Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

89
TEKNIK TENAGA LISTRIK Hendra Marta Yudha

Transcript of Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Page 1: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

TEKNIK TENAGA LISTRIK

Hendra Marta Yudha

Page 2: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

HENDRA MARTA YUDHA TEKNIK TENAGA LISTRIK @2006, Dipublikasikan oleh Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya TIDAK SATUPUN DARI BAGIAN BUKU INI DAPAT DIREPRODUKSI DALAM BENTUK APAPUN TANPA SEIZIN PENULIS

DITULIS OLEH : Hendra Marta Yudha, Ir, MSEE. ALAMAT : Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unsri

Jl. Raya Prabumulih KM 32 Inderalaya OI – 30662; Telp (0711) 580283- 318373 E-mail: [email protected]

DICETAK PADA PERCETAKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2006 \

Page 3: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

UNTUK ISTRI DAN ANAK-ANAKKU RIANDRA VERDION DAN REANATHA CASSANDRA

YANG SECARA TERUS MENERUS MENDORONGKU UNTUK MENYELESAIKAN BUKU INI

Page 4: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

KATA PENGANTAR Rele Proteksi merupakan bagian penting dalam sebuah sistem tenaga elektrik, tidak

memiliki manfaat pada saat sistem berada dalam kondisi normal, namun sangat dibutuhkan

bilamana sistem tengah mengalami gangguan dan kondisi tidak normal. Rele Proteksi

dibutuhkan untuk menginisiasi pemutusan dan mengisolasi daerah yang mengalami

gangguan dan menjaga agar daerah yang tidak mengalami gangguan tetap dapat

menjalankan fungsinya.

PENULIS, HENDRA MARTA YUDHA, IR, MSEE

Page 5: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR BAB 1 PENDAHULUAN DAN PHILOSOFI UMUM 1 1. 1 PENDAHULUAN DAN PHILOSOFIE UMUM 2

1. 2 TIPIKAL RELE PROTEKSI DAN SISTEM RELE 3

1. 3 KEANDALAN 1. 4 SELEKTIVITAS 1. 5 ZONA PROTEKSI 1. 6 STABILITAS 1. 7 KECEPATAN 1. 8 SENSITIVITAS 1. 9 PROTEKSI UTAMA DAN PROTEKSI CADANGAN 1.10 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM

PROTEKSI 23 1.11 KLASIFIKASI RELE

33 1.12 UNJUK KERJA RELE 1.13 INFORMASI UNTUK APLIKASI RELE 1.14 DEFINISI DAN TERMINOLOGI

BAB 2 SATUAN-SATUAN DASAR: HARGA PERUNIT DAN PERSEN

2. 1 PENDAHULUAN 2. 2 DEFINISI PERUNIT DAN PERSEN 2. 3 ALJABAR VEKTOR 2. 4 MANIPULASI BESARAN-BESARAN KOMPLEKS 2. 5 NOTASI IMPEDANSI 2. 6 HUKUM-HUKUM RANGKAIAN DASAR 2. 7 MERUBAH HARGA PERUNIT (PERSEN) UNTUK BERBAGAI HARGA DASAR

BAB 3 PERHITUNGAN GANGGUAN

3. 1 PENDAHULUAN 3. 2 ANALISIS KOMPONEN SIMETRIS 3. 3 PERSAMAAN DAN RANGKAIAN EKIVALEN UNTUK BERBAGAI TIPE GANGGUAN

3. 4 PENGARUH SISTEM PENTANAHAN PADA BESARAN

URUTAN NOL BAB 4 TRANSFORMATOR ARUS DAN TEGANGAN

4. 1 PENDAHULUAN 4. 2 TRANSFORMATOR TEGANGAN 4. 3 TRANSFORMATOR ARUS

Page 6: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

BAB 5 DASAR-DASAR PROTEKSI 5. 1 PENDAHULUAN 5. 2 PRINSIP-PRINSIP DIFERENSIAL 5. 3 MASALAH DASAR SISTEM PROTEKSI 5. 4 RELE-RELE ELEKTROMAGNETIK 5. 5 RELE-RELE STATIK

BAB 6 PROTEKSI ARUS LEBIH DAN GANGGUAN TANAH

6. 1 PENDAHULUAN 6. 2 PROSEDUR KOORDINASI 6. 3 PRINSIP-PRINSIP GRADING ARUS – WAKTU 6. 4 MARGIN GRADING 6. 5 CONTOH TIPIKAL GRADING ARUS DAN WAKTU

BAB 7 PROTEKSI GENERATOR

7. 1 PENDAHULUAN BAB 8 PROTEKSI TRANSFORMATOR DAN PENYULANG TRANSFORMATOR

8. 1 PENDAHULUAN

BAB 9 PROTEKSI MOTOR BAB 10 PROTEKSI BUSBAR DAFTAR ACUAN

LAMPIRAN

Page 7: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

TEKNIK TENAGA LISTRIK

Page 8: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

1. PENDAHULUAN 1. 1 UMUM

Sistem tenaga listrik dapat dikelompokkan atas tiga komponen utama (Gambar 1.1) sebagai berikut:

• Sistem Pembangkit • Sisten Transmisi • Sistem Distribusi

Gambar 1.1: Diagram sederhana tipikal sistem tenaga elektrik

1. 1. 1 Pusat Pembangkit Sistem pembangkitan terdiri atas unit – unit pembangkit yang umumnya tersebar luas pada daerah pelayanan sistem interkoneksi Stasiun pembangkit umumnya terdiri lebih dari satu unit pembangkit Berdasarkan bahan masukan energi primer, pembangkit dapat dibedakan menjadi: 1. pusat listrik tenaga diesel-PLTD

Page 9: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

2. pusat listrik tenaga uap-PLTU 3. pusat listriktenaga air-PLTA 4. pusat listrik tenaga panas bumi-PLTP 5. pusat listrik tenaga angin dan ombak laut 6. pusat listrik tenaga Nuklir Jenis bahan bakar untuk PLTD adalah solar, PLTU berupa residu, minyak, batubara, gas atau nuklir. Dalam rangka menaikkan efisiensi dijumpai pembangkitan campuran seperti PLTGU Keuntungan PLTGU adalah proses pembangkitan listrik dapat dilaksanakan secara bertahap dimana pada tahap awal PLTGU bekerja dengan sistem open cyle dan waktu pelaksanaannya relatif lebih cepat, cocok memenuhi kebutuhan mendesak Tegangan keluaran Generator berkisar antara 6,6 hingga 24 kV dan tidak ada standar umum yang dibuat mengatur tegangan keluaran generator. 1. 1. 2 Sistem Transmisi Sebelum energi listrik ditransmisikan maka hal pertama yang dilakukan adalah menaikkan tegangan generator Di Indonesia level tegangan Transmisi adalah 70kV, 150 kV dan 500 kV. Di beberapa daerah masih terdapat level tegangan transmisi yang lebih rendah yaitu 30 kV atau dengan tegangan jaringan 20 kV. Di samping saluran udara tegangan tinggi terdapat pula saluran tegangan tinggi bawah tanah Sering pula interkoneksi antara dua sistem pada pulau-pulau yang berbeda dilakukan dengan menggunakan kabel dibawah laut yang sering disebut sebagai submarine cable.

Gardu induk merupakan bagian dari suatu sistem transmisi dimana dilakukan penurunan tegangan ke tingkat yang lebih rendah yang cocok dalam sistem distribusi tenaga listrik Gardu induk digunakan pula sebagai tempat transit daya listrik dari satu penyulang ke penyulang lain sehingga dapat juga disebut sebagai gardu atau tempat interkoneksi

Terdapat berbagai macam jenis gardu yang bisa dikategorikan menurut: 1. Level tegangannya 2. Fungsinya 3. Sistem konfigurasinya. Terdapat dua jenis Gardu Induk, yaitu: Indoor atu Outdoors 1.1.3 Sistem Distribusi Sistem distribusi tenaga listrik meliputi semua jaringan tegangan menengah 20 kV dan semua jaringan tegangan rendah 380/220 V hingga meter-meter pelanggan Distribusi tenaga listrik dilakukan dengan menarik kawat distribusi baik penghantar udara maupun penghantar dibawah tanah dari mulai gardu induk hingga ke pusat beban

Page 10: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Setiap elemen jaringan distribusi pada lokasi tertentu dibangun gardu distribusi dimana tegangan distribusi diturunkan ke level tegangan yang lebih rendah yaitu 20 kV menjadi 380/220 V Para pelanggan listrik dilayani dengan menarik kabel tegangan rendah atau dapat juga dilayani secara khusus dengan menggunakan jaringan tegangan menengah baik 150kV ataupun dengan jaringan tegangan 20kV Keuntungan perusahaan listrik dalam pelayanan ini antara lain

Tidak membutuhkan investasi instalasi JTR rugi-rugi yang rendah pelaksanaan pembanunan yang lebih cepat

Terdapat beberapa sistem jaringan distribusi antara lain:

Radial Loop Spindle

Sejalan perkembangan teknologi, pengelolaan dan pengaturan sistem tenaga listrik mulai dari pembangkitan, transmisi dan distribusi semakin berkembang Sistem pengaturan berkembang mulai dari sistem pengaturan :

- konvensional, tiap-tiap subsistem butuh operator - berbasis komputer agar sistem konvensional tersebut dapat dipantau dan

diawasi - terintegrasi dimana sub sistem tidak memerlukan operator lagi, yang berarti

fungsi operator diambil alih sepenuhnya oleh eperator control centre Salah satu aspek penting dari segi ekonomi adalah perlunya pengelolaan sistem tenaga listrik dengan rugi pembangkitan, trasmisi dan distribusi yang serendah-rendahnya Pengendalian sistem tenaga dengan menggunakan:

- static compersator, untuk memperbaiki rugi-rugi tegangan - load frequancy control, untuk menjaga kualitas tenaga - automatic generation control, untuk mengalokasikan beberapa pembangkit

secara optimal dan ekonomis

Page 11: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

2. KUANTITAS LISTRIK FUDAMENTAL 2. 1 DEFINISI DAN PARAMETER RANGKAIAN A. Satuan Dasar Dalam sistem ketenaga listrikandigunakan satuan dasar sistem SI, dimana untuk ukuran panjang digunakan satuan meter (m), berat dalam kilogram (kg), waktu dalam detik (s), sedangkan besaran dasar sistem kelistrikan untuk arus adalah ampere (A), yang dapat didefinisikan memakai terminologi Gaya (F) persatuan panjang antara dua konduktor yang dialiri arus, yang dapat ditulis dalam hubungan berikut:

dIIkF '

=

Page 12: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

dimana: F : Gaya (N/m) d : Jarak antar konduktor (m) I/I’ : Arus pada masing-masing konduktor (A) K : Konstanta, k = µ0/2π

Satuan arus, Ampere didefinisikan sebagai besaran arus yang bilamana mengalir dalam dua buah konduktor paralel yang terletak diruang hampa dapat menimbulkan gaya antara kedua konduktor sebesar 2 x 10-7 N/m. Satuan Amper yang sering di pakai. 1 mA = 1 miliamper = 10 A 3−

1 μ A = 1 mikroamper = 10 A 6−

Arah aliran arus berdasarkan konvensi berlawanan dengan arah aliran elektron, seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Arah pergerakan elektron dan arus B. Muatan, q Arus listrik mengalir dalam sebuah konduktor bilamana muatan q ditransfer dari satu titik ke titik lain dalam konduktor. Relasi arus dan muatan dapat dituliskan sebagai berikut:

)(det)

ikcoulomb()(

dtdqamperei =

beberapa penulis menggunakan muatan (q) sebagai besaran dasar listrik, alam hal ini, maka Gaya antara dua muatan q dan q’ yang terpisah sejauh d, dapat dinyatakan dalam hukum Coulomb sebagai berikut:

2

'd

qqkF =

dimana: F : Gaya (N/m) d : Jarak antar konduktor (m) q/q’ : Muatan pada masing-masing konduktor (C) k : Konstanta, k = 1/4πε0

Satuan Coulomb yang sering di gunakan : 1μ C = 1 mikrocoulomb = 10-6 C

Page 13: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

1pC = 1 pikocoulomb = 10-12 C Muatan yang dibawa oleh sebuah elektron (-e) atau photon (+e) adalah e =1,602 x 10-19 C C. Beda Potensial, V Beda potensial (v) antara dua titik diukur berdasarkan berapa besar kerja (Usaha) yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan muatan dari satu titik ke titik lain. 1 Volt adalah 1 Joule usaha yang diperlukan untuk memindahkan 1 Coulomb muatan dari satu titik ke titik lain.

Coulomb 1

Joule1Volt1 =

D. Daya, p Daya listrik p merupakan hasil perkalian antara tegangan v, dan arus i, sebagai berikut: p (Watt) = v (Volt) x i (Ampere) Arus positif sesuai dengan definisi mempunyai arah yang sama dengan tanda panah pada sumber tegangan, arus meninggalkan tanda + dari terminal tegangan seperti diberikan dalam Gambar 2.2. Bilamana p positif, artinya sumber memberikan energi ke rangkaian, jika p merupakan fungsi priodik dengan prioda sepajang T, maka daya rata-rata P adalah sebagai berikut:

∫=T

pT

P0

1 dt

Gambar 2.2. Daya listrik p hasil perkalian antara v dan i

E. Energi, W Daya, p adalah perubahan energi persatuan waktu, atau:

Page 14: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

dtdWp =

∫=2

1

t

t

dtp

,

sehingga energi dapat dinyatakan sebagai berikut:

W

F Tahanan, Induktor dan Kapasitor Bila energi listrik diberikan pada suatu sirkit elektrik, maka sirkit tersebut akan bereaksi dengan salah satu atau beberapa cara dari tiga cara berikut. Jika energi dikonsumsi, maka elemen sirkit tersebut adalah tahanan murni. Jika energi disimpan dalam medan magnetik, elemen rangkaian tersebut adalah induktor murni. Dan jika energi tersebut disimpan dalam medan listrik, maka elemen rangkaian tersebut adalah kapasitor murni.. Dalam peralatan listrik sesungguhnya, elemen rangkaian yang ada mungkin terdiri lebih dari satu elemen, mungkin saja ketiga elemen tersebut ada pada sebuah sirkit yang sama, namun salah satu mungkin saja lebih dominan. Sebuah koil mungkin dedesain untuk memiliki impedansi tinggi, namun kawat yang dipergunakan tentu saja memiliki tahanan, sehingga koil tersebut memiliki sifat kedua elemen tersebut.

