teknovasi1

download teknovasi1

of 150

Transcript of teknovasi1

  • 7/26/2019 teknovasi1

    1/150

  • 7/26/2019 teknovasi1

    2/150

    TEKNOVASI INDONESIAVol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X

    Asdep Budaya Dan Eka Iptek

    Depu Bidang Kelembagaan Iptek

  • 7/26/2019 teknovasi1

    3/150

  • 7/26/2019 teknovasi1

    4/150

    iii

    TEKNOVASI INDONESIAVol I, No.1, Mei 2012

    ISSN : 2252 911X

    Pembina

    Menteri Riset dan Teknologi

    Pengarah

    Depu Bidang Kelembagaan Iptek

    Pimpinan RedaksiVemmie Diana Koswara

    Sta Redaksi

    Yety Suye, Suyatno, Ta H. Manurung,

    Rosmaniar Dini

    Reviewer/Editor

    Benyamin Lakitan (Ristek)Carunia M. Firdausy (LIPI)

    Husni Y. Rosadi (BPPT)

    Si Herlinda (DRN)

    Syaikhu Usman (SMERU)

    Wahyudi Sutopo (UNS)

    Sekretariat

    Octa Nugroho, Sigit Seawan &

    Tiara Elgienda

    Penerbit

    Asdep Budaya dan Eka Iptek

    Depu Kelembagaan Iptek

    Kementerian Riset dan Teknologi

    Alamat Redaksi

    Asdep Budaya Dan Eka Iptek

    Gedung II BPPT Lt.8

    JL. M.H Thamrin 8 Jakarta Pusat 10340Telp: 021-3169286, 021-3169276

    Fax : 0213102014

  • 7/26/2019 teknovasi1

    5/150

    iv

    SALAM REDAKSI

    Kementerian Riset dan Teknologi, selaku regulator dan fasilitator kebijakan iptek nasional

    memiliki peranan penng guna mendorong terwujudnya SINas. Kesembangan aliran

    informasi dan komunikasi yang bersesuaian diantara para aktor inovasi teknologi, baik dari sisi

    pengembang maupun dari sisi pengguna teknologi di dalam SINas secara berkesinambungan

    perlu terus dibangun dan dikembangkan dengan berbagai upaya.

    Pembenahan SINas masih diperlukan di semua aspek, termasuk pada aspek kelembagaan,

    diantaranya yaitu melipu isu tentang: penngnya arah dan strategi pengembangan

    kelembagaan dalam rangka mewujudkan SINas; penguatan jaringan penyedia dan penggunaiptek; memantapkan peran legislasi dalam pengaturan internal kelembagaan serta

    menumbuhkan budaya dan eka dalam rangka mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi

    tumbuh kembangnya SINas yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

    Salah satu upaya dan komitmen Kementerian Riset dan Teknologi untuk mendorong

    terwujudnya SINas yang efekf, produkf dan berkelanjutan, adalah dengan menyebar

    luaskan informasi terkait SINas. Untuk itu dilakukan penyusunan buku Teknovasi Indonesia

    yang berisi hasil kajian/studi tentang inovasi dinjau dari berbagai aspek.

    Diharapkan informasi yang terkandung dalam buku ini dapat digunakan sebagai salah satu

    acuan oleh semua pihak yang berkepenngan dalam upaya memformulasikan ataupun

    melaksanakan kebijakan penguatan SINas.

    Teknovasi Indonesia akan terbit secara berkala dua kali dalam satu tahun. Redaksi

    menerima kontribusi arkel baik dilingkungan Kementerian Riset dan Teknologi, LPNK Ristek,

    maupun Badan Penelian dan Pengembangan Daerah.

    Masukan dan saran akan sangat bermanfaat bagi kami sebagai penyempurnaan untuk edisi

    selanjutnya.

    Redaksi

  • 7/26/2019 teknovasi1

    6/150

    v

    DAFTAR ISI

    Salam Redaksi............................................................................................................... i

    Daar Isi....................................................................................................................... ii

    Dimensi Non Teknologi Sistem Inovasi

    Benyamin Lakitan, Carunia M. Firdausy, Syaikhu Usman, Sonny Yuliar, Hasanuddin,

    Vemmie D. Koswara...................................................................................................... 1

    Penyelarasan Arah Pengembangan Lembaga Litbang Publik untuk Penguatan

    Industri Penghasil Barang Modal NasionalFajar Suprapto, Sadono Sriharjo, Anita Febriyan........................................................ 39

    Pemetaan Legislasi Iptek Dalam Kegiatan Perekayasaan, Inovasi,

    Dan Difusi Teknologi Pada Sistem Inovasi Nasional

    Dadit Herdikiagung, Sak Nasuon, Agung Pambudi, Rolenta Ekasari....................... 69

    Peningkatan Peran Puspiptek dalam Proses Alih Teknologi

    Anwar Darwadi, Wisnu S. Soenarso, Harry Jusron, Pancara Sutanto........................... 99

  • 7/26/2019 teknovasi1

    7/150

  • 7/26/2019 teknovasi1

    8/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 1

    Abstract

    It

    is

    no

    possible

    to

    establish

    a

    productive

    and

    sustainable

    innovation

    system

    based

    and

    focusedonlyon researchand technologydevelopmentactivities. Itmustcompehensively

    considerallotherinfluencingfactorssuchaseconomic,social,regulation,publicpolicy,and

    politicalaspects. Thesefactorsmaydirectlyaffect researchand technologydevelopment

    processesortheysignificantlyconstibuteinshapingupinnovationsystem. Slowprogressin

    establishinginnovationsysteminIndonesiahasbeenassociatedmainly withinappropriate

    reseach and technology development policies that ecourage supplypush strategy and

    ignorenontechologicaldimensionsoftheinnovationsystem. Therefore,amindsetchange

    among innovation actors is required for ensuring new strategies could be effectively

    formulatedandsuccessfully implemented. Therearethreefundamentalchangesneeded:

    (1)future

    technology

    development

    should

    be

    based

    and

    focused

    on

    real

    needs

    or

    problems

    (demanddriven); (2)economic,social,regulation,publicpolicy,andpoliticalviewsshould

    be integratedlyconsidered inestablishing innovationsystem;and(3)Indonesia innovation

    systemshouldbedirectedtowardsatifyingdomesticmarketdemandanddesignedbased

    ondomesticresources.

    Abstrak

    Upaya mewujudkan sistem inovasi yang produktif dan berkelanjutan tidak mungkin

    dilakukandengan

    hanya

    terfokus

    pada

    riset

    dan

    pengembangan

    teknologi,

    tetapi

    perlu

    secara komprehensif mempertimbangkan berbagai dimensi lain yang ikut menentukan,

    termasuk dimensi ekonomi, sosial, regulasi dan kebijakan publik, serta politik. Berbagai

    dimensi ini dapat menjadi faktor pemengaruh langsung dalam proses pengembangan

    teknologi dan dapat pula merupakan unsur pembentuk ekosistem inovasi. Kelambanan

    dalammewujudkansisteminovasidiIndonesiadisinyalirkarenaselamainipengembangan

    teknologinasionallebihberorientasisupplypushdanseringmengabaikanberbagaidimensi

    nonteknologi. Olehsebabitu,perludilakukanperubahanmindsetagarstrategibarudapat

    diformulasikan dan diimplementasikan secara efektif. Ada tiga perubahanmindset yang

    dibutuhkan,

    yakni:

    (1)

    pengembangan

    teknologi

    perlu

    lebih

    berorientasi

    pada

    realitakebutuhan dan persoalan (demanddriven); (2) dimensi ekonomi, sosial, regulasi dan

    Dimensi Non-teknologi Sistem Inovasi

    Benyamin Lakitan a,b, Carunia M. Firdausy c, Syaikhu Usman d, Sonny Yuliare,

    Hasanuddinf

    , Vemmie D. Koswaraa

    aKementerian Riset dan Teknologi, JakartabUniversitas Sriwijaya, Palembang

    cLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, JakartadLembaga Penelian SMERU, Jakarta

    eInstut Teknologi Bandung, BandungfUniversitas Andalas, Padang

  • 7/26/2019 teknovasi1

    9/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    2 ISSN : 2252-911X

    kebijakan publik, serta dinamika politik perlu diintegrasikan dalam skenario membangun

    sistem inovasi; (3) sistem inovasi Indonesia perlu lebih berorientasi pada pemenuhan

    kebutuhanpasardomestikdanberbasispadapotensisumberdayadalamnegeriagarlebih

    inklusifdanmandiri.

    Katakunci:pertumbuhanekonomi,transformasisosial,risetdanpengembangan,

    teknologi,demanddriven

    1. Pendahuluan

    Inovasi

    merupakan

    kata

    yang

    sangat

    populerdandigunakandiberbagaibidang

    dan/atau profesi. Keragaman pengguna

    kata ini cenderung memberikan makna

    ataudefinisiyangberbedatentanginovasi.

    Mulaidarisebagaiungkapanringanuntuk

    sesuatu yang dianggap berbeda dari yang

    sebelumnya diketahui atau dilakukan,

    sesuatu yang mencerminkan kreativitas,

    atau

    kadang

    juga

    dianggap

    sebagai

    sinonim dari invensi. Keragaman

    pengertian inovasi yang beredar dalam

    masyarakat dapat menyebabkan

    kebingungan.

    Dapatsajaduaatau lebih individusepakat

    untuk menghargai sesuatu yang inovatif,

    tetapidalambenakmasingmasingterpikir

    hal yang berbeda. Ketidaksamaan

    pemahaman

    ini

    tidak

    hanya

    terjadi

    dalam

    masyarakat luas dengan latarbelakang

    yang majemuk, tetapijuga terjadi antara

    individu dalam komunitas

    akademik/ilmiah. Masingmasing pakar

    inovasijugamembuatdefinisidengancara

    pengekspresian yang berbeda walaupun

    esensipokoknyasama,sehinggadapatsaja

    ditafsirkan secara berbeda oleh individu

    yang sedang mencoba memahami atau

    mendalamiteori

    inovasi.

    OECD(2005)menggunakandefinisiinovasi

    sebagaithe

    implementation

    of

    anew

    or

    significantly improved product (good or

    service), or process, a new marketing

    method,oraneworganisationalmethodin

    businesspractices,workplaceorganisation

    or external relations. Definisi inovasi ini

    diposisikan sebagai definisi inovasi dalam

    arti luas, karena mencakup implementasi

    dari produk (barang atau jasa), proses,

    metoda pemasaran, atau metoda

    organisasibaru

    atau

    yang

    telah

    diperbaiki

    secara signifikan, dalam praktek bisnis,

    organisasi tempat kerja, atau hubungan

    eksternal. Dengan demikian, dalam arti

    luas,memang inovasi takhanyaberkaitan

    denganteknologisemata.

    Untuk kajian ini, inovasi yang dibahas

    dibatasi hanya pada inovasi teknologi,

    difokuskan pada proses atau produk

    barang

    ataujasa

    yang

    secara

    signifikan

    telah disempurnakan atau sama sekali

    berbeda dari produk barang atau jasa

    serupayang telah ada. Sebagaipembeda

    dengan invensi,makaprodukbarangatau

    jasa tersebut harus dapat memberikan

    kemanfaatanbagimasyarakat.

    Penegasan World Bank (2010) yang

    menyatakan bahwa what is not

    disseminatedor

    used

    is

    not

    an

    innovation

  • 7/26/2019 teknovasi1

    10/150

  • 7/26/2019 teknovasi1

    11/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    4 ISSN : 2252-911X

    negara berkembang diperkirakan hanya

    mencapai20persen,sedangkan80persen

    sisanya bersumber dari negara maju

    (Brahmbhatt

    dan

    Hu,

    2007).

    Di

    antara

    negara di Asia Timur yang inovasinya

    bersumber dari hasil litbangadalah Korea

    Selatan, Singapore dan Cina. Bahkan

    ketiga negara ini telah memiliki institusi

    litbangdan jumlah paten sekelas negara

    maju.Haliniantaralainkarenadanauntuk

    pengembangan litbangdi ketiganegara ini

    telahmenyamainegaramajuyangberkisar

    antara 1,5 sampai 2 persen dari total

    PendapatanNasional

    Bruto

    (PDB).

