TEKNIK AUTOPSI

download TEKNIK AUTOPSI

of 47

Transcript of TEKNIK AUTOPSI

Teknik Autopsi

PENGERTIAN AUTOPSI Autopsi berasal kata dari Auto = sendiri dan Opsis = melihat. Yang dimaksudkan dengan Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya 'cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penentuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. Jika pada pemeriksaan ditemukan beberapa jenis kelansan bersama-sama, maka dilakukan penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta apakah kelainan yang lain turut mempunyai andil dalam terjadinya kematian tersebut.

Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis Autopsi, yaitu Autopsi klinik dan Autopsi Forensik/Autopsi Mediko-legal. Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang nwri-derita penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal.

Tujuan dilakukannya Autopsi klinik adalah untuk: a. menentukan sebab kematian yang pasti. b. menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis postmortem, c. mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan gejala-gejala klinik. d. menentukan efektifitas pengobatan. e. mempelaiari perjalanan lazim suatu proses penyakit. f. pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan Autopsi klinik yang lengkap, meliputi pembukaan rorwiga tengkorak, dada dan pend/panggul, serta melakukan pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/organ. 44fr Namun bila pihak keluarga beficeberatan untuk dilakukannya -Autopsi klinik lengkap, masih dapat diusahakan untuk melakukan Autopsi klinikparsial, yaitu yang terbatas pada satu atau dua rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahalcan dilalculcannya suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, untuk kemudian dilalculcan pemesilcsaan histopatologik.

Autopsi forensik atau Autopsi mediko-legal dilakukan ter-hadap mayat seseorang berdasarican peraturan undang-undang, .dengan tujuan a. membantu dalam hal penentuan identitas mayat. b. menentigcan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian sezta mempeekirakan saat kematian. c. mengumpulkan serta tnengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku Icejahatan. d. membuat laporan tettsdis yang obyektif dan berdasarkan faktadalam bentuk visum et repertum. e. melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan tedzadap orang yang bersalah.

Untuk melalculcan Autopsi forensik ini, diperiukan suatu Surst Permintaan Pemenbaan/Panbuatan visum et repertum dazi yang berwenang dalam hal ini pihak penyidik. Izin keluarga tidak diperlulcan, bablcan apabila ada seseorang yang menghalang-halangi dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku. Dalam melakukan Autopsi forensik, mudak diperlukan pemeriksaan yang lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan romga tengkorak, rongga dada dan rongga perut/panggul. Seringkali perlu pula dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan tolcsikologi forensik, histopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya. Pemeriksaan yang tidak lengkap, yaitu autopsi parsial atau needie necropsy dalam rangka pemeriksaan ini tidak dapat dipertanggung jawabkan, karena tidak akan dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas.

Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter, dan ini tidak dapat diwakilkan kepada mantri atau perawat. Baik dalam melakukan Autopsi klinik maupun Autopsi forensik, ketelitian yang maksimal harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecil pun hanu dicatat. Autopsi sendiri harus dilalculcan sedini mungkin, karena dengan lewatnya waktu, pada tubulz mayat dapat terjadi perubahan yang munglcin akan menimbullcan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan yang ditemukan.

Pada kasus-kasus Autopsi klinik, status riwayat penyakit dan pengobatan dapat memberi petunjuk arah pemeriksaan yang akan dilakukan. Pada kasus-kasus Autopsi forensik, informasi mengenai kejadian yang mendahului kematian, keadaan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat memberi petunjuk bagi pemeriksaan, serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus yang mungkin diperlukan. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan-keterangan terse-but di atas dapat mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian temyata adalah seseorang pecandu narkotika.

d. Perilcsalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia. Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaldah diperlukan alat alat yang "mewah", namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu mendapat perhatian yang cukup. Adakah telah tersedia botol-botol terisi latutan formalin yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi pemerik-saan histopatologik? Adakah botol-botol atau tabung-tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk pemeriksaan toksikologik?

