Tax Planning Makalah

32
2. Capital Expenditure versus Reveneu Expenditure Pengeluaran modal atau yang juga dikenal dengan istilah capex (capital expenditure) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap, menambah kapasitas output aktiva tetap, menambah tingkat ke-efisiensi-an aktiva tetap, juga memperpanjang umur ekonomis suatu aktiva tetap (manfaat ekonomisnya lebih dari satu tahun buku). jika kita lihat dari tingkat material, biasanya biaya biaya ini dikeluarkan dalam nominal yang cukup material. dan tingkat keseringan pengeluaran modal ini jarang terjadi. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan dalam pembelian aktiva tetap, biaya biaya yang dikeluarkan dalam pembelian salah satu atau lebih komponen aktiva tetap, ataupun biaya penggantian komponen komponen aktiva yang perlu diganti dengan maksud agar mendapatkan manfaat ekonomis dimasa yang akan datang akan pengeluaran tersebut, meningkatkan kapasitas produksi maupun tingkat efisiensi serta juga bisa memperpanjang umur ekonomis atau masa manfaat atas aset tetap. Semisal, pembelian mesin produksi, pembelian komponen mesin produksi, mengupgrade kapasitas mesin produksi, yang rata rata jumlah yang dikeluarkan untuk itu sangat material. Jadi, pengeluaran modal merupakan pengeluaran yang tidak dibabankan pada saat periode pengeluaran itu terjadi melainkan di Kapitalisasi sebagai aset tetap dalam Neraca . karena pengeluaran pengeluaran ini diharap memberikan suatu manfaat untuk perusahaan

Transcript of Tax Planning Makalah

Page 1: Tax Planning Makalah

2. Capital Expenditure versus Reveneu Expenditure

Pengeluaran modal atau yang juga dikenal dengan istilah capex (capital expenditure) merupakan

biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap, menambah kapasitas output aktiva tetap,

menambah tingkat ke-efisiensi-an aktiva tetap, juga memperpanjang umur ekonomis suatu aktiva

tetap (manfaat ekonomisnya lebih dari satu tahun buku). jika kita lihat dari tingkat material,

biasanya biaya biaya ini dikeluarkan dalam nominal yang cukup material. dan tingkat keseringan

pengeluaran modal ini jarang terjadi.

Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan dalam pembelian aktiva tetap, biaya biaya yang

dikeluarkan dalam pembelian salah satu atau lebih komponen aktiva tetap, ataupun biaya

penggantian komponen komponen aktiva yang perlu diganti dengan maksud agar mendapatkan

manfaat ekonomis dimasa yang akan datang akan pengeluaran tersebut, meningkatkan kapasitas

produksi maupun tingkat efisiensi serta juga bisa memperpanjang umur ekonomis atau masa

manfaat atas aset tetap.

Semisal, pembelian mesin produksi, pembelian komponen mesin produksi, mengupgrade

kapasitas mesin produksi, yang rata rata jumlah yang dikeluarkan untuk itu sangat material.

Jadi, pengeluaran modal merupakan pengeluaran yang tidak dibabankan pada saat periode

pengeluaran itu terjadi melainkan di Kapitalisasi sebagai aset tetap dalam Neraca. karena

pengeluaran pengeluaran ini diharap memberikan suatu manfaat untuk perusahaan di masa yang

akan datang. kemudian, secara periodik, Aset Tetap ini dialokasikan sebagai beban penyusutan

pada periode mendatang.

Pengertian revenue expenditure atau pengeluaran pendapatan adalah pengeluaran/biaya biaya

yang hanya memberikan manfaat ekonomis pada saat periode berjalan terjadinya pengeluaran.

pengeluaran ini tidak dikapitalisasi sebagai aset tetap pada neraca tetapi langsung dibebankan

pada laporan laba/rugi periode berjalan.  dilihat dari nilai materialitasnya, pengeluaran

pendapatan ini cenderung kecil nilainya, alias tidak material bagi perusahaan. manfaat

ekonomisnya tidak lebih dari satu tahun buku. tingkat, pengeluaran ini biasanya juga sering

terjadi dalam operasional perushaan dan berulang ulang.

Page 2: Tax Planning Makalah

Contohnya seperti pengeluaran pemeliharaan mesin, pembersihan mesin, melumasi mesin agar

bisa beroperasi seperti biasanya, pengeluaran pengeluaran seperti ini biasanya tidak membuat

umur ekonomis mesin bertambah, juga tidak bisa meningkatkan kapasitas produksi mesin

maupun tingkat efisiensinya dan nominal yang dikeluarkan cenderung tidak material dibanding

perolehan mesin itu sendiri. pengeluaran seperti ini berulang terjadi dan pencatatannya langsung

dibebankan pada periode tersebut.

Namun, jika seandainya ada salah satu komponen mesin yang rusak, misal ada beberapa kabel

yang harus diganti atau plank yang harus di las dan kerusakannya tidak sampai membuat turun

mesin, nilainya tidak material, maka pengeluaran ini dicatat sebagai beban perbaikan. tidak

dikapitalisasi.

Revenue expenditure adalah cadangan uang yang digunakan oleh pendirian untuk

mengembangkan atau meningkatkan aset fisik seperti peralatan, bangunan industri atau properti.

Operasi pendirian sebuah mencakup segala sesuatu dari membangun struktur ke bagian

perbaikan bangunan.

Setiap pendirian usaha jumlah yang cukup menimbulkan beban untuk terus mempertahankan

operasi bisnis itu. Ada dua kategori besar dari pengeluaran bisnis perusahaan dapat dikenakan..

