TATALAKSANA

8
EKLAMPSIA Terapi Tatalaksana eklampsia butuh penanganan segera. Tujuan dari terapi ini ialah: mengontrol kejang mencegah trauma maternal koreksi hipoksia dan asidosis kontrol hipertensi berat terminasi kehamilan Metode terapi 1. Mengontrol kejang Magnesium sulfat diberikan secara parenteral. Ini merupakan terapi pilihan untuk mengatasi kejang. Terapi alternatifnya adalah phenytoin. Durasi terapi adalah 24 jam untuk post partum atau 24 jam setelah kejang postpartum Loading dose MgSO 4 adalah 6 gr selama 15-20 menit secara IV. Jika pasien mengalamai kejang setelah pemberian loading dose, dapat diberikan MgSO 4 secara bolus 2 gr. Jika kejang terjadi selama pasien menerima profilaksis MgSO 4 , dapat ditambahkan 2 gr MgSO 4 yang diberikan secara perlahan-lahan, dengan kecepatan tidak lebih dari 1 gr/menit. Phenytoin secara IV digunakan untuk mengobati kejang yang refrakter terhadap MgSO 4.

description

tatalaksana

Transcript of TATALAKSANA

Page 1: TATALAKSANA

EKLAMPSIA

Terapi

Tatalaksana eklampsia butuh penanganan segera. Tujuan dari terapi ini ialah:

mengontrol kejang

mencegah trauma maternal

koreksi hipoksia dan asidosis

kontrol hipertensi berat

terminasi kehamilan

Metode terapi

1. Mengontrol kejang

Magnesium sulfat diberikan secara parenteral. Ini merupakan terapi pilihan

untuk mengatasi kejang. Terapi alternatifnya adalah phenytoin.

Durasi terapi adalah 24 jam untuk post partum atau 24 jam setelah kejang

postpartum

Loading dose MgSO4 adalah 6 gr selama 15-20 menit secara IV. Jika pasien

mengalamai kejang setelah pemberian loading dose, dapat diberikan MgSO4

secara bolus 2 gr.

Jika kejang terjadi selama pasien menerima profilaksis MgSO4 , dapat

ditambahkan 2 gr MgSO4 yang diberikan secara perlahan-lahan, dengan

kecepatan tidak lebih dari 1 gr/menit.

Phenytoin secara IV digunakan untuk mengobati kejang yang refrakter terhadap

MgSO4.

Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%,

diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi MgSO4.

Refleks patella (+)

Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.

Page 2: TATALAKSANA

Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ). Pemberian

Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan diuresis.

2. Proteksi pasien dari trauma selama kejang untuk mencegah laserasi oral

3. Mengontrol jalan nafas dan ventilasi

Pulse oximetri harus digunakan atau dinilai level arterial blood gas. Pasien

membutuhkan oksigen melalui masker atau endotracheal tube. Kesulitan dalam

oksigenasi pasien dengan kejang berulang membutuhkan pemeriksaan radiografi

dada untuk menyingkirkan pneumonia aspirasi.

4. Terapi hipertensi

Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan

nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat

diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2

jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu

agresif. Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan

darah maksimal 30%. Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya

murah, mudah didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang

cukup baik.

5. Batasi cairan, kecuali pada kasus kehilangan cairan berlebihan.

Auskultasi paru secara rutin untuk menyingkirkan edema pulmo, penting dilakukan

sama seperti monitoring output urine dengan kateter Foley. Infus Ringer Asetat atau

Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada

diuresis, insensible water loss dan CVP .

6. Terminasi kehamilan

Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur

kehamilan dan keadaan janin. Terminasi kehamilan dilakukan bila sudah stabilisasi

Page 3: TATALAKSANA

(pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu

atau lebih keadaan dibawah ini :

Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.

Setelah kejang terakhir.

Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.

Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).

Terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan cara seksio cesarea ataupun per

vaginam asalkan tidak ada komplikasi maternal atau fetal. Setelah episode akut

eklampsia, terjadi bradikardi pada fetal dan membaik spontan setelah 3-5 menit.

Terminasi kehamilan segera tidak perlu dilakukan saat terjadi bradikardi fetal, tapi

jika bradikardi bertahan lebih dari 10 menit maka perlu curiga abruptio plasenta.

Perawatan Pasca Persalinan

Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan

sebagaimana lazimnya. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.

Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan.

PREEKLAMPSIA

Terapi

Untuk hipertensi yang tidak berat (TD 140-159/90-109 mmHg)

1. Terapi antihipertensi harus bisa menurunkan SBP sampai 130-155 mmHg dan DBP

pada 80-105 mmHg)

2. Terapi inisial bisa dengan salah satu dari agen antihipertensi seperti : methyldopa,

labetalol, beta blockers (metoprolol, pindolol, propanolol) dan calcium channel

blocker (nifedipine).

3. Sebaiknya ACE inhibitor dan ARB (angiotensin receptor blocker) tidak digunakan.

4. Atenolol dan prazosin tidak direkomendasikan.

Page 4: TATALAKSANA

Untuk hipertensi berat (SBP > 160 mmHg atau DBP > 110 mmHg)

1. TD harus diturunkan sampai SBP < 160 mmhg dan DBP < 110 mmHg)

2. Terapi inisial dengan antihipertensi seperti labetalol, nifedipine capsule, nifedipine

PA tablet atau hydralazine.