PERS1APAN SERELIM1 AUTOPS1 Sebelum Autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian. a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan Autopsi yang akan dilakukan telah lengkap. Dalam hal Autopsi klinik, perhatikan apakah surat izin Autopsi klinik telah ditandatangani oleh keluarga terdekat dari yang bersangkutan. Perhatikan pula jenis Autopsi yang diizinkan oleh pihak keluarga tersebut. Dalam hal Autopsi forensik, perhatikan apakah Surat Permintaan Pemerilcsaan/Pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang. Untuk Autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.

b. Apakah mayat yang akan di-autopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan. Dalam hal Autopsi klinik, pengenalan dapat dilakukan oleh pihak keluarga, bila perlu dapat dibuatkan berita acara untuk itu. Dalam hal Autopsi forensik, maka perhatilcanlah apakah terhadap mayat yang akan diperiksa telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang, berupa penyegelan dengan label Polisi yang diikatkan pada ibujari kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi ketentuan mengenai penyegelan barang bukti. Label dari Polisi ini memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat kematian dan sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan data-data yang tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan. c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadi-nya kematian selengkap mungkin.

INBERAPADIAL POKOK PADA AIIIOPSI FORENSIK Dalam melakukan autopsi forensik, beberapa hal pokok perlu diketahui. 1. Autopsi harus dilakukan sedini mungkin. Perubahan post mortem dapat mengubah keadaan suatu luka maupun suatu proses patologik sedemikian rupa sehingga mungkin diinterpretasi salah. petechiae asfiksial misalnya dapat menghilang dengan lewatnya waktu. Rongga pleura yang semula kosong dapat terisi cairan merah kehitaman akibat pembusukan.

2. Autopsi harus dilakukan lengkap. Agar autopsi dapat mencapai tujuannya, maka autopsi haruslah lengkap, meliputi pemeriksaan luar, pembedahan yang meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada, perut dan panggul. 3. Autopsi dilakukan sendiri oleh dokter. Autopsi tidak boleh diwakilkan kepada perawat atau mantri. Dokter harus melakukan sendiri interpretasi atas pemerik-saan yang dilakukan, untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang yang menuntut dilakukannya pemeriksaan yang sejujur-jujumya, menggunakan pengetahuan yang sebaik-baiknya.

4. Pemerilcsaan dan pencatatan yang seteliti mungkin. Semua kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan jenazah harus dicatat sebaik-baiknya. Di samping itu, perlu juga dicatat "penemuan negatip" (negative findings) pada kasus tertentu, yang menunjukkan bahwa dokter pemeriksa telah melakukan pemeriksaan dan mencari kelainan tertentu, tetapi tidak menemukannya.

SEUR RIAUTIAN, CARA KEMATIAN dan AVIKANISAIE NEMATIAN. Sebib mati adalah penyakit atau cedera/luka yang ber-tanggung jawab atas terjadinya kematian. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab kematian. Bila kematian terjadi sebagai akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah wajar (natural death). Bila kematian terjadi sebagai akibat cedera atau luka, atau pada seseorang yang semula telah mengidap suatu penyakit. kematiannya dipercepat oleh adanya cedera atau luka, maka kematian demikian adalah kematian tidak wajar (unnatural death). Kematian tidak wajar ini dapat terjadi sebagai akibat kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu penyidikan, penyidik masih belum dapat menentukan cara kematian dari yang bersang-lcutan, maka dalam hal ini kematian dinyatakan sebagai kematian dengan cara yang tidak tertentukan.

Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga seseorang tidak dapat terus hidup. Contoh di bawah dapat memberi gambaran yang lebih jelas. 1. Seseorang menderita penyakit tuberkulosa paru. Pada suatu hari mengalami hemoptoe yang hebat dan meninggal. Penyebab kematian: tuberkulosa paru. Mekanisme kematian: shock akibat perdarahan paru-paru. Cara kematian: wajar.

