TB kutis referat.docx

77
REFERAT TUBERKULOSIS KUTIS Penyusun: Viva Vianadi (030.08.254) Pembimbing: dr. Nurhasanah, Sp.KK KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN MASA KEPANITERAAN 15 JULI 2013 - 25 AGUSTUS 2013

Transcript of TB kutis referat.docx

Page 1: TB kutis referat.docx

REFERAT

TUBERKULOSIS KUTIS

Penyusun:

Viva Vianadi

(030.08.254)

Pembimbing:

dr. Nurhasanah, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

MASA KEPANITERAAN 15 JULI 2013 - 25 AGUSTUS 2013

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

AGUSTUS 2013

Page 2: TB kutis referat.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan

oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Jalan masuk kedalam tubuh biasanya

melalui inhalasi, atau yang pada umumnya adalah dengan meminum susu sapi yang

tidak dipasteurisasi. Tuberkulosis telah dan masih menjadi masalah kesehatan di

dunia hingga saat ini. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang berefek

pada paru – paru, kelenjar getah bening, tulang dan persendian, kulit, usus dan

organ lainnya. Salah satu dari jenis tuberkulosis ini adalah tuberkulosis kutis.

Tuberkulosis kutis, seperti tuberkulosis paru, terutama terdapat di negara

yang sedang berkembang. Insidensi di Indonesia kian menurun sejalan dengan

menurunnya tuberkulosis paru. Hal itu tentu disebabkan oleh kian membaiknya

keadaan ekonomi. Bentuk-bentuk yang dahulu masih terdapat sekarang telah jarang

terlihat, misalnya tuberkulosis kutis papulonekrotika, tuberkulosis kutis gumosa,

dan eritema nodusum.

Page 3: TB kutis referat.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis kutis adalah penyakit tuberkulosis pada kulit yang di Indonesia

disebabkan oleh basil Mycbacterium tuberculosis dan mikobakteria atipikal.

2.2 Epidemiologi

Penelitian di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, skrofuloderma

merupakan bentuk yang tersering terdapat (84%), disusul oleh tuberkulosis kutis

verukosa (13%), bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. Lupus vulgaris yang

dahulu dikatakan tidak terdapat, ternyata ditemukan, meskipun jarang.

Tuberkulosis kutis pada umumnya ditemukan pada bayi dan orang dewasa

dengan status imunodefisiensi. Tuberkulosis kutis terjadi akibat penjalaran

langsung dari organ dibawahnya yang telah dikenai penyakit tuberkulosis,

hematogen, limfogen, dapat juga autoinokulasi atau melalui kulit yang telah

menurun resistensi lokalnya.

Di negara beriklim dingin seperti di Eropa bentuk yang sering terdapat

adalah Lupus Vulgaris, sedangkan di India bentuk yang tersering dijumpai adalah

Skrofuloderma, disusul oleh Lupus Vulgaris dan Tuberkulosis Kutis Verukosa.

Page 4: TB kutis referat.docx

2.3 Etiologi

Penyebab tuberkulosis kutis adalah mikobakterium obligat yang bersifat

patogen terhadap manusia, M. tuberkulosis, M. bovis, dan kadang-kadang bisa juga

disebabkan oleh Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Penyebab utama tuberkulosis

kutis di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo (RSCM) ialah Mycobacterium

Tuberkulosis (jenis human) berjumlah 91,5%, sisanya (8,5%) disebabkan oleh M.

atipikal, yang terdiri atas golongan II atau skotokromogen, yakni M. scrofulocaeum

(80%) dan golongan IV atau rapid growers (20%). M. bovis dan M. avium belum

pernah ditemukan, demikian pula M. atipikal golongan lain.

2.4 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya tuberkulosis kutis diantaranya adalah

kemiskinan, gizi kurang, penggunaan obat-obatan secara intravena, dan status

imunodefisiensi. Frekuensi terjadinya penyakit ini pada wanita dan pria adalah

sama. Penyakit ini dapat terjadi di belahan dunia manapun, terutama di Negara –

Negara berkembang dan negara tropis. Di negara berkembang termasuk Indonesia,

tuberculosis kutis sering ditemukan.

Penyebarannya dapat terjadi pada musin hujan dan diakibatkan karena gizi

yang kurang dan sanitasi yang buruk. Prevalensinya tinggi pada anak – anak yang

mengonsumsi susu yang telah terkontaminasi Mycobacterium bovi .Tuberkulosis

kutis dapat ditularkan melalui inhalasi, ingesti, dan inokulasi langsung pada kulit

dari sumber infeksi. Selain manusia, sumber infeksi kuman tuberkulosis ini juga

adalah anjing, kera dan kucing.

Page 5: TB kutis referat.docx

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering terkait

dengan faktor lingkungannya ataupun pekerjaannya. Biasanya penyakit ini sering

ditemukan pada pekerjaan seperti ahli patologi, ahli bedah, orang-orang yang

melakukan autopsi, peternak, juru masak, anatomis, dan pekerja lain yang mungkin

berkontak langsung dengan M. tuberculosis ini, seperti contohnya pekerja

laboratorium. Sekarang, dimasa yang semakin efektifnya pengobatan tuberkulosis

sistemik, tuberkulosis kulit semakin jarang ditemui.

2.5 Bakteriologi

A. M. Tuberculosis

Mikobakterium tuberkulosis mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang,

tidak membentuk spora, aerob, tahan asam (1,2), panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ,

tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada 37ºC

Pemeriksaan bakteriologik terdiri atas 5 macam, yaitu:

1. Sediaan mikroskopik

Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening.

Pada pewarnaan dengan Ziehl Neelsen, atau modifikasinya, jika positif kuman

tampak berwarna merah pada dasar yang biru. Kalau positif belum berarti

kuman tersebut M. tuberkulosis, oleh karena ada kuman lain yang tahan asam,

misalnya M. leprae.

Page 6: TB kutis referat.docx

2. Kultur

kultur dilakukan pada media Lowenstein-Jensen, pengeraman pada suhu

37º. Jika positif koloni tumbuh dalam waktu 8 minggu. Kalau hasil kultur

positif, berarti pasti kuman tuberkulosis.

3. Binatang percobaan

Dipakai marmot, percobaan tersebut memerlukan waktu 8 minggu.

4. Tes biokimia

Ada beberapa macam, misalnya tes niasin dipakai untuk membedakan

jenis human dengan yang lain. Jika tes niasin positif berarti jenis human.

5. Percobaan resistensi

B. Mikobakteria atipikal

Mikobakteria atipikal merupakan kuman tahan asam yang agak lain sifatnya

dibandingkan dengan Mycobacterium Tuberkulosis, yakni patogenitasnya rendah.

Pada pembiakan umumnya membentuk pigmen, dan tumbuh pada suhu kamar.

Menurut klasifikasi Runyon (1959) kuman tersebut dibagi menjadi 4 golongan:

1. Golongan I : Fotokromogen

Koloni dapat membentuk pigmen, bila mendapat cahaya, misalnya M. marinum

dan M. kansasii.

Page 7: TB kutis referat.docx

2. Golongan II : Skotokromogen

Koloni dapat membentuk pigmen dengan atau tanpa cahaya, misalnya M.

scrofulaceum.

3. Golongan III : Nonfotokromogen

Koloni tidak dapat atau sedikit membentuk pigmen, walaupun mendapat cahay

contohnya M. avium-intracellulare dan M. ulcerans.

4. Golongan IV : Rapid Gowers

Koloni tumbuh dalam beberapa hari, misalnya M. fortuitum dan M. abscessus.

2.6 Klasifikasi

Klasifikasi tuberkulosis kutis bermacam-macam. Berikut ini klasifikasi

menurut PILLSBURRY dengan sedikit perubahan.

1. Tuberkulosis kutis sejati

A. Tuberkulosis kutis primer

Inokulasi tuberkulosis primer (tuberkulosis chancre)

B. Tuberkulosis kutis sekunder

Tuberkulosis kutis miliaris

Skrofuloderma

Tuberkulosis kutis verukosa

Page 8: TB kutis referat.docx

Tuberkulosis kutis gumosa

Tuberkulosis kutis orifisialis

Lupus vulgaris

2. Tuberkulid

A. Bentuk papul

Lupus miliaris diseminatus fasiei

Tuberkuloid papulonekrotika

Liken skrofulosorum

B. Bentuk granuloma dan ulseronodulus

Eritema nodusum

Eritema induratum

Ada beberapa klasifikasi dari tuberkulosis kutis ini. Yang paling sering

digunakan adalah klasifikasi menurut ada atau tidaknya bakteri penyebabnya.

