TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANG...

76
TANGGUNG J MENGGUN Diajukan S Gelar Sarja Fa B P JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU Y NAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh ana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum akultas Hukum Universitas Halu Oleo OLEH : AYU PRAYANTI AKHMAD H1A1 13 300 BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017 YANG IN h m

Transcript of TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANG...

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANGMENGGUNAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZIN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

OLEH :

AYU PRAYANTI AKHMAD

H1A1 13 300

BAGIAN HUKUM KEPERDATAANPROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI2017

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANGMENGGUNAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZIN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

OLEH :

AYU PRAYANTI AKHMAD

H1A1 13 300

BAGIAN HUKUM KEPERDATAANPROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI2017

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA SABLON BAJU YANGMENGGUNAKAN MEREK TERDAFTAR TANPA IZIN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

OLEH :

AYU PRAYANTI AKHMAD

H1A1 13 300

BAGIAN HUKUM KEPERDATAANPROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI2017

ii

iii

iv

ABSTRAK

Ayu Prayanti Akhmad (H1 A1 13 300) “Tanggung Jawab Pelaku Usaha SablonBaju Yang Menggunakan Merek Terdaftar Tanpa Izin”. Di bawah bimbinganBapak Guswan Hakim sebagai Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf sebagaiPembimbing II.

Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untukmengetahui tanggung jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan merekterdaftar tanpa izin.Adapun manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat akademisdan manfaat praktis.

Penelitian ini menggunkan tipe penelitian hukum normatif denganmenggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder yang dianalisis secarakualitatif agar dapat menghasilkan suatu uraian yang deskriftif kualitatif, yaitudengan memberikan gambaran yang berkaitan dengan tanggung jawab perdatapemberi jasa layanan sablon baju yang menggunakan merek terdaftar tanpa izinsebagai objek.

Penelitian ini menghasilkan suatu kesimpulan yaitu : “bahwa sesuai denganketentuan dalam Pasal 83 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merekdan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 pada Undang-Undang yang sama makabentuk tanggung jawab yang harus diterima oleh pelaku usaha sablon baju yangmenggunakan merek terdaftar tanpa izin adalah ganti kerugian dan/atau penghentiansemua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek. Hal ini juga sejalandengan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang memberikan kewajiban penggantiankerugian terhadap pelaku perbuatan melawan hukum. Penggantian kerugian dapatberupa penggantian kerugian materiil dan immaterial. Sebagai pelaku usahaperseorangan, bentuk tanggung jawab untuk membayar ganti kerugian akibatsengketa merek yang digunakan adalah harta perusahaan atau dapat jugamenggunakan harta milik pribadi.

Kata Kunci : Tanggung Jawab, Sablon Baju, Merek Terdaftar

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya Penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju yang Menggunakan

Merek Terdaftar Tanpa Izin” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

menyelesaikan pendidikan S-1 Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Halu

Oleo.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi

kualitas maupun kuantitasnya, hal ini karena keterbatasan yang dimiliki oleh Penulis.

Maka saran-saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak khususnya

pembaca sangat Penulis harapkan.

Terimakasih terkhusus pada kedua orang tua penulis, Ayah saya Akhmad dan

Ibu saya Supiana yang sudah sangat luar biasa dalam memberikan saya dukungan

baik berupa dukungan berbentuk materi maupun dukungan moril yang tidak terkira

jumlahnya. Terima kasih telah menjadi penyemangat yang luar biasa untuk saya.

Ucapan terima kasih juga penulis hanturkan kepada Bapak Dr. Guswan

Hakim, S.H., M.H., selaku dosen Pembimbing I dan Bapak Haris Yusuf, S.H.,

M.H., selaku dosen Pembimbing II yang tanpa lelah telah memberikan petunjuk,

arahan,ilmu, dan waktu luang untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

vi

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ruliah, S.H., M.H.,

Ibu Jumiati Ukkas, S.H., M.H., dan Ibu Nur Intan, S.H., M.H. selaku dosen

penguji yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada

Penulis baik dari segi penulisan maupun isi dari skripsi ini.

Selanjutnya tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Supriadi Rustad, M.Si sebagai pelaksana tugas Rektor

Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Djufri, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Halu Oleo.

3. Bapak Rizal Muchtasar, S.H., L.LM., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik

Fakultas Hukum, Bapak Herman, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang

Keuangan Fakultas Hukum, dan Bapak Jabal Nur, S.H., M.H. selaku Wakil

Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Hukum.

4. Ibu Heriyanti, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Halu Oleo.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Halu

Oleo yang telah bersedia memberikan ilmu dan bantuannya selama penulis

menempuh studi, khususnya Bapak Dr. Kamaruddin Djafar, S.H., M.H., Bapak

Ian Parma Saputra, S.H., M.H., Bapak Randy Renaldi, S.H., M.H., Ibu Endah

Widyastuti, S.H., M.H., dan Ibu Isnayanti, S.H., M.H.

6. Teman-teman kelas D angkatan 2013 yang senantiasa memberikan dukungan

moril kepada Penulis, khususnya Siti Nafsiah Khoirani, Siti Sarah, Siti Fatimah,

vii

Oktavia Wulandari, Rizki Amalia Haswi, Hasna, Kokoh Nazirun, Fadrian Yudhi

Saputra Madji, Rahmat Andhika Yudistira, Muh.Purnomo, Aan Riyanto Latama,

Ridwan Rifai, Andi Agus, Arwin Rumengan, Muh. Malikul Mulki, David

Hardiago, Andi Amin, Andra Hardianto, Nursyam Pujianto, Muh. Yunus, Muh.

Iksan, Kiswanto Sujono, Julian Tanan, Fitrah Febrian Alva, Ambo Sengngeng, Al

Azhari Siddiq, Ahlul Ari Wardana, Kasral Widodo, dan teman-teman lain yang

tak dapat Penulis tuliskan satu-persatu.

7. Teman-teman Penulis angkatan 2013, Erfan Andhika Putra, Nur Fadhilah

Nusbah, Muhammad Taufik, Reski Sari, Putry Maulidya Yusuf, Siti Zahra

Amirah, Mukarram Rifai, Muh. Irfan Mursalim, Kamaruddin, Arif Rahman, Andi

Muhammad Fahmi, Rudi Supriono, Nadya Arizka, Andi Gery, Muh. Fahzan

Rianto, Evan Gerard Kalesaran, Mufidah Nurul Esa, Radian Sugandhi Adrian,

Nur Alam Mekuo, Kisra Darmawan, Bima Rezky, Try Reskianto, Muh. Feizal

dan teman-teman lain yang tak dapat Penulis tuliskan satu-persatu.

8. Rekan-rekan seperjuangan Penulis selama 45 hari, tim KKN Tematik Kelurahan

Bungkutoko Kecamatan Abeli, Inochi Lara Palino, Puput Kalsum, Yuliana

Rahayu, Istiana Manek, Yeni Yati, Annitha Barkah, Suharti, Asridayanti,

Rosdiana, Risna, Alfian, Hardin, Muh. Asri Wahyudin, Irzal, Imam Fajrullah

Syafril, Azwar, Yoggy Febrian, Muh. Shoddam R. Manek, dan Musaddad

Mudjaid.

9. Senior dan junior Penulis yang senantiasa memberikan dukungan selama proses

perkuliahan, Harsintan Sesky, Wandi Armanta, Sutiar Aprildo, Muh. Hidayat,

viii

Amriadin, Riswan Hanafyah Harahap, Rizky Febriana Al, Muhammad Aqsha,

Ronald, Nining Tastianti, Ade Hertanto, Ld. Jafar Basri, dan masih banyak lagi

yang tak dapat Penulis tuliskan satu-persatu.

10. Sahabatku tersayang Apriliani Abdullah dan Mega Puteri Damayanti Hasan yang

salalu menjadi partners terbaik untuk Penulis selama kuliah baik dalam proses

perkuliahan maupun dalam berbagai kegiatan dalam dan luar kampus.

11. Sahabat-sahabat masa SMA Penulis, Resty Sambo, Ikraeni Saftri, Estiawati, dan

Mardilla yang tidak pernah bosan menjadi pendengar yang baik untuk setiap

keluhan Penulis.

12. Senior, junior serta teman-teman dari delegasi Good Samaritan Law, delegasi

RMCC I, dan delegasi Ultra Petita yang telah banyak sekali memberikan kesan

serta ilmu yang bermanfaat bagi Penulis.

13. Teman-teman debat konstitusi Muh. Suhandri dan Ld. Muh. Dzulfijar sebagai

lawan bicara dan kawan berfikir yang baik untuk Penulis.

Akhir kata Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan

skripsi ini dan Penulis berharap agar kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap

pihak.

Kendari, April 2017Penulis,

Ayu Prayanti Akhmad

ix

DAFTAR ISI

SAMPUL ...................................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii

ABSTRAK .................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................. v

DAFTAR ISI................................................................................................................ x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 11

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 12

D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaaan Intelektual ............................... 13

1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ................................................. 13

2. Prinsip- Prinsip Hak Kekayaan Intelektual ......................................... 14

B. Tinjauan Umum tentang Merek............................................................... 16

1. Istilah dan Pengertian Merek .............................................................. 16

2. Jenis Merek ......................................................................................... 18

3. Fungsi Merek ...................................................................................... 20

4. Pendaftaran Merek .............................................................................. 21

x

5. Pengalihan Merek................................................................................ 25

6. Pelanggaran Merek.............................................................................. 27

C. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha Sablon Baju ................................ 30

1. Konsep Sablon Baju............................................................................ 30

2. Jenis-jenis Sablon................................................................................ 31

D. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab................................................. 38

1. Konsep Tanggung Jawab .................................................................... 39

2. Tanggung Jawab dalam Hukum Perdata............................................. 39

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian .......................................................................................... 42

B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum .............................................................. 42

C. Metode Pendekatan ................................................................................... 43

D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum.......................................................... 43

E. Analisis Data ............................................................................................. 44

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju yang Menggunakan Merek

Terdaftar Tanpa Izin ......................................................................................... 45

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 62

B. Saran ........................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara substantif pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat

dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena

kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual di bidang ilmu

pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan

tenaga, waktu dan bahkan biaya. Pengorbanan tersebut menjadikan karya yang

dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi

yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan

konsepsi kekayaan terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-

karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan. Tumbuhnya konsepsi kekayaan

atas karya-karya intelektual pada akhirnya menimbulkan suatu perlindungan

yang dibutukan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut.

Kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi,

termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HKI

dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud

(Intangible).

Salah satu contoh dari Hak Kekayaan Intelektual adalah penggunaan

tanda sebagai pembeda antara barang dan jasa yang dihasilkan oleh seseorang

dalam bentuk produk barang dan jasa yang lazim kita sebut dengan merek.

Merek menjadi suatu hal yang dianggap penting karena digunakan untuk

membedakan antar produk yang dimiliki seorang produsen dengan para

2

pesaingnya. Dalam hal ini merek memegang peran penting dalam pencitraan

dan strategi pemasaran perusahaan serta memberikan kontribusi terhadap citra

dan reputasi terhadap produk dari sebuah produk dimata kosumen. Citra dan

reputasi suatu produk merupakan salah satu hal mendasar yang wajib dimiliki

suatu produsen untuk meningkatkan jumlah konsumen yang berdampak pada

meningkatnya nilai jual terhadap produk tersebut.

