TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

13
J U R N A L S E N I P E R T U N J U K A N Available online at:https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Lagalaga Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online) Hal | 57 TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN Wirma Surya Prodi Seni Teater-Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang Jl. Bahder Johan-Padang Panjang 27128 Sumatra Barat [email protected] ABSTRAK Tari Piring Pandai Sikek adalah salah satu dari sekian banyak tari piring di Sumatera Barat yang memiliki ciri khas yang unik dan menarik. Seperti gerakan-gerakan bercocok tanam, menanam padi, memanen padi dan bersenda gurau sebagai ungkapan perasaan gembira. Bentuk pewarisan tari piring Pandai Sikek yang bersifat tertutup pun merupakan daya tarik tersendiri untuk dipelajari. Salah satu daya tariknya adalah karena Tari piring Pandai Sikek tidak boleh dipelajari oleh masyarakat lain di luar keturunan penduduk Pandai Sikek. Properti utama yang dipakai menari adalah piring porselin berukuran besar, yang mana penggunaannya dalam tarian memerlukan keahlian khusus agar piring itu tidak terlepas, dalam tarian ini terdapat juga atraksi menari di atas piring. Di sini dibutuhkan keahlian dan konsentrasi agar penari tidak jatuh dan piring tidak pecah. Jadi tari Piring Pandai Sikek merupakan tarian yang mengkombinasikan antara seni tari itu sendiri dengan akrobatik dan ada unsur mistis. Kata Kunci: Tari Piring, Pandai Sikek, Pewarisan

Transcript of TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Page 1: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

J U R N A L S E N I P E R T U N J U K A N

Available online at:https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Lagalaga

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 57

TARI PIRING DI PANDAI SIKEK

SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Wirma Surya

Prodi Seni Teater-Fakultas Seni Pertunjukan

Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang

Jl. Bahder Johan-Padang Panjang 27128 Sumatra Barat

[email protected]

ABSTRAK

Tari Piring Pandai Sikek adalah salah satu dari sekian banyak tari piring di Sumatera Barat yang

memiliki ciri khas yang unik dan menarik. Seperti gerakan-gerakan bercocok tanam, menanam padi,

memanen padi dan bersenda gurau sebagai ungkapan perasaan gembira. Bentuk pewarisan tari piring

Pandai Sikek yang bersifat tertutup pun merupakan daya tarik tersendiri untuk dipelajari. Salah satu

daya tariknya adalah karena Tari piring Pandai Sikek tidak boleh dipelajari oleh masyarakat lain di

luar keturunan penduduk Pandai Sikek. Properti utama yang dipakai menari adalah piring porselin

berukuran besar, yang mana penggunaannya dalam tarian memerlukan keahlian khusus agar piring itu

tidak terlepas, dalam tarian ini terdapat juga atraksi menari di atas piring. Di sini dibutuhkan keahlian

dan konsentrasi agar penari tidak jatuh dan piring tidak pecah. Jadi tari Piring Pandai Sikek merupakan

tarian yang mengkombinasikan antara seni tari itu sendiri dengan akrobatik dan ada unsur mistis.

Kata Kunci: Tari Piring, Pandai Sikek, Pewarisan

Page 2: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 58

PENDAHULUAN

Minangkabau merupakan daerah

seni budaya, masing-masing daerah atau

nagari-nagari di lingkungan Minangkabau

mempunyai ciri khas seni budaya dengan

adat istiadat atau tradisi yang sudah ada

sejak dahulu serta masih dipertahankan

hingga masa kini oleh masyarakat

pendukungnya. Seni budaya di

Minangkabau sebagian masih disakralkan,

kondisi ini sebagaimana seni tradisi

kerakyatan dan seni tradisi. Proses

perkembangannya dan sifat sama dan

hampir mirip dengan daerah sekitar yaitu

merupakan seni fungsional dalam

lingkungan pertanian dan mengabdikan

diri pada atasannya

Setiap daerah di Minagkabau

mempunyai bentuk kesenian sendiri-

sendiri, tetapi dengan format yang hampir

sama, sebagai contoh di setiap daerah

memiliki tari Pasambahan, tari Piring dan

kelompok Randai dengan pengembangan

dan bentuk yang berbeda, menunjukkan

ciri khas daerah masing–masing. Begitu

pula musik pengiringnya, kendatipun

dengan format yang sama tetapi masing-

masing daerah memiliki perbedaan yang

spesifik seperti talempong, gendang,

pupuik, saluang dan dendang. Kesamaan

juga terjadi dalam pemakaian busana

celana galembong hitam dan baju lapang

hitam akan tetapi dengan destar (ikat

kepala) dan sisamping (ikat pinggang)

yang berbeda. Setiap penampilan kesenian

tradisi di Minangkabau pada masa lalu

(sebelum tahun 1980-an) pelaku seninya

adalah laki-laki, karena menurut syariat

Islam, wanita itu tidak boleh tampil di

depan orang banyak kecuali dengan

mukhrimnya.

