Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba

9

Click here to load reader

description

BUKIT KABA

Transcript of Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba

  • 1BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba dengan luas areal 13.490 hektar

    merupakan salah satu kawasan konservasi darat di Bengkulu yang memiliki

    kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

    tumbuhan. TWA ini terletak di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu dan

    ditetapan sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA) melalui Surat Keputusan Menteri

    Kehutanan No.420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan

    Hutan di Wilayah Provinsi Bengkulu. Kawasan TWA Bukit Kaba memiliki

    keindahan bentang alam yang memadukan ekosistem hutan hujan tropis dengan

    formasi geologis kawah Gunung Kaba. KPA ini diperkirakan menjadi habitat alami

    dari spesies kunci (keystone species) seperti Beruang Madu (Helarctos malayanus)

    dan Siamang (Hylobates syndactylus).

    Satwa liar dari jenis mamalia dan burung memiliki peran ekologis yang

    sangat penting bagi keseluruhan ekosistem suatu kawasan hutan terutama dalam hal

    regenerasi alami (Meijaard et al., 2006). Mereka berperan dalam penyebaran biji dan

    regenerasi tumbuhan di kawasan. Kelestarian satwa liar penting untuk dipertahankan

    karena hal ini terkait erat dengan kelangsungan jasa ekologis hutan. Punahnya satwa

    liar dalam suatu kawasan hutan merupakan suatu musibah ekologis. Hutan tanpa

    satwa liar dapat dianggap mati secara ekologis (ecologically dead). Satwa liar dan

    sumber daya alam lain merupakan natural capital yang nilainya sangat tinggi

    sehingga keberadaannya perlu untuk dilestarikan. (Pudyatmoko et al.. 2012).

  • 2Kemajuan budaya yang dicapai manusia serta eksistensinya tidak bisa dilepaskan

    oleh peran satwa liar. Aspek kehidupan manusia yang memiliki keterkaitan dengan

    satwa liar adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa

    penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil inspirasi dari

    keberadaan satwa liar (Pudyatmoko et al., 2012).

    Keberadaan satwa-satwa di TWA Bukit Kaba perlu dilestarikan melalui

    upaya pengelolaan kawasan yang terpadu. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 28

    tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan

    Pelestarian Alam (KPA) maka pengelolaan satwa di TWA Bukit Kaba difokuskan

    bagi kepentingan pariwisata alam dan rekreasi. Pengelolaan kawasan tersebut

    bertujuan untuk mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati serta

    keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan

    kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Strategi pengelolaan kawasan yang

    dianggap paling akomodatif terhadap berbagai kepentingan tersebut adalah dengan

    pengembangan kegiatan ekowisata karena relatif mampu mengakomodir kepentingan

    ekologis, ekonomi, dan sosial (Fandeli, 2002).

    Pengelolaan satwa liar memerlukan beberapa tahapan dan proses linear

    sebagaimana diungkapkan oleh Bailey (1984) dalam Alikodra (2011). Tahapan

    pengelolaan satwa liar terdiri atas: inventarisasi; sensus; penilaian produktivitas;

    diagnosis; dan kontrol. Inventarisasi merupakan tahapan awal yang penting dalam

    pengelolaan satwa liar karena akan menentukan proses selanjutnya dalam

    pengelolaan. Informasi yang diperoleh dari inventarisasi ini merupakan tahap awal

    dalam pengelolaan satwa liar dan penting bagi penyusunan data dasar tentang spesies

  • 3dalam kawasan, penyebaran maupun jumlahnya (Alikodra, 2011). Tahapan kegiatan

    penelitian ini akan mengumpulkan informasi tentang daftar spesies dan distribusi

    geografis satwa liar dari jenis mamalia dan burung pada jalur-jalur ekowisata TWA

    Bukit Kaba. Penelitian ini penting dilakukan karena belum pernah ada inventarisasi

    terhadap potensi satwa liar pada jalur-jalur wisata di TWA Bukit Kaba. Penelitian

    dan kegiatan pengelolaan di kawasan ini lebih banyak difokuskan kepada

    pengembangan wisata yang mengandalkan potensi panorama alam. Potensi satwa liar

    perlu diinventarisasi sebagai data base pengelolaan satwa liar dan bahan rekomendasi

    bagi pengelola kawasan.