Mengingat karena merek bukan hanya semata–mata menunjukkan

nama dari sebuah produk, namun lebih dari itu merek menunjukkan nilai

tambah dari produk dalam berbagai dimensi, yang membedakan produk

tersebut dengan produk lain hal ini menyebabkan setiap produsen suatu

produk akan berusaha meningkatkan kekuatan mereknya di pasaran dari

waktu ke waktu. Dalam hal ini produsen akan berusaha memperkenalkan

produknya terutama keunggulan produk yang tidak dimiliki oleh produk lain.

Kesuksesan dalam membangun merek yang kuat akan tercipta apabila elemen-

elemen pendukung merek mendukung dan memberikan kontribusi yang positif

guna terciptanya merek yang kuat di pasaran. Elemen–elemen yang

dimaksudkan di sini adalah kualitas produk yang baik, kemampuan produk

dalam memenuhi kebutuhan ataupun keinginan konsumen, kemampuan

strategi marketing yang handal untuk terus memperkenalkan merek di pasaran

melalui segala program–program marketing, sampai pada kemasan produk

yang benar, baik dan menarik, harga produk yang sesuai dengan kualitas

produk yang ditawarkan. Dengan demikian, merek dapat terus dikenal,

3

menjadi perhatian dan terus dikonsumsi oleh masyarakat, dipercaya, sehingga

merek tersebut menjadi merek yang kuat di pasaran.

Pada dasarnya sebagai suatu hak yang dihasilkan oleh kemampuan

intelektual manusia, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) wajib mendapat

perlindungan hukum yang memadai. Tujuannya adalah untuk memberikan

perlindungan HKI dan prosedur penegakan hak dengan menerapkan tindakan

menuju perdagangan yang sehat. Sebagai salah satu bagian dari HKI yang

memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan

barang dan jasa dalam kegiatan perdagangan dan investasi, merek juga wajib

untuk mendapat suatu perlindungan hukum. Merek ( dengan “brand image”-

nya) dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau daya

pembeda yang sangat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau

jasa dalam suasana persaingan bebas. Oleh karena itu merek dapat

menghasilkan keuntungan besar, tentunya bila didayagunakan dengan

memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik. Demikian

pentingnya peranan merek ini maka terhadapnya dilekatkan perlindungan

hukum, yakni sebagai objek yang terhadapnya terkait hak- hak perseorangan

atau bahan hukum.

Tanpa perlindungan hukum, para pesaing dapat meniru merek orang

lain tanpa harus mengeluarkan biaya untuk proses menghasilan atau

mengkreasikan suatu merek. Hukum merek telah dikenal lama di Indonesia,

bahkan sejak masa penjajahan Belanda. Hukum merek yang sekarang berlaku

adalah ketentuan- ketentuan yang dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan

4

perdagangan internasional yang terjadi pada abad ke-20, terutama melalui

perundingan dagang global yang diatur dalam Agreement on Trade Related

Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) yang merupakan

lampiran dalam Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia

(World Trade Organization/WTO) yang telah diratifikasi melalui Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing

the World Trade Organization1. Perjanjian TRIPs merupakan perjanjian

internasional yang sangat penting yang mengatur norma-norma standar di

bidang HKI yang di dalamnya terdapat merek yang merupakan salah satu

bidang HKI. Dengan telah diratifikasinya Persetujuan TRIPs, pada tanggal 7

Mei 1997 pemerintah Indonesia telah meratifikasi kembali Konvensi Paris dan

Trademark Law Treaty (Traktat Hukum Merek)2.

Di Indonesia, perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang

Merek mengalami banyak perubahan karena di anggap tidak sesuai dengan

kebutuhan dan perkembangan aturan-aturan yang terdapat dalam Persetujuan

TRIPs maupun konvensi-konvensi internasional di bidang HKI. Diawali

dengan Undang- undang Merek Kolonial Tahun 1912 yang berlaku pertama

kali di Indonesia pada masa Indonesia menjadi jajahan Belanda. Kemudian

Undang- undang Merek Kolonial Tahun 1912 diganti dengan Undang-

undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek

1 Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3564, UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World TradeOrganization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Jakarta, 2 November1994.2 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt & Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual SuatuPengantar, Bandung : Alumni, 2011, hlm. 132.

5

Perniagaan dan diperbaharui dengan UU Nomor 19 Tahun 1992 Tentang

Merek; dan kemudian setelah Indonesia meratifikasi Persetujuan TRIPs pada

tahun 1994, maka Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek

disempurnakan kembali disesuaikan dengan aturan-aturan Persetujuan TRIPs

menjadi Undang- undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas

Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Dengan

pertimbangan dan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-

undang Merek yang berlaku saat itu dan agar sejalan dengan konvensi-

konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, maka Undang-

undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek sebagaimana telah diubah

dengan Undang- undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas

Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek diganti dengan

Undang- undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Terakhir di

penghujung tahun 2016 Undang- undang yang mengatur tentang Merek

kembali mengalami perubahan akibat adanya perkembangan kegiatan

perdagangan barang dan jasa yang mengalami peningkatan yang cukup tinggi

dan berdampak pada maraknya pelanggaran dan pemalsuan Merek3. Setelah

melewati beberapa tahapan maka lahirlah Undang- undang Nomor 20 Tahun

2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis tepat pada tanggal 25 Desember

2016.

Meskipun secara yuridis, Negara Indonesia telah cukup produktif

dalam memberikan perlindungan hukum terhadap para pemegang merek tetapi

3 Cita Citrawinda Noerhadi, Diskusi Publik Naskah Akademik RUU Tentang Merek, disampaikanpada Seminar oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, tanggal 4 Oktober 2012, Hotel SofyanBetawi, Jakarta, hlm. 1.

6

pada kenyataannya hal ini belum bisa secara serta merta menjamin hapusnya

suatu pelanggaran merek. Di Negara kita masih banyak sekali dijumpai

adanya pelanggaran terhadap hak atas merek. Pelanggaran tersebut terjadi

sejak dahulu sampai sekarang dengan menggunakan teknologi yang lebih

maju dan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Tingginya tingkat konsumtif akan gaya hidup yang tinggi dalam

penggunan merek terkenal yang dapat menunjang dan menentukan status

sosial dalam pergaulan. Merek merupakan gengsi bagi kalangan tertentu,

karena gengsi seseorang teletak pada barang yang dipakai, semakin terkenal

merek yang digunakan semakin tinggi pula status sosialnya , terlebih lagi jika

merek itu terkenal yang merupakan produk asli yang sulit didapat dan

dijangkau oleh kebanyakan orang dapat menjadi kebanggan tersendiri. Suatu

produk dengan merek yang terkenal tidak akan lepas dengan harga yang

cukup tinggi dan harga yang tinggi menjadi penghambat bagi para konsumen

dalam memenuhi gengsinya untuk menggunkan produk dengan merek

terkenal.

Saat ini tengah ramai bermunculan para pelaku usaha yang bergerak

dibidang sablon baju. Jenis usaha sablon baju ini seakan menjadi jawaban

untuk memenuhi keinginan para konsumen yang kondisi keuangannya

dibawah rata-rata tetapi mempunyai gengsi yang cukup tinggi untuk

menggunakan produk yang dilabeli merek terkenal. Sablon baju merupakan

salah satu teknik membuat gambar atau tulisan dengan menggunakan alat

tertentu untuk mencetak grafis dengan menggunakan kain gasa pada suatu

7

bidang sasaran cetak. Biasanya para pelaku usaha sablon baju akan menerima

pesanan untuk mencetak suatu desain pada baju kaos yang sebelumnya masih

polos. Terkait dengan bagaimana model desain yang dimaksud akan

diserahkan sepenuhnya pada pemesan untuk secara bebas menggunakan

desain apapun.

Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada pemesan untuk

mendesain sendiri baju yang akan disablonnya inilah yang membuka peluang

terjadinya pelanggaran terhadap salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual

(HKI) yaitu merek. Dalam menentukan desain, tidak sedikit konsumen yang

memilih untuk menggunakan suatu merek terdaftar untuk dijadikan objek

berupa merek sebuah baju sudah terkenal seperti Peter Says Denim, Kiddrock,

dan lain-lain. Dan pelaku usaha sablon baju akan serta-merta menerima

desain tersebut untuk dicetak pada media berupa baju polos tanpa label

ataupun merek apapun.

Sebagai imbas dari maraknya pelaku usaha sablon baju yang tidak

mensortir terlebih dahulu objek dari pesanan yang akan disablonnya maka

lahirlah beragam kaos yang diproduksi secara illegal dengan menggunakan

merek terdaftar sebagai desain baju. Di Indonesia sendiri tercatat bahwa

pakaian masuk dalam tujuh komoditas produk yang yang paling banyak

dipalsukan yaitu sebesar 38,90%, sedikit lebih tinggi di banding dengan

barang kulit dengan persentas 37,20%.4 Dan pelaku usaha jasa sablon baju

adalah salah satu usaha yang sangat mendukung semakin tumbuh suburnya

4 Fiki Ariyanti , Liputan 6 Explore “Ini Dia 7 Produk yang Paling Banyak Dipaluskan”http://m.liputan6.com/21810=45/read/bisnis/ ini-dia-7-produk-yang-paling-banyak-dipalsukan, 25Februari 2015, diakses pada tanggal 20 Februari 2016.

8

pemalsuan merek terdaftar di Indonesia mengingat karena teknik sablon baju

adalah cara termudah untuk memproduksi baju dengan menggunakan desain

sendiri dengan hasil yang sangat menyerupai aslinya.

Jika hanya dibandingkan melalui foto, kedua kaos tersebut terlihat

sangat identik dengan aslinya. Untuk mempermudah dalam membedakannya,

berikut Penulis paparkan beberapa hal yang dapat menjadi unsur pembeda

diantaranya keduanya :5

1. Dilihat dari harganya.

Faktor harga bisa menjadi dasar dalam membedakannya. Kaos asli

jelas dibuat dengan ketelitian tinggi dengan bahan yang berkualitas, wajar

harganya menjadi mahal dengan rata-rata harga di atas 100 ribu rupiah.

Sedangkan untuk yang palsu biasa dijual dengan harga murah sesuai

dengan kualitas barangnya. Jika anda mendapati perbedaan harga dengan

terpaut sangat jauh mencolok maka anda bisa dengan gampang untuk

membedakannya. Tetapi ada juga barang palsu dijual dengan harga mahal

agar pembeli tidak begitu curiga. Menanggapi permasalahan itu, sebelum

membeli ada baiknya anda mencari informasi harga barang asli nya

terlebih dahulu.

2. Cek logo atau lambangnya.

Kaos asli memiliki logo/ lambang kenamaan kaos tersebut yang

terletak pada kerah kaos, atau pada bagian bawahnya. Cek ketahanan pada

5 Roma Doni, Cermat Membedakan Kaos ORI dan KW, http://blog.kaos101.com/2013/09/cermat-membedakan-kaos-ori-dan-kw.html, 10 September 2013, diakses pada tanggal 7 Maret 2017.

9

logonya apakah dijahit secara benar atau hanya asal tempel saja. Kaos

palsu logo/lambangnya terlihat buram dan tulisan kurang jelas.

3. Periksa kualitas bahan kainnya

Terkhusus kaos bersablon dapat dicek bagian sablonnya apakah

tersablon rapi dan desain yang dihasilkan tidak pecah. Keuntungan dari

kaos asli kita mendapat kualitas kaos yang mumpuni, rajutan kain rapi

sehingga kaos terasa lebih kuat dan nyaman dipakai.

