Tabloid SUARA USU Edisi 91

24
TAMAN BUDAYA SUMATERA UTARA RUMAH SENIMAN YANG TERLUPAKAN LAPORAN KHUSUS PODJOK SUMATERA UTARA Rp 3000 ISSN 1410-7384 SUARAUSU.CO EDISI 91 XVIII/MARET 2013 LEMBARAN DILEMATIS PSMS MEDAN

description

tabloid suara usu edisi 91

Transcript of Tabloid SUARA USU Edisi 91

Page 1: Tabloid SUARA USU Edisi 91

TAMAN BUDAYA SUMATERA UTARARUMAH SENIMAN YANG TERLUPAKAN

LAPORAN KHUSUS PODJOK SUMATERA UTARA Rp 3000ISSN 1410-7384SUARAUSU.CO

EDISI 91

XVIII/MARET 2013

LEMBARAN DILEMATIS PSMS MEDAN

Page 2: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 20132 suara kita

suara pembacasuara sumbang

vvlepas

Redaksi

Agustus 2012 menjadi awal pelak-sanaan dari kebijakan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen dikti) tentang jurnal ilmiah yang diwajibkan bagi tamatan pergu-

ruan tinggi baik negeri maupun swasta. Pun demikian di USU, yang penerapannya

tahun lalu terpusat di rektorat. Namun tahun ini, rektorat memberikan wewenang utuh ke-pada tiap fakultas untuk membuat kebijakan pengelolaan jurnal ilmiah mahasiswanya. Alih-alih memberikan kemudahan pada ma-hasiswa, ternyata kebijakan ini malah menuai kebingungan di ranah pengelolanya. Misal, banyak fakultas yang belum memahami jika seharusnya anggaran untuk jurnal ilmiah ini dimasukkan pada Rancangan Kerja Awal Ta-hun (RKAT).

Tengok saja di Fakultas Keperawatan (FKep). Ada sekitar 50 jurnal ilmiah maha-siswa yang seharusnya sudah diterbitkan se-bagai syarat mendapatkan ijazah lulus sarja-na. Alasan tim pengelola yang terdiri dari tiga editor dan seorang operator ini adalah, tidak adanya dana upah dan fasilitas. Sama halnya di Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Dana pengelo-laan jurnal ilmiah seakan menjadi kerikil tajam program ini. Pasalnya RKAT yang dicairkan dari rektorat tahun ini hanya setengah dari Rp 7 miliar yang mereka anggarkan. Sontak FIB pun akan menjerit jika benar tak ada dana khusus yang diberikan lagi untuk pengelolaan jurnal ilmiah mahasiswa mereka.

Selain permasalahan dana dan fasili-tas, baik tim pengelola maupun mahasiswa banyak yang tidak memahami jelas aturan pembuatan jurnal ilmiah. Maka akibat buruk dari sistem otonom jurnal ilmiah ini adalah perbedaan kebijakan yang diberikan fakultas pada mahasiswanya. Ada yang membuat jur-nal ilmiah ini sebagai syarat sidang meja hijau, ada yang memilihnya sebagai syarat wisuda, ada pula yang hanya menjadikannya sebagai syarat pengambilan ijazah.

Jadi alangkah lebih baiknya sebelum we-wenang penuh diberikan pada tiap fakultas, rektorat juga membuat kebijakan terpusat tentang jurnal ilmiah ini. Lebih penting, rek-torat seharusnya memperjelas bagaimana dana dan fasilitas yang akan dipenuhi baik un-tuk fakultas maupun tim pengelola yang ada di tiapnya.

Panjang perjalanan terpublikasinya jurnal ilmiah ini hendaknya juga menjadi evaluasi. Ada dosen pembimbing seharusnya bisa rang-kap sebagai editor atau penanggung jawab ju-rnal. Tak perlu panitia khusus lagi dan angga-ran untuk tiap-tiap panitia tersebut. Ada akun pribadi mahasiswa yang dinaungi web USU. Dengan demikian mahasiswa dapat meman-faatkannya untuk mempublikasikan sendiri jurnal mereka.