    Satwa liar mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia

    ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, serta untuk

    kepentingan rekreasi dan pariwisata (Alikodra, 1990). Salah satu nilai yang penting

    bagi pelestarian sumber daya alam hayati hidupan liar (wildlife resources) adalah

    adanya nilai rekreasi (Djuwantoko, 2000 dalam Fandeli dan Mukhlison, 2000). Nilai

    estetika yang dimiliki oleh satwa liar merupakan potensi yang dapat dikembangkan

    untuk kegiatan wisata minat khusus satwa atau ekowisata satwa liar karena

    mempunyai nilai seni yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa satwa liar

    merupakan atraksi yang dapat menarik minat wisatawan.

    Atraksi wisata dapat berupa sumber daya alam, budaya, etnisitas, ataupun

    hiburan (Fandeli, 2002). Potensi satwa dan tumbuhan termasuk kategori obyek dan

    daya tarik wisata alam. TWA Bukit Kaba dengan bentang alam yang unik dan potensi

    satwanya sangat potensial untuk dikembangkan kegiatan ekowisata satwa liar.

    Pengembangan kegiatan wisata di TWA Bukit Kaba dengan menerapkan prinsip

  • 4ekowisata sangat tepat karena dapat lebih menjamin kelestarian ekologis kawasan dan

    memberikan kontribusi ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar

    kawasan.

    Pengembangan ekowisata sebagai salah satu bentuk dari kegiatan wisata

    merupakan prioritas dalam kegiatan pembangunan. Pemerintah Indonesia telah

    mencanangkan mulai tahun 2008 sebagai tahun kunjungan wisata dan menjadikan

    sektor pariwisata memiliki peran strategis sebagai sumber pendapatan dan devisa

    nasional, penciptaan kesempatan kerja dan berusaha, sekaligus sebagai media untuk

    melestarikan nilai-nilai budaya (Permana et al., 2010). Sektor kepariwisataan juga

    menjadi salah satu sektor prioritas pembangunan dalam Rencana Pembangunan

    Jangka Menengah (RPJM) Propinsi Bengkulu tahun 2011-2015 karena merupakan

    sektor strategis dan dianggap mampu untuk membangun kemandirian daerah. Dalam

    Rencana Strategis Kementrian Kehutanan tahun 2010 - 2014, pengembangan wisata

    alam merupakan salah satu fokus prioritas di antara 4 (empat) fokus prioritas

    Kementrian Kehutanan (Dephut, 2010). Pemanfaatan potensi satwa kawasan untuk

    kegiatan wisata minat khusus satwa diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif

    pengembangan wisata yang mampu memberikan kontribusi terhadap perbaikan

    ekologi kawasan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

    1.1.1. Perumusan Masalah

    TWA Bukit Kaba merupakan kawasan hutan tropis yang memiliki potensi

    keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa dan tumbuhan. Kekayaan kawasan

    ini merupakan potensi bagi pengembangan kegiatan ekowisata. Potensi kawasan ini

  • 5terutama jenis-jenis satwa liar belum dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya

    data yang dimiliki pengelola kawasan. Kurangnya data base ini merupakan titik

    lemah pengelolaan kawasan yang perlu segera diperbaiki. Potensi keanekaragaman

    hayati khususnya berupa satwa liar belum terpetakan dengan baik sehingga rencana

    pengelolaan kawasan belum mengakomodir keberadaan satwa liar sebagai potensi

    wisata dan sekaligus subyek yang memiliki kerentanan terhadap aktivitas manusia.