    Oleh

    karenaitu,tidakanehjikaketiganegaraini

    mampu mencapai pertumbuhan ekonomi

    tinggi dan penduduk yang lebih sejahtera

    dibandingkan negara berkembang Asia

    Timurlainnya.

    Sebagaicontoh,peningkataninovasiKorea

    Selatan yang sangat pesat dalam kurun

    waktu tiga dekade (1960an sampai

    dengan

    1980an)

    yang

    kemudian

    menempatkan Korea Selatan sebagai

    bangsa yang berdaya saing tinggi, lebih

    banyak ditentukan oleh pembentukan

    berbagai institusipengembangpendidikan

    dan pelayanan ilmu pengetahuan dan

    teknologiyangmendukung sektor industri

    dalammelakukan pembelajaran teknologi

    melaluialihteknologiasing.

    KoreaSelatan

    yang

    baru

    pada

    awal

    tahun

    1990an bertumpu pada kegiatan litbang

    untukmenghasilkanilmupengetahuandan

    teknologi yang mendukung kemampuan

    inovasi, perkembangannya sangat

    menakjubkan,meskipun tetap tidakdapat

    melepaskan diri dari ketergantungan

    kepada teknologi luar, terutama dari

    AmerikadanJepang.

    Demikianpula

    dengan

    pengalaman

    China

    dalam peningkatan kemampuan

    inovasinya. Cina juga menunjukkan pola

    yang serupa dimana peningkatan

    kemampuan inovasi diperoleh melalui

    pembelajaran

    teknologi

    pada

    awalnya,

    dilanjutkan dengan peningkatan aktivitas

    litbang yang mendukung kemampuan

    inovasi. Pentingnya litbangdalam

    menghasilkan inovasi dan pembelajaran

    didukung oleh pemikiran Cohen and

    Levinthal (1989)sepertidisebutkandiatas

    bahwa : R&D itself has two faces:

    Innovationandlearning.

    Sebaliknya, bagi negara berkembang di

    Asia Timur yang belum memiliki

    kemampuan membangun inovasi

    melaluilitbang, sumber inovasinya

    terutama berasal dari proses adopsi dan

    adaptasidari produk, proses dan metoda

    yang ada. Ini artinya semua inovasi di

    negara berkembang merupakan produk

    baru di negara itu sendiri, tetapi tidak

    merupakan produk baru pada tingkat

    global.Adapun

    sumber

    dari

    produk

    baru

    tersebut yakni dari perusahaan maupun

    industrinegaranegaramaju.

    Eaton dan Kortum (1996)memperkirakan

    sekitar 80 persen dari inovasi yang

    dihasilkannegaraberkembangberasaldari

    teknologi negaranegara dalam kelompok

    OECD, diluar Jepang dan Amerika. Oleh

    karena itu, terobosan inovasi di negara

    berkembang

    sangat

    tergantung

    dari

    perkembangan teknologi negara maju.

    Bottazi dan Peri (2005) memperkirakan

    bahwa setiap kenaikan satu persen

    litbangdi Amerika menghasilkan 0.35

    persenkenaikanpatenbaginegaranegara

    anggotaOECD. Adapunaksesmasukdari

    inovasi teknologi negara maju ke negara

    berkembang tersebut tergantung antara

    lain

    dari

    perdagangan,

    investasi

    dan

    bentuk kerjasama ekonomi lain baik yang

  • 7/26/2019 teknovasi1

    12/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 5

    dilakukan oleh perusahaan swasta,

    lembaga litbang publik, perguruan tinggi,

    maupun lembaga litbang lainnya

    (Brahmbhatt

    dan

    Hu,

    2007).

    Penelitian World Bank (2005)dalam

    Brahmbhatt dan Hu(2007). menemukan

    bahwa bagi negaranegara yang tingkat

    kemajuan litbangnya relatif lemah, maka

    upaya yang dilakukan dalam membangun

    inovasi di negara tersebut adalah dengan

    cara memperkenalkan produk baru atau

    denganmelakukanperbaikanprodukyang

    ada

    maupun

    dengan

    cara

    menghasilkan

    produk baru dari produk lama yang

    dihasilkan sebelumnya. Diperkirakan

    perusahaan swasta atau industri yang

    melakukan cara ini mencapai 40 persen

    baik di negara negara berkembang Asia

    Timur maupun negara berkembang

    lainnya.

    Perusahaanswastadinegaraberkembang

    Asia

    Timur

    khususnya

    (Cambodia,

    Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand

    dan Vietnam) dominan dalam melakukan

    perbaikan produk dari produk yang ada.

    Hal ini sebagai akibat ketergantungan

    ekspornya di satu pihak dan kebutuhan

    untuk merespon perubahan yang cepat

    dari spesifikasi produk yang diminta oleh

    pembeli. Selain itu, perusahaan

    perusahaan inijugacenderungmelakukan

    outsourcinguntuk

    beberapa

    bagian

    dari

    kegiatan operasi usahanya untuk

    mengurangi biaya produksi agar menjadi

    lebih kompetitif. Perusahan dalam

    kelompok ini diidentifikasi berasal dari

    Cambodia dan Thailand, sedangkan

    perusahaan di Indonesia dan Malaysia

    relatif lebih sedikit yang melakukan cara

    inovasisepertiini.

    Ayyagari et.al. (2006) mendapatkan

    beberapa korelasi dari perusahaan dalam

    kelompok ini di negaranegara

    berkembang.

    Pertama,

    inovasi

    dengan

    cara

    menghasilkan produk baru dari produk

    yangtelahadamaupunmetoda inovasidi

    atas cenderung dominan baik pada

    perusahanyangbaruberkembangmaupun

    perusahaan besar. Kedua, perusahaan

    yangberadadinegaradenganpendapatan

    per kapita yang relatif rendah umumnya

    melakukan cara inovasi seperti ini,

    sedangkan perusahaan yang berada di

    negara

    dengan

    pendapatan

    per

    kapita

    yang relatif tinggi cenderung melakukan

    inovasi dari hasil litbangnya. Ketiga,

    tingkat inovasi perusahaan memiliki

    korelasi kuat dengan jenis dan besar

    sumber pendanaan eskternal perusahaan.

    Keempat, tingkat inovasi memiliki korelasi

    yang positif dengan tingkat persaingan

    yangdihadapiperusahaan.

    Adapuncara

    perusahaan

    di

    negara

    dengan

    pendapatan rendah dan sedang di Asia

    Timur khususnya dalam menyerap

    pengetahuan atau teknologi yang berasal

    dari luar negeri umumnya didominasi

    dengancaramemasukanteknologimelalui

    impor mesin atau peralatan baru.

    Sedangkan cara dominan kedua yakni

    dengan melakukan kerjasama dengan

    perusahaan

    dari

    negara

    maju

    maupun

    dengan cara memperkerjakan para ahli

    yang berasal dari negara maju tersebut.

    Detail persentase dari perusahaan di

    negara Asia Timur dengan pendapatan

    rendah dan sedang berdasarkan cara

    inovasiyangdilakukandisajikanpada

  • 7/26/2019 teknovasi1

    13/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    6 ISSN : 2252-911X

    Selainmetodamembanguninovasidiatas,

    terdapat empat cara lain yang dilakukan

    dalammembangun inovasiyangdilakukan

    di negara Asia Timur. Empat cara

    dimaksudadalahmemanfaatkan teknologi

    impor, pembelajaran dari eksporproduk,

    lisensi, dan pemanfaatan investasi

    langsung asing (Foreign DirectInvestment,

    FDI).Cara

    memanfaatkan

    teknologi

    impor

    dilakukan antara lain dengan reverse

    engineering dari teknologi impor.

    Sedangkan metoda inovasi yang

    bersumber dari pembelajaran ekspor

    dilakukan antara lain dengan melakukan

    kerjasama dengan konsumen di negara

    negara maju khususnya dalam ekspor

    peralatanmesindantransportasi.

    Dalam sistem OEM (Original Equipment

    Manufacturing), perusahaan pemasok

    yang berasal dari negara berkembang

    melakukan produksi sesuai dengan

    spesifikasi rancangan yang diminta

    pembeli dari luar negeri. Produk yang

    dihasilkan ini kemudian dieskpor dengan

    menggunakan merek sendiri melalui

    salurandistribusi

    international.

    Korea

    SelatandanTaiwanmerupakanduanegara

    di Asia Timur yang banyak melakukan

    inovasi seperti ini. Di Korea selatan,

    misalnya, sebanyak 7080 persen dari

    produk ekspor elektronikmelakukan cara

    inovasi seperti ini. Sedangkan di Taiwan

    persentase produk ekspor dengan cara

    inovasi seperti ini diperkirakan lebih dari

    40persen. Carainovasisepertiinisemakin

  • 7/26/2019 teknovasi1

    14/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 7

    gencar juga diikuti oleh perusahan

    manufakturCina belakangan ini(Hobday,

    1995).

    Pengembangan

    inovasi

    dengan

    memanfaatkanmasuknyainvestasiasingdi

    negara Asia Timur juga tidak kalah

    pentingnya. Singapura, misalnya,

    membukapenanamanmodalasing (PMA)

    dimaksudkan untuk mempercepat

    pembangunanteknologidinegaranya. Hal

    yang sama juga dilakukan Cina dengan

    penekanan melalui cara usaha patungan

    (joint

    ventures).

    Begitu

    pula

    dengan

    negaraAsiaTimurlainnyasepertiMalaysia,

    Philipina, IndonesiadanThailand. Namun

    khusus untuk keempat negara ini, tingkat

    inovasi yang dilakukan lebih rendah dan

    nyaris seluruhnya berasal dari teknologi

    luar negeri tanpa sentuhan teknologi

    domestik(Firdausy,2010).

    Dari uraian singkat tentang pengalaman

    dan

    pelajaran

    di

    atas

    jelas

    bahwa

    negara

    negara berkembang dengan pendapatan

    per kapita rendah dan sedang di Asia

    Timurbelumbanyakmenghasilkan inovasi

    yang bersumber dari litbangdomestik.

    Oleh karena itu, masuk akal jika tingkat

    pertumbuhanekonomidinegarainisangat

    rentan terhadap krisis ekonomi yang

    terjadi di dalam negeri, apalagi terhadap

    krisisglobal.

    2.2. Potret Inovasi dan Daya Saing

    Indonesia

    Potret umum kemampuan inovasi di

    Indonesia masih tergantung pada proses

    adopsi dan adaptasi teknologi dari luar

    sehingga inovasi yang dihasilkan menjadi

    bersifat baru hanya di pasar domestik,

    tetapitidak

    di

    lingkungan

    pasar

    global.

    Akibatnya, tidak mengherankanjika daya

    saing produk teknologi nasional belum

    menggembirakanditingkatglobal.

    Berdasarkan kajian yang dilakukan World

    EconomicForum

    (2010),

    posisi

    daya

    saing

    produk teknologi pada lingkungan global

    (Global Competitiveness Index

    GCI)pada20102011 menunjukkan bahwa

    Indonesiamenempatiperingkatke44dari

    139 negara. Peringkat inijauh lebih baik

    dibandingkanposisidayasaingpadatahun

    20092010 yang berada di peringkat 54

    dari133negara(Tabel2).Terlebihlagijika

    peringkat

    daya

    saing

    periode

    2010

    2011

    tersebut dibandingkan dengan peringkat

    daya saing yang dicatat pada periode

    20052006. Pada periode 20052006

    peringkat daya saing Indonesia berada

    padaposisi74dari117negara. Diantara

    negaranegara ASEAN, peringkat daya

    saingIndonesiahanyalebihbaikdibanding

    Filipina dan Vietnam, tetapi masih tetap

    tertinggaljauhdibelakangnegaraThailand,

    Malaysia,dan

    Singapura.

