Tangani Disclaimer

16
M ENTERI Pendidikan Na- sional Muhammad Nuh sedang masqul berat. Pangkal persoalannya menyangkut hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010. Kementerian yang dipimpinnya mendapat opini disclaim- er atau tidak memberikan pendapat. Menurut data yang dirilis BPK, ada em- pat penyebab kementerian ini mem- peroleh opini disclaimer yaitu penya- jian laporan keuangan yang tidak sesuai standar akuntansi pemerintah, data yang disampaikan tidak lengkap dan akurat, adanya ketidaksesuaian dengan peraturan perundangan, dan pengen- dalian internal yang lemah. Tak hanya itu saja. Hasil pemeriksaan BPK juga menemu- kan adanya keboco- ran anggaran. Ang- gota BPK Rizal Djalil dalam keterangan persnya mengung- kapkan total temuan tidak wajar di Kemen- terian Pendidikan Nasional mencapai Rp763 miliar. Jumlah itu terkait dengan dana tidak disalurkan dan tidak disetor ke kas negara. Seperti bantuan sosial (ban- sos) tidak tersalurkan dan belum disetor ke kas negara sebesar Rp69,3 miliar. Selain itu, BPK juga mene- mukan adanya tun- jangan profesi dan tagihan beasiswa selama 2010 kurang dibayar sebesar Rp61,9 miliar. Temuan lain, lanjut Rizal Djalil, yakni pembayaran ganda honorarium dan perjalanan dinas sebesar Rp4,7 miliar dan pengadaan barang atau jasa tidak selesai dilaksanakan seniai Rp55 miliar. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tidak disetor ke kas negara Rp25,8 miliar dan aset tetap tidak masuk inven- tarisasi dan reevaluasi Rp287 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan adanya rekening liar milik kementerian ini sebanyak 43 rekening dengan saldo per 31 Desember 2010 sebesar Rp26 miliar. Rekening tak berizin tersebut berasal dari tujuh perguruan tinggi Mendiknas Serius Tangani Disclaimer BPK menemukan sejumlah kebocoran anggaran di Kemendiknas senilai Rp763 miliar. Menteri Pendidikan Muhammad Nuh berjanji akan menindaklanjuti temuan tersebut. Apa saja penyebabnya? dan instansi pemerintah di lingkungan Kemendiknas. Untuk perguruan tinggi seperti di Politeknik Negeri Semarang ditemukan sebanyak dua rekening senilai Rp146,24 juta, Universitas Lam- pung satu rekening sebesar Rp8,34 juta, Politeknik Negeri Jakarta empat reke- ning senilai Rp1,32 miliar. Juga ada di Universitas Negeri Semarang tiga rekening senilai Rp18,38 miliar, Politeknik Negeri Ujung Pandang lima rekening senilai Rp232,36 juta, Politeknik Negeri Lampung dua reke- ning Rp104,49 juta. Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel empat rekening senilai Rp3,95 miliar, dan Universitas Hasanu- ddin 22 rekening senilai Rp2,29 miliar. Adapun, pada instansi pemerintah di lingkungan Kemendiknas, BPK me- nemukan empat rekening liar milik Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Se- latan. Saldo rekening liar tersebut men- capai Rp3,95 miliar. Sebenarnya, papar Rizal, permasala- han yang ditemukan BPK kali ini bukan- lah barang yang baru. Sebelumnya BPK juga telah berulang kali menemukan hal serupa. Seperti perjalanan dinas berindikasi fiktif dan tidak diyakini ke- benarannya. Namun, sayangnya hasil audit BPK tidak pernah ditindaklanjuti. Con- tohnya soal rekening liar di Kemendik- nas. Sampai kini, rekening itu tidak jelas pertanggungjawabannya. Untuk itu, dia mengharapkan Muhammad Nuh memperbaiki dan memberikan perha- tian yang serius atas temuan BPK itu. Kementerian ini seharusnya bisa meng- optimalkan sumber daya yang dimiliki sehingga hasil audit tidak disclaimer. Apalagi anggaran di Kemendiknas itu paling besar dibandingkan dengan ke- menterian lainnya. Berjanji Menindaklanjuti Mendapat rapot merah itu, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh berjanji menindaklanjuti temuan itu. Bahkan, dia telah membentuk satuan tugas yang diketuai Inspektorat Jende- ral Kemendiknas Wukir Ragil. Tugasnya memberikan jawaban terhadap reko- mendasi temuan BPK dan menindak- Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional foto: prasetya online 16 Warta BPK AGUSTUS 2011 LAPORAN KHUSUS

Transcript of Tangani Disclaimer

Menteri Pendidikan na­sional Muhammad nuh sedang masqul berat. Pangkal persoalannya

menyangkut hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2010. Kementerian yang dipimpinnya mendapat opini disclaim-er atau tidak memberikan pendapat. Menurut data yang dirilis BPK, ada em­pat penyebab kementerian ini mem­peroleh opini disclaimer yaitu penya­jian laporan keuangan yang tidak sesuai standar akuntansi pemerintah, data yang disampaikan tidak lengkap dan akurat, adanya ketidaksesuaian dengan peraturan perundangan, dan pengen­dalian internal yang lemah.

tak hanya itu saja. Hasil pemeriksaan BPK juga menemu­kan adanya keboco­ran anggaran. Ang­gota BPK rizal Djalil dalam keterangan persnya mengung­kapkan total temuan tidak wajar di Kemen­terian Pendidikan nasional mencapai rp763 miliar. Jumlah itu terkait dengan dana tidak disalurkan dan tidak disetor ke kas negara. Seperti bantuan sosial (ban­sos) tidak tersalurkan dan belum disetor ke kas negara sebesar rp69,3 miliar. Selain itu, BPK juga mene­mukan adanya tun­jangan profesi dan

tagihan beasiswa selama 2010 kurang dibayar sebesar rp61,9 miliar.

temuan lain, lanjut rizal Djalil, yakni pembayaran ganda honorarium dan perjalanan dinas sebesar rp4,7 miliar dan pengadaan barang atau jasa tidak selesai dilaksanakan seniai rp55 miliar. Penerimaan negara Bukan Pajak (PnBP) yang tidak disetor ke kas negara rp25,8 miliar dan aset tetap tidak masuk inven­tarisasi dan reevaluasi rp287 miliar.

Selain itu, BPK juga menemukan ada nya rekening liar milik kemen terian ini sebanyak 43 rekening dengan saldo per 31 Desember 2010 sebesar rp26 miliar. rekening tak berizin tersebut berasal dari tujuh perguruan tinggi

Mendiknas Serius Tangani DisclaimerBPK menemukan sejumlah kebocoran anggaran di Kemendiknas senilai Rp763 miliar. Menteri Pendidikan Muhammad Nuh berjanji akan menindaklanjuti temuan tersebut. Apa saja penyebabnya?

dan instansi pemerintah di lingkungan Kemendiknas. Untuk perguruan tinggi seperti di Politeknik negeri Semarang ditemukan sebanyak dua rekening senilai rp146,24 juta, Universitas Lam­pung satu rekening sebesar rp8,34 juta, Politeknik negeri Jakarta empat reke­ning senilai rp1,32 miliar.

Juga ada di Universitas negeri Semarang tiga rekening senilai rp18,38 miliar, Politeknik negeri Ujung Pandang lima rekening senilai rp232,36 juta, Politeknik negeri Lampung dua reke­ning rp104,49 juta. Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel empat rekening senilai rp3,95 miliar, dan Universitas Hasanu­ddin 22 rekening senilai rp2,29 miliar.

Adapun, pada instansi pemerintah di lingkungan Kemendiknas, BPK me­nemukan empat rekening liar milik Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Se­latan. Saldo rekening liar tersebut men­capai rp3,95 miliar.

Sebenarnya, papar rizal, permasala­han yang ditemukan BPK kali ini bukan­lah barang yang baru. Sebelumnya BPK juga telah berulang kali menemukan hal serupa. Seperti perjalanan dinas berindikasi fiktif dan tidak diyakini ke­benarannya.

namun, sayangnya hasil audit BPK tidak pernah ditindaklanjuti. Con­tohnya soal rekening liar di Kemendik­nas. Sampai kini, rekening itu tidak jelas pertanggungjawabannya. Untuk itu, dia mengharapkan Muhammad nuh memperbaiki dan memberikan perha­tian yang serius atas temuan BPK itu. Kementerian ini seharusnya bisa meng­optimalkan sumber daya yang dimiliki sehingga hasil audit tidak disclaimer. Apalagi anggaran di Kemendiknas itu paling besar dibandingkan dengan ke­menterian lainnya.