4. Tempat penjualannya

Tanpa bermaksud menimbulkan kesan tidak baik, tapi biasanya

kaos-kaos palsu banyak dijual oleh pedagang-pedagang kaki lima. Karena

perlu modal yang besar bagi produsen untuk bisa menjual kaos-kaos asli,

sebab harga dasar dari pabriknya juga tidak murah. Untuk yang kaos asli

sesuai kualitasnya, produsen kaos yang membeli juga akan menyesuaikan

dengan tempat yang lebih baik seperti distro, planet surf, toko mewah

dengan tujuan menambah keyakinan bagi pembeli bahwa barang-barang

yang dijual merupakan barang yang asli.

Pelanggaran terhadap hak merek yang terjadi dalam transaksi jual beli

jasa dalam usaha sablon baju ini tentu akan menimbulkan kerugian bagi

pemilik hak merek baik berupa kerugian materil dan immateril. Kerugian

materil meliputi pemasukan, penurunan harga pasar, dan omzet penjualan bagi

pemilik merek sebenarnya karena sebagian konsumen akan beralih untuk

menggunakan produk baju palsu yang didesain dengan menggunakan suatu

merek melalui teknik sablon. Sedangkan kerugian immaterial meliputi kualitas

10

yang berimbas ke nama baik pemilik merek terdaftar, kualitas tersebut

merupakan jaminan nilai produksi merek. Sehubungan dengan adanya

kerugian yang lahir dari pelanggaran merek seperti ini maka Undang-undang

telah memberikan kesempatan bagi pemilik Merek terdaftar untuk dapat

mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan

Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

untuk barang dan/atau jasa yang sejenis sesuai dengan ketentuan dalam Pasal

83 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis.

Maraknya pemalsuan merek yang dilakukan oleh para pelaku usaha

sablon baju telah memberikan pengaruh terhadap dunia bisnis. Perdagangan

tentu tidak akan berkembang dengan baik dan akan semakin memperburuk

citra Indonesia sebagai pelanggar HKI. Oleh karena itu, permasalahan tentang

perlindungan hukum atas merek menjadi menarik untuk dibahas, mengingat

dunia akan terus berkembang, dan didalamnya merek mempunyai peran yang

cukup diperhitungkan khususnya dalam proses perdagangan barang dan jasa

di era global. Maka dari itu perlu diadakan penelitian yang berhubungan

dengan masalah pertanggung jawaban para pelaku usaha sablon baju yang

menggunkan suatu Merek terdaftar secara illegal dengan harapan jika

diketahui bagaimana bentuk tanggung jawab dari pelanggaran merek akan

dilakukan tindakan-tindakan preventif untuk meminimalisir pelanggaran

sejenis di masa yang akan datang. Untuk itu penulis menuangkan tulisan ini

dalam bentuk skripsi dengan judul : TANGGUNG JAWAB PELAKU

11

USAHA SABLON BAJU YANG MENGGUNAKAN MEREK

TERDAFTAR TANPA IZIN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penulisan ini, adalah “Bagaimana tanggung

jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan merek terdaftar tanpa

izin ?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk

mengetahui tanggung jawab pelaku usaha sablon baju terhadap penggunaan

merek terdaftar tanpa izin.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat akademis

a) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu

hukum, khususnya yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual

yang menyangkut tanggung jawab pelaku usaha sablon baju yang

menggunakan merek terdaftar tanpa izin.

b) Memberikan informasi bagaimana peraturan perundang- undangan

yang terkait dengan pelanggaran hak Merek pada usaha sablon baju.

2. Manfaat praktis

a) Hasil penelitian dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran

bagi pihak yang berkepentingan.

12

b) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk

mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu yang

diperolehnya.

13

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual

1. Pengetian Hak Kekayaan Intelektual

Istilah Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari dua kata, yakni hak

kekayaan dan intelektual. Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang

mendapat perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang

menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual

berkenaan dengan kegiatan intelektual bedasarkan kegiatan daya cipta dan

daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang

teknologi dan jasa6.

Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu hak kebendaan, hak atas

sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil

dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa

benda immateril, benda tidak berwujud.7. HAKI merupakan hak eksklusif

yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok orang, maupun

lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan

manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Istilah

HAKI merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR),

sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang

pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade

Organization). Pengertian Intellectual Property Right sendiri adalah

6 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta : Grasindo, 2008, hlm112.7 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta :RajaGrafindo Persada, 2013, hlm 9.

14

pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan

intelektual manusia, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang

secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right)8.

Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan padanan dari

intellectual property right, berdasarkan WIPO, the legal rights which

result from intellectusl sctivity in the industrial scientific, literary or

artistic fields. Dengan demikian, intellectual property rights (IPR)

merupakan perlindungan terhadap hasil karya manusia, baik hasil karya

yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan, industry, kesusasteraan,

dan seni9.

Perlindungan dan penegakan hukum HKI bertujuan untuk

mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, penyebaran teknologi, dan

diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan penggunaan

pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi,

serta keseimbangan antara hak dan kewajiban10.

2. Prinsip- Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Untuk menggetahui konsep perlindungan hak milik intelektual,

maka dapat diketahui dari prinsip- prinsip utama hak milik intelektual.

Dengan memahami prinsip- prinsip ini maka sekaligus akan diketahui latar

belakang perlunya perlindungan terhadap hak milik inteletual. Djumhana

mengemukakan konsep perlindungan hak milik intelektual menurut

8 Andasialagan , Hak Kekayaan Intelektual https://andasiallagan92. /2014/04/15/hak--kekayaan-intelektual/, 15 April 2014, diakses pada tanggal 12 Januari 2016.9 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanunsong, Op. cit., hal 113.10 Ibid

15

system Romawi. Menurutnya dalam system hukum Romawi, suatu hasil

kreasi dari pekerjaan dengan memakai kamampuan intelektual, maka

pribadi yang menghasilkannya mendapatkan kepemilikan berupa hak

amaliah. Pendapat ini terus didukug dan dianut banyak sarjana11.

Adapun prinsip- prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan

inteletual adalah sebagai berikut 12 :

a) Prinsip Keadilan (principle of natural justice), yaitu bahwa pencipta

sebuah karya atau orang lain yang bekerja dan membuahkan hasil dari

kemampuan intelektualnya sehingga wajar mendapat imbalan. Imbalan

tersebut dapt berupa materi maupun bukan materi, seperti rasa aman

karena dilindungi dan diakui hasil karyanya.

b) Prinsip Ekonomi ( The economic argument), yaitu bahwa hak milik

intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif

suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada

khalayak umum dalam berbagai bentuk yang memiliki manfaat sera

berguna dalam menunjang kehidupan manusia. Maksudnya

kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang

menjadikan hal itu sebagai suatu keharusan untuk menunjang

kehidupan.

c) Prinsip Kebudayaan (The cultural argument), yaitu bahwa karya

manusia pada hakekatnya bertujuan untuk kebutuhan kehidupan.

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan seni dan sastra

11 Neni Sri Imaniyari, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam, Bandung : Mandar Maju, 2002, hlm.126 dan 127.12 Ibid

16

sangat besar artinyabagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan

martabat manusia.

d) Prinsip Sosial ( The social argument), yaitu bahwa hukum mengatur

kehidupan manusia sebagai warga masyarakat, manusia dalam

hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu hak apapun yang

diakui oleh hukum kepada manusia orang perorangan atau persekutuan

maka hak tersebut untuk kepentingan seluruh masyarakat.

3. Tinjauan Umum tentang Merek

1. Istilah dan Pengertian Merek

Secara yuridis telah dijelaskan definisi tentang merek yaitu13:

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupagambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalambentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram,atau kombinasi dar 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untukmembedakan barang dan/jasa yang diproduksi oleh orang ataubadan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.”

Dari rumusan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa merek merupakan :

a) Tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama,

kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi

dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dar 2 (dua)

atau lebih unsur tersebut;

b) Memiliki daya pembeda (distinctive) dengan merek lain;

c) Digunakan dalam kegiatan perdaangan barang atau jasa yang sejenis.

Selain menurut batasan yuridis, beberapa sarjana ada juga

memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu sebagai berikut :

13 Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 252, UU No. 20, Jakarta, 25November 2016, Pasal 1 angka 1.

17

a) H.M.N Purwo Sutjipto, memberikan pendapat bahwa, merek adalah

suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga

dapat dibedakan dengan bendalain yang sejenis.14

b) R. Soekardono, memberikan pendapat bahwa, merek adalah sebuah

tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu

juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kaulitetnya barang

dalam perbandingan dengan barang- barang sejenis yangn dibuat atau

diperdagangkan oleh orang-orang atau badan- bandan perusahaan

lain.15

c) Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Vollmar, memberikan

pendapat bahwa, suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah

suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya,

gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis

lainnya.16

d) Iur Soeryati memberikan pendapat bahwa ditinjau dari fungsinya

merek dipergunakan untuk membedakan baranng dan jasa

bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang

besangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai : tanda asal, nama,

jaminan terhadap mutunya.17

e) Essel R. Dillavou, Sarjana asal Amerika Serikat, sebagimana dikutipoleh Pratasius Daritan, menerjemahkan sekaligus memberikankomentar bahwa :

14 Saidin, Op. Cit., hlm 343-345.15 Ibid16 Ibid17 Ibid

18

“No complete definition can be givenfor a trade markgenerally it is any sign, symbol mark, work or arrangement ofwords in the form of a label adopted and used by amanufacturer of distribution to designate his particular goods,and which no other person has the legal right to use it. Aslily,the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is usedmore as an adveristing mechanism.(Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuksuatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang,symbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalambentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorangpengusaha atau distributor untuk mengadakan barang- barangkhususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untukmemekainya desain atau trade mark menunjukkan keasliantetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanismeperiklanan)18.

2. Jenis Merek

Undang- Undang Merek Tahun 2016 telah mengatur tentang jenis-

jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 2, angka 3,

dan angka 4 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan

Indikasi Geografis yaitu merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif.

Pasal 1 angka 2 :

“Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barangyang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orangsecara bersama-sarna atau badan hukum untuk membedakandengan barang sejenis lainnya.”

Pasal 1 angka 3 :

“Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pacta jasa yangdiperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secarabersarna-sarna atau badan hukum untuk membedakan denganjasa sejenis lainnya.”

Pasal 1 angka 4 :

18 Prataius Daritan, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Skripsi, TidakDipublikasikan, hlm 7.

19

“Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barangdanjatau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat,ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannyayang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badanhukum secara bersama-sama untuk membedakan denganbarang danjatau jasa sejenis lainnya.”

Khusus untuk merek kolektif tidak dapat dikatakan sebagai jenis

merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri

dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya

digunakan secara kolektif19.

Selain itu terdapat perbedaan kemasyuran suatu merek yang

membedakan pula tingkat derajat kemasyuran yang dimiliki oleh berbagai

merek. Ada 3 (tiga) jenis yang dikenal oleh masyarakat, yaitu20:

a) Merek Biasa

Merek biasa atau normal mark yang tergolong kepada merek

biasa adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi dan jangkauan

pemasarannya sangat sempit dan terbatas pada lokal. Merek normal

tidak menjadi incaran pedagang ataupun pengusaha untuk ditiru atau

dipalsukan karena permintaan yang rendah. Merek biasa bukan

disebabkan oleh faktor kualitas yang rendah tetapi kemungkinan merek

normal tidak memiliki dana yang memadai sehingga menyebabkan

pengenalan masyarakat kurang.

b) Merek Terkenal

19 Saidin, Op. Cit., hlm. 34620 Sekar Hayu Ediningtyas, Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang TerkenalAsing Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (StudiDi Pasar Johar Semarang), Skripsi, 2015 hlm. 39-40.

