Tarek At
-
Upload
adi-prayoga -
Category
Documents
-
view
87 -
download
0
description
Transcript of Tarek At
-
Tarekat
Tarekat (Bahasa Arab: , transliterasi: Tariqah) berarti "jalan" atau "metode",
dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara
konseptual terkait dengan aqqah atau "kebenaran sejati", yaitu cita-cita ideal
yang ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama
akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik
eksoteris atau duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis
keagamaan yang berbentuk arqah. Melalui praktik spiritual dan bimbingan seorang
pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk
mencapaiaqqah (hakikat, atau kebenaran hakiki).
Tarekat (Bahasa Arab: , transliterasi: Tariqah) berarti "jalan" atau "metode",
dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara
konseptual terkait dengan aqqah atau "kebenaran sejati", yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama
akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik
eksoteris atau duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis
keagamaan yang berbentuk arqah. Melalui praktik spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai aqqah Arti tarekat
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab thoriqoh, jamaknya thoraiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab,
aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh,
tongkat, payung (amud al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Taala melalui
tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode
pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya
menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum
sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem
kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah
-
tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru
tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan
guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafaah atau limpahan
pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham
tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thoriqoh al-Mu'tabarah al-
Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, THORIQOH NAQSYABANDIYAH, Tarekat
Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan
kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak
ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan
tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat
Khalawatiah Yusuf (Suawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya
saja. Bahkan di Manado ada juga Biara Nasrani yang menggunakan istilah Tarekat,
seperti Tarekat SMS Joseph.
Empat tingkatan spiritual
Bagan yang menggambarkan kedudukan tarekat dalam empat tingkatan spiritual
(syari'ah, tariqah, haqiqah, dan ma'rifah yang dianggap tidak terlihat)
Kaum sufi berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan spiritual umum dalam
Islam, yaitu syari'at, tariqah, haqiqah, dan tingkatan keempat ma'rifat yang merupakan tingkatan yang 'tak terlihat'. Tingkatan keempat dianggap merupakan
inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari seluruh tingkatan kedalaman spiritual
beragama tersebut.
-
o Silsilah Tarekat di Cirebon
Tarekat Syatariyah: Silsilah ini berasal dari Naskah[1] Tarekat Syatariyah
Ratu Raja Fatimah Sami dari Keraton Kanoman Cirebon ialah Muhammad
Rosulullah SAW, Sayidina Ali bin Abi Thalib, Sayidina Husen As-Syahid,
Sayidina Zaenal Abidin, Imam Muhammad Baqir, Imam Jafar Al-Shodiq, Abu
Yazid Al-Basthomi, Syekh Muhammad Maghrobi, Syekh Abu Yazid Al-Isyqi,
Qutub Mudhofar Maulana Rummy Al-Thusi, Abi Hasan Al-Harqqni, Syekh
Hudaqulimawuinahar, Sayidina Muhammad Arif, Syekh Abdullah As-Syatori,
Imam Qodli Syatori, Syekh Hidayatullah Sarmasi, Syekh Haji Hushuri, Sayid
Muhammad Ghaust, Sayid Wajihuddin Al-Ulwi, Sayid Shighotullah ibnu
Ruhullah, Sayidina Abi Muwahab Abdullah Ahmad bin Ali, Syekh Ahmad bin
Muhammad Al-Madani alias Syekh Ahmad Qusasi, Syekh Abdurrauf bin Ali
Hamzah Fanshuri Al-Singkli, Syekh Haji Abdul Muhyi Pamijahan, Syekh
Abdullah Pamijahan, Syekh Muhammad Hasanuddin Pamijahan, Kiai
Muhammad Sholeh Kertabasuki Cirebon [2], Kiai Mas Muhammad Arjen yang
menjadi Pengulu di Keraton Kanoman Cirebon, Ratu Raja Fatimah Sami binti
Kanjeng Gusti Sultan Anom.[3]
Tarekat-tarekat di Indonesia
Berikut ini adalah Thoriqoh-thoriqoh utama yang ada dan berkembang di Indonesia:
Tarekat Alawiyyah
Tarekat Idrisiyah
Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Nahdlatul Wathan
Tarekat Naqsyabandiyah
Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah
Tarekat Qodiriyah
Tarekat Rifa'iah
Tarekat Samaniyah
Tarekat Shiddiqiyyah
Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syattariyah
Tarekat Tijaniyah
Tarekat Alawiyyah
-
Tarekat Alawiyyah atau Tarekat As-Sadah Al-Ba'Alawi (bahasa Arab:
Thariqah As-Sadah Al-Ba'Alawi) adalah suatu tarekat sufi Islam Sunni yang terkenal, yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Ali Ba'alawi, bergelar
Al-Faqih Al-Muqaddam (lahir di Tarim, Yaman, 574 H/k. 1178 M, dan wafat 653 H/k. 1256 M).[1] Tarekat ini kemudian semakin berkembang dengan pesat di tangan
Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad. Penyebarannya yang terbesar adalah di Yaman,
selain itu juga tersebar di Indonesia, Malaysia, Singapura, Kenya, Tanzania, India,
Pakistan, Hijaz, dan Uni Emirat Arab yang merupakan pula wilayah diaspora bangsa
Arab Hadramaut.