Sehingga tuberkulosis kutis ini dibedakan menjadi tuberkulosis kutis sejati dan

tuberkuloid. Pada tuberkulosis sejati, ditemukan basil TB pada lesinya. Sedangkan

pada tuberkuloid tidak ditemukan adanya basil. Tuberkulosis sejati ini dibagi lagi

menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Yang dimaksud dengan primer ini adalah

lesi yang terjadi karena infeksi eksogen pada penderita yang belum pernah terpapar

dengan M. Tuberculosis sebelumnya. Pada tuberkulosis sekunder, terjadi reinfeksi

baik itu reinfeksi lokal maupun general pada individu yang pernah terinfeksi

sebelumnya. Yang termasuk dalam kategori tuberkulosis sekunder adalah TB kutis

miliaris, skrofuloderma, TB kutis verukosa, TB kutis gumosa, TB kutis orifisialis,

lupus vulgaris.

Page 9: TB kutis referat.docx

Adapun yang dimaksudkan dengan tuberkuloid merupakan reaksi

hipersensitifitas dari individu yang sebelumnya telah sensitif dengan kuman TB.

Bentuk dari tuberkuloid ini sendiri dibagi lagi menjadi 2 bentuk yaitu tuberkuloid

dalam bentuk papul dan tuberkuloid dalam bentuk granuloma dan ulseronodulus.

2.7 Patogenesis

Cara infeksi ada 6 macam

1. Penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah kulit yang telah dikenai

penyakit tuberkulosis, misalnya skrofuloderma.

2. Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium alat dalam yang dikenai

penyakit tuberkulosis, misalnya tuberkulosis kutis orifisialis.

3. Penjalaran secara hematogen, misalnya tuberkulosis kutis miliaris.

4. Penjalaran secara limfogen, misalnya lupus vulgaris.

5. Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah diserang penyakit

tuberkulosis, misalnya lupus vulgaris.

6. Kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi lokalnya telah menurun atau

jika ada kerusakan kulit, contohnya tuberkulosis kutis verukosa.

2.8 Gambaran Klinik dan Histopatologi

Pada umumnya, gambaran dari TB kutis ini adalah pada epidermisnya

tampak adanya hiperkeratosis dan akantosis. Pada reaksi radang yang akut, sering

dengan gambaran adanya abses di lapisan ini. Pada dermis tampak adanya nekrosis

Page 10: TB kutis referat.docx

kaseosa. Gambaran klinis yang khas menurut penyakitnya pada tuberkulosis sejati

adalah sebagai berikut:

1. Tuberkulosis kutis sejati

A. Tuberkulosis kutis primer

Inokulasi TB primer

TB chancre atau kompleks primer TB (TB inokulasi primer)

Bentuk ini merupakan hasil inokulasi primer kuman TB pada kulit orang

yang belum pernah terkena kuman TB sebelumnya atau pada orang-orang yang

tidak mempunyai imunitas terhadap kuman TB. Kompleks lesi primer meliputi

kulit dan nodus limfatikus terutama pada bayi dan anak-anak. Jalan masuk basil

tuberkel adalah paru-paru, luka kecil, kuku yang terbuka, atau luka tusuk.

Gambarannya dapat berbentuk papul, pustul atau ulkus indolen, berdinding

tergaung dan disekitarnya livid. Masa tunas 2-3 minggu, limfangitis dan

limfadenitis timbul beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah afek primer,

pada waktu tersebut reaksi tuberkulin menjadi positif. Keseluruhannya merupakan

kompleks primer. Pada ulkus tersebut dapat terjadi indurasi, karena itu disebut

tuberculous chancre. Makin muda usia penderita makin berat gejalanya. Bagian

yang sering terkena adalah wajah dan ekstremitas yang berhubungan dengan

limphadenopaty regional. Biasanya ditemukan pada daerah kulit yang mudah

terkena trauma.

Histopatologinya yaitu pada fase awal menunjukkan gambaran radang

akut dengan nekrosis dan banyak basil tahan asam. Pada stadium lanjut dijumpai

kaseasi bersamaan dengan lenyapnya basil.

Page 11: TB kutis referat.docx

B. Tuberkulosis kutis sekunder

1. TB miliar kulit (TB kutis miliaris diseminata)

Tipe ini biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak dengan status

imunokompromise. Fokus infeksi terdapat secara khusus pada paru-paru atau

selaput otak. Akan ditemukan adanya lesi primer pada paru dan lesi yang

muncul secara mendadak dan tersebar Terjadi karena penjalaran ke kulit dari

fokus di badan. Reaksi terhadap tuberkulin biasanya negatif (anergi).

Ruam di seluruh badan berupa eritema berbatas tegas, papula, vesikel,

pustule, skuama atau purpura menyeluruh dengan atau tanpa nekrosis diatasnya.

Diagnosis banding dari kelainan ini adalah sifilis sekunder dan erupsi obat. Pada

pemeriksaan histopatologinya menunjukkan adanya beberapa fokal nekrosis dan

abses yang dikelilingi zona makrofag dan banyak basil tahan asam. Pada

umumnya prognosisnya buruk.

2. Skrofuloderma

Definisi

Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang timbul

akibat penjalaran perkontinuitatum dari jaringan atau organ di bawah kulit yang

telah terserang penyakit tuberculosis misalnya tuberkulosis kelenjar getah

bening, tuberculosis tulang dan keduanya atau tuberculosis epididimis atau

setelah mendapatkan vaksinasi.

Page 12: TB kutis referat.docx

Patofisiologi

Pada penyakit ini biasanya menular melalui percikan air ludah dan oleh

karenanya porte d’entrée skrofuloderma di daerah leher adalah pada tonsil atau

paru, jika di ketiak maka kemungkinan porte d’entrée pada apeks pleura, jika di

lipat paha porte d’entrée pada ekstrimitas bawah. Kadang – kadang ketiga

tempat predileksi tersebut terserang sekaligus, yakni pada leher, ketiak dan

lipatan paha.

Skrofuloderma merupakan hasil dari adanya penjalaran jaringan di

bawah kulit yang terserang tuberculosis, biasanya kelenjar getah bening, tetapi

kadang – kadang dapat juga berasal dari tulang, atau kedua – duanya atau

tuberculosis epididimis. Tuberkulosis kelenjar getah bening tersering terjadi dan

yang terkena adalah kelenjar getah bening pada supraklavikula, submandibula,

leher bagian lateral, ketiak, dan lipatan paha (jarang terjadi). Fokus primer

didapatkan pada daerah yang aliran getah beningnya bermuara pada kelenjar

getah bening yang meradang.

Penyebaran penyakit terjadi secara cepat melalui limfatik ke kelenjar

getah bening dari daerah yang sakit dan melalui aliran darah. Granuloma yang

terbentuk pada tempat infeksi paru disebut ghonfocus dan bersamaan kelenjar

getah bening disebut kompleks primer adalah tuberculous chancre. Bila kelenjar

getah bening pecah timbul skrofuloderma. Reinfeksi eksogenous bisa terjadi

meskipun jarang dan reaksinya pada host yang telah tersensitasi oleh infeksi

sebelumnya berbeda dengan mereka yang belum tersensitasi.

Page 13: TB kutis referat.docx

Gambaran Klinis

Skrofuloderma biasanya dimulai sebagai infeksi kelenjar getah bening

(limfadenitis tuberculosis) berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar

getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula – mula hanya

beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan berkonfluensi.

Selanjutnya berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan

kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut

mengalami perlunakan yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya

menjadi bermacam – macam, yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan

membentuk abses yang akan menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan

dikeluarkan nanahnya, abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak

panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan,

menandakan bahwa isinya cair).

Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan

mencari jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian

membentuk fistel. Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang

mempunyai sifat khas yakni bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di

sekitarnya berwarna merah kebiruan, dindingnya tergaung, jaringan granulasinya

tertutup oleh pus yang purulen, jika mongering menjadi krusta warna kuning.

Lesi dapat sembuh secara spontan namun memerlukan waktu dalam

beberapa tahun dengan meninggalkan bekas luka (sikatriks) yang memanjang

dan tidak teratur. Jembatan kulit (skin bridge) kadang – kadang terdapat di atas

sikatriks, biasanya berbentuk seperti tali yang kedua ujungnya melekat pada

sikatriks tersebut.

Page 14: TB kutis referat.docx

Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan

melihat gambaran lesi jika masih dalam bentuk pembesaran kelenjar getah

bening diperlukan pemeriksaaan histopatologi dan pemeriksaan penunjang

lainnya untuk menyingkirkan penyebab lain selain mikrobakterium tuberkulosis.

Pada Skrofuloderma dileher gambaran klinisnya khas, walaupun

demikian aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap

skrofuloderma di leher. Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau

benjolan dengan beberapa muara fistel produk.