Berjanji MenindaklanjutiMendapat rapot merah itu, Menteri

Pendidikan nasional Muhammad nuh berjanji menindaklanjuti temuan itu. Bahkan, dia telah membentuk satuan tugas yang diketuai inspektorat Jende­ral Kemendiknas Wukir ragil. tugasnya memberikan jawaban terhadap reko­mendasi temuan BPK dan menindak­

Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional

foto: prasetya online

16 Warta BPKAGUSTUS 2011

LAPOrAn KHUSUS

lanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kemen­terian Pendidikan nasional (LK­Kemen­diknas) 2010.

tak hanya itu, Mendiknas juga me­minta Satuan tugas itu untuk membuat rancangan penyelesaian atas temuan BPK tersebut. Bahkan, nuh meminta in­spektur Jenderal untuk menyelesaikan tugasnya selama 2 bulan. tugas lain yang diberikan kepada mantan rektor Universitas Andalas ini adalah melaku­kan review (memeriksa) seluruh kegi a­tan pengadaan di lingkup Kemendik­nas yang dilakukan sejak 2005. Dalam melakukan tugas pengawasan di dae­rah, itjen Kemendiknas akan bersinergi dengan inspektorat daerah dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangu­nan (BPKP).

Alhasil, di depan rapat kerja de­ngan DPr beberap waktu lalu, Mendik­nas mengaku telah menjawab temuan BPK meski belum sepenuhnya. Dalam temuan SPi misalnya ada 22 rekomen­dasi BPK dan sebanyak 11 rekomendasi atau 50% telah dipenuhi Kemendik­nas. Seperti aplikasi laporan keuangan, BMn, PnBP, persediaan dan kesalahan akun, retur, bansos, rekening dan peng­adaan barang/jasa. Adapun, rekomen­dasi kepatuhan sebanyak 48 butir telah ditindaklanjuti sebanyak 14 butir atau 29,16% yang mencakup PnBP, pelapo­ran hibah, kelebihan membayar, surat pertanggungjawaban keuangan, keti­daksesuaian spesifikasi dengan kontral, penyesuaian denda, kecermatan kon­trak, penyelesaian denda, kekurangan membayar tunjangan profesi, penyal­uran Bansos, pembelian tanah sekolah di Kinabalu, Malaysia, pemanfaatn BM. 

  Sementara untuk LK sebanyak 50 butir telah ditindaklanjuti 38 butir atau 76% yang meliputi penggunaan ang­garan, realisasi pengadaan alat, kekura­ngan dan ketidaksesuaian pekerjaan, proses prakualifikasi dan pelelangan pe­kerjaan, kelebihan pembayaran atas pe­rubahan material, denda keterlambatan.

Adapun rincian anggaran yang telah ditindaklanjuti antara lain dalam temuan SPi sebesar rp213,9 miliar telah dipenuhi rp202,8 miliar. Kepatuhan dari

rp1.845 triliun yang telah ditindaklanju­ti sebesar rp103, miliar dan LK BA 999.06 sebesar rp246 miliar yang telah ditinda­klanjuti rp133 miliar.

Meski begitu, sejumlah kalangan juga meminta agar Mendiknas untuk lebih terbuka dalam pengelolaan ang­garan. Anggota Komisi X DPr Hetifah Sjaifudian misalnya meminta Muham­mad nuh untuk segera menindaklanjuti opini disclaimer dari BPK. Untuk itu, dia mengharapkan Kemendiknas terbuka dan menaruh perhatian serius temuan BPK tersebut. Sebab, lanjut Hetifah, se­bagai salah satu penerima anggaran terbesar yaitu rp51,8 triliun, disclaimer merupakan permasalahan serius dalam tata kelola keuangan.

Menurut dia, Kemendiknas ha­rus mengambil tindakan secepatnya melakukan perbaikan. Dia mengung­kapkan untuk lolos dari disclaimer Ke­mendiknas harus mematuhi penyu­sunan laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi pemerintah, mem­berlakukan sistem pengendalian inter­nal sesuai perundang­undangan yang berlaku, dan kecukupan kelengkapan.

Sementara Anggota Komisi X DPr dari PKS rohmani mengaku kecewa atas predikat disclaimer yang diperoleh Kemendiknas. Menurut dia, Kemendik­nas merupakan kementerian vital di

mana masa depan pendidikan bangsa bergantung. Status disclaimer Kemen­diknas menunjukkan ada persoalan di tubuh kementerian tersebut. Padahal, Kemendiknas memiliki porsi anggaran besar dalam APBn 2010. Untuk itu dia mengharapkan Mendiknas menang­gapi persoalan itu mengingat status dis-claimer bukan persoalan biasa.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik indonesia Corruption Watch (iCW) Febri Hendri menilai hasil audit disclaimer merupakan indikator kemerosotan akuntabilitas. Selain itu, Kemendiknas juga dianggap belum ter­buka dalam penggunaan dana APBn. Untuk itu, dia berharap Kemendiknas lebih terbuka. Pasalnya, Kemendiknas merupakan salah satu kementerian yang bersinggungan langsung dengan kepentingan publik.

Febri menilai selama ini pengawasan internal di Kemendiknas belum optimal. Saat mendapat status WDP tahun lalu saja, masih memunculkan indikasi keru­gian negara. Dia berharap jika benar­benar muncul dugaan penyelewengan dalam penggunaan anggaran keua­ngan, BPK segera melakukan audit in­vestigatif. Dengan cara itu, diharapkan laporan keuangan di instansi berlabel tut wuri Handayani itu bisa lebih baik.

bw

foto: istimew

a

Suasana ruang sekolah

17Warta BPK AGUSTUS 2011

18 Warta BPKAGUSTUS 2011

LAPOrAn KHUSUS

LaHirnya paket UU Keuangan negara memberi arti tersendiri bagi BPK. Setidaknya lembaga pemeriksa keua­ngan negara ini kini memiliki kekuasaan yang besar yang diamanatkan rakyat melalui konstitusi.

Untuk itulah integritas BPK merupakan senjata ampuh yang harus dijaga. tujuannya, agar lembaga ini disegani banyak kalangan. tentu saja tuntutan pembenahan internal

juga perlu mendapat perhatian serius. Salah satunya me­nyangkut peningkatan kapasitas auditor dalam melakukan pemeriksaan.

Dalam pandangan anggota BPK ri, rizal Djalil, BPK ke depan sangat tergantung apa yang dilakukan sekarang. Bagaimana pandangannya terhadap BPK ke depan? Juga ter-hadap perolehan disclaimer dua kementerian? Berikut petikan wawancara Warta BPK di kantornya, belum lama ini.

Bapak mempunyai peran penting dalam pembahasan UU Keuangan negara. apa latar belakang lahirnya UU itu?

Saat itu, UU Keuangan negara me­mang menjadi agenda besar DPr peri­ode 1999­2004. ini dilakukan karena kami memandang bahwa hampir 50 tahun indonesia merdeka tidak memi­liki UU Keuangan negara. Kita masih menggunakan peraturan yang dibuat oleh Belanda. Saat itu sesuai mekanisme yang ada bahwa UU dibuat oleh peme­rintah bersama dengan DPr. Jadi be­gitu pemerintah menyampaikan rUU Keua ngan negara ke DPr, kita langsung memprioritaskan untuk dibahas dan ha­rus selesai pada 2003.

apa masalah yang dihadapi saat pembahasan?

Begitu banyak persoalan yang masuk dalam pembahasan UU itu. Salah satu­nya mengenai definisi keuangan nega­ra. Kita mulai pembahasan UU dengan membuat definisi yang jelas mengenai keuangan negara. Untuk itu, dalam UU tersebut definisi keua ngan negara sa­ngat luas. Misalnya, Bank BCA melakukan pungutan terhadap nasabah dan ke­wenangan itu diberikan oleh negara mi­salnya dalam bentuk pajak, maka uang tersebut termasuk uang negara. namun, sayangnya dalam praktek seringkali di­tafsirkan berbeda. Seorang auditor tidak boleh terpengaruh seperti itu. Dia harus

“Integritas BPK Senjata yang Harus Dijaga”

Anggota BPK RI, Rizal Djalil

Rizal Djalil

foto-foto warta bpk: dok. hum

as

19Warta BPK AGUSTUS 2011

fokus pada apa yang tersurat dalam UU.apa saja yang diatur dalam UU

Keuangan negara?Banyak hal yang diatur. Salah sa­

tunya mengenai adanya laporan keua­ngan. Hanya saja, untuk melaksanakan ketentuan laporan keuangan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Oleh karena itu ada jedah waktu dalam pelaksanaan UU tersebut. Artinya, be­gitu UU Keuangan negara disahkan pada 2003 tidak bisa dilaksanakan pada 2004. Hal itu dimaksudkan un­tuk memberikan waktu, baik kepada pihak eksekutif, DPr, maupun BPK un­tuk menyiapkan diri melaksanakan UU. termasuk mengenai ketentuan laporan keuangan negara.

