Tahapan SPIP
-
Upload
ipoeng-yctigaes -
Category
Documents
-
view
898 -
download
26
Embed Size (px)
Transcript of Tahapan SPIP

0
ANALISIS PENYELENGGARAAN PP 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM
PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH PADA DUA PEMDA
DI SUMATERA BARAT
Oleh : ZUMRIYATUN LAILA
BP. 0821220029
1. Latar Belakang
Untuk melaksanakan pengendalian intern di pemerintahan maka dibentuklah Aparat
Pengendalian Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari BPKP, Itjen Departemen/Unit
Pengawasan LPND, Satuan Pengawasan Intern BUMD/BUMD. Tujuan pengawasan APIP ini
adalah untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintah dan
pembangunan (Murwanto dkk,2006)
Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, dilaksanakan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (pasal 23E ayat 1 UUD 1945). Lebih lanjut UU Nomor 15
tahun 2004 sebagai penyempurnaan dari UU nomor 5 tahun 1973, BPK bersama-sama dengan
DPR merupakan lembaga tinggi di luar pemerintahan yang melakukan pengawasan secara
mandiri dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan
keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan
kepatutan. Sesuai dengan amanat pasal 58 UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Presiden mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
secara menyeluruh dalam rangka pengelolaan keuangan Negara yang transparan dan akuntabel.
Kenyataannya, amanah ini belum bisa diwujudkan karena belum adanya persepsi yang
sama mengenai konfigurasi Sistem Pengendalian Internal Pemerintah yang menyeluruh. Sistem

1
ini masih bersifat parsial ditingkat kementrian dan di tingkat pemerintahan daerah. Belum ada
Sistem Pengendalian Intern secara Nasional yang mengurusi masalah pengawasan strategik
dalam skala nasional (Widayadi, 2007).
PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) mempertegas
komitmen pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme pada
berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintah. Hal ini sejalan dengan amanat
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 dan Undang-
Undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
PP 60 tahun 2008 ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004
tentang Perbendahaaraan Negara pasal 58 ayat 1 yang menyatakan bahwa “ dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden
selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggaran sistem pengendalian interen di
lingkungan pemerintahan secara menyeluruh”
Sistem Pengendalian Intern yang dimaksud dalam PP 60 tahun 2008 merupakan suatu
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien (operating), keandalan pelaporan keuangan
(financial reporting), pengamanan asset negara (safeguarding) dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan (compliance). Tujuan dari ditetapkannya PP 60 tahun 2008 ini adalah
untuk mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif,efisien, transparan dan akuntabel.
Dalam Rapat Kerja BPKP tahun 2010, Wakil Presiden RI Boediono menyampaikan
kepada seluruh kementrian/lembaga dan pemerintah daerah untuk bersama-sama meningkatkan

2
kualitas akuntabilitas keuangan Negara yang tercermin dari peningkatan opini laporan
keuangannya melalui penerapan SPIP ini di seluruh jajaran pemerintahan.
Terkait dengan pelaksanaan penerapan PP 60 tahun 2008 tentang SPIP, BPKP
mempunyai tiga peran baru yaitu pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan Negara,
reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dan pembinaan penyelenggaraan
SPIP.
Ada 5 (lima) tahap yang dilakukan dalam proses penyelenggaraan SPIP yaitu:
1) Tahap pertama: Knowing yaitu melalui sosialisasi dan diklat
2) Tahap kedua: melakukan pemetaan/diagnostic assessment yang dimaksudkan untuk
memperoleh area perbaikan (area of improvements) terhadap unsur-unsur SPIP yang
dipetakan. Berikutnya adalah melakukan perbaikan yang diperlukan terhadap unsur-unsur
tersebut melalui bimbingan dan konsultasi.
3) Tahap ketiga: Norming yaitu setiap instansi pemerintah perlu segera membangun dan
memperbaiki infrastruktur untuk penyelenggaraan SPIP pada organisasinya.
4) Tahap keempat: Forming yaitu melakukan internalisasi terhadap infrastruktur yang dibangun
dan diperbaiki dengan mewujudkan dalam keseharian semua yang diperlukan dalam
menyelenggarakan SPIP. Proses ini memerlukan waktu bagi tiap instansi pemerintah untuk
dapat mencapai tujuan dari penyelenggaraan SPIP yang dimaksudkan. Proses internalisasi ini
perlu selalu dipantau dan dievaluasi secara terus menerus oleh instansi pemerintah itu sendiri
untuk dapat menilai apakah SPIP yang diinginkan telah terselenggara dengan baik atau masih
memerlukan perbaikan secara terus menerus.
5) Tahap kelima: Performing yaitu pengembangan berkelanjutan melalui learning by doing,
karena kondisi yang dihadapi setiap instansi pemerintah selalu dinamis, dan dinamika