Nagari Pandai Sikek terkenal

dengan tenunan tradisional yang masih

menggunakan alat tenun manual dengan

harga tenunan cukup mahal yang sangat

diminati wisatawan dalam dan luar negeri

terutama orang-orang Malaysia. Tenunan

ini sangat khas dengan menggunakan

benang-benang emas dan motif-motif yang

menarik dan unik. Sampai tahun 1990-an

tenunan tradisional Pandai Sikek ini tidak

boleh diajarkan atau dipelajari oleh orang-

orang di luar keturunan Pandai Sikek.

Apabila ada yang melanggar hal tersebut

akan mendapatkan sanksi diusir dari

Nagari Pandai Sikek secara adat dan tidak

diperbolehkan datang lagi (karya seni

leluhur). Akan tetapi setelah tahun 1990-an

hal-hal tersebut sudah mulai berubah.

Nagari Pandai Sikek sudah membuka diri

bagi kaum pendatang.

Ada beberapa masyarakat luar

sudah mulai mempelajari tenunan Pandai

Sikek. Masyarakat Pandai Sikek selain

terkenal akan hasil tenunan, juga dikenal

pula hasil ukiran dan kelompok seni

Page 3: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 59

pertunjukan Randai Talago Kumbang dan

Randai Nilam Sari yang di dalamnya

terdapat tari piring yang masih

berkembang sampai sekarang.

Masyarakat Pandai Sikek hidup

dalam lingkungan seni budaya leluhur

yang sangat kukuh. Mereka sangat

menghargai seni tradisi karena hal ini

memberikan kehidupan penunjang bagi

masyarakatnya yang dilahirkan turun

temurun dan mereka sangat

memeliharanya. Terbukti bahwa sampai

sekarang tari piring yang ada di Pandai

Sikek tidak boleh diajarkan pada orang di

luar keturunan Pandai Sikek.

Walaupun sebenarnya tari ini sudah

dipelajari di sekolah-sekolah SD Negeri

Tanjung dan di nagari tetangga SMP Koto

Laweh, itupun yang boleh ikut menari

hanyalah anak-anak keturunan Pandai

Sikek. Tari Piring Pandai Sikek

mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu

menggunakan piring makan sebagai

propertinya, menari di atas piring (diinjak-

injak), menari di atas pecahan piring, di

antara nama geraknya adalah mamintak

tabiak, naik junjuang, mangiriak lampok

gadang, mangisai padi, siriah langkok,

batanam, alang bajawek, alang babega,

galuik ramo-ramo, mambuai anak

maantaan padi dengan aktraktif gerakan

cepat dan lincah, memakai magic/mistik

oleh angku- angku atau sesepuh kelompok

seni.

PEMBAHASAN

Tari Piring Di Pandai Sikek Sebuah

Tinjauan Pewarisan.

Hampir seluruh daerah darek di

Sumatera Barat memiliki tari piring, tari

Piring ini hampir sama pola dan gaya

gerak, namun ada beberapa perbedaan

yang menggambarkan karakteristik

lingkungan masyarakat di mana tari piring

itu berasal. Suatu karya artistik selalu

bersifat sosial. Kehadiran suatu karya seni

selalu mengandaikan kehadiran suatu

masyarakat yang berjiwa kreatif, dinamis

dan agung. Suatu karya seni tidak saja

melambangkan kehadiran seniman yang

menciptakannya, melainkan

melambangkan kehadiran masyarakat di

mana sang seniman itu berada dan

berkarya.

Mengenai waktu kemunculan

pertama kali Tari Piring ini belum

diketahui pasti, tapi dipercaya bahwa tari

piring telah ada di kepulauan melayu sejak

lebih dari 800 tahun yang lalu. Tari Piring

juga dipercaya telah ada di Sumatera barat

dan berkembang hingga pada zaman Sri

Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit

pada abad ke 16 yang menjatuhkan Sri

Wijaya, telah mendorong tari piring

berkembang ke negeri-negeri melayu yang

Page 4: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 60

lain bersamaan dengan pelarian orang-

orang Sriwijaya saat itu.