Bagaimana dengan aturan me­ngenai kekuasaan pengelolaan ke­ua ngan negara?

Begitu banyak muatan yang ter­kandung dalam keuangan negara. ter­masuk mengenai kekuasaan keuangan negara yang ditetapkan berada di Presi­den. Selanjutnya Presiden mendegela­sikan kepada menteri untuk mengelola keuangan negara. UU Keuangan nega­ra juga menyerahkan kepada bupati dan gubenur untuk mengelola uang negara. ini dilakukan karena yang di­pilih dan diberikan amanah oleh rakyat itu adalah Presiden. Begitu juga kepada gubenur dan bupati. Oleh karena itu kepada kedua pihak itu dikatakan me­nyerahkan. Bukan mendelegasikan. Se­bab kekuasaan itu didapat dari rakyat. Jadi hak untuk mengelola keuangan negara itu diberikan rakyat kepada presiden. Jadi begitu besar kewena­

ngan yang diberikan UU Keuangan negara. Dengan adanya UU keuangan negara itu menjadi jelas peran presiden, gubenur, serta bupati.

apakah dalam UU itu diatur mengenai ketentuan memberikan laporan keuangan dan memeriksa keuangan negara?

Aturan ini dibuat karena rakyat tidak bisa mengecek satu­satu peng­gunaan keuangan negara. Oleh karena itu ada BPK. Jadi BPK yang mempunyai otoritas untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan pertang­gungjawaban keuangan negara. De­ngan BPK melaksanakan tugas yang diberikan oleh rakyat dalam konstitusi. Jadi pekerjaan kita sekarang ini adalah pekerjaan kenegaraan. Setelah melaku­kan pemeriksaan keuangan negara, kita menyampaikan hasil pemeriksaan

itu ke DPr. Maksudnya agar masyarakat mengetahui mengenai pertanggung­jawaban dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Menurut Bapak bagaimana im­plementasi UU Keuangan negara?

Saya kira dalam pelaksanaanya di la­pangan, UU itu seringkali disalahtafsir­kan. ini terjadi karena saya melihat so­sialisasi UU belum maksimal. Artinya, baik pemerintah maupun DPr tidak pernah melakukan sosialisasi secara serius.Coba bayangkan apa pernah kita mendengar Menteri Keuangan misal­nya mengumpulkan seluruh Pemerin­tah Daerah untuk mensosialisaskan UU keuangan negara. Saya kira sosialisasi UU keuangan megara itu sangat pen­ting.

Setelah adanya UU Keuangan negara juga disahkan tiga UU lain­nya yang berhubungan dengan keuangan negara. Mohon dijelas­kan?

UU Keuangan negara itu adalah paket. Jadi setelah adanya UU no. 17 tentang Keuangan negara, selanjut­nya ada UU tentang Perbendaharaan negara, ada UU tentang Pemeriksaan Keuangan negara dan UU BPK. Hampir semua pembahasan ketiga UU tersebut saya terlibat.

Seperti apa pembahasan UU Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)?

Khusus mengenai UU tentang BPK sebenarnya pembahasannya melebar. tapi tidak ada masalah karena peme­rintah dan DPr setuju. Hanya saja saat pembahasannya memang saya me­

minta keadilan kepada pemerintah dan DPr. Sebab pada waktu pembahasan, BPK semula ditolak untuk mengikuti pembahasan UU tersebut. namun. saya meminta agar BPK diikutkan dalam pembahasan. Sebab nantinya BPK yang akan melaksanakan UU tersebut. Akhir­nya BPK diikutseretakan.

apa perioritas dalam pembaha­san UU BPK?

Kita ingin memberikan bobot ke­pada undang­undang. Kita ingin mem­berikan kewenangan yang besar kepa­da BPK. Sebab dalam UU sebelumnya BPK tidak mempunyai kewenangan. Oleh karena itu dalam UU BPK tercatat lembaga tersebut mendapat kewena­ngan yang besar. Seperti kewenangan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan

20 Warta BPKAGUSTUS 2011

LAPOrAn KHUSUS

dengan tujuan tertentu dan lain seba gainnya. Selanjut­nya dalam UU tersebut, BPK juga diberikan kewenangan untuk dapat mengakses data kesemua lembaga. Artinya semuan institusi wajib untuk memberikan data maupun informasi yang dibutuhkan BPK.

Bapak juga mengaudit dana Otsus Papua. Seperti apa hasilnya?

Audit dana otonomi khu­sus Papua itu memberikan segalanya. Saya me ngetahui persis bagaimana auditor itu bekerja dan menemukan hambatan di lapangan. Jadi memang tidak mudah men­jadi chief di sebuah lembaga audit besar sperti BPK. Arti­nya, kita bisa me ngungkap kasus Otsus Papua itu de­ngan kerja keras. Saya data­ngi mereka dan meminta data yang kurang sehingga hasil auditnya apa adanya. Dan hasilnya dihargai oleh Presiden. Jadi audit kita itu audit perbaikan bukan mencari kesala­han orang.

Bagaimana Bapak melihat pe­ngelolaan keuangan di Kemendik­nas?

Dalam melakukan audit di Kemen­

diknas saya agak keras. Sebab dalam pandangan saya institusi ini dalam UU mendapat anggaran 20% dari APBn. namun, saya melihat kemendiknas ti­dak siap dalam mengelola dana ini. Ka­laupun mereka membuat sejumlah pro­gram tetapi banyak masalah juga yang kita temukan. namun, mudah­mudah­an ke depan bisa lebih baik. Kalau ada

kementerian tidak mumpuni dalam mengelola anggaran, saya sedih.

Bagaimana Bapak menjelaskan kepada kedua kementerian yang mendapat disclamer?

Kedua departemen yang mendapat opini disclamer saya undang mereka kesini. Saya jelaskan. Dengan be­gitu me reka merasa wajar mendapat opini disclamer. namun, bagi yang bagus seperti BPOM itu kita mem­berikan apre siasi. Dengan begitu akan membuat orang hormat kepada kita. Selain itu, kita juga saling menghor­mati. Mereka melaksanakan anggaran kita melakukan pemeriksaan. Oleh karena itu, sebagai pemeriksa kita juga harus tahu dunia orang lain. Kita juga harus melihat lebih arif atas suatu persoalan.

Beberapa daerah sekarang ini berlomba­lomba untuk memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Tanggapan Bapak?

Memang sekarang ini di beberapa daerah sudah mulai menggaung untuk berlomba­lomba memperoleh opini WtP. Saya kira ini juga hasil kerja keras BPK. Artinya, BPK sudah bisa mem­buat pemimpin di daerah untuk mem­perbaiki laporan keua ngan sehingga memperoleh predikat WtP. Hanya saja, sekarang ini yang harus kita lakukan yakni memikirkan mengenai instrumen yang membuat produk kita itu kredibel. Artinya siapapun yang melakukan audit hasilnya akan sama karena standarnya sama.

Untuk bisa menghasilkan produk yang kredibel apa yang mesti dilaku­kan?

Saya kira perlu ada perbaikan di internal BPK. Misalnya, untuk auditor perlu adanya perbaikan kesejahte raan. Salah satunya membuat asuransi untuk auditor yang ada di lapangan. Selain itu, perlu membuat fluktuasi harga setiap tempat yang diaudit. Jadi jangan sam­pai hanya karena soal kebijakan, auditor

Anggota BPK Rizal Djalil tengah memimpin rapat dengan Auditor Utama AKN VI Abdul Latief dan staf lainnya.

21Warta BPK AGUSTUS 2011

kita tidak bisa maksimal melakukan au­dit. Dengan begitu hasil auditnya akan maksimal dan apa adanya sehingga keputusan pemerintah bisa diambil de­ngan benar.

