teknologi ramah lingkungan

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi saat ini tidak bisa dihindari dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Bertambahnya jumlah penduduk yang mengiringinya dan tidak di ikuti dengan perkembangan sumber daya manusia yang baik dalam pengelolaan dan pemakaian berbagai teknologi yang ada menyebabkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran di berbagai aspek. Salah satunya aspek lingkungan hidup yang juga terkena dampak perkembangan ini. Industrialisasi, perubahan gaya hidup dan semakin kuatnya pengaruh globalisasi lainnya menyebabkan pencemaran lingkungan udara, tanah, air dan lingkungan pada umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu muncullah berbagai teknologi ramah lingkungan yang selain memudahkan pekerjaan manusia juga dapat memperbaiki dan mengurangi kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi dewasa ini. Makalah ini akan membahas berberapa teknoilogi di bidang lingkoungan hidup yang dapat menjadi solusi bagi pencemran dan kerusakan lingkungan yang telah terjadi saat ini. 1.2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja teknologi ramah lingkungan terbaru beserta prinsip kerjanya. 1.3 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

description

teknologi ramah lingkungan

Transcript of teknologi ramah lingkungan

Page 1: teknologi ramah lingkungan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi saat ini tidak

bisa dihindari dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan

kehidupan manusia. Bertambahnya jumlah penduduk yang mengiringinya dan

tidak di ikuti dengan perkembangan sumber daya manusia yang baik dalam

pengelolaan dan pemakaian berbagai teknologi yang ada menyebabkan

terjadinya pelanggaran-pelanggaran di berbagai aspek. Salah satunya aspek

lingkungan hidup yang juga terkena dampak perkembangan ini. Industrialisasi,

perubahan gaya hidup dan semakin kuatnya pengaruh globalisasi lainnya

menyebabkan pencemaran lingkungan udara, tanah, air dan lingkungan pada

umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu muncullah berbagai teknologi

ramah lingkungan yang selain memudahkan pekerjaan manusia juga dapat

memperbaiki dan mengurangi kerusakan dan pencemaran lingkungan yang

terjadi dewasa ini. Makalah ini akan membahas berberapa teknoilogi di bidang

lingkoungan hidup yang dapat menjadi solusi bagi pencemran dan kerusakan

lingkungan yang telah terjadi saat ini.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja

teknologi ramah lingkungan terbaru beserta prinsip kerjanya.

1.3 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUANBerisikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penulisan, serta

dan sistematika penulisan.

BAB II PEMBAHASANBerisikan tentang berbagai macam teknologi ramah lingkungan

beserta prinsip kerjanya.

BAB III PENUTUPBerisikan kesimpulan dan saran-saran tentang teknologi ramah

lingkungan yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Page 2: teknologi ramah lingkungan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung sebagai Filter Emisi pada Knalpot Motor

1) Tongkol Jagung

Gambar 2. Limbah tongkol jagung

Limbah tongkol jagung dapat dibuat menjadi briket arang dan arang aktif. Arang

aktif yang dihasilkan limbah tongkol jagung dapat digunakan sebagai absorben

pada penyaringan minyak goreng bekas. Hal ini terbukti dapat menurunkan FFA,

angka peroksida, dan angka penyabunan (Isa, 2012). Munawaroh (2012) telah

melaporkan bahwa tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai adsorben

rhodamin B dan metanil yellow yang diaktivasi menggunakan H2SO4.

Kandungan serat kasar (hemiselulosa, selulosa dan lignin) pada tongkol jagung

tergolong tinggi, yakni 38%, 41% dan 6%.kandungan serat kasar yang tinggi ini

mengindikasikan bahwasanya kandungan karbon dalam tongkol jagung ini cukup

tinggi, sehingga dengan tingginya kandungan karbon dalam tongkol jagung

tersebut maka tongkol jagung sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai

adsorben. salah satu cara yang dilakukan adalah dengan cara menjadikan

tongkol jagung tersebut menjadi arang, dengan pemanasan pada suhu 300

derajat Celcius.

5

Page 3: teknologi ramah lingkungan

2) Arang Aktif

Gambar 3. Arang aktif

Arang aktif merupakan suatu padatan yang mengandung 85-95% karbon,

dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan

pada suhu tinggi maupun diaktifasi dengan bahan-bahan kimia (aktifator). Arang

aktif merupakan senyawa karbon amorf yang sebagian besar terdiri atas karbon

bebas serta memiliki permukaan dalam (internal suface) yang mempunyai luas

permukaan antara 300-3500 m2/gram dan hal ini berhubungan dengan struktur

pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai daya serap (absorben)

yang baik (Anonimous, 2005).Daya serap (absorpsi) arang aktif umumnya

bergantung pada jumlah senyawaan karbon bebas yang berkisar 85 –

95%.Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu,

daya serap arang aktif sangat besar yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif

(Sembiring dan Sinaga, 2003).Tongkol jagung adalah salah satu bahan baku

yang kualitasnya cukup baik dijadikan karbon aktif.

