Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN
-
Upload
irene-regina-ardis -
Category
Documents
-
view
49 -
download
0
description
Transcript of Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN
PENATALAKSANAAN SEROSIS HEPATIS
BERDASARKAN EVIDANCE BASED NURSING (EBN)
A. SIROSIS HEPATIS
Pengertian sirosis hepatis
Sirosis Hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai
dengan perubahan histopatologi. Perubahan histopatologi yang terjadi menyebabkan
peninggian tekanan pembuluh darah pada sistem vena porta. Sebagai akibat dari
peninggian tekanan vena porta, terjadi varises esophagus dan bila pecah terjadi
muntah darah warna hitam (hematemesis).
Sirosis hepatic adalah penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi seluruh
pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan fibrosis disekitar parenkim hati yang
mengalami regenerasi.
Insiden
Penderita sirosis hepatic lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan rata-rata umur terbanyak yan g mengalami
adalah usia 30 – 59 tahun.
Penyebab sirosis hepatis
1. Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutam didunia
barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keterautran dari
konsumsi alkohol. Konsumis alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis
melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum
setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau
atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan
sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih
serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang
1
lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver
disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic
steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD
mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah
nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak
mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak
aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang
dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan.
NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang pada
gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2.
Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin, sindrom
metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling umum
di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.
2. Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh
penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum
untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis)
karena bertahun-tahun dokter-dokter telah tidak mampu untuk menerangkan
mengapa sebagain dari pasien-pasien mengembangkan sirosis. Dokter-dokter
sekarang percaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic
steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi
insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan
NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah
membuatnya sulit untuk dokter-dokter untuk membuat hubungan antara NASH
dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting
bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu
kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang
menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi
dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu
risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi
virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis
2
dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada
pasien-pasien pada umur enampuluhannya.
3. Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau
hepatitis C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien
dengan hepatitis virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis.
Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A
sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan
infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang
terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi
dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada
gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis,
dan adakalanya kanker-kanker hati.
4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan berakibat pada
akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakkan
jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal
(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis,
pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi
yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ
yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot
jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah
pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan ditujukan
pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan besi dari
tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang
diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh.
Melalui waktu, tembaga berakumulasi dalam hati, mata-mata, dan otak. Sirosis,
gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan
syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah
dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari
tubuh didalam urin.
3
5. Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan
oleh suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-
wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan
yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-
pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke
usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung
unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam
usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin
dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-
pembuluh empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu
kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak
pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati
yang berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut
(fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang
digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan
dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.
6. Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum
yang seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus besar.
Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi
meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus
pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang
menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien,
luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari
operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.
7. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas
imun yang abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
4
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada
sirosis.
8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)
dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan
kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada
akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka
parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang
tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun,
dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari
dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit
(schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan
sirosis.
Klasifikasi Sirosis Hati
Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :
SKOR 1 2 3Bilirubin(mg %) < 2,0 2 - < 3 > 3,0Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin time (Quick %) > 70 40 - < 70 < 40Asites 0 Min. – sedang
(+) – (++)Banyak (+++)
Hepatic Ensephalopathy Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4
Gejala sirosis hati
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis Hati
dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B,
hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami
penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang
5
paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.
Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam
darah
2. Asites, edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati
yang sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino
rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai
sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk
metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua
sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan
bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak,
stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada
keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-
hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup
kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet
rendah protein dan rendah garam.
6
Patofisologi Sirosis Hati
Hubungan hati terhadap darah adalah unik. Tidak seperti kebanyakan organ-
organ tubuh, hanya sejumlah kecil darah disediakan pada hati oleh arteri-arteri.
Kebanyakan dari penyediaan darah hati datang dari vena-vena usus ketika darah
kembali ke jantung. Vena utama yang mengembalikan darah dari usus disebut vena
portal (portal vein). Ketika vena portal melewati hati, ia terpecah kedalam vena-
vena yang meningkat bertambah kecil. Vena-vena yang paling kecil (disebut
sinusoid-sinusoid karena struktur mereka yang unik) ada dalam kontak yang dekat
dengan sel-sel hati. Faktanya, sel-sel hati berbaris sepanjang sinusoid-sinusoid.
Hubungan yang dekat ini antara sel-sel hati dan darah dari vena portal mengizinkan
sel-sel hati untuk mengeluarkan dan menambah unsur-unsur pada darah. Sekali darah
telah melewati sinusoid-sinusoid, ia dikumpulkan dalam vena-vena yang meningkat
bertambah besar yang ahirnya membentuk suatu vena tunggal, vena hepatik (hepatic
veins) yang mengembalikan darah ke jantung.