Dari sekian banyak ragam kesenian

tari Piring tradisi yang berkembang di

daerah Minagkabau, tari Piring Pandai

Sikek merupakan salah satu jenis tari

Piring yang mempunyai keunikan

tersendiri, di antaranya; dengan

menggunakan piring yang berukuran besar

(piring untuk makan). Untuk

mengungkapkan kehidupan masyarakat

Pandai Sikek dalam perekonomian yang

makmur dengan hasil sawah, ladang yang

mencukupi, maka terungkaplah dalam

penampilan tari Piring Pandai Sikek.

Dengan pola lantai melingkar yang

menggambar kehidupan masyarakat

Pandai Sikek bersifat tertutup.

Menurut Dt. Pisang yang bernama

asli Ali Umar (70 th) pengasuh sanggar

Seni Budaya Minang Talago Kumbang

Pandai Sikek telah ada sebelum tahun 1950

yang sebelumnya bernama tari Piring

Kumanggo. Pengasuh seni Budaya Minang

Talago Kumbang ini di antaranya; (1)

Datuk Pisang, (2) Datuk Tumanggung, (3)

Datuk Tumalam, (3) Datuk Rajo

Mangkuto. Tari Piring Pandai Sikek

penarinya laki-laki, namun pada tahun

1980, Datuk Pisang telah mengajarkan tari

ini kepada penari perempuan. Tari Piring

Pandai Sikek berjumlah 6 orang penari

ditambah 4 orang pemusik.

Pada awalnya tarian ini ditampilkan

di sawah setelah panen sebagai hiburan

dan pelampiasan rasa senang setelah panen

berhasil. Karena dianggap menarik dan

banyak masyarakat yang menyukai,

kesenian tari Piring Pandai Sikek atas

permintaan masyarakat ditampilkan pada

saat hajatan, menyambut tamu kehormatan

di Nagari, pentas terbuka pada saat lebaran

di mana para perantau datang. Pada saat ini

tari Piring Pandai Sikek sudah di

komersilkan, ada beberapa masyarakat di

luar Nagari Pandai Sikek yang

mengundang untuk tampil pada saat

hajatan.

Hampir seluruh masyarakat Pandai

Sikek menyukai tari Piring ini, sehingga

tari Piring ini ditampilkan setiap tahun.

Kegiatan ini sangat didukung oleh ketua

adat dan mendapat perhatian dari

pemerintah daerah. Melalui Lembaga

Kerapatan Adat Nagari (LKAN) tari Piring

dikukuhkan sebagai tari tradisi Pandai

Sikek yang sama kedudukannya dengan

Ukiran Pandai Sikek yang lebih dahulu

dikenal oleh masyarakat luas bahkan

sampai ke luar negeri.

Manusia adalah makluk sosial dan

tidak dapat melepaskan diri dari

masyarakatnya. Interaksi akan terjadi

antara orang yang satu dengan orang yang

lain, dan lebih luas lagi dengan

masyarakat. Dalam hal ini, Mead

Page 5: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 61

mengatakan bahwa manusia mempunyai

kemampuan untuk berinteraksi dengan

masyarakatnya dalam budaya tertentu

dengan perantaraan simbul-simbul yang

dimiliki bersama. Kebudayaan sendiri

terdiri atas gagasan, simbol-simbol dan

nilai-nilai sebagai hasil karya perilaku

manusia.

Pengertian antara simbol dan

makna pada dasarnya tidak dapat

dipisahkan, keduanya saling berkaitan

serta berhubungan dalam suatu jalinan

yang erat sekali. Simbol merupakan sebuah

wujud yang bisa ditangkap dengan panca

indra. Dalam hal ini, simbol dapat

berbentuk benda-benda, warna, dan gerak.

Sebagai sebuah sosok wujud dari simbol

itu dapat memberikan sesuatu yang berarti.

Adapun makna dari simbol itu akan

berbeda-beda tergantung dari persepsi dan

pandangan hidup pelakunya. Dalam sajian

tari piringPandai Sikek tidak ditampilkan

tema atau cerita tertentu. Akan tetapi

melalui susunan atau rangkaian geraknya

ada sesuatu yang ingin diungkapkan. Hal

ini dapat dilihat dari bentuk fisik tari piring

yang berupa keterampilan dan kecepatan

seorang laki-laki dalam memainkan piring

tetapi tidak sampai jatuh dari tangannya.

Setiap individu Minang, disarankan untuk

selalu menjaga hubungan dengan

lingkungannya.

Adat Minang tidak terlalu memuja

kemandirian (privacy) seperti pada ajaran

individualisme barat. Adat Minang

mengajarkan supaya membiasakan

berembuk dengan lingkungannya,

kendatipun menyangkut masalah pribadi.