3
tersebut akan terus menimbulkan perubahan, yang akan memerlukan pengembangan yang
berkelanjutan sehingga SPIP yang dibutuhkan setiap instansi pemerintah dapat berlangsung
secara baik.
Sesuai dengan laporan pelaksanaan kegiatan SPIP yang dilakukan oleh Perwakilan
BPKP Provinsi Sumatera Barat kepada aparat Pemerintah Daerah di Sumatera Barat, sampai
dengan Desember 2010, posisi pemerintah daerah dalam tahapan SPIP sebagian besar masih
berada di tahap pertama (knowing). Dari 19 Kabupaten yang ada di Sumatera Barat, baru 2
daerah yang sudah melakukan Diagnostic Assesment, dan sedang berada di tahap Norming,
yaitu tahapan perbaikan atas kelemahan-kelemahan prosedur dan sistem yang ditemukan di tahap
sebelumnya.
Bagi pemerintah daerah, peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan daerah akan
tercermin dari opini yang dikeluarkan oleh BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah setiap
tahunnya. Dengan diterapkannya SPIP, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan opini
yang diperolehnya, yang sebelumnya disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
ataupun mendapatkan opini yang tertinggi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Penurunan kualitas akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah berdasarkan
opini yang diberikan oleh BPK dari tahun 2008 ke tahun 2009, terlihat dari 2 daerah yang
sebelumnya memperoleh opini WTP di tahun 2008, pada tahun 2009 turun menjadi WDP, dan
hanya 1 daerah yang mengalami peningkatan dari WDP menjadi WTP.
Unsur-unsur utama kualifikasi dalam pemberian opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan
atas Laporan Keuangan yang disusun oleh pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat antara lain sebagai berikut (BPKP Sumbar, 2010):
1. Kelemahan di dalam pengelolaan aset dan persediaan

4
2. Kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah
3. Kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang belum dijalankan secara konsisten
4. Pengelolaan penerimaan dan penggunaan dana yang belum akuntabel
5. Akuntabilitas penyertaan dan penempatan modal pemerintah daerah yang belum
tertib
6. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Kelemahan dari sistem pengendalian intern pemerintah daerah merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Laporan
hasil audit atas efektivitas pengendalian intern yang tersaji di buku II Laporan BPK
memperlihatkan bahwa hampir seluruh daerah di Provinsi Sumatera Barat mengalami
permasalahan lemahnya sistem pengendalian intern yang terlihat dari masih banyaknya temuan-
temuan audit yang diungkap oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah sudah lebih kurang 2 (dua) tahun diberlakukan, namun sampai saat ini masih belum
seluruh Pemerintah Daerah dapat menerapkan seluruh unsur-unsur yang ada di dalam peraturan
pemerintah tersebut. Kurangnya sosialisasi dan masih sedikitnya aparat di pemerintah daerah
yang memahami SPIP menyebabkan lambatnya penerapan peraturan ini. Untuk pemeriksaan atas
laporan keuangan pemerintah daerah di tahun-tahun berikutnya, Badan Pemeriksa Keuangan
akan mengevaluasi secara menyeluruh penerapan unsur-unsur SPIP di pelaksanaan auditnya.
Menurut Mardiasmo (2010), SPIP berfungsi untuk memberikan arah yang jelas atas
tercapainya tujuan organisasi, dengan membangun lima unsur yang ada dalam SPIP tersebut,
yaitu Lingkungan Pengendalian, Penilaian Resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan
Komunikasi, serta Pemantauan. PP 60 tahun 2008 mewajibkan seluruh komponen yang ada di

