TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

104
TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT 68, DAN SURAT YÛSUF AYAT 41 (Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) Oleh Fathurrohmah Aviciena NIM 1111011000059 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015

Transcript of TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

Page 1: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL-

BAQARAH AYAT 68, DAN SURAT YÛSUF AYAT 41

(Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran

Agama Islam)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Oleh

Fathurrohmah Aviciena

NIM 1111011000059

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2015

Page 2: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …
Page 3: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …
Page 4: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …
Page 5: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …
Page 6: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

i

ABSTRAK

Fathurrohmah Aviciena (1111011000059). TAFSIR SURAT IBRÂHÎM

AYAT 18, SURAT AL-BAQARAH AYAT 68, dan SURAT YÛSUF AYAT

41: Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam.

Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai apa

kandungan dari surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf

ayat 41, serta bagaimana analisis metode pembelajaran amśâl yang terkandung di

dalamya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isi kandungan surat Ibrâhîm

ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41, mengenai kajian

metode amśâl dalam pembelajaran Agama Islam.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis library research

(penelitian kepustakaan) dengan tehnik analisis deskriptif kualitatif, dengan cara

mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan

dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian

dianalisis dengan metode tahlilî, yaitu metode tafsir yang menjelaskan kandungan

ayat al-Qur`ân dari seluruh aspeknya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-

Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41 terkandung pendekatan pembelajaran

amśâl, yang pada masing-masing surat mengandung jenis amśâl yang berbeda.

Dalam surat Ibrâhîm ayat 18, metode amśâl yang terkandung adalah amśâl

muşarrahah, yaitu jenis perumpamaan yang jelas terlihat pada teks atau

ucapannya. Dalam surat al-Baqarah ayat 68, jenis amśâl yang terkandung adalah

amśâl kâminah, yaitu jenis perumpamaan yang tersembunyi yang tidak nampak

pada lafadz atau teksnya, namun memiliki persamaan arti dengan ungkapan-

ungkapan Arab, atau peribahasa yang berlaku. Dan dalam surat Yȗsuf ayat 41,

jenis amśâl yang terkandung adalah amśâl mursalah, yaitu jenis perumpamaan

yang tidak tampak dari teksnya dan tidak ada persamaan dengan ungkapan-

ungkapan atau peribahasa yang berlaku, namun tetap dihukumi sebagai

amśâl/perumpamaan.

Page 7: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

ii

KATA PENGANTAR

يمبسم الله الرحمن الرح

Assalamu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh

Kiranya tiada kalimat yang pantas diucapkan selain Alhamdulillâh, yang

merupakan kalimat terindah yang dapat penulis sampaikan. Segala puji hanya

bagi Allah, merupakan manifestasi rasa syukur terhadap kehadirat Ilâhi Rabbi

dengan rahmat dan hidâyahnya telah menghadiahkan anugerah yang begitu

mahal nilainya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Şalawat dan

salâm semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw,

orang yang begitu mencintai kita sehingga di akhir hayatnya yang beliau

sebut dan kenang hanyalah kita umatnya.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menyadari bahwa suksesnya penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

bukan semata-mata karena usaha penulis sendiri, melainkan tidak lepas dari

bantuan beberapa pihak, baik batuan moril ataupun materil. Oleh karena itu

sudah menjadi kepatutan untuk penulis sampaikan penghargaan yang tulus

dan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Orang tua penulis, yaitu: Bapak. H. Sangidun, M.A dan Ibunda Amah

yang telah merawat, mendidik putra-putrinya dengan tulus ikhlas, dan

mencukupi kebutuhan moril dan materil serta membimbing,

memotivasi dan mendo’akan penulis dalam menempuh langkah hidup

di dunia yang sementara ini. Tak lupa juga kepada Bapak

Misbahuddin dan Ibu Salamah (almh) yang telah memberikan

pengorbanan yang tak terhitung nilainya dan tak terbalas bagi penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta

Page 8: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

iii

3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan (FITK).

4. Bapak H. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag. Dan ibu Hj. Marhamah

Saleh, Lc. MA selaku ketua dan sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam. Semoga kebijakan yang telah dilakukan selalu mengarah

kepada kontinuitas eksistensi mahasiswanya.

5. Bapak Abdul Ghafur, MA selaku pembimbing skripsi yang telah

memberikan perhatian, bimbingan, nasehat, kritik dan saran, serta

motivasi yang besar dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Ibu Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA selaku dosen pembimbing

akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan

pelayanan konsultasi bagi penulis.

7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah

memberikan ilmunya sehingga penulis dapat memahami berbagai

materi perkuliahan.

8. Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

menyediakan berbagai referensi yang menunjang dalam penulisan

skripsi ini.

9. Bapak Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA selaku direktur Pesantren Luhur

Sabilussam serta jajaran pengurus Pesantren Luhur Sabilussalam yang

senantiasa membimbing penulis sebagai mahasantriawati.

10. Bapak Dr. H Muslih Idris, Lc, MA dan ibu Dra. Djunaidatul

Munawwaroh, MA selaku pemilik asrama putri Pesantren Luhur

Sabilussalam yang selama kurang lebih empat tahun terakhir ini tak

pernah lelah memberikan bimbingan, nasehat, kritik dan saran serta

motivasinya bagi penulis.

11. Kakak dan Adikku tersayang, Mas Randhu Ahimsa Asa dan dede

Nahaary Fortuna Averoes yang selalu memberikan semangat kepada

penulis, semoga kita selalu menjadi anak-anak yang bisa

membanggakan kedua orang tua kita.

Page 9: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

iv

12. Teman-teman “S-11” Pesantren Luhur Sabilussalam angkatan 2011

yang selalu memberikan contoh dan motivasi, sekaligus sebagai

keluarga bagi penulis.

13. Teman-teman sejawat jurusan PAI angkatan 2011, khususnya sahabat

TWO PAI (PAI B) yang selalu ada untuk menemani membimbing dan

terus memberikan semangat kepada penulis.

14. Kepada keluarga “al-Barkah” yaitu: Ka Nafisah beserta suami dan

buah hatinya, Ka Masmuhah Oecha, Feni Syarifaeni Fahdiah, dan

Ulfah Zakiyah, mereka adalah keluarga yang selalu memberikan

semangat, nasehat, inspirasi, dan motivasi penulis dari awal kami

menempuh pendidikan S1 di kampus UIN Jakarta ini.

15. Kepada sahabat yang selalu sedia untuk memberikan nasehat, arahan,

serta semangatnya untuk penulis, yaitu: Anisya Ulfah, Eka Maharani,

Marsita Eka Yuliani, Nailah Alfiani, Nuni Nuraini, Ummu Hanifah,

Yohanna Makatangin, dan Yolla Diatry Marlian yang sama-sama

menepuh studi pada jurusan PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

16. Semua pihak yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah

berjasa membatu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan

pahala dan rahmat Allah SWT. Dan semoga apa yang telah ditulis dalam

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Âmîn Yâ Rabbal ‘Âlamîn.

Jakarta, 15 Juni 2015

Fathurrohmah Aviciena

Page 10: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB–LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini

berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Konsonan Tunggal

No. Huruf Arab Huruf Latin No. Huruf Arab Huruf Latin

Tidak ا 1

dilambangkan

ţ ط 16

ť ظ b 17 ب 2

‘ ع t 18 ت 3

ġ غ ś 19 خ 4

f ف j 20 ج 5

q ق h 21 ح 6

k ك kh 22 خ 7

l ل d 23 د 8

m م ż 24 ذ 9

n ن r 25 ر 10

w و z 26 ز 11

h ه s 27 س 12

` ء sy 28 ش 13

y ي ş 29 ص 14

h ة đ 30 ض 15

2. Vokal Tunggal

Tanda Huruf Latin

a ـ

i ـ

u ـ

Page 11: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

vi

3. Vokal Rangkap

Tanda dan Huruf Huruf Latin

ai ـي

Au ــو

4. Mâdd

Harakat dan Huruf Huruf Latin

â ــا

î ــي

ȗ ــو

5. Tâ’ Marbuţah

Tâ’ Marbuţah hidup translitrasiya adalah /t/.

Tâ’ Marbuţah mati transliterasinya adalah /h/.

Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Tâ’ Marbuţah diikuti oleh

kaya sandang al, serta kata kedua itu terpisah maka Tâ’ Marbuţah itu

ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh:

اتان و ي الح ة يق د ح = hadîqat al-hayawânât atau hadîqatul hayawânât

ة س ر د الم يةائ د ح ب ال = al-madrasat al-ibtidâ`iyyâh atau al-madrasatul

ibtidâ`iyyâh

6. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah/tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf

yang diberi tanda syaddah (digandakan).

لن Ditulis ‘allama ع

ر ر Ditulis yukarriru ي ك

7. Kata Sandang

a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan

huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung/hubung.

Page 12: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

vii

Contoh:

لا ة aş-şalâtu = الص

b. Kata sadang diikuti dengan hufuf Qamariyah ditransliterasikan sesuai

dengan bunyinya. Contoh:

الف ل ك = al-falaqu

8. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia

seperti alif, contoh:

ل ث أك = akaltu ج ي و ȗtiya = أ

b. Bila di tengah dan di akhir, ditransliterasikan dengan aprostof, contoh:

syai`un = ش ي ئ ta’kulȗna = ج أكلون

9. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata

sandangnya. Contoh:

al-Qur`ân = القرآن

al-Madînatul Munawwarah = المدينةالمنورة

Page 13: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 11

C. Pembatasan Penelitian .................................................................................... 11

D. Perumusan Masalah ....................................................................................... 11

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................................. 11

BAB II : KAJIAN TEORITIK METODE AMŚÂL

A. Acuan Teori .................................................................................................... 13

1. Pengertian Metode Pembelajaran Amśâl .................................................. 13

2. Kedudukan Amśâl dalam Pembelajaran ................................................... 20

3. Macam-Macam Istilah Metode Amśâl .................................................... 24

4. Syarat-Syarat Metode Amśâl .................................................................... 28

5. Tujuan Metode Amśâl .............................................................................. 30

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ....................................................................... 32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian ........................................................................... 33

B. Metode Penelitian ........................................................................................... 33

C. Fokus Penelitian ............................................................................................. 34

D. Prosedur Penelitian ......................................................................................... 35

Page 14: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

ix

BAB IV: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18, Surat Al-Baqarah Ayat 68 dan Surat

Yȗsuf Ayat 41 ................................................................................................ 38

1. Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18

a) Teks Ayat dan Terjemah Surat Ibrâhîm Ayat 18 ............................... 38

b) Makna Kosa Kata Inti ........................................................................ 38

c) Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18 ............................................................. 41

2. Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 68 .............................................................. 46

a) Teks Ayat dan Terjemah Surat al-Baqarah Ayat 68 ........................... 46

b) Makna Kosa Kata Inti ......................................................................... 46

c) Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 68 ......................................................... 49

3. Tafsir Surat Yȗsuf Ayat 41 ...................................................................... 54

a) Teks Ayat dan Terjemah Surat Yȗsuf Ayat 41 .................................. 54

b) Makna Kosa Kata Inti ......................................................................... 54

c) Tafsir Surat Yȗsuf Ayat 41................................................................. 56

B. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18,Surat al-Baqarah

Ayat 68 dan Surat Yȗsuf Ayat 41 .................................................................. 60

1. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18 ............................ 60

2. Analisis Metode Amśâl dalam Surat al-Baqarah Ayat 68 ....................... 65

3. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Yȗsuf Ayat 41 ............................... 69

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... 72

B. Implikasi ......................................................................................................... 73

C. Saran ............................................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 75

LAMPIRAN

Page 15: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari sejak awal kehadiran Islam di muka bumi, ia telah memberikan

perhatian yang besar terhadap pendidikan, sehingga mampu mengubah

pusat kebudayaan dan peradaban yang semula ada di Cina, India,

Romawi, Persia dan lainnya berpindah ke dunia Islam, sebagaimana

terlihat di Baghdad, Mesir dan lainnya.1

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan mempunyai peranan yang

sangat penting dalam kehidupan. Karena pendidikanlah yang akan

mengembangkan potensi manusia. Berkaitan dengan hal ini, pendapat

Muhammad Amin yang dikutip oleh Abudin Nata menyatakan bahwa

pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan bakat-bakat dan

kemampuan individual sehingga potensi-potensi tersebut dapat

diaktualisasikan secara sempurna. Potensi-potensi itu sesungguhnya

merupakan kekayaan manusia yang amat berharga.2 Oleh karena

pentingnya peranan pendidikan, maka sebagai umat Islam dalam

menjalankan sebuah pendidikan hendaknya pendidikan tersebut dilandasi

dengan nilai-nilai keislaman.

Al-Qur`ân sebagai kitab suci sekaligus pedoman hidup umat Islam,

banyak membicarakan dan menjelaskan tentang seluk beluk dan hal-hal

yang berkaitan dengan pendidikan. Ia juga mendorong umat manusia

untuk mencari ilmu dan mendudukannya sebagai sesuatu yang utama dan

mulia. Sebagaimana dalam Surat al-Qalam/68 ayat 1

ن والقلم وما يسطرون

1Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 207

2Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 103

Page 16: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

2

Nun. Demi pena dan apa saja yang mereka tuliskan.3

Musthafa Husni Assiba’i menjelaskan bahwa yang dimaksud pada

Surat al-Qalam ayat pertama yaitu Allah telah menjadikan alat menulis

(pena) untuk bahan bersumpah, sebagaimana juga yang ditafsirkan oleh

jumhȗr ahli al-Qur`ân. Barang siapa yang suka menyelidiki Kitabullah

yang Mulia, maka ia pasti mengetahui bahwa Allah bersumpah dengan

makhluk-Nya adalah untuk menyatakan betapa sangat pentingnya apa

yang disumpahkan itu, juga untuk menarik perhatian seluruh manusia

kepadanya.4

Menurut Quraish Shihab, al-Qur`ân secara harfiah berarti “bacaan

yang mencapai puncak kesempurnaan”.5 Kemudian beliau juga

menuturkan bahwa “al-Qur’an memperkenalkan dirinya hu-dan li al-nas

(petunjuk untuk seluruh manusia). Inilah fungsi utama kehadirannya”.6

Al-Qur`ân merupakan salah satu sumber hukum agama Islam, di

dalamnya banyak terdapat aturan hukum bagi kehidupan manusia yang

akan menjamin kebahagiaan pemeluknya di dunia dan akhirat nanti. Dan

para ulama juga sepakat bahwa dalam penggunaan sumber hukum Islam,

al-Qur`ân lah yang menjadi prioritas utama dibandingkan sumber hukum

Islam lainnya.7 Karena al-Qur`ân mempunyai fungsi untuk memberi

petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya.

Allah berfirman dalam Q.S. Al-Isrâ` ayat 9,

إن هذا القرءان ي هدى للت هي أق وم . . . Sesungguhnya al-Qur`ân ini memberikan petunjuk kepada (jalan)

yang paling lurus … 8

Menurut ulama besar kontemporer, Muhammad Husein Ath-

Thabathaba’iy sebagaimana yang dikutip oleh guru besar kita Quraish

3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syamil Al-Qur’an,

2007), h. 564

4Musthafa Husni Assiba’i, Kehidupan Sosial Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro,

1993), Cet III, h. 112 5M.Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an, (Jakarta: PT Mizan Pustaka, 2008), Cet. II, h.21

6Ibid, h. 26

7Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2011), h. 25

8Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op Cit.,h. 283

Page 17: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

3

Shihab menyatakan bahwa “sejarah al-Qur`ân demikian jelas dan

terbuka, sejak turunnya hingga masa kini. Al-Qur`ân sudah dibaca oleh

kaum muslimin sejak dulu hingga sekarang, sehingga dengan demikian

al-Qur`ân tidak membutuhkan sejarah untuk membutikan

keotentikannya”.9

Dengan semua bukti-bukti keistimewaan al-Qur`ân, maka sudah

sepatutnya sebagai manusia harus menjadikan al-Qur`ân sebagai dasar,

landasan serta hukum dalam setiap langkah kehidupannya. Semua urusan

manusia secara menyeluruh telah diatur sebaik-baiknya dalam al-Qur`ân.

Hal ini juga menjadi salah satu prinsip yang terkandung dalam tujuan

pendidikan Islam, sebagaimana yang dijelaskan oleh Prof. Abudin Nata

bahwa, “agama Islam yang menjadi dasar pendidikan islami itu bersifat

menyeluruh dalam pandangan terhadap agama, manusia, masyarakat, dan

kehidupan”.10

Menurut Syafri, al-Qur`ân berperan besar dalam proses pendidikan

yang dilakukan kepada umat manusia, beliau berpendapat bahwa ada dua

alasan pokok yang membuktikan hal tersebut. Alasan pertama karena al-

Qur`ân banyak menggunakan term-term yang mewakili dunia

pendidikan, kemudian alasan yang kedua, al-Qur`ân mendorong umat

manusia untuk berfikir dan melakukan analisis pada fenomena yang ada

di sekitar kehidupan mereka.11

Mengacu pada pernyataan di atas, dapat penulis katakan bahwa al-

Qur`ân sudah memberi anjuran dan aturan dalam pendidikan. Ini berarti

bahwa dalam kajian pendidikan, al-Qur`ân sebagai kitab suci umat Islam

turut mengatur jalannya pendidikan. Hal ini senada dengan pendapat

Erwati Aziz yang menjelaskan bahwa “dalam pendidikan Islam, al-

Qur’an merupakan sumber pertama utama. Hal ini dikarenakan al-Qur’an

yang diturunkan Allah swt lebih dari 14 abad yang lalu telah memuat

9M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), cet. IV, h. 21 10

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2012), cet. III, h. 12

11Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press,

2012), h. 59-60

Page 18: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

4

prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan manusia dalam menjalani hidup

dan kehidupan di muka bumi ini termasuk pendidikan.”12

Maka sudah

seharusnya al-Qur`ân dijadikan acuan pokok dalam melaksanakan

pendidikan, karena al-Qur`ân adalah sumber nilai utama dalam

kehidupan manusia. Dan tujuan hidup manusia dapat dicapai hanya

dengan proses pendidikan.

Dalam hal pendidikan, banyak para ahli mendefinisikan arti dari

pendidikan tersebut, diantaranya adalah Ara Hidayat dan Imam Machali,

menurut mereka “pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara”.13

Alisuf Sabri menyimpulkan definisi pendidikan dari beberapa ahli

pendidikan bahwa, “pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa

untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan perkembangan

anak/peserta didik secara teratur dan sistematis ke arah kedewasaan”.14

Sementara itu, Hasan Langgulung menjelaskan definisi pendidikan

sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata, bahwa pendidikan adalah

“suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk

menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau

orang yang sedang dididik.”15

Kemudian Ara Hidayat dan Imam Machali menjelaskan kembali

tentang pendidikan lebih spesifik dari perspektif Islam bahwa:

Dalam perspektif Islam, kata pendidikan merujuk pada beberapa

istilah yaitu “al-tarbiyah”, “al-ta`dib”, dan “al-ta’lim” ( التأديب –التربية

12Ernawati Azizi, “Keberhasilan Pendidikan Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal At-Tarbawi

Kajian Kependidikan Islam, Vol.2, 2005, h. 169

13Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi

dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), h. 29

14Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta PRESS, 2005), h. 7

15

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),

Cet. II, h. 28

Page 19: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

5

التعليم - ). Dari ketiga istilah tersebut, yang paling popular digunakan

dalam menyebutkan praktik pendidikan Islam adalah terminologi “al-

tarbiyah” seperti penggunaan istilah “at-Tarbiyah al-

Islamiyah”/(التربية الإسلامية) yang berarti pendidikan Islam. Syed

Muhammad Al-Nuqaib Al-Atas -seorang tokoh pemikiran pendidikan

Islam- berpendapat bahwa sesungguhnya istilah yang paling tepat

untuk pendidikan Islam adalah “ta`dib”, sebab struktur konsep ta`dib

sudah mencakup unsur-unsur ilmu intruksi (ta’lim) dan pembinaan

yang baik (tarbiyah).16

Kemudian banyak para ahli yang mendefinisikan pendidikan Islam

merupakan pendidikan yang berbasis al-Qur`ân, sebagaimana menurut

Hasan Bashri, “ilmu pendidikan Islam adalah seperangkat pengetahuan

yang berbasis pada al-Qur’an dan as-Sunnah yang dijadikan landasan

untuk pembelajaran dalam kehidupan”.17

Muhammad Hamid An-Nashir dan Kaulah Abd al-Qadir Darwis

mendefinisikan pendidikan Islam sebagaimana yang telah dikutip oleh

Moh. Roqib sebagai “proses pengarahan perkembangan manusia

(ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan kehidupan

sosial dan keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju

kesempurnaan.”18

Sejalan dengan definisi di atas, M. Arifin menjelaskan bahwa,

“pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa

secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta

perkembangan fiţrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam

ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya”.19

Lebih luas lagi Ramayulis menjelaskan bahwa,” pendidikan agama

Islam adalah upaya sadar terencana dalam menyiapkan peserta didik

untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa,

berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam, dari sumber

16Ara Hidayat dan Imam Machali, Op Cit., h. 30

17

Hasan Bashri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009) h. 14 18

Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,

Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2011), h. 17

19M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 22

Page 20: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

6

utamanya kitab suci al-Qur`ân dan al-Hadiś melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman”.20

Kemudian Abudin Nata menjelaskan tentang perbedaan pendidikan

Islam dengan pendidikan lainnya bahwa, ”perbedaan pendidikan Islam

dengan pendidikan lainnya ditentukan oleh adanya dasar ajaran Islam

tersebut. Jika pendidikan lainnya didasarkan pemikiran rasional sekuler

dan impristik semata, maka pendidikan Islam selain menggunakan

pertimbangan rasional dan data empiris juga berdasarkan pada al-Qur’an,

al-Sunnah, pendapat para ulama dan sejarah tersebut”.21

Jika berbicara tentang pendidikan, maka tidak dapat dilewatkan

begitu saja mengenai hal-hal yang menyangkut dengan metode

pendidikan. Lebih spesifiknya adalah metode pendidikan Islam. Yang

dimaksud metode pedidikan Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan

sebagaimana yang dikutip oleh Aat Syafa’at adalah “jalan atau cara yang

dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan

Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim”.22

Metodologi pendidikan Islam merupakan jalan untuk memudahkan

pendidikan dalam membentuk pribadi muslim yang berkepribadian Islam

dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh al-Qur’an

dan Hadith. Oleh karena itu penggunaan metode dalam pendidikan tidak

harus terfokus pada satu bentuk metode, tetapi dapat memilih diantara

metode-metode yang ada sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga

dapat memudahkan sipendidik dalam mencapai tujuan yang diinginkan.23

Melanjutkan penjelasannya, Abdulah Nashih Ulwan menyatakan

bahwa tehnik atau metode pendidikan Islam itu ada lima macam, yaitu:

1) Pendidikan dengan keteladanan, 2) Pendidikan dengan adat kebiasaan,

20Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet.

