teknologi pengolahan pangan-soyghurt

32
TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN Evaluasi Mutu Soygurt yang dibuat dengan Penambahan beberapa Jenis Gula Disusun oleh : KEMENTERIAN PENDIDIDKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN Melisa Riska Putri A1M009012 Karina Widyaningrum A1M009013 Novi Setianingsih A1M009015 Gesit Widagdo A1M009039

Transcript of teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Page 1: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

Evaluasi Mutu Soygurt yang dibuat dengan Penambahan beberapa

Jenis Gula

Disusun oleh :

KEMENTERIAN PENDIDIDKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PURWOKERTO

2011

Melisa Riska Putri A1M009012

Karina Widyaningrum A1M009013

Novi Setianingsih A1M009015

Gesit Widagdo A1M009039

Page 2: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

PENDAHULUAN

Kacang-kacangan merupakan sumber protein bagi sebagian besar penduduk

dunia, khususnya bagi masyarakat di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir,

koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati

yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung

dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, Kedelai mengandung protein 35 %

bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43 %.

Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan

segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi,

hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Selain karena begitu tingginya

kandungan protein nabati kedelai yang lebih besar dibanding kacang-kacangan lain

plus 9 asam amino menjadikan kedelai spesial. Berikut 8 kandungan utama kedelai,

dan manfaatnya bagi tubuh:

Page 3: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Produk olahan kedelai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu

makanan non fermentasi dan terfermentasi. Makanan non fermentasi dapat berupa

hasil pengolahan tradisional dan modern. Produk fermentasi hasil industri tradisional

yang populer adalah tempe, kecap dan tauco, sedangkan produk non fermentasi hasil

industri tradisional adalah tahu dan kembang tahu.

Produk-produk hasil olahan industri moderen sebagian besar terdiri atas

produk non fermentasi. Misalnya minyak kedelai dan hasil olahannya, tepung kedelai,

serta konsentrat dan isolat protein kedelai. Protein kedelai juga dapat diolah menjadi

daging tiruan atau daging sintetik (TVP/Texturized Vegetable Protein). Umumnya

produk-produk tersebut bukan merupakan produk jadi siap dimasak atau dikonsumsi,

tetapi digunakan sebagai bahan dasar atau industri lainnya. Misalnya digunakan

sebagai bahan penolong dalam formulasi suatu bentuk makanan seperti roti, kue

kering, cake, sup, sosis, hamburger, meat loaves, donat, margarin, shortening, minyak

salad, bumbu - bumbu dan sebagainya. Sedangkan produk fermentasi hasil

pengolahan industri modern diantaranya adalah yoghurt kedelai (soyghurt) dan keju

kedelai (soy cheese).

Bahan baku utama dari pembuatan soyghurt adalah susu kedelai yang

diperoleh dengan cara perendaman kacang kedelai, penggilingan dan penyaringan

(ekstraksi). Komposisi gizi dari susu kedelai hampir mendekati kandungan susu sapi,

bahkan susu kedelai lebih non alergis. Oleh karena itu sangat mungkin untuk

membuatnya menjadi soyghurt. Hal penting yang harus diperhatikan adalah jenis

karbohidrat dalam susu kedelai sangat berbeda dengan susu sapi (Koswara, 1995).

Karbohidrat yang terdapat pada kedelai termasuk oligosakarida yang tidak

dapat dicerna, oleh karena itu diperlukan gula sebagai substrat tumbuhnya bakteri

pada pembuatan soyghurt ini. Oligosakarida yang tidak dapat dicerna ternyata dapat

bermanfaat untuk mengurangi resiko sembelit karena oligosakarida yang tidak dapat

dicerna usus halus akan langsung masuk ke usus besar dan terfementasi.

Page 4: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai atau “soybean” merupakan salah satu komoditas pertanian yang

sangat dibutuhkan baik sebagai bahan pangan manusia, pakan ternak dan sebagai

bahan baku industri. Bagian yang paling penting dari tanaman kedelai adalah bijinya.

Biji kedelai inilah yang merupakan bahan baku utama industri pengolahan pangan

seperti tahu, tempe, tauco, kecap, mentega, minyak goreng, dan susu sari kedelai

(Anonim, 2003).