Pada stadium limfadenitis tuberkulosis sukar didiagnosis secara klinis

sulit dibedakan dengan limfadenitis non tuberkulosis lainnya, seperti

limfosarkoma, leukimia, limfoma maligna, pembesaran kelenjar getah bening

post vaksinasi BCG. Jika didaerah ketiak dibedakan dengan hidradenitis

supurativa, yakni infeksi oleh piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut

bersifat akut dan disertai dengan tanda-tanda radang akut yang jelas, terdapat

gejala konstitusi dan leukositosis. Hidradenitis supurativa, yakni infeksi oleh

piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut dan disertai

dengan tanda-tanda radang akut yang jelas, terdapat gejala konstitusi dan

lukositosis. Hidradenitis supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga

terjadi tarikan-tarikan yang mengakibatkan retraksi ketiak.

 Skrofuloderma yang terdapat dilipatan paha kadang-kadang mirip

penyakit venerik yaitu limfogranuloma venerum (LGV). Perbedaan yang penting

adalah pada LGV terdapat riwayat kontak seksual pada anamnesia diertai gejala

Page 15: TB kutis referat.docx

konstitusi dan terdapat kelima tanda radang akut. Lokalisasinya juga berbeda-

beda, pada LGV yang diserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial,

sedangkan pada skrofuloderma menyerang getah bening inguinal lateral dan

femoral. Pada stadium lanjut LGV terdapat gejala bubo bertingkat yang berarti

pembesaran kelenjar di inguinal medial dan fosa iliaka. Pada LGV tes frei

positif, pada skrofuloderma tes tuberculin positif.

3. TB kutis verukosa (warty tuberculosis verrucanecrogenica)

Definisi

Tuberculosis veruca verrucosa atau yang disebut sebagai Lupus

verrucosus, Prosector's wart, dan Warty tuberculosis merupakan suatu ruam

kecil, berupa nodul papuler kemerahan pada kulit yang dapat muncul 2-4

minggu setelah inokulasi oleh Mycobacterium tuberculosis pada infeksi

sebelumnya dan pada individu yang imunokompeten (Goldman, 2002)

Etiologi

Paling banyak kasus tuberculosis veruca verrucosa disebabkan oleh

reinfeksi dari individu yang ditandai dengan hipersensitif kulit dan imunitas

yang baik, walaupun auto-inokulasi dari sputum dapat menyebabkan lesi. 

Karena port de entry biasanya pada sisi tauma, luka, atau tusukan pada kulit,

(luka pada ahli bedah autopsy misalnya), merupakan tempat lesi di tangan.

Tetapi dapat juga terjadi dimanapun di kulit, seperti telapak kaki, anus, dan pada

Page 16: TB kutis referat.docx

anak di negara berkembang sering terjadi pada pantat dan lutut. Hal ini karena

anak-anak di negara berkembang dengan resiko tuberkulosis yang tinggi dapat

kontak langsung antara luka dan sputum tuberkulosis saat berjalan tanpa alas

kaki, duduk, atau saat bermain ditanah (Padmavathy, et al., 2007).

Patofisiologi

Ketika terpapar, lesi kulit pada penampakan luar akan menjadi verruca

atau borok, hal ini akan dibingungkan oleh jenis veruka lainnya. Lesi ini akan

berubah menjadi plak anular berwarna merah kecoklatan seiring waktu, dengan

central healing dan ekspansi bertahap ke arah perifer, dimana pada fase ini akan

dipusingkan dengan  infeksi jamur seperti blastomycosis dan

chromoblastomycosis. Akan tetapi pada area tengah lesi tuberculosis veruca

verrucosa akan mengeras dan menjadi fisura, dimana pus dan bahan keratin

dapat keluar dari fusura ini. Lesi biasanya soliter, dan nodul regional tidak

terpengaruh kecuali terdapat infeksi sekunder bakteri. Lesi dapat berkembang

dan menetap dalam beberapa tahun. Penyebuhan spontan dapat terjadi dengan

bekas parut (Goldman, 2002).

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditunjang

dengan pemeriksaan histologi yang dikonfirmasi dengan isolasi M.tuberculosis

pada kultur atau dengan PCR. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran

klinis yang khas biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara

Page 17: TB kutis referat.docx

serpiginosa, yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan

di jurusan yang lain. Ruam terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang

eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks. Selain menjalar secara

serpiginosa, juga dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks di

tengah.

Pemeriksaan histologi menunjukkan gambaran pseudoepitheliomatous

hyperplasia  dengan hyperkeratosis dan infiltrasi neutrofil dan limfosit.

Gambaran abses didapatkan pada epidermis dan dermis bagian atas. Dapat

ditemukan epithelioid giant cells, tuberkel dan BTA jarang ditemukan.  Pada

kultur dari lesi tuberculosis kutis verukosa akan didapatkan mikobakterium.

PCR digunakan untuk mengidentifikasi DNA M. tuberculosis dalam specimen

jaringan. Skin test pada tuberkulosa kutis veerukosa akan memberikan hasil

positif.

Gejala klinis

Lesi pada dewasa umumnya terdapat pada tangan terutama bagian

dorsolateral dan jari-jari, sedangkan pada anak-anak biasanya pada ekstremitas

bawah dan lutut. Lesi diawali dengan halo berwarna ungu, berkembang menjadi

plak kutil yang  keras dan hyperkeratosis, pus dan material keratin keluar dari

cleft dan fisura yang terbentuk. Papul asimtomatis sering salah didiagnosa

sebagai veruka vulgaris. Pertumbuhannya lambat dan terjadi perluasan ke

perifer. Lesi biasanya soliter dan tidak melibatkan kgb regional kecuali jika

terjadi infeksi sekunder. Lesi dapat berkembang dan menetap selama bertahun-

tahun. Juga bisa terjadi resolusi spontan dengan pembentukan scar.

Page 18: TB kutis referat.docx

Bentuk TB kulit yang timbul karena infeksi eksogen pada individu

dengan imunitas baik. Perjalanan kliniknya berlangsung kronik beberapa bulan

hingga tahun. Tempat predileksinya pada tungkai bawah dan kaki. Gambaran

klinis biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran secara serpiginosa. Ruam

terdiri atas papul-papul lentikuler di atas kulit yang eritematosa. Pada bagian

yang cekung terdapat sikatriks. Diagnosis bandingnya adalah veruka,

kromomikosis dan sporotrikosis. Gambaran histopatologinya yaitu pada

epidermis dijumpai adanya hiperkeratosis, hipergranulosis, akantosis, dan

papilomatosis diatas sebukan radang akut.

4.   Tuberkulosis kutis gumosa

Tuberkulosis ini terjadi akibat penjalaran secara hematogen, biasanya

dari paru. Kelainan kulit berupa infiltrat subkutan, berbatas tegas yang menahun,

kemudian melunak dan bersifat destruktif. Pada awalnya kulit berwarna normal

dan lama-kelamaan menjadi merah kebiruan. Lesi tersebar berbentu makula dan

papul berukuran kecil atau lesi berwarna kemerahan. Kadang-kadang vesikuler

dan terdapat krusta.

5.   Tuberkulosis kutis orifisialis

Pada umumnya terjadi pada pasien dengan penyakit tuberkulosa pada

organ-organ dalam. Sesuai dengan namanya maka lokasinya di sekitar orifisium.

Pada tuberkulosis paru dapat terjadi ulkus di mulut, bibir atau di sekitarnya.

Pada tuberkulosis saluran cerna, ulkus dapat ditemukan di sekitar anus. Pada

tuberkulosis saluran kemih, ulkus dapat ditemukan di sekitar orifisium uretra

Page 19: TB kutis referat.docx

eksternum. Ulkus berdinding tergaung, kemerahan, hemoragik, purulen dan

sekitarnya livid.

6.   Lupus vulgaris

Lupus vulgaris merupakan bentuk yang sering dan mengenai terutama

pada bagian yang sering terpapar misalnya pada wajah dan ekstremitas. Cara

infeksi dapat secara endogen atau eksogen. Gambaran klinis yang umum adalah

kelompok nodus eritematosa yang berubah warna menjadi kuning pada

penekanan (apple jelly colour). Nodus-nodus tersebut berkonfluensi berbentuk

plak, bersifat destruktif, sering terjadi ulkus.

Pada waktu terjadi involusi terbentuk sikatriks. Bila mengenai muka

tulang rawan hidung dapat mengalami kerusakan. Penyembuhan spontan terjadi

perlahan-lahan di suatu tempat, tetapi terjadi perjalanan di tempat lain, yang

dapat ke perifer atau serpiginosa.

2. Tuberkulid

A. Bentuk Papul

1. Lupus milliaris diseminatus fasiei

Mengenai muka, timbulnya secara bergelombang. Ruam berupa papul-

papul bulat, biasanya diameternya tidak melebihi 5 mm, eritematosa kemudian

meninggalkan sikatriks. Pada diaskopi memberi gambaran apple jelly colour

seperti pada lupus vulgaris.