Selain perlunya meningkatkan kesejahteraan, apa lagi yang mesti ditingkatkan auditor?

Saya kira karena tugas utama kita melakukan pemeriksaan, perlu adanya peningkatan kapasitas auditor dalam hal pemeriksaan. Seorang auditor juga harus memiliki pengalaman yang matang dalam pemeriksaan. Sebab bila tidak matang dalam pemeriksaan akan menemui banyak kendala dan tidak akan percaya diri. Bagi saya pe­ngalaman itu penting. Bahkan, saya menikmati betul bisa mengikuti sebuah pemeriksaan mulai dari awal hingga hasil akhirnya. Dengan pengalaman itu kita akan tahu masalah di lapangan.

apakah auditor saat ini sudah sesuai dengan yang diharapkan?

Saya kira saat ini sudah on track. Kini tinggal mengisi saja. Apalagi sekarang ini banyak auditor kita yang lulusan luar negeri. Sekalipun begitu, pembinaan tetap kita lakukan. Sebab pembinaan bukan hanya terkait dengan kapasitas tetapi juga kaya akan pengalaman tadi. Untuk mendorong itu juga perlu ada­nya jalur karir yang jelas. Selain itu kepe­mimpinan berjenjang bisa berjalan dan berfungsi maksimal.

apa yang Bapak harapkan bagi BPK?

Saya ingin menjaga kredibilitas BPK agar disegani. Dahulu, BPK ditakuti. na­mun, saya juga masih melihat auditor kita yang melakukan pemeriksaan de­ngan cara agak keras. Sekarang ini cara seperti itu tidak bisa diterapkan lagi. Sebab orang akan lebih menghargai kalau kita profesional.

Setelah di BPK apa yang Bapak rasakan?

Saya merasa enjoy ada di sini. Sebab dimana pun saya bekerja yang penting saya bisa berbuat sesuatu. Saya juga mengikuti proses di dalammnya. Be­gitu sewaktu saya masih di DPr. Saya juga selalu mendorong agar BPK ini lebih eksis. Jadi begitu saya di BPK me­rupakan bagian tugas kenegaraan yang

saya lakukan. Kebetulan di BPK saya membidangi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan nasio­nal. Sejak dahulu saya memang selalu peduli dengan hal­hal yang menyang­kut hidup orang banyak. Saya familiar dengan soal kesehatan. Begitu juga soal pendidikan, Menurut saya pendi­dikan itu sangat penting karena masa depan kita tergantung SDM.

Bagaimana Bapak memandang BPK?

Sewaktu ada di DPr, saya merasa kagum dengan BPK yang bisa menge­luarkan audit secara detail. Sekarang, begitu saya ada di BPK mari kita per­baiki sama­sama. Kita tidak boleh hanya melihat ke belakang. Kita harus optimis­tis. Oleh karena itu, tugas kita seba gai pimpinan menyiapkan kebijakan de­ngan begitu staf akan lebih terasah dan terampil.

Untuk itu saya menyempatkan diri untuk terlibat dalam pemeriksaan. Saya biasanya mendengarkan presentasi hasil pemeriksan, lalu saya komentari. Saya juga membina mereka agar teram­pil. Jadi tugas pimpinan itu memberi ru­ang untuk orang berkembang. Bukan menahan orang untuk tidak berkem­bang. Dengan begitu kita menyiapkan mereka juga menjadi pimpinan.

Bagaimana Bapak melakukan pembinaan?

Saya berusaha mengasah mereka dengan penugasan yang tajam. Jadi mereka bukan mengerjakan tugas­tugas administratif. Sebab kalaupun me reka memiliki latar belakang pen­didikan yang bagus tetapi tidak diasah de ngan penugasan yang menan tang, instingnya tidak bermain untuk melaku­kan pemeriksaan.

Bagaimana Bapak melihat BPK ke depan?

Saya kira bagaimana orang melihat BPK ke depan sangat tergantung kita yang ada di sini sekarang. tidak peduli posisinya, baik itu pimpinan, anggota atau dia seorang auditor. Jadi apa yang kita lakukan sekarang ini akan menen­tukan BPK ke depan. Bagi saya integri­tas BPK itu senjata kita yang harus kita jaga. tetaplah kita sebagai BPK yang ha­sil pekerjaannya memang apa adanya. Kalaupun hasil pekerjaan kita membuat pihak­pihak tertentu tidak senang, ti­dak apa­apa. Hanya saja yang perlu kita lakukan berdialog saja dan kita jelaskan.

Oleh karena itu, kita jangan takut menghadapi konflik. Jangan lari dari konflik tetapi hadapi dan kelola konflik itu. Sebab kadang konflik itu meng­hasilkan sesuatu yang positif. Apalagi hasil audit BPK sangat potensial meng­hasilkan konflik kepentingan. bw

Tim warta BPK saat mewancarai Rizal Djalil.

LAPORAN UTAMA

6 Warta BPKAGUSTUS 2011

PeNyusuNAN RAPBN 2012 itu untuk memenuhi amanat pasal 23 uuD 1945 Aman­demen Keempat. Acuannya

pada uu Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Mene­

ngah Nasional (RPJMN) tahun 2010­2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, serta Kerangka ekonomi Makro dan Pokok­pokok Kebijakan Fis­kal tahun 2012.

Tema pembangunan RKP tahun depan adalah Percepatan dan Perluasan

Menimbang-nimbang RAPBN 2012

Presiden SBY ketika membacakan nota keuangan dan RAPBN tahun 2012 pada 16 Agustus lalu.

Sehari sebelum peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-66, Presiden menyampaikan nota keuangan dan RAPBN 2012. Ada peningkatan, bagaimana dengan alokasinya? Apakah sudah sesuai harapankah?

foto: istimew

a

Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif, dan Berkeadilan Bagi Peningka-tan Kesejahteraan Rakyat. Dalam RKP 2012 ditetapkan 11 prioritas pemba­ngunan nasional. selain itu, RKP juga menambahkan tiga prioritas lainnya yaitu bidang politik, hukum, keamanan, bidang perekonomian, dan bidang ke­sejahteraan.

Dengan tema dan prioritas pem­bangunan nasional RKP 2012 tersebut, kebijakan fiskal dalam RAPBN itu di­arahkan terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam me­

7Warta BPK AGUSTUS 2011

macu peningkatan kesejahteraan rakyat dengan bertumpu pada empat pilar strategis. selanjutnya, strategi tersebut dijabarkan dalam inisiatif­inisiatif baru seperti masterplan percepatan perlua­san pembangunan ekonomi Indonesia (MP3eI) dan percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Juga mendorong pelaksanaan program klaster empat dan mendorong peningkatan kesempatan kerja.

Berdasarkan asumsi ekonomi mak­ro, serta arah dan strategi kebijakan fiskal tersebut, maka postur RAPBN 2012 akan meliputi beberapa pokok­pokok besaran. Pertama, pendapatan negara dan hibah ditargetkan sebesar Rp1.292,9 triliun, atau naik 10,5% dari target APBN­P 2011.

Kenaikan tersebut disumbang oleh penerimaan perpajakan yang diren­canakan mencapai Rp1.019,3 triliun, atau naik Rp140,6 triliun (16,0%) dari tar­get APBN­P 2011. Tax ratio meningkat dari 12,2% pada 2011 menjadi 12,6%, dan kontribusi penerimaan pajak me­ningkat menjadi hampir 79% dari total pendapatan negara dan hibah 2012.

Kedua, belanja negara direncanakan sebesar Rp1.418,5 triliun, atau naik

Rp97,7 triliun (7,4%) dari pagu belanja negara dalam APBN­P 2011. Dari ju mlah tersebut, belanja pemerintah pusat direncanakan sebesar Rp954,1 triliun, atau mengalami peningkatan Rp45,9 triliun (5,1%) dari pagu APBN­P 2011. sementara itu, anggaran transfer ke daerah direncanakan sebesar Rp464,4 triliun, yang berarti naik Rp51,9 triliun atau 12,6% dari pagu APBN­P 2011.

Ketiga, dengan rencana pendapa­tan negara dan hibah sebesar Rp1.292,9 triliun (15,9% terhadap PDB), dan ren­cana anggaran belanja negara sebesar Rp.1.418,5 triliun (17,5% terhadap PDB) tersebut, defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp125,6 triliun (1,5% terhadap PDB). Jumlah ini, turun sebesar Rp.25,2 triliun dari target defisit anggaran dalam APBN­P 2011 sebesar Rp150,8 triliun atau 2,1% terhadap PDB.

