tahap perkembangan remaja

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahap Perkembangan Remaja 1. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Adolescence artinya berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal, kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini mengisyaratkan kepada hakikat umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak berpindah dari satu fase ke fase lainya secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan itu berlangsung setahap demi setahap (Al-Mighwar, 2006). 2. Tahap Perkembangan Remaja Menurut Sarwono (2006) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri menuju dewasa : a. Remaja Awal (Early Adolescence) Seorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih terheran–heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti orang dewasa. b. Remaja Madya (Middle Adolescence) Tahap ini berusia 13-15 tahun. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senag kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi 8

description

tahap tahap remaja dalam perkembangan

Transcript of tahap perkembangan remaja

Page 1: tahap perkembangan remaja

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tahap Perkembangan Remaja

1. Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence

(kata bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh

menjadi dewasa. Adolescence artinya berangsur-angsur menuju

kematangan secara fisik, akal, kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini

mengisyaratkan kepada hakikat umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak

berpindah dari satu fase ke fase lainya secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan

itu berlangsung setahap demi setahap (Al-Mighwar, 2006).

2. Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2006) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam

proses penyesuaian diri menuju dewasa :

a. Remaja Awal (Early Adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih

terheran–heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya

sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan

itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada

lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang

bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan

yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali

terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit

dimengerti orang dewasa.

b. Remaja Madya (Middle Adolescence)

Tahap ini berusia 13-15 tahun. Pada tahap ini remaja sangat

membutuhkan kawan-kawan. Ia senag kalau banyak teman yang

menyukainya. Ada kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri

sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat

yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi

8

Page 2: tahap perkembangan remaja

9

kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau

tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis

atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri

dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa

kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari

lawan jenis.

c. Remaja Akhir (Late Adolescence)

Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju

periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini.

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang

lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri

dengan orang lain.

5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self)

dan masyarakat umum (the public).

3. Karakteristik Perkembangan Remaja

Menurut Wong (2009), karakteristik perkembangan remaja dapat

dibedakanmenjadi :

a. Perkembangan Psikososial

Teori perkembangan psikososial menurut Erikson dalam Wong

(2009), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja

menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai

dengan awitan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan

fisik yang relatif pada saat atau ketika hampir lulus dari SMU. Pada

saat ini, remaja dihadapkan pada krisis identitas kelompok versus

pengasingan diri.

Pada periode selanjutnya, individu berharap untuk mencegah

otonomi dari keluarga dan mengembangkan identitas diri sebagai

Page 3: tahap perkembangan remaja

10

lawan terhadap difusi peran. Identitas kelompok menjadi sangat

penting untuk permulaan pembentukan identitas pribadi. Remaja pada

tahap awal harus mampu memecahkan masalah tentang hubungan

dengan teman sebaya sebelum mereka mampu menjawab pertanyaan

tentang siapa diri mereka dalam kaitannya dengan keluarga dan

masyarakat.

1) Identitas kelompok

Selama tahap remaja awal, tekanan untuk memiliki suatu

kelompok semakin kuat. Remaja menganggap bahwa memiliki

kelompok adalah hal yang penting karena mereka merasa menjadi

bagian dari kelompok dan kelompok dapat memberi mereka status.

Ketika remaja mulai mencocokkan cara dan minat berpenampilan,

gaya mereka segera berubah. Bukti penyesuaian diri remaja

terhadap kelompok teman sebaya dan ketidakcocokkan dengan

kelompok orang dewasa memberi kerangka pilihan bagi remaja

sehingga mereka dapat memerankan penonjolan diri mereka sendiri

sementara menolak identitas dari generasi orang tuanya. Menjadi

individu yang berbeda mengakibatkan remaja tidak diterima dan

diasingkan dari kelompok.

2) Identitas Individual

Pada tahap pencarian ini, remaja mempertimbangkan hubungan

yang mereka kembangkan antara diri mereka sendiri dengan orang

lain di masa lalu, seperti halnya arah dan tujuan yang mereka harap

mampu dilakukan di masa yang akan datang. Proses perkembangan

identitas pribadi merupakan proses yang memakan waktu dan

penuh dengan periode kebingungan, depresi dan keputusasaan.

Penentuan identitas dan bagiannya di dunia merupakan hal yang

penting dan sesuatu yang menakutkan bagi remaja. Namun

demikian, jika setahap demi setahap digantikan dan diletakkan

pada tempat yang sesuai, identitas yang positif pada akhirnya akan

muncul dari kebingungan. Difusi peran terjadi jika individu tidak

Page 4: tahap perkembangan remaja

11

mampu memformulasikan kepuasan identitas dari berbagai

aspirasi, peran dan identifikasi.

3) Identitas peran seksual

Masa remaja merupakan waktu untuk konsolidasi identitas peran

seksual. Selama masa remaja awal, kelompok teman sebaya mulai

mengomunikasikan beberapa pengharapan terhadap hubungan

heterokseksual dan bersamaan dengan kemajuan perkembangan,

remaja dihadapkan pada pengharapan terhadap perilaku peran

seksual yang matang yang baik dari teman sebaya maupun orang

dewasa. Pengharapan seperti ini berbeda pada setiap budaya, antara

daerah geografis, dan diantara kelompok sosioekonomis.