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel
hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan
mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang
normal dan intim dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk
menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebgai tambahan, luka parut
dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati.
Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat
pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang
disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi
dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir
kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang
membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unbsur-
unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-
sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara darah yang melewati hati
dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada banyaknya
manifestasi-manifestasi dari sirosis. Hipertensi portal merupakan gabungan antara
penurunan aliran darah porta dan peningkatan resistensi vena portal (1). Hipertensi
7
portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12
mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7
mmHg (2). Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya
hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.
Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena
porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler
dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat
terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena
hepatik (supra hepatik).
Diagnosis hipertensi portal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis, laboratorium, endoskopi, pencitraan, biopsi hati dan pengukuran tekanan vena
porta. Usaha penyelamat hidup seperti tindakan pembedahan endoskopik atau
pemberian obat-obatan terus berkembang. Untuk dapat mengelola dengan baik,
diagnosis yang tepat merupakan syarat mutlak.
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan
penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis.
Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila
terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga
normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik.
Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal
pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui,
sedangkan obs-truksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik lebih banyak
menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai
riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan
saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Empedu adalah suatu cairan yang
dihasilkan oleh sel-sel hati yang mempunyai dua fungsi yang penting: membantu
dalam pencernaan dan mengeluarkan dan menghilangkan unsur-unsur yang beracun
dari tubuh. Empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati dikeluarkan kedalam saluran-
saluran yang sangat kecil yang melalui antara sel-sel hati yang membatasi sinusoid-
8
sinusoid, disebut canaliculi. Canaliculi bermuara kedalam saluran-saluran kecil yang
kemudian bergabung bersama membentuk saluran-saluran yang lebih besar dan lebih
besar lagi. Akhirnya, semua saluran-saluran bergabung kedalam satu saluran yang
masuk ke usus kecil. Dengan cara ini, empedu mencapai usus dimana ia dapat
membantu pencernaan makanan. Pada saat yang bersamaan, unsur-unsur beracun
yang terkandung dalam empedu masuk ke usus dan kemudian
dihilangkan/dikeluarkan dalam tinja/feces. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal
dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan
antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak
mampu menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat
berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus
juga berkurang.
Ada tiga jenis pembuluh darah yaitu arteri, vena dan kapiler. Arteri membawa
darah dari jantung dan mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh melalui
cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil (diameter < 0,1 mm) disebut arteriola.
Persatuan antara cabang-cabang arteri disebut anastomosis. End artery
anatomic yang cabang-cabang terminalnya tidak beranastomosis dengan cabang-
cabang arteri yang mendarahi daerah yang berdekatan. End artery fungsional adalah
pembuluh darah yang cabang-cabangnya beranatomosis dengan cabang-cabang
terminal arteri yang ada di dekatnya, tetapi besarnya anatomosis tidak cukup untuk
mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat. Vena adalah
pembuluh yang membawa darah kembali ke jantung, banyak diantaranya mempunyai
katup. Vena terkecil disebut venula. Vena yang lebih besar atau muara-muaranya,
bergabung membentuk vena yang lebih besar dan biasanya membentuk hubungan
satu dengan yang lain menjadi plexus venosus. Arteri propunda yang berukuran
sedang sering diikuti oleh dua buah vena, masing-masing berjalan di sisinya disebut
venae comitantes. Vena yang keluar dari trachtus gastrointestinal tidak langsung
menuju ke jantung tetapi bersatu membentuk vena porta. Vena ini masuk ke hati dan
kembali bercabang-cabang menjadi vena yang ukurannya lebih kecil dan akhirnya
bersatu dengan pembuluh menyerupai kapiler di dalam hati yang disebut sinusoid.
Sistem portal adalah sistem pembuluh yang terletak diantara dua jejari kapiler.
9
Anastomosis portal-sistemik Oeshophagus mempunyai tiga buah penyempitan
anatomis dan fisiologis. Yang pertama di tempat faring bersatu dengan ujung atas
oeshopagus, yang kedua di tempat arcus aorta dan bronkus sinister menyilang
permukaan anterior oeshophagus dan yang ketiga terdapat di tempat oeshopagus
melewati diaphragma untuk masuk kegaster. Penyempitan-penyempitan ini sangat
penting dalam klinik karena merupakan tempat benda asing yang tertelan tertambat
atau alat esofagoskop sulit dilewatkan. Karena jalannya makanan atau minuman lebih
lambat pada tempat-tempat ini, maka dapat timbul striktura atau penyempitan di
daerah ini setelah meminum cairan yang mudah terbakar dan kororsif atau kaustik.