2.   Tuberkulosis papulonekrotika

Page 20: TB kutis referat.docx

Lesi tipe ini terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa yang menderita

TB pada bagian tubuh lain. Keadaan ini terjadi karena adanya reaksi alergi

terhadap basil tuberkel. Basil menyebar secara hematogen pada orang dengan

satus imunitas sedang atau baik, akan tetapi fokus tuberkulosis secara klinis

tidak aktif pada saat terjadinya erupsi, dan pasien sedang berada dalam keadaan

sehat. Selain berbentuk papulonekrotika juga dapat berbentuk papulopustul.

Tempat predileksi pada muka, anggota badan bagian ekstensor, dan

badan. Mula-mula terdapat papul eritematosa yang timbul secara bergelombang,

membesar perlahan-lahan dan kemudian menjadi pustul, lalu memecah menjadi

krusta dan membentuk jaringan nekrotik dalam waktu 8 minggu, lalu

menyembuh dan meninggalkan sikatriks. Kemudian timbul lesi-lesi baru. Lama

penyakit dapat bertahun-tahun.

3.   Liken skrofulosorum

Lesi biasanya terjadi di daerah leher pada anak yang menderita

tuberkulosis tulang atau nodus limfatikus. Kelainan kulit terdiri atas beberapa

papul miliar, warna dapat serupa dengan kulit atau eritematosa. Mula-mula

tersusun tersendiri, kemudian berkelompok tersusun sirsinar, kadang-kadang di

sekitarnya terdapat skuama halus. Tempat predileksi pada dada, perut, punggung

dan daerah sacrum. Perjalanan penyakitnya dapat berbulan-bulan dan residif,

jika sembuh tidak meninggalkan sikatriks.

B. Bentuk Granuloma dan ulseronodulus

Page 21: TB kutis referat.docx

1.  Eritema nodusum

Kelainan kulit berupa nodus-nodus indolen terutama pada ekstremitas

bagian ekstensor. Diatasnya terdapat eritema. Banyak penyakit yang juga dapat

memberi gambaran klinis sebagai E.N., yang sering: lepra sebagai eritema

nodusum leprosum, reaksi id karena Streptococcus B Hemolyticus, alergi obat

secara sistemik, dan demam reumatik.

2.  Eritema induratum

Eritema induratum adalah suatu peradangan kronis dari pembuluh darah

arteri dan vena bersifat jinak, dan disertai nekrosis lemak. Kelainan kulit berupa

nodus-nodus indolen. Tempat predileksinya pada daerah fleksor. Terjadi

supurasi sehingga terbentuk ulkus-ulkus. Kadang-kadang tidak mengalami

supurasi, tetapi regresi sehingga terjadi hipotrofi berupa lekukan-lekukan.

Perjalanan penyakit kronik residif.

Tuberkulosis Kutis oleh Mikobakteria Atipikal

1. GOLONGAN I

M.marinum (swimming pool granuloma)

Epidemiologi

Mikobakteria ini pertama kali berhasil diisolasi tahun 1926 oleh Aronson

dari ikan laut dalam akuarium Philadelphia. Habitatnya di kolam renang maupun

Page 22: TB kutis referat.docx

akuarium. Air yang bertemperatur sesuai, sungai dan pantai. Vektornya adalah

ikan, lumba-lumba, belut, udang, kepiting dan kutu air.

Faktor resiko terkena infeksi dari mikobakteria ini adalah adanya riwayat

trauma pada saat memancing atau pada saat kaki atau tangan berada di dalam

air. Dari survei yang dilakukan di Perancis dari tahun 1996 sampai tahun 1998

diketahui bahwa lebih dari 84% kasus infeksi berasal dari kolam ikan. Infeksi

didapatkan ketika penderita membersihkan kolam. M. marinum dapat bertahan

di dalam air dan dapat ditemukan pada ikan yang mati, sisi kolam, dan dari

pasir.

M.marinum menimbulkan kelainan nodus verukosa, dapat linear hingga

menyerupai sporotrikosis. Predileksinya ialah tempat yang banyak mendapat

trauma yakni di tangan, lengan, siku, lutut dan kaki. Lesi juga sering timbul pada

daerah lengan, lutut dan kaki dari perenang, dapat juga pada tangan dan jari-jari

dari pemancing ikan. Kasus terbanyak terjadi di Swedia, Inggris, Hawaii, dan

Amerika Serikat.

Manifestasi klinik

Lesi biasanya timbul sekitar tiga minggu setelah terinfeksi. Lesi awal

akan tampak seperti erosi atau veruka dan papul atau dapat juga berbentuk plak.

Lesi primer yang multipel jarang muncul. Biasanya tidak ditemukan adanya

ulserasi maupun nekrosis. Kemudian mulai akan terbentuk ulkus yang dikelilingi

krusta, abses yang supuratif atau nodul yang verukosa. Pada masa inkubasi

kadang disertai penyakit lain seperti synovitis, bursitis, arthritis dan

Page 23: TB kutis referat.docx

osteomyelitis. Apabila mengenai tendon maka akan mengurangi ruang gerak

bagian tubuh tersebut. Pada beberapa kasus memerlukan terapi pembedahan.

Perjalanan penyakit ini cenderung lambat, dan lesinya tampak tidak

mengalami perubahan dalam jangka waktu bertahun-tahun. Dari hasil

histopatologi akan tampak adanya campuran reaksi inflamasi yang disertai

dengan adanya hiperkeratosis dan akantosis.

Histopatologi

Lesi akan terlihat seperti inflamasi non spesifik pada beberapa bulan,

sementara lesi yang lebih lama akan mulai terbentuk seperti granuloma dengan

massa yang fibrinoid. Kadang ditemukan Langhans’ giant cell. Basil gram

negatif hanya berhasil ditemukan pada 10% kasus.

Diagnosa dan diferensial diagnosa

Diperlukan riwayat yang jelas, seperti pernah berenang atau memegang

ikan dan adanya tuberkuloid granulomatosis pada pemeriksaan histopatologi.

Penyakit lain berupa adanya granuloma di kulit dapat dipertimbangkan sebagai

differensial diagnosis. Berdasarkan daerah geografisnya, maka infeksi

mikobakterial lain, blastomikosis, coccidiosis, histoplasmosis, dan sporotrichosis

dan juga nocadiosis, sifilis tersier harus dapat disingkirkan.

Page 24: TB kutis referat.docx

Pengobatan

M. marinum tidak terlalu memberikan respon dengan pengobatan dengan

obat anti tuberkulosis, tetapi sering terjadi penyembuhan spontan. Minocycline,

200 mg/hari selama satu sampai dua bulan adalah pengobatan pilihan.

Pengobatan lain menggunakan kombinasi dari sulfamethoxazole dan

trimetoprim, minosiklin dengan doksisiklin, rifampisin dengan etambutol, dan

klaritromisin, levofloksasin, atau amikain. Jangka waktu pengobatan yang tepat

belum dapat ditentukan, tetapi dari beberapa penelitian sekitar 14 minggu

dengan durasi lebih lama pada pasien dengan infeksi pada struktur tubuh yang

lebih dalam.Untuk kasus yang kambuh atau berulang, dapat dilakukan tindakan

pembedahan.

M. Kansasii

M. Kansasii dapat menimbulkan kelainan kulit sebagai nodul verukosa

menyerupai sporotrikosis atau krusta dengan ulkus yang dangkal dibawahnya.

Infeksi oleh kuman ini banyak dilaporkan di Amerika Serikat.

Epidemiologi

M. kansasii adalah jenis mikobakteria atipikal yang paling dekat

hubungannya dengan M. tuberculosis. Organisme ini biasanya berada di

lingkungan, pada air yang tergenang dan hewan liar. Penyakit kulit yang

disebabkan oleh mikobakteria jenis ini biasa muncul pada orang dewasa dengan

kondisi yang mendukung seperti sedang dalam terapi menggunakan obat-obat

Page 25: TB kutis referat.docx

immunosupresan atau penderita yang immunocompromised. Tempat masuk

kuman ini adalah luka kecil atau lecet pada kulit. Belum ada bukti yang

menunjukkan bahwa penyebaran mikobakteria ini dapat dari orang ke orang.

Manifestasi klinis

Infeksi dari mikobakteria ini dapat muncul dengan beberapa bentuk.

Paling sering terlihat adanya papul-papul disekitar bentukan sporotrikhoid,

kadang nodul subkutan akan terlihat pada struktur yang lebih dalam dan dapat

mengakibatkan terjadinya carpal tunnel syindrome atau penyakit sendi lainnya.

Penyebaran lesinya dapat berupa plak yang mengalami ulserasi. Pasien dengan

selulitis dan abses serta yang sedang dalam keadaan immunosupresif akan lebih

mudah terkena.

Mikobakteria ini dapat membentuk berbagai bentuk lesi, tetapi terbanyak

pada ekstremitas bagian bawah. Tidak hanya sprotrichoid nodul, tapi juga papul

verukosa, papulopustul dengan tengah yang nekrosis, plak eritem, selulitis,

rhinophyma, abses soliter maupun multipel.