IV, h. 21

21Abudin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta PRESS,

2005), h. 15

22TB Aat Syafa’at, Sohari Sahrani dan Muslih, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam

Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 40

23 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,

2002) , h. 22

Page 21: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

7

3) Pendidikan dengan nasehat, 4) Pendidikan dengan memberi perhatian,

5) Pendidikan dengan memberi hukuman24

Selanjutnya Moh. Roqib mengatakan bahwa, “metode pendidikan

Islam adalah prosedur umum dalam menyampaikan materi untuk

penyampaian tujuan pendidikan yang didasarkan pada asumsi tertentu

tentang hakikat Islam sebagai supra sistem”.25

Lebih lanjut Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan terkait metode

pendidikan Islam, bahwa:

Metode pendidikan Islam sangat efektif dalam membina kepribadian

anak didik, dan memotifasi mereka sehingga aplikasi metode ini

memungkinkan puluhan ribu kaum mukminin dapat membuka hati

manusia untuk menerima petunjuk Ilahi dan konsep-konsep peradaban

Islam. Selain itu, metode pendidikan Islam akan mampu

menempatkan manusia di atas luasnya permukaan bumi dan dalam

lamanya masa yang tidak diberikan kepada penghuni bumi lainnya.26

Sementara itu M. Arifin berasumsi tentang metode pendidikan yang

baik yaitu apabila, “memiliki watak dan relevansi yang senada dengan

tujuan pendidikan Islam”.27

Kemudian, beberapa metode yang dianggap penting dan paling

menonjol menurut Abdurrahman An-Nahlawi antara lain: 1) Metode

dialog Qur`ani dan Nabawi, 2) Mendidik melalui kisah Qur’ani dan

Nabawi, 3) Mendidik melalui perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, 4)

Mendidik melalui keteladanan, 5) Mendidik melalui aplikasi

pengalaman, 6) Mendidik melalui ibrah dan nasihat, 7) Mendidik melalui

tarġîb dan tarhîb28

Sejalan dengan pendapat an-Nahlawi di atas, Jejen juga berpendapat

bahwa metode pendidikan dalam perspektif Islam mencakup tujuh

metode, antara lain: Metode Perumpamaan (Amśâl), Metode Kisah,

Metode Tarġîb-Tarhîb, Metode Dialog (Hiwâr), Metode Teladan (Uswah

24Ibid, h. 40-47

25

Moh. Roqib, Op, Cit., h. 9

26Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, terj:

Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 204

27M. Arifin, Op Cit., h. 144

28Abdurrahman An-Nahlawi, Loc Cit.

Page 22: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

8

Hasanah), Metode Latihan dan Praktik (Tajrîbah), dan Metode

Nasehat.29

Pada penelitian ini, penulis akan mengedepankan salah satu metode

pendidikan Islam, yaitu metode amśâl atau perumpamaan. Al-Qur`ân

dalam menyampaikan pesan-pesan di dalamnya banyak menggunakan

amśâl, seperti dalam Surat ar-Ra’d ayat 17:

مثلا كلمةا طيبةا كشجرة طيبة أصلها ثابت وفرعها ف السماء أل ت ر كيف ضرب الل

ا الأمثال للناس لعلهم ي تذكرون تؤتى أكلها كل حين بذن رب ويضرب الل

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat

perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya

kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (pohon) itu menghasilkan

buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah

membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.

Ayat 24-25 Surat Ibrahim di atas menjelaskan bahwa kalimat yang

baik itu seperti pohon yang baik yang menghasilkan buah di setiap

musimnya, dan bermanfaat untuk orang lain. Masih banyak contoh

contoh perumpamaan yang disebutkan dalam al-Qur`ân, seperti Surat al-

Hasyr ayat 21:

ن خشية خ ۥجبل لرأي ته لقرءان على ٱذا لو أنزلنا ه ل نضرب ها لأمث ٱوتلك لل ٱشعاا متصدعاا م للناس لعلهم ي ت فكرون

Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung,

pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan

ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu

Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.

Surat al-Hasyr di atas menjelaskan bahwa seandainya al-Qur`ân

dibuat untuk gunung, niscaya gunung tersebut akan tunduk dan patuh

terhadap perintah dan ajaran dalam al-Qur`ân.

Dengan adanya metode pendidikan Islam, maka diharapkan

terwujudnya tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan

Islam menurut Imam Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Armai

29Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 107

Page 23: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

9

Arief, yaitu “untuk membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat

mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan membentuk insan purna untuk

memperoleh kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat”.30

Sejalan dengan pendapat di atas, tokoh pemikiran pendidikan Syeid

Naquib al-Atas sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Roqib menyatakan

bahwa, “pendidikan yang penting harus diambil dari pandangan

(philosophy of life). Jika pandangan hidup itu Islam maka tujuannya

adalah membentuk manusia sempurna (insân kâmil) menurut Islam”.31

Sementara itu Ramayulis juga berpendapat bahwa tujuan dari

pendidikan agama Islam ini untuk “meningkatkan keimanan,

pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama

Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa

kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.32

Namun, Abdurrahman An-Nahlawi merumuskan tujuan pendidikan

Islam sebagai berikut:

Pendidikan harus mempunyai tujuan yang sama dengan tujuan

penciptaan manusia. Bagaimana pun, pendidikan Islam sarat dengan

pengembangan nalar dan penataan perilaku serta emosi manusia

dengan landasan dînul Islam. Dengan demikian, tujuan pendidikan

Islam adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam

kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara sosial.33

Kemudian Abudin Nata menguraikan tujuan pendidikan Islam secara

universal sebagaimana yang dirujuk pada hasil kongres sedunia tentang

pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:

Education should aim at the balanced growth of total personality of

man through the training of man’s spirit, intellect the rational self,

feeling and bodily sense. Education should therefore cater for the

growth of man in all it’s aspects, spiritual, intellectual, imaginative,

physical, scientific, linguistic, both individual and collectivally, and

motivate all thes aspect toward goodness and attainment of perfection

30Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,

2002) , h. 22

31Moh. Roqib, Loc Cit., h. 27

32

Ramayulis, Op Cit., h. 22

33Abdurrahman An-Nahawi, Op Cit., h. 117

Page 24: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

10

. The ultimate aim of education lies in the realization of complete

submission to Allah on the level individual, the community and

humanity at large. 34

Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan harus

ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian

manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran,

perasaan, serta fisik manusia. Dengan demikian pendidikan harus

mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik bersifat

spiritual, intelektual, daya khayal, fisik, ilmu pengetahuan maupun

bahasa, baik secara perorangan maupun kelompok, dan mendorong

tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan

kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya

pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan,

kelompok, maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-luasnya.35

Untuk itu, dalam proses pendidikan terutama pendidikan Islam, salah

satu hal yang tak kalah penting adalah metode. Karena dengan metode

pembelajaran yang tepat guna, akan mengantarkan peserta didik

mencapai inti dari pendidikan yaitu tujuan pendidikan Islam itu sendiri.

Setelah mengkaji pentingnya pendidikan yang berbasis Islam,

dengan berbagai macam metode untuk mencapai tujuannya, maka

hendaknya sebagai pelaku pendidikan, diharapkan dapat menjalankan

dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian terkait kajian tentang metode

pendidikan yang terdapat dalam al-Qur`ân, yaitu metode amśâl. Untuk

itu penulis mengambil judul “TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18,

SURAT AL-BAQARAH AYAT 68, DAN SURAT YÛSUF AYAT 41

(Kajian Tentang Metode Amśâl dalam Pembelajaran Agama Islam).

34Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Op Cit., h. 61

35

Ibid.

Page 25: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

11

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis

mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas

dalam skripsi ini, diantaranya yaitu:

1. Masih banyak guru yang belum mengimplementasikan metode

amśâl dalam pembelajaran, terutama pembelajaran Agama Islam

masa kini.

2. Kurangnya pengetahuan tentang kegunaan metode amśâl dalam

pembelajaran Agama Islam.

3. Tumbuhnya pendidikan yang mengadopsi budaya sekuler tanpa

melihat nilai-nilai yang bersumber dari al-Qur`ân.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat serta menghindari

meluasnya pembahasan dalam penelitian ini, dan dengan adanya

identifikasi masalah di atas, penulis akan membatasi beberapa hal yang

berkatian dengan masalah, yaitu: “Kandungan Surat Ibrâhîm ayat 18,

Surat al-Baqarah ayat 68, dan Surat Yȗsuf ayat 41 mengenai metode

amśâl”.

D. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini antara lain:

1. Apa saja kandungan surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68,

dan surat Yȗsuf ayat 41?

2. Bagaimana analisis metode amśâl yang terkandung dalam surat

Ibrâhîm ayat 18, surat Al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui isi kandungan surat

Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41.

Page 26: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

12

2. Kegunaan dari penelitian ini antara lain untuk:

a. Menambah khazanah keilmuan pada bidang tafsir pendidikan,

serta membuka kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut dan

peninjauan kembali dari hasil penelitian ini.

b. Memberi sumbangsih pemikiran terkait konsep dan teori tentang

pendidikan dalam al-Qur`ân, serta menambah khazanah

kepustakaan dalam meneliti dan memahami al-Qur’an sebagai

petunjuk.

c. Mengetahui bagaimana pandangan al-Qur`ân terhadap metode

pendidikan.

d. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Program

Strata Satu (S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 27: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

13

BAB II

KAJIAN TEORI METODE PEMBELAJARAN AMŚÂL

A. Acuan Teori

1. Pengertian Metode Amśâl

Dalam pelakasaan pendidikan Islam sangat dibutuhkan adanya metode

yang tepat, efektif, dan efisien dengan tujuan untuk menghantarkan

tercapainya suatu tujuan pendidikan yang telah direncanakan dan dicita-

citakan. Materi yang baik dan benar saja tidak akan tercover dengan baik

jika tidak diimbangi dengan metode yang baik pula. Oleh karena itu,

kebaikan suatu materi yang akan disampaikan dalam ranah pendidikan

harus ditopang dengan adanya metode pendidikan.

Istilah metode pembelajaran terdiri dari dua kata yaitu “metode” dan

“pembelajaran”. Untuk itu, agar bisa memahami lebih dalam maka penulis

akan sampaikan uraian arti dari masing-masing kata tersebut. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia kata metode berarti “cara teratur yang

digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan agar tercapai sesuai dengan

yang dikehendaki, cara kerja yang besistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.1

Kata metode jika dilihat dari segi bahasa, M. Arifin menjelaskan

“suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan”. Metode berasal

dari dua kata yaitu, “Meta” dan “Hodos”. Meta berarti “melalui” dan

Hodos berarti “jalan atau cara”.2

Sejalan dengan pendapat di atas, Nur Uhbiyati juga menjelaskan

tentang pengertian metode, menurutnya “metoda berasal dari dua

perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan

1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi

Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 910

2M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner), (Jakarta: Buna Aksara, 2005) Cet. I, h. 65.

Page 28: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

14

atau cara. Jadi metoda artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai

suatu tujuan”.3

Aat Syafaat juga mengatakan bahwa “dalam bahasa Arab metode

disebut thariqah artinya jalan, cara, sistem, atau ketertiban dalam

mengerjakan sesuatu. Menurut istilah, metode ialah suatu sistem atau cara

yang mengatur suatu cita-cita”.4

Kemudian Abdul Majid menuturkan pendapatnya tentang definisi

metode, menurutnya “metode adalah cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata

agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”.5

Prof. Abudin Nata berpendapat bahwa “metode dapat berarti cara atau

jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode lebih

memperlihatkan sebagai alat untuk mengolah dan mengembangkan suatu

gagasan sehingga menghasilkan suatu teori atau temuan.6

Pada literatur lain beliau juga menjelaskan bahwa, “metode dapat

diartikan sebagai cara-cara atau langkah-langkah yang digunakan dalam

menyampaikan sesuatu gagasan, pemikiran, atau wawasan yang disusun

secara sistematik dan terencana serta didasarkan pada teori, konsep dan

prinsip tertentu yang terdapat dalam berbagai disiplin ilmu terkait,

terutama ilmu psikologi, manajemen, dan sosiologi”.7

Zakiyah Daradjat menjelaskan bahwa, “metode berarti suatu jalan

kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan”.8

Sementara itu Moh. Roqib menjelaskan bahwa metode “secara bahasa

berarti cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu

maksud. Metode juga dapat diartikan sebagai cara yang dipakai oleh

3Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. II, h. 99

4TB Aat Syafa‟at,Sohari Sahrani dan Muslih, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam

Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 39

5Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2013), h. 193

6Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005) h, 143

7Abudin Nata, Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h.

176

8Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) h.

1

Page 29: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

15

pendidik dalam menyampaikan materi dengan menggunakan bentuk

tertentu, seperti ceramah, diskusi (halaqah), penugasan, dan cara-cara

lainnya”.9

Sedikit berbeda Ahmad Tafsir mendefinisikan istilah metode sebagai

“cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”.10

Sementara

itu, Kadar M. Yusuf menjelaskan pengertian metode secara spesifik dari

segi pendidikan, yaitu:

Metode merupakan cara yang dapat digunakan oleh guru dalam

menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Dalam bahasa

Arab metode disebut juga dengan al-ţarîqah. Kata ini selain diartikan

kepada metode, ia juga diartikan kepada jalan. Dengan demikian,

metode dapat pula diartikan kepada suatu jalan yang dapat ditempuh

dalam menyampaikan materi pelajaran.11

Begitu pun dengan Ramayulis, beliau mengatakan bahwa:

Metode dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah ţarîqah yang berarti

langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu

pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka strategi tersebut

haruslah diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka

pengembangan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik

menerima materi ajar dengan mudah, efektif dan dapat dicerna dengan

baik.12

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, dapat penulis

simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode itu adalah suatu jalan

atau cara yang ditempuh seseorang demi mencapai suatu tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya.

Beralih ke definisi pembelajaran, kata pembelajaran berasal dari kata

“belajar” yang dibubuhkan dengan sambungan pem- dan -an. Untuk itu

sebagai langkah awal maka harus dipahami pula makna dari kata belajar

itu sendiri.

9Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,

Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS Group, 2011), h. 91

10Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2003), Cet. VII, h. 9

11Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan, (Jakarta:

AMZAH, 2013), h. 114

12Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. IV, h.

2-3

Page 30: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

16

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata belajar berasal dari kata

“ajar” yang memiliki makna secara etimologi “berusaha memperoleh

kepandaian atau ilmu”.13

Sedangkan secara terminologis, belajar menurut B.F. Skinner

sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah berpendapat bahwa belajar

adalah “… a process of progressive behavior adaption”, yaitu suatu

proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara

progresif”.14

Pendapat Chaplin dalam Dictionary of Pschology sebagaimana yang

dikutip oleh Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua macam

rumusan, yaitu “… acquisition of any relatively permanent change in

behavior is a result of practice and experience (perolehan perubahan

tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman)

dan process of acquiring responses as a result of special practice (proses

memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus)”.15

Lebih lanjut Degeng menjelaskan tentang definisi belajar sebagaimana

yang telah dikutip oleh Yatim Riyanto, bahwa:

Belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif

yang sudah dimiliki si belajar. Hal ini mempunyai arti bahwa dalam

proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau

ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian

menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Dengan kata lain

belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak

terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi seperti fungsi-fungsi,

seperti skill, persepsi, emosi, proses berfikir, sehingga dapat

menghasilkan perbaikan performansi.16

Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah proses perubahan yang menetap dari tingkah laku individu

13Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op Cit., h. 23

14

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2011), Cet. XVII, h. 88

15Muhibbin Syah, Psikolgi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001) Cet. III, h. 60.

16

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam

Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009)

h. 5-6

Page 31: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

17

sebagai hasil pengalaman, ilmu pengetahuan, dan interaksi dengan

lingkungan.

Setelah memahami pengertian belajar, selanjutnya adalah istilah

pembelajaran. Secara etimologi, kata pembelajaran berasal pula dari kata

ajar dan belajar. Penambahan imbuhan pem- dan akhiran –an membuat

kata pembelajaran memiliki arti “proses, cara, perbuatan menjadikan orang

atau mahluk hidup belajar”.17

Menurut Rusman “pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri

atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Komponen tersebut meliputi tujuan, materi, metode, dan evaluasi”.18

Sedangkan menurut Hamzah, “istilah pembelajaran memiliki hakikat

perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk

membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam pembelajaran siswa tidak

hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi

mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan”.19

Menurut Abudin Nata, “yang diharapkan dari penggunaan istilah

pembelajaran adalah usaha membimbing peserta didik dan menciptakan

lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar”.20

Setelah dua kata tersebut diketahui definisinya, dapat ditarik

kesimpulan bahwa metode pembelajaran berarti suatu jalan atau cara yang

ditempuh seseorang guru kepada muridnya untuk mencapai suatu tujuan

yang telah direncanakan sebelumnya.

Sebagaimana yang dikatakan Jejen dalam “Metode Pendidikan dalam

Perspektif Islam, bahwa:

Metode pengajaran atau pendidikan adalah suatu cara yang digunakan

pendidik untuk menyampaikan materi pelajaran, keterampilan, atau

sikap tertentu agar pembelajaran dan pendidikan berlangsung efektif,

17Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Loc Cit., h. 23

18

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2013), h. 1

19Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. VI, h. 2

20

Abudin Nata, Prespektif Islam .. Op Cit., h. 87

Page 32: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

18

dan tujuannya tercapai dengan baik. Guru harus menguasai materi

pembelajaran dengan baik, sehingga ia mudah memilih metode yang

tepat untuk mengajarkannya.21

Berkaitan dengan penelitian ini, metode pembelajaran yang akan

dibahas adalah metode pembelajaran amśâl. Maka selanjutnya dipahami

terlebih dahulu perngertian kata amśâl. Kata amśâl “merupakan bentuk

jama’ dari kata berbahasa Arab yaitu maśal (مثم).22

Syekh Manna‟ Al-

Qaththan menjelaskan bahwa amśâl merupakan “penyerupaan suatu

keadaan dengan keadaan yang lain demi tujuan yang sama, yaitu pengisah

menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya”.23

Kemudian Hasani Ahmad Syamsuri menjelaskan definisi amśâl secara

etimologis bahwa:

Kata amśâl merupakan bentuk jamak dari maśal yang berarti serupa

atau sama. Dilihat dari pola (wazan) nya, kata maśal, miśl dan maśil

satu pola dengan kata syabah, syibh dan syabih. Pengertian maśal

secara etimologis ini ada tiga macam. Pertama, bisa berarti

perumpamaan, gambaran, atau perserupaan. Kedua, bisa berarti kisah

atau cerita, jika keadaanya sangat menakjubkan. Ketiga, bisa berarti

sifat, keadaan, atau tingkah laku yang menakjubkan.24

Sedangkan secara terminologis sebagaimana yang telah didefinisikan

oleh para ahli sastra maśal atau amśâl adalah “ucapan yang banyak

disebutkan yang telah biasa dikatakan orang dimaksudkan untuk

menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu

yang akan dituju”.25

Sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan di atas, Kadar M.

Yusuf juga mejelaskan bahwa, secara harfiah kata maśal semakna dengan

syabah yang berarti serupa, sama atau seperti. Dalam bahasa Arab kata ini

selalu digunakan untuk menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

21Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan

Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 107

22Syaikh Manna‟ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman dan

Aunur Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 353

23Ibid, h. 354

24

Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Zikra-Press, 2009), h. 173-174

25Ibid., h. 174

Page 33: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

19

Maśal juga berarti suatu ungkapan yang menyerupakan keadaan sesuatu

atau seseorang dengan apa-apa yang terkandung dalam ungkapan itu.26

Selanjutnya Ibnu Qayyim juga menjelaskan tentang amśâl,

sebagaimana yang dikutip oleh Manna‟ al-Qaththan bahwa amśâl adalah

“menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum,

mendekatkan yang rasional kepada yang indrawi, atau salah satu dari dua

indra dengan yang lain karena ada kemiripan”.27

Jejen menjelaskan bahwa, metode perumpamaan atau metode amśâl

adalah, “metode pendidikan yang digunakan pendidik kepada anak didik

dengan cara memajukan berbagai perumpamaan agar materinya mudah

dipahami.”28

Dengan memperhatikan beberapa definisi yang telah dikemukakan

oleh beberapa ahli, dapat dipahami bahwa metode amśâl dalam

pembelajaran merupakan sebuah cara guru menjelaskan sesuatu kepada

muridnya dengan menggunakan perumpamaan sesuatu tersebut dengan hal

yang lainnya karena adanya kemiripan dengan tujuan mempermudah nalar

siswa untuk memahami sesuatu.

Dalam beberapa literatur yang penulis dapatkan, mayoritas

narasumber menjelaskan bahwa amśâl termasuk metode pendidikan Islam.

Meskipun demikian, amśâl dalam pembelajaran atau pendidikan dapat

dikategorikan pula dalam istilah approach atau yang sering dikenal

sebagai pendekatan dalam pembelajaran.

Dalam literatur asli berbahasa Arab (bukan terjemahan), kata amśâl

termasuk dalam kategori minhâj ( جهنه ) yang berarti pendekatan, bukan

kategori ţarîqah (طريقة) yang diartikan sebagai metode. Kata هنهج sendiri

berasal dari akar kata نهج . Dalam Kamus Lisânul „Arab kata نهج memiliki

persamaan arti dengan kata طريق.

26Kadar M. Yusuf, Op Cit., h. 118-119

27

Syekh Manna‟ Al-Qaththan, Op Cit., h. 355

28Jejen Inong, Loc Cit.