Dasar-dasar ajaran
Ajaran tarekat As-Sadah Al-Ba'Alawi bila ditinjau berdasarkan mazhab fikihnya
adalah bermazhab As-Syafi'iyah. Sedangkan bila ditinjau dari mazhab akidahnya,
maka bermazhab As-Sunni Al-Asy'ariyyah.
Pengajaran keilmuan berdasarkan aturan tarekat (manhaj) As-Sadah Al-Ba'alawi ialah mengajarkan berbagai ilmu-ilmu keislaman, yang kini telah berkembang
sepanjang sejarahnya dan menjadi bebagai cabang ilmu keislaman. Berbagai ma'had
dan rubath tarekat ini, setelah tahun-tahun menjalankan pengajarannya secara
terus-menerus sampai dengan hari ini, telah membuat cara-cara yang sistematis
dalam memberikan pengajaran ilmu-ilmu tersebut, yang selain itu juga mengajarkan
mengenai pentingnya pendidikan melalui suri tauladan (tarbiyyah fi tazkiyah).
Sekilas tentang Tarekat Alawiyyah
Tarekat Alawiyyah adalah suatu tarekat yang ditempuh oleh para salafus sholeh.
Dalam tarekat ini, mereka mengajarkan Al-Kitab Al-Quran dan As-Sunnah kepada
masyarakat, dan sekaligus memberikan suri tauladan dalam pengamalan ilmu dengan
keluhuran akhlak dan kesungguhan hati dalam menjalankan syariah Rasullullah
SAW.[2]
Mereka menerangkan dengan terinci, bahwa tarekat As-Saadah Bani Alawy ini
diwariskan secara turun temurun oleh leluhur (salaf) mereka : dari kakek kepada
kepada ayah, kemudian kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Demikian seterusnya
mereka menyampaikan tarekat ini kepada anak cucu mereka sampai saat ini. Oleh
karenanya, tarekat ini dikenal sebagai tarekat yang langgeng sebab penyampaiannya
dilakukan secara ikhlas dan dari hati ke hati.
-
Dari situlah dapat diketahui, bahwasanya tarekat ini berjalan di atas rel Al-Kitab
dan As-Sunnah yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, Tarekat Alawiyyah ini
menitik-beratkan pada keseimbangan antara ibadah mahdhah, yaitu muamalah dengan Khaliq, dengan ibadah ghoiru mahdhah, yakni muamalah dengan sesama manusia yang dikuatkan dengan adanya majlis-majlis talim yang mengajarkan ilmu
dan adab serta majlis-majlis dzikir dan adab. Dengan kata lain, tarekat ini mencakup
hubungan vertikal (hubungan makhluk dengan Khaliqnya) dan hubungan horizontal
(antara sesama manusia).
Selain itu, tarekat ini mengajarkan kepada kita untuk bermujahadah (bersungguh-
sungguh) dalam menuntut ilmu guna menegakkan agama Allah (Al-Islam) di muka
bumi. Sebagaimana diceritakan, bahwa sebagian dari As-Saadah Bani Alawy pergi ke
tempat-tempat yang jauh untuk belajar ilmu dan akhlak dari para ulama, sehingga
tidak sedikit dari mereka yang menjadi ulama besar dan panutan umat di zamannya.
Banyak pula dari mereka yang mengorbankan jiwa dan raga untuk berdakwah di jalan
Allah, mengajarkan ilmu syariat dan bidang ilmu agama lainnya dengan penuh
kesabaran, baik di kota maupun di pelosok pedesaan. Berkat berpedoman pada Al-
Quran dan As-Sunnah, disertai kesungguhan dan keluhuran akhlak dari para pendiri
dan penerusnya, tarekat ini mampu mengatasi tantangan zaman dan tetap eksis
sampai saat ini.[3]
Tarekat Saadah Bani Alawiy
Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad Bilfaqih Baalawi pernah ditanya,
Apa dan bagaimana tarekat Saadah Aal Abi Alawi (keluarga Bani Alawy) itu?.
Apakah cukup didefinisikan dengan ittib (mengikuti) Quran dan sunah?. Apakah
terdapat pertentangan di antara mereka?. Apakah tarekat mereka bertentangan
dengan tarekat-tarekat yang lain?. Beliau pun menyampaikan jawabannya sebagai
berikut : Ketahuilah, sesungguhnya tarekat Saadah Aal Abi Alawi merupakan salah
satu tarekat kaum sufi yang asasnya adalah ittib (mengikuti) Quran dan sunah,
pokoknya adalah sidqul iftiqr (benar-benar merasa butuh kepada Allah) dan
syuhdul minnah (menyaksikan bahwa semuanya merupakan karunia Allah). Tarekat
ini mengikuti ittiba manshsh dengan cara khusus dan menyempurnakan semua
dasar (ushl) untuk mempercepat wushl. Melihat hal ini, maka tarekat Saadah Aal
Abi Alawi lebih dari sekedar mengikuti Quran dan Sunah secara umum dengan
mempelajari hukum-hukum dhohir. Pokok bahasan ilmu ini sifatnya umum dan
universal, sebab tujuannya adalah untuk menyusun aturan yang mengikat orang-
orang bodoh dan kaum awam lainnya. Tidak diragukan bahwa kedudukan manusia
dalam beragama berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan ilmu khusus untuk orang
-
khusus, yakni ilmu yang menjadi pusat perhatian kaum khowwash, ilmu yang
membahas hakikat takwa dan perwujudan ikhlas.
