TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK … · Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat...

106
TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H Nama : Sudarsono Malau NIM : 080707015 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2013 Universitas Sumatera Utara

Transcript of TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK … · Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat...

TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H Nama : Sudarsono Malau NIM : 080707015 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2013

Universitas Sumatera Utara

TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H Sudarsono Malau NIM: 080707015 Disetujui Oleh: Pembimbing I Pembimbing II Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si Drs. Torang Naiborhu, M.Hum NIP. 195608281986012001 NIP. 196308141990031004 Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas ilmu Budaya USU, Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam Bidang ilmu Etnomusikologi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2013

Universitas Sumatera Utara

DISETUJUI OLEH : FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Oktober 2013 Departemen Etnomusikologi Ketua

Drs. Muhammmad Takari, M.Hum., Ph.D NIP.19651221199103 1 001

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha

Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Kuasa, atas pernyertaan dan berkat yang

diberiNya kepada penulis, sehingga tugas akhir (skripsi ) ini dapat diselesaikan

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana, pada program study

Etnomusikologi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini yang berjudul Teknik

Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada Ensambel

Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan Masyarakat

Batak Toba di Kota Medan, tidak terlepas dari berbagai kendala ataupun masalah

yang penulis hadapi selama proses untuk mengerjakan skripsi ini. Namun berkat

doa, motivasi dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat, dengan kerendahan

hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada seluruh

pihak yang terlibat untuk penuloisan skripsi ini

Terimakasih banyak penulis sampaikan kepada orang tua penulis S. Malau

dan L. Situngkir, yang selama ini telah bersemangat untuk memberikan dorongan

kepada penulis, baik dalam bentuk moril maupun materi, mulai dari masa

pendidikan penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terimakasih banyak buat saudara saudara penulis, Pak Amel Malau

dan istri (M Situmorang), Rotua Malau, Tonggo Malau, dan Sarjan Malau, atas

dorongan dan motivasi yang diberikan kepada penulis, semoga kiranya, kita

semakin diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus, dan tetap diberikan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Penulis juga mengucapkan terimaksih banyak yang sebesar besarnya

kepada pihak pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini antara lain :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K),

selaku rector di Universitas Sumatera Utara dan kepada bapak Prof. Dr.

Syahron Lubis, selaku dekan di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku ketua program studi

di departemen Etnomusikologi, USU dan kepada ibu Dra. Heristina Dewi,

M.Pd, selaku sekretaris di jurusan Etnomuikologi yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan urusan administrasi.

3. Kepada kedua pembimbing penulis selama pengerjaan skripsi ini yaitu

bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si dan bapak Drs. Torang Naiborhu,

M.Hum. Terimakasih banyak atas semua bimbingan atau arahan, masukan,

dan kritikan yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Penulis juga mengucapkan terimakih kepada informan penulis amang boru

Mmanullang, Ian Tambunan, S.Marbun, J tambunan, yang telah

memberikan informasi maupun data selama penulis melakukan penelitian

dan juga kepada tulang Marsius Sitohang yang memberikan informasi

awal dan terkhusus juga kepada abangda David Simanungkalit S.Sn, yang

telah mengenalkan penulis kepada informan selama dalam melakukan

penelitian ini, sehingga informasi tersebut dapat penulis buat menjadi

suatu skripsi.

Universitas Sumatera Utara

5. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada sahabat

sahabat penulis selama mengikuti perkuliahan yaitu anak etno stambuk

2008 (Nielson Sihombing, Pardon simbolon, Marini Sinaga, Yudhistira

Siahaan, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Brian Laso H, Andro M

Hutabarat, Daniel Sianturi, Daniel Zai, Mario king, Rudi sastro, Mahyar,

dan Agus ). Terimakasih juga Sahabat penulis yang di UKM PSM USU, (

Grace sipudan, friska, Andi Buaya, Bonggud, Deby, Gok P Malau,

Kawan, Lydia, Meilina Silalahi, Vera simbolon, Anita Purba, Chaterine,

Mario, David Hutagalung, Lido P, Roman, Chandra, dan yang lainnya

yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu ) terimakasih buat kerjasama

dan persahabatnnya selama di Paduan suara. Terkhusus juga penulis

mengucapkan terimaksih kepada sahabat penulis di yaitu Theresia

Damanik, S.P, bg Senovian, Bang Budi, dan bang David Simanungkalit,

terimaksih buat masukannya dan dorongan yang diberikan kepada penulis.

6. Terimakasih kepada sahabat penulis di “KOMUNITAS SAXOPHONE

ETNOMUSIKOLOGI”, bang Markus Sirait, S.Sn, bang Welly simbolon

S.Sn, lae Nixon Sianturi, S.Pd,Tumpal Saragih, dan Batoan Sihotang.

Terimakasih buat semangat dan ilmu yang diberikan selama belajar

saxophone di perkuliahan maupun pada saat latihan saxophone di

Etnomusikologi. Kiranya kita tetap dilindungi Tuhan agar dapat kembali

berkarya dan belajar bersama.

7. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada sahabat sahabat

penulis di Naposo Bulung HKBP GD Johor ( Loriwan Sirait, Tety culen,

Universitas Sumatera Utara

Ardo, Pongky, Dasep, Vahri, Agnes Tondang, Agnes Siagian, Ana, Doner,

kak Hana, lae Donna, dan kpada semua anak anak Naposo bulung GD

Johor.) atas sindiran sindiran “masih kuliah.?” atau “kapan tamat.?” yang

selalu muncul tiap kali bertemu. Semoga persahabatan kita dapat terjaga

dengan baik dan tetap berkarya untuk Tuhan.

8. Terkhusus penulis mengucapkan terimakasih kepada Astri Sihombing,

A.Md yang pernah membantu penulis dan memberikan motivasi sehingga

penulis tetap semangat dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih banyak

penulis ucapkan kepada Dewi Intan Sitorus, A.Md atas bantuan kamera

dan yang telah membantu penulis mengerjakan skripsi ini dan motivasi

yang selalu diberikan.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

terkait yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga menyadari bahwa mungkin dalam skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan atau kesalahan, untuk itu sebelumnya penulis memohon maaf

kepada pembaca ataupun pihak yang merasa dirugikan dan sekaligus juga

mengharapkan agar sudi kiranya jika terdapat kesalahan atau kekurangan agar

pembaca sudi kiranya memberikan masukan untuk kesempurnaan tulisan ini

sehingga nantinya skripsi ni dapat lebih layak untuk dibaca dan memberikan

informasi yang bermanfaat.

Universitas Sumatera Utara

Semoga tulisan ini bermanfaat buat pembaca dan bagi yang

membutuhkannya. Terimakasih.

Medan, Oktober 2013

Penulis

Sudarsono Malau

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

ABSTRAK ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

1.2.Pokok Permasalahan ............................................................... 7

1.3Tujuan dan Manfaat ................................................................. 9

1.3.1.Tujuan Penelitian ........................................................ 9

1.3.2.Manfaat Penelitian ...................................................... 10

1.4.Konsep dan Teori yang digunakan .......................................... 11

1.4.1.Konsep ........................................................................ 11

1.4.2.Teori yang digunakan ................................................. 13

1.5.Metode Penelitian .................................................................... 15

1.5.1Kerja Lapangan ............................................................ 16

1.5.2.Metode Observasi ....................................................... 16

1.5.3 .Wawancara ................................................................ 17

1.5.4.Metode Dokumenter ................................................... 17

Universitas Sumatera Utara

1.5.6.Kerja Laboratorium .................................................... 18

BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA

MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN ............... 19

2.1. Deskripsi masyarakat Batak Toba di kota Medan .................. 19

2.1.1. Etnografi kota Medan ................................................... 19

2.1.2. Masyarakat batak Toba di Kota Medan ........................ 20

2.1.3. Sistem kepercayaan masyarakat Batak di

Kota Medan .................................................................. 21

2.1.4. Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di

Kota Medan .................................................................. 22

2.2. Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak

Toba ...................................................................................... 23

2.3. Ensambel musik tiup pada kebudayaan masyarakat Batak

Toba di Kota Medan............................................................... 25

2.3.1. Makna ensambel musik tiup ........................................ 25

2.3.2. Fungsi dan penggunaan musik tiup pada upacara

Adat Kematian masyarakat Batak Toba ....................... 28

BAB III DESKRIPSI SAXOPHONE PADA ENSAMBEL MUSIK

TIUP ...................................................................................... 29

3.1. Sejarah Saxophone ................................................................. 29

3.1.1. Sejarah Lahirnya Saxophone dan Perkembangannya .. 29

3.1.2. Sejarah Masuknya Saxophone Dalam Budaya

Masyarakat Batak Toba ................................................ 33

Universitas Sumatera Utara

3.2. Jenis-Jenis Saxophone ............................................................ 35

3.3. Study Organologi Saxophone ................................................ 36

3.3.1. Study Struktural ........................................................... 36

3.3.2. Study Fungsional Saxophone Dalam Ensambel

Musik Tiup ................................................................... 41

3.4. Teknik permainan saxophone secara umum .......................... 41

3.4.1. Proses produksi bunyi ................................................... 41

3.5. Teknik Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik

Tiup ........................................................................................ 57

3.6. Fungsi dan penggunaan saxophone dalam ensambel musik

Tiup ........................................................................................ 71

BAB IV DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM

STRUKTUR MELODI REPERTOAR YANG DIMAINKAN .... 72

4.1. Notasi dan Transkripsi ........................................................... 72

4.2. Proses Transkripsi .................................................................. 72

4.2.1. Cara kerja transkripsi ................................................... 74

4.2.2. Pemilihan repertoar yang akan ditranskripsi ................ 75

4.2.3. Alasan pemilihan repertoar .......................................... 75

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 82

5.1. Kesimpulan dan Saran............................................................ 82

5.1.1. Kesimpulan ................................................................... 82

5.2. Saran ....................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR INFORMAN

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Teknik Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada

Ensambel Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan

Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed

aerophone (alat music tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah).

Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Setelah adanya masa

perdagangan dan penyebaran agama, saxophone mulai masuk ke Indonesia

khususnya ke daerah batak sekitar tahun 1940-an. Saxophone mulai digunakan

dalam acara adat pada masyarakat batak toba untuk menggantikan alat musik

tradisional batak toba.

Fokus dari penelitian ini adalah menyangkut tentang teknik memainkan

saxophone dalam membawakan repertoar gondang yang ada dalam tradisi

masyarakat batak toba sebagai salah satu alat musik yang digunakan dalam

upacara adat batak toba, khususnya yang ada di kota Medan. Untuk mendapatkan

data yang lengkap dan akurat maka dalam penelitian ini akan dilakukan metode

penelitian kwalitatif, serta didukung dengan metede wawancara terhadap pihak

yang terkait dengan penelitian ini. Setelah data yang didapatkan dilapangan maka

data tersebut akan diolah di laboratorium. Selain itu, penelitian ini akan

didasarkan juga atas beberapa teori.

Universitas Sumatera Utara

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

proses belajar hingga dapat memainkan saxophone didalam acara adat batak toba,

mengetahui bagaimana teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar

gondang, serta untuk menjadi suatu karya tulis dalam bentuk skripsi di

departemen Etnomusikologi. Hasil penelitian adalah, saxophone telah lama

digunakan dalam upacara adat batak toba, dan fungsi saxophone dalam ensambel

musik pengiring upacara adat adalah sebagai pembawa melodi yang teknik

permainannya ada yang diadopsi dari teknik permainan sulim (side blown flute)

ataupun teknik permainan sarune etek (single reed aerophone) maupun sarune

bolon (double reed aerophone).

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Teknik Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada

Ensambel Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan

Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed

aerophone (alat music tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah).

Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Setelah adanya masa

perdagangan dan penyebaran agama, saxophone mulai masuk ke Indonesia

khususnya ke daerah batak sekitar tahun 1940-an. Saxophone mulai digunakan

dalam acara adat pada masyarakat batak toba untuk menggantikan alat musik

tradisional batak toba.

Fokus dari penelitian ini adalah menyangkut tentang teknik memainkan

saxophone dalam membawakan repertoar gondang yang ada dalam tradisi

masyarakat batak toba sebagai salah satu alat musik yang digunakan dalam

upacara adat batak toba, khususnya yang ada di kota Medan. Untuk mendapatkan

data yang lengkap dan akurat maka dalam penelitian ini akan dilakukan metode

penelitian kwalitatif, serta didukung dengan metede wawancara terhadap pihak

yang terkait dengan penelitian ini. Setelah data yang didapatkan dilapangan maka

data tersebut akan diolah di laboratorium. Selain itu, penelitian ini akan

didasarkan juga atas beberapa teori.

Universitas Sumatera Utara

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

proses belajar hingga dapat memainkan saxophone didalam acara adat batak toba,

mengetahui bagaimana teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar

gondang, serta untuk menjadi suatu karya tulis dalam bentuk skripsi di

departemen Etnomusikologi. Hasil penelitian adalah, saxophone telah lama

digunakan dalam upacara adat batak toba, dan fungsi saxophone dalam ensambel

musik pengiring upacara adat adalah sebagai pembawa melodi yang teknik

permainannya ada yang diadopsi dari teknik permainan sulim (side blown flute)

ataupun teknik permainan sarune etek (single reed aerophone) maupun sarune

bolon (double reed aerophone).

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari unsur

seni, khususnya yang berkaitan dengan seni musik. Penggunaan musik itu

memang berbeda seiring dengan fungsi dari musik itu, kapan dan dimana

digunakan. Selain itu, konsep dan pemahaman tentang musik itu berbeda

pengertiannya dalam setiap kelompok masyarakat. Konsep dan makna musik

dalam setiap kebudayaan itu sendiri biasanya memang cenderung dipengaruhi

oleh pemahaman masyarakat pendukung suatu kebudayaan musik itu sendiri.

Demikian juga halnya terjadi dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, dimana

musik itu mempunyai makna dan fungsi tersendiri.

Dalam setiap aktivitas upacara adat masyarakat Batak Toba biasanya selalu

berdampingan dengan kegiatan musikal, dimana musik itu sendiri berfungsi

sebagai pelengkap dan pengiring dalam upacara adat. Upacara adat dalam

masyarakat Batak Toba yang menggunakan musik masih dapat kita jumpai

hingga saat ini karena itu merupakan sebuah hasil karya cipta, karsa dan rasa

yang nyata yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba itu sendiri.

