Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

32
TAUHID DAN SAINS (Agama dan Ilmu pengetahuan dalam Perspektif Islam) Makalah Didiskusikan Pada Mata Kuliah Tauhid Amali Terbatas Kelas A Program Studi Aqidah Akhlak Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang Dosen Pengampu : Dr. H Yusuf Suyono, M.Ag Disusun Oleh : AINI MAHMUDAH ( NIM 095112008)

Transcript of Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

Page 1: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

TAUHID DAN SAINS

(Agama dan Ilmu pengetahuan dalam Perspektif Islam)

Makalah Didiskusikan Pada Mata Kuliah Tauhid AmaliTerbatas Kelas A Program Studi Aqidah Akhlak

Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo Semarang

Dosen Pengampu :

Dr. H Yusuf Suyono, M.Ag

Disusun Oleh :

AINI MAHMUDAH( NIM 095112008)

PROGRAM PASCA SARJANA IAIN WALISONGOSEMARANG

2010

Page 2: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

TAUHID DAN SAINS

(Agama dan Ilmu pengetahuan dalam Perspektif Islam)

Oleh: Aini Mahmudah

A. PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi saat ini sedemikian pesat

dan amat mengagumkan, sehingga orang yang tidak memiliki keimanan ada yang

memprediksikan bahwa pada saatnya nanti manusia sama sekali tidak

memerlukan agama, tak ada lagi tanggungjawab yang muncul sebagai

konsekuensi dari keimanan. Apalagi di zaman modern ini dimana dengan

pengetahuannya manusia mampu menundukkan alam dan mengambil keuntungan

yang sebanyak-banyaknya dari alam tersebut. Bahkan ada yang mengatakan pada

saatnya nanti manusia mampu membuat dirinya sendiri.

Banyak alasan yang mereka kemukakan untuk meyakinkan bahwa

sesungguhnya manusia cukup hidup dengan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu

pengetahuan mereka beranggapan bahwa manusia akan sanggup mengatur sendiri

kehidupannya dan menata urusannya, tanpa intervensi iman dan risalah Tuhan.

Persepsi semacam ini sempat berpengaruh luas di dunia Barat, bahkan

sempat pula sampai kepada kita sebagai umat islam yang beriman. Secara logika,

sesungguhnya anggapan-anggapan semacam ini tidak memiliki landasan yang

kuat, dan meleset dari kenyataan yang ada dan sangat bertentangan dengan

keyakinan umat Islam yang beranggapan bahwa ada keterkaitan yang erat antara

iman dan ilmu pengetahuan.

Menurut Islam, inti agama adalah penerimaan doktrin dan pengamalan nyata

tauhid dalam semua domain kehidupan dan pemikiran manusia. Ini berarti bahwa

penciptaan sains oleh seorang Muslim mestilah berkaitan secara signifikan

dengan doktrin tauhid.

Dalam mempraktekkan dan mengamalkannya, kaum Muslim

menghubungkan sains dengan tauhid dengan cara memberikan ekspresi atau

1

Page 3: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

ungkapan bermakna dalam teori maupun praktek kepada dua konsekuensi paling

fundamental dari tauhid, yakni prinsip kesatuan kosmis, khususnya kesatuan

dunia alam dan prinsip kesatuan pengetahuan dan sains. Para saintis-filosof

muslim menjadikan dua konsekuensi tersebut sebagai fondasi maupun tujuan

sains. Ketika mereka berhasil membuka cakrawala sains dengan menciptakan

pengetahuan baru, mereka semakin bertambah yakin kepada kebenaran tujuan

sains tersebut. Melalui pembuktian adanya kesaling-berkaitan seluruh bagian dari

alam semesta yang diketahui, merekapun semakin yakin bahwa kesatuan kosmis

membuktikan dengan jelas keesaan Allah (Bakar, 2008: 30).

B. PEMBAHASAN

1. Ilmu pengetahuan sebagai fenomena kemanusiaan

Ilmu pengetahuan merupakan ciri yang membedakan antara manusia dengan

makhluk Allah yang lain. Penciptaan manusia yang berilmu pengetahuan telah

menimbulkan keguncangan dalam alam ”kosmik” malaikat (QS.al-Baqarah 30-

34). Adam sebagai simbolisasi manusia memiliki kelebihan dibanding makhluk

yang lain yaitu berilmu, sehingga semuanya tunduk kecuali Iblis. Iblis tidak mau

tunduk kepada adam karena ia berasal dari api yang dinamis sementara Adam

berasal dari tanah yang pasif. Iblis telah lupa bahwa kepasifan Adam berbeda

dengan kemampuan lahiriyahnya dengan adanya ilmu yang terintegrasi pada

dirinya.