Demikian itulah jalan lurus (shirthol mustaqim) yang lebih tipis dari sehelai rambut.
Ilmu itu tidak cukup disampaikan secara umum, bahkan setiap bagian darinya perlu
didefinisikan secara khusus. Demikian itulah ilmu tasawuf, ilmu yang oleh kaum sufi
digunakan untuk berjalan menuju Allah Taala. Dhohir jalan kaum sufi adalah ilmu
dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (sidq) dalam bertawajjuh kepada
Allah Taala dengan mengamalkan segala sesuatu yang diridhoi-Nya dengan cara yang
diridhoi-Nya. Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, mencegah dari
semua sifat hina dan tercela. Puncaknya memperoleh kedekatan dengan Allah dan
fath. Jalan ini (mengajarkan seseorang) untuk bersifat (dengan sifat-sifat mulia)
dan beramal saleh, serta mewujudkan tahqiq, asrr, maqmt dan ahwl. Jalan ini
diterima oleh orang-orang yang saleh dari kaum sholihin dengan pengamalan, dzauq
dan perbuatan, sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah,
sebagaimana syairku dalam Ar-Rasyafaat.[4]
Intisari Tarekat Alawiyyah
Kalam Al-Habib Muhammad bin Husin bin Ali Babud Sesungguhnya asas tarekat
para salafunas sholihin dari Bani Alawy yaitu adalah Al-Kitab dan As-Sunnah, dan
yang menjadi bukti tentang itu semua adalah perjalanan hidup mereka yang diridhoi
oleh Allah dan hal ihwal mereka yang terpuji. Secara garis besar, tarekat mereka
itu adalah sebagai berikut :
Menjaga waktu-waktu yang diberikan Allah dan memanfaatkan waktu
tersebut untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Selalu terikat dan hadir dalam majlis-majlis ilmu dan majlis yang bersifat
dapat mengingatkan diri kepada Allah.
Berakhlak dengan adab-adab yang baik, menjauhi ketenaran, meninggalkan
hal-hal yang tidak berguna, dan menghilangkan semua atribut kecuali atribut
kebaikan.
Membiasakan diri dalam membaca dzikir terutama dzikir-dzikir Nabawiyyah
sesuai dengan batas kemampuannya, seperti amalan-amalan dzikir yang
disusun oleh Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad.
Ziarah kepada para ulama dan auliya baik yang masih hidup ataupun yang telah
meninggal, selalu ingin bermaksud menghadiri perkumpulan-perkumpulan yang
penuh dengan dzikir khususnya yang mengandung unsur mengingatkan diri
kepada Allah, dan menghadirinya dengan penuh rasa husnudz dzon (berbaik
-
sangka), dengan syarat bahwa perkumpulan-perkumpulan tersebut bebas dari
perbuatan-perbuatan mungkar yang dipandang oleh agama.[5]
Dimanakah para salaf Bani Alawy berjalan?
Kitab Ar-Risalah Al-Muawanah, karangan Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad. Di
dalam buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata : Hendaklah
kamu selalu membaikkan dan meluruskan aqidah dengan mengikuti kelompok yang
selamat, yang dikenal di antara berbagai kelompok Islam sebagai Ahlu Sunnah wal
Jamaah, yang berpegang teguh pada teladan Rasulullah serta para Sahabatnya.
Buku Aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah, yang dibiayai oleh Al-Habib Al-Qutub
Abubakar bin Muhammad Assegaf Gresik untuk disebarkan. Pada cover depan buku
tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata dalam suatu syairnya yang
berbunyi : Jadikankanlah Asyariyyah sebagai aqidahmu (Asyariyyah adalah salah
satu dari 2 aliran aqidah dalam Ahli Sunnah wal Jamaah, disamping Maturidiyyah)
Kitab Uquudul Almas, karangan Al-Habib Alwi bin Thohir Alhaddad Mufti Johor,
hal. 89. Di dalam buku tersebut, Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad berkata :
Hendaklah kamu membentengi aqidahmu dan memperbaiki pondasinya di atas jalan
kelompok yang selamat, yang dikenal di antara seluruh firqoh-firqoh Islam yaitu
kelompok Ahlu Sunnah wal Jamaah, yang berpegang teguh dengan apa-apa yang
diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau.
Kitab Majmu Kalam Al-Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Baalawy, karangan Al-
Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Baalawy, hal. 105. Di dalam kitab tersebut, Al-
Imam Abdulah bin Husin Bin Thohir Baalawy berkata : Sesungguhnya itulah jalan
yang ditempuh oleh sebagian besar para Tabiin dengan mengikuti jalan para
Sahabat, begitu juga hal ini diikuti oleh Tabi Tabiin seperti Al-Imam Asy-Syafii,
Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Malik, Al-Imam Abu Hanifah, dan juga diikuti
oleh orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka, dan seperti para Saadah kita.