Arang aktif dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif tipe pemucat dan sebagai

penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat umunya berbentuk bubuk (powder)

yang sangat halus diameter pori mencapai 1000 Å. Dalam fase cair digunakan

untuk menghilangkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau

yang tidak diinginkan serta membebaskan pelarut dari zat-zat peng-ganggu.

Arang aktif sebagai penyerap uap umumnya dalam bentuk butiran (granular)

atau pelat yang sangat keras dan diameter pori berkisar 10-200Å. Pada

dasarnya arang aktif dapat dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan,

tumbuh-tumbuhan, limbah atau mineral yang mengandung karbon antara lain 6

Page 4: teknologi ramah lingkungan

tulang, kayu, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas

tebu, serbuk gergaji dan batubara (Sembiring dan Sinaga, 2003).

Prinsip pembuatan arang aktif adalah proses karbonasi, yaitu proses

pembentukan tongkol jagung menjadi arang (karbon), kemudian diaktifasi

dengan bahan-bahan kimia seperti NaOH, ZnCl2, asam-asam anorganik

misalnya asam sulfat dan asan fosfat, garam-garam karbonat, klorida, sulfat,

fosfat. Proses aktifasi ini bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara

memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan

sehingga arang mengalami perubahan sifat baik fisika maupun kimia sehingga

permukaan-nya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Isa,

2007).

3) Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke dalam

struktur suatu media seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media

tersebut, proses ini di jumpai terutama dalam media karbon aktif (Ketaren dalam

Dalimunthe 2009). Tongkol jagung adalah salah satu bahan baku yang

kualitasnya cukup baik dijadikan karbon aktif.

Ada dua jenis mekanisme penyerapan (Adsorpsi) yang diketahui, yaitu Adsorpsi

fisik (fhisisorpsi) dan adsorpsi kimia (khemisorpsi). Dalam adsorpsi fisik

kekuatan ikatan antara molekul yang diadsorpsi dan permukaan sangat lemah,

atau tipe Van der Waals. Energi yang berasosiasi dengan ikatan tersebut relatif

lemah. Sebaliknya dalam adsorpsi kimia ikatan sangat berperan dan merupakan

resultan dari suatu transfer atau suatu penempatan elektron dalam reaksi antara

adsorbat dan adsorben . Kekuatan ikatan dalam khemisorpsi menjadi lebih

penting dibandingkan pada phisisorpsi. Keadaan molekul dari adsorbat akan

berbeda dari keadaan awalnya. Atom permukaan mempunyai suatu karakter

elektronik tidak jenuh dengan kehadiran beberapa kekosongan (valensi bebas).

Pembentukan lapisan sempurna dari molekul yang diadsorpsi secara kimia

memungkinkan menjenuhkan secara sempurna pada daerah kekosongan

(Widjayanti, 2011).

Adsorpsi dapat disosiatif ataupun molekuler, adsorpsi dikatakan asosiatif

bilamolekul yang diadsopsi terurai menjadi molekul lain yang lebih kecil.

Sebaliknyadikatakan adsropsi molekuler bila molekul yang diadsorpsi tidak

mengalamidisosiasi.

Page 5: teknologi ramah lingkungan

Daya adsorpsi merupakan ukuran kemampuan suatu adsorben menarik sejumlah

adsorbat. Proses adsorpsi tergantung pada luas spesifik padatan atau

luaspermukaan adsorben, konsentrasi keseimbangan zat terlarut atau tekanan

adsorpsigas, temperatur pada saat proses berlangsung dan sifat adsorbat atau

adsorben itusendiri. Makin besar luas permukaannya, maka daya adsorpsinya

akan makin kuat.Sifat adsorpsi pada permukaan zat padat sangat selektif artinya

pada campuran zathanya satu komponen yang diadsorpsi oleh zat padat tertentu

(Widjayanti, 2011).

Temperatur pada proses adsorpsi tidak hanya akan mempengaruhi

dayaadsorpsi, tetapi juga hasil adsorpsi. Sebagai contoh yang dilakukan oleh

Endang Laksono dalam Widjayanti (2011) telah mengalirkan gas oksigen pada

permukaan logam nikel yang berorientasi pada suhu 650K dan 300K, ternyata

untuk tekanan gas yangsama hasil yang didapat adalah berbeda. Pada suhu

650K diperoleh lapisan tipisNiOsedangkan pada 300K diperoleh NiO yang

distabilkan oleh gugus hidroksil.

Pada beberapa proses adsorpsi waktu kontak antara adsorbat dan adsorben

berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Endang Widjajanti dan Heru Pratomo

dalam Widjayanti (2011) telah meneliti adanya peningkatan daya adsorpsi

bentonit terhadap besi seiringdengan peningkatan waktu kontak.

Daya adsorpsi suatu adsorben dapat diukur menggunakan berbagai alat,mulai

dari yang paling sederhana hingga yang canggih seperti teknik spektroskopi.

Pada instrumen sederhana pengukuran dilakukan dengan

membandingkankonsentrasi adsorbat sebelum dan sesudah adsorpsi. Tentu saja

dengan asumsi tertentu. Sedangkan dengan instrumen spektroskopi yang diteliti

adalah adsorbennya yaitu dengan menganalisis komposisi adsorbennya. Saat ini

spektroskopi yang banyak digunakan adalah spektroskopi photoelektron sinar-X,

atau spektroskopi inframerah refleksi- adsorpsi.

