Tatalaksana konservatif ckd

53
REFERAT PENATALAKSANAAN KONSERVATIF GAGAL GIJAL KRONIK Dokter Pembimbing : Dr. Gerie Amarendra, Sp.PD Disusun oleh : Selvi Annisa 030.08.220 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI PERIODE 23 JULI- 23 SEPTEMBER 2012 1

description

REFERAT

Transcript of Tatalaksana konservatif ckd

Page 1: Tatalaksana konservatif ckd

REFERAT

PENATALAKSANAAN KONSERVATIF

GAGAL GIJAL KRONIK

Dokter Pembimbing :

Dr. Gerie Amarendra, Sp.PD

Disusun oleh :

Selvi Annisa

030.08.220

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KOTA BEKASI

PERIODE 23 JULI- 23 SEPTEMBER 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

SEPTEMBER 2012

1

Page 2: Tatalaksana konservatif ckd

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….2

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4

Definisi……………………………………………………………………………………………4

Klasifikasi………………………………………………………………………………………...4

Epidemiologi……………………………………………………………………………………...4

Etiologi……………………………………………………………………………………………6

Manifestasi klnis penyakit ginjal kronik………………………………………………................7

Penatalaksanaan Konservatif Penyakit ginjal kronik……………………………………………..9

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................. 23

Daftar pustaka……………………………………………………………………………...…….24

LAPORAN KASUS……………………………………………………………………..………26

2

Page 3: Tatalaksana konservatif ckd

BAB I

PENDAHULUAN

            Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan berakhir pada gagal

ginjal atau End Stage Renal Disease (ESRD). Insiden PGK meningkat diseluruh dunia, baik di

negara berkembang maupun di negara maju. Jumlah pasien yang memerlukan terapi pengganti

ginjal meningkat dua kali lipat selama dekade terakhir. Telah diketahui bahwa PGK tahap akhir

meningkatkan risiko kematian dan penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor yang dapat

mempercepat progresivitas PGK seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperurisemia, dislipidemi,

asidosis metabolik, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan cairan dan asam basa, infeksi,

dan faktor pemberat lainnya perlu dikontrol dan diatasi sehingga dapat memperlambat progressi

PGK dan menunda dimulainya terapi pengganti ginjal sepeti hemodialisis atau CAPD.

3

Page 4: Tatalaksana konservatif ckd

BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Penyakit Ginjal Kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada akhirnya berakhir dengan gagal

ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi penggantian ginjal

yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal. (1)

Kriteria Penyakit ginjal Kronik(2)

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural maupun

fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi: kelainan patologis,

terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau

kelainan dalam tes pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml.mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal.

II. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik

diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap

tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal

ginjal per tahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar 40-60

kasus perjuta penduduk pertahun.(3)

III. KLASIFIKASI

Klasifikasi Penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitnya dapat dilihat pada table 2

Table 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakitnya(3)

Derajat Penjelasan LFG(ml/menit/1,73m2)

4

Page 5: Tatalaksana konservatif ckd

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau↑

Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan

Kerusakan gijal dengan LFG↓ sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat

Gagal ginjal

>=90

60-89

30-59

15-29

<15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnostic dapat dilihat pada table 3

Tabel 3. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi(3)

Penyakit Contoh

Penyakit ginjal diabetes

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit pada transplantasi

Diabtes tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular, penyakit

vaskuler, penyakit

tubulointerstitial, penyakit kistik

Rejeksi kronik, keracunan obat

(siklosporin/takrolimus), penyakit

recurrent (glomerular), Transplant

glomerulopathy

5

Page 6: Tatalaksana konservatif ckd

IV. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain. Tabel 4

menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat. (3)

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang

menjalani hemodialysis di Indonesia, seperti pada table 5.Dikelompokkan pada sebab lain,

dianntaranya, nefritis lupus, nefroati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal,

dan penyebab yang tidak diketahui.(2)

Tabel 4. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)(3)

Penyebab Insiden

Diabetes Melitus

-tipe1 (7%)

-tipe 2 (37%)

Hipertensi dan penyakit pembuluh

darah besar

Glomerulonefritis

Nefritis Interstitialis

Kista dan penyakit bawaan lahir

Penyakit sistemik (missal: lupus

dan vaskulitis)

Neoplasma

Tidak diketahui

Penyakit lain

44%

27%

10%

4%

3%

2%

2%

4%

4%

Tabel 5. Penyebab gagal ginjal yang mengalami hemodialysis di Indonesia tahun 2000(2)

Penyebab Insiden

6

Page 7: Tatalaksana konservatif ckd

Glomerulonefritis

Diabetes Melitus

Obstruksi dan infeksi

Hipertensi

Sebab lain

46,39%

18,65%

12,85%

8,46%

13,65%

V. MANIFESTASI GAGAL GINJAL KRONIK

1. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa

•    Homeostasis natrium dan air

            Pada kebanyakan pasien dengan penyakit ginjal kronik yang stabil kandungan natrium

dan H2O pada seluruh tubuh meningkat secara perlahan. Penyebabnya adalah

terganggunya keseimbangan glomerulotubular yang menyebabkan retensi natrium atau natrium

dari proses pencernaan yang menyebabkan ekspansi volume cairan ekstra seluler (CES) dimana

ekspansi CES akan menimbulkan hipertensi yang menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh.

Pasien dengan penyakit ginjal kronik yang belum didialisis tetapi terbukti terjadi ekspansi

CES, maka pemberian loop diuretik bersama dengan pengurangan intake garam dapat digunakan

sebagai terapi. Pasien dengan penyakit ginjal kronis juga memiliki gangguan mekanisme ginjal

untuk menyimpan natrium dan H2O.(1)

• Homeostasis kalium             

            Pada penyakit ginjal kronik, penurunan LFG tidak selalu disertai dengan penurunan

ekskresi kalium urine. Walaupun demikian hiperkalemia dapat terjadi oleh karenakonstipasi,

katabolisme protein, hemolisis, pendarahan , transfusion of stored redblood cells, augmented

dietary intake, metabolik asidosis dan beberapa obat yang dapat menghambat kalium masuk ke

dalam sel atau menghambat sekresi kalium di nefronbagian distal. Hipokalemia jarang terdapat

7

Page 8: Tatalaksana konservatif ckd

pada penyakit ginjal kronik dan biasanya merupakan tanda kurangnya intake kalium dalam

kaitannya pada terapi diuretik atau kehilangan dari gastro intestinal.1

• Asidosis metabolik

            Dengan berlanjutnya PGK, maka seluruh ekskresi asam sehari hari dan produksi

penyangga (buffer) akan turun yang dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Pada

kebanyakan pasien dengan PGK yang stabil, pemberian 20-30 mmol/hari natrium bikarbonat

atau natrium sitrat memperbaiki asidosis. Pemberian natrium harus dilaksanakan dengan

perhatian yang seksama terhadap status volume.1

2.Penyakit tulang dan kelainan metabolisme kalsium dan fosfat

            Kelainan mayor dari penyakit tulang pada PGK dapat diklasifikasikan sebagai high bone

turnover dengan tingginya kadar PTH atau low bone turnover dengan rendah atau normalnya

PTH. Patofisiologi dari penyakit tulang akibat sekunder hiperparatiroidismeberhubungan dengan

metabolisme mineral yang abnormal yaitu :

(1). Penurunan LFG menyebabkan penurunan ekskresi inorganik fosfat (PO43- )

danmenimbulkan          retensi             PO43-.