    Namun jika perhitungan peringkat daya

    saingglobal tersebutdilihatdari tigapilar

    yang lebih spesifik yakni kebutuhandasar

    (basic requirements), pemacu efisiensi

    (efficiency enhancers) dan inovasi

    (innovation and sophistication), maka

    khusus untuk pilar inovasi, peringkat

    Indonesia relatif jauh lebih baik

    dibandingkannegara

    Thailand,

    Vietnam

    danPhilipina. Peringkat Indonesiauntuk

    inovasi pada tahun 2009 berada pada

    posisi47,sedangkanThailanddiperingkat

    54, Vietnam di posisi 57 dan Philipina di

    posisi 76 dari 134 negara yang disurvei.

    PeringkatinovasiIndonesiaterusmembaik

    sejak tahun 2007 dari ke54 (dari 131

    negara)menjadiurutanke36pada tahun

    2010

    (World

    Economic

    Forum,

    2010).

  • 7/26/2019 teknovasi1

    15/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    8 ISSN : 2252-911X

    Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa

    kemampuan inovasinasionalsecararelatif

    menunjukkan perbaikan. Namun

    demikian, capaian ini masih perlu terus

    ditingkatkan serta diimbangi dengan

    peningkatan kapasitas adopsi para

    pengguna teknologi dalam negeri, agar

    dapatmemberikan sumbangannyatabagi

    pembentukan keunggulan posisi

    (positionaladvantage)Indonesiaditengah

    dinamika perdagangan global saat ini.

    Apalagi pada tahun 2015, Indonesia

    bersama dengan 9 negara di ASEAN

    lainnya akan membentuk Masyarakat

    Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic

    Community),sehinggapersaingandipasar

    domestik akan semakin terpengaruh

    dengan membanjirnya produkproduk

    substitusi dari ASEAN dan negara lainnya

    dengan basis teknologi yang lebih

    kompetitif.

  • 7/26/2019 teknovasi1

    16/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 9

    2.3. IsuIsu Penting dalam Membangun

    Inovasi.

    Inovasi atau TFP memegang peranan

    utama

    dalam

    pertumbuhan

    ekonomi,

    selain peranan modal dan SDM.Untuk

    mendorong kemampuan inovasi nasional

    tersebut, maka beberapa isu berikut ini

    perlumendapatperhatian.

    Pertama, isu yang menyangkut pilihan

    inovasi. Dalam konteks nasional,

    penekananinovasiuntukmemperbaikiTFP

    tidak dapat difokuskan hanya untuk

    memperolehatau

    menghasilkan

    produk,

    proses, dan metoda baru pada tingkat

    global, melainkan juga dalam pengertian

    yang lebih sempit pada tingkat

    perusahaan, masyarakat atau konteks

    tertentu. Hal ini disebabkan karena

    kemampuan inovasi atau daya saing

    teknologi nasional masih relatif rendah

    sehinggaupayamenghasilkaninovasipada

    tingkat

    global

    relatif

    belum

    perlu

    untuk

    diprioritaskan. Inovasi yang perlu

    dikembangkandi Indonesiaadalah inovasi

    yang dihasilkan dengan lebih

    memanfaatkan produk, proses dan

    metoda yang berbeda dengan

    pengetahuan dan teknologi yang ada dan

    dapat dimiliki, tetapi berbasis pada

    sumberdayanasionaldan/ataulokal.

    Dari

    hasil

    evaluasi

    komponen

    dalam

    menetapkan indeks daya saing global

    tahun 20092010, tercatat tiga indikator

    yang relatif sangat buruk, yakni berada

    padaperingkatdiatas80dari134negara

    yangdisurvei. Ketigapilardimaksudterdiri

    dari infrastruktur (peringkat 86),

    pendidikan dan kesehatan (peringkat 87)

    dan kesiapan teknologi (technology

    readiness) yang berada pada posisi 88.

    Sebagaibandingan,

    untuk

    pilar

    kesiapan

    teknologi ini, Malaysia telah jauh

    meninggalkan Indonesia, yakni berada di

    peringkat 37, dan bahkan Indonesia saat

    ini berada di bawah Vietnam (peringkat

    73). Oleh karena itu perhatian untuk

    memperbaiki ketiga indikator di atas

    diperlukan agar kemampuan inovasi dan

    posisidayasaingnasionalmeningkat.

    Kedua, isu yang menyangkut cara

    membangun kemitraan inovasi secara

    institusional antara kalangan akademisi

    dan pemerintah dengan pihak industri.

    Kondisi kemitraan inovasi semacam ini di

    Indonesia belum terbangun dengan baik.

    Diduga saat ini industri di Indonesia

    cenderung lebihmengandalkanhubungan

    individual dibanding hubungan

    institusional. Faktainididukungolehhasil

    survei inovasi industri manufaktur di

    Indonesia yang dilakukan oleh LIPI (2009)

    yangmenunjukkan bahwa sebagian besar

    kegiatan inovasi tersebut dilakukan oleh

    pihakperusahaan,

    dan

    anggaran

    litbang

    sebagianbesarbersumberdariperusahaan

    itusendiri(94.9%).

    Dengan kegiatan dan proporsi anggaran

    demikian,maka perusahaan tampak lebih

    memilihmenggunakan tenaga profesional

    lepas dari komunitas akademisi untuk

    melakukan kegiatan inovasi di

    perusahaannya. Meskipundemikian,tetap

    masihada

    beberapa

    kelompok

    industri

    yang melakukan kegiatan litbang dengan

    memberikan dana litbang secara

    institusional kepada institusi akademik.

    Indikasi ini ditunjukkan oleh ratarata

    anggaran litbang perusahaan yang

    dialokasikan untuk pihak lain (anggaran

    ekstramural)yangrataratakurangdari25

    %(LIPI,2009).

    Ketiga,

    isu

    yang

    berkaitan

    dengan

    rendahnya kualitas pendidikan atau

  • 7/26/2019 teknovasi1

    17/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    10 ISSN : 2252-911X

    terbatasnyajumlahSDMdilembagalitbang

    swastaatau industridibandingkandengan

    kualitas dan ketersediaan SDM di

    lembagalitbangpublik. Tingkatpendidikan

    SDM di litbang publik jauh lebih baik

    daripadatingkatpendidikanSDMdilitbang

    perusahaan swasta (Tabel 3). Tercatat

    lebih dari 34 persen peneliti di lembaga

    litbang publik berpendidikan minimum

    magister (strata 2), sementara hanya 3,7

    persen peneliti di litbang perusahaan

    swasta yang berpendidikan minimum

    magister.

    Tabel

    3.

    Perbandingan

    kualifikasi

    pendidikan

    SDMdilembagalitbangpublikdanswasta

    Jenjang

    Pendidikan

    KomposisiSDM(%)

    Litbang

    Publik

    Litbang

    Swasta

    S3 8,62 0,24

    S2 25.65 3,43

    S1 36,55 54,21

    Diploma 29,17 42,12

    Sumber:LIPI(2010)

    Sementara itu, investasi SDM di litbang

    perusahaan/swasta relatif kecil sehingga

    salah satu strategi yang berpotensi untuk

    dilakukan adalah difusi ilmu pengetahuan

    antara lembaga litbangpublikdanswasta.

    Kondisi tersebut seharusnya mendorong

    terjadinya mobilitas SDM antara dua

    sektor tersebut untuk mendukung difusi

    ilmu pengetahuan. Namun fakta di

    lapanganmenunjukkanbahwahaltersebut

    sulitterjadi.

    Dengan kondisi SDMlitbang perusahaan

    yang terbatas,maka tiga implikasiberikut

    ini telah terjadi: (1) industri yang

    dikembangkan bukanlah industri yang

    membutuhkan inovasi dengan dukungan

    litbangyanghandal;(2)kegiatanlitbangdi

    perusahaan dilakukan dengan

    memanfaatkan tenagatenaga akademisi

    secara personal, dan hanya 25%

    perusahaan swasta manufaktur yang

    melakukan hubungan secara institusional

    dengan universitas dan lembaga litbang

    publik; dan (3) perusahaan lebih

    memanfaatkan litbang di luarnegeri atau

    perusahaanprinsipalnyauntukmelakukan

    kegiatanlitbang.

    Fenomena

    ini

    dikenal

    sebagai open innovation, dimana inovasi

    yang dihasilkan tidak saja mengandalkan

    kemampuan inovasi dari dalam

    perusahaan tetapi juga dari luar

    perusahaan. Dalameraglobalisasisaat ini

    dengandukungan teknologi informasidan

    komunikasi, kecenderungan open

    innovationakansemakinmenguat.

    Keempat,isu

    yang

    menyangkut

    rendahnya

    kemampuan inovasi industridalamnegeri.

    Selama 10 tahun terakhir tercatat

    kemampuan inovasi industridalamnegeri

    belum menunjukkan peningkatan yang

    signifikan. Darihasil surveiLIPI (2009)di

    industri manufaktur tercatat bahwa

    intensitasteknologidi industrimanufaktur

    didominasioleh industriteknologirendah,

    yakni

    lebih

    dari

    50

    persen

    dari

    total

    luaran

    yang dihasilkan industri manufaktur (LIPI,

    2009). Kondisi ini menunjukkan betapa

    rendahnya anggaran litbang yang

    dikeluarkan pihak industri, sementara

    upaya untuk membentuk kondisi

    kemitraan inovasi antara lembaga litbang

    publik dan litbang industri juga belum

    optimal.

    Negara

    negara

    yang

    perekonomiannya

    maju umumnya ditandai dengan

  • 7/26/2019 teknovasi1

    18/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 11

    kemampuan inovasi dan alokasi

    pembiayaan litbang industri yang tinggi.

    Sebagai contoh, secara nasional alokasi

    danauntukmembiayaikegiatan litbangdi

    Jepang mencapai sekitar 3,3% GDPnya,

    dimana kurang dari 0,8% saja yang

    bersumber dari dana pemerintah,

    selebihnya (lebih dari 2,5%) dibiayai oleh

    industri. Israel sebagai negara dengan

    alokasi dana litbang tertinggi (sekitar

    4,25% dariGDP),juga hanya sekitar 0,6%

    yang bersumber dari dana pemerintah.

    Fenomenayangsamajugaterjadidisemua

    negaraanggota

    OECD

    (OECD,

    2011).

    Kelima, isu yang menyangkut masalah

    sinergi antara kegiatan penelitian dengan

    kebutuhan industri pengguna. Interaksi

    yangefektifduaarahantarapihakpeneliti

    dan industri merupakan modal utama

    terbentuknya sinergidalammeningkatkan

    difusi ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Merujuk pada konsep SINas, dimana

    interaksiantar

    elemen

    elemen

    inovasi

    menjadi fokusutama,maka interaksiyang

    efektif tersebut berperan penting dalam

    penguatanSINasdiIndonesia.

    Upaya rintisan untuk meningkatkan

    interaksi dan koordinasi tersebut telah

    diinisiasi,antara lainmelaluiOpenMethod

    ofResearchCoordination (OMRC)diDRN,

    PortalTelusurIptek(POTENSI)diBPPT,dan

    GarbaRujukan

    Digital

    (Garuda)

    di

    DIKTI.

    Walaupun demikian, upaya upaya

    tersebut masih relatif baru dimulai

    sehingga perlu sosialisasi intensifagar

    dapatlebihberkembangdanbermanfaat.

    Keenam, isu terkait dengan penguatan

    SINas. DalamhaliniagarpenguatanSINas

    terwujud dibutuhkan penguatan serta

    integrasi kebijakankebijakan terkait

    dengankegiatan

    penelitian

    di

    Indonesia,

    baik langsung maupun tidak langsung.

    Salah satu caranya yakni dengan

    menetapkankebijakankuotapemanfaatan

    risetdalamnegeri. Halinibertujuanuntuk

    secarahalus memaksa industripengguna

    untuk berinteraksi dengan peneliti yang

    terkait dengan pengembangan produk

    melalui kegiatan litbang. Kebijakan kuota

    tersebut juga diharapkan mampu

    membuat peneliti bersemangat untuk

    melakukan riset yang aplikatif dan

    bermanfaat bagi pengguna. Dengan

    demikian, diharapkan akan terwujud

    kondisi kebergantungan antara pengguna

    denganpeneliti.

