Tb Miliar Marco
description
Transcript of Tb Miliar Marco
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT HUSADA
Hari, Tanggal Presentasi Kasus: Senin, 16 Februari 2015
Topik : Tuberkulosis Milliar
Nama : Marco
NIM : 11-2013-245
Dokter Pembimbing : dr. Yvone Marthina, Sp.A
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. AH
Tanggal Lahir : 14 Mei 2007
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Muara Angke blok H-8 Kelurahan Pluit, Jakarta Utara
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Tanggal masuk RS : 14 Februari 2015
Tanggal keluar RS : 21 Februari 2015
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama lengkap : Tn. H
1
Umur : 50 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Muara Angke blok H-8 Kelurahan Pluit, Jakarta Utara
Agama : Kristen
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Wirausaha
Penghasilan : ± Rp 10.000.000,00
Ibu
Nama lengkap : Ny. S
Umur : 40 tahun
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Muara Angke blok H-8 Kelurahan Pluit, Jakarta Utara
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : -
Hubungan dengan ayah : ayah kandung
Hubungan dengan ibu : ibu tiri
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis : Ibu pasien, pada tanggal 15 Januari 2015, pukul 14.00 WIB
Keluhan utama : Sesak nafas sejak 2 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam dan batuk
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Ibu pasien mengatakan bahwa sejak 1 bulan SMRS pasien mengalami batuk. Batuk yang
dialami pasien merupakan batuk yang berdahak, namun menurut ibu pasien, anaknya
sulit untuk mengeluarkan dahak saat batuk. Keluhan batuk ini berlangsung terus menerus
tanpa perbaikan, namun tidak disertai dengan keluhan batuk yang berdarah.
2
Menurut pengakuan ibu pasien, keluhan batuk yang dialami pasien berlangsung semakin
memberat dan semakin sering. Pasien masih sulit untuk mengeluarkan dahak. Melihat
keluhan anaknya yang semakin memberat, ibu pasien kemudian membawa pasien untuk
berobat ke dokter. Pasien diberikan obat batuk, obat-obatan tersebut sudah dikonsumsi
hingga habis namun belum ada perubahan pada keluhan os.
Lima hari SMRS, keluhan batuk os mulai disertai dengan keluhan sesak nafas yang
ringan. Sesak nafas ini membuat tidur pasien menjadi terganggu dan pasien menjadi
sering terbangun di malam hari. Keluhan sesak nafas yang ini masih disertai dengan
batuk yang sering dan berat yang terkadang disertai dengan muntah. Muntahan pasien
berisi dahak, dahak tersebut berwarna kuning kehijauan, kental dan jumlahnya cukup
banyak. Keluhan lain yang menyertai adalah demam. Demam yang dialami oleh pasien
diakui oleh ibunya cukup tinggi, berlangsung sepanjang hari, dan terkadang disertai
dengan keringat dingin pada malam hari. Ibu pasien memberikan obat penurun panas
untuk mengatasi keluhan ini. Suhu tubuh pasien turun, namun beberapa jam setelahnya
kembali meningkat dan terukur mencapai 39oC.
Beberapa jam SMRS, keluhan sesak nafas semakin memberat. Menurut pengakuan
ibunya os tampak pucat dan terlihat gelisah. Pasien mengatakan dadanya terasa berat
seperti tertindih dan nafasnya terasa berat. Melihat kondisi anaknya, ibu os segera
membawa anaknya ke UGD RS Husada untuk segera diberikan pertolongan.
Menurut pengakuan ibu os, berat badan os menurun drastis sebanyak 5 kg dalam 1 bulan
terakhir selama sakit. Namun nafsu makan os baik bahkan menurut ibunya justru
meningkat. Tidak ada keluhan dalam BAB maupun BAK.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Penyakit paru saat berumur 2 tahun dan dikatakan orang tua pasien pengobatan
sampai tuntas.
- Rawat inap RS 2 kali karena diare pada tahun 2010
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Keluarga pasien sedang tidak ada yang mengalami keluhan yang serupa.
- Ibu kandung pasien meninggal karena TB.
3
SILSILAH KELUARGA (FAMILY’S TREE)
Kesan : Silsilah keluarga pasien masih kurang jelas dikarenakan informasi yang didapatkan
kurang dan tidak terpercaya.
DATA KELUARGA
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur (thn) 50 tahun 25 tahun
Perkawinan ke 1 3
Keadaan Kesehatan/ Penyakit bila ada Sehat Sehat
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Pasien lahir secara spontan pervaginam ditolong oleh dokter . Ayah OS tidak
mengetahui apa itu APGAR, menurut yang ayah OS tahu saat lahir anaknya segera menangis
kuat, tampak kemerahan, bergerak aktif dan tidak kejang. Masa gestasi 39 minggu. Berat
badan lahir OS adalah 3200 gram, panjang badan lahir 51 cm, ayah OS tidak mengetahui
lingkar kepala OS. Menurut ayah OS, ibu OS saat hamil rutin kontrol ke Rumah Sakit dan
tidak mempunyai penyakit selama kehamilan.
4
Ayah ( 50 tahun )Ibu kandung ( istri kedua )(sudah meninggal ) ( ? tahun )
Ibu kandung ( istri kedua )(sudah meninggal ) ( ? tahun )
Kakak kandung pasien ( meninggal ketika lahir )
Kakak kandung pasien ( meninggal ketika lahir )
Pasien ( 7 tahun )
Ibu tiri ( istri ketiga ) ( 40 tahun )
Adik tiri pasien ( 4 tahun )
Ibu tiri ( istri pertama ) ( ? tahun )
Kurva Lubchenko
Kesan : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (NCB-SMK)
Berat Badan Lahir terletak di persentil 50 dan 75
RIWAYAT PERTUMBUHAN
Umur Berat Badan
0 tahun 3300 gram
7 tahun 13 kg
Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien tidak sesuai dengan umur
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi pertama : lupa
Motorik Kasar
Berdiri 1 kaki 6 detik : 5 tahun
Melompat dengan 1 kaki : 5 tahun
Mengikat tali sepatu : 6 tahun
Menggambar orang (kepala, badan, dan anggota tubuh) : 6 tahun
5
Memakai baju/pakaian sendiri : 6 tahun
Bersepeda : 5 tahun
Loncat jauh : 3 tahun
Personal Sosial
Berpakaian tanpa bantuan : 4 tahun
Bermain ular tangga : 4 tahun
Bermain dalam kelompok : 3 tahun
Bermain dengan teman sesama jenis : 4 tahun
Mengetahui nama sendiri : 3 tahun
Menggosok gigi sendiri : 5 tahun
Motorik Halus Adaptif
Menyebutkan nama objek : 5 tahun
Mendeskripsikan objek : 6 tahun
Mengidentifikasi anggota tubuh : 4 tahun
Menyebutkan warna : 3 tahun
Bahasa
Mengartikan 7 kata : 5 tahun
Menyebutkan 4 warna : 4 tahun
Mengetahui 4 kata depan : 4 tahun
Bicara semua dimengerti : 4 tahun
Kesan: Tidak ada keterlambatan perkembangan pada pasien ini.