(2). Tertahannya PO4 3- memiliki efek langsung terhadap sintesis PTH dan masa sel kelenjar

para         tiroid. . 

(3) Tertahannya PO4 3- juga menyebabkan terjadinya produksi yang berlebihan dan sekresi PTH

melalui turunnya ion Ca2 + dan dengan supresi produksi kalsitriol (1,25 – dihidroksi oleh

kalsiferol ).

(4) Penurunan produksi kalsitriol merupakan hasil dari penurunan sintesis akibat pengurangan

masa ginjal dan akibat hiperfosfatemia. Kadar kalsitriol yang rendah dapatmenimbulkan

hiperparatiroidisme melalui mekanisme langsung dan tidak langsung. Kalsitriol diketahui

memiliki efek supresi langsung pada transkripsi PTH. Oleh karena itu penurunan kalsitriol pada

panyakit ginjal kronik menyebabkan peningkatan kadar PTH. Selain itu pengurangan kalsitriol

menimbulkan gannguan absorbsi Ca 2+ dari traktus gasrto interstinal, yang kemudian

menimbulkan hipokalsemia dan selanjutnya meningkatkan sekresi dan produksi PTH. Secara

keseluruhan, hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan penurunan sintesis kalsitriol, semuanya

8

Page 9: Tatalaksana konservatif ckd

menyebabkan produksi PTH dan proliferasi dari paratiroid sel, yang menimbulkan

hiperparatiroid sekunder.1,2

             Low turn over bone disease dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu osteomalasia

dan penyakit tulang adinamik. Keduanya memiliki karakteristik berupa penurunan jumlah

osteoklas dan osteoblas dan dikemudian hari terjadi penurunan aktifitas. Pada osteomalasia,

terdapat akumulasi matriks tulang yang tidak termineralisasi, atau peningkatan volume osteoid,

yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin D, peningkatan deposit aluminium, atau asidosis

metabolik. Penyakit tulang adinamik dikenali sebagai kejadian lesi tulang hiperparatiroid pada

pasien dengan penyakit ginjal kronik dan ini biasanya terjadi pada pasien dengan  diabetes.1,2 

            Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering terjadi.

Penatalaksaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian

hormon kalsitriol(1, 25 (OH) 2 D3 ). Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan

asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorpsi fosfat di saluran

cerna.1,2

VI. PENATALAKSANAAN KONSERVATIF GAGAL GINJAL KRONIK

Penatalaksanaan konservatif  penyakit ginjal kronik meliputi1:        

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya 

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid antara lain gangguan keseimbangan  cairan,

hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat

nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya. 

3.Memperlambat progesivitas penyakit ginjal kronik 

Tujuannya adalah untuk mempertahankan kadar LFG dan mencegah penurunan LFG lebihlanjut.

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.1

Tujuan terapi konservatif pada penyakit ginjal kronik pre-dialisis antara lain adalah:

1.      Mencegah perburukan faal ginjal secara progresif

2.      Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

3.      Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal

9

Page 10: Tatalaksana konservatif ckd

4.      Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Beberapa prinsip terapi konservatif antara lain adalah1:

1.      Mencegah perburukan faal ginjal secara progresif

Ø  Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik

Ø  Hindari gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Ø  Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi

Ø  Hindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medis yang kuat

2.  Pendekatan terhadap penurunan faal ginjal yang progresif lambat (slowly progresif)

Ø  Mengendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular

Ø  Mengendalikan infeksi jika terjadi

Ø  Diet protein yang proporsional

Ø  Mengendalikan hiperfosfatemia

Ø  Terapi terhadap hiperurisemia

Ø  Terapi keadaan asidosis metabolik

Ø  Mengontrol kadar gula darah

3.  Terapi alleviative gejala azotemia

Ø  Pembatasan konsumsi protein hewani

Ø  Terapi gatal-gatal pada kulit

Ø  Terapi terhadap keluhan gastrointestinal

Ø  Terapi terhadap keluhan neuromuskular seperti kebas atau kram otot

10

Page 11: Tatalaksana konservatif ckd

Ø  Terapi kelainan tulang dan sendi

Ø  Terapi anemia

PEMBATASAN ASUPAN PROTEIN

Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan terapi konservatif adalah sebagai

berikut3:

1. Syarat Dalam Menyusun Diet

Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg BB, dengan

ketentuan dan komposisi sebagai berikut:

Ø  Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori

Ø  kebutuhan protein sebesar 0,6 g/kg BB dan 50% dianjurkan berasal dari protein dengan nilai

biologis tinggi. Produk kedelai cukup aman untuk selingan pengganti protein hewani sebagai

variasi menu dengan jumlah sesuai anjuran. Susu kacang kedelai dapat pula digunakan sebagai

pengganti susu sapi. Hal positif yang didapat dari protein nabati adalah

mengandung phytoestrogen yang disebut isoflavon yang memberikan banyak keuntungan pada

PGK. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa protein dari kedelai dapat

menurunkan proteinuria, hiperfiltrasi, dan proinflamatory cytokines yang diperkirakan dapat

menghambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Penelitian lain mengenai diet dengan protein

nabati pada pasien PGK adalah dapat menurunkan eksresi urea, serum kolesterol total dan LDL

sebagai pencegah kelainan pada jantung yang sering dialami pada pasien PGK. Pada binatang

percobaan dengan penurunan fungsi ginjal yang diberi casein dibandingkan dengan protein

kedelai setelah 1-3 minggu ternyata dapat menunda penurunan fungi ginjal lebih lanjut.

Protein diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut diet

rendah protein atau low protein diet (LPD) .3,4,5

Diet sangat rendah protein (very low protein diet/VLP) yaitu dengan pemberian protein 0,3 gr/kg

BB/hari yang dilengkapi dengan pemberian asam amino esensial atau campuran asam amino

11

Page 12: Tatalaksana konservatif ckd

esensial dan asam keto. Kedua diet ini dapat mengurangi asupan nitrogen sekaligus memenuhi

kebutuhan fisiologis asam amino asensial dapat terpenuhi. Saat ini dampak diet rendah protein

disertai dengan pemberian asam keto merupakan topik yang banyak dibicarakan maupun diteliti.