Kekacangan mengandung senyawa yang menyebabkan flatulensi (kembung

perut), zat anti gizi seperti asam fitat yang dapat mengikat Fe, anti tripsin.

Kekacangan yang sering dan sudah banyak dimanfaatkan adalah kedelai. Kedelai

dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, baik melalui fermentasi seperti kecap

dan tempe, maupun tanpa fermentasi seperti tahu, tauge, dan susu kedelai (Soemardi

dan Thahir 1993). Produk olahan lainnya adalah soyghurt, sufu, dll.

Susu kedelai akhir-akhir ini lebih banyak dikenal sebagai susu alternative

pengganti susu sapi bagi yang tidak menyukai susu sapi dan alergi terhadap laktosa

susu sapi. Dibandingkan dengan susu sapi komposisi asam amino dalam protein susu

kedelai lebih rendah. Protein susu kedelai kekurangan jumlah asam amino metionin

dan sistein, namun kandungan asam amino lisin cukup tinggi (Koswara, 2008).

Seiring dengan berkembangnya teknologi terutama dibidang pangan, susu

kedelai dapat dibuat yoghurt yang dikenal dengan sebutan soyghurt (yoghurt kedelai).

Yoghurt merupakan susu yang diasamkan melalui proses fermentasi asam. Pada

proses ini terjadi perubahan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat yang

menyebabkan penurunan pH susu. Menurut Apriadji (2001), yoghurt lebih disukai

daripada susu segar (susu kedelai) karena flavor dan teksturnya lebih baik. Yoghurt

juga lebih diterima konsumen karena biasanya digunakan sebagai minuman bagi

orang-orang yang ingin melangsingkan tubuh.

Proses fermentasi telah meningkatkan kandungan gizi yoghurt dengan

menguraikan sebagian besar gula susu (laktosa) menjadi komponen sederhana.

Page 5: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Komponen-komponen yang sederhana ini lebih mudah diserap tubuh dan tidak

mengakibatkan diare. Proses fermentasi menggunakan beberapa jenis

mikroorganisme diantaranya bakteri (Acetobacter aceti pada fermentasi asam asetat),

khamir (Saccharomyces sp pada fermentasi alkohol), dan kapang (Eremothecium

ashbyii dan Ashbya gossypii pada fermentasi vitamin). Mikroorganisme yang

memfermentasikan bahan pangan khususnya dalam pembuatan yoghurt adalah

bakteri pembentuk asam laktat (bakteri asam laktat). Bakteri ini menghasilkan

sejumlah besar asam laktat sebagai hasil dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam

laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari

lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Jumlah asam laktat dalam

yoghurt juga dipengaruhi oleh jumlah penambahan sukrosa (Buckle, 1987).

Pada proses pembuatan soyghurt, kultur starter yang digunakan pada dasarnya

sama seperti pada pembuatan yoghurt yaitu Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophilus. Streptococcus thermophilus akan bekerja sama dengan

Lactobacillus bulgaricus dalam memfermentasi susu segar untuk mengubahnya

menjadi yoghurt. Lactobacillus bulgaricus akan berperan dalam pembentukan aroma

yoghurt, sedangkan Streptococcus thermophilus berperan dalam pembentukan rasa

dari yoghurt. Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan

spesies mikroba yang esensial dan aktif dalam hubungan simbiotik (Herastuti 1994).

Pada fermentasi pembuatan soyghurt mempunyai kesulitan karena jenis

karbohidrat yang terdapat pada susu kedelai berbeda dengan karbohidrat susu sapi.

Karbohidrat susu kedelai terdiri atas golongan oligosakarida yang tidak dapat

digunakan sebagai sumber energi maupun sumber karbon oleh kultur starter. Oleh

karena itu, supaya fermentasi berhasil, susu kedelai terlebih dahulu ditambahkan gula

sebagai sumber C (karbon) diantaranya sukrosa, glukosa, laktosa, atau fruktosa.

Namun sumber gula yang umum digunakan adalah sukrosa (Koswara, 2008).