Kategori pertama pengeluaran bisnis terdiri dari item yang dikeluarkan untuk menjalankan

operasi sehari-hari pendirian. Contoh operasi sehari-hari termasuk pengeluaran atas sewa yang

terjadi, biaya pabrik, pembayaran gaji kepada karyawan, biaya administrasi dan komisi

penjualan.

Kategori kedua terdiri pengeluaran aset dibeli oleh perusahaan. Hal ini menyebabkan

peningkatan produktivitas dan efisiensi ditingkatkan pembentukan. Beberapa contoh penting dari

pengeluaran semacam ini termasuk pembelian peralatan otomatisasi kantor, pembelian

kendaraan kantor, pembelian peralatan mebel dan komputer.

Page 3: Tax Planning Makalah

3. Pemilihan Metode Persediaan

Persediaan adalah aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal; dalam proses

produksi dan atau dalam perjalanan; dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk

digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa (IAI, 2004). Persediaan merupakan aset

yang sangat penting, bagi perusahaan terutama perusahaan manufaktur, yang kegiatan utamanya

adalah menjual barang, sehingga dapat dikatakan bahwa persediaan menentukan kelangsungan

operasi utama perusahaan. Pemilihan metode akuntansi persediaan di Indonesia mengacu pada

PSAK No.14 (IAI, 2004) yang menyatakan bahwa diberlakukannya tiga metode akuntansi

persediaan yaitu metode first in first out (FIFO), metode rata-rata tertimbang (weighted average)

, dan last in first out (LIFO). Namun pada kenyataannya peraturan perpajakan di Indonesia

tentang pajak penghasilan hanya mengakui 2 metode yaitu metode FIFO dan metode rata-rata

tertimbang (weighted average). Perbedaan metode akuntansi persediaan yang diterapkan dalam

perusahaan akan mempengaruhi nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan, dan laba bersih

perusahaan. Dalam kondisi harga yang semakin meningkat, metode FIFO akan menghasilkan

nilai persediaan akhir yang tinggi dan harga pokok penjualan yang rendah, sehingga laba bersih

menjadi tinggi. Sebaliknya metode LIFO akan menghasilkan persediaan akhir yang rendah,

harga pokok penjualan yang tinggi, dan laba bersih yang rendah. Sedangkan metode rata-rata

tertimbang akan menghasilkan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan dan laba bersih

yang nilainya berada diantara metode FIFO dan metode LIFO.

Oleh karena itu, adanya perbedaan penggunaan metode akuntansi persediaan dalam laporan

keuangan perusahaan akan menghasilkan laporan keuangan yang berbeda juga. Cushing dan

LeClere (dalam Rustardy et al.,2004) mengatakan bahwa pemilihan metode pemilihan akuntansi

untuk persediaan merupakan suatu keputusan yang memerlukan banyak pertimbangan. Salah

satu alasannya yaitu adanya keinginan investor dalam kaitannya dengan market value perusahaan

dan return yang diharapkan oleh investor. Belkaoui (1993, dalam Mukhlasin, 2002)

mengemukakan bahwa pemilihan metode akuntansi perusahaan dianggap melekat dalam

keseluruhan masalah penelitian untuk memaksimalkan harga saham yang tergantung pada

adanya peluang investasi dan pembiayaan. Penelitian Anissa (2004) menguji analisis tentang

penerapan metode akuntansi persediaan dengan menggunakan sampel perusahaan yang listing

di Bursa Efek Jakarta periode 1997-2000. Hasil penelitian menemukan bahwa berdasarkan

metode discrimination approach, laporan laba rugi pada perusahaan yang menerapkan metode

Page 4: Tax Planning Makalah

akuntansi FIFO lebih mencerminkan market value perusahaan dibanding dengan laporan laba-

rugi pada perusahaan yang menerapkan metode rata-rata. Namun berdasarkan metode discerning

approach laporan laba rugi pada perusahaan yang menerapkan metode akuntansi rata-rata lebih

mencerminkan market value perusahaan dibanding dengan laporan laba-rugi pada perusahaan

yang menerapkan metode FIFO.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji metode akuntansi persediaan manakah, antara FIFO dan

rata-rata, yang paling mencerminkan market value perusahaan. Penelitian ini menggunakan

periode penelitian setelah masa krisis moneter yaitu tahun 2003-2005, sedangkan pada penelitian

Anissa (2004) menggunakan periode penelitian pada saat krisis yaitu tahun 1997-2000.

Penggunaan periode data yang berbeda diharapkan dapat memperkaya teori yang ada. Metode

discrimination approach dan discerning approach akan digunakan sebagai alat uji hipotesis

dalam penelitian ini sebagaimana yang digunakan oleh Anissa (2004). Penggunaan 2 metode

tersebut bertujuan untuk mempertegas hasil uji hipotesis dari penelitian ini.

Menurut Smith (1995, dalam Abdullah dan Djalil, 2004) persediaan merupakan salah satu unsur

aktiva yang paling aktif dalam perusahaan dan nilai investasi sumberdaya perusahaan ke

dalamnya sangat besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa persediaan merupakan aktiva yang

penting dalam kegiatan operasi perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus menentukan nilai

persediaan memadai guna memenuhi kelancaran kegiatan operasi perusahaan. Menurut Lee dan

Hsieh (1985, dalam Anissa, 2004) metode akuntansi persediaan adalah kebijakan pengukuran

yang digunakan sebagai media kontrak antar-economic agent yang berkaitan dengan persediaan.

Pemilihan metode akuntansi persediaan yang berbeda akan menghasilkan laba yang berbeda

juga. Menurut Kirkpatrick dan Speer (1998, dalam Anissa, 2004) menyatakan bahwa perubahan

metode akuntansi persediaan dipengaruhi oleh faktor konsistensi pelaporan, pengaruh pelaporan

laba pada tahun perubahan metode, dan pengaruh pajak.