    Pengembangan kegiatan wisata di TWA Bukit Kaba selama ini cenderung

    bersifat wisata masal (mass tourism) sehingga menimbulkan dampak negatif terutama

    terhadap lingkungan berupa pencemaran dan ancaman terhadap kelestarian tumbuhan

    dan satwa. Mass tourism menimbulkan beberapa permasalahan yang bersifat negatif,

    yaitu dampak fisik serta sosial dan budaya (Bravo, 2003). Pariwisata masal

    menimbulkan berbagai dampak negatif baik yang terkait dengan sumber daya

    manusia maupun sumber daya alam (Sprastayasa, 2008). Pariwisata massal yang

    berkembang hingga dekade delapan puluhan menimbulkan berbagai kerusakan

    lingkungan (Gartner, 1996 dalam Fandeli, 2004). Selain itu menurut Fandeli dan

    Nurdin (2005), bentuk pariwisata masal telah menimbulkan berbagai masalah utama

    berupa masalah sosial budaya dan kerusakan lingkungan.

    Motif wisatawan yang berkunjung ke TWA Bukit Kaba pada umumnya

    adalah untuk menikmati keindahan panorama alam saja dan cenderung belum

    mengetahui potensi satwa liar sebagai obyek daya tarik wisata yang memiliki

    kerentanan terhadap aktivitas manusia. Kondisi ini jika terus terjadi tanpa perubahan

    kebijakan pengelolaan, maka akan merugikan kelestarian kawasan dan juga satwa liar

  • 6di dalamnya. Jumlah wisatawan yang besar dan perilaku negatifnya cenderung

    merugikan kelestarian kawasan dan satwa liar.

    Salah satu upaya pengelolaan kawasan yang mendesak untuk dilakukan di

    TWA Bukit Kaba adalah melengkapi data base satwa dan menyusun rencana

    pengelolaan atas dasar potensi kawasan. Penelitian ini merupakan upaya untuk

    memperbaiki data base tersebut. Beberapa permasalahan terkait penelitian yang dapat

    dirumuskan adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana potensi satwa liar serta obyek wisata pendukungnya pada jalur-jalur

    wisata di TWA Bukit Kaba?

    2. Bagaimana kriteria dalam menetapkan jalur-jalur wisata untuk mengamati

    potensi satwa liar di kawasan tersebut?

    3. Bagaimana strategi pengelolaan ekowisata minat khusus satwa liar pada jalur-

    jalur wisata TWA Bukit Kaba?

    1.1.2. Keaslian Penelitian

    Penelitian yang berkaitan dengan ekowisata dan wisata minat khusus satwa

    telah banyak dilakukan dengan lokasi, fokus, judul, dan metode yang beraneka

    ragam. Penelitian Potensi Ekowisata Satwa Liar pada Jalur-Jalur Ekowisata TWA

    Bukit Kaba merupakan ide peneliti untuk membantu pengelola kawasan melengkapi

    data base satwa dan sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan di lokasi ini.

    Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan peneliti antara lain :

  • 7Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu Terkait Ekowisata Satwa danPenelitian dengan Lokasi Bukit Kaba

    No Judul Penelitian Peneliti Aspek Kajian1 Studi Kasus Daya Dukung Lingkungan Desa-

    Desa Sekitar TWA Bukit Kaba KabupatenRejang Lebong : Tinjauan Secara Ekologi danEkonomi (Tesis/UNIB)

    Waznah(2012)

    Ekologi/Daya DukungLingkungan

    2 Kajian Pengembangan Ekowisata di KawasanTaman Wisata Alam Bukit Kaba BerdasarkanPotensi dan Prioritas Pengembangannya(Tesis/UNIB)

    Davit HutaHayan(2012)

    KelembagaanTWA BukitKaba dan Sosial

    3 Kajian Potensi Satwa Liar untukPengembangan Ekowisata di TN Bukit TigaPuluh (Tesis/UGM)

    Herturiansyah(2011)