Page 34: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

20

29نهج: طريق نهج : بين واضح، وىو النهج Menurut Ramayulis, pendekatan merupakan pandangan falsafi

terhadap subject matter yang harus diajarkan dapat juga diartikan sebagai

pedoman mengajar yang bersifat realistis/konseptual.30

Pendekatan dalam

pembelajaran dapat diartikan sebagai sudut pandangan terhadap terjadinya

suatu proses pembelajaran. Dan pendekatan inilah yang akan

menginspirasi lahirnya suatu metode pembelajaran. Jadi, pengertian

pendekatan lebih luas dibandingkan dengan metode.

Jika kata amśâl (perumpamaan) ini dikaitkan dengan istilah al-miśâl

pemberian contoh, maka dalam pendidikan hal ini juga merupakan (انمثال)

sesuatu yang sangat penting. Sebagaimana Muhammad Quthb mengatakan

dalam karyanya yang berjudul Minhaj al-Tarbiyah al-Islâmiyah:

الباب الحادي عشر: بين الىاقع والوثال

متهمة بأنها ترسم نماذج مثالية خيالية لا تتحقق في -والتربية الإسلامية من بينها -نظم التربية كلها عالم الواقع، لأنها غير قابلة للتحقيق.

لتدقيق لا يلبث أن يزول.وفي ظاىر الأمر يبدو في ذلك شيء من الحق، ولكنو عند اإن مهمة كل منهج من مناىج التربية أن يرسم الصورة الصحيحة التي "ينبغي" أن تكون، والتي يرجع إليها دائما في تصحيح الأوضاع وضبط المقاييس. وبغير ىذه الصورة المتكاملة لا يمكن أن

د الذي ينبغي أن يبذل، نعرف بالضبط كم قطعنا من الشوط، وكم بقي في الطريق، لنقيس الجه 31ونقيس طاقتنا إلى ىذا الجهد المطلوب.

2. Kedudukan Amśâl dalam Pembelajaran

Dalam beberapa literatur yang penulis dapatkan, mayoritas

narasumber menjelaskan bahwa amśâl termasuk metode pendidikan Islam.

Seperti dalam buku “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan

Masyarakat” karya Abdurahman an-Nahlawi yang menyebutkan bahwa

amśâl merupakan salah satu metode pendidikan.

29 Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 2, h. 446

30 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. IV, h. 23

31

Muhammad Quthb, Minhaj al-Tarbiyah al-Islâmiyah.

Page 35: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

21

Beliau menyebutkan bahwa beberapa metode yang dianggap penting

dan paling menonjol antara lain: 1) Metode dialog Qur`ani dan Nabawi, 2)

Mendidik melalui kisah Qur‟ani dan Nabawi, 3) Mendidik melalui

perumpamaan Qur‟ani dan Nabawi, 4) Mendidik melalui keteladanan, 5)

Mendidik melalui aplikasi pengalaman, 6) Mendidik melalui ibrah dan

nasihat, 7) Mendidik melalui tarġîb dan tarhîb 32

.

Selain itu, hal semacam ini juga terdapat pada jurnal pendidikan

Islam. Salah satu tulisan yang menyebutkan bahwa amśâl merupakan suatu

metode adalah tulisan dari Jejen Musfah, beliau menyatakan bahwa

metode pendidikan dalam perspektif Islam mencakup tujuh metode, antara

lain: Metode Perumpamaan (Amśâl), Metode Kisah, Metode Tarġîb-

Tarhîb, Metode Dialog (Hiwâr), Metode Teladan (Uswah Hasanah),

Metode Latihan dan Praktik (Tajrîbah), dan Metode Nasehat.33

Di dalam kitab تعهيم اندين الإسلامى : بين اننظرية و انتطبيق disebutkan

bahwa dalam pembelajaran tidak hanya terdapat satu metode, melainkan

ada beberapa macam, salah satunya adalah metode pemberian amśâl

(perumpamaan).

يجب الالتفات إلى أنو ليست ىناك طريقة واحدة للتعليم، فهناك طرق متعددة المتعلمين، وتعدد مستوياتهم، أغراض التعلم ومحتوياتو وبتنوع استعدادات متنوعة بتنوع

غير أن ىناك اعتبارات يجب أن تراعى فى طرق التدريس.

التربية الإسلامية لم تتخذ طريقة واحدة ةفى تربية أبنائها،بل إنها اتخذت وسائل العقلي والعقلى والوجدانى لديهم، كما راعت وأساليب كثيرة راعت فيها خصائص لمو

والز الموررة فيهم والدوافع الى يمكن أن تثير معاشرىم و تهيء استوى إدراكهم والحشخصية و نشاطهم الذاتى ومشاركتهم نفوسهم للتلقى و التعليم مع احترام مبادئهم ال

32

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, terj:

Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 204

33Jejen Musfah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam”, TAHDZIB Jurnal Pendidikan

Agama Islam, Vol.3, 2009, h. 107

Page 36: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

22

الفعالة فى عملية التعليم و المترتبة بفهم ووعى وتبصر، وليس عن طريق التلقين وحشوا استيعابها .الأذىان بالمعلومات والمعارف دون فهمها و

ىى معالجة الكائن البشرى كلو معالجة شاملة لاتترك إن طريقة الإسلام فى التربية منو شيئا ولاتغفل عن شىء، جسمو وعقلو وروحو، حياة المادية والمعنوية وكل نشاطو

34على الأرض.

Dari teks kitab تعهيم اندين الإسلامى : بين اننظرية و انتطبيق di atas dapat

dipahami bahwa, dalam dunia pendidikan Islam tidak hanya terdapat satu

metode pembelajaran saja, akan tetapi terdapat berbagai macam metode

pembelajaran, metode tersebut disesuaikan dengan tujuan pembelajaran itu

sendiri maupun disesuaikan dengan kesiapan para pengajarnya.

Kemudian dalam buku tersebut tertulis beberapa metode pembelajaran

agama Islam antara lain sebagai berikut:

:ىطرق تعليم الدين الإسلام فيما يل و يمكن غرض أىم القدوة الحسنة -1 القصص -2 النصح والإرشاد وضرب الأمثال -3 الحوار -4 يبالترغيب و الترى -5 التعلم عن طريق العمل -6 الثواب و العقاب -7 الأمر بالمعروف و النهى عن المنكر -8 الأحداث الجارية -9 الموعظة الحسنة -11 غرس العادة أو إزالتها -11 طريقة الملاحظة -12 التعليم بالحزم -13 35التعليم بالتجيو الطاقة -14

34، 3(، ط 3991مكتبة اندار انعربية انكتاب، : ، )مدينة نصرتعلين الدين الإسلاهى : بين النظرية و التطبيقحسن شحاتة،

65-65ص.

Page 37: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

23

Dapat dipahami dari teks yang dikutip dari kitab : تعهيم اندين الإسلامى

bahwa amśâl atau pemberian perumpamaan termasuk بين اننظرية و انتطبيق

salah satu metode dari beberapa metode pembelajaran agama Islam

khususnya. Jadi, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku tersebut amśâl

termasuk dalam kategori metode atau طريقة , bukan kategori pendekatan

(approach) atau هنهج.

Dalam buku tersebut juga dijelaskan tujuan dari metode amśâl,

sebagai berikut:

انى المجردة إلى عقل المسلم فى القرآن الكريم وقد كثر استخدام الأمثلة للتوضيح و تقريب المع و الحديث النبوى. ويطلق على الحال و القصة العجيبة ،وفيو تمثيل للأشياء المجردة وغير المنظورة وتشبيو لها نقربها إلى المحسوس. و ىي تؤرر على المشاعر والعواطف، وتدعو إلى السلوك المحبوب،

لإقناع و إقامة الحجة والتذكرة والعبرة وإثارة السامع والتشويق لأنها أوقع فى النفس و أقدر على ا عليم والإرشاد والشرح والتفسير.والت

وتستخدم ىذه الطريقة لتقريب غير المحسوس و تمثيل الأشياء غير المادية وغير المنظورة، ريب ىعقول من بحيث تصبح فى متناول الإنسان ليفهمها و يتدبرىا ، وىي طريقة تعتمد على تق

و المثل القرآنى ىو تشبيو شيء بشيء فى محسوس ، أو محسوس من أكثر منو حسا و وضوحا ، حكمو، و تقريب المعقول من المحسوس أو أحد المحسوسين من الآخر و اعتبار أحدهما بالآخر.

أرير على السلوك والأمثال كثيرة فى القرآن، وتلعب دورا بالغا فى التأرير فى العواطف و فى الت نسانى، فيما لو استعملت بحكمة وفى ظروف المناسبة ، وقد أكثر الله تعالى من الأمثال فى القرآن الإ

للتذكرة و العبرة، وقد ضربها النبي صلالله عليو وسلم فى حديثو و استعان بها الداعون فى كل عصر ضاح والتشويق ، و نها من وسائل الإيلنصرة الحق و إقامة الحجة ، و يستعين بها المربون و يتخذو

36وسائل التربية فى الترغيب أو التنفير فى المدح أو الذم . Demikianlah beberapa referensi yang menyatakan bahwa amśâl

meupakan salah satu dari berbagai maca metode pembelajaran, khususnya

metode pembelajaran Islam.

Disamping itu, ada juga referensi lain yang menyatakan secara

implisit bahwa amśâl tergolong pendekatan (approach/ هنهج ), di dalamnya

tertulis sebagai berikut:

35Ibid., h. 59-77

36

Ibid., h. 64-65

Page 38: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

24

وقد يكون المنهج واقعيا، وقد يكون مثاليا ، و فى الحالين يستمد وجوده من المجتمع . فالمنهج ، يستقى كيانو من المجتمع القائم ؛ بينما المنهج المثالى , وىو ما الواقع ، وىو ما يدرس بالفعل

37يطلب بو المفكرون فى مدنهم الفاضلة .

Jadi kesimpulannya, mayoritas ahli pendidikan Islam menyebutkan

bahwa amśâl merupakan salah satu dari beberapa metode pembelajaran.

Dimana istilah metode itu diungkapkan dengan kata ريقةط . Namun

demikian, ada referensi juga yang menyatakan secara implicit bahwa

amśâl merupakan suatu manhaj (هنهج ) atau pendekatan (approach).

3. Macam-Macam Istilah Metode Amśâl

Selain istilah amśâl, ada beberapa istilah lagi yang digunakan untuk

menjelaskan metode ini. Beberapa istilah tersebut antara lain:

a. Perumpamaan

Abdurrahman An-Nahlawi menyebutkan, mendidikan melalui

perumpamaan adalah salah satu metode yang dugunakan dalam

pendidikan Islam. Kemudian beliau mengatakan bahwa:

Perumpamaan al-Qur`ân memiliki maksud-maksud tertentu,

antara lain: 1) menyerupakan suatu perkara yang hendak dijelaskan

kebaikan atau keburukannya, dengan perkara lain yang sudah wajar

atau diketahui secara umum ihwal kebaikan dan keburukannya. 2)

menceritakan suatu keadaan dari berbagai keadaan dan

membandingkan keadaan itu dengan keadaan lain yang sama-sama

memiliki akibat dari keadaan tersebut. 3) menjelaskan kemustahilan

adanya persamaan antara dua perkara.38

b. Metafora

Menurut M Arifin, metode metafora ini termasuk kedalam metode

yang tidak bertentangan dengan metode modern yang diciptakan oleh

ahli pendidikan saat ini.39

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kata “metafora” memiliki arti, “pemakaian kata atau

351(، ص. 3951)مصر : دار انمعارف بمصر ، التربية فى الإسلام ، أحمد فؤاد الأحوانى ، 37

38Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, terj:

Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h.252-254

39M. Arifin, Op Cit., h. 157

Page 39: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

25

kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai

lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan”.40

Sebagai contoh, M. Arifin mengemukakan contoh penggunaan

metode metafora yang ada di dalam al-Qur`ân yang dapat

diimplementasikan dalam pembelajaran, yaitu surat An-Nur ayat 35:

Dalam surat ini M. Arifin menjelaskan bahwa terdapat

perumpamaan:

Yang menggambarkan tentang sifat-sifat Allah dengan sinar

lampu di kaca yang kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)

seperti mutiara dan seterusnya, yang menujukkan tentang sifat-sifat

Allah yang yang amat terang cahayanya, sehingga segala sesuatu

akan lenyap dalam cahaya Allah itu. Perumpamaan ini dimaksudkan

untuk menafikan (menghilangkan) cahaya dari kepercayaan

menyembah objek-objek pemujaan selain Allah.41

c. Analogi

Dilihat dari definisinya kata analogi juga dapat dikatakan

merupakan salah satu nama lain dari amśâl. Seperti salah satu definisi

yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa kata

analogi sedikitnya memiliki empat definisi yang diutarakan, yaitu:

Pertama, persamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal

yang berlainan. Kedua, kesepadanan antara bentuk bahasa yang

menjadi dasar terjadinya bentuk lain. Ketiga, sesuatu yang sama

dalam bentuk, susunan, atau fungsi, tetapi berlaianan asal-usulnya

sehingga tidak ada hubungan kekerabatan. Keempat, kesamaan

40Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 908

41

M. Arifin, Loc Cit.

Page 40: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

26

sebagai ciri dua benda atau hal yang dapat dipakai untuk dasar

perbandingan.42

Jadi, jika seorang guru dalam menjelaskan materi pembelajaran

menggunakan metode analogi, maka dapat dikatakan bahwa guru

tersebut juga sedang menggunakan metode pembelajaran amśâl.

d. Personifikasi

Syekh Manna‟ al-Qaththan menjelaskan bahwa ayat yang

mengandung amtsâl, “biasanya dilakukan dengan metode

“mempersonifikasikan” sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang hadir,

yang abstrak dengan yang konkret, atau dengan menganalogikan

sesuatu hal dengan hal yang serupa”.43

Sebagaimana pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa

personifikasi juga merupakan nama lain dari amśâl, hal ini didukung

dengan definisi yang tertera dalam Kamu Besar Bahasa Indonesia

bahwa, personifikasi memiliki arti pengumpamaan (pelambangan),

hanya saja kata personifikasi lebih khusus kepada pengumpamaan

benda mati sebagai orang atau manusia, seperti bentuk pengumpamaan

alam dan rembulan menjadi saksi sumpah setia.44

e. Peribahasa

Menurut Quraish Shihab dalam al-Qur‟an ada ayat-ayat amśâl yang

maknanya serupa dengan peribahasa yang digunakan oleh masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut, artinya ada beberapa ayat amśâl yang

memiliki kesamaan dengan peribahasa. Oleh karena itu peribahasa juga

dapat dikategorikan sebagai nama lain dari jenis amśâl.45

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata peribahasa sedikitnya

memiliki dua arti, pertama: kelompok kata atau kalimat yang tetap

42Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 59

43

Syaikh Manna‟ Al-Qaththan.,, h. 352

44Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 1062

45

Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan Yang Patut Anda Ketahui

Dalam Memahami Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2013), Cet. II, h. 265

Page 41: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

27

susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (peribahasa

termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan). Kedua: ungkapan atau

kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat,

prinsip hidup, atau aturan tingkah laku.46

f. Qiyâs

Kata qiyâs juga merupakan salah satu nama lain dari amśâl, hal ini

dapat diketahui dari beberapa definisi yang sudah dinyatakan oleh

beberapa ahli, terutama ahli fiqih. Berikut beberapa definisi qiyâs yang

dapat disampaikan.

Dalam bahasa Indonesia, kata qiyâs disebut dengan “kias”, dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia, tercantum beberapa definisi dari kata

kias yaitu, “perbandingan (persamaan); ibarat; contoh yang telah ada

(terjadi)”.47

“Dilihat dari segi bahasa, kata انقياس berasal dari bahasa Arab. Ia

merupakan bentuk maşdar dari kata قاس ,يقيس ,قياسا, artinya mengukur

dan membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya”.48

Menurut Abu Zahra sebagaimana yang dikutip oleh Sapiuddin

Siddiq, menurut istilah syara’ adalah

إلحاق أمرغير مصوص على حكمو بأمر آخر منصوص على حكمو لاشتراك ب ينهما فى علة الحكم

“Menghubungkan suatu perkara yang tidak ada hukumnya dalam

nash dengan perkara lain yang ada naş hukumnya karena ada

persamaan „illat.”49

Abdul Wahab Khallaf menjelaskan makna kata qiyâs menurut

bahasa adalah “mengukur sesuatu dengan benda lain yang dapat

menyamainya”. Juga dikatakan: Qiyâs ialah menyamakan, karena

46Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., h. 1055

47

Ibid., h. 695

48Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 69

49

Ibid.

Page 42: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

28

mengukur sesuatu dengan benda yang lain yang dapat menyamainya,

berarti menyamakan diantara dua benda tersebut”.50

Dalam istilah ilmu Uşul al-Fiqh, kata qiyâs juga terkenal sebagai

salah satu metode untuk meng-istinbaţ-kan hukum Islam yang tidak ada

dalam al-Qur`ân maupun as-Sunnah.

Menurut Sulaiman Abdullah kata qiyâs menurut istilah ulama

Uşul, “qiyâs” adalah mempersamakan satu peristiwa hukum yang tidak

ditentukan hukumnya oleh naş, dengan peristiwa hukum yang

ditentukan oleh naş bahwa ketentuan hukumnya sama dengan hukum

yang ditentukan naş.51

4. Syarat-syarat Metode Amśâl

Jika dalam ilmu al-Qur`ân dikenal dengan amśâl, maka dalam istilah

fiqh sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, definisi amśâl ini dapat

disamakan dengan istilah qiyâs. Dalam ilmu uşul fiqh ketika membahas

tentang qiyâs, maka terdapat beberapa syarat atau rukun untuk melakukan

qiyâs tersebut. Dalam hal ini, penulis dapat mengatakan bahwa syarat dan

rukun yang harus ada ketika akan melakukan qiyâs juga berlaku untuk

melakukan amśâl, terlebih jika amśâl ini digunakan untuk pembelajaran.

Sebagaimana yang dikatakan Sapiuddin, ada 4 rukun qiyâs yang harus

dipenuhi:

a. Al-Aşlu,

Yaitu sesuatu yang sudah ada hukumnya dalam naş. Al-Aşlu juga

disebut maqîs ‘alaihi (yang dijadikan ukuran) atau mahmul ‘alaihi

(yang dijadikan tangguhan) atau musyabbah bih (yang dibuat

keserupaan). 52

50Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam: Ilmu Ushulul Fiqh, Terj. Noer Iskandar

al-Barsany dan Moh Tolchah Mansoer, (Jakarta: Grafindo Persada, 2002), Cet. VIII, h. 74

51Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2007), Cet. III, h. 82

52Sapiuddin Shiddiq, Op. Cit., h. 71

Page 43: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

29

Dalam hal amśâl, maka al-aşlu disini lebih cocok disebut dengan

musyabbah bih (yang dibuat keserupaan). Yaitu suatu hal atau materi

yang bersifat konkret yang dapat menjelaskan materi-materi abstrak

dalam pembelajaran.

b. Al-Far’u,

Yaitu sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam naş. Tetapi

hukumnya dapat dihubungkan dengan al-aşlu. Al-Far’u disebut juga al-

maqîs (yang diukur) atau al-mahmul (yang dibawa) atau al-musyabbah

(yang diserupakan).53

Dalam pengertian amśâl, maka al-far’u ini lebih cocok disebut

dengan al-musyabbah (yang diserupakan). Yaitu suatu materi yang

masih bersifat abstrak, yang masih sulit dipahami oleh siswa.

c. Hukum aşal,

Yaitu hukum syara‟ yang ada naş nya sebagai pangkal hukum bagi

cabang.54

Dalam kaitannya dengan amśâl, maka hukum aşal ini dapat

dikatakan dengan persamaan yang ada antara hal yang diserupakan

(abstrak) dan hal yang dibuat keserupaan (konkret).

d. ‘Illat (sebab),

„Illat adalah sifat yang ada pada hukum aşal.55

Jika kita kaitkan

dengan amśâl, maka „illat ini merupakan sifat yang ada dalam

persamaan yang ada pada dua hal antara yang abstrak dan yang konkret.

Sedangkan dalam ilmu balaġah kata amśâl disebut dengan tasybîh.

Ahli balaġah memberikan empat syarat atau rukun amśâl (tasybîh),

sebagaimana yang dijelaskan oleh Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi‟i,

empat rukun tersebut antara lain: 1) Wajah Syabah, yaitu pengertian yang

bersama-sama ada pada musyabbah dan musyabbah bih; 2) Âlat Tasybîh,

53Ibid.

54

Ibid., h. 72

55Ibid.

Page 44: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

30

yaitu kaf, mitsil, ka`anna dan semua lafadz yang menunjukan makna

perserupaan; 3) Musyabbah, yaitu sesuatu yang diserupakan (menyerupai)

musyabbah bih; 4) Musyabbah bih, yaitu sesuatu yang diserupai oleh

musyabbah.56

Pendapat mengenai rukun tasybîh tersebut juga dibenarkan dalam

kitab al-Balaġah al-Wađihah :

اة د أ , و و ي ب ش الت في ر ط ان ي م س ي شبو و المشبو بو, و م أركان التشبيو أرب عة ,ىي : ال 57.و ب ش م ال في و ن م و ب و ب ش م ال في ر ه ظ أ ى و و ق أ ن و ك ي ن أ ب يج , و و ب الش و ج و و و ي ب ش الت

5. Tujuan Metode Amśâl dalam Pembelajaran

Adapun tujuan dari metode pembelajaran amśâl salah satunya adalah

“untuk memudahkan pengertian manusia didik tentang suatu konsep

dengan melalui pertimbangan akal”.58

Maśal dapat pula diartikan kepada menggambarkan sesuatu yang

abstrak secara konkret, agar yang abstrak itu mudah dipahami dan

berpengaruh pada jiwa manusia.59

Seperti halnya dalam al-Qur`ân terdapat

beberapa ayat yang mengandung metode amśâl, misalnya Surat an-Nahl

ayat 75-76, dalam ayat ini tidak hanya bertujuan untuk memahami sesuatu

yang abstrak (memahami ketauhidan dan kemusyrikan) akan tetapi

mempengaruhi jiwa manusia tersebut (menarik jiwa manusia untuk

mencintai ketauhidan). Sebagaimana pula yang dijelaskan oleh Kadir,

bahwasannya melalui metode amśâl ini para peserta didik tidak hanya

diharapkan memahami dan mengetahui konsep syirik, tetapi lebih dari itu

mereka juga diharapkan membenci perbuatan syirik tersebut, sebagaimana

mereka tidak menyukai perbudakan, bisu dan menjadi beban bagi orang

lain.60

56Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi‟i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. II,

h. 35-36

57Ali Jarim dan Musthafa Amin., Loc Cit.