Perusahaan dalam melakukan pemilihan metode akuntansi di Indonesia mengacu pada PSAK

No.14 yang memberi 3 alternatif metode akuntansi persediaan, yaitu metode First In First Out

(FIFO), metode rata-rata tertimbang (weighted average), serta metode Last In First Out (LIFO).

Metode-metode tersebut masing-mas ing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan

metode FIFO seiring dengan kondisi normal, dengan harga barang yang mengalami kenaikan

dari waktu ke waktu adalah (1) laba menggambarkan arus fisik persediaan, (2) nilai persediaan

akhir lebih mendekati current cost , dan (3) memberikan suatu nilai aproksimasi yang lebih tepat.

Page 5: Tax Planning Makalah

Selain mempunyai kelebihan, metode FIFO juga mempunyai kelemahan, yakni laba yang

dihasilkan dari penggunaan metode FIFO tidak mencerminkan keadaan sebenarnya karena

current cost tidak dibandingkan current revenue dalam perhitungan laba-rugi. Menurut Bernstein

& Wild (1998, dalam Abdullah dan Djalil, 2004) hal ini mengakibatkan terjadinya distorsi dalam

laba kotor dan laba bersih sehingga

timbul tambahan laba yang berasal dari perubahan harga yang disebut inflation profit

Penggunaan metode LIFO juga mempunyai kelebihan yaitu: (1) adanya keuntungan pajak, (2)

pengukuran laba yang lebih baik, (3) memperbaiki aliran kas, (4) adanya future earnings hedge ,

yaitu laba perusahaan pada masa yang akan datang tidak terpengaruh oleh penurunan harga.

Sedangkan kelemahan metode LIFO yaitu (1) memperkecil laba, (2)

penyajian persediaan di neraca terlalu rendah, (3) tidak mencerminkan arus fisik persediaan, (4)

tidak mengukur laba berdasarkan berdasarkan current cost , (5) adanya involuntary liguidation

(likuidasi terpaksa)

yaitu jika terjadi penurunan persediaan saat kemampuan perusahaan rendah, maka akan

menyebabkan laba yang dilaporkan tinggi, sehingga perusahaan juga harus membayar pajak

yang tinggi, dan (6) poor buying habits yaitu kebiasaan pembelian yang buruk, misal sebuah

perusahaan bisa membeli lebih banyak barang dan menandingkan pembelian tersebut dengan

pendapatan untuk memastikan bahwa biaya lama tidak dicatat sebagai beban (Kieso et al., 2002).

Menurut Cushing dan LeCLere (1992, dalam Syukriy dan Muslim, 2004), alasan utama

perusahaan memilih LIFO adalah adanya penghematan pajak yang diestimasi. Perusahaan yang

tidak menggunakan LIFO pada dasarnya disebabkan oleh adanya faktor lain yang tidak terlalu

jelas, bahkan sebagian besar sama sekali mengabaikan kemungkinan penghematan pajak.

Sedangkan pendekatan dengan metode rata-rata tertimbang menurut Ali dan Hartono (2000,

dalam Anissa, 2004) pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang realitis dan paralel

dengan arus barang, khususnya jika unit-unit ternyata bercampur-baur. Metode harga perolehan

rata-rata menetapkan harga persediaan berdasarkan harga perolehan rata-rata atas semua barang

yang sama yang tersedia selama satu periode. Pada sistem periodik, metode ini disebut teknik

rata-rata tertimbang (weighted average technique) dan pada sistem perpetual dikenal dengan

nama teknik rata-rata bergerak (moving average technique). Penggunaan metode rata-rata

biasanya didasarkan pada alasan kepraktisannya daripada alasan konseptual (Abdullah dan

Djalil, 2004). Menurut Smith (1995, dalam Abdullah dan Djalil, 2004) keterbatasan dari metode

Page 6: Tax Planning Makalah

ini yaitu nilai persediaan secara terus-menerus mengandung pengaruh dari cost paling awal dan

nilai-nilai tersebut dapat mempunyai lag yang signifikan di belakang current price dalam periode

yang mengalami perubahan harga yang sangat cepat, naik atau turun. Namun, Undang-Undang

No. 10 tahun 1994 pasal 10 ayat 6 hanya memperbolehkan wajib pajak untuk memilih metode

FIFO dan metode rata-rata. Adanya perbedaan antara PSAK dan Undang-Undang perpajakan

tersebut menyebabkan keengganan perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan metode

LIFO. Menurut Abdullah (1999, dalam Ali, 2001) hal itu diduga karena perusahaan merasa tidak

perlu untuk membuat perhitungan dua kali yaitu untuk tujuan pajak dan komersial.

6. Cadangan Piutang Tak Tertagih

Dalam praktik akuntansi terutama untuk basis akrual, timbulnya utang dan piutang merupakan

hal yang wajar  dan biasa terjadi. Untuk piutang, biasanya timbul karena kebijakan kredit dari

perusahaan dalam penjualan barang atau jasa perusahaan kepada pihak lain. Namun, terkadang

terjadi suatu keadaan tidak tertagihnya sebagian piutang oleh perusahaan, hal ini merupakan

konsekuensi dari kebijakan kredit yang biasanya dilakukan oleh perusahaan yang bertujuan

meningkatkan penjualan barang atau jasa perusahaan, Hendriksen dan Breda dalam Sugiri dan

Sumiyana (2005) mengungkapkan tidak tertagihnya piutang mencerminkan aliran keluar

(outflow) aktiva atau aset sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan (revenue). Oleh karena

itu, piutang tak tertagih dikategori sebagai biaya (expense). Meskipun begitu, terdapat pandangan

teoretis bahwa piutang tak tertagih (bad debt) diakui sebagai pengurang penjualan, serupa

dengan perlakuan potongan penjualan dan retur penjualan.

