TB Milier Pada Anak

24
TUBERKULOSIS MILIER PENDAHULUAN Penyakit respiratorik merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian pada HIV dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Infeksi respiratorik merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering menyerang anak dengan HIV, seringkali berupa pneumonia ataupun tuberkulosis. Sebuah penelitian di Zimbabwe menemukan pada anak seropositif HIV terdapat infeksi pneumonia 32% dan tuberkulosis 5%.Pneumonia sering menjadi penyebab kematian pada populasi ini, yaitu 32,3% pada anak usia <6 tahun. Sampai saat ini di Indonesia belum ada data klinis keterlibatan repiratorik pada anak dengan HIV. Dalam salah satu penelitian yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2005 memperlihatkan bahwa TB paru merupakan penyakit paru yang paling banyak ditemukan pada penderita dengan infeksi HIV sebanyak 47,3%, kemudian diikuti penyakit pneumonia (44,7%) dan tersangka PCP (13,1%). Pada penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 7,8% anak HIV dengan penyakit paru meninggal karena pneumonia berat, dengan 2/3 di antaranya pada kelompok umur 1-<5 tahun. Penyebab kematian lainnya adalah tersangka PCP pasien dan tersangka sepsis. Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Perjalanan alami, beratnya, dan frekuensi penyakit pada anak yang menderita AIDS berbeda dengan anak yang mempunyai sistem imun normal. Infeksi HIV/AIDS pada anak

Transcript of TB Milier Pada Anak

Page 1: TB Milier Pada Anak

TUBERKULOSIS MILIER

PENDAHULUAN

Penyakit respiratorik merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian pada HIV

dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Infeksi respiratorik merupakan salah

satu infeksi oportunistik yang sering menyerang anak dengan HIV, seringkali berupa

pneumonia ataupun tuberkulosis. Sebuah penelitian di Zimbabwe menemukan pada anak

seropositif HIV terdapat infeksi pneumonia 32% dan tuberkulosis 5%.Pneumonia sering

menjadi penyebab kematian pada populasi ini, yaitu 32,3% pada anak usia <6 tahun. Sampai

saat ini di Indonesia belum ada data klinis keterlibatan repiratorik pada anak dengan HIV.

Dalam salah satu penelitian yang dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada

tahun 2005 memperlihatkan bahwa TB paru merupakan penyakit paru yang paling banyak

ditemukan pada penderita dengan infeksi HIV sebanyak 47,3%, kemudian diikuti penyakit

pneumonia (44,7%) dan tersangka PCP (13,1%). Pada penelitian tersebut juga didapatkan

bahwa 7,8% anak HIV dengan penyakit paru meninggal karena pneumonia berat, dengan 2/3

di antaranya pada kelompok umur 1-<5 tahun. Penyebab kematian lainnya adalah tersangka

PCP pasien dan tersangka sepsis.

Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di dunia, dan

berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Perjalanan alami, beratnya, dan

frekuensi penyakit pada anak yang menderita AIDS berbeda dengan anak yang mempunyai

sistem imun normal. Infeksi HIV/AIDS pada anak umumnya ditularkan oleh ibu secara

vertikal pada saat hamil, melahirkan, dan menyusui. Oleh karena itu, penderita terbanyak

ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun sekitar 66%.

Gejala klinis yang muncul pertama pada anak adalah penyakit infeksi bakteri berulang

dan biasanya muncul pada bayi berusia 4 bulan dengan batas usia berkisar 1-42 bulan. Tanda

lain yang juga muncul adalah limfadenopati, splenomegali, hepatomegali.sedangkan gejala

klinis yang timbul adalah sebagian besar dengan batuk dan atau sesak napas (58%), diare

(53%) dan sekitar 24% darinya merupakan diare perssiten, dan diare kronis yang ditemukan

sekitar 35%.

Pnemonia sering ditemukan pada anak terinfeksi HIV, terutama mereka yang

mempunyai status gizi buruk. Penyebab pnemonia yang sering ditemukan adalah

Pneumocystis carinii (PCV), cytomegalovirus, lymphoid interstitial pnemonitis (LIP), dan

tuberkulosis. Pneumonia yang terjadi pada anak menderita HIV sangat sulit diobati dan

Page 2: TB Milier Pada Anak

sering berulang.Kelainan neurologik umumnya terjadi pada anak dengan infeksi HIV

simtomatik. Kelainan yang ditemukan berupa gangguan kognitif, kelainan bahasa, kelainan

motoris, dan kelainan mikrosefali. Anemia umumnya terjadi pada sekitar 20-70% AIDS.

