Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

37
PENATALAKSANAAN SEROSIS HEPATIS BERDASARKAN EVIDANCE BASED NURSING (EBN) A. SIROSIS HEPATIS Pengertian sirosis hepatis Sirosis Hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Perubahan histopatologi yang terjadi menyebabkan peninggian tekanan pembuluh darah pada sistem vena porta. Sebagai akibat dari peninggian tekanan vena porta, terjadi varises esophagus dan bila pecah terjadi muntah darah warna hitam (hematemesis). Sirosis hepatic adalah penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi seluruh pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan fibrosis disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. Insiden Penderita sirosis hepatic lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan rata-rata umur terbanyak yan g mengalami adalah usia 30 – 59 tahun. Penyebab sirosis hepatis 1

description

Tugas

Transcript of Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Page 1: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

PENATALAKSANAAN SEROSIS HEPATIS

BERDASARKAN EVIDANCE BASED NURSING (EBN)

A. SIROSIS HEPATIS

Pengertian sirosis hepatis

Sirosis Hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai

dengan perubahan histopatologi. Perubahan histopatologi yang terjadi menyebabkan

peninggian tekanan pembuluh darah pada sistem vena porta. Sebagai akibat dari

peninggian tekanan vena porta, terjadi varises esophagus dan bila pecah terjadi

muntah darah warna hitam (hematemesis).

Sirosis hepatic adalah penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi seluruh

pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan

menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan fibrosis disekitar parenkim hati yang

mengalami regenerasi.

Insiden

Penderita sirosis hepatic lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan

dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan rata-rata umur terbanyak yan g mengalami

adalah usia 30 – 59 tahun.

Penyebab sirosis hepatis

1. Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutam didunia

barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keterautran dari

konsumsi alkohol. Konsumis alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis

melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum

setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau

atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan

sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati

berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih

serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.

Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang

1

Page 2: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver

disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic

steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD

mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah

nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak

mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak

aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang

dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan.

NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang pada

gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2.

Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin, sindrom

metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling umum

di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.

2. Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh

penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum

untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis)

karena bertahun-tahun dokter-dokter telah tidak mampu untuk menerangkan

mengapa sebagain dari pasien-pasien mengembangkan sirosis. Dokter-dokter

sekarang percaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic

steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi

insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan

NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah

membuatnya sulit untuk dokter-dokter untuk membuat hubungan antara NASH

dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting

bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu

kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang

menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi

dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu

risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi

virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis

2

Page 3: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada

pasien-pasien pada umur enampuluhannya.

3. Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau

hepatitis C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien

dengan hepatitis virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis.

Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A

sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan

infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang

terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi

dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada

gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis,

dan adakalanya kanker-kanker hati.

4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan berakibat pada

akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakkan

jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal

(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis,

pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi

yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ

yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot

jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah

pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan ditujukan

pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan besi dari

tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang

diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh.

Melalui waktu, tembaga berakumulasi dalam hati, mata-mata, dan otak. Sirosis,

gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan

syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah

dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari

tubuh didalam urin.

3

Page 4: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

5. Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan

oleh suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-

wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan

yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-

pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke

usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung

unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam

usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti

pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin

dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-

pembuluh empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari

pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu

kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak

pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati

yang berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut

(fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang

digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan

dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.

6. Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum

yang seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus besar.

Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi

meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus

pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang

menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien,

luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari

operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.

7. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu

kelainan sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas

imun yang abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan

4

Page 5: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada

sirosis.

8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)

dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan

kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada

akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,

ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka

parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).

9. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang

tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun,

dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari

dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit

(schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan

sirosis.

Klasifikasi Sirosis Hati

Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh :

SKOR 1 2 3Bilirubin(mg %) < 2,0 2 - < 3 > 3,0Albumin(mg %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8

Protrombin time (Quick %) > 70 40 - < 70 < 40Asites 0 Min. – sedang

(+) – (++)Banyak (+++)

Hepatic Ensephalopathy Tidak ada Stadium 1 & 2 Stdium 3 & 4

Gejala sirosis hati

Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis Hati

dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B,

hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami

penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang

5

Page 6: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada

pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:

1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam

darah

2. Asites, edema pada tungkai

3. Hipertensi portal

4. Kelelahan

5. Kelemahan

6. Kehilangan nafsu makan

7. Gatal

8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati

yang sakit.

Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino

rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai

sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk

metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua

sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan

bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak,

stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada

keadaan koma.

Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-

hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus

dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup

kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet

rendah protein dan rendah garam.

6

Page 7: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Patofisologi Sirosis Hati

Hubungan hati terhadap darah adalah unik. Tidak seperti kebanyakan organ-

organ tubuh, hanya sejumlah kecil darah disediakan pada hati oleh arteri-arteri.

Kebanyakan dari penyediaan darah hati datang dari vena-vena usus ketika darah

kembali ke jantung. Vena utama yang mengembalikan darah dari usus disebut vena

portal (portal vein). Ketika vena portal melewati hati, ia terpecah kedalam vena-

vena yang meningkat bertambah kecil. Vena-vena yang paling kecil (disebut

sinusoid-sinusoid karena struktur mereka yang unik) ada dalam kontak yang dekat

dengan sel-sel hati. Faktanya, sel-sel hati berbaris sepanjang sinusoid-sinusoid.

Hubungan yang dekat ini antara sel-sel hati dan darah dari vena portal mengizinkan

sel-sel hati untuk mengeluarkan dan menambah unsur-unsur pada darah. Sekali darah

telah melewati sinusoid-sinusoid, ia dikumpulkan dalam vena-vena yang meningkat

bertambah besar yang ahirnya membentuk suatu vena tunggal, vena hepatik (hepatic

veins) yang mengembalikan darah ke jantung.

Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel

hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan

mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang

normal dan intim dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk

menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebgai tambahan, luka parut

dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati.

Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat

pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang

disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi

dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir

kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang

membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unbsur-

unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-

sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara darah yang melewati hati

dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada banyaknya

manifestasi-manifestasi dari sirosis. Hipertensi portal merupakan gabungan antara

penurunan aliran darah porta dan peningkatan resistensi vena portal (1). Hipertensi

7

Page 8: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12

mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7

mmHg (2). Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya

hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.

Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena

porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler

dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat

terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena

hepatik (supra hepatik).

Diagnosis hipertensi portal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisis, laboratorium, endoskopi, pencitraan, biopsi hati dan pengukuran tekanan vena

porta. Usaha penyelamat hidup seperti tindakan pembedahan endoskopik atau

pemberian obat-obatan terus berkembang. Untuk dapat mengelola dengan baik,

diagnosis yang tepat merupakan syarat mutlak.

Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan

penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis.

Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila

terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga

normal.

Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik.

Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal

pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui,

sedangkan obs-truksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik lebih banyak

menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai

riwayat penyakit hati sebelumnya.

Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan

saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Empedu adalah suatu cairan yang

dihasilkan oleh sel-sel hati yang mempunyai dua fungsi yang penting: membantu

dalam pencernaan dan mengeluarkan dan menghilangkan unsur-unsur yang beracun

dari tubuh. Empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati dikeluarkan kedalam saluran-

saluran yang sangat kecil yang melalui antara sel-sel hati yang membatasi sinusoid-

8

Page 9: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

sinusoid, disebut canaliculi. Canaliculi bermuara kedalam saluran-saluran kecil yang

kemudian bergabung bersama membentuk saluran-saluran yang lebih besar dan lebih

besar lagi. Akhirnya, semua saluran-saluran bergabung kedalam satu saluran yang

masuk ke usus kecil. Dengan cara ini, empedu mencapai usus dimana ia dapat

membantu pencernaan makanan. Pada saat yang bersamaan, unsur-unsur beracun

yang terkandung dalam empedu masuk ke usus dan kemudian

dihilangkan/dikeluarkan dalam tinja/feces. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal

dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan

antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak

mampu menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat

berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus

juga berkurang.

Ada tiga jenis pembuluh darah yaitu arteri, vena dan kapiler. Arteri membawa

darah dari jantung dan mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh melalui

cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil (diameter < 0,1 mm) disebut arteriola.