Dalam kehidupan sosial masyarakat Batak Toba kegiatan musik itu juga

mempunyai makna dan tujuan yang berbeda, dimana itu terjadi berdasarkan

penggunaannya seperti dalam konteks upacara adat, ritual keagamaan, maupun

dalam konteks pertunjukan yang bersifat hiburan.

Universitas Sumatera Utara

Selain melihat dari sisi fungsi dan penggunaan musik dalam masyarakat

Batak Toba tersebut, memang ada sisi lain yang juga sangat perlu diperhatikan,

yaitu suatu unsur dinamika perubahan dan perkembangan. Sejak dimulainya suatu

kebudayaan masyarakat Batak Toba mulai dari masa nenek moyang masyarakat

Batak Toba, kebudayaan itu tidak terlepas dari suatu perubahan atau pun

perkembangan. Baik itu dilihat dari fungsi dan penggunaan, cara-cara bermusik,

status sosial musisi maupun hingga alat musik yang digunakan. Namun yang

paling menonjol perubahan yang terjadi dalam kegiatan musikal masyarakat

Batak Toba, itu ditandai dengan sebelum dan sesudah masuknya ajaran agama

Kristen ke daerah masyarakat Batak Toba.

Sebelum masuknya agama Kristen di tanah Batak, alat musik yang

digunakan dalam upacara adat tradisi, ataupun upacara ritual lainnya adalah

ensambel gondang sabangunan dan ensambel uning-uningan yang digunakan

untuk memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks acara adat lainnya(

Monang Asi Sianturi: hal 1)1

1 Dikutip dari tesis Monang Asi Sianturi, pada program studi Magister(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni dengen judul “Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Masyarakat Batak Toba”. Tahun 2012.

. Ensambel gondang sabangunan adalah ensambel

yang instrumennya terdiri dari : empat buah ogung (suspended gong) yaitu ogung

ihutan, ogung oloan, ogung doal, dan ogung panggora ; lima buah taganing atau

gendang (single headed braced drum), satu buah odap (double headed drum) satu

buah gordang (single headed braced drum), satu buah sarune bolon (double reed

oboe aerophone), dan satu buah hesek (struck idiophone). Keseluruhan alat

tersebut tergabung dalam ensambel yang disebut dengan gondang sabangunan

Universitas Sumatera Utara

(Mauli Purba : 2004)2 . Namun setelah masuknya ajaran agama Kristen ke tanah

Batak, penggunaan dan fungsi musik dalam budaya masyarakat Batak Toba juga

mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena adanya pembatasan dan bahkan

pelarangan aktivitas musik tradisi masyarakat Batak Toba yang dilarang oleh

pihak gereja. Oleh karena itu misionaris yang membawa paham agama Kristen

dalam kesempatan tersebut mulai memperkenalkan alat musik barat, yang diawali

dengan alat musik tiup trompet yang kemudian menjadi sebuah ensambel musik

tiup atau brass band, (Monang Asi Sianturi)3

Adapun alat musik tiup yang berasal dari budaya barat yang

dikelompokkan dalam ensambel musik tiup adalah terompet sopran dan alto,

trombone baritone dan tenor, tuba, dan contra bass. Seiring berkembangnya

ajaran agama Kristen di tanah Batak, maka musik tiup (brass band) itu pun sudah

mulai digunakan dalam upacara adat acara yang bersifat perayaan dalam tradisi

Batak Toba. Artinya, musik tiup tidak hanya digunakan dalam acara kebaktian di

gereja saja. Sejak saat itulah istilah “musik tiup”untuk kelompok ataupun

ensambel musik mulai populer disebut dalam budaya masyarakat Batak Toba.

Walaupun digunakan dalam upacara adat, namun repertoar yang dimainkan tetap

repertoar dari ensambel gondang.

. Musik tiup adalah suatu kesatuan

pengelompokan alat musik yang terbuat dari bahan logam, dimana materi

penggetar bunyinya dihasilkan oleh udara.

2 Dikutip dari buku “PLURALITAS MUSIK ETNIK” dengan judul makalah Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor Pada Masyarakat Batak Toba oleh Drs. Mauly Purba, MA.,PhD, halaman 62. Yang diterbitkan oleh Pusat Doumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN. 2004

3 Dikutip dari tesis Monang Asi Sianturi, pada program studi Magister(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni dengen judul “Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Masyarakat Batak Toba”. Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

Seiring dengan perkembangan istilah musik tiup, alat yang digunakan juga

mengalami penambahan seperti saxophone. Perkembangan penggunaan ensambel

musik tiup ini bukan hanya berkembang di daerah awalnya musik tiup muncul

(daerah Toba Samosir khususnya di Desa Tambunan), namun setelah adanya

perpindahan penduduk atau migrasi masyarakat Batak Toba khususnya ke kota

Medan, penggunaan alat musik tiup ini juga cukup populer digunakan dalam

upacara adat masyarakat Batak Toba, khususnya upacara adat kematian. Jika kita

lihat saat ini di wilayah kota Medan, istilah musik tiup itu sendiri bukan lagi

hanya berpatokan pada alat musik tiup saja, namun sudah menggunakan alat

musik gitar, bass, drum set, keyboard dan saxophone. Namun, walaupun

penggunaan alat musiknya sudah beda istilah musik tiup tetap masih populer

digunakan dalam ensambel alat musik yang berasal dari budaya barat tersebut.

Dari penjelasan tersebut, penulis mengasumsikan bahwa dengan terjadinya

kontak kebudayaan masyarakat Eropa (khususnya yang dibawakan oleh

misionaris) dengan masyarakat Batak Toba telah membawa dampak perubahan

pada budaya masyarakat Batak itu sendiri, dimana terjadi dua kontak budaya yang

menghasilkan suatu inovasi (pembaharuan). Dalam pertemuan kebudayaan ini ada

juga perubahan alat musik yang digunakan, dimana saat ini hampir setiap upacara

adat kematian masyarakat Batak Toba dijumpai alat musik barat, tanpa

menghilangkan ciri khusus musik Batak namun alat yang digunakan berbeda.

Pendapat tersebut juga didukung dengan pendapat Prof. Shin Nakagawa dalam

bukunya yang berjudul Musik dan Kosmos hal 19 yang mengatakan bahwa :

……..dalam musik juga sering terjadi peminjaman cirri khusus dari suatu budaya

musik…..dalam hal ini pertukaran instrumen juga dapat terjadi, dalam hal ini instrumen

Universitas Sumatera Utara

tidak harus disertai dengan konsep lamanya. Akan tetapi dalam hal ini composer inovatif

tidak membutuhan makna baru tersebut dalam konteks aslinya. Ini merupakan inovasi

maka kecil dianggap sebagai bagian kecil dari terakulturasi yang sangat mungkin terjadi.

4

hal tersebut diasumsikan Shin Nakagawa sebagai pengambil alihan ciri khusus

musik (transfer of discrete musical tarits).

Di sisi lain, dampak dari kontak budaya tersebut juga dapat berdampak

terhadap percampuran kebudayaan yang saling berdampingan, dimana dua unsur

budaya musikal yang bercampur yang saling berdampingan. Sebagai contohnya

adalah, konsep musikal Batak Toba yang dulunya dikenal dengan pentatonic

(terdiri dari 5 nada), setelah terjadinya kontak budaya dengan budaya barat saat ini

konsep musikal dari Batak Toba sudah mengenal lebih dari 5 nada atau sudah

mengarah pada konsep diatonic (ada nada yang berjarak 1 dan ½ laras). Fenomena

ini dapat kita jumpai pada masyarakat Batak khususnya yang berada di kota

Medan. Prof.Shin Nakagawa dalam buku “Musik dan Kosmos”hal 20 juga

mengatakan bahwa :

……..pluralisme biasanya terjadi pada masyarakat urban yang terjadi pada dua atau multi

etnis. Dua kemungkinan bisa terjadi dalam musik, pertama saling mencampur unsur

musik yang ada menjadi sintesis yang baru dan kedua masing masing hidup

berdampingan.5

4 Dikutip dari buku “Musik dan Kosmos” karangan Prof Shin Nakagawa, hal 19, yang diterbitkan pada tahun 2000.

5 Dikutip dari buku “Musik dan Kosmos” karangan Prof Shin Nakagawa, hal 20, yang diterbitkan pada tahun 2000.

Universitas Sumatera Utara

Hal tersebut dikatakan Shin Nakagawa sebagai pluralisme hidup yang

berdampingan (pluralistic coexistence of music).

Atas alasan tersebut maka penulis akan mengkaji tentang percampuran dua

kebudayaan yang berfokus alat pada alat musik saxophone. Dimana secara jelas

diketahui bahwa saxophone bukan merupakan alat musik tradisi dalam budaya

masyarakat Batak Toba, melainkan hasil dari budaya barat, yang pada saat ini

telah sering digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba khususnya

dalam upacara adat kematian.

Sejak masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup dalam budaya

masyarakat Batak Toba, hingga saat ini alat musik ini masih sangat sering kita

jumpai digunakan dalam upacara adat kematian masyarakat Batak Toba

khususnya yang menggunakan ensambel musik tiup. Fenomena yang dilihat

dalam ensambel musik tiup adalah bahwa saxophone sudah berperan sebagai

pembawa melodi repertoar gondang untuk mengiringi tortor dalam upacara adat

masyarakat Batak Toba di Medan.

Pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah tentang penggunaan

saxophone dalam ensambel musik tiup khususnya yang menyangkut tentang

teknik permainan saxophone sehingga dapat diterima oleh masyarakat Batak

Toba, dan bagaimana permainan saxophone dapat mengikuti rasa musikalitas

masyarakat Batak Toba, sehingga saxophone ini masih sering digunakan dalam

upacara adat kematian masyarakat Batak Toba. Asumsi saya, teknik permainan

saxophone dalam ensambel musik tiup tidak mengikuti teknik permainan musik

barat, melainkan telah menggunakan teknik permainan yang diadopsi dari teknik

Universitas Sumatera Utara

permainan sulim (side blown flute, yang terbuat dari bambu) ataupun sarune etek

( single reed aerophone ), sehingga dengan adanya adopsi teknik permaian

tersebut bunyi yang dihasilkan oleh saxophone dapat diterima oleh masyarakat

Batak Toba, khususnya di kota Medan.

Asumsi dari penulis tersebut juga didukung oleh pendapat dari Marsius

Sitohang (musisi Batak dan juga dosen praktek musik Toba di Departemen

Etnomusikologi USU) juga mengakui memang harus ada teknik permainan

khusus untuk memainkan saxophone dalam membawakan repertoar gondang

supaya rasa musik Toba-nya terasa. Hal tersebut diakuinya karena menurut

pengakuan beliau, dia juga pernah memainkan saxophone pada era tahu 1980-an,

dan menurut beliau dia mengadopsi teknik permainan sulim dalam memainkan

saxophone.6

Berdasarkan asumsi dan yang didukung oleh pendapat dari praktisi alat

musik saxophone dalam ensambel musik tiup tersebut, maka penulis akan

mengangkat sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Teknik

Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup Untuk Mengiringi

Upacara Adat Kematian Batak Toba di Kota Medan”.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, keberadaan musik saxophone

dalam mengiringi upacara adat dalam budaya masyarakat Batak Toba, penulis

akan mengkaji tentang teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar

gondang. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang akan dikaji dalam

tulisan ini adalah :

6 Wawancara pada tanggal 15 januari 3013, bertempat di gedung Etnomusikologi USU

Universitas Sumatera Utara

1. Bagaimana teknik permainan saxophone dalam ensambel musik tiup ?

Hal ini untuk melihat bagaimana teknik permainan saxophone dalam

memainkan repertoar dalam mengiringi upacara adat masyarakat Batak

Toba, serta untuk melihat bagaimana eksistensi saxophone dalam

ensambel musik tiup serta hubungannya dengan rasa musikalitas

masyarakat Batak Toba sehingga saxophone masih tetap dipertahankan

untuk digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba.

2. Bagaimana penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup ?

Hal ini akan melihat tentang sejarah masuknya saxophone dan bagaimana

peranan saxophone dalam ensambel musik tiup.

3. Bagaimana stuktur melodi yang dimainkan saxophone dalam memainkan

repertoar gondang ?

Pokok permasalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah untuk melihat

bagaimana saxophone memainkan melodi repertoar gondang serta melihat

struktur melodi yang dimainkan saxophone, apakah masih terfokus pada

konsep melodi musik barat atau lebih kepada konsep melodi musik batak.

Namun pembahasan ini tidak terlalu mendalam, karena itu penulis lebih

memfokuskan ke dalam konteks pokok permasalahan yang pertama dan

kedua. Penulis membuat pokok permasalahan ini untuk melihat dimana

teknik permainan saxophone itu digunakan dalam membawakan suatu

repertoar.

Dari pokok permasalahan di atas penulis akan melihat beberapa pokok

permasalahan aspek musik tentang bagaimana penyajian saxophone dalam

Universitas Sumatera Utara

ensambel musik tiup serta struktur melodi saxophone serta bagaimana proses

belajar, gaya permainan dalam memainkan repertoar gondang, serta menyangkut

tentang kesejarahan mengenai musik tiup secara umum dan saxophone secara

khusus.

Untuk mengkaji pokok permasalahan di atas maka penulis akan membuat

beberapa alasan untuk melakukan penelitian, konsep penelitian, hipotesa dasar

yang tentunya akan dilandaskan pada beberapa teori dasar yang akan menjadi

landasan penulis untuk melakukan penelitian.

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalah yang telah diuraikan di

atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penggunaan

saxophone dalan ensambel musik tiup. Maka tujuan dari penelitian ini akan

diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan serta menjelaskan teknik permainan

saxophone dalam ensambel musik tiup dalam memainkan repertoar

gondang dalam mengiringi upacara adat kematian dalam kebudayaan

masyarakat Batak Toba di kota Medan.