Tugas manusia adalah menundukkan dan mengendalikan Iblis. Keberadaan

Iblis sebagai ”pelaku kejahatan” dan musuh manusia hendaknya tidak hanya

sekedar dipahami sebagai sesuatu yang harus diwaspadai, dijauhi dan dimusuhi

saja. Akan tetapi keberadaan iblis juga dipahami sebagai sebuah potensi, dan

tugas manusia adalah mengelola potensi tersebut. Sebagaimana sifat api, kalau

dibiarkan liar dia akan merusak dan menghancurkan. Sedangkan jika dikelola dan

dikendalikan dengan baik ia akan berguna dan bermanfaat. Api bisa bermakna

2

Page 4: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

batiniah yaitu hawa nafsu dalam jiwa manusia atau api dalam arti lahiriah, sebab

tidak ada teknologi tanpa melibatkan potensi api.(Zubair, 2002:2)

Ilmu selain menjadi pertanda kehadiran manusia juga menjadi keharusan

bagi manusia dalam mengarungi kehidupannya. Supaya martabatnya sebagai

makhluk yang mulia tetap terjaga dan dapat menjalankan perannya sebagai

khalifah Allah di bumi secara optimal ada tiga alasan mengapa manusia harus

berilmu yaitu:

Pertama, manusia tidak siap hidup di ”alam pertama” yang berarti alam asli

yakni alam yang belum terolah dan belum tersentuh teknologi.

Kedua, manusia merupakan makhluk yang tidak pernah merasa puas dengan

apa yang telah dilakukan dan dicapainya.

Ketiga, manusia merupakan makhluk yang memiliki kebutuhan akan

jawaban atas pertanyaaan tentang ”makna” sebagai sesuatu yang bersifat

immateri dan batiniah. Pertanyaan-pertanyaan tentang makna hidup, tujuan hidup,

dan kehidupan sesudah mati merupakan contoh bahwa manusia butuh jawaban

yang tepat agar hidupnya tidak kehilangan orientasi (Zubair, 2002:2).

Ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia yang tersruktur dan

tersistematis yang menggunakan seluruh potensi kemanusiaan dengan metode

tertentu dan obyek tertentu, untuk menyingkapkan tabir yang menutup realitas.

Ilmu yang pada mulanya timbul dari usaha manusia dalam kebudayaannya untuk

memahami alam yang kemudian diterapkan untuk memenuhi keingintahuan

manusia. Perkembangan ilmu merupakan salah satu ciri akal manusia dalam

kebudayaannya. Hasrat untuk mencari mata rantai serta benang merah kesatuan

dalam keaneka ragaman fakta, data dan gejala merupakan sumber yang

menghasilkan ilmu pengetahuan.

Menurut Sa’id Hawwa (2005:78) Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia

merupakan fenomena yang paling menakjubkan diantara fenomena-fenomena

yang ada. Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang memiliki

kecenderungan terhadap pengetahuan dengan tabiatnya yang selalu haus mencari

3

Page 5: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

tahu segala sesuatu. Ia menganalisis, menyusun, membandingkan, menafsirkan,

menerima atau menolak dan berimajinasi. Manusia mampu berpikir sekalipun

sesuatu yang tadinya belum diketahuinya. Bahkan dengan ilmunya ia dapat

menggambarkan sebuah jalan bagi kehidupan, membangun peradaban atau

menghancurkannya.

2. Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Islam

Sebelum membahas ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam ada

baiknya penulis membahas mengenai definisi ilmu (science) dan pengetahuan

(knowledge). Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu berarti pengetahuan

tentang suatu bidang tertentu yang disusun secara sistematis dan menurut metode

tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang

pengetahuan itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 423). Adapun

pengetahuan (knowledge) adalah

Bagi seorang muslim, pengetahuan bukanlah tindakan ataupun pemikiran

yang abstrak tapi merupakan bagian yang mendasari kemajuan dan pandangan

hidupnya. Oleh sebab itu ilmu memiliki arti yang penting bagi seorang muslim.

Sejak dulu banyak pemikir Muslim berusaha mengungkapkan konsep ilmu. Dan

usaha yang paling nyata tampak dalam upaya mereka mendefinikan ilmu yang

tiada habisnya-habisnya dengan kepercayaan bahwa ilmu merupakan perwujudan

dalam ”memahami tanda-tanda kekuasaan Tuhan”.

Ilmu dalam prespektif Islam berdasarkan intelek (hati nurani/akal subyektif)

yang mengarahkan rasio (akal obyektif) kepada pembentukan ilmu yang

berdasarkan pada kesadaran dan keimanan kepada Allah, karena kebenaran Allah

adalah muthlak. Kebenaran ilmu-ilmu sosial adalah relatif, karena pada diri

manusia berlaku sunnatullah yang sering dilanggar oleh manusia itu sendiri. Oleh

sebab itu kebenarannyapun harus diuji terus-menerus. Sementara ilmu kealaman

sepenuhnya mematuhi sunnatullah tersebut, oleh karena itu ilmu-ilmu alam

mengalami kemajuan lebih pesat daripada ilmu sosial (Saefuddin, 1991: 36).

4

Page 6: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

Jika dalam Islam ilmu selalu terkait erat dengan ajaran agama, dalam konsep

Barat ilmu berdiri sendiri terpisah dari seni dan agama. Karena ilmu, seni dan

agama adalah bagian dari pengetahuan (ilmu dibedakan dari pengetahuan).