Persatuan antara cabang-cabang arteri disebut anastomosis. End artery

anatomic yang cabang-cabang terminalnya tidak beranastomosis dengan cabang-

cabang arteri yang mendarahi daerah yang berdekatan. End artery fungsional adalah

pembuluh darah yang cabang-cabangnya beranatomosis dengan cabang-cabang

terminal arteri yang ada di dekatnya, tetapi besarnya anatomosis tidak cukup untuk

mempertahankan jaringan tetap hidup bila salah satu arteri tersumbat. Vena adalah

pembuluh yang membawa darah kembali ke jantung, banyak diantaranya mempunyai

katup. Vena terkecil disebut venula. Vena yang lebih besar atau muara-muaranya,

bergabung membentuk vena yang lebih besar dan biasanya membentuk hubungan

satu dengan yang lain menjadi plexus venosus. Arteri propunda yang berukuran

sedang sering diikuti oleh dua buah vena, masing-masing berjalan di sisinya disebut

venae comitantes. Vena yang keluar dari trachtus gastrointestinal tidak langsung

menuju ke jantung tetapi bersatu membentuk vena porta. Vena ini masuk ke hati dan

kembali bercabang-cabang menjadi vena yang ukurannya lebih kecil dan akhirnya

bersatu dengan pembuluh menyerupai kapiler di dalam hati yang disebut sinusoid.

Sistem portal adalah sistem pembuluh yang terletak diantara dua jejari kapiler.

9

Page 10: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Anastomosis portal-sistemik Oeshophagus mempunyai tiga buah penyempitan

anatomis dan fisiologis. Yang pertama di tempat faring bersatu dengan ujung atas

oeshopagus, yang kedua di tempat arcus aorta dan bronkus sinister menyilang

permukaan anterior oeshophagus dan yang ketiga terdapat di tempat oeshopagus

melewati diaphragma untuk masuk kegaster. Penyempitan-penyempitan ini sangat

penting dalam klinik karena merupakan tempat benda asing yang tertelan tertambat

atau alat esofagoskop sulit dilewatkan. Karena jalannya makanan atau minuman lebih

lambat pada tempat-tempat ini, maka dapat timbul striktura atau penyempitan di

daerah ini setelah meminum cairan yang mudah terbakar dan kororsif atau kaustik.

Penyempitan ini juga merupakan tempat yang lazim untuk kanker oeshopagus.

Dalam keadaan normal, darah di dalam vena portae hepatis melewati hati dan masuk

ke vena cava inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik melalui venae

hepaticae. Rute ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi, selain itu terdapat

hubungan yang lebih kecil di antara sistem portal dan sistem sistemik, dan hubungan

penting jika hubungan langsung tersumbat.

1. Pada sepertiga bawah oeshophagus, rami oeshophagei vena gastrica sinistra

(cabang portal) beranastomosis dengan venae oesophageales yang mengalirkan

darah dari sepertiga tengah oeshopagus ke vena azygos (cabang sistemik).5

2. Pada pertangaan atas canalis analis, vena rectalis superior (cabang portal) yang

mengalirkan darah dari setengah bagian atas canalis analis dan beranastomosis

dengan vena rectalis media dan vena rectalis inferior (cabang sistemik), yang

masing-masing merupakan cabang vena iliaca interna dan vena pudenda interna.5

3. Vanae paraumbilicales menghubungkan ramus sinistra vena portae hepatis dan

venae superficiales dinding anterior abdomen (cabang sistemik). Venae para

umbilicales berjalan di dalam ligamentum falciforme dan ligamentum teres

hepatis.5

10

Page 11: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

4. Vena-vena colon ascendens, colon descendens, duodenum, pancreas, dan hepar

(cabang portal) beranastomosis dengan vena renalis, vena lumbalis, dan venae

phrenicae (cabang sistemik).5

Sirkulasi portal di mulai dari vena-vena yang berasal dari lambung, usus,

limpa dan pankreas, vena porta, hepar, vena hepatika, dan vena cava. Vena-vena

yang membentuk sistem portal adalah vena porta, vena mesenterika superior dan

inferior, vena splanikus dan cabang-cabangnya. Vena porta sendiri dibentuk dari

gabungan vena splanikus dan vena mesenterika superior. Vena porta membawa

darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pankreas, dan kandung empedu. Vena

mesenterika superior dibentuk dari vena-vena yang berasal dari usus halus, kaput

pankreas, kolon bagian kiri, rektum dan lambung. Vena porta tidak mempunyai

katup dan membawa sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan sisanya

oleh arteri hepatika. Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang

selanjutnya ke vena kava inferior. Vena porta terbentuk dari lienalis dan vena

mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai

kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah

ini membawa zat makanan ke hati yang telah di observasi oleh mukosa dan usus

halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm. Yang satu dengan yang lain terpisah

oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati, cabang vena

porta arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan

dan membentuk saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat

dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid darah

atau kapiler hepatika. Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati disebut

Vena interlobuler. Dari sisi cabang-cabang kapiler masuk ke dalam bahan lobulus

yaitu Vena lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan darah dalam vena lain yang

disebut vena sublobuler, yang satu sama lain membentuk vena hepatica.

Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar melalui kapiler

empedu yang halus/korekuli. Dengan berkontraksi dinding perut berotot pada

saluran ini mengeluarkn empedu dari hati. Dengan cara berkontraksi, dinding

perut berotot pada saluran ini mengeluarkanempedu.

11

Page 12: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Komplikasi-Komplikasi Sirosis Hepatis

1. Edema dan ascites

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk

menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama

berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan

kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini

disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa

menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan

edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa

waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja,

seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting).

Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk

dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan

efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak

garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga

perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut

ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat

badan yang meningkat.

2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)

Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-

bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang

sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri

yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka

kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan

yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara

normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka

dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites,

dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan

terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-

pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya

12

Page 13: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan

memburuknya ascites.

3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke

jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi

portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan

darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih

rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah

untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari

kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung. Sebagai suatu akibat

dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya,

vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas

mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih

tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang

pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan

(esophagus) atau lambung. Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah

parah/berat dan, tanpa perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari

perdarahan varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah

merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam

penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah),

mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-

perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan

orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu

kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi

berbaring). Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk

dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah

jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname

karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan

mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial

peritonitis.

13

Page 14: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

4. Hepatic encephalopathy

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan

penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.

Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri

membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini

kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya,

ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur

beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka

dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya). Seperti

didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi

secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan

hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah dalam

vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kelainan-kelainan

ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati,

dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah. Ketika

unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak

terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu

siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal)

adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-

gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau

melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau

tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang

parah/berat menyebabkan koma dan kematian. Unsur-unsur beracun juga

membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka pada obat-obat

yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari

banyak obat-obat yang secara normal di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi

untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat

penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan tidur.

Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-detoksifikasi

atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat yang

dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.

14

Page 15: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

5. Hepatorenal syndrome

Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal

syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari

ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal,

yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang

berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir

melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan

yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan

menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-

fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,

dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat

dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal

biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan bahwa fungsi yang

berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun

dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe

terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya

terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.

6. Hepatopulmonary syndrome

Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat

mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami

kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang

telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan

dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-

pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli

(kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru

dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara

didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama

dengan pengerahan tenaga.

15

Page 16: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

7. Hypersplenism

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk

mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan

platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah)

yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam

vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia

bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan

berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu

kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu

bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, ia

menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet

hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah

istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan

dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah

putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah

(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat

menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu

pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).

8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati

utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta

bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang

berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.

Pemeriksaan Diagnostik :

Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati

Kolesistogrfai/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang

mungkin sebagai factor predisposisi.

Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus

16

Page 17: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena

portal

Pemeriksaan Laboratorium :

Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase, Albumin serum,

Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen, BUN, Amonia serum, Glukosa

serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient, Urobilinogen urin, Urobilinogen fekal.

Penatalaksanaan

17

Page 18: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;

misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.

Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan

hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :

a) kombinasi IFN dengan ribavirin

b) terapi induksi IFN

c) terapi dosis IFN tiap hari

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x

seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg

untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-

48 minggu.

Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih

tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan

3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB

Terapi dosis interferon setiap hari.

Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai

HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi

komplikasi seperti ;

1. Astises

2. Spontaneous bacterial peritonitis

3. Hepatorenal syndrome

4. Ensefalophaty hepatic

18

Page 19: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Asites

Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

- istirahat

- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah

garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus

dirawat.

- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan

pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.

Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalem dan hal ini

dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utamadiuretic adalah

spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap

tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita

kombinasikan dengan furosemid.