4) Emosionalitas

Remaja lebih mampu mengendalikan emosinya pada masa remaja

akhir. Mereka mampu menghadapi masalah dengan tenang dan

rasional, dan walaupun masih mengalami periode depresi, perasaan

mereka lebih kuat dan mulai menunjukkan emosi yang lebih

matang pada masa remaja akhir. Sementara remaja awal bereaksi

cepat dan emosional, remaja akhir dapat mengendalikan emosinya

sampai waktu dan tempat untuk mengendalikan emosinya sampai

waktu dan tempat untuk mengekspresikan dirinya dapat diterima

masyarakat. Mereka masih tetap mengalami peningkatan emosi,

dan jika emosi itu diperlihatkan, perilaku mereka menggambarkan

perasaan tidak aman, ketegangan, dan kebimbangan.

b. Perkembangan Kognitif

Teori perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Wong

(2009), remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang

merupakan ciri periode berpikir konkret; mereka juga memerhatikan

terhadap kemungkinan yang akan terjadi. Pada saat ini mereka lebih

jauh ke depan. Tanpa memusatkan perhatian pada situasi saat ini,

mereka dapat membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang mungkin

terjadi, seperti kemungkinan kuliah dan bekerja; memikirkan

Page 5: tahap perkembangan remaja

12

bagaimana segala sesuatu mungkin dapat berubah di masa depan,

seperti hubungan dengan orang tua, dan akibat dari tindakan mereka,

misalnya dikeluarkan dari sekolah. Remaja secara mental mampu

memanipulasi lebih dari dua kategori variabel pada waktu yang

bersamaan. Misalnya, mereka dapat mempertimbangkan hubungan

antara kecepatan, jarak dan waktu dalam membuat rencana perjalanan

wisata. Mereka dapat mendeteksi konsistensi atau inkonsistensi logis

dalam sekelompok pernyataan dan mengevaluasi sistem, atau

serangkaian nilai-nilai dalam perilaku yang lebih dapat dianalisis.

c. Perkembangan Moral

Teori perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Wong

(2009), masa remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius

mengenai nilai moral dan individu. Remaja dapat dengan mudah

mengambil peran lain. Mereka memahami tugas dan kewajiban

berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga memahami

konsep peradilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap

kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak

akibat tindakan yang salah. Namun demikian, mereka

mempertanyakan peraturan-peraturan moral yang telah ditetapkan,

sering sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu peraturan

secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi

peraturan tersebut.

d. Perkembangan Spiritual

Pada saat remaja mulai mandiri dari orang tua atau otoritas

yang lain, beberapa diantaranya mulai mempertanyakan nilai dan ideal

keluarga mereka. Sementara itu, remaja lain tetap berpegang teguh

pada nilai-nilai ini sebagai elemen yang stabil dalam hidupnya seperti

ketika mereka berjuang melawan konflik pada periode pergolakan ini.

Remaja mungkin menolak aktivitas ibadah yang formal tetapi

melakukan ibadah secara individual dengan privasi dalam kamar

mereka sendiri. Mereka mungkin memerlukan eksplorasi terhadap

Page 6: tahap perkembangan remaja

13

konsep keberadaan Tuhan. Membandingkan agama mereka dengan

orang lain dapat menyebabkan mereka mempertanyakan kepercayaan

mereka sendiri tetapi pada akhirnya menghasilkan perumusan dan

penguatan spiritualitas mereka.

e. Perkembangan Sosial

Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus

membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan

sebuah identitas yang mandiri dari wewenang orang tua. Namun,

proses ini penuh dengan ambivalensi baik dari remaja maupun orang

tua. Remaja ingin dewasa dan ingin bebas dari kendali orang tua, tetapi

mereka takut ketika mereka mencoba untuk memahami tanggung

jawab yang terkait dengan kemandirian.

1) Hubungan dengan orang tua

Selama masa remaja, hubungan orang tua-anak berubah

dari menyayangi dan persamaan hak. Proses mencapai kemandirian

sering kali melibatkan kekacauan dan ambigulitas karena baik

orang tua maupun remaja berajar untuk menampilkan peran yang

baru dan menjalankannya sampai selesai, sementara pada saat

bersamaan, penyelesaian sering kali merupakan rangkaian

kerenggangan yang menyakitkan, yang penting untuk menetapkan

hubungan akhir.

Pada saat remaja menuntut hak mereka untuk mengembangkan

hak-hak istimewanya, mereka sering kali menciptakan ketegangan

di dalam rumah. Mereka menentang kendali orang tua, dan konflik

dapat muncul pada hampir semua situasi atau masalah.

2) Hubungan dengan teman sebaya

Walaupun orang tua tetap memberi pengaruh utama dalam

sebagian besar kehidupan, bagi sebagian besar remaja, teman

sebaya dianggap lebih berperan penting ketika masa remaja

dibandingkan masa kanak-kanak. Kelompok teman sebaya

memberikan remaja perasaan kekuatan dan kekuasaan.