Tak perlu menunggu hingga terpenuhinya kuota yang dibuat per fakultas hanya untuk menaikan jurnal tersebut sekaligus. Seba-iknya, ia bisa langsung dibaca khalayak yang waktunya tak terpaut jauh dengan waktu sele-sainya pembuatan jurnal tersebut.

Intinya, baik rektorat maupun dekanat hendaknya bergegas menetapkan koridor yang jelas tentang sistem jurnal ilmiah ini, agar memudahkan mahasiswa dalam menye-lesaikan masa studinya. Mumpung masih awal tahun.

Salam Jurnalistik!

Setelah absen beberapa bulan, tabloid SUARA USU hadir kembali. Hadirnya tabloid edisi perdana tahun ini dihi-

asi dengan berbagai pembaruan pada tabloid. Perwajahan dan tampilan tabloid kami upayakan lebih segar dan soft. Semoga dengan pembaruan yang kami tampilkan bisa membuat pem-baca semakin nyaman untuk membaca semua informasi yang kami sajikan.

Pada edisi 91 ini, kami menilik sistem keamanan di kampus pada rubrik Laporan Utama. Meski-pun berbagai cara keamanan telah diterapkan pihak keamanan kampus, mulai dengan menerap-kan sistem patroli, penempatan satuan pengamanan (satpam) di berbagai tempat di USU, ternyata belum mampu menjaga keaman-an kampus. Berbagai tindak pen-curian sering terjadi, bebasnya akses masyarakat luar untuk ke-

luar masuk kampus membuat ke- tertiban kampus serasa tak terjaga. Berbagai permasalahan serta solu-si keamanan dan ketertiban kami sajikan pada rubrik ini.

Untuk rubrik Laporan Khusus, simak cerita mengenai dualisme PSMS Medan. Dualisme yang men-dera klub kebanggaan masyara-kat Kota Medan ini berdampak pada kehidupan pemain. Ada isu penunggakan gaji hingga delapan bulan pada pemain dan pelatih, sedangkan kebutuhan sehari-hari harus mereka penuhi. Apa saja sebenarnya dampak yang terjadi dari dualisme ini? Silahkan tengok halaman 14 dan 15.

Sudah setahun lebih program USU ASRI berjalan, apa saja yang telah dicapai dan bagaimana re-alisasi nyatanya? Teranyar, peng-adaan bus kampus salah satu program USU ASRI yang mulai terasa manfaatnya bagi maha-siswa, patut ditunggu gebrakan selanjutnya untuk bus kampus ini. Ada juga pembahasan me-ngenai sistem Uang Kuliah Tung-

Perbaikan Parkiran Baru FIBSaya kecewa dengan perbaikan parkiran ma-hasiswa Fakutas Ilmu Budaya (FIB) yang baru. Parkiran yang dulu kan masih layak, kenapa biaya perbaikan parkiran itu tidak dialihkan ke perbaikan pagar FIB, pagar kami itu masih pagar kawat duri, miris sekali .Noni Hotni Ida HutagalungFakultas Ilmu Budaya 2012

Ketiadaan Kantin FKMKetiadaan kantin di kampus saya itu cukup me-resahkan dan mengecewakan. Apalagi kalau isti-rahatnya singkat, bingung mau makan ke mana. Kalau jauh takut telat masuk, jadinya tidak efisien. Biar bagaimanapun kantin itu penting.Maria LilianaFakultas Kesehatan Masyarakat 2012

Harga naik hingga 300%, Indonesia impor bawang.Bah, katanya negara agraris, kok impor-impor pulak?

Anas terbukti korupsi hambalangJadi kapan ke Monasnya om?

Jurnal IlmiahSyarat “Lelah” Tamat dari USU

gal (UKT), di mana kita akan membayar uang kuliah sekali setahun, besarannya pun akan selalu berubah-ubah tergantung kebutuhan universitas yang diba-gi dengan jumlah mahasiswa. Penerapan UKT ini masih menuai pro kontra sebab sosialisasi dan sistemnya masih belum jelas. Semua informasi tersebut kami rangkum di rubrik Ragam.