Asam keto dimetabolisme oleh tubuh menjadi asam amino esensial dan dapat mengurangi beban

nitrogen pada ginjal, dapat memenuhi kebutuhan protein tubuh tanpa menyebabkan kelebihan

fosfor atau urea.5,6

Teplan melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh jangka panjang diet rendah protein

ditambah asam keto dan ACE-inhibitor terhadap metabolisme dan proteinuria pada pasien

nefropati diabetik. Setelah 12 bulan dijumpai penurunan proteinuria yang signifikan terkait

dengan perbaikan parameter metabolisme protein dan dapat memperlambat progresi penyakit

ginjal terkait dengan penurunan klirens inulin.7

Dalam penelitian Walser, VLPD (0,3gr/kgBB) dengan suplementasi asam keto dan dengan

pengawasan yang ketat ternyata dapat menunda dialisis dalam kurun waktu 1 tahun. 8

Pada penelitian Bellizi, faktor asupan diet protein sangat penting dalam pencegahan progresifitas

PGK. Dalam penelitian ini ternyata asupan VLPD disertai suplemen ketoanalog menurunkan

proteinuria serta tekanan darah lebih terkontrol dibandingkan dengan grup yang mendapat

asupan LPD. Penelitian ini memperlihatkan bahwa rasio intake protein nabati pada diet VLPD

dengan ketoanalog lebih tinggi dibandingkan LPD dan ternyata dijumpai efek vasodilatasi

melalui respon dari kadar BCAA yang mengakibatkan penurunan tekanan darah sehingga dapat

menghambat progresifitas PGK.9

Keuntungan suplementasi ketoanalog pada metabolism protein dan asam amino antara lain6:

v  mencegah dekarboksilasi asam amino

v  mengalami konversi menjadi asam amino

v  meningkatkan sintesa protein dan mengurangi pembentukan nitrogen.

Ø  Dosis suplemen asam keto yaitu 1 tablet/5 kgBB/hari (0,1 gr/kgBB/hari)

Ø  Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30 % diutamakan lemak tidak jenuh.

12

Page 13: Tatalaksana konservatif ckd

Ø  Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari ditambah IWL ± 500

ml.

Ø  Garam <2 garam/hari

Ø  Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari

Ø  Fosfor yang dianjurkan 5-7 mg/kg BB/hari (<800 mg/hari)

Ø  Kalsium 1400-1600 mg/hari

Ø  Sumber Vitamin dan Mineral

Pasien yang mengalami hipekalemi perlu menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu

pengelolaan khusus yaitu dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam,

setelah itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk

buah dapat dimasak.3

Efek Metabolik Terhadap Asupan Diet Protein

            Hampir sama dengan pasien dengan penyakit hati atau penyakit herediter metabolisme

nitrogen, pada pasien PGK akan terjadi ‘intoleransi protein’ ketika mereka makan protein yang

terlalu banyak. Protein yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami metabolisme yaitu

pertama, breakdown protein menghasilkan asam amino yang diperlukan untuk cadangan sintesis

protein tubuh yang baru. Kedua, protein menghasilkan nitrogen yang merupakan sisa

metabolime protein dan harus diekskresikan melalui ginjal , bila

terakumulasi akan menyebabkan gejala-gejala uremia. Sisa metabolisme protein lainnya seperti

guanidine, aromatic/aliphatic amines akan memberikan efek toksik bila kadarnya tinggi dalam

darah. Urea merupakan metabolit nitrogen yang merupakan petanda adanya akumulasi dari

toksin-toksin yang lainnya. Jika seorang penderita PGK makan makanan yang banyak

mengandung protein, maka akan terakumulasi juga beberapa bahan yang lain seperti phenol,

asam urat, asid dan fosfat. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Hakim dkk tahun

1988 terhadap 911 penderita PGK dengan serum kreatinin > 5 mg/dl yang mendapat perhatian

nutrisi minimal memperlihatkan berbagai kelainan metabolisme antara lain > 30% penderita

dengan asidosis berat (bicarbonate serum < 15 mmol/l), hiperfosfatemia berat ( fosfat serum >

13

Page 14: Tatalaksana konservatif ckd

7mg/dl) dan azotemia berat ( BUN > 120 mg/dl). Asupan tinggi protein juga dapat menyebabkan

hiperurisemia, tidak hanya meningkatkan risiko penyakit gout tetapi juga dapat menyebabkan

sindroma metabolik, hipertensi dan disfungsi endotel dengan penyakit vaskuler.10,11,12,13

Alasan untuk mengontrol asupan protein pada penderita PGK(Fouque,2007)14

________________________________________________________________

 Adaptasi adekuat terhadap asupan rendah protein

 Menurunkan beban nefron yang masih tersisa

 Memperbaiki resistensi insulin                                       

 Mengurangi stress oksidasi          

 Mengurangi proteinuria

 Menurunkan kadar hormon paratiroid

 Memperbaiki profil lipid

 Efek aditif pada pemberian ACE inhibitor

 Menurunkan angka kematian atau memperlambat inisiasi dialysis sampai

40%

 Number needed to treat yang menguntungkan ( 1 pasien akan terhindar dari

kematian atau inisiasi dialsis setiap tahun untuk setiap 18 pasien yang

mendapat diet rendah protein )

 Tidak adanya alasan objektif yang pasti untuk tidak merekomendasikan diet

rendah protein kepada kebanyakan penderita PGK

HAMBATAN IMPLEMENTASI ASUPAN RENDAH PROTEIN

14

Page 15: Tatalaksana konservatif ckd

Implementasi diet rendah protein pada pengelolaan PGK sering terlupakan dan nilainya pada

rencana pengelolaan penderita PGK sering diremehkan. Terdapat beberapa hambatan untuk

melaksanaan strategi diet rendah protein ini. Kesulitan pertama adalah hasil dari studi MDRD

yang menRekomendasi asupan protein pada penderita PGK predialisis (K/DOQI,2002):

Rekomendasi asupan protein pada penderita PGK predialisis menurut K/DOQI 2002:

Untuk individu dengan PGK (LFG<25 ml/menit) yang belum menjalani hemodialisis regular,

harus dipertimbangkan pemberian diet rendah protein 0,6 gr/kg BB/hari.