20

Merek terkenal atau well known mark. Merek terkenal memiliki

reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk menarik

perhatian dan pengetahuan masyarakat mengenai suatu merek di dalam

maupun di luar negeri.

c) Merek Termasyhur

Sedemikian rupa terkenalnya suatu merek sehingga

dikategorikan sebagai famous mark. Famous mark dan well known

mark pada umumnya susah dibedakan namun famous mark

pemasarannya hampir seluruh dunia dengan reputasi internasional,

produksinya hanya untuk golongan tertentu saja dengan harga yang

sangat mahal.

3. Fungsi Merek

Merek dikatakan sebagai salah satu cara untuk mencegah

terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dengan merek, produk barang

atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnyaa serta

keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat yang

membuat harga suatu produk menjadi mahak bukan produknya, tetapi

mereknya. 21

Ada empat hal yang menjadi fungsi utama merek, yaitu 22:

a) Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum

dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.

21 Saidin, Op.Cit. hlm. 329.22 Wikipedia, Merek, http://id.wikipedia.org/wiki/Merek, 7 Oktober 2016, diakses tanggal 12Januari 2016.

21

b) Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya

cukup dengan menyebutkan mereknya.

c) Sebagai jaminan atas mutu barangnya.

d) Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.

Sedangkan P.D.D Darmawan mengemukakan bahwa ada tiga

fungsi merek, yaitu23 :

a) Fungsi Indikator Sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukan

bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan

karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu

dibuat secara profesional;

b) Fungsi Indikator Kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan

kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi;

c) Fungsi Sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi

kolektor produk tersebut.

4. Pendaftaran Merek

Menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang

Merek dan Indikasi Geografis, merek tidak dapat didaftarkan apabila

mengandung salah satu unsur dibawah ini :

a) bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan,

moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

b) sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang danjatau

jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

23 Sekar Hayu Ediningtyas, Op.Cit, hlm. 40.

22

c) memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,

kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang danjatau jasa

yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas

tanaman yang dilindungi untuk barang danjatau jasa yang sejenis;

d) memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau

khasiat dari barang danjatau jasa yang diproduksi;

e) tidak merniliki daya pembeda; dan / atau

f) merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

Mr. Sudargo Gautama juga telah memberikan pendapat terkait

dengan jenis merek yang tidak dapat didaftar , yaitu24 :

a) Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum

b) Tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban

umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan

tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang bertentangan

dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Di dalam lukisan-

lukisan ini kiranya tidak dapat dimasukkan juga berbagai gambaran-

gambaran yang dari segi keamanan atau segi penguasa tidak dapat

diterima karena dilihat dari segi kesusilaan maupun dari segi politis

dan ketertiban umum. Lukisan-lukisan yang tidak memenuhi norma-

norma susila, juga tidak dapat digunakan sebagai merek jika tanda-

tanda atau kata-kata yang terdapat dalam sesuatu yang diperkenankan

sebagai “merek” dapat menyinggung atau melanggar perasaan,

24 Saidin, Op.Cit., hlm. 349-350.

23

kesopanan, ketentraman atau keagamaan, baik dari khalayak umumnya

maupun suatu golongan masyarakat tertentu.

c) Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembedaan.

d) Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda atau yang dianggap

kurang kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek.

e) Tanda Milik Umum.

f) Tanda – tanda yang karena telah dikenal dan dipakai secara luas serta

bebas dikalangan masyarakat tidak lagi cukup untuk dipakai sebagai

tanda pengenal bagi keperluan pribadi dari orang – orang tertentu.

g) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang

dimintakan pendaftaran.

h) Yang dimaksud dengan merupakan keterangan atau berkaiatan dengan

barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran seperti merek “kopi atau

gambar kopi” untuk produk kopi.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan

Indikasi Geografis Permohonan Pendaftaran Merek dapat dilaksanakan

dengan dua macam yang dapat ditempuh yaitu dengan cara biasa atau bersifat

umum dan dengan hak prioritas. Permohonan pendaftaran dengan cara biasa

dilakukan karena merek yang dimohon pendaftaranya belum pernah

didaftarkan sama sekali. Sedangkan permohonan pendaftaran dengan hak

prioritas dilakukan karena merek yang didaftarkan di Indonesia sudah pernah

didaftarkan di negara lain.

a) Dengan cara biasa

24

Permohonan diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM yang

diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia. Adapun isi surat

permohonan pendaftaran merek yang harus dimuat di dalamnya sesuai

dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang

Merek dan Indikasi Geografis yaitu :

1) tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;

2) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alarnat Pemohon;

3) nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan melalui

Kuasa;

4) warna jika Merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan

unsur warna;

5) nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam

hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; dan

6) kelas barang darr/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau

jenis jasa.

b) Dengan hak prioritas

Syarat-syarat mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan

hak prioritas juga harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dalam

pengajuan permohonan pendaftaran dengan cara biasa. Namun

permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam

waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan

permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain

yang merupakan anggota Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan

25

Industri (Paris Convention for the Protection of Industrial Property) atau

anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia

(Agreement Establishing the World Trade Organization).

Terhadap Pemilik yang mendaftarkan mereknya akan mendapat hak

atas merek yang dilindungi oleh hukum, hal ini bersesuaian dengan ketentuan

pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis . Sedangkan pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang tersebut

disebutkan bahwa hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh

negara kepada pernilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu

dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada

pihak lain untuk menggunakannya. Dan berdarkan ketentuan Pasal 35 ayat 1

dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis hak ini melekat pada pemegang merek terdaftar selama 10 (sepuluh)

tahun sejak Tanggal Penerimaan, setelah itu jangka waktu perlindungan dapat

diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

5. Pengalihan Merek

Dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

Tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa merek dapat

dialihkan karena alasan :

a) Pewarisan;

b) Wasiat;

c) Wakaf;

d) Hibah;

26

e) Perjanjian; atau

f) Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan hak merek dalam bentuk wasiat, wakaf, dan hibah di

Indonesia masih bersifat pluralism. Hukum waris, hibah, dan wasiat belum

ada yang berlaku secara unifikasi, masih berbeda untuk setiap golongan

penduduk. Ada yang tunduk kepada hukum adat, ada yang tunduk kepada

hukum Islam, dan ada yang tunduk kepada hukum perdata yang termuat

dalam KUH Perdata. Oleh karena itu, jika pengalihan harus dilengkapai

dengan dokumen-dokumen yang mendukungnya sesuai dengan ketentuan

Pasal 41 ayat 4 Undang-Undang Merek Tahun 2016 maka pertama-tama

yang harus diperhatikan adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

peristiwa pelepasan hak tersebut dengan berbagai pilihan terhadap kaedah

hukum dan berbagai akibat hukum yang ditimbulkannya sesuai dengan

sifat kaedah hukumnya yang pluralistis tersebut25. Sedangkan pengalihan

melalui perjanjian, oleh karena perjanjian menganut asas kebebasan

berkontrak maka haruslah diperhhatikan syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian dan syarat-syarat umum lainnya26.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar

kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan

perundang-undangan untuk menggunakan Merek terdaftar27. Pemilik

merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan

25 Ibid, hlm. 380-381.26 Subekti, Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Cetakan Ketigapuluhlima,Jakarta ,Pradnya Paramita: 2004.27 Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2016 Nomor 252, Op. Cit, Pasal 1 angka 8.

27

perjanjian bahwa penerima lisensi nakan menggunakan merek tersebut

untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan jasa. Sementara itu,

perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat

Jenderal Merek. Dengan demikian, pemilik merek terdaftar yang

memberikan lisensi kepada pihak lain tetap dapat menggunakan atau

memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan

sendiri atau menggunakan merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain28.

6. Pelanggaran Merek

Pelanggaran terhadap merek termotivasi dari keinginan untuk

mendapatkan keuntungan pribadi secara mudah dengan mencoba atau

melakukan tindakan meniru atau memalsukan merek-merek yang sudah

terkenal di masyarakat tanpa memikirkan hak-hak orang lain yang hak-

haknya telah dilindungi sebelumnya. Tentu saja hal-hal demikian sangat

mengacaukan roda perekonomian dalam skalam nasional dan skala lokal29.

Menurut Molegraf, persaingan tidak jujur adalah peristiwa di

dalam mana seseorang untuk menarik para langganan orang lain kepada

perusahaan dirinya sendiri atau demi perluasaan penjualan omzet

perusahaanya, menggunakan cara-cara yang bertetangan dengan itikad

baik dan kejujuran di dalam perdagangan30.

Praktik perdagangan tidak jujur meliputi31:

a) Praktik Peniruan Merek Dagang (Trademark piracy)

28 Elsi Kartika Sari, Advendi Simanusong,Op. Cit, hlm. 126.29 Saidin, Op. Cit,hlm 357.30 R.M. Suryodiningrat, Aneka Hak Milik Perindustrian, Tarsito, Bandung, 1981, hlm.66.31 Saidin, Op.Cit.hlm 357-358.

28

Berupaya mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal

(well know trade mark) yang sudah ada sehingga merek atas barang atau

jasa yang sudah terkenal dengan maksud menimbulkan kesan kepada

khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya sama

dengan barang atau jasa yang terkenal.

b) Praktik Pemalsuan Merek Dagang (Counterfeiting)

Berupaya dengan cara memproduksi barang-barang dengan

mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam

masyarakat yang bukan merupakan haknya.

c) Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan

dengan Sifat dan Asal Usul Merek (Imitations of labels and

packaging).

Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan tentang sifat dan

asal-usul barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen,

seakan-akan barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal

dari daerah penghasil barang yang bermutu.

Sehubung dengan pelanggaran merek dalam Pasal 83 ayat 1

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis menyatakan bahwa:

“Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merekterdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yangsecara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaanpada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasayang sejenis berupa:a. gugatan ganti dan/atau

29

b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan denganpenggunaan Merek tersebut.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 100 Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, pelanggaran merek

pada umumnya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

a) Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek

terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis yang

diproduksi dan/ atau diperdagangkan.

b) Menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya

dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa

sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan.

c) Menggunakan merek yang mempunyai persamaan sebagian atau

keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang

dan/ atau jasa sejenis yang diproduksi dan/ atau diperdagangkan yang

jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan

lingkungan hidup, dan/ atau kematian manusia.

Pendapat lain mengatakan bahwa ada dua macam pemeriksaan

kasus pelanggaran. Jika salah satu cara terpenuhi, penggugat akan menang.

Dalam hal ini penggugat harus membuktikan bahwa merek tergugat 32 :

a) Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dmiliki

penggugat.

Cara membandingkan kedua merek yang memiliki persamaan

pokoknya dengan merek lain adalah dengan melihat persamaan dan

32 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit. hlm. 147

30

perbedaannya, memperhatikan ciri-ciri penting dan kesan kemiripan atau

perbedaan yang timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau hampir sama

artinya pelanggaran merek telah terjadi.

b) Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau

jasa tergugat.

Penjualan produk yang dapat menyesatkan/menyebabkan

kebingungan bagi konsumen sampai pada batas dimana mereka

kemungkinan keliru membeli produk tergugat, padahal mereka

sebenarnya bermaksud membeli produk penggugat.