Ada juga cerita keberadaan minak pengalun yang bisa menyembuhkan berbagai luka, nyeri dan pegal. Konon, minyak khas yang dimiliki suku Batak Karo ini tak boleh dilangkahi se-bab jika dilangkahi akan meng-hilangkan khasiatnya. Baca info selengkapnya di rubrik Potret Budaya. Halaman terakhir, kami hadirkan kisah hidup Rektor USU Prof Syahril Pasaribu sebagai Profil.

Sekian pengantar dari redaksi SUARA USU. Semoga berbagai sa-jian kami bermanfaat dan mem-bawa perubahan bagi kita semua. Selamat membaca! (Redaksi)

AULIA ADAM | SUARA USU

suara redaksi

Suasana rapat harian di sekretariat SUARA USU Rabu (27/2). Rapat perdana yang diikuti oleh anggota magang SUARA USU.RAPAT HARIAN

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

Page 3: Tabloid SUARA USU Edisi 91

kata kita

suara kita 2laporan utama 4opini 8dialog 9ragam 10

galeri foto 12podjok sumut 13laporan khusus 14mozaik 16potret budaya 18

riset 19resensi 20iklan 21peristiwa 23profil 24

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 3suara kita­

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU

Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara

Penasehat: Pembantu Rektor III Universitas Sumatera Utara

Pemimpin Umum: Debora Blandina Sinambela

Sekretaris Umum: Sri Handayani Tampubolon

Bendahara Umum: Pebri Hardiansyah Pohan

Pemimpin Redaksi: Ipak Ayu H Nurcaya

Sekretaris Redaksi: Audira Ainindya

Redaktur Pelaksana: Hadissa Primanda

Koordinator Online: Aulia Adam Redaktur:

Apriani Novitasari, Cristine Falentina Simamora, Mezbah Simanjuntak

Redaktur Foto: Rida Helfrida Pasaribu, Sofiari Ananda

Redaktur Artistik: Gio Ovanny Pratama

Reporter: Elfianti Zega, Erista Marito O Siregar, Lazuardi Pratama, Rati

Handayani, Ridho Nopriansyah, Riska Aulia Sibuea, Sri Wahyuni Fatmawati PFotografer:

Andika Syahputra, Wenty TambunanDesainer Grafis:

Icha Decory, Audira Ainindya, Yanti Nuraya S Ilustrator:

Yanti Nuraya S, Wenty TambunanPemimpin Perusahaan:

Baina Dwi Bestari Manajer Iklan dan Promosi:

Maya Anggraini SManajer Produksi dan Sirkulasi:

Ferdiansyah Desainer Grafis Perusahaan:

Siti Alifa Sukmaradhia Staf Perusahaan:

Amalia Wiliani, Sonya Citra BrasticaKepala Litbang:

Izzah Dienilah SaragihSekretaris Litbang:

Malinda Sari SembiringKoordinator Riset:

Fachruni Adlia Koordinator Kepustakaan:

Renti Rosmalis Koordinator Pengembangan SDM:

Guster CP Sihombing Staf Litbang:

Hendro H Siboro, Fredick Broven Ekayanta Ginting, Yogi Pranata Ginting

Staf Ahli: Yulhasni, Agus Supratman, Tikwan Raya Siregar, Rosul Fauzi

Sihotang, Yayuk Masitoh, Febry Ichwan Butsi, Rafika Aulia Hasibuan, Vinsensius Sitepu, Eka Dalanta Rehulina, Muliati

Tambuse, Risnawati Sinulingga, Liston Aqurat Damanik, Mona Asriati, Fanny Yulia

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi:

Jl. Universitas No. 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan-Suma-tera Utara 20155

E-mail: [email protected]

Situs: suarausu.coPercetakan:

PT Medan Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan:

Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom,

Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Peristiwa (BW) Rp 800/mm kolom,

Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp 1500/mm kolom

Informasi Pemasangan Iklan dan Berlangganan, Hubungi: 085373932285, 085270772526

Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan

harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan

apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email [email protected]