F. 1 Resistor, R

Beda potensial v antara terminal sebuah tahanan murni akan berbanding langsung dengan arus yang melalui tahanan tersebut. Ratio tegangan dan arus tersebut disebut tahanan R, dan dinyatakan dalam hubungan berikut:

iRv = dan

Rv

=i

Besaran v dan i, mungkin saja bukan merupakan fungsi waktu, seperti pada arus searah. Huruf kecil (v, i, p) menunjukkan fungsi waktu, sedangkan penggunaan huruf besar (V, I,

Page 15: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

P) menunjukkan harga konstan, peak, atau harga maksimum bila diberi subskrip (Vm, Im, Pm) F. 2 Induktor, L

Bila arus dalam rangkaian berubah, fluks magnetik pada sirkit yang sama juga akan berubah. Perubahan fluks ini mengakibatkan terinduksinya tegangan emf v pada sirkit tersebut. Besarnya v tergantung pada perubahan arus yang terjadi bilamana permeabilitas diasumsikan konstan, dan dapat ditulis dalam hubungan berikut:

dtdiLv =

dan

∫= dtvL1i

Bilamana v dalam Volt, dan di/dt dalam ampere/detik, maka satuan bagi L adalah volt-detik/ampere atau henry. F. 1 Kapasitor, C

Perbedaan potensial v pada terminal kapasitor berbanding langsung dengan muatan q yang besarnya konstan disebut dengan Kapasitoir C. Hubungan antara besaran tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

vCq =

dtdvC

dtdq

=i =

∫= dtiC1 v

Page 16: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Bila muatan q dalam Coulomb dan v dalam volt, C dalam Coulomb/volt atau Farad. (1 μF = 1 mikrofarad = 10-6 F, dan 1 pikofarad = 1 pF = 10-12 F) 2. 2 HUKUM KIRCHHOFF

1. Jumlah arus yang menuju suatu titik cabang sama dengan jumlah arus yang meninggalkan cabang tersebut. Jika arus menuju titik cabang dinyatakan positif, maka yang meninggalkan titik cabang bertanda negatif. Dengan demikian jumlah arus pada titik cabang tersebut adalah NOL.

2. Jumlah potensial rises dari sebuah sirkit tertutup sama dengan jumlah potensial

drop pada sitkit tersebut. Dengan katalain, jumlah aljabar dari potensial yang mengelilingi sirkit tersebut sama dengan NOL

Page 17: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

3. HARGA EFEKTIF DAN RATA-RATA 3. 1 BENTUK GELOMBANG Representasi piktorial atau graph dari v, i, dan p, dan seterusnya adalah bentuk gelombang dari tegangan, arus, dan daya. Analisis rangkaian hanya dilakukan untuk fungsi-fungsi priodik, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3-1. jika fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi priodik, paling sedikit dibutuhkan satu prioda untuk menggambarkan bentuk gelombangnya.

Gambar 3.1 Beberapa fungsi priodik Fungsi tegangan dan arus, v dan i adalah ekspresi matematis yang dapat diberikan dalam beberapa bentuk, contohnya fungsi sinus atau cosinus.

Page 18: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Gambar 3.2: Contoh fungsi sinus dan cosinus 3. 2 HARGA RATA-RATA Fungsi umum y(t) dengan prioda T, memiliki harga rata-rata YAV sebagai berikut:

∫T

dttyT 0

)(1=AVY

3. 3 HARGA EFEKTIF ATAU ROOT MEAN SQUARE Arus i dalam sebuah elemen tahanan murni akan menghasilkan daya p dengan daya rata-rata P. Harga yang sama diperoleh dari arus konstan I. Arus i memiliki harga efektif atau harga rms Irms yang sama dengan I. Hal yang sama berlaku untuk v, dengan harga efektif Vrms atau V. Fungsi umum y(t) dengan prioda T, mempunyai harga efekti Yrms sebesar:

∫=T

rms tyT

Y0

2)(1 dt

Harga efektif dari funsgsi a sin ωt dan a cos ωt adalah 2

a

4. TEGANGAN DAN ARUS SINUSOIDAL

Page 19: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

4. 1 PENDAHULUAN Bilamana hokum-hukum Khirchhoff diterapkan pada suatu rangkaian hasilnya selalu berupa sebuah persamaan Integrodifferensial. Metode persamaan akan menghasilkan penyelesaian yang dibutuhkan. Apabila metoda ini digunakan untuk menentukan arus yang ditimbulkan oleh suatu sumber tegangan, arus akan terbagi dalam dua bagian yang sebagian adalah transient dan sebagian lagi tunak yang akan tetap sampai terjadi perubahan lain. Mengingat mahasiswa yang masih mengikuti kuliah ini pada umumnya belum dapat mengadopsi teknik penyelesaian persamaan differensial maka focus pembahasan akan disederhanakan. 4. 2 ARUS dan TEGANGAN SINUSOIDAL Bila arus yang melalui suatu sirkit yang memiliki elemen tunggal murni, masing-masing elemen adalah R, L, dan C adalah sinusoidal, maka tegangan jatuh pada masing-masing elemen seri adalah sebagai berikut: 4.2. 1 Resistor, R

Bila elemen adalah R, maka tegangan jatuh pada elemen ini adalah sebagai berikut:

i = I sin ω t M

iRv =

M

dan

vR = R I sinω t

Page 20: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

4.2.2. Induktor, L

Bila elemen adalah L, maka tegangan jatuh pada elemen ini adalah sebagai berikut:

i = I sin ω t M

dtdiLv =

tω cos

dan vL = I L ω M

F. 1 Kapasitor, C

Bila elemen adalah C, maka tegangan jatuh pada elemen ini adalah sebagai berikut:

Page 21: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

i = I sin ω t M

vCq =mengingat

dtdvC

dtdq

=i =

maka

∫= dtiC1 Jadi vC = )cos tω(

CI M

ω− v

4. 4 IMPEDANSI Z Impedansi sebuah elemen, cabang, atau sebuah rangkaian adalah ratio antara tegangan dan arus

Impedansi = Arus

TeganganFungsi

Fungsi

Dengan tegangan dan arus sinusoidal ratio ini akan menghasilkan sebuah magnitude dan sudut. Sudut antara v dan i dikenal dengan sudut phasa, ϕ . 4. 5 SUDUT PHASA Jika tegangan dan arus keduanya fungsi sinusoidal dipetakan pada skala waktu yang sama, maka akan terlihat pergeseran (perbedaan) antara keduanya, kecuali untuk sirkuit tahanan murni. Perbedaan ini disebut sudut phasa dan tidak pernah lebih dari 90 0 atau 2/π radian. Berdasarkan kesepakatan sudut phasa ini selalu dijelaskan sebagai ‘bagaimana arus terhadap tegangan’, misal arus i terdahulu dari v sebesar 90 0 pada kapasitor murni, arus tertinggal dari v sebesar 45 pada rangkaian RL seri, i sephasa dengan v pada tahanan murni. Sketsa dibawah ini akan memperjelas pernyataan diatas.

0

Page 22: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Tahanan Murni, R

Arus dan tegangan sephasa pada sebuah sirkuit tahanan murni. Magnitude impedansi adalah R.

Induktor Murni, L

Arus tertinggal dari tegangan sebesar 90 0 atau 2/π radian pada L murni. Magnitude impedansi adalah Lω .

v = Vm cos wt I = Im sin wt Kapasitor Murni, C

Arus terdahulu oleh tegangan sebesar 90 0 atau 2/π radian pada kapasitor murni. Magnitud impedan si adalah 1/ Cω

v = Vm sin wt, Im cos wt RL Seri

1−Arus tertinggal dari tegangan sebesar tan ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

RLω

( )

pada rangkaian RL Seri.

Magnitude Impedansi adalah 22 LR ω+

Page 23: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

RC Seri

Arus terdahulu dari tegangan sebesar ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛−

CRω1tan 1 pada rangkaian RC Seri.

Magnitude Impedansi adalah 2

⎟⎠⎞2 1

⎜⎝⎛+

CR

ω

4. 6 RANGKAIAN SERI DAN PARALEL Untuk elemen-elemen rangkaian yang terhubung secara seri, tegangan total adalah jumlah tegangan jatuh pada masing-masing elemen adalah:

T VVVV +++= 321 nV+...... Bilamana elemen seri tersebut adalah R, L dan C, maka tegangan total adalah vT = vR + vL + vC seperti dalam Gambar berikut.

Page 24: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Bilamana elemen-elemen tersebut terhubung paralel maka total arus pada sirkuit tersebut adalah jumlah arus masing-masing cabang, yaitu:

ni++ ......T iii += 21

5. BILANGAN KOMPLEKS

Page 25: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

5. 1 BILANGAN REAL Sistim bilangan real terdiri dari bilangan rasional dan irrasional. Seluruh bilangan real dapat diletakkan dan dinyatakan dengan titik-titik pada sebuah garis lurus yang disebut ‘real number line’. Setiap titik dinyatakan dengan titik-titik tertentu pada garis bilangan real tersebut, seperti diperlihatkan dalam Gambar 5-1. Akar dari bilangan real positif dapat dinyatakan dalam garis tersebut, namun tidak demikian untuk akar-akar bilangan real negatif.

Gambar 5.1. Garis bilangan real 5. 2 BILANGAN IMAGINER Akar-akar dari bilangan real negative disebut bilangan imajiner murni yaitu : , 1− 2− ,

3− , 16− , dst. Bila kita menyatakan j = 1− , maka 2− = j 2 , 4− = j2, 5− = j 5 , dst.

(Hal ini berlaku untuk j = 1, j2 ( ) ) dstjjjjj ,;1; 5224 ===−=jjj 1.23 −== Seluruh bilangan imajiner murni dapat digambarkan dengan titik-titik pada suatu garis lurus yang disebut ‘imaginary number line’ atau garis bilangan imajiner seperti ditunjukkan pada Gambar 5-2.

Gambar 5.2. Garis bilangan imajiner 5. 3 BILANGAN KOMPLEKS Bilangan kompleks adalah sebuah bilangan dalam bentuk x+jy, dimana x dan y masing-masing adalah bilangan real, sedangkan j = 1− . real dan bagian kedua jy disebut bilangan imajiner. Bila x=0, bilangan kompleks adalah imajiner murni, sedangkan bila y=0, maka bilangan tersebut adalah bilangan real. Sebuah bilangan kompleks termasuk semua bilangan real dan imajiner dan dapat digambar kan dalam satu sumbu, yang terdiri dari sumbu real dan imajiner, seperti diperlihatkan pada Gambar 5-3.

Page 26: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Gambar 5.3. Bilangan kompleks Dua buah bilangan kompleks, a + jb dan c + jd dinyatakan sama jika dan hanya jika a=c dan b=d 5. 4 BENTUK LAIN BILANGAN KOMPLEK Bilamana x = r cosθ , y = r sin θ dan bilangan kompleks Z adalah:

Z = x + jy = r ( )θθ sinj+cos

dimana r = 22 yx + disebut modulus atau harga absolute dari Z, dan sudut θ = disebut amplitude atau argumen Z. xy /tan 1−

Seperti dalam Gambar untuk Z = 5 + j10, maka

Z = 11,16 (Cos 63,40+ jSin 63,40)

Page 27: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Formula Euler, e = cos θj θ + j sin θ , memungkinkan bentuk lain dari bilangan kompleks yang disebut bentuk eksponensial:

Z = θθ jre=sin

θθ ∠=rj

θ rjr +cos Bentuk polar atau sket skeinmetz dari sebuah bilangann kompleks Z yang pemakaiannya sangat luas dalam analisis rangkaian ditulis sbb:

= reZ dimana θ selalu dalam derajat. Keempat bentuk bilangan kompleks dapat dicari dari salah satu bentuk lainnya, yaitu: Rektanguler ; Z = x + jy

θ∠ Polar atau Steinmenz ; Z = r Eksponensial ; Z = re θj

Trigonometrik ; Z = r ( )θθ sincos j+ 5. 5 KONJUGATE BILANGAN KOMPLEKS Konjugate Z * bilangan kompleks Z = x + jy adalah bilangan kompleks

Z * = x – jy. Contoh dua pasang konjuget bilangan kompleks adalah:

1. 3 – j2 ; 3 + j2 2. -5 + j4 ; -5 – j4

Untuk bentuk-bentuk bilangan kompleks lain dan konjugatnya adalah :

Z = x + jy ; Z = x – jy *

θ∠ ; Z =* θ−∠rθj θ−− jre

Z = r Z = re ; Z =* Z = r ( )θθ sinjcos + ; Z ( )θsinj−

2

2

θcos* r=

5. 6 OPERASI BILANGAN KOMPLEKS 5.6.1. Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks Untuk menjumlahkan bilangan kompleks, tambahkan masing-masing bagian secara terpisah. Demikian pula untuk pengurangan, perkurangan masing-masing bagian secara terpisah seperti contoh berikut :

Z = 5 – j2 dan Z = -3 – j8, maka Z1 + Z = ( 5-3) + j (-2-8) = 2 – j10 Z - Z1 = (-3-5) + j(-8+2) = -8-j6

Page 28: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

5.6.2. Perkalian Bilangan Kompleks Perkalian dua bilangan kompleks bila keduanya dalam bentuk bilangan eksponensial mengikuti aturan bilangan eksponen

Z1 Z 2 = ( )( ) ( )2121

θθ +jer2121

θθ =jj rerer Demikian pula bila dalam bentuk polar Z1 Z 2 = ( )( ) 12221 1 2θθθθ +∠=∠∠ rrrr Sedangkan untuk bentuk rectangular, perkalian keduanya didapat dengan memperlakukannya sebagai binomial, yaitu: Z1 Z 2 = ( )( 211 jyxjyx + )2+ = x 2y1

2212121 yjxjyyjxx +++

= ( ) ( )21212121 xyyxjyyxx ++− 5.6.3. Pembagian Bilangan Kompleks Pembagian bilangan kompleks dalam bemtuk eksponensial mengikutio aturan eksponensial, yaitu:

)2(

2

1

2

1

2

1 1

2

1θθ

θ

θ−== d

j

j

err

erer

ZZ

Bentuk Polar atau Steinmetz

2θ12

1

22

11

2

1 θθθ

−∠=∠∠

=rr

rr

ZZ

Pembagian bilangan kompleks dalam bentuk rektanguler hanya dapat dilakukan dengan mengalikan penyebut dan pembilang dengan konjugat pembilang.

