Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]
-
Upload
yunus-thariq -
Category
Education
-
view
2.176 -
download
6
description
Transcript of Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]
TUGAS BAHASA INDONESIA SINTAKSIS, MORFOLOGI, DAN SEMANTIK
Dosen: Lili Wonka
KELOMPOK 1
Aditya Farrell 112400314 Cahyo Wicaksono 112400320 Elita Rossalina 112400323 Rizki Anggraeni 112400336 Ronal Tarigan 112400337 Yunus Thariq Rizky 112400349
Dilengkapi MindMapping dan Landasan Teori
Bandung, 2012
Institut Manajemen Telkom Halaman 1
Mind Mapping Tata Bahasa Indonesia
Institut Manajemen Telkom Halaman 2
BAB 1 MORFOLOGI (TATA BENTUK)
A. Pengertian Morfologi
Morfologi atau tata bentuk (Ingg. morphology; ada pula yang menyebutnya
morphemics) adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata
secara gramatikal (Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi
mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam
linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk
(asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk untuk mendapatkan makna yang
berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang berbeda tidak akan terbentuk
(Alwasilah, 1983 : 101).
Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut
dari segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya,
a. makan
makanan
dimakan
termakan
makan-makan
dimakankan
rumah makan
b. main
mainan
bermain
main-main
bermain-main
permainan
memainkan
Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun
demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu
bentuk bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas
dua bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri
atas dua bentuk bermaknamakan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua
bentuk bermakan rumah dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas
satu bentuk bermakna, sedangkan katamainan, bermain, main-mainan, permainan,
memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-,
main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk
bermakna ber-, main, dan main.
Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk
tersebut dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah
menjadi makanan, dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –
an, di-, dan ter-, dapat pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat
pula menjadi rumah makankarena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk
atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata.
Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk
jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan maknanya ‗memasukan
Institut Manajemen Telkom Halaman 3
sesuatu melalui mulut‘, sedangkan makanan maknanya ‗semua benda yang dapat
dimakan‘.
Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata
terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang
dipelajari oleh bidang morfologi (Ramlan, 1983 : 3). Prawirasumantri (1985 : 107)
lebih tegas merinci bidang yang dibahas oleh morfologi yakni : (1) morfem-morfem
yang terdapat dalam sebuah bahasa, (2) proses pembentukan kata, (3) fungsi proses
pembentukan kata, (4) makna proses pembentukan kata, dan (5) penjenisan kata.
B. Kata
Kata berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:
a. Kata dasar yang biasanya terdiri dari morfem dasar. Seperti: kebun, lihat, anak.
b. Kata berimbuhan dapat dibagi atas:
- Awalan : berjalan, menulis
- Bersisipan : gemetar, gerigi
- Berakhiran : timbangan, langganan
- awalan dan akhiran : persatuan, kebenaran
c. Kata ulang: main-main, berjalan-jalan
d. Kata majemuk: matahari, sapu tangan
Catatan: Kata adalah satuan bahasa terkecil yang diperoleh sesudah kalimat dibagi
atas bagian-bagiannya dan mengandung sebuah ide.
Jenis Kata:
1. Kata Benda
Kata yang menyatakan nama-nama benda atau segala sesuatu yang dibendakan.
Misalnya: Pohon itu roboh diterjang badai.
Kata benda berimbuhan
pe- : petani, pedagang, penyanyi
peng- : pengawas, pengirim, pemilih
-an : anjuran, bacaan, kiriman
peng—an : pemberontakan, pendaftaran, pengakuan,
per—an : pertanian, perjuangan (hal), perkelahian, percakapan (perbuatan),
perikanan, persuratkabaran (yang berkaitan), perapian, perkotaan
(tempat)
ke—an : kepergian, kedatangan (hal yang berhubungan), kekosongan,
keberanian (keadaan), Kebangsaan, kemanusiaan (hal mengenai),
kedutaan, kelurahan (kantor/wilayah)
Institut Manajemen Telkom Halaman 4
-el-, -er-, -em-, -in- : telunjuk (tunjuk), gerigi (gigi), gemetar (getar), kemuning
(kuning)
-wan/-wati : ilmuwan, karyawati
-at/-in, -a/-I : muslimin/muslimat, dewa/dewi
-isme, -(is)asi, -logi, -tas: komunisme, kolonialisasi, biologi, kualitas
2. Kata Kerja
Kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan. Misalnya kakak belajar di kamar.
Kata kerja berimbuhan:
meng- : mengambil , mengikat, mengolah
per- : peringan, perlebar, perluas
ber- : berunding, berantai, bekerja, berkarya
ter- : terasa, terpercaya, tepercik
di- : dibeli, diambil, didalami
-kan : letakkan, buatkan, kumpulkan
-i : pukuli, tangisi
3. Kata Sifat
Kata yang menyatakan sifat khusus, watak, keadaan benda, atau yang dibendakan.
Misalnya: Kami kedinginan malam ini.