DESAIN SAMPUL: GIO OVANNY PRATAMA

konten

Pro Kontra Ragam Kuota Penerimaan Mahasiswa PTN

Tahun 2013 ini terdapat ragam kom-posisi kuota mahasiswa yang akan diterima Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sesuai jalur masuknya ma-sing-masing. Untuk Seleksi Nasi-

onal Masuk Perguruan tinggi Negeri (SNMPTN) yang merupakan rekomendasi sekolah asal, mendapat jatah 50 persen. Sementara 30 per-sen untuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan 20 persen un-tuk ujian mandiri PTN itu sendiri. Bagaimana tanggapan mahasiswa mengenai keberagaman tersebut? (Sri Handayani Tampubolon)

Kita harus berbaik sangka dengan ketetapan lebih banyak jumlah SNMPTN undang-an. Namun, melihat kondisi setiap tahun jumlah murid yang ingin masuk PTN me-ningkat, tentunya akan kecil peluangnya. Peluang melalui jalur masuk mandiri tetap ada, satu sisi bagus karena dananya bisa digunakan untuk pembangunan. Tetapi sa-yangnya tidak semua ekonomi orang tua murid sanggup untuk membiayainya.

Ketetapan ini cukup baik. Jalur SNMPTN undangan lebih banyak dibandingkan jalur tertulis. Sekolah lebih berperan untuk mengawasi segala aktivitas para muridnya. Dengan demikian para murid akan meningkatkan cara belajar mereka untuk bisa mendapat nilai bagus di sekolah, karena akan mempengaruhi PTN yang mereka inginkan.

Melalui SNMPTN Undangan yang lebih banyak maka siswa akan termotivasi lebih un-tuk belajar untuk memperbaiki nilai agar bisa masuk ke PTN yang mereka inginkan. Namun, harus meningkatan pengawasan dan transparansi untuk menghindari ke-curangan di sekolah.

Lebih bagus tahun-tahun sebelumnya. Banyaknya peluang jalur tertulis akan memperli-hatkan keseriusan calon mahasiswa. Selain itu, adapun jalur undangan tapi tidak semua informasinya merata bahkan ada sekolah yang tidak mendapatkan undangan. Sekolah juga akan bertambah tugasnya untuk mendaftarkan para muridnya lewat online, apa-lagi tidak semua sekolah peduli akan hal ini dan otomatis merugikan para muridnya.

Menurut saya lebih banyak peluang dari SNMPTN melalui jalur undangan lebih meng-untungkan, karena akan memberikan kesempatan siswa-siswa dari daerah. Walau-pun tahun sebelumnya sudah ada jalur undangan, tidak semua siswa kelas tiga yang mendapat kesempatan mendaftar. SNMPTN memberi banyak kesempatan bagi siswa yang berprestasi di sekolah dan tidak ada biaya pendaftaran.

AULIA ADAM | SUARA USU

Ina Rahmi DiwasyaFakultas Ekonomi 2012

Ali NopiahFakultas Ilmu Budaya 2008

Wendra KurniansyahFakultas Farmasi 2010

Cindy Natasya CastellaFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2010

Gany SuadmajayaFakultas Hukum 2010

Page 4: Tabloid SUARA USU Edisi 91

Realitas ‘Gembok’ USUSUARA USU, EDISI 91, MARET 2013

4 laporan utama

Potret Wajah Keamanan USUKoordinator Liputan : Cristine Falentina SimamoraReporter : Debora Blandina Sinambela, Fredick Broven Ekayanta Ginting, Rati Handayani dan Cristine Falentina Simamora

Kendaraan keluar masuk Pintu 1 USU pada malam hari, Kamis (14/3). Tidak ada aturan pemeriksaan identitas pada pintu-pintu masuk USU. PINTU MASUK

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Suasana taman antara Fakultas Hukum dan lapangan bola sebelah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kamis (14/3). Seringkali pada sore hari dijadikan untuk tempat berpa-caran.

TAMAN CINTA

Cristine Falentina Sima-mora

Minggu sore (3/3), lalu g e ro m b o l a n sepeda motor melintas dari

Jalan Alumni menuju Jalan Universitas. Bunyi knalpot sepeda motor gerombolan itu gaduh menarik perhatian. Tiap sepeda motor menampung dua orang penumpang. Be-berapa orang yang dibonceng menggenggam pentungan. Mereka berkendara menuju arah Pendopo.