Histopatologi

Infeksi dari mikobakteria ini secara histopatologi sangat sulit dipisahkan

dengan tuberkulosis. Tampak adanya plak eritem yang mengalami ulserasi.

Page 26: TB kutis referat.docx

Diagnosis dan differensial diagnosis

Diagnosis hanya dapat ditegakkan menggunakan kultur dari M. kansasii.

Differensial diagnosisnya termasuk sporotrikosis, tuberkulosis, dan infeksi

granulomatosis lainnya.

Pengobatan

Mikobakteria ini lebih berespon terhadap obat antituberkulosis

dibandingkan dengan mikobakteria atipikal lainnya terutama terhadap

streptomisin, etambutol, dan rifampisin. Pengobatan menggunakan minosiklin

hidroklorid 200 mg perharinya sudah cukup untuk infeksi ini. Pada daerah kulit

tertentu atau pada limfadenitis servikal, dapat dilakukan eksisi.9

Pengobatan dari kuman ini adalah rifampisin dan etambutol selama 9 bulan

degan kelanjutan terapi selama 15-24 bulan pada pasien yang

immunocompromised. Dapat juga ditambahkan prothionamide dan streptomisin

atau suatu golongan makrolid jika pada pengobatan sebelumnya tidak

memberikan respon.

2. GOLONGAN II

M. scrofulaceum

Infeksi oleh M. scrofulaceum berupa limfadenitis dan skrofuloderma.

Gambaran klinisnya sama dengan yang disebabkan oleh M. tuberculosis.

Page 27: TB kutis referat.docx

Epidemiologi

Organisme ini banyak ditemukan di sebelah tenggara Amerika Serikat.

Biasanya terdapat pada susu, keju dan hasil peternakan lainnya. Basil kuman

dapat ditemukan pada lingkungan dengan suhu yang hangat dan pH yang

rendah. Mikobakteria ini juga ditemukan pada kulit orang yang sehat tanpa

menimbulkan suatu gejala klinis dan dapat juga ditemukan pada lesi kulit

penderita lepra.

Manifestasi klinis

Biasanya akan muncul infeksi berupa limfadenitis servikal pada anak

kecil, terutama yang berusia 1 sampai 3 tahun. Nodul di daerah submandibula

dan submaksila juga sering didapatkan dan bersifat unilateral. Tidak ada suatu

gejala khas kecuali nyeri sedang di daerah leher disertai dengan adanya

perbesaran kelenjar limfonodus dalam jangka waktu beberapa minggu dan

kadang berbentuk ulkus maupun fistul. Pada kebanyakan kasus menunjukkan

bahwa adanya infeksi ini tidak selalu disertai dengan gangguan pada paru

maupun organ lain. Penyakit ini jinak dan cenderung self limited.

Histopatologi

Sangat sulit dibedakan dengan tuberkulosis.

Page 28: TB kutis referat.docx

Diagnosis dan differensial diagnosis

Limfadenitis servikal unilateral pada anak dengan rontgen dada normal

sudah menunjukkan kemungkinan penyakit ini. Diagnosa pasti hanya bisa

didapat melalui kultur dan biopsi. Differensial diagnosis termasuklah semua

jenis limfopati servikal, baik yang bersifat infeksius maupun neoplasma.

Pengobatan

M. scrofulaceum tidak terlalu sensitif terhadap obat anti tuberkulosis.

Terapi pilihan untuk kasus ini hanyalah eksisi dan pembedahan. Untuk kasus

yang banyak, kombinasi dari obat anti tuberkulosis harus diberikan sampai

didapatkan hasil dari uji sensitifitas. Hasil yang cukup menggembirakan terlihat

saat mengkombinasikan antara isoniazid dan rifampisin.

3. GOLONGAN III

M. avium intracellulare

Epidemiologi

M. avium intracellulare biasanya berada bersama dengan M.

scrofulaceum sehingga sering disebut dengan MAIS (M. avium intracellulare-

scrofulaceum) compleks. Infeksi terbanyak ada di Amerika Serikat.

Mikobakteria ini adalah jenis mikobakteri yang tumbuh lambat dan tumbuh

optimal pada suhu 37oC. Ditemukan di air, tanah, susu, hewan dan rumah.

Traktus respiratorius dan traktus gastrointestinal menjadi tempat masuk kuman

Page 29: TB kutis referat.docx

ini sehingga dapat menginfeksi secara sistemik. M. avium intracellulare ini

biasanya menyebabkan tuberculosis paru, osteomielitis, dan limfadenitis, jarang

menyebabkan infeksi pada kulit.

Manifestasi klinis

Penyakit kulit yang disebabkan oleh M. avium intracellulare berupa plak

soliter maupun multipel, tidak terasa nyeri, kekuningan, kadang menyerupai

lupus vulgaris atau nodul subkutan dengan kecenderungan untuk terjadinya

ulserasi, berjalan lambat dan kronis, mirip dengan selulitis. Kadang juga lesi

yang ada muncul sebagai bentuk sekunder M. avium intracellulare. Lesi yang

terbentuk adalah ulkus kutaneus yang generalisata, granuloma kutaneus yang

multipel, lesi infiltratif eritematosa pada ekstremitas, lesi pustuler, dengan

pembengkakan pada jaringan lunak.

Histopatologi

Dari hasil pemeriksaan akan didapatkan granuloma tuberkuloid

nonkaseosa. Basil tahan asam akan ditemukan diantara giant cell di daerah

ekstraseluler.

Diagnosis dan differensial diagnosis

Diagnosa pasti hanya dapat ditegakkan melaui kultur. Diagnosis

ditegakkan melalui kultur darah, biopsi hati atau sumsum tulang. Pada pasien

dengan lesi pada daerah kutaneus, spesimen dari kultur atau biopsi akan

Page 30: TB kutis referat.docx

memberikan hasil positif. Differensial diagnosis adalah semua jenis granuloma

kronis pada kulit.

Pengobatan

Respon terhadap obat-obatan sangat rendah. Pembedahan sebagai terapi

kuratif dapat dilakukan jika diperlukan, tetapi bila tempat yang terkena tidak

memungkinkan untuk dilakukan pembedahan maka dapat diberikan terapi obat

kombinasi. Klarithromisin adalah obat anti mikroba yang paling efektif untuk M.

avium intracellulare. Semua obat anti tuberkulosa kecuali isoniazid dan

pirazinamid juga cukup efektif untuk mikobakteria ini.9

M.haemophilum

Epidemiologi

Mikobakteria ini dengan mudah dapat berkembang pada host yang

immunocompromised. Lebih dari setengahnya adalah individu yang terkena

AIDS, tetapi juga bisa mengenai orang yang sedang mendapatkan kemoterapi.

Laporan terbanyak penyakit ini yaitu pada orang yang tinggal didekat Laut

Mediterranean, dan danau Great lakes di Amerika Serikat. Habitat alami dan

rute infeksi masiih belum diketahui sampai sekarang.

Manifestasi klinis

M.haemophilum ini merupakan penyebab terjadinya erupsi subkutan

yang granulomatous pada beberapa penderita HIV. Mikobakteria ini

mengakibatkan timbulnya nodul yang multipel berwarna keunguan, multipel dan

Page 31: TB kutis referat.docx

dapat tumbuh menjadi abses atau ulkus dan biasanya muncul sebgai plak yang

annuler atau pannikulitis. Lesi muncul di ekstremitas dan kadang mencapai

sendi. Gangguan ini dapat disertai dengan penurunan berat badan, tenosynovitis,

efusi sendi, osteomielitis atau gangguan pada traktus respiratorius.

Histopatologi

Secara histopatologi terlihat bahwa lesi pada kulit berupa inflamasi

campuran granulomatous dan polimorfonuklear sehingga disebut respon

inflamasi dimorfik. Didapatkan granuloma supurativa yang mengandung basil

gram negatif tetapi kadang granuloma tidak terbentuk dengan sempurna dan

banyak mengandung jaringan yang nekrotik.

Diagnosis dan differensial diagnosis

Diagnosa pasti baru dapat ditegakkan dari hasil kultur basil di jaringan

sinovial. Differensial diagnosis adalah infeksi mikobakteria atipikal lainnya.

Pengobatan

Pengobatannya sangat sulit. Organisme ini sensitif terhadap p-

aminosalisilik dan rifampisin. Tapi bila lesi sangat sulit hilang dan dapat relaps

setelah pengobatan dihentikan maka meningkatkan status imun adalah dasar

keberhasilan dari pengobatan. Direkomendasikan menggunakan tiga obat,

clarithromisin, rifabutin dan siprofloksasin.

M. Ulcerans (Ulkus buruli, Ulkus Bairnsdale, Ulkus Searle’s)

Page 32: TB kutis referat.docx

Pertama kali ditemukan oleh Cook di Uganda pada tahun 1897.

Ditemukan pada 32 negara diseluruh dunia. Termasuk mikobakteria ketiga

terbanyak pada manusia setelah tuberkulosis dan lepra.