Page 7: tahap perkembangan remaja

14

a) Kelompok teman sebaya

Remaja biasanya berpikiran sosial, suka berteman, dan suka

berkelompok. Dengan demikian kelompok teman sebaya

memiliki evaluasi diri dan perilaku remaja. Untuk memperoleh

penerimaan kelompok, remaja awal berusaha untuk

menyesuaikan diri secara total dalam berbagai hal seperti

model berpakaian, gaya rambut, selera musik, dan tata bahasa,

sering kali mengorbankan individualitas dan tuntutan diri.

Segala sesuatu pada remaja diukur oleh reaksi teman

sebayanya.

b) Sahabat

Hubungan personal antara satu orang dengan orang lain yang

berbeda biasanya terbentuk antara remaja sesama jenis.

Hubungan ini lebih dekat dan lebih stabil daripada hubungan

yang dibentuk pada masa kanak-kanak pertengahan, dan

penting untuk pencarian identitas. Seorang sahabat merupakan

pendengar terbaik, yaitu tempat remaja mencoba kemungkinan

peran-peran dan suatu peran bersamaan, mereka saling

memberikan dukungan satu sama lain.

4. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut (Hurlock,

2001) antara lain :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar

dalam sikap dan perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki

dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-

tugas tersebut selama awal masa remaja, apalagi mereka yang

matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukkan pada hal ini

adalah bahwa remaja muda akan meletakkan dasar-dasar bagi

pembentukan sikap dan pola perilaku.

Page 8: tahap perkembangan remaja

15

b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita

Perkembangan masa remaja yang penting akan menggambarkan

seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang

timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya

menguasai tugas-tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat

sebagai akibat perubahan usia kematangan yang menjadi delapan belas

tahun, menyebabkan banyak tekanan yang menganggu para remaja.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila

sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka

tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan

waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara

memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang

dicita-citakan.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah

mempunyai banyak kesulitan bagi laki-laki; mereka telah didorong dan

diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi halnya berbeda bagi

anak perempuan. Sebagai anak-anak, mereka diperbolehkan bahkan

didorong untuk memainkan peran sederajat, sehingga usaha untuk

mempelajari peran feminin dewasa yang diakui masyarakat dan

menerima peran tersebut, seringkali merupakan tugas pokok yang

memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-tahun.

Karena adanya pertentangan dengan lawan jenis yang sering

berkembang selama akhir masa kanak-kanak dan masa puber, maka

mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai

dari nol dengan tujuan untuk mengetahui lawan jenis dan bagaimana

harus bergaul dengan mereka. Sedangkan pengembangan hubungan

baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak

mudah.

Page 9: tahap perkembangan remaja

16

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya

Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk

mandiri secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain

merupakan tugas perkembangan yang mudah. Namun, kemandirian

emosi tidaklah sama dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja

yang ingin mandiri, juga ingin dan membutuhkan rasa aman yang

diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang

dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya dalam

kelompok sebaya tidak meyakinkan atau yang kurang memiliki

hubungan yang akrab dengan anggota kelompok.

f. Mempersiapkan karier ekonomi

Kemandirian ekonomi tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih

pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Kalau remaja

memilih pekerjaan yang memerlukan periode pelatihan yang lama,

tidak ada jaminan untuk memperoleh kemandirian ekonomi bilamana

mereka secara resmi menjadi dewasa nantinya. Secara ekonomi

mereka masih harus tergantung selama beberapa tahun sampai

pelatihan yang diperlukan untuk bekerja selesai dijalani.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

Kecenderungan perkawinan muda menyebabkan persiapan perkawinan

merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahun-

tahun remaja. Meskipun tabu sosial mengenai perilaku seksual yang

berangsur-ansur mengendur dapat mempermudah persiapan

perkawinan dalam aspek seksual, tetapi aspek perkawinan yang lain

hanya sedikit yang dipersiapkan. Kurangnya persiapan ini merupakan

salah satu penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh

remaja dibawa ke masa remaja.

Page 10: tahap perkembangan remaja

17

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideologi

Sekolah dan pendidikan tinggi mencoba untuk membentuk nilai-nilai

yang sesuai dengan nilai dewasa, orang tua berperan banyak dalam

perkembangan ini. Namun bila nilai-nilai dewasa bertentangan dengan

teman sebaya, masa remaja harus memilih yang terakhir bila

mengharap dukungan teman-teman yang menentukan kehidupan sosial

mereka. Sebagian remaja ingin diterima oleh teman-temannya, tetapi

hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa

dianggap tidak bertanggung jawab.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja

Faktor yang mempengaruhi perilaku merokok menurut Notoatmodjo

(2005), antara lain :

1. Faktor intrinsik

a. Genetik

Genetik yang dimiliki individu sangat berbeda mengenai perilaku

tindakan yang spesifik, karena molekul genetik mempunyai peran

ganda yang dapat mempengaruhi seorang remaja untuk merokok.

Penelitian terhadap keluarga, saudara kembar, dan molekul genetik

menunjukkan bahwa faktor genetik ikut memainkan peran yang cukup

signifikan dalam perilaku merokok dan stres. Secara lebih spesifik

dapat dijelaskan bahwa terdapat banyak gen yang berperan ganda,

mempengaruhi seorang individu untuk merokok dan membuat seorang

individu cenderung mengembangkan kepribadian dan gangguan

psikiatri yang berhubungan dengan stres (Fink, 2007).

b. Kepribadian

Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi, dan

perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan

gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan

lingkungan. Orang dengan kepribadian tipe A (introvert) lebih mudah

Page 11: tahap perkembangan remaja

18

mengalami gangguan akibat adanya stres dari pada orang dengan

kepribadian tipe B (ekstrovert).

Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert)

dan tipe kepribadian B (Ekstrovert) menurut Hawari (2001) antara lain:

1) Tipe A (introvert)

Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman

subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung

menyendiri, pendiam atau tidak ramah, bahkan antisosial.

Seseorang juga mengamati dunia luar, tetapi mereka melakukannya

secara selektif dan menggunakan pandangan subjektif mereka

sendiri. Ciri-ciri orang dengan tipe introvert adalah sulit bergaul,

hatinya tertutup, sulit berhubungan dengan orang lain dan

penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar kurang baik.

2) Tipe B (ekstrovert)

Sikap ekstrovert mengarahkan pribadi ke pengalaman

objektif, memusatkan perhatiannya ke dunia luar, cenderung

berinteraksi dengan orang disekitarnya, aktif dan ramah. Ciri-ciri

anak tipe ekstrovert biasanya mudah bergaul, hatinya terbuka,

hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri

dengan lingkungan sekitar.

c. Karakteristik

1) Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki pertimbangan yang berbeda

dalam berperilaku. Laki-laki lebih cenderung untuk menggunakan

pertimbangan rasional dan mudah terpengaruh terhadap perubahan

lingkungan sekitarnya. Perempuan lebih cenderung menggunakan

pertimbangan emosional atau perasaan dalam berperilaku

(Notoatmodjo, 2005).

2) Usia

Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku

merokok tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia

Page 12: tahap perkembangan remaja

19

merupakan kegiatan yang fenomenal. Artinya, meskipun sudah

diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan

semakin menurun tetapi semakin meningkat dan usia semakin

bertambah muda. Ada yang mulai merokok pada usia 9 tahun. Usia

pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11-13 tahun

dan mereka pada umumnya sebelum usia 18 tahun (Hurlock,

2001).

3) Pendidikan

Kegiatan dalam proses pendidikan baik formal maupun informal

bertujuan agar terjadi perubahan sikap terhadap perilaku, yaitu

menjadi lebih banyak tahu dan mengerti tentang berbagai hal

(Notoatmodjo, 2005).

4) Sikap

Menurut Azwar (2009) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi

perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak

mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu

objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang

dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi

dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus

yang menghendaki adanya respons.

5) Kepercayaan tentang rokok

Kepercayaan remaja tentang merokok sangat besar karena perilaku

merokok pada remaja sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan

rokok sama sekali bukan untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi

karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan

suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan

tanpa disadari karena merokok membuat remaja lebih rileks dan tenang

(Finkelstein, 2006).

Page 13: tahap perkembangan remaja

20

2. Faktor ekstrinsik

a. Pola asuh

Pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang

diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak

adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi

masyarakat baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada

pendidikan umum yang ditetapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa

suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut

mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan,

mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi

(Edwards, 2006).

b. Tipe Pola Asuh

Menurut Wong (2009), tipe pola asuh orang tua dibedakan menjadi 3,

yaitu :

1) Otoriter atau diktator

Orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap

anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Mereka

menetapkan aturan dan regulasi atau standar perilaku yang dituntut

untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka

menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolute, sikap

mematuhi kata-kata mereka, dan menghormati prinsip dan

kepercayaan keluarga tanpa kegagalan. Mereka menghukum secara

paksa setiap perilaku yang berlawanan dengan standar orang tua.

Otoritas orang tua dilakukan dengan penjelasan yang sedikit dan

keterlibatan anak yang sedikit dalam mengambil keputusan.

Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa

penarikan diri dan rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati

sering kali mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada

anak, yang cenderung untuk menjadi sensitif, pemalu, menyadari

diri sendiri, cepat lelah dan tunduk. Mereka cenderung menjadi

sopan, setia, jujur, dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol.

Page 14: tahap perkembangan remaja

21

Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika penggunaan

kekuatan diktator orang tua disertai dengan supervise ketat dan

tingkat kasing sayang yang masuk akal. Jika tidak, penggunaan

kekuasaan diktator lebih cenderung untuk dihubungkan dengan

perilaku menentang dan anti sosial.

2) Permisif atau laissez-faire

Orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali

atas tindakan anak-anak mereka. Orang tua yang bermaksud baik

ini kadang-kadang bingung antara sikap permisif dan pemberian

izin. Mereka menghindari untuk memaksakan standar perilaku

mereka dan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktivitas

mereka sendiri sebanyak mungkin. Orang tua ini menganggap diri

mereka sendiri sebagai sumber untuk anak, bukan merupakan

model peran. Jika peraturan memang ada, orang tua menjelaskan

alasan yang mendasarinya, mendukung pendapat anak, dan

berkonsultasi dengan mereka dalam proses pembuatan keputusan.

Mereka memberlakukan kebebasan dalam bertindak, disiplin yang

inkonsisten, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal,

dan tidak mencegah anak yang merusak rutinitas di rumah. Orang

tua jarang menghukum anak, karena sebagian besar perilaku

dianggap dapat diterima.