58

M. Arifin, Loc Cit.

59Kadar. M Yusuf, Loc Cit.

60

Ibid., h. 121

Page 45: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

31

Selanjutnya Abdurrahman An-Nahlawi menjelaskan tujuan edukatif

yang terkandung dalam metode amtsâl antara lain:

Pertama, Memudahkan pemahaman mengenai suatu konsep. Untuk

memahami makna spiritual suatu perkara manusia itu cenderung

menyukai penyerupaan persoalan-persoalan abstrak pada perkara-

perkara yang kongkret. Kedua, mempengaruhi emosi yang sejalan

dengan konsep yang diumpamakan, dan untuk mengembangkan aneka

perasaan ketuhanan. Ketiga, membina akal untuk terbiasa berpikir

secara valid dan analogis. Pada dasarnya, hampir setiap perumpamaan

bersumber pada analogi melalui penyebutan premis-premis. Selain itu,

perumamaan pun mengiring akal pada kesimpulan yang kerap tidak

dirinci dalam al-Qur`ân. Keempat, mampu menciptakan motivasi yang

menggerakan aspek emosi dan mental manusia. Mental akan

menggerakan dan mendorong hati untuk berbuat kebaikan dan menjauhi

berbagai kemungkaran. Karena itu kita dapat mengatakan bahwa

perumpamaan-perumpamaan itu ikut andil dalam mengarahkan manusia

pada perbuatan baik sehingga hidup individu dan masyarakat tumbuh

dalam kestabilan menuju peradaban ideal, sejahtera, dan adil.61

Kemudian Hasani Ahmad juga menjelskan terkait tujuan dari amtsâl,

antara lain: 1) menonjolkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk konkrit

yang dapat dirasakan indra manusia, sehingga akal dapat menerimanya; 2)

Amśâl lebih berpengaruh kepada jiwa, lebih efektif dalam memberikan

nasehat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat

memuaskan hati; 3) mengungkap hakikat-hakikat dan mengemukakan

sesuatu yang jauh dari pikiran sebagai sesuatu yang dekat pada pikiran.62

Senada dengan pendapat di atas, Hasbi Ash-Shidieqy juga

berpendapat bahwa amśâl juga bertujuan untuk melahirkan sesuatu yang

dapat dipahami dengan akal dalam bentuk rupa yang dapat dirasakan oleh

panca indera, sehingga mudah diterima oleh akal. Juga untuk

mengumpulkan makna yang indah dalam suatu ibarat yang pendek.63

Imam Zarkasyi juga mengatakan sebagaimana yang dijelaskan oleh

Didin bahwa tujuan amśâl antara lain memperingatkan, menasehati,

mendorong, melarang, menyuruh mengambil pelajaran, memantapkan,

61Abdurrahman An-Nahlawi, Op cit., h. 254-259

62

Hasani Ahmad Syamsuri, Op Cit., h. 183-184

63Hasbi Ash-Shidiieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an: Media-Media Pokok Dalam Menafsirkan Al-

Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988) Cet. II, h. 175

Page 46: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

32

menertibkan bantahan-bantahan terhadap akal dan menggambarkannya

dalam bentuk sesuatu yang dapat diungkapkan oleh panca indra. Amtsâl

juga bertujuan untuk menggerakan kemampuan berfikir.64

Syekh Manna‟ al-Qaththan juga mengatakan bahwa tamśîl

(perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-

makna dalam bentuk yang hidup di dalam pikiran. Hakikat-hakikat yang

tinggi dalam makna dan tujuan akan menampilkan gambaran lebih

menarik jika dituangkan dalam retrorika yang indah. Dengan analogi yang

benar, ia akan lebih dekat dengan pemahaman suatu ilmu yang diketahui

secara yakin.65

Kemudian beliau juga menyetujui bahwa amśâl lebih berbekas dalam

jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam

memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati.66

Dengan mempertimbangkan beberapa pendapat di atas, dan jika amśâl

diimplementasikan dalam pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa

tujuan metode amśâl dalam pembelajaran yaitu untuk mempermudah guru

untuk menjelaskan materi ajar yang bersifat abstrak sehingga menjadi

lebih real dan konkret. Dengan metode ini pula dapat mempermudah siswa

untuk menalar dan memahami materi ajar yang bersifat abstrak tersebut.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis

lakukan adalah sebagai berikut:

1. Cindi Pratiwi, dengan judul penelitian “Metode Pendidikan Dalam

Perspektif Al-Qur`ân Kajian QS. An-Nahl Ayat 125-127”. Karya ini

menjelaskan tentang metode pendidikan Islam dalam perspektif Al-

Qur`ân Surat An-Nahl 125-127. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa

terdapat lima metode pedidikan Islam yang sudah ditafsirkan oleh ahli

64Didin Saefudin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, (Bogor: Granada

Sarana Pustaka, 2005), h.167

65Syekh Manna‟ al-Qaththan., h. 352

66

Ibid, h. 362

Page 47: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

33

tafsir dan dianalisa oleh penulis tersebut, antara lain: 1) Al-Hikmah;

perkataan yang kuat diserti dengan dalil. 2) Al-Mau’izah Hasanah;

Perkataan yang lembut dan benar. 3) Al-Jidâl; Membantah dengan cara

yang baik. 4) Al-Muhtadin: Memberikan bantahan yang setimpal. 5)

Ash-Şabru; Perasaan tabah dan menahan diri.67

2. Zain Fanani, dengan judul penelitian “Tafsir Surat An-Nahl Ayat 125

(Kajian Tentang Metode Pembelajaran)”. Karya ini menjelaskan

tentang metode pembelajaran yang terkandung dalam Al-Qur`ân Surat

An-Nahl ayat 125. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam Surat

An-Nahl/16 ayat 125 terkandung tiga metode pendidikan, yakni:

Hikmah, Mau’idzah Hasanah, dan Jidâl, Hikmah merupakan ilmu

pengetahuan yang dimiliki seorang guru. Dengan alat ilmu pengetahuan

tersebut, ia menjadi orang yang berhak untuk memberikan

pembelajaran keagamaan kepada anak didik. Sementara itu Mau’idzah

Hasanah dan Jidal adalah metode yang terbaik yang bisa digunakan

sesuai situasi dan kebutuhan dalam mendidik.68

67Cindi Pratiwi, Metode Pendidikan Dalam Prespektif Al-Qur’an Kajian QS. An-Nahl Ayat

125-127, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014)

68Zain Fannani, Tafisr Surat An-Nahl Ayat 125 (Kajian Tentang Metode Pembelajaran),

(Jakarta: UIN Jakarta, 2014)

Page 48: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah mengenai kajian tentang tafsir surat

Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41.

Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu selama satu

semester terhitung dari tanggal 17 Januari 2015.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif dengan menggunakan metode deskriprif analisis yang menggunakan

tehnik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library Research).

Karena penelitian ini merupakan library research, maka sumber data

pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan. Sebagaimana

yang dikatakan oleh Maman, “sumber data penelitian kualitatif ialah tindakan

dan perkataan manusia dalam suatu latar yang bersifat alamiah. Sumber data

lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip, koran, majalah,

jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain sebagainya”.1

Adapun literatur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data

primer, yaitu kitab suci al-Qur`ân, dan kitab-kitab tafsir al-Qur`ân yang

menjelaskan surat Ibrâhîm ayat 18, surat Al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf

ayat 41 diantaranya: kitab al-Qur`ân dan Tafsirnya, Tafsir Al-Misbah karya

M. Quraish Shihab, Tafsir Ath-Thabari, dan kitab Al-Bayan: Tafsir Penjelas

Al-Qur’an. Dan data sekunder, yaitu buku-buku yang membahas metode

pendidikan amśâl.

Mengenai analisis data, menurut Imam Gunawan, “analisis data kualitatif

sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan data, dengan

1U. Maman Kh, dkk., Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada Press, 2006), h. 80

Page 49: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

34

cara memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak. Ukuran

penting atau tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya

menjawab fokus penelitian”.2

Karena penelitian ini merupakan penelitian tafsir, dalam meneliti ayat-

ayat al-Qur`ân dengan mengacu pada pandangan al-Farmawi yang dikutip

oleh Abudin Nata bahwa metode tafsir yang bercorak penalaran (bukan jalur

riwayat) ini terbagi menjadi empat macam metode, yaitu: tahlilî, ijmalî,

muqârin, dan mauđu’î.3

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode tahlilî. Metode tafsîr

tahlilî adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan

kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dari berbagai seginya dengan memperhatikan

runtutan ayat-ayat al-Qur`ân sebagaimana tercantum di dalam muşhaf. Dalam

hubungan ini, mufassir mulai dari ayat ke ayat berikutnya, atau dari surat ke

surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai yang

termaktub di dalam muşhaf. 4

Dengan demikian, tafsîr tahlilî merupakan suatu metode yang bermaksud

menguraikan dan menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`ân dari seluruh

isinya, sesuai dengan urutan yang ada dalam al-Qur`ân.

C. Fokus Penelitian

Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut

dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.5

Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang

ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini,

yaitu mengenai tafsir surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan

surat Yȗsuf ayat 41.

2Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,

2013), h. 209

3Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h. 219

4Ibid.

5Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),

(Bandung: Alfabeta, 2011), h.287

Page 50: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

35

Jadi, dalam penelitian ini penulis bermaksud mengkaji tentang tafsir surat

Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41, dengan

mencari data-data dan sumber yang membahas mengenai ayat tersebut.

D. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian tafsir yang menggunakan metode tafsîr tahlilî, ada

beberapa prosedur atau langkah yang harus diperhatikan. Mengacu pada

penjelasan Abudin Nata dalam buku Studi Islam Komprehensif, maka

prosedur penelitian tafsir surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68, dan

surat Yȗsuf ayat 41 adalah sebagai berikut:

1. Memulai penjelasan dari kosa kata yang terdapat pada ayat 18 surat

Ibrâhîm, ayat 68 surat al-Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf. Pada tahap

ini penulis memulai dengan menjelaskan kosa kata yang terdapat dari

masing-masing ayat yaitu ayat 18 surat Ibrâhîm, ayat 68 surat al-

Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf dengan mengacu pada kitab-kitab

tafsir.6

2. Setelah menjelaskan kosa kata ayat per ayatnya, kemudian penulis

menjelaskan munâsabah ayat atau hubungan ayat 18 surat Ibrâhîm, ayat

68 surat Al-Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf dengan ayat-ayat

sebelumnya. Disini penulis akan menjelaskan munâsabah, yaitu

hubungan atau keterkaitan ayat 18 surat Ibrâhîm, ayat 68 surat al-

Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf dengan ayat sebelumnya. Hal ini

sangat dibutuhkan untuk mengetahui kejelasan makna ayat.7

3. Menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat 18 surat Ibrâhîm, ayat

68 surat al-Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf dengan dibantu dari

penjelasan dari ayat lain, hadits Rasulullah SAW, atau ilmu pendidikan

yang berkaitan dengan ayat tersebut. Dalam tahap ini penulis akan

mencoba menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat 18 Surat

Ibrâhîm, ayat 68 Surat al-Baqarah, dan ayat 41 Surat Yȗsuf dengan

6Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenada media Group, 2011) h, 169

7Ibid.

Page 51: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

36

menggunakan literatur dari kitab tafsir, kemudian hadiś-hadiś

Rasulullah yang berkaitan dengan makna ayat tersebut, dan juga buku-

buku penunjang seperti buku-buku pendidikan yang membicarakan

seputar makna ayat tersebut. Selain itu, pada tahap ini juga penulis

menganalisis kajian tentang metode pembelajaran amśâl yang

terkandung di dalam ayat tersebut.8

4. Setelah menjelaskan makna ayat dan menganalisisnya, selanjutnya

adalah menarik kesimpulan dari ayat 18 surat Ibrâhîm, ayat 68 surat al-

Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf. Kesimpulan dari penelitian ini

berkaitan tentang apa saja kandungan ayat 18 surat Ibrâhîm, ayat 68

surat al-Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf kemudian bagaimana analisis

metode amśâl yang terkandung dalam ayat tersebut.9

Dalam metode tafsîr tahlilî, para mufassir menguraikan makna yang

dikandung oleh al-Qur`ân ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai urutan

di dalam muşhaf. Dalam penelitian ini, uraian ayat dan surah yaitu Surah

Ibrâhîm ayat 18, Surah al-Baqarah ayat 68, dan Surah Yȗsuf ayat 41. Uraian

ayat tersebut termasuk berbagai aspek yang dikandung oleh ayat 18 Surah

Ibrâhîm, ayat 68 Surah al-Baqarah, dan ayat 41 Surah Yȗsuf yang ditafsirkan

dengan pengertian/makna kosa kata, konotasi kalimat, kaitannya dengan ayat

lain, baik sebelum atau sesudahnya (munâsabah ayat), dan pendapat-pendapat

yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat 18 surat Ibrâhîm, ayat 68

surat al-Baqarah, dan ayat 41 surat Yȗsuf baik yang disampaikan oleh Nabi,

sahabat, para tâbi’in maupun tafsir lainnya.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis mencoba menafsirkan

ayat-ayat yang mengandung amśâl berdasarkan pendapat para mufassir. Pada

ayat-ayat yang mengandung amśâl, Syekh Manna’ al-Qaththan menjelaskan

bahwa, “biasanya dilakukan dengan metode “mempersonifikasikan” sesuatu

8Ibid.

9Ibid.

Page 52: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

37

yang ghaib dengan sesuatu yang hadir, yang abstrak dengan yang konkret,

atau dengan menganalogikan sesuatu hal dengan hal yang yang serupa”.10

Para mufassir kontemporer ketika menafsirkan ayat amtsâl tidak hanya

memperhatikan kedudukan amśâl dalam kedudukan sebagai satu kesatuan

susunan kata-kata, tetapi juga berusaha memahami dan menarik makna,

hikmah, dan pelajaran dari bagian demi bagian maśal yang ditafsirkannya.

Mereka menganalisisnya kemudian menarik dari masing-masing bagian

makna dan hikmah, disamping memahami maśal pada ayat yang mereka

tafsirkan sebagai satu kesatuan.11

Selain memperhatikan beberapa hal di atas, menurut Quraish Shihab

dalam al-Qur`ân ada ayat-ayat amśâl yang maknanya serupa dengan

peribahasa yang digunakan oleh masyarakat. Ketika memahami ayat amśâl

yang seperti ini, selain memperhatikan hal-hal yang sudah dijelaskan

sebelumnya, hendaknya harus memahami pula lafadz-lafadz tersebut ketika

pertama kali terucap, yakni sebelum ia menjadi peribahasa.12

Berdasarkan pendapat di atas, maka untuk memahami ayat-ayat yang

mengandung amśâl perlu dipahami unsur-unsur yang terkandung di

dalamnya, seperti objek yang dibuat keserupaan, objek yang diserupakan, dan

lain sebagainya yang termasuk dalam syarat-syarat amśâl yang telah

dijelaskan pada bab sebelumnya. Quraish Shihab berkata bahwa maśal

menampung banyak makna, karena itu ia memerlukan perenungan yang

mendalam untuk memahaminya secara baik.13

10Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman dan Aunur

Rofiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 352

11Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan Yang Patut Anda Ketahui

Dalam Memahami Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2013), Cet. II,h. 267

12Ibid, h. 265

13

Ibid, h. 272

Page 53: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

38

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18, Surat Al-Baqarah Ayat 68,

dan Surat Yȗsuf Ayat 41

1. Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18

a) Teks dan Terjemah Surat Ibrâhîm Ayat 18

Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan

mereka adalah seperti Abu yang ditiup angin dengan keras pada

suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil

manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di

dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.(Q.S.

Ibrâhîm/14: 18) 1

b) Kosa Kata Inti

Kata مثو merupakan bentuk mufrad, dan bentuk jama’ nya

adalah اه أمث yang berarti perumpamaan, bidal, pepatah, dan juga

bandingan.2 Kata مثو juga memiliki tiga makna lainnya, makna

pertama adalah contoh atau tauladan ( اه : اىعثشج اىمثو ج أمث ), makna

kedua yaitu peribahasa atau pepatah ( قىه سائش تيه اىىاس), dan

1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Special for Women, (Bandung: Syamil

Al-Qur‟an, 2007), h. 257

2Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 410

Page 54: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

39

makna ketiga adalah allegori parabel/cerita perumpamaan ( ح قص

(مجاصيح 3.

Pada dasarnya, menurut bahasa kata مثو juga dikatakan

dengan (ميمح ذسىيح ) “kalimat persamaan”, sebagaimana yang

dijelaskan dalam kamus Lisânul ‘Arab:

مثلو كما يقال شبهة و شب هو مثل : مثل : كلمة تسوية. يقال ىذا مثلو و بممعنى, قال ابن بري : الفرق بين المماثلة و المساواة أن المساواة تكون بين المختلفين فى الجنس و المتفقين, لأن التساوي ىو التكافؤ فى المقدار لا يزيد ولا

ه و فقهو كفقهو ينقص, وأما المماثلة فلا تكون إلا فى المتفقين, تقول : نحوه و نحو 4 و لونو كلونو وطعمو كطعمو.

Dari penjelasan teks Lisânul ‘Arab di atas, dapat dipahami

bahwa, maśal disebut juga dengan kalimat taswiyah/kalimat

persamaan. Namun demikian, menurut Ibnu Bari ada perbedaan

antara maśal (al-mumâśalah) dengan taswiyah (al-musâwâh).

Menurutnya, taswiyah merupakan persamaan yang terjadi pada dua

hal yang berimbang dalam ukurannya, tidak bertambah dan tidak

berkurang. Sedangkan maśal tidak demikian, maśal merupakan

persamaan yang terjadi berdasarkan kesepakatan para ahli tanpa

ada ukuran yang persis.

Selanjutnya adalah kata مشماد , terdiri dari satu kata dan satu

huruf jar yaitu ك, dalam istilah ilmu balaġah huruf ك termasuk

dalam âdat tasybîh (أداج اىرشثيه), sebagaimana dijelaskan oleh Al-

Hasyim dalam Jawahir al-Balaghah:

5 التشبيو, ويربط المشبو باالمشبو بو اللفظ الذي يدل على

3Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap,

(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h.1309

4Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 11, h. 726-727

5Ahmad Al-Hasyim, Jawahir al-balaghah Fi al-Ma’ani wa al-Bayani wa al-Badi’, (Indonesia:

Maktabah Daar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1960), h.248

Page 55: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

40

Âdat tasybîh adalah lafaż yang menujukkan kepada tasybîh, dan

mengikat musyabbah dengan musyabbah bih.

Kemudian kata سماد mempunyai arti abu api 6 juga سماد ,

berarti abu atau debu api ( ذشاب اىىاس).7 Sementara itu, dalam

Lisânul ‘Arab juga dijelaskan bahwa: ه دشاقح م اىفذم اىشماد : دقاق

اس اىى , dari penjelasan teks tersebut, dapat dipahami bahwa سماد

merupakan serbuk (debu halus) arang yang berasal dari kobaran

api .8

Kemudian kata إشرذخ berasal dari kata إشرذ yang disandingkan

dengan خ muannaś, yang berakar dari kata شذج -يشذ -شذ yang

berarti kuat, keras, dan kokoh. Kata إشرذ ini juga memiliki

kesamaan arti dengan kata ذشذد yaitu keras (dalam urusannya)9

atau menjadi kuat (ي 10.(ذقى

Kata يخ ’merupakan bentuk mufrad, dan bentuk jama اىش

(plural) nya adalah سياح yang artinya angin atau bau. Sedangkan

kata سيخ bermakna angin keras.11

Dan kata سيخ juga berarti

tertimpa/terserang angin ( يخ 12(أصاتره اىش. Sementara itu, dalam

Lisânul ‘Arab tertulis bahwa: اىشيخ : وسيم اىهىي ، ومزاىل وسيم مو

يخ dari teks tersebut dapat dipahami bahwa kata , شيء bermakna اىش

bertiupnya udara sebagaimana bertiupnya segala sesuatu.13

6Mahmud Yunus, Op Cit., h. 147

7Ahmad Warson Munawwir, Op Cit., h. 531

8Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 3, h. 228

9Mahmud Yunus., h. 192

10

Ahmad Warson Munawwir., h. 702

11

Mahmud Yunus. , h. 149

12

Ahmad Warson Munawwir ., h. 544

13

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 2, h. 543

Page 56: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

41

Selanjutnya lafaż لا يقذسون merupakan kata kerja yang

sebelumnya ditambahkan Laa Nafî, kata يقذسون berasal dari kata

قذسج ومقذسج -يقذس -قذس dan kata يقذس -قذس yang berarti “dapat” اسرطاع ,

jika kata tersebut di sambung dengan lafaż maka artinya عي

menjadi kuasa atau mampu mengerjakan sesuatu.14

Kemudian lafaż مسثىا merupakan kata kerja yang

disambungkan đomir orang ketiga jamak. Lafaż ini berasal dari

kata مسث ا-ينسة -مسة yang berarti memperoleh atau mendapatkan,

namun jika disandingkan dengan kata اىشيء , maka artinya berubah

menjadi .yaitu mengumpulkan جمع 15

Sejalan dengan pendapat

tersebut, dalam Lisânul ‘Arab juga dijelaskan bahwa: مسة : اىنسة

dari teks tersebut dapat dipahami , : طية اىشصق ، و أصيه اىجمع

bahwa makna asli dari مسة adalah mengumpulkan. 16

c) Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18

1) Munâsabah Ayat

Sebelum menjelaskan tafsir dari ayat 18 Surat Ibrâhîm ini,

akan dijelaskan terlebih dulu Munâsabah atau hubungan ayat ini

dengan ayat-ayat sebelumnya. Pada ayat 18 Surah Ibrâhîm ini

merupakan lanjutan dari ayat-ayat sebelumnya yakni ayat 13

sampai 17 yang menceritakan tentang siksaan dan ancaman yang

ditimpakan Allah kepada umat-umat terdahulu sebagai akibat dari

kekafiran, disamping kerugian mereka yang besar karena pahala

amalan mereka yang dihapus.17

14Ibid., h. 1905

15

Mahmud Yunus., h. 373

16

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 1, h. 840

17

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan) , Jilid. V,

(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 135

Page 57: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

42

Pada ayat 16 dijelaskan bahwa orang-orang yang menolak

kebenaran dan mengingkari rasul bahkan berani mengancam dan

mengusirnya adalah orang-orang yang ingin menandingi kebesaran

dan kekuasaan Allah. Mereka bersifat keras kepala, takabur dan

sewenang-wenang, mereka telah berada di depan neraka

Jahannam, dan di dunia mereka sudah seperti di tepi neraka,

mereka selalu merasa gelisah, khawatir dan penuh keraguan.