5
instansi pemerintah untuk bersama-sama membangun ‘soft control’ dan ‘hard control’ dari
sistem pengendalian intern. Terbitnya PP 60 tahun 2008 ini tidak terlepas dari adanya tuntutan
jaman bahwa perlu dibangun sistem yang lebih canggih untuk mengantisipasi perubahan yang
terjadi.
Namun demikian, perlu disadari bahwa tidak ada suatu pengendalian intern yang dapat
memberikan jaminan keberhasilan secara absolute. Ada beberapa kelemahan yang terkandung di
dalam suatu pengendalian intern diantaranya adalah:
- Keputusan dilakukan oleh manusia yang sering berada di bawah tekanan dengan keterbatasan
waktu dan informasi sehingga dapat terjadi pengambilan keputusan yang tidak tepat;
- Pegawai mungkin tidak memahami instruksi yang diberikan sehingga mengakibatkan
kegagalan operasi;
- Pimpinan dan manajemen tingkat atas dengan kewenangannya bisa mengabaikan kebijakan
dan prosedur yang telah ditetapkan;
- Kolusi diantara pegawai dapat mensiasati pengendalian intern sebaik apapun;
- Risiko kegagalan dan dampaknya harus dibandingkan dengan manfaat penerapan sistem
pengendalian intern.
Terlepas dari kelemahan-kelemahan tersebut di atas, penerapan PP Nomor 60/2008 di
lingkungan pemerintahan merupakan suatu wujud komitmen pemerintah untuk membangun tata
kelola pemerintahan yang baik yang didukung oleh birokrasi yang berintegritas.
2. Definisi Sistem Pengendalian Intern
Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 tahun 2008 tentang
SPIP adalah:

6
“Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”
Pengertian SPIP tersebut mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai dengan
dibangunnya SPIP, yaitu:
1) Kegiatan yang efektif dan efisien
Kegiatan instansi pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai dengan rencana
dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan,
efisien biasanya dikaitkan dengan pemanfaatan asset untuk mendapatkan hasil. Kegiatan
instansi pemerintah dikatakan efisien bila mampu menghasilkan produksi yang
berkualitas tinggi (pelayanan prima), dengan bahan baku (sumber daya) yang sesuai
dengan standar.
2) Laporan keuangan yang dapat diandalkan
Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat penting untuk
pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat sesuai dengan kebutuhan,
maka informasi yang disajikan harus handal/layak dipercaya, dan menggambarkan
keadaaan yang sebenarnya. Karena jika laporan yang tersaji tidak memadai dan tidak
benar, maka akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan keputusan yang salah serta
merugikan organisasi.
3) Pengamanan Aset
Aset diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat, terutama dari
penerimaan pajak dan bukan pajak, yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan
Negara/daerah. Pengamanan asset merupakan isu penting yang mendapat perhatian serius

7
dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini disebabkan karena kelalaian dalam pengamanan
asset akan berakibat mudahnya terjadi pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi
lainnya.
4) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu,
pelaksanaan transaksi atau kegiatan harus taat terhadap kebijakan, prosedur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap aspek hukum dapat
mengakibatkan tindakan pidana maupun perdata berupa kerugian.
3. Komponen Pengendalian Intern dan Fungsi Pengendalian Intern
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP disebutkan
Pengendalian Interen terdiri dari 5 (lima) komponen yang berhubungan, yaitu:
1) Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi
kesadaran pengendalian pihak yang terdapat dalam organisasi tersebut. Lingkungan
pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian interen yang lain,
menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian meliputi penegakan integritas
dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan
struktur organisasi yang sesuai kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan hubungan
kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

8
2) Penilaian Risiko
Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah
yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan.
Selanjutnya instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif resiko yang dapat
menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar
instansi. Terhadap resiko yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan
manajemen resiko dan kegiatan pengendalian resiko yang diperlukan untuk memperkecil
resiko.
3) Kegiatan Pengendalian
Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu
memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi resiko
yang telah diidentifikasi selama proses penilaian resiko.
Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah dapat berbeda
dengan yang diterapkan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain
disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan, lingkungan dan cara beroperasi, tingkat
kerumitan organisasi, sejarah dan latar belakang serta budaya, serta resiko yang dihadapi
4) Informasi dan Komunikasi
Informasi yang berhubungan perlu diidentifikasi, ditangkap dan dikomunikasikan
dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan para pihak memahami tanggung
jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan, kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang
cukup untuk memungkinkan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah.
Informasi yang dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang

9
efektif harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima
pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada pengawasan. Semua
pegawai harus paham peran mereka dalam sistem pengendalian interen seperti juga
hubungan kerja antar individu. Mereka harus memiliki alat yang menyebarluaskan informasi
penting.
5) Monitoring/Pemantauan
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi,
pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi
terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas Sistem
Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau
pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.
Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan
dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu
lainnya yang ditetapkan.
Gambaran unsur dan sub unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 dapat digambarkan sebagai berikut:
4. Prinsip Umum Penyelenggaraan SPIP
Konsep dasar pengendalian memandang bahwa sistem pengendalian intern bukan suatu
kejadian atau keadaan yang terjadi sesaat dan mandiri, akan tetapi merupakan suatu rangkaian
tindakan yang mencakup seluruh kegiatan instansi yang dilakukan untuk mendapatkan keyakinan

10
yang wajar bahwa tujuan akan dicapai. Konsep ini memberikan prinsip umum yang harus
diperhatikan dalam menerapkan SPIP yaitu:
1) Sistem Pengendalian Intern sebagai proses yang integral dan menyatu dengan instansi atau
kegiatan secara terus menerus
Sistem Pengendalian Intern akan efektif apabila dibangun ke dalam infrastruktur suatu
instansi dengan menjadi bagian dari organisasi yang dikenal dengan istilah ”built-in”.
Pengertian built-in adalah suatu proses yang terintegrasi dengan kegiatan, dan akan menyatu
dengan pelaksanaan fungsi manajemen, mulai dari perencanaan sampai evaluasi.
2) Sistem Pengendalian Intern dipengaruhi oleh manusia
Efektivitas sistem pengendalian inten sangat bergantung pada manusia yang
melaksanakannya. Manajemen menetapkan tujuan, merancang dan melaksanakan mekanisme
pengendalian, memantau serta mengevaluasi pengendalian. Selanjutnya, seluruh pegawai
dalam instansi memegang peranan penting untuk melaksanakan sistem pengendalian intern
secara efektif.
3) Sistem pengendalian Intern memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakiinan yang
mutlak
Betapapun baiknya perancangan dan pengoperasian sistem pengendalian intern dalam suatu
instansi, tidak dapat memberikan jaminan keyakina yang mutlak bahwa tujuan instansi dapat
tercapai. Hal ini disebabkan kemungkinan pencapaian tujuan tetap dipengaruhi oleh
keterbatasan yang melekat dalam seluruh sistem pengendalian intern, seperti kesalahan
manusia, pertimbangan yang keliru, dan adanya kolusi.
4) Sistem Pengendalian Intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan ukuran, kompleksitas, sifat,
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah

11
Bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada tujuan dan ukuran
instansi, serta sesuai dengan kebutuhan dan ciri kegitan serta lingkungan yang
melingkupinya, karakter operasi dan lingkungan dimana kegiatan instansi dilaksanakan.
Dengan konsep ini, tidak ada pengendalian yang dimiliki suatu instansi yang langsung dapat
ditiru dan diterapkan pada instansi lain.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan SPIP
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), antara lain (Wibisono, 2010):
1) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah merupakan modal utama dan penggerak dalam suatu
organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP ini. Sumber daya manusia
yang dimaksudkan adalah SDM yang memiliki integritas dan mentaati nilai etika.
Sumber Daya Manusia yang mempunyai integritas dan mentaati etika adalah merupakan
komponen penting dalam mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya..
2) Komitmen
Komitmen merupakan keterikatan untuk melaksanakan suatu kegiatan (Usman, 2010).
Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh
komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam menjalankan organisasi. Dalam
penerapan SPIP, komitmen pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun keputusan
maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan terhadap pengendalian
intern, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan mendapatkan dukungan sepenuhnya
dari pimpinan..

12
3) Keteladanan dari Pimpinan
Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan budaya kerja
dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang kondusif, dengan pimpinan
yang selalu memberikan contoh prilaku yang positif, selalu mendorong bawahan untuk
terbiasa bersikap terbuka, jujur dan disiplin akan memudahkan organisasi dalam
pencapaian tujuannya. Keteladan pimpinan dalam bersikap dan bertingkah laku akan
dapat mendorong terciptanya budaya kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai
kejujuran, etika dan disiplin.
4) Ketersediaan Infrastruktur
Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain: pedoman, kebijakan, dan prosedur yang
terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai dengan proses bisnis dan
karakteristik suatu instansi pemerintah terkait dengan penyelenggaraan SPIP. Keberadaan
infrastruktur harus didukung oleh implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut.
6. Sistem Pengendalian Intern dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada dasarnya merupakan asersi atau pernyataan
dari pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak lain yaitu
pemegang kepentingan yang ada tentang kondisi keuangan pemerintah daerah. Menurut
Mahmudi (2007), untuk melindungi para pengguna laporan keuangan, maka diperlukan pihak
ketiga yaitu auditor independen dalam menilai kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Agar suatu laporan keuangan dapat memberikan keyakinan kepada penggunannya dan
dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan, diperlukan adanya pernyataan kualitas atas
laporan keuangan (opini) yang diberikan oleh auditor ekstern. Sesuai dengan pasal 23 UUD