3. MgSO4 tidak direkomendasikan sebagai anti hipertensi.

HIPERTENSI GESTASIONAL

Penatalaksanaan

1. Deteksi prenatal diniSecara tradisional, waktu pemeriksaan prenatal dijadwalkan setiap 4 minggu sampai usia kehamilan 28 minggu, kemudian setiap 2 minggu sampai usia kehamilan 36 minggu, setelah itu setiap minggu. Bila ditemukan hipertensi yang nyata (≥140/90 mmHg) sering dirawat inapkan 2-3 hari untuk mengevaluasi keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul. Mereka dengan penyakit berat persisten diawasi secara lebih ketat dan banyak yang diterminasi kehamilannya. Sebaliknya, wanita dengan penyakit ringan sering ditangani sebagai pasien rawat jalan, kecuali bila hipertensi semakin nyata, timbul gangguan penglihatan, atau rasa tidak enak di epigastrium.

2. Penatalaksanaan di rumah sakitPerlu dipertimbangkan bagi wanita dengan hipertensi awitan baru apabila hipertensinya menetap atau memburuk atau timbul proteinuria. Evaluasi sistematik yang dilakukan mencakup:- Pemeriksaan terinci diikuti oleh pemantauan setiap hari untuk mencari temuan-

temuan klinis seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, dan pertambahan berat yang pesat

- BB saat masuk dan kemudian tiap hari- Analisis untuk proteinuria saat masuk dan kemudian paling tidak setiap 2 hari- Pengukuran TD dalam posisi duduk deengan ukuran manset yang sesuai setiap 4

jam, kecuali antara tengah malam dan pagi hari- Pengukuran kreatinin plasma atau serum, hematokrit, trombosit, dan enzim hati

dalam serum, dan frekuensi yang ditentukan oleh keparahan hipertensi- Evaluasi yang sering terhadap ukuran janin dan volume cairan amnion, baik secara

klinis maupun USG

Tirah baring total diperlukan dan pasien tidak diberi sedative. Asupan natrium dan cairan jangan dibatasi atau dipaksakan.

3. Terapi Obat antihipertensiMerupakan upaya memperlama kehamilan dan memodifikasi prognosis perinatal pada kehamilan dengan penyulit hipertensi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa

Page 5: TATALAKSANA

penurunan tekanan darah ibu akibat terapi dapat merugikan pertumbuhan janin. Pemakaian ACEI selama trimester kedua dan ketiga harus dihindari, karena dapat menyebabkan oligohidramnion, pertumbuhan janin terhambat, malformasi tulang, konyraktur ekstremitas, duktus arteriosus paten menetap, hipoplasia paru, sindrom gawat napas, hipotensi neonates berkepanjangan, dan kematian neonates.

Obat antihipertensi yang masih dapat digunakan:- Hidralazin untuk mengendalikan hipertensi berat

Diberikan secara IV bila TD sistolik menetap ≥160 mmHG dan/atau TD diastolic >105 mmHg. Respon baik bila terjadi penurunan TD diastolic menjadi 90 atau 100 mmHg, tapi jangan lebih rendah karena akan mengganggu perfusi plasenta. Diberikan dengan dosis awal 5 mg.

HIPERTENSI KRONIK

Tata Laksana

Penanganan tergantung pada keadaan klinik, beratnya hipertensi, umur kehamilan dan resiko ibu serta janinnya. Penanganan yang diberikan dapat berupa pengawasan yang ketat, pembatasan aktivitas fisik, tirah baring miring ke kiri. Dalam keadaan ini dianjurkan diet normal tanpa pembatasan garam.

Pada hipertensi kronik yang hamil dengan tekanan darah yang tinggi, pengobatan sebelumnya dianjurkan untuk diteruskan. Akan tetapi pada tekanan darah yang tidak terlalu tinggi, harus berhati-hati, bila perlu dilakukan pengurangan dosis. Tekanan darah yang terlalu rendah beresiko mengurangi perfusi utero-plasenta yang dapat mengganggu perkembangan janin.

SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA

b. Penanganan Umum:

�̶ Jika tekanan sistolik > 110 mmHg, berikan antihipetensi sampai tekanan diastolic antara 90 – 100 mmHg;

�̶ Pasang infuse RL (dg jarum besar no.16 atau lebih) dan infuse dipertahankan 1,5 – 2 liter / 24 jam

�̶ Prinsip dalam pengukuran keseimbangan cairan; jangan sampai overload

�̶ Kateterisasi urine guna mengukur volume dan pemeriksaan proteinuria

�̶ Observasi tanda vital, reflex dan denyut jantung janin setiap 1 jam

Page 6: TATALAKSANA

�̶ Auskultasi paru guna mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Bila terdapat edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic (mis: Furosemide 40 mg IV)

�̶ Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan teradi koagulopati.

c. Manajemen Hipertensi Kronik pada Kehamilan:

Tujuan :

�̶ Stabilisasi tekanan diastolic diantara kisaran 90 -100 mmHg

�̶ Monitor agar jangan sampai terjadi superimposed pre-clampsia atau bahkan eklampsia

�̶ Monitor kondisi ibu dan kondisi janin