Anemia dapat disebabkan oleh infeksi kronis, kurang gizi dan fenomena penyakit autoimun.

Penderita umumnya mempunyai hematokrit kurang atau sama dengan 30%.

Diagnosis pasti infeksi HIV pada bayi memerlukan teknik yang dapat menentukan

adanya virus secara langsung, misalnya biakan virus. Tes tersebut merupakan baku emas

untuk mendiagnosis HIV. Namun pemeriksaan itu sangat rumit dan memerlukan teknik yang

khusus, sehingga tidak tersedia di semua laboratorium. Deteksi antibodi IgA merupakan tes

diagnostik yang sensitif dan spesifik sesudah usia 6 bulan. Cara pemeriksaannya sederhana

dan relatif murah, dan sangat mungkin dilakukan untuk mendiagnosis HIV secara dini pada

bayi di seluruh dunia. Polymerase chain reactions (PCR) DNA HIV mempunyai spesifisitas

dan sensitifitas yang hampir sama dengan kultur virus dan lebih mudah dilakukan di

laboratorium. Tetapi harus hati-hati, karena sering terjadi negatif palsu pada bayi usia satu

minggu. Oleh karena itu, pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada bayi usia 4-6 minggu,

selanjutnya diulang pada usia 3-6 bulan. PCR-RNA virus juga dapat menunjukkan adanya

virus tetapi tidak dapat digunakan untuk tes diagnostik infeksi HIV dan umumnya digunakan

untuk mengetahui jumlah muatan virus di dalam tubuh penderita.

Penilaian terhadap status imun sangat penting untuk mengamati anak yang

diperkirakan terinfeksi HIV. Juga penting untuk mengklasifikasi HIV seperti yang akan

dijelaskan berikut ini. Yang dievaluasi pada anak yang terinfeksi HIV adalah sel CD4+ dan

CD8+ secara absolut, persentase, maupun rasio.

Hitung limfosit darah tepi anak yang terinfeksi HIV pada fase permulaan sering

normal, tetapi kadang-kadang terjadi limfopeni karena jumlah total sel T yang beredar

menurun. Sel yang paling banyak terkena adalah sel limfosit T helper (CD4+). Jumlah

absolut limfosit CD4+ dan CD8+ pada anak normal lebih tinggi dibandingkan pada orang

dewasa, dan perbandingan tersebut sangat tergantung pada usia. Perbedaan itu harus

diperhitungkan bila mengadakan penilaianstatus imun pada anak terinfeksi HIV.

Bila tes virologi tidak ada, maka dapat dilakukan tes immunoglobulin, perbandingan

CD4:CD8, serta munculnya gejala klinis. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk

menentukan status HIV pada anak.

Page 3: TB Milier Pada Anak

Sedangkan penatalaksana anak terinfeksi HIV pada satu negara berbeda dengan

negara lain. Hal itu tergantung dari tersedianya fasilitas. Anak terinfeksi HIV dapat dirawat di

rumah sakit, tetapi umumnya dirawat di rumah sendiri.

Hal yang paling penting dalam melakukan pemantauan adalah mengamati jumlah subset sel T

dan muatan virus di dalam darah penderita. Di samping itu, ada beberapa pemeriksaan

laboratorium yang juga harus dipantau.

a. Subset Sel T Persentase dan jumlah absolut sel T CD4+ dapat digunakan sebagai tanda

perkembangan penyakit yang sangat penting yang harus dipantau. Jumlah sel CD4+ yang

sangat menurun pada tahun pertama merupakan tanda perkembangan penyakit yang sangat

cepat dan dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mulai memberikan highly active

antiretroviral therapy (HAART) kepada penderita.20,23

b. Jumlah Muatan Virus

Untuk mengetahui jumlah virus bebas dalam plasma dapat dilakukan dengan memeriksa