Menurut mereka, sains dan berbagai cabangnya harus bersifat sekuler, duniawi

dan tidak bersifat keagamaan. Konsep ini terkait erat dengan latar belakang

sejarah keilmuan di Barat yang diawali dengan adanya pengadilan inquisi yang

dilakukan oleh gereja tehadap para ilmuwan yang pendapatnya bertentangan

dengan gereja. Untuk melawan gereja para ilmuwan kemudian berjuang

menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya (das

sein). Perjuangan tersebut akhirnya berhasil yang ditandai dengan bangkitnya

dunia keilmuan di Barat yang dikenal dengan renaissace (abad 15) dan

aufklarung (abad 18). Sejak saat itulah menurut penulis para ilmuwan Barat tidak

lagi percaya kepada agama yang dianggap membelenggu kemajuan ilmu

pengetahuan karena dianggap tidak mendukung pertumbuhan ilmu dan cara

berpikir ilmiah.

Dalam konsep Islam ilmu disamping memiliki paradigma deduktif –induktif

juga mengakui paradigma transedental, yaitu pengakuan adanya kebenaran dari

Tuhan. Pengakuan adanya hal-hal yang metafisik (adanya Allah, Malaikat,

kiamat, akhirat surga dan neraka) merupakan kebenaran agama yang tidak perlu

bukti secara empiris, tetapi persoalan-persoalan metafisik tersebut benar adanya

(realistis). Di sinilah bedanya konsep epistimologi barat yang antroposentris

sekuler dengan konsep Islam yang teosentris (Zainuddin, 2006: 76). Dengan

demikian Islam tidak hanya berkubang pada rasionalisme dan empirisme saja

tetapi juga mengakui intuisi dan wahyu. Oleh karena itu ilmu dalam perspektif

Islam tidak hanya berseumber dari pengetahuan inderawi saja tapi juga

pengetahuan naluri, pengetahuan rasio, pengetahuan intuitif/imajinatif dan

pengetahuan wahyu (Zainuddin, 2006: 61).

Konsep ilmu dalam perspektif Islam memang berbeda dengan pemahaman

Barat. Pengertian ilmu dalam Islam lebih luas cakupannya yaitu semua ilmu yang

5

Page 7: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

berguna baik pengetahuan empiris maupun non empiris, wujud material maupun

wujud spiritual (ruhani). Menurut zaitun sebagaimana dikutip oleh Zainuddin

(2006: 90). Ilmu dalam prespektif Islam memiliki empat karakteristik yaitu:

1. Obyektif, artinya ilmu tidak diarahkan kepada kemauan hawa nafsu,

subyektifitas, fanatisme dan seterusnya. Dalam hal ini al-Qur’an banyak

menyebut peran hawa nafsu dalam menyesatkan manusia. Diantaranya QS.

Al-Kahfi 68

”Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu

belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"

2. Kerendahan hati, yaitu menjauhkan diri dari sikap arogansi intelektual, karena

bagaimanapun kemampuan intelektual manusia terbatas. Sebagaiman firman

Allah QS. Yusuf 76 dan QS. Al-Isra 85

”Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada

lagi yang Maha Mengetahui”

”Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit"

3. Kemanfaatan, yaitu ilmu yang berguna baik dari aspek empiris maupun non

empiris dalam aspek aqidah dan akhlak. Islam menekankan adanya ilmu yang

bermanfaat baik bagi indifidu maupun bagi masyarakat umum. Sebagaimana

sabda Nabi saw.

”Perumpamaan ilmu yang tidak bermanfaat adalah ibarat harta yang tidak

diinfakkan untuk kepentingan di jalan Allah” (H.R. Ahmad dan Darimi)

4. Keajekan, artinya ilmu itu harus dicari secara terus menerus, dimana saja dan

kapan saja tanpa mengenal batas waktu (open ende d activity)

Senada dengan apa yang dituturkan oleh Zaitun. Al-Qardhawy yang juga

dikutip oleh Zainuddin (2006: 53) menyatakan bahwa ilmu dalam Islam sangat

6

Page 8: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

luas cakupannya dan tidak terbatas pada ilmu menurut pandangan barat modern

yang eksperimental saja tetapi ia meliputi:

Pertama, aspek metafisika yang dibawa oleh wahyu yang mengungkapkan

apa yang disebut realitas agung (haqaiq al-kubra) yang menjawab pertanyaan

abadi: dari mana, kemana dan bagaimana. Dengan menjawab pertanyaan tersebut

manusia tahu landasan berpijaknya dan mengerti akan Tuhannya.

Kedua, aspek humaniora dan studi-studi yang berkaitan dengannya yang

meliputi pembahasan mengenai manusia dan hubungannya dengan dimensi ruang

dan waktu, psikologi, sosiologi, politik, ekonomi dan sebagainya.

Ketiga, aspek material yang bertebaran di jagat raya, atau ilmu yang

dibangun berdasarkan observasi dan eksperimen, yaitu dengan uji coba

laboratorium. Dan ilmu inilah yang berkembang di Barat.

