Tamplate Laporan KP

35
COVER

description

Template Kerja Praktik 2015

Transcript of Tamplate Laporan KP

Page 1: Tamplate Laporan KP

COVER

Page 2: Tamplate Laporan KP

JUDUL KERJA PRAKTIK

Page 3: Tamplate Laporan KP

HALAMAN PENGESAHAN

Page 4: Tamplate Laporan KP

KATA PENGANTAR

Page 5: Tamplate Laporan KP

ABSTRAK

Page 6: Tamplate Laporan KP

DAFTAR ISI

Page 7: Tamplate Laporan KP

DAFTAR GAMBAR

Page 8: Tamplate Laporan KP

DAFTAR TABEL

Page 9: Tamplate Laporan KP

DAFTAR SIMBOL

Page 10: Tamplate Laporan KP

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANGI.2. TUJUANI.3. TOPIK

Page 11: Tamplate Laporan KP

BAB II MANAJEMEN PEKERJAAN

II.1. WAKTU PELAKSANAAN DAN VOLUME PEKERJAAN

II.2. LINGKUP PEKERJAAN

II.3. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN1. Presentasi Awal

Pada hari pertama kerja praktek, dilakukan presentasi untuk menjelaskan apa saja yang akan dilakukan selama kerja praktek di Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Bali.

2. Pengenalan modul

Melakukan pembelajaran mengenai cara dan langkah-langkah pembuatan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan.

3. Pengerjaan Modul

Melakukan pengambilan data dan mengolah data tersebut menjadi peta yang siap digunakan. Data yang digunakan antara lain yaitu Citra Satelit MODIS level 2 dan level 3, data angin dan gelombang BMKG, serta data vektor rupa bumi Indonesia.

4. Presentasi Akhir

Pada hari terakhir kerja praktek, dilakukan presentasi mengenai hasil yang dilakukan selama kerja praktek di Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) Bali.

II.4. STRUKTUR ORGANISASI

Gambar 2.1 Struktur Organisasi

Page 12: Tamplate Laporan KP

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.34/MEN/2011, struktur organisasi dan tata kerja Balai Penelitian dan Observasi

Laut (BPOL) terdiri dari :

a. Kepala Balai

Mempunyai Tugas melakukan koordinasi dan memberikan arahan seluruh kegiatan

riset dan non riset serta membina bawahan di lingkungan BPOL sesuai tata kerja dan

peraturan yang berlaku untuk kelancaran pelaksanaan tugas.

b. Sub Bagian Tata Usaha

Mempunyai Tugas melakukan urusan keuangan, persuratan, kearsipan,

kepegawaian, dan rumah tangga dan perlengkapan, serta tata laksana.

c. Seksi Tata Operasional

Mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana program dan anggaran,

pemantauan dan evaluasi serta laporan.

d. Seksi Pelayanan Teknis

Mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi,

diseminasi, publikasi, kerja sama, dan pengelolaan prasarana dan sarana penelitian

dan observasi, serta perpustakaan.

e. Kelompok Jabatan Fungsional

Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing -

masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku).

II.5. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB ELEMEN DAN UNIT ORGANISASIII.5.1. Tugas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

34/MEN/2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian dan

Observasi Laut, BPOL mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan

observasi sumber daya laut.

II.5.2. Fungsi

a. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan dan evaluasi, serta

laporan.

b. Pelaksanaan penelitian dan observasi sumber daya laut di bidang fisika dan

kimia kelautan, daerah potensial penangkapan ikan, dan perubahan iklim,

serta pengkajian teknologi kelautan.

Page 13: Tamplate Laporan KP

c. Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi, dan kerja sama penelitian dan

observasi.

d. Pengelolaan prasarana dan sarana penelitian dan observasi dan Pengelolaan

urusan tata usaha dan rumah tangga Balai.