Kata sifat berimbuhan:
-i, -iah, -wi : abadi, ilmiah, duniawi,
-if, -er, -al, -is : aktif (aksi), komplementer (komplemen), normal (norma),
teknis (teknik)
4. Kata Keterangan
Kata yang memberi keterangan pada kata kerja atau pada kata sifat. Misalnya:
Karen malu, ia segera berlari pulang.
Kata keterangan berimbuhan:
se—nya : sebaiknya, sebenarnya, secepatnya
-nya : rasanya, agaknya, rupanya, biasanya
5. Kata Ganti
Kata ganti adalah kata yang menggantikan kata benda atau sesuatu yang
dibendakan. Kata ganti, antara lain terdiri atas:
a) Kata ganti orang, yang meliputi:
1. Kata ganti orang pertama tunggal. Misalnya: Saya sedang belajar Bahasa
Indonesia.
Institut Manajemen Telkom Halaman 5
2. Kata ganti orang pertama jamak. Misalnya: Kami tidak akan membuat keributan
3. Kata ganti orang kedua tunggal. Misalnya: Silakan Anda temui anak itu.
4. Kata ganti orang kedua jamak.
Misalnya: Kalian harus memperbaiki diri sebaik baiknya.
5.Kata ganti orang ketiga tunggal. Misalnya: Sejak sakit, ia menjadi anak pendiam.
6.Kata ganti orang ketiga jamak. Misalnya: Apakah mereka menyadari kesalahannya?
7.Kata ganti orang pertama dan kedua. Misalnya: Jika demikian, ya kita tinggal berdo‘a.
a) Kata ganti empunya
Misalnya: ku, mu, nya.
b) Kata ganti penunjuk
Misalnya: ini, itu, sana, sini.
c) Kata ganti penghubung
Misalnya: yang
d) Kata ganti penanya
Misalnya: bagaimana, siapa
6. Kata bilangan
Kata yang menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda. Misalnya: delapan, seekor,
sepucuk.
7. Kata depan
Kata yang menghubungkan benda dengan kata-kata yang lain. Kata depan biasanya
terletak di depan kata benda. Misalnya: di, dari, untuk.
8. Kata sambung
Kata yang menghubungkan dua kalimat menjadi satu yang utuh. Misalnya: dan,
meskipun, melainkan.
9. Kata sandang
Kata yang menentukan atau membatasi kata benda. Kata sandang biasanya terletak di
depan kata benda. Misalnya: si, sang, para, hang.
10. Kata seru
Kata yang menyatakan luapan emosi atau perasaan. Misalnya: ah, amboi, astaga.
Pembagian Jenis Kata Baru
1. Kata benda adalah segala macam kata yang dapat diterangkan atau diperluas
dengan yang+kata sifat. Misalnya: perumahan yang baru, pohon yang besar.
2. Kata kerja atau verba. Kata kerja adalah segala macam kata yang dapat
diperluas dengan kelompok kata dengan+kata sifat. Misalnya: Adik tidur dengan
nyenyak, Andi berlari dengan kencang.
Institut Manajemen Telkom Halaman 6
3. Kata sifat. Segala kata yang mengambil bentuk se+reduplikasi+nya, serta dapat
diperluas dengan paling lebih, sekali. Misalnya: se-tingi-tinggi-nya, paling sakit,
sakit sekali.
4. Kata tugas.
a. Bentuk
Dari segi bentuk umumnya kata-kata tugas sukar sekali mengalami perubahan bentuk,
seperti: dengan, telah, dan tetapi tidak bisa mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada
segolongan kata yang jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas yang dapat
mengalami perubahan bentuk, misalnya: tidak, sudah, dapat berubah menjadi: meniadakan,
menyudahkan.
b. Kelompok kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas
atau mengadakan transformasi kalimat. Kata tugas dapat dibagi atas dua macam, yaitu:
1. Kata tugas yang monovalen (bernilai satu), yaitu semata-mata bertugas
memperluas kalimat. Misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari.
2. Kata-kata tugas yang ambivalen (bernilai dua), yaitu di samping berfungsi
sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam
membentuk kalimat minim maupun dalam merubah bentuknya. Misalnya: sudah, tidak.
c. Partikel kah, tah, lah, pun.
Partikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus yaitu
sangat ringkas atau kecil, dengan mempunyai fungsi tertentu. Bentuk-bentuk kah, tah, lah,
pun, adalah partikel penentu atau pengeras.
Fungsi dan makna partikel-partikel tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:
1. Partikel kah
Fungsi partikel kah.
a. Memberikan tekanan pada pertanyaan, kata yang dihubungkan dengan kah itu
dipentingkan. Misalnya: Belajar atau tidurkah dia?
b. Dapat dipakai pula untuk menyatakan hal yang tidak tentu. Misalnya:
Datanglah atau tidakah saya tidak tahu.
2. Partikel tah
Fungsi partikel tah.
Fungsi partikel tah ini sama dengan kah, tetapi lebih terbatas pemakaiannya hanya
pada kata tanya saja. Misalnya: apatah, manatah, siapatah. Bentuk-bentuk ini lebih sering
dijumpai dalam bahasa Melayu lama. Maka pertanyaan dengan memepergunakan partikel tah
adalah meragukan atau kurang tentu.