Pepatah adat menyebutkan;

Duduk surang basampik-sampik

Duduk basamo balapang-lapang

Kato surang dibulati

Kato basamo dipaiyokan

Duduk sendiri bersempit-empit

Duduk bersama berlapang-lapang

Kata sendiri dibulati (diputusi)

Kata bersama dirundingkan (sebelum

diputuskan)

( Duduk sendiri sempit-sempit

Duduk bersama berluas-luas

Kata sendiri disepakati

Kata bersama dimusyawarahkan)

Adat Minangkabau pun memiliki

aturan hidup bermasyarakat yang

diwariskan oleh leluhurnya, yaitu Datuk

Perpatih nan Sabatang dan Datuk

Katumanggungan. Ajarannya mengenai

manusia dalam tingkah laku dan perbuatan

didasarkan pada budi pekerti, bermoral

mulia antara sesama manusia dan alam

lingkungannya (Dt. Rajo Penghulu, 1984:

14).

Diuraikan bahwa adat mengatur

segala kehidupan manusia dari masalah

yang paling kecil hingga yang paling besar

dan luas. Antara lain seperti aturan makan,

minum dan bagaimana cara bergaul dalam

masyarakat. Sesuai dengan pepatah Elok di

awak katuju di urang (baik pada diri

Page 6: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 62

sendiri dan disukai orang lain). Adat

Minangkabau membagi empat tingkatan

adaik nan ampek (adat yang empat), yaitu:

1. Adat nan sabana adat (Adat yang

sebenarnya adat), yaitu adat yang

asli, adat yang tidak akan berubah,

tidak terpengaruh oleh tempat,

waktu, dan keadaan.

2. Adat nan diadatkan, peraturan yang

dibuat berdasarkan kata mufakat

atau musyawarah para pemuka adat

dan agama.

3. Adat nan teradat, yaitu suatu

kebiasaan yang dipakai secara

umum akibat persinggungan

dengan adat istiadat daerah lain.

Adat istiadat, yaitu kebiasaan-kebiasaan

yang berlaku dalam masyarakat nagari

tertentu, aturan-aturan hidup yang tidak

diundangkan tetapi dianjurkan dan

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,

seperti acara-acara yang bersifat

seremonial dan tingkah laku pergaulan.

Pewarisan budaya merupakan suatu

kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat

pada etnik tertentu, yang mana pewarisan

budaya tersebut bertujuan untuk

menyelamatkan jati diri, maupun

menyelamatkan harga diri mereka sebagai

manusia yang beradab dan beradat. Karena

kebudayaan tersebut merupakan gambaran

dan refleksi (cerminan) dari perilaku

mereka dalam berkehidupan, dan

kebudayaan tersebutlah yang dapat

membedakan mereka dengan orang lain,

selain itu kebudayaan itu pula yang dapat

membuat mereka memiliki harga diri. Oleh

sebab itu mereka perlu memberikan

kebudayaan tersebut untuk diurus dan

digunakan oleh generasi berikutnya, agar

budaya tersebut tetap ada dalam berbagai

kehidupan mereka di tempatnya berada.

Pewarisan tari tradisi sangat terkait

dengan solidaritas dan kekerabatan antar

masyarakat tradisi, bila tali silaturahim dan

solidaritas telah bergeser menjadi

individualis, maka seni tari tradisi tidak

dapat dipertahankan pertumbuhannya

dalam masyarakat tradisi tersebut. Dan tari

tradisi bila tidak atau jarang digunakan

dalam berbagai peristiwa adat dan

seremonial maupun bagi kepentingan

rakyat banyak, secara tidak langsung tari

tradisi pewarisannya telah terputus.

Kondisi yang terjadi pada kesenian

tradisional tari Piring di Minangkabau,

merupakan adat istiadat yang masih

bertahan hingga saat ini, karena terdapat

kelompok masyarakat yang masih mau

mempertahankannya. Dengan demikian

nilai adat itu sendiri sangat tergantung

pada persepsi masyarakat pendukung nilai-

nilai adat itu sendiri. Bila tidak ada lagi

pendukung nilai-nilai itu, maka dengan

sendirinya adat itu akan segera lenyap.

Bila persepsi pendukung berubah terhadap

Page 7: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 63

suatu nilai maka otomatis adat itu sendiri

akan berubah. Apabila masyarakat Minang

menganggap Tari Piring sebagai tarian

yang sudah usang, dan mulai

mencampakkannya, maka tidak lama lagi

tari Piring hanya tinggal kenangan. Hal ini

sebagamana pula yang terjadi pada pelaku

pertunjukan Kliningan Bajidor di daerah

Subang Jawa Barat yang disebut Sinden

Penari.