RIWAYAT IMUNISASI
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) / Diwajibkan
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Booster (tahun)
0 1 2 3 4 5 6 9 12 18 5 6 12
BCG I
DPT I II
Polio I II III IV
Hepatitis B I II III
6
Campak
Non-PPI / Dianjurkan :
Vaksin Usia
Hepatitis A - - - -
HiB - - - -
Typhim - - - -
MMR - - - -
Varicela - - - -
Pneumokokus - - - -
Kesan: Riwayat Imunisasi dasar tidak lengkap.
Imunisasi non-PPI belum dilakukan.
Riwayat Makanan
Usia
(bulan) ASI
Susu
Formula
Bubur
Saring Bubur
Nasi
Tim
Buah Nasi+lauk
0 – 6
bulan
Ad
libitum
on
demand -
3x/hari porsi
kecil -
- - -
6 – 7
bulan
Ad
libitum
on
demand -
3x/hari porsi
kecil -
- Apel/pisang/pepaya
1x/hari
1x/hari
8 bulan –
12 bulan
Ad
libitum
on
demand - -
3x/hari
porsi
sedang
- Apel/pisang/pepaya
1x/hari
7
12 bulan –
3 tahun -
Susu
formula 120
cc diberikan
2 kali - -
- Apel/pisang/pepaya
1x/hari
2x/hari
3 tahun
sampai
sekarang -
Susu
formula 120
cc diberikan
3 kali - -
-
Apel/pisang 1x hari 3x/hari
Kesan : - ASI eksklusif - -
Kualitas dan kuantitas makanan cukup baik.
RIWAYAT PENYAKIT
Penyakit Penyakit
Diare + Morbili -
Otitis - Parotitis -
Radang paru - Demam berdarah -
Tuberkulosis + Demam tifoid -
Kejang - Cacingan -
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Lain-lain -
RIWAYAT PRODUKSI
No Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
8
lahir
( usia )
Kelamin Mati ( sebab )
1 ? ? √ Kakak
kandung
pasien
2 14 Mei
2017 ( 7
tahun )
Laki-
laki
√ Pasien
3 4 tahun Laki-
laki
Adik tiri
pasien
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan Rumah : Milik orang tua pasien
Keadaan Rumah : 1 rumah ditinggali 4 orang (ayah, ibu tiri, pasien, dan adik
pasien), terdiri diri 4 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur, dan 1
ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang keluarga. Rumah
tersebut merupakan tempat ayah pasien berwirausaha kusen atau
kayu.
Ventilasi : Terdapat jendela di masing-masing kamar, 1 jendela di ruang
tamu sehingga sinar matahari dapat masuk ke rumah, 2 jendela
di dapur. Terdapat lubang udara di atas tiap pintu sebagi tempat
pertukaran udara.
Cahaya : Sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu dan kamar. Terdapat
lampu dengan sinar putih di setiap ruangan (kamar tidur, kamar
mandi, ruang tamu, dapur).
Keadaan Lingkungan : Sanitasi lingkungan kurang baik, selokan depan rumah lancar.
Kesan : Kondisi rumah dan lingkungan kurang baik
9
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 22 Januari 2015 Jam : 23.00 WIB
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, dan sesak
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Frekuensi nadi : 128 x/menit
Frekuensi napas : 51 x/menit
Suhu : 38,8 oC
Tekanan darah : tidak dilakukan
Data Antropometri
- Berat badan : 13 kg (berdasarkan kurva CDC, perbandingan usia dengan
berat badan terletak di bawah persentil 5)
- Panjang badan : 110 cm (berdasarkan kurva CDC, perbandingan usia dengan
tinggi badan terletak di bawah persentil 5)
10
Kesan : Gizi Buruk
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala : Bentuk dan ukuran normocephali, rambut hitam, distribusi rambut merata,
rambut tidak mudah dicabut, ubun-ubun sudah menutup, turgor dahi cukup
Mata : Bentuk simetris, palpebra superior tidak tampak cekung, palpebra inferior
tidak tampak cekung, kedudukan kedua bola mata dan alis mata simetris,
konjungtiva palpebral anemis +/+, sklera ikterik -/-, kornea kanan dan kiri
jernih, pupil kanan dan kiri bulat simetris (2 mm/ 2mm), refleks cahaya +/+.
Telinga : Bentuk normotia, liang telinga kiri dan kanan lapang, kedua membran
timpani utuh, hiperemis -/-, bulging -/-, reflex cahaya +/+, serumen -/-.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret ( - ), pernafasan cuping hidung (+)
Mulut : Bentuk normal, sianosis (-), bibir kering dan tampak pecah-pecah.
Lidah : Bentuk dan ukuran normal, kotor (+) terdapat bercak-bercak putih.
Tonsil : T1-T1
Faring : hiperemis (-), uvula di tengah
Leher : Bentuk tidak ada kelainan, terdapat pembesaran KGB pada leher sebelah kiri
berjumlah satu buah dengan ukuran kira-kira 2cmx1cm, tiroid tidak membesar
Toraks :
Inspeksi Posterior
Inspeksi Bentuk normal,tidak ada
gerakan dada tertinggal,
retraksi sela iga (+), tipe
pernapasan abdominal-
thoracal, lesi kulit (-), massa
(-) terlihat jelas tulang-
tulang thoraks
Bentuk normal, lesi kulit (-).
Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-), gibbus (-)
Paru :
Anterior Posterior
Inspeksi Simetris dalam keadaan statis -
13
dan dinamis
Palpasi
Simetris dalam keadaan statis
dan dinamis, fremitus dada kanan
sama dengan dada kiri
-
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi
Pulmo dextra et sinistra :
Suara nafas dasar vesikuler ,
Ronkhi basah kasar (+/+),
Wheezing (-/-)
Pulmo dextra et sinistra :
Suara nafas dasar vesikuler,
Ronkhi basah halus (+/+),
Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di sela iga ke V garis midclavicula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : tampak cembung atau membuncit, tidak tampak gambaran vena, tidak
tampak gerakan peristaltik usus.
Palpasi : nyeri tekan (-), teraba massa (-).
Hepar : teraba membesar 2 jari, ujung tajam, dan konsistensi lunak
Lien : schuffner 1.
Perkusi : Hipertimpani di seluruh lapang abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) tidak meningkat
Genitalia eksterna : Laki-laki, sirkumsisi belum, fimosis (-), hernia (-), anus lesi
( -).
Ekstremitas : Akral teraba dingin, edema (-), deformitas (-), sianosis (-)
perfusi perifer baik.
14
Kulit : Sawo matang, sianosis (-), pucat (-), kering (+), lesi kulit (+)
berupa makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di
kedua tungkai dan tangan , turgor kulit normal.
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
X Foto Thorax AP ( 14 Februari 2015 )
Jantung : Bentuk dan letak normal, aorta dan mediastinum tidak melebar.
Paru : Corakan bronkovaskular kasar, tampak infiltrate pada kedua paru, sinus kostrofrenikus
dan diafragma dalam batas normal.
KESAN : Jantung tidak membesar, Pneumonia dupleks
Laboratorium tanggal 15 Februari 2015, jam 08.34 WIB.
Darah rutin Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Laju Endap Darah 95 ( H ) mm/jam 0-10
Hemoglobin 7.7 g/dL 11.8 – 15.0
15
Hematokrit 29 % 31 – 43
Jumlah Leukosit 9.0 10^3/µL 5.5 – 15.5
jumlahTrombosit 268 ribu/µL 150 – 450
MCV 67 ( L ) fL 69 – 93
MCH 18 ( L ) pg/mL 22 – 34
MCHC 26 ( L ) g/dL 32 – 36
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Neutrofil Batang
Neutrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Eritrosit
Retikulosit
KIMIA KLINIK
Kalium
Natrium
Klorida
1
0 ( L )
0 ( L )
64 ( H )
25
10
4.40
0.96
3.2 ( L )
138
93
%
%
%
%
%
%
juta
%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
0-1
1-5
3-6
25-60
25-50
1-6
3.80-5.80
0.5-2.0
3.5-5.0
134 – 146
98 – 109
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Satu minggu SMRS, pasien batuk terus
menerus, terdapat dahak tetapi sulit untuk dikeluarkan seperti nyangkut di dalam
tenggorokan. Dua minggu SMRS, keluhan batuk dikatakan semakin parah dan dahak
masih sulit untuk dikeluarkan. Pasien sudah berobat ke dokter tetapi tidak ada perbaikan
dan semakin parah. Lima hari SMRS, pasien mulai sesak tetapi masih dalam itensitas
ringan. Dahak pasien mulai bisa dikeluarkan, dahak pasien berwarna kuning kehijauan
dan banyak. Selain itu, pasien juga mulai demam terus menerus dan menurun ketika
diberikan obat penurun panas serta disertai dengan keringat dingin. Beberapa jam SMRS,
16
pasien tampak sesak nafas berat dan dikatakan oleh ibu pasien, pasien tampak pucat pada
saat itu. Terdapat penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam waktu sebulan.
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dan sesak nafas sesak.
- Frekuensi nafas 51 x/menit.
- Suhu : 38,8oC
- Pernapasan cuping hidung.
- Bibir kering dan tampak pecah-pecah.
- Lidah kotor (+) terdapat bercak-bercak berwarna putih.
- Terdapat pembesaran KGB pada leher sebelah kiri berjumlah satu buah
dengan ukuran kira-kira 2cmx1cm
- Terdapat retraksi sela iga.
- Terlihat jelas tulang thoraks.
- Terdapat ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru.
- Abdomen tampak cembung atau membuncit.
- Hepar : teraba membesar 2 jari, ujung tajam, dan konsistensi lunak
- Lien : schuffner 1.
- Perkusi: Hipertimpani di seluruh lapang abdomen.
- Lesi kulit (+) berupa makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di
kedua tungkai dan tangan
Pemeriksaan Penunjang :
X Foto Thorax AP tanggal 14 Februari 2015:
- Paru : Corakan bronkovaskular kasar, tampak infiltrate pada kedua paru, sinus
kostrofrenikus dan diafragma dalam batas normal. Kesan : Pneumonia dupleks
Hasil laboratorium tanggal 15 Februari 2015 :
- LED 95 mm/jam
- Hemoglobin 7.7 g/dL
- Hematokrit 29%
- MCV 67fL
- MCH 18 pq/mL
- MCHC 26 g/dL
- Hitung jenis eosinofil 0%
17
- Hitung jenis netrofil batang 0%
- Hitung jenis netrofil segmen 64%
- Hitung jenis monosit 10%
- Kalium 3.2 mmol/L
- Klorida 93 mmol/L
-
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Tuberkulosis milier
- Gizi buruk
- Anemia mikrositik hipokrom = anemia defisiensi besi
- Kandidiasis oral
- Prurigo
- Gangguan elektrolit
VII. DIAGNOSIS BANDING
- HIV
- Bronkopneumonia
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Anti HIV
- Fungsi hati ( SGOT, SGPT )
IX. PENATALAKSANAAN
Non medika mentosa
- Tirah baring
- Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Kompres air hangat
Medika mentosa
18
- Infus KAEN 3A 1300ml/24 jam
- Isoniazid 5-15mg/kgBB/hari ( 65 mg, 1x1 )
- Rifampisin 10-20mg/kgBB/hari (130 mg, 1x1 )
- Streptomisin 15-40mg/kgBB/hari ( 195 mg, 1x1 )
- Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari ( 195mg,1x1)
- Prednison 1-2mg/kgBB/hari ( 13 mg/kgBB/hari )
- Sangobion kids 5mL,1x1
- Nistatin salep 2x1
- Bedak kocok sulfur 5%
- Loratadine 5mg, 1x1
- Inhalasi 1cc NS + 1 ampul ventolin, 3-4x/hari
- Ambroxol syrup 5ml (15mg), 2x1
- Sanmol syrup 10mg/kgBB/hari-15mg/kgBB/kali ( 3x130mg) bila perlu
Edukasi
- Kebersihan diri dan lingkungan sekitar dijaga.