RNA HIV. Dinamika jumlah RNA virus yang diamati pada bayi sangat berbeda dengan yang

diamati pada orang dewasa. Bayi yang terinfeksi pada saat perinatal memperlihatkan viremia

HIV primer pada bulan pertama kehidupan ketika dia masih mempunyai sistem imun yang

relatif belum matang. Biasanya pada bayi tersebut ditemukan adanya jumlah muatan virus

sangat tinggi di dalam plasma, dan bila diperiksa dengan PCR RNA HIV biasanya memberi

hasil lebih dari 106 salinan/ml plasma. Umumnya, jumlah muatan PCR RNA HIV meningkat

sesudah bulan pertama yang mempunyai korelasi dengan kecepatan berkembangnya

penyakit, walaupun ada beberapa anak dengan muatan RNA HIV yang sangat tinggi, tetapi

penyakit tidak berkembang dengan cepat. Berdasarkan pertimbangan variabilitas biologis

tubuh penderita terhadap RNA HIV, maka perubahan yang dianggap bermakna adalah lebih

besar dari 0,7 log dari muatan virus RNA HIV untuk anak di bawah 2 tahun, dan perubahan

lebih besar dari 0,5 log untuk anak lebih besar 2 tahun.

c. Pemantauan Hasil Laboratorium yang Lain Pemeriksaan laboratorium lain sebagai data

dasar adalah darah tepi lengkap, tes fungsi hati dan ginjal, kadar amilase, lipid, lipase, laktat

dehidrogenase, dan titer immunoglobulin. Juga harus diperiksa titer imunoglobulin terhadap

toksoplasma, cytomegalovirus (CMV), virus Epsteinbar, virus varicella-zooster, virus herpes

simplex, (HSV) dan virus hepatitis. Sampel yang diambil pada neonatus hasilnya sering

dikelirukan oleh status imun dari ibu. Oleh karena itu, pemeriksaan harus diulang pada saat

bayi berusia 12 bulan, dan harus diulang setiap tahun jika hasilnya negatif. Hasil tes tersebut

dapat dipakai sebagai informasi adanya paparan dan kerentanan anak terhadap penyakit

tertentu. Sebagai contoh, anak yang terinfeksi HIV dan mempunyai hasil tes CMV negatif,

Page 4: TB Milier Pada Anak

bila memerlukan transfusi darah, maka harus mendapat darah dengan CMV negatif. Jika

tidak ada, maka harus dilakukan filtrasi leukosit pada darah tersebut.23

d. Pemantauan Lain

1. Pemeriksaan foto dada harus dilakukan pada saat anak datang pertama kali. Bila tidak ada

gejala klinis yang muncul, maka pemeriksaan diulang setiap tahun. Tes tersebut berguna

untuk mengetahui adanya massa di daerah mediastinum, lesi pada paru, lympoid interstetiil

pneumonitis (LIP), dan kardiomegali. Saturasi oksigen penderita dengan perubahan paru

kronis juga harus diperiksa setiap berkunjung ke rumah sakit.

2. Pemeriksaan jantung. Kardiomiopati pada HIV dapat terjadi pada fase dini penyakit. Hasil

pemeriksaan dengan EKG lebih sering menemukan kelainan dari pada hanya dengan

menggunakan stetoskop. Berdasarkan hasil penelitian ternyata penderita dengan kelainan

jantung subklinis sering menunjukkan adanya kelainan EKG. Oleh karena itu, pemeriksaan

foto dada dan EKG adalah sangat penting sebagai data dasar untuk melihat perkembangan

penyakit.

3. Penapisan penglihatan. Untuk anak yang sudah dapat dilakukan pemeriksaan mata,

sebaiknya dilakukan pemeriksaan oftalmologi setiap tahun. Anak dengan kategori 3

sebaiknya diperiksa oleh dokter mata setiap 6 bulan, terutama anak dengan seropositif

terhadap toksoplasma dan cytomegalovirus (CMV).

4. Pemeriksaan neurologi. Untuk anak yang sudah agak besar dan juga bayi masih muda

dengan kelainan, harus dilakukan pemeriksaan MRI atau CT-scan sebagai data dasar untuk

melihat kemungkinan adanya atrofi otak. Untuk bayi tanpa kelainan neurologis, maka

pemeriksaan dapat dilakukan pada usia 6 bulan atau pada saat munculnya kelainan

neurologis.