( ) ( )2

22

2

2212121

22

22

22

11

2

1

yxxyxyjyyxx

jyxjyx

jyxjyx

ZZ

+−++

=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−−

++

= 1

6. IMPEDANSI KOMPLEKS DAN NOTASI PHASOR 6. 1 IMPEDANSI KOMPLEK Tinjau sebuah rangkaian seri RL yang diberi catu tegangan v = Vmejωt, seperti diperlihatkan dalam Gambar. Dengan Formula Eulers, fungsi ini terdiri dari terminologi sinus dan cosinus, yaitu Vm cos ωt + j sin ωt. Menurut Hukum Kirchhoff, berlaku:

Page 29: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Ri +

dtdiL = Vmejωt

Persamaan diferensial orde satu ini memiliki penyelesaian dalam bentuk arus i= Kejωt. Substitusi persamaan arus ini kedalam persamaan tegangan diatas

R Kejωt + jωL Kejωt = Vmejωt Dari persamaan diatas dapat ditentukan bahwa

K = LjR

Vω+

dan i = m

LjRVm

ω+ ejωt

Ratio fungsi tegangan dan fungsi arus memperlihatkan bahwa impedansi yang ada adalah sebuah impedansi kompleks, dengan bagian real R dan bagian imajiner ωL, sebagai berikut: Z = R + j ωL Selanjutnya mari kita lihat rangkaian seri RC yang diberi catu tegangan yang sama, maka berlaku:

Ri + ∫= i dtC

v 1 = Vmejωt

Persamaan diferensial orde satu ini memiliki penyelesaian dalam bentuk arus i = Kejωt. Substitusi persamaan arus ini kedalam persamaan tegangan diatas

R Kejωt +Cjω

1 Kejωt = Vmejωt

Page 30: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Dari persamaan diatas dapat ditentukan bahwa

K = CjR

Vm

ω1+ =

)1( CjRVm

ω−

dan

i = )/1( Cj

Vm

ωR − ejωt

Ratio fungsi tegangan dan fungsi arus memperlihatkan bahwa impedansi yang ada adalah sebuah impedansi kompleks, dengan bagian real R dan bagian imajiner -1/ωC, sebagai berikut: Z = R - j (1/ωC) 6. 2 NOTASI PHASOR Tinjau fungsi f(t) = r ejωt. Besaran ini adalah besaran komplek yang mengandung variabel t, meskipum besaran absolute r tetap. Bilamana beberapa sketsa kita gambarkan untuk berbagai harga t, seperti diperlihatkan dalam Gambar berikut.

dengan ω konstan, sekmen garis akan berputar dengan arah putaran berlawanan dengan arah putaran jarum jam. Apabila kita amati, proyeksi sekmen garis yang berputar ini, baik dalam sumbu x, maupun sumbu y, maka terlihat bahwa proyeksi ini menunjukkan formula Eulers ejωt

Pada bagian sebelumnya kita telah melihat sebuah rangkaian seri terdiri dari elemen RL dengan catuan tegangan v = Vmejωt, maka akan mengalir arus

Page 31: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

sebesar i = LωjR

Vm

+ ejωt, maka notasi phasor dari tegangan dan arus tersebut

dapat digambarkan seperti pada Gambar berikut ini:

Page 32: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

7. DAYA, FAKTOR DAYA

. 1 DAYA RATA-RATA, P

injau suatu kondisi ideal dimana sebuah rangkaian pasiv, terdiri dari sebuah elemen

p = v i = Vm Im (sin ωt) (sin ωt – π/2)

engingat bahwa sin (ωt – π/2) = - cos ωt dan 2 sin x cos x = 2 sin x, diperoleh:

p = v i = - ½ Vm Im sin 2ωt

asil ini dapat dilihat dalam ilustrasi pada Gambar berikut ini.

7 Tinduktif, yang diberi catu tegangan v = Vm sin ωt. Arus yang mengalir dalam rangkaian tersebut adalah i = Im sin(ωt – π/2). Daya yang mengalir dalam rangkaian tersebut m H

ari gambar dapat dilihat bahwa, bilamana besaran tegangan dan arus pada polaritas yang

in, baik pada rangkaian kapasitif maupun rangkaian resistif ditunjukkan

angkaian Kapasitif

Dsama, daya p akan positif dan energi mengalir dari sumber menuju induktor, sedangkan bilamana arus dan tegangan memiliki tanda berbeda, daya p akan negatif, energi membalik dari induktor menuju sumber. Pada keadaan seperti ini, harga daya rata-rata P akan sama dengan NOOL Untuk kasus ladalam Gambar berikut; R

Page 33: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

angkaian Resistif R

elanjutnya mari kita lihat kasus umum pada sebuah rangkaian pasiv umumnya. yang

p = v i = Vm Im (sin ωt) (sin ωt + φ)

engingat bahwa

n A sin B = ½[cos (A – B) – cos (A + B)] an

cos – A = cos A

aka p = v i = ½ Vm Im [cos φ – cos (2ωt + φ)]

arga daya rata-rata P adalah

Sdiberi catu tegangan v = Vm sin ωt. Maka arus yang mengalir dalam rangkaian tersebut adalah i = Im sin(ωt + φ). Daya yang mengalir dalam rangkaian tersebut m

si

d

m H

Page 34: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

P = ½ Vm Im cos φ = V I cos φ

erminologi cos φ disebut dengan FAKTOR DAYA, disingkat pf. Sudut φ adalah sudut Tantara V dan I, dan besarnya ± 900. Harga P selalu positif, seperti diperlihatkan Gambar berikut.

. 2 DAYA SEMU, S

erkalian VI disebut dengan daya semu, dinyatakan menggunakan simbol S

. 3 DAYA REAKTIF, Q

erkalian VI sin φ disebut dengan daya reaktif, dinyatakan menggunakan

. 4 SEGITIGA DAYA

ersamaan yang berhubungan dengan daya rata-rata, daya semu dan daya a

P = V I cos φ

ila diberikan sebuah rangkaian induktif, dimana arus tertinggal terhadap

7 PSatuan daya semu adalah VA dan kVA 7 Psimbol Q. Satuan daya aktif adalah VAR dan kVAR 7 Preaktif dapat dikembangkan dalam sebuah bentuk geometris berupa segitigyang dikenal dengan sebutan SEGITIGA DAYA, dimana: Q = V I sin φ S = V I B

Page 35: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

tegangan, maka sketsa segitiga daya untuk beban induktif diberikan dalam Gambar berikut

dangkan untuk beban kapasitif dapat dilihat dalam Gambar berikut se ini

. 5 f

etiga sisi, S, P dan Q dari segitiga daya dapat dicari dari perkalian antara P

= Ie

ingkasan dari hal diatas adalah:

P = V I cos φ = I R = Re V I*

7 KVI* Hasil perkalian ini adalah sebuah daya kompleks S, dengan bagian real dan bagian imajiner Q, sebagai berikut: Bilamana V = Vejα dan I = Iej(α+φ), maka S = V I*

j-(α+φ) S = Vejα I S = VI cos φ – j sin φ S = P – jQ R

2 Q = V I sin φ = I2 X = Im V I* S = V I = I2 Z

Page 36: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

8. TRANSFORMATOR

8. 1 PENDAHULUAN Umumnya dibangun jauh dari pusat beban

operasi.

Elektrik, baik disisi Tegangan

o Pembangkit Listrik →o Energi Elektrik → Dibangkitkan pada tegangan 6,6 – 33 kV o Energi Elektrik → Ditransfer via SUTT untuk menekan biayao Energi Elektrik → Disisi konsumen Tegangan Rendah o TRAFO → Dibutuhkan dalam proses transfer Energi

Tinggi maupun Tegangan Rendah

Page 37: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

o TRAFO → Transfer Energi Elektrik dari satu sirkit ke sirkit lain melalui GANDENGAN MAGNETIK

8.2 PRINSIP KERJA dan KONSTRUKSI DASAR

TRANSFORMATOR selanjutnya disebut TRAFO adalah sebuah alat listrik yang mampu mentransfer energi elektrik dari satu sirkit ke sirkit lain pada frekuensi yang sama.

TRAFO dapat dipergunakan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan dalam suatu sirkit, tetapi arus akan turun dan naik juga secara proporsional.

TRAFO terdiri dari dua belitan induktif yang terpisah secara elektris, namum terhubung secara magnetis melalui sebuah jalur reluctance rendah.

Bila salah satu belitan dihubungkan dengan sumber daya ac, maka akan terbangkit fluks magnetis bolak balik, yang akan menghasilkan e.m.f. Bila belitan lainnya tertutup maka akan mengalir arus, sehingga EE dapat ditransfer

Belitan yang terhubung dengan suplai ac disebut belitan primer, sedangkan yang belitan lain disebut belitan sekunder.

Meski pada kondisi aktualnya kedua belitan wounded satu dengan lainnya, akan tetapi untuk keperluan analisis kedua belitan digambarkan terletak berlawan pada inti TRAFO.

Page 38: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Elemen sebuah TRAFO selain kedua belitan adalah sebuah inti terlaminasi. Kedua belitan terisolasi satu dengan lain dan dengan inti.

Tebal laminasi berkisar antara 0,35 mm – 0,50 mm. Berdasarkan cara melilit inti dikenal ada 2 tipe TRAFO, yaitu TIPE INTI dan TIPE CANGKANG

Berdasarkan cara pendinginannya, dikenal 3 tipe TRAFO, yaitu:

OIL FILLED SELF COOLED;

OIL FILLED WATER COOLED;

dan AIR-BLAST.

TRAFO tipe pertama biasa dipakai untuk sistem distribusi.

Page 39: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Belitan primer sebuah TRAFO tidak dapat dihubungkan dengan sumber dc. Bila dihubungkan dengan sumber dc, maka akan timbul fluks konstan, sehingga tidak dihasilkan emf pada belitan sekunder. Bila hal ini dilakukan terus menerus akan mengalir arus yang cukup besar dalam TRAFO yang dapat mengakibatkan kerusakan.

PERSAMAAN E.M.F

Perhatikan Gambar berikut :

Terlihat bahwa FLUKs naik dari nol → makϕ dalam ¼ siklus

Besarnya e.m.f. rata-rata pada suatu TRAFO

4av makdE N N fdtϕ ϕ= =

Mengingat bahwa ϕ bervariasi secara sinusoidal, sehingga harga efektif induksi elektromagnetik menjadi :

Page 40: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

1,11 4, 44rms av makE E f Nϕ= =

harga 1,11 adalah faktor bentuk → harga rms/harga rata-rata

Induksi elektromagnetik pada belitan masing-masing adalah :

1 14, 44 makE f N Voltϕ=

E2 2 makf N Volt4, 44 ϕ=

RATIO TRAFO

Ratio TRAFO (K) : adalah Ratio antara tegangan sekunder terhadap tegangan primer

2 2 2

1 1 1

V E NKV E N

= = =

K > 1 → TRAFO penaik tegangan V2 > V1

K < 1→ TRAFO penurun tegangan V2 > V1

TRAFO ideal berlaku keseimbangan elektrik maupun keseimbangan magnetik, sehingga :

V2 I2 = V1 I1 atau E2 I2 = E1 I1

I2 N2 = I1 N1

Sehingga

Page 41: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

2 1 1

1 2 2

1I E NI E N K= = =

Contoh 1.

A 20 kVA, single phase transformer has 200 turns on primary and 40 turns on the secondary. The primary is connected to 1000 V, 50 Hz supplay. Determine (i) the secondary voltage on open circuit (ii) the current flowing through the two windings on full load and (iii) the maximum value of flux

PENYELESAIAN

(REVIEW DAYA)

2

1

40200

NKN

= =Ratio belitan,

Besarnya induksi elektromagnetik disisi primer

E1 = V1 = 1.000 Volt

(i). Besarnya tegangan sekunder sirkit terbuka :

V2 = E2 = E1 x N2/N1

= 1.000 x 40/200 = 200 Volt

(ii) Arus sisi primer I1 adalah :

11

1.000 20 1.000 201.000

kVA x xI AV

= = =

Arus sisi sekunder I2 adalah :

22 200V

= =1.000 20 1.000 100kVA x xI A=

(iii) Harga fluks maksimum adalah :

1 1.000 0,0225mak

E Wbϕ = = = 14, 44 4,44 50 200fN x x

Page 42: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Contoh 2.

Sebuah TRAFO satu fasa 25 kVA memiliki jumlah belitan primer sebanyak 250 dan jumlah lilitan sekunder sebanyak 40 lilitan. Sisi primer terhubung dengan suplai tegangan 1.500kV, 50Hz. Hitung (i) Arus primer dan sekunder beban penuh (ii) e.m.f. sekunder dan (iii) fluksi maksimum pada inti

PENYELESAIAN

2 40NK = =Ratio belitan, 1 250N

Besarnya induksi elektromagnetik disisi primer

E1 = V1 = 1.500 Volt

(ii) Besar Emf sekunder adalah :

E2 = E1 x N2/N1

= 1.500 x 40/250 = 240 Volt

(i). Besarnya Arus sisi primer dan sisi sekunder

11

1.000 25 1.000 16,6701.500

kVA x xI AV

= = =

21.000 25 1.000kVA x x

2

104,160240

I AV

= = =

(iii) Harga fluks maksimum adalah :

1

1

1.500 27,04, 44 4,44 50 250 maϕ = = k

E mWbfN x x

=

sinmak t

VEKTOR DIAGRAM TRAFO TANPA BEBAN

Bila sisi primer TRAFO diberi catu tegangan ac dan sisi sekunder terbuka, TRAFO tersebut dikatakan tidak berbeban.

Tinjau TRAFO ideal tanpa beban. Bila sisi primer diberi catu V1, akan mengalir arus primer pada belitan primer yang akan menimbulkan fluks ac yang besarnya :

ϕ ϕ ω= .

Fluksi menimbulkan induksi emf yang besarnya adalah :

Page 43: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

)

2sin(cos

)sin(

11

111

πωϕωωϕω

ωϕϕ

−=−=

−=−=

tNtN

tdtdN

dtdNe

makmak

mak

)2

sin(22πωϕω −= tN make

Karena diasumsikan sisi primer tidak terdapat resistansi, maka catu tegangan disisi primer akan mengakibatkan induksi emf yang berlawanan dengan tegangan sesaat disisi primer, yaitu :

)2

sin(11πωϕω −−=−= tNe mak1v

Kesimpulan : Emf induksi yang dihasilkan E1 dan E2 tertinggal terhadap fluksi ϕ sebesar 900 dan tegangan sekunder V2 = E2.