- Istirahat yang cukup
- Lengkapi imunisasi
- Jauhkan dari orang yang sedang sakit.
- Vitamin atau suplemen dapat diberikan.
- Jangan terlalu sering bepergian sehingga anak capai.
- Makan makanan yang bergizi, bersih, dan matang
- Proteksi anggota keluarga yang lain dengan membawa saudara ke dokter untuk di
terapi profilaksis TB
19
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
16 Februari 2015
S Ibu pasien mengatakan anaknya masih batuk berdahak. Dahak dikatakan berwarna
putih. Sesak (+), Pilek (-), Demam (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 110 x/menit.
Frekuensi napas : 48 x/menit.
Suhu : 36,6oC.
Pemeriksaan fisik:
Lidah kotor terdapat bercak-bercak berwarna putih
Kelenjar Getah Bening
Nafas cuping hidung (+)
Retraksi sela iga (+)
Ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru
Hepar
Lien
Makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di kedua tungkai dan tangan
Akral dingin
A Tuberkulosis Milier, Kandidiasis Oral, Prurigo
P - Infus KAEN 3A 1300ml/24 jam
- Isoniazid 5-15mg/kgBB/hari ( 65 mg, 1x1 )
- Rifampisin 10-20mg/kgBB/hari (130 mg, 1x1 )
- Streptomisin 15-40mg/kgBB/hari ( 195 mg, 1x1 )
- Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari ( 195mg,1x1)
20
- Prednison 1-2mg/kgBB/hari ( 13 mg/kgBB/hari )
- Sangobion kids 5mL,1x1
- Nistatin salep 2x1
- Bedak kocok sulfur 5%
- Loratadine 5mg, 1x1
- Inhalasi 1cc NS + 1 ampul ventolin, 3-4x/hari
- Ambroxol syrup 5ml (15mg), 2x1
17 Februari 2015
S Ibu pasien mengatakan anaknya masih batuk berdahak. Dahak dikatakan berwarna
putih. Sesak (+), Pilek (-), Demam (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 115 x/menit.
Frekuensi napas : 44 x/menit.
Suhu : 36,6oC.
Lidah kotor terdapat bercak-bercak berwarna putih
Kelenjar Getah Bening
Nafas cuping hidung (+)
Retraksi sela iga (+)
Ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru
Hepar
Lien
Makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di kedua tungkai dan tangan
Akral hangat
A Tuberkulosis Milier, Kandidiasis Oral, Prurigo
P Terapi dilanjutkan
21
18 Januari 2015
S Ibu pasien mengatakan anaknya masih batuk berdahak. Dahak dikatakan berwarna
putih. Sesak (+), Demam (+), Pilek (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 110 x/menit.
Frekuensi napas : 30 x/menit.
Suhu : 40,4 oC.
Lidah kotor terdapat bercak-bercak berwarna putih
Kelenjar Getah Bening
Nafas cuping hidung (+)
Retraksi sela iga (+)
Ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru
Hepar
Lien
Makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di kedua tungkai dan tangan
Akral dingin
A Tuberkulosis Milier, Kandidiasis Oral, Prurigo
P Terapi dilanjutkan + Sanmol syrup 3x130mg+ Kompres air hangat
19 Januari 2015
S Ibu pasien mengatakan pasien masih batuk. Batuk berdahak berwarna putih. Sesak
dalam perbaikan, demam (+)
O KU : tampak sakit ringan.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 102 x/menit.
Frekuensi napas : 30 x/menit.
Suhu : 39,8oC.
Lidah kotor terdapat bercak-bercak berwarna putih
Kelenjar Getah Bening
Nafas cuping hidung (-)
Retraksi sela iga (+)
Ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru
22
Hepar
Lien
Makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di kedua tungkai dan tangan
Akral dingin
A Tuberkulosis Milier, Kandidiasis Oral, Prurigo
P Terapi dilanjutkan
20 Februari 2015
S Ibu pasien mengatakan anaknya masih batuk berdahak. Dahak dikatakan berwarna
putih. Sesak dalam perbaikan, Pilek (-), Demam (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 100 x/menit.
Frekuensi napas : 30 x/menit.
Suhu : 36,4oC.
Lidah kotor terdapat bercak-bercak berwarna putih
Kelenjar Getah Bening
Nafas cuping hidung (-)
Retraksi sela iga (+)
Ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru dalam perbaikan
Hepar
Lien
Makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di kedua tungkai dan tangan
Akral hangat
A Tuberkulosis Milier, Kandidiasis Oral, Prurigo
P Terapi dilanjutkan tanpa tempra syrup dan kompres air hangat
21 Februari 2015
S Ibu pasien mengatakan anaknya masih batuk berdahak tetapi dalam perbaikan.
Dahak dikatakan berwarna putih. Sesak (+) dalam perbaikan, Pilek (-), Demam (-).
Orang tua pasien minta pulang dan dilakukan rawat jalan saja.
O KU : tampak sakit sedang.
23
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 100 x/menit.
Frekuensi napas : 36,4 x/menit.
Suhu : 36,6oC.
Lidah kotor terdapat bercak-bercak berwarna putih
Kelenjar Getah Bening
Nafas cuping hidung (-)
Retraksi sela iga (+)
Ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru dalam perbaikan
Hepar
Lien
Makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di kedua tungkai dan tangan
Akral hangat
A Tuberkulosis Milier, Kandidiasis Oral, Prurigo
P Terapi dilanjutkan
22 Februari 2015
S Ibu pasien mengatakan anaknya masih batuk berdahak tetapi dalam perbaikan.