13
1945, yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan untuk
memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) bahwa laporan keuangan telah
disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
Peningkatan akuntabilitas keuangan Negara yang tercermin dari opini yang diberikan
oleh BPK, sangat terkait dengan efektifivitas pengendalian intern yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Keluarnya PP 60 tahun 2008 menunjukkan adanya komitmen dari
pemerintah untuk untuk membangun sistem pengendalian intern yang memadai untuk menjamin
tercapainya tujuan pemerintah secara efektif dan efisien.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal
55 ayat (4) menyatakan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBN telah diselenggarakan berdasarkan
Sistem Pengendalian Intern yang memadai dan akuntansi keuangan yang diselenggarakan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Selanjutnya, pasal 58 ayat (1) dan (2) undang-undang tersebut juga menyatakan dalam
rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden
selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggaran Sistem Pengendalian Intern di
lingkungan pemerintah secara menyeluruh.
Dalam suatu sistem pengendalian intern yang efektif diperlukan adanya fungsi internal
audit yang berperan sebagai „mata dan telinga‟ dari pimpinan tertinggi organisasi. Secara
berkala, internal auditor akan menyampaikan laporan hasil audit yang berisi rekomendasi

14
perbaikan terhadap kelemahan atau penyimpangan yang ditemui dalam pemeriksaan.Laporan
yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners pada tahun 2002 menunjukkan
bahwa pengendalian intern yang kuat merupakan faktor yang paling efektif dalam upaya
mengatasi korupsi dibandingkan dengan kamera pengintai (surveillance camera) sebagai faktor
yang paling kurang efektif. (Indreswari, 2010)
7. Perkembangan Penyelenggaraan SPIP di Pemerintah Daerah
Keberhasilan penerapan SPIP pada suatu daerah tidak terlepas dari kesamaan persepsi
dan dukungan dari seluruh jajaran yang dilingkungannya untuk berkomitmen menerapkan unsur-
unsur dan sub unsur-sub unsur yang termuat di dalam PP 60 tahun 2008 tentang SPIP. Untuk itu,
setiap instansi pemerintah diharapkan sudah memahami tahapan dan langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk mensukseskan penerapan SPIP di daerahnya.
Di lingkungan pemerintahan pada umumnya, dan khususnya di pemerintah daerah yang
ada Sumatera Barat, permasalahan yang menjadi pusat perhatian saat ini adalah masalah
pemberian opini oleh BPK atas laporan keuangan yang disajikan setiap tahunnya. Opini ini dapat
mengakibatkan turunnya kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah daerah dalam
pengelolaan keuangan. Salah satu penyebabnya adalah adanya kelemahan dalam pengendalian
intern.
Berdasarkan laporan penyelenggaraan pembinaan SPIP yang dilaksanakan oleh BPKP
Perwakilan Provinsi Sumatera Barat mulai dari tahun 2009 sampai dengan 2010, pada umumnya
pemerintah daerah yang ada masih berada pada tahapan persiapan. Perkembangan
penyelenggaraan SPIP pada pemerintah daerah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