Gambar 3. Vektor Diagram Tanpa Beban

VEKTOR DIAGRAM TRAFO BERBEBAN

Bila sisi sekunder TRAFO dihubungkan lewat impedansi, atau beban, maka TRAFO disebut berbeban, dan I2 akan mengalir.

Besar dan fase arus I2 terhadap V2 sangat tergantung pada karakteristik beban yang terhubung disisi sekunder.

Page 44: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Arus I2 akan sefase, tertinggal atau mendahului tergantung apakah beban tersebut non-induktif, induktif atau kapasitif.

I2 mengakibatkan munculnya fluksi sekunder yang berlawan an dengan fluksi utama yang ditimbulkan oleh arus I0 yang akan memperlemah fluksi utama. Untuk menjaga agar fluks utama ini kembali pada harga semula dibutuhkan arus tambahan disisi primer, sehingga arus primer menjadi I1

’.

Berdasarkan keseimbangan magnetik antara sisi primer dan sekunder, dapat dinyatkan bahwa : N1 I1

’ = N2 I2, sehingga

' 21 2

N

1

I I=N , karena I0 <<<< maka

' 21 1 2

NI1

I I= =N

Vektor diagram TRAFO dalam berbagai kondisi diberikan dalam Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Vektor Diagram TRAFO Berbeban

RANGKAIAN EKIVALEN TRAFO

Page 45: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Pada kenyataan tidak mungkin menemukan TRAFO ideal. Dalam kenyataan belitan primer maupun sekunder memiliki tahanan yang mengakibatkan jatuh tegangan pada kedua sisi.

Pada keadaan sesungguhnya fluksi total yang dihasilkan tidak terdistribusi menjadi dua, namun terdistribusi menjadi tiga, yaitu fluksi utama ϕ yang menghubungkan belitan primer dan sekunder, fluksi bocor primer ϕL1 dan fluksi bocor sekunder ϕL2, seperti diperlihatkan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Diagram ekivalen TRAFO aktual

ϕL1 dihasilkan oleh ampere turn primer yang besarnya sebanding dengan besar arus primer. Pada keadaan tanpa beban ϕL1 sangat kecil sehingga dapat diabaikan, namun demikian pada keadaan berbeban harga ϕL1 tidak dapat diabaikan. Fluksi bocor primer ϕL1 sefasa dengan I1 dan menghasilkan emf induksi sebesar EL1 yang besarnya adalah :

EL1 = 2 π f L1 I1

Page 46: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Dimana L1/X1 adalah induktansi sendiri sisi primer yang disebabkan oleh ϕL1, sehingga :

1 1 1

1 11 1

2 2LE fL IX f LI I

π π= = = ,

demikian pula halnya dengan ϕL2 akan menimbulkan

2 2 22 2E fL IX 2 22 2

f LI I

π π= = =

Sebuah TRAFO dengan resistansi belitan dan reaktansi bocor sama saja dengan sebuah TRAFO ideal (tanpa resistansi dan reaktansi bocor) yang memiliki coil resistif dan induktif seperti disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6. Rangkaian Ekivalen TRAFO Aktual

TRAFO dalam Gambar 6, dengan R1 ,R2 dan X1 ,X2, maka impedansi primer dan sekunder adalah :

1 1 1Z R jX= + 2 2 2Z R jX= + dan

Diagram vektor dari TRAFO berbeban untuk ketiga kondisi beban diperlihatkan dalam Gambar 7.

Dari diagram vektor atau dari diagram aktual TRAFO dapat dituliskan hubungan-hubungan berikut ini

(a) Beban resistif murni

Page 47: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

2 22 2 2 2 2 2 2 2 2( ) ( )E V I R I X V I R= + + ≅ +

21

EEK

=

dan 2 2

1 1 1 1 1 1 1( ) ( )V E I R I X V I= + + ≅ + 1 1R

Gambar 7. Vektor diagram TRAFO actual

(b) Beban Induktif 2 2

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2( cos sin ) ( cos sin )cos sin

E V I R I X I X I RV I R I X

ϕ

2 2 2 2 2

ϕ ϕ ϕϕ ϕ

= + + + −

≅ + +

21

EEK

=

Page 48: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

dan

2 21 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1

( cos sin ) ( cos sin )cos sin

E I R I X I X I RE I R I X

1V ϕ ϕ ϕ ϕϕ ϕ

= + + + −

≅ + +

(c) Beban Kapasitif 2 2

2 2 2 2 2 2 2 2 2

2 2 2 2 2

( cos sin ) ( cos sin )cos sin

V I R I X I X I RV I R I X2E ϕ ϕ ϕ ϕ

ϕ ϕ= + − + +

≅ + −

21

EEK

=

dan 2 2

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1( cos sin ) ( cos sin )V E I R I X I X I R

1 1 1 1 1cos sinE I R I Xϕ ϕ ϕ ϕ= + − + +

ϕ ϕ≅ + −

RESISTANSI DAN REAKTANSI EKIVALEN

Kedua sirkit independen dari TRAFO dapat disederhanakan, sehingga kedua sirkit dapat ditinjau sebagai sebuah sirkit ekivalen, dengan parameter yang telah disesuaikan.

Misalkan resistansi dan reaktansi primer dan sekunder dari masing-masing belitan adalah R1 , R2 ,X1 dan X2 . Sedangkan perbandingan belitan adalah K.

Jika diinginkan sebuah sirkit yang mengacu pada sisi sekunder TRAFO, maka, semua besaran primer harus diperkalikan dengan kuadrat ratio TRAFO, sehingga :

Tegangan jatuh resistif total = K2 I2 R1 + I2 R2

= I2 (K2 R1 + R2 ) = I2 R2’

Tegangan jatuh reaktif total = K2 I2 X1 + I2 X2

= I2 (K2 X1 + X2 ) = I2 X2’

Sirkit ekivalen dari TRAFO dapat digambarkan berikut ini.

Page 49: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Gambar 8 Rangkaian Ekivalen TRAFO actual dilihat dari sisi sekunder

PENGATURAN TEGANGAN

Bilamana TRAFO dibebani, tegangan terminalnya akan turun dari tegangan tanpa beban menjadi tegangan beban penuh, Pengaturan Tegangan dinyatakan sebagai berikut :

Tegangan terminal tanpa beban - Tegangan terminal beban penuh% 100Tegangan terminal tanpa beban

VR x=

Tegangan jatuh pada trafo berbeban% 100VR x=Tegangan tanpa beban

' '2 2 2 2cos sin 100I R I XVR xϕ ϕ+

=%Tegangan tanpa beban

bila pf mendahului, maka persentase pengaturan adalah : ' '

2 2 2 2cos sinI R I Xϕ ϕ−=% 100

Tegangan tanpa bebanVR x

Kondisi khusus :

a. KONDISI UNTUK REGULASI NOL ' '

2 2 2 2

2

cos sin 100I R I XPengaturan xE

ϕ ϕ+=

Pengaturan = nol bilamana pembagi sama dengan nol, atau

Page 50: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

' '2 2 2 2

'2'2

cos sin 0

tan

I XRX

ϕ ϕ

ϕ

I R

atau

+ =

= −

b. KONDISIUNTUK REGULASI MAKSIMUM

Pengaturan akan maksimum bila (% ) 0VRddt

=

' '

a t

ϕ ϕϕ

+2 2 2 2

2' '

2 2 2 2

2 2'2'2

c o s s i n 0

s i n c o s 0

t a n

d I R I Xd E

I R I XE E

Xa uR

ϕ ϕ

ϕ

=

− + =

=

Pengaturan maksimum diperoleh pada saat pf tertinggal

SUSUT PADA TRAFO

TRAFO merupakan mesin tidak berputar, tidak terjadi rugi gesekan dan rugi angin seperti pada mesin elektrik. Rugi yang terjadi adalah (i) rugi-rugi besi dan (ii) rugi tembaga.

Rugi besi ditimbulkan oleh fluksi magnetik pada inti besi, yang terdiri dari : rugi histerisis dan rugi arus Eddy.

8. 1 RUGI BESI

Rugi histerisis yang disebabkan fluksi elektromagnetik dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

' 1,6( ) / sech makP B f v joule atau Wattη=

Dijelaskan bahwa meski fluks linked yang terjadi mengalami perubahan, emf yang diinduksikan pada sirkit dan arus yang mengalir tergantung pada emf disekitar belitan dan tahanan belitan. Jika sebuah balok metal dilalui fluks, akan terinduksi arus pada blok metal tersebut, sebagaimana terjadi pada inti TRAFO. Arus ini dikenal sebagai arus Eddy yang

Page 51: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

menimbul kan kerugian daya, yang menimbulkan panas berlebihan, secara sederhana rugi arus Eddy dinyatakan persamaan :

22 2 2

6h makP B f t Wattπρ

=

8. 2 RUGI ARUS EDDY Besarnya fluks linkages tergantung pada emf induksi yang mengitarinya dan tahanan sirkit tersebut. Jadi tidak tergantung apakah penghantarnya berbentuk kawat atau lainnya fluks akan tetap melewati seluruh bagian sirkit. Jika sebuah balok padat terbuat dari besi dikitari oleh fluks yang variatif (sinusoidal), maka balok tersebut akan mengalirkan arus. Arus ini dikenal sebagai arus Eddy. Arus Eddy dapat menimbulkan susut daya yang akan menimbulkan panas pada TRAFO, untuk mengurangi hal ini maka inti besi disusun dari lempengan-lempengan tipis logam besi. Besarnya susut akibat arus Eddy diberikan dalam formula berikut :

WatttfBP makeddy222

2

6ρπ

=

Dari ekspresi diatas dapat dilihat bahwa rugi arus Eddy bervariasi berbanding lurus dengan kuadrat kerapatan fluksi dan frekuensi, serta kuadrat ketebalan inti besi. Rugi histerisis dan arus Eddy tergantung pada kerapatan fluksi maksimum pada inti dan frekuensi. Karena dari keadaan tanpa beban sampai beban penuh besaran ini tidak berubah, maka rugi inti tidak tergantung dari pembebanan TRAFO. 8. 3 RUGI TEMBAGA Susut tembaga terjadi karena sifat resistif dari belitan TRAFO. Jika I1 dan I2 adalah arus-arus primer dan sekunder, sedangkan R1 dan R2 adalah tahanan belitan primer dan sekunder, maka total rugi tembaga yang terjadia adalah :

)RIRI( 2221

21 + .

Rugi terbaga bervariasi sebanding dengan kuadrat arus beban. Misal bila rugi tembaga beban penuh adalah Pcu_fl maka bila arus beban 1/3 arus beban penuh, rugi tembaga akan menjadi : 1/9 Pcu_fl

PENGUJIAN SIRKIT TERBUKA

ATAU PENGUJIAN TANPA BEBAN Tujuan adalah untuk menentukan besarnya rugi inti Pi dan arus beban nol I0

Page 52: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

dari TRAFO yang akan diuji. Terminal sekunder (umumnya belitan tegangan tinggi) dibiar kan terbuka, sisi primer diberi catu tegangan sebesar tegangan nominal TRAFO, seperti disajikan dalam Gambar 9.

Gambar 9. Rangkaian pengujian beban nol

Alat ukur, seperti alat ukur arus, tegangan, dan daya dibutuhkan dalam

pengujian ini. Karena tidak ada arus yang mengalir disisi sekunder, maka

arus disisi primer dibutuhkan hanya untuk keperluan magnetisasi dari inti

TRAFO. Oleh karena arus ini sangat kecil dibandingkan dengan arus beban penuh (umumnya 3 sampai 10% dari arus beban penuh) dan dapat diabaikan, namun pengujian ini dapat memberikan hasil pengukuran rugi inti yang cukup akurat.

Dari data pengujian diperoleh parameter yang diperlukan untuk menentukan konstanta TRAFO seperti : R0 , Xm , ϕ0 , I0 , dan Susut daya inti Pi . Adapun data yang didapat dari hasil pengujian adalah :

Susut besi, Pi = Besar Daya beban nol = W0 Watt

Arus beban nol = I0 A Tegangan beban nol = V1 Volt

Dari data tersebut dapat dihitung, parameter berikut :

Sudut fasa, ϕ0 = 01 IV

01 W−cos

Komponen arus energi tanpa beban, 1

000 V

WcosI == ϕIe

220 em III −= Komponen arus magnetisasi tanpa beban

Page 53: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Tahanan tanpa beban 0

21

WV1

0 IVR

e

==

Reaktansi tanpa beban 220

1

eIIV−

=10

mIVX =

2 '1cu hs hs

PEMISAHAN RUGI HISTERISIS DAN ARUS EDDY Dari ekspresi perhitungan kedua jenis susut, terlihat bahwa rugi histerisis bervariasi terhadap frekuensi suplai sedangkan rugi arus Eddy bervariasi kuadratis terhadap frekuensi. Bila dilakukan pengujian dengan cara memberikan kerapatan fluks konstan dan rugi besi diukur pada frekuensi yang berbeda, maka dengan melakukan sedikit manipulasi matematis akan didapat pemisahan antara kedua rugi-rugi tersebut.