Dahak dikatakan berwarna putih. Sesak (+) dalam perbaikan, Pilek (-), Demam (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 98 x/menit.
Frekuensi napas : 30 x/menit.
Suhu : 36,5oC.
Lidah kotor terdapat bercak-bercak berwarna putih
Kelenjar Getah Bening
Nafas cuping hidung (-)
Retraksi sela iga (+)
Ronkhi basah kasar pada seluruh lapang paru dalam perbaikan
Hepar
Lien
Makula hiperpigmentasi tersebar bilateral simetris di kedua tungkai dan tangan
24
Akral hangat
A Tuberkulosis Milier, Kandidiasis Oral, Prurigo
P - Terapi dilanjutkan, obat oral dan topikal dilanjutkan.
- Pasien boleh pulang, edukasi keluarga pasien untuk patuh dalam pengobatan
TB paru
- Edukasi keluarga kontrol kembali 3 hari kemudian
- Menyuruh keluarga untuk membeli tabung oksigen.
TINJAUAN PUSTAKA
25
3.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan
TB paru. Tetapi kuman TB juga bisa menyebar ke bagian atau organ lain dalam tubuh. Bila
kuman TB menyerang otak dan sistem saraf pusat, akan menyebabkan meningitis TB. Bila
kuman TB menginfeksi hampir seluruh organ tubuh, seperti ginjal, jantung, saluran kencing,
tulang, sendi, otot, usus, kulit, disebut TB milier atau TB ekstrapulmoner. .1,2
Sedangkan TB milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7%
dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (25% pada bayi). TB milier
merupakan penyakit limfo hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M.tuberculosis dari
kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal.1
3.2. Epidemiologi
Pada tahun 2009 WHO (World Health Organization) melaporkan lebih dari 5,8 juta
kasus baru TB (semua jenis,TB paru dan ekstraparu) berasal dari negara-negara berkembang.
WHO memperkirakan bahwa kasus baru 9,4 juta terjadi di seluruh dunia pada tahun 2009,
diantaranya 95 % berasal dari negara-negara berkembang di Asia (5,2 juta), Afrika (2,8 juta),
Timur Tengah (0,7 juta), dan Amerika Latin (0,3 juta).8 Lebih lanjut diperkirakan bahwa 1,7
juta kematian diakibatkan oleh TB, termasuk 0,4 juta orang yang menderita TB dengan
infeksi HIV yang berasal dari negara-negara berkembang. Jumlah seluruh kasus TB anak dari
7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086
penyandang TB. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk
bayi <12 bulan didapatkan 16,5%. 4,5
Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama 11 tahun (1983-1993) didapatkan
171 kasus TB anak usia <15 tahun. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5-6
% dari total kasus TB. Di Negara berkembang, TB pada anak berusia <15 tahun adalah 15%
dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju angkanya lebih rendah yaitu 5-7%.1
Terdapat beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun
timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi
dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit. Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara
lain anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah
26
endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat dan tempat penampungan umum (panti
asuhan, penjara atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.1
3.3. Etiologi
Penyebab infeksi tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. Mycobacterium
tuberculosis merupakan kuman batang aerobik dan tahan asam dan merupakan organisme
patogen yang penting bagi manusia.3,4
3.4. Patogenesis
Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung
Mikobakterium tuberkulosis (M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh makrofag
alveolus dan dibunuh. Tetapi bila M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah
maka M.Tb akan berkembang biak dan menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag
dari darah akan ditarik secara kemotaksis ke arah M.Tb berada, kemudian memfagositosis
M.Tb tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk tuberkel yang
mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa Langhans) dan limfosit.
Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di dalamnya dan mungkin
juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer) menjalar ke kelenjar limfe
hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan limfangitis akan
membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung menyebabkan
penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat aktif
kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau terjadi
kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju
dapat mencair dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di
jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat
menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya .1,2
Sedangkan Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu kuman
M.tuberculosis (jumlah dan virulensi), status imunologis pasien (non spesifik dan spesifik).
27
Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB
milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, paparan asap rokok, diabetes
melitus, konsumsi alkkohol dan obat bius, gagal ginjal, keganasan, penggunaan
kortikosteroid jangka lama. Faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari,
perumahan padat, polusi udara, serta faktor sosial ekonomi) akan meningkatkan resiko
terinfeksi.
3.5. Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga
dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai
organ.
Gambar 3.1. Kalender perjalanan penyakit TB primer
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif
dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB,
dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini
berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada
tahap ini.2
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam 3-6
bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis pleura
terjadi dalam 12 bulan pertama setelah infeksi TB. Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada
tahun pertama, walaupun dapat terjadi pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal
biasanya terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar
28
manifestasi klinis sakit TB terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan
90% kematian karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB.1
3.6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis TB milier dapat bermacam-macam, bergantung pada banyaknya
kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang
tidak khas, seperti anoreksia dan berat badan turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan
atau tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak
napas. Dibagian ilmu kesehatan Anak RS Dr. Soetomo Surabaya mulai dari tahun 1999
sampai dengan tahun 2003, didapatkan 43 pasien TB milier, 56% dibawa ke RS dengan
keluhan utama batuk dan sesak napas, 19% kejang dan 16% menderita demam
berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas. 1,2
TB milier juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang
sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi tanda
dan gejala penyakit saluran napas belum ada. Pada kurang lebih 50% pasien, limfadenopati
superfisial dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian
bertambah tinggi suhunya berlangsung terus menerus / kontinu, demam tersebut terjadi tanpa
disertai gejala saluran napasatau disertai gejala minimal, dan rotgen paru biasanya masih
tampak normal.2,3
Beberapa minggu kemudian pada hampir semua organ terbentuk tuberkel difus
multipel terutama di paru, limpa, hati dan sumsum tulang. Gejala klinis biasanya timbul
akibat gangguan pada paru yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai
ronki atau mengi. Pada kelainan paru yang lebih lanjut, timbul sindrom sumbatan alveolar,
sehingga dapat dijumpai gejala distress pernapasan, hipoksia, pneumotoraks dan
penumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan multiorgan, serta
syok. 2.3
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid , papula
nekrotik, nodul atau purpura. Tuberkel koroid ditemukan pada 13-87% pasien dan jika
29
ditemukan dini dapat merupakan tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis
TB milier. 2,3
Meningitis TB dan peritonitis TB dapat ditemukan pada 20-40% pasien yang
penyakitnya sudah berat. Sakit kepala kronik atau berulang biasanya merupakan gejala telah
terjadinya meningitis dan merupakan indikasi untuk melakukan pungsi lumbal. Peritonitis TB
ditandai oleh keluhan nyeri atau pembengkakan abdomen.