Untuk pengakuan kerugian dari piutang tak tertagih biasanya digunakan dua metode yaitu:

1. Metode cadangan, yang mengakui rugi piutang tak tertagih pada periode penjualan kredit

yang sedang berjalan dengan cara menaksir dan bukan pada saat periode dihapusnya

piutang.

2. Metode langsung, atau metode penghapusan langsung yang mengakui rugi pada saat telah

terjadi penghapusan piutang dengan mendebit Biaya Piutang tidak tertagih dan

Page 7: Tax Planning Makalah

mengkredit Piutang Usaha, namun metode ini hanya diperbolehkan apabila jumlahnya

tidak material.

Metode Cadangan

Untuk metode cadangan penaksiran jumlah piutang yang tidak dapat ditagih dilakukan pada

akhir periode ketika perusahaan akan menyusun laporan keuangan untuk digunakan pada periode

tersebut. Ada dua dasar yang biasa digunakan untuk menentukan jumlah kerugian piutang tak

tertagih, yaitu:

 1. Pendekatan Laporan Laba.

Pada pendekatan ini, perhitungan taksiran piutang tak tertagih mendasarkan pada penjualan

selama satu periode pelaporan. Untuk memperoleh jumlah taksiran biasanya dilakukan dengan

cara mengalikan prosentase tertentu, dengan jumlah penjualan pada periode tersebut. Untuk

memperoleh prosentase piutang tak tertagih dengan menggunakan cara menghitung

perbandingan piutang yang tak tertagih atau yang dihapus dengan jumlah penjualan tahun lalu

kemudian tinggal disesuaikan dengan periode yang berjalan. Secara logika piutang tak

tertagihmuncul karena penjualan kredit, oleh karena itu akan lebih baik jika piutang tak tertagih

dihitung dengan menggunakan dasar penjualan kredit. Namun pada praktiknya pemisahan antara

penjualan kredit dan debit dapat menimbulkan pekerjaan tersendiri, maka untuk praktisnya

prosentase piutang tak tertagih bisa menggunakan dasar jumlah penjualan periode berjalan.

Contoh: Penjualan kredit tahun 2013 adalah Rp 20juta. Berdasarkan pada pengalaman tahun-

tahun sebelumnya manajemen menaksir risiko piutang tak tertagih adalah 5% dari jumlah

penjualan kredit, sehingga biaya piutang tak tertagih untuk tahun 2013 adalah Rp 1 juta (5% x 20

juta). Jurnal penyesuaian untuk mencatat taksiran tersebut pada akhir tahun 2013 adalah:

Page 8: Tax Planning Makalah

Pendekatan laporan laba tidak memperhatikan saldo rekening cadangan piutang tak tertagih

sebelum penyesuaian, meskipun mungkin ada sisa saldo pada rekening cadangan piutang tak

tertagih yang berasal dari periode sebelumnya.

2. Pendekatan neraca atau laporan posisi keuangan

Pada pendekatan ini, cadangan piutang tak tertagih ditentukan dari saldo piutang akhir periode.

Cara perhitungan yang bisa dilakukan ada 3 cara yaitu (a) Jumlah taksiran piutang tak tertagih

dinaikan sampai prosentase tertentu dari saldo piutang akhir periode, (b) taksiran piutang tak

tertagih ditambah dengan prosentase tertentu dari saldo piutang, dan (c) jumlah taksiran piutang

tak tertagih dinaikkan hingga suatu jumlah yang dihitung dengan menganalisa umur piutang.

Jumlah taksiran piutang tak tertagih dinaikan sampai prosentase tertentu dari saldo

piutang akhir periode. Untuk memperoleh cadangan piutang tak tertagih yaitu dengan

mengalikan prosentase tertentu terhadap saldo piutang akhir periode, setelah itu hasil

perhitungan tadi dikurangi atau ditambah dengan saldo rekening piutang tak tertagih.

Misalkan pada 31 Des 2013 rekening piutang sebesar 20 juta dan rekening cadangan

piutang tak tertagih menunjukkan saldo kredit sebesar 250.000. Prosentase piutang tak

tertagih ditetapkan sebesar 5% dari saldo piutang. Maka jumlah yang akan dicatat pada

jurnal adalah sebesar 1.000.000 (5%x20 juta) dikurangi jumlah sisa saldo pada rekening

cadangan piutang tak tertagih (250.000) yaitu 750.000, dengan jurnal sebagai berikut.

Metode ini menghubungkan cadangan piutang tak tertagih dengan saldo piutang yang ada

sehingga menunjukkan jumlah piutang yang diharapkan dapat ditagih. Tapi jika melihat dari

Page 9: Tax Planning Makalah

sudut pandang laporan laba rugi maka metode tidak dapat menunjukkan berapa taksiran piutang

tak tertagih yang sebenarnya untuk periode ini, karena dalam perhitungannya dipengaruhi oleh

perhitungan cadangan piutang tak tertagih periode sebelumnya.