2. Untuk memberikan informasi bagaimana proses masuknya saxophone

dalam ensambel musik tiup. Hal ini menyangkut tentang sejarah

saxophone secara umum serta memberikan informasi tentang sejarah

Universitas Sumatera Utara

masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup. Selain itu untuk

melihat bagaimana peranan saxophone dalam ensambel musik tiup.

3. Untuk mendeskripsikan bagaimana stuktur melodi yang dimainkan

saxophone dalam memainkan repertoar gondang serta mengkaji

tentang struktur melodi yang dimainkan saxophone.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang luas tentang

saxophone dalam ensambel musik tiup, peranannya dalam ensambel musik tiup,

serta memberikan gambaran tentang teknik permainan serta struktur musikal dari

perjalanan melodi yang dimainkan saxophone.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Setelah melihat tujuan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

penulis serta bagi pembaca tentunya untuk memberikan pemahaman tentang

saxophone dalam ensambel musik tiup dalam budaya masyaratak Toba. Dari hal

tersebut maka penulis menguraikan beberapa manfaat dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Dapat menjadi bahan referensi untuk menambah pengetahuan

tentang saxophone

2. Untuk memberikan pertimbangan dan refrensi bagi peneliti

berikutnya tentang penggunaan saxophone dalam ensambel musik

tiup dalam budaya masyarakat batak toba.

3. Untuk memberikan informasi tentang tentang teknik permainan

saxophone dalam ensambel musik tiup.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Konsep dan Teori yang digunakan

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan idea atau pengertian yang di abstrakkan dari

peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991).

Teknik adalah cara atau kepandaian untuk melakukan atau membuat

sesuatu yang berhubungan dengan seni (KBBI; hal 1024 ) Sedangkan permainan

adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain atau; barang atau sesuatu yang

dimainkan(KBBI: 614), maka jika dirangkaikan teknik permainan dalam hal ini

adalah suatu proses atau cara yang digunakan untuk memainkan saxophone untuk

menghasilkan bunyi saxophone untuk memainkan repertoar gondang.

Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed

aerophone (alat musik tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah

reed 7

Musik tiup adalah sekelompok ensambel musik yang menggunakan

seperangkat instrument tiup dimana digunakan untuk mengiringi upacara adat

dimana pada awalnya dipergunakan di gereja.

). Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Saxophone

termasuk salah satu jenis alat musik yang merupakan pengembangan dari alat

musik clarinet (single reed aerophone).

8

7 Reed adalah sebuah bahan untuk membelah udara dan penggetar udara dimana posisinya pberada pada lobang tiupan. Dan reed saxophone terbuat dari bahan bambu

Musik tiup sering digunakan

dalam upacara adat kematian dalam budaya masyarakat Batak Toba khususnya

8 Dikutip dari tesis monang asi sianturi pada halaman 23 ,tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

yang ada di kota Medan. Jika kita lihat saat ini, dalam ensambel musik tiup ini

juga telah digunakan saxophone.

Dalam buku Jeff Todd Titon yang berjudul “Worlds of Music : An

Introduction to the Music of the World Peoples (1984)” yang menyebutkan bahwa

dalam kebudayaan musik di dunia merupakan rangkaian dari 4 elemen yaitu : (a)

ideas about music (gagasan tentang musik), (b) social organization of music (

organisasi sosial music), (c) material cultures of music (kebudayaan material

musik) dan yang terakhir adalah (d) repertoires of music ( repertoar music).

Dalam hal ini repertoar diartikan yang meliputi : a) style (gaya); b) genres (genre);

c) texst (tekstual); d) composition (komposisi); e) transmission (transmisi) dan : f)

movement (gerakan).9

Mengacu pada tujuan dan manfaat penelitian ini, maka untuk mengkaji

penelitian ini juga tentunya akan mengacu pada konsep yang mendasar juga

tentang perubahan khususnya tentang alat musik yang digunakan sudah berubah.

Hal ini tentunya tidak terlepas dari adanya persebaran budaya.

Konsep dari penelitian ini adalah mengkaji tentang bagaimana teknik

permainan saxophone dalam membawakan repertoar gondang. Selain mengkaji

tentang teknik permainan penelitian ini tentunya tidak terlepas dari sejarah

bagaimana perkembangan saxophone awalnya hingga bisa sampai di tanah batak

dan digunakan dalam ensambel musik dalam budaya masyarakat Batak Toba.

9 Dikutip dari tesis monang asi sianturi pada halaman 37 ,tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

Fungsi dan penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup juga

menjadi konsep dasar yang akan dikaji dari penelitian ini, dimana untuk

mendapatkan informasi bagaimana fungsi saxophone dalam ensambel musik tiup.

Upacara adat kematian Batak Toba dalam tulisan ini difokuskan kepada

upacara adat kematian sari matua dan saur matua. Sari matua adalah suatu

kematian, dimana oarng yang meninggal dunia telah beranak cucu, namun masih

ada anaknya yang belum menikah. Saur matua adalah suatu kematian dimana

orang yang meninggal dunia telah beranak cucu dan semua anaknya telah

menikah10

1.4.2 Teori yang digunakan

.

Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan

yang didukung dengan data dan argumentasi, atau penyelidikan experimental

yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti (KBBI, hal 1177, edisi

ke-3 tahun 2001). Lauer (2001 : 35 ) juga menjelaskan bahwa teori adalah

bagaimana menerangkan gambaran suatu fenomena tertentu atau suatu pemikiran

untuk menerangkan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi. Dijelaskan juga bahwa

teori adalah seperangkat pernyataan atau proposisi yang berhubungan secara logis,

yang menerangkan fenomena tertentu sehingga untuk menguraikan sebuah

fenomena kebudayaan dibutuhkan landasan teori yang tepat, sesuai dengan

permasalahannya.

Untuk memahami bagaimana teknik permainan saxophone dalam

ensambel musik tiup, penulis menggunakan teori etnosains, yaitu suatu teori yang

10 Dikutip dari tesis Monang Asi sianturi, hal 104, tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

menggunakan pemahaman tentang objek yang diteliti tanpa berdasarkan landasan

ilmiah. Dalam hal ini penulis bermaksud untuk mengetahui istilah, atau teknik

permainan saxophone berdasarkan pemahaman pemain saxophone dalam musik

tiup. Disamping itu juga akan mengetahui bagaimana persepsi pemain saxophone

terhadap permainan saxophone yang dibutuhkan dalam upacara adat masyarakat

Batak Toba.

Maka untuk mendeskripsikan dan untuk memberikan pemahaman bahwa

penelitian dalam Etnomusikologi berkaitan dengan perilaku musik itu sendiri,

pertunjukan musik, serta mempelajari dan memberikan analisa mengenai

keberadaan musik dalam masyarakatnya itu sesuai dengan pendapat Alan.P

Merriam, 1964 :202 yang menyangkut tentang mempelajari musik dalam

kebudayaan, ataupun pendapat Mantle Hood, 1969; 298 yang menyatakan tentang

mempelajari musik dalam konteks kebudayaan.

Disamping itu, teori yang digunakan juga menyangkut tentang bagaimana

bunyi itu dihasilkan juga yang merupakan kajian etnomusikologi khususnya yang

berkaitan dengan dengan alat musik seperti yang diungkapkan oleh Alan P

Meriam bahwa Etnomusikologi itu juga mengkaji alat musik, dimana dalam

tulisan ini menyangkut tentang bagaimana teknik permainan saxophone.

Merriam (1964 : 32-35) juga menyebutkan bahwa pekerjaan menganalisis

suatu peristiwa musikal, penting untuk memeperhatikan berbagai aspek antara lain

: (a) bunyi musikal, (b) konsep-konsep mengenai musik, dan (c) tingkah laku

manusianya yangberhubungan dengan bunyi musikal yang mempengaruhi

konsep-konsep musik. Ketiga hal tersebut mempunyai keterkaitan yang sama

Universitas Sumatera Utara

dalam menghasilkan produksi bunyi musik. Kaitannya dengan penelitian ini

tentunya dapat digunakan sebagai landasan untuk mengkaji bagaimana proses dan

produksi bunyi yang dihasilkan saxophone dalam ensambel musik tiup.

Untuk mendeskripsikan serta mentranskripsikan bunyi yang berkaiatan

dengan kejadian musikal secara umum serta mendeskripsikan bunyi yang

dihasilkan oleh saxophone, dan sekaligus juga untuk memperkuat teori diatas,

maka maka penulis juga menggunakan pendapat dari Slobin dan Titon dalam

buku yang berjudul “world of music”, dimana mereka menyebutkan bahwa ada

empat hal yang harus diperhatikan dalam melihat suatu gaya musik yaitu : (1)

elemen nada yang meliputi tangga nada, modus, harmoni, dan system laras, (2)

elemen waktu yang meliputi ritme dan birama, (3) elemen suara meliputi warna

suara dan bunyi dari instrument, dan (4) intensitas yang meliputi keras lembutnya

suara tersebut, (1984 :5)

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai

maksud atau tujuan, KBBI Edisi Ke-2 Tahun 1996 : hal 652). Pendapat ini juga

didukung oleh pendapat dari Gorys Keraf, (1984 : 310) yang juga menyatakan

bahwa metodologi adalah kerangka teoritis yang dipergunakan penulis untuk

menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi.

Menurut Curt Sach (1962 : 16 ) menyatakan bahwa dalam penelitian

Etnomusikologi ada dua hal yang harus dilakukan yaitu kerja lapangan dan kerja

laboratorium. Penelitian lapangan mencakup observasi lansung, wawancara, dan

Universitas Sumatera Utara

merekam musik yang akan diteliti, sedangkan kerja laboratorium adalah untuk

membahas dan menganalisa data yang didapatkan setelah penelitian di lapangan.11

1.5.1 Kerja Lapangan

Dengan demikian penulis membagi kedua metode tersebut dalam dua kelompok

yaitu :

Untuk mendapatkan/ mengumpulkan data yang sangat dibutuhkan untuk

menjawab pertanyaan yang ada dalam pokok permasalahan, maka penulis

menggunakan metode yang berkaitan dengan disiplin Etnomusikologi yaitu :

1.5.2 Metode Observasi

Berdasarkan pendapat dari Prof. Dr. Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Penelitian Kualitatif, (2007 : 115), observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti, telinga, hidung, kulit, dan mulut. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja dari panca indra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Metode observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk manghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode ini untuk mengamati

kegiatan musikal yang terjadi pada saat penggunaan saxophone dalam musik tiup,

khususnya kegiatan upacara adat kematian pada kebudayaan masyarakat Batak

Toba. Yang menjadi objek dari pengamatan adalah bagaimana suasana saat musik

tiup dimainkan, bagaimana ekspresi pemain, bagaimana suasana adat, dan

kegiatan apa saja yang terjadi saat upacara kematian itu dilakukan. Selain kegiatan

musikal, penulis juga akan mengamati kegiatan di luar musikal baik yang

berhubungan dengan tulisan ini maupun yang tidak berhubungan.

11 Diterjemahkan lansung penulis dari buku Bruno Nettl ‘’Theory and Method in Etnomusikology” 1963 : hal 62.

Universitas Sumatera Utara

1.5.3 Wawancara

Selain melakukan pengamatan, penulis juga melakukan wawancara

terhadap informan untuk menanyakan secara lansung apa yang menjadi dari topik

atau data yang dibutuhkan. Wawancara adalah proses untuk memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewancara dengan orang yang diwawancarai (informan) dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (guide) wawancara. (Burhan Bungin, 2007 : 108).

Dalam teknik wawancara ini, yang menjadi informan kunci yang diteliti

adalah pemain saxophone dalam ensambel musik tiup yang mengiringi upacara

kematian khususnya, dan pemain musik tiup lainnya pada umumnya. Informan

dalam penelitian ini memang tidak hanya terpaku pada pencarian data dari

informan yang menjadi pelaku (musisi) saja, namun juga akan mempunyai

keterkaitan dengan pihak lain di luar dari musisinya seperti orang yang yang

mengerti sejarah tentang musik tiup dan saxophone pada khususnya, orang-orang

yang bekerja di bidang pendidikan, masyarakat, dan orang di bidang pemerintahan

(instansi terkait seperti dinas pencataan sipil atau badan pendataan statistik) atau

informan lainnya yang mengetahui tentang hal-hal yang berhubungan dengan data

untuk tulisan ini.

1.5.4 Metode Dokumenter

Metode dokumenter adalah suatu metode pengumpulan data yang

digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini untuk

menelusuri data historis. Sifat utama dari penelitian ini tidak terbatas pada ruang

Universitas Sumatera Utara

dan waktu sehingga memberikan peluang untuk mengetahui hal-hal yang pernah

terjadi pada masa lampau, baik itu yang bersifat tulisan, artefak, benda, foto, dan

dokumen yang bersifat, visual, audio, dan audio visual (Burhan Bungin, 2007 :

121).

Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui sejarah dan untuk

mengetahui kejadian atau kegiatan budaya masa lampau yang sudah pernah

dituliskan oleh peneliti sebelumnya. Disamping itu metode ini untuk mengetahui

sejarah perkembangan musik tiup hingga sampai masuknya saxophone dalam

ensambel musik tiup hingga sekarang ensambel musik tiup masih sering

digunakan dalam upacara adat kematian masyarakat Batak Toba. Adapun metode

ini adalah untuk mendapatkan data dari media seperti buku, majalah, jurnal, surat

kabar, dan media elektronik, seperti internet.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Dalam kerja laboratorium, penulis kemudian mengolah data yang

didapatkan dari lapangan untuk membahas dan menganalisa data atau informasi

yang didapatkan dari lapangan yang sesuai dengan kebutuhan dari tulisan ini.

Selain itu untuk mendeskripsikan yang bersifat musikal atau pentranskripsian

musik penulis juga melakukanya di laboratorium yang ditranskripsi dari hasil

rekaman baik yang bersifat audio(sesuatu yang bersifat bisa didengar)12

12 KBBI 1995 :65, EDISI KE-7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit balai pustaka

maupun

Universitas Sumatera Utara

dari rekaman yang bersifat audio visual(sesuatu yang bersifat bisa didengar dan di

lihat)13

13 KBBI 1995 :65, EDISI KE-7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit balai pustaka

.