Page 6: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai kuning varietas

impor, sukrosa, glukosa, laktosa, gelatin yang berasal dari sapi, NaHCO3, bakteri

Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus, K2SO4, HgO, H2SO4,

aquades, NaOH-Na2S2O3, H2BO3, indikator metal merah, HCl, dan heksan. Alat

yang digunakan adalah baskom, panci, kompor, blender, saringan, incubator, laminar

flow, oven, timbangan analitik, pH meter, desikator, botol timbang, labu kjeldahl,

labu destilasi, alat titrasi, automatic stirer, dan alat-alat gelas.

Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan

perlakuan S = penambahan sukrosa, SL = penambahan sukrosa dan laktosa, L =

penambahan laktosa, SG = penambahan sukrosa dan glukosa, G = penambahan

glukosa, dan LG = penambahan laktosa dan glukosa. Masing-masing perlakuan

diulang sebanyak 3 kali sehingga akan diperoleh satuan percobaan sebanyak 18 buah.

Metode yang digunakan dalam pembuatan susu kedelai adalah Metode Illinois

dengan sedikit modifikasi (Yusmarini et al, 1998). Biji kedelai direndam dalam

larutan NaHCO3 0,5% selama satu malam (perbandingan kedelai dengan larutan

perendam adalah 1 : 3). Setelah itu, kedelai ditiriskan dan diblanching dalam larutan

NaHCO3 0,5% selama 30 menit (perbandingan kedelai dengan larutan perendam

adalah 1 : 3). Kemudian, kulit kedelai dibuang dan dicuci dengan air bersih dan

ditiriskan. Selanjutnya, kedelai dihancurkan dengan menggunakan blender sambil

ditambah dengan air panas (80-1000C) dengan perbandingan kedelai dan air sebanyak

1 : 6. Penggilingan dilakukan selama 7 menit dan setelah itu dilakukan penyaringan.

Susu kedelai yang telah disaring siap digunakan untuk pembuatan soygurt.

Proses pembuatan soygurt mengacu pada metode Kanda et al, (1976). Susu

kedelai yang telah disiapkan sebanyak 2700 ml untuk 1 kali ulangan dibagi menjadi 6

bagian dan masing-masing bagian sebanyak 450 ml dimasukkan ke dalam panci yang

berbeda. Pada panci I ditambah sukrosa sebanyak 7% dari volume susu kedelai, panci

II ditambah glukosa sebanyak 7%, panci III ditambah laktosa sebanyak 7%, panci IV

Page 7: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

ditambah sukrosa 3,5% dan laktosa 3,5%, panci V ditambah sukrosa 3,5% dan

glukosa 3,5%, dan panci VI ditambah 3,5% laktosa dan 3,5% glukosa. Kemudian

diaduk hingga gula yang ditambahkan menjadi larut. Susu yang terdapat pada

masing-masing panci dibagi menjadi tiga bagian dan dimasukkan ke dalam botol kaca

masing-masing 150 ml. Kemudian susu kedelai disterilisasi pada suhu 1150C selama

10 menit. Susu kedelai didinginkan dengan cepat hingga mencapai suhu 450C. Agar

soygurt stabil dan baik teksturnya maka dilakukan penambahan larutan gelatin 20%

sebanyak 5% dari volume susu kedelai. Kemudian susu kedelai diinokulasi dengan

starter yang terdiri dari Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus

masing-masing sebanyak 2,5% dari volume susu kedelai. Sebelum digunakan untuk

pembuatan soygurt kultur Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus

dibiakkan dalam medium susu kedelai. Setelah diinokulasi dengan starter susu

kedelai diinkubasi pada suhu 370C selama 18 jam.

pH susu kedelai dan soygurt diukur dengan menggunakan pH meter. Susu

kedelai dan soygurt yang telah jadi diaduk/dikocok secara merata, kemudian diukur

pH nya dengan menggunakan pH meter. Total padatan dari susu kedelai dan soygurt

ditentukan dengan menggunakan metoda AOAC (Sudarmadji et al, 1984).

Kandungan protein ditentukan dengan menggunakan metoda Kjeldahl (Sudarmadji et

al, 1984) dan kandungan lemak ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi

(Hadiwiyoto 1994).

Penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan) dari

soygurt dilakukan oleh 15 orang panelis yang tidak terlatih. Sampel diletakkan dalam

wadah bersih dan diberi tanda huruf sesuai dengan banyaknya perlakuan. Panelis

diminta untuk menilai masing-masing sampel pada lembaran kuesioner yang telah

disajikan (Kartika et al, 1988). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan

menggunakan Anova dan dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT untuk melihat

perbedaan antar perlakuan.