5. Pemeriksaan psikososial. Diagnosis infeksi HIV pada anak sangat mengejutkan keluarga.

Karena perawatan anak terinfeksi HIV adalah kronis dan perlu perawatan dalam waktu

panjang, dokter dan perawat harus membina hubungan yang baik dengan penderita dan

keluarganya. Terbentuknya hubungan yang saling percaya akan dapat meningkatkan

kepatuhan berobat. Keluarga juga harus mendapat dukungan dari pekerja sosial kesehatan

untuk pelayanan sosial dan bantuan keuangan. Juga ditawarkan kepada anggota keluarga

untuk konsultasi ke ahli psikologi klinis.

6. Pemeriksaan hemoglobin rutin perlu dilakukan untuk

mengetahui adanya toksisitas sebagai akibat obat zidovudin dan profilaksis kotrimoksazol

pada bayi masih muda.

Page 5: TB Milier Pada Anak

Tujuan pengobatan antiretrovirus adalah untuk memperpanjang masa hidup penderita,

menahan perkembangan penyakit, dan menjaga serta memperbaiki kualitas hidup penderita.

Yang paling penting dalam pengobatan adalah me nentukan kapan saat yang paling tepat

untuk mulai memberikan antiretrovirus. Saat yang tepat untuk memulai obat antiretrovirus

masih menjadi perdebatan. Apakah diberikan sesudah CD4+ menjadi rendah atau masih

tinggi. Hal tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut. Biasanya keputusan untuk memulai

memberikan obat atau mengganti obat adalah dengan memantau gejala klinis penderita secara

ketat dan melakukan pemeriksaan hitung CD4+ dan PCRRNA.

Prinsip pemberian obat antiretrovirus pada bayi dan anak adalah sebagai berikut:

1. Disarankan untuk memberikan obat antiretrovirus kepada seluruh bayi di bawah usia

12 bulan sedini mungkin, bila infeksi HIV sudah terdignosis. Walaupun data

keberhasilan pengobatan pada anak masih terbatas, tetapi bukti memperlihatkan

bahwa pengobatan dini yang agresif pada orang dewasa dapat mempertahankan fungsi

sistem imun serta mengurangi replikasi virus. Juga berdasarkan hasil studi, bila obat

tidak diberikan dengan cepat pada wanita hamil, maka penyakit akan berkembang

lebih cepat. Dengan demikian maka bayi perlu diberi obat sedini mungkin.

2. Semua anak yang terinfeksi HIV dengan gejala klinik (kategori A, B, atau C) dan

bukti terjadinya penekanan sistem imun (kategori imun 2 atau 3) harus diobati tanpa

memandang usia dan muatan virus. Disarankan kepada seluruh anak terinfeksi HIV

dengan kelainan imunologis dan gejala klinik yang jelas untuk diberi obat

antiretrovirus secepat mungkin.

3. Pengobatan antiretrovirus harus dimulai pada anak terinfeksi HIV yang berusia >1

tahun tanpa memandang usia dan status gejala penyakit. Satu pendekatan yang lebih

disukai adalah memulai pengobatan pada seluruh anak yang terinfeksi HIV tanpa

memandang usia dan gejala penyakit. Dengan demikian kerusakan sistem imun oleh

HIV dapat dihambat lebih dini.

4. Walaupun pemberian obat antiretrovirus lebih dini lebih baik, tetapi menunda

pemberian obat antiretrovirus dalam keadaan tertentu dapat dipertimbangkan.

Misalnya, anak usia >1 tahun tanpa gejala penyakit, status imun masih baik, muatan

virus rendah, perkembangan klinis penyakit diperkirakan lambat.Faktor yang lain

misalnya tidak ada orang tua yang dapat memberi obat sehingga timbul masalah

keamanan obat dan kepatuhan untuk berobat, maka pemberian obat dapat

dipertimbangkan untuk ditunda. Jika pengobatan antiretrovirus ditunda, pemberian

obat ARV selanjutnya dapat dimulai bila a). Kadar RNA HIV meningkat secara

Page 6: TB Milier Pada Anak

bermakna (>0,7 log pada anak berusia di bawah 2 tahun dan >0,5 log pada anak yang

berusia lebih 2 tahun; b). CD4+ menurun menjadi kategori 2; c). Berkembangnya

gejala HIV; d). RNA HIV >105 salinan/mL untuk setiap usia; e). Pada anak yang

berusia lebih dari 30 bulan dengan kadar RNA HIV >104 salinan/mL.