4) Tahapan Pembuatan

Berikut adalah tahap-tahap pembuatan filter emisi dari knalpot motor dari limbah

tongkol jagung melalui proses pengarangan:

1. Pembuatan karbon dari limbah tongkol jagung

200 gram limbah tongkol jagung yang sudah bersih dan kering dipanaskan dalam

furnace pada suhu 300 oC selama 2 jam sampai terbentuk karbon.

Page 6: teknologi ramah lingkungan

2. Aktivasi karbon menggunakan larutan ZnCl2

Karbondirendam dalam larutan ZnCl2 selama 1 hari.Konsentrasi larutan ZnCl2

adalah sebesar 10% (b/v). Karbon kemudian disaring dan dicuci sampai bersih

dengan akuades hingga pH hasil cucian netral (pH=7). Karbon aktif kemudian

dimasukkan kedalam cawan porselin dan dipanaskan dalam muffle furnace pada

suhu 400 oC selama 2 jam (Rusdianto, dkk 2012).

3. PembuatanPengganti Asbes Knalpot Motor dari Karbon Aktif

Karbon aktif 100 gram dicampurkan dengan amilum bubuk 15 gram kemudian

ditambahkan100mL akuades dan diaduk hingga tercampur rata. Campuran ini

kemudian dibuat seperti bentuk asbes pada knalpot motor menggunakan alat

pressing technology. Asbes karbon aktif yang telah jadi kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu 80oC selama 2 jam.

Gambar 4. Desain asbes dari arang aktif

Konsep Filter emisi pada knalpot motor tersebut merupakan sebuah inovasi baru

dengan beberapa keunggulan, diantaranya menggunakan limbah tongkol jagung

sebagai bahan yang ramah lingkungan dan sangat mudah untuk didapatkan,

hemat biaya, dan mempunyai peluang bisnis yang sangat baik bagi masyarakat.

Keunggulan yang dimiliki konsep ini juga memberikan manfaat di berbagai

kalangan, seperti pemerintah, masyarakat, remaja dan sebagainya. Dengan

adanya inovasi filter emisi pada knalpot ini, maka angka pencemaran udara

akibat polutan dari emisi kendaraan bermotor mampu ditekan. Karena, apabila

angka pencemaran udara terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah

kendaraan bermotor, maka jumlah gangguan kesehatan yang dialami

masyarakat akan pula meningkat. Jika tidak diatasi dengan cepat, maka bukan

jumlah gangguan kesehatan masyarakat saja yang meningkat, melainkan bisa

saja angka kematian masyarakat akibat menghirup gas beracun juga ikut

Page 7: teknologi ramah lingkungan

meningkat .Selain itu, inovasi tersebut juga mampu mengurangi jumlah limbah

tongkol jagung dan mengoptimalkan penggunaan dari tongkol jagung itu sendiri.

Sehingga sekali ditekankan bahwa inovasi filter emisi pada knalpot motor

menggunakan limbah tongkol jagung melalui proses pengarangan memiliki

manfaat dan keunggulan apabila mampu diaplikasikan pada knalpot motor.

2.2 Pemerintah Republik Indonesia dan Global Forest Watch Bekerjasama Luncurkan Sistem Mutakhir untuk Mitigasi Kebakaran Hutan, Lahan dan Kabut Asap

JAKARTA (23 Juli 2014) – Badan Pengelola REDD+ (BP REDD+) Indonesia

dan the World Resources Institute (WRI) hari ini meluncurkan Global Forest

Watch Fires (GFW-Fires), sebuah platform online untuk memonitor dan

merespon kebakaran hutan dan lahan di Asia Tenggara. GFW-Fires

diperkenalkan sebagai bagian dari Karhutla (kebakaran hutan dan lahan)

Monitoring System (KMS). Sistem ini mampu mengetengahkan citra satelit

dengan resolusi tinggi dari DigitalGlobe (penyedia citra satelit terkemuka),

mengeluarkan peringatan dari NASA dalam waktu yang mendekati aktual,

menyebarkan peringatan melalui sistem SMS, menampilkan peta konsesi dan

penggunaan lahan, dan masih banyak lagi. GFW-Fires merupakan hasil

kolaborasi antara BP REDD+, Badan Penanggulangan Bencana Nasional

(BNPB), WRI, DigitalGlobe, Google, Esri dan lain-lain.

GFW-Fires platform memuat data yang demikian kaya dan dilengkapi perangkat

yang memungkinkan pihak pemerintah, dunia usaha dan masyarakat umum

Indonesia memonitor serta memerangi kebakaran hutan dan lahan serta kabut

asap secara lebih efektif. Keunggulan sistem ini meliputi:

Kemampuan mengeluarkan peringatan dalam waktu yang hampir aktual

dari NASA dan NOAA, yang dipetakan secara online dan segera

didistribusikan kepada pejabat lokal, unit pemadam kebakaran, kepala

desa dan pihak-pihak lainnya melalui sistem peringatan SMS.