3) Otoritatif / demokratik

Orang tua mengombinasikan praktik mengasuh anak dari

dua gaya yang ekstrem. Mereka mengarahkan perilaku dan sikap

anak dengan menekankan alasan peraturan dan secara negative

menguatkan penyimpangan. Mereka menghormati individualitas

dari setiap anak dan mengizinkan mereka untuk menyuarakan

keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol

orang tua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan dukungan,

pengertian, dan keamanan. Kontrol difokuskan pada masalah, tidak

pada penarikan rasa cinta atau takut pada hukuman. Orang tua

Page 15: tahap perkembangan remaja

22

membantu “pengarahan diri pribadi,” suatu kesadaran mengatur

perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau malu untuk melakukan

hal yang salah, bukan karena takut tertangkap atau takut dihukum.

Standar realistis orang tua dan harapan yang masuk akal

menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, dan sangat interaktif

dengan anak lain.

c. Faktor Budaya

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukan sikap. Apabila kita atau para remaja

hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang menganggap merokok

sebagai suatu hal yang wajar dilakukan oleh para remaja, maka

kemungkinan besar kita bahkan remaja akan mempunyai sikap bahwa

perilaku merokok pada remaja merupakan suatu hal yang wajar

dilakukan dan bukan suatu hal yang tabu. Begitu juga sebaliknya, jika

kita atau para remaja itu sendiri tinggal dilingkungan atau kebudayaan

yang menganggap perilaku merokok pada remaja itu suatu hal yang

kurang baik. Apabila keadaan lingkungan atau kebudayaan seperti itu,

kemungkinan besar kita tau para remaja tersebut akan mempunyai

sikap bahwa jika merokok dilakukan oleh para remaja khususnya usia

sekolah maka remaja tersebut dikategorikan sebagai anak yang kurang

baik atau nakal (Saifuddin, 2003).

d. Ekonomi

Perilaku merokok pada remaja dipengaruhi oleh uang saku yang

diperoleh remaja dan kemampuan keluarga dalam menyediakan

fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup

(Komalasari & Helmi, 2000).

e. Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku merokok

diperoleh dari lingkungan keluarga, lingkungan sekitar tempat tinggal,

dan lingkungan pergaulan remaja (Syamsu, 2008) :

Page 16: tahap perkembangan remaja

23

1) Lingkungan keluarga

Remaja yang berasal dari rumah tangga yang kurang bahagia,

dimana orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya dan

memberikan hukuman fisik secara keras maka remaja tersebut

nantinya akan lebih mudah untuk menjadi seorang perokok

dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari lingkungan

rumah tangga yang bahagia. Seseorang yang berasal dari keluarga

konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan

baik dan tujuan hidup yang baik akan lebih sulit untuk terlibat

dengan rokok atau obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang

permisif. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka

yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Remaja akan

lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka merokok

dari pada ayah yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja

putri.

2) Lingkungan sekitar tempat tinggal

Lingkungan mempengaruhi sikap merokok remaja lingkungan

sekitar tempat tinggal merupakan tempat berkembangnya sikap

pada remaja. Lingkungan ini meliputi segala sesuatu yang ada

disekitar remaja itu sendiri, baik fisik, biologis, maupun interaksi

sosial yang ada dilingkungan tersebut.

3) Lingkungan sekolah

Lingkungan pergaulan remaja di sekolah banyak dipengaruhi oleh

teman sebaya dan kelompoknya. Berbagai fakta mengungkapkan

bahwa semakin banyak remaja yang merokok maka semakin besar

kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian

sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi,

pertama remaja tersebut dipengaruhi oleh teman-temannya atau

bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja

tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Pada tahap

pencarian ini, remaja di SMA masih mempertimbangkan hubungan

Page 17: tahap perkembangan remaja

24

yang mereka kembangkan antara diri mereka sendiri dengan orang

lain. Karena pada remaja di SMA merupakan tahap pencarian

identitas dan proses identitas itu memakan waktu dan penuh

dengan periode kebingungan, depresi dan keputusasaan. Penentuan

identitas dan bagiannya di dunia merupakan hal yang penting dan

sesuatu yang menakutkan bagi remaja. Namun demikian, jika

setahap demi setahap digantikan dan diletakkan pada tempat yang

sesuai, identitas yang positif pada akhirnya akan muncul dari

kebingungan.

f. Iklan

Perilaku merokok pada remaja juga dapat muncul sebagai

akibat dari iklan di media massa. Iklan rokok di berbagai tempat dan

media massa yang saat ini makin merajarela sangat menarik bagi para

remaja. Iklan merupakan media cetak atau elektronik yang

memberikan sponsor serta promosi melalui berbagai kegiatan. Melihat

iklan dimedia massa dan elektronik yang menampilkan gambaran

bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat

remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada

dalam iklan tersebut. (Widiyarso, 2008).

Menurut Mu’tadin (2002), berpendapat bahwa adanya

hubungan yang cukup signifikan keterpaparan terhadap iklan rokok

dengan perilaku merokok pada remaja, karena dengan melihat iklan di

media massa dan elektronik yang menampilkan gambar bahwa

perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja

seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang di dalam iklan

tersebut.