C. Tinjauan Umum tentang Pelaku Usaha Sablon Baju

1. Konsep Sablon Baju

Pengertian Sablon secara umum adalah screen printing yaitu salah

satu teknik membuat gambar atau tulisan dengan mencetak dengan alat

bukan mesin. Secara verbal, sablon dapat diartikan sebagai kegiatan cetak-

mencetak grafis dengan menggunakan kain gasa pada suatu bidang sasaran

cetak (bisa kaos, kertas, plat, atau media lainnya). Dalam

perkembangannya sablon yang paling popular adalah yang menggunakan

alat berupa saringan, sehingga muncullah istilah cetak saring. Dengan

adanya sablon, pekerjaan cetak-mencetak menjadi lebih cepat dan

mudah.33

Cetak sablon merupakan proses stensil untuk memindahkan suatu

citra ke atas berbagai jenis media atau bahan cetak seperti : kertas,

33 Konveksian Semarang, Pengertian dan Teknik Dalam Proses Sablon Baju,http://konveksiansemarang.com/2015/05/19/pengertian-dan-teknik-dalam-proses-sablon-baju/,19Mei 2015,diakses tanggal 15 Januari 2017.

31

kayu,metal, kaca, kain, plastik, kulit, dan lain-lain. Stensil tersebut

selanjutnya merupakan gambar negatif dari gambar asli dimana detail-

detail gambar yang di reproduksi memiliki tingkat keterbatasan terutama

dalam memproduksi detail-detail yang lebih halus.adakalanya para

perancang grafis melakukan tahapan desain secara langsung pada

permukaan alat penyaring yang disebut “tusche” dan kemudian menutup

keseluruhan sablonan dengan lem. Tusche selanjutnya dicuci dengan

bahan pelarut agar diperoleh bagian yang dapat mengalirkan tinta pada

permukaan alat penyaring.34

Pengertian Cetak saring adalah salah satu teknik proses cetak yang

menggunakan layar (screen) dengan kerapatan tertentu dan umumnya

berbahan dasar nilon atau sutra. Sebagian dari layar ini kemudian diberi

pola yang salah satunya berasal dari negative desain/klise yang dibuat

sebelumnya. Kain ini direntangkan dengan kuat agar menghasilakan layar

dan hasil cetakan yang datar. Setelah diberi fotoresis/zat kimia peka

cahaya dan disinari, akan terbentuk bagian-bagian tidak tertutup dan

tertutup yang bisa dilalui tinta dan tidak. Proses eksekusinya adalah

dengan menuangkan tinta di atas layar dan kemudian disapu menggunakan

palet atau rakel yang terbuat dari karet. Satu layar untuk satu warna.35

2. Jenis-jenis Sablon

Meningkatnya popularitas penyedia jasa sablon baju tentu saja

berakibat pada jenis-jenis sablon yang yang banyak digunakan. Pada

34 Ibid35 Ibid

32

umumnya jenis sablon kaos manual yang akan kami ulas ini biasa

digunakan oleh para pelaku jasa sablon kaos yang berada di Indonesia.

Adapun jenis-jenis balon yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a) Rubber atau Karet GL

Sablon jenis ini merupakan jenis sablon manual yang paling

sering dipakai. Sesuai namanya, rubber, sablon kaos berbahan dasar

karet ini mempunyai tingkat elastisitas dan kerapatan yang tinggi.

Alhasil, rubber pun dapat menutup permukaan warna kain dengan

baik. Hal ini membuat rubber semakin difavoritkan karena cocok

digunakan untuk menyablon kain kaos dengan warna apapun.

Selain digunakan untuk sablon utama, biasanya sablon rubber

dimanfaatkan sebagai underbase. Underbase adalah istilah tinta dasar

sebagai penutup warna kain sebelum penyablonan warna lainnya.

Underbase biasanya berlaku pada kaos hitam dan kaos berwarna gelap

lainnya.

Selain fleksibel dan elastis, keunggulan lain dari cat sablon ini

ialah cenderung awet dan bisa disetrika. Apalagi jika ditambah dengan

coating atau lapisan tambahan, maka cat rubber yang sudah disablon

dapat mengikuti kelenturan kain dan berdaya tahan lebih lama.

b) Pigmen

Pigmen adalah bubuk pewarna tinta sablon yang bersifat

meresap kedalam serat kain. Jenis sablon ini hanya bisa dipakai untuk

bahan kaos berwarna terang saja. Bahan ini tidak bisa disablon pada

33

kain kaos yang berwarna gelap dikarenakan karakternya tidak mampu

mengalahkan karakter pewarna serat kaos. Sehingga warna yang

dibawa tinta pigmen pun tidak muncul. Karena memiliki karakter tipis

dan menyerap, biasanya pada kaos bersablon pigmen akan tetap

terlihat tekstur kainnya walaupun sudah disablon. Warna yang

dihasilkan oleh cat pigmen cenderung lebih rata dan solid bila

dibandingkan dengan tinta lain. Sablon pigmen sangat cocok untuk

diaplikasikan pada desain kaos yang besar atau lebar karena hanya

menggunakan sedikit tinta sablon.

c) Superwhite

Hampir serupa dengan sablon pigmen, sablon jenis ini

memiliki karakter menembus serat kain. Bedanya, tinta sablon

superwhite bersifat lebih transparan dan bisa diaplikasikan pada kain

berwarna gelap. Tinta sablon superwhite terdiri dari dua jenis varian,

yaitu white untuk tinta putih dan tinta warna lainnya.

Salah satu ciri khas yang dihasilkan tinta model ini adalah

warnanya yang cenderung pudar (turun warna). Hal ini membuat

Superwhite sangat cocok untuk desain vintage yang bernuansa

oldschool. Tinta Superwhite juga bisa diracik menjadi tinta sablon

manual jenis discharge jika dicampur dengan bahan–bahan tertentu.

d) Plastisol

Jenis sablon ini merupakan jenis tinta sablon berbasis minyak /

PVC (oil based). Salah satu keistimewaan sablon plastisol yang tidak

34

dimiliki jenis sablon lain adalah kemampuannya untuk mencetak dot

atau raster ukuran super kecil dengan hasil yang prima.

Namun sayangnya Sablon Plastisol menjadi salah satu jenis

sablon yang tinggi harga bahan baku dan biaya peralatannya. Hasil

sablonan Plastisol yang tidak bisa kering dibawah suhu 160 derajat

cecius membuat Plastisol membutuhkan peralatan tambahan untuk

mengeringkannya. Untuk mengeringkan dengan maksimal, setidaknya

tinta sablon ini butuh beberapa peralatan seperti conveyor curing, flash

curing, sinar infra merah atau hot gun. Sebab tinta ini berbasis minyak

dan tidak dapat kering dengan sendirinya seperti tinta waterbase pada

umumnya. Setelah pengeringan dengan benar, barulah tinta plastisol

ini memiliki daya rekat yang sangat baik.

e) Glow in the Dark

Hasil sablon jenis ini sempat booming pada awal

penemuannya. Sablon jenis ini memiliki keistimewaan mampu

menyala di tempat yang gelap. Jika dilihat ditempat gelap, sablon

dengan tinta Glow in the Dark akan menyala karena cat yang dipakai

mengandung fosfor. Karakter fosfor bisa menyerap cahaya kemudian

memancarkannya kembali.

Untuk bisa menghasilkan efek terbaik, sablon Glow in the Dark

harus dikombinasikan dengan tinta lainnya sebagai mediasi. Tinta

yang dipakai dapat berupa tinta extender atau pigmen dengan

underbase dari rubber atau Plastisol. Sampai saat ini, tinta sablon

35

Glow in the Dark yang dijual umum di pasaran baru menyediakan dua

jenis varian warna: Green Glowing (nyala hijau) dan Orange Glowing

(nyala jingga).

f) Discharge

Sablon discharge atau kerap disebut dengan sablon cabut

warna adalah teknik sablon manual yang hasil tintanya mengubah

warna bahan kaos dengan warna tintanya. Misalnya kaos berwarna

hitam disablon tinta discharge warna putih. Maka setelah disablon

bahan kaos yang disablon akan berubah menjadi putih.

Tinta sablon discharge merupakan hasil campuran dari tinta

Superwhite dengan bubuk atau binder pendukung khusus. Bubuk atau

binder tersebut diformulasikan untuk menonaktifkan zat warna yang

digunakan pada kain alami. Hasil sablon dengan teknik discharge ini

sangat lembut dan terlihat seperti warna kain kaos alami.

Namun sayangnya sablon discharge tidak berfungsi dengan

baik pada semua bahan kaos. Sablon discharge hanya akan maksimal

jika diaplikasikan pada bahan kaos katun murni yang reaktif. Tinta

sablon discharge ini juga tidak cocok dengan kain sintetis yang banyak

mengandung polyester. Tinta sablon discharge paling cocok di

gunakan untuk bahan kaos yang berwarna, terutama hitam dan biru

dongke.

Selain hanya bisa berfungsi pada sablon discharge yang reaktif

saja, terdapat setidaknya tiga warna kaos yang sulit dicabut warnanya

36

dengan sablon discharge. Di antaranya adalah warna hijau, ungu dan

biru. Selain warna tersebut, selama masih tergolong kaos gelap dan

reaktif, masih aman dan bisa disablon dengan teknik discharge.

g) Beludru (Flocking)

Sablon flocking, atau yang biasa disebut dengan sablon beludru

atau emboss adalah sablon model manual yang menghasilkan efek

Beludru. Pada dasarnya beludru merupakan bahan plastik sintesis yang

berserat seperti kulit. Sablon flocking berbeda dari yang lain karena

baru bisa diaplikasikan pada satu warna dan hanya berbentuk tulisan

sederhana saja. Gambaran umum teknis penyablonan model flocking

adalah dengan menambahkan kertas atau taburan bubuk di atas lem

flocking atau pasta dan membiarkannya tersisa mengikuti lem sesuai

bentuknya. Biasanya flock atau beludru memiliki efek timbul dan

ketebalannya berkisar 1 sampai 20 milimeter. Dalam teknik

pengerjaanya, sablon flocking membutuhkan mesin heat press.

h) Timbul (Puffy atau Foaming)

Sering disebut dengan puff print, sablon dengan bahan karet

yang menghasilkan efek timbul ini membutuhkan proses pemanasan

khusus agar efek timbul yang dihasilkan bisa maksimal. Cat karet yang

dihasilkan oleh tinta sablon foaming akan timbul seperti foam.

Jenis sablon ini tersedia dalam dua jenis basis cairan, baik

berbasis air maupun berbasis minyak. Oleh karenanya, sablon timbul

bisa dikombinasikan dengan cat rubber dan juga plastisol. Akan tetapi

37

hasil akhirnya akan berbeda. Namun sayangnya kualitas sablon timbul

kurang mumpuni, apalagi setelah dicuci. Biasanya sablon timbul hanya

bisa bertahan paling banyak hingga delapan sampai sepuluh kali

cucian. Itulah mengapa sablon timbul kurang laku di pasaran.

i) Glitter

Glitter adalah pewarna yang terbuat dari micca yang digunakan

untuk menghasilkan efek kerlap kerlip pada lapisan terakhir sablon

kaos. Biasanya sablon glitter menggunakan bahan medium yang

dicampur dengan glitter itu sendiri. Hasil sablon dari glitter akan

tampak modern dan glamor karena unsur transparan yang dihasilkan.

