Tax Planning Pph 21

download Tax Planning Pph 21

of 15

description

pph

Transcript of Tax Planning Pph 21

MANAJEMEN PERPAJAKAN

TAX PLANNING DAN PENGENDALIAN ATAS PASAL 21

Kelompok 2:

Putu Mudyasani Sudarma D (1406325006)

Ni Made Marlita Puji Astuti(1406325008)

Komang Agung Surya Parimana(1406325012)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2015TAX PLANNING DAN PENGENDALIAN ATAS PASAL 21

Perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap (karyawan) bukanlah pekerjaan sederhana mengingat sifatnya yang subjektif dan variatif. Subjektif melibatkan kondisi dari karyawan terkait dengan berbagai status yang melekat kepadanya, antara lain: Status PTKP (TK/0 sampai dengan K/3) dan Status NPWP. Variatif melibatkan berbagai jenis dan sifat penghasilan yang diterima atau diperoleh karyawan. Variasi ini antara lain disebabkan karena setiap perusahaan dapat menetukan kebijakan terkait dengan remunerasi karyawannya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan ketenagakerjaan. Pedoman teknis untuk menghitung PPh Pasal 21 karyawan tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.1. Kompensasi Karyawan: Tunai vs NaturaKompensasi kepada karyawan yang diberikan oleh perusahaan digolongkan sebagai beban pegawai. Dalam menentukan apakah Biaya Pegawai boleh dibebankan sebagai biaya (Deductable Expense) atau tidak boleh dibebankan sebagai biaya (Non Deductable Expense), ketentuan umum yang harus kita perhatikan adalah Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh (UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008).

Pasal 6 UU PPh adalah pasal yang menyebutkan biaya-biaya yang DE sedangkan Pasal 9 UU PPh adalah pasal yang menyebutkan beberapa jenis biaya yang NDE. Dari kedua pasal itu, kita bisa memetik kesimpulan umum bahwaperlakuan PPh terkait dengan Biaya Pegawai tersebut adalah:

a). untuk beban pegawai yang uangnya diberikan secara langsung kepada pegawai, pada umumnya boleh dibebankan sebagai biaya di SPT Tahunan PPh perusahaan (DE). Ini dapat dilihat pada Pasal 6 ayat (1)huruf a UU PPh yang menyatakan sebagai berikut:

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk: upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikandalam bentuk uang.b). untuk beban pegawai yang diberikan secara langsung kepada pegawai tetapi diberikan dalam bentuk barang atau fasilitas, pada umumnya tidak boleh dibebankan sebagai biata di SPT Tahunan PPh perusahaan (NDE). Penegasan ini dapat dilihat pada Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh yang menyatakan bahwa:Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikandalam bentuk natura dan kenikmatanDalam hal ini yang dimaksud dengan natura adalah bentuk kompensasi barang seperti tunjangan dalam bentuk beras dan sembako, dlsb, sedangkan yang dimaksud dengankenikmatanadalah dalam bentuk fasilitas seperti fasilitas mess karyawan, fasilitas pengobatan, fasilitas penggunaan ponsel/HP, dlsb.c). untuk Beban Pegawai yang uangnya diberikan kepada pihak ketiga (tidak kepada pegawai), pada umumnya tidak tidak boleh dibebankan sebagai biaya di SPT Tahunan PPh perusahaan (NDE). Ini sama dengan poin b di atas. Dalam hal ini belanja Beban Pegawai yang uangnya diberikan kepada pihak ketiga untuk menyediakan keperluan dan kebutuhan karyawan, termasuk dalam kategorikenikmatanatau fasilitas bagi karyawan.2. Gross Method, Net Method, dan Gross-Up MethodSalah satu kewajiban perusahaan atau pemberi kerja adalah memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 atas gaji dan penghasilan lainnya yang mereka bayarkan kepada pegawai atau karyawannya. Dalam hal ini ada pilihan bagi para pemberi kerja tersebut, memotong langsung dari gaji karyawan atau membantu karyawan dan pegawainya dengan cara menanggung PPh Pasal 21 yang terutang. Pilihan untuk menanggung beban PPh 21 karyawan tentunya membutuhkan analisa komprehensif yang tidak hanya melibatkan divisi HRD namun juga melibatkan divisi pajak agar pengeluaran terkait dengan PPh Pasal 21 dan PPh Badan menjadi optimal. Ada beberapa alternatif pembebanan yang dapat diambil oleh perusahaan, antara lain:a). Metode Gross (Gross Method)Metode ini membebankan PPh Pasal 21 kepada karyawan. Jadi, karyawan menanggung beban pajaknya sendiri sehingga penghasilan yang diterima karyawan akan berkurang sebesar PPh Pasal 21 yang dipotong oleh perusahaan. Berikut adalah ilustrasi sederhana penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode gross:

b). Metode Net (Net Method)Dalam metode ini, perusahaan menanggung beban pajak karyawan baik sebagian maupun seluruhnya dalam bentuk benefit in kind (BIK). Karyawan menerima penghasilannya secara utuh tanpa adanya pengurangan PPh Pasal 21, kecuali jika perusahaan menanggung hanya sebagian. Pemilihan metode ini memerlukan analisa komprehensif karena selain menjadi beban, pengeluaran perusahaan untuk menanggung PPh Pasal 21 karyawan tidak dapat dibebankan secara fiskal dalam menghitung PPh Badan. Penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode net tidak berbeda dengan metode gross. Perbedaannya ada pada saat perusahaan menghitung take home pay untuk keperluan pembuatan slip gaji atau keperluan payroll lainnya. Berikut adalah ilustrasi sederhana penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode net:

c). Metode Gross-Up (Gross-Up Method)Perusahaan menanggung beban pajak karyawan baik sebagian maupun seluruhnya dengan cara memberikan tunjangan pajak. Pemberian tunjangan pajak sifatnya sama dengan tunjangan lainnya. Penghasilan yang bersangkutan akan bertambah dengan diberikannya tunjangan pajak. Jika perusahaan sedang mengalami kerugian, tentu saja pilihan ini tidak menguntungkan karena beban yang harus dipikul oleh perusahaan menjadi semakin besar mengingat tunjangan pajak akan menambah penghasilan karyawan. Berikut adalah ilustrasi sederhana penghitungan PPh Pasal 21 dengan metode gross-up:

3. Konsep Taxable dan Deductible Terkait Dengan Unsur-Unsur BiayaPerlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Tenaga Kerja

Secara umum taxable biasanya ditujukan untuk pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh orang atau badan tanpa melihat dari mana penghasilan tesebut dipeoleh (sumbe penghasilan). Deductible adalah biaya yang diakui oleh pajak, biasanya ditunjukan kepada beban/ biaya yang menurut ketentuan menjadi penguang penghasilan buto. Prinsip taxable diatur di Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Sedangkan prinsip deductible diatur di Pasal 6 UU PPh. Sementara itu, prinsip nontaxable diatur di Pasal 4 ayat (3) UU PPh, dan prinsip nondeductible diatur di Pasal 9 UU PPh. Sedangkan untuk melihat suatu penghasilan yang taxable tersebut dikenai pajak apa, kita harus melihat setiap pasal yang mengaturnya, misalnya di Pasal 15, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, maupun Pasal 29 UU PPh.

Bagi Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha, salah satu biaya yang pasti ada adalah biaya tenaga kerja atau biaya karyawan. Jika lihat dalam konteks Pajak Penghasilan, ada dua pihak yang terlibat terkait dengan kewajiban Pajak Penghasilan. Yang pertama adalah Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi sebagai pemberi kerja. Biaya tenaga kerja terkait langsung dengan Pajak Penghasilan terutang karena biaya tenaga kerja adalah salah satu unsur biaya yang menentukan jumlah pajak terutang. Yang kedua, adalah karyawan sebagai penerima penghasilan. Biaya karyawan yang dibayarkan oleh pemberi kerja merupakan penghasilan yang bisa menjadi objek atau bukan objek pemotongan PPh Pasal 21. Jika dilihat dari kedua pihak, biaya tenaga kerja dapat digolongkan menjadi empat bagian.a). Bagi Perusahaan Deductible Expense, Bagi Karyawan Taxable IncomeDalam kelompok ini, biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan terutang (deductible) dan bagi karyawan, biaya tenaga kerja ini merupakan penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 21 (taxable income). Pada umumnya, biaya-biaya di sini adalah imbalan kepada karyawan dalam bentuk uang, yaitu :

Gaji pokok, uang lembur, THR

Tunjangan : makan, transportasi, PPh 21, pengobatan, perumahan

Premi asuransi pegawai dibayar perusahaan

Penggantian pengobatan, pemberian uang sewa rumah, uang cuti

Pemberian uang, selain pembagian laba

b). Bagi Perusahaan Non Deductible Expense, Bagi Karyawan Non Taxable IncomeDalam kelompok ini, juga masih berlaku prinsip deductible taxable. Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini adalah :