Cadangan ditambah dengan prosentase tertentu dari saldo piutang. Secara teknis tidak

jauh berbeda dengan metode sebelumnya, hanya saja pada metode ini hasil perkalian dari

prosentase piutang tak tertagih dengan saldo piutang langsung dicatat ke cadangan

piutang tak tertagih tanpa memperhatikan saldo yang telah ada sebelumnya. Jika dari data

diatas maka jurnal yang akan muncul adalah:

Jika sesuai dengan data diatas, pada rekening cadangan piutang tak tertagih terdapat saldo

sebesar Rp250.000 dari periode sebelumnya, lalu kemudian ditambah dengan cadangan piutang

tak tertagih periode sekarang Rp1.000.000 maka akan didapat total cadangan piutang tak tertagih

sebesar Rp1.250.000. Metode ini dapat menghubungkan piutang tak tertagih pada periode

berjalan dengan saldo piutang periode berjalan dan tanpa dipengaruhi perhitungan saldo

cadangan piutang tak tertagih dari periode sebelumnya.

Jumlah cadangan dinaikkan sesuai perhitungan analisa umur piutang. Metode ini

membutuhkan penelusuran dengan seksama rekening-rekening pembantu piutang dari

masing-masing individu atau pelanggan yang kemudian dikelompokkan menjadi dua,

yaitu yang belum menunggak dan yang menunggak atau melebihi jangka waktu kredit.

Selanjutnya rekening individu dan pelanggan menunggak kembali digolongkan

berdasarkan jangka waktu tunggakannya, misalnya kurang dari satu bulan, lalu satu

hingga dua bulan dan seterusnya. Setelah pengelompokkan berdasar umur tunggakan

maka langkah selanjutnya adalah menentukan besaran prosentase dari masing-masing

umur tunggakan atau piutang yang tak tertagih.

 

Page 10: Tax Planning Makalah

Dari perhitungan diperoleh jumlah Rp2.330.000 sebagai cadangan piutang tak tertagih, namun

jika di rekening cadangan piutang tak tertagih telah ada sisa saldo dari periode sebelumnya,

maka jumlah saldo dalam rekening cadangan piutang tak tertagih dapat dijadikan pengurang

untuk periode sekarang. Semisal dalam saldo rekening cadangan piutang tak tertagih terdapat

sisa dari periode sebelumnya sebesar Rp250.000 maka untuk rekening cadangan piutang tak

tertagih untuk periode sekarang sebesar Rp2.080.000 (Rp2.330.000-Rp250.000), jurnal yang

digunakan untuk mencatat adalah

Metode ini menunjukkan jumlah piutang yang dapat ditagih sesuai dengan kondisi yang berlaku

sekarang, karena metode ini melalui pengecekan dan penaksiran dari masing-masing individu

atau pelanggan dengan teliti, jumlah piutang yang akan tertera di neraca atau laporan posisi

keuangan lebih mendekati kenyataan, data yang didapat pada metode ini sangat bermanfaat bagi

manajemen terutama untuk pengendalian atau analisa kredit. Namun di sisi lain metode ini

memakan banyak waktu dan biaya terutama jika mempunyai daftar pelanggan dengan jumlah

banyak, tapi kekurangan tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan pembukuan berbasis

komputer.

Penghapusan piutang

Menaksir jumlah piutang tak tertagih dan menjurnalnya pada akhir periode tidak boleh diartikan

sebagai penghapusan piutang, metode pencadangan dilakukan karena adanya prinsip kehati-

hatian atau konservatisme dalam akuntansi. Penghapusan piutang dilakukan apabila sudah ada

keputusan dari manajemen, misalnya setelah manajemen mengetahui bahwa klien atau

pelanggan telah meninggal dunia atau mengalami kebangkrutan, penghapusan piutang

merupakan keputusan internal perusahaan dan tidak perlu untuk memberitahukan klien atau

pelanggan yang menjadi debitor sehingga masih ada kemungkinan jika suatu saat piutang

tersebut akan dibayar oleh debitor

Page 11: Tax Planning Makalah

Metode Penghapusan Langsung

Untuk perusahaan-perusahaan yang relatif kecil terkadang mereka tidak membuat cadangan

piutang tak tertagih, jika klien atau pelanggan sebagai debitur tidak dapat melunasi piutang,

maka piutang yang tak tertagih langsung diakui sebagai kerugian atau sebagai biaya dengan

mencatat jurnal berikut:

Kemudian ketika ada pemberitahuan dari klien atau pelanggan sebagai debitur yang akan

membayar piutang yang telah dihapus oleh perusahaan, maka perusahaan harus memunculkan

kembali piutang yang sebelumnya telah dihapus dengan jurnal berikut:

Setelah kembali dimunculkan, tentunya akan ditindaklanjuti dengan pembuatan jurnal ketika

terjadi penerimaan uang dari klien atau pelanggan sebagai debitur atas piutang yang telah

dihapus, maka perusahaan mencatatnya dengan jurnal:

 

Apabila perusahaan telah terlanjur menghapus piutang yang tak tertagih pada periode

sebelumnya, lalu kemudian pada periode sekarang perusahaan mendapat informasi bahwa klien

atau pelanggan sebagai debitor akan membayar piutangnya, maka perusahaan harus

memunculkan kembali piutang yang telah dihapus sebelumnya dengan mencatat jurnal sebagai

berikut:

Kesimpulan:

Cadangan piutang tak tertagih merupakan suatu metode akuntansi yang mengacu pada prinsip

akuntansi konservatisme atau kehati-hatian, dan sebagai alat bagi perusahaan untuk menaksir

risiko atas kemungkinan tidak tertagihnya suatu potensi pendapatan yaitu piutang. Terdapat dua

Page 12: Tax Planning Makalah

metode untuk mengakui kerugian piutang tak tertagih yaitu metode langsung dan metode

cadangan.

Pada metode cadangan, terdapat beberapa pendekatan untuk menaksir besarnya risiko piutang

tak tertagih yaitu pendekatan laporan laba yang mendasarkan risiko piutang tak tertagih pada

besarnya penjualan di periode sekarang, dan pendekatan laporan posisi keuangan atau neraca

yang mendasarkan risiko piutang tak tertagih pada besarnya saldo piutang akhir periode.