Di dalam konsep Islam manusia dituntut untuk mencari ilmu yang

bermanfaat. Ukuran kemanfaatannya terletak pada sejauhmana ilmu tersebut

dapat mendekatkan dirinya kepada kebenaran Allah dan tidak merusak kehidupan

manusia itu sendiri. Kebenaran ilmu pengetahuan menurut Islam adalah

sebanding dengan kemanfaatannya. Secara terperinci ilmu pengetahuan yang

bermanfaat adalah apabila: 1) mendekatkan kepada kebenaran Allah, 2) dapat

membantu manusia merealisasikan tujuan-tujuannya, 3) dapat memberikan

pedoman bagi sesama, 4) dapat menyelesaikan persoalan ummat.

Berkaitan dengan kedudukan dan fungsi ilmu, Asghar Ali (1993: 35)

menjelaskan bahwa ilmu dan hikmah sebagai kata kunci yang disebut dalam al-

Qur’an. Oleh sebab itu menurutnya, ilmu dan hikmah tersebut harus dipahami

secara tepat untuk menjembatani Islam dengan dunia modern dengan menekankan

kepada penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan sebagai jalan menuju

kemajuan.

Menurut Asghar hasil penyerapan indera diproses oleh akal, kemudian

ditata melalui fikir dan dari keduanya melahirkan ilmu. Dan ilmu lewat

penghayatan yang mendalam dan konsepsi intuitif melahirkan hikmah. Dengan

7

Page 9: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

demikian lantas muncul hubungan yang linier yaitu: aql-fikr-’ilm-hikmah. Dalam

hierarki pengetahuan ini, aql menempati tingkat yang paling rendah sedangkan

hikmah menempati peringkat yang paling tinggi. Alasannya jelas: aql hanya

merupakan instrumen untuk memperoleh pengetahuan, bukan tujuan akhir yang

diinginkan. Ilmu dalam terminologi al-Qur’an berarti pengetahuan agama,

pengetahuan ilmiah dan pengetahuan yang lainnya, sementara hikmah mengacu

pada penerapan ilmu pengetahuan demi kebaikan manusia bukan demi

kemandegan, kemunduran apalagi kerusakan. Hikmah menuntut agar tehnologi

nuklir digunakan untuk kemajuan umat manusia bukan untuk merusak. Ilmu dan

hikmah harus bersama-sama mewujudkan tujuan rububiyah (Ali, 1993: 42).

Dalam sistem Islam, iman sangat essensial, karena ilmu tanpa iman bukan

saja tidak produktif tetapi juga dapat menghancurkan dan membahayakan. Terkait

dengan pengembangan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada iman. Konsep

al-Qur’an mengenai iman bil ghayb adalah sangat mengagumkan, asal ia

dipahami dengan tepat. Ghayb menurut Asghar, menyatakan potensi-potensi dari

kemungkinan-kemungkinan untuk perbaikan manusia yang tersembunyi dari

pandangan manusia, dan hanya Allah yang mencipta kemungkinan-kemungkinan

tersebut yang ’Alim al Ghayb (maha mengetahui segala yang ghaib). Jadi, iman

pada kemungkinan-kemungkinan perbaikan adalah iman terhadap masa depan

yang menjadi inspirasi umat manusia. Iman bil Ghayb merupakan iman terhadap

kemungkinan-kemungkinan masa depan yang tidak terkira banyaknya. Iman

bahwa Allah melalui wakil-Nya (manusia khalifah fi al-ardh) merupakan pencipta

kemungkinan-kemungkinan tersebut (Asghar, 1993: 37)

Hubungan ilmu dan agama adalah hubungan simbiotik, karena agama

menyeru kepada pencarian ilmu dan memberikan posisi mulia bagi para ilmuwan

(QS. Al-Mujadalah 11). Agama menjadi pembimbing dan pengendali ilmu agar

terarah sedangkan ilmu menjadi salah satu jalan menuju keimanan. Dengan

aktifitas berfikir yang menghasilkan pengetahuan yang dipadu dengan dzikir yaitu

mengingat kemahakuasaan Allah atas penciptaan alam semesta maka akan dapat

8

Page 10: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

memperkokoh keyakinan atas ketauhidan dan kemahakuasaan Allah (QS. Ali

Imron 191)

Islam menghendaki akidah yang dilandasi ilmu pengetahuan yang benar

bukan atas dasar taqlid dan perkiraan. Akidah Islam tidak takut ilmu itu akan

mendatangkan hasil yang bertentangan dengan fakta dan dasar-dasar agama yang

baku karena kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran yang lain. Jika

terjadi kontradiksi secara lahir antara kebenaran ilmu dan kebenaran agama,

biasanya disebabkan apa yang sebenarnya bukan ilmu dianggap sebagai ilmu dan

apa yang bukan agama dianggap sebagai agama (Pasya, 2004: 6).