Pemberian dalam bentuk natura

Pemberian pakaiaan, kecuali berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerjaan

Pengobatan cuma-cuma

Cuti ditanggung perusahaan

PPh 21 ditanggung perusahaan

Sebagian penyusutan, biaya perbaikan, biaya pemeliharaan serta bahan bakar atas kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang pegawai tertentu.

c). Bagi Perusahaan Non Deductible Expense, Bagi Karyawan Taxable IncomeBiaya dalam kelompok ini adalah pembagian laba perusahaan kepada pegawai dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti :

Jasa produksi Jasa prestasi Tantiem Gatifikasi Bonusd). Bagi Perusahaan Deductible Expense, Bagi Karyawan Non Taxable IncomeBiaya yang termasuk dalam kelompok ini adalah berupa imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu seperti : Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di lokasi bekerja tiidak ada tempat tinggal yang dapat disewa Makanan dan minuman bagi pegawai, sepanjang di lokasi bekerja tidak ada tempat penjualan makanan/minuman Pelayanan kesehatan, sepanjang di lokasi bekerja tidak ada sarana kesehatan misalnya poliklinik atau rumah sakit Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di lokasi bekerja tidak ada sarana pendidikan yang setara Pengangkutan bagi pegawai di lokasi bekerja, pengangkutan anggota keluarga untuk pertama kali dan pengangkutan pegawai dan keluarganya sehubungan terhentinya hubungan kerja Olah raga bagi pegawai dan keluarganya sepanjang di lokasi bekerja tidak tersedia sarana tersebut, kecuali sarana olah raga golf, boating dan pacuan kudaTermasuk pula dalam kelompok ini adalah pemberian natura dan kenikmatan sehubungan dengan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan dan kerkaitan dengan situasi lingkungan seperti : pakaian dan peralatan pemadam kebakaran

pakaian dan peralatan proyek

pakaian seragam pabrik

pakaian seragam satpam

makanan, minuman, penginapan awak kapal/pesawat

antar jemput pegawai

pakaian seragam pegawai hotel

pakaian penyiar TV

makanan tambahan untuk operator komputer/pengetik

makan/minum cuma-cuma pegawai restoran4. Rekonsiliasi objek PPh 21 dengan unsur-unsur biaya

Perlakuan perpajakan atas pemberian imbalan kepada karyawan berlaku prinsip umumdeductibility vs taxabilityataunon-deductibility vs non-taxability. Artinya pemberian imbalan dalam bentuk uang kepada karyawan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible) dan merupakan obyek PPh Pasal 21. Sedangkan pemberian dalam bentuk natura kenikmatan(fringe benefit) tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (nondeductible) dan bukan merupakan obyek PPh Pasal 21. Penyimpangan dari prinsip tersebut menyebabkan perbedaan antara obyek PPh Pasal 21 (SPT PPh Pasal 21) dengan biaya gaji upah yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (SPT Badan), yaitu :a. Pengobatan/kesehatan karyawan

Perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerja sama dengan rumah sakit tertentu (langganan) dan pengambilan obat juga dari apotik tertentu (langganan). Kondisi seperti ini dikategorikan sebagai natura/kenikmatan sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengobatan karyawan tidak dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto.

Karyawan diberi tunjangan kesehatan rutin baik sakit ataupun tidak.

Karyawan diperkenankan berobat ke rumah sakit atau dokter atas nama karyawan atau keluarganya, membayar terlebih dahulu kemudian oleh perusahaan diberi penggantian.Jika penggantian memenuhi syarat-syarat: tidak ada mark-up atau mark-down, bukti asli diserahkan ke peruashaan, bukti atas nama perusahaan atau atas nama karyawan dan keluarganya (qq. atas nama perusahaan) dan diatur dalam kontrak kerja karyawan, maka esensinya merupakan natura dan tidak boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam laporan laba rugi fiskal perusahaan. Kecuali penggantian tersebut kemudian dicatat sebagai penghasilan karyawan dan dikenakan PPh pasal 21 (konsep taxibility-deductibilty).

Karyawan diikutkan asuransi kesehatan, sehingga klaim jika sakit dilakukan pihak rumah sakit kepada perusahaan asuransi.b. Pembayaran asuransi untuk pegawai

Premi ditanggung perusahaan.

Premi ditanggung karyawan yang bersangkutan.