Menurut Bekti (2010), salah satu penyebab kenapa perokok

baru terus bertambah adalah karena gencarnya iklan rokok yang

beredar di masyarakat, ditambah dengan adanya image yang dibentuk

oleh iklan rokok tersebut sehingga terlihat seakan orang yang merokok

adalah orang yang sukses dan tangguh yang dapat melalui rintangan

Page 18: tahap perkembangan remaja

25

apapun. Iklan, promosi ataupun sponsor kegiatan yang dilakukan oleh

para produsen rokok merupakan sarana yang sangat ampuh untuk

mempengaruhi remaja & anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh

Universitas Hamka beserta Komnas Anak pada tahun 2007

memperlihatkan bahwa sebanyak 99,7% anak melihat iklan rokok di

televisi, dimana 68% mengatakan memiliki kesan positif terhadap

iklan rokok tersebut dan 50% mengatakan menjadi lebih percaya diri

seperti di iklan. Untuk remaja, pengaruh pergaulan teman sebaya juga

turut menjadi andil untuk pertumbuhan perokok baru. Terkadang

remaja menjadi perokok pemula karena adanya desakan dari teman-

teman mereka untuk dapat diterima dalam pergaulan ataupun supaya

dapat dipandang lebih keren oleh lawan jenisnya. Para remaja tersebut

tentu belum mengerti benar mengenai bahaya yang dapat disebabkan

oleh rokok ataupun penyakit yang dapat timbul karena rokok. Hal ini

tentu harus menjadi perhatian tersendiri bagi para orang tua untuk

dapat memberi pemahaman terhadap anak-anaknya.

C. Perilaku Merokok Pada Remaja

1. Perilaku Merokok

Menurut Aditama (2002), perilaku merokok adalah aktivitas

menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau

rokok. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul karena

adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti

perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal

(faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya).

Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok

disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok

disebut sebagai tobacco dependency atau ketergantungan tembakau.

Tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai perlaku

penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah

bungkus rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan

Page 19: tahap perkembangan remaja

26

oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku merokok

dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan

dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok,

waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

(Cahyani, 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan

menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan secara menetap dan

terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap preparation, initiation,

becoming a smoker, dan maintenance of smoking.

Menurut Cahyani (2003), terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok

sehingga menjadi perokok yaitu :

a. Tahap Preparatory

Seseorang belum mencoba rokok pada tahap ini. Tahap ini meliputi

perkembangan sikap dan informasi tentang merokok. Seseorang

mendapatkan gambaran yang menyenangkan tentang merokok dengan

cara mendengar, melihat (observasi) dari orang tua atau dari media

massa atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk

merokok. Terdapat tiga perangkat sikap terhadap merokok pada

remaja. Perangkat sikap yang pertama adalah gambaran keren dari

merokok. Penelitian menunjukkan hanya sedikit murid sekolah yang

mempersepsikan perokok sebagai orang bodoh, kurang perhatian,

keras, easygoing, pemalas, bermasalah dan sebagainya. Perangkat

sikap yang kedua adalah merokok sebagai bentuk kecemasan dan

mencari perhatian. Ini memberikan kesempatan untuk anak muda

mencoba merokok untuk mendapatkan penerimaan teman sebaya dan

menjadi anggota sebuah kelompok. Perangkat sikap yang ketiga adalah

gambaran bahwa merokok dapat membantu tetapi dalam kondisi stress

dan tampak baik dalam pekerjaan atau situasi akademis.

Page 20: tahap perkembangan remaja

27

b. Tahap Initiation

Seseorang sudah mencoba untuk merokok. Tahap ini juga disebut

tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan

meneruskan merokok ataukah tidak meneruskan merokok. Teman

sebaya adalah tempat eksperimen pertama yang memungkinkan remaja

untuk mencoba rokok. Data menunjukkan bahwa remaja yang

merokok sebanyak 4 batang per hari memiliki 80% kesempatan untuk

menjadi seorang perokok regular. Jumlah remaja yang pernah mencoba

rokok setidaknya 1 batang per hari adalah 70% sampai 80%, namun

setengahnya saja yang menjadi perokok regular. Reaksi negatif

terhadap rokok seperti rasa yang tajam dan panas merupakan faktor

yang menyebabkan seseorang untuk tidak meneruskan perilaku

merokok. Namun kebanyakan dari remaja mengacuhkan rasa ini dan

meneruskan perilaku merokok mereka.

c. Tahap becoming a smoker

Seseorang menjadi perokok apabila orang tersebut telah

mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari. Individu yang telah

mencoba sampai rokok keempat cenderung menjadi perokok tetap.

Banyak penelitian mengindikasikan bahwa secara tipikal seorang

menjadi perokok regular menghabiskan waktu selama 2 tahun. Hal ini

belum jelas, apakah kebanyakan individu mengalami transisi ini dalam

waktu yang sama, lebih lama atau bahkan membutuhkan waktu

bertahun-tahun. Tahap ini sebagai suatu proses belajar, kapan dan

dimana perokok dan memasukkan peran dari seorang perokok ke

dalam dirinya. Selama tahap ini, toleransi berkembang sebagai efek

fisiologis dari merokok. Remaja secara umum tidak menyadari

bagaimana bergantungnya orang dewasa terhadap rokok dan

memandang rokok tidak baik bagi orang yang sudah tua bukan untuk

dirinya sendiri.