PENGUJIAN HUBUNG SINGKAT ATAU PENGUJIAN IMPEDANSI Tujuan adalah untuk menentukan rugi tembaga beban penuh dan menentukan tahanan dan reaktansi ekivalen dilihat dari sisi dimana pengukuran dilakukan. Dalam pengujian, terminal belitan sekunder (umumnya sisi tegangan rendah) dihubung singkat, dengan demikian TRAFO dapat dipandang sebagai sebuah coil yang memiliki sebuah impedansi yang identik dengan impedansi kedua belitan TRAFO. Pada pengujian, tegangan masukan Vhs dinaikkan secara perlahan sampai Ammeter menunjukkan arus beban penuh dari sisi dimana dihubungkan. Karena tegangan yang diberikan cukup rendah sehingga fluks linked terhadap inti juga rendah, dengan demikian rugi inti pun sangat rendah sehingga dapat diabaikan. Pembacaan daya masukan Whs menunjukkan rugi tembaga total. Dari pengujian hubung singkat ini, seperti tersaji dalam Gambar 10, akan

P I R W= = diperoleh data sebagai berikut : Rugi tembaga total beban penuh, Pcu = Ihs

2 R1 = Whs Tegangan masukan, Vhs Arus beban penuh, Ihs

Page 54: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Gambar 10. Rangkaian pengujian hubung singkat

Dari data, selanjutnya dapat ditentukan parameter berikut: Tahanan ekivalen dipandang dari sisi primer :

'1 2

hs

hs

WR = IImpendansi ekivalen dipandang dari sisi primer :

'1

hs

hs

VZ = IReaktansi ekivalen dipandang dari sisi primer :

' ' 2 ' 21 1 1( ) ( )X Z R= −

PENGUJIAN SUMPNER’S ATAU

PENGUJIAN BACK TO BACK Meski efisiensi dan regulasi tegangan dapat ditentukan dari hasil pengujian beban nol dan hubung singkat secara akurat, namun untuk menentukan kenaikan tegangan TRAFO dibutuhkan pengujian yang memerlukan pembebanan TRAFO secara penuh untuk jangka waktu yang cukup panjang. Untuk TRAFO ukuran kecil, pembebanan dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan menggunakan beban penerangan, atau beban dummy (water load), namun untuk TRAFO besar sangat sulit untuk memberikan beban sesuai dengan kemampuan TRAFO tersebut, selain itu pengujian ini mengakibatkan penggunaan energi yang tersia-sia. Pada pengujian Sumpner’s (atau dikenal juga sebagai pengujian back to back), dua buah TRAFO identik dibebani secara penuh, seperti yang biasa dilakukan pada pengujian mesin-mesin dc. Hubungan pengujian Sumpner’s dibertikan dalam Gambar 11.

Page 55: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Gambar 11. Hubungan pengujian Sumpner’s

Belitan primer (umumnya belitan tegangan rendah) dari kedua TRAFO dihubungkan secara paralel ke suplai satu fasa. Tegangan suplai harus sama dengan rating tegangan belitan primer. Belitan sekunder dari kedua TRAFO selanjutnya dihubungkan bersama sehingga potensial keduanya berlawanan. Melalui pengujian ini kenaikan temperatur dari TRAFO yang diuji dapat diketahui.

PENENTUAN EFISIENSI DAN REGULASI

EFISIENSI Efisiensi trafo dapat diekspresikan sebagai berikut

Output OutputInput Output Rugi besi Rugi tembaga

η = =+ +

2 2oP V

bila daya output adalah :

cosI ϕ= ,

dimana V2 adalah tegangan terminal sekunder pada saat berbeban, I2 arus berbeban, cos ϕ faktor kerja beban, sedangkan :

Rugi besi Pi didapat dari pengujian beban nol

Rugi tembaga beban penuh Pcu didapat dari

pengujian hubung singkat

Rugi tembaga pada beban x kali beban penuh

adalah : x2 Pcu

Page 56: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Sehingga efisiensi TRAFO dapat dihitung sebagai berikut :

2 2 cos

cos i cu

V IP P2 2V Iϕη =

ϕ + +

Dari ekspresi diatas dapat dilihat bahwa efisiensi TRAFO dapat ditentukan dengan menentu kan Pi dan Pcu dari hasil pengujian tanpa beban dan hubung singkat, sedangkan x adalah ratio arus beban I2 terhadap arus beban penuh sekunder.

REGULASI Persen regulasi dapat dinyatakan sebagai berikut

' '

2 2 2 2cos sin%Regulasi= 100Tegangantanpabeban

I R I X xϕ ϕ+

'2R '

2X dan reaktansi ekivalen Besaran tahanan ekivalen dilihat dari sisi sekunder dapat

ditentukan dari pengujian hubung singkat, karena ' 2 '2 1R K R= ' 2 '

2 1X dan K X= , dimana K adalah ratio transformasi, I2 dan cos ϕ adalah arus beban dan faktor kerja beban, dapat lagging ataupun leading. Tegangan terminal sekunder tanpa beban adalah sama dengan emf E2 yang diinduksikan di sekunder. Dengan demikian persen regulasi dapat diekspresikan menjadi :

' '

2 2 2 2

2

cos sin%Regulasi= 100E

I R I X xϕ ϕ+

EFISIENSI KOMERSIL DAN HARIAN

Efisiensi komersil didefinisikan sebagai ratio antara daya output terhadap daya input dalam kW. Efisiensi harian didefinisikan sebagai ratio antara output terhadap input dalam kWH.

TRAFO yang dipergunakan dalam sistem distribusi terhubung ke jaringan sepanjang hari, namun dibebani secara inter-mitenly. Jadi rugi inti terjadi sepanjang hari, tetapi rugi tembaga hanya terjadi bilamana TRAFO dibebani. Karena itu, jika TRAFO tidak digunakan untuk mensuplai arus beban sepanjang hari efisiensi harian akan lebih kecil dari efisiensi komersil

Dari ekspresi efisiensi

Page 57: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

2 2

2 2

coscos i cu i cu

V I xPI P P xP P PV

ϕηϕ

= =+ + + +

dimana P adalah output beban penuh dan x adalah ratio arus beban terhadap arus beban

penuh. Efisiensi η akan maksimum jika 0ddxη= atau

atau 2

iP x− 2cu0cuP = x P iP=

Dari ekspresi diatas terlihat bahwa efisiensi akan maksimum bilamana rugi tembaga sama dengan rugi inti.

Contoh 1

Hitung besarnya R0 , X0 , Rekv , dan Xekv dari rangkaian ekivalen sebuah TRAFO satu fasa 4 kVA, 200/400 V, 50 Hz, berdasarkan hasil pengujian berikut :

- Pengujian beban nol : 200 V; 0,8 A; 80 Watt disisi tegangan rendah

- Pengujian hubung singkat : 20 V; 10 A; 100 Watt disisi tegangan tinggi

PENYELESAIAN

Dari pengujian beban nol

W0 = 80 Watt

V1 = 200 Volt

I0 = 0,80 A

Dapat dihitung :

00

1 0

80cos 0,50200 0.8

WV I x

ϕ = = =

2 20sin 1 cos 1 (0,5) 0,866ϕ ϕ= − = − =

Komponen arus energi beban nol Ic = I0 cos ϕ0

= 0,8 x 0,5 = 0,4 A

Komponen arus magnetisasi beban nol Im = I0 sin ϕ0

= 0,8 x 0,866 = 0,693 A

Resistansi tanpa beban R0 = V1 /Ic = 200/0,04 = 500 Ω

Reaktansi tanpa beban X0 = V1 /Im = 200/0,693 = 288,7Ω

Page 58: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Dari pengujian hubung singkat

Whs = 100 Watt

V1 = 20 Volt

Ihs = 10 A

Dapat dihitung :

Impedansi ekivalen dilihat dari sisi sekunder

Ω=== 21020'

2hs

IVZ

hs

Tahanan ekivalen dilihat dari sisi sekunder

Ω=== 1)10()( 22

'2

hsIR 100hsW

Impedansi ekivalen dilihat dari sisi primer

Ω==== 5,022

'2

2

'2

VZZ

)2()( 2

1

2

'1

VK

Z

Tahanan ekivalen dilihat dari sisi primer

Ω==== 25,0)2(

1

)(2

22

'2

2

'2

VR

KR

1

'1

V

R

Reaktansi ekivalen dilihat dari sisi primer

Ω=−= 433,0)()( 2'2

2'1 RZ'

2X

Contoh 2

Gambarkan rangkaian ekivalen dari sebuah TRAFO satu fasa 1100/220 Volt yang mempunyai data pengujian sebagai berikut :

- Pengujian beban nol dari sisi primer, sekunder terbuka : 1100 V; 0,5 A; 55 W

- Pengujian hubung singkat dari sisi sekunder, sisi tegangan tinggi dihubung singkat :

10 V; 80 A; 400 W

Hitung regulasi tegangan dan efisiensi bila TRAFO tersebut mensuplai arus sebesar 100 A pada factor kerja 0,80 lagging

Page 59: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

PENYELESAIAN

Dari pengujian beban nol

Rugi besi Pi= Daya input pada rating tegangan terminal

tanpa beban W0 = 55 Watt

Tegangan suplai V1 = 1.100 Volt

Arus beban nol I0 = 0,50 A

Selanjutnya dapat dihitung :

10,050,01100

55cos01

00 ===

XIVWϕ

995,0)1,0(1cos1 20

20 =−=−= ϕϕsin

Komponen arus energi beban nol Ic = I0 cos ϕ0

= 0,5 x 0,1 = 0,05 A

Komponen arus magnetisasi beban nol Im = I0 sin ϕ0

= 0,5 x 0,995 = 0,498 A

Resistansi tanpa beban R0 = V1 /Ic = 1.100/0,05

= 22.000 Ω

Reaktansi tanpa beban X0 = V1 /Im = 1100/0,498

= 2.221 Ω

Dari pengujian hubung singkat

Whs = 400 Watt

V1 = 10 Volt

Ihs = 80 A

Dapat dihitung :

Impedansi ekivalen dilihat dari sisi sekunder

Ω=== 125,08010'

2hs

hs

IVZ

Tahanan ekivalen dilihat dari sisi sekunder

Ω=== 0625,0)80(

400)( 22

'2

hs

hs

IWR

Reaktansi ekivalen dilihat dari sisi sekunder

Page 60: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Ω=−= 108,0)()( 2'2

2'2 RZ'

2X

Impedansi ekivalen dilihat dari sisi primer

Ω==== 5,0)5/1(

125,0

)(2

2

1

2

222

VVZ

KZ ''

'1Z

Tahanan ekivalen dilihat dari sisi primer

Ω==== 5625,10625,0'2

'2'

1RRR

)2,0()(2

2

1

22

VVK

Reaktansi ekivalen dilihat dari sisi primer

Ω=−= 70,2)()( 2'2

2'1

'2 RZX

Dengan demikian Rangkaian Ekivalen dapat digambar.

Selanjutnya :

Arus beban I2 = 100 A

Faktor kerja, cos ϕ = 0,80 ; sin ϕ = 0,60

Regulasi tegangan adalah : 2

'22

'22 sincos

VXIRI ϕϕ +

%Regulasi = %67,51006,0108,01008,00625,0100=

220+ xxxxx

Bilamana beban yang disuplai 100 A dengan factor kerja 0,8, maka output TRAFO adalah :

P0 = V2 I2 cos ϕ = 220 x 100 x 0,8 = 17,6 kW

kWxIxWP 625,0)100(400)( 222 === Susut tembaga Ihshscu 80

Susut besi Pi = W0 = 55 Watt = 0,055 kW

Efisiensi %7,96=055,0625,06,17

6,171000

0

++=

++= x

PPPP

cui

η

KERJA PARALEL

Page 61: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Paralel dua TRAFO atau lebih dilakukan karena alasan berikut : • Apabila jumlah energi yang akan ditransfer sangat besar sehingga tidak dapat

ditangani hanya oleh sebuah TRAFO • Untuk memenuhi kebutuhan beban, kadangkala perlu untuk mengganti TRAFO

yang ada dengan TRAFO yang lebih besar atau menambahkan sebuah TRAFO baru untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

• Menurunkan biaya operasi

Dalam operasi paralel beberapa kondisi yang harus dipenuhi antara lain :

• Ratio belitan atau transformasi dan rating tegangan sama. • Polaritas TRAFO sama • Persen impedansi sama • Ratio antara resistansi dan reaktasi sama • Pergeseran fasa antara belitan primer dan sekunder dari kedua TRAFO sama • Urutan fasa kedua TRAFO sama.

Page 62: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Pada TRAFO satu fasa hanya diperlukan 4 kondisi pertama, karena TRAFO satu fasa tidak terdapat urutan fasa dan pergeseran fasa akibat transformasi tegangan. Bilamana ratio belitan atau rating tegangan tidak sama maka akan terjadi sirkulasi arus meski TRAFO tanpa beban. Bila persen impedansi atau ratio antara resistansi terhadap reaktansi tidak sama tidak akan terjadi sirkulasi arus, tetapi pembagian kVA beban antara kedua TRAFO tidak akan proporsional terhadap rating kVA masing-masing TRAFO. Karena itu kapasitas TRAFO tidak dapat dipergunakan penuh. Kapasitas total yang mampu diterima dua TRAFO paralel yang tidak memiliki persen impedansi sama diberikan dalam relasi berikut :

Kapasitas total ba b

a

ZP PZ

= +

dimana Pa dan Za adalah kapasitas dan persen impedansi TRAFO yang memiliki persen impedansi terbesar dan Pb dan Zb adalah kapasitas dan persen impedansi TRAFO yang memiliki persen impedansi lebih kecil. Jelas bahwa dibutuhkan persen resistansi dan reaktansi yang sama dari kedua TRAFO yang bekerja paralel, namun demikian persen resistansi tidak menjadi perhatian serius dalam transformasi daya karena harganya relatif kecil dibanding dengan persen reaktansi. Oleh karena itu operasi paralel sudah memuaskan bila persen impedansi sama. Apabila polaritas dari salah satu TRAFO adalah polaritas additive dan yang lainnya subtraktif, kedua TRAFO masih dapat dioperasikan paralel dengan cara membalik hubungan sisi primer atau sisi sekunder masing-masing TRAFO. Dalam kasus ini perlu diuji ketahanan isolasi dari belitan yang direverse apakah memenuhi syarat. Hal yang sama juga terjadi pada TRAFO tiga fasa, namun pergeseran fasa dan urutan fasa dari kedua TRAFO menjadi perhatian pula.

PEMBAGIAN BEBAN DALAM OPERASI PARALEL

KASUS 1

Ratio Tegangan sama : Bila dua TRAFO memiliki ratio transformasi yang sama dihubungkan paralel, arus beban total akan terbagi secara terbalik sesuai dengan impedansi ekivalen kedua TRAFO. Rangkaian TRAFO paralel dan sirkit ekivalennya dalam Gambar 13. Dari sirkit dalam Gambar 13, dapat diturunkan persama an tegangan berikut : E2 = V2 + IA ZA

E2 = V2 + IB ZB Atau

Page 63: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

IA ZA = IB ZB Atau

A B A A

B A B B

I Z R jXI Z R jX

+= =

+

RA ,XA dan ZA adalah total tahanan, reaktansi dan impe-dansi ekivalen dari TRAFO A, dan RB ,XB dan ZB adalah total tahanan, reaktansi dan impedansi ekivalen dari TRAFO B.

Gambar 13. TRAFO paralel dan Rangkaian Ekivalennya Ekspresi diatas menunjukan bahwa kedua TRAFO dengan rating kVA berbeda bekerja secara paralel, keduanya membagi beban secara proporsional sesuai dengan rating kVA dari masing-masing TRAFO hanya bilamana impedansi ekivalennya berbanding terbalik secara proporsional terhadap rating masing-masing.