Keempat, pembiayaan defisit RAPBN 2012 direncanakan berasal dari sumber­sumber pembiayaan dalam negeri sebe­sar Rp125,9 triliun, dan pembiayaan dari luar negeri (neto) diperkirakan sebesar negatif Rp0,3triliun.

Kebijakan pembiayaan anggaran akan diarahkan pada penggunaan sumber­sumber pembiayaan yang

stabil dan berkelanjutan, serta beban dan risiko seminimal mungkin. sumber utama pembiayaan dalam negeri, akan tetap berasal dari penerbitan surat Ber­harga Negara (sBN). Adapun, sumber pembiayaan luar negeri akan berasal dari penarikan pinjaman luar negeri, berupa pinjaman program dan pinja­man proyek.

Dengan langkah­langkah tersebut, rasio utang pemerintah terhadap PDB diharapkan turun dari sekitar 25,0% pada akhir tahun 2011 menjadi sekitar 24,0% akhir 2012.

Alokasi Anggaran Alokasi anggaran belanja pemer­

intah pusat dalam RAPBN tahun 2012 direncanakan sebesar Rp954.136,8 miliar, atau 11,8% terhadap PDB. Dialo­kasikan masing­masing melalui belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp476.610,2 miliar (5,9% terhadap PDB) dan melalui belanja non­K/L (bagian anggaran bendahara umum negara) sebesar Rp477.526,7 miliar (5,9%).

Alokasi anggaran belanja K/L terse­but mengalami peningkatan sebesar Rp15.102,2 miliar atau 3,3% bila diban­dingkan dengan alokasinya dalam

LAPORAN UTAMA

8 Warta BPKAGUSTUS 2011

APBN­P tahun 2011 sebesar Rp461.508,0 miliar (6,4% terhadap PDB).

Peningkatan alokasi anggaran be­lanja K/L dalam RAPBN tahun 2012 terse­but terkait dengan upaya pemerintah untuk mempercepat dan memperluas pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan ke­sejahteraan rakyat, serta mempertajam fungsi APBN sebagai pendorong eko­nomi melalui penyediaan pendanaan untuk pelaksanaan program­program prioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Di samping itu, alokasi anggaran be­lanja K/L juga digunakan untuk menun­jang pelaksanaan Masterplan Percepa­tan dan Perluasan Pembangunan eko­nomi Indonesia (MP3eI) dan penguatan program pro rakyat (Klaster 4) sebagai pendukung .

untuk memastikan program dan ke­giatan yang direncanakan dalam 2012 dilaksanakan secara efektif, peningkatan alokasi anggaran belanja K/L tahun 2012 tersebut menuntut perbaikan kualitas belanja publik agar memberikan man­faat yang optimal untuk mencapai sa­saran pembangunan yang ditetapkan dalam RKP 2012.

Berkaitan dengan itu, kebijakan alo­kasi anggaran belanja pemerintah pusat akan lebih diarahkan terutama pada kegiatan­kegiatan pembangunan yang secara efektif dapat memberikan dam­pak atau kontribusi langsung dalam mempercepat pencapaian sasaran­sa­saran pembangunan, dan mengalokasi­kan pendanaan pada K/L sesuai dengan tugas dan fungsinya, serta perkiraan kapasitas masing­masing K/L dalam mengimplementasikan program­pro­gram pembangunan.

Mengingat salah satu permasala­han efektivitas belanja K/L adalah tidak optimalnya penyerapan, terhadap per­masalahan rendahnya penyerapan ang­garan belanja K/L, solusi yang dilakukan pemerintah adalah:

(1) Menyempurnakan mekanisme pengadaan barang dan jasa dengan merevisi Keppres No­mor 80 Tahun 2003 menjadi Perpres Nomor 54 Tahun 2010;

(2) Penyempurnaan mekanisme

pelaksanaan anggaran dengan merevisi Keppres Nomor 42

Tahun 2002 menjadi Perpres Nomor 53 Tahun 2010;

(3) Menyederhanakan prosedur revisi DIPA dengan menerbit­kan PMK Nomor 49/2011;

(4) Mempercepat penagihan ke­giatan proyek oleh pihak kon­traktor dengan menerbitkan PMK Nomor 170 Tahun 2010;

(5) Menyederhanakan format DI PA untuk meningkatkan fleksibilitas bagi K/L dalam pelaksanaan anggaran;

(6) Integrasi database RKA­KL dan DIPA sehingga mempercepat penerbitan DIPA.

sementara untuk nonkementerian/lembaga (nonK/L) alokasinya melalui Bagian Anggaran Bendahara umum Negara (BA BuN) yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal. Dalam RAPBN 2012, alokasi un­tuk BA BuN direncanakan mencapai Rp477,5 triliun, yang berarti lebih tinggi Rp30,8 triliun, atau 6,9% dari alokasinya dalam APBN­P 2011 sebesar Rp446,8 triliun. Lebih tingginya alokasi belanja non­K/L tersebut terutama berkaitan dengan lebih tingginya pembayaran bunga utang, dan belanja lain­lain ter­kait dengan naiknya risiko fiskal.

Dalam RAPBN 2012, alokasi belanja non­K/L tersebut akan digunakan an­tara lain untuk:

(1) Pemenuhan kewajiban peme­rintah terhadap pihak lain, seper ti pembayaran pensiun ke­pada pensiunan, dan kewajiban pembayaran bunga sebagai akibat pemanfaatan penarikan utang di tahun­tahun sebelum­nya;

(2) Instrumen stabilisasi perekono­mian melalui penyaluran ber­bagai jenis subsidi, dan

(3) Penyediaan dana cadangan un­tuk keperluan mendesak, seper­ti antisipasi terhadap risiko yang timbul akibat ketidaksesuaian asumsi ekonomi makro dengan realisasinya, dan dana cadangan tanggap darurat untuk antisi­pasi bencana alam.

Dengan memperhitungkan be­berapa variabel yang mempenga­ruhinya, pembayaran bunga utang pada RAPBN pada 2012 direncanakan sebesar Rp123,1 triliun, jumlah ini be­rarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp16,5 triliun atau 15,5% dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2011 sebesar Rp106,6 triliun. Alokasi pembayaran bunga utang tersebut, terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp89,4 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp33,7 triliun.

Alokasi anggaran belanja lain­lain dalam RAPBN tahun 2012 direncanakan sebesar Rp34,5 triliun, yang berarti me­ningkat sebesar Rp18,9 triliun, atau 12,3% jika dibandingkan dengan pagu­nya dalam APBN­P tahun 2011 sebesar Rp15,6 triliun. Alokasi anggaran belanja lain­lain dalam tahun 2012 terdiri dari dana cadangan risiko fiskal (policy mea-sures) sebesar Rp15,8 triliun, belanja lainnya sebesar Rp18,7 triliun. Dalam alokasi belanja lainnya tersebut terma­suk penyesuaian dana pendidikan sebe­sar Rp4,2 triliun.

Reward and Punishmentuntuk meningkatkan disiplin dan

kinerja K/L dalam tahun anggaran 2012, pemerintah akan melanjutkan penerapan reward dan punishment atas pelaksanaan APBN 2011. Pelaksanaan reward ini, pada dasarnya sudah mulai diterapkan dalam APBN­P 2010 untuk pelaksanaan stimulus fiskal 2009, seba­gaimana tercantum dalam uu Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan uu­Nomor 47 tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010.

Dalam APBN­P 2010 itu, terdapat dua K/L yang mendapat punishment berupa pemotongan pagu, yaitu Ke­menterian Perhubungan dan Kemen­terian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kebijakan tersebut dilanjutkan dalam APBN­P tahun 2011, di mana terdapat tiga K/L yang mendapat punishment, yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Perpustakaan Nasional Republik Indo­nesia dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

9Warta BPK AGUSTUS 2011

11 Prioritas Pembangunan Nasional

• Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

• Pendidikan• Kesehatan dan Kependudu­

kan • Penanggulangan Kemiskinan• Ketahanan Pangan • Infrastruktur • Iklim Investasi dan Iklim usaha• energi• Lingkungan Hidup dan Pen­

gelolaan Bencana • Daerah Tertinggal, Terdepan,

Terluar, dan Pasca­Konflik • Kebudayaan, Kreativitas, dan

Inovasi Teknologi.