Rekomendasi asupan protein pada penderita PGK predialisis berdasarkan K/DOQI 2002 yaitu:

untuk individu dengan PGK (LFG < 25 ml/menit) yang tidak menjalani hemodialisis regular,

maka diberikan diet rendah protein 0,60 gr/kgBB/hari. Untuk individu yang tidak dapat

menerima jenis diet tersebut atau tidak dapat mempertahankan asupan diet yang adekuat, perlu

diberikan asupan protein hingga 0,75 gr/kg BB/hari.16

v  Bila dapat dilaksanakan dan dapat dimonitor, diet rendah protein, tinggi energi dapat

mempertahankan status nutrisi dan mengurangi potensi terbentuknya metabolik nitrogen yang

toksis, mengurangi gejala uremia dan menurunkan kejadian komplikasi metabolik.

v  Bukti menunjukkan diet rendah protein dapat menghambat progresifitas gagal ginjal dan

memperlambat kemungkinan terapi dialisis.

v  Paling sedikit 50% asupan protein harus mempunyai nilai biologis tinggi.

v  Bila penderita gagal ginjal mengkonsumsi nutrisi tidak terkontrol, penurunan asupan protein

dan indikator status nutrisi harus dilakukan16.

Diet rendah protein dan malnutrisi

            Kita ketahui bahwa beberapa penderita PGK dapat kehilangan massa ototnya dan protein,

tetapi dari beberapa laporan hal ini terjadi hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh

asupan protein yang rendah. Pada kenyataannya telah banyak penelitian yang

membuktikan kegunaan diet restriksi protein seperti yang telah dibahas diatas.3

15

Page 16: Tatalaksana konservatif ckd

            Pada perencanaan yang baik pemberian asupan rendah protein diperlukan asupan energi

yang adekuat oleh karena pasien PGK tanpa komplikasi akan mengaktivasi mekanisme protektif

maupun adaptif yang sama dengan orang dewasa normal. Untuk alasan ini, pasien PGK tanpa

komplikasi membutuhkan nutrisi yang sama dengan orang dewasa sehat. Malnutrisi

didefinisikan sebagai kelainan yang disebabkan oleh berkurangnya asupan kalori, protein atau

adanya ketidak seimbangan diet, sehingga malnutrisi seharusnya diperbaiki dengan cara

meningkatkan asupan kalori atau diet protein. Kehilangan otot pada PGK adalah suatu proses

katabolisme yang terjadi karena teraktivasinya jalur seluler yang tidak tergantung terhadap

asupan nutrisi. Kesalahan digunakannya istilah malnutrisi pada PGK disebabkan dua alasan yaitu

keyakinan bahwa hipoalbuminemia disebabkan karena insufisiensi asupan protein dan gambaran

klinik PGK mirip dengan keadaan yang dihubungkan dengan malnutrisi. Hipoalbuminemia

sering terdapat pada pasien PGK. Penurunan serum albumin ini disebabkan adanya sitokin-

sitokin di sirkulasi darah dan inflamasi , bukan karena asupan nutrisi yang tidak adekuat

(malnutrisi).4,17

            Penurunan berat badan , kelemahan (fatigue) dan kehilangan massa otot yang terlihat

pada pasien PGK sering didiagnosis sebagai malnutrisi, padahal kelainan tersebut merupakan

konsekuensi proses metabolik yang terjadi pada PGK, bukan karena asupan nutrisi yang

kurang. Meningkatkan asupan protein pada penderita ini hanya akan menimbulkan gangguan

metabolik daripada meningkatkan massa otot. Asupan tinggi protein dapat menimbulkan asidosis

yang akan meningkatkan destruksi protein di otot melalui aktivasi sistim ubiquin-proteasome

proteolytic (UPP). UPP diidentifikasi sebagai sistim proteolitik yang menyebabkan katabolisme

protein di otot pada keadaan tubuh mengalami katabolisme seperti luka bakar atau trauma.

Asidosis metabolik juga menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif dan kehilangan cadangan

protein. Koreksi asidosis dapat mensupresi sistim UPP dan menyebabkan peningkatan berat

badan.10,17

Monitoring Asupan Nutrisi

            Asupan protein dapat diestimasi dengan memonitor nutrisi yang dimakan dan ekskresi

urea dalam urine pasien PGK predialisis atau memonitor protein nitrogen appearance pada

pasien PGK dengan dialisis. Untuk pasien PGK pre-dialisis dapat digunakan rumus berikut :

16

Page 17: Tatalaksana konservatif ckd

            Asupan nitrogen (gr/hr) = UNA (gr/hr) + 0,031 X berat badan (kg)

Ket : UNA : urea nitrogen dalam urine 24 jam

asupan protein : 6,25 X asupan nitrogen

            Compliance diet rendah protein didefinisikan sebagai asupan aktual (yang sebenarnya) ±

20% asupan yang diresepkan. Pada penelitian-penelitian yang terkontrol baik, asupan aktual

cenderung lebih besar 10-20% dari asupan yang diresepkan, tetapi pada penelitian dengan

kontrol yang kurang baik asupan protein aktual 20-50% diatas diet protein yang diresepkan. Oleh

karena itu sangat penting dukungan nutrisi secara berkesinambungan dan pemeriksaan kadar

urea dalam urine secara teratur.4

·         Penanganan terhadap hiperkalemia

            Hiperkalemia salah satu komplikasi yang serius pada penderita uremia. Bila K+ serum

mencapai kadar sekitar 7 mEq/L, dapat terjadi disritmia yang serius dan juga henti jantung.

Selain itu, hiperkalemia makin diperberat lagi oleh hipokalsemia, hiponetremia, dan asidosis.

Karena alasan ini, jantung penderita harus dipantau terus untuk mendeteksi efek

hiperkalemia. Penanganan terhadap kondisi hiperkalemia yaitu:

1.      Stop obat yang dapat meningkatkan kadar kalium seperti anti aldosteron, penyekat-β non

selektif, ACE-I, dan ARB.

2.      Stop makanan dan minuman yang mengandung kalium.

3.      Jika kalium serum >6 meq/L maka segera berikan kalsium glukonas 10% 10 ml secara

parenteral selama 2-3 menit atau kalsium chlorida10% 5-10 ml selama 2-3 menit untuk

mencegah gangguan ritme jantung.

4.      Berikan Insulin Regular 10U bersamaan dengan pemberian glukosa 40% sebanyak 50 ml

atau hanya glukosa 40% sebanyak 50 ml secara parenteral dapat menurunkan kadar kalium 0,5-

1,5 meq/L. Efek penurunan kalium dapat terlihat pada menit ke-15, mencapai puncak pada menit

ke-60 dan berakhir dalam beberapa jam.