2. Seseorang mengalami perdarahan subdural akibat terjatuh dari sepeda motor yang mengalami slip. Selama perawatan 4 hari rumah sakit, tidak pemah sadar dari koma, mendapat komplikasi pneumonia orthostatik dan meninggal. Penyebab kematian: trauma kapitis. Cara kematian: tidak wajar. Mekanisme kematian: perdarahan subdural dengan penyulit radang paruparu.

TEKNIK AUTOPSI Hampir setiap Bagian Ilmu Kedokteran Forensik atau Bagian Patologi Anatomik mempunyai teknik autopsi sendiri-sendiri, namun pada umumnya teknik autopsi masing-masing hanya berbeda sedilcit/ merupakan modifikasi dari 4 teknik autopsi dasar. Perbedaan ter-utama dalam hal pengangkatan keluar organ, baik dalam hal urutan pengangkatan maupun jumlah/kelompok organ yang dikeluarkan pada satu saat, serta bidang pengirisan pada organ yang diperiksa. Teknik Virchow Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masingmasing organ dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistim menjadi hilang. Dengan demikian, teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang terjadi

Teknilt Rokitansky Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa de-ngan melakukan beberapa irisan in situ, baru kemudian selunuh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan organ (en bloc) Teknik ini jarang dipakai, karena tidak menunjukkan keunggulan yang nyata atas teknik lainnya. Teknik ini pun tidak baik digunakan untuk autopsi forensik. Teknik Letulle Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan sekaligus (en masse). Kepala diletakkan di atas meja dengan permukaan posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aortal diperiksa, Aorta dibuka sampai arcus aortae dan Aa. renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa. 8 Aorta diputus di atas muara a. renalis. Rectum dipisahkan dari Sigmoid. Organ Urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari tralchea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di atas diafragma dan dengan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut. Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar dalam penanganan karena "pan-jang"nya lcumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus.

Tekmit Ghon Setelah rongga tubuh dibuka, otgan leher dan dada, organ pencemaan bersama hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ (bloc). Bagian llmu Kedokteran Forensik FKUI menggunakan teknik autopsi yang menupakan modifikasi dari Teknik Letulle. Organ tidak dikeluarkan en masse, tetapi dalam 2 kumpulan. Organ leher dan dada sebagai satu kumpulan, organ perut serta urogenital sebagai kumpulan yang lain, setelah teriebih dahulu usus diangkat mulai dari perbatasan duodenojejunal sampai perbatasan rectosigmoid.

Dahulu, sebelum menggunakan teknik modifikasi tersebut di atas, di Bagian IKF FKUI digunakan teknik Ghon, namun temyata para calon dokter mengalami kesukaran dalam menemukan kelenjar suprarenal. Dengan teknik yang digunakan dewasa ini, kesulitan tersebut dapat diatasi. Dokter yang melakukan autopsi hendaknya menggunakan teknik yang paling dikuasainya. Bagi mereka yang jarang melakukan autopsi, hendaknya lebih erat berpegang/berpedoman pada teknik autopsi yang dipelajari semasa pendidikannya di Fakultas Kedokteran. 9

P~11111 ONTOK ANTOPSI Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, sebenamya tidak diperlukan alat yang mewah, cukup dengan alat yang sederhana saja. Berilcut ini adalah alat yang diperlukan tersebut. 1. Kamar autopsi. Guna Icamar attopsi adalah agar dokter yang melakukan pemerilcsaan jenazah dapat melakukan tugasnya dengan tenang, tidak terganggu oleh orang yang tidak berke-pentingan atau yang ingin sekedar menonton saja. Untuk keperluan ini tidak diperiulcan suatu kamar khusus bila keadaan seternpat tidak memungkinkan. Cukup digu-nalcan salah satu sudut kamar jenazah misalnya, asal terdapat penerangan yang cukup. Bahkan "bedeng darurat" yang didirikan di lapangan dekat dengan tempat penggalian kubur pun dapat digunakan.