3. Partikel lah
Fungsi partikel lah adalah:
Institut Manajemen Telkom Halaman 7
a. Menegaskan sastra perbuatan baik dalam kalimat berita, kalimat perintah,
maupun dalam permintaan atau harapan. Misalnya: Bukalah dengan rapi!
b. Mengeraskan satu satra keterangan. Misalnya: Tiadalah aku mau diperlakukan
seperti itu.
c. Menekankan satra pangkal. Dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel
yang. Misalnya: Engkaulah yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
4. Partikel pun
Fungsi dari partikel pun adalah:
a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan. Misalnya:
Tak seorang pun keluarganya menghadiri pesta itu.
b. Dalam penguatan atau pengerasan dapat terkandung arti atau pengertian
berlawanan. Misalnya: mengorbankan nyawa sekalipun aku rela.
c. Gabungan antara pun+lah dapat mengandung aspek inkoaktif. Misalnya:
Setelah mereka pergi, ayah pun tibalah.
B. Kata Ulang
Kata-kata ulang disebut juga reduplikasi. Pada dasarnya kupu-kupu bukanlah
termasuk kata ulang, tetapi ada sebagian ahli bahasa tetap kokoh dengan pendapatnya dengan
mengatakan kupu-kupu, kura-kura, termasuk ke dalam kata ulang.
Pada prinsipnya pengulangan mempunyai syarat di antaranya:
1. Selalu mempunyai dasar yang diulang
2. Proses pengulangan tidak mengubah jenis (kelas) kata.
3. Bentuk dasarnya adalah kata yang lazim (umum) dipakai dalam tindak
berbahasa.
Macam-macam kata ulang:
1. Kata ulang dwipurwa. Ulangan atas suku kata awal. Contoh: leluasa, tetangga.
2. Kata ulang utuh/ asli. Yaitu ulang atas bentuk dasar yang berupa kata dasar.
Seperti: pencuri-pencuri, anak-anak.
3. Kata ulang dwilingga salin suara atau berubah bunyi. Kata ulang yang terjadi
perubahan bunyi pada bagian berulangnya. Seperti: bolak-balik, gerak-garik.
4. Kata ulang berimbuhan. Kata ulang yang pengulangannya mendapat imbuhan,
baik pada lingga pertama maupun pada lingga kedua. Seperti: pukul-memukul,
berpukul-pukulan.
Fungsi kata ulang
Menentukan fungsi kata ulang di sini sangat sulit, sebab fungsi dan arti terjalin erat.
Bila hanya dilihat dari proses terjadinya kata ulang tersebut maka akan ditemukan adanya
fungsi morfologis. Hal tersebut disebabkan oleh konsep bahwa prinsip perulangan tidak
mengubah jenis kata. Artinya, bila kata dasar dari jenis kata benda maka tetap akan kita
dapatkan kata benda dari kata ulangannya, demikian pula untuk jenis kata yang lain.
Institut Manajemen Telkom Halaman 8
Adapun arti yang didukung oleh perulangan adalah:
1. Banyak yang tidak tentu
Buku-buku itu telah kusimpan dalam lemari
Kuda-kuda itu berkejar-kejaran.
2. Bermacam-macam
Pohon-pohonan: banyak dan bermacam-macam pohon
buah-buahan: banyak dan bermacam-macam buah.
3. Menyerupai
kuda-kuda
langit-langit
4. Agak
Kemalu-maluan
kebarat-baratan
5. Menyatakan intensitas
Intensitas kualitatif. Contoh: belajar segiat-giatnya. Gunung itu yang
setinggi-tingginya di Pulau Jawa.
Intensitas kuantitatif. Contoh: kuda-kuda, buah-buah.
Intensitas frekuentatif. Contoh: Bapak menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia
mondar-mandir saja sejak tadi.
Menyatakan saling/ berbalas-balasan/ resiprok
o Mereka bersalam-salaman.
o Kedua saudara itu hidup tolong menolong.
6. Menyatakan kolektif/ kumpulan
Anak itu berbasis dua-dua.
Pertandingan itu diikuti tiga-tiga regu.
E. Aspek Pembentukan Kata
Pembentukan kata menyangkut tiga aspek :
Afiksasi (pengimbuhan)
Reduplikasi (pengulangan)
Kompleksasi (pemajemukan)
1. Imbuhan (Afiks)
Prefiks (Awalan) : be-, pe-, me(n)-, di-, te-, se-, pe(n)-, ke-
Infiks (Sisipan) : -el-, -em-, -er-, -in-(?)
Sufiks (Akhiran) : -kan, -i, -an
Konfiks (Gabungan imbuhan) : ber-kan, ber-an, per–an, pe –an, per-i, me-kan, me-i, memper-, memper–kan, memper-i, ter-kan, ter-i
Institut Manajemen Telkom Halaman 9
Imbuhan + kata dasar -> perubahan bentuk, jenis, makna
Imbuhan + dasar -> bentuk
duduk + an -> dudukan
Imbuhan + dasar -> jenis
Duduk (verba) -> dudukan (nomina)
Imbuhan + dasar -> makna
Perumahan, berumah, dirumahkan,merumahkan, pemukiman, permukiman
BAB 2 SINTAKSIS (TATA KALIMAT)
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti
mengatur bersama-sama. Manaf (2009:3) menjelaskan bahwa sintaksis
adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat.
Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan
kalimat. Jadi frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan kalimat
adalah objek kajian sintaksis terbesar.
1. Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2003:222).
Perhatikan contoh-contoh berikut.
1. bayi sehat
2. pisang goreng
3. baru datang
4. sedang membaca
Satuan bahasa bayi sehat, pisang goreng, baru datang, dan sedang membaca adalah frasa
karena satuan bahasa itu tidak membentuk hubungan subjek dan predikat. Widjono
(2007:140) membedakan frasa berdasarkan kelas katanya yaitu frasa verbal, frasa adjektiva,
frasa pronominal, frasa adverbia, frasa numeralia, frasa interogativa koordinatif, frasa
demonstrativa koordinatif, dan frasa preposisional koordinatif. Berikut ini dijelaskan satu
persatu jenis frasa.
1.1. Frasa verbal
Frasa verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja. Frasa verbal terdiri dari
tiga macam seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.1.1. Frasa verbal modifikatif (pewatas) yang dibedakan menjadi.
1.1.1.1. Pewatas belakang, seperti contoh berikut ini.
Institut Manajemen Telkom Halaman 10
1. Ia bekerja keras sepanjang hari.
2. Orang itu bekerja cepat setiap hari.
1.1.1.2. Pewatas depan, seperti contoh berikut ini.
1. Kami akan menyanyikan lagu kebangsaan.
2. Mereka pasti menyukai makanan itu.
1.1.2. Frasa verbal koordinatif yaitu dua verba yang disatukan dengan kata
penghubung dan atau atau, seperti contoh berikut ini.
1. Mereka mencuci dan menjemur pakaiannya.
2. Kita pergi atau menunggu ayah.
1.1.3. Frasa verbal apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau
diselipkan. Contohnya adalah sebagai berikut.
1. Aie Pacah, tempat tinggal saya, akan menjadi pusat pemerintahan kota Padang.
2. Usaha Pak Ali, berdagang kain, kini menjadi grosir.
1.2. Frasa Adjektival
Frasa adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata sifat atau keadaan sebagai
inti (yang diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan seperti
agak, dapat, harus, kurang, lebih, paling, dan sangat. Frasa adjektival mempunyai tiga jenis
seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.2.1. Frasa adjektival modifikatif (membatasi), contohnya adalah sebagai berikut.
1. Tampan nian kekasih barumu.
2. Hebat benar kelakuannya.
1.2.2. Frasa adjektival koordinatif (menggabungkan), contohnya adalah sebagai
berikut.
1. Setelah pindah, dia aman tentram di rumah barunya.
2. Dia menginginkan pria yang tegap kekar untuk menjadi suaminya.
1.2.3. Frasa adjektival apositif seperti contoh berikut ini.
1. Srikandi cantik, ayu rupawan, diperistri oleh Arjuna.
2. Skripsi yang berkualitas, terpuji dan terbaik, diterbitkan oleh Universitas.
1.3. Frasa Nominal
Frasa nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata
benda. Frasa nominal dibagi menjadi tiga jenis seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.3.1. Frasa nominal modifikatif (mewatasi), misalnya rumah mungil, hari minggu,
bulan pertama. Contohnya seperti berikut ini.
Institut Manajemen Telkom Halaman 11
1. Pada hari minggu layanan pustaka tetap dibuka.
2. Pada bulan pertama setelah menikah, mereka sudah mulai bertengkar.
1.3.2. Frasa nominal koordinatif (tidak saling menerangkan), misalnya hak dan
kewajiban, dunia akhirat, lahir bathin, serta adil dan makmur. Contohnya seperti berikut
ini.
1. Seorang PNS harus memahami hak dan kewajiban sebagai aparatur negara.
2. Setiap orang menginginkan kebahagiaan dunia akhirat.
1.3.3. Frasa nominal apositif, contohnya seperti berikut ini.
1. Anton, mahasiswa teladan itu, kini menjadi dosen di Universitasnya.
2. Burung Cendrawasih, burung langka dari Irian itu, sudah hampir punah.
1.4. Frasa adverbial
Frasa adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa
adverbial dibagi dua jenis yaitu.
1.4.1. Frasa adverbial yang bersifat modifikatif (mewatasi), misalnya sangat pandai,
kurang pandai, hampir baik, dan pandai sekali. Contoh dalam kalimat seperti berikut
ini.
1. Dia kurang pandai bergaul di lingkungan tempat tinggalnya.
2. Kemampuan siswa saya dalam mengarang berada pada kategori hampir baik.
1.4.2. Frasa adverbial yang bersifat koordinatif (tidak saling menerangkan),
contohnya seperti berikut ini.
1. Jarak rumah ke kantornya lebih kurang dua kilometer.
1.5. Frasa Pronominal
Frasa pronominal adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti. Frasa pronominal terdiri dari
tiga jenis yaitu seperti berikut ini.