Maka Itulah mereka yang disebut Sawaadhul Adhom dan golongan yang selamat.
Karena mereka berjalan di atas apa-apa yang telah dijalankan oleh Rasulullah SAW
dan para Sahabat beliau dengan sebaik-baiknya aqidah dan suluk di atas jalan
kebenaran dan petunjuk dengan tanpa mengecam salah seorang pun dari para
Sahabat dan tidak juga mengundat (mencaci/melaknat) mereka
kitab Al-Iqdul Yawaaqit Al-Jauhariyyah, karangan Al-Habib Idrus bin Umar
Alhabsyi, juz 1, hal. 28. Di dalam buku tersebut, Al-Imam Idrus bin Umar Alhabsyi
berkata : Maka menjadi sucilah lembah itu (Hadramaut) berkat adanya Al-Fagih
-
Al-Muqoddam. Beliau senantia sa membangun pondasi ketakwaan di masjid yang ada
di lembah itu, sehingga semakin tampaklah disana aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah
Kitab Al-Maslak Al-Qorib, karangan Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir Baalawy,
pada bagian akhir. Di dalam buku tersebut, Al-Imam Thohir bin Husin Bin Thohir
Baalawy berkata : Sesungguhnya tarekat Alawiyah adalah suatu tarekat dari
golongan sufi yang berdasarkan atas aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
bersumber dari para Sahabat yang mulia, Tabiin dan para pengikut Tabiin yang
utama (Hal senada di atas juga telah diungkapkan oleh Al-Habib Umar bin
Muhammad Bin Hafidz dalam kitabnya Khulasoh Al-Madad An-Nabawi, hal. 26)
Kitab Tadzkiirun Naas, karangan Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Atthas, hal. 24. Di
dalam buku tersebut, Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Atthas berkata : Para salaf
kita Alawiyyin mengikuti madzhab Al-Imam Asy-Syafii dalam sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan hukum-hukum Islam, masalah ibadah dan
muamalah, dan permasalahan-permalasahan figih.
Kitab Al-Alam An-Nibros, karangan Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas, penerbit
Isa Al-Khalabi Mesir. 1. Di dalam buku tersebut, hal. 6-8, Al-Imam Abdullah bin
Alwi Al-Atthas berkata : Dalam segi akidah, mereka tidak menyimpang walau
seujung kaki semut pun dari akidah Asyariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan
bermadzhabkan Syafii 2. Di dalam buku tersebut, hal. 10-15, Al-Imam Abdulah
bin Alwi Al-Atthas berkata : Mereka itulah yang dikatakan sebagai golongan
Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dikategorikan pada golongan yang selamat bersama
Nabi SAW
Kitab Maulud Simtud Duror, Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad Alhabsyi, pada
bagian syair. Dalam syairnya, beliau berkata : Ya Allah, berilah kekuatan pada kami
untuk berjalan di atas jalan yang benar, yaitu di atas jalan Nabi dan jalan yang
ditempuh Saadah Syadziliyyah. Dalam riwayat lain ditulis dengan : dan jalan yang
ditempuh Saadah Alawiyyah. (Dua-duanya, baik Tarekat Syadziliyyah ataupun
Alawiyyah berada dalam koridor Ahli Sunnah wal Jamaah) Kitab Al-Bidhah Al-
Muhammadiyyah, Al-Ustadz Alwi bin Muhammad Bilfagih, hal. 137-140, dalam bab
Madzhab Al-Imam Al-Muhajir.
Di dalam buku tersebut, Ustadz Alwi menuliskan : Sungguh teranglah bahwa
madzhab Al-Imam Al-Muhajir adalah madzhab Asy-Syafii dan tidak berseberangan
dengan jalan yang ditempuh oleh para datuknya. Menurut sumber-sumber sejarah di
masa itu dikatakan bahwa beliau menganut madzhab Imamiyyah. Akan tetapi
-
menurut sumber-sumber yang lebih dapat terpercaya, pendapat tersebut tidak
dapat diterima. Apalagi ada bukti yang lebih kuat bahwa putera beliau Abdulloh
(terkenal dengan Ubaidillah) berguru kepada Abu Thalib Al-Makki yang menganut
faham Ahli Sunnah. Bagaimana mungkin Al-Imam Al-Muhajir dikatakan bukan
menganut madzhab Asy-Syafii, padahal beliau adalah orang pertama yang
menyebarkan atau memasukkan madzhab Syafii ke Hadramaut setibanya beliau
disana.
Menyingkap sifat-sifat aimmah Tarekat Alawiyyah
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas Mereka salafunas sholeh lebih
cenderung kepada merendahkan diri dengan hidup sederhana dan mereka puas
dengan hal itu, padahal mereka adalah para aimmah (pemimpin) keluarga Bani Alawy.
Mereka sebagai pemimpin tarekat ini lebih menyukai untuk mengorbankan diri
mereka sendiri demi kepentingan orang lain sekalipun mereka mempunyai kebutuhan
yang mendesak.