Epidemiologi

Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Australia, kemudian dilaporkan

pula di Meksiko, Kongo, Uganda, dan Malaysia. Cara infeksi belum diketahui,

tetapi kemungkinan berasal dari tanah, air, tanaman atau serangga yang tinggal

di dalam atau dekat air. Infeksi dapat terjadi didahului oleh adanya luka atau

cedera akibat gigitan serangga yang memungkinkan transmisi bakteri ini ke

dalam tubuh. M. ulcerans ini dapat ditemukan pada derah basah dan rawa.

Penyakit ini ditemukan paling banyak pada anak-anak dan dewasa muda, 70%

penderita adalah anak dibawah umur 15 tahun.

Patogenesis dan patologi

Setelah melalui fase laten selama dua bulan atau lebih, infeksi akan

mulai mengakibatkan rusaknya jaringan kulit. M. ulcerans ini menghasilkan

toksin yang dikenal sebagai mycolactone, suatu toksin poliketon, dan C

fosfolipase. Perubahan awal adalah nekrosis akut dari dermis dan jaringan

subkutan.. Jaringan lemak ini kemudian mengalami kalsifikasi. Nekrosis di

daerah dermis ini akan berjalan secara lateral sehingga semakin mendekati

bentukan suatu ulkus. Kuman akan menghancurkan jaringan tubuh. Pada lapisan

dermis yang lebih dalam, timbul vaskulitis pada pembuluh darah yang

ukurannya kecil sampai sedang.

Page 33: TB kutis referat.docx

Manifestasi klinik

Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini akan menimbulkan nekrosis dan

ulserasi pada kulit. Kelainan kulit pertama-tama tampak sebagai nodul indolen

atau abses yang kemudian menjadi ulkus. Dindingnya menggaung, meluas

disertai jaringan nekrotik, dan gambaran klinisnya mirip ulkus tropikum. Mula-

mula lesi yang timbul soliter, keras, tidak terasa adanya nyeri, nodul

subkutaneus, yang kemudian menjadi ulkus. Predileksi dari ulkus ini adalah di

ekstremitas. Ulkus dapat menjadi sangat luas, mengenai otot dan tendon dan

menganggu gerak sendi. Meskipun ulkusnya luas, tidak disertai gejala umum

dan pembesaran kelenjar getah bening.

Ulkus dapat mencapai ukuran diameter beberapa sentimeter dalam

jangka waktu beberapa minggu. Dasar dari ulkus dibentuk oleh lemak yang

nekrosis, dan discharge berupa cairan mukoid jernih tanpa disertai rasa nyeri.

Ulkus biasanya hanya satu. Lesi yang luas dikelilingi oleh banyak undurasi.

Ulkus dapat tumbuh dengan diameter lebih dari 25 sentimeter. Nekrosis dapat

mencapai otot ataupun tulang. Adanya fibrosis dan kalsifikasi bersamaan dengan

usaha penyembuhan oleh tubuh akan mengakibatkan timbulnya kontraktur dan

deformitas berat. Tapi sayangnya, karena ulkus ini tidak terasa nyeri dan

kebanyakan pasien berada di daerah yang jauh, maka pasien merasa tidak

memerlukan pengobatan sampai kerusakan yang ditimbulkan pada tubuh sangat

besar. Keterlambatan menangani penyakit ini akan mengakibatkan amputasi,

kontraktur sendi dan kematian akibat tetanus dan sepsis.

Page 34: TB kutis referat.docx

Histopatologi

Dari histologinya akan terlihat adanya reaksi inflamasi campuran disertai

dengan timbulnya hiperkeratosis. Adanya nekrosis pada bagian sentral, terutama

di daerah septa dari lemak subkutan yang dikelilingi oleh jaringan granulasi

dengan adanya giant cells, tetapi bukan xerosis yang menyerupai tuberkel.

Diagnosis dan differensial diagnosis

Diagnosa.

Pada daerah yang epidemik, maka diagnosis penyakit ini harus dijadikan

prioritas pertama. Bagaimanapun juga biopsi dan kultur dari nodul atau ulkus di

daerah subkutan harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis walaupun

dibutuhkan waktu 6-8 minggu untuk pembiakannya.

Differensial diagnosis

Tergantung dari stage penyakitnya. Nodul yang berada di daerah

subkutan harus disingkirkan dengan granuloma karena benda asing,

phykomiksis, panikulitis, vaskulitis noduler, kista sebasea, atau tumor. Untuk

yang telah mencapai stage tumbuhnya ulkus, perlu dipertimbangkan selulitis

nekrostik, blastomikosis, infeksi jamur profunda lainnya, pyoderma

gangrenosum serta pannikulitis supurativa.

Pengobatan

Page 35: TB kutis referat.docx

Masa penyembuhannya berkisar antara 6-9 bulan. Terapi pilihan adalah

eksisi dari lesi awal, jika telah timbul ulkus, maka harus dilakukan eksisi luas

disertai dengan skin graft. Terapi panas, oksigen hiperbarik, dan pengobatan

menggunakan rifampisin dan trimetoprin-sulfamethoksazole juga dapat

dilakukan. Vaksinasi BCG pada populasi yang rentan akan menunjukkan

keberhasilan yang sama seperti halnya tuberkulosis dan tuberkuloid leprosy.

Setelah beberapa bulan penyembuhan terjadi disertai dengan reaksi limfositik

atau granulomatosa.

Lesi harus diobati dengan tindakan pembedahan karena antibiotik

kebanyakan tidak memberikan respon terhadap penyakit ini. Beberapa obat

dianggap dapat mencegah rekurensi dan metastase dari kuman ini termasuk

klaritromisin, rifampisin, siprofloksasin, dan sparfloksasin.

4. GOLONGAN IV

M. fortuitum, M. chelonae dan M. abscessus

Epidemiologi

Organisme ini bersidat saprofit dan dapat ditemukan di air, tanah, debu dan

hewan. Pada kulit dapat bersifat komensal. Prevalensi untuk menginfeksi kulit

sangatlah kecil. Infeksi biasa timbul akibat trauma sebelumnya, kontak dengan

hewan, atau kontak dengan alat-alat yang terkontaminasi.

Page 36: TB kutis referat.docx

M. fortuitum pernah diisolasikan dari abses karena suntikan. Sejak itu sering

dilaporkan di Amerika sebagai abses subkutan sesudah trauma suntikan. Pernah

pula diisolasikan dari ulkus kronik.

M. fortuitum, M. chelonae dan M. abscessus mempunyai masa pertumbuhan

yang sangat singkat, semua biasanya hidup secara berkelompok dan sifatnya

fakultatif. Kontaminasi bukan hanya pada pada air maupun tanah, tapi dapat juga

pada berbagai macam material, termasuk alat-alat bedah dan tidak selalu

menimbulkan gejala klinis.

Manifestasi klinik

Ketiga organisme ini menimbulkan manifestasi klinis yang sama. Infeksi

biasanya mengikuti letak luka. Pada tempat inokulasi kuman akan terlihat adanya

infiltrat berwarna merah dan sangat nyeri, tidak ditemukan gejala lain. Lesi akan

tampak sebagai suatu nodul infiltratif yang berwarna merah gelap, sering disertai

dengan adanya absess dan keluarnya cairan bening. Bentuk lesi kulit ini cukup

bervariasi mulai dari selulitis, abses dan nodul sampai terbentuk ulkus yang disertai

dengan discharge serosanguineous atau purulenta. Manifestasi lain dari penyakit ini

termasuk pneumonitis atau osteomyelitis, limfadenitis dan endokarditis post

operasi.

Histopatologi

Lesi akan tampak dengan adanya leukosit polimorfonuklear pada

mikroabses dan granuloma dengan sel asing tipe giant cell sehingga disebut dengan

Page 37: TB kutis referat.docx

respon inflamasi dimorfik. Akan tampak adanya nekrosis. Basil tahan asam

biasanya ditemukan pada mikroabses.

Dignosa dan pengobatan

Sama seperti kuman lainnya, diagnosa baru didapatkan dari pemeriksaan

laboratorium. Biasanya akan terlihat adanya abses dingin yang “tidak biasa” yang

disertai dengan adanya reaksi benda asing, mikosis dalam, atau berbagai bentuk

osteomielitis.

Pengobatan

M. fortuitum lebih berespon dengan amikasin, sefoksitin, siprofloksasin,

dan imipenem. M. abscessus sensitif terhadap amikasin, sefoksitin, dan

klarithromisin. M. chelonae justru resisten terhadap sefoksitin dan tobramisin lebih

efektif dari amikasin.

Page 38: TB kutis referat.docx

BAB III

DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN

3.1 Diagnosis

Diagnosis pada tuberculosis kutis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

gambaran klinis dan ditunjang oleh pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan

bakteriologik.