2. Meja autopsi. Untuk meja autopsi pun, bila keadaan tidak memungkinkan, tidak perlu menggunakan meja autopsi khusus yang stainless steel. Bila perlu dapat digunakan kereta dorong mayat, atau meja darurat yang terbuat dari beberapa helai papan saja. Yang perlu dipikirkan dalam hal meja autopsi adalah adanya tempat penampungan darah yang keluar waktu dilalculcannya autopsi serta adanya air yang diperiu-kan untuk melalcukan pencucian bila perlu.

3. Peralatan autopsi. Yang diperlukan adalah pisau yang dapat digunakan untuk memotong kulit serta organ dalam dan otak, gunting serta pinset bergigi untuk melaksanakan pemerilcsaan alat-dalam tubuh. Di samping itu. diperlukan juga sebuah gergaji yang dapat digunalcan untuk menggergaji tulang tengkorak. Untuk keperluan rp-erawatan mayat setelah selesai autopsi, sediakan sebuah jarum jahit lculit serta benang lcasar untuk merapikan kcmbali mayat yang telah diautopsi. 10 Peralatan tambahan yang dipedulcan adalah gelas ukur untuk mengukur volume cairan/darah yang ditemukan pada autopsi serta semperit berikut jarum untuk pengambilan darah.

4. Peralatan untuk pemeriksaan tambahan. Perlu pula disediakan beberapa buah botol kecil yang terisi forrnalin 10% atau alkohol 70-80% untuk keperluan pe-ngambilan jaringan guna pemeriksaan histopatologik, serta beberapa botol yang lebih besar untuk pengambilan bahan guna pemeriksaan toksikologik, yang berisi bahan pengawet yang sesuai. 5. Peralatan tulis menulis dan fotografi. Sediakan kertas atau formulir-formulir isian yang dipergu-nalcan untuk mencatat segala hasil pemeriksaan. Bila mungkin, sediakan pula peralatan memotret yang dapat digunakan untuk pemotretan kelainan-kelainan untuk keperluan dokumentasi atau identifikasi. Pada halaman ini dapat dilihat gambar peralatan autopsi, serta penggantinya.

PEMERIKSAAN LUAR Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium, maupun teraba, baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain, juga terhadap tubuh mayat itu sendiri. Agar pemerilcsaan dapat terlaksana dengan secermat munglcin, pemerilcsaan harus mengiludi suatu sistimatau yang telah ditentulcan.

Di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sistimatilca pemeriksaan adalah: 1. Label mayat. Mayat yang dilcirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik seharusnya diberi label dari pihak kepolisian, biasanya merupakan sehelai karton yang diikatIcan pada ibu jari kaki mayat serta dilakukan penyegelan pada tali pengikat label tersebut, untuk menjamin keaslian dari benda buIcti. Label mayatirli harus digunting pada tali pengikatnya, serta disimpan bersama berkas pemeriksaan. Perlu dicatat wama dan bahan label tersebut. Dicatat pula apakah terdapat meterai/segel pada label ini, yang biasanya terbuat dari lak berwama merah dengan cap dari kantor kepolisian yang mengirim mayat. Isi dari label mayat ini juga dicatat selengkapnya. Adalah kebiasaan yang baik, bila dokter pemeriksa dapat meminta keluarga terdekat dari mayat untuk sekali lagi melakukan pengenalan/pemastian identitas. Di samping label mayat dari kepolisian, pada mayat dapat pula ditemukan label identifikasi dari Instalasi Kamar Jenazah Rumah Sakit. Label ini adalah untuk kepentingan identifikasi di Katner Jenazah agar mayat tidak tertukar saat diambil oleh keluarga. Label dari Rumah Sakit ini harus tetap ada pada tubuh mayat.

