TAWARIKHUL MUTUN (konco)

download TAWARIKHUL MUTUN (konco)

If you can't read please download the document

Transcript of TAWARIKHUL MUTUN (konco)

Makalah

17 Maret 2009

ILMU TAWARIKHUL MUTUNMakalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata Kuliah:

Ulumul Hadits IIIDosen pengampu: Bapak Dadi Nurhaedi

Disusun Oleh:

Ali Farhan (08530007) Mohammad Imdad (07530009)

JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDINIllmu Taawarikhul Muutun1

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009BAB I PENDAHULUAN Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, disamping alQuran. Di lihat dari periwayatannya hadits berbeda dengan al-Quran. untuk al-Qur'an, semua periwayatanya berlangsung secara mutawatir, sedang untuk hadits, sebagian periwatannya berlangsung secara mutawattir dan sebagian lagi berlangsung ahad. Hadits mengenal istilah shohih, hasan, bahkan ada mardud dan dhoif dan lainya yang hal itu berarti kita harus menolak/memperlakukan berbeda hadis itu, sedangkan dalam al-Qur'an tidak mengenal hal itu kerena al-Qur'an dari segi periwayatannya adalah mutawatir yang tidak lagi diragukan isinya, tetapi dalam kaitan hadits kita harus cermat, siapa yang meriwayatkan, bagaimana isinya dan bagaimana kualitasnya, kualitasnya dari hadis ini juga akan berpengaruh pada pengambilan hadits dalam pijakan hukum Islam agar dalam memahami suatu hadits lebih komprehensif. oleh sebab itu perlu adanya ilmu bantu, yang dalam hal ini adalah ilmu tawarikhul mutun yang termasuk di dalam bagian ilmu maanil hadits Sebenarnya ilmu tawarikhul mutun adalah termasuk pendukung dari ilmu Maanil Hadits, ilmu maanil hadits tidak dapat diaplikasikan secara mandiri, tanpa dukungan ilmu lain. Paradigma integrasiinterkoneksi juga menjadi sangat penting dalam memahami hadits Nabi. Diantara pendukung ilmu maanil hadits yang sangat di perlukan

adalah ilmu asbabul wurud, ilmu tawarikhul mutun, ilmu lughah, ilmu fahm (hermeneutik) Karena ilmu tawarikhul mutun termasuk pendukung ilmu maanil hadits, maka dalam penyusuan makalah ini, penulis paparkan terdahulu sekilas mengenai ilmu maanil hadits dan selanjutnya ilmu tawarikhul mutun.

BAB II PEMBAHASANa. Sekilas Mengenai Ilmu Maanil Hadits.

Kajian tentang bagaimana memahami hadits sebenarnya sudah muncul sejak kehadiran Nabi Muhammad Saw, terutama sejak beliau diangkat sebagai rasul, yang kemudian dijadikan panutan (uswah hasanah) oleh para sahabat.1

Ilmu maanil hadits adalah disiplin ilmu-ilmu hadits yang terkait dengan objek kajian matan hadits, yang sudah diaplikasikan para ulama dulu dalam ilmu gharibul hadits, nasikh mansukh, mukhataliful hadits, tarikhul mutun, asbabul wurud dan sebagainya.2 Dilihat dari segi objek kajiannya, ilmu Maanil hadits memliki dua objek kajian, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah bidang penyelildikan sebuah ilmu yang bersangkutan. Dalam perspektif filsafat ilmu, objek material yang sama dapat di pelajari oleh pelbagai ilmu pengetahuan yang berbeda, dimana masing-masing memandang objek itu dari sudut yang berlainan. Misalnya objek1 Dr. H. Abdul Mustaqim, M.A. Ilmu Maanil Hadits, Idea Press, Yogyakarta, 2008, hlm 1 2 Dr. H. Abdul Mustaqim, M.A. Ilmu Maanil Hadits, Idea Press, Yogyakarta, 2008, hlm 12