Premi sebagian ditanggung perusahaan, sebagian ditanggung karyawan. Jika premi asuransi karyawan tersebut dibayarkan kepada perusahaan asuransi yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan, maka atas pengeluaran untuk pembayaran premi asuransi karyawan tersebut dapat diakui menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expenses).c. Iuran pensiun/THT/JHT

Iuran pensiun atau tunjangan hari tua yang ditanggung perusahaan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto bagi perusahaan sedangkan bagi karyawan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21. Syarat bahwa iuran tersebut dibayarkan ke perusahaan dana pensiun yang telah disyahkan oleh Menteri Keuangan (pasal 6 UU PPh).

Iuran ditanggung karyawan yang bersangkutan, tentu menjadi pengurang penghasilan bagi karyawan. Sehingga PPh pasal 21 yang dipotong atas penghasilan karyawan akan berkurang.

d. Rumah dinas/mess karyawan

Perusahaan menyediakan rumah dinas/mess yang dibuat atau dibeli oleh perusahaan atau disewakan oleh perusahaan. Kondisi seperti ini dapat dikategorikan sebagai natura/kenikmatan yang diterima oleh karyawan sehingga biaya-biaya sehubungan dengan pengadaan rumah dinas/mess tersebut tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto (non-deductible expenses). Berdasarkan SE-42/PJ.23/1984 biaya-biaya tersebut tidak boleh lebih kecil dari biaya eksploitasi atau beban penyusutan rumah dinas/mess karyawan tersebut. Sehingga biaya ekploitasi rumah dinas/mess karyawan dan beban penyusutan menurut surat edaran tersebut dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto.

Perusahaan memberikan penggantian uang sewa rumah dinas yang dibayar oleh karyawan. Penggantian ini dimasukkan ke dalam tunjangan perumahan bagi pegawai, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto.

Perusahaan memberikan tunjangan perumahan yang dibayarkan secara rutin tiap bulan dalam slip gaji. Karena bagi karyawan dikenakan PPh pasal 21, maka di pihak perusahaan dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto.

e. Transportasi untuk karyawan

Karyawan diantar jemput khusus dengan mobil perusahaan. Biaya eksploitasi dan penyusutan kendaraan boleh diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) meskipun bukan merupakan penghasilan bagi karyawan (mengacu ke Surat Dirjen Pajak No. 1215/PJ.23/1984 jo UU No. 36 Tahun 2008 penjelasan pasal 9 ayat (1) huruf e).

Perusahaan memberikan tunjangan transportasi. Merupakan deductibleexpenses karena merupakan penghasilan bagi karyawan yang dikenakan PPh pasal 21.

Kendaraan dinas dikuasakan kepada pegawai tertentu dan dibawa pulang. Biaya penyusutan dan biaya eksploitasi kendaraan boleh dijadikan pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) sebesar 50% dari total biaya (sesuai dengan Kep DJP No. KEP-220/PJ./2002). Apabila pada posisi jabatan tertentu diberikan kendaraan, agar biaya tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dapat diatasi dengan cara: kepada karyawan yang menguasai kendaraan diberi pinjaman (car loan) seharga mobil yang diperuntukkannya, setiap bulan karyawan teresbut diberi tunjangan transport setelah dikurangi PPh pasal 21 yang diperlakukan sebagai unsur piutang pegawai yang bersangkutan. Masalah lain yang dapat timbul adalah berkaitan dengan biaya operasional kendaraan seperti bensin, penggantian oli, dan sebagainya. Jika melihat ketentuan KEP-220 tersebut semestinya yang dapat diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi hanya sebesar 50% dari total biaya yang dikeluarkan.f. Pakaian kerja karyawan

Pemberian pakaian kepada karyawan dapat dikategorikan sebagai natura/kenikmatan. Namun demikian pemberian natura/kenikmatan yang merupakan keharusan atau diwajibkan oleh pemerintah dalam lingkungan pekerjaan, maka natura/kenikmatan tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto meskipun bagi pegawai tidak dianggap sebagai penghasilan yang dipotong PPh pasal 21.Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan ini berkaitan dengan keamanan atau keselamatan kerja yang biasanya diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau oleh Pemerintah Daerah setempat, termasuk pakaian dan peralatan bagi pegawai pemadam kebakaran, pakaian proyek, pakaian seragam buruh pabrik, pakaian SATPAM atau HANSIP, dan penginapan untuk awak kapal/pesawat, serta antar jemput pegawai (mengacu ke Kep DJP No. KEP-213/PJ./2001).