Page 14: Tamplate Laporan KP

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Fishing ground

Fishing ground merupakan perairan tempat melakukan kegiatan penangkapan

ikan (Sudirman dan Anchar, 2000). Dapat dikatakan, fishing ground adalah daerah atau

lokasi yang memiliki kondisi yang mendukung bagi keberadaan ikan. Menurut Nomura

dan Yamazaki (1977), alasan utama sebagian spesies berkumpul pada suatu wilayah

perairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu ikan akan memilih lingkungan hidup yang

sesuai dengan kondisi tubuhnya, ikan akan mencari sumber makanan yang banyak, dan

ikan akan mencari tempat yang cocok untuk pemijahan dan perkembangbiakan.

Untuk mengembangkan suatu perairan menjadi daerah penangkapan, terdapat tiga

aspek utama yang harus dipertimbangkan, yaitu sumberdaya ikan, teknologi

penangkapan ikan, dan kondisi lingkungan. Interaksi ketiga faktor tersebut yang

menentukan apakah suatu lokasi perairan laut dapat disebut sebagai daerah

penangkapan (fishing ground) atau tidak (Ghazali, 2010).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi fishing ground ini diantaranya yaitu suhu

permukaan laut, konsentrasi klorofil, arus laut, salinitas air laut, dan kandungan oksigen

terlarut. Selain itu, fenomena upweeling dan front juga dapat menjadi indikasi lokasi

fishing ground, dimana daerah tersebut menandakan adanya fitoplankton yang

merupakan makanan bagi ikan. Selain itu, terdapat juga faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi lokasi fishing ground ini.

Penentuan zona tangkapan ikan atau fishing ground ini salah satunya dapat

dilakukan menggunakan data dari satelit Modis. Modis adalah sensor yang dibawa oleh

Earth Observing System (EOS) pada satelit Terra dan satelit Aqua, yang merupakan

bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space

Administration (NASA).

III.2. Penginderaan Jauh

III.2.3.Pengertian dan Konsep Dasar

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni memperoleh informasi tentang

objek, daerah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan

menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala

yang sedang dikaji. Alat yang dimaksud pada bahasan ini adalah pengindera

Page 15: Tamplate Laporan KP

atau sensor yang pada umumnya dipasang pada wahana (platform) yang berupa

pesawat terbang, satelit, pesawat ulang alik, dan sebagainya. Objek yang ingin

diketahui dapat berupa objek di permukaan bumi, di atas permukaan bumi,

maupun di antariksa (Lillesand dan Kiefer, 1997).

Secara umum, penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh

informasi fenomena alam pada obyek (permukaan bumi) yang diperoleh tanpa

kontak langsung dengan objek di permukaan bumi melalui pengukuran pantulan

(reflection) ataupun pancaran (emission) oleh media gelombang

elektromagnetik yang kemudian energi tersebut direkam oleh sensor.

Gambar 3.1 Konsep Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994)

Sumber energi dalam penginderaan jauh adalah radiasi elektromagnetik

yang secara umum berasal dari energi matahari. Dibentuk sekaligus oleh dua

komponen, yaitu komponen listrik dan magnetik yang keduanya berjalan

dengan fase yang sama, tegak lurus satu sama lain, dan tegak lurus dengan arah

rambatnya. Empat komponen yang sangat penting dalam sistem ini menurut

Butler, et. al. (1988) adalah :

1. Matahari sebagai sumber energi yang berupa radiasi elektromagnetik.

Radiasi elegtromagnetik merupakan suatu bentuk energi yang hanya dapat

diobservasikan melalui interaksinya dengan objek.

2. Atmosfer merupakan lintasan dari radiasi elektromagnetik, karena semua

energi yang dideteksi dengan sistem ini melalui atmosfer dengan jarak dan

panjang jalur tertentu.

Page 16: Tamplate Laporan KP

3. Sensor merupakan alat yang mendeteksi radiasi elektromagnetik yang

dipantulkan dari objek dan kemudian mengubahnya dalam bentuk sinyal

yang dapat direkam dan ditampilkan sebagai citra.

4. Target atau objek, yaitu fenomena yang terdeteksi sensor.

Menurut Sutanto (1994), ada empat alasan mengapa citra semakin banyak

digunakan, yaitu :

1. Citra menggambarkan objek di permukaan bumi secara lengkap,

permanen, dan meliputi daerah yang luas dengan format yang

memungkinkan untuk mengkaji objek – objek beserta hubungannya.