1.5.1. Frasa pronominal modifikatif, contohnya seperti berikut.
1. Kami semua dimarahi guru karena meribut.
2. Mereka berdua minta izin karena mengikuti perlombaan.
1.5.2. Frasa pronominal koordinatif, contohnya seperti berikut.
1. Aku dan kau suka dancow.
2. Saya dan dia sudah lama tidak bertegur sapa.
1.5.3. Frasa pronominal apositif, contohnya seperti berikut.
1. Kami, bangsa Indonesia, menyatakan perang terhadap korupsi.
Institut Manajemen Telkom Halaman 12
2. Mahasiswa, para pemuda, siap menjadi pasukan anti korupsi.
1.6. Frasa Numeralia
Frasa numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa numeralia
terdiri dari dua jenis yaitu.
1.6.1. Frasa numeralia modifikatif, contohnya seperti di bawah ini.
1. Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.
2. Orang itu menyumbang pembangunan jalan dua juta rupiah.
1.6.2. Frasa numeralia koordinatif, contohnya seperti di bawah ini.
1. Lima atau enam orang bertopeng melintasi kegelapan pada gang itu.
2. Entah tiga, entah empat kali dia sudah meminjam uang saya.
1.7. Frasa Introgativa koordinatif
Frasa introgativa koordinatif adalah frasa yang berintikan pada kata tanya. Contohnya seperti
berikut ini.
1. Jawaban apa atau siapa merupakan ciri subjek kalimat.
2. Jawaban mengapa atau bagaimana merupakan pertanda jawaban prediket.
1.8. Frasa Demonstrativa koordinatif
Frasa demonstrativa koordinatif adalah frasa yang dibentuk dengan dua kata yang tidak saling
menerangkan. Contohnya seperti berikut ini.
1. Saya bekerja di sana atau di sini sama saja.
2. Saya memakai baju ini atau itu tidak masalah.
1.9. Frasa Proposional Koordinatif
Frasa proposional koordinatif dibentuk dari kata depan dan tidak saling menerangkan.
Contohnya seperti berikut.
1. Perjalanan kami dari dan ke Bandung memerlukan waktu enam jam.
2. Koperasi dari, oleh dan untuk anggota.
2. Klausa
Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung
unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi kalimat. (Manaf, 2009:13)
menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir
satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri
intonasi final. Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum.
Institut Manajemen Telkom Halaman 13
Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut.
2.1. Klausa kalimat majemuk setara
Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki kedudukan yang sama.
Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih yang tidak saling
menerangkan. Contohnya sebagai berikut.
Rima membaca kompas, dan adiknya bermain catur.
Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya bermain catur. Keduanya
tidak saling menerangkan.
2.2. Klausa kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi menerangkan klausa
lainnya. Contohnya sebagai berikut.
Orang itu pindah ke Jakarta setelah suaminya bekerja di Bank Indonesia.
Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai klausa utama (lazim disebut induk kalimat) dan
klausa kedua suaminya bekerja di Bank Indonesia merupakan klausa sematan (lazim disebut
anak kalimat).
2.3. Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat
Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri dari tiga klausa atau lebih.
Contohnya seperti berikut ini.
1. Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi.
Kalimat di atas terdiri dari tiga klausa yaitu.
1) Dia pindah ke Jakarta (klausa utama)
2) Setelah ayahnya meninggal (klausa sematan)
3) Ibunya kawin lagi (klausa sematan)
1. Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk bertingkat)
2. Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)
3. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran (Widjono:146).
Manaf (2009:11) lebih menjelaskan dengan membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan
bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai
berikut: (1) satuan bahasa yang terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata
dengan frasa, atau gabungan frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas
Institut Manajemen Telkom Halaman 14
yang minimal mengandung satu subjek dan prediket, baik unsur fungsi itu eksplisit maupun
implisit; (2) satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal, diselingi atau tidak
diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan akhir yang berupa intonasi
final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan intonasi kagum. Dalam bahasa tulis,
kalimat adalah satuan bahasa yang diawali oleh huruf kapital, diselingi atau tidak diselingi
tanda koma (,), titik dua (:), atau titik koma (;), dan diakhiri dengan lambang intonasi final
yaitu tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
3.1. Ciri-ciri kalimat
Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut.
1. Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan kesenyapan.
Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda
tanya, atau tanda seru.
2. Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket.
3. Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap.
4. Mengandung pikiran yang utuh.
5. Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung fungsi
(subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan menurut fungsinya.
6. Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.
7. Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun
dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan.
3.2. Fungsi sintaksis dalam kalimat
Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ‖tempat‖ atau ‖laci‖ yang dapat diisi oleh bentuk
bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S), prediket (P),
objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat harus mengandung
semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah
subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek, pelengkap dan keterangan
merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis akan dijelaskan berikut ini.
3.2.1. Subjek
Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau
dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut:
1. jawaban apa atau siapa,
2. dapat didahului oleh kata bahwa,
3. berupa kata atau frasa benda (nomina)
4. dapat diserta kata ini atau itu,
5. dapat disertai pewatas yang,
6. tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain,
7. tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata
bukan.