Untuk pendekatan laporan posisi keuangan terdapat 3 cara yaitu (a) Jumlah taksiran piutang tak

tertagih dinaikan sampai prosentase tertentu dari saldo piutang akhir periode, (b) taksiran piutang

tak tertagih ditambah dengan prosentase tertentu dari saldo piutang, dan (c) jumlah taksiran

piutang tak tertagih dinaikkan hingga suatu jumlah yang dihitung dengan menganalisa umur

piutang.

Setelah menaksir risiko piutang tak tertagih maka perusahaan dapat menghapus piutang-piutang

yang tidak dapat tertagih, namun penghapusan piutang ini memerlukan otoritas dari manajemen

ataupun yang berwenang dan berkompeten dalam mengelola penjualan kredit perusahaan, jika

diketahui bahwa klien atau pelanggan selaku debitor benar-benar tidak mampu membayar maka

piutangnya bias dihapuskan, misalnya debitor mengalami kebangkrutan atau telah meninggal.

Debitur tidak perlu mengetahui adanya penghapusan piutang tersebut, jika seandainya terjadi

pembayaran terhadap piutang setelah piutang tersebut dihapus maka perusahaan harus

memunculkan piutang kembali untuk mencatat penerimaan kas tersebut.

Berbeda dengan metode cadangan, pada metode penghapusan langsung risiko pada piutang

ditiadakan tetapi ketika terjadi piutang tak tertagih langsung diakui sebagi kerugian perusahaan.

Biasanya digunakan untuk piutang-piutang yang jumlahnya tidak material dan umumnya

digunakan oleh perusahaan kecil karena segi kepraktisannya.

7. Biaya Entertainment Fiskal

Dalam jenis usaha tertentu, biaya entertainment untuk memberikan jamuan atau representasi

kepada kolega, relasi, rekan bisnis, atau lainnya, tidak bisa dihindari dan mutlak harus

dikeluarkan. Ini agar bisnis bisa berjalan lancar dan proyek yang diincar bisa diperoleh dengan

Page 13: Tax Planning Makalah

mudah tanpa hambatan. Dalam konteks umum, hal tersebut bisa dibilang lumrah. Namun dalam

konteks pajak atau fiskal, ada aturan khusus mengenai biaya perjamuan atau representasi ini

terutama jika Wajib Pajak ingin membiayakannya di SPT Tahunan PPh.

 

Biaya Entertainment Menurut Fiskal

Entertainment umumnya diberikan dalam bentuk perjamuan maupun representasi atau hiburan

dan fasilitas. Misalnya makan di restoran, menginap di hotel , guest house, bungalow, bermain

golf atau olah raga berkelas lainnya atau bentuk perjamuan dan representasi lainnya.

Entertainment ini dapat diberikan baik di tempat usaha atau di kantor Wajib Pajak maupun di

luar kantor Wajib Pajak.

Jadi jika kita tilik dari bentuknya, biaya entertainment itu umumnya berupa natura atau

kenikmatan yang dalam istilah pajak disebut dengan benefit in kind. Akan tetapi benefit in kind

yang satu ini berbeda dengan benefit in kind yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e

maupun Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh. Benefit in kind yang dimaksud di Pasal 9 atau di Pasal

4 UU PPh itu khusus dikaitkan dengan pegawai sedangkan benefit in kind dalam konteks

entertainment hanya diberikan kepada bukan pegawai.

Selain tidak diberikan kepada pegawai, benefit in kind yang namanya entertainment itu juga

diberikan di luar konteks hubungan kerja dalam arti bahwa suguhan atau representasi itu

diberikan bukan sebagai imbalan langsung atas pekerjaan atau jasa. Perbedaan-perbedaan ini

harus kita fahami karena konteks pembiayaan, pengakuan objek PPh dan pemotongan PPh-nya

berbeda.

Untuk benefit in kind yang kita berikan kepada pegawai (tetap atau pegawai tidak tetap),

biaya ini secara umum tidak boleh dibiayakan di SPT Tahunan PPh dan bukan

merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21;

Untuk benefit in kind yang kita berikan kepada bukan pegawai tetapi diberikan dalam

konteks sebagai imbalan atas jasa dan pekerjaan mereka, secara substantif merupakan

imbalan jasa (fee) yang diberikan tidak dalam bentuk uang. Secara prinsip seharusnya

Page 14: Tax Planning Makalah

terhadap imbalan ini harus dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 23 karena dianggap sebagai

pengganti (barter) jasa dengan fee. Implikasinya benefit in kind ini juga harus bisa

dibiayakan di SPT Tahunan PPh tanpa harus disertai dengan daftar nominatif.

 

Ada Daftar Biaya Entertainment

Benefit in kind dalam konteks entertainment juga diberikan bukan kepada pegawai. Tetapi

umumnya diberikan bukan dalam konteks sebagai pengganti atau barter imbalan (fee) atas

pekerjaan dan jasa yang mereka lakukan. Definisi dan batasannya memang agak beda tipis

dengan barter imbalan fee. Tapi perlakuan pajaknya sangat berbeda.

Seperti sudah disebutkan di atas, jika benefit in kind ini dianggap sebagai barter imbalan (fee)

dengan pekerjaan/jasa, semestinya barter imbalan ini dapat dibiayakan di SPT Tahunan PPh

tetapi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23. Namun jika diberikan dalam

konteks entertainment, maka biaya ini bukan merupakan objek pemotongan PPh tetapi tetap

dapat dibiayakan di SPT Tahunan PPh pihak yang memberikan entertainment.