Lesi milier dapat terlihat pada rontgen paru dalam waktu 2-3 minggu setelah
penyebaran kuman secara hematogen. Gambaran nya sangat khas, berupa tuberkel halus
(milled seed) yang tersebar merata di seluruh lapang paru, dengan bentuk yang khas
dan ukuran yang hampir seragam (1-3mm). lesi kecil dapat bergabunng membentuk
lesi yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrate yang luas. Sekitar 1-2
minggu setelah timbulnya penyakit, lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju dapat dilihat
pada rontgen paru.
3.6. Diagnosis
Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan adanya riwayat kontak
dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran radiologis yang khas,
gambaran klinis, serta uji tuberculin yang positif. Uji tuberculin tetap merupakan alat bantu
diagnosis TB
Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis
pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau
pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua
hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen
(sputum).1
TB tidak menunjukkan tanda dan gejala yang pasti, hanya sebagian kecil yang
menunjukkan gejala tidak spesifik seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
batuk. Kesulitan mendiagnosis TB pada anak disebabkan oleh karena gejala batuk pada anak
tidak sejelas orang dewasa, sehingga dengan demikian pada anak BTA positif dari sputum
tidak dapat dipakai sebagai dasar diagnosis. Diagnosis pada anak dapat dilakukan dengan
30
pertimbangan gejala klinis yang timbul dan dapat didukung dengan melakukan uji tuberkulin
dan foto toraks.1,2
Manifestasi klinis tidak spesifik
a. Berat badan turun atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi.
b. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
(failure to thrive) dengan adekuat.
c. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
d. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling
sering di daerah leher, axilla dan inguinal.
e. Gejala-gejala respiratorik :
- batuk lama lebih dari 3 minggu
- tanda cairan di dada, nyeri dada
f. Gejala gastrointestinal
- diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
- benjolan/massa di abdomen
- tanda-tanda cairan dalam abdomen
Manifestasi Spesifik
Tb kulit/skrofuloderma
Tb tulang dan sendi
- Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
- Tulang panggul (koksitis) : pincang
- Tulang lutut : pincang dan/atau bengkak
- Tulang kaki dan tangan
Tb Otak dan Saraf
- Meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun
31
Gejala mata : Conjungtivitis phlyctenularis, Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan
funduskopi)
Lain-lain
3.7. Pemeriksaan penunjang
Uji tuberculin (Mantoux)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intrakutan). Tuberkulin yang
dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU atau PPD-S kekuatan 5 TU.
Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter tranversal dari
indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam mm, dikatakan positif bila indurasi : > 10
mm.
Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm
(dalam 3-7 hari) maka dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
Foto Rontgen Paru : seringkali tidak khas
Pembacaan sulit, hati-hati kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling
mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar
paratrakeal.
Gambaran rontgen paru pada Tb dapat berupa :
Milier, Atelektasis, Infiltrat , pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi
(lobus), reaksi pleura dan/atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed
lung.
Catatan : diskongkruensi antara gambaran klinis dan gambaran radiologis, harus
dicurigai Tb. Foto Rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral serta dibaca oleh
ahlinya.
Pemeriksaan mikrobiologi : pemeriksaan langsung BTA (mikroskopis) dan kultur dari
sputum (pada anak bilasan lambung karena sputum sulit didapat ).
Pemeriksaan serologi (ELISA, PAP, Mycodot, dll) masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pemeriksaan patologi anatomi.
32
Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI merekomendasiskan
diagnosis TB anak dengan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda
klinis yang dijumpai.
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas -
Laporan
keluarga (BTA
negatif atau
tidak jelas)
BTA(+)
Uji Tuberkulin
Negatif - - Positif (≥ 10 mm
atau ≥ 5 mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan /
Status Gizi
- BB/TB < 90%
atau
BB/U < 80%
Klinis gizi
buruk
atau BB/TB <
70%
atau BB/U <
60%
-
Demam tanpa
sebab yang jelas
- ≥ 2 minggu - -
Batuk - ≥ 3 minggu - -
Pembesyaran
kelenjar koli,
aksila, inguinal
- ≥ 1 cm, jumlah
> 1, tidak nyeri
- -
Pembengkakan
tulang / sendi
panggul, lutut,
falang
- Ada
pembengkakan
- -
Foto Thorak Normal/kelainan Gambaran - -
33
tidak jelas sugestif TB
Catatan:
Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter.
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrat;
atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena
diperlakukan secara khusus.
Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka
sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (≤ 7 hari) harus
dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik.
Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6, (skor maksimal 13).
Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks, dan/atau
terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan kesadaran
serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus di rawat inap di RS.
3.9. Pengobatan Tuberkulosis pada Anak
Obat TB yang Digunakan
Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H),
pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid merupakan
obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat lain
(second line, lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone,
ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, mixiflokxacin, gatifloxacin,
ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.5
34
a. Isoniazid
Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang sangat efektif
saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif
(kuman yang sedang berkembang), bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif
pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh
termasuk CSS, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki angka reaksi
simpang (adverse reaction) yang sangat rendah.2,3
Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15
mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan dalam satu kali pemberian. Isoniazid
yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk sirup 100
mg/5cc. sedian dalam bentuk sirup biasanya tidak stabi, sehingga tidak dianjurkan
penggunaannya. Konsentrasi puncak di dalam darah, sputum, dan CSS dapat dicapai dalam
1-2 jam dan menetap selama paling sedikit 6-8 jam. Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi
di hati. Anak-anak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa, sehingga
memerlukan dosis mg/KgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa. Isoniazid pada air susu ibu
(ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi kadar obat
yang mencapai janin/bayi tidak membahayakan.2,3
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer.
Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya terjadi pada pasien dewasa dengan frekuensi
yang meningkat dengan bertambahnya usia. Sebagian besar pasien anak yang menggunakan
isoniazid mengalami peningkatan kadar transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam 2
bulan pertama, tetapi akan menurun sendiri tanpa penghentian obat. Idealnya, perlu
pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama, tetapi karena jarang menimbulkan
hepatotoksisitas maka pemantauan laboratorium tidak rutin dilakukan, kecuali bila ada gejala
dan tanda klinis.2
b. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1
jam sebelum makan), dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin
diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari,
dengan satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid , dosis
35
rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari.
Distribusinya sama dengan isoniazid.3
Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid. Efek yang kurang
menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin, ludah, sputum, dan air mata,
menjadi warna oranye kemerahan. Selain itu, efek samping rifampisin adalah gangguan
gastrointestinal (mual dan muntah), dan hepatotoksisitas (ikterus/hepatitis) yang biasanya
ditandai dengan peningkatan kadar transaminase serum yang asimtomatik. Jika rifampisin
diberikan bersamaan isoniazid, terjadi peningkatan risiko hepatotosisitas, dapat diperkecil
dengan cara menurunkan dosis harian isoniazid menjadi maksimal 10mg/kgBB/hari.
Rifampisin juga dapat menyebabkan trombositopenia, dan dapat menyebabkan kontrasepsi
oral menjadi tidak efektif dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat, termasuk kuinidin,
siklosporin, digoksin, teofiin, kloramfenikol, kortokosteroid dan sodium warfarin. Rifampisin
umumnya tersedia dalam sedian kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg, sehingga kurang sesuai
digunakan untuk anak-anak dengan berbagai kisaran BB. Suspensi dapat dibuat dengan
menggunakan berbagai jenis zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum bersamaan
dengan pemberian makanan karena dapat menimbulkan malabsorpsi.2,3
c. Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan
tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel suasana asam, dan diabsorbsi baik pada
saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral sesuai dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan
dosis maksimal 2 gram/hari. Kadar serum puncak 45 µg/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid
diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana
asam., yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid
aman pada anak. Kira-kira 10 % orang dewasa yang diberikan pirazinamid mengalami efek
samping berupa atralgia, artritis, atau gout akibat hiperurisemia, tetapi pada anak manifestasi
klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi. Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas,
anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak.
Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg, tetapi seperti isoniazid, dapat digerus dan
diberikan bersamaan makanan.2,3
d. Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Obat
ini memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisid jika diberikan dengan
36
dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat
mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20
mg/kgBB/hari, maksimal 1,25 gr/hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 µg dalam
waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. etambutol
ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu
tau dua kali sehari , tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan
meningitis.3
Eksresi utama melalui ginjal dan saluran cerna. Interaksi obat dengan etambutol tidak
dikenal. Kemungkinan toksisitas utam adalah neuritis optok dan buta warna merah-hijau
sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam
penglihatannya. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai penatalaksanaan TB anak,
etambutol dianjurkan penggunaanya pada anak dengan dosis 15-25 mg/kgBB/hari. Etambutol
dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat
lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.2,3
e. Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraseluler pada
keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraseluler. Saat
ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB tetapi penggunaannya penting
penting pada pengobatan fase intensif meningitis TB dan MDR-TB. Streptomisin diberikan
secara intramuskular dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gr/hari dan kadar
puncak 40-50 µg/ml dalam waktu 1-2 jam.2,3
Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat
melewati selaput otak yang tidak meradang.streptomisin berdifusi baik pada jaringan dan
cairan pleura dan di eksresikan melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika
terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita TB berat.
Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranialis VIII yang mengganggu
keseimbangan dan pendengaran dengan gejala berupa telinga berdegung (tinismus) dan
pusing. Toksisitas ginjal jarang terjadi. Streptomisin dapat menembus plasenta, sehingga
perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merusak saraf
pendengaran janin yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat.2,3
Penatalaksanaan TB milier
37
Sedangkan penatalaksanaan TB milier adalah pemberian 4-5 macan obat OAT kombinasi
isoniazid, rifampisin, dan streptomisin atau etambutol selama 2 bulan pertama, dilanjutkan
dengan isoniazid dan rifampisin sampai 9-12 bulam sesuai dengan perkembangan klinis.
Dosis OAT :
Tabel 2.2. Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya1,2
Nama Obat Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal
(mg/hari)
Efek Samping
Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Rifampisin*
*
10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia, peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan
berkurang, buta warna merah-hijau,
penyempitan lapang pandang,
hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis, nefrotoksik
Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin,dosisnya tidak boleh melebihi
10mg/kgBB/hari
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui
sistemgastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan.
Kortikosteroid (prednisone) diberikan pada TB milier, meningitis TB, pericarditis TB,
efusi pleura, dan peritonitis TB. prednisone biasanya dipakai dengan dosis 1-2mg/KgBB/hri
selama 2-4 minggu selanjutnta diberikan perlahan 2-6 minggu.
38
Pengobatan yang tepat akan memberikan perbaikan radiologis TB milier dalam waktu
4 minggu. Respons keberhasilan terapi antara lain adalah hilangnya demam setelah 2-3
minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari dan
peningkatan berat badan. Gambaran milier pada foto toraks berangsur angsur menghilang
dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai beberapa bulan.
2.8.2 Panduan Obat TB
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga macam obat pada fase
intensif dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih).
Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular.
Pemberian obat jangka panjang, selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan. Berbeda pada orang dewasa , OAT diberikan pada
anak setiap hari, bukan dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan
setiap hari. Saat ini panduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada anak adalah
panduan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin,
isoniazid, dan pirazinamid sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan
isoniazid.2,3
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti milier,
meningitis TB, TB sistem skletal, dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal empat
macam obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin). Pada fase
lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu
meningitis TB, TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, dan peritonitis
TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 2-4 mg/kgBB/hari dibagi dalam tida
dosis, maksimal 60mg dalam satu hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu
dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off selama 2-4 minggu.3
39
Tabel 2.3. Paduan obat antituberkulosis2,3
2 Bulan 6 Bulan 9 Bulan 12 Bulan
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Prednison
2.8.3 fixed Dose Combination (FDC)
Salah satu masalah dalam terapi TB adalah keteraturan pasien dalam menjalani pengobatan yang
relative lamadengan jumlah obat yang banyak. Untuk mengatasi hal tersebut dibuat suatu kesediaan
obat kombinasi dengan dosis yang sudah ditentukan.