2. Jenis citra tertentu, tampak tiga dimensi bila pengamatan dilakukan

dengan stereoskop.

3. Karakteristik objek yang tidak tampak mata dapat diwujudkan dalam

bentuk citra, sehingga objeknya dapat dikenali.

4. Citra dapat dibuat dengan cepat, meskipun untuk daerah yang sulit

didatangi atau diteliti secara terrestrial. Interpretasi citra dapat dilakukan

baik siang maupun malam.

Analisa data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta

tematik, data statistik, dan data lapangan. Hasil analisa yang diperoleh berupa

informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi, dan

kondisi sumberdaya lokasi. Informasi tersebut bagi para pengguna dapat

dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan.

Keseluruhan proses mulai dari pengambilan data, analisis data, hingga

penggunaan data tersebut dinamakan Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi,

2001).

III.2.4.Penginderaan Jauh untuk Fishing Ground

Penggunaan teknik penginderaan jauh dalam bidang kelautan yaitu

dengan menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi untuk melakukan

interpretasi terhadap objek di permukaan laut. Dengan sistem ini, dapat

dihasilkan citra satelit yang merupakan data klorofil-a, arus, suhu, dan posisi

koordinat permukaan perairan yang dideteksi (Syohraeni, 2005).

Cahaya matahari merupakan komponen penting bagi wahana pengindera

yaitu sensor satelit dan fitoplankton sebagai objek yang diindera. Menurut

Wallen (dalam Raharjo, 2004), dari segi fisiologisnya spektrum cahaya yang

Page 17: Tamplate Laporan KP

penting untuk fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton adalah cahaya biru.

Rata – rata kecepatan proses fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton lebih

tinggi pada spektrum gelombang tampak tersebut, hal ini disebabkan absorbsi

cahaya biru oleh fitoplankton lebih efektif dibandingkan cahaya hijau. Cahaya

matahari yang penting untuk mendeteksi radiasi fitoplankton adalah spektrum

tampak yaitu pada panjang gelombang 400 – 700 nm.

Untuk penggunaan teknologi ini dalam bidang fishing ground, dapat

digunakan parameter suhu dan klorofil-a untuk mendeteksi nilai suhu yang

sesuai dengan habitat ikan dan nilai klorofil-a yang sesuai dengan nilai tempat

hidup ikan. Nilai suhu dan klorofil-a tersebut didapatkan dari nilai reflektan

yang didapatkan oleh sensor satelit dari permukaan air laut. Sehingga melalui

proses interpretasi akan didapatkan area yang diduga sebagai tempat fishing

ground (Afifi dan Ridho, 2014).

III.3. Citra Modis

Modis (Moderate-Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan salah satu

sensor yang dimiliki EOS (Earth Observing System) dan dibawa oleh dua wahana

NASA yaitu satelit Terra dan satelit Aqua. Sensor Modis merupakan turunan dari

sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), SeaWiFsS (Sea-

Viewing Wide Field of View Sensor) dan HIRS (High Resolution Imaging

Spectrometer) yang dimiliki EOS yang sebelumnya telah mengorbit.

Sensor Modis pertama diluncurkan pada satelit Terra pada tanggal 18 Desember

1999 dan sensor MODIS kedua diluncurkan pada satelit Aqua pada tanggal 4 Mei

2002. Sensor MODIS melewati titik yang sama di bumi sekitar dua kali per hari. Satelit

Terra dan Aqua mengorbit bumi pada arah yang berlawanan, dengan Terra melintasi

katulistiwa dari utara ke selatan di pagi hari dan Aqua melintasi katulistiwa dari selatan

ke utara disore hari. Orbit ganda ini memungkinkan titik yang sama di bumi untuk

dapat dilihat sekitar dua kali per hari, sekali selama pagi dan sore, yang

memaksimalkan jumlah gambar bebas awan yang dikumpulkan dan didownload setiap

hari. Sistem satelit ini terus memberikan data ganda Modis secara real-time untuk

stasiun di permukaan tanah dan semua data Modis disediakan gratis untuk semua

pengguna.