Pakaian kerja yang diwajibkan, untuk satpam, pegawai hotel, pilot, buruh, pakaian keselamatan kerja, pegawai bank.

Pakaian kerja karyawan pada umumnya.g. Pemberian Natura lainnya Untuk Karyawan

Biaya dalam rangka perjalanan dinas perusahaan seperti misalnya biaya transportasi, hotel, dan sebagainya merupakan biaya yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible expenses) dan bukan merupakan penghasilan karyawan, sepanjang jumlahnya tidak mengandung unsur-unsur untuk kepentingan pribadi seperti diatur dalam Surat Dirjen Pajak No. S-1215/PJ.23/1984.h. Bonus dan Jasa Produksi

Bonus dan jasa produksi kepada karyawan merupakan biaya perusahaan (deductible expenses) apabila dibebankan dalam tahun berjalan.

Apabila bonus, gratifikasi dan jasa produksi yang dibayarkan kepada karyawan dan direksi dibebankan ke laba ditahan (Retained Earning) bukan merupakan biaya perusahaan (non-deductible expenses).

Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris dari pemegang saham yang didasarkan pada prosentase tertentu dari laba perusahaan, tidak dapat dijadikan biaya perusahaan dan bagi penerimanya merupakan penghasilan dan dikenakan PPh pasal 21.Pembayaran gaji, bonus, jasa produksi yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham yang juga menjadi komisaris, direksi, atau pegawai, tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan (non-deductible expenses). Pembayaran tantiem seperti ini merupakan dividen sehingga dipotong PPh pasal 23/26 (mengacu Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-16/PJ.44/1992)i. Pemberian Natura di Daerah Terpencil

Pemberian natura/kenikmatan di daerah terpencil diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-213/PJ/2001. Pengertian daerah terpencil adalah:

Daerah yang mempunyai potensi ekonomi yang layak dikembangkan namun daerah tersebut sulit dijangkau karena sangat terbatasnya sarana angkutan umum baik melalui darat, laut dan udara, serta sarana prasarana lainnya tidak tersedia. Sehingga untuk menjalankan usahanya para penanam modal harus menyediakan sendiri sarana prasarana sosial ekonomi dimaksud, misalnya fasilitas jalan, perumahan, listrik dan air bersih

Daerah perairan laut dengan kedalaman lebih dari 50 meter yang didasar lautnya memiliki cadangan mineral.

Natura dan kenikmatan yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah:

Tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan keluarganya sepanjang lolasi pekerjaan tersebut tidak ada tempat tinggal yang dapat disewa.

Pelayanan kesehatan, sepanjang di lokasi pekerjaan tersebut tidak terdapat pelayanan kesehatan.

Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya sepanjang di lokasi pekerjaan tersebut tidak terdapat sarana pendidikan yang setara. Pengangkutan bagi pegawai di lokasi kerja. Untuk pengangkutan bagi keluarga terbatas pada pengangkutan sehubungan dengan kedatangan pertama ke lolasi kerja dan kepergian pegawai dan keluarganya karena berhentinya hubungan kerja. Olah raga bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang di lokasi pekerjaan tidak terdapat sarana yang dimaksud. Sarana olahraga ini tidak termasuk boating, golf dan pacuan kuda.BEDA TETAP DAN BEDA WAKTU .

a. Beda Tetap / Permanen :

Beda Tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya menurut akuntansi dan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Beda tetap mengakibatkan laba / rugi menurut akuntansi ( pre tax income) berbeda secara tetap dengan Laba Kena Pajak menurut fiskal ( taxable income ). Beda Tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal- hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak :1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final ( Pasal 4 ayat (2) UU PPh ).2. Penghasilan yang bukan obyek pajak ( Pasal 4 ayat (3) UU PPh )

3. Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan serta pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau jumlahnya melebihi kewajaran ( Pasal 9 ayat (1) UU PPh).

b.Beda Waktu / Sementara :

Sesuai namanya, beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya.Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara pajak dengan akuntansi dalam hal :Akrual dan realisasi., Penyusutan dan amortisasi., Penilaian persediaan, Kompensasi kerugian fiskal.Referensi:https://armuhammad.wordpress.com/2011/11/21/ditanggung-atau tunjangan-pph-mana-yang-menguntungkan/

http://ortax.orghttp://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/perlakuan-pajak-penghasilan-atas-biaya-tenaga-kerja.htmlwww.indonesiataxkonsultan.com