Sablon glitter memiliki beragam jenis permukaan, dari mulai yang

berbentuk paling halus hingga yang berbentuk paling kasar.

j) Foil

Sesuai dengan namanya, Foil adalah teknik sablon manual

dengan menggunakan lapisan bahan kertas logam (seperti alumunium

foil). Jenis sablon ini memberikan efek mengkilat dan memantul pada

sablon. Dalam proses penyablonannya, sablon dengan metode foil

menggunakan lapisan kertas logam yang direkatkan dengan perekat

khusus. Bahan kertas untuk sablon foil pun hanya tersedia dalam

pilihan beberapa warna saja. Bahan ini juga hanya bisa diaplikasikan

pada desain kaos yang sederhana. Untuk satu pesanan hanya bisa

menggunakan satu warna. Dibandingkan dengan bahan sablon manual

38

lainnya, Foil lebih membutuhkan perhatian khusus dalam

perawatannya.

k) High Density

High density adalah jenis sablon kaos manual berbahan dasar

plastiol. Bedanya, dalam proses pembuatannya sablon high density

menggunakan keramik sebagai screen. Hal Ini berfungsi agar cat

plastisol menghasilkan efek sablon timbul yang tajam.

Ketinggian efek timbul dari sablon high density berkisar antara

sepuluh hingga tiga puluh milimeter.Cara pembuatan sablon high

density adalah dengan digesut atau disablon berulang-ulang hingga

mencapai efek timbul yang diinginkan. Selain menghasilkan efek

timbul transparan, tinta ini juga menghasilkan efek sablon yang

mengkilap dan terkesan basah. Namun sablon high density juga dibuat

dengan settingan agar terlihat doff.

l) Reflektif

Jenis sablon ini menggunakan cat khusus yang memiliki efek

menyala jika disinari cahaya atau lampu. Efek menyala ini akan

tertampak terlihat jelas jika disinari dari jarak kurang lebih tiga meter.

Jenis sablon reflektif biasanya menggunakan cat produksi pabrik 3M.

Namun sablon kaos dengan model ini jarang ditawarkan produsen

sablon kaos, mengingat bahan baku yang sulit ditemukan di toko

supplier peralatan sablon kaos.

39

D. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab

1. Konsep Tanggung Jawab

Secara teoritis, ada dua jenis pemaknaan terhadap tanggung jawab

yaitu tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab

moral atau etis dan tanggung jawab liability atau tanggung jawab yuridis

atau hukum.36

Konsep tanggung jawab dalam makna responsibility meliputi dua

hal yaitu :

a) Harus ada kesanggupan untuk menetapkan sesuatu perbuatan.

b) Harus ada kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan.

Jadi pada prinsipnya, tanggung jawab dalam arti responsibility lebih

menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib dilakukan secara

sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan konsekuensi apapun

dari perbuatan yang didasarkan pada atas moral tersebut. Sedangkan

tanggung jawab dalam makna liability, berarti bicara tanggung jawab

dalam konteks hukum, dan biasanya dijudulkan dalam bentuk tanggung

jawab keperdataan. 37

2. Tanggung Jawab dalam Hukum Perdata

Dalam hukum keperdataan prinsip-prisip tanggung jawab dapat

dibedakan sebagai berikut :38

36 Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, In-Trans Publishing,Malang: 2008, hlm. 2.37 Ibid, hlm. 2-438 Ibid, hlm. 4-8

40

a) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan

(liability based on fault)

Di Indonesia diberlakukan prinsip tanggung jawab berdasarkan

kesalahan adalah atas kesalahan ini dituangkan dalam pasal 1365

KUH Perdata. Meskipun pasal ini tidak menjelaskan perbuatan

melawan hukum (onrechtmatige daad), tetapi hanya

mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu suatu

perbuatan dapat dikuantifikasikan sebagai perbuatan melawan

hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum itu adalah

sebagi berikut :

1) Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.

2) Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya.

3) Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat

kesalahan tersebut.

b) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption of

Liability)

Menurut prinsip ini, tergugat dianggap bertanggung jawab atas

segala kerugian yang timbul, tetapi tergugat dapat membebaskan diri

dari tanggung jawabnya, apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya

tidak bersalah. Sebenarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan

praduga adalah prinsip tanggung jawab yang juga didasarkan atas

adanya kesalahan, tetapi dengan menekankan pada pembalikan beban

pembuktian.

41

c) Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict

Liability)

Pada prinsipnya, lahirnya tanggung jawab mutlak tidak terlepas

dari doktrin onrechtmatige daad sebagaimana dimaksud Pasal 1365

KUH Perdata yang mengedepankan adanya unsur kesalahan (fault).

Dalam arti kata harus ada ketentuan peraturan perundang-undangan

yang dilanggar. Pada fakta empiris, tidak semua unsur fault dapat

dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat dibuktikan sama sekali.

Untuk itu mengatasi keterbatasan fault based liabilty tersebut

dikembangkanlah cara pertanggung jawaban mutlak (strict Liability).

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe

penelitian hukum normatif atau penelitian perpustakaan, yaitu meneliti asas-

asas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan sistematika hukum dengan cara

meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Pada penelitian jenis

ini, seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan

perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai

kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang

dianggap pantas.

B. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Sumber data yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas.

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan yang

antara lain :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan

Indikasi Geografis.

c) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization

(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

43

d) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

e) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

f) Undang-Undang 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah.

g) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang

Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum berupa semua publikasi

tentang hukum, meliputi buku-buku, jurnal-jurnal hukum, artikel-artikel

hukum, internet, skripsi hukum. Sumber bahan sekunder merupakan

bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai sumber

hukum primer, dimana untuk memberikan penjelasan isu hukum yang

dihadapi.

C. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang (statute

approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.39

D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian

ini terdiri dari :

39 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: 2005, Pranamedia Group,hlm.133.

44

1. Bahan Hukum Primer

Untuk memperoleh bahan hukum primer yang dibutuhkan, dilakaukan

dengan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan judul penelitian ini.

2. Bahan Hukum Sekunder

Untuk memperoleh bahan hukum sekunder, dilakukan dengan mencari

bahan hukum seluas-luasnya yang terkait dengan judul penelitian ini di

internet hingga ditemukan beberapa jurnal maupun artikel-artikel hukum

yang dibutuhkan.

E. Analisis Hukum

Terhadap bahan hukum yang diperoleh, Penulis menganalisis secara

kualitatif yaitu hanya mengambil norma dan konsep yang ada kaitannya

dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Sehingga

diharapkan dapat menghasilkan suatu uraian yang deskriftif kualitatif, yaitu

dengan memberikan gambaran yang berkaitan dengan tanggung jawab

perdata pemberi jasa layanan sablon baju yang menggunakan merek

terdaftar tanpa izin.

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Sablon Baju Yang Menggunakan Merek

Terdaftar Tanpa Izin

Sablon baju merupakan salah satu teknik membuat gambar atau tulisan

dengan menggunakan alat tertentu untuk mencetak grafis dengan menggunakan

kain gasa pada suatu bidang sasaran cetak. Biasanya para pelaku usaha sablon

baju akan menerima pesanan untuk mencetak suatu desain pada baju kaos yang

sebelumnya masih polos. Terkait dengan bagaimana model desain yang dimaksud

akan diserahkan sepenuhnya pada pemesan untuk secara bebas menggunakan

desain apapun. Dalam menentukan desain, tidak sedikit konsumen yang memilih

untuk menggunakan suatu merek terdaftar untuk dijadikan objek dan pelaku usaha

sablon baju akan serta-merta menerima desain tersebut untuk dicetak pada media

berupa baju polos tanpa label ataupun merek apapun.

Sebagai imbas dari maraknya pelaku usaha sablon baju yang tidak

mensortir terlebih dahulu objek dari pesanan yang akan disablonnya maka lahirlah

beragam kaos yang diproduksi secara illegal dengan menggunakan merek

terdaftar sebagai desain baju. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya hubungan

hukum antara pelaku usaha sablon bersama dengan pemiik merek.

Kenyataan pelanggaran merek yang terjadi dalam praktek sablon baju

mendorong adanya campur tangan instrument hukum berupa kejelasan kaidah

hukum di bidang merek sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.

Salah satunya dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

46

Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang memberikan perlindungan hukum

melalui pemberian hak eksklusif sebagai hak atas pemilik merek seperti yang

terdapat pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

Tentang Merek dan Indikasi Geografis :

“Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negarakepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentudengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izinkepada pihak lain untuk menggunakannya.”

Berdasarkan bunyi Pasal di atas, ada beberapa ahli yang memberikan

penafsiran terkait dengan jenis pelanggaran merek, yaitu sebagai berikut :40

1. Praktik Peniruan Merek Dagang (Trademark piracy)

Berupaya mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal (well know

trade mark) yang sudah ada dengan maksud menimbulkan kesan kepada

khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya sama

dengan barang atau jasa yang terkenal.

2. Praktik Pemalsuan Merek Dagang (Counterfeiting)

Berupaya dengan cara memproduksi barang-barang dengan mempergunakan

merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat yang bukan

merupakan haknya.

3. Perbuatan-perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan Sifat

dan Asal Usul Merek (Imitations of labels and packaging).

Berupaya dengan cara mencantumkan keterangan tentang sifat dan asal-usul

barang yang tidak sebenarnya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan

40 Saidin, Op.Cit.hlm 357-358

47

barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah

penghasil barang yang bermutu.

Pendapat lain mengatakan bahwa ada dua macam pemeriksaan kasus

pelanggaran merek. Jika salah satu cara terpenuhi, maka penggugat akan menang.

Dalam hal ini penggugat harus membuktikan bahwa merek tergugat 41 :

1. Memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang dmiliki penggugat.

Cara membandingkan kedua merek yang memiliki persamaan pokoknya

dengan merek lain adalah dengan melihat persamaan dan perbedaannya,

memperhatikan ciri-ciri penting dan kesan kemiripan atau perbedaan yang

timbul. Jika merek-merek tersebut sama atau hampir sama artinya pelanggaran

merek telah terjadi.

2. Persamaan yang menyesatkan konsumen pada saat membeli produk atau jasa

tergugat.

Penjualan produk yang dapat menyesatkan/menyebabkan kebingungan bagi

konsumen sampai pada batas dimana mereka kemungkinan keliru membeli

produk tergugat, padahal mereka sebenarnya bermaksud membeli produk

penggugat.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, Penulis menyimpulkan bahwa pada

dasarnya dikatakan pelanggaran merek ketika ada pihak yang menggunkan

sebagian atau seluruhnya unsur merek pada satu objek yang sama sehingga hal ini

dapat menyesatkan konsumen.

41 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit. hlm. 147

48

Selanjutnya, jika hendak menghubungkan antara unsur tersebut dengan

apa yang telah dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju maka secara konseptual

mereka telah memenuhi hal tersebut dalam hal ketika mereka mencetak sebuah

unsur merek baju kaos terdaftar kedalam media serupa yaitu baju kaos polos

sehingga hal ini dapat menyebabkan orang akan menganggap bahwa baju tersebut

adalah baju asli sesuai dengan merek yang terpampang di baju tersebut. Hal lain

yang semakin mendukung bahwa desain baju tersebut dapat menyesatkan

konsumen adalah karena tersedianya berbagai jenis sablon yang akan membantu

para pelaku usaha sablon baju dapat lebih mudah dalam menyesuaikan jenis

sablon yang akan digunakan sesuai dengan apa yang digunakan pada baju versi

asli. Hal ini tentunya akan menyebabkan kebingungan bagi konsumen sampai

pada batas dimana mereka kemungkinan akan keliru membeli produk hasil sablon

biasa, padahal sebenarnya mereka bermaksud membeli produk asli milik pemilik

hak merek.

