakin
prediksi dari teori tersebut dapat dibuktikan, semakin besar pula teori tersebut akan diterima
di dalam komunitas ilmiah.1 Ketika suatu bentuk teori telah dianggap mapan di dalam
komunitas ilmiah, maka hampir semua ilmuwan dalam komunitas ilmiah tersebut
menggunakan teori yang mapan itu, di dalam penelitian mereka. Teori yang mapan dan
dominan itu disebut oleh Kuhn sebagai paradigma.2
Paradigma adalah cara pandang atau kerangka berfikir yang berdasarkannya fakta
atau gejala diinterpretasi dan dipahami. Para ilmuwan bekerja dalam kerangka seperangka
aturan yang sudah dirumuskan secara jelas berdasarkan paradigma dalam bidang tertentu,
1 Reza A.A. Wattimena, Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 95.
2 Ibid,. h. 187.
sehingga pada dasarnya solusinya sudah dapat diantisipasi terlebih dahulu. Jika dalam
perjalanan kegiatannya timbul hasil yang tidak diharapkan, atau penyimpangan dari
paradigmanya yang oleh Kuhn disebut sebagai anomali.3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, pemakalah mengemukakan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konstruk paradigma?
2. Bagaumana pengertian teori dan paradigma?
3. Bagaiman konstruk teori?
3 G. T. W. Patrich, C. A. Van Peusen, Ayn Rand, et.al., Apakah filsafat dan Filsafat itu?, (Cet. I; Bandung: Pustaka Sutra, 2008), h. 95.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori dan Paradigma
Kata “teori” secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu theorea, yang berarti
melihat, theoros yang berarti pengamatan.4
Adapun pengertian teori menurut terminologi memiliki beberapa pengertian seperti yang
dikemukakan oleh ilmuwan sebagai berikut :
Kerlinger mengemukakan bahwa teori adalah suatu kumpulan variabel yang saling
berhubungan, defini-defini, proposisi-proposisi yang memberikan pandangan yang sistematis
tentang fenomena dengan mempesifikasikan relasi-relasi yang ada diantara beragam variabel,
dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena yang ada.5
Cooper dan Schindler (2003) mengemukakan bahwa, a theory is a set
systematically interrelated concepst, defintion, and proposition that are advanced to explain
and predict phenomena (fact). Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang
tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena.
Teori menurut Sugiyono adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan
seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum
4 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Ed. 1., (Cet. III; Jakarta: Gramedia, 2002), h. 1097.5 Reza A.A. Watimena, op. Cit., h. 257.
teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan
(prediktion), dan pengendalian (control) suatu gejala.6
Selanjutnya kata “paradigma” berasal dari bahasa yunani yaitu paradiegma yang
berarti contoh, tasrif, model.7 Paradigma ini dapat pula berarti : 1. Cara memandang sesuatu,
2. Dalam ilmu pengetahuan berarti model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena yang
dipandang, diperjelas. 3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan
atau mendefinisikan suatu ilmiah konkret. 4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan
pola untuk memecahkan problem-problem riset.8
Thomas Kuhn dalam bukunya The Struktural of Scentific Revolution (1972)
menggunakan istilah paradigma dalam dimensi yang berbeda yaitu: 1. Paradigma berarti
keseluruhan perangkat – ‘kontelasi’ – keyakinan, nilai-nilai, tekhnik-tekhnik, dan selanjutnya
yang dimiliki oleh para anggota suatu masyarakat. 2. Paradigma berarti unsur-unsur tertentu
dalam perangkat tersebut, yakni cara-cara pemecahan atas suatu teka-teki, yang digunakan
sebagai model atau contoh, yang dapat menggantikan model atai cara yang lain sebagai
landasan bagi pemecahan atau teka-teki dalam ilmu pengetahuan normal.