Hukuman bagi mereka di neraka kelak akan dimasukan ke neraka

dan diberi minuman kotor seperti nanah.18

Kemudian pada ayat selanjutnya yaitu ayat 17 Allah

menggambarkan siksaan bagi mereka yang zalim, kelak mereka

akan disiksa dengan api neraka yang sangat panas, diberi minuman

kotor seperti nanah tapi mereka sangat sukar untuk meneguknya.

Dan Allah datangkan kepada mereka bahaya maut dari segala

penjuru, tapi kematian mereka ditangguhkan oleh Allah agar

mereka merasakan kepedihan azab.19

2) Tafsir Ayat

Pada ayat sebelumnya, yakni ayat 17 Surat Ibrâhîm ini telah

dijelaskan bagaimana siksaan dan azab yang diberikan Allah

kepada orang-orang kafir. Menurut Quraish Shihab, jika ada yang

mengatakan dan bertanya bahwa diantara orang-orang kafir itu juga

ada yang telah melakukan amal-amal baik bahkan berjasa kepada

banyak orang, apakah mereka juga harus disiksa? maka pada ayat

inilah pertanyaan itu akan dibahas.20

Ayat ini menjelaskan kerugian besar yang orang-orang kafir

itu derita, yaitu amal-amal perbuatan mereka di dunia dihapuskan.

Mereka tidak bisa merasakan manfaat dari amal kebaikan mereka

18Ibid., h. 136

19

Ibid.

20

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 6 (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), h. 349

Page 58: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

43

yang mungkin pernah mereka perbuat di dunia. Keadaan yang

seperti ini adalah akibat dari penyelewengan dan kesesatan mereka

yang jauh sekali dari petunjuk Allah swt.21

Dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa:

Inilah perumpamaan yang diberikan oleh Allah terhadap

berbagai perbuatan kaum kafir yang menyembah pihak lain

selain Allah, mendustakan rasul-rasul-Nya, dan mendirikan

amalnya di atas fondasi yang tidak şahih. Maka amal itu pun

hancur dan musnah padahal saat itu mereka sangat

membutuhkannya. Maka Allah berfirman, “Perbuatan-perbuatan

orang yang kafir kepada Tuhannya.” Yakni perumpamaan amal-

amal mereka pada hari kiamat tatkala mereka meminta

pahalanya dari Allah lantaran mereka menduga bahwa mereka

telah melakukan sesuatu, maka mereka tidak menemukan pahala

apapun dan tidak memperoleh hasil apapun kecuali seperti abu

yang diperoleh seseorang tatkala diterpa angin yang sangat

kencang “pada musim angin kencang”. Mereka tidak dapat

mengambil manfaat sedikitpun dari amal mereka, kecuali seperti

kesanggupan mereka mengumpulkan abu terebut pada musim

angin kencang.22

Allah menjelaskan keadaan amal-amal perbuatan mereka

dengan satu perumpamaan, bahwa amal-amal mereka yang

dilakukan di dunia yang dianggap baik itu seperti abu yang ditiup

keras oleh angin. Angin yang meniup abu itu terjadi pada suatu

hari yang berangin kencang sehingga menerbangkan segala sesuatu

(apalagi abu) ke segala penjuru.23

Demikianlah keadaan amal-amal baik mereka sehingga mereka

tidak kuasa, dalam arti mereka tidak dapat mengambil manfaat

sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan. Hal ini terjadi

karena amal-amal mereka tidak berlandaskan sesuatu yang kukuh

yang tidak dibarengi oleh iman. Dan keadaan mereka yang seperti

itu adalah sebuah kesesatan yang jauh.24

21Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid.5, Loc Cit.

22

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj.

Syihabuddin, jilid. 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h.948-949

23

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.6, Op Cit., h. 350

24

Ibid.

Page 59: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

44

Menurut Abu Ja‟far, Firman Allah راىل هى اىضلاه اىثعيذ “Yang

demikian itu adalah kesesatan yang jauh”. Maksudnya amal

perbuatan yang mereka kerjaan di dunia, menyekutukan Allah

dengan para sekutu itu merupakan amal-amal yang dikerjakan

tanpa didasari petunjuk dan istiqâmah, melainkan dalam keadaan

menyimpang jauh dari petunjuk dan sangat menyalahi sifat

istiqâmah (lurus).25

Pendapat di atas selaras dengan yang dijelaskan oleh

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i bahwa راىل هى اىضلاه اىثعيذ berarti

bahwa “ upaya dan amal mereka itu berdasar dan tidak istiqâmah,

sehingga mereka kehilangan pahalanya pada saat mereka

membutuhkannya.”26

Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan terkait kualitas amal

seseorang. Beliau juga mengumpamakan amal dengan bangunan,

ada bangunan yang cepat hancur hanya dengan guncangan yang

tidak terlalu besar, ada juga bangunan yang kokoh seperti pyramid

yang utuh dan bertahan hingga kini. Itu karena kualitas

pembuatannya tidak memenuhi standar yang bisa menjadikannya

dapat bertahan lama. Begitu juga dengan amal manusia, jika

kualitasnya tidak sempurna, ia akan hancur berantakan bagaikan

debu yang beterbangan. Standar kualitas yang mutlak harus

dipenuhi untuk kokohnya amal hingga hari Kemudian adalah

keikhlasan kepada Allah swt. Tanpa hal ini, secara lahiriah amal

dapat terlihat berpenampilan sangat baik, tetapi ia keropos,

kualitasnya sangat buruk walaupun kemasannya sangat indah.27

Dalam literatur lainnya, Quraish Shihab juga menjelaskan

bahwa, meskipun melakukan kebaikan untuk hal-hal kemanusiaan

25Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, , jilid.

15 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 480

26

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I, Op Cit., h. 949

27

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol.6, Loc Cit.

Page 60: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

45

yang mestinya dapat membebaskan dari azab, tetapi jika amal yang

diduga baik itu tidak dilandasi sesuatu yang kukuh dan tidak

dibarengi keimanan, maka amal tersebut tidak mempunyai nilai

apapun.28

Setelah penulis telusuri dari pendapat beberapa mufassir di

atas, pada ayat 18 Surat Ibrâhîm ini terdapat amśâl atau

perumpamaan yang sangat jelas. Yaitu perumpamaan perbuatan

orang-orang yang kafir itu seperti abu yang beterbangan di hari

yang berangin sangat kencang. Berdasarkan pendapat para

mufassir tersebut, penulis menyimpulkan bahwa keadaan

perbuatan orang-orang kafir itu seperti abu yang ditiup oleh angin

di hari yang berangin sangat kencang, sehingga mustahil sekali abu

tersebut tidak terbang dan tetap pada posisinya. Hal ini terjadi

karena pondasi dari amal perbuatan mereka tidak kokoh. Mereka

melakukan amal kebaikan tetapi tidak beriman kepada Allah dan

tidak ada keikhlasan di hati mereka ketika melakukan amal

tersebut.

Disini dapat dipahami bahwa, perbuatan orang-orang kafir

merupakan sesuatu yang abstrak, yang belum dapat dipahami.

Kemudian diumpamakan dengan debu yang ditiup oleh angin di

hari yang berangin sangat kencang, merupakan hal yang konkret

atau real yang lebih bisa dipahami. Jadi, seperti tujuan amśâl yang

sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengguanan amśâl pada

ayat ini bertujuan untuk menjelaskan sesuatu yang masih abstrak,

yaitu keadaan perbuatan orang-orang kafir dengan sesuatu yang

lebih konkret, yaitu seperti abu yang ditiup angin di hari yang

berangin sangat kencang. Merujuk pada ayat 18 Surat Ibrâhîm

tersebut, maka dalam dunia pendidikan, terutama sebagai pendidik

hendaknya untuk bisa mengimplementasikan ayat tersebut dalam

28Quraish Shihab, Al-Lubâb: Makna, Tujuan, dan Pelajaran Surah-Surah Al-Qur’an,

(Tangerang: Lentera Hati, 2012), h. 96

Page 61: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

46

pembelajaran sehari-hari. Pendidik hendaknya selalu memberi

amśâl atau perumpamaan kepada peserta didik untuk menjelaskan

sesuatu yang abstrak agar terlihat lebih konret dan lebih mudah

dipahami.

2. Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 68

a) Teks dan Terjemah Surat Al-Baqarah Ayat 68

Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk

Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah

itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi

betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda;

pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan

kepadamu". (Q.S Al-Baqarah/2: 68) 29

b) Kosa Kata Inti

Kata ادع merupakan fi’il `amr (kata perintah) dari kata دعا-

دعاء -يذعىا yang bermakna memanggil, mendo‟a, dan memohon.30

Kemudian kata ini disambungkan dengan huruf ه dan đamîr

sehingga artinya menjadi mendoakan kebaikan.31

Kemudian kata تقشج memiliki arti sapi atau lembu, tanpa

menjelaskan jantan atau betina.32

“Pendapat yang masyhur

mengatakn maksudnya adalah sapi betina, karena adanya ta

marbuţah dan disebut dengan nama al-Baqarah karena adanya

29Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op Cit., h. 10

30

Ahmad Warson Munawwir ,, h. 406

31

Mahmud Yunus,,, h. 127

32

Ibid. h. 69

Page 62: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

47

kisah penyembelihan sapi betina.33

Dan kata فاسض jika diartikan

dalam konteks kata تقشج memiliki arti lembu yang tua umurnya.34

Hal ini juga dibenarkan dalam Lisânul ‘Arab bahwa : تقشج فاسض

.مسىح 35

Abu Ja‟far Ath-Thabari juga menyebutkan bahwa yang

dimaksud فاسض dalam ayat ini adalah tidak tua.36

Dalam potongan

ayat إوها تقشج لا فاسض ولا تنش), al-Farâ menjelaskan bahwa yang

dimaksud اىفاسض adalah yang tua renta, sedangkan اىثنش adalah

yang muda (untuk perempuan/betina), sebagaimana yang

dijelaskan dalam Lisanul ‘Arab: يمح واىثنش قاه اىفشاء : اىفاسض اىهش

. اىشاتح37

Selanjutnya kata تنش memiliki arti اىثقشج اىفريح anak lembu.

Kata اىثنش dengan kasrah berarti jenis betina dari binatang maupun

manusia, kata ini tidak ditemukan akar katanya. Dan yang

dimaksud ولا تنش Dalam ayat ini adalah tidak kecil dan tidak

beranak”.38

Sedangkan dalam Lisânul ‘Arab dijelaskan bahwa اىثنش adalah:

اىثنش: اىجاسيح اىر ىم ذفرط ، وجمعها أتناس اىثنش

تقشج تنش : فريح ىم ذذمو 39

Dari teks Lisanul ‘Arab di atas, dapat dipahami bahwa kata

berarti gadis yang perawan dan bentuk jama’ nya adalah اىثنش

33 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan),jilid.1,

(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 127

34Ahmad Warson Munawwir ., h. 1047

35

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 7, h. 229

36

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, jilid. 2

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 71

37

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Loc Cit.

38

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jilid. 2 Op Cit., h. 73

39

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 4, h. 91

Page 63: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

48

berarti sapi اىثنش kata , تقشج Kemudian dalam konteks kata .أتناس

muda yang belum hamil. “Kata ini digunakan untuk hewan betina

dan juga manusia yang belum pernah digauli. Untuk sebutan

hewan kadang juga digunakan sebagai sebutan anak-anak

hewan.”40

Dan kata عىان memiliki arti yang setengah umur.41

“Kata

artinya pertengahan yang telah melahirkan satu anak atau اىعىان

lebih, tapi tidak disebut kecil”42

. Dalam konteks ayat ini kata عىان

diartikan sebagai pertengahan antara umur sapi yang tua dan muda.

Sejalan dengan pendapat Mahmud Yunus, bahwa kata عىان

memiliki arti setengah umur, dalam Lisânul ‘Arab disebutkan

sebagai berikut:

العوان من البقر ووغيرىا : النصف في سنها. وفي التنزيل العزيز:)لا فارض ولا بكر ؛قال الفراء انقطع الكلام عند قولو:) ولا بكر(،ثم استأنف فقال عوان بين ذلك(

)عوان بين ذلك(، وقيل: العوان من البقر والخيل التي نتجت بعد بطنها البكر. أبو زيد: عانت البقرة تعون عؤونا إذا صارت عوانا؛ و العوان: النصف التى بين

43 الفارض وىي المسنة، وبين البكر وىي الصغيرة. Dari penjelasan teks Lisanul ‘Arab di atas, dapat dipahami

bahwa yang dimaksud اىعىان dari sapi dan sejenisnya adalah yang

telah mencapai setengah umurnya. Kemudian Al-Farâ menjelaskan

bahwa yang dimaksud عىان pada potongan ayat لا فاسض ولا تنش(

adalah sapi atau kuda yang melahirkan setelah , عىان تيه رىل(

muda. Dan Abu Zaid mengatakan bahwa اىعىان disini berarti

40Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, TafsirFathul Qadir, Terj. Amir Hamzah

Fachruddin dan Asep Saefullah, jilid. 1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 382

41

Mahmud Yunus., h.287

42

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, jilid. 2 ., h. 74

43

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 13, h. 364

Page 64: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

49

pertengahan antara اىفاسض yaitu yang berumur dan اىثنش yang

masih kecil/muda.

c) Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 68

1) Munâsabah Ayat

Pada ayat sebelumnya yaitu kelompok ayat 63-66, Allah

menerangkan sifat keras kepala Bani Israil dalam menunaikan

perintah-perintah Allah yakni kewajiban mereka mengamalkan isi

Taurat dan beribadah pada Hari Sabat. Kemudian pada ayat ini

Allah menerangkan sikap keras kepala mereka kepada Nabi Musa

untuk menyembelih sapi.44

Jika pada kelompok ayat 63-66 Surat al-Baqarah menguraikan

tentang kedurhakaan mereka menyangkut hak-hak Allah secara

umum, maka pada kelompok ayat 67-72 ini akan menggambarkan

kekerasan hati dan kedangkalan pengetahuan mereka tentang

makna keberagamaan serta bagaimana seharusnya sikap kepada

Allah dan Nabi-Nya.45

Pada dasarnya ayat 68 yang akan dibahas ini adalah satu

kesatuan cerita dari ayat 67 sampai dengan ayat 72. Sebelum

menjelaskan ayat yang dimaksud yaitu ayat 68, maka penulis akan

mengutip pejelasan untuk ayat sebelumnya.

Pada masa Nabi Musa as. ada seorang terbunuh yang tidak

diketahui siapa pembunuhnya oleh Bani Israil. Mereka ingin

mengetahui siapa pembunuhnya, untuk menghilangkan tuduh

menuduh diantara mereka. Dengan ayat 67 ini, Bani Israil

diperintahkan untuk menyembelih sapi. Sapi apapun itu, jantan

atau betina. Tapi mereka enggan melakukannya karena berbagai

macam dalih, mereka tidak percaya bahwa itu adalah perintah

44 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid. I, Loc Cit.

45

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 1, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), h. 267

Page 65: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

50

Allah. Kemudian mereka berkata kepada Nabi Musa, “ apakah

kamu hendak menjadikan kami buah ejekan atau bahan olokan?”,

pertanyaan mereka ini mengandung keraguan terhadap kekuasaan

Allah.46

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Ibnu Hatim

meriwayatkan dengan sanad yang bersambung hingga Muhammad

bin Sirrin, dari Ubadah As-Silmani, ia berkata bahwa:

Ada seorang laki-laki Bani Israel mandul yang mempunyai

harta banyak dan anak saudaranya merupakan pewarisnya.

Maka ia membunuh anak saudaranya itu. Pada malam hari ia

membawa mayatnya, lalu diletakan di depan pintu salah seorang

Bani Israel. Ketika pagi tiba, maka pihak korban menuduh si

pemilik rumah dan warganya sehingga mereka pun mengangkat

senjata dan saling menyerang. Salah satu yang berpikiran lebih

bijak berkata,” Mengapa kalian saling membunuh padahal kita

punya Rasul!” Maka mereka menemui Musa a.s. dan

menceritkan kejadian tersebut. Musa berkata,” Sesungguhnya

Allah menyuruhmu untuk menyembelih seekor sapi betina.

Mereka berkata, „Apakah kamu hendak menjadikan kami bahan

ejekan? Musa menjawab,‟Aku berlindung kepada Allah

sekiranya aku termasuk orang-orang yang bodoh‟.”47

Dan perkataan mereka yang seperti itu sudah menjadi bukti

bahwa mereka sangat kasar tabiatnya dan tidak mengakui

kekuasaan Allah swt. kemudian Nabi Musa menjawab,”Aku

berlindung kepada Allah dari memperolok manusia, karena

perbuatan itu termasuk perbuatan orang yang jahil, terlebih bagi

seorang rasul yang akan menyampaikan risalah dan hukum Allah

kepada manusia.48

2) Tafsir Ayat

Setelah Nabi Musa menjawab demikian, mereka memunculkan

pertanyaan lagi, padahal dengan jawaban Nabi Musa saja

46Ibid.

47

Muhammad Nashib Ar-Rifa‟I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Terj.,

Budi Permadi, jilid.1, (Jakarta: Gema Insani 2011), h. 119

48

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid. I, Op Cit., h. 128

Page 66: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

51

sebenarnya sudah cukup, apalagi di dalam jawaban beliau terdapat

sindiran bahwa bisa jadi merekalah orang-orang yang jahil yang

menduga Nabi mereka

berolok-olok atau Allah berbuat tanpa alasan.49

Bani Israil berkata lagi kepada Nabi Musa,”Tanyakanlah

kepada Tuhanmu agar diterangkan kepada kami tanda-tanda sapi

yang dimaksudkan itu”. Nabi Musa menjawab,” sapi yang harus

disembelih itu bukan sapi yang tua atau sapi yang muda, tetapi

yang sedang umurnya. Turutilah perintah itu dan laksanakanlah

segera.”50

Hamka menafsirkan ayat ini dalam Tafsir Al-Azhar:

“Mereka berkata: Serukanlah kepada kami kepada

Tuhanmu, supaya diterangkannya bagaimana lembu itu?”.

Lembu betina banyak berkeliaran di padang rumput. Kami mau

jelas bagaimana macamnya lembu itu. Menjatuhkan perintah

hendaklah yang terang! Cobalah tanyakan kembali pada

Tuhanmu itu, lembu betina yang macam mana yang

dikehendaki. Berkata dia: “Sesungguhnya Dia bersabda, bahwa

hendaklah lembu betina itu yang belum tua benar dan tidak

sangat muda, pertengahanlah diantara itu, maka kerjakanlah apa

yang diperintahkan kepadamu itu.”51

Pada potongan ayat قاىىا ادع ىىا ستل (Mereka berkata,

“Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami”), dalam Tafsir

Fathul Qadir dijelaskan bahwa ini merupakan salah satu bentuk

keras kepala mereka yang sudah mendarah daging, karena mereka

biasa bersikap seperti ini kepada kebanyakan apa yang

diperintahkan Allah kepada mereka. Jika seandainya mereka tidak

keras kepala dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tentu akan

cukup bagi mereka menyembelih sapi apapun, namun mereka

49Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 1, Op Cit., h. 268

50

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid. I, Loc Cit.

51

Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz.1, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), h. 283-284

Page 67: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

52

sendiri yang mempersulit sehingga Allah pun mempersulit

mereka.52

Ketika mereka bertanya kepada Nabi Musa, “sapi apakah

itu?”, Nabi Musa menjawab, “Sesungguhnya Dia berfirman”, Nabi

Musa menegaskan bahwa ini adalah firman Allah, bukan ucapan

berdasarkan kemauan dan pendapatnya, bahwa “sapi itu adalah

sapi yang tidak tua dan tidak pula muda, pertengahan antara itu”.53

Dalam menafsirkan ayat ini Abu Ja‟far berkata dalam kitab

Tafsir Ath-Thabari:

Maka setelah mereka yakin apa yang diperintahkan Musa

kepada mereka adalah benar dan sungguh-sungguh, mereka

mengatakan, coba mohonkan kepada Tuhanmu agar Dia

menerangkan kepada kami sapi betina apa itu? Mereka bertanya

kepada Musa dengan nada membangkang, padahal jika menuruti

apa yang diperintahkan Allah niscaya cukuplah bagi mereka

sapi betina apa saja.54

Hamka juga menjelaskan, “kesombongan mereka dan cara

mereka bertanya sebenarnya telah mempersulit mereka sendiri.

Dengan jawaban Nabi Musa yang demikian, menyuruh mencari

lembu betina yang belum tua, tetapi tidak muda lagi, supaya dicari

pertengahan antara tua dan muda, mereka telah mempersulit diri.”55

Perintah Allah seharusnya diterima dan langsung

dilaksanakan. Tetapi mereka masih belum beranjak

mengerjakannya walaupun penjelasan itu sudah cukup. Bahkan

Nabi Musa sudah mengisyaratkan tidak perlu lagi ada pertanyaan

dengan mengatakan,” maka kerjakanlah apa yang diperintahkan

kepada kamu.” Karena semakin banyak pertanyaan yang diajukan,

maka semakin banyak pula jawaban yang akan memberi ciri dan

syarat, dan pada gilirannya akan semakin mempersulit.56

52Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Op Cit,, h. 381

53

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 1, Loc Cit.