Illmu Taawarikhul Muutun

3

materialnya adalah manusia. Ilmu psikologi akan melilhat dari sisi perilaku dan sikapnya, sedangkan ilmu sosiologi akan melihatnya dari sisi hubungan dan interaksi sosial yang terjadi pada manusia tersebut. Dengan demikian, objek material ilmu maanil hadits adalah hadits nabi saw. Mengingat ilmu maanil hadits merupakan cabang ilmu hadits. Sedangkan objek formalnya adalah objek yang yang menjadi sudut pandang dari mana sebuah ilmu memandang objek material tersebut. Karena ilmu maanil hadits berkaiatan dengan persoalan makna (meaning) dan interpretasi sebuah teks hadits, maka objek formalnya adalah matan atau redaksi hadits itu sendiri di lihat dari segi bagaimana maksud atau pengertian redaksi tersebut. Dalam study ilmu hadits, apabila objek kajiannya di fokuskan pada masalah sanad, maka akan dikaji dalam ilmu hadits riwayah. Ilmu ini kemudian di kembangkan pada persoalan mencari kredibilitas perawi, melalui metodhe jarah wa tadil. Namun apabila titik tekan objek kajiannya adalah pada aspek sejarah dan latar belakang munculnya hadits serta perluasan makna hadits, maka hal itu merupakan wilayah ilmu tawarikhul mutun. Demikan halnya apabila fokus kajiannya pada upaya menjelaskan latar belakang dan sebabsebab lahirnya hadits maka akan di kaji dalam ilmu tawarikhul mutun.3

b. Tarif dan Maudlunya Ilmu tawarikhul

Ilmu Tawarikhul mutun adalah seimbang dengan ilmu tawarikhil Nuzul, yaitu ilmu yang dengan dia diketahui sejarah datang hadits yang mulia

3 Dr. H. Abdul Mustaqim, M.A. Ilmu Maanil Hadits, Idea Press, Yogyakarta, 2008, hlm 14

(nabi menyabdakan haditsnya)4 Ilmu tawarikhul mutun ini adalah ilmu yang mengkaji tentang sejarah matan hadits. Termasuk dalam konteks ilmu Tawarikhul Mutun sebenarnya perlu dikembangkan teori kategori hadits-hadits makkiyah dan madaniyah, sebagaimana dalam kajian Ulumul Quran. Sebab boleh jadi masing-masing redaksi akan memiliki kekhasan redaksional maupun isi kandungannya. Hal ini akan membantu mencari mana hadits yang nasikh dan mana mansukh. Di samping itu, pengetahuan hadits makkiyah dan madaniyah juga akan memberikan informasi tentang bagaimana evolusi perkembangan syariat islam.5 Ada beberapa jalan untuk mengetahui Tarikh Wurudil Hadits, diantaranya:a) Dengan terdapat perkataan :

permulaan yang terjadi, adalah begini,. Hadits yang diberitakan aisyah yaitu:

Permulaan wahyu, yang dengan wahyu itu dimulaikannya kepada rasulullah SAW adalah mimpi benar ( H.R. Bukhari-Muslim). Dan seperti hadits :

Permulaan yang dilarang aku daripadanya oleh tuhanku sesudah dilarang menyembah berhala, ialah: meminum arak dan mempermainkan orang lelaki.(H.R. Ibnu Majah). Diantara kitab-kitab hadits yang menerangkan apa yang mulamula dilakukan nabi, atau diperintah nabi ialah : Ibnu Abi Syaibah.4 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits jilid II, Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hlm 302 5 Dr. H. Abdul Mustaqim, M.A. Ilmu Maanil Hadits, Idea Press, Yogyakarta, 2008, hlm 16

Illmu Taawarikhul Muutun

5

Didalam musnafnya dikhususkan satu bab dalam hal ini. b) Dengan disebut lafadh Qablu : sebelum, seperti hadis jabir, yaitu:

Adalah rasulullah SAW mencegah kami membelakangi kiblat, atau menghadapinya dengan kemaluan-kemaluan apabila kami membuang air. Kemudian aku melihat nabi, setahun sebelum beliau wafat, menghadapinya. (H.R. ahmad dan Abu Daud) c) dengan terdapat perkataan badu = kemudian, sesudah, seperti hadis.