17

Page 18: Tatalaksana konservatif ckd

5.      Pemberian Beta2-agonis sepeti terbutalin 7 mikrogram/kgBB/subkutan, Albuterol 10-20

mg secara nebulizer selama 10 menit dimana efek puncak dapat terlihat dalam 90 menit, atau

Albuterol 0,5 mg intravena efek puncak dapat terlihat dalam 30 menit.18

·         Mengurangi hipertensi intraglomerular dan proteinuria

            Terapi farmakologis yang dipakai untuk mengurangi hipertensi glomerulus ialah dengan

pengggunaan antihipertensi yang bertujuan untuk memperlambat progresivitas dari kerusakan

ginjal yaitu dengan memperbaiki hipertensi dan hipertrofi intraglomerular. Selain itu terapi ini

juga berfungsi untuk mengontrol proteinuria. Tekanan darah yang meningkat akan meningkatkan

proteinuria yang disebabkan transmisi ke glomerulus pada tekanan sistemik yang meningkat.

Saat ini diketahui secara luas, bahwa proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi

ginjal. Dengan kata lain derajat proteinuriaberkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal

pada PGK. Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angotensin

(ACE inhibitor) dan angiotensin reseptor bloker melalui berbagai studi terbukti dapat

memperlambat proses perburukan fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai

antihipertensi dan antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau terjadi efek samping terhadap

obat-obat tersebut dapat diberikan calcium chanel bloker, seperti verapamil dan diltiazem.19

·         Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler

            Hal ini dilakukan karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh

penyakit kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk ke dalam pencegahan dan terapi penyakit

kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemi,

pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan

gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap

komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.19

·         Penatalaksanaan anemia

18

Page 19: Tatalaksana konservatif ckd

            Kejadian anemia pada PGK stadium V adalah hampir 100%. Penyebab anemia adalah

multifaktorial antara lain defisiensi besi, defisiensi asam folat, usia sel eritrosit yang memendek,

perdarahan kronik, inflamasi kronik, lingkungan uremik, hiperparatiroid, keracunan aluminium,

dan defisiensi produksi eritropoietin. Anemia mempunyai dampak negatif berupa gangguan

kardiovaskuler, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, maka anemia pada PGK perlu dikelola

dengan baik.20

             Pengobatan anemia dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Jika penyebab anemia adalah

karena defisiensi besi, maka terapinya adalah dengan memberikan preparat besi. Terapi besi pada

PGK menurut rekomendasi dari PERNEFRI yaitu: sebelum dimulai terapi besi, terlebih dahulu

dilakukan test dose, dimana terapi besi fase koreksi bertujuan untuk mengkoreksi anemia

defisiensi besi absolut dan fungsional sampai status besi cukup, yaitu feritin serum >100μg/L dan

saturasi transferin >20%. Cara pemberian:

Ø  Iron sucrose ( venofer sediaan 20 mg dan 100 mg): bila dapat ditoleransi 100 mg, diencerkan

dengan 100 ml NaCl 0,9%, drip iv dalam waktu paling cepat 15 menit.

Ø  Iron dextran: 100 mg iron dextran diencerkan dengan 50 ml NaCl 0,9%.

Dosis besi fase koreksi:

ü  bila serum feritin ≤30μg/L : 6x100 mg dalam 4 minggu

ü  bila serum feritin 31 sampai ≤100 μg/L : 4x100 mg dalam 4 minggu

Dosis besi fase pemeliharaan: 80 mg tiap 2 minggu. Evaluasi status besi dilakukan 1 minggu

pasca terapi besi fase koreksi. Bila status besi cukup, dilanjutkan dengan terapi besi fase

pemeliharaan.20

Bila terjadi defisiensi asam folat, diberi pengobatan asam folat dengan dosis 1-5 mg/hari selama

3-4 minggu.

Jika penyebab anemia adalah karena defisiensi eritropoetin, maka dapat diberi terapi

EPO.Indikasi terapi EPO menurut rekomendasi dari PERNEFRI adalah bila Hb < 10 g/dL, Ht <

30% pada beberapa kali pemeriksaan dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan.

Syaratpemberian adalah:

19

Page 20: Tatalaksana konservatif ckd

a. Cadangan besi adekuat : feritin serum > 100 mcg/L, saturasi transferin > 20%.

b. Tidak ada infeksi yang berat.

Kontraindikasi pemberian EPO yaitu hipersensitivitas terhadap EPO. Keadaan yang perlu

diperhatikan pada terapi EPO :

a. Hipertensi tidak terkendali

b. Hiperkoagulasi 

c. Beban cairan berlebih/fluid overload

Terapi EPO ada 2 fase, yaitu fase koreksi dan fase pemeliharaan.  Fase koreksi bertujuan untuk

mengoreksi anemia renal sampai target Hb/Ht tercapai.

a. Pada umumnya mulai dengan 2000-4000 IU subkutan, 2-3x seminggu selama 4 minggu.

b. Target respon yang diharapkan : Hb naik 1-2 g/dL dalam 4 minggu atau Ht naik 2-4 % dalam

2-4 minggu.

c. Hb,Ht dipantau tiap 4 minggu.

d. Bila target respon tercapai: dosis EPO dipertahankan sampai target Hb tercapai (> 10 g/dL)

e. Bila terget respon belum tercapai dosis EPO dinaikkan 50%.

f. Bila Hb naik >2,5 g/dL atau Ht naik > 8% dalam 4 minggu, turunkan dosis 25%.

g. Pemantauan status besi perlu dilakukan selama pemberian EPO.

Terapi EPO fase pemeliharaan:

a. Dilakukan bila target Hb sudah tercapai (>10 g/dL) dengan dosis 2 atau 1 kali 2000

IU/minggu, Hb dan Ht dipantau setiap bulan, status besi diperiksa setiap 3 bulan.

b. Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai > 12 g/dL (dan status besi cukup) maka dosis

EPO diturunkan 25%.

Agar pemberian terapi EPO optimal, perlu diberikan terapi penunjang seperti:

a. asam folat : 5 mg/hari

b. vitamin B6: 100-150 mg

c. Vitamin B12 : 0,25 mg/bulan

d. Vitamin C : 300 mg IV  pada anemia defisiensi besi fungsional yang mendapat terapi EPO

e. Vitamin D: mempunyai efek langsung terhadap prekursor eritroid

f. Vitamin E: 1200 IU ; mencegah efek induksi stres oksidatif yang diakibatkan terapi besi iv.20

·         Osteodistrofi ginjal

20

Page 21: Tatalaksana konservatif ckd

Salah satu tindakan pengobatan terpenting untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme

sekunder dan segala akibatnya adalah diet rendah fosfat dan dengan pemberian agen yang dapat

mengikat fosfat dalam usus. Obat pengikat fosfat ada dua jenis, yaitu

ü  yang mengandung kalsium (calcium containing phosphate binder) sepeti kalsium karbonat

dan kalsium asetat.