54

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, jilid. 2,, h. 70

55

Hamka, Op Cit,, h. 284

56

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,, vol.,1 h. 269

Page 68: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

53

Melanjutkan penjelasannya, Hamka mengatakan bahwa:

Tadinya jika mereka menangkap saja sembarangan lembu

betina, entah muda atau tua, perintah itu telah terlaksana dengan

baik. Tetapi dengan perintah yang sekarang ini, mereka sudah

menyaring dengan benar dan menaksir umur lembu-lembu

betina yang hendak disembelih itu. Nabi Musa memerintahkan

lekas-lekaslah laksanakan perintah itu, dengan maksud supaya

mereka tidak bertanya lagi. 57

Menurut Abu Ja‟far pada bagian akhir ayat ini, yaitu فافعيىا ما

bahwa Allah berfirman bahwa: “Kerjakanlah apa yang Aku ذأمشون

perintahkan kepada kalian, niscaya kalian akan mendapatkan apa

yang kalian cari di sisi-Ku, dan sembelihlah sapi betina yang Aku

perintahkan kepada kalian, niscaya dengan menaati perintahku

tersebut kalian akan mengetahui siapa pelaku pembunuhan itu”.58

Menurut Imam Asy-Syaukani potongan ayat “ فافعيىا (Maka

kerjakanlah), merupakan pembaharuan perintah dan penegasannya,

serta sebagai dampratan bagi mereka karena keras kepala, namun

ini tidak berguna dan tidak mempan bagi mereka, bahkan mereka

kembali kepada tabi‟at dan makar mereka serta melanjutkan

kebiasaan mereka yang telah mendarah daging itu.”59

Pada ayat 68 Surat al-Baqarah terdapat potongan ayat yang

mengandung amśâl, yaitu لا فاسض ولا تنش عىان تيه راىل .

Potongan ayat tersebut mengandung makna amśâl meskipun tidak

secara jelas terdapat lafaż tamśîl yang mengindikasikan amśâl,

karena bentuk amśâl seperti ini termasuk amśâl kâminah. Dan

potongan ayat tersebut memiliki persamaan makna dengan pepatah

sebaik-baiknya perkara adalah yang di) خيش المىس أوسطها

pertengahannya).

Dalam pembelajaran, amśâl kâminah seperti ini dapat

diimplementasikan. Contoh sederhananya adalah ketika seorang

57Hamka, Loc Cit.

58

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari ,, h. 77

59

Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Op Cit., h. 382

Page 69: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

54

guru menjelaskan materi pelajaran kepada peserta didik, maka

hendaknya guru tersebut menjelaskan jangan terlalu cepat dan juga

terlalu lambat, tetapi pertengahan diantara keduanya.

3. Tafsr Surat Yȗsuf Ayat 41

a) Teks dan Terjemah Surat Yȗsuf Ayat 41

Hai kedua penghuni penjara: "Adapun salah seorang diantara

kamu berdua, akan memberi minuman tuannya dengan khamar;

Adapun yang seorang lagi Maka ia akan disalib, lalu burung

memakan sebagian dari kepalanya. telah diputuskan perkara

yang kamu berdua menanyakannya (kepadaku)." (Q.S Yȗsuf/12:

41) 60

b) Kosa Kata Inti

Kata جه - يسجه berasal dari akar kata اىس yang artinya سجه

menahan atau memenjarakan. Kata جه memiliki persamaan arti اىس

dengan kata اىمذثس yang artinya penjara.61

Pendapat tersebut juga

dibenarkan dalam Lisânul ‘Arab, bahwa kata جه dengan kasrah اىس

pada huruf sin sama artinya dengan kata اىمذثس yang merupakan

isim, dan jika huruf sin nya di fathah maka merupakan maşdar.62

Kemudian kata يسق merupakan fi’il mudhâri’ dari kata سق yang

berarti memberi minum.63

60Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Special for Women, h. 41

61

Ahmad Warson Munawwir ,, h. 613

62

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Op Cit., Vol. 13, h. 247

63

Mahmud Yunus,,, h.173

Page 70: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

55

Kata selanjutnya yaitu يصية merupakan fi’il mudhâri’ majhȗl

dari akar kata يصية -صية yang berarti menyalib. Karena kata

merupakan fi’il majhȗl , maka artinya berubah menjadi يصية

disalib, kemudian karena şigatnya juga fi’il mudhâri’ yang

mengandung waktu yang akan datang, maka kata يصية diartikan

akan disalib.64

Kata قضي adalah bentuk majhȗl dari kata يقض -قض . Kata

ضق sendiri memiliki arti melaksanakan, menyelesaikan. Karena

kata قضي adalah bentuk majhȗl dan disandingkan dengan kata

,maka artinya menjadi keputusan (perkara) sudah diambil المش

diselesaikan.65

Selanjutnya kata فريان ذسر merupakan fi’il mudhâri’ dari kata

yang berarti meminta fatwa, yang kemudian disambungkan اسرفر

dengan đamîr antumâ, sehingga kata ذسرفريان memiliki arti yang

kalian berdua minta fatwanya. Meminta fatwa dalam konteks ayat

ini berarti juga menanyakan.66

Meskipun dalam kamus Lisânul ‘Arab tidak menjelaskan

dengan khusus arti dari kata ذسرفريان, tetapi ada dua kata yang

dijelaskan dalam kamus ini yang memiliki asal kata yang sama

Di dalam Lisanul ‘Arab .يسرفرىول dan فاسرفرهم yaitu kata (اسرفر)

tertulis:

سؤال وقال أبو إسحاق في قولو تعالى: )فاست فتهم أىم أشد خلقا ( ؛ أي فسألهممن خلقنا من الأمم السالفة. وقولو عز وجل : ع ىم أشد خلقا تقرير أ

67يست فت ونك قل الله ي فتيكم(؛ أي يسألونك سؤال تعلم.)

64Ahmad Warson Munawwir ,, h. 787

65

Ibid, h. 1130

66

Ibid, h. 1034

67

Jamaluddin Abi Al-Fadhli Muhammad, Lisânul ‘Arab, (Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-

Ilmiyah, 2003) vol. 15, h. 170

Page 71: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

56

Dari pernyataan teks Lisanul ‘Arab di atas, dapat dipahami

bahwa makna kata فاسرفرهم dalam potongan ayat ) ( فاسرفرهم أهم أشذ

maka tanyakanlah”. Dan“ فاسأىهم سؤاه mengandung makna خيقا

pada kata يسرفرىول dalam potongan ayat (يسرفرىول قو الله يفرينم)

mengandung makna يسأىىول سؤاه. Dengan melihat contoh ayat di

atas, maka kata ذسرفريان dalam ayat ini dapat diartikan dengan

menanyakan atau kalian berdua tanyakan.

c) Tafsir Surat Yȗsuf Ayat 41

1) Munâsabah Ayat

Pada ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat 39-40 Surat Yȗsuf

dijelaskan bahwa Nabi Yȗsuf mengajak kedua penghuni penjara

untuk memeluk agama tauhid, yaitu hanya menyembah kepada

Allah Yang Maha Esa.68

Selain itu, Nabi Yȗsuf juga

menyampaikan pokok-pokok ajaran agama yang dianutnya, yakni

agama Islam.69

Pada ayat 36 Surah Yȗsuf ini , dua teman Nabi Yȗsuf di

penjara pura-pura bermimpi agar mimpi itu ditakwilkan oleh Nabi

Yȗsuf dengan niat untuk menjajaki ilmunya. Salah satu dari

mereka berkata, ”sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur”

dan yang lain berkata, “sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku

membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung”,

berikanlah kepada kami ta‟birnya. Sesungguhnya kami

memandangmu termasuk orang-orang yang pandai.70

Akan tetapi, setelah ditanya seperti itu Nabi Yȗsuf tidak

langsung menjawab ta’bir mimpi yang ditanyakan. Seperti yang

68Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan), Jilid. IV,

(Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h. 531

69

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 6, Op Cit., h. 99

70

Muhammad Ahmad Isawi, Tafsir Ibnu Mas’ud: Studi Tentang Ibnu Mas’ud dan Tafsirnya,

Terj. Ali Murtadho Syahudi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 604-605

Page 72: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

57

dikatakan Quraish Shihab sebelumnya, pada ayat 37-40 Surah

Yȗsuf ini dijelaskan bahwa Nabi Yȗsuf menyampaikan pokok-

pokok ajaran Islam kepada kedua orang penghuni penjara

tersebut.71

Dan pada ayat 41 nanti baru akan dijelaskan ta’bir dari

mimpi kedua orang penghuni penjara tersebut.

2) Tafsir Ayat

Pada ayat sebelumnya yaitu ayat 39-40, telah dijelaskan bahwa

Nabi Yȗsuf dimasukan ke dalam penjara, dan di penjara beliau

melakukan dakwah. Di penjara tersebut terdapat dua orang yang

bermimpi dan menanyakan takwilnya kepada Nabi Yȗsuf.

Dan kemudian pada ayat ini, barulah dijelaskan oleh beliau

takwil mimpi yang dialami dua pemuda itu. Yȗsuf berkata, “Hai

dua penghuni penjara, adapun mimpi yang pertama takwilnya

adalah bahwa engkau akan segera keluar dari penjara dan kembali

bekerja seperti dulu sebelum masuk penjara, yaitu sebagai tukang

siram kebun raja dan akan memberi minum raja dengan khamar.

Takwil mimpi kedua bahwa engkau akan dihukum salib, lalu

bangkaimu dan sebagian kepalamu akan dimakan burung.

Begitulah takwil mimpi yang kamu tanyakan kepada saya sebagai

wahyu yang telah diwahyukan kepadaku.72

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I menjelaskan bahwa:

Yȗsuf berkata kepada keduanya, “Hai kedua temanku di

dalam penjara, adapun salah seorang diantara kamu berdua,

maka dia akan memberi minum kepada tuannya berupa khamr.”

Yȗsuf menggembirakan dengan menakbirkan mimpi keduanya

setelah Yȗsuf merasa puas karena telah menyampaikan dakwah

ketauhidan serta menyajikannya selaras dengan kepentingannya

terhadap pentakbiran. Maka Yȗsuf berkata, adapun salah

seorang diantara kamu berdua, maka dia akan kembali bekerja

menyajikan khamr kepada raja. “Adapun yang seorang lagi, ia

akan disalib kemudian burung akan memakan sebagian

71Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. 6, Loc Cit.

72

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jil. 4, Op Cit., h. 531-532

Page 73: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

58

kepalanya.” Raja akan menyalibnya, burung mendatanginya,

lalu memakan daging kepalanya. Demikianlah Yȗsuf tidak

menentukan secara tegas siapa yang mendapat takbir itu agar ia

tidak bersedih. Oleh karena itu Yȗsuf menyamarkannya dengan

kata “adapun yang lain”. Yang dimaksud adalah orang yang

membawa roti di atas kepalanya.73

Menurut Abu Ja‟far Firman Allah ا أدذمما جه أم ياصادثي اىس

ا Hai kedua penghuni penjara, adapun salah satu" فيسق سته خمش

diantara kalian berdua akan memberi minum tuannya dengan

khamer" , yaitu orang yang memeras anggur, ia akan memberi

minum khamer kepada tuannya, yakni rajanya. Menjadi juru saji

minumannya.74

Kemudian Abu Ja‟far meneruskan penjelasannya, “adapun

yang seorang lagi, yakni yang bermimpi membawa roti diatas

kepalanya, sementara burung memakannya, maka ia akan disalib

dan burung memakan kepalanya”.75

Abu Ja‟far juga menjelaskan kembali bahwa:

Ketika Yȗsuf menabirkan mimpi kedua orang tersebut,

keduanya berkata kepada Yȗsuf, “Kami tidak bermimpi

apapun”. Yȗsuf kemudian berkata kepada keduanya قضي المش

Telah diputuskan perkara yang kamu berdua“ اىزي فيه ذسرفريان

menanyakannya (kepadaku)”. Yȗsuf berkata ,”Telah selesai

masalah yang kalian berdua tanyakan, maka ketentuan Allah

pasti akan terjadi kepada kalian berdua seperti yang aku

beritahukan kepada kalian.76

Pendapat seperti ini selaras dengan pendapat para ahli takwil,

salah satunya menyebutkan riwayat dibawah ini:

Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, ia berkata:

Isa Abu Ashim menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa

menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid

tentang ayat قضي المش اىزي فيه ذسرفريان “Telah diputuskan

73Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I,, h.857-858

74

Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan, jilid.

14, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 690

75

Ibid, h. 691

76

Ibid.

Page 74: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

59

perkara yang kalian berdua menayakannya (kepadaku)”, ia

berkata, “ketika kedua orang tersebut berkata, „kami tidak

bermimpi kami hanya bercanda‟, Yȗsuf berkata, ‟Mimpi akan

menjadi kenyataan, sebagaimana yang telah aku tabirkan.” 77

Dalam buku Tafsir Ibnu Mas‟ud juga dijelaskan bahwa pada

ayat ini Nabi Yȗsuf baru menjawab ta‟bir mimpi dari kedua

penghuni penjara tersebut. Nabi Yȗsuf menjawab, “Hai kedua

penghuni penjara, adapun salah satu dari kalian berdua akan

memberi minuman tuannya dengan khamr, adapun yang satu lagi ia

akan disalib, lalu burung memakan sebagian dari kepalanya”.

Setelah Nabi Yȗsuf menta‟birkan mimpi dari keduanya, maka

keduanya berkata, “Sebenarnya kami tidak bermimpi apa-apa”.

Maka Nabi Yȗsuf berkata قضي المش اىزي فيه ذسرفريان Telah

diputuskan perkara yang kalian berdua menanyakannya kepadaku

(Sesuai yang dita‟birkan oleh Nabi Yȗsuf).78

Hal senada juga terdapat dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

dikatakan bahwa Ats-Tsauri meriwayatkan dari Ibrâhîm bin

Abdullah, dia berkata bahwa, setelah Nabi Yȗsuf menyampaikan

ta’birnya, lalu kedua berkata, “Sebenarnya kami tidak bermimpi

apapun.” Maka Yȗsuf berkata, “Telah diputuskan perkara yang

ditanyakan oleh kalian berdua.” Kemudian disimpulkan kembali

bahwa barang siapa bermimpi kebatilan kemudian ditakwilkannya,

maka tetaplah baginya ta‟bir itu.79

Pada ayat 41 Surat Yȗsuf ada potongan ayat yang berlaku

sebagai amśâl, meskipun secara żahirnya tidak terlihat ada lafaż-

lafaż tamśîl. Potongan ayat tersebut adalah ( قضي المش اىزي فيه

فريان ذسر ) “Telah diputuskan perkara yang kalian berdua tanyakan

kepadaku”.

77Ibid. h. 694

78

Muhammad Ahmad Isawi, Op Cit., h. 605

79

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I,, Op Cit., h.858

Page 75: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

60

B. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18,

Surat Al-Baqarah Ayat 68, dan Surat Yȗsuf Ayat 41

1. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Ibrâhîm Ayat 18

Sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, bahwa pada ayat 18

Surat Ibrâhîm ini mengandung sebuah perumpamaan atau amśâl yang

jelas (amśâl muşarrahah). Yaitu perumpamaan keadaan perbuatan

orang-orang yang kafir itu bagaikan abu yang ditiup oleh angin di

suatu hari yang sedang berangin kencang.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam Lisânul

Arab bahwa kata amśâl mempunyai makna persamaan/taswiyah. Akan

tetapi terdapat perbedaan antara amśâl/mumâśalah dengan

taswiyah/musâwah, kata taswiyah/musâwah berlaku untuk dua hal

yang berimbang dalam jenis dan ukurannya, tidak lebih dan tidak

berkurang. Sedangkan kata amśâl/mumâśalah berlaku hanya pada dua

hal yang telah disepakati persamaannya, akan tetapi tidak ada ukuran

persisnya. Kata amśâl/mumâśalah juga sering diartikan dengan istilah

“serupa tapi tak sama”.

Dalam ayat ini yakni ayat 18 Surat Ibrâhîm , yang terjadi adalah

amśâl/mumâśalah. Sesuatu yang bersifat abstrak dan akan diserupakan

adalah keadaan perbuatan orang-orang kafir, sedangkan hal yang

nyata/real dan yang menyerupakannya adalah abu yang beterbangan

karena ditiup angin di hari yang berangin sangat kencang.

Selain mempunyai fungsi untuk menjelaskan dan mempermudah

pemahaman dari sesuatu yang bersifat abstrak menjadi konkret. Amśâl

seperti ini juga berfungsi untuk mempengaruhi emosi yang sejalan

dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka

perasaan ketuhanan.80

80Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Terj.

Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), Cet. I, h. 256

Page 76: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

61

Sebagai contoh, ketika al-Qur`ân menjelaskan keadaan hilangnya

pahala sedekah karena menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si

penerima sedekah tersebut bagaikan batu licin yang di atasnya terdapat

tanah, kemudian batu itu diguyur hujan lebat sehingga menjadi bersih

tidak bertanah lagi. Perumpamaan seperti ini mampu menumbuhkan

perasaan takut terhadap kerugian akibat terhapusnya pahala amal

sedekah mereka. Dan dari perasaan inilah tumbuh motivasi dalam diri

untuk menggerakan dan mendorong hati agar menjauhi keburukan dan

terus melakukan kebaikan. Dan dengan adanya perumpamaan seperti

ini, mampu melatih akal untuk terbiasa berpikir valid dan analogis.

Dalam al-Qur`ân masih banyak terdapat ayat-ayat lainnya yang

juga menunjukan amśâl seperti pada ayat 18 surat Ibrâhîm ini. Salah

satunya pada ayat 12 surat Al-Hujurât, dalam ayat ini Allah

menjelaskan tentang larangan berprasangka buruk kepada orang lain.

Karena berprasangka buruk termasuk perbuatan yang berdosa, ayat ini

juga menjelaskan larangan mencari-cari kesalahan orang lain dan

menggunjing. Kemudian Allah mengumpamakan orang-orang yang

demikian itu seperti orang yang memakan daging saudaranya yang

sudah mati.

Tak hanya dalam al-Qur‟an, pada sebuah hadits misalnya yang

diriwayatkan oleh Abu Musa rađiyallahu’anhu:

ا مثل الليس الصمالح و موسى, عن النبي صل عن أبي لله عليو وسلم قال :إنموء, كحامل المسك و نفخ الكي, فحامل المسك إمما أن يذيك وإمما الليس الس

تاع منو وإمما أن تد منو ريا ط يبا, ونفخ الكي إمما أن يرق ثيابك وإمما أن أن ت ب ثة. )رواه صحيح ومسلم( تد ريا خبي

Dari Nabi saw, beliau bersabda: Sesungguhnya perumpamaan

teman dekat yang bai dan teman dekat yang buruk adalah seperti

seorang penjual minyak wangi (misk) dan seorang tukang pandai

besi. Penjual minyak wangi terkadang mengoleskan wanginya

kepadamu dan terkadang kamu membeli darinya sebagian atau

Page 77: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

62

minimal kamu menhirup semerbak aroma harum dar minyak

wangi itu. Sedangkan tukang pandai besi, adakalanya dia akan

membakar pakaiamu, atau kamu akan mendapati aroma yang

tidak sedap.81

Dari beberapa contoh perumpamaan yang terdapat dalam al-

Qur`ân dan al-Hadîś, sebaiknya perumpamaan-perumpamaan tersebut

maupun yang serupa tentu dapat digunakan dalam dunia pendidikan.

Dalam mengimplementasikan metode amśâl ini, seorang guru yang

akan menyampaikan materi pelajarannya dapat menggunakan

perumpamaan-perumpamaan untuk menjelaskan sesuatu yang sifatnya

masih abstrak agar terasa lebih nyata, real dan mudah dipahami.

Misalnya dalam pembelajaran fiqih, seorang guru ingin

menjelaskan tentang perbedaan-perbedaan di beberapa mazhab dalam

ketentuan dalam beberapa persoalan. Kemudian guru tersebut

mengibaratkan dengan seorang ayah yang menyuruh ketiga anaknya

untuk membeli apel. Kemudian anak pertama membeli apel malang

yang berwarna hijau, lalu anak kedua membeli apel fuji yang berwarna

merah, sedangkan anak ketiga membeli apel golden dengan warna

hijau kekuning-kuningan. Ketiga anak tersebut sama-sama membeli

apel namun dengan jenis yang berbeda, dan tidak ada yang salah dari

ketiganya. Begitupun perbedaan-perbedaan yang terjadi di beberapa

mazhab.

Contoh lainnya yang terjadi dalam pembelajaran misalnya,

seorang guru akan menjelaskan tentang perjalanan kehidupan,

kemudian guru tersebut mengumpamakan kehidupan dengan aliran air

disungai yang akan bermuara di tepat yang luas nan indah yaitu lautan.

Sebelum air tersebut dapat sampai ke lautan yang luas, air itu akan

mengalir dari pegunungan melalui sungai dan melewati berbagai

rintangan seperti melewati benturan dari bebatuan, tebing, bahkan tak

81Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim bin Abdul Qawi Al-Mundziri, Muktashar Shahih

Muslim (Ringkasan Shahih Muslim), Terj. Pipih Imran Nurtsani dan Fitri Nurhayati, (Solo: Insan

Kamil, 2012), h. 933-934

Page 78: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

63

jarang melewati jurang, serta menerima banyak sampah, yang

kemudian setelah itu barulah akan merasakan kebahagiaan yaitu

sampai di lautan yang luas dan indah. Begitu pula dalam kehidupan

ini, sebelum menuju ke kehidupan yang kekal nanti, kita akan

melewati berbagai macam cobaan kehidupan, musibah, dan menerima

banyak cemooh dan perkataan yang tidak menyenangkan. Akan tetapi

jika kita menghadapinya dengan cara yang benar, maka kelak akan

sampai pada kebahagiaan di kehidupan yang kekal nanti.

Contoh lain misalnya, seorang guru menjelaskan keadaan orang

yang sangat putus asa dalam belajar dengan mengumpamakan layang-

layang yang telah putus talinya. Maka layang-layang itu tak dapat

berbuat apa-apa kecuali menerima nasibnya yang dibawa oleh angin,

kemana ia akan terdampar, masih utuhkah bentuknya? Atau sudah

robek terkena ranting pepohonan dan yang lainnya. Begitu juga orang

yang putus asa dalam belajar atau putus asa karena hal lainnya. Ia

hanya bisa pasrah dengan keadaan, atau hanya akan mengandalkan

belas kasihan orang lain untuknya.

Pemberian perumpamaan seperti ini juga tidak hanya berlaku dari

guru terhadap muridnya, dalam hal lain misalnya ketika seorang guru

akan memberikan motivasi kepada rekan sesama guru, ia

menyampaikan dengan cara memberikan perumpamaan bahwa guru itu

diibaratkan seperti sebuah piala besar yang disimpan dalam kaca

transparan, sehingga dapat terlihat seluruh bagiannya dari segala arah.