Universitas Sumatera Utara

BAB II

MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

2.1 Deskripsi Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

2.1.1 Etnografi Kota Medan

Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara. Kota Medan

memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah

Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya,

Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang

relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang

Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan

cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas

permukaan laut. Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan, dan 151 kelurahan. Secara

administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : berbatasan dengan selat Malaka

Sebelah selatan : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang

Sebelah timur : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang

Sebelah barat : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang

Kota Medan dapat juga dikatakan sebagai kota yang multi etnis, karena

penduduk kota Medan terdiri dari beberapa suku, yaitu seperti Melayu, Batak

Toba, Batak Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, Mandailing, Pesisir, Minang, Jawa,

Tionghoa, Aceh, India, dan penduduk yang berasal dari luar pulau sumatera

lainnya. Dari komposisi penduduk kota Medan, penduduk kota Medan merupakan

Universitas Sumatera Utara

penduduk yang heterogen. Memang pada awalnya penduduk kota Medan yang

dominan adalah masyarakat Melayu. Namun seiring perkembangan waktu

masyarakat kota Medan semakin heterogen dengan percampuran etnis dari luar

kota Medan.14

Gambar : Denah kota Medan

14 Sumber ; www.wikipedia/bps-sumut/2013/php.com. Terakhir dilihat pada tanggal 23 mei 2013

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan.

Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya berasal dari daerah

Tapanuli ataupun dari daerah Toba. Asal Batak toba secara administratif berasal

dari kabupaten Samosir, kabupaten Humbang Hasundutan, kabupaten Tapanuli

Utara, dan kabupaten Toba Samosir. Pada umumnya masyarakat batak Toba

memang merupakan perantau di kota Medan. Pada umumnya memang masyarakat

Batak Toba yang ada di kota Medan merupakan pekerja ataupun pencari kerja di

kota Medan. Perpindahan masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya

adalah bertujuan untuk meningkatakan taraf hidup dari segi ekonomi.

Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya membentuk

komunitas tersendiri khususnya dalam bidang sosial budaya. Masyarakat Batak

Toba di kota Medan umumnya membentuk komunitas berdasarkan garis marga,

ataupun asal daerah. Namun komunitas yang paling menonjol pada umumnya

membentuk komunitas berdasarkan garis marga.

Kebudayaan masyarakat Batak Toba di kota Medan memang mengalami

perubahan, itu karena pada umuumnya masyarakat Batak Toba di kota Medan

berasal dari daerah yang berbeda, yang tentu dengan kebudayaan yang berbeda

pula. Namun disamping perbedaan tersebut namun tetap memiliki kesamaan

budaya juga.

2.1.3 Sistem kepercayaan masyarakat Batak di Kota Medan.

Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya menganut system

kepercayaan berdasarkan keyakinan orang tua. Atau dapat dikatakan masyarakat

Batak di kota Medan memang menganut system kepercayaan yang dianutnya dari

Universitas Sumatera Utara

lahir hingga dewasa. Namun banyak juga masyarakat Batak Toba yang berubah

kepercayaaanya, atau dengan kata lain kepercayaannya pada saat anak anak-

hingga dewasa bisa saja berubah setelah ia dewasa. Pada umumnya masyarakat

Batak Toba dikota Medan menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik,

maupun Islam. Dari beberapa agama tersebut agama yang paling berkembang

pesat dalam masyarakat Batak Toba adalah agama Kristen Protestan.

2.1.4 Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

Masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan memang pada

ummnya adalah perantau. Masyarakat Batak Toba datang ke kota Medan

memang tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih layak

dari segi ekonomi. System pencaharian masyarakat Batak di kota Medan padan

umumnya memang beragam. Adapun keragaman dari mata pencaharian

masyarakat batak di kota Medan memang pada umumnya adalah dengan berperan

sebagai wiraswasta, pegawai ( baik pegawai negeri di instansi pemerintahan

maupun di perusahaan swasta ), buruh, petani, pekerja seni ( seniman) dan

pedagang. Namun untuk wilayah kota Medan karena lahan pertaniannya yang

sempit, sangat jarang masyarakat Batak Toba yang berprofesi sebagai petani.

Dilihat dari pekerjaanya, sebagian besar masyarakat Batak Toba di kota

Medan adalah pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan wiraswasta. Orang Batak

Toba di kota Medan juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang di pasar

tradisional yang ada di kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba

Dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, upacara kematian dibagi atas

beberapa jenis berdasarkan usia dan status yang meninggal dunia (Sianturi, 2012 ;

101). Perlakuan atau upacara untuk meninggal tersebut juga berbeda. Maka untuk

lebih jelasnya dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah sebagai berikut:

1. Mate di bortian, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih berada

dalam kandungan. Biasanya orang yang meninggal seperti ini tidak

mendapat perlakuan adat atau dapat dikatakan lansung dikubur tanpa

menggunakan peti mati.

2. Mate poso-poso, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih bayi.

Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, dimana mayatnya

sudah ditutupi ulos15

3. Mate dakdanak, artinya adalah meninggal dunia pada saat usia masih

anak-anak. Kematian seperti ini juga sudah mendapat perlakuan adat,

mayatnya sudah ditutupi ulos dimana ulosnya berasal dari tulang

dimana ulos penutup mayatnya diberikan oleh orang

tua dari yang meninggal tersebut.

16

4. Mate bulung, artinya adalah orang yang meninggal pada saat usia remaja.

Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, ulos penutup mayat

juga diberikan oleh tulang dari yang meninggal

yang

meninggal.

5. Mate ponggol, orang yang meninggal dunia pada saat sudah dewasa

namun belum menikah, orang yang meninggal seperti ini sudah

15 Ulos adalah sejenis pakaian adat masyarakat Batak Toba yang ditenun. 16 Tulang dalam bahasa Batak Toba adalah saudara laki-laki dari ibu yang meninggal

atau secara harafiah diartikan paman.

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan perlakuan adat, dan kain penutup mayatnya diberikan oleh

tulang dari yang meninggal tersebut.

Kelima jenis kematian di atas merupakan kematian yang dibagi atas

dasar usia dan status belum menikah. Sianturi ( 2012 : 101) memaparkan jenis

kematian menurut masyarakat Batak Toba, sesudah menikah antara lain :

1. Mate diparang-alangan/ mate punu artinya adalah orang yang meninggal,

namun belum memiliki anak.

2. Mate mangkar,artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah memiliki

anak, namun anak-anaknya masih kecil atau tergolong usia anak-anak,atau

balita

3. Mate hatungganeon, artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah

memiliki anak yang sudah dewasa dan bahkan sudah ada yang kawin,

namun belum memiliki cucu

4. Mate Sari matua, artinya adalah orang yang meninggal dunia yang sudah

memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum kawin, dan yang

terakhir adalah

5. Mate Saur matua, artinya adalah orang yang meningggal dunia dimana

telah mempunyai cucu dari semua anak-anaknya.

Disamping kelima jenis kematian diatas, ada lagi satu jenis kematian

yang paling tinggi derajatnya dalam budaya orang Batak, yaitu “mate mauli

bulung”. Yang dimaksud mate mauli bulung adalah seseorang yang sudah

meninggal yang telah mempunyai cicit dari anak laki laki dan mempunyai cicit

dari anak perempuan, dan dari antara keturunannya tersebut belum ada yang

Universitas Sumatera Utara

meninggal. Kematian seperti ini memang sangat jarang dijumpai karena memang

berkaitan dengan usianya yang sangat tinggi.17

Dalam masyarakat Batak Toba kelima jenis kematian di atas sudah

mendapatkan perlakuan adat. Namun yang menjadi kematian tingkat tertinggi

klasifikasi upacara adatnya adalah saur matua. Memang masih ada tingkat

kematian tertinggi di atas dari saur matua, yaitu saur matua bulung. Yang

dimaksud dengan saur matua bulung adalah jika seseorang yang meninggal dunia

dimana anak-anaknya sudah menikah semua dan telah memiliki cicit dari

anaknya laki-laki dan cicit dari anaknya perempuan. Namun jenis kematian

keduanya ( saur matua dan saur matua bulung) dianggap sebagai sebuah kematian

yang ideal, karena tidak memiliki tanggungan anak lagi.

Dari kelima jenis kematian di atas, yang akan menjadi objek penelitian

dalam tulisan ini adalah kematian saur matua. Alasannya adalah, karena pada

umumnya musik tiup, digunakan oleh masyarakat Batak Toba yang ada dikota

Medan pada jenis kematian tersebut.

2.3 Ensambel Musik Tiup dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba di

Kota Medan

2.3.1 Makna ensambel musik tiup

Musik tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam. Menurut

teori Curt Sachs dalam bukunya “Wellspring of music”, pengelompokan musik

tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup

17 Wawancara dengan Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Dosen di Departemen Etnomusikologi USU.

Universitas Sumatera Utara

brass 18

Sadie dalam bukunya yang berjudul The New Grove Dictionary of Music

juga mengatakan bahwa musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band)

yang keseluruhan alatnya yang digunakan terdiri dari logam kuningan.(1980 : 20)

termasuk dalam kelompok aerophone (sumber bunyi dari karena adanya

getaran dari udara ).( Monang Asi Sianturi; 2012 : 206)

Monang Asi Sianturi, dalam Tesisnya mengatakan bahwa, lahirnya musik

Batak Toba dikomersialkan berawal dari desa Tambunan, Balige, Toba Samosir.

Awalnya alat musik tiup ini digunakan untuk mengiringi pesta yang bersifat

hiburan maupun dalam konteks upacara adat, telah membuat kelompok musik tiup

sebagai sumber mata pencaharian baru, dan itu menjadikan para pemusik tiup di

gereja memperoleh pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian yang memadai.

Anggapan itu terbukti ketika beberapa pesanan untuk undangan-undangan banyak

yang datang dari luar kota, luar provinsi datang memesan kelompok musik ini.

Kelompok musik tiup Batak Toba pertama dapat dicatat pada komunitas

Batak Toba, adalah grup Tambunan Musik, sesuai dengan nama tempat kelahiran

grup musik tiup itu yaitu, desa Tambunan, Balige yang kemudian pindah ke kota

Medan. Dengan hadirnya kelompok musik tiup ini, membuat para musisi yang

belum punya pekerjaan namun memiliki pengetahuan dan bakat didalam musik

bergabung denagn mencari induk semang untuk membentuk kelompok musik tiup

yang baru. Di kota Medan, pada tahun 1987 kelompok musik tiup yang terbentuk

pertama sekali adalah kelompok musik tiup yang bernama DUMA MUSIK, yang

dikelola seorang pengusaha penerbit buku Fa.Masco pimpinan Drs.R.T

18 Musik tiup brass adalah alat musik itup yang terbuat dari bahan kuningan

Universitas Sumatera Utara

Situmorang. kelompok ini didirikan dengan latar belakang untuk mengisi acara

adat. Pemain musiknya berasal dari personil Tambunan Musik Balige, yang

sengaja didatangkan ke kota Medan. ( 2012 : 211)

Musik tiup pada budaya masyarakat Batak Toba mulai berkembang setelah

ajaran agama Kristen Protestan mulai berkembang dan menjadi salah satu agama

yang cukup banyak penganutnya merupakan masyarakat Batak Toba. Sebelum

ajaran agama Kristen muncul pada kebudayaan masyarakat batak toba, musik

yang digunakan dalam upacara adat kematian saur matua adalah satu set

ensambel Gondang sabangunan ( terdiri dari sarune bolon, taganing, odap, ogung,

dan hesek ). Namun setelah ajaran agama Kristen mulai berkembang, maka

gondang sabangunan ini mulai tergantikan dengan ensambel musik tiup.

Berkembangnya musik tiup dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba,

ditandai dengan semakin sering digunakannya musik tiup untuk mengiringi

upacara adat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba. Ensambel ini kemudian

semakin sering digunakan terutama dalam upacara adat kematian saur matua

ataupun sari matua.

Menurut pemahaman masyarakat Batak Toba pada awalnya, musik tiup

adalah seperangkat alat musik yang ditiup yang terbuat dari bahan logam, dan

merupakan hasil dari kebudayaan barat yang digunakan untuk mengiringi upacara

adat dalam budaya masyarakat Batak Toba, dimana awalnya musik tiup ini

berkembang di lingkungan gereja, namun seiring dengan perkembangan jaman

musik tiup keluar dari lingkungan gereja dan digunakan dalam upacara adat Batak

Toba.

Universitas Sumatera Utara

Sampai saat ini, musik tiup pada masyarakat Batak Toba telah berubah

pemahamannya. Saat ini, dengan satu buah sulim, keyboard, taganing, satu

terompet, satu trombone, dan satu saxophone juga telah disebut juga musik tiup.

Saat ini sudah sangat jarang sekali kita menjumpai musik tiup seperti awalnya

ensambel musik tiup mulai digunakan dalam gereja. Bahkan jika kita lihat

sekarang ensambel musik tiup pun sudah memasukkan instrument gitar, bass dan

drum.

2.3.2 Fungsi dan penggunaan musik tiup pada upacara adat kematian

masyarakat Batak Toba

Penggunaan musik tiup dalam upacara adat kematian dalam kebudayaan

masyarakat Batak Toba, adalah pada saat mengiringi tortor19

Fungsi musik tiup dalam upacara adat kematian adalah sebagai salah satu

bagian dari kelengkapan dari upacara adat pada upacara adat kematian dan salah

satu kelengkapan juga untuk mengiringi upacara kebaktian.

dalam upacara adat

kematian. Selain itu, musik tiup dalam upacara adat kematian digunakan pada saat

mengiringi acara kebaktian. Selain upacara kebaktian, musik tiup juga digunakan

untuk mengiringi jenazah ke pemakaman, dan juga mengiringi acara kebaktian di

tempat pemakaman.