Telah berkata salah seorang ulama dari salafunas sholeh tentang keluarga Bani
Alawy, Banyak dari mereka yang menjadi ulama-ulama besar dan iImam sebagai
panutan umat di zamannya. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang kita kenal
sebagai seorang Wali Allah yang mempunyai karomah. Hati mereka itu tenggelam
dalam lembah cinta kepada Allah SWT. Disamping itu mereka mempunyai perhatian
yang besar sekali terhadap kitab-kitab karangan Al-Imam Al-Ghazaly, terutama
kitab Ihya, Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz. Lagipula tidak jarang dari mereka
yang mencapai derajat Al-Huffadz (orang yang banyak menghafal hadits-hadits
Nabi SAW).
Kalau kita teliti sejarah mereka, setiap orang dari aslafunas sholihin berkhidmat
kepada orang-orang, makan bersama orang-orang miskin dan anak-anak yatim piatu.
Bahkan mereka memikul hajat orang-orang miskin dari pasar, berjabat tangan
kepada orang yang kaya dan yang miskin, para pejabat dan rakyat jelata. Oleh
karenanya, berkata Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, Barang siapa yang
melihat salah seorang dari mereka, begitu menatap pandangannya kepada mereka,
pasti akan merasa kagum akan keanggunan budi pekerti mereka. Telah diuraikan
oleh salah seorang ulama terkenal yaitu Al-Imam Ahmad bin Zain Alhabsyi bahwa
dalam diri mereka keluarga Bani Alawy terdapat ilmu dhohir dan batin.
Dalam segi akidah, mereka tidak menyimpang walau seujung kaki semut pun dari
akidah Asyariyyah/Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan bermadzhabkan Syafii.
-
Mereka tidak terpengaruh oleh beraneka ragam bidah dan kerawanan lilitan harta
duniawi. Itulah sebagian daripada sifat-sifat aimmah Bani Alawy dan masih banyak
lagi sifat-sifat mereka jika kita mau meninjau jejak mereka dan menyingkap
lembaran hidup mereka.[6]
Tanggung jawab para orangtua Alawiyyin
Kalam Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Atthas:
1. Menjaga putra-putri alawiyyin khususnya dan para generasi muda umumnya dari
sifat-sifat ambisi untuk mencari pengaruh dan pangkat/kedudukan yang di puja-puji
oleh semua orang. Sebagaimana sikap Nabi SAW terhadap para sahabatnya seakan-
akan seperti ayah mereka, beliau SAW tidak takut akan kemiskinan yang bersifat
duniawi yang akan menimpa mereka. Telah berkata Ath-Thiby ra., Seorang ayah
yang materialis (cinta kepada harta-harta duniawi) khawatir apabila anaknya ditimpa
miskin harta. Sedangkan ayah yang religius (yang kuat pendidikan moral dan
agamanya) khawatir apabila anaknya miskin akan ilmu-ilmu agama.
Sebagaimana hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari Abi Hurairah ra.: Celakalah
penyembah dinar dan dirham serta penyembah karpet dan selimut. Bila ia diberi,
rela dan senang, dan jika tidak ia diberi, tidak senang (benci). Telah berkata
seorang ulama besar di zamannya Hamdun Al-Qoshshor, Jika berkumpul iblis dan
bala tentaranya, mereka tidak gembira pada suatu hal seperti kegembiraan mereka
akan tiga perkara berikut :
Orang mukmin membunuh seorang mukmin.
Orang yang mati di atas kekafiran.
Orang yang hatinya ada rasa takut kepada kemiskinan harta.
2. Menjaga putra-putri Alawiyyin dari akidah-akidah yang bejat dan rusak serta
melarang mereka untuk memperbincangkan apa-apa yang terjadi di antara para
sahabat (rodhiyalloohu anhum ajmaiin). Mereka bahkan mendambakan putra-
putrinya untuk berpegang teguh dengan apa yang ada dalam kitab Ihya,
sebagaimana mereka telah mengamalkan apa yang ada di dalam kitab tersebut.
Sehingga berkata Al-Habib Abdurrahman Assegaf ra. : Barang siapa yang tidak
menelaah kitab Ihya, maka tidak ada pada dirinya rasa malu.[7]
-
Anjuran kepada putra-putri Alawiyyin
ra leluhur yang saleh dan mulia, kita akan dibimbing
kepada jalan yang penuh petunjuk dari Allah SWT. Berkata Al-Imam Asy-Syeikh
Abdullah bin Ahmad Basaudan RA di dalam kitabnya Al-Futuuhah Al-Arsyiah,
setelah menyebutkan beberapa kitab yang terkarang dimana disana disebutkan
riwayat hidup para Saadah. Beliau berkata, Pintasilah jalan yang penuh cahaya
sebagaimana yang telah dipaparkan dalam kitab Ihya Ulumiddin, supaya anda
tergolong dari orang-orang yang punya rasa malu, dan pintasilah jalan hidayat
dengan mengamalkan apa yang ada di dalam kitab Bidayatul Hidayah.
Berkata Sayyiduna Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Jafar bin Ahmad bin Zein
Alhabsyi, Qodho (ketetapan) itu tidak dapat dipungkiri, dan syariat harus diikuti
tanpa dikurangi dan ditambahi. Para imam kita keluarga Bani Alawy telah melintasi
jalur yang mulus dan jalan yang lurus. Barangsiapa yang mencari aliran baru untuk
dirinya sendiri atau untuk putra-putrrinya dengan cara tidak menempuh di jalan
para datuk-datuknya yang saleh dan mulia, maka pada akhir umurnya ia akan
menemui kekecewaan dan kebinasaan. Mereka itulah yang dikatakan sebagai
golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dikategorikan pada golongan yang selamat
bersama Nabi SAW. Mereka itulah orang-orang yang bakal mendapat syafaat beliau
SAW.