Page 21: tahap perkembangan remaja

28

d. Tahap maintenance of smoking

Tahap ini merupakan tahap akhir, ketika faktor psikologis dan

mekanisme biologis menyatu agar perilaku merokok dipelajari terus-

menerus. Penelitian menemukan berbagai variasi alasan psikologis

untuk terus merokok, antara lain :

1) Kebiasaan

2) Ketergantungan

3) Penurunan kecemasan dan tensi

4) Relaksasi

5) Pergaulan dan social reward

6) Stimulasi dan keterbangkitan (arousal)

2. Kriteria perokok

Mereka yang dikatakan perokok berat adalah bila mengkonsumsi

rokok lebih dari 21 batang perhari dan selang merokoknya lima menit

setelah bangun pagi. Perokok sedang menghabiskan 11-21 batang dan

perokok ringan menghabiskan rokok kurang dari 10 batang (Aditama,

2002).

Sitepoe (2000) membagi perokok menjadi 2 jenis berdasarkan asap

yang dihisap, yaitu :

a. Perokok aktif

Perokok aktif adalah perokok yang menghisap asap rokok melalui

mulut langsung dari rokok yang dibakar (asap mainstrem).

b. Perokok pasif

Perokok pasif adalah orang-orang yang disekitar perokok aktif yang

menghisap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta

asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok aktif (asap

sidestream).

Page 22: tahap perkembangan remaja

29

3. Tipe Perilaku Merokok

Menurut Aditama (2002), ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan

management of effect theory, keempat tipe tersebut adalah :

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok

seseorang merasakan penambahan rasa yang positif, ada tipe sub tipe

ini yaitu :

1) Pleasure relaxation : perilaku merokok hanya untuk menambah

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

merokok setelah minum kopi atau makan

2) Stimulation to pick them up : perilaku merokok hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan perasaan

3) Pleasure of handing cigarette : kenikmatan yang diperoleh dengan

memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa

akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau

sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa

menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk

memainkan rokoknya dengan jari-jarinya sebelum ia nyalakan

dengan api

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak

orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif,

misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai

penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enek

terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiksi, akan

menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari

rokok sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap

saat ia menginginkannya.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka

menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan

perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaanya

rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah

Page 23: tahap perkembangan remaja

30

merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa

dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokok bila rokok

yang terdahulu telah benar-benar habis.

4. Zat utama yang beracun di dalam rokok

Zat utama yang beracun di dalam rokok menurut Nelson (2000), adalah :

a. Nikotin

Pada mulanya bahan ini digunakan sebagai pembasmi serangga

(insektisida) yang kuat, tapi sekarang penggunaannya dilarang karena

pengaruh racunnya yang kuat pada manusia. Tetapi ironisnya sigaret

yang mengandung nikotin dalam jumlah yang tidak terbatas, justru

tersedia secara bebas. Bila dihisap dalam satu takaran, nikotin dalam

40-50 sigaret dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit

karena kegagalan pernapasan.

b. Karbon monoksida

Gas beracun yang timbul dari merokok sigaret ini sama dengan

asap yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor : karbon monoksida

dalam tubuh mengurangi kemampuan darah untuk menyerap oksigen

dari paru-paru. Hal ini terjadi karena sel darah merah sebagai

pengangkut oksigen, lebih mudah mengangkut karbon monoksida

dibanding dengan oksigen. Lebih banyak menghisap rokok lebih

banyak jumlah karbon monoksida terserap ke dalam peredaran darah.

c. Tar dan bahan-bahan pengganggu

Tembakau yang dibakar akan mengeluarkan tar dan bahan-

bahan pengganggu lainnya. Mereka menyelimuti paru-paru rokok dan

pada saat yang sama mengurangi kantung udara tipis di dalamnya. Hal

ini menyebabkan hanya sejumlah kecil udara yang dapat dihirup dan

sedikit oksigen yang terserap ke dalam peredaran darah.

5. Bahaya Merokok

Menurut Sitepoe (2000) beberapa penyakit yang terpicu akibat

kebiasan merokok dan dapat meningkatkan sebab kematian suatu negara

ialah sebagai berikut :

Page 24: tahap perkembangan remaja

31

a. Penyakir kardiovaskuler

Komponen tembakau atau rokok yang dapat memicu penyakir

kardiovaskuler adalah nikotin yaitu sebesar 1,5 mg per batang rokok.