19 Tortor adalah sejenis tarian tradisional dalam Batak Toba

Universitas Sumatera Utara

BAB III DESKRIPSI SAXOPHONE PADA ENSAMBEL MUSIK TIUP

3.1 Sejarah Saxophone

3.1.1 Sejarah Lahirnya Saxophone dan Perkembangannya

Saxophone diciptakan oleh ahli pembuat alat musik dan sekaligus musisi

yang berkebangsaan Belgia yang bernama Adolphe Sax (Antoine Joseph), pada

tahun 1841. Walaupun saxophone telah diciptakan pada tahun 1841, namun

sering sekali orang menganggap bahwa kelahiran saxophone itu pada tahun 1846,

dimana pada tahun tersebut, saxophone baru dipatenkan, oleh Sax. Hak paten sax

tentang saxophone mencakup dua jenis yaitu : saxophone untuk orkestra ( in C

dan in F ) dan in saxophone untuk band ( in Bb dan Eb).

Gambar 3.1.1 ; Penemu Saxophone, Adolphe Sax ( 1814-1894)

Penggunaan saxophone pertama kali muncul oleh teman dari Adolphe Sax

yaitu Bector Herlios, pada tahun 1942 dimana Herlios menggunakannya pada

orchestra. Disamping digunakan pada orchestra, Herlios juga memperkenalkan

instrument tersebut dalam sebuah artikel pada majalah “Journal des Debats” di

Paris, Prancis.

Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1845 saxophone mulai digunakan dalam band militer di Paris,

Perancis. Pada saat itu saxophone digunakan untuk menggantikan oboe dan

bassoon. Hingga pada tahun 1847, sekolah pertama saxophone untuk band militer

didirikan di Paris, tepatnya pada tanggal 14 Februari. Sejak itu saxophone mulai

mengalami perkembangan dan dikenal masyarakat luas.

Perkembangan teknis saxophone dibagi dalam dua fase, yaitu fase

sebelum dipatenkan dan fase sesudah dipatenkan. Fase pertama sebelum

dipatenkan, adalah dimana perubahan dan perkembangannya sangat lambat,

karena bentuknya yang sederhana dan sangat mirip dengan clarinet. Sedangkan

pada fase kedua, yaitu pada tahun 1866, dimana masa hak paten saxophone

berakhir, mulailah muncul pembuat saxophone, mengakibatkan perkembangan

secara fisik dan teknis saxophone, walaupun sebenarnya secara fisik saxophone

tidak banyak yang berubah dari bentuk awal diciptakan.

Sekitar tahun 1900-an, saxophone mulai digunakan dalam band. Hingga

saat ini telah banyak menggunakan saxophone untuk konsep musik jazz,

tekniknya diadopsi dari teknik pharasing terompet. Sampai saat ketika musisi

Jazz mulai melirik saxophone, dengan mengaplikasikan phrasing dan attack dari

terompet. Sekitar tahun 1920-an, dengan tokoh seperti Sidney Bechet, dan

Coleman Hawkins. Kemudian disempurnakan pada tahun 1930-an dengan Lester

Young, lalu muncul Charlie Parker. Musisi yang disebutkan di atas bereksperimen

dengan berbagai tone dan suara dari saxophone hingga teknik bermainnya

berkembang seperti saat ini dan menjadikan saxophone menjadi alat musik yang

sangat popular. Saat ini saxophone yang paling umum digunakan adalah Soprano

Universitas Sumatera Utara

(Bb), Alto (Eb), Tenor (Bb), Baritone (Eb), dan yang terakhir adalah baby

saxophone ( Bb).

Gambar 3.1.2 ;Alto Saxophone20

Gambar 3.1.3 ; Saxophone sopran

Gambar 3.1.4; Tenor Saxophone

20 Sumber ; Wikipedia/Altosaxophone/Gambar)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.1.: Baritone Saxophone

Gambar 3.1.6 : Kontra Bass

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.1.7: Baby Saxophone

3.1.2 Sejarah Masuknya Saxophone dalam Budaya Masyarakat Batak

Toba

Penggunaan alat musik saxophone tidak terlepas dari perkembangan

ensambel musik tiup pada masyarakat Batak Toba. Penggunaan ensambel musik

tiup dalam budaya masyarakat Batak dimulai sejak adanya penyebaran ajaran

agama Kristen pada masyarakat Batak Toba oleh para misionaris dari Eropa.

Salah satu misionaris yang datang dan berhasil menyebarkan ajaran Kristen

Protestan ke tanah Batak yaitu DR. IL. Nommensen yang berkebangsaan Jerman

dan memulai menyebarkan ajaran tersebut sekitar tahun 1860-an.

Awal masuknya ajaran agama Kristen pada masyarakat Batak Toba memang

hanya menggunakan akordion untuk mengiringi ibadah, namun seiring dengan

pertambahan jemaat akordion tidak cukup lagi untuk mengimbangi suara jemaat

untuk mengiringi kebaktian, sehingga Nommensen menggantikannya dengan

terompet, dari sini lah kemudian alat musik tiup yang digunakan dalam ibadah

Universitas Sumatera Utara

Protestan mengalami perkembangan dengan menggunakan instrument tiup

lainnya seperti trombone,dan tuba.

Alat yang digunakan tersebut juga dibagi dalam beberapa klasifikasi menurut

warna suara dan fungsinya yaitu : terompet sopran untuk membawakan suara

sopran, terompet alto untuk membawakan suara alto, terompet tenor untuk

membawakan suara tenor, trombone bass juga membawakan suara tenor, dan

yang terakhir trombone kontra bass dan bass tuba untuk membawakan suara

bass. Awalnya ensambel tersebut terdiri dari 5 buah terompet sopran, 2 terompet

alto, 2 terompet tenor, 1 trombone bass, dan 1 trombone contrabass, 1 buah bass

tuba. Sekitar tahun 1930-an, ensambel ini mulai menggunakan 1 buah beat drum

(bass drum), dan 2 buah simbal (double cymbals) alat tersebut berfungsi untuk

membawakan tempo dan irama lagu.

Sekitar tahun 1960-an ensambel musik tiup yang digunakan di gereja mulai

mendapat undangan untuk mengiringi upacara adat, walaupun awalnya ensambel

tersebut digunakan hanya untuk mengiringi kebaktian dalam upacara adat

tersebut. Adapun instrument yang digunakan juga mengalami perubahan fungsi

dimana awalnya ensambel musik tiup yang digunakan untuk mengiringi

kebaktian di gereja. Namun setelah mengalami perkembangan instrument tersebut

sudah berfungsi sebagai ensambel musik pengiring dalam upacara adat.

Untuk lebih lengkapnya instrument yang digunakan adalah : 3 buah terompet

( 2 terompet sopran dan 1 alto), satu buah clarinet (pembawa suara tenor), satu

buah saxophone alto (pembawa suara sopran), 1 buah saxophone tenor (pembawa

suara alto), 2 buah trombone (membawa suara suara tenor), 1 buah bass tuba

Universitas Sumatera Utara

(membawa suara bass) dan 1 buah bass drum dan double cymbals untuk

membawakan tempo dan melodi.

Dari keterangan tersebut, jelas bahwa awalnya saxophone ke daerah Batak

Toba telah dimulai sekitar tahun 1960-an. Setelah ensambel musik tiup mulai

digunakan dalam upacara adat, walaupun awalya untuk mengiringi kebaktian saja,

namun lambat laun ensambel musik tiup digunakan untuk mengiringi upacara adat

dan bahkan untuk mengiringi tortor dalam upacara adat masyarakat Batak Toba.

Awalnya ensambel musik tiup memang berkembang di daerah Balige, Toba

Samosir, dimana grup musik tiup tersebut memang dibina dalam gereja. Setelah

berkembangnya musik tiup tersebut digunakan dalam upacara adat, maka semakin

banyak pula muncul musik tiup, hingga dapat kita lihat saat ini, musik tiup telah

menjadi suatu usaha untuk tujuan komersil.

Setelah masuknya saxophone yang dimulai pada sekitar tahun 1960-an, saat

ini saxophone juga masih sering digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak

Toba, walaupun hal tersebut dalam ensambel musik tiup maupun bukan dalam

ensambel musik tiup. Saxophone berfungsi juga sebagai pembawa melodi dalam

membawakan repertoar untuk mengiringi tortor.

3.2 Jenis-Jenis Saxophone

Saxophone dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan bentuk dan nada dasar

yang berbeda adalah sebagai berikut :

1. Sopranino in Eb

2. Soprano in Bb

3. Alto in Eb

Universitas Sumatera Utara

4. Tenor in Bb

5. Baritone in Eb

6. Bass in Bb

7. Contra bass in Eb

Walaupun jenis dan nada dasar yang berbeda, namun teknik penjarian dan

permainan semua saxophone itu tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan hampir

sama.

Dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, saxophone yang sering digunakan

adalah saxophone alto. Hal ini terjadi karena suara karakter dari saxophone alto

cocok untuk membawakan melodi dalam membawakan repertoar gondang dalam

upacara adat kematian. Selain itu dari segi harga, alto memang lebih murah

daripada sopran atau tenor.

3.3 Study Organologi Saxophone

3.3.1 Study Struktural

Saxophone terbuat dari bahan logam. Adapun bagian-bagian yang terdapat

dalam saxophone adalah sebagai berikut :

1. mouthpiece

Mouthpiece adalah bagian untuk lobang tiupan pada saxophone. Bahan dasar

pembuat mouthpiece bermacam-macam. Tapi mouthpiece umumnya terbuat dari

Ebonit, metal, maupun plastic, dan gading.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3.1: Mouth Piece(Terbuat dari Ebonit)

Yang berhubungan dengan mouthpiece juga terdapat bagian –bagian seperti :

a. ligature, merupakan ring pengikat reed ke body mouth piece. Pada

umumnya bahannya terbuat dari metal, kulit, karet, dan kain. Namun yang

sering dijumpai digunakan adalah yang terbuat dari bahan metal maupun

karet. Bentuknya seperti ring untuk pengikat. Fungsinya adalah untuk

mengikat reed ke mouthpiece.

Gambar 3.3.2a: Legature

b. Reed, alat untuk pembelah udara yang diikat oleh legature di mouthpiece,

terbuat dari bambu yang bentukya tipis. Reed memiliki jenis dari segi

ukuran ketebalannya.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3.2b ; Reed

2. Neck

Neck adalah tempat dilengketkannya mouthpiece dan penghubung antara

mouthpiece dengan body saxophone. Neck juga sekaligus tempat mengalirnya

udara ke body saxophone yang ditiup melalui mouthpiece.

Gambar 3.3.3 : Neck

3. Body

Body merupakan badan utama dari saxophone, dalam body ini terdapat dan

tempat key untuk penjarian saxophone.selain itu bagian body juga menyatu

dengan bell saxophone. Jadi body merupakan bagian pokok dari saxophone

karena proses produksi nada diatur dalam body melalui teknik penjarian. Selain

tempat penjarian, juga terdapat katup saxophone untuk mengatur system nada

yang akan dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3.4 Body Saxophone

4. Bell

Bell merupakan bagian ujung saxophone untuk mengeluarkan bunyi. Bell

berbentuk bulat. Bell juga biasanya terdapat ukiran merk dari saxophone.

Gambar 3.3.5 Gambar Bell Saxophone

Selain keempat bagian utama saxophone di atas, ada juga bagian lain yang

memang berhubungan yang digunakan oleh pemain saxophone di luar dari bagian

utama saxophone. Adapun bagian tersebut adalah trep dan stand saxophone.

Bell

Universitas Sumatera Utara

Trep,atau dalam istilah musik tiup disebut dengan salempang, adalah sejenis

kain atau tali pengikat atau pengait untuk body saxophone, dimana tali tersebut

dikalungkan di leher pemain. Fungsi trap ini adalah agar saxophone tersebut tidak

jatuh saat digunakan dan sekaligus untuk mengurangi beban saxophone karena

saxophone memang lumayan berat untuk ditahan dengan menggunakan jari

apalagi saat digunakan.

Gambar 3.3.6 : Gambar Trap Saxophone

Stand saxophone adalah tempat untuk dudukan saxophone apabila sedang tidak

digunakan. Fungsi stand ini adalah agar badan saxophone tetap terawat walaupun

saat tidak digunakan, karena saxophone termasuk alat musik yang sensitif,

sehingga saxophone tidak bisa diletakkan begitu saja apabila saat tidak digunakan,

sebab jika saxophone dilitakkan sembarangan bisa saja body saxophpone itu

mengalami kerusahan kemungkinan perubahan atau mengalami pergeseran baut

atau klep untuk penjarian karena jika mengalami pergeseran atau perubahan

tersebut itu sangat berpengaruh dengan bunyi yang dihasilkan.

Bagian untuk di leher pemain

Bagian untuk mengait body saxophone

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3.7 Stand Saxophone

3.3.2 Study Fungsional Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup

Dalam ensambel musik tiup digunakan yang mempunyai fungsi sebagai

pembawa melodi. Saxophone juga semakin sering digunakan untuk menggantikan

peran dari sarune etek. Dalam ensambel musik tiup, saxophone membawakan

melodi pokok untuk mendampingi permainan dari sulim. Selain membawakan

melodi pokok lagu, saxophone juga terkadang membawakan suara tenor atau alto

dari melodi pokok lagu, dimana sesekali saxophone juga melakukan improvisasi.

3.4 teknik permainan saxophone secara umum

3.4.1 proses produksi bunyi.

Untuk menghasilkan atau produksi bunyi pada saxophone yaitu dengan cara

ditiup melalui mouthpiece, kemudian udara yang masuk melalui mouthpiece

tersebut masuk melalui neck, terus mengalir ke body, dan udara yang ada yang

keluar ,melalui bell saxophone sehingga menghasilkan bunyi. Bunyi yang

dihasilkan oleh saxophone tergantung dari tekanan udara yang masuk melalui

Universitas Sumatera Utara

saxophone. Mouthpiece juga mempengaruhi bunyi yang dihasilkan saxophone,

baik itu dari segi reed , bahan dasar mouthpiece, dan ligature.

Untuk permainan saxophone, nada dasarnya berbeda dengan nada dasar piano.

Saxophone alto dan baritone turun 1 ½ laras dari piano, sedangkan untuk tenor,

sopran dan baby saxophone, nada dasarnya naik 1 laras dari nada dasar piano.