Laporan arah angin dalam waktu yang aktual, serta tampilan data tentang

kualitas udara, membantu menunjukkan area yang berisiko terpapar

kabut asap.

Menghasilkan citra satelit dengan resolusi sangat tinggi dari DigitalGlobe,

dimana satelit mampu mengirimkan citra kebakaran hutan terkini dengan

Page 8: teknologi ramah lingkungan

resolusi sedetil 50 X 50 cm. Data ini membantu menentukan lokasi tepat

terjadinya kebakaran dan menangkap sinyal akan siapa yang kiranya

bertanggung jawab atas kejadian tersebut. DigitalGlobe juga akan

mengunggah citra tersebut ke dalam platform Tomnod milik mereka demi

mendorong kampanye bagi urun daya (crowdsourcing) dari berbagai

pihak untuk dapat segera mengindentifikasi area yang terbakar.

Dukungan komputasi yang sangat besar dari Google Earth Engine dalam

penyediaan analisis-analisis penting lainnya, seperti misalnya peta rinci

mengenai bekas kebakaran.

Penyediaan peta konsesi lahan kelapa sawit, kayu, perusahaan pengolah

serat kayu, peta area-area yang dilindungi, lahan-lahan yang dijangkau

WRI, BP REDD+, Kementerian Kehutanan dan sebagainya.

Ditampilkannya diskusi tentang kebakaran dan kabut asap di media sosial

dengan mencantumkan keterangan geografis lokasi percakapan, yang

juga memungkinkan pembicaraan tentang kebakaran dan kabut asap di

Twitter dapat termonitor.

GFW-Fires sendiri dirancang di atas platform dan melalui analisis yang dibangun

oleh Global Forest Watch, sebuah sistem monitoring dan peringatan online yang

dinamis, yang mampu memberdayakan berbagai pihak – dimana pun – untuk

mengelola hutan dengan lebih baik.

“Merancang dan mengoperasikan sebuah sistem monitoring yang canggih

adalah salah satu pendekatan BP REDD+ dalam menangani kebakaran hutan

dan lahan, di samping upaya peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam

penanganan kebakaran hutan dan lahan, serta melalui penerapan audit ketaatan

di area-area konsesi dimana titik api umumnya ditemukan,” jelas Kepala BP REDD+ Heru Prasetyo.

Monitoring, pengembangan kapasitas dan penegakan hukum merupakan

sebagian dari sejumlah pendekatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam

menyiasati kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Pemerintah melakukan

investasi dalam penanganan kebakaran dan pengelolaan hutan sebagai strategi

menuju masyarakat rendah karbon, dan akhirnya untuk dapat mencapai target

yang telah ditetapkan Indonesia yaitu 26 persen penurunan emisi gas rumah

Page 9: teknologi ramah lingkungan

kaca pada tahun 2020, atau penurunan sebesar 41 persen jika didukung oleh

komunitas internasional.

“Belajar dari pengalaman BNPB dalam mengerahkan sumber daya nasional

melalui kerjasama dengan berbagai Badan Pemerintah terkait dan TNI/POLRI

untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau selama 2 tahun

terakhir ini, kami menyambut baik dan mendukung segala terobosan untuk

meningkatkan upaya pencegahan dibandingkan dengan kerja keras

memadamkan api – dengan penerapan sistem GFW-Fires ini sebagai bagian dari

sistem kontrol kabut asap nasional,” ujar Deputi Kepala BNPB Bidang Pencegahan dan Kesiapan, Dody Ruswandi,

“Kebakaran hutan dan lahan terus menerus menjadi sumber ancaman bagi

kesejahteraan masyarakat, dan masyarakat menuntut adanya aksi untuk

merespon hal ini. GFW-Fires memadukan teknologi tingkat tinggi dengan

kapabilitas Pemerintah Republik Indonesia dan kapabilitas para teknisi ahli dari

berbagai belahan dunia,” tegas Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan Ketua Dewan WRI Indonesia, Dr. Dino Patti Djalal. “Di media sosial dan

dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia terus meminta informasi

yang lebih komprehensif tentang dimana saja kebakaran hutan dan lahan terjadi

– dan bagaimana Pemerintah merespon hal ini. Melalui kerjasama ini, kini kita

dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memiliki platform informasi

untuk dapat bertindak lebih efektif di lapangan.”

“GFW-Fires dikombinasikan dengan berbagai aspek yang terdapat dalam KMS

milik Pemerintah Republik Indonesia, untuk memungkinkan respon terhadap

kebakaran dengan lebih cepat, dan dengan akuntabilitas yang lebih tinggi

dimana kejahatan pembakaran ilegal mungkin terjadi,” tutur Direktur Program Kehutanan Global WRI, Dr. Nigel Sizer. “Sistem ini memadukan data baru,

teknologi terkini dan kemitraan yang inovatif bagi penyediaan informasi yang

tepat, dalam format yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk membantu mereka

menyelesaikan masalah yang sangat serius dan telah lama mengganggu ini.”