ü  yang tidak mengandung kalsium (noncalcium containing phosphate binder) seperti lantanum

karbonat.

Pencegahan dan koreksi hiperfosfatemia mencegah urutan peristiwa yang dapat mengarah pada

gangguan kalsium dan tulang. Apabila terjadi keterlibatan tulang yang parah akibat kurangnya

terapi preventif dengan agen pengikat fosfat, maka diindikasikan terapi vitamin D atau

paratiroidektomi. Bila lesi yang dominan adalah osteomalasia maka perlu harus dimulai terapi

vitamin D dengan pengawasan ketat.2,21

·         Neuropati Perifer

            Biasanya neuropati perifer simtomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap

yang sangat lanjut. Tidak ada pengobatan yang diketahui untuk mengatasi perubahan tersebut

kecuali dengan dialisis yang dapat menghentikan perkembangannya.1

·         Pengobatan segera pada infeksi

             Penderita gagal ginjal kronik memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan

infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Semua jenis infeksi dapat meningkatkan proses

katabolisme dan mengganggu nutrisi yang adekuat serta keseimbangan cairan dan elektrolit

sehingga infeksi harus segera diobati untuk mencegah gangguan fungsi ginjal lebih lanjut.

Petunjuk untuk pemberian antibiotik:

ü  Hindari antibiotik yang bersifat nefrotoksik

ü  Perhatikan golongan antibiotik yang memerlukan penyesuaian dosis.1,22

21

Page 22: Tatalaksana konservatif ckd

·         Penanganan terhadap dislipidemia

            Gangguan metabolism lipid merupakan bagian integral untuk modulasi kerusakan

progresif glomerulus. Dari laporan meta analisis dari 13 studi yang telah dipublikasi, Fried dkk

menyimpulkan koreksi farmakologik dislipidemia memperlihatkan penurunan yang lambat

fungsi ginjal walaupun dengan efek minimal. Statin merupakan pilihan utama untuk tujuan

renoprotektif karena mempunyai efek pleiotropik pada vaskuler, mempunyai efek anti inflamasi,

anti oksidan, immunomodulasi, proangiogenik dan anti trombotik. Efek renoprotektif statin telah

didukung dari data post-hoc dari studi CARE.1

22

Page 23: Tatalaksana konservatif ckd

BAB III

KESIMPULAN

                Penderita PGK dianjurkan untuk mengontrol kandungan protein pada

nutrisinya,berdasarkan penelitian-penelitian terdapat pengaruh yang menguntungkan

terhadapmetabolik bila diberikan diet rendah protein atau diet sangat rendah protein ditambah

dengan ketoanalog seperti mengontrol tekanan darah, berkurangnya gejala uremia,asidosis

metabolik, hiperfosfatemia, serta PTH. Berkurangnya limbah nitrogen dan kadar PTH akan turut

memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, meningkatkan respon terhadap terapi eritropoietin dan

mengontrol anemia. Diet rendah protein juga menyebabkan penurunan tekanan kapiler

glomerulus dan proteinuria sehingga dapat memperlambat progresifitas PGK. Diet rendah

protein ini aman dan tidak menimbulkan kehilangan massa otot, fatigue dan malnutrisi. Faktor-

faktor yang dapat mempercepat progresivitas PGK seperti hipertensi, diabetes mellitus,

hiperurisemia, dislipidemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia, gangguan elektrolit, gangguan

keseimbangan cairan dan asam basa, infeksi, dan faktor pemberat lainnya perlu dikontrol dan

diatasi sehingga dapat memperlambat progressi PGK dan menunda dimulainya terapi pengganti

ginjal sepeti hemodialisis atau CAPD.

23

Page 24: Tatalaksana konservatif ckd

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar E, Gagal Ginjal Kronis Dan Terminal: Nefrologi Klinik, Edisi III. Bandung.

Penerbit ITB: 2006;465-514.

2.  Kestenbaum B, Sampson JN, Rudser KD. Serum phosphate levels and mortality risk

            among people with chronic kidney disease. Kidney Int 2005;95:S21-7

3.Diet Rendah Protein Dan Penggunaan Protein Nabati pada Penyakit Ginjal Kronik, diunduh

dari: http://gizi.depkes.go.id/makalah/download/diet_rendah_prot-nabati.pdf

4. Should We Still Prescribe A Reduction In Protein Intake for Chronic Kidney Disease (CKD)

Patients, diunduh dari:

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/should_we_still_prescribe_a_reduction.pd

f

5.  Bandiara R, Ketoacid Therapy in Pre-Dialysis Patients to Prevent End Stage Renal Disease: A

comprehensive Approach to Kidney Disease and Hypertension, Annual meeting of Indonesian

Society of Nephrology (InaSn), Balai Penerbit Universitas Diponegoro: 2010;81-89.

6. Lestariningsih. Ketoacid Proven Therapy To Slowndown The Progression Of CKD: Kongres

Nasional X Pernefri Annual Meeting;57-63. 

7.  Teplan V et al. Effect low protein diet suplemented with ketoacids and erythropoetin in

chronic renal failure, long term study.  Ann Transpant 2001;6(1):47-53.

8.      Walser M, Hill S. Can renal replacement be deferred by a supplemented very low protein

diet. J Am Soc Nephrol 1999;10:110-116.

24

Page 25: Tatalaksana konservatif ckd

9.      Bellizi V. Very low potein diet supplemented with ketoanalogs improves blood

pressure control in chronic kidney disease. Kidney Int 2007;71:234-51

10.  Khosla UM, Mitch WE. Dietary protein restriction in the management of chronic           

kidney disease. European Renal Disease 2007;41-45

11. Khosla UM, Zharikov S, Finch JL. Hyperuricemia induces endothelial dysfunction.

             Kidney Int 2005;67:1739-42

12. Cirillo P, Sato W, Reungjui S. Uric acid, the metabolic syndrome and renal disease. J 

Am Soc Nephrol 2006;17:165-168

       13. Nair KS. Amino acid and protein metabolism in chronic renal failure. Journal of              

Renal Nutrition 2005;15(1):28-33

14.  Fouque D, Aparicio M. Eleven reason to control the protein intake of patients with

             chronic kidney disease. Natur Clin Practice Nephrol 2007;3(7):383-92

      15. Mitch WE, Klahr S. Handbook of nutrition and the kidney,

Lippincot,         William&Wilkins, Philadelphia, 5thed;2005:115-137

     16. National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative         

(K/DOQI) Advisory Board: K/DOQI Clinical practice guideline for chronic kidney          disease:

evaluation, classification, and stratification. Kisney Disease Outcome Quality        Initiative. Am

