Taf fgd desain riset ii

2
Diskusi Terbatas Desain Riset Keterbukaan Informasi di Penyelenggara Pemilu Jakarta, 7 Februari 2014 Kerangka Acuan Kegiatan Latar belakang UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), mewajibkan lembaga penyelenggara pemilu untuk mengangkat Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), membuat standar pelayanan informasi, mendata informasi apa yang berada dalam kewenangannya, membuat klasifikasi informasi dan melayani permohonan informasi. Artinya, UU KIP ini menjadi panduan bagi badan publik untuk mengimplementasikan keterbukaan secara benar. Di sisi lain, UU ini juga memberikan jaminan hukum kepada warga untuk mendapatkan informasi publik, secara mudah. Dalam konteks pemilu, ada dua ranah informasi publik. Pertama, terkait penyelenggaraan pemilu (Informasi yang dihasilkan dalam setiap tahapan pemilu). Kedua, terkait penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu sebagai badan publik). Pada ranah pertama, Komisi Informasi sedang merumuskan Peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu, yang intinya menghendaki adanya percepatan dalam pelayanan informasi pemilu. Sementara, untuk ranah kedua, tetap menggunakan Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Apa urgensi keterbukaan dalam dua ranah di atas? Alasan mendasarnya adalah informasi merupakan hak publik. Kedua, keterbukaan penting untuk menciptakan proses dan hasil pemilu yang akuntabel. Kita perlu mengambil pembelajaran dari pemilu 2009, dimana Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak profesional. Indikasinya; KPU tidak terbuka pada sejumlah informasi terkait tahapan pemilu seperti hasil pemilu 2009 per TPS, kisruh informasi jumlah TPS, dan informasi daftar pemilih tetap (DPT). Demikian pula halnya, dengan informasi terkait KPU sebagai badan publik, seperti anggaran dan rencana kerja. Potensi masalah yang terjadi pada pemilu 2009 masih tetap tersimpan jika KPU sebagai badan publik tidak terbuka sebagaimana tuntutan Undang-Undang 14 Tahun 2008 tentang

description

ToR Desain Riset Implementasi UU KIP di Lembaga Penyelenggara Pemilu.

Transcript of Taf fgd desain riset ii

Page 1: Taf fgd desain riset ii

Diskusi Terbatas Desain Riset Keterbukaan Informasi di Penyelenggara Pemilu Jakarta, 7 Februari 2014

Kerangka Acuan Kegiatan

Latar belakang

UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), mewajibkan

lembaga penyelenggara pemilu untuk mengangkat Pejabat Pengelola Informasi dan

Dokumentasi (PPID), membuat standar pelayanan informasi, mendata informasi apa yang

berada dalam kewenangannya, membuat klasifikasi informasi dan melayani permohonan

informasi. Artinya, UU KIP ini menjadi panduan bagi badan publik untuk

mengimplementasikan keterbukaan secara benar. Di sisi lain, UU ini juga memberikan

jaminan hukum kepada warga untuk mendapatkan informasi publik, secara mudah.

Dalam konteks pemilu, ada dua ranah informasi publik. Pertama, terkait penyelenggaraan

pemilu (Informasi yang dihasilkan dalam setiap tahapan pemilu). Kedua, terkait

penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu sebagai badan publik). Pada ranah pertama,

Komisi Informasi sedang merumuskan Peraturan Komisi Informasi tentang Standar

Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilu, yang intinya menghendaki

adanya percepatan dalam pelayanan informasi pemilu. Sementara, untuk ranah kedua,

tetap menggunakan Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik

Apa urgensi keterbukaan dalam dua ranah di atas? Alasan mendasarnya adalah informasi

merupakan hak publik. Kedua, keterbukaan penting untuk menciptakan proses dan hasil

pemilu yang akuntabel. Kita perlu mengambil pembelajaran dari pemilu 2009, dimana

Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu

tidak profesional. Indikasinya; KPU tidak terbuka pada sejumlah informasi terkait tahapan

pemilu seperti hasil pemilu 2009 per TPS, kisruh informasi jumlah TPS, dan informasi

daftar pemilih tetap (DPT). Demikian pula halnya, dengan informasi terkait KPU sebagai

badan publik, seperti anggaran dan rencana kerja.

Potensi masalah yang terjadi pada pemilu 2009 masih tetap tersimpan jika KPU sebagai

badan publik tidak terbuka sebagaimana tuntutan Undang-Undang 14 Tahun 2008 tentang

Page 2: Taf fgd desain riset ii

Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Antara lain: informasi mengenai anggaran KPU

Pemilu untuk tahapan Pemilu 2013 KPU menganggarkan sebesar Rp 7,3 triliun. Lalu untuk

tahapan tahun 2014, anggaran yang diajukan sebesar Rp 14 triliun.

Karena itulah, diperlukan riset untuk meneliti sejauhmana KPU mengimplementasikan UU

KIP, baik terhadap informasi tahapan pemilu maupun KPU sebagai badan publik. Ada dua

hal yang akan diteliti yaitu regulasi dan praktik (implementasi). Harapannya, dari hasil

penelitian ini, akan diketahui hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dari KPU.

Hasil yang diharapkan

1. Adanya masukan peserta terhadap metodologi penelitian

2. Adanya masukan peserta terhadap rumusan permasalahan

3. Adanya masukan peserta terhadap capaian riset

Waktu dan Tempat

Waktu : Kamis, 13 Februari 2014 Pukul 12.00-16.00 WIB

Tempat : Hotel Haris Tebet, Jl. Dr. Saharjo Jakarta Selatan

Peserta

1. Perludem

2. JPPR

3. KIPP

4. Media Link

5. Sekretariat Foini

6. ICEL

7. KRHN

8. ICW

9. TI Indonesia

10. Mova Al-Afgani

Fasilitator

Ahmad Hanafi, Wakil Direktur IPC

Penutup

Demikian Kerangka acuan kegiatan ini dibuat. Semoga bisa menjadi acuan awal kegiatan.

Jakarta 7 Februari 2014.