15
Tabel 4.4
Perkembangan Penyelenggaran SPIP
NO URAIAN 2009 2010
1 Penyusunan Peraturan Kepala Daerah tentang
SPIP
1 5 daerah
2 Pembentukan Satuan Tugas SPIP di tingkat
Pemerintah Daerah
1 daerah 3 daerah
3 Pembentukan Satuan Tugas SPIP di tingkat
SKPD
Belum 2 daerah
4 Sosialisasi SPIP
- Aparat Pemda
- APIP
11
8
5
10
5 Pendidikan dan Latihan SPIP
- Pemerintah Daerah
- BPKP Perwakilan Sumbar
2
1
2
2
6 Diagnostic Assesment
- Pilot Project
0
2
Sumber: Laporan Kegiatan SPIP s.d Triwulan III, BPKP 2010
Dari data diatas terlihat bahwa, perkembangan pembinaan dan penyelenggaraan SPIP
untuk setiap kegiatan pada tahun 2009 masih rendah. Di dalam Pedoman Teknis
Penyelenggaraan SPIP tanggal 7 Desember 2009 dengan peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-
1326/K/LB/2009, kelemahan penyelenggaraan sistem pengendalian intern ini terjadi karena
beberapa hambatan dan keterbatasan di pemerintah daerah dalam pelaksanaannya antara lain:
1) Pimpinan instansi pemerintah masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya sistem
pengendalian intern
2) Perspektif pimpinan instansi pemerintah dan auditor atau evaluator terhadap pelaksanaan
sistem pengendalian intern belum sepenuhnya mendukung terciptanya lingkungan
pengendalian yang memadai
3) Kesalahan-kesalahan yang terjadi dilakukan oleh personil, baik secara sengaja maupun tidak
sengaja.

16
Pasal 47 ayat (1) PP 60 tahun 2008 menyatakan bahwa Menteri/Pimpinan lembaga,
gubernur dan bupati/walikota bertanggungjawab atas efektivitas penyelenggaran Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing.
Berdasarkan pasal ini, tanggung jawab penyelenggaran SPIP dan keberhasilan penerapan
SPIP di daerah sangat tergantung pada komitmen dari kepala daerah masing-masing. Salah satu
penyebab keterlambatan penyelenggaraan SPIP di pemerintahan daerah di Sumatera Barat antara
lain juga disebabkan karena pada periode 2009-2010 sebagian besar daerah di Sumatera Barat
sedang dalam proses pemilihan kepala daerah, sehingga perhatian terhadap penyelenggaraan
SPIP agak terabaikan. Pada tahun 2010, baik Kabupaten Tanah Datar maupun Kabupaten
Pasaman baru menyelenggarakan Pilkada untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Daerah.
Sepanjang tahun 2009, kegiatan pembinaan lebih banyak ditujukan dalam bentuk
sosialisasi dibandingkan pendidikan dan latihan. Salah satu penyebab lambatnya BPKP dalam
mensosialisasikan SPIP ini antara lain karena:
- Personil Satuan Tugas Pembinaan SPIP yang sudah dibentuk oleh BPKP sejak tahun 2008
dengan SK Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat masih perlu dididik dan dilatih
untuk siap membina aparat pemerintah daerah.
- Pedoman teknis penyelenggaraan SPIP baru dikeluarkan pada tanggal 7 Desember 2009
dengan peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1326/K/LB/2009. Pedoman Teknis ini
digunakan sebagai acuan dalam rangka penyelenggaraan SPIP di lingkungan instansi
pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.

17
8. Perbandingan Pelaksanaan SPIP dengan Kriteria Sesuai dengan PP 60 Tahun 2008
Secara umum, penerapan SPIP di kedua Kabupaten tersebut sama-sama berada dalam level
sedang, namun dengan capaian nilai yang sedikit berbeda, untuk Kabupaten Pasaman nilai rata-
rata 2,54 dan Kabupaten Tanah Datar nilai rata-rata 2,40.
Level sedang ini berarti juga terdapat potensi kelemahan dalam penerapan unsur-unsur
SPIP. Hasil penilaian dari simpulan umum ini merupakan penjumlah rata-rata penilaian untuk
pemahaman SPIP, Pemasyarakatan (Diseminasi) SPIP dan Kondisi Penerapan Unsur-Unsur SPIP
di masing-masing daerah. Uraian lebih rinci sebagai berikut:
1) Pemahaman SPIP
Di dalam tahapan pemahaman, yang ingin diperlihatkan adalah bagaimana kesadaran
(awareness) dari segenap penyelenggara SPIP di daerah dibangun dan memperoleh persepsi
yang sama. Persamaan persepsi ini bertujuan agar setiap individu/penyelenggara dalam
organisasi memiliki pemahaman yang sama atas segala hal yang akan dilaksanakan. Pada
tahapan ini dibangun kesadaran mengenai manfaat dan peran penting SPIP bagi pemerintah
daerah, sehingga dapat terbangun komitmen bersama sebagai landasan penyelenggaraan
SPIP.
2) Pemasyarakatan (Diseminasi)
Pemasyarakatan SPIP adalah suatu upaya yang dilakukan agar setiap unsur-unsur SPIP
dipahami, diterapkan dan dimanfaatkan oleh segenap jajaran di pemerintah daerah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil untuk tahapan pemasyarakat SPIP di
Kabupaten Pasaman memperoleh nilai rata-rata 2,73 dan Kabupaten Tanah Datar
memperoleh nilai rata-rata 2,58 dari skala 4.