2. Tutup mayat. Mayat seringkali dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu. Catatlah jenis/bahan, wama serta corak dari penutup ini. Bila terdapat pengotoran pada penutup, catat pula letak pengotoran serta jenis/bahan pengotoran tersebut. 3. Bungkus mayat. Mayat kadang-kadang dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan terbunglcus. Bungkus mayat ini harus dicatat jenis/bahannya, wama, corak, serta adanya bahan yang mengotori. Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis/bahan tali tersebut, maupun cara pengikatan setta letak ikatan tersebut.

4. Pakaian. Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dan pakaian yang dikenakan pada bagian tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai lapisan yang terdalam. Pencatatan meliputi: bahan, wama dasar, wama dan corak/motif dari tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk/penjahit, cap binatu, monogram/inisial serta tambalan atau tisikan bila ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian, maka ini juga harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat menggunakan koordinat, serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang ditemukan. Pakaian dari korban yang mati akibat kekerasan atau yang belum dikenal, sebaiknya disimpan untuk barang bukti. Bila ditemukan saku pada pakaian, maka saku ini harus diperiksa dan dicatat isinya dengan teliti pula.

5. Perhiasan. Pethiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula de-ngan teliti . Pencatatan meliputi jenis perhiasan, bahan, wama, merk, bentuk serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut. 13 12 6. Benda di samping mayat. Bersamaan dengan pengiriman mayat, kadangkala diser-takan pula pengiriman benda di samping mayat, misalnya bungkusan atau tas. Terhadap benda di samping mayat inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap

7. Tanda kematian. Di samping untuk pemastian bahwa korban yang dikirimkan untuk pemeriksaan benar-benar telah mati, pencatatan tanda kematian ini berguna pula untuk penentuan saat kematian. Agar pencatatan terhadap tanda kematian ini bermanfaat, jangan lupa mencatat waktu/saat dilakukannya pemeriksaan terhadap tanda kematian ini ! a. Lebam mayat Terhadap lebam mayat, dilakukan pencatatan letak/ distribusi lebam, adanya bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam (karena tertekan pakaian, terbaring di atas benda keras dan lain-lain). Wama dari lebam mayat serta intensitas lebam mayat (masih hilang pada penekanan. sedikit menghilang atau sudah tidak menghilang sama sekali).

b. Kalcu mayat. Catat distribusi kaku mayat serta derajat kekakuan pada beberapa sendi (daerah dagu/tenglculc, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut) dengan menentukan apakah mudah atau sukar dilawan. Apabila ditemukan adanya spasme Icadaverik (cadaveric spasm) maka ini harus dicatat dengan sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik memberi petunjuk apa yang sedang dilakukan oleh korban saat terjadi kematian. c. Suhu tubuh mayat. Sekalipun perkiraanan saat kematian menggunakan kriteria penurunan suhu tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan,- namun pencatatan suhu tubuh mayat kadang masih dapat membantu dalam hal perkiraanan saat kematian. Pengukuran suhu mayat dilakukan dengan menggunakan thermometer rektal. Jangan lupa juga melakukan pen-catatan suhu ruangan pada saat yang sama

d. Pembusukan. Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah kanan bawah yang berwarna kehijau-hijauan. Kadang-kadang mayat diterima dalam keadaan pembusukan yang lebih lanjut, merupakan mayat dengan kulit ari yang telah terkelupas, terdapat gambaran pem-buluh superfisial yang melebar berwama biru-hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami penggembungan akibat pembusukan lanjut. e. Lain-lain. Catat perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemu-lcan, misalnya mummifikasi atau adipocere.