Tabel 3.1. Spesifikasi Satelit Modis

(Sumber : http://modis.gsfc.nasa.gov/about/specifications.php)

Page 18: Tamplate Laporan KP

Orbit: 705 km, 10:30 a.m. descending node (Terra) or 1:30 p.m.

ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar,

circular

Scan Rate: 20.3 rpm, cross track

Swath

Dimensions:

2330 km (cross track) by 10 km (along track at nadir)

Telescope: 17.78 cm diam. off-axis, afocal (collimated), with

intermediate field stop

Size: 1.0 x 1.6 x 1.0 m

Weight: 228.7 kg

Power: 162.5 W (single orbit average)

Data Rate: 10.6 Mbps (peak daytime); 6.1 Mbps (orbital average)

Quantization: 12 bits

Spatial

Resolution:

250m (bands 1-2)

500 m (bands 3-7)

1000 m (bands 8-36)

Design Life: 6 years

Sensor Modis menghasilkan resolusi radiometrik 16-bit perpiksel dan

menghasilkan citra digital dalam beberapa band yaitu : biru (band 3), merah (band 1),

hijau (band 4), near-infrared (band 2, 5, dan 16-19), SWIR (band 6 dan 7), visible (band

8-15), MWIR (band 20-26), dan TIR (band 27-36). Sementara resolusi spasial antara

250 m hingga 1000 m: band 1 dan 2 (250m), band 3-7 (500m), dan band 8-36 (1000m).

(Prahasta, 2008).

Pada Citra Modis, terdapat beberapa bagian atau level citra yang bisa di dapat,

yaitu :

1. Level 0 merupakan data mentah yang baru di dapat dari satelit.

2. Level 1 merupakan data mentah ditambah dengan informasi tentang kalibrasi

sensor dan geolokasi.

a. Level 1a mengandung informasi lebih yang dibutuhkan pada set data. Data

ini digunakan untuk input geolocation, calibration, dan processing.

b. Level 1b adalah data yang telah mempunyai terapannya, hasil dari kalibrasi

sensor pada level 1a.

Page 19: Tamplate Laporan KP

3. Level 2 merupakan data citra gabungan dari data level 1a dan 1b. Data level 2

menetapkan nilai geofisik pada tiap piksel, yang berasal dari perhitungan raw

radiance level 1a dengan menerapkan kalibrasi sensor, koreksi atmosfer, dan

algoritma bio-optik. Pada umumnya ahli - ahli oseonografi menggunakan data ini

untuk penelitian yang akan dilakukan.

4. Level 3 merupakan data citra yang telah terdapat semuanya seperti algoritma,

koreksi, klasifikasi karena data hanya menampilkan nilai data yang dibutuhkan.

Data ini merupakan data level 2 yang dikumpulkan dan dipaketkan dalam periode

1 hari, 3 hari, 8 hari, 1 bulan, dan 1 tahun.

III.4. Klorofil-a

Klorofil-a merupakan pigmen hijau fitoplankton yang digunakan dalam proses

fotosintesis. Semua fitoplankton mengandung klorofil-a yang beratnya kira – kira 1 – 2

% dari berat kering alga (Realino, 2005). Sebenarnya ada tiga macam klorofil, yaitu

klorofil-a, klorofil-b, dan klorofil-c. Dari ketiga jenis klorofil tersebut, klorofil-a

merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton sehingga

kelimpahannya dapat dilakukan melalui pengukuran konsentrasi klorofil-a di perairan

(Parsons et al., 1984 dalam Realino, 2005).

Klorofil-a merupakan salah satu dari parameter yang sangat menentukan

produktivitas primer di perairan pantai atau laut. Klorofil-a merupakan suatu pigmen

yang didapatkan dalam fitoplankton dan mempunyai fungsi sebagai mediator dalam

proses fotosintesis. Oleh karena itu, kandungan klorofil-a dalam perairan merupakan

salah satu indikator tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton atau tingkat kesuburan

suatu perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait

dengan kondisi oseanografis suatu perairan (Wyrtki, 1961 dalam Hartoko et. al. 2009).

Sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan

kedalaman perairan. Di Laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada

perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran

konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai

nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya

konsentrasi klorofil-a diperairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari

daratan secara langsung. Namun pada daerah- daerah tertentu di perairan lepas pantai

dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini

disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik

Page 20: Tamplate Laporan KP

massa air, dimana massa air mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan

permukaan (Valiela, 1984 dalam Hartoko et. al., 2009).

Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien

dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup

tersedia, maka konsentrasi klorofil-a akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Perairan

oseanis di daerah tropis umumnya memiliki konsentrasi klorofil-a yang rendah karena

keterbatasan nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom perairan akibat pemanasan

permukaan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Namun berdasarkan pola penyebaran

klorofil-a secara musiman maupun secara spasial, di beberapa bagian perairan dijumpai

konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya pengkayaan

nutrien pada lapisan permukaan perairan melaui dinamika massa air, diantaranya yaitu

upwelling, percampuran vertikal massa air, serta pola pergerakan massa air yang

membawa nutrien dari perairan sekitarnya (Tubalawony, 2007).

III.5. Parameter Oseanografi

Keberadaan ikan pada suatu perairan berhubungan dengan parameter - parameter

oseanografi di perairan tersebut seperti suhu permukaan laut, salinitas, arus, dan

ketersediaannya sumber makanan. Informasi mengenai parameter - parameter

oseanografi sangat dibutuhkan untuk penentuan lokasi fishing ground.

III.5.1.Suhu Permukaan Laut

Nybakken dan James (1992) menyatakan bahwa suhu adalah ukuran

energi molekul. Di samudera, suhu bervariasi secara horisontal sesuai dengan

garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu

merupakan salah satu faktor pentng dalam mengatur proses kehidupan dan

penyebaran organisme.

Suhu permukaan laut merupakan salah satu faktor utama penggerak siklus

musim baik di daerah tropis maupun sub tropis dimana suhu permukaan laut

akan mempengaruhi kondisi atmosfer, cuaca, dan musim. Bahkan munculnya

fenomena El Nino dan La Nina dapat dipelajari melalui suhu permukaan laut.

Banyak lagi hal lain terkait aplikasi yang dapat dipengaruhi oleh suhu

permukaan laut, diantaranya kesuburan perairan atau laut serta bidang perikanan

(Ghazali, 2010).

Suhu merupakan faktor pembatas bagi proses produksi lautan. Faktor ini

bersifat tidak langsung, pertama suhu yang terlalu tinggi dapat merusak jaringan

Page 21: Tamplate Laporan KP

tubuh plankton, yang kedua akan menggangu perairan itu sendiri. Selain itu,

suhu berpengaruh terhadap pergerakan zooplankton yang akan sangat jelas pada

lapisan termoklin di lautan. Pada lapisan ini, terjadi perubahan suhu yang sangat

drastis dan ini merupakan penghalang bagi pergerakan vertikal zooplankton,

yang berarti berpengaruh juga terhadap distribusinya (Raymont, 1980 dalam

Utami, 2010).

Suhu perairan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan, aktifitas, dan

mobilitas gerakan, penyebaran, kelimpahan penggerombolan, maturasi,

fekunditas, pemijahan masa inkubasi, dan penetasan telur serta kelulusan hidup

larva ikan. Perubahan suhu perairan di bawah suhu optimal meyebabkan

penurunan aktifitas gerakan dan aktifitas makan serta menghambat

berlangsungnya proses pemijahan (Nofridiansyah, 2010).

Di permukaan laut, suhu bervariasi secara horisontal sesuai dengan garis

lintang dan juga secra vertikal sesuai dengan kedalaman laut tersebut. Nontji

(1987) menyatakan bahwa suhu merupakan parameter oseanografi yang

mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan

sumber daya hayati laut pada umumnya. Menurut Hefni (2003) dalam Utami

(2010), kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan plankton sekitar 20°C sampai

30°C.