18
Belum seluruh pegawai mendapatkan sosialisasi SPIP, sehingga dorongan untuk menerapkan
SPIP bagi pimpinan dan pegawai juga belum memadai. Selain itu pendidikan dan pelatihan
SPIP yang masih sedikit belum bisa sepenuhnya memberikan manfaat untuk penerapan SPIP.
Komitmen pimpinan dalam menerapkan SPIP masih belum memadai sehingga sikap positif
dan tanggap dalam memasyarakatkan SPIP kepada seluruh jajarannya belum maksimal.
3) Kondisi Unsur SPIP
Penerapan unsur-unsur SPIP secara umum untuk kedua daerah menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang signifikan. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 2,52 untuk Kabupaten
Pasaman dan 2,51 untuk Kabupaten Tanah Datar. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua
unsur-unsur dalam SPIP dapat diterapkan sepenuhnya dan masih terdapat kelemahan dalam
penerapan unsur-unsur SPIP oleh pemerintah daerah dan segenap jajarannya.
Kondisi Pencapaian Tujuan SPIP
Hasil pengujian jawaban responden terhadap kondisi pencapaian tujuan SPIP pada kedua
daerah menunjukkan bahwa secara rata-rata kondisi pencapaian tujuan SPIP masih rendah
dimana Kabupaten Pasaman memperoleh nilai rata-rata 18,53% dan Kabupaten Tanah Datar
rata-rata nilainya 16,49%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pencapaian masing-masing tujuan
SPIP masih jauh dari sempurna dan belum maksimal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Keandalan Laporan Keuangan
Rata-rata 27,96% responden di Kabupaten Pasaman dan 15,96% responden di Kabupaten
Tanah Datar menyatakan bahwa laporan keuangan yang mereka susun sudah dapat

19
diandalkan. Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam penyusunan Laporan
Keuangan menjadi penyebab belum andalnya laporan keuangan yang mereka hasilkan.
b. Pengamanan Aset Negara
Rata-rata 10,59% responden di Kabupaten Pasaman dan 18,09% responden di Kabupaten
Tanah Datar menyatakan pengamanan asset pada unit kerjanya sudah berjalan secara tertib,
akuntabel, dan dengan nilai yang wajar. Keterbatasan SDM (kuantitas dan kualitas) dalam
pengelolaan asset menjadi penyebab pengamanan asset pada unit kerjanya belum berjalan
secara tertib, akuntabel, dan dengan nilai yang wajar.
c. Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan Instansi Pemerintah
Rata-rata 5,88% responden di Kabupaten Pasaman dan 12,77% responden di Kabupaten
Tanah Datar menyatakan kegiatan Instansi Pemerintah sudah terselenggara secara efektif dan
efisien. Penggunaan sumber daya yang belum optimal menjadi penyebab penyelenggaraan
kegiatan pemerintah daerah belum efektif dan efisiennya.
d. Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Rata-rata 30,59% responden di Kabupaten Pasaman dan 19,15% responden di Kabupaten
Tanah Datar menyatakan pelaksanaan tugas dan fungsi di unit kerjanya sudah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Reward and punishment system yang tidak
dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen menjadi penyebab pelaksanaan tugas dan
fungsi di unit kerjanya belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari keseluruhan hasil penelitian mengimplikasikan bahwa penerapan SPIP pada kedua
daerah yang berada dalam tahapan pelaksanaan SPIP yang sama, menunjukkan kondisi
penerapan SPIP yang tidak jauh berbeda. Penyelenggaraan SPIP pada kedua daerah tidak secara
langsung mempengaruhi opini yang diperoleh kedua daerah pada tahun 2009, walaupun secara