Berkata Sayyiduna Al-Imam Al-Ahqof As-Sayyid Umar bin Saggaf Assaggaf kepada
anaknya, Aku berpesan kepadamu, hendaklah kau bersungguh-sungguh mengikuti
perjalanan para Salafuna As-sholeh dari Ahlul Bait An-Nabawy, terlebih-lebih dari
keluarga Bani Alawy. Bersungguh sungguhlah dan bergiatlah dalam mengikuti
perjalanan mereka niscaya kau akan sukses.[8
Tarekat Idrisiyah
Tarekat Al-Idrisiyyah dinisbahkan kepada nama Syekh Ahmad bin Idris al-Fasi al-
Hasani (1173 1253 H / 1760 - 1837 M). Sebenarnya Tarekat ini berasal dari
Tarekat Khidhiriyyah yang berasal dari Nabi Khidir As yang diberikan kepada Syekh
Abdul Aziz bin Mas'ud ad-Dabbagh Ra. Setelah Syekh Ahmad bin Idris Ra. Tarekat
ini mengalami perkembangan lebih jauh yang melahirkan berbagai jenis Tarekat
lainnya, hal ini disebabkan karena beberapa murid Syekh Ahmad bin Idris membuat
komunitas Tarekat yang dinisbahkan kepadanya dan mengembangkan ajarannya
menjadi suatu sistem ajaran yang lebih spesifik. Oleh karenanya tidaklah heran jika
Tarekat Idrisiyyah ini memiliki hubungan yang erat dengan nama-nama Tarekat
-
lainnya, seperti Sanusiyyah , Mirghaniyyah , Rasyidiyyah , Khidhiriyyah ,
Syadziliyyah , Dandarawiyyah , Qadiriyyah . Bahkan Syekh Muhammad bin Ali
Sanusi sebagai murid Syekh Ahmad bin Idris menguasai 40 Thariqat yang
dikumpulkan dalam sebuah masterpiece-nya 'Salsabil Mu'in fi Tharaa-iqul Arba'iin.
Istilah 40 Thariqat dari kitab ini mengilhami istilah Thariqah Mu'tabarah (diakui) di
Indonesia (yang berjumlah 40).
Sanad Tarekat Al-Idrisiyyah
Syekh Ahmad bin Idris berguru kepada Syekh Abdul Wahab at-Tazi, yang
merupakan murid Syekh Abdul Aziz az-Dabbagh, pengarang kitab Al-Ibriz. Awrad
terkenal yang diajarkan oleh Syekh Ahmad bin Idris kepada murid-muridnya adalah
berupa hizib-hizib, di antaranya adalah Hizib Sayfi yang diperolehnya dari Syekh
al-Mujaidiri, yang didapatnya dari seorang Raja Jin, dari Sayidina Ali Karramallahu
Wajhah. Selain itu Beliau diajarkan seluruh awrad Syadziliyyah dari Rasulullah Saw
melalui perantara Nabi Khidir As. Namun yang masih eksis diamalkan oleh penganut
Tarekat Idrisiyyah adalah Shalawat 'Azhimiyyah, Istighfar Kabir dan Dzikir
Makhshus.
Sanad Tarekat Al-Idrisiyyah terkenal sangat ringkas, karena menggunakan jalur
Nabi Khidhir As hingga Nabi Muhammad Saw. Sedangkan jalur pengajaran syari'at
Tarekat ini menggunakan jalur Syekh Abdul Qadir al-Jailani Qs. hingga kepada
Sayidina Hasan Ra.
Tarekat Al-Idrisiyyah di Indonesia
Tarekat Al-Idrisiyyah yang dikenal di Indonesia adalah Tarekat yang dibawa oleh
Syekh al-Akbar Abdul Fattah pada tahun 1930, yang sebelumnya bernama Tarekat
Sanusiyyah. Syekh al-Akbar Abdul Fattah menerimanya dari Syekh Ahmad Syarif
as-Sanusi al-Khathabi al-Hasani di Jabal Abu Qubais, Mekah. Saat ini kepemimpinan
Tarekat Al-Idrisiyyah diteruskan oleh Syekh Muhammad Fathurahman, MAg.
Tarekat ini menekankan aspek lahir dan batin dalam ajarannya. Penampilan
lahiriyyah ditunjukkan oleh penggunaan atribut dalam berpakaian. Kaum laki-laki
berjenggot, berghamis putih, bersurban, dan berselendang hijau. Sedangkan kaum
wanitanya mengenakan cadar hitam. Jama'ahnya menjauhi perkara haram dan
makruh seperti merokok. Adapun dalam aspek peribadatannya senantiasa
mendawamkan salat berjama'ah termasuk salat sunnahnya. Sujud syukur setelah
salat fardhu dikerjakan secara istiqamah.