Penyempitan ini juga merupakan tempat yang lazim untuk kanker oeshopagus.
Dalam keadaan normal, darah di dalam vena portae hepatis melewati hati dan masuk
ke vena cava inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik melalui venae
hepaticae. Rute ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi, selain itu terdapat
hubungan yang lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik, dan hubungan
penting jika hubungan langsung tersumbat.
1. Pada sepertiga bawah oeshophagus, rami oeshophagei vena gastrica sinistra
(cabang portal) beranastomosis dengan venae oesophageales yang mengalirkan
darah dari sepertiga tengah oeshopagus ke vena azygos (cabang sistemik).5
2. Pada pertangaan atas canalis analis, vena rectalis superior (cabang portal) yang
mengalirkan darah dari setengah bagian atas canalis analis dan beranastomosis
dengan vena rectalis media dan vena rectalis inferior (cabang sistemik), yang
masing-masing merupakan cabang vena iliaca interna dan vena pudenda interna.5
3. Vanae paraumbilicales menghubungkan ramus sinistra vena portae hepatis dan
venae superficiales dinding anterior abdomen (cabang sistemik). Venae para
umbilicales berjalan di dalam ligamentum falciforme dan ligamentum teres
hepatis.5
10
4. Vena-vena colon ascendens, colon descendens, duodenum, pancreas, dan hepar
(cabang portal) beranastomosis dengan vena renalis, vena lumbalis, dan venae
phrenicae (cabang sistemik).5
Sirkulasi portal di mulai dari vena-vena yang berasal dari lambung, usus,
limpa dan pankreas, vena porta, hepar, vena hepatika, dan vena cava. Vena-vena
yang membentuk sistem portal adalah vena porta, vena mesenterika superior dan
inferior, vena splanikus dan cabang-cabangnya. Vena porta sendiri dibentuk dari
gabungan vena splanikus dan vena mesenterika superior. Vena porta membawa
darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas, dan kandung empedu. Vena
mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus halus, kaput
pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak mempunyai
katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan sisanya
oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang
selanjutnya ke vena kava inferior. Vena porta terbentuk dari lienalis dan vena
mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai
kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah
ini membawa zat makanan ke hati yang telah di observasi oleh mukosa dan usus
halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm. Yang satu dengan yang lain terpisah
oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati, cabang vena
porta arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan
dan membentuk saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat
dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid darah
atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati disebut
Vena interlobuler. Dari sisi cabang-cabang kapiler masuk ke dalam bahan lobulus
yaitu Vena lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan darah dalam vena lain yang
disebut vena sublobuler, yang satu sama lain membentuk vena hepatica.
Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar melalui kapiler
empedu yang halus/korekuli. Dengan berkontraksi dinding perut berotot pada
saluran ini mengeluarkn empedu dari hati. Dengan cara berkontraksi, dinding
perut berotot pada saluran ini mengeluarkanempedu.
11
Komplikasi-Komplikasi Sirosis Hepatis
1. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan
kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan
edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa
waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja,
seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting).
Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk
dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan
efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak
garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga
perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut
ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat
badan yang meningkat.
2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-
bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang
sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri
yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka
kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan
yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara
normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka
dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites,
dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan
terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-
pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya
12
mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan
memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan
darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih
rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah
untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari
kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung. Sebagai suatu akibat
dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya,
vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih
tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang
pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan
(esophagus) atau lambung. Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah
parah/berat dan, tanpa perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari
perdarahan varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah
merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam
penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah),
mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-
perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan
orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu
kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi
berbaring). Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk
dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah
jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname
karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan
mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial
peritonitis.
13
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.
Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri
membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini
kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,
ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur
beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka
dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya). Seperti
didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi
secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan
hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah dalam
vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kelainan-kelainan
ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati,
dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah. Ketika
unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu
siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal)
adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-
gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau
melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau
tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian. Unsur-unsur beracun juga
membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka pada obat-obat
yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari
banyak obat-obat yang secara normal di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi
untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat
penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan tidur.
Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-detoksifikasi
atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat yang
dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.
14
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari
ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal,
yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang
berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir
melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan
yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan
menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-
fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,
dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat
dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal
biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang
berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun
dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe
terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya
terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami
kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang
telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan
dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-
pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli
(kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru
dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara
didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama
dengan pengerahan tenaga.
15
7. Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan
platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah)
yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam
vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia
bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan
berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu
kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu
bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, ia
menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet
hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan
dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah
putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat
menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu
pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta
bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang
berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.