5. Obat antiretrovirus yang diberikan harus efektif agar dapat menekan virus secara

terus-menerus dan efek samping yang terjadi harus minimal karena obat antiretrovirus

akan diberikan kepada penderita selama bertahun-tahun, mungkin seumur hidup.

Pemilihan obat pertama harus betul-betul dipertimbangkan. Sebagai persyaratan

dalam pemilihan obat berikutnya harus dipertimbangkan kemungkinan terjadinya

resisten silang.

6. Indikasi pemberian Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART). Bila ada indikasi

pemberian obat antiretrovirus maka harus diberikan highly active antiretroviral

therapy. Obat yang disarankan adalah 2 nucleoside reverse transcriptase inhibitors

(NRTIs) dan 1 protease inhibitor (PI). Pemilihan obat yang rasional bertujuan agar

dapat menekan replikasi virus semaksimal mungkin. Pendekatan tersebut telah

berhasil menekan RNA HIV pada anak sampai tingkat yang tidak dapat dideteksi.

Semua obat antiretrovirus yang dapat digunakan untuk pengobatan HIV pada orang

dewasa juga dapat digunakan untuk anak selama ada indikasi.

Umumnya pengobatan antiretrovirus mulai diberikan kepada anak terinfeksi HIV, bila

sudah muncul gejala klinis AIDS, tidak tergantung pada hasil hitung sel CD4.8 Pemberian

obat ARV tidak tergantung status gizi penderita.26 Akan tetapi, beberapa ahli mengatakan

sebaiknya obat antiretrovirus diberikan sedini mungkin sebelum gejala penyakit menjadi

berat.

Tatalaksana anak terinfeksi HIV saat ini sudah menggunakan obat antiretrovirus seperti

zidovudin, yang merupakan pengobatan standar pada anak gejala yang jelas. Sayangnya tidak

ada studi efikasi obat tersebut pada anak, tetapi beberapa ahli mengatakan obat tersebut

memberikan keuntungan pada anak dengan gejala infeksi HIV yang jelas, terutama dengan

ensefalopati. Obat antiretrovirus lain yang sedang digunakan saat ini adalah didanosine (ddI),

dideoxycytidine (ddC).

Obat antiretrovirus biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dari dua nucleoside

analog dan satu protease inhibitor, merupakan protokol standar untuk memulai pengobatan

anak yang baru didiagnosis dengan sel CD4+ rendah dan muatan virus yang tinggi.

Pemberian ARV pada bayi usia di bawah 12 bulan dimulai bila jumlah sel CD4+ <25-30%

dan muatan virus >106/mL, sedangkan untuk anak yang berusia >12 bulan bila jumlah

Page 7: TB Milier Pada Anak

partikel RNA >250.000 salinan/mL.30 Saat ini disarankan untuk memberikan pengobatan

ARV secepat mungkin kepada bayi berusia kurang dari 12 bulan bila diagnosis HIV sudah

dapat ditegakkan. Bila obat ARV diberikan sebelum usia 3 bulan akan menurunkan insiden

AIDS dan kematian.

Tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia,

walaupun begitu hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh

dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, bahkan

secara global Indonesia merupakan negara dengan proporsi TB tertinggi nomer 3 (tiga)

setelah India (30%) dan Cina (15%) yaitu sebesar 10%. Sedangkan prevalensi penyakit

berkisar antara 1,2 – 2,5% (di Kab.Pati 1,9%)..

Perbaikan yang mencolok dalam penanganan TB adalah sejak ditemukannya obat anti-TB

pertama yaitu Streptomicin pada tahun 1944 dan disusul oleh obat-obat lain seperti PAS,

Isoniazid, Etambutol, Kanamicin dan terakhir Rifampicin (1968) yang terkenal sebagai

“revolusi terapi” dalam pengobatan TB.