Dalam masyarakat tradisi di

Minangkabau pewarisan cenderung dari

mamak ka kamanakan, atau berkisar di

dalam satu kaum dan dalam satu kumpulan

kesukuan, sehingga pewarisan tersebut

didukung oleh pemangku adat, dan tari

tersebut menjadi milik masyarakat adat

dan nagari.

Untuk melestarikan tari Piring

Pandai Sikek para generasi muda Pandai

Sikek antusias mempelajari tari Piring

tersebut. Ada semacam ketentuan adat

bahwa yang boleh mempelajari tari

PiringPandai Sikek hanya masyarakat

keturunan Pandai Sikek. Setiap orang yang

hendak mengajarkan tari Piring tersebut

harus mendapat ijin dari Datuk Pisang dan

Sutan Sinaro. Pada umumnya yang bisa

menari tari PiringPandai Sikek adalah

anak dan keponakan Sutan Sinaro. Sutan

Sinaro adalah satu- satunya orang yang

masih hidup yang pertama kali menarikan

tari Piring Pandai Sikek. Untuk

melestarikan tari PiringPandai Sikek, pada

masa kini sudah diajarkan ke Sekolah

Dasar Pagu-pagu di Nagari Pandai Sikek

dan SMP Koto Laweh, yang mana gurunya

adalah orang yang pernah belajar pada

Sutan Sinaro. Namun demikian ketentuan-

ketentuan bahwa yang diperbolehkan

belajar tari Piring tersebut hanyalah anak-

anak yang mempunyai keturunan dari

masyarakat Pandai Sikek.

Berdasarkan wawancara penulis

dengan salah seorang nara sumber yang

bernama, Ali Umar Dt. Pisang pengasuh

sanggar seni Budaya Minang Talago

Kumbang Pandai Sikeh bahwa tari Piring

Pandai Siket dalam pewarisannya harus

keturunan dari masyarakat Pandai Sikek,

karena tari ini merupakan warisan nenek

moyang masyarakat Pandai Sikek.

Apresiasi seni menyatu dalam

kehidupan atau budaya masyarakat, baik

melalui kegiatan keagamaan maupun adat.

Bentuk-bentuk seni dipersepsi oleh

masyarakat, dalam arti diterima dan

diwariskan secara turun menurun dari

generasi ke generasi, dari zaman ke zaman

secara alamiah dan berkembang secara

organis. Adat istiadat dan kepercayaan

setempat mempunyai andil dalam

pewarisan nilai-nilai seni dan budaya.

Namun, perubahan zaman yang diikuti

oleh perubahan struktur sosial masyarakat

menyebabkan adanya perubahan cara

Page 8: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 64

kehidupan, terutama dalam segmentasi

fungsi-fungsi dalam masyarakat.

Perubahan ini menyebabkan seni dan

budaya nasional terpinggirkan. Oleh

karena itu, apresiasi seni dan budaya harus

menjadi bagian yang lebih fungsional

dalam dunia Pendidikan.

Pendidikan merupakan bagian dari

proses pembudayaan (Tilaar,1999).

Dengan demikian, proses Pendidikan

antara lain merupakan upaya masyarakat

untuk kelangsungan tradisinya. Tiga

wilayah sebagai pusat pembinaan dan

pengembangan kebudayaan adalah

Pendidikan informal, Pendidikan non

formal dan Pendidikan Formal.

Pendidikan informal biasanya terjadi

secara tidak langsung dan lebih bersifat

kekeluargaan di lingkungan keluarga dan

masyarakat, misalnya tentang keyakinan,

seni, moral dan adat istiadat. Dulu secara

tradisional hampir seluruh proses

pendidikan dilaksanakan secara informal.

Pendidikan non-formal diselenggarakan

secara sistematis, programatis, dan

berjenjang dalam kurun waktu tertentu,

seperti sanggar, kursus/pelatihan,

penyuluhan, dan kegiatan perkumpulan.

Pendidikan Formal diselenggarakan

secara sistematis, programatis, dan

berjenjang dalam waktu relatif lama serta

dengan pengelolaan yang berdasarkan

ketentuan-ketentuan formal, seperti di

sekolah dan Perguruan Tinggi. Ketiga

wilayah ini saling mempengaruhi dan

secara ideal melengkapi dalam upaya

membentuk manusia dan berbudaya.

Dewasa ini pendidikan formal di

sekolah mempunyai peranan yang cukup

besar dalam membentuk manusia. Di

sekolah umum, pendidikan seni

merupakan salah satu mata pelajaran yang

mengisi kurikulum kesekolahan. Tujuan

pendidikan seni adalah menumbuhkan

kemampuan mengapresiasi seni dan

budaya bagi peserta didik.