Terapi lain :

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada

keadaandemikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites

dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak

6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C

protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin >

3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)

Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang

spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan

ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan

kasus penyaki timbul selama masa perawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood

Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan

mikroba ini beraasal dari usus. Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins

Generasi III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.

Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin

(400mg/hari)selama 2-3 minggu.

19

Page 20: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Hepatorenal Sindrome

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,

pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan

infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam,

potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik

adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,

dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan daan dpuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu :

untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi

darah.

- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin.,

Octriotide dan Somatostatin

Ensefalopati Hepatik

Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema. Di satu sisi, diet

tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan menyebabkan hiperamonia yang

berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan bila asupan protein rendah maka kadar

albumin dalam darah akan menurun sehingga terjadi malnutrisi yang akan memperburuk

keadaan hati. Untuk itu, diperlukan suatu solusi dengan nutrisi khusus hati, yaitu

Aminoleban Oral. Aminoleban Oral mengandung AARC kadar tinggi serta diperkaya

dengan asam amino penting lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi

khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan mempertahankan kadar

albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Pada penderita sirosis

hati yang dirawat di rumah sakit, pemberian nutrisi khusus ini terbukti mempercepat

masa perawatan dan mengurangi frekuensi perawatan.

Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah

memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga

kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik.

20

Page 21: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

Manajemen Nutrisi

Diet Garam Rendah I (DGR I)

Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau

hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur.

Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam

rendah I ini adalah 200-400 mg Na.

Diet Hati I (DH I)

Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi

dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan

diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan

lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai

cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat

digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1

L/hari.

Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya

diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan

diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda

diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan

energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.

Diet Hati II (DH II)

Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan

nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak

/ biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan

energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi,

zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi

garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan

diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.

Diet Hati III (DH III)

Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien

hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu

makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi

21

Page 22: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai

Diet Hati III Garam Rendah I

Penanganan Sirosis Hati Berdasarkan Evidence Based (EBN)

1. Diet tempe pada sirosis hati sebagai upaya meningkatkan kadar albumin dan

perbaikan ensefalopati hepatic. Pada penelitian ini membandingkan antara diet hati II

dan III (diet konvensional) dengan diet tempe dalam meningkatkan kadar albumin

darah dan menurunkan derjat ensepalohetik selama 20 hari. Dan hasilnya diet tempe

dapat meningkatkan albumin darah, menurunkan ammonia dalam darah,

meningkatkan psikomotor dan menurunkan ensefalopatik hepatic.

2. Diet masukan protein pada pasien ensefalohepatik dan Sirosis hepatic yang

dilakukan oleh beberapa ahli gizi. Dari beberapa ahli gizi berbeda pendapat

mengenai batasan protein yang diberikan pada pasien sirosis hepatic, namun pada

pelaksaannya tetap mengacu pada konsesnsus ESPEN tentang nutrisi pada pasien

dengan penyakit hati yang kronik, yaitu :

Kondisi Klinis Energi/Non protein

(K.cal/Kg)

Protein (g/Kg)

Sirosis yang dapat

mengkompensasi

komplikasi.

25 - 35 1,0 – 1,2

Intake yang tidak adekuat

dan malnutrisi

35 - 40 1,5

Ensepalopathy I - II 25 - 35 Pada fase transisi 0,5

kemudian 1,0 – 1,5 , jika

ditoleransi : diberikan

protein nabati. Suplemen

BCAA

Ensepalopathy III -IV 25 - 35 0,5 – 1,2, Suplemen BCAA

Jika menggunakan nutrisi parenteral , kalori non protein yang didalamnya terkandung

lemak dan glukosa sekitar 35 – 50 %.

22

Page 23: Tatalaksana Sirosis Hepatis Berdasarkan EBN

DAFTAR PUSTAKA

1. Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive

outcome. St.Louis : Elvier Saunders

2. Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition.

Philadelpia : Lippincott William & Wilkins

3. Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby

4. McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification

(NIC). USA: Mosby

5. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

6. Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic

encephalopahaty and chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada

tanggal 3 mei 2009 dari : http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-

7. Ratnasari, Nurdjanah. 2001. Diet tempe kedelai pada penderita sirosis hepatic sebagai

upaya meningkatkan albumin dan perbaikan ensefalopati hepatic. Jurnal Cermin

kedokteran. Jakarta : Temprint

8. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.

9. Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 mei

2009Dari : http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf

23