    Isu yang juga harus menjadi perhatian

    yakni berkaitan dengan kebijakan

    kebijakan pendukung kegiatan litbang.

    Penyusun regulasi atau kebijakan

    seringkalimengabaikanaspeksosial.Salah

    satunya adalah dalam rumusan kebijakan

    pendidikan. Pentingnya perhatian

    terhadap kebijakan pendidikan ini

    mempengaruhi

    iklim

    kegiatan

    pembelajarandanpenelitiandi Indonesia.

    Takhanyaditingkatuniversitas,kebijakan

    pendidikaniniharusdiperbaikidaritingkat

    pendidikan dasar, untuk menumbuhkan

    budaya inovasi dan pembelajaran yang

    lebih baik, terutama dalam hal

    peningkatandifusiilmupengetahuanserta

    penguatankapasitasadopsiinovasi.

    3.DimensiSosial.

    Pengembangan teknologi perlu dirancang

    seimbang antara mendukung

    pertumbuhan ekonomi dan menyiapkan

    proses transformasi sosial, sehingga

    keduanya dapatberjalan secara paralel.

    Kegiatan litbang dapat dikategorikan

    suksesjikamampumenghasilkanteknologi

    yang secara nyata dan signifikan

  • 7/26/2019 teknovasi1

    19/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    12 ISSN : 2252-911X

    memberikan kontribusi terhadap

    pertumbuhan ekonomi nasional dan

    sekaligusjugaberdampakpositif terhadap

    kesejahteraan sosial masyarakat (Gambar

    1).

    Selanjutnya,jika teknologiyangdihasilkan

    mampu mendorong pertumbuhan

    ekonomi tetapi tidak secara paralel

    mendoronglajuprosestransformasisosial,

    maka pertumbuhan ekonomi tersebut

    dapat menjadi bumerang, karena akan

    meningkatkan ketergantungan

    masyarakat. Contoh yang mudah dilihat

    adalah

    keberhasilan

    pengembangan

    teknologi pertanian yang mampu

    meningkatkan produksi pangan nasional,

    tetapi tidak secara nyata meningkatkan

    kesejehteraan petani sebagaimana

    diindikasikandaritidakmeningkatnyaNilai

    TukarPetani,makaakibatnyapetaniterus

    tergantungpadasubsidipemerintahuntuk

    mendapatkan sarana produksi dengan

    harga

    terjangkau

    agar

    usaha

    tani

    tanaman

    pangantidakmerugi.

    Pertumbuhan

    Ekonomi

    Tinggi

    Ketergantungan Sukses

    Ren

    dah

    Gagal

    ?

    Rendah Tinggi

    TransformasiSosial

    Gambar1. Kuadranteknologi

    berdasarkankontribusinyaterhadap

    Ketergantungan ini telah menjadi

    perangkapyangsulituntukkeluar,karena

    jika sarana produksi tidak disubsidi maka

    usahatani tanaman pangan akan merugi.

    Jika rugi maka tidak ada petani yang

    termotivasi untuk melakukan kegiatan

    usahatani tanaman pangan atau tetap

    melaksanakannya tetapi hanya untuk

    tujuan memenuhi kebutuhan sendiri

    (subsisten), sehingga secara makro akan

    meruntuhkan ketahananpangannasional.

    Jika opsi lain yang dipilih agar usahatani

    tanaman pangan menguntungkan, yakni

    dengan

    menaikkan

    harga

    komoditas

    tanaman pangan, maka jelas akan

    menambah beban para konsumen dan

    sangat potensial untuk mengganggu

    stabilitas nasional. Ongkos politik yang

    harus ditanggung oleh pemerintah

    mungkinakansangatmahal.

    Secara teoritis, teknologi dapat

    mendorong transformasi sosial, misalnya

    jenis

    teknologi

    yang

    dibutuhkan

    untuk

    meningkatkan kualitas layanan publik di

    sektor pemerintahan, pendidikan,

    kesehatan, dan keagamaan. Teknologi

    informasi dan komunikasi dapat sangat

    bermanfaat dalam mendorong

    transparansi dan akuntabilitas instansi

    pemerintah, selain untuk mendukung

    peningkatan kualitas pendidikan dalam

    rangka

    meningkatkan

    kecerdasan

    intelektual dan spiritual; serta berbagai

    teknologi kesehatan yang dapat

    meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

    Namun proses transformasi sosial yang

    didorongolehteknologiinisecaradefacto

    sangat tidak mungkin untuk diisolir dari

    kemungkinan dampak tidak langsungnya

    terhadappembangunanekonomi.

  • 7/26/2019 teknovasi1

    20/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 13

    Pada akhirnya tentu selalu ada

    kemungkinan bahwa teknologi yang

    dikembangkan tidakmampuberkontribusi

    terhadap upaya memacu pertumbuhan

    ekonomi maupun mendorong proses

    transformasi sosial, bahkan bukan tidak

    mungkin bahwa suatu teknologi dapat

    berdampak negatif secara ekonomi dan

    sosial. Teknologi yang masuk kelompok

    (tidak berdampak atau malah berdampak

    negatif) ini layak dikategorikan sebagai

    teknologiyanggagal. Kejadianinimungkin

    terjadijika proses perencanaan riset dan

    pengembanganteknologi

    tersebut

    tidak

    berbasispada realita kebutuhandan/atau

    persoalan yang dihadapimasyarakat atau

    negara.

    3.1. Introduksiteknologiperludibarengi

    dengantransformasisosial.

    Pada era perdagangan yang semakin

    terbuka

    serta

    didukung

    kemajuan

    teknologi informasi dan komunikasi yang

    sedemikian pesat sehingga upaya

    mengaksesinformasitelahmenjadimudah

    dan murah, maka introduksi teknologi

    hanya akan berpeluang untuk diadopsi

    olehparapenggunajikateknologitersebut

    handalsecarateknisdankompetitifsecara

    ekonomi. Namun demikian, kalaupun

    kedua dimensi keunggulan teknologi ini

    (teknisdanekonomis) telahdimiliki, tetap

    saja tidak menjamin secara otomatis

    bahwa teknologi tersebutakandigunakan

    oleh industri, masyarakat, maupun

    pemerintah.

    Cukupbanyakcontoh introduksi teknologi

    kemasyarakat yang gagal akibat kealfaan

    dalam mempertimbangkan dimensi

    sosiokultural dan/atau kapasitas ekonomi

    masyarakat penerimanya. Kealfaan ini

    sering terjadi akibat: (1) introduksi

    teknologi tidak memperhatikan kapasitas

    adopsimasyarakatsebagaicalonpengguna

    potensialnya; (2) kapasitas adopsi

    penggunahanyadilihatdaridimensiteknis

    semata, dengan mengabaikan

    pertimbangan ekonomi dan sosiokultural;

    (3) semuadimensikapasitasadopsi sudah

    diperhatikantetapiteknologiyangditawar

    tidak mempunyai prospek untuk

    memberikan keuntungan tambahan bagi

    penggunanya, baik berupa keuntungan

    finansial maupun dalam bentuk

    kemudahandan

    kenyamanan

    dalam

    melaksanakankegiatanekonomiataunon

    ekonomi.

    Uraian tentang kendala adopsi teknologi

    ini memberikan ilustrasi bahwa setiap

    teknologi yang akan dikembangkan tidak

    bolehhanyafokuspadadimensiteknisnya

    semata, tetapi perlu selalu

    mengintegrasikan dimensi ekonomi dan

    sosiokultural

    para

    pihak

    yang

    diproyeksikanmenjadipenggunanya,serta

    juga proses pengembangan teknologi

    tersebuttidakbolehdiisolirdariekosistem

    dimana ia dikembangkan dan

    diproyeksikanakandigunakan.

    Lakitan (2010) mengingatkan bahwa

    sebuah sistem inovasi hanya dapat

    diwujudkanjika: (1) informasi kebutuhan

    danpersoalan

    yang

    dihadapi

    oleh

    para

    pengguna teknologi dapat diterima dan

    dipahamidengan tepatdan komprehensif

    oleh para pengembang teknologi; dan (2)

    teknologi yang dikembangkan sesuai

    dengan kebutuhan dan/atau untuk solusi

    persoalan yang dihadapi, serta sepadan

    dengan kapasitas adopsi para pengguna

    teknologi.

    Prasayaratyang

    pertama

    membutuhkan

    kepercayaan dari pihak pengguna untuk

  • 7/26/2019 teknovasi1

    21/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    14 ISSN : 2252-911X

    berbagi informasi dengan pihak

    pengembangteknologi,dipadukandengan

    sensitivitasdankesungguhanpengembang

    teknologi untuk memahami kebutuhan

    dan/atau persoalan para pengguna

    teknologi;sedangkanprasyaratyangkedua

    dimulai dengan pengembangan paket

    teknologi yang relevan terhadap

    kebutuhan dan sesuai dengan kapasitas

    adopsipadapenggunapotensialnya.

    Dengan demikian, jika mengacu pada

    amanah konstitusi (Pasal 31 ayat (5)

    UndangUndang Dasar 1945) yang secara

    tegas menyatakan bahwa pembangunan

    iptekadalahuntukmemajukanperadaban

    dan menyejahterakan umat manusia,

    makamenjadijelasbahwapengembangan

    teknologi hanya dapat disebut suksesjika

    sistem inovasi juga dapat diwujudkan

    sehinggamembukapeluangbagiteknologi

    untuk secara langsung berkontribusi

    terhadap perekonomian nasional dan

    kesejahteraanrakyat.

    Dalam konteks saat ini, langkah utama

    yangperludilakukanadalahmensejajarkan

    posisi teknologi dengan kapasitas sosial

    ekonomi masyarakat Indonesia, baru

    setelah itu menata agar laju

    perkembangan teknologi agar seiring

    sejalan dengan laju proses transformasi

    sosial. Ketimpanganantarakeduanyaakan

    berdampak

    pada

    rendahnya

    efektivitas

    dan efisiensi pengelolaan sumberdaya

    (alam, manusia, dan pembiayaan) dalam

    proses pengembangan teknologi dan

    dalammendorongpertumbuhanekonomi.

    3.2.Ketergantunganmasyarakatakibat

    lambannyatransformasisosial.

    Jikateknologihanyamampuberkontribusi

    terhadap

    pertumbuhan

    ekonomi

    tetapi

    tidak diimbangi dengan transformasi

    sosial, maka dapat berdampak pada

    meningkatnyaketergantunganmasyarakat

    pada sumber pengembang teknologi

    tersebut untuk aplikasi selanjutnya

    (Usman, 2011). Jika introduksi teknologi

    tersebut difasilitasi oleh atau ada bentuk

    campur tangan lainnya dari pemerintah,

    maka tumpuan masyarakat untuk

    keberlanjutan implementasi teknologi

    tersebut akan bergantung pada peran

    pemerintah. Secara kumulatif, kondisi

    yang seperti ini dapat menyebabkan

    akumulasi beban pemerintah yang

    semakinlamaakansemakinberat.

    Introduksi teknologi budidaya tanaman

    pangan dalam bentuk penyediaan bibit

    ungguldansaranaproduksipendukungnya

    (terutama pupuk anorganik dan pestisida)

    yang selama ini dilakukan pemerintah

    untuk memacu peningkatan produksi

    pangan nasional telah berdampak pada

    sulitnya pemerintah mengurangi beban

    subsidi pertanian sampai saat ini.

    Walaupun tentunya ada berbagai

    pertimbanganpolitisdanekonomi lainnya

    yang mengakibatkan sulitnya mengurangi

    bebansubsidi

    ini.

    Pengembangan teknologi dan penyiapan

    SDM berjalan bergandengan dan saling

    pengaruhsecaratimbalbalik. Kemampuan

    bangsa dalam menguasai dan

    mengembangkan teknologi sangat

    tergantungpadakualitassumberdayayang

    dimiliki. Sebagai salah satu indikator

    penaksir kualitas SDM yang umumnya

    digunakan

    adalah

    jenjang

    pendidikan

    formal ratarata dari penduduk suatu

  • 7/26/2019 teknovasi1

    22/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 15

    negaradan/ataupersentasepopulasiyang

    menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi.