Karena sulit untuk membedakan apakah entertainment ini diberikan dalam konteks imbalan (fee)

atau bukan, maka pihak otoritas kemudian memberikan syarat agar biaya entertainment ini

dibuatkan daftar nominatif biaya entertainment. Selain untuk menentukan apakah terhadap

entertainment ini memang bukan objek pemotongan PPh, daftar nominatif biaya entertainment

tersebut juga dimaksudkan untuk melihat apakah pengeluaran biaya entertainment itu ada

kaitannya dengan kegiatan usaha Wajib Pajak pemberi entertainment.

Oleh karena itu dalam daftar nominatif biaya entertainment Wajib Pajak harus menyebutkan

nama orang, posisi (jabatan), nama perusahaan dan jenis usaha dari orang yang diberikan

entertainment. Keterangan ini selain berguna untuk menentukan keterkaitan biaya entertainment

dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, juga dimanfaatkan untuk menentukan apakah pengeluaran

ini murni entertainment atau merupakan barter imbalan jasa atas pekerjaan yang sudah

dilakukan.

Page 15: Tax Planning Makalah

Misalnya ketika dalam kolom identitas penerima entertainment itu tercantum nama seorang

konsultan yang biasa digunakan oleh Wajib Pajak, maka pemeriksa pajak bisa saja menilai

bahwa entertainment yang diberikan tersebut bukan murni entertainment melainkan sebagai

imbal jasa (barter) atas pekerjaan konsultan tadi kepada Wajib Pajak. Apalagi jika nominalnya

ternyata cukup besar dan diberikan dalam satu kali event. Dalam hal ini berarti akan muncul

kewajiban Wajib Pajak untuk memotong PPh atas imbal jasa tersebut.

 

Ada Bukti Pendukung

Selain harus membuat daftar nominatif biaya entertainment, Wajib Pajak yang ingin

membiayakan biaya entertainment tersebut juga harus melengkapinya dengan bukti-bukti

pendukung yang memadai. Terutama bukti pendukung dari pihak ketiga misalnya tagihan (bill)

dari restoran, hotel , pusat olah raga, dan tempat lainnya yang dipakai sebagai tempat

pelaksanaan pemberian entertainment. Ketentuan ini jelas ditegaskan dalam SE-27/PJ.22/1986

tanggal 14 Juni 1986.

Bukti atau dokumen pendukung ini tidak harus dilampirkan di SPT Tahunan PPh tetapi mutlak

harus ada pada saat pemeriksaan pajak dilakukan. Apabila pada saat pemeriksaan pajak, Wajib

Pajak tidak bisa memperlihatkan bukti- bukti pendukung biaya entertainment tersebut, maka

biaya entertainment itu tidak boleh dibiayakan di SPT Tahunan PPh. Dan apabila Wajib Pajak

sudah terlanjur membiayakan biaya entertainment dalam SPT Tahunan PPh-nya sementara bukti

pendukungnya tidak memadai, maka biaya itu dapat dikoreksi positif oleh pemeriksa pajak.

Biaya entertainment menurut pajak, dalam hal ini menurut penjelasan SE-27/PJ.22/1986 tanggal

14 Juni 1986, secara umum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

Diberikan dalam bentuk perjamuan atau representasi tertentu (bukan dalam bentuk uang);

Diberikan kepada bukan pegawai; dan

Diberikan bukan sebagai pengganti imbalan jasa (barter).

Page 16: Tax Planning Makalah

Biaya entertainment yang memenuhi ketiga kriteria tersebut pada prinsipnya bisa dibiayakan di

SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak yang memberikan entertainment, dengan syarat:

1. Ada Daftar Nominatif Biaya Entertainment; dan

2. Ada bukti-bukti atau dokumen pendukung yang menyatakan bahwa biaya itu benar-benar

terjadi.

Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya sepanjang untuk mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan No.36

Tahun 2008.

Contoh Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya adalah jamuan makan untuk

relasi bisnis.

Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar

dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).

Bagi Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, agar

melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan atau PPh Orang Pribadi yang

menggunakan pembukuan berupa daftar nominatif yang berisi :

Nomor urut.

Tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

Nama tempat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

Alamat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

Jenis "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

Jumlah (Rp) "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

Relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut

tersebut di atas berisi :

Page 17: Tax Planning Makalah

1. Nama

2. Posisi

3. Nama perusahaan

4. Jenis usaha.

Daftar Nominatif Sebagai Lampiran SPT Tahunan PPh Badan dan PPh Orang Pribadi yang

menggunakan pembukuan adalah sebagai berikut :

Lampiran

Surat Edaran Dirjen Pajak

Nomor : SE-27/PJ.22/1986

Tanggal   : 14 Juni 1986

DAFTAR NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA

TAHUN PAJAK  : 2013

Nomo

r

Pemberian entertaiment dan sejenisnya Relasi usaha yang diberikan

entertainment dan sejenisnya

Ket

Tangga

l

Tempa

t

Alama

t

Jenis Jumla

h (Rp)

Nama Posisi Nama

Perusahaa

n

Jenis

Usaha

 

Page 18: Tax Planning Makalah

Biaya Promosi dan Penjualan menurut Pajak

Biaya Promosi dan Penjualan menurut Pajak

Sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf a angka 7 Undang-undang PPh, Biaya promosi

dan penjualan (yang diatur dengan peraturan menteri keuangan) merupakan salah satu unsur

pengurang penghasilan bruto dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak ( merupakan

deductable expense).