Sebuah piala yang sangat diidam-idamkan oleh semua orang.

Begitulah perumpamaan seorang guru, yang seluruh aspek dari

kepribadiannya dapat dilihat oleh muridnya, dan sangat diinginkan

oleh siswanya untuk dijadikan teladan yang baik.

Penggunaan amśâl atau perumpamaan ini disamping bertujuan

untuk menjelaskan sesuatu yang masih abstrak sehingga terlihat lebih

konkret, juga dapat digunakan dengan tujuan memotivasi peserta didik

agar tidak mudah putus asa, karena sebuah motivasi yang disampaikan

Page 79: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

64

dengan perumpamaan biasanya lebih melekat di hati bahkan peserta

didik lebih memahaminya.

Sebagai contoh, seorang guru PAI menjelaskan manfaat

berpakaian muslim atau muslimah kepada siswanya. Guru tersebut

mengibaratkan seorang wanita muslimah yang berpkaian sesuai

syaria`at Islam seperti sebuah kue mahal yang di jual dan diletaan di

etalase sebuah toko, yang hanya bisa dilihat oleh orang lain dari luar

kaca dan tidak bisa menyentuhnya, hanya orang yang siap membelinya

saja yang boleh menyentuh dan membawanya pulang. Begitu juga

seorang wanita muslimah yang berpakaian islami, mereka terjaga dari

kejahatan manusia yang jahil dan tidak bertanggung jawab, hanya

orang yang siap untuk menjadi seseorang yang halal baginyalah yang

bisa menyentuhnya. Dan wanita yang berpakaian tidak sesuai syari`at

Islam bahkan terkesan seksi, diibaratkan seperti kue yang di jual di

pinggir jalan tanpa penutup dan etalase yang bisa saja dihinggapi lalat.

Sama halnya dengan kue tersebut, wanita yang berpakaian minim

mereka rentan terhadap godaan manusia yang jahil dan tak

bertanggungjawab.

Contoh lain ketika seorang guru memberi motivasi kepada peerta

didiknya tentang kesabaran dan kesungguhan dalam menuntut ilmu.

Guru tersebut mengumpamakan belajarnya seorang murid di sekolah

dengan seorang bayi yang belajar berjalan. Bayi yang belajar berjalan

tidak serta merta lansung dapat berjalan dan berlari begitu saja,

melainkan melaui proses dari mulai belajar duduk, merangkak, berdiri,

melangkah perlahan selangkah demi selangkah, hingga akhirnya dapat

berjalan dan berlari. Terkadang dalam beberapa tahapan dan proses itu

pula banyak terjadi kesulitan seperti rasa sakit pada lutut ketika

merangkak, jatuh ketika belajar berdiri, kesulitan melangkah dan

kemudian jatuh lagi. Akan tetapi, hal semacam itu akan terlewati dan

membuahkan hasil. Begiu juga para persta didik yang sedang belajar,

tidak serta merta akan dengan mudahnya memahami materi dan bahan

Page 80: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

65

ajar. Tidak instan langsung bisa mendapatkan hasil yang baik, semua

itu perlu proses tahapan demi tahapan, dan tak jarang akan menemui

kesulitan. Tapi dari kesulitan tersebut, peserta didik bisa belajar arti

kesabaran dan kesungguhan sehingga akan mendapatkan hasil yang

memuaskan.

Setelah penulis uraikan analisis dan beberapa contoh, dapat

dikatakan bahwa amśâl yang terkandung seperti pada ayat 18 Surat

Ibrâhîm ini merupakan jenis perumpamaan yang jelas, dan tergolong

dalam kategori amśâl yang ringan, sehingga siapapun yang diberikan

perumpamaan seperti ini maka akan mudah memahami maksud yang

terkandung di dalamnya.

2. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Al-Baqarah Ayat 68

Selanjutnya dalam Surat al-Baqarah ayat 68 terkandung amśâl,

meskipun jika dilihat secara kasar dalam ayat ini tidak dicantumkan

secara jelas perumpamaannya. Berdasarkan penjelasan para mufassir,

potongan ayat dari surat al-Baqarah ayat 68 ini, yang mengandung

amśâl adalah kalimat (لا فاسض ولا تنش عىان تيه رىل(.

Bila ditinjau secara lafżi, dalam ayat ini pun tidak menjelaskan

sebagai bentuk perumpamaan terhadap suatu makna, namun

kandungan dari ayat ini menunjukan suatu bentuk perumpamaan.

Sebagaimana yang dikatakan Hasani: “Perlu dicatat disini, bahwa

sebenarnya al-Qur`ân sendiri tidak menjelaskan sebagai bentuk

perumpamaan terhadap makna tertentu, hanya saja isi kandungannya

menunjukan salah satu bentuk perumpamaan. Tegasnya, amśâl

kâminah ini termasuk maśal ma’nawî yang tersembunyi, bukan amśâl

lafżî yang jelas.”82

Kalimat tersebut mengindikasikan adanya amśâl meskipun tidak

dicantumkan dengan jelas lafaż tamśîlnya, tetapi kalimat ini

82Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an, (Jakarta: Penerbit Zikra Press, 2009), Cet. I,

h. 179

Page 81: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

66

menunjukan makna yang indah dan menarik. Kalimat ini senada

dengan perumpamaan orang Arab “sebaik-baik perkara adalah yang

tidak berlebihan, adil, dan seimbang. Atau dalam bahasa Arab disebut

.(خيش لمىس أوسطها)83

Menurut Hasani, seorang ulama pernah mengatakan bahwa orang

Arab tidak mengucapkan suatu perumpamaan, kecuali karena ada

persamaanya di dalam al-Qur‟an.84

Maka ungkapan Arab ( خيش لمىس

.ada persamaannya dengan ayat al-Qur‟an (أوسطها

Pada potongan ayat (لا فاسض ولا تنش عىان تيه رىل) , terkandung

makna خيش لمىس أوسطها yakni sapi yang dimaksud adalah sapi betina

yang tidak tua/berumur dan tidak juga muda, akan tetapi sapi betina

yang pertengahan diantara tua dan muda. Jadi yang dikehendaki dalam

ayat ini adalah pertegahan dari dua perkara yaitu antara yang tua dan

yang muda.

Berdasarkan penjelasan para mufassir, ungkapan seperti ini

termasuk jenis amśâl kâminah. Untuk memahami jenis amśâl seperti

ini membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam dibandingkan jenis

amśâl sebelumnya yaitu amśâl muşarrahah, karena seperti yang sudah

dijelskan sebelumnya bahwa dalam amśâl kâminah ini tidak terdapat

lafaż tamśîl dan perumpamaan yang ditunjukan pun tidak disebutkan

dengan jelas.

Dalam al-Qur`ân ada beberapa ayat lagi yang memiliki persamaan

makna dengan ayat 68 Surat al-Baqarah ini. Pertama, pada ayat 67

Surat al-Furqân (ا (واىزيه ارا أوفقىا ىم يسشفىا وىم يقرشوا ومان تيه راىل قىام

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak

berlebihan, dan tidak (pula) kikir, adalah pembelanjaan itu di tengah-

tengah antara yang demikian”.

83Manna‟ Al-Qaththan, Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta:

Pustka Al-Kausar, 2005), Cet.I, h. 358

84

Hasani Ahmad Syamsuri, Loc Cit.

Page 82: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

67

Kedua, terdapat pada ayat 29 Surat al-Isrâ ( ولا ذجعو يذك مغيىىح إى

ا ذسىس ا م Dan janganlah kamu“ (عىقل ولا ذثسطها مو اىثسظ فرقعذ ميىم

menjadikan tanganmu terbelenggu ada lehermu, dan jangan pula kamu

terlalu mengulurkannya agar kamu tidak menjadi tercela dan

menyesal”. Maksud dari ayat ini adalah, hendaknya agar manusia

tidak terlalu kikir dan tidak juga teralalu pemurah (boros).

Dan ketiga, terdapat pada ayat 110 dalam surat yang sama yaitu

Surat al-Isrâ ( اذذعىا فيه السماءاىذسى دمه أيام قو ادعىالله أوادعىا اىش

ل سثيلا ولاذجهش تاىصلاذل ولا ذخافد تها واترغ تيه راى ), “Katakanlah,

„Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman dengan nama yang mana saja

kamu seru. Dia mempunyai al-asmâul husnâ dan janganlah kamu

mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula kamu

merendahkannya, dan carilah jalan tengah dari kedua itu.”

Menurut Syamsuri, ungkapan “tidak berlebihan” dan “tidak

boros”, ungkapan “tidak kikir” dan “tidak terlalu boros”, dan

ungkapan “mengeraskan suara” dan “merendahkannya”, menurut

sebagian ulama disebut dengan amśâl kâminah, karena memiliki

makna yang sesuai dengan ungkapan sebaik-baik perkara itu yang

pertengahan (خيش لمىس أوسطها).85

Dengan adanya ayat-ayat amśâl kâminah seperti ini, maka akan

terkumpul makna-makna yang indah, singkat, padat dan menarik

dalam ungkapannya. Selain itu ayat-ayat seperti ini juga dapat

membantu melatih penalaran dan pemahaman seseorang. Terlebih

bagi siswa, jika seorang guru menggunakan perumpamaan yang

sejenis dengan amśâl kâminah ini, maka siswa juga akan berlatih

menalar dan memahami apa yang dikatakan oleh guru.

Ketika seorang guru hendak mengimplementasikan metode amśâl

dari jenis amśâl kâminah ini, secara sederhana misalnya: seorang guru

85

Hasani Ahmad Syamsuri, Op Cit., h. 181

Page 83: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

68

memberikan nasehat kepada murid-muridnya berkaitan dengan

strategi belajar mereka, kemudian guru tersebut memberikan saran

agar muridnya belajar tidak dengan terlalu memforsir waktu mereka

untuk belajar sehingga melupakan hal-hal lainnya, tetapi tidak juga

bermalas-malasan dalam belajar, akan tetapi pertengahan diantara

keduanya. Karena yang demikian adalah cara yang terbaik.

Jika di analogikan proses belajar yang baik adalah yang tidak

terlalu berlebihan dan tidak pula terlalu jarang belajar (malas). Sebuah

botol, ketika hendak diisi air dengan menggunakan gayung, maka cara

mengisi yang paling tepat adalah dengan mengisinya secara perlahan,

tidak terburu-buru dan sekaligus menuangkan semuanya, maupun

tidak juga setetes demi setetes. Isilah botol tersebut dengan perlahan

dan sabar, maka botol itu akan terisi penuh tanpa ada air yang

terbuang sia-sia.

Jenis amśâl kâminah ini merupakan perumpamaan yang memiliki

persamaan makna yang terkandung dalam uşlub Arab. Jika

diiplementasikan dalam pembelajaran, maka boleh jadi dalam

menggunakan amśâl kâminah ini, seorang guru dapat mengutarakan

suatu maksud tertentu dengan mengatakannya sesuai dengan uşlub

atau peribahasa dalam bahasa Indonesia.

Contoh sederhananya misalnya, peribahasa Indonesia yang

berbunyi “bagai tulisan di atas air”. Peribahasa ini mengandung arti

seseorang yang mengerjakan sesuatu tapi hasilnya sia-sia. Contoh,

seorang guru memberi nasehat kepada muridnya agar senantiasa

menjaga kebersihan, akan tetapi guru tersebut juga tidak menjaga

kebersihan dan perilaku itu terlihat oleh muridnya, maka nasehat dari

guru itu pun hasilnya bagaikan tulisan di atas air, sia-sia tak berarti.

Setelah penulis uraikan tentang metode amśâl yang terkandung

dalam Surat Al-Baqarah ayat 68 ini, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa amśâl yang terkandung pada ayat ini termasuk jenis amśâl

kâminah atau amśâl yang tersembunyi, dan tergolong pada amśâl

Page 84: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

69

dengan tingkat sedang. Sehingga seseorang yang mendapatkan amśâl

seperti ini tidak dengan mudah memahaminya seperti jenis amśâl

sebelumnya yaitu amśâl muşarrahah, melainkan perlu pemahaman

yang lebih mendalam, karena jenis amśâl muşarrahah ini

mengandung pengertian yang serupa dengan uşlȗb bahasa Arab atau

yang dapat disamakan dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia.

3. Analisis Metode Amśâl dalam Surat Yȗsuf Ayat 41

Pada ayat 41 dari Surat Yȗsuf, di dalamnya terdapat potongan ayat

yang juga berlaku sebagai amśâl. Sama seperti jenis amśâl sebelumnya

yaitu amśâl kâminah, amśâl dalam ayat 41 Surat Yȗsuf ini juga tidak

memiliki lafaż tamśîl secara jelas, namun tetap berlaku dan dihukumi

sebagai amśâl.

Menurut para mufassir, amśâl pada ayat 41 Surat Yȗsuf ini

termasuk dalam jenis amśâl mursalah. Yaitu “kalimat-kalimat bebas

yang tidak menggunakan lafaż tasybîh secara jelas. Tetapi kalimat-

kalimat itu berlaku sebagai amśâl.”86

Karena jenis amśâl seperti ini tidak memiliki lafaż tasybîh/lafaż

tamśîl, dan juga tidak memiiki persamaan makna dengan ungkapan-

ungkapan tertentu, maka untuk memahami jenis amśâl seperti

membutuhkan pemikiran dan penalaran yang lebih mendalam

dibandingkan memahami jenis amśâl sebelumnya, yaitu amśâl

muşarrahah dan amśâl kâminah.

Meskipun jenis amśâl mursalah dan amśâl kâminah merupakan

jenis maśal ma’nawiy, yaitu jenis amśâl yang tidak nampak

perumpamaan, dan lafaż tamśîlnya, akan tetapi terdapat perbedaan

diantara keduanya. Pada amśâl kâminah, yang dijadikan amśâl adalah

potongan ayat yang memiliki persamaan makna dengan beberapa

ungkapan Arab.

86

Manna‟ Al-Qaththan, Op Cit., h. 359

Page 85: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

70

Pada ayat 41 Surat Yȗsuf ini, potongan ayat yang

mengindikasikan adanya amśâl yaitu pada kalimat “ قضي المش اىزي فيه

telah diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya) ”ذسرفريان

kepadaku).

Ketika Nabi Yȗsuf mentakwilkan mimpi kedua penghuni penjara

tersebut, kemudian mereka berkata bahwa mereka hanya bergurau,

sebenarnya mereka tidak bermimpi apapun, mereka hanya ingin

menjajaki ilmu Nabi Yȗsuf saja. Akan tetapi Nabi Yȗsuf menjawab,

telah diputuskan perkara yang kamu) قضي المش اىزي فيه ذسرفريان

berdua menanyakannya kepadaku).

Penjelasan kalimat ”telah diputuskan perkara yang kamu berdua

menanyakannya kepadaku” dapat dijadikan amśâl dengan maksud dan

tujuan yang baik. Dengan adanya kalimat ini, seakan menghimpun

makna dan kalimat-kalimat indah untuk disampaikan kepada orang

lain. Karena sebuah nasehat yang disampaikan melalui amśâl akan

lebih mengena di hati dan lebih kuat pengaruhnya.

Jenis amśâl seperti ini yang terdapat pada ayat 41 Surat Yȗsuf ini

merupakan amśâl mursalah, oleh karena itu amśâl ini tergolong dalam

kategori amśâl yang tinggi/berat, karena amśâl ini memiliki tingkat

perumpamaan yang cukup tinggi dibandingkan amśâl sebelumnya.

Disamping amśâl ini tidak terdapat lafaż tasybîh, di dalamnya juga

tidak terdapat kesesuaian makna dengan ungkapan-ungkapan Arab.

Sehingga dalam memahami amśâl ini dibutuhkan penalaran yang

dalam.

Dikarenakan amśâl ini merupakan jenis amśâl yang tersembunyi,

yang artinya perumpamaan dalam jenis amśâl ini tidaklah terlihat

sama sekali, bahkan untuk mencari persamaan makna dengan uşlȗb

atau peribahasa sekalipun tidak terdapat di dalamnya, maka

Page 86: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

71

implementasi dari jenis amśâl yang tersembunyi seperti ini jarang

ditemukan. Bisa saja seorang guru yang sedang mengajar, hendak

menyampaikan suatu maksud tertentu kepada muridnya dengan cara

memberikan penegasan-penegasan yang tertuju pada maksud tersebut.

Page 87: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa yang sudah peneliti lakukan, dapat ditarik

menjadi sebuah kesimpulan bahwa:

Di dalam al-Qur`ân surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-Baqarah ayat 68,

dan surat Yȗsuf ayat 41 terkandung pendekatan amśâl, dimana dalam

ketiga surat tersebut terkandung jenis amśâl yang berbeda-beda.

Dari beberapa pendapat mufassir yang telah dikemukakan oleh penulis

dalam penelitian ini, dapat dipahami bahwa:

1. Dalam surat Ibrâhîm ayat 18, jenis amśâl yang terkandung adalah

amśâl muşarrahah, yaitu jenis amśâl yang jelas terlihat baik dari segi

lafadznya maupun dari segi maknanya. Dan amśâl ini juga tergolong

dalam kategori amśâl yang ringan, sehingga seseorang yang diberikan

perumpamaan seperti ini maka akan dengan mudah memahami

maksud yang terkandung di dalamnya. Dalam mengimplementasikan

amśâl muşarrahah ini, pengajar dapat memberi perumpamaan bagi

suatu hal yang abstrak dengan sesuatu yang lebih konkret.

2. Dalam surat al-Baqarah ayat 68, jenis amśâl yang terkandung adalah

amśâl kâminah, yaitu perumpamaan yang tersembunyi yang tidak

nampak pada lafadz atau teksnya, namun memiliki persamaan arti

dengan ungkapan-ungkapan Arab, atau peribahasa yang berlaku. Dan

amśâl ini tergolong dalam kategori amśâl yang sedang, sehingga

butuh penalaran lebih untuk memahaminya dibandingkan dengan jenis

amśâl muşarrahah. Dalam mengimplementasikan amśâl kâminah ini,

pengajar dapat memberi perumpamaan yang serupa dengan

peribahasa.

3. Dan dalam surat Yȗsuf ayat 41, jenis amśâl yang terkandung adalah

amśâl mursalah yaitu jenis perumpamaan yang tidak tampak dari

Page 88: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

73

teksnya dan tidak ada persamaan dengan ungkapan-ungkapan atau

peribahasa yang berlaku, namun tetap dihukumi sebagai

amśâl/perumpamaan. Dan amśâl ini tergolong dalam kategori amśâl

yang berat, sehingga butuh penalaran lebih dalam untuk

memahaminya.

B. Implikasi

Seorang guru harus rajin membaca, berfikir, dan tentu harus kreatif

agar dapat menemukan perumpamaan-perumpamaan saat akan mengajar,

atau saat secara tiba-tiba ia akan menyampaikannya. Seorang guru

menyampaikan perumpamaan tersebut, agar siswa yang belum paham

dapat mengerti maknanya. Guru dapat menemukan perumpamaan tersebut

dari al-Qur`ân, al-Hadîś, uşlȗb atau peribahasa dan sumber lainnya.

C. Saran

Sesuai dengan hasil penelitian dan kesimpulan yang didapatkan

penulis pada penelitian ini, penulis akan mengemukakan masukan atau

saran, antara lain sebagai berikut:

1. Bagi seluruh pendidik baik pendidik formal ataupun informal,

terutama yang berada dalam lingkungan pendidikan Islam, hendaknya

turut mengimplementasikan metode pendidikan Islam yang bersumber

dari al-Qur’an seperti metode amśâl. Karena dengan adanya metode

amśâl ini materi-materi pembelajaran yang sifatnya masih abstrak

dapat lebih mudah dipahami dan terlihat lebih konkret.

2. Meskipun saat ini sudah banyak terlahir metode pembelajaran yang

bervariatif, akan tetapi metode amśâl atau metode dengan

perumpamaan ini merupakan salah satu metode yang cocok dan dapat

di aplikasikan pada masa kini.

3. Penelitian ini sudah penulis lakukan secara maksimal, akan tetapi

penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam

penelitian ini. Salah satunya adalah penulis hanya meneliti terkait

Page 89: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

74

metode amśâl yang terkandung dalam surat Ibrâhîm ayat 18, surat al-

Baqarah ayat 68, dan surat Yȗsuf ayat 41 yang sebatas dalam varian

metode amśâl nya saja, dan bagaimana pendapat para ahli tafsir terkait

metode tersebut. Sehingga disarankan untuk penulis selanjutnya yang

akan meneliti terkait masalah ini, hendaknya berlanjut pada tujuan

pendidikan yang hendak dicapai, kesesuaian metode dengan materi dan

perkembangan peserta didik, dan berakhir pada evaluasi pendidikan.

Yang demikian ini dimaksudkan agar penelitian tersebut menghasilkan

sesuatu yang lebih komprehensif.

Page 90: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

75

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sulaiman. Sumber Hukum Islam: Permasalahan dan Fleksibilitasnya.

Jakarta: Sinar Grafika, Cet. III, 2007.

Al-Mundziri, Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim bin Abdul Qawi. Muktashar

Shahih Muslim (Ringkasan Shahih Muslim), Terj. Pipih Imran Nurtsani, Lc

dan Fitri Nurhayati, Lc. Solo: Insan Kamil, 2012

Al-Hasyim, Ahmad. Jawahir al-balaghah Fi al-Ma’ani wa al-Bayani wa al-

Badi’. Indonesia: maktabah Daar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, 1960.

Al-Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman

dan Aunur Rofiq El-Mazni. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.

An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,

terj: Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani, 1995.

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat

Press, 2002.

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu

Katsir, Terj. Syihabuddin, jilid. 1 dan 2. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Ash-Shidiieqy, Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an: Media-Media Pokok Dalam

Menafsirkan Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. II, 1988.

Assiba’I, Musthafa Husni. Kehidupan Sosial Menurut Islam. Bandung:

Diponegoro, 1993.

Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad. TafsirFathul Qadir, Terj.

Amir Hamzah Fachruddin dan Asep Saefullah, jilid. 1. Jakarta: Pustaka

Azzam, 2008.

Ath-Thabari, Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari, Terj. Ahsan Askan,

jilid. 2, 14 dan 15. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007a.