A B

B A

A B

A B A

I ZI Z

I Z

BI I Z

=

=+ + Z

Atau

B

A B

ZI xZ Z

=+A I

Pembagian beban, pada TRAFO A adalah

Page 64: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

32

32

10

10

A A

A

A B

P V I x kVAZV x I x kVA

Z Z

=

+

Pada TRAFO B adalah :

32 10A

BA B

ZP V x I xZ Z

−=+

kVA

Total beban : P = PA + PB = V2 x I x 10-3 Oleh karena itu

AA

A B

AB

A B

ZP x PZ Z

ZP x PZ Z

=+

=+

Jika impedansi ekivalen ZA dan ZB diberikan per-unit sistem atau persen dan rating kedua TRAFO berbeda, maka kedua impendansi ekivalen harus ditransfer dalam base kVA yang sama.

KASUS 2

Ratio tegangan tidak sama : Bila ratio belitan tidak sama, lalu dengan primer terhubung pada suplai yang sama, emf induksi akan tidak sama dan arus sirkulasi akan mengalir seperti diperlihatkan dalam Gambar 14, meski TRAFO tanpa beban. Jika TRAFO membagi kedua beban, arus sirkulasi akan menjadi superinposed dari arus beban. Misalkan suplai tegangan : V1 Volt, ratio tegangan masing-masing TRAFO KA dan KB Impedansi ekivalen TRAFO A, dilihat dari sisi sekunder : ZA = RA + jXA dan Impedansi ekivalen TRAFO B, dilihat dari sisi sekunder : ZB = RB + jXB

Page 65: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Gambar 14. TRAFO paralel dengan ratio berbeda Arus keluaran dari masing-masing TRAFO IA dan IB Dari sirkit diatas, dapat diturunkan persamaan tegangan berikut : E2 = V2 + IA ZA

E2 = V2 + IB ZB Atau IA ZA = IB ZB Atau

A B A

B A B

A

B

I Z R jXI Z R jX

+= =

+

dimana RA , XA dan ZA adalah total tahanan ekivalen, reaktansi ekivalen dan impedansi ekivalen dari TRAFO A, dan RB , XB dan ZB adalah total tahanan ekivalen, reaktansi ekivalen dan impedansi ekivalen dari TRAFO B. Ekspresi diatas menunjukan bahwa kedua transforamtor dengan rating kVA berbeda bekerja secara paralel, keduanya membagi beban secara proporsional sesuai dengan rating kVA dari masing-masing TRAFO hanya bilamana impedansi

Page 66: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

ekivalennya berbanding terbalik secara proporsional terhadap rating masing-masing.

A B

B A

A B

A B A

I ZI Z

I ZI I Z

=

=+ + BZ

Atau

B

A B

ZAI x I

Z Z=

+

Pembagian beban, pada TRAFO A adalah

32

32

10

10

A A

A

A B

P V I x kVAZV x I x kVA

Z Z

=

+

Pada TRAFO B adalah :

32 10A

BA B

ZP V x I xZ Z

−=+

kVA

Tatal beban : P = PA + PB = V2 x I x 10-3 Oleh karena itu

AA

A B

AB

A B

ZP x PZ Z

ZP x PZ Z

=+

=+

Jika impedansi ekivalen ZA dan ZB diberikan per-unit sistem atau persen dan rating kedua TRAFO berbeda, maka kedua impendansi ekivalen harus ditransfer dalam base kVA yang sama.

32 10A

BA B

ZP V xZ Z

=+

I x kVA−

Contoh 1 Dua buah TRAFO 6600/250 V memiliki karakteristik hubung singkat sebagai berikut : TRAFO A : 200 V; 30 A; 1200 Watt TRAFO B : 120 V; 20 A; 1500 Watt, semua harga besaran ini diukur pada sisi Tegangan tinggi, sedangkan sisi tegangan rendah dihubung singkat. Hitung arus dan faktor kerja pada masing-masing TRAFO bila kedua TRAFO bekerja secara paralel, guna memikul beban sebesar 300 kW pada faktor kerja 0,8 lagging dari busbar tegangan tinggi

Page 67: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

PENYELESAIAN

Tahahan ekivalen TRAFO A : 2 2

1200 1,333(30)( )

hs AA

hs A

WRI

= = = Ω

Impedansi ekivalen TRAFO A :

Ω===−

− 667,630200

Ahs

AhsA I

VZ

Reaktansi ekivalen TRAFO A :

Ω=−=−= 53,6)333,1()667,6()()( 2222AAA RZX

Impedansi ekivalen TRAFO A adalah : ZA = RA + jXA = 1,333 + j 6,53 = 6,667∠78,70

Tahahan ekivalen TRAFO B : Ω= 75,3=)20(

15002BR

Impedansi ekivalen TRAFO B : Ω==−

− 000,620

120

Bhs

Bhs=B IVZ

Reaktansi ekivalen TRAFO B :

Ω=−=−= 684,4)750,3()000,6()()( 2222BBB RZX

Impedansi ekivalen TRAFO B adalah : ZB = RB + jXB

= 3,75 + j 4,684 = 6,00∠51,30 Impedansi total TRAFO : ZA + ZB

= (1,333 + j6,53)+(3,75+ j4,684) = 5,083+ j 11,214 = 12,30∠65,60

Total kVA beban kedua TRAFO : 300 kW, pf = 0,8 adalah

09,363758,0cos8,0

300−∠=−∠ −=P

Total Arus beban : 09,3682 −∠,56

66001000375

===x

VPI

Beban yang harus dipikul oleh TRAFO A adalah :

AxIxZZ

Z

BA

B 00

00 2,517,27

6,6530,123,5100,69,3682,56 ∠=

∠∠

−∠=+

=I A Beban

yang harus dipikul oleh TRAFO B adalah :

AxIxZB

A 00

00 82,238,30

6,6530,127,78667,69,3682,56 −∠=

∠∠

−∠=Z

ZIA

B +=

Page 68: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Contoh 2

Sebuah TRAFO satu fasa 500 kVA, 500 V dengan reaktansi drop 3% dan resistansi drop 1% dihubungkan secara paralel disisi tegangan tinggi dengan sebuah TRAFO satu fasa 250 kVA, 500 V yang memiliki reaktansi dan resistansi drop masing-masing 6% dan 1,5%. Tegangan terminal sekunder hubung terbuka TRAFO pertama 510 V dan TRAFO lainnya 500 V. Dengan Belitan sekunder terhubung secara paralel hitung : (1) arus yang lewat disisi sekunder pada saat tanpa beban; (2). Arus sekunder pada masing-masing TRAFO bila kedua TRAFO dibebani dengan beban 700 kW pada factor kerja uniti.

PENYELESAIAN

Lebih mudah bila kita menyelesaikan persoalan diatas dengan menggunakan besaran ohmic daripada besaran lain, sebelum melakukan perhitungan lebih lanjut kita harus mentransfer besaran persentage kedalam ohmic. Misal kita ambil tegangan terminal sebesar 480 V, maka Arus beban penuh transforamtor A :

Ax 1000500I A 042.1480

==

Arus beban penuh transforamtor B :

Ax 1000250IB 521480

==

Tegangan sirkit terbuka Trafo A : EA = 510 V Tegangan sirkit terbuka Trafo B : EB = 500 V

Tahahan TRAFO A : Ω= 0049,05101% xExR==

1042100100 xIxR

A

AAA

Reaktansi TRAFO A : Ω=== 0147,01042100100 xIx

XA

AAA

5103% xExX

Tahahan TRAFO B : Ω=== 0141,0521100100 xIx

RB

BBB

5005.1% xExR

Reaktansi TRAFO B :

Ω=== 0576,0521100100 xIx

XB

BBB

5006% xExX

Dengan demikian : ZA = RA + jXA = 0,0049 + j 0,0147

= 0,0155∠71,560 ZB = RB + jXB = 0,0144 + j 0,0576

= 0,0591∠75,960 Impedansi total TRAFO : ZA + ZB = 0,0191+ j0,0723

= 0,075∠750 Total kVA beban kedua TRAFO : 700 kW, pf = 1 adalah

Page 69: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

007001cos

0,1700

∠=−∠= −P

Impedansi beban : 00329,0 ∠

222

1000700)480(

1000===

xxPVZL

(1) Arus yang lewat disisi sekunder pada saat tanpa beban :

AZZEE

BA

BA 3,13375075,0

5005100 =

∠IC

−=

+−

=

(2). Arus sekunder pada masing-masing TRAFO :

AZZZZZZEEZEIBALBA

LBABAA

06,31250)(

)(−∠=

++−+

=

AZZZZZZEEZE

IBALBA

LAABB

02,11295)(

)(∠=

++

−+=

9 DASAR PEMBANGKITAN 9.1 DASAR ELEKTROMEKANIK Konversi energi baik dari energi listrik menjadi energi mekanik maupun sebaliknya berlangsung melalui media yang sama, yaitu medan magnet. Energi yang akan dikonversi akan tersimpan dalam medan magnet dan kemudian dilepas dalam bentuk energi lainnya. Dengan demikian medan magnit selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan energi juga sekaligus sebagai media yang mengkopel proses perubahan energi Dengan mengingat hukum kekekalan energi, proses konversi energi elektromekanik dapat dinyatakan sebagai berikut:

Page 70: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

EListrik = EMekanik + EYang Diubah menjadi Panas + Etersimpan dalam m.m Atau dalam bentuk persamaan dapat ditulis sebagai berikut: dWE = dWM + dWF Kondisi ini hanya berlaku pada proses konversi sedang berlangsung, artinya berlaku untuk keadaan dinamis dan transien 9. 2 GAYA GERAK LISTRIK Apabila sebuah konduktor digerakkan tegak lurus memotong sebuah medan magnet dengan kerapatan fluks B, maka perubahan fluks yang terjadi pada konduktor yang memiliki panjang efektif l adalah: dslBd =φ Menurut hukum FARADAY besar gaya gerak listrik yang terjadi adalah:

dtde φ

=

maka

vlBe

v

dtde

=

=

==φ

dtds

dtdslB

arah gaya gerak listrik ini mengikuti aturan tangan kanan, dengan jempol, telunjuk dan jari tengah yang saling tegak lurus menunjukkan berturut-turut arah v, B, dan e. Bilamana konduktor tersebut tertutup, maka pada konduktor akan mengalir arus yang menjauhi kita. Persamaan e = B l v mempunyai arti bahwa bila dalam mendan magnet diberikan energi mekanik guna menghasilkan kecepatan v, maka akan dibangkitkan energi listrik e, ini merupakan prinsip dasar sebuah GENERATOR. 9. 3 KOPEL Arus listrik I yang dialirkan didalam suatu medan magnet dengan kerapatan fluks B akan menghasilkan Gaya F sebesar:

Page 71: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

F = B I l Arah gaya ini ditentukan oleh aturan tangan kiri, dengan jempol-telunjuk-jari tengah yang saling tegak lurus menunjukkan masing-masing arah F, B dan I. Persamaan gaya ini merupakan prinsip kerja sebuah MOTOR, dimana proses perubahan energi listrik (I) menjadi energi mekanik (F). Bila jari-jari rotor adalah r, maka kopel yang dibangkitkan adalah: T = F x r = B I l r Perlu diingat bahwa pada saat gaya F dibangkitkan, konduktor bergerak didalam medan magnet dan seperti diketahui akan menimbulkan gaya gerak listrik yang merupakan reaksi terhadap tegangan penyebabnya. Agar proses konversi dapat berlangsung, tegangan catuan yang diberikan harus lebih besar dari ggl yang ditimbulkan. 9. 4 MESIN DINAMIK Pada umumnya mesin dinamik terdiri dari bagian yang berputar disebut ROTOR dan bagian yang diam disebut STATOR. Diantara rotor dan stator terdapat celah udara. Stator merpakan kumparan medan yang berbentuk kutub sepatu dan rotor merupakan kumparan jangkar dengan belitan konduktor yang saling dihubungkan. Kumparan dalam sebuah rotor terletak didalam alur-alur yang terhubung satu dengan lain guna mendapatkan ggl yang diinginkan. Dengan demikian tegangan yang dibangkitkan akan berubah-ubah arahnya pada setiap setengan putaran yang merupakan tegangan bolak-balik, dengan: E = Emak Sin ωt Untuk mendapatkan tegangan searah diperlukan penyearah yang disebut dengan komutator. Berbeda dengan mesin arus searah, kumparan medan mesin sinkron terdapat pada bagian yang berputar, sedangkan kumparan jangkarnya merupakan bagian yang diam. Arus medan dialirkan ke rotor melalui cincin. Kumparan medan mesin sinkron dapat berbentuk seperti kutub sepatu atau berbentuk silinder. Mesin Induksi mempunyai kumparan jangkar pada stator dan karena mesin ini menggunakan prinsip imbas elektromagnetik maka pada mesin jenis ini tidak diperlukan kumparan medan. 9. 5 DERAJAT LISTRIK Pada mesin empat kutub, terlihat bahwa setiap satukali putaran mesin, tegangan induksi yang ditimbulkan sudah menyelesaikan dua siklus penuh, atau dengan kata lain 3600 putaran mekanik sama dengan 7200 putaran listrik, oleh karena itu secara umum dapat dituliskan:

Page 72: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

mepθθ2

=

9. 6 FREKUENSI

Dari persamaan mepθθ2

= diketahui bahwa satu siklus tegangan yang

dihasilkan mesin telah menyelesaikan p/2 kali putaran, karena itu frekuensi gelombang tegangan adalah

602npf =

Kecepatan sinkron untuk mesin arus bolak balik lazim dinyatakan dengan:

p

fns120

=

Jadi misalnya untuk generator sinkron yang bekerja dengan frekuensi 50 Hz dan mempunyai jumlah kutub (p = 2), kecepatan berputar mesin tersebut adalah:

rpm

xp

f

30002

50120120=ns

=

=

Page 73: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

10. GENERATOR

0. 1 PRINSIP KERJA MESIN SINKRON

esin sinkron mempunyai kumparan jangkar pada stator dan kumparan

s

an jangkar dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa

1 Mmedan pada rotor. Kumparan jangkarnya berbentuk sama dengan mesin induksi, sedangkan kumparan medan mesin sinkron dapat berbentuk kutubsepatu (salient) atau kutub dengan celah udara sama rata (rotor silinder). Arusearah untuk menghasilkan fluks pada kumparan medan dialirkan ke rotor melalui cincin. Apabila kumparakan ditimbulkan medan putar pada stator, kutub medan rotor yang diberi penguat arus searah mendapat tarikan dari kutub medan putar stator hingga turut berputar dengan kecepatan yang sama (sinkron). Dilihat dari segi adanya interaksi dua medan magnet, maka kopel yang dihasilkan motor sinkron merupakan fungsi sudut kopelnya, yaitu:

δSinBBT sr= Pada beban nol harga delta sama dengan nol. Setiap penambahan beban membuat medan rotor tertinggal sebentar dari medan stator. Beban maksimum tercapai ketika delta = 900 ihan

t kehilangan

0. 2 REAKSI JANGKAR

pabila generator sinkron (alternator) melayani beban, maka pada kumparan

luks jangkar yang ditimbulkan arus akan berinteraksi dengan yang tan

. Penambahan beban secara berlebakan mengakibatkan mesin kehilangan kekuatan kopelnya dan motor disebusinkronisasi. 1 Ajangkar stator akan mengalir arus dan arus ini menimbulkan fluks jangkar. Fdihasilkan kumparan medan rotor, sehingga menghasilkan fluks resulsebesar:

Page 74: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

AF φφ Rφ + =

danya interaksi ini dikenal dengan istilah sebagai reaksi jangkar. Kondisi

eban kapasitif

beban bersifat kapasitif

erlihat bahwa reaksi jangkar sangat tergantung pada sifat beban yang gkar

0. 3 ALTERNATOR TANPA BEBAN.

ilamana alternator diputar dengan kecepatan sinkron dan pada rotor diberi

Areaksi jangkar untuk berbagai kondisi jenis beban adalah sebagai beriku:

• Arus sephasa dengan ggl, beban bersifat resistif • Arus terdahulu sebesar sudut teta terhadap ggl, b• Arus tertinggal sebesar teta terhadap ggl, beban induktif • Arus terdahulu/tertinggal sebesar 900 terhadap ggl,

murni/induktif murni. Tdilayani, dengan perkataan lain tergantung dari sudut fasa antara arus jandan tegangan induksi 1 Barus medan, maka tegangan akan terinduksi pada kumparan jangkar stator:

φn cE =0

alam keadaan tanpa beban arus jangkar tidak mengalir pada stator, an

0. 4 ALTERNATOR BERBEBAN

alam keadaan berbeban arus jangkar akan mengalir dan mengakibatkan terjadinya reaksi

0. 5 REAKTANSI SINKRON

arga Xs diperoleh dari dua macam percobaan, yaitu percobaan tanpa beban

Dkarenanya tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkoleh arus medan. Apabila arus medan diubah-ubah harganya, akan didapat harga E0 yang berubah-ubah pula. Pada celah udara kurva permagnetan hanya berupa garis lurus. 1 Djangkar. Reaksi jangkar bersifat reaktif karena itu dinyatakan sebagai reaktans pemagnet. Reaktansi ini bersama dengan reaktansi bocor dikenal sebagai reaktansi sinkron Xs. Model rangkaian dan diagram vektor dari Alternator tanpa beban dapat digambarkan, dimana:

sa jIXIRVE ++= 1 Hdan percobaan hubung singkat. Dari percobaan beban nol diperoleh harga E0 sebagai fungsi arus medan, hubungan ini menghasilkan kurva permagnetan dan dari kurva ini harga yang akan dipakai adalah harga linearnya

Page 75: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

(unsaturated). Pemakaian harga linear yang merupakan garis lurus cukup beralasan mengingat kelebihan arus medan pada keadaan jenuh sebenarnya dikompensasi oleh adanya reaksi jangkar. Percobaan hubung singkat akan menghasilkan hubungan antara arus jangkar sebagai fungsi arus medan, dan ini merupakan garis lurus, dengan demikian reaktansi sinkron dari mesin tersebut dapat diperoleh sebagai berikut:

bcoa

IE

hs

== 0X S

10. 6 PENGATURAN TEGANGAN Diagram vektor pada Gambar berikut ini memperlihatkan bahwa terjadinya perbedaan antara tegangan terminal V dalam keadaan berbeban dengan tegangan E0 pada saat tanpa beban, dipengaruhi selain oleh faktor kerja juga oleh besarnya arus jangkar yang mengalir Dengan memperhatikan perobahan tegangan V untuk faktor kerja berbeda- beda pada gambar diatas, karakteristik tegangan terminal V terhadap arus jangkar I dapat digambarkan sebagai berikut: Pengaturan tegangan adalah perubahan tegangan terminal Alternator pada keadaan tanpa beban dan dalam kondisi beban penuh, dan dinyatakan dengan:

VVETeganganPengaturan −

= 0

Page 76: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

11. MOTOR INDUKSI 11.1 PRINSIP KERJA MOTOR INDUKSI Prinsip kerja beberapa motor induksi adalah sebagai berikut: • Apabila sumber tegangan 3 fase dipasang pada kumparan medan (stator), akan timbul

medan putar dengan kecepatan: ns = (120 f) / p • Medan putar stator tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya

pada kumparan jangkar (rotor) timbul tegangan induksi (ggl) sebesar: E2s = 4,44 f2N2Φm (untuk satu fasa). E2s adalah tegangan induksi pada saat berputar

• Dimana kumparan jangkar merupakan rangkaian yang tertutup, maka ggl akan menghasilkan arus (I)

• Adanya arus (I) didalam medan magnet menimbulkan gaya (F) pada rotor • Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya (F) pada rotor cukup besar untuk memilkul

kopel beban. Rotor akan berputar searah dengan medan putar stator • Seperti telah dijelaskan pada (c) tegangan induksi timbul karena terpotongnya batang

konduktor (rotor) oleh medan putar stator. Artinya agar tegangan terinduksi diperlukan adanya perbedaan relatif antara kecepatan medan putar stator (ns) dengan kecepatan berputar rotor (nr). Perbedaan kecepatan antara nr dan ns disebut slip (S) dinyatakan dengan

%100xnnS rs

n−

=• Dilihat dari cara kerjanya, motor induksi disebut juga sebagai motor tak serempak atau asinkron

• Bila nr = ns , tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak mengalir pada kumparan jangkar rotor, dengan demikian tidak dihasilkan kopel. Kopel motor akan ditimbulkan apabila nr lebih kecil dari ns

10. 2 RANGKAIAN EKIVALEN

Kerja motor induksi seperti juga kerja transformator adalah berdasarkan

prinsip induksi electromagnet. Oleh karena itu motor induksi dapat dianggap

sebagai transformator dengan rangkaian sekunder yang berputar. Hingga

rangkaian motor induksi dapat dilukiskan seperti pada Gambar 10.1.

Page 77: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

I1 I’2 R1 X1 R2 X2

I2I2

Vektor diagram dapat dilihat pada Gambar 10.2

Sedangkan rangkaian ekivalen motor induksi dapat dilukiskan pula seperti

dalam Gambar 10.3

10. 3 DAYA MOTOR INDUKSI

Dengan memperhatikan model rangkaian diketahui bahwa:

Daya masuk stator : P1 = 3 V1 I1 cos Φ

Page 78: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Daya masuk rotor (terdapat pada celah udara)

P2 = 3 V1 I2´ cos Φ atau

P2 = 3 (I2’)2 a2 [R2 + R2 ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

SS1 ]

Daya keluar rotor ( daya mekanik pada rotor termasuk rugi geser dan angin).

Pm = 3 (I2’)2 a2 R2 ⎟⎠⎞

⎝−S

S1⎜⎛

Rugi tembaga rotor : Pcu = 3 (I2’)2 a2 R2

Jadi :

P2 : Pm : Pcu = 1 : (1 - S) : S

P2 = Pm + Pcu = (1 - S) + S

Dengan demikian diperoleh cara menghitung yang lebih cepat. Daya keluar rotor dapat juga diperoleh dari daya masuk rotor dikurangi rugi tembaga rotor

(Pm = P2 - Pcu).

Contoh 1

a. Suatu motor induksi,1000 hp,2200 volt,25 cps, 12 kutub, 3 fasa hubungan bintang, mempunyai data sebagai berikut : R1 = 0,102 ohm ; R2΄ = 0,0992 ohm.

X1 = 0,313 ohm ; X2΄ = 0.313 ohm.

Pengukuran beban nol memberikan P = 15,2 kW pada cos Φ = 0.053 terkebelakang, arus beban nol = Io = 75,1 amp. Jika slip = 0,018, tentukanlah daya output, kecepatan, kopel, daya input,faktor kerja dan efisiensi.

Pemecahan :

Rangkaian ekivalen (satu fasa) pada gb. A dapat dijadikan seperti gb b, dimana V1 adalah tegangan pada titik xy dan dengan teorema Thevenin didapat hubungan: V1 = Vt – Io (R1 + j X1 )

Dan secara pendekatan, kebesaran V1 dapat dituliskan ;

)( 21

21 XR +V1 = Vt – Io

Page 79: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Vt = )3(

2200 = 1270 volt

Maka,

V1 = 1270 – 75,1 22 )313,0()102 +,0( = 1245 volt

I2’ = 2

212

1

)() XX

V

++'21 /( SRR +

= 2)313,0313,0(

1245+2)018,0/0992,0102,0( ++

= 220 amp

Sehingga :

Daya keluar = 3 (I2’)2 R2’ ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

SS1

= 3 (220)2 x 0,0992 x ⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛ −018,0

018,01

= 789 kW

= 1.060 hp

Kecepatan sinkron ns = p

f.120 =12

25120x = 250 rpm

Kecepatan rotor : nr = ns (1 - S) = 242 rpm

Kopel : RW

P = 000.789 = 30.600 newton-meter = 22.600 lb - ft 60/2422 xπ

Daya masuk = 789.000 + 3 (220)2 (102 + 0,992) + 15.200 = 833 kW

Daya reaktip pada beban nol: 15,2 tan (cos-1 0,053) = 248 kvar

Maka daya reaktip pada keadaan terbeban :

284.000 + 3 (220)2 (0.313 + 0,313) = 375 kvar

Faktor kerja = cos (tan-1 375/833) = 0,912

Dan akhirnya efisiensi = 789/833 = 0.945

b. Kemudian jika pada soal 1a. dikehendaki motor mempunyai kopel maksimum pada saat start, berapakah tahanan luar yang diperlukan untuk maksud tersebut dan berapa harga kopel maksimum tersebut. Dan bila setelah start tahanan luar ini dihilangkan, tentukan slip ketika kopel maksimum dan berapa kecepatannya. Pemecahan :

Pada saat kopel maksimum slip mempunyai hubungan sevagai berikut :

Page 80: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Sn = 2'

21'2

'2

)( XXR

R

++, bila R1 dan X1 tidak diabaikan.

Misalkan tahanan luar dipasangkan pada rangkaian rotor, dan pada saat start,

Sm = 1,0 maka :

R2’ = 22 )313,0313,0()102,0( ++ = 0,032 ohm per fasa

Jadi Rluar = 0,632 – 0,0992 = 0,533 ohm per fasa ( harga ini adalah harga tahanan luar dari rangkaian rotor yang ditransfer ke rangkaian stator ). Arus rotor pada keadaan start :

I2’ = 22 )313,0313,0(

1245+)632,0102,0( ++

= 1290 amp

Jadi T = )25(4

12π

(3) (1290)2 (0,632)

= 121.000 N-m

= 89.000 lb-ft

Kemudian tahananluar dihilangkan, maka kopel maksimum terjadi pada saat slip Sm dimana :

Sm = 22 )313,0313,0()102,0(

0992,0++

= 0,157

Dan kecepatan rotor :

nr = 250 (1 - 0,157)

= 211 rpm

Contoh 2

Suatu motor induksi, 3-fasa hubungan bintang, 220 volt ( tegangan jala-

jala ),10 hp, 60 cps, 6 kutub, mempunyai konstanta sebagai berikut :

R1 = 0,294 ohm/fase ; R2΄ = 0,144 ohm/fasa

X1 = 0,503 ohm/fase ; X2΄ = 0,209 ohm/fasa

Xm = 13,25 ohm/fase ; Rc = diabaikan ( Go = 0 )

Jumlah rugi geser + angin + besi = 403 watt

Jika slip 0,02, tentukanlah kecepatan rotor, daya mekanik, kopel, arus stator, faktor kerja dan efisiensinya.

Motor dijalankan pada kemampuan tegangan dan frekuensinya.

Pemecahan :

Page 81: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Rangkaian ekivalen motor dapat digambarkan sebagai berikut (per fasa).

Impedansi Zf merupakan impedansi R2 / S + jX2΄ yang paralel dengan j XM .

(ingat dasar rangkaian listrik).

Zf = Rf + j Xf = )

))(/('2

'2

'2

m

m

XjXjXSR

++('

2 XjR +

= )25,13209,0(02,0/144,0)25,13)(209,0

+++

jjj02,0/144,0(

= 5,41 + j 3,61

= 6,75/32,40

= 220/( 3 )

= 127 volt (tegangan jala-jala)

Arus stator = Ii΄ = 127/6,75 = 18,8 amp

Rotor daya = cos 32,4o = 0,884

Kecepatan sinkron = ns = 120 f/p = 1200 rpm = 20 cps

Kecepatan rotor = 1200 (1 – 0,02 ) = 1176 rpm

Daya yang ditransfer pada ‘air gap’ = 3 (I2΄)2 .R2/S = 3 I12.Rf

Daya masuk rotor = 3 (18,8)2 (5,41)

= 5740 watt

Daya mekanik pada rangkaian rotor (termasuk juga rugi geser + angin + besi) =

(1 – 0,02) (5740) = 5630 watt.

Maka daya mekanik (keluar) = 5630 – 403 = 5230 watt

Kopel T = RW

P = )02,01(202

5230−xπ

= 42,5 n – m = 7,0 hp

Efisiensi dihitung sebagai berikut :

Rugi 1 tembaga pada stator = 3 (18,8)2(0,294) = 312 watt

Rugi 2 tembaga pada rotor = 3 (0,02)2(5740) = 115 watt

Rugi angin + geser + besi = 403 watt

rugi total = 830 watt

Daya keluar = 5230 watt

Daya masuk = 6060 watt

Jadi efisiensi = 5230 / 6060 = 0,863

10. 4 PENGATURAN PUTARAN

Page 82: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Motor induksi pada umumnya berputar dengan kecepatan konstan mendekati kecepatan sinkronnya, meskipun demikian pada penggunaan tertentu dikehendaki juga adanya pengaturan putaran. Pengaturan putaran motor induksi memerlukan biaya yang agak tinggi.