Kebakaran di Indonesia dipicu oleh sejumlah masalah yang kompleks. Api

seringkali digunakan untuk membuka lahan bagi pertanian, namun kadangkala

digunakan oleh perusahaan dan komunitas masyarakat dalam konflik perebutan

lahan. Apa pun latar belakang penyebabnya, api menghasilkan kabut asap

Page 10: teknologi ramah lingkungan

beracun dengan dampak negatif yang sangat buruk bagi lingkungan, ekonomi

dan kesehatan manusia.

Pada Juni 2013, api dari kebakaran hutan dan lahan menebarkan kabut asap di

Indonesia, Singapore, Malaysia dan Thailand, memaksa ditutupnya kegiatan

sekolah dan bandar udara. Pada Maret 2014, lebih dari 51.000 orang di

Indonesia menderita penyakit saluran pernapasan akut akibat kebakaran hutan

dan lahan, dan menyebabkan kerugian yang diestimasikan senilai Rp. 20 trilyun

(atau setara dengan US $ 1,7 milyar). Studi WRI sebelumnya mengindikasikan

bahwa lebih dari setengah dari kasus kebakaran di Pulau Sumatera dalam

beberapa bulan belakangan ini terjadi di Provinsi Riau, terkonsentrasi di sejumlah

kabupaten dan kecamatannya. Kebakaran umumnya terjadi di lahan gambut,

memicu dihasilkannya kabut asap yang jauh lebih buruk, dimana banyak kasus

ditemukan dalam batas-batas konsesi perusahaan kelapa sawit, pengolahan

bubuk kayu dan penebangan pohon.

“Perkembangan ini merepresentasikan momen dimana kebakaran di kawasan

Asia Tenggara kini dapat dimonitor dari angkasa dalam waktu mendekati aktual

dengan menggunakan satelit yang memiliki resolusi tinggi,” ujar President and CEO DigitalGlobe, Jeffrey Tarr. “Sebagai bagian dari program kami yaitu

‘Seeing a Better World™’, gambar-gambar hasil monitoring tersebut akan

tersedia melalui GFW-Fires dan platform crowdsourcing (urun daya) Tomnod, ini

adalah langkah besar dalam memahami masalah, sehingga kita dapat

menyelesaikannya dengan lebih baik.”

“Melalui teknologi baru ini, kini kita dapat menyaksikan kemajuan yang begitu

besar dari kemampuan melakukan monitoring terhadap bencana dan perubahan

lingkungan di waktu yang hampir aktual,” imbuh Manajer Teknik, Google Earth Outreach and Earth Engine, Rebecca Moore. “Kini kita dapat menggunakan

satelit dan komputasi awan untuk dapat memetakan secara cepat dimana api

berkobar dan apa dampak yang dihasilkannya. Pendekatan baru ini ditempuh

untuk mendobrak masalah lama yang tak kunjung usai.”

2.3 Pemanfaatan Sampah Sebagai Sumber Alternatif Energi Pembangkit Listrik

Sampah tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai kompos untuk pupuk organik,

tapi juga bisa diolah menjadi energi bio arang, biomass dan energi untuk listrik.

Lebih jauh sampah dapat dijadikan barang-barang aksesoris, barang fungsional

Page 11: teknologi ramah lingkungan

dan sebagai bahan bangunan. Pengolahan sampah menjadi energi listrik sudah

lazim di banyak negara, tetapi di Indonesia fasilitas gas dari TPA masih relatif

baru. Pada saat ini proyek untuk menghasilkan energi listrik dari sampah sedang

dibangun di Bali. Investor Inggris, Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI),

akan mendirikan instalasi pengelolaan sampah terpadu sebagai penghasil listrik

untuk Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Proyek ini akan mengolah

sampah sebanyak 500 ton per hari dan menhasilkan listrik 5–8 megawatt.

Teknologi yang digunakan adalah teknologi landfill. Prosesnya, menjadikan

biogas yang didapat dari sampah melalui gas engine dikonservasikan menjadi

energi listrik. Mula-mula seluruh sampah ditimbun dengan tanah, lalu lewat pipa

yang dipasang di dalamnya, gas methan ditangkap dan digunakan untuk

mengeringkan sampah. Dengan demikian tumpukan sampah itu akan mengering.

Cairan yang keluar selama proses itu ditampung dan dikelola dalam instalasi

khusus atau water treatment supaya tidak menimbulkan pencemaran. Untuk

sampah yang baru,  prosesnya dipilah dulu. Sampah basah seperti kayu, daun,

kertas dicacah dulu, kemudian dimasukkan dalam digester (pengering) yang

nantinya menghasilkan biogas dan kompos. Teknologi ini disebut Anaerobic

Digestion. Sedangkan sampah kering semacam plastik akan diolah dengan

teknologi pirolisis dan gassfication, yakni dengan pemanasan tinggi tanpa

oksigen yang menhasilkan gas dan digunakan untuk menggerakkan turbin.

Pemprov DKI juga berencana menerapkan system waste to energy (WTE), yang

akan dibangun di empat lokasi; Marunda, Pulo Gebang, Ragunan dan Duri

Kosambi. Dengan ini diharapkan sampah di Bantar Gebang bisa berkurang dari

6.250 ton per hari menjadi 1000 ton. Selain itu, sampah ternyata juga bisa dibuat

bahan bangunan, seperti bata seukuran bata merah, batako, paving block, tegel,

teraso dan genteng.