: : Sesungguhnya jabir telah melihat nabi SAW mengusap atas khufnya. Maka seorang bertanya: apakah sebelum turun surah al-maidah, ataukah sesudahnya? Maka jabir menjawab : aku tiada memeluk agama islam melainkan sesudah turun surah al-maidah. (H.R. Bukhari) d) Dengan perkataan : akhirul Amraini = yang terakhir dari dua urusan, seperti hadis jabir Ibn Abdullah :

Adalah yang terakhir dari dua urusan rasulullah, ialah tidak berwudhu, karena memakan daging yang disentuh api. (H.R. Abu Daud dan lain-lain). e) dengan terdapat kalimat bi syahrin = dengan sebulan, seperti

hadis Abdullah Ibn ukaein :

telah datang kepada kami kitab rasulullah sebelum wafatnya dengan dua bulan, yaitu : janganlah kamu mengambil manfaat dari bangkai, baik kulitnya, maupun uratnya. ( H.R. Abu daud, an-nasai, at-thurmudzi dan Ibnu majah). Dan dengan terdapat kalimat tahun seperti hadis buraidah yang diriwayatkan oleh muslim, yaitu :

Adalah rasulullah SAW berwudhu buat tiap-tiap shalat. Maka pada tahun pengalahan mekah, beliau bershalat satu kali wudhu.6 Ilmu tawarikhul mutun juga berfungsi menganalisis sebuah perkembangan makna kata dalam hadits, sehingga kita memperoleh informasi secara akurat bahwa suatu kata pada kurun waktu itu memiliki makna tertentu, sedangkan pada kurun waktu yang lain memiliki makna yang lain. Sebagai contoh hadits yang berbunyi: beberapa shalat dengan

: Artinya: Sulaiman bercerita kepada kami, ismail memberi kabar kepada kami, Abbullah ibn said ibn abi hind memberi kabar kepada saya, dari6 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits jilid II, Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hlm 302

Illmu Taawarikhul Muutun

7

ayahnya, dari ibn Abbas bahwa nabi Saw. Bersabda: Barangsiapa yang di kehendaki Allah menjadi orang baik maka ia akan di pahamkan mengenai masalah agama (H.R. Ahmad) Hadits tersebut oleh sebagian orang hannya di pahami secara fiqh oriented, sehingga paham agama hanya berarti paham ilmu fikih, sebab dalam hadits tersebut ada kata yafaqqihhu fil al-din. Padahal agama tidak hannya persoalan fikih. Dahulu kata fikih maknanya lebih luas termasuk persoalan akidah. Namun kata fiqh menjadi menyempit maknanya setelah berkembangnya ilmu fikih yang seolah hannya mengurus hukum halal haram, makruh sunnah, yang terkesan hitam putih dalam melihat persoalan.7 c. Faedah mempelajari Ilmu Tawarihkul Mutun Karena demikian maudlunya, maka ilmu tawarikhul mutun ini sangat berguna dan berperan sekali untuk mengetahui nasikh dan mansukhnya suatu hadits. d. Perintis Ilmu Tawarihkul Mutun dan kitabnya Ulama yang dianggap promotor dalam ilmu ini dan menulis dalam satu kitab yang berdiri sendiri, ialah Imam Sirajuddin Abu Hafsh Amar bin Salar Al-Bulqiny, dengan buah karyanya yang diberi nama Mahsinul Istilah.8

7 Dr. H. Abdul Mustaqim, M.A. Ilmu Maanil Hadits, Idea Press, Yogyakarta, 2008, hlm 16 8 Drs. Fathur Rahman, Ikhtisar Mustholahul Hadits, PT ALMAARIF, Bandung, 1995, hlm 290

BAB III KESIMPULAN Berangkat dari penjelasan-penjelasan diatas, penulis memberi kesimpulan bahwa ilmu tawarikhul mutun sebagai ilmu pembantu ilmu maanil hadits ternyata sangat penting didalam mempelajari ilmu hadits, dengan ilmu tawarikhul mutun ini kita dapat menjelaskan kapan atau di waktu apa Hadits itu di ucapkan atau perbuatan itu di lakukan oleh rasulallah saw. Wassalam..

DAFTAR PUSTAKA

Illmu Taawarikhul Muutun

9

1. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.A. Ilmu Maanil Hadits, Idea Press, Yogyakarta, 2008 2. Drs. Fathur Rahman, Ikhtisar Mustholahul Hadits, PT ALMAARIF, Bandung, 1995 3. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits jilid II, Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hlm 302