    Keanekaragaanjenis mamaliadan burungsebagai atraksiekowisata

    4 Kajian Potensi dan Daya Tarik Burung untukPengembangan Ekowisata Birdwatching diHutan Lindung Sungai Lesan KabupatenBerau Kalimantan Timur (Tesis/UGM)

    Saiful Bahri(2011)

    Keanekaragamanjenis burungsebagai potensiekowisata

    5 Kajian Potensi dan Pengembangan EkowisataGajah Sumatera di Kawasan Hutan PLGSeblat (Tesis/UGM)

    M. Mahfud(2011)

    Atraksi gajahsebagai potensiekowisata

    1.2. Tujuan Penelitian

    Penelitian yang dilakukan di TWA Bukit Kaba ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:

    1. Mengetahui potensi satwa liar serta obyek wisata pendukung pada jalur-jalur

    wisata di TWA Bukit Kaba.

    2. Mengetahui dan menilai kualitas jalur-jalur wisata untuk mengamati potensi

    satwa liar di TWA Bukit Kaba.

    3. Menyusun strategi pengelolaan ekowisata minat khusus satwa liar pada jalur-

    jalur wisata TWA Bukit Kaba berdasarkan faktor internal dan eksternal.

  • 81.3. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara lain:

    1. Membantu BKSDA Bengkulu selaku pengelola dalam menyediakan data base

    dan informasi potensi satwa liar serta obyek wisata pendukung di TWA Bukit

    Kaba.

    2. Sebagai bahan masukan kepada BKSDA Bengkulu dan stakeholder lain dalam

    melakukan pengelolaan dan pengembangan kawasan TWA Bukit Kaba.

    3. Menambah dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan

    manajemen kawasan konservasi.

    1.4. Batasan Penelitian

    Fokus penelitian ini adalah menginventarisasi potensi satwa liar dari jenis-

    jenis mamalia dan burung pada jalur-jalur wisata di TWA Bukit Kaba. Penelitian

    pada jalur-jalur wisata ini dimaksudkan untuk mendukung kegiatan wisata yang

    sudah ada pada lokasi tersebut. Penelitian potensi satwa pada jalur-jalur wisata akan

    menambah daya tarik obyek wisata Bukit Kaba yang sudah ada sehingga memiliki

    nilai lebih dibandingkan obyek wisata lain yang sejenis.

    Informasi tentang potensi satwa pada jalur-jalur wisata di TWA Bukit Kaba

    dapat memberikan tambahan pengalaman (enriching) dan pembelajaran (learning)

    bagi wisatawan tentang konservasi serta sebagai sarana bagi pengelola untuk

    mengontrol wisatawan baik dari segi jumlah dan perilaku yang dapat berdampak

    negatif bagi satwa. Penelitian tidak dilakukan pada seluruh kawasan karena terkait

  • 9dengan tujuan pengembangan wisata TWA Bukit Kaba yaitu optimalisasi jalur-jalur

    wisata yang sudah ada dan tingkat kerentanan satwa terhadap aktivitas manusia.

    Pembatasan lingkup obyek penelitian pada jenis mamalia dan burung adalah

    untuk lebih mendukung tujuan penelitian ini yaitu satwa untuk kepentingan wisata.

    Satwa dari jenis mamalia dan burung hampir sebagian besar merupakan satwa

    diurnal (aktif di siang hari) sehingga lebih mudah diamati oleh wisatawan. Spesies

    vertebrata, terutama mamalia dan burung yang seringkali dijadikan sebagai taxa

    perwakilan (flagship), relatif lebih mudah untuk diobservasi dan kemiripan habitatnya

    lebih banyak diketahui (Meijaard et.al, 2006). Spesies taxa vertebrata ini juga secara

    ekologis penting bagi ekosistem serta kehidupan sehari-hari. Kajian vertebrata

    merupakan titik awal yang baik bagi usulan perbaikan tujuan dan praktek kegiatan

    pengelolaan hutan karena jumlah penelitian dan pustaka yang tersedia cukup banyak.