8. Identifikasi umum. Catat tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin, bangsa atau ras, umur, wama kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat badan, keadaan zakar yang di sirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut. 9. Identifikasi khusus. Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus. a. Rajah/tatoo. Tentukan letak, bentuk, wama serta tulisan tatoo yang ditemukan. Bila perlu, buatlah dokumentasi foto. b. Jaringan parut. Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan, baik yang timbul akibat penyembuhan luka maupun yang terjadi sebagai alcibat tindalcan bedah. c. Kapalan (callus). Dengan mencatat distribusi callus, kadanglcala dapat diperoleh keterangan yang berharga mengenai pekerjaan mayat yang diperiksa semasa hidupnya.

Pada pekerja/buruh pikul, akan ditemukan kapalan (callus) pada daerah bahu, pada pekerja kasar lainnya akan ditemukan kapalan pada telapak tangan atau kalci. d. Kelainan pada kulit. Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipo-pigmentasi, eksema dan kelainan lain sering kali dapat membantu dalam penentuan identitas. e. Anomali dan cacat pada tubuh. Kelainan anatomis benipa anomali atau defonnitas akibat penyakit atau kekerasan perlu dicatat dengan seksama. Tidak tercatatnya yang disebut di atas dapat sangat merugikan karena dapat menyebabkan diragukannya hasil pemeriksaan terhadap mayat secara keseluruhan. (Bagaimana dapat mempercayai hasil pemetiksaan secara keseluruhan, sedangkan adanya jari lebih pada ibu jari tangan kanan korban saja tidak dilihat/dicatat oleh si pemeriksa).

10 Pemerilcsaan rambut. Pemeriksaan terhadap rambut dimaksudkan untuk mem-bantu identifikasi. Pencatatan dilakukan terhadap distribusi, wama, keadaan tumbuh serta sifat dari rambut tersebut baik dalam hal halus kasamya atau lurus ikalnya. Bila pada tubuh mayat ditemukan rambut yang mempunyai sifat yang berlainan dari rambut mayat, rambut-rambut ini harus diambil, disimpan dan diberi label, untuk pemeriksaan laboratorium lanjutan bila temyata diperlukan di kemudian hari.

11 Pemeriksaan mata. Periksa apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Pada kelopak mata, diperhatikan pula akan adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan lain yang ditimbulkan oleh penya-lcit dan sebagainya. Petiksa pula keadaan selaput lendir ke-lopak mata, bagaimana wamanya, adakah pembuluh darah yang melebar, adakah bintik perdarahan atau bercak perdarahan. Terhadap bola mata, dilakukan pula pemeriksaan terhadap kemungkinan terdapatnya tanda kekerasan, kelainan seperti ptysis bulbi, pemakaian mata palsu dan sebagainya. Perhatikan pula keadaan selaput lendir bola mata akan adanya pelebaran pembuluh darah, bintik perdarahan atau kelainan lain. Terhadap komea (selaput bening mata) ditentukan apakah jemih, adakah kelainan, baik yang fisio-logik (arcus senilis) maupun yang patologik (leucoma). Iris (tirai mata) dicatat wamanya untuk membantu iden-tifikasi. Catat pula kelainan yang mungkin ditemukan. Perhatikan pupil (teleng mata) dan catat ukurannya, apakah sama pada mata yang kanan dan yang kiri. Bila terdapat kelainan pada lensa mata, ini pun harus dicatat.

12 Pemeriksaan daun telinga dan hidung. Pemeriksaan meliputi pencatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung, terutama pada mayat dengan bentuk yang luar biasa karena hal ini mungkin dapat membantu dalam identifikasi. Catat pula kelainan serta tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa apakah dari lubang telinga dan hidung keluar cairan/darah.

13 Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut. Pemeriksaan meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan kemungkinan terdapatnya benda asing (pada kasus pe-nyumbatan misalnya). Terhadap gigi geligi, pencatatan harus dilakukan selengicap-lengkapnya meliputi jumlah gigi yang terdapat, gigi geligi yang hilang/patah/mendapat tambalan/bungkus logam, gigi palsu, kelainan I etak, pewamaan (staining) dan sebagainya. Data gigi geligi merupakan alat yang sangat berguna untuk identifikasi bila terdapat data pembanding. Perlu diingat bahwa gigi geligi adalah bagian tubuh yang paling keras dan tahan terhadap kerusakan.