2.4 Biogas Dari Kotoran Sapi

Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan oleh proses

fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup

dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa

diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik

(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak cocok

untuk sistem biogas sederhana. Di daerah yang banyak industri pemrosesan

makaan antara lain tahu, tempe, ikan, pindang atau brem bisa menyatukan

saluran limbahnya ke dalam sistem biogas, sehingga limbah industri tersebut

Page 12: teknologi ramah lingkungan

tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah

industri tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen.

Bahan bakar biogas tidak menghasilkan asap merupakan suatu pengganti yang

unggul untuk menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam. Gas ini

dihasilkan dalam proses yang disebut pencernaan anaerob, merupakan gas

campuran metan (CH4) , karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen,

amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen. Secara alami, gas ini

terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau atau

rawa. Mamalia termasuk manusia menghasilkan biogas dalam sistem

pencernaannya, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk

proses mencerna selulosa. Biomassa yang mengandung kadar air yang tinggi

seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok digunakan untuk

bahan baku pembuatan biogas.

Limbah peternakan merupakan salah satu sumber bahan yang dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara perkembangan atau

pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan karena

menumpuknya limbah peternakan. Polutan yang dihasilkan dari dekomposisi

kotoran ternak yaitu BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemichal

Oxygen Demand), bakteri patogen, polusi air, debu, dan polusi bau. Di banyak

negara berkembang kotoran ternak, limbah pertanian, dan kayu bakar digunakan

sebagai bahan bakar. Hal inilah yang menjadi perhatian karena emisi metan dan

karbondioksida yang menyebabkan efek rumah kaca dan mempengaruhi

perubahan iklim global.

Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerob juga memberikan

beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile

solid, nitrogen nitrat, dan nitrogen organik. Bakteri caliform dan patogen lainnya,

telur insek, parasit, bau juga dihilangkan atau menurun. Di daerah pedesaan

yang tidak terjangkau listrik, penggunaan biogas memungkinkan untuk belajar

dan melakukan kegiatan komunitas di malam hari. Kesetaraan biogas dengan

sumber energi lain dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 13: teknologi ramah lingkungan

Tabel 2.1 Kesetaraan biogas dengan beberapa sumber energi lain

1 m3 Biogas

0.46 Kg LPG

0.62 liter Minyak tanah

3.5 Kg Kayu bakar

Sumber : Departemen Petanian (2009) [1]

Beberapa alasan lain mengapa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi

alternatif dan semakin mendapat perhatian yaitu :

(a) harga bahan bakar yang terus meningkat,

(b) dalam rangka usaha untuk memperoleh bahan bakar lain yang dapat

diperbarui,

(c) dapat diproduksi dalam skala kecil di tempat yang tidak terjangkau listrik

atau energi lainnya,

(d) dapat diproduksi dalam kontruksi yang sederhana.

a. Proses Pencernaan Anaerob

Proses pencernaan anaerob, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu

proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri

asidogenik pada kondisi tanpa udara[2]. Bakteri ini secara alami terdapat dalam

limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan

sampah organik rumah tangga. Proses anaerob dapat berlangsung di bawah

kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada

kondisi yang terbatas.

Tabel 2.1 Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerob

Parameter Nilai

Temperatur

Mesofilik

Termofilik

35o C

54o C

pH 7-8

Alkalinitas 2500 mg/L Minimum

Waktu retensi 10-30 hari

Page 14: teknologi ramah lingkungan

Laju terjenuhkan 0.15-0.35 kg.VS/m3/hari

Hasil biogas 4.5-11 m3/kg.VS

Kandungan metana 60-70 %

Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:

(a)Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut

dan pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana, perubahan

bentuk strukutur polimer menjadi monomer;

(b)Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula

sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan

makanan bakteri asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini

yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas

karbondioksida, hidrogen dan amonia;

(c)Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri

pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat

dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.

Untuk lebih jelasnya proses pembentukan biogas dapat dilihat pada diagram alir

di bawah ini :

Page 15: teknologi ramah lingkungan

Selulosa

Glukosa

Asam Lemak dan Alkohol

Metana + CO2

1. Hidrolisis (C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6) Selulosa Glukosa

2. Pengasaman (C6H12O6)n + nH2O CH3CHOHCOOH Glukosa Asam Laktat CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2 Asam Butirat CH3CH2OH + CO2 Etanol4H2 + CO2 2H2O + CH4

CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + CH4CH3COOH + CO2 CO2 + CH4CH3CH2CH2COOH + 2H2 + CO2 CH3COOH + CH4 Metan

3. Metanogenik

Gambar 2.1 Diagram alur proses fermentasi anaerobik

Bakteri yang berperan dalam proses pencernaan anaerobik yaitu bakteri hidrolitik

yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fementatif

yang mengubah gula dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik

merubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat, dan

bakteri metanogenik yang menghasilkan gas metan dari asam asetat, hidrogen,

dan karbondioksida. Bakteri metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus

(kandungan gas metan tinggi) pada suhu 25o-30o C. Di dalam digester biogas

terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan yaitu bakteri asidogenik dan

bakteri metanogenik. Kedua bakteri ini harus dipertahankan jumlahnya

seimbang. Bakteri-bakteri inilah yang merubah bahan organik menjadi gas metan

dan gas lainnya dalam siklus hidupnya.