Azizi, Ernawati . Keberhasilan Pendidikan Perspektif Al-Qur’an. Jurnal At-

Tarbawi Kajian Kependidikan Islam. 2, 2005

Bashri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Page 91: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

76

Buchori, Didin Saefudin. Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an. Bogor:

Granada Sarana Pustaka, 2005.

Daradjat, Zakiyah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi

Aksara, 1995.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya Special for Women.

Bandung: Syamil Al-Qur’an, 2007.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan),

Jilid. 1, 4 dan 5. Jakarta: Lentera Abadi, 2010a.

Fannani, Zain. “Tafisr Surat An-Nahl Ayat 125 (Kajian Tentang Metode

Pembelajaran)”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2014. tidak

dipulikasikan.

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi

Aksara, 2013.

Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz.1. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001.

Hidayat, Ara., dan Machali, Imam. Pengelolaan Pendidikan: Konsep, Prinsip,

dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta:

Kaukaba, 2012.

Inong, Jejen. Metode Pendidikan dalam Perspektif Islam. TAHDZIB Jurnal

Pendidikan Agama Islam. 3, 2009

Jarim, Ali dan Amin, Musthafa. Al-Balaġah al-Wađihah: al-Bayânu wa al-Ma’âni

wa al-Badî’. Jakarta: Raudhah Press, 2007.

Khallaf, Abdul Wahab. Kaidah-Kaida Hukum Islam: Ilmu Ushulul Fiqh, Terj.

Noer Iskandar al-Barsany dan Moh Tolchah Mansoer. Jakarta: Grafindo

Persada, Cet. VIII , 2002.

Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: Rosda Karya, 2013.

Maman Kh, U., dkk. Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek. Jakarta:

Raja Grafindo Persada Press, 2006.

Muhammad Ahmad Isawi. Tafsir Ibnu Mas’ud: Studi Tentang Ibnu Mas’ud dan

Tafsirnya, Terj. Ali Murtadho Syahudi. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.

Muhammad, Jamaluddin Abi Al-Fadhli. Lisânul ‘Arab, vol. 1, 2, 3, 4, 7, 11, 13 dan 15.

Beirut Libanon: Dar Al Kotob Al-Ilmiyah, 2003a.

Page 92: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

77

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Bahasa Arab-Indonesia

Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Nata, Abudin. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.

----------. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005a.

----------. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta PRESS,

2005b.

----------. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2011

----------. Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,

2009.

----------. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo Persada, Cet. III, 2012a.

----------. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet.II,

2012b.

Pratiwi, Cindi. “Metode Pendidikan Dalam Prespektif Al-Qur’an Kajian QS. An-

Nahl Ayat 125-127”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2014. tidak

dipulikasikan.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia:

Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Quthb, Muhammad. Minhaj al-Tarbiyah al-Islâmiyah.

Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, Cet. IV,

2005.

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi

Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas.

Jakarta: Prenada Media Group, 2009.

Roqib, Moh. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di

Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang,

2011.

Rusman. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.

Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Sabri, Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta PRESS, 2005.

Page 93: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

78

Shiddiq, Sapiuddin. Ushul Fiqh. Jakarta: KENCANA, 2011.

Shihab, M.Quraish. Lentera Al-Qur’an. Jakarta: Mizan Pustaka, 2008.

----------. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 1 dan

6. Jakarta: Lentera Hati, 2002a.

----------. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan Yang Patut Anda Ketahui

Dalam Memahami Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, Cet. II , 2013.

----------. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2003.

----------, AL-LUBÂB: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-

Qur’an. Tangerang: Lentera Hati, 2012

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed

Methods). Bandung: Alfabeta, 2011.

Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad. Ulumul Qur’an II. Bandung: Pustaka Setia,

cet. II, 2002.

Syafa’at, TB Aat., dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah

Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency). Jakarta: Rajawali Press, 2008.

Syafri, Ulil Amri. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta: Rajawali

Press, 2012.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya, Cet. XVII, 2011.

----------. Psikolgi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. III, 2001.

Syamsuri, Hasani Ahmad. Studi Ulumul Qur’an. Jakarta: Zikra-Press, 2009.

Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja

Rosdakarya, Cet. VII, 2003.

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam II. Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. II,

1999.

Uno, Hazah B. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. VI ,

2010.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.

Page 94: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

79

Yusuf, Kadar M. Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan.

Jakarta: AMZAH, 2013.

مدينة نصر: مكتبة الدار العربية الكتاب، ،تعلين الدين الإسلاهى : بين النظرية و التطبيقحسن شحاتة،

3991

391. (، ص3991)مصر : دار المعارف بمصر ، التربية فى الإسلام ، أحمد فؤاد الأحوانى ،

Page 95: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama : Fathurrohmah Aviciena

NIM : 1111011000059

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : Tafsir Surat Ibrâhîm Ayat 18, Surat Al-Baqarah Ayat 68, dan

Surat Yȗsȗf Ayat 41: (Kajian Tentang Metode Amśâl dalam

Pembelajaran Agama Islam).

No Judul Buku No.

Footnote

Halaman

Skripsi

Paraf

Pembimbing

BAB I 1 Abudin Nata, Studi Islam

Komprehensif, (Jakarta: Prenada

Media Group, 2011), h. 207

1 1

2 Abudin Nata, Filsafat

Pendidikan Islam, (Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2005), h.

103

2 1

3 Departemen Agama RI, Al-

Qur’an dan Terjemahnya

Special for Women, (Bandung:

Syamil Al-Qur’an, 2007), h.

564, dan 283

3 dan 8 2

4 Musthafa Husni Assiba’i,

Kehidupan Sosial Menurut

Islam, (Bandung: Diponegoro,

1993), Cet III, h. 112

4 2

5 M.Quraish Shihab, Lentera Al-

Qur’an, (Jakarta: PT Mizan

Pustaka, 2008), Cet. II, h.21 dan

26

5 dan 6 2

6 Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh,

(Jakarta: KENCANA, 2011), h.

25

7 2

7 M. Quraish Shihab,

Membumikan Al-Qur’an,

(Bandung: Mizan, 2003), cet.

IV, h. 21

9 3

8 Abudin Nata, Sejarah

Pendidikan Islam, (Jakarta:

Grafindo Persada, 2012), cet. III,

10 3

Page 96: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

h. 12

9 Ulil Amri Syafri, Pendidikan

Karakter Berbasis Al-Qur’an,

(Jakarta: Rajawali Press, 2012),

h. 59-60

11 3

10 Ernawati Azizi, “Keberhasilan

Pendidikan Perspektif Al-

Qur’an”, Jurnal At-Tarbawi

Kajian Kependidikan Islam,

Vol.2, 2005, h. 109

12 3

11 Ara Hidayat dan Imam Machali,

Pengelolaan Pendidikan:

Konsep, Prinsip, dan Aplikasi

dalam Mengelola Sekolah dan

Madrasah, (Yogyakarta:

Kaukaba, 2012), h. 29

13, 16 4

12 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu

Pendidikan, (Jakarta: UIN

Jakarta PRESS, 2005), h. 7

14 4

13 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan

Islam, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2012),

Cet. II, h. 28 dan 31

15, 34

dan 35

4, 5, 8

dan 9

14 Hasan Bashri, Filsafat

Pendidikan Islam, (Bandung:

Pustaka Setia, 2009) h. 14

17 5

15 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan

Islam: Pengembangan

Pendidikan Integratif di Sekolah,

Keluarga, dan Masyarakat,

(Yogyakarta: LKiS Printing

Cemerlang, 2011), h. 17, 21 dan

27

18, 25

dan 31

5, 6 dan 7

16 M. Arifin, Ilmu Pendidikan

Islam: Tinjauan Teoritis dan

Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2003), h. 22 dan 144

19 dan

26

5 dan 7

17 Ramayulis, Metodologi

Pendidikan Agama Islam,

(Jakarta: Kalam Mulia, 2005),

Cet. IV, h. 21 dan 22

20 dan

32

5 dan 8

18 Abudin Nata, Pendidikan Dalam

Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:

UIN Jakarta PRESS, 2005), h.

15

21 6

Page 97: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

19 TB Aat Syafa’at, Sohari Sahrani

dan Muslih, Peranan Pendidikan

Agama Islam Dalam Mencegah

Kenakalan Remaja(Juvenile

Delinquency), (Jakarta: Rajawali

Press, 2008), h. 40-47

22 dan 6

20 Armai Arief, Pengantar Ilmu

dan Metodologi Pendidikan

Islam, (Jakarta: Ciputat Press,

2002) , h. 22

23, 24

dan 30

6

21 Abdurrahman An-Nahlawi,

Pendidikan islam di Rumah

Sekolah dan Masyarakat, terj:

Shihabuddin, (Jakarta: Gema

Insani, 1995), h. 204, 24 dan 117

26, 27

dan 33

6, 7 dan 8

22 Jejen Musfah, “Metode

Pendidikan dalam Perspektif

Islam”, TAHDZIB Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Vol.3,

2009, h. 107

29 7

BAB II 23 Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional, Kamus

Besar Bahasa Indonesia: Edisi

Keempat, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2008) h. 910,

23, 908, 59, 1062, 1055, 695

1, 13, 17,

31, 33,

35, 37

dan 38

13, 16,

17, 21,

22 dan 23

24 M. Arifin, Ilmu Pendidikan

Islam (Tinjauan Teoritis dan

Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdisipliner), (Jakarta: Buna

Aksara, 2005) Cet. I, h. 65, 157

2, 30, 32

dan 48

13, 21

dan 27

25 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan

Islam II, (Bandung: CV Pustaka

Setia, 1999), Cet. II, h. 99

3 14

26 TB Aat Syafa’at,Sohari Sahrani

dan Muslih, Peranan Pendidikan

Agama Islam Dalam Mencegah

Kenakalan Remaja (Juvenile

Delinquency), (Jakarta: Rajawali

Press, 2008), h. 39

4 14

27 Abdul Majid, Strategi

Pembelajaran, (Bandung: Rosda

Karya, 2013), h. 193

5 14

28 Abudin Nata, Filsafat 6 14

Page 98: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

Pendidikan Islam, (Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2005) h,

143

29 Abudin Nata, Prespektif Islam

Tentang Strategi Pembelajaran,

(Jakarta: Kencana, 2009), h. 176,

87

7 dan 20 14 dan 17

30 Zakiyah Daradjat, Metodik

Khusus Pengajaran Agama

Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,

1995) h. 1

8 14

31 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan

Islam: Pengembangan

Pendidikan Integratif di Sekolah,

Keluarga, dan Masyarakat,

(Yogyakarta: LKiS Group,

2011), h. 91

9 15

32 Ahmad Tafsir, Metodologi

Pengajaran Agama Islam,

(Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2003), Cet. VII, h.

9

10 15

33 Kadar M. Yusuf, Tafsir

Tarbawi: Pesan-Pesan Al-

Qur’an Tentang Pendidikan,

(Jakarta: AMZAH, 2013), h.

114, 118-119, 121

11, 26,

59 dan

60

15, 19,

30 dan

31

34 Ramayulis, Metodologi

Pendidikan Agama Islam,

(Jakarta: Kalam Mulia, 2005),

Cet. IV, h. 2-3

12 15

35 Muhibbin Syah, Psikologi

Pendidikan Dengan Pendekatan

Baru, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2011), Cet. XVII,

h. 88.

14 16

36 Muhibbin Syah, Psikolgi

Belajar, (Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 2001) Cet. III, h. 60

15 16

37 Yatim Riyanto, Paradigma Baru

Pembelajaran: Sebagai

Referensi Bagi Pendidik Dalam

Implementasi Pembelajaran

Yang Efektif dan Berkualitas,

(Jakarta: Prenada Media Group,

2009) h. 5-6

16 16

Page 99: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

38 Rusman, Model-Model

Pembelajaran:Mengembangkan

Profesionalisme Guru, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2013), h. 1

18 17

39 Hamzah B. Uno, Perencanaan

Pembelajaran, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2010), Cet. VI, h. 2

19 17

40 Jejen Musfah, “Metode

Pendidikan dalam Perspektif

Islam”, TAHDZIB Jurnal

Pendidikan Agama Islam, Vol.3,

2009, h. 107

21, 28

dan 33

18, 19

dan 21

41 Syaikh Manna’ Al-Qaththan,

Pengantar Studi Ilmu Qur’an,

Terj. Mifdhol Abdurrahman dan

Aunur Rofiq El-Mazni, (Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 2006), h.

353, 354, 355, 352, 362

22, 23,

27, 43,

65 dan

66

18, 19,

26 dan 32

42 Hasani Ahmad Syamsuri, Studi

Ulumul Qur’an, (Jakarta: Zikra-

Press, 2009), h. 173-174, 183-

184

24, 25

dan 62

18 dan 31

43 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 2, h. 446

29 21

44 Muhammad Quthb, Minhaj al-

Tarbiyah al-Islâmiyah.

31 21

تعلين الدين الإسلاهى : بين حسن شحاتة، 45، )مدينة نصر: مكتبة النظرية و التطبيق

، ص. 3(، ط 3991الدار العربية الكتاب،

65-65

34, 35

dan 36

22 dan 23

التربية فى الإسلام ، أحمد فؤاد الأحوانى ، 46(، ص. 3951)مصر : دار المعارف بمصر ،

351

37 24

47 Abdurrahman An-Nahlawi,

Pendidikan islam di Rumah

Sekolah dan Masyarakat, terj:

Shihabuddin, (Jakarta: Gema

Insani, 1995), h.252-259

32, 38

dan 61

21, 24

dan 31

48 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir:

Syarat, Ketentuan, dan Aturan

Yang Patut Anda Ketahui Dalam

Memahami Al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2013), Cet. II, h.

265

36 20

Page 100: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

49 Sapiuddin Shiddiq, Ushul Fiqh,

(Jakarta: Kencana, 2011), h. 69,

71, 72

48, 49,

52, 53,

54 dan

55

27, 28,

dan 29

50 Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-

Kaida Hukum Islam: Ilmu

Ushulul Fiqh, Terj. Noer

Iskandar al-Barsany dan Moh

Tolchah Mansoer, (Jakarta:

Grafindo Persada, 2002), Cet.

VIII, h. 74

50 28

51 Sulaiman Abdullah, Sumber

Hukum Islam: Permasalahan

dan Fleksibilitasnya, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2007), Cet. III, h.

82

51 28

52 Ahmad Syadali dan Ahmad

Rofi’i, Ulumul Qur’an II,

(Bandung: Pustaka Setia, 2002),

cet. II, h. 35-36

56 30

53 Hasbi Ash-Shidiieqy, Ilmu-Ilmu

Al-Qur’an: Media-Media Pokok

Dalam Menafsirkan Al-Qur’an,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1988)

Cet. II, h. 175

63 31

54 Didin Saefudin Buchori,

Pedoman Memahami

Kandungan Al-Qur’an, (Bogor:

Granada Sarana Pustaka, 2005),

h.167

64 32

55 Cindi Pratiwi, Metode

Pendidikan Dalam Prespektif

Al-Qur’an Kajian QS. An-Nahl

Ayat 125-127, (Jakarta: UIN

Jakarta, 2014)

67 33

56 Zain Fannani, Tafisr Surat An-

Nahl Ayat 125 (Kajian Tentang

Metode Pembelajaran), (Jakarta:

UIN Jakarta, 2014)

68 33

BAB III 57 U. Maman Kh, dkk., Metodologi

Penelitian Agama Teori dan

Praktek, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada Press, 2006), h. 80

1 33

58 Imam Gunawan, Metode

Penelitian Kualitatif Teori dan

2 34

Page 101: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,

2013), h. 209

59 Abudin Nata, Metodologi Studi

Islam, (Jakarta: Rajawali Press,

2011), h. 219

3 dan 4 34

60 Sugiyono, Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan

Kombinasi (Mixed Methods),

(Bandung: Alfabeta, 2011),

h.287

5 34

61 Abudin Nata, Studi Islam

Komprehensif, (Jakarta: Prenada

media Group, 2011) h, 169

6, 7, 8

dan 9

35 dan 36

62 Nasaruddin Baidan, Metodologi

Penafsiran Al-Qur’an,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1998), h. 31

10 30

63 Manna’ Al-Qaththan, Pengantar

Studi Ilmu Qur’an, Terj. Mifdhol

Abdurrahman dan Aunur Rofiq

El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2006), h. 352

11 37

64 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir:

Syarat, Ketentuan dan Aturan

Yang Patut Anda Ketahui Dalam

Memahami Al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2013), Cet. II,h.

267

12, dan

13

37

BAB IV 65 Departemen Agama RI, Al-

Qur’an dan Terjemahnya

Special for Women, (Bandung:

Syamil Al-Qur’an, 2007), h.

257, 10, 41

1, 29 dan

59

38, 48

dan 54

66 Mahmud Yunus, Kamus Arab-

Indonesia, (Jakarta: Hidakarya

Agung, 1990), h. 410, 147, 192,

149, 373, 127, 69, 287 dan 173

2, 6, 9,

11, 15,

31, 32,

40 dan

62

33, 34,

35, 40,

42 dan 48

67 Ahmad Warson Munawwir, Al-

Munawwir: Kamus Bahasa

Arab-Indonesia Terlengkap,

(Surabaya: Pustaka Progresif,

1997), h.1309, 531, 702, 544,

406, 1047, 613, 787, 1130,1034

3, 7, 10,

12, 30,

33, 60,

63, 64

dan 65

33, 34,

40, 48

dan 49

Page 102: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

68 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 11, h.

726-727

4 33

69 Ahmad Al-Hasyim, Jawahir al-

balaghah Fi al-Ma’ani wa al-

Bayani wa al-Badi’, (Indonesia:

maktabah Daar Ihya al-Kutub al-

Arabiyyah, 1960), h.248

5 34

70 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 3, h. 228

8 34

71 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 2, h. 543,

1905

13 dan

14

34

72 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 1, h. 840

16 35

73 Departemen Agama RI, Al-

Qur’an dan Tafsirnya (Edisi

Yang Disempurnakan) , Jilid. V,

(Jakarta: Lentera Abadi, 2010),

h. 135, 136

17, 18,

19 dan

21

35, 36

dan 37

74 Quraish Shihab, Tafsir Al-

Misbah: Pesan, Kesan dan

Keserasian Al-Qur’an, vol. 6

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.

349, 350, 267

20, 23,

24, 27,

68 dan

70

36, 37,

38, 50

dan 51

75 Muhammad Nasib Ar-Rifa’I,

Kemudahan dari Allah:

Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

Terj. Syihabuddin, jilid. 2

(Jakarta: Gema Insani Press,

1999), h.948-949

22, 26 37, 38

76 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir

Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari,

Terj. Ahsan Askan, , jilid. 15

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),

h. 480

25 38

77 Quraish Shihab, Al-Lubâb:

Makna, Tujuan, dan Pelajaran

28 39

Page 103: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

Surah-Surah Al-Qur’an,

(Tangerang: Lentera Hati, 2012),

h. 96

78 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 7, h. 229

34 dan

36

41

79 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir

Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari,

Terj. Ahsan Askan, jilid. 2

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),

h. 71, 73, 74, 70, 77

35, 37,

41, 53

dan 57

41, 42,

46 dan 47

80 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 4, h. 91

38 41

81 Muhammad bin Ali bin

Muhammad Asy-Syaukani,

TafsirFathul Qadir, Terj. Amir

Hamzah Fachruddin dan Asep

Saefullah, jilid. 1, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2008), h. 382,

381

39, 51

dan 58

42, 45

dan 47

82 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 13, h.

364, 247

42 dan

61

42 dan 48

83 Departemen Agama RI, Al-

Qur’an dan Tafsirnya (Edisi

Yang Disempurnakan),jilid.1,

(Jakarta: Lentera Abadi, 2010),

h. 127

43, 47

dan 49

43, 44

dan 46

84 Quraish Shihab, Tafsir Al-

Misbah: Pesan, Kesan dan

Keserasian Al-Qur’an, vol. 1,

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.

267, 269

44, 45,

48, 52,

55

43, 44,

45, 46

85 Mumahammad Nashib Ar-

Rifa’I, Kemudahan dari Allah:

Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

Terj., Budi Permadi, jilid.1,

(Jakarta: Gema Insani 2011), h.

119, 857-858

46, 72

dan 78

44, 51

dan 53

86 Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz.1,

(Jakarta: Pustaka Panjimas,

50, 54

dan 56

45, 46

dan 47

Page 104: TAFSIR SURAT IBRÂHÎM AYAT 18, SURAT AL- BAQARAH AYAT …

2001), h. 283-284

87 Jamaluddin Abi Al-Fadhli

Muhammad, Lisânul ‘Arab,

(Beirut Libanon: Dar Al Kotob

Al-Ilmiyah, 2003) vol. 15, h.

170

66 49

88 Departemen Agama RI, Al-

Qur’an dan Tafsirnya (Edisi

Yang Disempurnakan), Jilid. IV,

(Jakarta: Lentera Abadi, 2010),

h. 531

67 dan

71

50 dan 51

89 Muhammad Ahmad Isawi,

Tafsir Ibnu Mas’ud: Studi

Tentang Ibnu Mas’ud dan

Tafsirnya, Terj. Ali Murtadho

Syahudi, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009), h. 604

69 dan

77

50 dan 53

90 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir

Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari,

Terj. Ahsan Askan, jilid. 14,

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),

h. 690, 691, 694

73, 74,

75 dan

76

52 dan 53

91 Abdurrahman An-Nahlawi,

Pendidikan Islam di Rumah

Sekolah dan Masyarakat, Terj.

Shihabuddin, (Jakarta: Gema

Insani Press, 1995), Cet. I, h.

256

79 55

92 Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul

Adzim bin Abdul Qawi Al-

Mundziri, Muktashar Shahih

Muslim (Ringkasan Shahih

Muslim), Terj. Pipih Imran

Nurtsani, Lc dan Fitri Nurhayati,

Lc, (Solo: Insan Kamil, 2012), h.

933-934

80 56

93 Hasani Ahmad Syamsuri, Studi

Ulumul Qur’an, (Jakarta:

Penerbit Zikra Press, 2009), Cet.

I, h. 179, 181

81, 83

dan 84

59 dan 61

94 Manna’ Al-Qaththan, Pengantar

Ilmu Studi Al-Qur’an, Terj.

Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta:

Pustka Al-Kausar, 2005), Cet.I,

h. 358, 359

82 dan

85

59 dan 62