20
teoritis opini atas Laporan Keuangan dipengaruhi oleh efektivitas pengendalian intern. Hal ini
dikarenakan pelaksanaan SPIP baru berjalan 2 tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun
dikeluarkan, sehingga masih banyak kelemahan-kelemahan yang ditemui dalam penerapan SPIP
oleh pemerintah daerah. Selain itu, sosialisasi yang dilaksanakan sepanjang tahun 2009 dan
2010, lebih difokuskan kepada pejabat eselon II dan III sebagai pengambil kebijakan, belum
bersifat menyeluruh untuk seluruh pegawai di pemerintah daerah. Sebagian besar responden
yang menjadi partisipan dalam penelitian ini merupakan pejabat eselon IV dan staf, yang pada
umumnya belum mendapatkan sosialisasi tentang SPIP langsung dari Satgas SPIP BPKP
Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, hal ini menyebabkan hasil penelitian tentang kondisi
penerapan SPIP pada kedua daerah tidak jauh berbeda
Faktor yang terpenting dalam penerapan SPIP sesuai dengan aturan adalah mengenai soft
control yaitu faktor Sumber Daya Manusia selaku pelaksana SPIP. Selain itu komitmen dari
pimpinan/pengambil kebijakan juga menjadi faktor penentu dalam penerapan SPIP, sebagai
kunci suksesnya efektivitas penerapan SPIP di pemerintah daerah.

21
DAFTAR REFERENSI
BPKP Sumbar, 2010, Laporan Satgas SPIP Perwakilan BPKP Sumbar Triwulan III 2010.
Didi Widayadi,2007, BPKP Siap Melakukan Pengawalan Rencana Kerja Pemerintah, Warta
Pengawasan volume XIV Nomor 3 Mei 2007,
Gamawan Fauzi, 2009, Saya Harap SPIP Diselenggarakan di Seluruh Daerah, Warta
Pengawasan volume XVI Nomor 4 Maret 2009.
Indriantoro B. dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
Manajemen. Edisi Pertama, BPFE, 1999.
Jack Pearce and Richard Robinson,1998, Strategic Management: Formulation,
Implementation, and Control, Eighth Edition, Business Week: Mc Graw-Hill
Imam Ghozali, Prof, DR. H. M.Com, Ak, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program
SPSS, Cetakan IV, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, Edisi Keempat, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Gramedia Pustaka Utama.
Mardiasmo. Prof. Dr. MBA. Ak., 2002, Akuntansi Sektor Publik, Andi Yogyakarta.
Medyah Indreswari, Phd. Februari 2010, Perapan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan
Pemerintah, Situs Resmi Madiknas Kosgoro.
Nugroho Widjayanto, Drs, 2001, Sistem Informasi Akuntansi, Erlangga Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP,
2008.
Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), 2009,
BPKP.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengawasan SPIP BKPK, 2009, Laporan Hasil Survei
Kondisi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), BPKP
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengawasan SPIP BKPK, 2009, Modul Pengajaran Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), BPKP.
Rahmadi Murwanto, dkk, 2006. Audit Sektor Publik: Suatu Pengantar Bagi Pembangunan
Akuntabilitas Instansi Pemerintah, Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan
Akuntansi Pemerintah, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen
Keuangan RI

22
Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
Sambas Ali Muhidin, S.PD. M.Si. dan Drs. Maman Abdurahman, M.Pd, 2007, Analisis
Korelasi, Regresi, dan Jalur Dalam Penelitian, Pustaka Setia Bandung.
Satgas SPIP Sumbar, 2010, Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara
melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, dipaparkan sebagai laporan kepada
Kepala BPKP tanggal 30 September 2010.
Setya Nugraha, 2009, Warta Pengawasan volume XVI Nomor 1 Maret 2009, Langkah Awal
Membangun SPIP, BPKP
Syah Mardi, 2008, DR. Gandhi Sang Pengawas,
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta Bandung
Tri Wibowo 2010, Mencapai Tujuan Nasional Bersama SPIP, dan Integritas dan Etika
Sebagai Pilihan, Warta Pengawasan Volume XVII Nomor 2 Juni 2010, BPKP.
Uma Sekaran, 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Salemba Empat, Jakarta
Usman Rianse, 2010, Perguruan Tinggi adalah Pintu Terakhir Untuk Mencetak Insan Anti
Korupsi, Warta Pengawasan Volume XVII/No.2/Juni 2010.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Sinar Grafika Jakarta.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Warta Pengawasan volume XVI Nomor 1 Maret 2009, Langkah Awal Membangun SPIP,
BPKP
Warta Pengawasan volume XVI Nomor 4 Maret 2009, Implementasi Pengawasan Intern atas
Akuntabilitas Keuangan Negara, BPKP
Warta Pengawasan volume XVII Nomor 2 Juni 2010, Meningkatkan Kualitas Akuntabilitas
Keuangan Negara Melalui Penerapan SPIP, BPKP