Kandungan gas metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung pada jenis

bahan baku yang dipakai. Sebagai contoh komposisi biogas dapat dilihat pada

tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kompisisi gas (%) dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak dan

sisa pertanian

Page 16: teknologi ramah lingkungan

Jenis Gas Kotoran SapiCampuran Kotoran Sapi dan Sampah Pertanian

Metana (CH4) 65.7 55-70

Karbondioksida (CO2) 27.0 27-45

Nitrogen (N2) 2.3 0.5-3.0

Karbonmonoksida (CO) 0.0 0.1

Oksigen (O2) 0.1 6.0

Propan (C3H8) 0.7 -

Hidrogen Sulfida (H2S) Tidak Terukur Sedikit sekali

Nilai Kalor (kkal/m3) 6513 4800-6700

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa

dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri

asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7)

yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi

keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 6,8 sampai

8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.

Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen

sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi

lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali

lebih cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen

dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester

anaerobik berkisar 20 - 30. Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi

dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan

pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas

yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan

dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH 4) yang dapat

meningkatkan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh

negatif pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak sapi mempunyai rasio

C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau serbuk gergaji mengandung

persentase karbon yang jauh lebih tinggi, dan bahan dapat dicampur untuk

Page 17: teknologi ramah lingkungan

mendapatkan rasio C/N yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum

digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Rasio karbon dan nitrogen (C/N) dari beberapa bahan baku

Bahan Rasio C/N

Kotoran bebek 8

Kotoran manusia 8

Kotoran ayam 10

Kotoran kambing 12

Kotoran babi 18

Kotoran domba 19

Kotoran sapi/kerbau 24

Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6

- 0,8% potassium (K 20), dan 50 - 75% bahan organik. Kandungan solid yang

paling baik untuk proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi

segar dibutuhkan pengenceran 1 : 1 dengan air. Teknologi pencernaan anaerob

bila digunakan dalam sistem perencanaan yang matang, tidak hanya mencegah

polusi tetapi juga menyediakan energi berkelanjutan, pupuk dan rekoveri nutrien

tanah. Untuk itu proses ini dapat mengubah limbah dari suatu masalah menjadi

suatu yang menguntungkan.

Tabel 2.4 Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran hewan

Jenis Kotoran Produksi Gas per Kg (m3)

Sapi/Kerbau 0.023-0.040

Babi 0.040-0.059

Unggas 0.065-0.116

Manusia 0.020-0.028

Page 18: teknologi ramah lingkungan

b. Teknologi Digester

Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah banyak dikembangkan

sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan

pengelolaan kotoran ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang

digunakan untuk memperoleh biogas. Pertama, proses yang sangat umum yaitu

fermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang didesain khusus dalam

kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang baru dikembangkan yaitu dengan

menangkap langsung gas metan dari lokasi tumpukan sampah tanpa harus

membuat digester khusus. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan

biogas ditampilkan pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas

Sumber : Departemen Pertanian (2009)

Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak digunakan antara

lain :

1. Keuntungan pengolahan limbah(a) Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah yang alami

(b) Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses

kompos aerobik ataupun penumpukan sampah

(c) Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang

(d) Memperkecil rembesan polutan

2. Keuntungan energi(a) Proses produksi energi bersih

(b) Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui

(c) Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan

3. Keuntungan lingkungan:(a) Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara signifikan

(b) Menghilangkan bau

(c) Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi

(d) Memaksimalkan proses daur ulang

(e) Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil

kontaminasi sumber air

4. Keuntungan ekonomi:

Page 19: teknologi ramah lingkungan

Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus ulang

proses. Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup yang

disebut digester. Desain digester bermacam-macam sesuai dengan jenis bahan

baku yang digunakan, temperatur yang dipakai dan bahan konstruksi. Digester

dapat terbuat dari cor beton, baja, bata atau plastik dan bentuknya dapat berupa

seperti silo, bak, kolam dan dapat diletakkan di bawah tanah. Sedangkan untuk

ukurannya bervariasi dari 4-35 m3. Biogas dengan ukuran terkecil dapat

dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7 ekor babi atau 500 ekor

unggas.

Gambar 2.3 Beberapa macam digesterSumber : Departemen Pertanian (2009)[1]

Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau

digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator

listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat

yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya

manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak

menjadi biogas sebagai penyediaan energi dipedesaan dapat berjalan dengan

optimal.

Page 20: teknologi ramah lingkungan

Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan

kotoran ternak menjadi biogas yaitu : (Dede Sulaeman, 2009)

1. Ketersediaan ternak

Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi

pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan

kotoran ternak.Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari

ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi;

serta unggas.

Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk

menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran

ternak dari 3 ekor sapi, atau 7 ekor babi, atau 500 ekor ayam.