Hubungan subjek dan prediket dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
Institut Manajemen Telkom Halaman 15
1. Adik bermain.
S P
3.2.2. Predikat
Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek.
Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
1. Adik bermain.
S P
Adik adalah pokok kalimat
bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
Predikat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. bagian kalimat yang menjelaskan pokok kalimat,
2. dalam kalimat susun biasa, prediket berada langsung di belakang subjek,
3. prediket umumnya diisi oleh verba atau frasa verba,
4. dalam kalimat susun biasa (S-P) prediket berintonasi lebih rendah,
5. prediket merupakan unsur kalimat yang mendapatkan partikel –lah,
6. prediket dapat merupakan jawaban dari pertanyaan apa yang dilakukan (pokok
kalimat) atau bagaimana (pokok kalimat).
3.2.3. Objek
Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi
predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba transitif pengisi
predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini.
1. Dosen menerangkan materi.
S P O
menerangkan adalah verba transitif.
Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,
1. Ayah membaca koran.
S P O
Koran adalah nomina.
2. Adik memakai tas baru.
S P O
Tas baru adalah frasa nominal
2. berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh
berikut,
1. Ibu memarahi kakak.
S P O
2. Guru membacakan pengumuman.
S P O
3. dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut,
Institut Manajemen Telkom Halaman 16
1. Kepala sekolah mengundang wali murid.
S P O
2. Kepala sekolah mengundangnya.
S P O
4. objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan,
seperti contoh berikut,
1. Ani membaca buku.
S P O
3.2.4. Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan
objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek
karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk
berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara objek dan pelengkap dapat dilihat
pada contoh berikut.
1. Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi.
S P pel. ket.
Pelengkap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. pelengkap kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang
dilekati oleh prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh
prefiks di- atau ter-, seperti contoh berikut.
1. Bu Minah berjualan sayur di pasar pagi.
S P Pel. Ket.
2. pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba
dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut.
1. Ayah membelikan adik mainan.
S P O Pel.
membelikan adalah verba dwitransitif.
3. pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang diisi
oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.
1. Budi menjadi siswa teladan.
S P Pel.
4. dalam kalimat, jika tidak ada objek, pelengkap terletak langsung di belakang predikat,
tetapi kalau predikat diikuti oleh objek, pelengkap berada di belakang objek, seperti
pada contoh berikut.
1. Pak Ali berdagang buku bekas.
S P Pel.
5. pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.
Institut Manajemen Telkom Halaman 17
1. Ibu memanggil adik.
S P O
Ibu memanggilnya.
S P O
2. Pak Samad berdagang rempah.
S P Pel.
Pak Samad berdagangnya (?)
6. satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki fungsi
subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh berikut.
1. Pancasila merupakan dasar negara.
S P Pel
Dasar negara dirupakan pancasila (?)
3.2.5. Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat.
Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Keterangan
sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.
1. Ibu membeli kue di pasar.
S P O Ket. tempat
2. Ayah menonton TV tadi pagi.
S P O Ket. waktu
Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam
kalimat, seperti contoh berikut.
1. Saya membeli buku
S P O
2. Saya membeli buku di Gramedia.
S P O Ket. tempat
2. keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat, seperti
contoh berikut.
1. Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati.
S P O Ket. cara
Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu.
Ket. cara S P O
3. keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan klausa
terikat, seperti contoh berikut.
1. Ali datang kemarin.
S P Ket. waktu
Institut Manajemen Telkom Halaman 18
2. Ibu berangkat kemarin sore.
S P Ket. waktu
Manaf (2009:51) membedakan keterangan berdasarkan maknanya seperti dijelaskan berikut.
1. Keterangan tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang mengandung makna tempat. Keterangan tempat
dimarkahi oleh preposisi di, ke, dari (di) dalam, seperti contoh berikut.
1. Ayah pulang dari kantor.
S P Ket, tempat
2. Irfan bermain bola di lapangan.
S P O Ket. Tempat
2. Keterangan waktu
Keterangan waktu adalah keterangan yang mengandung makna waktu. Keterangan waktu
dimarkahi oleh preposisi pada, dalam, se-, sepanjang, selama, sebelum, sesudah. Selain itu
ada keterangan waktu yang tidak diawali oleh preposisi, misalnya sekarang, besok, kemarin,
nanti. Keterangan waktu dalam kalimat seperti contoh berikut.
1. Dia akan datang pada hari ini.
S P Ket. waktu
2. Dia menderita sepanjang hidupnya.
S P Ket. Waktu
3. Keterangan alat
Keterangan alat adalah keterangan yang mengandung makna alat. Keterangan alat dimarkahi
oleh preposisi dengan dan tanpa. Keterangan alat dalam kalimat seperti contoh berikut.
1. Ibu menghaluskan bumbu dengan blender.
S P O Ket. alat
2. Kue itu dibuat tanpa cetakan.
S P Ket. Alat
3. Keterangan cara
Keterangan cara adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya, bermakna cara
dalam melakukan kegiatan tertentu. Keterangan cara dimarkahi oleh preposisi dengan,
secara, dengan cara, dengan jalan, tanpa. Pemakaian keterangan cara dalam kalimat seperti
contoh berikut.