Page 8: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

HASIL DAN PEMBAHASAN

Soyghurt merupakan suatu produk hasil fermentasi. Jenis bakteri yang

digunakan adalah Streptococcus thermophillus, Lactobacillus acidophillus dan

Lactobasillus bulgaricus dari susu kedelai. Penggunaan starter Lactobasillus

bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebanyak 2 % dalam pembuatan yoghurt

susu sapi dianggap cukup baik untuk diterapkan dalam pembuatan soyghurt dan juga

mendapatkan soyghurt yang baik, fermentasi susu kedelai dilakukan dengan

penambahan susu skim 5% yang akan menghasilkan total asam terbaik, kekentalan

yang sesuai dengan standar yoghurt susu sapi, serta ditunjang dengan citarasa yang

paling disukai (Fardiaz dan Jenie, 1982)

Menurut Andhika (1982), menyatakan bahwa tanpa penambahan gula,

fermentasi susu kedelai tidak menghasilkan perubahan-perubahan yang nyata baik

pada pH, keasaman maupun konsistensinya.

pH Susu Kedelai dan Soygurt

Selama proses fermentasi susu kedelai menjadi soygurt terjadi perubahan pH.

Susu kedelai yang awalnya mempunyai pH 6,66 setelah difermentasi selama 18 jam

dengan menggunakan bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus

bulgaricus mengalami penurunan pH yakni berkisar antara 3,96-5,01 seperti terlihat

pada Gambar 1.

Page 9: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Gambar 1 menunjukkan bahwa penambahan beberapa jenis gula memberikan

dampak yang berbeda terhadap penurunan pH pada soygurt. Pada perlakuan yang

ditambah sukrosa sebesar 7% (S) mempunyai pH lebih lebih tinggi dibandingkan

dengan perlakuan lainnya. Sukrosa yang merupakan disakarida akan diurai terlebih

dahulu menjadi monosakarida-monosakarida penyusunnya yaitu fruktosa dan

glukosa, selanjutnya glukosa akan dimanfaatkan oleh Streptococcus thermophilus dan

Lactobacillus bulgaricus sebagai sumber energi dan sebagian lagi akan dimetabolisir

lebih lanjut menjadi asam-asam organik terutama asam laktat. Asam-asam organik

akan menurunkan pH susu kedelai Menurut Tamime & Robinson (1985), fermentasi

karbohidrat oleh Streptococcus dan Lactobacillus dilakukan melalui konversi

karbohidrat ke glukosa dan kemudian glukosa difermentasi melalui jalur heksosa

difosfat untuk memproduksi asam laktat sebagai produk utama. Asam-asam organik

yang dihasilkan akan menyebabkan pH susu kedelai menjadi rendah. Semakin banyak

sumber gula yang dapat dimetabolisir maka semakin banyak pula asam-asam organik

Page 10: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

yang dihasilkan sehingga secara otomatis pH juga akan semakin rendah. Hal ini

sejalan dengan pendapat Chandan & Shahani (1993) yang menyatakan bahwa asam

laktat yang dihasilkan dalam proses pembuatan yogurt dapat menurunkan pH susu.

Dari hasil penelitian ini juga terlihat bahwa laktosa lebih mudah dimanfaatkan oleh S.

thermophilus dan L. Bulgaricus, terbukti dengan rendahnya nilai pH pada perlakuan

penambahan laktosa 7% (L) dibandingkan dengan perlakuan yang ditambah sukrosa

7%.

Gambar 1 juga menunjukkan bahwa penambahan laktosa, glukosa, sukrosa

dan laktosa, sukrosa dan glukosa, serta laktosa dan glukosa secara statistik berbeda

tidak nyata dengan kata lain penambahan jenis gula tersebut tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pH soygurt.

Total Padatan Susu Kedelai dan Soygurt

Page 11: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Total padatan susu kedelai dan soygurt dapat dilihat pada Gambar 2. Susu

kedelai yang digunakan berwarna agak kekuningan dengan total padatan 8,16%.