Tetapi penanggulangan TB terutama di negara-negara yang sedang berkembang masih

belum memuaskan, karena angka kesembuhan hanya mencapai 30% saja, masalah ini

disebabkan oleh berbagai hal, yaitu ;

1. Meningkatnya populasi TB sehubungan adanya letusan HIV.

2. Timbulnya resistensi terhadap beberapa obat anti-TB.

3. Kurangnya kesadaran akan pentingnya menyelesaikan jangka waktu pengobatan TB

tanpa putus.

4. Kurangnya biaya pengadaan obat anti-TB seperti Rifampicin dan Pirazinamid yang

relatif mahal.

5. Kurangnya perhatian aparat pemerintah terhadap besarnya masalah TB ini dan kurang

terpadunya penanggulangannya.(1)

Pada tahun 1990, jumlah kematian karena TB di dunia diperkirakan sebesar hampir 3 juta

dan hampir 90% kematian tersebut terjadi di negara berkembang, sedangkan pada tahun

2000, jumlah kematian diperkirakan sebesar 3,5 juta. Pada beberapa negara dengan kejadian

infeksi HIV yang tinggi, case fatality rate (CFR) mencapai 50%. Dalam literatur yang lain

Page 8: TB Milier Pada Anak

menyebutkan bahwa pada tahun 2007 terdapat sekitar 9,3 juta kasus baru, dimana 1,37 juta

(15%) merupakan kasus dengan infeksi HIV.

Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa.

Pada TB anak permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosa, pengobatan,

pencegahan, serta TB pada infeksi HIV dan penurunan daya tahan tubuh. Berbeda dengan TB

dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas, sehingga sulit untuk mendiagnosanya. TB

milier pada anak termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7 % dari

seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi) yang

bisa timbul karena tidak terdiagnosisnya TB pada anak sehingga menjadi berat, atau karena

pengobatan yang tidak adekuat.(1)

EPIDEMIOLOGI

Sejak tahun 1990-an dilakukan deteksi terhadap berbagai penyakit yang kembali

muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju, salah satunya

adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (sekitar 2 miliar orang)

telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan

Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB Paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya

di negara berkembang tetapi juga di negara maju. TB tetap merupakan salah satu penyebab

tingginya angka kesakitan dan kematian, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Pada

tahun 1989 WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus  baru TB anak

dan 450.000 anak usia dibawah 15 tahun meninggal dunia karena TB. TB anak merupakan

faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia di bawah dibawah

15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi.(1)

DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberkulosis, paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru.(2)

TB Milier adalah jenis tuberkulosis yang bervariasi dari infeksi kronis, progresif

lambat hingga penyakit fulminan akut, merupakan penyakit Limfo-Hematogen sistemik

Page 9: TB Milier Pada Anak

akibat penyebaran kuman M. tuberkulosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam

waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal.

ETIOLOGI

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, kuman berbentuk batang

dengan ukuran panjang 1-4 mikrometer dan tebal 0,3-0,6 mikrometer. Mycobacterium

tuberkulosis ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Sebagian besar

kuman terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam

sehingga disebut Basil Than Asam (BTA). Dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia

dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat

tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam keadaan

dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif

lagi.

Dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma

makrofag, kuman ini bersifat aerob dengan demikian lebih menyenangi jaringan yang tinggi

kandungan oksigennya.(2)

PATOGENESIS

TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia di bawah 2

tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan

paru-nya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan

menyebar ke seluruh tubuh. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberkulosis masuk ke

jaringan paru melalui airborne infeksion yang terhirup. Masuknya kuman akan merangsang

mekanisme imun nonspesifik, makrofag alveolus akan memfagositosis kuman TB dan

biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB, dengan demikian masuknya

kuman tidak selalu menimbulkan penyakit, terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan

banyaknya kuman TB serta daya tahan tubuh yang terkena. Jika virulensi kuman tinggi dan

jumlah kuman banyakatau daya tahan tubuh menurun maka makrofag tidak mampu

menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag tersebut. Kuman TB

yang terus berkembangbiak akan menyebabkan makrofag lisis, dan kuman TB akan

mmbentuk koloni di tempat tersebut yang disebut Fokus Primer Ghon.