Menurut Laevastu dan Rosa (1962) dalam Sinaga (2006), untuk perairan

tropis, pengaruh suhu permukaan laut terhadap distribusi ikan adalah kecil, hal

ini disebabkan karena suhu relatif sama (konstan) sepanjang tahun. Oleh karena

itu, deteksi keberadaan ikan berdasarkan suhu permukaan laut di daerah tropis

mempunyai tingkat ketidakpastian yang relatif tinggi.

III.5.2.Pola Arus Permukaan

Arus adalah proses pergerakan massa air laut yang menyebabkan

perpindahan massa air laut tersebut secara terus – menerus (Gross, 1972 dalam

Rusman 2014). Sementara itu, Pond dan Pickard (1983) dalam Rusman (2014)

mengemukakan bahwa arus laut adalah proses gerakan massa air laut menuju

kesetimbangan hidrostatis yang menyebabkan perpindahan horisontal dan

vertikal massa air.

Pola arus permukaan sangat mempengaruhi ikan dalam penyebarannya.

Dimana arus ini sangat berpengaruh saat ikan bertelur dan mencari makan.

Page 22: Tamplate Laporan KP

Karena dasar inilah banyak ikan yang melakukan migrasi untuk menemukan

daerah dengan arus yang sesuai dengan habitat ikan tersebut. Migrasi ikan - ikan

dewasa disebabkan arus, sebagai alat orientasi ikan dan sebagai bentuk rute

alam. Tingkah laku ikan dapat disebabkan arus, khususnya arus pasang surut.

Arus secara langsung dapat mempengaruhi distribusi ikan - ikan dewasa dan

secara tidak langsung akan sangat mempengaruhi pengelompokan makanan

(Laevastu dan Hayes 1981).

Fishing ground yang paling baik biasanya terletak pada daerah batas

antara dua arus atau di daerah upwelling dan divergensi. Batas arus

(konvergensi dan divergensi) dan kondisi oseanografi dinamis yang lain (seperti

eddies), berfungsi tidak hanya sebagai perbatasan distribusi lingkungan bagi

ikan, tetapi juga menyebabkan pengumpulan ikan pada kondisi ini.

Pengumpulan ikan - ikan yang penting secara komersil biasanya berada pada

tengah - tengah arus eddies. Akumulasi plankton dan telur ikan juga berada di

tengah - tengah antisiklon eddies. Pengumpulan ini bisa berkaitan dengan

pengumpulan ikan dewasa dalam arus eddies (melalui rantai makanan). (Reddy,

1993).

III.6. Upwelling

Upwellingadalah penaikan massa air laut dari lapisan dalam ke lapisan

permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas

tinggi, dan zat – zat hara yang kaya naik ke permukaan (Nontji, 2002 dalam Satrya,

2010). Biasanya di daerah upwellingselalu diikuti dengan tingginya produktivitas

plankton. Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat

digunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwellingdi suatu perairan (Nikyuluw,

2005 dalam Satrya, 2010). Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu

permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan daerah sekitarnya.

Tingginya kandungan zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di

permukaan. Karena perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat

kesuburan perairan, maka proses upwelling selalu dihubungkan dengan meningkatnya

produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi

ikan di perairan tersebut (Pariwono et al., 1988 dalam Satrya, 2010).

Menurut Realino, (2005) dalam Nofridiansyah (2010), upwelling dapat terjadi

karena tiga proses yaitu :

Page 23: Tamplate Laporan KP

1. Upwelling terjadi pada waktu arus dalam (deep current) bertemu dengan suatu

rintangan seperti mid-ocean ridge (suatu ridge yang berada di tengan lautan)

dimana arus tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke

permukaan.

2. Upwellingterjadi ketika dua massa air bergerak berdampingan, misalnya saat

massa air di utara berada di bawah pengaruh gaya Coriolis dan massa air di

selatan ekuator bergerak kearah selatan di bawah gaya Coriolis juga. Keadaan

tersebut akan menimbulkan ruang kosong pada lapisan di bawahnya, hal ini

terjadi karena adanya divergensi pada perairan tersebut.