    Asumsi dasarnya adalahmutu pendidikan

    tinggi dipelihara standarnya dan tidak

    dikorbankan untuk kepentingan lain yang

    bersifatnonakademik.

    Selain relevansinya dengan kebutuhan

    nyata, implementasiteknologijugamutlak

    membutuhkan SDM yang cakap. Negara

    perlu menyiapkan tenaga kerja yang

    berpengetahuancukupdanterampiluntuk

    melaksanakan pekerjaan. Sertifikasi

    profesidapatmenjaditooluntukmenakar

    kualitas tenaga kerja, baik dari kadar

    pengetahuan maupun keterampilannya,

    dengan asumsi bahwa sertifikat profesi

    benarmencerminkan kapasitas kerja para

    pemegangnya.

    Transformasibudayayangdimaksuddalam

    konteks padanan dari perkembangan

    teknologi adalah sebagaimana yang

    diilustrasikandiatasmelaluihubungandan

    ketergantungan timbalbalik antara

    keduanya, sertanilaidannormayangada

    di dalamnya. Memahami bahwa untuk

    membangun sistem inovasi dibutuhkan

    baik pengembang teknologi yang kreatif

    dan handal maupun para pengguna

    teknologi dengan kapasitas adopsi yang

    sebanding, maka isu transformasi sosial

    harusnya tidak luput dari formulasi

    skenario

    besar

    upaya

    peningkatan

    kontribusi teknologi terhadap

    pembangunan ekonomi,jika keberhasilan

    yang diharapkan selain menjadi lebih

    mungkin dicapai (achievable) tetapi juga

    dapatdipeliharasecaraberkesinambungan

    (sustainable).

    Proses transformasi sosial hampir tidak

    mungkinuntukdipisahkandarikebutuhan

    untukperubahan

    mindset

    dari

    semua

    pihak terkait (para stakeholders). Ada

    indikasi bahwa batuan pemerintah dalam

    bentuk dukungan pembiayaan atau

    pinjaman modal usaha sering dianggap

    oleh komunitas penerima sebagai donasi,

    sehingga dianggap tidak perlu dikelola

    secara sungguhsungguh dan

    dipertanggungjawabkan, akibatnya hanya

    sedikit yang menunjukkan keberhasilan.

    Sebaliknya, ada juga indikasi bahwa

    kegiatan pemerintah yang diproyekkan

    (Usman, 2011) sehingga misinya dalam

    membangun bangsa atau

    menyejahterakan rakyat tergerus oleh

    kepentinganpersonal

    dari

    pihak

    pihak

    yang terkait. Persoalan integritas dan

    moraljugamerupakanisusosialyangperlu

    ditransformasikearahyanglebihpositif.

    Pemahaman tentang pentingnya dimensi

    sosial untuk ikut diperhatikan dalam

    membangun sistem inovasi nasional

    diperlihatkan oleh Pemerintah Jepang.

    Dalam konsepsi sistem inovasi Jepang,

    terlihatjelas

    bahwa

    karakter

    bangsa,

    tradisi, budaya, dan lingkungan sosial

    menjadi fondasi paling dasar dari

    bangunankonsepsisisteminovasinasional

    (MEXT, 2002), baru kemudian dimensi

    politik dan ekonomi yang menjadi

    landasan untuk berbagai kebijakan

    pemerintah untukmendukung panggung

    inovasi(Gambar2).

    3.3.Menumbuhkan teknologi yang

    mengakarpadabudayasendiri.

    Hasanuddin (2011) mengingatkan bahwa

    transformasi budaya adalah tumbuh,

    berkembang, dan maju secara dialektik

    pada batang dan akar kultural sendiri,

    bukan perubahan yang tercabutdari akar

    kultural itu. Namun demikian, pada saat

    ini, masyarakat telah terlanjur

  • 7/26/2019 teknovasi1

    23/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    16 ISSN : 2252-911X

    terkonta

    dimilikit

    saat bers

    tidakma

    Gamb

    Pengemb

    hendakn

    sumberd

    sumberd

    wilayah

    untukm

    potensis

    budaya,

    sendiri

    keterlibat

    seluruh l

    tidak bol

    teknologi

    budaya

    nilainilai

    bangsaIn

    Indonesia

    Kreativitaprosesb

    inasi, men

    lahketingga

    amaan nilai

    pumereka

    r2. Karakt

    angan tekn

    a tetap be

    yasendiri, t

    ya alam ya

    usantara, (

    ngelolaseca

    mberdayaa

    tradisi, da

    alam

    rangan dan u

    apisan mas

    eh mengga

    perlu dii

    angsa dan

    luhur yang

    donesia.

    adalah b

    s

    kadang

    lrpikiryangs

    anggap nil

    lanzaman,d

    kemajuan it

    aih. Jikasin

    rbangsa,tr

    Inovasi

    ologi di In

    basis pada

    ermasuk: (1)

    g dimiliki di

    ) SDM yang

    raarifdanp

    lamtersebut

    karakter

    ka

    memakaya pembe

    arakat. T

    tikan tradisi

    tegrasikan

    diserasikan

    embentuk

    ngsa yang

    ahir

    tanpa

    istematisata

    i yang

    anpada

    sendiri

    alemen

    disi,budaya

    asionalJep

    donesia

    potensi

    potensi

    seluruh

    dididik

    roduktif

    ,dan(3)

    bangsa

    imalkan

    rdayaan

    knologi

    , tetapi

    dengan

    dengan

    karakter

    kreatif.

    melalui

    udapat

    yangdikem

    ini benar d

    ini, maka ki

    sosialyangs

    ,danlingku

    ng(MEXT,2

    juga dikat

    tersebut ka

    secara sist

    menggiring

    mengangga

    (misalnya

    dengan pr

    berbasis log

    teknologi).terlahir den

    dan sekalig

    karenasetia

    kanandano

    Teknologim

    pengetahua

    memenuhi

    manusiasej

    denganken

    sederhanan

    kakanoleh

    n tersebar

    ta sedang

    angatserius.

    gansebagai

    002)

    kan bahwa

    ang tidak

    matis. K

    ke arah

    bahwapro

    karya seni)

    duk dari

    ikakeilmuan

    Manusiaan kebutuh

    s mampu m

    pindividute

    takkiri.

    emangterla

    dan lebih

    kebutuhan

    tinyatidakp

    amananfisi

    aadalahpa

    asanuddin(

    meluas di n

    engalami tr

    fondasiSiste

    proses k

    ampu dijel

    ndisi ini

    persepsi

    ukprosesk

    berseber

    kerja siste

    (misalnyap

    pada

    dasn akan tek

    engapresiasi

    lahirdengan

    irdarirahim

    didorong

    asmaniah,

    ernahpuas

    semata.

    Casaatsese

    011)

    gara

    agedi

    m

    reatif

    skan

    ering

    yang

    reatif

    ngan

    matis

    oduk

    rnyaologi

    seni,

    otak

    ilmu

    ntuk

    etapi

    anya

    ntohrang

  • 7/26/2019 teknovasi1

    24/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 17

    memutuskan untuk membeli telepon

    seluler, maka pertimbangan yang muncul

    dalambenak individutersebuttidakhanya

    untuk mendapatkan alat untuk

    berkomunikasi semata, tetapi juga ingin

    punya alat yang terlihat indah dari desain

    bentuk,teksturpermukaan,danwarnanya.

    Selain itu, juga diharapkan tombol pada

    telepon seluler tersebut lebih ergonomis

    (mudah dan nyaman digunakan) dan

    harganyajuga terjangkau. Kesimpulannya

    adalah keputusan untuk membeli produk

    teknologi merupakan suatu proses yang

    kompleks,tidak

    lagi

    hanya

    sekedar

    untuk

    mendapatkan kehandalan teknologinya

    semata. Dalam konteks ini, maka

    terminologiinovasimenjadilebihrelevan.

    Inovasi tidak berakhir saat dihasilkannya

    suatuproduk teknologi, tetapibarudapat

    dikategorikan sebagai produk inovasi jika

    produkteknologitersebuttelahdigunakan

    oleh konsumen. Oleh sebab itu, agar

    dapat

    disebut

    sebagai

    produk

    inovasi,

    maka setiap produk teknologi harus

    diperkaya dengan muatan nonteknologi

    yang membentuk preferensi konsumen,

    yang dapat mencakup nilai estetika, sifat

    ergonomis, sesuai perilaku dan ragam

    kebutuhanpengguna,sertadayabeli.

    Bangsa Indonesia memiliki budaya yang

    majemuk dengan ragam yang terbentuk

    darikombinasi

    etnis

    dan

    wilayah

    geografis.

    Keragaman budaya ini menjadi tantangan

    tersendiri dalam mengembangkan produk

    teknologi agar dapat diterima pasar

    domestik. Dengan demikian, walaupun

    suatu produk tersebut memiliki fungsi

    teknologis yang sama, namun untuk

    meningkatkan kesesuaiannya dengan

    preferensi konsumen maka produk

    teknologi ini perlu disesuaikan muatan

    nonteknologinya dengan selera

    masyarakat.

    Untuk mempertahankan tradisi Indonesia

    dalam

    produk

    teknologi

    nasional,

    maka

    Hasanuddin (2011) menyarankan perlu

    dilakukan sintesis nilai dan kebijakan

    politikyangtepat,mecakup:(1)Revitalisasi

    nilaitradisietnik,(2)AkomodasinilaiIptek,

    (3) Integrasi nilai tradisi etnik dan nilai

    Iptek, dan (4) Kebijakan politik

    pengembanganIptek.

    Upaya strategis yang penting adalah

    mengintegrasikan

    nilainilai

    tradisi

    etnik

    dengan fungsi teknologis dalam setiap

    kegiatan pengembangan teknologi di

    Indonesiayangdidukungdengankebijakan

    politikyangtepatdandiikutidenganupaya

    pengawalan pada tahap implementasinya.

    Catatan penting yang perlu mendapat

    perhatiandalamkonteks iniadalahbahwa

    nilainilai tradisi sesungguhnya tidak

    bersifat statis, tidak dapat dipertahankan

    selamanyapadaposisistatis,danmungkin

    tidakperludipertahankanstatis. Halyang

    penting adalah menjaga agar perubahan

    nilai tradisi dan budaya tersebut berjalan

    seiring dan harmonis dengan kemajuan

    teknologi dan perkembangan peradaban

    bangsadandunia.

    Sebuah pertanyaan yang tersisa adalah

    apakahmungkinpengembangan teknologi

    tidak secara nyata atau rendah

    kontribusinya terhadap pertumbuhan

    ekonomi tetapi secara signifikan

    mendorong proses transformasi sosial?

    Secarateoritis,kemungkinaninidapatsaja

    terjadi jika teknologi yang dikembangkan

    tersebut tidak terkait dengan kegiatan

    ekonomi, misalnya teknologi untuk

    membantu peningkatan kualitas layanan

    sosial

    keagamaan

    atau

    kemasyarakatan,

    namun realitanya akan sangat sulit

  • 7/26/2019 teknovasi1

    25/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    18 ISSN : 2252-911X

    mengidentifikasi teknologi yang secara

    khusus (fullydedicated) hanya digunakan

    pada kegiatan nonekonomi ini. Hampir

    selalu teknologi tersebut bisa juga

    digunakan untuk kegiatan ekonomi, atau

    teknologi tersebut punya varian yang

    dapatdigunakan untukkegiatan ekonomi,

    atau secara langsung memang tidak

    mendukung kegiatan ekonomi tetapi

    dampak sekundernya secara nyata

    berdampakpadakinerjaperekonomian.