Edi Margono, komandan regu A satuan pengamanan (satpam) USU sedang bertu-gas saat itu. Edi mendapat in-formasi dari satpam di Pintu 1 kalau ada sekawanan sepeda motor sedang masuk ke area kampus. Ia langsung menuju pendopo dan memantau ke-beradaan mereka. Bersama petugas lainnya, ia menyuruh gerombolan itu untuk bubar. Segera, kumpulan itu pergi meninggalkan pendopo. Tidak langsung keluar, mereka terus hilir mudik mengitari kampus USU.

Edi mengaku tidak me-

ngetahui apakah sekawanan tersebut bagian dari geng mo-tor atau bukan. Ia menjelaskan selama mereka tidak meng-ganggu atau merusak di area kampus, ia hanya mengarah-kan mereka untuk meninggal-kan kampus. “Kalau mereka buat gaduh, baru kami akan bertindak,” ujarnya.

Muktar, Kepala Bagian Ke-amanan dan Ketertiban USU menuturkan geng motor me-mang kerap kali berkeliaran di wilayah kampus pada malam hari. Mereka beramai-ramai kumpul dan mengganggu orang-orang yang berada di kampus. Hal ini, menimbulkan keresahan bagi warga. “Dua orang dulu masuk ke dalam kampus. Setelah di dalam, me-reka hubungi teman-temannya kalau aman,” jelas Muktar.

Edi menambahkan me-reka masuk dari banyak pintu di USU. Ada yang dari Sum-ber, Kampung Susuk, Pintu 1 dan lainnya. “Bagaimana lagi, pintu masuk kita banyak dan tidak semuanya dalam peng-lihatan kita. Kalau kami dapat informasi dari petugas di pos lain baru lah kami lihat ke la-pangan,” jelas Edi.

Hal ini juga diamini Pem-bantu Rektor III (PR) Raja Bongsu Hutagalung. Bongsu mengatakan tidak ada yang dapat diubah dari banyaknya pintu di USU.

Bongsu mengakui kurang ketatnya penjagaan di tiap pintu masuk. Ini disebabkan jumlah satpam di USU yang patroli masih kurang. Jumlah

mereka akan terus berkurang apalagi jika pihak fakultas juga meminta disediakan petugas keamanan di fakultas. Belum lagi gedung-gedung lain yang butuh penjagaan, seperti Per-pustakaan dan Rumah Sakit Pendidikan USU.

Muktar menjelaskan, saat ini USU memiliki 108 satpam dan 12 pos penjagaan. Tiap pos dijaga oleh dua sampai tiga satpam. Mereka juga ter-bagi ke dalam tiga regu. Tiap regu terdiri dari 26 satpam. Regu-regu ini secara bergan-tian bertugas menjaga pos dan berpatroli.

Akibat dari banyaknya pintu di USU juga memiliki dampak pada pedagang kaki lima (PKL) yang dengan mu-dah menjajakan dagangan-nya di area kampus. Wahidin, Kepala Subbagian Ketertiban mengatakan, pihak universi-tas sudah menegaskan kebi-jakan untuk melarang para PKL berjualan sembarangan di lingkungan kampus kecuali kantin yang sudah diizinkan.

Untuk mengatasi hal terse-but pihak keamanan dan ke- tertiban USU menerapkan pa-troli satpam di satu waktu ke wilayah yang kerap ditempati PKL untuk berjualan. “Satpam kerap kucing-kucingan dengan mereka. Tidak bisa selalu di-pantau karena kapasitas ang-gota terbatas,” jelasnya.

Dani, salah satu PKL yang berjualan di wilayah USU. Dia mengatakan USU adalah tempat berjualan yang cukup menguntungkan baginya. Ia

hanya bisa berharap agar per-aturan mengizinkan mereka berjualan di wilayah kampus. “Janganlah kami diusir. Kami cari makan dan juga tidak membuang sampah kami sem-barangan,” kata Dani.