-
Tarekat Al-Idrisiyyah lebih dikenal di Malaysia daripada di Indonesia, karena
banyak berafiliasi dengan Tarekat lain (seperti TQN). Ada Tarekat Qadiriyyah
Idrisiyyah atau Ahmadiyyah al-Idrisiyyah. Nama Ahmadiyyah diambil dari nama
depan Syekh Ahmad bin Idris. Ketika masuk ke Indonesia, karena alasan politis
nama Tarekat Sanusiyyah berganti dengan nama Idrisiyyah. Mengingat pergerakan
Sanusiyyah saat itu telah dikenal oleh para penjajah Barat.
Awrad dan Dzikir
Kebiasaan dzikir yang biasa dilakukan oleh jama'ah Al-Idrisiyyah adalah di setiap
waktu ba'da Maghrib hingga Isya dan ba'da Shubuh hingga Isyraq. Pelaksanaan
dzikir di Tarekat ini dilakukan dengan jahar (suara nyaring), diiringi lantunan
shalawat (kadang-kadang dalam moment tertentu dengan musik). Kitab panduan
Awrad dzikirnya bernama 'Hadiqatur Riyahin' yang merupakan khulashah
(ringkasan) awrad pilihan (utama) dari berbagai amalan (awrad) Syekh Ahmad bin
Idris dan Sadatut Thariqah lainnya. Awrad wajib harian seorang murid Idrisiyyah
adalah:
1. Membaca Al-Quran satu Juz,
2. Membaca Itighfar Shagir 100 kali, 3. Membaca Dzikir Makhshush 300 kali: Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur
Rosulullah fii kulli lamhatiw wanafasin 'adada maa wasi'ahuu 'ilmullah. 4. Membaca Sholawat Ummiyyah 100 kali, 5. Membaca Yaa Hayyu Yaa Qoyyuum 1000 kali, 6. Membaca Dzikir Mulkiyyah 100 kali: Laa Ilaaha illallaahu wahdahuu laa
syariikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiitu wahuwa 'alaa kulli syay-in qodiir.
7. Memelihara Ketaqwaan.
Awrad tambahan untuk bertaqaarub kepada Allah adalah menunaikan salat tahajjud
dan membaca Sholawat 'Azhimiiyyah sebanyak 70 kali sesudah ba'da Shubuh hingga
terbit Fajar.
Pengajian/Pertemuan Rutin
Diperkirakan ada sekitar 70.000 orang lebih jama'ah Idrisiyyah yang tersebar di
seluruh Indonesia. Tarekat Idrisiyyah yang dipimpin oleh Syekh Muhammad
Fathurahman secara rutin mengadakan kegiatan pertemuan seluruh Santri sebanyak
3 kali dalam setahun di Ponpes Al-Idrisiyyah di Tasikmalaya.
-
Pengajian rutin majelis Taklim dan Dzikir Al-Idrisiyyah dapat diikuti setiap malam
Jumat (Tasikmalaya) dan hari Ahad (Jakarta). Pengajian diawali dengan Kajian Al-
Quran & Fiqih. Materi pengajian biasanya membahas topik kekinian (kontekstual).
Setiap majelis senantiasa ditutup dengan do'a dan mushafahah (bersalaman).
Gelar Pemimpin Tarekat Al-Idrisiyyah
Pemimpin Tarekat Al-Idrisiyyah ini mendapat gelar dari Rasulullah Saw (secara
ruhani) yaitu: 'Syekh al-Akbar'. Kemudian pada masa kepemimpinan Syekh al-Akbar
Muhammad Daud Dahlan Ra. mendapatkan tambahan 'Muhyiddin' dari Beliau Saw.
Begitu pula pelimpahan mandat kekhalifahan Tarekat Idrisiyyah selalu
diinformasikan secara ruhaniyyah, dengan wasilah petunjuk Rasulullah Saw melalui
Guru Mursyid sebelumnya.
Pengertian Muhyiddin
Istilah Muhyiddin dalam kepemimpinan Thariqah al-Idrisiyyah ini diberikan oleh
Rasulullah Saw melalui Nabi Khidhir As. Bahkan semua Ulama yang dimasyhurkan
namanya karena memperjuangkan nilai-nilai Sunnah diberikan gelar itu dari Beliau
Saw. Penyematan gelar itu ditandai dengan kondisi umat yang semakin jauh dari
Sunnah Nabi Saw, yang dibawa oleh para Pewarisnya. Ketika Sunnah sudah dianggap
asing dan aneh, maka muncullah sosok Muhyiddin yang menghidupkan kembali
Sunnah-sunnah tersebut.
Petikan Ungkapan Asy-Syekh Al-Akbar
Di antara petikan ungkapan Syekh al-Akbar adalah bahwa Rasulullah hanya
diperintahkan menyampaikan ajaran Islam, tetapi tidak bersifat memaksa orang
untuk mengikuti ajarannya, karena petunjuk (hidayah) itu hanya milik Allah. Orang
kafir belum tentu konsisten dengan kekafirannya, dan orang yang beriman belum
tentu konsisten dengan keimanannya. Umat Islam tidak boleh egois dengan
keislamannya, karena Dienul Islam bukan diperuntukkan buat umat Islam saja, tapi
untuk seluruh umat.