Melalui pendidikan seni, diharapkan

membantu perkembangan fisik dan psikis

siswa. Diharapkan pula masyarakat pada

khususnya generasi muda dapat

menumbuhkan sikap apresiatif terhadap

segala sesuatu mengenai seni dan budaya

Indonesia.

Pada mata pelajaran muatan

lokal khususnya Mata Pelajaran Seni Tari

Daerah diuraikan, di antara bertujuan

untuk:

a. Mengembangkan sikap dan

kemampuan peserta didik agar dapat

berkreasi dan menghargai ragam seni

yang hidup di daerahnya masing-

masing;

b. Memperkenalkan peserta didik

terhadap lingkungan;

Ikut melestarikan budaya, serta

membekali peserta didik supaya memiliki

Page 9: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 65

kemampuan dan keterampilan yang dapat

menjadi bekal hidup mereka di

masyarakat.

Seyogyanya tarian daerah diberikan

mata pelajaran muatan lokal namun

demikian pendidikan seni di sekolah belum

mencapai tujuan yang diharapkan.

Persoalan tersebut terkait dengan kebijakan

Adat yang tidak memperbolehkan untuk

diberikan kepada anak didik di luar garis

keturunan Pandai Sikek sehingga

mempengaruhi sistem Pendidikan.

Persoalan pendidikan seni terutama adalah

pada kurangnya sumber daya yang

mempertahankannya melalui konservasi.

Dalam penerapan tari piring Pandai

Sikek, dapat digunakan berbagai metode

untuk penyampaiannya, yakni:

a. Metode ceramah

Sebagai pengantar aplikatif atau

penerapan Tari piring Pandai Sikek

kepada peserta didik, cara mengajar

atau menyajikan materi melalui

penuturan dan pedan penerapan lisan

sebelum peragaan/praktek, sangat

penting. Hal ini selain untuk

memudahkan dalam mengamati serta

mempraktekan ragam-ragam gerak

yang dimaksud (tidak verbalisme,

peserta didik lebih memahami, serta

mempunyai rasa memiliki tarian

daerahnya, karena mengerti latar

belakang serta akar budaya dari tarian

tersebut.

b. Metode demonstrasi

Di dalam proses belajar mengajar tari

piring Pandai Sikek, metode demonstrasi /

peragaan dan peniruan merupakan metode

yang paling utama, yang satu sama lainnya

saling terkait. Baik yang langsung

diperagakan oleh pengajar maupun alat

peraga berupa model (anak-anak SD).

Sebagai awal pemberian materi, setelah

pengajar memberikn pengarahan secara

lisan melalui metode ceramah serta

menyajikan secara visual (peragaan

model/penayangan audio visual),

selanjutnya pengajar mendemonstrasikan/

memperagakan gerak demi gerak.

c. Metode imitatif

Metode imitatif adalah kelanjutan dari

metode demonstrasi, apa yang

diperlihatkan oleh pengajar melalui audio-

visual maupun model, kemudian juga

diperagakan oleh pengajar, selanjutnya

ditiru oleh peserta didik. Dalam hal ini

yang menjadi subjek peniruan adalah para

pengajar/tim peneliti dan yang menjadi

objek meniru adalah para guru SD. Dengan

meniru gerakan yang diperagakan berulang

kali oleh pengajar, makan akan menjadikan

peserta didik tampil terlatih secara

motorik, baik gerakan tubuhnya maupun

ekspresi tarinya.

Page 10: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 66

Tata rias dan busana merupakan

perpaduan unsur yang tidak dapat

dipisahkan dengan seni tari sebagai aspek

seni rupa. Warna, motif, corak busana

serta bentuk rias yang dipakai

memberikan penjelasan-penjelasan kepada

penonton mengenai perwatakan pelaku.

Dalam tari tradisi Piring Pandai

Sikek, tata rias dan busana bukanlah

menjadi hal yang utama, melainkan

sebagai faktor pendukung, hal ini terjadi

karena para penarinya adalah laki-laki.

Pakaian yang digunakan di

antaranya: baju gadang hitam, celana

gelembung hitam, sisamping (sarung

sebatas lutut), ikat pinggang dan

deta/destar (ikat kepala).

Tata rias wajah atau make-up yang

kita kenal sekarang ini secara relatif

merupakan hasil penemuan abad modern.

Pada zaman dahulu seni tidak begitu

mengindahkan seni tata rias wajah, yang

penting sampai pada tujunnya saja.

Seiring berjalannya waktu, tata

rias dan busana tari Piring Pandai Sikek

mengalami perkembangan yang cukup

signifikan. Dahulu para penari hanya

menggunakan pakaian sederhana, para

penerusnya pun menggunakan kostum

yang kurang lebih sama. Namun kini di

SD Pagu-pagu, penari tari Piring Pandai

Sikek sudah ada yang perempuan, secara

tidak langsung, hadirnya perempuan ini

mendorong terciptanya busana tari dan

tata rias yang jauh lebih semarak dari

generasi sebelumnya.