Total padatan sebesar 8,16% ini diperoleh dari penambahan air pada kedelai

sebanyak 6 : 1 pada saat penggilingan, dan total padatan ini hampir sama dengan total

padatan yang dilaporkan oleh Yusmarini (1997) yakni 8,13%.

Dalam pembuatan soygurt diperlukan susu kedelai dengan total padatan yang

lebih tinggi. Jika total padatan susu kedelai terlalu rendah maka soygurt yang

dihasilkan menjadi kurang sempurna. Rendahnya total padatan pada susu kedelai

menyebabkan kurangnya sumber energi bagi mikrobia untuk pertumbuhannya.

Menurut Koswara (1995), karbohidrat yang terdapat pada susu kedelai sebagian besar

terdiri dari golongan oligosakarida dan polisakarida yang tidak dapat digunakan oleh

S. thermophilus dan L. bulgaricus sebagai sumber energi. Fermentasi karbohidrat

akan menghasilkan asam-asam organik terutama asam laktat yang menyebabkan pH

susu menjadi rendah sekitar 3,96- 5,01. Pada pH tersebut akan terjadi penggumpalan

protein. Jika sumber karbohidrat tidak mencukupi maka asam-asam organik yang

dihasilkan juga tidak akan memadai untuk menggumpalkan protein pada susu. Oleh

karena itu, dalam pembuatan soygurt perlu ditambahkan sumber gula yang lain untuk

mencukupi kebutuhan mikrobia tersebut. Menurut Kanda et al, (1976), tujuan

penambahan sukrosa dalam pembuatan soygurt adalah untuk meningkatkan sumber

energi bagi mikrobia.

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa

jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap total padatan soygurt. Hal ini disebabkan

karena jumlah gula yang ditambahkan sama yakni 7%. Susu kedelai yang awalnya

mempunyai total padatan 8,16% setelah ditambah gula sebanyak 7% akan

menghasilkan total padatan sekitar 15%. Selama fermentasi, sebagian dari gula

tersebut akan dimetabolisir oleh S. thermophilus dan L. bulgaricus sehingga pada

akhir fermentasi total padatan akan berkurang berkisar antara 13,07-13,8%.

Page 12: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Kandungan Protein

Kandungan protein susu kedelai dan soygurt ditunjukkan Gambar 3. Hasil

analisis menunjukkan bahwa kandungan protein pada susu kedelai adalah 15,27% dan

soygurt yang dihasilkan kandungan proteinnya berkisar antara 18,26-22,78%.

Penambahan gula cenderung meningkatkan kandungan protein soygurt. Terjadinya

peningkatan kandungan protein dari susu kedelai menjadi soygurt disebabkan karena

adanya penambahan protein dari mikrobia yang digunakan.

Dalam proses pembuatan soygurt ditambahkan S. thermophilus dan L.

bulgaricus sebanyak 5% dari volume susu kedelai. S. thermophilus dan L. bulgaricus

yang ditambahkan akan memanfaatkan sumber nitrogen dan karbon yang terdapat

pada susu kedelai untuk hidup dan berkembang biak (memperbanyak diri). Semakin

banyak jumlah mikrobia yang terdapat di dalam soygurt maka akan semakin tinggi

kandungan proteinnya karena sebagian besar komponen penyusun mikrobia adalah

protein. Hal ini sejalan dengan pendapat Herastuti et al, (1994) yang menyatakan

Page 13: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

bahwa protein yang terdapat pada yogurt merupakan jumlah total dari protein bahan

yang digunakan dan protein bakteri asam laktat yang terdapat di dalamnya.

Kandungan protein bakteri berkisar antara 60-70%. Wood (1985) di dalam Yusmarini

(1997) menyatakan bahwa selama fermentasi protein akan dihidrolisis menjadi

komponen-komponen terlarut guna keperluan pembentukan protein sel mikrobia dan

selanjutnya dilaporkan bahwa hanya 20% dari komponen nitrogen terlarut yang

dipakai untuk pertumbuhannya. Penambahan laktosa merupakan sumber karbon

optimal bagi bakteri asam laktat yang digunakan. Hal ini terbukti dengan tingginya

kandungan protein pada perlakuan ditambah laktosa. Bakteri S. thermophilus dan L.

bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang diisolasi dari susu (dairy lactic acid

bacteria). Menurut Koswara (1995), laktosa atau gula susu merupakan karbohidrat

utama dalam susu yang dapat digunakan oleh S. thermophilus dan L. bulgaricus.