Lamanya merokok berhubungan dengan keparahan aterosklerosis dan

resiko ini semakin besar bagi mereka yang mulai merokok sejak

remaja.

b. Penyakit neoplasma (terutama kanker)

Tar merupakan kanserogenik potensial apabila mengandung N-

nitrosamine yang akan mendorong peningkatan penyakit kanker paru-

paru. Tar pada rokok di Indonesia mengandung polinuklir hidrokarbon

aromatik yang dominant dengan sifat kanserogenik kurang

berpotensial.

c. Penyakit saluran pernafasan

Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru yang bersifat

kronis dan obstruktif, misalnya bronchitis dan empisema. Merokok

juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada

penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap

rokok akan lebih menyempitkan saluran pernafasan. Selain itu efek

merugikan dari merokok dapat timbul pada masa remaja. Efek

merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap

batuk kronis, produksi dahak dan serak.

d. Merokok dan kehamilan

Pada wanita hamil yang perokok, anak yang dikandung akan

mengalami penurunan berat badan, bayi lahir prematur, sebab sang

bayi (janin) juga ikut merokok. Merokok selama hamil dapat

menyebabkan penurunan berat bayi rata-rata 200 mg, keadaan ini

diperburuk lagi dengan kecilnya bayi yang dilahirkan oleh remaja,

meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Merokok

dikombinasikan dengan penggunaan kontrasepsi oral yang

mengandung estrogen menyebabkan resiko infark miokard. Merokok

pada wanita hamil memberikan resiko tinggi terhadap keguguran,

Page 25: tahap perkembangan remaja

32

kematian janin, kematian bayi sesudah lahir, dan kematian mendadak

pada bayi. Wanita hamil perokok juga menganggu perkembangan

kesehatan fisik maupun intelektual anak-anak yang akan tumbuh.

e. Merokok dan alat reproduksi

Merokok akan mengurangi terjadinya konsepsi, fertilitas pria ataupun

wanita perokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga

mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita

perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan

dengan wanita bukan perokok.

f. Merokok dan alat pencernaan

Sakit maag lebih banyak dijumpai pada para perokok, dibandingkan

dengan yang buka perokok. Pencernaan protein terhambat bagi mereka

yang perokok. Merokok juga dapat mengurangi rasa lapar.

g. Merokok meningkatkan tekanan darah

Merokok tidak memiliki kaitan secara langsung dengan peningkatan

tekanan darah, tetapi rokok dapat mengakibatkan terjadinya

vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah ginjal

sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

h. Merokok meningkatkan prevalensi gondok

Rokok merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya

penyakit gondok, sehingga pada perokok lebih banyak dijumpai

penyakit gondok disbanding yang bukan gondok.

6. Upaya pencegahan merokok

Dalam upaya prevalensi, motivasi untuk menghentikan perilaku

merokok untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan

menumbuhkan motivasi dalam diri remaja, berhenti atau tidak mencoba

untuk merokok akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh

oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa atau kebiasaan

keluarga/orang tua (Mu’tadin, 2002).

Page 26: tahap perkembangan remaja

33

Suatu program kampanye anti merokok buat para remaja dapat

dijadikan contoh dalam melakukan upaya pencegahan agar remaja tidak

merokok, karena ternyata program tersebut membawa hasil yang

menggembirakan. Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan cara

membuat berbagai poster, film, dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek

yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk

kampanye ini adalah sekolah-sekolah, televisi atau radio.

Pesan-pesan yang disampaikan meliputi :

a. Meskipun lingkungan keluargamu merokok, kamu tidak perlu harus

meniru, karena kamu mempunyai akal yang dapat kamu pakai untuk

membuat keputusan sendiri.

b. Iklan-iklan merokok sebenarnya menjerumuskan orang, sebaiknya

kamu mulai belajar untuk tidak terpengaruh oleh iklan seperti itu.

c. Kamu tidak harus ikut merokok hanya karena teman-temanmu

merokok, kamu bisa menolak ajakan mereka untuk ikut merokok

d. Perilaku merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan secara

jangka pendek maupun jangka panjang yang nantinya akan ditanggung

tidak saja oleh diri kamu sendiri tetapi juga akan dapat membebani

orang lain.

Page 27: tahap perkembangan remaja

34

D. Kerangka Teori

Menurut Notoatmodjo (2005), faktor yang mempengaruhi perilaku

remaja merokok adalah ada dua yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor

intrinsik meliputi genetik, kepribadian, karakteristik (jenis kelamin, usia,

pendidikan), sikap, dan kepercayaan tentang rokok. Faktor ekstrinsik terdiri

dari pola asuh, budaya, ekonomi, lingkungan, dan iklan

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Notoatmodjo (2005)

E. Kerangka Konsep

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi perilakumerokok pada remaja:1. Kepribadian2. Pola Asuh Orang Tua3. Lingkungan4. Iklan5. Sikap

PerilakuMerokok

Faktor intrinsik, terdiri dari:1. Genetik2. Kepribadian3. Karakteristik (jenis kelamin,

usia, pendidikan)4. Sikap5. Kepercayaan tentang rokok

PerilakuMerokok

Faktor ekstrinsik, terdiri dari:1. Pola asuh2. Budaya3. Ekonomi4. Lingkungan5. Iklan

Page 28: tahap perkembangan remaja

35

F. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah (Sugiyono, 2007) :

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku merokok pada remaja yaitu : kepribadian, pola

asuh orang tua, lingkungan, keterpaparan iklan (media massa) dan sikap.

2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah perilaku merokok.

G. Hipotesis Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesa penelitian adalah jawaban

sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenaranya akan

dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Ada hubungan antara faktor kepribadian dengan perilaku merokok.

2. Ada hubungan antara faktor pola asuh orang tua dengan perilaku merokok.

3. Ada hubungan antara faktor lingkungan dengan perilaku merokok.

4. Ada hubungan antara faktor keterpaparan iklan (media massa) dengan

perilaku merokok.

5. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku merokok.