Gambar 1.

Gerakan Maantaan

(Foto: Wirma Surya, 2011)

Gambar 2.

Gerakan Maantaan

Gambar diambil untuk kebutuhan penelitian

(Foto: Wirma Surya, 2011)

Gambar 3.

Tari Piring Pandai Sikek dengan Pola Lantai

Melingkar

(Foto: Wirma Surya, 2011)

Page 11: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 67

Gambar 4.

Tari Piring Pandai Sikek: Piring-piring berjajar

diatas lantai

(Foto: SD Negeri Pagu-pagu, 2010)

Gambar 5.

Gerakan Maminta Tabiak Menghadap ke Barat

(Foto: Wirma Surya, 2011)

Gambar 6.

Gerakan Maminta Tabiak Menghadap ke Timur

(Foto: Wirma Surya, 2011)

PENUTUP

Sebagai sajian seni estetis, tampak

bahwa pertunjukan tari Piring Pandai

Sikek memiliki gerak-gerak ritmis yang

menakjubkan. Para penari bergerak

terampil pada posisi jongkok, berdiri,

menukik, berputar, pitunggue, sambil

memainkan piring yang berada di kedua

tangannya. Dari pertunjukan tersebut

terlihat bahwa gerakan tangan sangat

dominan, yaitu dengan membentuk desain-

desain atas berupa lingkaran, setengah

lingkaran dan angka delapan yang

dihasilkan oleh gerakan-gerakan kedua

tangan membelah ruang. Gerakan ini

diiringi pula oleh musik internal yang

berasal dari pukulan-pukulan cincin pada

pinggir dasar piring. Selai itu tarian juga

diiringi musik eksternal yang berasal dari

permainan telempong pacik. Yang

membedakan tari Piring Pandai Sikek

dengan tari piring lain di Sumatera Barat

adalah menggunakan piring yang lebih

besar ukurannya. Hal ini tingkat

kesulitannya lebih tinggi dalam

mempertahankan piring agar tidak jatuh

atau lepas dari tangan. Bila dilihat dari sisi

koreografi, nilai-nilai estetik yang

terkandung dalam bentuk fisik karya seni

tari Piring Pandai Sikek secara umum

masih sangat sederhana, sekalipun mereka

mampu menghadirkan gerak-gerak yang

menakjubkan. Hal tersebut disebabkan

oleh faktor keterbatasan, antara lain dari

kemampuan sumber daya manusianya,

sifat-sifat kebudayaannya dan waktu.

Semua ini membentuk kerangka bagi

perwujudan kesenian yang secara nyata

menampakkan ciri-cirinya yang sederhana

itu, seperti pengaturan komposisi, yaitu

pengaturan pola gerak, pola lantai, kostum,

make-up, setting dan lain-lain. Tepatnya

Page 12: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 68

seni pertunjukan tersebut belum

mengalami sentuhan koreografis atau

dengan kata lain masih bersifat art by

destination. Bentuk– bentuk pengungkapan

tersebut tercermin pada setiap penampilan

tari, yaitu selalu menggunakan pola gerak

dengan cara serempak atau unison dengan

pola lantai membentuk garis lurus atau

horizontal.

Tarian ini tentu akan lebih berdaya

pikat apabila sekali-kali penarinya juga

melakukan gerakan-gerakan berbeda,

namun saling melengkapi dengan pola

lantai membentuk garis lurus atau

melengkung, bergerak maju atau mundur

dengan menyilang dan sebagainya. Pada

umumnya jarang sekali mereka

menggunakan gerakan focomotion dengan

melintas ruang, sehingga variasi komposisi

kelompok tidak muncul.

Seiring dengan perkembangan

zaman dan tuntutan untuk menghadirkan

serta mengkomunikasikan rasa estetik yang

lebih matang, dibutuhkan campur tangan

orang-orang yang berkompeten di bidang

ini. Sejalan dengan itu, ditunjukkan daerah

Tanah Datar sebagai salah satu objek

wisata andalan bagi Sumatera Barat, maka

sudak saatnya seni pertunjukan tari

PiringPandai Sikek menjadi perhatian

berbagai pihak untuk segera membenahi

diri, menyambut datangnya industri

pariwisata tersebut. Untuk itu, seni

pertunjukan yang tadinya dikonsumsi oleh

masyarakat setempat, memerlukan

pengemasan yang lebih baik yang

disesuaikan dengan tujuannya sebagai

wisata yang singkat, padat yang telah

dihilangkan nilai-nilai magis yang

terkandung di dalamnya.