Asumsi dasar ekonomi makro

(a) Pertumbuhan ekonomi 6,7% (b) Laju inflasi 5,3% suku bunga surat Perbenda­

haraan Negara (sPN) 3 bulan 6,5%

(d) Nilai tukar Rp8.800 per dolar As

(e) Harga minyak us$90,0 per barel

(f) Target produksi minyak men­tah siap jual (lifting) sebesar 950.000 barel per hari

sementara 61 K/L berhasil mendapat reward.

untuk 2012, pemerintah akan memberikan reward berupa tam­bahan pagu bagi K/L yang mampu melakukan optimalisasi penggunaan anggaran atau dapat mencapai sasa­ran/ target yang ditetapkan dengan biaya yang lebih rendah dari yang

direncanakan pada tahun anggaran 2011.

sebaliknya, bagi K/L yang tidak dapat menyerap anggaran, dan tidak dapat memenuhi sasaran/target yang telah ditetapkan dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka pagunya akan dikurangi.

Dengan pelaksanaan reward dan

punishment itu, diharapkan kinerja K/L dapat meningkat, baik dari sisi peren­canaan maupun pelaksanaan APBN dapat lebih efisien. Berdasarkan pada arah kebijakan belanja K/L di atas, ser­ta dengan memperhitungkan ruang fiskal yang tersedia, fokus kegiatan, dan target yang akan dicapai pada ta­hun 2012. and

LAPORAN UTAMA

10 Warta BPKAGUSTUS 2011

4 Pilar Strategis Ekonomi Nasional

(1) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro growth)

(2) Menciptakan dan memperluas la­pangan kerja (pro job)

(3) Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program­program jaring pengaman sosial yang berpihak ke­pada masyarakat miskin (pro poor)

(4) Meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup (proenvironment).

9 Sasaran Utama Anggaran Belanja

(1) Meningkatkan belanja infrastruk­tur untuk mengatasi sumbatan infrastruktur, keterkaitan dan keter­hubungan domestik, memperkuat ketahanan pangan, dan ketahanan energi, serta meningkatkan kese­jahteraan masyarakat

(2) Menuntaskan program reformasi bi­rokrasi

(3) Meningkatkan program perlindu­ngan sosial, pemberdayaan masya­rakat, dan penanggulangan ben­cana

(4) Memperkuat program­prog ram pro­rakyat melalui langkah­langkah keberpihakan pada penanggula­ngan kemiskinan dan peningkatan lapangan pekerjaan

(5) Meningkatkan kualitas belanja nega­ra melalui pelaksanaan pengang­garan berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah

(6) Mempertahankan tingkat kese­jahteraan aparatur negara

(7) meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim

(8) Memenuhi anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi, dan me­ningkatkan alokasi anggaran untuk riset dan pengembangan kapasitas sDM

(9) Memberikan dukungan kepada pelaksanaan proyek/kegiatan ker­jasama pemerintah swasta

(Public Private Partnership).

11Warta BPK AGUSTUS 2011

sALAH satu program pemerintah yang digadang­gadangkan sebagai langkah visioner dalam RAPBN ini adalah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pemban­gunan ekonomi Indonesia (MP3eI). Hal yang menge­muka saat pidato kenegaraan Presiden susilo Bambang yudhoyono menyambut kemerdekaan RI yang ke­66, pada 16 Agustus 2011.

sebagai dokumen kerja, MP3eI berisikan arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik, lengkap dengan kebutuhan infrastruktur dan rekomendasi perubahan/revisi terhadap peraturan perundang­undangan yang perlu dilakukan maupun pemberlakuan peraturan perundang­undangan baru yang diperlukan untuk mendorong percepatan dan per­luasan investasi.

Secara garis besar, MP3EI memuat: a) Peningkatan potensi ekonomi wilayah melalui

pengembangan enam koridor ekonomi, yaitu: ko­ridor sumatra, Jawa, Kalimantan, sulawesi, Maluku­Papua, Bali dan Nusa Tenggara

(b) Penguatan konektivitas nasional(c) Penguatan kemampuan sDM dan Iptek, untuk mem­

berikan arah pembangunan ekonomi Indonesia hingga 2025 dengan visi “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”.

Meskipun MP3eI bukan dimaksudkan untuk meng­ganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005­2025 (undang­undang Nomor 17 Tahun 2007) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, namun MP3eI menjadi dokumen yang ter­integrasi dan komplementer yang penting serta khusus untuk melakukan percepatan dan perluasan pemban­gunan ekonomi.

Target yang ingin dicapai melalui langkah MP3eI adalah bahwa percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi tersebut akan menempatkan Indonesia seba­gai negara maju pada 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara us$14.250­us$15.500, den­gan nilai total perekonomian (Produk Domestik Bruto/PDB) berkisar antara us$4,0 triliun­us$4,5 triliun. untuk mewujudkannya, diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,475% pada periode 2011­2014, dan sekitar 8,0%­9,0% pada periode 2015­2025.

Pendanaan MP3eI berasal dari kolaborasi antara dana APBN, APBD, BuMN dan BuMD, serta dana ma­syarakat dan swasta. Oleh karena itu, alokasi anggaran di berbagai kementerian negara/lembaga dalam RAPBN 2012 akan diarahkan untuk menyukseskan MP3eI terse­but. and

Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi

seLANg sehari setelah pidato kenegaraan Presiden terkait dengan RAPBN 2012 dan nota keuangannya, pada 18

Agustus, The Institute for Develop­ment of economics and Finance (In­def ) me ngeluarkan pernyataan sikap menanggapi RAPBN 2012.

Indef menyatakan bahwa RAPBN 2012 merupakan rancangan ang­garan inkonstitusional. sebab, RAPBN itu tidak menjalankan peran dan fungsi utama yang diamanatkan kon­stitusi yakni mensejahterakan seluruh

masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, RAPBN tahun anggaran 2012 ini tidak prorakyat.

RAPBN 2012 tidak menyentuh dan menjawab masalah pengangguran, deindustrialisasi, serta ancaman krisis pangan dan krisis energi. empat per­masalahan yang krusial saat ini dan merupakan akar permasalahan yang membelit perekonomian Indonesia pada tahun 2011 dan 2012 ke depan.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa APBN merupakan instrumen kebi­jakan fiskal yang harus mampu men­

Indef : RAPBN 2012 Tidak Prorakyat

RAPBN 2012 dianggap

anggaran yang inkonstitusional

dan tidak prorakyat.

Padahal anggaran ini merupakan

instrumen kebijakan fiskal

yang harus mampu menjadi stimulus

perekonomian.

LAPORAN UTAMA

12 Warta BPKAGUSTUS 2011

jadi stimulus perekonomian. esensi dari stimulus fiskal bahwa APBN harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Terutama merangsang dan mendorong tingkat investasi dan produksi sehingga mampu mencip­takan lapangan kerja dan berujung peningkatan kesejahteraan masyara­kat. Namun, dalam RAPBN tahun ang­garan 2012 ini, disusun tanpa strategi yang jelas dalam mengatasi perma­salahan tersebut.

selain itu, berbagai asumsi, ke­bijakan dan program dalam RAPBN tersebut bertolak belakang dengan kenyataan, perkembangan dan ke­cenderungan yang ada. Oleh karena itu, usulan ini harus dirombak total oleh DPR.

Beberapa faktor yang mendorong kepada arah kesimpulan tersebut. Pertama, postur anggaran tidak ideal. Tidak ada perubahan fundamental dalam postur RAPBN 2012 diband­ingkan dengan APBN 2011 dan APBN­P 2011. Alokasi belanja rutin justru meningkat menjadi 80,43%, padahal APBN­P 2011 masih 78,49%. Artinya RAPBN 2012 justru mengalami ke­munduran.

Anggaran bertambah besar, tetapi ruang gerak fiskal sebagai stimulus

perekonomian tetap rendah. Ang­garan untuk belanja modal hanya 17,62% dan belanja sosial hanya 6,67%. stimulus fiskal tidak tercermin dalam alokasi anggaran. sementara program pro growth, pro job, dan pro poor hanya slogan, tidak diikuti alo­kasi anggaran, tidak ada strategi dan program yang jelas.

selain itu, RAPBN 2012 terlalu dipaksakan untuk memenuhi MP3eI dengan 11 prioritas pembangunan, sehingga terancam mengalami disori­entasi dan disfungsi, karena peruba­han faktor eksternal dan sikap ambi­valen perumus kebijakan.