2. Kepemilikan Ternak

Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan

kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga

terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi

atau 7 ekor babi atau 500 ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah

tersebut, maka dapat dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar

(berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.

3. Pola Pemeliharaan Ternak

Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal.

Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara

dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.

4. Ketersediaan Lahan

Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya

bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk

membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m).

Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).

5. Tenaga Kerja

Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari

peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi

optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta

dilakukan perawatan peralatannya.

Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas

disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit

Page 21: teknologi ramah lingkungan

tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan

pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.

6. Manajemen Limbah/Kotoran

Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair

kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan

kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor.

Bahan baku (raw material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi

padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 3. Pada peternakan sapi perah

komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada

peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi

sesuai.

Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2

hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang

yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan

cara diangkut atau melalui saluran.

7. Kebutuhan Energi

Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan

menghasilkan gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian,

kebutuhan peternak akan energi dari sumber biogas harus menjadi salah satu

faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah

atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan cukup di lingkungan

peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak menarik untuk

dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia, peternak dapat diarahkan

untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing

(kascing).

8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)

Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak,

menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat

telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk

proses sanitasi sapi perah.

Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor

biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan

dijangkau instalasi penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi

biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.

9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas

Page 22: teknologi ramah lingkungan

Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi

pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu

untuk pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar

unsur haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil

samping biogas perlu dikurangi kandungan airnya dengan cara diendapkan,

disaring atau dijemur. Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri

atau dijual kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan

pandapatan bagi peternak.

10. Sarana Pendukung

Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase,

air dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan

perawatan instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan

kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu

diangkut secara manual. Air digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan

juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai.

Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan

pekerjaan/perawatan instalasi biogas.

Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk, menjalankan

instalasi biogas dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas menjadi

modal utama dalam pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya

kemauan peternak untuk secara aktif mengoptimalkan biogas, maka faktor-faktor

lain tidak akan cukum membantu dalam optimalisasi pemanfaatan biogas.

Page 23: teknologi ramah lingkungan

d. Membangun Instalasi Biogas

Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk

menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri.

Jenis digester yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding

dimana pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar

kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yamg dihasilkan dan

banyaknya biogas yang diinginkan. Lahan yang diperlukan sekitar 16 m2. Untuk

membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir, semen, batu kali,

batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.

Gambar 3.1 Tipe digester yang digunakanSumber : Departemen Pertanian (2009)[1]

Gambar 3.2 Unit pengolahan biogas

Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran

ternak dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus

Page 24: teknologi ramah lingkungan

dibangun juga penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya

dapat dipisahkan dan dijadikan pupuk organik padat dan pupuk organik cair.

Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan

biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:

1. Mencampur kotoran ternak dengan air sampai terbentuk lumpur dengan

perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan

mempermudah pemasukan kedalam digester

2. Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada

pengisian pertama kran gas yang ada diatas digester dibuka agar

pemasukan lebih mudah dan udara yang ada didalam digester terdesak

keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam

jumlah yang banyak sampai digester penuh.

3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter

dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung

untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0 m2. Setelah digester penuh, kran gas

ditutup supaya terjadi proses fermentasi.

4. Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8

karena yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10

sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan (CH4) dan CO2 mulai

menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan

menyala.

5. Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan

api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita

sudah bisa menghasilkan energi biogas yang selalu terbarukan. Biogas

ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi

lumpur kotoran ternak secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang

optimal.

Page 25: teknologi ramah lingkungan

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:

1. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung sebagai Filter Emisi pada Knalpot Motor

merupakan salah satu teknologi yang dapat dijadikan solusi dalam pengurangan

limbah tongkol jagung dan emisi CO pada kendaraan bermotor yang

membahayakan lingkungan.

2. Aplikasi Global Forest Watch Fires (GFW-Fires) merupakan sebuah teknologi

yang memuat data yang demikian kaya dan dilengkapi perangkat yang

memungkinkan pihak pemerintah, dunia usaha dan masyarakat umum Indonesia

memonitor serta memerangi kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap secara

lebih efektif

3. Pemanfaatan Sampah Sebagai Sumber Alternatif Energi Pembangkit Listrik

mengolah sampah sebanyak 500 ton per hari dan menhasilkan listrik 5–8

megawatt untuk memenuhi kebutuhan listrik di sejumlah daerah di Indonesia

dengan memanfaatkan TPA dengan teknologi landfill.

4. Biogas Dari Kotoran Sapi merupakan salah satu teknologi terkini yang mulai

banyak ditrapkan di Indonesia yang memanfaatkan limbah peternakan dan

kotoran manusia.

Page 26: teknologi ramah lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Yaumi, Nur. 2014. Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung (Zea Mays) Sebagai Filter Emisi Pada Knalpot Motor. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

http://www.globalforestwatch.org/howto/analyze-forest-change diakses pada

tanggal 21 Februari 2016.

http://www.alpensteel.com/article/123-110-energi-sampah--pltsa/2583--teknologi-

tepat-guna-dari-sampah diakses pada tanggal 21 Februari 2016.