B. Konstruk Teori
Bangunan teori adalah abstrak dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam
definisi-definisi. Konsep sebagai abstraksi dari banyak empiri yang telah ditemukan
kesamaan umumnya dan kepilahannya dari yang lain atau abstraksi dengan cara menemukan
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2007), h.52-54
7 Komaruddin, Yooke Tjuparnah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h.173.
8 Lorens Bagus, op. Cit., h, 779.
sejumlah esensi pada suatu kasus, dan dilakukan berkelanjutan pada kasus-kasus lainnya,
dapat dikonstruksikan lebih jauh menjadi proposisi atau pernyataan, dengan membuat
kombinasi dari dua konsep atau lebih. Bangunan-banguanan teori tersebut :
1. Teori Ilmu
Teori ilmu memiliki dua kutub arti teori. Kutub pertama adalah teori sebagai
hukum eksperiment muncul beragam, mulai dari hasil eksperimen tersebut meluas ke hasil
observasi phisik seperti teori tentang panas bumi. Kutu ke dua adalah hukum sebagai
kalkulus formal dapat muincul beragam pula, mulai dari yang dekat dengan kutub pertama
seperti teori sebagai eksplanasi phisik misalnya teori Galileo tentang peredaran planet
pada porosnya, teori sinar memancar melengkung bila lewat bidang grafitasi. Selanjutnya
teori sebagai interpretasi terarah atas observasi seperti sosial statis dan sosial dinamis dari
August Conte dan pada ujung kutub ke dua adalah teori sebagai prediksi logic; dengan
sifatnya berlaku umum dan diprediksikan berlaku kapan pun dahulu dan yang akan
datang. Seperti teori evolusi dari Darwin, teori relativitas dari Einstein.9 Yang
memberikan penjelasan alternatif tentang sumber energi yang memungkinkan matahari
menghasilkan energi besar dalam waktu yang begitu lama.10
2. Temuan Substantif Mendasar
Temuan –temuan atas bukti empirik dapat dijadikan tesis substantive, dan
diramu dalam konsep lain dapat dikonstruk menjadi teori subtantive. Asumsi keberlakuan
subtantif tersebut ada pada banyak kasus yang sama di tempat dan waktu yang berbeda.
9 Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivism, dan Post Modernisme, Ed.II, (Cet. I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001), h. 39-40.
10 Reza A.A. Wattimena, op. Cit., h. 193.
Demikian pula presepsi ilmuwan tentang atom, berkembang. Dari partikel
terkecil, diketemukannya unsur radioaktif pada atom dan diketemukannya unsur-unsur
elektron yang berputar mengorbit pada proton yang mempunyai kekuatan magnetik.
Kemudian pada tahun 1937 diketemukan neutron, semacam proton, tetapi tidak
mempunyai kekuatan magnetik. Berat neutron beragam dan inilah yang menyebabkan
atom satu beda beratnya dengan atom yang lain. Temuan teori atom ini merupakan
temuan ilmiah substantif mendasar.11
3. Hukum-hukum Kteraturan
a. Hukum Keteraturan Alam
Alam semesta ini memiliki keteraturan yang determinate. Ilmu pengetahuan
alam biasa disebut hard science, karena segala proses alam yang berupa benda
anorganik sampai organik dan hubungan satu dengan lainnya dapat diekspalanasikan
dan diprediksikan relatif tepat. Kata relative tepat memuat dua makna : pertama, bila
teori yang kita gunakan untuk mebuat ekplanasi atau prediksi sudah sangat lebih baik,
dan ke dua, bila variabel yang ikut berperan terpantau.12 Menurut al- Kindi ketertiban
alam ini, baik susunan, interaksi, relasi bagian dengan bagiannya, ketundukan suatu
bagian pada bagian-bagian lainnya, dan kekukuhan strukturnya di atas landasan prinsip
yang terbaik bagi proses penyatuan, perpisahan, dan muncul serta lenyapnya sesuatu
dalam alam, mengindikasikan adanya pengaturan yang mantap dan kebijakan yang
kukuh. Tentu ada pengatur yang maha bijaksana dibalik semua ini, yaitu Allah.13
b. Hukum Keteraturan Hidup Manusia
11 Noeng Muhadjir, op. Cit., h. 41.12 Ibid.13 Amroeni Drajat, Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 16-17.