3. Upwellingdapat pula disebabkan oleh arus yang menjauhi pantai akibat tiupan

angin yang terus – menerus selama beberapa waktu. Arus ini membawa massa air

di permukaan pantai ke laut lepas yang mengakibatkan ruang kosong di daerah

pantai yang kemudian diisi oleh massa air di bawahnya.

Upwelling yang berskala kecil seperti umumnya terdapat di perairan Indonesia

berkaitan erat dengan sistem arus yang ada. Penelitian upwellingtelahdilakukandi

berbagai perairan di Indonesia, beberapa daerah upwelling telah diketahui dan

dibuktikan dengan pasti, tetapi di beberapa daerah lain masih merupakan dugaan yang

perlu dikaji lebih lanjut. Upwelling di perairan Indonesia dan sekitarnya ada yang

berskala besar seperti di selatan Jawa danada yang berskala kecil seperti di Selat

Makassar dan Selat Bali (Birowo, 1979 dalam Satrya, 2010).

III.7. Front

Front adalah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda,

baik temperaturnya maupun salinitasnya, seperti pertemuan antara massa air dari laut

Jawa yang lebih panas dengan dengan air dari Samudera Hindia yang lebih dingin

(Utami, 2010). Menurut Denman dan Powell (1984) dalam Sinaga (2006), terbentuknya

shelf break frontdi suatu perairan akan mempengaruhi distribusi fitoplankton perairan

tersebut. Pada kondisi ini ditemukan hubungan antara keberadaan fitoplankton dengan

keberadaan frontdi suatu perairan.

Robinson (1991) dalam Utami (2010), menyatakan bahwa front penting dalamhal

produktivitas perairan laut karena cenderung bersama-sama air yang dingin dan kaya

nutrient. Frontyang terbentuk mempunyai produktivitas karena merupakan perangkap

baik zat hara dari kedua massa yang bertemu, sehingga merupakan feeding ground bagi

jenis ikan pelagis. Selain itu,, pertemuan dua massa air yang berbeda merupakan

Page 24: Tamplate Laporan KP

perangkap bagi migrasi ikan karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar,

hal ini menyebabkan daerah frontmerupakan fishing groundyang baik.

Beberapa hasil penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara

kelimpahan fitoplankton yang ada di daerah front. Dengan penginderaan jauh telah

ditemukan adanya perubahan warna air laut di daerah thermal front yang menyiratkan

perubahan konsentrasi klorofil dan fitoplankton. Selain itu, dijelaskan pula adanya

penyimpangan dari organisme planktonik dengan konsentrasi 104 organisme per liter

copepods di pantai di mana terjadi front, sedangkan spesies lain mendominasi di bagian

lepas pantai (Denman dan Powell, 1984 dalam Sinaga, 2006).

III.8. Laut Sawu

Page 25: Tamplate Laporan KP

BAB IV METODOLOGI

IV.1. ALAT DAN BAHANIV.2. SPESIFIKASI ALAT HARDWARE DAN SOFTWARE

IV.3. METODE PELAKSANAAN PEKERJAANIV.4. JADWAL PEKERJAANIV.5. PELAKSANAAN PEKERJAAN

Page 26: Tamplate Laporan KP

BAB V PELAKSANAAN

V.1 BLA BLA BLA

Page 27: Tamplate Laporan KP

BAB VI PENUTUP

VI.1. KESIMPULANVI.2. SARAN

Page 28: Tamplate Laporan KP

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: Tamplate Laporan KP

LAMPIRAN1. HASIL PEKERJAAN

a. DATAb. PETAc. CD

2. ADMINISTRASIa. FORM PENGAJUAN KERJA PRAKTIKb. SURAT PERMOHONAN KERJA PRAKTIKc. SURAT BALASAN PERMOHONAN KERJA PRAKTIK DARI BPOLd. SURAT PENUGASANe. FORM KONSULTASI PEMBIMBING DARI BPOLf. FORM KONSULTASI PEMBIMBING DARI JURUSANg. SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN KERJA PRAKTIK