Adapun proses untuk menghasilkan bunyi pada saxophone dipengaruhi oleh

dua hal yaitu orangnya (player) dan alat yang digunakan, namun yang paling

banyak mempengaruhi bunyi saxophone terletak pada kemahiran orangnya atau

ketepatan teknik yang digunakan. menggunakan teknik tertentu, sehingga

saxophone dapat menghasilkan bunyi. Untuk menghasilkan bunyi pada saxophon

tidak bisa hanya ditiup saja, artinya belum tentu saxophone akan menghasilkan

bunyi walaupun telah ditiup, namun ada teknik terutama pada posisi mulut.

Ketepatan posisi bibir dan lidah juga sangat mempengaruhi suara dari saxophone

tersebut. Untuk meniup saxophone, untuk menghasilkan bunyi ibaratnya seperti

mengucapkan kata “ tu”. Selain iru gigi atas, juga menekan mouthpiece, atau

bahkan juga memang digigit, sedangkan untuk posisi bibir bawah agak dilipat.

Dengan demikian gigi atas menekan sedangkan bibir bawah menahan, dan pada

saat meniup saxophone diusahakan agar tidak ada udara yang keluar dari mulut,

jadi dimaksimalkan udara yang ditiup semuanya masuk ke dalam saxophone.

Teknik dasar untuk bermain saxophone juga dipengaruhi oleh posisi badan,

baik itu meniup pada saat posisi duduk ataupun posisi berdiri. Pada saat posisi

berdiri, posisi badan harus rileks,tidak terlalu tegap ( sedikit agak menunduk) hal

ini dilakukan agar penjariannya tidak terlalu kaku. Selain itu kaki dibuka selebar

Universitas Sumatera Utara

bahu, posisi saxophone berada agak disebelah kanan pemain. Pada saat meniup

saxophone disarankan agar badan pemain supaya tetap rileks, namun yang lebih

penting adalah diupayakan agar perut tidak berlipat, karena pada saat meniup

saxophone memang menggunakan pernapasan diafragma, dimana diafragma

tersebut berada pada pertengahan antara perut dengan rongga dada. Sehingga

dengan demikian udara yang disimpan di diafragma bisa maksimal digunakan

untuk meniup saxophone. Selain itu, jika perut terlipat pada saat meniup

saxophone dapat menimbulkan cedera atau akan terasa sakit pada bagian perut.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat teknik permainan saxophone pada keterangan

berikut :

a. Embouchure

Kata embouchure berasal dari bahasa Perancis yang artinya “mulut sungai”. Di

dalam teknik bermain saxophone, embouchure menggambarkan formasi antara

bibir, gigi, rahang, dan otot-otot di sekitar mulut ketika udara ditiupkan melalui

mouthpiece. Secara alamiah, embouchure berakibat pada upaya untuk

menghasilkan tone yang baik dan kemampuan untuk mengendalikan saxophone

dengan baik.

Dalam praktek, terdapat beberapa formasi embouchure yang sering digunakan

oleh banyak saxophonist, namun penulis hanya akan menguraikan salah satu

formasi embouchure yang saat ini paling banyak digunakan dan dapat

menghasilkan kualitas suara dan tone yang baik. Berikut ini adalah gambar dari

formasi embouchure :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3.6 Ilustrasi Mouthpiece Pada Mulut

Gambar yang paling atas menggambarkan embouchure yang kurang baik.

Terlalu banyak bibir bagian bawah yang menempel pada gigi, dan bibir bagian

bawah terlalu banyak melipat ke dalam mouthpiece. Pada formasi seperti ini sulit

menghasilkan suara dan tone yang lebih terang (bright), lebih bebas, dan lebih

fleksibel. Sedangkan formasi embouchure pada gambar yang paling bawah dapat

menghasilkan suara dan tone yang lebih terang, karena getaran reed yang

dihasilkan dapat lebih bebas. Dari gambar ini, reed tetap tersentuh oleh bibir

bagian bawah, namun hanya sebagian kecil bagian dari bibir bawah yang berada

di antara mouthpiece dan gigi. Bayangkan huruf “V” untuk mencari posisi bibir

yang nyaman agar menghasilkan tone yang baik.

Aspek penting lainnya dari formasi embouchure ini adalah seberapa

banyak bagian mouthpiece yang masuk ke dalam mulut. Jika terlalu sedikit bagian

mouthpiece yang masuk ke dalam mulut, maka sound atau suara yang dihasilkan

akan kecil dan mengurangi kemampuan untuk mengontrol saxophone. Satu cara

untuk mengetahui apakah mouthpiece terlalu dalam masuk ke dalam mulut atau

Universitas Sumatera Utara

tidak adalah dengan melihat mouthpiece dari samping dengan reed yang terpasang

pada mouthpiece. Perhatikan bahwa jarak antara reed dan mouthpiece (facing tip

of the mouthpiece) semakin menjauh. Titik pertemuan antara reed dan mouthpiece

yang akan berjarak itulah kira-kira posisi gigi bagian atas yang menempel pada

mouthpiece seharusnya diletakkan.

b. Tongue (Tonguing a teknik lidah)

Teknik lidah (tongue;tonguing) merupakan salah satu teknik dasar yang

juga penting dalam memainkan saxophone. Lidah digunakan untuk memberikan

attack atau aksen ketika mulai mengeluarkan udara melalui mouthpiece.

Terdapat berbagai macam variasi tonguing, namun pada umumnya teknik

menggunakan tonguing adalah dengan menyentuhkan ujung lidah dengan ujung

reed, sembari mengucapkan ”dah” ketika ujung lidah menyentuh ujung reed.

c. Breathing (pernapasan)

Memainkan woodwind instrumen seperti saxophone adalah sama seperti

melakukan olah raga, kita harus sering berlatih agar kemampuan memainkan wind

istrument semakin baik sejalan dengan semakin baiknya kondisi tubuh kita.

Latihan pernapasan harus menjadi bagian latihan rutin kita agar kemampuan

untuk menguasai instrumen bertambah pula.

Dalam rangka memperoleh suara yang baik dan mengendalikan saxophone

dengan benar, maka kita perlu belajar membagi dua ruang di paru-paru kita.

Kedua ruang tersebut adalah ruang dada (chest chamber) dan ruang abdominal

(abdominal chamber). Chest chamber adalah bagian atas dari paru-paru yang

sering kita gunakan dalam bernapas seperti biasa. Sedangkan abdominal chamber

Universitas Sumatera Utara

adalah bagian bawah paru-paru yang memiliki ruang lebih besar dari chest

chamber dan dikendalikan oleh diapraghm atau diafragma (suatu membran besar

di dalam paru-paru yang terletak di bagian bawah paru-paru). Dari bagian ini

semua kekuatan dan pengendalian pemain saxophone berasal. Semua saxophonist

harus belajar mengambil napas dari perut bagian bawah, karena dari bagian ini

seorang saxophonist akan memperoleh kapasitas udara untuk bernapas, kekuatan,

dan daya tahan untuk mengontrol saxophone.

Untuk melatih pernapasan yang menggunakan diafragma, pertama-tama

kita harus belajar bernapas menggunakan bagian paling bawah dari perut untuk

mendapatkan kapasitas udara yang cukup, bertenaga dan memiliki daya tahan

untuk mengontrol alat tiup.21

(dikutip dari internet dari blog Boyke Priyo

Utomo)

3.4.2 teknik penjarian pada saxophone

Untuk teknik pernjarian saxophone, semua jari berfungsi. Walaupun

semuanya berfungsi, namun hanya 9 jari yang berfungsi untuk mempengaruhi

produksi bunyi, sedangkan satu jari lainya adalah sebagai penahan atau

penyangga saxophone saat dimainkan. Untuk posisi jari kiri berada di atas ,

sedangkan jari kanan berada di bawah.

21 dikutip dari dari blog Boyke Priyo Utomo,/ google/cara bermain saxophone. Pada

tanggal 15 Mei 2013

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3.7 Posisi Tangan Pada Saxophone

Untuk posisi jari dan nada yang dihasilkan dapat dilihat dalam penjelasan

berikut :

Tangan kiri

Tangan kanan

Universitas Sumatera Utara

Gambar ; ilustrasi posisi jari dan klep pada saxophone

Keterangan ;

I = klep oktaf, ditekan menggunakan jari jempol kiri

X1= klep untuk B, sedangkan tepat yang dibawahnya adalah klep untuk Bb,

ditekan menggunakan jari telunjuk

X1 i = untuk nada D oktaf, ditekan menggunakan pangkal jari telunjuk

X1.ii= untuk nada D# oktaf, ditekan mengggunakan pertengahan jari

telunjuk

X1.iii= untuk nada F oktaf, ditekan menggunakan sisi samping ujung jari

telunjuk

X2= klep untuk A, ditekan menggunakan jari tengah

X3= klep untuk G ditekan menggunkan jari manis

X4.1= klep untuk G# atau Ab

1

2

3

4.1

4.2 4.3

4.4

1

2

3

4

4

3.1

i Tangan kiri (x )

Tangan kanan (y)

1i

1ii

1iii

1iii

1ii

1i

Universitas Sumatera Utara

X4.2= klep untuk nada B yang paling rendah

X4.3= klep untuk nada C# tau Db

X4.4= klep untuk nada Bb yang paling rendah

Y1 = klep untuk nada F ditekan dengan menggunakan jari telunjuk

Y1.i= klep nada A# atau Bb, ditekan menggunakan pertengahan jari

telunjuk

Y1.ii=klep nada C oktaf, ditekan menggunakan pertengahan jari telunjuk

Y1.iii= klep untuk nada Foktaf kedua, ditekan menggunakan pertengahan

jari telunjuk

Y2 = klep untuk nada E ditekan menggunakan jari tengah

Y3 = klep untuk nada D , ditekan menggunakan jari manis

Y3.1 = klep untuk nada F# atau Gb, ditekan menggunakan jari manis

Y4.1 = nada D# atau Eb, ditekan dengan menggunakan jari kelingking

Y4.2 = nada C paling rendah, ditekan menggunakan jari kelingking.

Walaupun dengan gambar diatas sudah dijelaskan posisi jari dan letak klep

nada yang terdapat pada saxophone,namun itu masih gambaran umumnya saja.

Untuk nada yang lebih rinci lagi dapat kita lihat pada gambar berikut ini mulai

dari nada paling rendah sampai paling tinggi:

Keterangan awal untuk melihat gambar

=Klep terbuka atau tanpa ditekan jari

=Klep tertutup, atau ditekan jari

# = tanda kreis (naik setengah laras)

b = tanda mol (turun setengah laras)

Universitas Sumatera Utara

nada Bb nada B

nada C nada C#

Universitas Sumatera Utara

nada D Nada D#

nada E Nada F

Universitas Sumatera Utara

nada F# Nada G

nada G# nada A

Universitas Sumatera Utara

nada Bb’ nada B’

nada C’ nada C#

Universitas Sumatera Utara

Nada D

Keterangan ; penjarian nada D oktaf sampai nada C# oktaf ke dua, penjariannya

sama seperti penjarian sebelumnya, namun yang ditambah adalah menekan klep

oktaf.seperti pada gambar nada D oktaf diatas. Selain itu ada tanda (‘) satu

koma diatas nama nada artinya adalah oktaf pertama atau satu oktaf. Contoh C’.

Jika ada dua koma diatas nama nada artinya adalah oktaf kedua atau dua oktaf.

Contohnya C’’. jika ada tiga koma diatas nama nada artinya adalah tiga oktaf

atau oktaf ketiga. Contohnya adalah C’’’.

Berikut merupakan nada D oktaf kedua sampai C tiga oktaf :

Universitas Sumatera Utara

Nada D#” Nada E”

nada F” nada F#’’

Universitas Sumatera Utara

nada G” G#”

Nada A” nada A#’’

Universitas Sumatera Utara

Nada B” Nada C’’’ ( tiga oktaf)

3.5 Teknik Permainan Saxophone dalam Ensambel Musik Tiup

Dalam memainkan repertoar gondang yang dimainkan dalam ensambel musik

tiup memang agak berbeda dengan teknik permainan pada saxophone secara

umum. Dalam memainkan saxophone pada musik tiup memang menggunakan

ungkapan menurut pemahaman yang digunakan oleh pemain saxophone dalam

ensambel musik tiup itu sendiri, artinya mereka tidak menggunakan bahasa yang

ilmiah atau bahasa yang berkaitan dengan musik. Dari hasil pengamatan penulis,

saxophone ynag sering digunakan dalam ensambel musik tiup adalah saxophone

alto dan tenor. Namun paling sering dijumpai adalah saxophone alto. Menurut

Manullang22

22 Wawancara pada tanggal 12 juli 2013, di Wisma Jayapuri, Medan.

, supaya rasa musik Toba-nya terasa, saxophone memang harus dapat

mengimbangi teknik permainan sulim, maka untuk itu teknik permainan

saxophone dalam membawakan repertoar uning-uningan juga banyak mengadopsi

Universitas Sumatera Utara

teknik perminan sulim. Adapun teknik permainan saxophone yang dijumpai

dalam ensambel musik tiup khususnya dalam cara produksi bunyi sesuai dengan

wawancara penulis dengan informan adalah sebagai berikut :

1. Teknik serak.

Yang dimaksud dengan teknik ini adalah teknik meniup saxophone untuk

menghasilkan bunyi yang keras dan terkesan serak atau bunyi yang dihasilkan

bergetar dan keras tapi bukan berarti vibra. Adapun untuk menghasilkan teknik

seperti itu adalah dengan cara melonggarkan bibir bawah dan membuat getaran di

kerongkongan, sehingga bunyi yang dihasilkan pun terkesan keras dan serak.

Contohnya adalah seperti dalam gambar :

2. Teknik mangarutu

Teknik ini merupakan penggabungan antara kecepatan jari dan lidah secara

besamaan. Dalam teknik ini pemain saxophone meniup dengan mengucap kata “

rutu”, pada saat lidah mengucapkan rutu jari pun memainkan atau menggoyang

klep sesuai dengan nada yang diinginkan dengan waktu yang bersamaan. Adapun

yang menjadi ritem dasar untuk teknik ini adalah seperti gambar berikut ;

Universitas Sumatera Utara

3. Teknik mandila-dilai

Teknik mandila-dilai merupakan teknik meniup saxophone dengan cara

menyentuhkan ujung lidah ke mouthpiece dan reed saxophone untuk

menghasilkan nada yang pendek. Teknik ini sering digabungkan dengan teknik

mangarutu. Teknik ini juga menggabungkan teknik jari dengan system membuka

dan menutup klep nada tertentu. Teknik ini menurut penulis hampir sama dengan

staccato dalam istilah musik barat. Staccato adalah bunyi yang dimainkan secara

putus-putus dan ada penekanan. Untuk menghasilkan bunyi ini dalam permainan

saxophone adalah meniup dan Rytem dasar untuk belajar teknik ini adalah meniup

sambil mengucapkan kata “tu”.