Kandungan Lemak

Page 14: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Kandungan lemak pada susu kedelai dan soygurt dapat dilihat pada Gambar 4.

Susu kedelai mengandung lemak sebesar 9,71% sedangkan soygurt yang dihasilkan

mengandung lemak berkisar antara 6,34-7,90%.

Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa kandungan lemak pada susu

kedelai berbeda nyata dengan kandungan lemak soygurt. Gambar 4 menunjukkan

bahwa terjadi penurunan kandungan lemak pada soygurt yang dihasilkan. Hal ini

disebabkan selama fermentasi, lemak akan dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih

sederhana. Menurut Wood (1985) di dalam Yusmarini (1997) hidrolisis trigliserida

oleh enzim lipase akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Gambar 4 juga

menunjukkan bahwa penambahan beberapa jenis gula berpengaruh tidak nyata

terhadap kandungan lemak soygurt, karena gula yang ditambahkan hanya akan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan mikrobia dan meningkatkan citarasa soygurt.

Menurut Chandan & Shahani (1993), hidrolisis lemak memberikan kontribusi yang

kecil terhadap produk yogurt.

Penilaian Organoleptik

Hasil penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan)

terhadap soygurt yang dihasilkan beserta hasil uji lanjutnya disajikan pada Tabel 1.

Page 15: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa

jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap warna soygurt. Nilai rata-rata warna yang

diberi oleh panelis berkisar antara 1,02- 1,13 (putih kekuningan). Hal ini disebabkan

karena kedelai yang digunakan untuk membuat susu kedelai berwarna kuning

sehingga susu dan soygurt yang dihasilkan menjadi putih kekuningan. Selain itu,

kandungan vitamin B2 (riboflavin) juga menyebabkan warna susu maupun soygurt

menjadi kekuningan seperti dikemukan oleh Winarno (1988) bahwa riboflavin dapat

memberikan warna lemak pada susu menjadi kekuningan. Penambahan beberapa

jenis gula tidak mempengaruhi warna soygurt karena gula yang ditambahkan hanya

akan dimanfaatkan oleh mikrobia sebagai sumber energi dan sebagian akan

digunakan untuk menghasilkan asam-asam organik. Selama fermentasi tidak terjadi

perubahan warna pada susu kedelai.

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan beberapa

jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap aroma soygurt yang dihasilkan. Nilai

rata-rata aroma yang diberi oleh panelis berkisar antara 1,71-1,98 (beraroma langu).

Aroma langu merupakan bau khas dari kacang-kacangan. Timbulnya aroma langu

Page 16: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

disebabkan oleh kerja enzim lipoksigenase yang terdapat pada biji kedelai. Aroma

langu muncul saat pengolahan yaitu setelah tercampurnya lipoksigenase dengan

lemak kedelai. Menurut Koswara (1995), aroma langu dapat dikurangi dengan jalan

melakukan penggilingan dengan air panas karena pada suhu tinggi enzim

lipoksigenase menjadi tidak aktif. Winarno (1993) menyatakan bahwa rasa dan aroma

langu adalah rasa yang tidak disenangi oleh berbagai golongan masyarakat dan ini

dapat diatasi dengan penambahan citarasa baru seperti vanila.

Proses fermentasi diharapkan juga dapat mengurangi aroma langu karena pada

proses fermentasi susu kedelai akan dihasilkan asam-asam organik yang dapat

meningkatkan citarasa. Namun, dari hasil penelitian ini didapat bahwa fermentasi

susu kedelai dengan penambahan beberapa jenis gula tidak mampu menutupi aroma

langu pada soygurt yang dihasilkan. Aroma langu lebih dominan dibandingkan

dengan dengan aroma dari asam-asam organik yang dihasilkan selama fermentasi.

Menurut Yusmarini et al, (1998) asam-asam organik yang terdapat pada soygurt yang

dibuat dengan penambahan sukrosa adalah asam laktat, asam sitrat, dan asam

suksinat.