1. Pemeriksaan bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik penting untuk mengetahui penyebabnya.

Pemeriksaan bakteriologik menggunakan bahan berupa pus. Pemeriksaan

bakteriologik yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan BTA, kultur dan

PCR. Pemeriksaan BTA dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Neelson

mendeteksi kurang lebih 10.000 basil per mL. Pada pemeriksaan PCR

(Polymerase Chain Reaction) dapat juga digunakan untuk mendeteksi M.

tuberculosis. Pemeriksaan kultur menggunakan medium non sekeltif (Lowenstein-

Jensen), tetapi hasilnya memerlukan waktu yang lama karena M. tuberculosis

butuh waktu 3 – 4 minggu untuk berkembang biak.

2. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi penting untuk menegakkan diagnosis. Pada

gambaran histopatologi tampak radang kronik dan jaringan nekrotik mulai dari

Page 39: TB kutis referat.docx

lapisan dermis sampai subkutis tempat ulkus terbentuk. Jaringan yang mengalami

nekrosis kaseosa oleh sel – sel epitel dan sel – sel Datia Langhan’s.

3. Tes Tuberkulin (Tes Mantoux)

Diagnosis pasti tuberculosis kutis tidak dapat ditegakkan berdasarkan tes

tuberculin yang positif karena tes ini hanya menunjukkan bahwa penderita pernah

terinfeksi tuberculosis tetapi tidak dapat membedakan apakah infeksi tersebut

masih berlangsung aktif atau telah berlalu.

4. LED

Pada tuberkulosis kutis, LED mengalami peningkatan tetapi LED ini lebih

penting untuk pengamatan obat daripada untuk membantu menegakkan diagnosis.

3.2 Pengobatan

Terapi dengan obat antituberkulosis

Prinsip Pengobatan dan tuberkulosis kutis sama dengan pengobatan

tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik hendakknya diperhatikan syarat

sebagai berikut :

a. Pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak terjadi

resistensi.

b. Pengobatan harus dalam kombinasi, dan dalam kombinasi, dan dalam

kombinasi tersebut disertakan INH karena obat tersebut bersifat bakterisidal.

c.       Keadaan umum diperbaiki.

Page 40: TB kutis referat.docx

Obat antituberkulosis ada 2 macam, bersifat bakterisidal dan bakteriostatik.

Obat yang bakterisidal adalah INH, rifampisin, pirazinamid, dan streptomisin,

sedangkan lainnya bersifat bakteriostatik. Rifampisin dan isoniazid disebut bersifat

bakterisidal lengkap karena obat tersebut dapat memasuki seluruh populasi kuman,

sedangkan pirazinamid dan streptomisin hanya dapat memasuki seluruh populasi

kuman, sedangkan pirazinamid dan streptomisin hanya dapat bekerja dalam

lingkungan tertentu, pirazinamid bekerja dalam lingkungan asam sedangkan

streptomisin hanya bekerja dalam lingkungan basa.

Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan yaitu tahapan awal

(intensif) dan tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal adalah untuk membunuh

kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan

obat yang bersifat bakterisidal. Tahapan lanjutan adalah melalui kegiatan

sterilisasai membunuh kuman yang tumbuh lambat.

Selama fase intensif biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah

kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam

waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi

negatif dalam waktu 2 bulan.

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang

lebih panjang. Efek sterilisasi obat untuk membersikan sisa-sisa kuman dan

kekambuhan. Pada pasien dengan sputum BTA positif ada resiko terjadinya

resistensi selektif. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase

lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif karena jumlah bakteri

dalam lesi relatif sedikit. Pengobatan awal dengan 3 obat dan fase lanjutan dengan

Page 41: TB kutis referat.docx

2 obat untuk fase lanjutan biasanya sudah memadai. Pada pasien yang sudah diobati

ada resiko terjadinya resistensi.

Panduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat

untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 diantara obat yang

diberikan haruslah yang masih selektif. Pengobatan standar dengan INH,

Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan pada wanita hamil dan menyusui,

dianjurkan pemberian piridoksin. Streptomisin tidak boleh diberikan. 

Pada TBC ekstra paru dapat diberikan pengobatan TBC kategori 1 yaitu (2

HRZE/4 HR). Fase awal diberikan selama 2 bulan  yaitu INH 5 mg/kgBB,

Rifampisin 10mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan etambutol 15mg/kgBB.

Diikuti fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis

paru dan ektra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan tuberkulosis

paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi

terhadap INH.

Beberapa regimen lain dapat diberikan misalnya kombinasi 3 obat INH,

Rifampisin dan pirazinamid. Setelah 2 bulan pirazinamid dihentikan dan obat lain

diteruskan, regimen ini sangat poten. Karena ketiga obat tersebut bersifat

hepatotoksik, maka sebelum pengobatan dimulai diperiksa dulu fungsi hepar

(SGOT,SGPT, dan fosfatase alkali). Dua minggu sesudah terapi diulangi, biasanya

meninggi. Bila tetap atau menurun pengobatan dilanjutkan. Akan tetapi jika

meningkat, pirazinamid dihentikan dan rifampisin diberikan selama 2 kali dengan

dosis 600mg setiap kali pemberian. Regimen lain adalah kombinasi antara INH dan

rifampisin dan etambutol yang diberikan selama 2 bulan, dilanjutkan dengan INH

dan rifampisin.

Page 42: TB kutis referat.docx

Untuk mikobakterium atipikal seperti M.Scofuloceum, selain obat-obatan

yang telah disebutkan dapat diberikan inosiklin 2x100mg, tetrasiklin atau

eritromisin 4 atau 3 kali 500mg. Doksisiklin 2x100mg, kotrimoksasol dan

rifampisin digabung dengan INH serta amikasin.

Pengobatan pada anak dapat dibedakan berdasarkan kelompok klinis. Pada

anak dari segala usia yang tidak menunjukkan gejala penyakit dan diketahui telah

mempunyai infeksi tuberkulosis primer, tujuan pengobatan adalah menyingkirkan

penyebaran lesi dan membunuh kuman pada fokus primer serta kelenjar getah

bening yang terkait dengan kompleks primer.

Pengobatan terdiri dari Isoniasid 5mg/kgBB 1x sehari selama minimal 6

bulan. Mungkin dapat juga ditemukan anak tanpa tanda penyakit akan tetapi reaksi

tuberkulin positif kuat kebanyakan anak tersebut terkena infeksi primer dibawah

usia 5 tahun, kebanyakan para ahli berpendapat untuk mengobati dengan INH saja,

sehingga resiko penularan melalui darah lebih kecil.

Anak dengan penyakit paru atau tuberkulosis ekstra pulmonal seperti

tuberkulosis tulang atau sendi diobati dengan memberikan regimen selama 6 bulan

dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid selama 2 bulan pertama. Berikan obat

tersebut dalam doisi tunggal setiap hari sebelum makan.

Terapi Pembedahan

Pengobatan bedah pada tuberculosis kutis adalah terbatas. Lesi

hyperkeratosis dan verrukosa seperti lupus vulgaris dan tuberculosis verukosa kutis

diterapi dengan electrosurgery, cryosurgery, dan kuretase dengan electrodesiccation

sebagai terapi tambahan dan terapi farmakologi sebagai terapi primer.

Page 43: TB kutis referat.docx

Pada kasus Scrofuloderma dengan melakukan eksisi kelenjar getah bening

akan tetapi perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti sebelumnnya untuk melihat

adanya keganasan. Tindakan eksisi pada keganasan dapat memperburuk penyakit.

Terapi pembedahan pada Scrofuloderma diindikasikan untuk kasus-kasus :

1.      Terapi dengan antituberkulosa gagal.

2.      Penderita scrofuloderma disertai penurunan kekebalan tubuh.

3.      Penderita scrofuloderma berulang.

4.      Penderita scrofuloderma disertai dengan penyakit lain yang berat.

5.      Penderita scrofuloderma yang mengenai anak-anak

Terapi Non Medika Mentosa

Edukasi yang perlu disampaikan kepada pasien :

1. Bahwa pengobatan penyakit ini dalam jangka waktu lama, dan kemungkinan

efek samping dari pengobatan.

2. Pasien dianjurkan untuk minum obat secara teratur dan kontrol teratur setiap

bulan jika obat habis selama jangka waktu pengobatan

3.   Menjaga hygene peroral.

Penatalaksanaan Tuberculosis dengan kondisi penyerta lain

1. Penyakit Hepar

Tidak terdapat  perubahan dosis terapi pada pasien dengan penyakit hepar,

kecuali penyakit hepar tersebut disebabkan oleh obat-obatan tuberculosis yang

diberikan. Beberapa penulis menyarankan untuk menghindari pemakaian

pirazinamid pada pasien dengan penyakir hepar, karena pirazinamid menjadi

Page 44: TB kutis referat.docx

penyebab tertinggi terhadap kejadian hepatitis yang distimulasi obat. Beberapa

penulis juga menyarankan untuk dilakukan pengetesan fungsi hepar sebagai

monitor pada penatalaksanaannya.