Variasi pertama adalah dimainkan dalam nada yang nilai notnya satu ketuk.

Variasi kedua adalah dimainkan dalam nada yang bernilai setengah ketuk.

Variasi ketiga adalah dimainkan dalam nada yang bernilai seperempat ketuk.

4. Teknik crescendo dan glissando

Universitas Sumatera Utara

Teknik ini sebenarnya istilah dari penulis sendiri yang didasarkan pada dasar

musik barat, karena berhubungan istilah teknik ini sendiri informan tidak

mempunyai istilah untuk teknik ini, atau bahkan beliau hanya mampu untuk

memainkan teknik ini, namun untuk menjelaskan secara rinci informan kurang

paham. Crescendo, adalah bunyi yang dimainkan dimulai dari yang paling sampai

menuju nada yang paling kuat. Sedang kan glissendo adalah membunyikan nada

dengan menurunkan pitch dari nada sebelumnya dan menaikkan pitch dari kenada

yang dimaksud secara cepat, atau ibaratnya nadanya seperti digelincirkan, yang

dimulai dari nada yang rendah ke nada yang dimaksud. Kedua teknik itu

dimainkan secara bersamaan, jadi jika digabungkan arti dari teknik itu adalah

nada yang dimainkan mulai dari nada yang rendah diaminkan dengan pelan sampi

menuju nada yang dimaksud dengan bunyi yang kuat. Teknik ini merupakan

teknik yang dihasilkan oleh permianan lidah dan mulut pemain saja, tanpa ada

hubungannya dengan teknik penjarian. Untuk menghasilkan teknik ini yang

dibutuhkan adalah pengaturan tekanan udara yang ditiup melalui mulut, yang

dipadukan dengan mengatur resonasi yaitu pada mulut dan udara yang keluarkan

tersebut juga diatur oleh keketatan bibir.

1. Variasi pertama dari teknik ini adalah menurunkan pitch dari nada

sebelumnya dan menaikkan ke nada yang dimaksud secara cepat tanpa

mempengaruhi rhytem nada pokok. Nada yang dimainkan kurang lebih

dari setengah laras, karena biasanya nada yang diglisendo itu tidak

beraturan, terkadang tidak sampai setengah laras dan terkadang bahkan

lebih dari setengah laras.

Universitas Sumatera Utara

2. Variasi kedua adalah dengan cara menaikkan nada dari nada awal ke nada

oktafnya secara cepat, tanpa mempengaruhi rhytem nada utama.

5. Teknik Piltik

Teknik ini piltik artinya secara harafiah artinya adalah disentil, yang dimaksud

dalam teknik ini adalah istilah dari pemain saxophone di dalam musik tiup yang

berarti bahwa jari dimainkan dengan cara menggoyang klep nada tertentu untuk

menggoyang nada tertentu, dimana klep tertentu yang digoyang dimainkan secara

cepat, sehingga kesannya nada yang dimainkan tidak beda. Adapun teknik ini

digunakan untuk menghiasi nada yang dikeluarkan saja, sehingga dapat

menirukan teknik permainan sulim.

Keterangan teknik ini adalah dengan cara memainkan jari untuk menaikkan nada

yang akan dipiltik untuk memberikan efek seperti menggoyang nada. Biasanya

teknik ini adalah hanya untuk menaikkan setengah laras. Teknik ini adalah murni

permainan jari, tapi dimainkan dengan cepat sekali tanpa mempengaruhi rhytem

atau nilai ketukan nada.

atau

Universitas Sumatera Utara

6. Teknik penjarian saxophone pada ensambel musik tiup.

Teknik penjarian saxophone pada ensambel musik tiup berbeda dengan teknik

penjarian saxophone secara umum atau berdasarkan teknik permainan saxophone

dengan cara musik barat. Perbedaan itu adalah terletak pada penamaan nada.

Nada saxophone pada musik tiup adalah berdasarkan nada piano, padahal secara

musik barat untuk mengambil nada dasarnya, harus turun 1 ½ laras dari nada

dasar piano (kususus untuk saxophone alto yang sering digunakan dalam

ensambel musik tiup). Misalnya jika nada dasar pada piano adalah C=do, maka

pada saxophone secara teknik musik barat, harus main pada nada dasar A=do.

Namun pada nada dasar saxophone dalam ensambel musik tiup tetap nada

dasarnya C tapi penjariannnya beda dengan penjarian nada dasar teknik

saxophone musik barat. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam gambar

berikut ini

Keterangan ;

*posisi jari sama dengan permainan saxophone secara umum

=Klep terbuka atau tanpa ditekan jari

=Klep tertutup, atau ditekan jari

’ = satu oktaf

” = oktaf kedua

’” = oktaf ketiga

Universitas Sumatera Utara

nada C#. nada D

nada D# nada E

Universitas Sumatera Utara

nada F Nada F#

Nada G Nada G#

Universitas Sumatera Utara

nada A Nada A#.

nada B nada C

Universitas Sumatera Utara

atau nada C#

nada D nada D#’

Universitas Sumatera Utara

nada E’ Nada E#’

Keterangan ; penjarian nada E# oktaf sampai nada E oktaf k dua, penjariannya

sama seperti penjarian sebelumnya, namun yang ditambah adalah menekan klep

oktaf.seperti pada gambar nada D oktaf diatas. Berikut merupakan nada F oktaf

kedua sampai Eb tiga oktaf

Nada F” Nada F#”

Universitas Sumatera Utara

Nada G” nada Ab”

nada A’’ nada A#”

Universitas Sumatera Utara

Nada B’’ Nada C”

Nada C#’’ Nada D”

Universitas Sumatera Utara

Nada D#’’’ ( tiga oktaf)

Dalam musik tiup, range nada yang digunakan biasanya sampai nada G oktaf

kedua. Sangat jarang sekali dijumpai dalam musik tiup menggunakan nada lebih

tinggi dari nada G oktaf kedua tersebut.

7. Marsiulak hosa

Teknik ini dalam istilah musik barat merupakan circular breathing (teknik

meniup dan menghasilkan bunyi tanpa putus-putus). Adapun cara kerja dari

teknik ini adalah ketika udara dihirup melalui hidung, kemudian dimasukkan

dalam rongga perut, tekanan udara yang ditiup melalui mulut berasal dari otot

perut.Namun pada saat proses peniupan dan penghirupan udara berlangsung

secara bersamaan, tekanan udara yang dikeluarkan dari dalam mulut tidak

bersumber dari otot perut melainkan bersumber dari tekanan otot mulut, sehingga

udara yang ditiup tidak akan mempengaruhi proses penghirupan udara melalui

hidung, maka sirkulasi udara yang ditiup akan berlangsung terus-menerus tanpa

Universitas Sumatera Utara

terputus. Memang teknik ini tidak diwajibkan untuk digunakan oleh pemain

saxophone dalam ensambel musik tiup, namun memang ada kalanya teknik ini

terkadang dimainkan, terutama saat mengiringi tortor yang cukup panjang.

Biasanya memang teknik ini digunakan oleh orang yang memiliki fisik yang kuat.

Menurut informasi dari informan penulis, teknik ini memang diadopsi dari teknik

permainan sarune bolon (double reed aerophone ) pada masyarakat Batak Toba.

3.6 Fungsi dan Penggunaan Saxophone dalam Ensambel Musik Tiup.

Dalam ensambel musik tiup, saxophone berfungsi sebagai pembawa melodi

pokok atau untuk membawakan melodi untuk suara alto, maupun tenor.

Disamping itu, terkadang saxophone juga berfungsi untuk improvisasi, atau tidak

harus membawakan melodi pokok. Dalam isitilah musik tiup improvisasi disebut

dengan mambunga-bungai23

Penggunaan saxophone dalam musik ensambel musik tiup dalam upacara adat

saur matua adalah pada saat mengiringi tortor, pada saat mengiringi lagu

kebaktian, pada saat mengantar jenazah ke pemakaman dan pada saat mengiringi

acara kebaktian di pemakaman

.

24

. Repertoar yang dimainkan untuk mengiringi

jenazah tidak ada repertoar tertentu, artinya tergantung dari situasi dan kondisi,

itupun kadang tidak harus didiringi. Lagu kebaktian pada saat di pemakaman, itu

tergantung dari pimpinan gereja yang akan melakukan pemakaman.

23 Wawancara dengan tulang Marsisus Sitohang. 24 Saxophone digunakan pada saat mengiringi lagu untuk pengantar mayat dan

mengiringi kebaktian dikuburan tidak selalu digunakan. Itu tergantung kesepakatan keluarga yang meninggal dengan musisi atau pengusaha ensambel musik tiup.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM STRUKTUR MELODI REPERTOAR YANG DIMAINKAN

4. 1 Notasi dan Transkripsi

Nettl mengatakan bahwa transkripsi adalah suatu proses untuk

menotasikan bunyi yang tidak nampak untuk menjadi symbol bunyi yang dapat

dilihat. Transkripsi juga berguna untuk mempelajari aspek-aspek yang mendetail

dari suatu gaya musik. (1964:98).

Barbara Crader juga mengatakan bahwa transkripsi bertujuan untuk

menvisualisasikan apa yang didengar, untuk menambah pengetahuan dalam

mempelajari musik secara komparatif dan detail untuk membantu kita

mengkomunikasikan kepada orang lain tentang apa yang didengar dan dilihat.

(Philosophical Dictionary of Music and Musicians. 1980 ;109).

Berkaitan dengan hal diatas, Netll juga mengatakan bahwa berkaitan

dengan symbol bunyi yang dapat dilihat terdapat beberapa jenis symbol bunyi

yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu bunyi musik antara lain

seperti : system notasi balok, system grafik, dan tablatura. ( 1980 : 10-11).

Teori Slobin and Titon yang mengatakan bahwa untuk mengalisa musik

dalam buku “World of Music”, yang mengungkapkan bahwa ada empat hal yang

harus diperhatikan dalam melihat suatu gaya musik yaitu : (1) elemen nada yang

meliputi tangga nada, modus, harmoni, dan system laras, (2) elemen waktu yang

meliputi ritme dan birama, (3) elemen suara meliputi warna suara dan bunyi dari

Universitas Sumatera Utara

instrument, dan (4) intensitas yang meliputi keras lembutnya suara tersebut, (1984

:5).

Tujuan dari transkripsi dalam tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan

teknik permainan saxophone dalam membawakan repertoar gondang atau uning-

uningan dalam ensambel musik tiup dalam upacara adat saur matua, sehingga

penulis dapat mengkomunikasikan tentang apa yang didengar ke dalam sebuah

bentuk visual atau tulisan, sehingga dengan harapan kiranya pembaca dapat

mengerti, atau memahami teknik apa yang dimainkan dan dimana teknik tersebut

dimainkan dalam teknik permainan saxophone.

Sejalan dengan traskripsi tersebut, penulis menggunakan notasi balok

(notasi barat ). Adapaun yang menjadi alasan penulis untuk menggunakan notasi

tersebut adalah karena hal-hal sebagai berikut yaitu ;

1. Notasi balok telah banyak digunakan oleh etnomusikolog ataupun

musikolog untuk proses transkripsi musik baik yang musik barat maupun

non musik barat

2. Notasi balok sudah lebih dikenal secara luas, khususnya orang-orang yang

terkait dengan seni musik.

3. Notasi balok digunakan sebagai bahan nantinya untuk mempermudah

analisis teknik permainan saxophone dalam membawakan repertoar uning-

uningan dalam ensambel musik tiup

Universitas Sumatera Utara

4.2 Proses Transkripsi

4.2.1 Cara kerja transkripsi.

Untuk menganalisa transkripsi repertoar tersebut, penulis menggunakan

teknik transkripsi pada umumnya yaitu dimulai dengan melakukan pengamatan di

lapangan, memilih sampel repertoar, merekam repertoar tersebut dalam bentuk

audio dan video,kemudian penulis mencoba membuat notasi repertoar tersebut

sesuai dengan notasi musik barat. Adapun cara kerja yang penulis lakukan untuk

proses tanskripsi adalah melakukan dengan manual, yaitu yang pertama adalah

mencari tempo, nada dasar, dan rhytem melodi. Setelah tempo, nada dasar dan

rhytem lagu dapat, penulis kemudian mencari melodi atau nada yang dimainkan

dalam repertoar tersebut. Selain dengan cara manual diatas adalah dengan cara

membuat repertoar tersebut dalam format MIDI, yang diolah dalam Keyboard

Yamaha PSR 900, kemudian format MIDI tersebut dimasukkan dalam

laptop/komputer, dengan software khusus untuk membaca format Midi tersebut

dan secara otomatis nada yang dimainkan tersebut lengkap dengan rhytem dan

nada yang dituliskan dalam notasi balok.

Penulis juga mungkin akan menggunakan tanda atau symbol yang

bertujuan untuk memberikan penjelasan yang lebih terinci dan lebih jelas, seperti

symbol yang ada dalam bab III sebelumnya, khususnya dalam teknik permaiann

saxophone dalam ensambel musik tiup, dengan harapan pembaca nantinya dapat

memahami tulisan ini, khususnya penggunaan teknik permainan saxophone dalam

membawakan repertoar gondang ketika mengiringi upacara adat saur matua.

Universitas Sumatera Utara

4.2.2 Pemilihan repertoar Yang akan ditranskripsi

Untuk mengetahui penggunaan teknik permainan saxophone dalam

ensambel musik tiup, penulis mencoba untuk mentranskripsikan lagu yang sering

digunakan dalam ensambel musik tiup dalam upacara adat saur matua. Penulis

akan mencoba mentranskripsikan dan menganalisa teknik permainan saxophone

dengan mengambil 3 (tiga) contoh lagu. Adapun lagu tersebut adalah ; sitapitola,

pinasa sidungdungon, dan gondang hasahatan.