Syekh al-Akbar memandang perlunya reinterpretasi terhadap ayat-ayat Al-Qur'an
maupun Hadits. Tafsir-tafsir ulama yang dahulu tidak cukup untuk mengatasi
problem dunia saat ini. Ia mengakui bahwa orang seperti Imam Syafi adalah manusia
brilian di zamannya, tetapi zaman yang kita hadapi sekarang berbeda dengan
zamannya.
-
Seorang muslim mesti membawa karakter dan perilaku agama yang dibawanya, yakni
Islam. Arti Islam adalah keselamatan. Maka, orang Islam mesti membawa nilai-nilai
keselamatan dalam berbagai aspek kehidupannya. Islam membijaki keselamatan diri
dan orang lain. Inilah yang dinamakan konsep Rahmatan lil 'Alamin [Islam membawa
rahmat (kasih sayang) kepada seluruh makhluk alam]. Jika seorang muslim membawa
kecelakaan atau kebinasaan orang lain tanpa hak, maka tidak pantas istilah muslim
itu disandarkan atas dirinya.
Dienul Islam adalah Birokrasi Ilahiyyah
Beliau orang yang pertama mengungkapkan bahwa Dienul Islam adalah Birokrasi
Ilahiyyah. Dalam pengertian bahwa kepemimpinan, ajaran, nilai-nilai, tatanan
kehidupan yang memiliki hubungan yang tiada putus sejak manusia pertama yang
dipilih-Nya, yakni Adam As hingga saat ini. Kelanjutan sistem ini ditandai dengan
legitimasi ungkapan Nabi terakhir, yaitu Al-'Ulama Waratsatul Anbiya. Al'Ulama
tidak identik (sama) dengan orang pintar (cendekiawan). Tidak semua Ulama yang
diwarisi cahaya kenabian. Hanya 'Ulama tertentu saja yang memiliki hubungan erat
secara lahiriyyah maupun batiniyyah di setiap masa.
Tarekat Syattariyah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada
abad ke-15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang memopulerkan dan berjasa
mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan
nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah.
Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu
Wikipedia dengan mengembangkannya.
Tarekat Syatariyah di Cirebon berkembang pesat melalui Para Bangsawan Keraton
dilingkungan keraton. Para bangsawan ini kemudian meninggalkan keraton dan
-
mendirikan pesantren-pesantren di sekitar wilayah Cirebon, hal ini mereka lakukan
karena kebencian mereka terhadap penjajah yang pada saat itu telah menguasai
seluruh kerton Cirebon (Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman).
Pusat-pusat Tarekat Syatariyah di Cirebon pada saat itu (masa Kolonial abad ke 17-
19) yang bermula di Keraton Cirebon kemudian beralih ke pesantren-pesantren yang
berada di wilayah Cirebon [1] seperti Pesantren Al-Jauhriyah, Pesantren Kempek,
Pesantren Buntet, Pesantren Darul Hikam, dan lain-lain.
Jejak-jejak peninggalan Tarekat Syatariyah yang berkembang di Keraton Cirebon
masih bisa kita lihat dari Naskah Cirebon [2] yang hingga kini masih terawat. Di
antara Naskah Cirebon yang memuat ajaran Tarekat Syatariyah ini adalah Naskah
Cirebon yang berjudul Tarekat Syatariyah Ratu Raja Fatimah Sami, Tarekat
Syatariyah Pangeran Raja Abdullah Ernawa, Tarekat Syatariyah Pangeran Raja
Wikantadirja, dan lain-lain.
Tarekat Khalwatiyah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Tarekat Khalwatiyah adalah nama sebuah aliran tarekat yang berkembang di Mesir.
Pada umumnya, nama sebuah tarekat diambil dari nama sang pendiri tarekat
bersangkutan, seperti Qadiriyah dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani atau
Naqsyabandiyah dari Baha Uddin Naqsyaband. Tapi Tarekat Khalwatiyah justru
diambil dari kata khalwat, yang artinya menyendiri untuk merenung. Diambilnya nama ini dikarenakan seringnya Syekh Muhammad Al-Khalwati, pendiri Tarekat
Khalwatiyah, melakukan khalwat di tempat-tempat sepi.
Secara nasabiyah, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-
Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah, yang
didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-
632 H).
Tarekat Khalwatiyah dibawa ke Mesir oleh Musthafa al-Bakri (lengkapnya Musthafa
bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi asal Damaskus,
Syria. Ia mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif
-
bin Syekh Husamuddin al-Halabi. Karena pesatnya perkembangan tarekat ini di
Mesir, tak heran jika Musthafa al-Bakri dianggap sebagai pemikir Khalwatiyah oleh
para pengikutnya. Karena selain aktif menyebarkan ajaran Khalwatiyah ia juga
banyak melahirkan karya sastra sufistik. Di antara karyanya yang paling terkenal
adalah Tasliyat Al-Ahzan (Pelipur Duka).
Tarekat Tijaniyah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Tarekat Tijaniyah adalah salah satu dari gerakan tarekat yang didirikan oleh Abul
Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani (1737-1815), salah seorang
tokoh dari gerakan "Neosufisme". Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya
terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara
ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu
dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan Tuhan.