Akidah tauhid dalam ajaran Islam menjamin kemanusiaan manusia dan

melepaskan belenggu pada daya kreasi dan pemahamannya agar manusia layak

memikul amanat sebagai khalifah Allah di muka bumi, mampu menangkap

kemahakuasaan Allah melalui penelitian ilmiah dan perenungan akan fenomena-

fenomena alam yang dilihat dan didengarnya. Dengan demikian keyakinannya

akan semakin kuat dan keimanannya makin bertambah sampai pada batas ketika

akal dan jiwanya merasakan ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3. Al-Qur’an sebagai Sumber Sains dan Pengetahuan

Spiritual

Al-Qur’an merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas Islam. Ia

merupakan basis bukan hanya bagi agama dan pengetahuan spiritual tetapi bagi

semua jenis pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi pandangan

Muslim tentang keterpaduan sains dan pengetahuan spiritual. Gagasan

keterpaduan ini merupakan konsekuensi dari gagasan keterpaduan semua jenis

pengetahuan. Yang belakangan ini pada gilirannya diturunkan dari prinsip

keesaan Tuhan yang diterapkan pada wilayah pengetahuan manusia (Bakar, 2008:

149)

Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui

berbagai cara dan jalan. Tetapi semua pengetahuan pada akhirnya berasal dari

9

Page 11: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

Tuhan yang Maha Mengetahui. Menurut pandangan al-Qur’an pengetahuan

manusia tentang benda-benda maupun hal-hal ruhaniah menjadi mungkin karena

Allah memberinya kemampuan yang dibutuhkan untuk mengetahui. Banyak

filosof dan ilmuwan yang meyakini bahwa dalam berfikir dan mengetahui akal

manusia mendapat pencerahan dari akal ilahi.

Al-Qur’an bukanlah kitab sains. Tetapi ia memberikan pengetahuan tentang

prinsip-prinsip sains, yang selalu dikaitkan dengan pengetahuan metafisik dan

spiritual. Panggilan al-Qur’an untuk ”membaca dengan nama Tuhanmu” telah

ditaati secara setia oleh setiap generasi Muslim. Perintah itu telah dipahami

dengan pengertian bahwa pencarian pengetahuan ilmiah harus didasarkan pada

pondasi pengetahuan tentang realitas Tuhan.(Syihab, : 64)

Dr Mahdi Ghulsyani yang dinukil oleh Zubair (2002: 120-123) membagi

ayat-ayat dalam al-Qur’an yang berisi agar manusia dengan pengetahuannya

memikirkan alam semesta sebagai jalan untuk mengenal Allah menjadi 8 bagian

yaitu:

1. Ayat-ayat yang menggambarkan elemen-elemen pokok obyek atau menyuruh

manusia untuk menyingkapkannya. Misalnya: QS. At-Thariq 5 dan QS. Al-

Insan 2.

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?

2. Ayat-ayat yang mencakup masalah cara penciptaan obyek-obyek material dan

menyuruh manusia menyingkap asal-usulnya. Misalnya: QS. Huud 7,QS. Al-

Mu’minuun 12-14, QS. Al-Anbiya 30, QS. Lukman 10, dan QS. Al-

Ghasyiyah 17-20

3. Ayat-ayat yang menyuruh manusia mempelajari gejala-gejala alam. Misalnya

QS. Az-Zumar 21, QS. Ar-Rum 48 dan QS. Al-Baqarah 164.

10

Page 12: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

4. Ayat-ayat yang menunjukkkan bahwa Allah bersumpah atas berbagai obyek

alam. QS. As-Syams 1-6. QS. Al-Waqi’ah 75-76. dan QS. Ath-Thariq 1-3.

5. Ayat-ayat yang dengan merujuk beberapa gejala alam menjelaskan

kemungkinan terjadinya hari kebangkitan. Misalnya: QS. Al-Hajj 5. QS.

Yaasin 81 dan QS. Ar-Rum 19.Misalnya QS. An-Naml 88,

6. Ayat-ayat yang menekankan kelangsungan dan keteraturan penciptaan Allah

Al-Mulk 3-4, QS. Al-Hijr 19, QS. Al-Furqan 2, QS. Az_zumar 5 dan QS. Al-

Anbiya 16.

7. Ayat-ayat yang menyuruh manusia menyingkap bagaimana alam semesta ini

berwujud. Misalnya: QS. Al-Ankabut 20

8. Ayat-ayat yang menjelaskan keharmonisan keberadaan manusia dengan alam

semesta. Misalnya: QS.al-Baqarah 29, QS. An-Nahl 5 dan QS. Al-Hadid 25.

Ayat-ayat diatas semuanya menggambarkan bahwa segala sesuatu yang ada

di alam raya ini telah dimudahkan untuk dimanfaatkan manusia. Dan manusia

diperintah untuk memikirkannya dengan tujuan melalui tafakkur manusia dapat

menghasilkan sains dan tehnologi yang berguna dan bermanfaat bagi manusia.

Dengan demikian tanpa ragu dapat dikatakan bahwa al-qur’an membenarkan

bahkan mewajibkan usaha-usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi

selama ia membawa manfaat bagi manusia.