Biasanya pengaturan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara :

1. Mengubah jumlah kutub motor

Karena ns = p

f.120 maka perubahan jumlah kutub (p) atau frekuensi (f) akan

mempengaruhi putaran. Jumlah kutub dapat diubah dengan merencanakan kumparan stator sedemikian rupa sehingga dapat menerima tegangan masuk pada posisi kumparan yang berbeda-beda. Biasanya diperoleh dua perubahan kecepatan sinkron dengan mengubah jumlah kutub dari 2 menjadi 4, seperti terlihat pada gambar berikut :

2. Mengubah frekuensi jala-jala Pengaturan putaran motor induksi dapat dilakukan dengan mengubah-ubah harga frekuensi jala. Hnya saja untuk menjaga keseimbangan kerapatan fluks, perubahan tegangan harus dilakukan bersamaan dengan perubahan frekuensi. Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengatur frekuensi dengan cara yang efektip dan ekonomis.

3. Mengatur tegangan jala-jala

T = W3 (V1)2 2

2222

22

22

)()( XaSRaRSa

+

Dari persamaan kopel motor induksi diatas diketahui bahwa kopel sebanding dengan pangkat dua tegangan yang diberikan.

Untuk karakteristik beban seperti terlihat pada gb. 59, kecepatan akan berubah dari n1 ke n2 untuk tegangan masuk setengah tegangan semula.

Cara ini hanya menghasilkan pengaturan putaran yang terbatas (daerah pengaturan sempit).

Page 83: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

11. Motor Induksi Fasa Tunggal Motor induksi fasa tunggal memiliki bentuk yang sederhana dan harga yang relatif murah sehingga motor induksi ini banyak dipakai untuk keperluan motor kecil di dalam rumah tangga seperti kipas angina, peniup, pompa, mesin pendingin, air conditioning dan lain-lain. a. Fluks Arah Maju dan Mundur

Struktur motor induksi fasa tunggal sama dengan motor induksi tiga fasa jenis rotor sangkar, kecuali kumparan statornya yang hanya terdiri dari satu fasa. Kumparan stator tiga fasa bila dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik akan menghasilkan suatu medan magnet yang berputar terhadap ruang. Medan putar inilah yang pada dasarnya menjadi prinsip motor induksi. Fasa tunggal tidak menghasilkan medan putar. Sumber tegangan bolak-balik yang sinusoid menghasilkan fluks yang sinusoid pula

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ Φ

=dtde . Φ = Φm cos ωt

Fluks yang sinusoid ini hanya menghasilkan fluks (medan) pulsasi saja dan bukan fluks yang berputar terhadap ruang. Berikut ini diperlihatkan masing-masing keadaan fluks terhadap ruang (pulsasi) (gambar a; terhadap waktu, gambar b; sinusoid, gambar c; kedudukan vektornya di ruang).

Page 84: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Gambar 1 Bila keadaan fluks sebagai fungsi waktu adalah : Φ = Φm cos ωt Maka fluks sebagai fungsi waktu dan ruang adalah : Φ = Φm cos ωt cos θ Dimana

ωt = kecepatan Φ = sudut ruang Atau : Φ = ½ Φm cos (θ - ωt) + ½ Φm cos (θ + ωt) Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya fluks yang dihasilkan oleh kumparan fasa tunggal merupakan fluks dengan dua komponen yaitu komponen fluks arah maju Φ = ½ Φm cos (θ - ωt) dan komponen fluks arah mundur ½ Φm cos (θ + ωt). Kedua komponen fluks tersebut bergerak berlawanan arah dengan kecepatan sudut (ωt) yang sama sehingga kedudukannya terhadap ruang seolah-olah tetap. Kedua komponen fluks yang berlawanan arah tersebut tentunya akan menghasilkan kopel yang sama besar dan berlawanan arah pula (arah maju dan mundur) seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2

Kopel resultan yang dihasilkan oleh kedua komponen kopel tersebut pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menggerakkan motor dengan arah maju atau mundur. Tetapi pada keadaan start kemampuan motor untuk maju sama besar dengan kemampuan gerak mundurnya, oleh sebab itu motor tetap saja diam. Apabila dengan suatu alat batu kita dapat memberikan sedikit kopel maju, motor akan berputar mengikuti kopel resultan maju seperti pada gambar 2 dan demikian pula sebaliknya.

b. Motor Fasa Tidak Seimbang Motor fasa tidak seimbang mempunyai 2 kumparan stator yaitu kumparan utama (u) dan kumparan bantu (b) yang diletakkan dengan perbedaan sudut 90 derajat listrik. Kumparan Bantu mempunyai tahanan yang lebih besar daripada kumparan utama, sedang reaktansnya dibuat lebih kecil. Dengan demikian terdapat perbedaan fasa antara arus kumparan Im dengan arus kumparan bantu Ia (Ia terdahulu dari Im ). Motor berfungsi sebagai motor 2 fasa tidak seimbang, akibatnya terjadi medan putar pada stator yang mengakibatkan motor berputar. Kumparan bantu diputuskan hubungannya (saklar terbuka) ketika motor mencapai sekitar 75% kecepatan sinkron. Biasanya digunakan saklar yang terbuka oleh adanya gaya sentrifugal pada motor. Agar diperoleh beda fasa 90o antara arus kumpara utama Im dan arus

Page 85: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

kumparan bantu Ia ( Ia terdahulu 90o dari Im ) maka harus dipasang kapasitor pada rangkaian kumparan bantu. Berbagai alat seperti kompresor, pompa, mesin pendingin yang banyak dipakai dirumah memang memerlukan kopel mula yang relatif lebih besar sehingga kapasitor motor cocok untuk digunakan.

12 Motor Arus Searah Dalam prinsip, motor-motor arus searah tidak mempunyai perbedaan konstruksi dengan generator. Sebuah generator dapat bekerja di daerah kerja motor atau sebaliknya. Meskipun demikian, pada umumnya pemakaian menghendaki agar bentuk motor disesuaikan dengan syarat-syarat pemasangannya pada mesin yang harus diputarnya. Dengan demikian dapat dibedakan motor-motor khusus untuk kereta api listrik, motor mesin bubut, dan sebagainya. Demikian pula macam-macam penguatannya sama dengan yang ada pada generator. Gambar berikut menunjukkan secara berurutan rangkaian motor berpenguatan bebas, motor shunt, motor seri, dan motor berpenguat kompon. Gambar 6 Bila sebuah motor dihubungkan pada sumber daya, sehingga arus jangkar mempunyai arah maka timbul gaya lorentz yang arahnya berusaha memutar motor kearah berlawanan arah perputaran jarum jam. Jadi dengan arah arus jangkar yang seperti itu, arah perputaran motor berlawanan dengan arah perputaran kerja generator. Seperti halnya pada generator yang dibebani, arus jangkar itu pun menimbulkan reaksi jangkar yang sama. Karena dengan arah arus yang sama arah perputaran kerja motor berlawanan dengan perputaran kerja generator, reaksi jangkar pada motor menggeserkan garis netral kearah berlawanan dengan perputaran motor. Pada mesin-mesin dengan kutub-kutub bantu, pergeseran sikat-sikat tidak diperlukan.

Page 86: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

Dalam keadaan kerja sebagai motor, maka daya listrik merupakan input sedang daya mekanis yang tersedia pada mesin merupakan outputnya. Karenanya adalah penting untuk mengetahui bagaimana besaran-besaran mekanis ouput ini bergantung satu sama lain, dan bagaimana pula besaran- besaran ini dipengaruhi oleh besaran-besaran input. Besaran-besaran output yang terpenting dalam hal ini adalah kecepatan motor (biasanya dinyatakan dalam jumlah perputaran per menit, disingkat ppm) dan besarnya kopel yang diberikan motor tersebut. Besaran-besaran input yang mempengaruhi besaran-besaran ouput terutama ialah tegangan jepit sangkar dan arus medan. Daya yang tersedia pada poros tidak dapat lain diperoleh dari sumber listrik setelah dikurangi dengan kerugian-kerugian di dalam mesin itu sendiri seperti kerugian ohm dalam jangkar, kerugian magnetis, kerugian geseran dan ventilasi, dan sebagainya. Dengan pengertian ini dapat diperoleh hubungan antara besaran-besaran tersebut diatas dalam bentuk karakteristik- karakteristik motor. Persamaan-persamaan dasar yang terpenting untuk memperoleh karakteristik-karakteristik tersebut adalah : Pembentukan Kopel

Kopel timbul karena adanya gaya-gaya lorentz yang bekerja pada batang-batang pengantar disekeliling rotor yang dialiri arus listrik dan berada di suatu medan magnet. Gambar 7 Medan magnet terbentuk dengan pertolongan arus magnetisasi (Im) yang membangkitkan fluks magnet (Φ). Induksi magnet B disetiap titik dicelah udara antara stator dan rotor (dengan mengabaikan pengaruh-pengaruh reaksi jangkar) dalam batas tertentu adalah sebanding dengan fluks Φ. Arus yang mengalir pada sisi-sisi kumparan adalah sebanding dengan arus jangkar (Ia). Dengan demikian, karena gaya lorentz sebanding dengan BIa, sedangkan B sebanding dengan Φ maka kopel yang diberikan motor adalah

T = k.F.R = kt . Φ . Ia dimana: k = Konstanta

kt = Konstanta T = Kopel motor F = Gaya Lorentz R = Jari-jari rotor

Dalam batas-batas sebelum kejenuhan rangkaian magnet dicapai, Φ

Page 87: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

sebanding dengan arus medan Im, sehingga dalam batas-batas ini T sebanding dengan ImIa. Tampak bahwa untuk memberikan kopel yang cukup besar dan menghindarkan adanya arus jangkar yang terlalu besar sangatlah dikehendaki bahwa Im cukup besar (medan magnet cukup kuat). Bagi sesuatu harga Im tertentu kopel yang lebih besar (beban yang lebih berat) memerlukan arus jangkar Ia yang lebih besar dari sumber listrik.

Kecepatan Perputaran Di dalam jangkar motor yang berputar akan timbul gaya gerak listrik (ggl) dengan symbol E. E sebanding dengan Φ dan kecepatan perputaran n, sehingga dapat dirumuskan E = ke . n . Φ

Φ=

ta k

TI

Tn a2=

kkR

ee Φ−

Φk t

U

Atau Φ

=e

aa

e kRIU

kEn

Dari rumus diatas menunjukkan bagaimana kecepatan motor berubah dengan tagangan jepitan U dan fluks magnet Φ atau juga arus medan Im), pada suatu harga Ia tertentu. Tegangan jepit yang berakibat besarnya kecepatan dan sebaliknya. Arus medan mempunyai pengaruh berlainan karena Φ ada di penyebut. Kalau Im diperbesar, Φ bertambah, maka n berkurang. Kalau Im diperkecil maka n akan bertambah.

Diantara berbagai karakteristik motor, yang terpenting adalah hubungan antara jumlah perputaran n dan kopel T, di bawah syarat tegangan jepitan U konstan.

Gambar 8 Dari gambar diatas diperoleh (1) sehingga bila disubtitusikan kedalam rumus sebelumnya maka akan didapat : (2) Pada motor-motor berpenguatan bebas dan shunt Φ tidak tergantung dari keadaan beban (dengan mengabaikan pengaruh reaksi jangkar). Bila keadaan rangkaian penguatan tidak diubah-ubah, maka Φ dapat dianggap konstan bagi mesin-mesin ini. Ra adalah konstanta mesin yang harganya kecil. Jail dalam rumus (2) terlukis sebagai garis yang agak menurun (lengkung 1, gambar 8) dengan bertambahnya beban. Karena pengaruh reaksi jangkar, nilai Φ tidak konstan secara eksak, sehingga garis tersebut agak sedikit melengkung. Pada motor-motor seri, Φ langsung ditentukan

Page 88: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

oleh arus beban itu sendiri, yang bertambah bila beban naik dan berkurang bila beban turun. Untuk hanya mendapatkan sekedar gambaran mengenai bentuk

( )spekU

=nΦ+Φ

( )spekn

Φ−Φ=

U

( )spekU

Φ+Φ

TRa

kk te2Φ

karakteristiknya, bagian TkkR

te

a2Φ

yang cukup kecil itu diabaikan,

sehingga yang dipandang hanya

Φ

=ekUn

(3) Terlihat bahwa n sangat dipengaruhi beban, yaitu secara hiperbolis n turun sangat cepat bila beban bertambah. Dalam keadaan tak berbeban Φ kecil sekali, sehingga bila dibiarkan n menjadi besar sekali. Mengingat hal ini motor seri tidak boleh diputar tanpa beban. Grafiknya kira-kira dinyatakan oleh lengkung 2 pada gambar 8. Motor-motor berpenguatan kompon disamping kumparan medan shunt juga mempunyai kumparan seri. Karena itu karakteristiknya ada diantara karakteristik motor shunt dan seri. Dalam keadaan tak berbeban, n tidak naik tak terhingga (lengkung 3, gambar 8). Di sisi lain kecepatan perputarannya turun lebih banyak dengan bertambahnya beban dibandingkan dengan motor shunt. Bagaimana bentuk karakteristik secara tepat tergantung dari pengaruh kumparan medan yang mana yang dirancangkan lebih besar. Hal ini dapat kita pelajari dari rumus (3) diatas, dengan meningat bahwa medan magnet merupakan jumlah dari medan shunt Φp dan medan seri Φs : Φ = Φp + Φs Sehingga rumus (3) menjadi : (4) Φp sedikit banyak konstan, sedangkan Φs naik bila beban bertambah. Kalau Φs membantu Φs maka n akan turun bila beban motor naik, karena penyebut naik dengan beban. Karakteristiknya menjadi lengkung 3 seperti pada gambar 8. Akan tetapi kumparan seri dapat dirangkaikan demikian sehingga Φs melawan sehingga rumus (3) menjadi (5) Dalam hal ini bila beban motor naik maka (Φp – Φs) dari penyebut rumus (5) berkurang sehingga n akan naik bila beban naik. Kumparan seri dapat pula dirancang sedemikian sehingga kenaikan suku

Φek

U =

dari rumus (2) seimbang dengan kenaikan suku

Page 89: Teknik Tenaga Listrik by Hendra Marta Yudha

dari rumus (2). Dengan demikian maka selisih kedua suku tersebut dinyatakan oleh rumus (2) praktis konstan sehingga diperoleh karakteristik yang mendatar.