Berbicara tentang pelanggaran tidak akan lepas dengan pembahasan terkait

dengan tannggung jawab oleh pelanggarnhya. Tanggung jawab menurut kamus

umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.

Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala

sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab

Hukum adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang

49

disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat

sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya42.

Secara khusus dalam Undang-undang Merek tahun 2016 disebutkan

tentang bentuk upaya tanggung jawab terhadap pelanggar hak merek. Dalam Pasal

83 (1) dikatakan bahwa :

“Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merekterdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yangsecara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaanpada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasayang sejenis berupa:a. gugatan ganti dan/ataub. penghentian semua perbuatan yang berkaitan denganpenggunaan Merek tersebut.”

Pada pokoknya Pasal 83 (1) Undang-Undang Tentang Merek dan Indikasi

Geografis telah memberikan kesempatan kepada para pemegang Hak Merek untuk

mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang

berkaitan dengan penggunaan Merek terhadap pihak yang menggunakan Merek

yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang

dan/atau jasa yang sejenis.

Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa ganti rugi mateliil dan ganti rugi

immaterial. Ganti rugi materiil yaitu berupa kerugian yang nyata dapat dinilai

dengan uang. Misalnya akibat pemakaian merek oleh pihak yang tidak berhak

tersebut menyebabkan produk berangnya menjadi sedikit terjual oleh konsumen

membeli produk barang yang menggunakan merek palsu yang diproduksi oleh

42 Tanpa nama, Pengertian dan Tanggung JAwab Hukum Menurut Ahli,http://infodanpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-tanggung-jawab-hukum-menurut.html,diakses tanggal 29 Meret 2017.

50

pihak yang tidak berhak tersebut. Jadi, secara kuantitas barang-barang dengan

merek yang sama menjadi banyak beredar dipasaran.43

Sedangkan ganti rugi immaterial yaitu berupa tuntutan ganti rugi yang

disebabkan oleh pemakaian merek dengan tanpa hak sehingga pihak yang berhak

menderita kerugian secara moril. Misalnya pihak yang tidak berhak atas merek

tersebut memproduksi barang dengan kualitas (mutu) yang rendah,untuk

kemudian berakibat kepada konsumen sehingga ia tidak akan lagi mengkonsumsi

produk yang dikeluarkan oleh pemilik merek yang bersangkutan44.

Pengertian tanggung jawab hukum menurut hukum perdata berupa

tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan

melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan

perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan

yang bertentangan dengan undang undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan

tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan

ketentuan-ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan

dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan

ganti rugi kepada pihak yang dirugikan45.

Adapun bentuk tanggung jawab ini dapat didapatkan oleh pemilik hak

merek dengan menempuh langkah-langkah hukum melalui Pengadilan Niaga

sesuai dengan ketentuan Pasal 83 (3) Undang-undang Merek. Namun sebelum

menempuh jalur litigasi, Undang-undang Merek juga telah memberikan alternatif

43 Ok.Saidin, Op.Cit, hlm. 507-508.44 Ibid.45 Ibid.

51

lain melalui Pasal 93 berupa arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa

lainnya yang dikehendaki oleh pemilik hak merek.

Dahulu pengertian melawan hukum menganut faham yang sempit, hal ini

dapat diketahui dari putusan Mahkamah Agung Belanda (hoge raad) sebelum

tahun 1919 yang merumuskan perbuatan melawan hukum itu sebagai :

“suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orangberbuat bertentangan dengan kewajiban hukummya sendiri.”

Dalam rumusan ini harus diperhatikan hak dan kewajiban hukum

berdasarkan undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang

lain atau bertentangan dengan kewajiban hukummnya sendiri yang diberikan oleh

undang-undang, dengan demikian melaranggar hukum sama dengan melanggar

undang-undang (onwet matig ). Dengan tafsiran sempit itu banyak kepentingan

orang dirugikan tetapi tidak dapat menuntut apa-apa46.

Berdasarkan Arrest tahun 1919 Mahkamah Agung telah berpandangan

luas terhadap rumusan perbuatan melawan hukum, tidak hanya perbuatan yang

melanggar kaedah-kaedah hukum tertulis, yaitu perbuatan yang bertentangan

dengan kewajiban hukum si pelaku dan melanggar hak subjektif orang lain, tetapi

juga perbuatan yang melanggar kaedah hukum yang tidak tertulis. Seperti, kaedah

yang mengatur tata kesusilaan,kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang

seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan hidup dalam masyarakat atau

terhadap harta benda warga masyarakat47.

46 Ramon Wahyudi, Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Transaksi Lindung Nilai, TesisUI 2013, hlm. 27.47 Ibid.

52

Secara teoritis, ada dua jenis pemaknaan terhadap tanggung jawab yaitu

tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab moral atau etis

dan tanggung jawab liability atau tanggung jawab yuridis atau hukum48.Dalam

hukum keperdataan prinsip-prisip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai

berikut :49

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan (liability

based on fault)

Di Indonesia diberlakukan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan

adalah atas kesalahan ini dituangkan dalam pasal 1365 KUH Perdata.

Meskipun pasal ini tidak menjelaskan perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad), tetapi hanya mengemukakan unsur-unsur yang harus

dipenuhi agar suatu suatu perbuatan dapat dikuantifikasikan sebagai perbuatan

melawan hukum. Adapun unsur-unsur perbuatan melawan hukum itu adalah

sebagi berikut :

a. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.

b. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya.

c. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan

tersebut.

2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption of Liability)

Menurut prinsip ini, tergugat dianggap bertanggung jawab atas segala

kerugian yang timbul, tetapi tergugat dapat membebaskan diri dari tanggung

jawabnya, apabila ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

48 Isa Wahyudi, Busyra Azheri, Op.Cit.49 Ibid, hlm. 4-8

53

Sebenarnya prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga adalah prinsip

tanggung jawab yang juga didasarkan atas adanya kesalahan, tetapi dengan

menekankan pada pembalikan beban pembuktian.

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability atau Strict Liability)

Pada prinsipnya, lahirnya tanggung jawab mutlak tidak terlepas dari doktrin

onrechtmatige daad sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata yang

mengedepankan adanya unsur kesalahan (fault). Dalam arti kata harus ada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilanggar. Pada fakta empiris,

tidak semua unsur fault dapat dibuktikan, bahkan ada yang tidak dapat

dibuktikan sama sekali. Untuk itu mengatasi keterbatasan fault based liabilty

tersebut dikembangkanlah cara pertanggung jawaban mutlak (strict Liability).

Terhadap dugaan kasus pelanggaran merek yang dilakukan oleh pelaku

usaha sablon baju, maka akan cenderung menggunakan prinsip tanggung jawab

berdasarkan adanya unsur kesalahan (liability based on fault) sebagai bentuk

tanggung jawab yang banyak digunakan di Indonesia. Prinsip tanggung jawab

berdasarkan kesalahan berpatokan berdasarkan kesalahan yang dituangkan dalam

pasal 1365 KUH Perdata :

“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkankerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannyamenyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”

Meskipun pasal ini tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan

perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), tetapi pasal ini telah

mengemukakan unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu suatu perbuatan dapat

54

dikuantifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Adapun unsur-unsur

perbuatan melawan hukum itu adalah sebagai berikut :

1. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat.

2. Perbuatan itu dapat dipersalahkan kepadanya.

3. Adanya kerugian yang diderita penggugat sebagai akibat kesalahan tersebut.

Jika dihubungkan kembali dengan pelanggaran hak merek yang dilakukan

oleh pelaku usaha sablon baju maka ketiga unsur yang dimaksud sudah terpenuhi,

yaitu pada unsur pertama tentang adanya perbuatan melawan hukum telah

terjawab melalui uraian sebelumnya terkait pemenuhan unsur pelanggaran merek

menurut para ahli dan juga dalam Pasal 83 (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 Undang-

Undang yang sama dikatakan bahwa pihak lain yang secara tanpa hak

menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dapat digugat oleh

pemegang hak merek.

Tidak hanya itu, salah satu jenis perbuatan melawan hukum menurut

Munir Fuady adalah perbuatan melawan hukum berupa perbuatan persaingan

tidak sehat dalam berbisnis50. Perbuatan melawan hukum yang berhubungan

dengan bisnis dan ekonomi, termasuk perbuatan persaingan tidak sehat dalam

berbisnis atau dapat juga dalam berbagai bentuk lain sehingga pihak tersaing

50 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung:2003, Citra Aditya Bakti, hlm. 64.

55

merasa dirugikan. Misalnya dilakukan dalam bentuk mencuri rahasia dagang,

melakukan kartel, dan lain-lain51.

Pendapat diatas juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 huruf f Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat :

“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usahadalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barangdan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawanhukum atau menghambat persaingan usaha.”

Tidak ada kesatuan pendapat di antara ahli hukum kartel mengenai

definisi persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, di dalam UU Antimonopoli

ditetapkan definisi persaingan usaha tidak sehat. Definisi tersebut terlalu sempit,

karena hanya menjangkau persaingan usaha antara pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa tertentu

yang dilakukan secara tidak jujur atau melawan hukum saja52.

Secara sederhana, persaingan usaha tidak sehat terjadi pada pasar yang

bersangkutan, apabila tindakan pelaku usaha tertentu menghambat terwujudnya

persaingan usaha yang sehat. Jadi pasar menjadi terdistorsi, baik itu dalam proses

produksi atau pemasaran barang, maupun hambatan pasar bagi pelaku usaha lain.

Tindakan pelaku usaha yang mendistorsi pasar akibatnya nyata langsung

dirasakan oleh pesaingnya maupun pendatang baru53.

51 Ibid.52 M. Udin Silalahi, Monopoli dan Perbuatan Curang,http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-dan-perbuatan-curang, 18 Juli 203,diakses tanggal 29 Maret 2017.53 Ibid.

56

Berkaitan dengan apa yang kerap dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju

dalam mencetak suatu merek yang terdaftar atas nama pelaku usaha lain sebagai

objek sablonan, maka hal ini bisa saja menjadi salah satu wujud persaingan tidak

sehat mengingat karena kegiatan produksi yang dilakukannya berpotensi

merugikan pemilik merek. Dimana semakin banyak baju yang diproduksi dengan

menggunakan merek milik pelaku usaha lain, maka akibat nyata yang diterima

oleh pelaku usaha lain sebagai pemilik hak merek adalah menurunnya pasar dari

baju yang diproduksi secara legal.

Unsur selanjutnya adalah, dapat dipersalahkan kepadanya dan sudah

merupakan tafsiran umum dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut

dianggap ada jika memenuhi salah satu diantara 3 (tiga) syarat berikut54 :

1. Ada unsur kesengajaan, atau

2. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan

3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgroud),

seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain.

Suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja jika terdapat “maksud” (intent)

dari pihak pelakunya. Adakalanya seorang pelaku perbuatan melawan hukum

melakukan sesuatu perbuatan tanpa maksud untuk merugikan pihak korban, tetapi

akibatnya korban benar-benar dirugikan, dan pelaku tahu pasti atau patut sekali

menduga bahwa akibat tersebut akan terjadi karena perbuatannya itu55. Hal ini

sejalan dengan apa yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju dimana

pihaknya dianggap telah tanpa maksud untuk merugikan pihak lain mengingat

54 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 45.55 Ibid, hlm. 49-50.

57

karena desain telah disediakan oleh pengguna jasa sablonnya, akan tetapi sangat

patut diduga pelaku usaha sablon baju ini mengetahui bahwa ada beberapa desain

yang merupakan bagian dari merek yang seharusnya tidak ia gunakan secara

bebas. Pertimbangan tersebutlah yang menjadi alasan Penulis untuk

menyimpulkan bahwa dalam hal ini pelaku usaha sablon baju telah memenuhi

unsur kesengajaan.