Kedua, inkonsistensi kebijakan anggaran. Proporsi anggaran gaji pegawai meningkat dari 20,14% (APBN­P 2011) menjadi 22,61% (RAPBN 2012) atau mencapai Rp215,7 triliun. Meningkatnya alokasi belanja untuk gaji pegawai menunjukkan ke­bijakan pemerintah yang tidak kon­sisten, di mana bertentangan dengan kebijakan menteri keuangan untuk moratorium gaji PNs. Hal sama juga dengan gaji pegawai yang selalu naik. sementara reformasi birokrasi gagal, pelayanan publik tetap rendah dan kasus korupsi meningkat.

Ketiga, alokasi anggaran tidak te­

pat sasaran. Anggaran untuk subsidi BBM masih sangat besar, walau terjadi penurunan dari Rp195,3 triliun pada 2011 menjadi Rp168,6 triliun pada 2012. Hal ini menunjukkan tidak ada kebijakan energi yang jelas dan kom­prehensif guna mengurangi keter­gantungan terhadap konsumsi BBM.

Di sisi lain, dana transfer daerah meningkat signifikan. Namun, pro­porsi terbesarnya adalah untuk DAu, di mana rata­rata 70% untuk gaji pegawai. Artinya, dana transfer dae­rah tidak berdampak pada penguatan perekonomian daerah, tetapi untuk belanja pegawai.

Keempat, sumber pembiayaan de­fisit yang membingungkan dan tidak transparan. Defisit anggaran sebesar Rp125 triliun (1,5%), tetapi total pem­biayaan dari utang sebesar Rp135,2 triliun. Lebih membingungkan lagi jika dilihat rincian sumber pembiaya­an, dimana penarikan utang luar negeri sebesar Rp56 triliun, surat Ber­harga Negara (sBN) sebesar Rp134,5 triliun, dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp1 triliun.

Artinya, pembiayaan luar negeri yang dikatakan minus sebenarnya hanya karena penarikan baru lebih ke­cil dari penerusan pinjaman ditambah pembayaran cicilan pokok. Realisasi­nya terdapat tambahan utang luar negeri sebesar Rp56 triliun.

Kelima, era kecanduan utang. Ketergantungan terhadap utang sa­ngat besar. Pada RAPBN 2012 penari­kan utang luar negeri mencapai Rp56 triliun. Padahal total outstanding utang luar negeri pada akhir tahun 2010 sudah mencapai us$86,1 miliar (jika kurs Rp8.800/us$ =Rp757,68 triliun), dan setiap tahunnya terpaksa menyedot anggaran Rp47,3 triliun untuk bayar bunga dan cicilan utang. Penerbitan sBN mencapai Rp134 trili­un, dengan total outstanding menca­pai Rp902,4 triliun.

Presiden memerintahkan kabi­netnya untuk menerapkan anggaran berimbang pada tahun 2014. Instruksi tersebut adalah normatif dan tidak rea litis. Jika target itu tidak hanya

foto: istimewaPembangunan jalan

13Warta BPK AGUSTUS 2011

sekadar slogan maka alokasi dari defisit anggaran tahun ini mestinya fokus untuk belanja yang produktif yang dapat memacu penerimaan negara.

Keenam, efektifitas kebijakan de­fisit anggaran. Defisit anggaran yang dibiayai mahal dari utang, baik pem­bayaran bunga utang dalam negeri maupun luar negeri, namun penggu­naannya “sembarangan”. Ironis sekali kebijakan anggaran defisit namun hampir setiap tahun penyerapan ang­garan hanya sekitar 95%. Itu pun de­ngan pola tingkat penyerapan yang menumpuk pada triwu­lan IV (43%), bahkan pada dua bulan terakhir yaitu bulan No­vember dan Desember.

Ketujuh, tidak adanya strategi pengelolaan ang­garan. Anggaran justru gagal dalam mensejahterakan rak­yat. Perencanaan anggaran disusun secara konservatif, tidak ada upaya yang refor­matif yang sungguh­sungguh mampu mensejahteraan rak­yat. Alokasi anggaran tidak memunculkan program­pro­gram dan strategi untuk men­capai pro job, pro poor, dan pro growth.

Total alokasi subsidi sebe­sar Rp208,9 triliun. Turun Rp28,3 triliun dari APBN­P 2011. sulitnya lagi, sekitar 60% dihabiskan untuk sub­sidi BBM atau sebesar Rp123,6 triliun. sisanya dipakai subsidi listrik sebesar Rp 45 triliun dan subsidi non­energi sebesar Rp40,3 triliun.

Di sisi lain, sektor pertanian dan industri tak mendapat porsi yang baik. Tercatat, ada tujuh kementerian yang memeroleh alokasi dana di atas Rp20 triliun. Namun, sektor pertanian dan industri tidak masuk di dalamnya. sektor pertanian hanya memperoleh anggaran sebesar Rp17,8 triliun. Pa­dahal, sektor pertanian menampung sekitar 42% dari total tenaga kerja formal.

Atas dasar itulah, Indef memberi­

kan tujuh rekomendasinya. Ketujuh rekomendasi tersebut, yaitu:

1. DPR harus melakukan peruba­han yang fundamental terhadap postur RAPBN 2012, utamanya adalah untuk meningkatkan ru­ang fiskal dan harus ada efisiensi agar anggaran betul­betul berba­sis pada pro job, pro poor, dan pro growth. Tugas utama pemerintah adalah menciptakan lapangan kerja, baik secara langsung mau­pun tidak langsung;

2. Harus ada konsistensi kebijakan. Kebijakan Moratorium PNs harus tercermin dalam APBN 2012, teru­tama upaya realokasi PNs ke sek­tor­sektor produktif. Moratorium juga disertai agenda reformasi bi­rokrasi, terutama dalam pening­katan layanan publik dan penye­derhanaan layanan perijinan agar menciptakan iklim investasi yang kondusif;

3. Harus ada alternatif kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM secara bertahap, terencana dan pasti. salah satu alternatifnya

adalah mengurangi konsumsi BBM dengan mengalihkan energi alternatif yang murah seperti gas. subsidi BBM harus direalokasi untuk upaya kemandirian energi dan mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi BBM;

4. Harus ada realokasi subsidi agar tepat sasaran. subsidi harus di­upayakan mendorong kegiatan produktif daripada konsumtif;

5. Alokasi Defisit APBN, 2/3 harus di­gunakan untuk tambahan pem­biayaan infrastruktur ekonomi,

utamanya infrastruktur jangka panjang yang multi years. Perlu dibentuk lembaga pendanaan in­frastruktur jangka panjang;

6. Belanja infrastruktur harus diprio­ritaskan untuk debottlenecking, domestic conectivity (utamanya konektivitas desa­kota), ketahan­an pangan, ketahanan energi dan kesejahteraan masyarakat;

7. Adanya leadership/kepemimpi­nan untuk mengintegrasikan, men sinergikan dan mengkoor­dinasikan pencapaian program­program prioritas. and

Tampak pembangunan gedung pemerintahan.

foto: yudhi mahatma/ant/hms

LAPORAN UTAMA

14 Warta BPKAGUSTUS 2011

BegITu yang disim­pulkan uchok sky Khadafi, Koordina­tor Investigasi dan

Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Ang­garan (Fitra), ketika ditemui Warta BPK di sekretariat Na­sional Fitra, belum lama ini.

secara umum, alokasi anggaran masih didominasi oleh belanja rutin pemerin­tah. Fitra mengkomposisi­kan belanja rutin ini adalah belanja pemeliharaan, be­lanja pegawai, pembayaran bunga utang, perjalanan dinas, pembayaran pokok utang luar negeri, dana alokasi umum, tambahan penghasilan guru, dan tun­jangan profesi guru.

Total dana dalam APBN 2011 sebesar Rp1.320 triliun. Alokasi untuk belanja rutin sebesar Rp625 triliun. Ini be­rarti 48% APBN habis untuk itu. sementara untuk 2012, proposal APBN sebesar Rp1.418 triliun. untuk belan­ja rutin sebesar Rp724 triliun. Jika dipersentase sebesar 58% alokasi anggaran dihabiskan un­tuk belanja rutin ini.

Dari belanja rutin itu, yang paling banyak menyedot anggaran adalah belanja pegawai. Tahun 2011, belanja pegawai untuk pemerintah pusat menghabiskan Rp182 triliun. Adapun, pada 2012 pemerintah mengajukan belanja pegawai sebesar Rp215 triliun. Berarti, ada kenaikan Rp33 triliun dari

Anggaran Belanja Pegawai Terlalu Besar

Alokasi dana dalam Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)

tahun 2012 masih seperti tahun-tahun

sebelumnya, lebih besar untuk belanja aparat

birokrasi.