Page 10: TB Milier Pada Anak

Dari Fokus Primer tersebut kuman TB dapat menyebar melalui saluran limfe menuju

ke kelenjar limfe regional yang akan menyebbkan terjadinya iflamasi di saluran limfe

(Limfangitis) dan kelenjar limfe tersebut (Limfadenitis). Kompleks Primer merupakan

gabungan antara Fokus Primer. Limfangitis dan Limfadenitis regional. Masa inkubasi yaitu

sampai terbentuknya Kompleks Primer biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu.

Apabila virulensi kuman rendah atau jumlah kuman sedikit atau daya tahan tubuh

yang baik Kompleks Primer akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis

dan kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Begitu juga kelenjar

limfe regional akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi resolusinya biasanya tidak

sesempurna Fokus Primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama

bertahun-tahun dalam kelenjar ini (dormant).

Selain mengalami resolusi Kompleks Primer dapat juga mengalami komplikasi dan dapat

menyebar. Penyebaran dapat terjadi secara bronkogen, limfogen dan hematogen.

Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk

kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam

sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang

menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sitemik.

Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa ;

1. Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar).

2. Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik generalisata akut).

3. Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-ulang).

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari penyebaran hematogenik generalisata akut dengan

jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan dari proses ini akan mempunyai

ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang

menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomi lesi ini berupa

nodul kuning berukuran 1-3 mm yang tersebar merata (difus) pada paru.

TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia di bawah 2

tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan

Page 11: TB Milier Pada Anak

paru-nya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan

menyebar ke seluruh tubuh.

Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M. tuberkulosis (jumlah dan

virulensi), status imnologis penderita (nonspesifik  dan spesifik) dan faktor lingkungan

(kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok,

penggunaan alkohol, obat bius serta sosio ekonomi). Beberapa kondisi yang dapat

menurunkan sistem imun sehingga dapat menyebabkan timbulnya TB milier:

a. Infeksi HIV

b. Malnutrisi

c. Infeksi campak

d. Pertusiss

e. Diabetes melitus

f. Gagal ginjal

g. Keganasan

h. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Apabila bakteri pirogen memasuki pembuluh darah, artinya terjadi septisemia. Maka

reaksi antara septisemia dan reaksi imunologik ini menentukan apakah nantinya tanda dan

gejala penyakit akan menjadi ringan atau berat. Begitu pula dengan prognosisnya baik atau

buruk, serta apakah penyebaran basil tuberkulosis terkendali atau tidak. Pada kelainan paru

yang

berlanjut, timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala distres pernafasan,

hipoksia, pneumotoraks dan atau pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi

organ, kegagalan multiorgan, serta syok.

Page 12: TB Milier Pada Anak

GAMBARAN KLINIS

Manifestasi klinis TB milier dapat bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman

dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan konik yang tidak

khas yaitu ;

Demam lama (lebih dari 2 minggu) dengan penyebab tidak jelas.

Nafsu makan tidak ada (anoreksia).

Berat badan turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau tanpa demam).

Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple.

Batuk lama lebih dari 3 minggu.

Sesak nafas dan sianosis mungkin dijumpai pada kasus yang berat.

TB milier dapat juga diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering

hilang timbul (remittent). Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu

gejala respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronkhi atau mengi .(1) Di negara

berkembang TBCmilier harus dicurigai, bila setelah menderita campak, batuk rejan atau

infeksi interkuren lainnya, anak sakit-sakitan dan berat badanya menurun.

DIAGNOSIS

Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan ;

1. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif).

2. Gambaran radiologis yang khas.

3. Gambaran klinis.

4. Uji tuberkulin yang positif.

Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis TB yang penting pada anak. Uji

tuberkulin negatif belum tentu tidak ada infeksi atau penyakit TB atau sebaliknya.(2)

Pemeriksaan sputum atau bilasan lambung dan kultur M. tuberkulosis tetap penting

dilakukan.

Page 13: TB Milier Pada Anak

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk membantu mendiagnosis penyakit TB milier dapat dilakukan pemeriksaan penunjang

antara lain ;

1.  Uji tuberkulin.

Disebut juga Mantoux Test, dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU,

PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 secara intrakutan. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah

penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Indurasi 0-4 mm

negatif, indurasi 5-9 mm masih meragukan, diameter lebih dari 10 mm jelas positif.