Hidup manusia itu memiliki keberagaman sangat luas. Ada yang lebih suka
kerja keras dan yang lain menyukai hidup santai, ada yang tampil ulet meski selalu
gagal, yang lain mudah putus asa, ada yang berteguh pada prinsip dan sukses dalam
hidup, yang lain berteguh pada prinsip, dan tergilas habis. Kehidupan manusia
mengikuti sunnatullah, mengikuti hukum yang sifatnya indeterminate. Mampu
membaca kapan harus teguh prinsip, kapan diam dan kapan berbicara dalam nada yang
bagaimana, dia akan sukses beramal ma’ruf nahi mungkar. Manusia mempunyai
kemampuan untuk memilih yang baik, dan menghindari yang tidak baik. Dataran baik
tersebtu dapat berada pada dataran kehidupan prakmatik sampai pada dataran moral
human ataupun moral religius. Memilih kerja yang mempunyai prospek untuk
menghidupi keluarganya, merupakan lebebasan memilih manusia dengan
konmsukuensi ditempuhnya keteraturan sunnatullah; harus tekun bekerja dan berupaya
berprestasi didunia kerjanya. Untuik diterima kepemimpinannya, seorang pemimpin
perllu berupaya menjadi siddiq, amanah, dan maksum. Keadaan demikian berkenan
dengan pemikiran ibnu bajjah yang membagi perbuatan manusia kepada perbuatan
manusia, yaitu perbuatan yang didorong oleh kehendak / kemauan yang dihasilkan
oleh pertimbangan pemikiran, dan perbuatan hewani yaitu perbuatan instingtif
sebagaimana terdapat pada hewan, muncul karena dorongan intim dan bukan dorongan
pemikiran.14
c. Hukum Keteraturan Rekayasa Tekhnologi
Keteraturan alam yang determinate, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
keteraturan substantif dan keteraturan esensial. Seperti pohon mangga golek akan
berbuah mangga golek. Ketika ilmuwan berupaya menemukan ensensi rasa enak pada
14 Ibid. H. 64-65.
mangga, menemukan ensensi buah banyak pada mangga, dan menemukan esensi
pohon mangga baru manalagi yang enak buahnya, mebuat rekayasa agar dapat
diciptakan pohon mangga baru manalagi yang enak buahnya, banyak buahnya, dan
pohonya tahan penyakit, disini nampak bahwa ilmuwan mencoba menemukan
keteraturan esensial pada benda organik. Prodek tekhnologi merupakan produk
kombinasi antara pemahaman ilmuwan tentang keteraturan esensial yang determinate
dengan upaya rekayasa kreatif manusia mengikuti hukum keteraturan sunnatullah.15
4. Konstruk Teori Model Korespondensi
Konstruk berfikir korespondensi adalah bahwa kebenaran sesuatu dibuktikan
dengan cara menemukan relasi relevan dengan sesuatu yang lain. Tampilan korespondensi
tersebut beragam mulai dari korelasi, kausal, konstributif, sampai mutual. Konstruk
berfikir statistik kuantitatif dan juga pendekatan positifistik menggunakan cara ini.16
Menurut Bertand Russel suatu pernyataan benar jika materi pengetahuan yang
dikandung oleh pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan/cocok) dengan obyek yang
dituju oleh pernyataan itu, misalnya, jika ada seseorang yang mengatakan “Ibukota
republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu benar sebab pernyataan itu sesuai
dengan fakta objektif.17
5. Konstruk Teori Model Koherensi
Konstruk teori model koherensi merentang dari koheren dalam makana rasional
sampai dalam makna moral. Konstruk kohren dalam makna rasional adalah kesesuaian
15 Noeng Muhajir, op. Cit., h. 43. 16 Ibid., h. 52.17 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I, Jilid I. (Cet. I; Pamulung Timur, Ciputat: Lolos Wacana Ilmu,
1997), h. 33.
sesuatu dengan skema rasional tertentu, termasuk juga kesesuaian sesuatu dengan
kebenaran objektif raional.
Aristoteles dalam teori koherensi memberikan standar kebenaran dengan cara
dedukatif, yaitu kebenaran yang didasarkan pada kriteria koherensi yang dapat diungkap.
Bahwa berdasarkan teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
bersifat koheren atau konsisten denga pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila
kita menganggap benar bahwa “ Semua manusia pasti mati” adalah pernyataan yang
benar, maka pernyataan bahwa “Si Fulan adalah seorang manusia dan si Fulan pasti mati”
adalah benar pula. sebab pernyataan ke dua adalah konsisten dengan pernyataan yang
pertama.18
6. Konstruk Teori Model Pragmatis
Konstruk teori pragmatis berupaya menkonstruk teorinya dari konsep-konsep,
pernyataan-pernyataan yang bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak.
Kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak; artinya suatu pernyataan adalah benar, jika
pernyataan itu atau inflikasinya mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
Kaum prakmatis berpaling pada metode ilmiah sebagai metode untuk mencari
pengetahuan tentang alam ini yang dianggap fungsional dan berguna dalam menafsirkan
gejala-gejala alamiah. Agama bisa dianggap benar karena memberikan ketenangan pada
jiwa dan ketertiban dalam masyarakat. Para ilmuwan yang menganut asas ini tetap
menggunakan suatu teori tertentu selama teori itu mendatangkan manfaat.19
18 Ibid., h. 32.19 Ibid., h. 34.
7. Konstruk Teori Iluminasi
Teori Iluminasi menurut Mehdi Ha’iri Yasdi adalah pengetahuan yang semua
hubungannya berada dipandang dalam kerangka dirinya sendiri, sehingga seluruh anatomi
gagasan tersebut bisa dipandang benar tanpa membutuhkan hubungan ekterior. Artinya
hubungan mengetahui, dalam bentuk pengetahuan tersebut adalah hubungan swaobjek
tanpa campur tyangan koneksi dengan objek eksternal.20
Selanjutnya Iluminasi oleh Yasdi disebut sebagai ilmu hudhuri yaitu pengetahuan
dengan kehadiran karena ia ditandai oleh keadaan neotik dan memiliki objek imanen yang
menjadikannya pengetahuan swaobjek. Ilmu hudhuri tidak memiliki objek di luar dirinya,
tetapi objek itu sendiri ada adalah objek subjektif ada pada dirinya. Oleh sebagian sufi,
iluminasi itu adalah pengetahuan diri tentang diri yang berasal dari penyinaran dan anugerah
Tuhan yang digambarkan dengan berbagai ungkapan dan keadaan. Ada yang
menyebutkannya dengan terbukanya hijab antara dirinya dengan Tuhan, sehingga
pengetahuan dan rahasianya dapat diketahui. Ada yang mengungkapkan dengan rasa cinta
yang sangat dalam sehingga antara dia dan Tuhan tidak ada rahasia lain. Pengetahuan Tuhan
adalah pengetahuan-Nya. Dan ada yang menyatakan dengan kesatuan kesadaran
(ittihad/hulul).21
20 Ibid., h. 35-36.
21 Ibid., h. 37.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka pemakalah mengemukakan
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang disusun secara
sistematis untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Suatu teori akan
mengalami perkembangan apabila teori tersebut sudah tidak relevan dan kurang
berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.
Penerimaan suatu teori dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa teori
tersebut memiliki kebenaran mutlak. Teori yang telah mapan dan digunakan oleh
mayoritas ilmuwan dalam komunitas ilmiah dalam penelitian selanjutnya disebut
sebagai paradigma.
Paradigma dibangun oleh para ilmuwan dalam kegiatan ilmiahnya atas
berbagai konsep, asumsi-asumsi teoritis umum dalam tatanan tertentu,
menyederhanakan yang kompleks yang dapat diterima umum.
Paradigma adalah cara pandang atau kerangka berfikir yang mampu menjadi
wacana temuan ilmiah dan dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas
ilmiah dan atau masyarakat. Sikap para iluwan terhadap paradigma yang berlaku
dapat saja berubah ika dalam perjalanan kegiatan ilmiahnya atau penelitiannya
terdapat anomali. Dengan demikian dapat menyebabkan perubahan paradigma karena
adanya anomali itu, selanjutnya menyebabkan sikap para ilmuwan terhadap
paradigma yang berlaku berubah, oleh karena itu sifat penelitian mereka juga
berubah. Hal itu membuat para ilmuwan berusaha untuk menciptakan paradigma
baru, dalam rangka memberikan penyelesaian terhadap anomali yang ditemukan. Jika
paradigma baru itu diterima oleh komunitas ilmiah maka paradigma terdahulu ditolak
dan ditinggalkan. Paradigma yang baru akan diterima sebagai pengganti paradigma
yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, Ed. 1., Cet. III; Jakarta: Gramedia, 2002.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama 1, Jilid I. Cet. I; Pamulung Timur, Ciputat: Lolos Wacana Ilmu, 1997.
Drajat, Amroeni. Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu, Jakarta: Erlangga, 2006.
Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu: Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modernisme, Ed. II, Cet. I; Yogyakarta: Rake Sarasin, 2001.
Patrick C. A. G.T.W. Van Peursen, Ayn Rand, et.al., Apakah Filsafat danFilsafat Itu?, Cet. I; Bandung: Pustaka Sutra, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dn R&D, Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2007.
Wattimena, Reza A.A. Filsafat dan Sains Sebuah Pegantar, Jakarta: PT Grasindo, 2008.
Yooke Tjuparnah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2002.