Pada tanggal 10 Juni 2009, Menteri Keuangan telah menerbitkan PMK-104/PMK.03/2009

(“PMK-104”) tentang biaya promosi dan penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan

bruto. Meski pun PMK ini baru diterbitkan pada tanggal 10 Juni 2009 dan baru dipublikasikan

menjelang akhir Juni 2009 (baca : saya baru tahu hari ini :D ) namun PMK-104 ini mulai

berlaku terhitung sejak 1 Januari 2009.

Secara specific PMK-104 ini mengatur mengenai biaya promosi dan atau biaya penjualan bagi

industry rokok dan industry farmasi. Mengingat saat ini tahun 2009 sudah berjalan selama 6

bulan, tentu adanya peraturan baru ini akan memberikan dampak yang cukup besar bagi industry

terkait. Mungkin selama 6 bulan ke depan merubah strategi penjualannya, menghitung-hitung

jumlah biaya promosi dan penjualan yang telah direalisasikan sampai dengan bulan Juni dan

menghitung sisa budget biaya promosi berapa banyak yang akan diperhitungkan sebagai

deductable expense.

Biaya Promosi yang dimaksud dalam PMK-104 ini adalah : “biaya yang dikeluarkan oleh Wajib

Pajak dalam rangka memperkenalkan, mempromosikan, dan/atau menganjurkan pemakaian

suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau

meningkatkan penjualan”.

Page 19: Tax Planning Makalah

Sedangkan Biaya Penjualan adalah : “biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk

menyalurkan barang dan/atau jasa sampai kepada pembeli dan/atau pelanggan (customer) baik

langsung maupun tidak langsung, termasuk biaya pengepakan, biaya pergudangan, biaya

pengamanan, dan biaya asuransi, dan biaya lainnya yang diperlukan sampai barang diterima

oleh pembeli dan/atau pelanggan (customer)”.

Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus

memenuhi kriteria berikut :

1. untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;

2. dikeluarkan secara wajar;

3. menurut adat kebiasaan pedagang yang baik;

4. dapat berupa barang, uang, jasa, dan fasilitas; dan

5. diterima oleh pihak lain.

Biaya promosi bagi Industry Rokok.

a)      Untuk industri rokok, Biaya Promosi hanya dapat dibiayakan oleh :

1. produsen;

2. Distributor Utama; atau

3. importir tunggal.

b)      Besarnya Biaya Promosi sebagaimana dimaksud pada point a) adalah sebagai berikut :

1. untuk industri rokok yang mempunyai peredaran usaha sampai dengan Rp

500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), besarnya Biaya Promosi tidak melebihi

3% (tiga persen) dari peredaran usaha dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah);

2. untuk industri rokok yang mempunyai peredaran usaha di atas Rp 500.000.000.000,00

(lima ratus miliar rupiah) sampai dengan Rp 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah),

Page 20: Tax Planning Makalah

besarnya Biaya Promosi tidak melebihi 2% (dua persen) dari peredaran usaha dan paling

banyak Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);

3. untuk industri rokok yang mempunyai peredaran usaha di atas Rp 5.000.000.000.000,00

(lima triliun rupiah), besarnya Biaya Promosi tidak melebihi 1% (satu persen) dari

peredaran usaha dan paling banyak Rp 100.000.0000.000,00 (seratus miliar rupiah).

c)      Biaya Promosi tersebut hanya dapat dibiayakan sebanyak 1 (satu) kali oleh :

1. produsen;

2. Distributor Utama; atau

3. importir tunggal.

d)      Dalam hal Biaya Promosi tersebut telah dikeluarkan baik oleh produsen maupun

Distributor Utama, pihak yang berhak untuk membebankan Biaya Promosi adalah produsen.

e)      Dalam hal rokok tidak diproduksi di Indonesia, pihak yang berhak untuk membebankan

Biaya Promosi tersebut adalah importir tunggal.

Biaya promosi bagi Industry Farmasi

a)      Untuk industri farmasi, Biaya Promosi hanya dapat dibiayakan oleh :

1. produsen;

2. Distributor Utama; atau

3. importir tunggal.

b)      Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah tidak

melebihi 2% (dua persen) dari peredaran usaha dan paling banyak Rp 25.000.000.000,00 (dua

puluh lima miliar rupiah).

c)      Biaya Promosi tersebut hanya dapat dibiayakan sebanyak 1 (satu) kali oleh :

1. produsen;

Page 21: Tax Planning Makalah

2. Distributor Utama; atau

3. importir tunggal.

d)      Dalam hal Biaya Promosi tersebut telah dikeluarkan baik oleh produsen maupun

Distributor Utama, pihak yang berhak untuk membebankan Biaya Promosi adalah produsen.

e)      Dalam hal produk farmasi tidak diproduksi di Indonesia, pihak yang berhak untuk

membebankan Biaya Promosi adalah importir tunggal.

Sample Produk dan daftar nominative

1. Dalam hal promosi diberikan dalam bentuk sample produk, besarnya biaya yang dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok.

2. Industri rokok dan industri farmasi wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran

Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan yang dikeluarkan kepada pihak lain.

3. Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama,

alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan besarnya biaya yang dikeluarkan.

4. Apabila daftar nominatif tidak dipenuhi maka Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan

tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Meskipun sedikit terlambat, dengan telah diterbitkannya PMK ini, wajib pajak yang bergerak di

bidang industry rokok dan industry farmasi sudah bisa memperkirakan apakah biaya promosi

yang telah dan akan dikeluarkan selama tahun 2009 ini seluruhnya akan menjadi deductable

expenses atau hanya sebagian saja.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebanan dan pelaporan biaya promosi dan/atau

penjualan akan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Semoga PER-DJP dimaksud

segera terbit dan dapat lebih menjelaskan hal-hal yang masih menjadi pertanyaan bagi Wajib

Pajak.

Page 22: Tax Planning Makalah