4. Tauhid sebagai Sumber dan Semangat Ilmiah

Dalam pengertiannya yang sederhana, “tauhid” berarti keesaan Tuhan.

Tauhid merupakan formulasi kepercayaan atau keyakinan tentang Tuhan yang

tunggal pada berbagai aspek dan dimensinya. Tauhid memiliki kesamaan makna

dengan monoteisme (Rahman, 1999: 83). Maka, sesuatu yang benar-benar

doktrinal dalam ajaran Islam ialah Tuhan dalam kategori oneness, uniqueness dan

transcendence. Dengan demikian, Tuhan merupakan eksistensi yang berbeda

dengan segala bentuk eksistensi yang dapat dikenal atau dapat diimajinasikan

manusia. Allah Maha Besar (Allahu Akbar), misalnya, merupakan konsepsi

11

Page 13: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

tentang Tuhan yang indefinite atau yang tak terbatas kebesarannya serta tak dapat

ditandingi oleh kedahsyatan benda, materi atau wujud apa pun dalam realitas

hidup manusia. Dengan tauhid, timbul pengakuan bahwa Allah Maha Pencipta

segalanya (Anwari, 2009)

Osman Bakar (2008: 68) menyatakan bahwa kesadaran beragama orang

Islam pada dasarnya adalah kesadaran akan keesaan Tuhan. Semangat ilmiah

tidak bertentangan dengan kesadaran religius, karena ia merupakan bagian yang

terpadu dengan keesaan Tuhan itu. Memiliki kesadaran akan keesaan Tuhan

berarti meneguhkan kebenaran bahwa Tuhan adalah satu dalam Esensi-Nya,

Nama-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Konsekuensi penting dari pengukuhan

kebenaran sentral ini adalah harus menerima realitas obyektif kesatuan alam

semesta. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa kesatuan kosmis merupakan

bukti yang jelas akan keesaan Tuhan.

Hal fundamental yang kemudian menarik ditelaah sebagai konsekuensi

logis dari ajaran tauhid ialah perkembangan sains, sebagaimana pernah terjadi

dalam sejarah Islam selama kurun waktu abad ke-7 hingga abad ke-13. Dengan

berpijak pada perspektif tauhid, dinamika perkembangan Islam selama kurun

waktu tersebut benar-benar diwarnai oleh besarnya perhatian terhadap sains.

Bagaimana ajaran tauhid memiliki hubungan yang erat dengan perkembangan dan

kemajuan sains, semuanya kembali pada hakikat tauhid itu sendiri. Bahwa dengan

tauhid, terbentuk pandangan dunia (Weltanschauung) manusia yang

menempatkan segenap hal ihwal di luar Tuhan Yang Maha Esa sebagai sesuatu

yang serba nisbi dan tak abadi. Kalimah La ilaha illa Allah (tiada Tuhan selain

Allah) memang merupakan pernyataan tauhid yang singkat, namun maknanya

mendalam dan memiliki dampak sosial-politik yang sangat dinamis dan progresif

(Siroj, 2006: 59). Melalui kalimah tauhid ini, semua bentuk dan jenis kekuasaan

apa pun di muka bumi haruslah dinegasikan. Hanya Allah, Tuhan yang memiliki

kekuasaan mutlak; selain-Nya bersifat nisbi (Siroj, 2006: 59-60).

12

Page 14: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

Tauhid sebagai landasan pijak pengembangan sains dapat dilacak

geneologinya pada terbentuknya konsepsi tentang Tuhan dalam pengertian yang

spesifik. Bahwa Tuhan adalah pengetahuan tentang alam semesta sebagai salah

satu efek tindak kreatif Ilahi (Bakar, 1991: 74). Pengetahuan tentang hubungan

antara Tuhan dan dunia, antara Pencipta dan ciptaan, atau antara prinsip Ilahi

dengan manifestasi kosmik, merupakan basis paling fundamental dari kesatuan

antara sains dan pengetahuan spiritual (Bakar, 1991: 74). Berilmu pengetahuan

menurut Islam sama maknanya dengan: (1) Menyatakan ketertundukan pada

tauhid, dan (2) elaborasi pemahaman secara saintifik terhadap dimensi-dimensi

kosmik alam semesta. Itulah mengapa, Al Qur’an kemudian berperan sebagai

sumber intelektualitas dan spiritualitas Islam (Baiquni, 1995: 9-62). Al Qur’an

berfungsi sebagai basis bukan hanya bagi agama dan pengetahuan spiritual, tetapi

bagi semua jenis pengetahuan. Al Qur’an sebagai kalam Allah merupakan sumber

utama inspirasi pandangan Muslim tentang keterpaduan sains dan pengetahuan

spiritual (Purwanto, 2008: 188-194). Gagasan keterpaduan ini bahkan merupakan

konsekuensi dari gagasan keterpaduan semua jenis pengetahuan (Bakar,1991:74).