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa soygurt yang dibuat

dengan penambahan sukrosa sebesar 7% (S) mempunyai rasa yang berbeda dengan

perlakuan lain. Nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis untuk soygurt yang dibuat

dengan penambahan sukrosa 7% adalah 2,78 (tidak asam/berasa manis), sedangkan

perlakuan lain berkisar antara 1,42-1,64 (kurang asam hingga asam). Perbedaan ini

disebabkan antara lain karena sukrosa mempunyai tingkat kemanisan yang lebih

tinggi dibandingkan glukosa dan laktosa sehingga soygurt yang dihasilkan

mempunyai rasa manis dan tidak terlalu asam. Menurut Meyer (1978), tingkat

kemanisan gula yang tertinggi berturut-turut adalah fruktosa, sukrosa, glukosa,

galaktosa dan laktosa. Di samping itu, proses fermentasi sukrosa oleh S. thermophilus

dan L. bulgaricus lebih lama dibandingkan dengan glukosa dan laktosa. Dalam

jangka waktu 18 jam fermentasi, jumlah sukrosa yang terfermentasi lebih sedikit

sehingga jumlah asam yang dihasilkan juga sangat terbatas, hal ini terbukti dengan

Page 17: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

masih tingginya nilai pH soygurt yang dihasilkan yakni 5,01, sedangkan pada

perlakuan lain jumlah gula yang terfermentasi relatif lebih banyak sehingga asam-

asam organik yang dihasilkan juga lebih banyak. Hal ini ditandai dengan rendahnya

pH soygurt yakni berkisar antara 3,96-4,01.

Berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa soygurt yang dihasilkan

dari penambahan beberapa jenis gula berbeda nyata dalam hal tingkat kesukaan. Nilai

rata-rata tingkat kesukaan yang diberikan oleh panelis untuk perlakuan yang

ditambah sukrosa 7% adalah 1,53 (antara suka dan kurang suka), sedangkan pada

perlakuan lain berkisar antara 2,11- 2,65 (kurang suka hingga tidak suka) seperti

terlihat pada Tabel 2.

Perbedaan tingkat kesukaan ini erat kaitannya dengan rasa soygurt.

Umumnya panelis lebih menyukai soygurt yang rasanya tidak terlalu asam. Seperti

dikemukakan di atas bahwa soygurt yang dibuat dengan penambahan sukrosa 7%

mempunyai rasa yang tidak terlalu asam dan masih berasa manis, sedangkan soygurt

dari perlakuan lain mempunyai rasa yang asam sehingga kurang disukai oleh panelis.

Menurut Kanda et al (1976), tujuan penambahan sukrosa dalam pembuatan soygurt

Page 18: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

adalah untuk meningkatkan sumber energi bagi mikrobia. Protein susu kedelai dapat

digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi mereka yang alergi terhadap laktosa

(lactose intolerance) atau bagi mereka yang tidak menyukai susu sapi karena

soyghurt tidak mengandung laktosa (gula susu). Sukrosa memiliki C (karbon)

terbanyak dibanding fruktosa, glukosa, dan laktosa.

Page 19: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

KESIMPULAN

Soygurt merupakan produk fermentasi susu kedelai dengan menggunakan

bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang telah umum

dipakai dalam proses pembuatan yogurt. Selama proses fermentasi susu kedelai

menjadi soygurt terjadi perubahan pH. Susu kedelai yang awalnya mempunyai pH

6,66 setelah difermentasi selama 18 jam dengan menggunakan bakteri Streptococcus

thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus mengalami penurunan pH yakni berkisar

antara 3,96-5,01. Semakin banyak sumber gula yang dapat dimetabolisir maka

semakin banyak pula asam-asam organik yang dihasilkan sehingga secara otomatis

pH juga akan semakin rendah.

Dalam pembuatan soygurt diperlukan susu kedelai dengan total padatan yang

lebih tinggi. Jika total padatan susu kedelai terlalu rendah maka soygurt yang

dihasilkan menjadi kurang sempurna. Rendahnya total padatan pada susu kedelai

menyebabkan kurangnya sumber energi bagi mikrobia untuk pertumbuhannya.