APBN 2011. “Belanja pegawai juga terdapat

dalam Dana Alokasi umum (DAu). Dalam DAu ini memang 80% untuk belanja pegawai, 20% untuk belanja publik. Namun, kalau di lapangan, DAu banyak digunakan untuk belanja pegawai. sebab, kadang­kadang dana ini kurang juga untuk belanja pegawai. Jadi, mereka (pemda) itu harus meng­ambil dari PAD (Penghasilan Asli Dae­

rah),” papar uchok. Pada tahun anggaran

2011, besarnya DAu men­capai Rp225 triliun. untuk tahun depan, pemerin­tah mengajukan ang­garan untuk DAu sebesar Rp269 triliun, naik Rp44 triliun. “gede sekali ini,” paparnya.

secara umum, pada 2011 ada sebesar Rp430 triliun belanja pegawai untuk pusat, DAu untuk daerah, tambahan peng­hasilan guru, tunjangan profesi guru, baik untuk pusat dan daerah. untuk 2012, anggarannya sebe­sar Rp518 triliun. Ini untuk belanja pegawai saja.

uchok juga melihat anggaran belanja untuk gaji pegawai di pusat dan di daerah belum berim­bang. Ada ketidakadilan. Pada 2012 alokasi ang­garan untuk gaji pegawai pemerintah dan lembaga di pusat sebesar Rp215 triliun. Jumlah tersebut didistribusikan pada seki­

tar 135 kementerian dan lembaga. sementara belanja pegawai untuk gaji pegawai di pemda­pemda anggaran­nya sebesar Rp269 triliun. Jika melihat besarannya, lebih besar dibanding­kan dengan untuk pusat. Namun, jika melihat ke mana saja pendistribusian­nya, jumlah itu sebenarnya lebih kecil dibandingkan dengan pusat. Jumlah pemda sendiri, baik provinsi maupun

Uchok Sky Khadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)

Uchok Sky Khadafi

15Warta BPK AGUSTUS 2011

kabupaten/kota, sekitar 524 entitas. “Nah, 135 entitas ini menghabis­

kan dana Rp215 triliun, sedangkan untuk pemda itu, dengan 524 pemda baik provinsi maupun kabupaten/kota, menghabiskan Rp269 triliun. Kalau kita bandingkan, memang jumlahnya besar untuk pemda. Namun, kalau itu dibagi, jauh lebih besar untuk pemer­intah pusat. Itu yang dimaksud keti­dakadilan,” paparnya.

Jumlah anggaran untuk belanja pegawai itu kemudian dibandingkan dengan anggaran modal pemerintah. Anggaran modal ini diperuntukkan pada pembangunan. Pada APBN 2011, belanja modalnya dialokasikan sebe­sar Rp141 triliun. sementara untuk 2012 mengalami peningkatan sebesar Rp27 triliun, menjadi Rp168 triliun.

Ini terlihat bagaimana belanja pegawai lebih besar dibandingkan belanja modal yang untuk pembangu­nan. “Ini artinya, pemerintah kalau ingin membangun rumah itu, mere­ka bukannya bagaimana memban­gun rumah supaya bagus, beli mate­rial yang bagus, dan lain sebagainya. Malah tukangnya diperbanyak. Jadi dibandingkan untuk beli materialnya, justru tukangnya lebih banyak. Maka­nya, rumah kita ini, infrastruktur kita jelek, karena banyakan untuk belanja pegawai itu,” ungkap uchok.

Terkait dengan moratorium pega­wai, Fitra menyambut positif kebijakan itu. Pemerintah sudah menghentikan­nya sampai Desember 2012. Namun, peningkatan jumlah pegawai sebenar­nya hanya 5%. sementara peningkatan gajinya mencapai 20%.

“seharusnya pemerintah melaku­kan penghematan, kayak begini, gaji pegawai harus ditahan dulu. Tidak ada kenaikan gaji pegawai, remunerasi yang selama ini ada di setiap kemen­terian itu dihapuskan. gaji ke­13 ha­rus dihapuskan. untuk penghematan itu. Dan, mungkin nanti supaya harga ja ngan naik, supaya pegawai tidak teriak, pemerintah harus intervensi ke pasar,” ucap uchok.

Masalah remunerasi misalnya, uchok memberikan alasannya kenapa

perlu dihentikan atau ditahan dulu. Re­munerasi sendiri sebetulnya merupa­kan bagian dari reformasi birokrasi. Adapun reformasi birokrasi sendiri, seperti perampingan birokrasi dan pelayanan publik, belum berjalan de­ngan baik.

Menurut dia, seharusnya, reformasi birokrasi itu jalan dulu, baru remu­nerasi bisa diberikan. semacam reward karena telah berhasil menjalankan re­

formasi birokrasi. “Bukannya, peram­pingan birokrasinya belum jalan, atau pelayanan publiknya belum maksimal, tetapi anggaran remunerasinya sudah diberikan.”

Anggaran MubazirTerkait dengan pos­pos yang di­

anggap mubazir, tetapi malah diting­katkan alokasi anggarannya, uchok mengatakan bahwa ada beberapa pos yang sebenarnya malah bisa dikurangi anggarannya. Pertama, pos perjalanan dinas. Pos perjalanan dinas ini harus di­kurangi, karena tiap tahun meningkat anggarannya. Perjalanan dinas DPR itu tidak terlalu penting. Kedua, fasili­tas untuk pejabat. selama ini pejabat birokrasi mendapatkan fasilitas yang wah. Ketiga, bantuan sosial. Pos ini juga sangat rawan untuk dikorupsi.

“saya kira kalau DPR mau tetap me­nyusun pos itu, harus ada instrumen bagaimana mengawasi ini. selama ini tidak ada. Lepas saja ini [bansos],” un­gkapnya.

untuk pos­pos belanja yang seha­rusnya perlu ditingkatkan, uchok me­nyatakan bahwa di dalam RAPBN 2012

ini, alokasi untuk masyarakat miskin hanya sebesar Rp50 triliun. Jumlah ini perlu ditingkatkan. Pemerintah ini ha­rus mematuhi uu misalnya undang­undang kesehatan. Dalam peraturan, anggaran kesehatan itu harus 5% dari total APBN, di luar gaji pegawai. “Kita hitung 2011 kemarin, hanya 1,8%. Ini harus dinaikkan,” singkatnya.

Pada sektor pendidikan, persen­tasenya mencapai 20%. Namun, 20% itu tidak didistribusikan seluruhnya pada dinas pendidikan. Anggarannya malah disebar ke berbagai kemen­terian.

Dana pendidikan juga didominasi untuk gaji dan acara yang sebetul­nya bersifat seremonial. Adapun, un­tuk ma sya rakat hanya dana Bantuan O perasional sekolah (BOs). “Alokasi pendidikan ini arahnya tidak jelas. In­frastruktur sekolah banyak yang rusak, karena banyak anggaran untuk opera­sional pegawai dan gaji pegawai.”

Oleh karena pendidikan dan kese­hatan merupakan dua pos yang pu­nya imbas langsung ke masyarakat, seharusnya alokasi anggarannya lebih diting katkan. selain itu, sektor insfra­struktur publik juga harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dalam merancang alokasi anggaran­nya.

“Namun, kesalahan kita lagi, in­frastruktur yang dibangun itu di kota semua. seharusnya, infrastruktur di pedesaan itu dulu yang diperbaiki. APBN pada 2011 ini, banyak memba­ngun infrastruktur seperti pelabuhan, bandara. Itu bukan untuk masyara­kat miskin, tetapi untuk kepentingan investor. Jadi, APBN kita itu bukan banyak untuk kepentingan masyara­kat miskin tetapi untuk kepentingan orang asing,” papar uchok.

Hal yang tak kalah pentingnya, adanya pemborosan anggaran di era Presiden susilo Bambang yudhoyono, yaitu pembentukan banyak komisi, komite, atau satuan tugas. Jumlah staf khusus Presiden juga terlalu banyak. “saling tumpang tindih dengan lem­baga nonkementerian yang sudah lama berdiri.” and

APBN kita itu bukan banyak

untuk kepentingan masyarakat miskin

tetapi untuk kepentingan orang

asing.