2. Kehamilan

Kehamilan sendiri bukan menjadi factor yang memperberat tuberculosis itu

sendiri. Rifampisin akan membuat fungsi kontrasepsi hormonal lebih rendah, jadi

perlu diberitahukan pada seseorang yang menjalani pengaturan kehamilan selama

terapi obat-obatan tuberculosis.

Tuberculosis dengan kehamilan yang tidak menjalani terapi akan

meningkatkan kejadian abortus dan kejadian fetal abnormality.  US guidelines

merekomendasikan batasan pemakaian pirazinamid pada terapi tuberculosis dengan

kehamilan, sedangkan UK guidelines dan WHO tidak ada perekomendasian

terhadap pemakaian pirazinamid. pemakaian pirazinamid pernah dilaporkan

mengenai kejadian toksisitasnya. Pemakaian rifampicin dengan dosis tinggi juga

dapat menyebabkan kejadian defek pada tabes neural pada hewan. Obat-obatan

tersebut juga dapat memicu kejadian hepatitis pada pasien dengan kehamilan dan

pada masa nifas. Hal yang dapat diberitahukan pada pasien adalah sebaiknya

menunda kehamilan hingga terapi tuberculosis telah komplit dilakukan.

3. Penyakit Ginjal

            Pasien dengan gangguan ginjal 10-30%  akan meningkatkan resiko untuk

mendapatkan tuberculosis. Pasien dengan penyakit ginjal yang mendapat terapi

imunosupresif  atau yang akan dilakukan transplantasi harus dipertimbangkan

untuk mendapat terapi untuk tuberculosis laten.

Page 45: TB kutis referat.docx

Aminoglikosida (STM, kapreomisin dan amikasin) harus dihindari pada

pasien dengan gangguan ginjal ringan sampai berat karena meningkatkan resiko

kerusakan pada ginjal. Jika penggunaan aminoglikosida tidak bisa dihindari

(misalnya pada pengobatan tb yang resisten obat) maka kadar dalam serum harus

diawasi secara ketat dan pasien diminta untuk melaporkan setiap efek samping

yang terjadi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir dan ginjal yang tersisa sudah

tidak memiliki fungsi lagi, aminoglikosida bisa digunakan tapi dengan syarat kadar

obat dapat dengan mudah dimonitor (seringkali hanya kadar amikasin yang dapat

diukur).

Jika gangguan ginjal ringan, tidak ada perubahan pada dosis obat-obatan

lain yang digunakan rutin pada terapi tb. Pada insufisiensi ginjal yang berat (GFR

<30), penggunaan terapi EMb diberikan dengan dosis setengahnya (atau dihindari

sekaligus). Dosis PZA 20 mg/kg/hari (rekomendasi di Inggris) atau ¾ dosis normal

(rekomendasi USA), tapi evidence yang ada tidak banyak untuk mendukung data

ini.

Apabila 2HRZ/4HR digunakan pada pasien dengan dialysis, obat harus

diberikan tiap hari selama awal high-intensity phase. Pada fase lanjutan, obat

diberikan pada akhir setiap sesi hemodialisis dan obat tidak diberikan pada hari non

dialysis.

4. HIV

            Pada pasien dengan HIV , terapi HIV akan ditunda hingga terapi untuk

Tuberculosis terselesaikan. Panduan penatalaksanaan berdasarkan British

Association adalah :

1. Jika CD +4 lebih dari 200 :  terapi HIV ditunda hingga terapi terhadap Tb

Page 46: TB kutis referat.docx

terselesaikan (6 Bulan)

2. Jika CD +4 100-200 : terapi HIV ditunda hingga 2 bulan terapi terhadap

tuberculosis terselesaikan.

3. CD +4 < 100 : pada keadaan ini menjadi tidak begitu jelas dan

penatalaksanaan masih menjadi pertanyaan besar.

Jika penatalaksanaan HIV  harus segera dilakukan dan pada saat tersebut

pasien masih menjalani terapi terhadap Tuberculosis, secara umum tidak terdapat

terdapat interaksi secara signifikan antara obat untuk terapi HIV dan tuberculosis.

Nevirapin sebaiknya tidak digunakan bersama rifampisin. Efavirenz mungkin dapat

digunakan, tetapi dosis harus berdasarkan berat badan pasien (600 mg perhari jika

berat badan kurang dari 50 kg ; jika berat badan > 50 kg 800 mg/hari).

Level efavirens harus di lakukan pengecekan awal akan dilakukannya terapi.

Protease inhibitor seharusnya dicegah sebisa mungkin, pasien dengan pengobatan

rifampisin dan protease inhibitor dapat meningkatkan resiko kegagalan terapi

ataupun kekambuhan. WHO menghimbau untuk tidak menggunakan Thioacetazone

pada pasien HIV, karena 23% mampu meningkatkan resiko kejadian dermatitis

eksfoliata.

5. Epilepsy

Penggunaan Isoniazid dihubungkan dengan peningkatan resiko terhadap

kejadian kejang. Piridoksin 10 mg/hari harus diberikan terhadap kejadian semua

epilepsy  yang sedang mendapatkan terapi isoniazid.  Tidak terdapat bukti yang

nyata bahwa isoniazid mampu mengakibatkan kejadian kejang pada pasien.

Terapi terhadap tuberculosis mampu berinteraksi dengan obat-obatan anti

epilepsy dan mampu meningkatkan kadar obat dalam serum. Terdapat suatu

Page 47: TB kutis referat.docx

interaksi yang serius antara rifampisin dan carbamazepin, rifampisin dan phenitoin,

dan rifampisin dengan asam valproat.

Prognosis

Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang telah

disebutkan, Prognosisnya baik.

Page 48: TB kutis referat.docx

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tuberkulosis kutis adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang

disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Sifat dari kuman ini adalah

aerob dan tahan asam. Tuberkulosis kutis ini umumnya menyerang orang-orang

yang mempunyai imunitas rendah. Kuman ini dapat menginfeksi dengan 6 cara

baik itu langsung melalui kulit ataupun penjalaran melalui organ tubuh lainnya.

Klasifikasinya dapat dibedakan menjadi tuberkulosis sejati dan tuberkuloid, dimana

tuberkulosis sejati ada yang primer dan sekunder, sedangkan jenis dari tuberkuloid

ada yang dalam bentuk granuloma dan ulseronodulus. Pada umumnya, gambaran

dari TB kutis ini adalah pada epidermisnya tampak adanya hiperkeratosis dan

akantosis. Diagnosis tuberkulosis kutis ini berdasarkan atas anamnesa riwayat TB,

pemeriksaan klinik umum, dan dermatologi. Diperlukan juga pemeriksaan BTA

dan kultur. Formula untuk pengobatan TB kulit ini adalah 2 HRZE. Prognosis dari

penyakit ini baik apabila pasien bersedia menjalani terapi tanpa putus obat dan

dengan tetap menjaga kebersihan badan dan lingkungan sekitarnya.

Page 49: TB kutis referat.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi, Tuberkulosis kutis, Dalam Djuanda, Adhi., Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005. Pages: 64-72

2. Kerdel F.A., Jimenez-Acosta A., Dermatology: Just the fact. USA: McGraw-Hill

Inc. 2003. Pages: 85-86

3. Siregar R.S., Atlas berwarna saripati penyakit kulit, edisi kedua. Jakarta: EGC.

2005. Pages: 173-179

4. Arnold, Harry,L., Odom, Richard,B., James, William,D. Andrew’s DiseaseOf

The Skin. Clinical Dermatology 8th ed. Philadelphia. W.B.Saunders Co. 1990.

Pages: 375-384

5. Fitzpatrick, Thomas,B., Johnson,Richard, Alen., Wollf, Klaus., Polano,

Machiel,K., Suurmanol, Dick. Color Atlas Synopsis Of Clinical Dermatology.

Common And Serious Disease 3rd ed. USA. McGraw Hill Co. 1997. Pages:

664-668

6. AN. Mycobacterial Skin Infections Tuberculosis of The Skin.

http://www.drmhijazy.com/english/chapters/chapter07.htm#54

7. Olawunmi A. Fatusi, Olaniyi Onayemi, Kehinde E. Adebiyi, Victor A.

Adetiloye, Foluso J. Owotade, Olumayowa A. Oninla. Tuberkulosis Cutis

Orificialis (TBCO)/Lupus Vulgaris (LV): Simultaneous Occurrence And Review

Of The Literature. The Internet Journal of Infectious Diseases. 2005. Volume 4

Number 2

Page 50: TB kutis referat.docx

8. Lebwohl M.G., Heymann W.R., Berth-Jones J., Coulson I., Treatment of Skin

Disease: Comprehensive and Theraupetic Strategis. USA: Mosby Inc. 2002.

Pages: 640-641

9. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.,

Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Jakarta. 2000. Pages: 234-236