Sains dalam formulasi tauhid, termaktub ke dalam narasi kalimat

sebagai berikut: “Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber dan

melalui berbagai cara dan jalan. Tetapi semua pengetahuan pada akhirnya berasal

dari Tuhan yang Maha mengetahui. Menurut pandangan Al Qur’an, pengetahuan

manusia tentang benda-benda maupun hal-hal ruhaniah menjadi mungkin karena

Tuhan telah memberinya fakultas-fakultas yang dibutuhkan untuk mengetahui.

Banyak filosof dan ilmuwan Muslim berkeyakinan bahwa dalam tindakan

berpikir dan mengetahui, akal manusia mendapatkan pencerahan dari akal Ilahi”

(Bakar, 1991:74)

Sains dalam formulasi tauhid yang sedemikian rupa itu menegaskan satu

hal, bahwa ilmu pengetahuan, filsafat dan berbagai hal yang terkait dengan semua

itu sesunguhnya berada di wilayah Ketuhanan. Manusia takkan mampu

menguasai semua itu jika dan bilamana tak ada kehendak untuk masuk ke dalam

13

Page 15: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

wilayah Ketuhanan. Dan hanya dengan tauhid manusia mampu menyentuh,

mengetuk serta masuk ke dalam wilayah Ketuhanan yang di dalamnya terdapat

khazanah keilmuan yang tiada batas.

Berkenaan dengan ilmu pengetahuan yang berada di wilayah Ketuhanan,

Nasr (1997) menggunakan istilah yang tepat: scientia sacra. Istilah ini digunakan

untuk mengingatkan bahaya desakralisasi yang sedemikian jauh menghantam dan

memporak-porandakan ilmu pengetahuan. Desakralisasi dapat disimak ke dalam

perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan, yaitu sejak sekitar permulaan abad

ke-17. Padahal, sampai kapanpun, sains tetap bersemayam di dalam wilayah

Ketuhanan. Persis sebagaimana termaktub dalam ajaran tauhid, hanya Tuhan yang

merupakan sumber lahirnya ilmu pengetahuan. Siapa pun manusia, memang

memiliki kebebasan untuk mempelajari disiplin ilmu pengetahuan apa pun serta

mengembangkan sains apa pun. Tetapi manakala tidak mendapatkan restu dari

Tuhan, maka upaya memahami ilmu pengetahuan dan sains bakal melalui jalan

berliku yang rumit. Upaya seksama memelihara tauhid, dengan sendirinya

merupakan kehendak untuk menjaga agar manusia terus-menerus berilmu

pengetahuan.

Desakralisasi ilmu pengetahuan merupakan gejala ketika sains

ditahbiskan tidak lagi berasal dari Tuhan. Sains lalu dimengerti sebagai hasil dari

setiap upaya manusia yang tak ada hubungannya dengan Tuhan. Maka, hanyalah

persoalan waktu jika kemudian sains berubah fungsi untuk sekadar menjadi

instrumen perluasan antropologisme manusia. Ketika dengan ilmu pengetahuan

manusia kehilangan dimensi Ketuhanan, maka dengan sendirinya sangatlah

mudah bagi manusia untuk menjadikan sains sebagai alat pemukul demi

mengalahkan orang lain dalam pergumulan memperebutkan materi dan kekuasaan

politik. Sains lalu menjadi bagian tak terpisahkan dari teknikalitas manusia untuk

menipu manusia lain. Tentang hal tersebut Nasr menulis: “Kini manusia modern

telah kehilangan sense of wonder, yang mengingatkan lenyapnya pengertian

14

Page 16: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

tentang kesucian pada suatu tingkat di mana manusia mendasarkan eksistensinya

pada ilmu pengetahuan (Nasr,1997:2).

Tauhid sebagai sumber kelahiran sains lalu memiliki makna yang dalam

untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran akibat kemajuan sains itu sendiri.

Jalan manusia untuk menggapai ilmu pengetahuan dimulai dari adanya pengakuan

adanya yang absolut (Nasr, 1997: 3). Scientia sacra membawa manusia pada

kebebasan dari semua kunkungan (Nasr, 1997: 357). Sebab, Yang Suci itu tidak

lain adalah Tak Terbatas dan Abadi. Sementara, semua kungkungan dihasilkan

dari kelalaian yang mewarnai realitas akhir dan tak dapat direduksi menjadi

keadaan kosong sama sekali dari kebenaran (Nasr,1997:357).

Sebagai penutup dalam pembahasan ini, Osman Bakar (2008: 68)

menyatakan bahwa kesadaran beragama orang Islam pada dasarnya adalah

kesadaran akan keesaan Tuhan. Semangat ilmiah tidak bertentangan dengan

kesadaran religius, karena ia merupakan bagian yang terpadu dengan keesaan

Tuhan itu. Memiliki kesadaran akan keesaan Tuhan berarti meneguhkan

kebenaran bahwa Tuhan adalah satu dalam Esensi-Nya, Nama-Nya, sifat-Nya dan

perbuatan-Nya. Konsekuensi penting dari pengukuhan kebenaran sentral ini

adalah harus menerima realitas obyektif kesatuan alam semesta. Al-Qur’an

dengan tegas menyatakan bahwa kesatuan kosmis merupakan bukti yang jelas

akan keesaan Tuhan.