    Sebagai contoh, teknologi informasi dan

    komunikasi dapat membantu

    meningkatkan efektivitas dan perluasan

    jangkauan kegiatan dakwah atau siar

    agama dimana kegiatan ini tidak terkait

    secara langsung dengan ekonomi, tetapi

    teknologiyangsamadapatpuladigunakan

    untuk kepentingan ekonomi. Contoh

    untukdampaksekunderterhadapekonomi

    adalah teknologi pendukung sektor

    pendidikan (atau pembangunan kualitas

    SDM

    pada

    umumnya).

    Teknologi

    ini

    mungkinsecaralangsungtidakberdampak

    pada ekonomi tetapi dapat memacu

    proses transformasi budaya, tetapi secara

    tidak langsung peningkatan kualitas SDM

    tersebut akan juga meningkatkan

    produktivitas tenaga kerja, sehingga pada

    gilirannya juga akan ikut mendorong

    pertumbuhanekonomi.

    3.4. BudayaKerjaAktorInovasiIndonesia

    Orientasi kerja akademisi, peneliti,

    perekayasa, dan profesi lain yang terkait

    dengan pengembangan teknologi saat ini

    masih belum sepenuhnya untuk

    menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau

    teknologi yang bermanfaat nyata bagi

    masyarakat atau para pengguna teknologi

    lainnya;mayoritasmasihberorientasipada

    upayamendapatkanpengakuanakademis,

    misalnya dalam bentuk perolehan angka

    kredit yang dijadikan indikator kinerja

    sebagai bahan pertimbangan dalam

    promosijabatanfungsional.

    Faktor pendorong para pengembang

    teknologi untuk mempublikasikan hasil

    risetnya ataupun mendaftarkan paten,

    lebih termotivasi oleh perolehan angka

    kredit yang terkait dengan publikasi atau

    paten tersebut, sangat jarang yang

    didorongolehkeinginanagarhasilrisetnya

    diketahuiolehkomunitasakademikdalam

    bidang ilmu yang sama dan/atau para

    (calon) pengguna potensialnya.

    Kecenderungan alasan tersebut tercermin

    daripilihanmediacetakdimanahasilriset

    dipublikasikan,yangumumnyamerupakan

    jurnal ilmiah dengan sistem seleksi yang

    longgar dan distribusi terbatas. Publikasi

    peneliti dan akademisi Indonesia dijurnal

    internasional yang selektif (peerreviewed

    ataurefereedscientific

    journal)

    sampai

    saat

    ini masih sangat terbatas, jauih lebih

    sedikit dibandingan peneliti di Singapura,

    Malaysia,danThailand.

    Peneliti dan akademisi Indonesia terkesan

    tidak terganggu dengan rendahnya

    jumlahpublikasitersebut. Reputasikurang

    positif secara akademik ini, ternyata tidak

    jugadikompensasidenganunjukkinerjadi

    sisiyang

    lain,

    misalnya

    hasil

    riset

    berupa

    teknologi yang memberikan kemanfaatan

    langsung bagi masyarakat. Sejauh ini

    orientasikerjaparapengembangteknologi

    Indonesia terkesan masih senjang dengan

    realita kebutuhan masyarakat, industri,

    maupun pemerintah sebagai tiga

    kelompok utama pengguna teknologi,

    sehingga sangat sedikit hasil riset dan

    teknologi

    yang

    telah

    berhasil

    dikembangkan, kemudian diadopsi

  • 7/26/2019 teknovasi1

    26/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 19

    pengguna. Sebagai akibatnya kontribusi

    teknologiterhadappertumbuhanekonomi

    Indonesiajugamasihbelumkentara.

    Lembagabisnis

    dan

    industri

    pada

    dasarnya

    tentu berorientasi pada keuntungan

    ekonomi. Namun demikian, dalam

    konteksmewujudkansisteminovasi,maka

    karakteristikyang inginditonjolkanadalah

    terkaitdenganjenisusahadankebutuhan

    teknologinya, perspektif komunitas ini

    terhadap kelayakan teknologi nasional

    untuk digunakan dalam kegiatan usaha,

    dan kapasitas adopsi teknologi dari

    lembagabisnisdanindustritersebut.

    Jenis industri yang paling membutuhkan

    teknologi umumnya adalah kelompok

    industri manufaktur, terutama untuk

    produkproduk yang sangat kompetitif

    persaingannya di pasar global, misalnya

    produk barang dan jasa di bidang

    komunikasi dan informasi. Industri dan

    bisnisdiIndonesialebihdominandisektor

    perdagangan dan eksploitasi sumberdaya

    alam sehingga kebutuhan teknologinya

    relatif rendah. Untuk pemenuhan

    teknologi tersebut, para pelaku dunia

    usaha dan industri umumnya lebih

    memilih teknologi yang telah dikenal

    handalyangumumnyaberasaldarinegara

    asing. Dalam dunia bisnis, pertimbangan

    finansial hampir selalu sangat dominan,

    sedangkan

    sikap

    nasionalisme

    dalam

    konteks pemilihan teknologi yang akan

    digunakan hampir selalu bukan menjadi

    dasarpertimbanganutama.

    Para birokrat di pemerintahan sangat

    diharapkan dapat menjadi fasilitator

    dan/atau intermediator dalam

    membangun sistem inovasi, serta juga

    dapat membuat kebijakan dan regulasi

    yang

    dibutuhkan

    dalam

    menciptakan

    ekosistem yang kondusif untuk tumbuh

    kembang sistem inovasi, baik secara

    nasional maupun daerah. Namun pada

    saat ini, budaya kerja birokrasi sering

    dianggap kurang mendorong percepatan

    adopsi teknologi nasional untuk menjadi

    motor penggerak pembangunan berbagai

    sektor, termasuk kelambanan dalam

    proses pelayanan dan kualitas pelayanan

    yangkurangmemuaskan.

    Ketersediaan fasilitas komunikasi dan

    informasi yang semakin membaik di

    pemerintahan, tidak serta merta

    meningkatkan kualitas layanan publik.

    Upaya mengurangi interaksi langsung

    antara birokrat sebagai pelayan publik

    denganmasyarakatpenggunajasalayanan

    pemerintah melalui aplikasi teknologi

    informasi dan komunikasi ternyata belum

    efektif, sehingga penyalahgunaan

    wewenangmasihkerapterjadiyangdapat

    berdampak pada mahalnya biaya layanan

    publikyangharusditanggungmasyarakat.

    3.5.EtikaIlmuPengetahuandanTeknologi.

    Isuetikasemakinmenarikperhatiandalam

    pembangunan ilmu pengetahuan dan

    teknologi. Sebagai contoh, UNESCO

    membentukkomisikhususyangmenelaah

    unsur etika dalam pembangunan iptek,

    yakni World Commission on the Ethics of

    Scientific Knowledge and Technology

    (COMEST).

    Persoalan

    etika

    banyak

    mendapat perhatian baik dalam

    pembangunan iptek secara umum;

    maupun secara spesifik, terutama terkait

    pembangunan iptek di bidang

    bioteknologi, antisipasi perubahan iklim,

    dannanoteknologi.

    Tugas COMEST adalah (1) Memberikan

    masukan untuk program UNESCO terkait

    dengan

    etika

    ilmu

    pengetahuan

    dan

  • 7/26/2019 teknovasi1

    27/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    20 ISSN : 2252-911X

    teknologi; (2) Sebagai forum intelektual

    untukpertukaran idedanpengalaman;(3)

    Mendeteksisedinimungkinperkembangan

    situasi yang dapat membahayakan; (4)

    Melaksanakan peran penasehat bagi

    pembuat kebijakan; dan (5) Mendorong

    dialog antara komunitas akademik,

    pembuat kebijakan, dan masyarakat

    umum.

    AlvaresLaso(2011)1mengingatkanbahwa

    pembangunan iptek berpotensi untuk

    mendorong transformasi masyarakat,

    meningkatkan kualitas hidup, dan

    menyejahterakan umat manusia melalui

    berbagaicara,jikakemajuaniptektersebut

    berada dalam kerangka etika; sebaliknya

    pembangunan iptek juga dapat

    mengancam stabilitas masyarakat,

    memperburuk kondisi kehidupan, dan

    menhancurkan kehidupan umat,misalnya

    polusi, perubahan iklim, kesenjangan

    teknologi, penggunaan bahan beracun,

    dantentu

    saja

    kerusakan

    akibat

    mesin

    perang. Olehsebab itu,tantangansaatini

    adalah menjadikan etika iptek sebagai

    prioritasstrategi.

    Sebagaicontoh,persoalanperubahaniklim

    takmungkinbisadiatasidengantepatdan

    memadai jika dimensi etika tidak

    diperhatikan, tidak dipahami, dan tidak

    disertakan dalam keputusan untuk

    menyikapinya.Lebih

    jauh,

    tantangan

    saat

    ini adalah bukan hanya sekedar

    menjadikan isu perubahan iklim sebagai

    isuetika, tetapibagaimanamemposisikan

    etikasebagaiintidanunsuresensial dalam

    setiapkebijakantentangperubahaniklim.

    1 AlvaresLaso,P. 2011. WelcomeAddressat

    theSeventh

    Ordinary

    Session

    of

    COMEST.

    Doha,912October2011

    Walaupundisadaripulabahwa tidakakan

    ada exhaustivelyaccurateexaminationof

    possibleoutcomesdantidakakanadajuga

    formulakebijakanyangdapatmenetapkan

    pilihanyangincontestable. Pertimbangan

    etikasangatdibutuhkandalamperumusan

    kebijakan yang prudent, knowledge

    driven,and reflexive. Upayamenyisipkan

    etika dalam kebijakan praktis dapat

    dilakukan antara lain melalui pendidikan

    dankegiatanpeningkatanawareness.

    Pompidou (2011)2 mengingatkan bahwa

    tekanan (komersial, kompetitif,

    kelembagaan, keamanan) dan bias

    sistemik dapat menghasilkan ilmu

    pengetahuan yang taketis; serta dapat

    menjauhkan visi ilmu pengetahuan dari

    sifatnetralitasnya(takberpihak),kekuatan

    integritasnya, dan orientasinya untuk

    menyejahterakan umat manusia secara

    keseluruhan.

    Beberapakecenderunganyangterjadisaat

    ini dapat menggerus etika keilmuan.

    Intergritas dan netralitasmerupakan citra

    kelembagaan ilmiah, nilai luhur ini akan

    berkemungkinan luntur jika perubahan

    kelembagaan tidak diimbangi dengan

    upaya menjunjung tinggi etika; dorongan

    komersialisasiakanmenghambatdistribusi

    kemanfaatan ilmu dan mendorong

    ilmuwan untuk berprilaku nonetis; dan

    meningkatnyakemungkinan

    kesengajaan

    melakukanrisetuntuktujuandestruktif.

    Isupokokyangperlumendapatperhatian

    serius saat ini adalah memperjuangkan

    agar pengembangan iptek tidak

    mengabaikan pertimbangan etika

    2 IntroductorystatementatGeneral

    DiscussionofWorkPlanandObjectiveat

    theSeventh

    Ordinary

    Session

    of

    COMEST.

    Doha,912October2011

  • 7/26/2019 teknovasi1

    28/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 21

    keilmuan, yakni perlu dikawal agar

    memberikan dampak positif yang

    maksimal bagi umat manusia dengan

    tanpa diskriminasi, serta menjaga agar

    tidak berdampak negatif bagi umat

    manusia.

    4. DimensiRegulasidanKebijakan

    Aspek yang paling fundamental tetapi

    seringdilupakandalampembangunanilmu

    pengetahuan dan teknologi adalah

    amanah UndangUndang Dasar 1945,

    dimanapada

    Pasal

    31

    ayat

    (5)

    dinyatakan

    bahwa: Pemerintah memajukan ilmu

    pengetahuan dan teknologi dengan

    menjunjung tinggi nilainilai agama dan

    persatuan bangsa untuk memajukan

    peradaban serta kesejahteraan umat

    manusia.