4.2.3 Alasan Pemilihan repertoar

Adapun yang menjadi alasan penulis memilih ketiga lagu tersebut adalah

dengan alasan sebagai berikut ;

1. Dalam pengamatan penulis di lapangan, ketiga lagu tersebut sering

digunakan dalam upacara adat saur matua dan dengan fungsi dengan

penggunaan yang berbeda. Sitapitola, sering digunakan sebagai gondang

mula-mula apabila suhut, hula-hula atau boru25

25 . Suhut adalah kerabat,satu marga, atau keluarga yang mepunyai upacara adat. Hula-hula adalah paman dari suhut. Boru adalah, pihak yang mengambil istri dari pihak suhut.

manortor, atau dengan

kata lain repertoar ini sering digunakan mengiring pihak suhut manortor

sekaligus menyambut tamu yang datang. Selain itu lagu tersebut juga

dimainkan dengan tempo yang lambat. Pinasa sidungdungon dimainkan

dengan tempo cepat, dan digunakan saat mengiringi pihak suhut, hula-

hula, dan boru manortor sambil berkeliling. Sedangkan gondang

hasahatan, digunakan apabila tamu sudah siap melakukan acara sigkat

dengan suhut, artinya adatnya tamu telah dibayarkan kepada suhut.

Universitas Sumatera Utara

2. Alasan kedua penulis memilih lagu tersebut juga karena dalam

membawakan ketiga repertoar tersebut ada perbedaan teknik saxophone

yang digunakan oleh pemain. Dalam ketiga repertoar tersebut, pemain

saxophone menempatkan teknik permainannya secara berbeda, namun ada

juga memang persamaan teknik yang digunakan dalam membawakan

repertoar lagu tersebut.

Menurut pengakuan informan( Manullang) penulis, memang saat ini

repertoar gondang yang dimainkan dalam saur matua dan untuk acara lainnya

seperti pernikahan atau jenis upacara adat meninggal lainnya, tidak ada

perbedaan. Beliau mengatakan demikian karena selama pengalaman beliau,

selama puluhan tahun menjadi pemain saxophone, beliau sering memainkan

repertoar yang sama dalam upacara kematian digunakan juga dalam upacara adat

perkawinan. Hal tersebut bisa terjadi karena memang kurangnya pemahaman

masyarakat akan makna repertoar tersebut sehingga walaupun digunakan

repertoar yang sama, rata-rata masyarakat tidak protes. Berbeda dengan jaman

dulu, memang pasti ada saja masyarakat yang mengetahui makna dari suatu

repertoar gondang. Sehingga jaman dulu memang ada jelas perbedaan repertoar

gondang yang digunakan dalam upacara yang berbeda. Beliau juga mengakui

bahwa memang saat ini musik bukan lagi disakralkan dalam upacara adat dalam

masyarakat Batak Toba, namun sudah hanya sebagai pelengkap saja dalam

upacara adat, khususnya untuk mengiringi tortor.26

26 Wawancara penulis dengan Manullang di wisma Jaya puri medan, pada tanggal 12 Juli 2013.

Universitas Sumatera Utara

Untuk melihat lebih jelasnya, dalam pembahasan berikutnya penulis akan

mengalisa teknik permainan kapan dan dimana teknik permainan saxophone

tersebut dimainkan dalam membawakan repertoar, yang akan dianalisa

berdasarkan transkripsi ketiga repertoar tersebut.

Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan transkripsi dan analisa

lagu tersebut sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Sitapitola

Cipt ; NN

Transkripsi ; Sudarsono Malau dan Nielson Sihombing

Tempo : 60

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

4.5 Deskripsi teknik permainan saxophone dalam membawakan melodi repertoar.

1. dalam repertoar Sitapitola.

NO Nama teknik permainan Dimainkan dalam bar ;

Universitas Sumatera Utara

1 Teknik serak 4, 10, dan 15

2 Teknik mangarutu 2,3,5,7,8, 12,13,14,16,18,19,20,23,25,26,27,29, 30,31,32,34,dan 35

3 Teknik mandila-dilai 4, 6, 17,18,

4 Teknik glisendo dan cresendo 2,10,14,22, dan 25

5 Teknik piltik 10,14,21,22,25

6 Marsiulak hosa -

2.Dalam repertoar pinasa sidungdungon

NO Nama teknik permainan

Dimainkan dalam bar ;

1 Teknik serak

-

2 Teknik mangarutu

6,7, 23, 30 , 31,

3 Teknik mandila-dilai

1,2,3,4,7,8,9, 13,14,15,16,17,18,19,20,22,24,25,26,27,28,29,31,33,34,35,36

4 Teknik glisendo dan cresendo

-

5 Teknik piltik

-

6 Marsiulak hosa

-

3. Dalam repertoar hasahatan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam repertoar hasahatan teknik permainan muncul, hal ini disebabkan karena dalam repertoar ini memang singkat.

Universitas Sumatera Utara

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan dan Saran

5.1.1 Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan pengkajian tentang teknik permainan

saxophone dalam ensambel musik tiup dalam upacara adat masyarakat Batak

Toba, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa ada dalam ensambel

musik tiup telah terjadi sebuah percampuran kebudayaan. Adapun kebudayaan

yang bercampur tersebut adalah antara kebudayaan masyarakat Batak Toba dan

kebudayaan Barat.

Percampuran kebudayaan tersebut dapat kita lihat dalam ensambel musik

tiup. Percampuran tersebut terjadi setelah masuknya misionaris ke daerah

masyarakat Batak Toba. Semenjak masuknya agama Kristen dalam ranah sosial

budaya masyarakat Batak Toba, secara perlahan tapi pasti perubahan dan

perkembangan itu berpangaruh terhadap kehidupan adat dan budaya khususnya

didalam seni musik. Pengaruh tersebut hingga saat ini berkembang dan dapat kita

lihat dari alat yang digunakan dalam upacara adat, diamana pada awalnya alat

yang digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba adalah alat musik

tradisional seperti sarune bolon, taganing, ogung, sulim, sarune etek, dan hesek.

Namun setelah masuknya ajaran agama Kristen, alat musik tersebut mulai

digantikan dengan alat musik yang merupakan hasil dari kebudayaan barat,

khususnya instrument tiup. Salah satu instrument musik tiup yang lazim

Universitas Sumatera Utara

digunakan saat ini adalah saxophone, yang juga merupakan salah satu bagian dari

ensambel musik tiup.

Setelah melakukan penelitian tentang penggunaan saxophone dalam

ensambel musik tiup untuk mengiringi upacara adat masyarakat Batak Toba,

maka penulis mengambil suatu kesimpulan yang juga untuk menjawab pertanyaan

yang timbul dalam pokok permasalahan dalam tulisan ini. Adapun kesimpulan

tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Saxophone memang suatu hasil kebudayaan dari musik barat yang saat

ini sering digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba,

khususnya di kota Medan. Dalam ensambel musik tiup saxophone

berfungsi sebagai pembawa melodi pokok dalam membawakan repertoar

untuk mengiringi tortor, dan walaupun terkadang saxophone digunakan

untuk improvisasi repertoar tersebut. Teknik permainannya

menggunakan atau mengadopsi teknik permainan alat musik tradisional

masyarakat Batak Toba, khususnya dari teknik permainan sulim. Hal ini

untuk mengimbangi atau mengikuti rasa musikalitas pada masyarakat

Batak Toba, sehingga saxophone dapat bertahan dan tetap digunakan

hingga saat ini dalam ensambel musik tiup. Istilah teknik permainan

saxophone dalam ensambel musik tiup itu juga diadopsi dari bahasa

Batak, atau menurut pemahaman pemusik tiup. Istilah teknik permainan

tersebut memang ada juga memliki kesamaan pengertian dengan teknik

yang ada dalam istilah musik barat, namun hanya nama atau istilahnya za

yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

2. Saxophone awalnya diciptakan oleh Adholpe Sax seorang ahli pembuat

alat musik yang berkebangsaan Belgia pada tahun 1841. Saxophone

awalnya digunkan dalam ensambel orchestra dalam budaya musik Barat,

yang kemudian berkembang dan digunakan dalam mengiringi musik pop

seperti jazz dan blues. Setelah mengalami perkembangan saxophone juga

digunakan dalam mengiringi kebaktian di gereja di Eropa. Setelah

mausknya misionaris kedaerah Batak, saxophone juga mulai

diperkenalkan dan digunakan dalam mengiringi kebaktian di gereja.

Yang diperkenalkan oleh misionaris itu memang bukan hanya saxophone

saja, namun ada juga alat musik lain seperti, akordian, piano, organ dan

alat musik tiup lain seperti trombone, tuba, dan terompet. Kelompok alat

musik tiup tersebut awalnya, diberi nama “Musik tiup” . Awalnya

ensambel musik tiup, mulai tumbuh dan berkembang di desa Tambunan,

Balige, Kabupaten Toba Samosir. Dari desa ini kemudian ensambel

musik tiup berkembang setelah grup ensambel musik tiup dipanggil

keluar dari desa Tambunan tersebut untuk mengiringi upacara adat dalam

kebudayaan masyarakat Batak Toba, hingga saat ini ensambel musik tiup

telah sering digunakan dalam masyarakat Batak Toba, khususnya yang

berdomisili di kota Medan, walaupun secara formasi pemain tidak seperti

pada awalnya ensambel musik tiup berdiri.

3. Struktur melodi yang dimainkan oleh saxophone dlam mengiringi

upacara adat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba adalah tidak

terlalu jauh dari struktur melodi pada masyrakat Batak Toba, yaitu

Universitas Sumatera Utara

pentatonic (5 nada ) yaitu nada do,re,mi,fa,dan sol. Memang saxophone

dalam ensambel musik tiup tidak hanya berpatokan pada nada pentatonic,

namun juga sering keluar dari konsep pentatonic, apalagi pada saat

melakukan improvisasi.

Untuk mengikuti rasa musikalitas masyarakat Batak Toba, teknik

permainan saxophone dalam membawwakan repertoar gondang adalah dengan

cara mengadopsi teknik permainan sulim, dan memainkan teknik permainan sulim

itu dalam memainkan saxophone.27

5.2. Saran

Berhubungan dengan kajian dalam tulisan ini, penulis berharap supaya

nantinya ada penelitian lanjutan yang kiranya dapat menyempurnakan tulisan ini,

sehingga dapat menjadi refrensi baru mengenai teknik permainan saxophone

khususnya dalam membawakan repertoar gondang dalam ensambel musik tiup.

Untuk itu penulis menyarankan agar kiranya nanti untuk penelitian lanjutan

supaya meneliti lagi aspek aspek yang berkaitan dengan saxophone seperti ;

1. makna musik tiup berdasarkan konteks upacara adat dalam budaya

masyarakat Batak Toba.

2. Pandangan masyrakat batak toba terhadap keberadaan ensambel musik

tiup dalam mengiringi upacara adat masyarakat Batak Toba.

3. Konsep-konsep ensambel musik tiup berdasarkan daerahnya

27 Menurut Manullang : wawancara pada tanggal 14 juli di jalan bunga sedap malam 12, Medan

Universitas Sumatera Utara

4. Penelitian tentang estetika musikal dalam ensambel musik tiup dan Aturan

komposisi musik dalam ensambel musik tiup

5. Kehidupan dan status sosial pemusik tiup dalam masyarakat

6. Mengkaji struktur melodi saxophone dalam mengiringi upacara adat

masyarakat Batak Toba, yang lebih jelas dan mendalam.

Selain hal diatas penulis juga menyarankan agar kiranya masyarakat, pihak

pemerintah dan pihak swasta yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat

batak toba, agar kiranya dapat bersama-sama untuk menjaga kelestarian budaya

masyarakat Batak Toba, sehingga terciptanya suatu kebudayaan yang memang

sesuai dengan nilai-nilai maupun norma yang berlaku dalam masyarakat Batak

Toba, untuk memenuhi kebutuhan demi keberlansungan hidup masyarakat Batak

Toba.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Prof. Dr Burhan. 2007. Penelitian Kwalitatif. Jakarta: Prenada Media

Group.

Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Herfurth, C Paul. 1968. A Tune A day “saxophone instruction”. Boston, USA.

The Boston Music Company.

Hutagaol, Masta. 1993. Musik Vokal “Nangen” Pakpak Dairi : Tinjauan Tekstual

dan Musikologis Dalam Konteks Penuturan Sukut-sukuten si Tagan

Ndera. Skripsi sarjana. Medan : Fakultas Sastra USU.

Koentjaraningrat. 1983. Masyarakat Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Penerbit

Djambatan

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Evanston : Northwestern

University Press

Nakagawa, Shin. 2000. Musik dan Kosmos ; Sebuah Pengantar Etnomusikologi.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nettle, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusikologi. New York : The Free

Press

Universitas Sumatera Utara

Purba, Mauly. 2004. Sebuah artikel “Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor

Pada Masyarakat Batak Toba” dalam buku Pluralitas Musik Etnik.

Medan : Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Musik Batak, Universitas

HKBP Nommensen.

Santosa dan Rizaldi Siagian,dkk. 1992. Etnomusikologi Defenisi dan

Perkembangannya. Surakarta : Yayasan Masyarakat Musikologi

Indonesia.

Sianturi, Monang Asi. 2012. Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak

Toba. Tesis Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni. Medan :

Fakultas Ilmu Budaya, USU.

Sianturi, Nixon. 2012. Teknik Permainan Saxophone Dalam Musik Tradisional

Batak Toba di Wisma Bethesda. Skripsi sarjana. Medan : Jurusan Seni

Drama Tari dan Musik. Fakultas Bahasa dan Seni. Univeresitas Negeri

Medan.

Titon, Jeff Todd. 1984. “an introduction to the music of the world’s people”

dalam buku World of Music.(ed). London : Collier MacMillan Publisher

Yoyok. 2008. Cara bermain saxophone. Jakarta : PT. Grafindo Pers

www.wikipedia/bps-sumut/2013/php.com. Terakhir dilihat pada tanggal 23 mei

2013

www.google/blog Boyke Priyo Utomo,/cara bermain saxophone. Pada tanggal 15

Mei 2013

Universitas Sumatera Utara