C. KESIMPULAN

1. Ilmu Pengetahuan merupakan fenomena kemanusiaan sebagai anugerah Allah

yang melekat pada dirinya semenjak dia diciptakan. Berkat ilmunya manusia

menduduki derajat yang lebih tinggi dibanding makhluk lainnya dan dengan

ilmunya pula manusia dapat menjalankan perannya sebagai khalifah Allah di

Bumi.

2. Dalam perspektif Islam ilmu memiliki kedudukan sebagai bagian dari agama

dan berfungsi sebagai petunjuk kepada kebenaran, pembebas dari kebodohan

15

Page 17: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

dan untuk memperoleh kemuliaan di sisi Allah dan kesejahteraan hidup di

dunia dan akhirat.

3. Dalam konsep Islam ilmu menjadi jalan menuju keimanan. Ilmu yang

membuahkan keimanan selanjutnya melahirkan sifat khusyu’ dan tawadhu’

kepada Allah. Oleh sebab itu ilmu, iman dan amal harus dilaksanakan secara

simultan dan menjadi kepribadian Muslim.

4. Al-Qur’an merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas Islam. Ia

merupakan basis bukan hanya bagi agama dan pengetahuan spiritual tetapi

bagi semua jenis pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi

pandangan Muslim tentang keterpaduan sains dan pengetahuan spiritual

5. Kesadaran religius terhadap tauhid merupakan sumber dari semangat ilmiah

dalam seluruh wilayah pengetahuan.

D. PENUTUP

Dengan berbagai paparan diatas jelaslah bagi kita bahwa tugas

intelektual kita semua adalah mengembangkan ilmu pengetahuan yang dapat

mengantarkan manusia kepada pemahaman bahwa ilmu pengetahuan hanyalah

salah satu upaya manusia menemukan kebenaran hakiki dan mendekatkan diri

kepada Allah. Dan berlandaskan pada keyakinan yang kuat akan ketauhidan Allah

menjadi pemacu semangat untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu. Agar

kita semua menjadi hamba Allah yang mengabdi kepadanya dengan beramal

ilmiyah dan berilmu amaliyah.

Demikianlah uraian penulis mengenai Tauhid dan Sains. Dengan penuh

kerendahan hati sebagai akibat dari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman,

penulis yakin bahwa makalah ini masih penuh dengan kekurangan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Dan semoga karya

kecil ini dapat bermanfaat. Amiin.

16

Page 18: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

Umi RohilJepara, 18 Mei 2010

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Ashghar Engineering, 1993, Islam dan Pembebasan, terjemahan, Yokyakarta: LKIS

17

Page 19: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

Anwari, 2009, Tauhid dan Kemajuan Sains, http://warungpojokfilsafat.blogspot.com

Bakar, Osman, 1991, Tauhid dan Sains: Esensi-esensi tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam, Jakarta: Pustaka Hidayah. Terjamahan Yuliani Liputo dari judul asli Tawhid and Science: Essays on the History and Philosophy of Islamiv Science

----------------, 2008, Tauhid dan Sains: Perspektif Islam tentang agama dan Sains, Bandung: Pustaka Hidayah.

Hawwa, Sa’id, 2005, Allah Subhanahu wa Ta’ala, terj. Abdul Hayyi al-Kattani, Jakarta: Gema Insani Pers

Madjid, Nurcholish, 1995, Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina. Cetakan ke-3.

Majid, Abdul dkk, 1997, Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang IPTEK, Jakarta: Gema Insani Press

Nasr, Seyyed Hossein. (1997). Pengetahuan dan Kesucian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Terjamahan Suharsono et.al. dari judul asli Knowledge and the Cecred.

Pasya, Dr Ahmad Fuad, 2004, Dimensi Sains Al-Qur’an Menggali Ilmu Pengetahuan dari Al-Qur’an, Solo: Tiga Serangkai.

Purwanto, Agus, 2008, Ayat-ayat Semesta: Sisi-sisi Al Qur’an yang Terlupakan. Bandung: Mizan

Rahman, Fazlur. (1999). Major Themes of the Qur’an. Kuala Lumpur: Islamic Book Trust.

Siroj, Said Aqil. (2006). Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan Aspirasi. Bandung: Mizan.

Syari’ati, ‘Ali. (1992). Humanisme: Antara Islam dan Mahzab Barat. Jakarta: Pustaka Hidayah. Terjamahan Afif Muhammad dari judul asli Al-Insan, Al-Islam wa Madaris Al-Gharb

Syihab, Quraish, 1992 , Membumikan Alqur’an, Bandung: Mizan

18

Page 20: Tauhid Dan Ilmu Pengetahuan

Zainuddin, 2006, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Jakarta: Lintas Pustaka

Zubair, Ahmad Charris, 2002, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia, Yokyakarta: LESFI (Lembaga Studi Filsafat Islam)

.

19