Penambahan gula cenderung meningkatkan kandungan protein soygurt. Terjadinya

peningkatan kandungan protein dari susu kedelai menjadi soygurt disebabkan karena

adanya penambahan protein dari mikrobia yang digunakan. Kandungan lemak pada

susu kedelai berbeda nyata dengan kandungan lemak soygurt. Terjadi penurunan

kandungan lemak pada soygurt yang dihasilkan. Hal ini disebabkan selama

fermentasi, lemak akan dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Hasil penilaian organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tingkat kesukaan)

penambahan beberapa jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap warna soygurt.

Kedelai yang digunakan untuk membuat susu kedelai berwarna kuning sehingga susu

dan soygurt yang dihasilkan menjadi putih kekuningan. Selain itu, kandungan vitamin

B2 (riboflavin) juga menyebabkan warna susu maupun soygurt menjadi kekuningan.

Penambahan beberapa jenis gula berpengaruh tidak nyata terhadap aroma soygurt

yang dihasilkan. Perbedaan ini disebabkan antara lain karena sukrosa mempunyai

tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan glukosa dan laktosa sehingga

Page 20: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

soygurt yang dihasilkan mempunyai rasa manis dan tidak terlalu asam. Soygurt yang

dibuat dengan penambahan sukrosa 7% mempunyai rasa yang tidak terlalu asam dan

masih berasa manis, sedangkan soygurt dari perlakuan lain mempunyai rasa yang

asam sehingga kurang disukai.

Page 21: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

DAFTAR PUSTAKA

Andhika,1982. Mempelajari Pembuatan Yoghurt Susu Kedelai, skripsi, Fateta IPB,

Bogor, Halaman 1-3 dan 6-8.

Buckle, dkk. 1987. “Ilmu Pangan”, diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono.

Universitas Indonesia: Jakarta.

Chandan, R.C. & Shahani, K.M. 1993. Yoghurt. Di dalam Hui (ed.). Dairy Science

and Technology Handbook-Product Manufacturing. New York.

Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil

Olahannya. Yogyakarta: Liberty.

Fardiaz, S., dan B.S.L Jenie, 1982. Pengaruh Penambahan Susu Skim Bubuk dan

Komposisi Starter Terhadap Mutu Yoghurt Kedelai, Buletin Penelitian Ilmu

dan Teknologi Pangan, Bogor, Halaman 231-248.

Hadiwiyoto, S. 1994. “Teori Dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil

Olahannya”. Liberty: Yogyakarta

Herastuti, S.R., Sujiman, R.S. & Ningsih, N. 1994. Pembuatan pati gude (Cajanus

cajan L.) dan pemanfaatan hasil sampingnya dalam pembuatan yoghurt dan

tahu. Laporan Hasil Penelitian. Purwokerto: Fakultas Pertanian UNSOED.

Kanda, H., Wang, H.L., Heseltine C.W. & Kramer, K. 1976. Yoghurt production by

Lactobacillus fermentation of soybean milk. Proc. Bichem. 23-25.

Kartika, B. P. Hastuti, W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.

UGM Press. Yogyakarta

Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Lee, S.Y., Morr, C.V. & Seo, A. 1990. Comparison of Milk-Based and Soymilk-

Based Yogurt. J.Food Sci. 55 : 532 – 536.

Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. Connecticut: The AVI Publishing Company.

Soemardi dan R. Thahir. 1993. Pascapanen Kedelai. hlm. 429-440. Dalam Kedelai.

Cetakan II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Page 22: teknologi pengolahan pangan-soyghurt

Sudarmadji, S., Haryono B. & Suhardi. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Hasil

Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Tamime, A.Y. & Robinson, R.K. 1985. Yoghurt Science and Technology. New York:

Pergamon Press.

Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia.

Yusmarini. 1997. Perubahan oligosakarida dan fraksi protein selama proses

pembuatan yogurt dari susu kedelai. Tesis. Yogyakarta: UGM.

Yusmarini, Adnan M. & Hadiwiyoto S.. 1998. Perubahan Oligosakarida pada Susu

Kedelai dalam Proses Pembuatan Yogurt. Berkala Penelitian Pasca Sarjana

(BPPS). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Yusmarini,2004. Evaluasi Mutu Soygurt yang dibuat dengan Penambahan beberapa

Jenis Gula. Jurnal penelitian.Universitas Riau. Riau.