1. Dia memasuki rumah kosong itu dengan hati-hati.
S P O Ket. cara
2. Habib mengendarai sepedanya dengan pelan-pelan.
S P O Ket. Cara
4. Keterangan tujuan
Institut Manajemen Telkom Halaman 19
Keterangan tujuan adalah keterangan yang dalam hubungan antar unsurnya mengandung
makna tujuan. Keterangan tujuan dimarkahi oleh preposisi agar, supaya, untuk, bagi, demi.
Pemakaian keterangan tujuan dalam kalimat seperti contoh berikut.
1. Arif giat belajar agar naik kelas.
S P Ket. tujuan
2. Adonan itu diaduk supaya cepat kembang.
S P Ket. tujuan
5. Keterangan penyerta
Keterangan penyerta adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya yang
membentuk makna penyerta. Keterangan penyerta dimarkahi oleh preposisi dengan,
bersama, beserta seperti yang terdapat dibawah ini.
1. Mahasiswa pergi studi banding bersama dosen.
S P Pel Ket. Penyerta
2. Orang itu pindah bersama anak isterinya.
S P Ket. penyerta
6. Keterangan perbandingan
Keterangan perbandingan adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna
perbandingan. Keterangan perbandingan dimarkahi oleh preposisi seperti, bagaikan, laksana,
seperti contoh berikut ini.
1. Dia gelisah seperti cacing kepanasan.
S P Ket. Perbandingan
2. Suara orang itu keras bagaikan halilintar.
S P Ket. Perbandingan
7. Keterangan sebab
Keterangan sebab adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna sebab.
Keterangan sebab dimarkahi oleh konjungtor sebab dan karena, seperti contoh berikut.
1. Sebagian besar rumah rusak karena gempa.
S P Ket. sebab
2. Rakyat semakin menderita karena harga beras semakin naik.
S P Ket. Sebab
8. Keterangan akibat
Keterangan akibat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna akibat.
Keterangan akibat dimarkahi oleh konjungtor sehingga dan akibatnya, seperti contoh berikut
ini.
1. Dia sering berbohong sehingga temannya tidak percaya kepadanya.
S P Ket. Akibat
2. Hutan lindung ditebang akibatnya sering terjadi tanah longsor.
S P Ket. Akibat
Institut Manajemen Telkom Halaman 20
9. Keterangan syarat
Keterangan syarat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna syarat.
Keterangan syarat dimarkahi oleh konjungtor jika dan apabila, seperti contoh berikut ini.
1. Saya akan datang jika dia mengundang saya.
S P Ket. Syarat
2. Jika para pemimpin Indonesia jujur, rakyat akan sejahtera.
Ket. Syarat S P
10. Keterangan pengandaian
Keterangan pengandaian adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna
pengandaian. Keterangan pengandaian dimarkahi oleh konjungtor andaikata, seandainya dan
andaikan, seperti contoh berikut ini.
1. Andaikan bulan bisa ngomong, dia tidak akan bohong.
Ket. Pengandaian S P
2. Seandainya saya orang kaya, saya akan membantu orang miskin.
Ket. pengandaian S P O
11. Keterangan atributif
Keterangan atributif adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna
penjelasan dari suatu nomina. Keterangan atibutif dimarkahi oleh konjungtor yang, seperti
contoh berikut ini.
1. Mahasiswa yang indeks prestasinya paling tinggi mendapat beasiswa
Ket. Atributif (S) P O
2. Guru yang berbaju hijau itu adalah wali kelas saya.
Ket. Atributif (S) P O
Institut Manajemen Telkom Halaman 21
BAB 3 SEMANTIK (TATA MAKNA)
1. Apakah Semantik Itu?
Ada dua cabang utama linguistik yang khusus menyangkut kata yaitu etimologi, studi
tentang asal usul kata, dan semantik atau ilmu makna, studi tentang makna kata. Di antara
kedua ilmu itu, etimologi sudah merupakan disiplin ilmu yang lama mapan (established),
sedangkan semantik relatif merupakan hal yang baru.
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang
(sign). ―Semantik‖ pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel
Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan
semantik (Chaer, 1994: 2).
2. Hakikat Makna
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah
‘pengertian‘ atau ‘konsep‘ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut
de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Perancis:
signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier).
Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari
sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-
bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap
tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur
dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen
yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).
Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda-linguistik itu adalah
leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna
(Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa
yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem
Institut Manajemen Telkom Halaman 22
(Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam makalah ini kedua istilah
itu dianggap memiliki pengertian yang sama.
Yang perlu dipahami adalah tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di
dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat
ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang
nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari
pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal kata buaya dalam kalimat (1).
(1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya.
Oleh karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada
dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu
berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Contoh, seorang setelah
memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku rapor itu banyak yang
merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji.
(2). ‖Rapormu bagus sekali, Nak!‖
Jelas, dia tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu dia
sebenarnya bermaksud menegur tau mungkin mengejek anaknya itu.