    Amanah konstitusi ini tegas menyatakan

    bahwa pembangunan iptek wajib: (1)

    menjunjung

    tinggi

    nilainilai

    agama

    sehingga tidak boleh ada teknologi yang

    dikembangkan yang bertentangan dengan

    keyakinan dan ajaran agama; (2)

    memelihara dan memperkokoh persatuan

    bangsa, serta memelihara keutuhan

    Negara Kesatuan Republik Indonesia

    (NKRI); serta ditujukan untuk (3)

    memajukan peradaban bangsa, sehingga

    dapat

    dihormati

    dan

    dihargai

    dalam

    pergaulan global; dan (4) meningkatkan

    kesejahteraanumatmanusiasecaraumum

    danrakyatIndonesiapadakhususnya.

    Duabutiramanahyangpertama(1dan2)

    merupakan warning agar pembangunan

    iptektetapberadadalamkoridordantidak

    bertentangan dengan ajaran agama yang

    diakuidi Indonesiadanharuspula selaras

    dengan

    upaya

    untuk

    memperkokoh

    persatuan bangsa dan keutuhan NKRI;

    sedangkanduabutiramanahyangterakhir

    (3 dan 4) merupakan petunjuk arah dan

    tujuan dari pembangunan iptek, yakni

    untuk memajukan peradaban bangsa dan

    menyejahterakanrakyatIndonesia.

    Perjalanansejarahbanyakbangsadidunia

    ini menunjukkan bahwa peningkatan

    kesejahteraan dan kemajuan peradaban

    umumnya berinteraksi secara positif.

    Masyarakat yang sejahtera cenderung

    mampu mendorong kemajuan

    peradabannya; sebaliknya masyarakat

    yang miskin cenderung tidak berkembang

    peradabannya. Oleh sebab itu, untuk

    mencapai dua tujuan yang diamanahkan

    UndangUndang Dasar 1945, maka

    pembangunan iptek perlu diarahkan agar

    dapat secara langsung maupun tidak

    langsung berkontribusi nyata terhadap

    pembangunanekonomi.

    Kondisi saat ini mengindikasikan bahwa

    kegiatan riset dan pengembangan di

    Indonesia, baik di perguruan tinggi

    maupun di lembaga litbang pemerintah,

    belum secara signifikan berkontribusi

    terhadap pembangunan ekonomi nasional

    maupundaerah. Kegiatanrisetdilembaga

    litbang industri telah berorientasi pada

    kepentingan ekonomi, namun demikian

    tetap masih terbatas kontribusinya

    terhadap perekonomian nasional, karena

    kebanyakan

    industri

    di

    Indonesia

    menggunakanteknologiasing,baikkarena

    industri tersebut merupakan anak

    perusahaan asing atau multinational

    company (MNC) yang melakukan

    pengembangan teknologinya di luar

    Indonesia maupun karena industri di

    Indonesia belum tumbuhnya

    kepercayaannya terhadap kehandalan

    teknologi dalam negeri atau karena

    teknologi dalam negeri secara ekonomi

  • 7/26/2019 teknovasi1

    29/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    22 ISSN : 2252-911X

    kurang kompetitif dibandingkan dengan

    teknologi serupa yang tersedia di pasar

    global.

    4.1. Keberpihakan pada Teknologi

    Nasional.

    Secara faktual, memang sudah terbit dan

    diberlakukan beberapa peraturan

    perundangundanganyangditujukanuntuk

    mendorong pengembangan dan/atau

    sebagai bentuk keberpihakan pemerintah

    terhadap teknologi nasional, termasuk

    memberikaninsentif

    keringanan

    pajak

    bagi

    badan usaha yang memberikan dukungan

    finansial untuk kegiatan penelitian dan

    pengembanganteknologi,pembebasanbea

    masuk dan cukai untuk impor barang/alat

    yang akan digunakan dalam kegiatan

    penelitian dan pengembangan, serta

    dorongan untuk memaksimalkan

    penggunaan produksi dalam negeri dalam

    rangka

    peningkatan

    aplikasi

    teknologinasionalpadaindustridalamnegeri

    Namun demikian, upaya mendorong

    pengembangan iptek dan pemanfaatan

    produksi dalam negeri ini ternyata belum

    optimal, karena umumnya badan usaha

    belum termotivasi untuk memanfaatkan

    regulasi tersebut. Insentif yang diberikan

    pemerintahtersebutterkesanbelumcukup

    atraktifdari

    perpektif

    ekonomi.

    Upaya pemerintah mendorong kegiatan

    riset dan pengembangan untuk

    menghasilkan teknologi nasional dalam

    rangka mewujudkan kemandirian bangsa

    telah dilakukan, antara lain dengan

    memberikaninsentifbagiduniausahayang

    mengalokasikan sebagian dananya untuk

    kegiatan riset dan pengembangan. Ada

    dua

    peraturan

    pemerintah

    yang

    telahditerbitkansebagaiinsentifbagiparapihak

    yang memberikan dukungan pembiayaan

    kegiatan riset, yakni: (1) Peraturan

    Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35

    Tahun 2007 (PP35/2007) tentang

    PengalokasianSebagian

    Pendapatan

    Badan

    Usaha untuk Peningkatan Kemampuan

    Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi

    Teknologi; dan (2) Peraturan Pemerintah

    Republik IndonesiaNomor 93 Tahun 2010

    (PP93/2010)tentangSumbangan

    Penanggulangan Bencana Nasional,

    SumbanganPenelitian dan Pengembangan,

    Sumbangan Fasilitas

    Pendidikan,Sumbangan

    Pembinaan

    Olahraga, dan Biaya

    PembangunanInfrastruktur Sosial yang

    DapatDikurangkandariPenghasilanBruto.

    Pasal6PP35/2007mengaturbahwaBadan

    Usaha yang mengalokasikan sebagian

    pendapatan untuk peningkatan

    kemampuan perekayasaan, inovasi, dan

    difusi teknologi dapat diberikan insentif

    (ayat1),

    dalam

    bentuk

    insentif

    perpajakan,

    kepabeanan, dan/atau bantuan teknis

    penelitian dan pengembangan (ayat 2).

    Namun demikian, PP35/2007 ini belum

    dapat diimplementasikan karena terganjal

    pada aturan dalam peraturan pemerintah

    inisendiri,yangmenyatakanbahwabesar

    dan jenis insentif perpajakan dan

    kepabeanan sebagaimana dimaksud pada

    ayat (2) dapat diberikan sepanjang diatur

    dalam ketentuan Peraturan Perundangundangan di bidang perpajakan dan

    kepabeanan (ayat 3). Pengaturan

    sebagaimana dimaksud, karena bersifat

    teknis (tentang besar dan jenis insentif)

    maka diharapkan dapat ditetapkan dalam

    bentuk Peraturan Menteri Keuangan

    (PMK). Namun sampai sekarang PMK

    dimaksudbelumterbit. Persoalaninitelah

    diidentifikasisebagai

    salah

    satu

    kendala

    yang perlu debottlenecking oleh Komite

  • 7/26/2019 teknovasi1

    30/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 23

    Percepatan dan Perluasan Pembangunan

    EkonomiIndonesia(KP3EI).

    PP93/2010 mengatur antara lain bahwa

    sumbangandalam

    rangka

    penelitian

    dan

    pengembangan yang dilakukan oleh

    lembaga penelitiandan pengembangan di

    wilayah RepublikIndonesia dapat

    dikurangkan sampaijumlah tertentu dari

    penghasilan bruto dalam

    rangkapenghitungan penghasilan kena

    pajak bagi wajib pajak (Pasal 1 butir b).

    Besarnya nilai sumbangan yang dapat

    dikurangkan dari penghasilan bruto

    sebagaimanadimaksud

    dalam

    Pasal

    1

    untuk1(satu)tahundibatasitidakmelebihi

    5% (lima persen) dari penghasilan neto

    fiskalTahunPajaksebelumnya(Pasal3).

    PelaksanaanteknisdariPP93/2010initelah

    diaturmelaluiPeraturanMenteriKeuangan

    Nomor 76/Pmk.03/2011 tentangTata Cara

    Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan

    Penanggulangan Bencana Nasional,

    SumbanganPenelitian

    dan

    Pengembangan,

    Sumbangan Fasilitas Pendidikan,

    Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan

    Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial

    yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan

    Bruto. Namun demikian, karena PMK ini

    masihbarudiberlakukan(sejakTahunPajak

    2010),maka pemberian insentif inimasih

    perlu waktu untuk mengetahui apakah

    akancukup

    menarik

    bagi

    dunia

    usaha.

    Bentukinsentiflainnyaadalahpembebasan

    bea masuk dan cukai atas impor barang

    untuk keperluan penelitian dan

    pengembangan ilmu pengetahuan (Pasal

    25 ayat (1) butir g UndangUndang

    Republik IndonesiaNomor10 Tahun1995

    tentang Kepabeanan (UU 10/1995).

    UU10/1995 ini telah diubah dengan UU

    17/2006,

    namun

    substansi

    terkaitpembebasan bea masuk dan cukai untuk

    barang keperluan penelitan dan

    pengembangan tidak mengalami

    perubahan. Selanjutnya, ketentuan

    tentangpembebasanbeamasukdancukai

    ini(sebagaimana

    diamanahkan

    pada

    Pasal

    25ayat(3))telahdiaturlebihlanjutmelalui

    Keputusan Menteri Keuangan Republik

    Indonesia Nomor : 143/KMK.05/1997

    tentangPembebasanBeaMasukdanCukai

    atas Impor Barang untuk Keperluan

    Penelitian dan Pengembangan Ilmu

    Pengetahuan(KMK143/1997).

    KMK 143/1997mempertegas bahwa yang

    dimaksuddengan

    barang

    untuk

    keperluan

    penelitian dan pengembangan ilmu

    pengetahuan adalah barang yang benar

    benar digunakan untuk memajukan ilmu

    pengetahuan termasuk untuk

    penyelenggaraanpenelitiandengan tujuan

    untuk mempertinggi tingkat ilmu

    pengetahuan yang ada (Pasal 1).

    Perguruantinggi, lembagadanbadanyang

    dapatdiberikan

    pembebasan

    bea

    masuk

    dan cukai ditetapkan oleh Menteri

    Keuangan(Pasal3).

    Daftarlembagadanbadanyangditetapkan

    berhak untuk mengajukan pembebasan

    bea masuk dan cukai telah diperbarui

    dengan Keputusan Menteri Keuangan

    Republik Indonesia Nomor

    373/KMK.04/2004 tentangPerubahanatas

    KeputusanMenteri

    Keuangan

    Nomor

    143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan

    Bea Masuk dan Cukai atas Barang untuk

    Keperluan Penelitian dan Pengembangan

    IlmuPengetahuan(KMK373/2004). Semua

    Lembaga Pemerintah NonKementerian

    (LPNK) yang menyelenggarakan kegiatan

    penelitian dan pengembangan di bawah

    koordinasi Kementerian Riset dan

    Teknologisertaunitkerjastrukturalterkait

  • 7/26/2019 teknovasi1

    31/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    24 ISSN : 2252-911X

    litbang di kementerian teknis telahmasuk

    dalamdaftarlampiranKMK373/2004.

    Usahadankeberpihakanpemerintahuntuk

    mendorongpenggunaan

    teknologi

    atau

    produk teknologi dalam negeri telah

    dilakukan, misalnya sebagaimana yang

    tercantum dalam Peraturan Menteri

    Perindustrian Republik Indonesia Nomor :

    11/MInd/Per/3/2006 tentang Pedoman

    TeknisPenggunaanProduksiDalamNegeri.

    Pasal2ayat (1)Permen inimengaturagar

    Setiap pengadaan barang/jasa oleh

    Departemen, Lembaga Non Departemen,

    Pemerintah

    Daerah

    Provinsi,

    Kabupaten/Kota, Badan Hukum Milik

    Negara (BHMN), Kontraktor Kontrak Kerja

    Sama (KKKS), Badan Usaha Milik Negara

    (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah

    (BUMD) dan anak perusahaannya yang

    dibiayai dengan dana dalam negeri atau

    dilakukan dengan pola kerjasama antara

    pemerintah dengan badan usaha, wajib

    memaksimalkan

    penggunaan

    produksi

    dalamnegeri.