J Kidney Dis 39 (Suppl 1): S246, 2000

     17. Kuhlmann MK, Kribben A, Wittwer M, Horl WH. OPTA- malnutrition in chronic     

renal failure. Nephrol Dial Transplant 2007;22(Suppl 3):13-19

     18.  Siregar P, Penatalaksanaan gangguan elektrolit pada penyakit ginjal kronik         

predialisis: Kongres Nasional X Pernefri, Annual Meeting:91-92

     19.  Roesli RMA, Principles of hypertension management in renal disease:

            Kongres Nasional X Pernefri, Annual Meeting:249-255

25

Page 26: Tatalaksana konservatif ckd

     20. Effendi Imam, Anemia pada penyakit ginjal kronik: Kongres Nasional X Pernefri,   

Annual Meeting:37-40

     21.  Lydia A, Gangguan mineral dan tulang pada penyakit ginjal kronik: terapi Lantanum       

Karbonat, A comprehensive Approach to Kidney Disease and Hypertension, Annual      meeting

of Indonesian Society of Nephrology (InaSn). Balai Penerbit Universitas        Diponegoro:133-

136.

     22.  Suhardjono, Inflammation and subclinical infection in chronic kidney disease: JNHC

2007.

26

Page 27: Tatalaksana konservatif ckd

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. Sunayah

Umur : 42 tahun

Alamat :

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Status : Janda 1 anak

Suku : Sunda

Pendidikan : SD

No RM : 03317655

Tanggal masuk RS : 29/08/12

Tanggal pemeriksaan : 1/09/12

Anamnesis secara autoanamnesis

KU : sesak napas sejak 2 minggu SMRS

KT : mual, muntah,batuk, kaki bengkak, lemas

RPS :

27

Page 28: Tatalaksana konservatif ckd

OS datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan utama sesak napas yang semakin lama

semakin hebat sejak 2 minggu SMRS. OS harus tidur diganjal dengan 2 bantal untuk mengurangi

sesaknya.sesak terutama saat berbaring dan berkurang saat posisi tegak.. Nyeri dada(-), berdebar-

debar(-).Batuk jarang dan kering,timbul pada saat berbaring. OS mengeluh sering merasa mual.

Muntah terjadi setiap habis makan berisi makanan. BAB dan BAK lancar. Sakit pinggang(-).

Sejak 10 hari SMRS, OS mengaku kedua kakinya bengkak, bengkak timbul perlahan-lahan dari

bawah ke atas. Demam(-). OS juga mengaku merasa lemah.Nafsu makan baik.

2 hari SMRS OS sudah sempat ke dokter untuk berobat dan diberi obat hipertensi captopril. OS

baru minum sekali. Riwayat HT(+) namun tidak rutin minum obat. kencing manis(-), jantung(-),

maag(+), sakit kuning(-), sakit ginjal(-), Asma(-), alergi(-)

Saat di IGD, OS mengaku demam menggigil setelah diberikan transfuse darah. Demam hilang

setelah kompres air hangat dan minum teh hangat.

OS baru dipindahkan ke bangsal setelah 3 hari di IGD

RPD:

OS tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat batuk pilek sebelum sakit disangkal.

Riwayat pengobatan Ca Cerviks di RSCM 1 tahun yang lalu

Riwayat HT(-), sakit jantung(-), kencing manis(-), maag(+), alergi(-), asma(-), sakit kuning(-)

Riwayat kebiasaan:

-jarang mengkonsumsi minuman bersoda

Merokok(-)

Alcohol(-)

Jamu godongan (+)

28

Page 29: Tatalaksana konservatif ckd

RPK:

Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini. Ibu pasien HT(+) dan asma(+), DM(-),

jantung(-), alergi(-), sakit ginjal(-), sakit kuning(-)

[O]

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: tampak sakit berat

Kesadaran: compos mentis

Kesan Gizi: TB: 152 cm, BB: 48kg. BMI: 20,77 kg/m2 : normal

Tanda-tanda vital:

TD: 150/100 mmHg

N: 98x/m

T: 39,3oC

RR: 28x/m

Mata: bengkak palpebral , CA+/+,SI-/-

Abdomen:

Inspeksi: tampak buncit

Auskultasi; bising usus 4x/m normal

Perkusi: timpani, nyeri ketuk(-)

Palpasi: supel, nyeri tekan positif regio lumbal dekstra dan sinistra, ballottement(-), CVA?

Ekstremitas:

29

Page 30: Tatalaksana konservatif ckd

Akral hangat ke4 ekstremitas

Oedem pitting ke 2 tungkai

[A]: suspek CKD, snemia

[P]: PRC 500cc

Paracetamol 3x1stop

O2 2-3 liter/menit

Follow up

2/9 3/9 4/9

S Sesak napas

batuk

lemas

kaki bengkak

Batuk(-)

Lain masih

bengkak kaki kiri↓

punggung panas

demam tadi malam,skarang turun

lain masih

O TSB/CM

TD: 150/110 mmHg

N: 108x/m

T: 36,50C

RR: 40x/m

Mata: CA+/+

Abdomen:

tampak buncit

teraba masa 4 jari di

TSB/CM

TD: 130/100 mmHg,

N: 111x/M

T: 36,50C,

RR: 44x/m

Lain masih

TSS/CM

TD: 140/100 mmHg

N; 100 x/m

T: 37,3oC

RR: 40 x/m

CA-/-

Lain masih

30

Page 31: Tatalaksana konservatif ckd

bawah umbilicus

ballottement+/+,

CVA +/-, NK(+) dan

NT(+) epigastrium,

hypogastrium dan

lumbal kiri

Oedem ke 2 tungkai

Lab tgl 30/8

Eritrosit 1,93

juta/uL↓

Hb 5,3 g/dL↓

Ht 17,6 %

MCHC 30,1 pg

Trombosit 491 rb/UL

Ur 95 mg/dl

Cr 4,65 mg/dl

Lab Darah rutin DHF

tanggal 1/9/12

Hb 6,7 gr/dl

Ht 21,2%

Darah rutin DHF tgl 2/9/12

Hb 7,8 gr/dl

Ht 23,4 %

Trombo 400 ribu/uL

GFR: 14

A CKD std V

Anemia

Ca cerviks

P Transfusi PRC Transfuse PRC 2 kolf Batasi cairan, pasang kateter untuk

31

Page 32: Tatalaksana konservatif ckd

DL, UL,FG

Diet lunak

Lasix 1x1

Bicnat

Asam folat

CaCo3 3x1

hitung balance cairan, USG

Sanmol 3x1

Renxamin/ 24 jam

5/9 6/9 8/9 9/9

lemas↓

pusing

mual

sakit perut

pinggang sakit dan

panas

lain masih

Sakit perut↓ sesak↓, nyeri

pinggang↓

S: sesak↓

TSS/CM

TD: 140/100 mmHg

N; 100 x/m

T: 37,3oC

TSS/CM

TD: 140/90 mmHg

N: 104x/m

T: 36,50C

TSS/CM

TD 110/70mmHg

N: 92 x/mnit

T: 36,50C

O: TSS/CM

TD: 110/80 mmHg

N: 120 x/menit

T: 37,7oC

32

Page 33: Tatalaksana konservatif ckd

RR: 40 x/m

Lab: tgl 4/9/12

Darah rutin DHF

Hb: 9,4 g/dL

Ht: 29%

Trombosit: 441

ribu/uL

Ureum: 89 mg/dL

Creatinin: 4,26 mg/dL

USG: hidronefrosis

bilateral (bendungan),

dan pembesaran

uterus disertai

asites .Efusi leura

bilateral

RR: 44 x/m

Abdomen:

buncit ↓

RR: 32 x/mnt RR: 29x/menit

Lab 9/9/12: Hb: 9,6

g/dL, Ht: 29,6 %,

Trombo: 421 rb/uL

Fungsi hati

Albumin 2 g/dL

Ur: 99 mg/dl

Cr: 4,9 mg/dL

CKD V

Efusi Pleura

Ca Cerviks

CKD V

Efusi Pleura

Ca Cerviks

USG valsartan Batasi cairan 500

cc/mEq

lasik 2x1

Albumin 20% 100 cc

33

Page 34: Tatalaksana konservatif ckd

Cek ulang

albumin, jika

albumin <3

koreksi albumin 20

% 100 cc

Bicnat 3x1

Caco3 3x1

Asam folat 3x1

Laboratorium

30/08/12

HEMATOLOGI

Darah rutin

Leukosit 8,9 ribu/uL (5-10)

Eritrosit 1,93 juta/uL (4-5)

Hemoglobin 5,3 g/dL (12-14)

Hematokrit 17,6 % (37-47)

Index eritrosit

MCV 91,1 fl (82-92)

MCH 27,4 pg (27-32)

MCHC 30,1% (32-37)

Trombosit 591 ribu/uL (150-400)

KIMIA KLINIK

Fungsi hati

34

Page 35: Tatalaksana konservatif ckd

AST (SGOT) 22 U/L (<37)

ALT(SGPT) 26 U/L (<41)

Fungsi Ginjal

Ureum 95 mg/dL (20-40)

Kreatinin 4,65 mg/dL (0,5-1,5)

Diabetes

Gula Darah Sewaktu 96 mg/dL (60-110)

Elektrolit

Natrium (Na) 141 mmol/L (135-145)

Kalium(K) 5,2 mmol/L (3,5-5,5)

Clorida (Cl) 105 mmol/L (94-111)

Darah Rutin Tgl 1/9/12 Tgl 2/9/12 Tgl 4/9/12

Leukosit (ribu/uL) 8,7 8,1 9,2

Hb (g/dl) 6,7 7,8 9,4

Ht (%) 21,2 23,4 29

Trombo ribu/uL 325 460 441

KIMIA KLINIK

Fungsi ginjal

Ureum 89 mg/dL (20-40)

Kreatinin 4,26 mg/dL (0,5-1,5)

35

Page 36: Tatalaksana konservatif ckd

Resume:

Pasien, Ny. S,42 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 minggu SMRS. sesak

terutama saat berbaring dan berkurang saat posisi tegak..Mual(+), muntah(+) isi makanan setiap

habis makan, batuk jarang terutama saat berbaring. Kaki bengkak sejak 10 hari SMRS, lemas(+).

RPD: riwayat pengobatan Ca Cerviks di RSCM 1 tahun yang lalu. Riw. maag(+).PF; TD:

150/100 mmHg, N: 98x/mT: 36,7oC, RR: 28x/m, CA+/+,Abdomen: tampak buncit, nyeri tekan

(+) regio lumbal dekstra dan sinistra, ballottement(+/+), CVA(+/+).Ekstremitas:kedua tungkai

oedem. Lab: Eritrosit 1,93 juta/uL↓, Hb 5,3 g/dL↓, Ht 17,6 % ↓, MCHC 30,1 pg ↓, Trombosit

491 rb/UL ↑, Ur 95 mg/dl ↑, Cr 4,65mg/dl↑.

DAFTAR MASALAH

1. CKD

Atas dasar: keluhan sesak napas terutama saat nerbaring, kedua tungkai bengkak, lemas,mual

TD 150/100 mmHg,, RR: 28x/menit, CA+/+,abdomen tampak buncit, nyeri tekan region lumbal

dextra dan sinistra, ballottement(+/+), nyeri ketuk CVA(+/+), kedua tungkai edema. Hb 5,3 g/dl,

ur 95 mg/dl, cr 4,65 mg/dl.

A: CKD.dd/ CHF

Pemeriksaan penunjang anjuran: USG abdomen, EKG,rontgen thorax

Medikamentosa:

O2 2-3 L

RL/16 jam

Transfusi PRC

Posisi setengah duduk

Hitung balance cairan, kurangi asupan cairan

36

Page 37: Tatalaksana konservatif ckd

Diet lunak

Medikamentosa

Lasix 1x1

Bicnat 3x1

Asam folat 3x1

CaCo3 3x1

2. Anemia normositik normokrom ec. CKD—dd/ anemia aplastic,anemia hemolitik

Atas dasar lemas, lemas, CA+/+, Eritrosit 1,93 juta/uL↓, Hb 5,3 g/dL↓, Ht 17,6 % ↓, MCHC 30,1

pg ↓,

Pemeriksaan penunjang anjuran: Morfologi darah tepi

Non medikamentosa: Transfusi PRC

3. Ca cerviks

Atas dasar riwayat pengobatan Ca cerviks di RSCM 1 tahun yang lalu

Pemeriksaan penunjang anjuran: USG

Rujuk ke RSCM untuk dilakukan kemoterapi lanjutan

4. Hipertensi

Atas dasar TD 150/100 mmHg

A Hipertensi ec CKD. dd/ peningkatan tekanan darah karena tegang,

hiperkolesterolemia,kelainan jantung

Pemeriksaan anjuran: Lipid lengkap, foto rontgen

Non-medika mentosa

37

Page 38: Tatalaksana konservatif ckd

Pantau tekanan darah setiap hari

Medikamentosa

Amlodipin 12,5 mg

38

Page 39: Tatalaksana konservatif ckd

39