3. Jenis Makna
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut
pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna
gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat
dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya
nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna
konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna
umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat
disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
3.1 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Institut Manajemen Telkom Halaman 23
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari
leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita
samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan
dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat
leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna
leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer,
1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang
dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu
mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal
berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna
gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti
proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi
awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik,
melahirkan makna ‘dapat‘, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke
atas melahirkan makna gramatikal ‘tidak sengaja‘.
3.2 Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen
dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang
diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu
tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja
termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot
rumah tangga yang disebut ‘meja‘. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi
kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3.3 Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim
diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan,
penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini
menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering
Institut Manajemen Telkom Halaman 24
disebut sebagai ‘makna sebenarnya‘(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita
kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ‘manusia dewasa bukan laki-laki‘.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ‖nilai rasa‖,
baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki
konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah
dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti
‘cerewet‘, tetapi sekarang konotasinya positif.
3.4 Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru
menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks
situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah
itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang
keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari
contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.
Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan
bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian
dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
3.5 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang
dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas
dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai‘. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja
dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Institut Manajemen Telkom Halaman 25
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan
adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati
berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
3.6 Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‖diramalkan‖ dari makna unsur-
unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk
membanting tulang dengan makna ‘bekerja keras‘, meja hijau dengan makna ‘pengadilan‘.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak
dari makna unsur-unsurnya karena adanya ‖asosiasi‖ antara makna asli dengan maknanya
sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna
‘dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur‘. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa
binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah
damai.
3.7 Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari
arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang
tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut
mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ‘bulan‘, raja
siang dalam arti ‘matahari‘.
4. Relasi Makna
disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud macam-macam. Berikut ini diuraikan
beberapa wujud relasi makna.
4.1 Sinonimi
Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa
berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna
ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang bersinonim;
bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara
Institut Manajemen Telkom Halaman 26
dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang bersinonim itu;
kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kesamaannya tidak bersifat
mutlak.
4.2 Antonimi dan Oposisi
Secara semantik Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya
berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap
kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata
buruk; kata besar berantonimi dengan kata kecil.
Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam
batasan di atas, Verhaar menyatakan ‖…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna
ungkapan lain‖ Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
Sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna. Dengan istilah
oposisi, maka bisa tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang
bersifat kontras saja. Kata hidup dan mati, mungkin bisa menjadi contoh yang berlawanan;
tetapi hitam dan putih mungkin merupakan contoh yang hanya berkontras.
4.3 Homonimi, Homofoni, dan Homografi
Homonimi adalah ‗relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi
maknanya berbeda‘. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf,
sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon. Contoh homograf
adalah kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham), sedang kata masa
(waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan).
4.4 Hiponimi dan Hipernimi
Hiponimi adalah ‗relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna
generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang‘.
Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda
berhiponimi dengan binatang. Bunga merupakan superordinat (hipernimi, hiperonim) bagi
anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi superordinat bagi kucing, kambing,
dan kuda.
Institut Manajemen Telkom Halaman 27
4.5 Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki
makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1)
bagian tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan
merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala
kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala
paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor,
dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima
bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi
kepalanya kosong.
4.6 Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaab sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua
arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar,
yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang
berbeda. Umpamanya frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu
baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.
4.7 Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental
dalam suatu bentuk ujaran‘. Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih, maknanya tidak
akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata oleh pada
kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan
sebenarnya tidak perlu.
4.8 Meronimi
Meronimi adalah ‘relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi karena relasi
maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan pelibatan searah, tetapi merupakan
relasi makna bagian dengan keseluruhan‘. Contohnya adalah atap bermeronimi dengan
rumah.
4.9 Makna Asosiatif
Institut Manajemen Telkom Halaman 28
Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar
kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan pengalaman
seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif terutama dikaji bidang psikolinguistik. Makna
denotatif villa adalah ‘rumah peristirahatan di luar kota‘. Selain makna denotatif itu, bagi
kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna asosiatif ‘gunung‘, ‘alam‘,
‘pedesaan‘, ‘sungai‘, bergantung pada pengalaman seseorang.
4.10 Makna Afektif
Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca kata
tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati, dan
bijaksana menimbulkan makna afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi
menimbulkan makna afektif yang negatif.
4.11 Makna Etimologis
Makna etimologis berbeda dengan makna leksikal karena berkaitan dengan asal-usul kata dan
perubahan makna kata dilihat dari aspek sejarah kata. Makna etimologis suatu kata
mencerminkan perubahan yang terjadi dengan kata tertentu. Melalui perubahan makna kata,
dapat ditelusuri perubahan nilai, norma, keadaan sosial-politik, dan keadaan ekonomi suatu
masyarakat
Referensi: http://endonesa.wordpress.com/2008/09/08/TATA-KATA/
http://catatankuliah.com/2010/07/26/morfologi-tata-kata/
SINTAKSIS BAHASA INDONESIA Oleh: Firdawati, S.Pd.