    Selanjutnya pada ayat (2) Pasal 2

    diterangkan bahwa Kewajiban

    memaksimalkan penggunaan produksi

    dalamnegeri sebagaimanadimaksudpada

    ayat (1) menjadi wajib menggunakan

    produksi dalam negeri apabila didalam

    negeri sudah terdapat perusahaan yang

    memilikibarang/jasa

    dengan

    penjumlahan

    TKDN dan Nilai BMP mencapai minimal

    40% (empat puluh persen). Tingkat

    Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah

    besarnya komponen dalam negeri pada

    barang,jasadangabunganbarangdanjasa;

    sedangkan manfaat perusahaan terhadap

    perekonomian nasional yang dinyatakan

    dengan Nilai Bobot Manfaat Perusahaan

    (Nilai BMP) adalah nilai penghargaan

    kepada perusahaan karena berinvestasi di

    Indonesia, memberdayakan Usaha Kecil

    termasukKoperasiKecilmelaluikemitraan,

    memelihara kesehatan, keselamatan kerja

    dan lingkungan (OHSAS18000/ISO14000),

    memberdayakanlingkungan

    (community

    development), serta memberikan fasilitas

    pelayananpurnajual.

    Kebijakan pemerintah yang bersifat pro

    teknologi nasional ini akan efektif jika

    lembaga pengembang teknologi di dalam

    negeri (perguruan tinggi dan lembaga

    litbang pemerintah) memperbaiki

    kemampuan penguasaan teknologi yang

    relevandan

    meningkatkan

    sensitivitasnya

    terhadap realita persoalan dan kebutuhan

    industri dalam negeri. Oleh sebab itu,

    makapengembangan teknologiperlu lebih

    berorientasi pada realita kebutuhan

    (demanddriven). Jika prasyarat ini tidak

    dipenuhi,maka kebijakanyang sudahpro

    teknologidalamnegeri tersebutakan sulit

    diimplementasikansecaramemuaskan.

    Walaupunsudah

    ada

    beberapa

    produk

    regulasiyang favorableuntukmendorong

    pengembangan teknologi nasional, namun

    padakenyataannyabelumterlihatdampak

    signifikan dari berbagai regulasi tersebut.

    Gairah dan motivasi para aktor inovasi

    dalamnegeriuntukmeningkatkaninvestasi

    dan intensitas kegiatan litbang belum

    secarakentaraterdeteksi.

    4.2.KebijakanuntukMeningkatkanPeran

    TeknologiNasional.

    Pemahaman tentang pentingnya peran

    teknologi dalam memajukan

    perekonomian dirasakan sudahmeluas di

    kalangan para pembuat kebijakan publik.

    Semangat untuk mendorong peran

    teknologiuntuk

    berkontribusi

    terhadap

    pembangunanekonomijugasudahtampak

  • 7/26/2019 teknovasi1

    32/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 25

    dalam beberapa kebijakan nasional,

    misalnya dalam Peraturan Presiden RI

    Nomor32Tahun2011tentangMasterplan

    Percepatan dan Perluasan Pembangunan

    EkonomiIndonesia

    (MP3EI)

    2011

    2015.

    Salah satu strategi utama MP3EI adalah

    penguatan kemampuan SDM dan Iptek

    Nasional, selain pengembangan potensi

    ekonomi melalui koridor ekonomi dan

    penguatankonektivitasnasional.

    MP3EI merupakan arahan strategis

    pembangunan ekonomi untuk periode

    2011 sampai 2025 dalam rangka

    pelaksanaan

    Rencana

    Pembangunan

    Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005

    2025 dan melengkapi dokumen

    perencanaan (Pasal 1 ayat 2 Perpres

    32/2011). Selanjutnya pada Pasal 2

    disebutkan bahwa MP3EI berfungsi

    sebagai: (a) acuan bagi menteri dan

    pimpinan lembaga pemerintah non

    kementerian (LPNK) untuk menetapkan

    kebijakan

    sektoral

    dalam

    rangka

    pelaksanaan percepatan dan perluasan

    pembangunan ekonomi Indonesia di

    bidang tugas masingmasing, yang

    dituangkan dalam dokumen rencana

    strategis masingmasing

    kementerian/lembaga pemerintah

    nonkementerian sebagai bagian dari

    dokumenperencanaanpembangunan;dan

    (b) acuan untuk penyusunan kebijakan

    percepatan dan perluasan pembangunan

    ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi

    dan kabupaten/kota terkait. Selanjutnya

    jugadiharapkanmenjadiacuanbagibadan

    usaha dalam menanamkan modal di

    Indonesia sesuai dengan ketentuan

    peraturanperundangundangan(Pasal3).

    UntukkoordinasipelaksanaanMP3EItelah

    dibentukKomitePercepatandanPerluasan

    Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI)

    20112025 (Pasal 4 ayat1) yangdipimpin

    langsung oleh Presiden (Pasal 5 ayat 1),

    sertauntukmembantupelaksanaan tugas

    KP3EI telahpuladibentukTimKerja. Tim

    Kerjabidang

    SDM

    dan

    Iptek

    diketuai

    oleh

    WakilMenteriPendidikanNasional.

    Arahan strategis Presiden yang dikemas

    dalam bentuk MP3EI ini perlu

    diterjemahkan oleh masingmasing

    kementerian dan LPNK menjadi rencana

    kerja yang lebih teknis dan operasional

    dalam lingkup tugas pokok dan fungsinya

    masingmasing. Dalam konteks ini,

    KementerianRiset

    dan

    Teknologi

    telah

    sejakawalmenetapkanprogramutamanya

    untuk melakukan penguatan Sistem

    Inovasi Nasional (SINas), dengan

    mendorongagarpengembanganteknologi

    lebih berorientasi pada realita kebutuhan

    (demanddriven) dan persoalan teknologi

    yang dihadapi oleh para pengguna

    potensialnya. Selanjutnya, Kementerian

    Riset

    dan

    Teknologi

    telah

    pula

    menetapkanKepmenristek No.

    246/M/Kp/IX/2011tentang Arah

    Penguatan SINas untuk Meningkatkan

    Kontribusi Iptek terhadap Pembangunan

    Nasional.

    4.3.PersoalanBukanpadaKonsepsi,tapi

    padaTahapImplementasinya.

    Skenario besar pengembangan teknologi

    nasional saat ini adalah menggunakan

    kerangkaSINasyangberbasispadapotensi

    sumberdaya nasional (termasuk potensi

    spesifik daerah) dan diarahkan untuk

    memenuhi permintaan pasar domestik.

    Pilihan orientasi pengembangan teknologi

    ini selaras dengan arahan Presiden untuk

    menyelenggarakan pembangunan yang

    bersifatinklusif

    dengan

    mengikutsertakan

  • 7/26/2019 teknovasi1

    33/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    26 ISSN : 2252-911X

    sebanyak mungkin stakeholders dalam

    negeri, sehingga memperbesar

    kesempatan kerja (projobs) dan

    mendorong distribusi pendapatan yang

    lebihmerata.

    Pilihan skenario pengembangan teknologi

    yang lebih berorientasi inward ini tentu

    tidak bersifat permanen, tetapi sangat

    tepatuntukfaseawaldariskenariojangka

    panjang pengembangan teknologi untuk

    menuju kemandirian, inklusif, dan

    berkelanjutan. Selanjutnya, pilihan

    teknologi yang dikembangkan perlu

    disesuaikan

    dengan

    realita

    tingkat

    penguasaan teknologi saat ini (cerminan

    kualitas SDM), potensi sumberdaya alam

    yang potensial untuk dikelola, dan

    kebutuhan konsumen dalam negeri.

    Memahami heterogenitas kebutuhan

    masyarakat Indonesia saat ini, sebagai

    akibat kesenjangan status sosial ekonomi

    dalam masyarakat, maka spektrum

    teknologi

    yang

    dibutuhkan

    dapatmencakup teknologi yang sangat

    sederhana (misalnya teknologi yang

    dibutuhkan petani untuk budidaya

    tanaman pangan) sampai teknologi maju

    (misalnya teknologi informasi dan

    komunikasi yang dibutuhkan masyarakat

    perkotaan dengan status sosial ekonomi

    menengahatas).

    Walaupun

    rentang

    teknologi

    yangdibutuhkan tersebut sangat lebar, namun

    secara objektif (mengutamakan asas

    inklusivitas, mandiri, dan berkelanjutan),

    maka teknologi yang perlu diutamakan

    adalah teknologi yang dibutuhkan oleh

    sekitar41persenangkatankerjaIndonesia

    di sektor pertanian3. Teknologi yang

    3

    Lebihdari

    42,4

    juta

    dari

    111,2

    juta

    orang

    tenaga kerja Indonesia melaksanakan

    dibutuhkan umumnya merupakan

    teknologi sederhana, tetapi perlu tetap

    handalsecarateknisdanaffordablesecara

    ekonomi. Komoditaspertaniandiproduksi

    secara

    masif

    tetapi

    secara

    umum

    mempunyai nilai ekonomi yang rendah,

    sehingga sangat tepat jika juga

    dikembangkan teknologi untuk

    meningkatkannilaitambahhasilpertanian

    tersebut, terutama teknologi yang

    dibutuhkanuntukpengolahanpascapanen

    untukmemproduksiprodukolahandengan

    volume yang lebih kecil tapi mempunyai

    nilaiekonomi

    yang

    lebih

    tinggi.

    Konsepsi pengembangan teknologi dalam

    kerangka penguatan SINas dan rencana

    besar pembangunan ekonomi Indonesia

    (MP3EI) merupakan dua konsepsi yang

    padu satu sama lain, keduanya berbasis

    pada potensi sumberdaya nasional

    dan/atau potensi masingmasing koridor

    ekonomi, serta ditujukan untuk

    mendorongpertumbuhan

    ekonomi

    yang

    pada akhirnya diharapkan dapat

    meningkatkan kesejahteraan rakyat

    sebagaimanadiamanahkanolehkonstitusi.

    Walaupunmungkintidaksempurna,tetapi

    duakonsepsi inisudahsangattepatuntuk

    menjadi acuan dalam pengembangan

    teknologiIndonesia.

    Persoalan berikutnya adalah apakah

    konsepsiini

    dapat

    diimplementasikan

    secara konsisten oleh semua aktor yang

    terkait, baik secara substansial maupun

    selama perjalanan waktu menuju 2025

    sebagaimana yang ditargetkan.

    Boardman (2009) mengingatkan bahwa

    tantangan manajerial yang paling

    pekerjaan utamanya di sektor pertanian,

    perikanan, dan kehutanan (BPS:

    PerkembanganBeberapa

    Indikator

    Utama

    SosialEkonomiIndonesia,Agustus2011)

  • 7/26/2019 teknovasi1

    34/150

    TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012

    ISSN : 2252-911X 27

    fundamental adalah menggiring agar

    prilaku tiap individu sejalandenganupaya

    pencapaiantujuandansasaranbersama.

    4.5. TransformasiInstitusional.

    Idealnya interaksi dan komunikasi antara

    pihak pengembang dan pengguna

    teknologidapatterjalinsecaraintensifdan

    produktif, sehingga aliran informasi

    kebutuhan dan persoalan yang

    membutuhkan solusi teknologi dapat

    mengalir dari para pengguna ke pihak

    pengembang

    teknologi.

    Jika

    aliran

    informasi ini tidak terjadimaka akan sulit

    diharapkan bahwa teknologi yang

    dikembangkan relevan dengan kebutuhan

    dan sesuai dengan kapasitas adopsi para

    pengguna teknologi. Yuliar (2011)

    meyakinibahwa transformasikulturaldan

    kelembagaan diperlukan untuk

    memungkinkan perluasan interaksi

    interaksi(Gambar

    3).

    Kementerian Riset dan Teknologi telah

    pula mencanangkan untuk melakukan

    revitalisasi kawasan Puspiptek Serpong

    menjadi Indonesian Science and

    Technology Park (ISTP). Pada saat ini,

    kawasan puspiptek mengakomodasi

    ber