14 Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan harus mendapat perhatian dan dicatat selengkapnya. Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi. Catat kelainan bawaan yang mungkin ditemukan (epispadia, hypospadia phymosis dan lain-lain), adanya manik-manik yang ditanam di bawah kulit, juga keluamya cairan dari lubang kemaluan serta kelainan yang ditimbulkan oleh penyakit atau sebab lain. Pada dugaan telah terjadinya suatu persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glans atau corona glandis yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik laboratorium tertentu. Pada mayat wanita, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior akan kemungkinan. adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan/selcret liang sanggama. Lubang pelepasan perlu pula mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendimya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangnya rugae.

15 Lain-lain. Perlu diperhatian akan kemungkinan terdapatnya: a. tanda perbendungan, ikterus, wama kebiru-biruan pada kuku/ujungujung jari (pada sianosis) atau adanya edema/sembab. b. bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal dan lain-lain. c. terdapatnya bercak, lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan atau serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-lain.

16 Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka. Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasanlluka, perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif terhadap: a. letalc luka. Pertama-tama sebutkan regio anatomis luka yang dite-mukan, dengan juga mencatat letaknya yang tepat menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomis yang terdekat b. jenis luka Tentukan jenis luka, apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka. c. bentuk luka Sebutkan bentuk luka yang ditemukan. Pada luka yang terbuka sebutkan pula bentuk luka setelah luka dirapatkan.

d. arah luka Dicatat arah dari luka, apakah melintang, membujur, atau miring. e. tepi luka Perhatikan tepi luka apakah rata, teratur, atau berbentuk tidak beraturan f. sudut luka Pada luka terbuka, perhatikan apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat atau bentuk lain. g dasar luka Perhatilcan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan rongga badan. h. sekitar luka Perhatikan adanya pengotoran, terdapatnya luka/tanda kekerasan lain di sekitar luka. ukuran luka Luka diukur dengan teliti. Pada luka terbuka, ukuran luka diukur juga setelah luka yang bersangkutan dirapatkan. 19

j. saluran lulca Penentuan saluran luka dilakukan in situ. Tentukan 'perjalanan' luka serta panjang luka. Penentuan ini baru dapat ditentukan pada saat dilakukan pembedahan mayat. k. lain-lain Pada luka lecet jens serut, pemeriksaan teliti terhadap permukaan luka terhadap pola penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan yang menyebabkan luka tersebut. 17 Pemeriksaan terhadap patah tulang. Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta catat sifat/jenis masingmasing patah tulang yang terdapat.

PEMBEDAHAN MAYAT Pengeluaran Alat Tubuh Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan fleksi maksimal dan daerah leher tampak jelas. Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai di bawah dagu, diteruskan ke arah umbilikus dan melinglcari umbi-likus di sisi Iciri dan seterusnya kembali mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simfisis pubis. Pada daerah leher. insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai di daerah epigastrium, sampai menembus ke dalam rongga perut.

Insisi berbentuk huruf I di atas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik. Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu kepentingan pemeriksaan, atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit berbentuk huruf Y, yang dimulai pada kedua puncak bahu. Insisi pada daerah dada sebelah kanan dan kiri dipertemukan di garis pertengahan kira-kira setinggi insisura jugularis. Dengan insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat leher menjadi lebih sukar. Insisi pada dinding perut biasanya ciimulai pada daerah epigastrium dengan membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan ke dalam lubang insisi ini, maka dinding perut dapat ditarik/diangkat ke atas. Pisau diselipkan di antara dua jari tersebut dan insisi dapat diteruskan sampai ke simfisis pubis. Di samping berfungsi sebagai pengangkat dinding perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai pemandu (guide) untuk pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris oleh pisau.