KEPUSTAKAAN.

Achdiat K.Mihardja. Polemik Kebudayaan.

Jakarta : Balai Pustaka, 1998.

Amir, M.S. Adat Minangkabau Pola dan

Tujuan Hidup Orang Minang,

Jakarta: PT. Mutiara Sumbar

Widya, 1997.

Amram, Rusli. Sumatera Barat Hingga

Plakat Panjang. Jajarta: Sinar

Harapan, 1981.

Bahar, Mahdi. Seni Tradisi Menantang

Perubahan: Bunga Rampai.

STSI Padang Panjang, 2004.

Berry, Jonh, et.al. Psikologi Lintas-Budaya

Riset dan Aplikasi. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Buku Statistik Tanah Datar, Kantor

Statistik Kabupaten Tanah Datar,

1996.

Caturwati, Endang. Sinden di Atas dan Di

Balik Panggung: Kehidupan

Sosial Budaya Para Sinden-

Penari Kliningan Jaipaongan Di

Wilayah Subang Jawa Barat.

Bandung: Sunan Ambu STSI

Press, 2011.

______________. Tari Kaariaan Model

Pembelajaran Tari Anak-anak di

Daerah Subang Jawa Barat.

Bandung: Sunan Ambu STSI

Press, 2008.

______________ (ed.) Tari Anak-anak

dan Permasalahannya. Bandung

Sunan Ambu: STSI Press, 2008.

______________. (dkk) Tata Rias dan

Busana Tari Sunda. Bandung:

STSI Press, 1997.

Page 13: TARI PIRING DI PANDAI SIKEK SEBUAH TINJAUAN PEWARISAN

Jurnal Laga-Laga, Vol.4, No.1, Maret 2018 Wirma Surya

Copyright © 2018, Jurnal Laga-Laga, ISSN 2460-9900 (print), ISSN 2597-9000 (online)

Hal | 69

Daryusti, “Fungsi Dan Makna Simbolis

Tari Piring Pada Masyarakat

Padang Magek Di Sumatera

Barat”, Tesis, Program

PascaSarjana Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta.

1995.

______________. Kajian Tari dan

Berbagai Segi. Bukit Tinggi:

CV. Pustaka Indonesia, 2001.

Enida, Kadir. “Misteri di Balik

Pertunjukan Tari Piring Di

Atas Kaca Di Desa Andaleh”,

Program Pascasarjana Ilmu-

ilmu Humaniora Universitas

Gadjah Mada. 2001.

George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori

Sosiologi Modern, Penerbit

Prenada media Kencana

Jakarta. 2004

Hadari, Nawawi, Penelitian Bidang Sosial

, Yogyakarta, Gadjah Mada

University Press. 1983.

Hallday, M.A.K. Rupaiya Hasan, Bahasa

Konteks dan Teks, Aspek-Aspek

Bahasa Dalam Pandangan

Semiotik Sosial.

Hamka. Islam dan Adat Minangkabau.

Jakarta: Pustaka Panjimas,

1985.

Haryono, Timbul. Aspek Teknis dan

Simbolis Artefak Perunggu

Jawa Kuno Abad VIII-X.

Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada, 1994.

Haviland, William A. Antropologi, Jilid I,

Edisi Keempat. Terjemahan

R.G. Soekadijo . Jakarta:

Erlangga, 1985.

Herusatoto, Budi. Simbolisme dalam

Budaya Jawa. Yogyakarta:

Hanindita, 1985.

Hunghes-Freeland, Felicia. Komunitas

yang Mewujud Tari Tradisi

dan Perubahan di Jawa.

Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2009.

Kato, Tsuyoshi. Nasib Ibu dan Merantau.

Terjemahan Azizahkasim.

Kualalumpur: dewan Bahasa

dan Pustaka, 1983.

Kayam,Umar Seni Tradisi

Masyarakat.Jakarta: Sinar

Harapan, 1981.

Koentjaraningrat. Teori Antropologi II.

Jakarta Universitas Indonesia.

1990.

______________. Teori Antropologi I.

Jakarta: Unniversitas Indonesia,

seperti dikutip oleh Indrayuda.

“Problematika Pewarisan Tari

Rantak Kudo dalam Masyarakat

Nagari Lumpo Kabupaten Pesisir

Selatan” (http://

indrayuda.blogspot.com, 2011).

Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat,

Yogyakarta: Tirta Wacana.

2006

Lembaga Kerapatan Adat Alam

Minangkabau (LKAAM). Sumatera

Barat Adat Minangkabau ( Sejarah

dan Budaya), 1987.