Lebih lanjut Muktar me- ngatakan, masalah ketertiban ini memang sulit untuk diatasi. Pasalnya para PKL hanya akan pergi jika petugas keamanan berpatroli dan meminta me-reka untuk pergi. Tetapi setelah itu, para PKL datang lagi dan kembali berjualan. Mahasiswa juga kerap meminta PKL agar tetap dibiarkan berjualan di sekitar kampus, karena harga dagangan mereka yang lebih murah dibandingkan kantin kampusnya.

Tak hanya PKL, pengamen, pengemis dan pemulung juga sering datang ke lingkungan kampus. “Selagi tidak mem-buat keonaran tidak apa-apa. Tapi tetap kita awasi, sean-dainya mulai meresahkan baru kemudian ditindak,” tam-bah Wahidin.

Ia mengatakan apabila tertangkap membuat keresa-han di kampus, pihaknya akan segera menasihati mereka. Be-gitu juga dengan keberadaan becak di USU. Menurutnya, saat ini tidak terlalu berma-salah terhadap ketertiban di kampus.

Pencurian kendaraan ju-ga menjadi hal lumrah yang sering terjadi di kampus. Ter-catat sejak tahun 2011 terjadi

USU punya pintu masuk yang terbuka bagi siapa saja, kapan saja. Tak heran, ia jadi sasaran empuk pencurian dan lahan cari makan. Longgarnya

sistem keamanan bisa jadi penyebabnya.

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Page 5: Tabloid SUARA USU Edisi 91

kasus kehilangan kendaraan di FF. Maka ia tetap mengin-struksikan mahasiswanya untuk mematuhi sistem yang telah dibuat, sebagai bentuk pencegahan hal-hal yang tidak diinginkan.

Kalaupun terjadi kehilan-gan di dalam sistem yang di-lakukan, maka mahasiswa boleh melakukan audiensi ataupun pengaduan ke PD III. “Itulah bentuk tanggung jawab kami. Tapi kalau yang keilangan di luar sistem yang kami terapkan, maka fakultas tidak memiliki kewajiban un-tuk bertanggung jawab. Mis-alnya, parkir bukan di tempat parkir, “ paparnya.

Fakultas Kesehatan Ma-syarakat (FKM) juga belum pernah menerima laporan kehilangan dan parkirannya tergolong aman. Maman, pen-jaga parkir FKM mengatakan mahasiswa harus menunjuk-kan kartu tanda mahasiswa (KTM) dan surat tanda naik kendaraan (STNK). Sementara parkiran bagi tamu dan pega-wai disediakan sendiri.

Jika ia meninggalkan parki-ran, dia akan menutup dan menggembok satu-satunya pintu masuk dan keluar parki-ran. “Di sekeliling ini tembok udah ditinggikan, di sana juga parit, jadi tidak ada akses ke-

Realitas ‘Gembok’ USUSUARA USU, EDISI 91, MARET 2013

5laporan utama

Orang-orang yang santai jus-tru yang sering kehilangan

Muktar

JAJAKAN SUARA

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Salah satu satuan pengamanan (satpam) yang bertugas di Pintu 1 USU mengisi absensi ang-gota satpam yang bertugas di pos-pos pen-jagaan, Kamis (14/3). Kegiatan ini dilakukan setiap dua jam sekali perhari.

PATROLI USU

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

13 kasus yang dilaporkan dan terdata di keamanan USU. Ke-mudian data tersebut melon-jak lebih dari 400 persen pada tahun 2012 dengan 57 kasus. Dan per 26 Februari 2013 telah terjadi 8 kasus pencurian motor di USU.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik misalnya. Jumat (22/2) lalu Datuk Tajussubki meletakkan sepeda motornya di depan lobi FISIP pukul 14.00 WIB. Saat itu parkiran ramai dan ia sedang terburu-buru. Ia juga tidak sempat menggem-bok kendaraan. Saat kembali waktu magrib ia tidak lagi menemukan kendaraannya.

Petugas keamanan FISIP mengatakan daya tampung parkir di FISIP memang be-lum mampu memuat semua kendaraan mahasiswa FISIP. Daya tampungnya yang cuma lima ratus unit, tak sebanding dengan jumlah mahasiswa yang ribuan. Inilah penyebab mahasiswa banyak parkir di luar parkiran. Selain itu juga bermasalah dengan kesada-ran mahasiswa masih kurang untuk tertib. “Bahkan rata-rata ada 15 kunci motor yang ter-tinggal oleh mahasiswa dalam sehari,” ujarnya.