Dosis kombinasi pada TB anak
Berat badan (kg) 2 bulan RHZ (75/50/150) 4 bulan RH (75/50)
5-9 1 tab 1 tab
10-14 2 tab 2 tab
15-19 3 tab 3 tab
20-32 4 tab 4 tab
2.8.4 Evaluasi hasil pengobatan2,3
40
Sebaiknya pasien kontrol tiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2
bulan terapi. Evaluasi pengobatan penting karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak
jarang terjadi salah diagnosis. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah
evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada
pada awal pengobatan, misalnya penambahan berat badan, hilangnya demam, hilangnya
batuk, perbaikan nafsu makan dan lain-lain. Apabila respon pengobatan baik, maka
pengobatan dilanjutkan.2,3
Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin,
kecuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti TB milier, efusi pleura
atau bronkopneumonia TB. Pada pasien TB milier, foto rontgen toraks perlu diulang setelah 1
bulan untuk evaluasi hasil pengobatan, sedangkan pada efusi pleura TB pengulangan foto
rontgen toraks dilakukan setelah 2 minggu. Laju endap darah dapat digunakan sebagai sarana
evaluasi bila pada awal pengobatan nilainya tinggi.2 LED meningkat dalam keadaan infeksi
ataupun inflamasi kronis, sehingga LED sama sekali tidak khas untuk TB. Pemeriksaan LED
relative tidak spesifik dan dan tidak sensitive dikarenakan dipengaruhi oleh berbagai macam
factor. Perlu ditekankan bahwa LED normal tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyakit.1
Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada dan tidak terjadi
penambahan BB, maka OAT tetap diberikan sambil dilakukan evaluasi lebih lanjut mengapa
tidak terjadi perbaikan. Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau
resistensi terhadap OAT. Bila awalnya pasien ditangani di sarana kesehatan terbatas, maka
pasien dirujuk ke sarana yang lebih tinggi atau ke konsultan paru anak. Evaluasi yang
dilakukan meliputi evaluasi kembali diagnosis, ketepatan dosis OAT, keteraturan minum
obat, kemungkinan adanya penyakit penyulit/penyerta, serta evaluasi asupan gizi. Setelah
pengobatan 6-12 bulan dan terdapat perbaikan klinis, pengobatan dapat dihentikan. Foto
rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan secara rutin.2,3
Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu subpopulasi
persisten M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan dalam tubuh, dan
mengurangi secara bermakna kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pengobatan lebih dari 6
bulan pada TB anak tanpa komplikasi menunjukkan angka kekambuhan yang tidak berbeda
bermakna dengan pengobatan 6 bulan.2
41
2.8.4 Evaluasi efek samping pengobatan2,3
OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang cukup sering
terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal,
hepatotoksisitas, ruam dan gatal serta demam. Salah satu efek samping yang perlu
diperhatikan adalah hepatotoksisitas.2
Hepatotoksisitas jarang terjadi pada pemberian dosis isoniazid yang tidak melebihi
10mg/kgBB/hari dan dosis rifampisin yang tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dalam
kombinasi. Hepatotoksisitas ditandai oleh peningkatan Serum Glutamic-Oxaloacetic
Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic-Piruvat Transaminase (SGPT) hingga ≥ 5 kali
tanpa gejala atau ≥ 3 kali batas normal (40 U/I) disertai dengan gejala, peningkatan bilirubin
total lebih dari 1,5 mg/dl, serta peningkatan SGOT/SGPT dengan beberapa nilai beberapapun
yang disertai dengan ikterus, anoreksia, nausea dan muntah.1,3
Tatalaksana hepatotoksisitas bergantung pada beratnya kerusakan hati yang terjadi.
Anak dengan gangguan fungsi hati ringan mungkin tidak membutuhkan perubahan terapi.
Beberapa ahli berpendapat bahwa peningkatan enzim transaminase yang tidak terlalu tinggi
(moderate) dapat mengalami resolusi spontan tanpa penyesuaian terapi, sedangkan
peningkatan ≥ 5 kali tanpa gejala, atau ≥ 3 kali batas normal disertai dengan gejala
memerlukan penghentian rifampisin sementara atau penurunan dosis rifampisin. Akan tetapi
mengingat pentingnya rifampisin dalam paduan pengobatan yang efektif, perlunya
penghentian obat ini cukup menimbulkan keraguan. Akhirnya, isoniazid dan rifampisin
cukup aman digunakan jika diberikan dengan dosis yang dianjurkan dan dilakukan
pemantauan hepatotoksisitas dengan tepat.2
Apabila peningkatan enzim transaminase ≥ 5 kali tanpa gejala atau ≥ 3 kali batas
normal disertai dengan gejala, maka semua OAT dihentikan, kemudian kadar enzim
transaminase diperiksa kembali setelah 1 minggu penghentian. OAT diberikan kembali
apabila nilai laboratorium telah normal. Tetapi berikutnya dilakukan dengan cara
memberikan isoniazid dan rifampisin dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap, dan harus
dilakukan pemantauan klinis dan laboratorium dengan cermat. Hepatotoksisitas dapat timbul
kembali pada pemberian terapi berikutnya jika dosis diberikan langsung secara penuh (full-
dose) dan pirazinamid digunakan dalam paduan pengobatan.2,3
42
2.8.5 Putus obat2
Pasien dikatakan putus obat bila berhenti menjalani pengobatan selama ≥ 2 minggu.
Sikap selanjutnya untuk penanganan bergantung pada hasil evaluasi klinis saat pasien datang
kembali, sudah berapa lama menjalani pengobatan dan berapa lama obat telah terputus.
Pasien tersebut perlu dirujuk untuk penanganan selanjutnya.2
43