2.  Pemeriksaan radiologis.

Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu dijumpai pada

kasus TBC Milier. Oleh karenanya gambaran radiologi normal belum pasti menyingkirkan

diagnosa TBC Milier. Gambaran normal radiologi mungkin disebabkan oleh :

-          fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan tidak terjadinya infiltrat

di paru.

-          ukuran infiltrat yang sangat kecil.

-          atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.

            Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah 1-4 minggu. Gambaran

klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah gambaran badai salju. Infiltrat-infiltrat yang

halus berukuran beberapa mm, tersebar di kedua lapangan pandang paru. Namun perlu

diketahui bahwa gambaran badai salju juga bisa ditemukan pada kasus lain seperti : fungosis

paru, sarkoidosis, hemosiderosis, dan histositosis X. Gambaran radiologik juga bisa berupa

lesi paru yang lebih besar, yaitu berupa infiltrat lober atau linfadenopati hilus.

Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura, penebalan pleura dan kavitasi. Pada anak

biasanya didapat gambaran campuran.

Page 14: TB Milier Pada Anak

3.  Pemeriksaan bakteriologis.

Penemuan kuman TB memastikan diagnosis TB, tetapi tidak ditemukannya kuman TB bukan

berarti tidak menderita TB. Pemeriksaan bakteriologis terdiri dari 2 cara, yaitu pemeriksaan

mikroskop hapusan langsung untuk menemukan kuman TB dan pemeriksaan biakan kuman.

4.  Pemeriksaan patologi anatomi.

Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin.

PENGOBATAN

Pengobatan medikamentosa TB milier adalah pemberian 4-5 macam obat anti-TB

selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampicin selama 4-6 bulan

sesuai dengan perkembangan klinis. Kortikosteroid (Prednisone) diberikan pada TB milier,

Prednisone biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari selama 4-8 minggu kemudian

diturunkan perlahan-lahan hingga 2-6 minggu kemudian.

Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya berjalan lambat.

Respons keberhasilan terapi antara lain adalah hilangnya demam setelah 2-3 minggu

pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan

berta badan. (1)

Nama Obat Dosis harian

(mg/kgBB/hari)

Dosis maksimal

(mg/hari)

Efek samping

Isoniazid 5-15 300 Hepatitis, neuritis perifer

Rifampicin 10-20 600 Hepatitis

Pirazinamid 15-30 2000 Hepatotoksik, artralgia

Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik

Strepomicin 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik

PROGNOSIS(2)

Prognosis dipengaruhi banyak faktor, yaitu ;

1. Umur anak.

Page 15: TB Milier Pada Anak

2. Berapa lama telah mendapatkan infeksi.

3. Luasnya infeksi.

4. Keadaan gizi.

5. Sosio ekonomi.

6. Diagnosis dini.

7. Pengobatan adekuat.

8. Adanya infeksi lain.

PROGNOSA

Prognosa kesembuhan TBC Milier, setelah ditemukannya obat anti TBC mengalami

perbaikan yang signifikan, kecuali bila ada komplikasi meningitis, serta keterlambatan dan

tidak teratur dalam berobat.

Dengan pengobatan yang tepat , perbaikan TB milier bisanya berjalan lambat. Respons

keberhasilan terapi antara lain adalah hilangnya demam setelah 2 – 3 minggu pengobatan,

peningkatan nafsu makan, perbaikan kwalitas hidup sehari-hari dan peningkatan berat badan.

Gambaran milier pada rongen dada berangsur-angsur menghilang dalam 5 - 10 minggu, tetapi

mungkun juga belum ada perbaikan sampai beberapa bulan.

PENCEGAHAN INFEKSI TB(3)

Pencegahan ini meliputi ;

1.  Terhadap infeksi TB.

Pencegahan sputum yang infeksius ; case finding (Foto thoraks, Mantoux Test), isolasi dan

pengobatan penderita, perbaiki lingkungan (ventilasi harus baik, sinar matahari, kepadatan

penduduk dikurangi).

2.   Meningkatkan daya tahan tubuh.

Page 16: TB Milier Pada Anak

Memperbaiki standar hidup (makanan 4 sehat 5 sempurna, perumahan dengan ventilasi

cukup, istirahat cukup dan teratur, olahraga), peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi

BCG.

3.  Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat anti TB.