Untuk dapat membuktikan sepenuhnya bahwa kesalahan yang dilakukan

oleh pelaku usaha sablon baju ini dapat dipersalahkan kepadanya, maka unsur

tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgroud),

seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain haruslah turut

dibuktikan. Hal ini dapat diuji dengan melihat intensitas dari pelanggaran merek

yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju. Apabila telah dilakukan berulang-

ulang maka sangat patut diduga bahwa tidak ada lagi alasan berdasarkan unsur

alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat digunakan membela diri.

Berdarkan alasan-alasan diatas, maka tepatlah jika penulis mengasumsikan

bahwa benar dalam melakukan kegiatan usahanya pelaku usaha sablon baju dapat

berpotensi untuk melakukan kesalahan-kesalahan yang dapat dipersalahkan

kepadanya.

Terakhir, untuk dapat memastikan bahwa benar apa yang dilakuan oleh

pelaku usaha adalah suatu bentuk perbuatan melawan hukum disyaratkan agar ada

kerugian yang diderita oleh pemegang hak merek baik itu kerugian meteriil

maupun kerugian immateriil. Sejak awal telah Penulis paparkan bahwa adanya

pelanggaran terhadap hak merek ini telah memberikan kerugian materiil dan

58

kerugian immateriil kepada pemegang hak merek. Kerugian materil meliputi

pemasukan, penurunan harga pasar, dan omzet penjualan bagi pemilik merek

sebenarnya karena sebagian konsumen akan beralih untuk menggunakan produk

baju imitasi yang didesain dengan menggunakan suatu merek melalui teknik

sablon. Sedangkan kerugian immaterial meliputi kualitas yang berimbas ke nama

baik pemilik merek terdaftar, kualitas tersebut merupakan jaminan nilai produksi

merek.

Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, maka Penulis menyimpulkan

bahwa terbukti seorang pelaku usaha sablon baju yang menggunakan suatu merek

terdaftar tanpa izin sebagai objek dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan

melawan hukum dan dapat dimintai pertanggung jawaban sesuai dengan

ketentuan pasal 1365 KUH Perdata.

Akibat dari adanya perbuatan melawan hukum adalah timbulnya kerugian

bagi korban. Kerugian tersebut harus diganti oleh orang-orang yang dibebankan

oleh hukum untuk mengganti kerugian tersebut. Bentuk ganti rugi terhadap

perbuatan melawan hukum yang dikenal oleh hukum adalah sebagai berikut56 :

1. Ganti rugi nominal

Jika adanya perbuatan melawan hukum yang serius, seperti perbuatan yang

mengandung unsur kesengajaan, tetapi tidak menimbulkan kerugian yang

nyata bagi korban.

2. Ganti Rugi Kompensasi

56 Ibid, hlm. 134-135.

59

Merupakan ganti rugi berupa pembayaran kepada korban atas dan sebesar

kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu

perbuatan melawan hukum. Karena itu, ganti rugi seperti ini disebut juga

dengan ganti rugi aktual.

3. Ganti Rugi Penghukuman

Merupakan suatu ganti rugi dengan jumlah yang melebihi dari jumlah

kerugian yang sebenarnya. Ganti rugi penghukkuman ini layak diterapkan

terhadap kasus-kasus kesengajaan yang berat atau sadis yang dilakukan tanpa

prikemanusiaan.

Terhadap apa yang dilakukan oleh pelaku usaha sablon baju yang

terkategori sebagai salah satu jenis perbuatan melawan hukum yang dilakukan

dengan kesengajaan dan dapat menimbulkan kerugian yang nyata bagi korban

maka akan dimintai pertanggung jawaban berupa ganti rugi dalam bentuk ganti

rugi kompensasi yang berupa pembayaran kepada korban atas dan sebesar

kerugian yang benar-benar telah dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan

melawan hukum.

Dilansir oleh salah satu situs yang secara khusus membahas terkait dengan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), modal yang dibutuhkan untuk

membuka usaha sablon baju hanyalah berkisar Rp. 9.000.000,00- Rp.

15.000.000,00 dengan keuntungan bersih bisa mencapai Rp. 1.500.000,00- Rp.

5.000.000,00 setiap bulannya57. Usaha sablon baju ini dikelola oleh seorang

57 Redaksi Bisnis UMKM, Usaha Sablon Kaos, http://bisnisumkm.com/usaha-sablon-kaos/.html//07 Mei 2016, diakses tanggal 23 Maret 2017.

60

pemilik dengan dibantu oleh beberapa pekerja yang biasanya tidak lebih dari 3

orang pekerja58.

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen

dikatakan bahwa :

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukumyang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalamwilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupunbersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatanusaha dalam berbagai bidang ekonomi.”

Dengan melihat karesteristik lain sebagaimana yang telah dipaparkan

sebelumnya maka usaha sablon baju masuk kedalam kategori usaha mikro. Hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 6 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008

Tentang UMKM :

“Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; ataub.memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tigaratus juta rupiah)”

Sejalan dengan isi Pasal di atas, sebelumnya pada tahun 2003 Menteri

Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang

Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah yang juga memberikan informasi tentang

pengertian usaha mikro tepatnya dalam ketentuan Pasal 3 (2) huruf a. Dalam

keputusan ini dikatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga

atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hasil penjualan paling

banyak seratus juta rupiah per tahun.

58 Ibid.

61

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam aturan-aturan di atas, maka

Penulis menyimpulkan bahwa sesuai dengan kriterianya pemilik usaha sablon

baju terkategori sebagai salah satu pelaku usaha perseorangan yang berbentuk

mikro.

Dan mengingat karena pelaku usaha sabon baju adalah salah satu pelaku

usaha perseorangan, dimana modal dalam usahanya berasal dari seseorang yang

merupakan pemilik perusahaan sekaligus pengelola, pengusaha dan pemimpin

perusahaan. Perusahaan perorangan tidak memerlukan anggaran dasar untuk

membiayai dan mengembangkan usahanya, yang bersangkutan dapat

menggunakan modal pinjaman. Perusahaan perorangan tidak mengenal adanya

pemisahan antara kekayaan perusahaan dan kekayaan pribadi. Segala harta

kekayaan pemilik menjadi jaminan semua utang-utang perusahaan atau dengan

kata lain pengusaha tersebut memiliki tanggung jawab tidak terbatas59.

59 Akifa P. Nayla, Komplet Akuntansi Untuk UKM dan Waralaba, Jakarta : 2014, Laksana,hlm.107.

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka Penulis menyimpulkan bahwa

sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 83 (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun

2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis vide Pasal 1 angka 5 pada

Undang-Undang yang sama maka bentuk tanggung jawab yang harus diterima

oleh pelaku usaha sablon baju yang mengguna kan merek terdaftar tanpa izin

adalah ganti kerugian dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan

dengan penggunaan merek. Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1365

KUH Perdata yang memberikan kewajiban penggantian kerugian terhadap

pelaku perbuatan melawan hukum. Penggantian kerugian dapat berupa

penggantian kerugian materiil dan immaterial. Sebagai pelaku usaha

perseorangan, bentuk tanggung jawab untuk membayar ganti kerugian akibat

sengketa merek yang digunakan adalah harta perusahaan atau dapat juga

menggunakan harta milik pribadi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka Penulis memberikan saran kepada

pelaku usaha sablon baju untuk kedepannya lebih selektif dalam menerima

desain yang dibuat oleh konsumennya. Selain itu diharapkan pula kepada

pihak-pihak yang turut bertanggung jawab terhadap peningkatan

efektivitas Undang-ndang Merek agar lebih produktif dalam memberikan

pengetahuan kepada masyarakat khususnya para pelaku usaha sablon baju

63

tentang jenis pelanggran Merek yang kemungkinan dapat dilakukan oleh

mereka.

64

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Azyhadie, Zaeni.2014. “Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,Edisi Revisi”.Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ediningtyas, Sekar Hayu.2015. “Perlindungan Hukum Terhadap PemalsuanMerek Dagang Terkenal Asing Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Di Pasar JoharSemarang), Skripsi. Semarang..

Elsi, Kartika dan Simanunsong, Advendi. 2008. “Hukum dalamEkonomi”.Jakarta: Grasindo.

Fuady,Munir. 2003. “Perbuatan Melawan Hukum”. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Imaniyati, Neni Sri. 2002. “ Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam”.Bandung:Mandar Maju.

Lindsey, Tim.2011. “ Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar”. Bandung:Alumni.

Maulana, Insan Budi. 2000. “ Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual (II)”.Jakarta. Pustaka Pelajar Offset.

Marzuki, Peter Mahmud.2005. “Penelitian Hukum Edisi Revisi”. Jakarta. PrenadaMediaGrup.

Nayla, Akifa. 2014. “Komplet Akuntansi untu UKM dan Waralaba”. Jakarta.Laksana.

Noerhadi, Cita Citrawinda.2012. “ Diskusi Publik Naskah Akdemik RUU TentangMerek”, disampaikan pada Seminar oleh Badan Pembinaan HukumNasional. Jakarta, 4 Oktober 2012.

Saidin, OK.2013. “ Aspek Hukum Kekayaan Intelektual”.Jakarta: RajaGrafindoPersada.

Saliman, Abdul.2015. “ Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Teori dan ContohKasus, Edisi Kelima”. Jakarta: Prenadamedia Group.

Sutedi, Adrian. 2009. “ Hak Atas Kekayaan Intelektual”. Jakarta: Sinar Grafika.

Wahyudi,Isa dan Azheri,Bursya.2008. “ Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”.Malang: In-Trans Publishing.

65

Wahyudi, Ramon. 2013. “Perbuatan Melawan Hukum dalam PerjanjianTransaksi Lindung Nilai”, Tesis.

Sumber Perundang-Undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)[Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23].

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang PengesahanAgreement Establishing The World Trade Organization (PersetujuanPembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3564).

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252).

Undang-Undang 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93).

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42).

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli danPraktek Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 33).

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan UsahaKecil dan Menengah.

Sumber Lainnya

Andasialagan. “Hak atas Kekayaan Intelektual”.http://andasialagan.com/2014/04/15/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/,15 April 2014, diakses pada tanggal 12 Januari 2017.

Fiki Ariyanti , “Liputan 6 Explore “Ini Dia 7 Produk yang Paling BanyakDipaluskan” http://m.liputan6.com/21810=45/read/bisnis/ ini-dia-7-produk-yang-paling-banyak-dipalsukan, 25 Februari 2015, diakses padatanggal 20 Februari 2016.

KonveksianSemarang. “Pengertian dan Teknik Dalam Proses Sablon Baju”.http:// konveksiansemarang.com/2015/05/19/pengertian-dan-teknik-dalam-proses-sablon-baju, 19 Mei 2015, diakses pada tanggal 15 Januari 2017.

66

M. Udin Silalahi, Monopoli dan Perbuatan Curang,http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol8378/monopoli-danperbuatan-curang, 18 Juli 203, diakses tanggal 29 Maret 2017.

Roma Doni, “Cermat Membedakan Kaos ORI dan KW”,http://blog.kaos101.com/2013/09/cermat-membedakan-kaos-ori-dankw.html, 10 September 2013, diakses pada tanggal 7 Maret 2017.

Wikipedia. “Merek”, http://id.wikipedia.org/wiki/Merek, 7 Oktober 2016,diakses pada tanggal 12 Januari 2017.