Pemeriksaan Diagnostik :
Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati
Kolesistogrfai/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang
mungkin sebagai factor predisposisi.
Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
16
Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena
portal
Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase, Albumin serum,
Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen, BUN, Amonia serum, Glukosa
serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient, Urobilinogen urin, Urobilinogen fekal.
Penatalaksanaan
17
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN
c) terapi dosis IFN tiap hari
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg
untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-
48 minggu.
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan
3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti ;
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic
18
Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalem dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utamadiuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap
tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada
keadaandemikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites
dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak
6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C
protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin >
3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang
spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan
ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan
kasus penyaki timbul selama masa perawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood
Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan
mikroba ini beraasal dari usus. Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins
Generasi III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin
(400mg/hari)selama 2-3 minggu.
19
Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan
infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik
adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,
dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan daan dpuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi
darah.
- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin.,
Octriotide dan Somatostatin
Ensefalopati Hepatik
Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema. Di satu sisi, diet
tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan menyebabkan hiperamonia yang
berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan bila asupan protein rendah maka kadar
albumin dalam darah akan menurun sehingga terjadi malnutrisi yang akan memperburuk
keadaan hati. Untuk itu, diperlukan suatu solusi dengan nutrisi khusus hati, yaitu
Aminoleban Oral. Aminoleban Oral mengandung AARC kadar tinggi serta diperkaya
dengan asam amino penting lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi
khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar
albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Pada penderita sirosis
hati yang dirawat di rumah sakit, pemberian nutrisi khusus ini terbukti mempercepat
masa perawatan dan mengurangi frekuensi perawatan.
Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah
memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga
kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik.
20
Manajemen Nutrisi
Diet Garam Rendah I (DGR I)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur.
Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam
rendah I ini adalah 200-400 mg Na.
Diet Hati I (DH I)
Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi
dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan
diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan
lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai
cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat
digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1
L/hari.
Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya
diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda
diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan
energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.
Diet Hati II (DH II)
Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan
nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak
/ biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan
energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi,
zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi
garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan
diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.
Diet Hati III (DH III)
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien
hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu
makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi
21
tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai
Diet Hati III Garam Rendah I
Penanganan Sirosis Hati Berdasarkan Evidence Based (EBN)
1. Diet tempe pada sirosis hati sebagai upaya meningkatkan kadar albumin dan
perbaikan ensefalopati hepatic. Pada penelitian ini membandingkan antara diet hati II
dan III (diet konvensional) dengan diet tempe dalam meningkatkan kadar albumin
darah dan menurunkan derjat ensepalohetik selama 20 hari. Dan hasilnya diet tempe
dapat meningkatkan albumin darah, menurunkan ammonia dalam darah,
meningkatkan psikomotor dan menurunkan ensefalopatik hepatic.
2. Diet masukan protein pada pasien ensefalohepatik dan Sirosis hepatic yang
dilakukan oleh beberapa ahli gizi. Dari beberapa ahli gizi berbeda pendapat
mengenai batasan protein yang diberikan pada pasien sirosis hepatic, namun pada
pelaksaannya tetap mengacu pada konsesnsus ESPEN tentang nutrisi pada pasien
dengan penyakit hati yang kronik, yaitu :
Kondisi Klinis Energi/Non protein
(K.cal/Kg)
Protein (g/Kg)
Sirosis yang dapat
mengkompensasi
komplikasi.
25 - 35 1,0 – 1,2
Intake yang tidak adekuat
dan malnutrisi
35 - 40 1,5
Ensepalopathy I - II 25 - 35 Pada fase transisi 0,5
kemudian 1,0 – 1,5 , jika
ditoleransi : diberikan
protein nabati. Suplemen
BCAA
Ensepalopathy III -IV 25 - 35 0,5 – 1,2, Suplemen BCAA
Jika menggunakan nutrisi parenteral , kalori non protein yang didalamnya terkandung
lemak dan glukosa sekitar 35 – 50 %.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive
outcome. St.Louis : Elvier Saunders
2. Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition.
Philadelpia : Lippincott William & Wilkins
3. Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby
4. McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC). USA: Mosby
5. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
6. Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic
encephalopahaty and chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada
tanggal 3 mei 2009 dari : http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-
7. Ratnasari, Nurdjanah. 2001. Diet tempe kedelai pada penderita sirosis hepatic sebagai
upaya meningkatkan albumin dan perbaikan ensefalopati hepatic. Jurnal Cermin
kedokteran. Jakarta : Temprint
8. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
9. Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 mei
2009Dari : http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
23