Di Fakultas Psikologi (FPsi) kehilangan juga pernah ter-jadi. Tak hanya sepeda motor, mobil pun pernah lenyap dari parkirannya, sekitar tahun 2011 lalu. Waktu itu petugas sedang ibadah salat Jumat. Pemilik mobil memarkirkan kendaraannya di pelataran parkir. Tak lama berselang se-seorang masuk dan membawa pergi mobil tersebut. Mujiono, petugas keamanan di FPsi mengatakan tidak ada bunyi alarm saat itu, sehingga tidak ada yang mencurigai aksi si pencuri tersebut.

Dijelaskan Syamsul Tarigan, Pembantu Dekan II Fakultas

Ilmu Budaya (FIB) kebijakan keamanan terutama perparki-ran adalah hak otonom fakultas, tanpa adanya campur tangan rektorat. “Namun pihak univer-sitas tetap membantu, seperti penyediaan komando satpam dari rektorat,” ujarnya.

Di FIB sendiri tak ada sistem parkir khusus. Siapa saja diperbolehkan parkir, masuk dan keluar. Rudi, pen-jaga parkir di FIB mengatakan para pengendaranya diharus-kan menggunakan gembok. Namun tidak ada sanksi jika sepeda motor tidak digembok. Bahkan, penjaga parkir di FIB juga tidak mengawasi mobil.

Tapi FIB punya penjaga malam bertugas keliling serta menjaga di pos. Meskipun punya satu satpam yang dise-diakan rektorat, Rudi menilai belum maksimal. “Biasanya dia datang ke sini jam 10 pagi, dan jam-jam zuhur gini sudah enggak ada lagi,” pungkasnya.

Pengamanan di FISIP juga sama longgarnya FIB. Mahasiswa yang mau parkir bisa langsung masuk dan bila hendak keluar bisa langsung keluar. Di FISIP juga tidak ada kewajiban menggunakan gembok. Satpam FISIP bilang mengatakan hanya 5 persen mahasiswa yang mengguna- kan gembok.

Sementara Fakultas Farmasi (FF) membuat sistem yang sederhana untuk per-parkirannya. Selain tempat parkir dikelilingi pagar yang terbuat dari tali tambang, ada peraturan bagi sepeda motor untuk menunjukkan STNK setiap masuk dan keluar parkiran sepeda motor. Un-tuk mobil juga berlaku. Selain itu, pemasangan kunci ganda juga menjadi salah satu aturan yang diberlakukan.

Alhasil, dikatakan PD II FF Suryanto, tak pernah terjadi

luar,” terangnya.

Butuh Sinergi dan Ketegasan

Sore itu, empat orang Sat-pam berjaga di posko Satpam gerbang depan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Satu orang sat-pam duduk mencatat kenda-raan yang masuk dan seorang lagi memeriksa STNK peng-endara sepeda motor yang hendak keluar UMSU. Semen-tara dua satpam lain memer-hatikan parkiran.

UMSU memiliki lima pintu masuk. Setiap pintu masuk ditempatkan pos-pos pengamanan. Syahrudianto, petugas keamanan di UMSU mengatakan sistem seperti ini sudah berlangsung tujuh ta-hun. Setiap pengendara boleh masuk UMSU namun, sewaktu keluar mereka harus menun-jukkan STNK atau identitas pengendara seperti kartu tan-da penduduk (KTP) dan KTM. Ini berlaku untuk setiap pos pengamanan.

Selain itu, setiap pos juga dilengkapi dengan CCTV. Menurut Syahrudianto sistem seperti ini sangat efektif kare-na terbukti setelah sistem ini tak pernah kehilangan motor. “Yang hilang paling helm aja, itupun jarang,” ujarnya.

Perparkiran di UMSU juga dilakukan terpusat. Se-tiap kendaraan yang masuk dikumpul di halaman de-pan. Mahasiswa juga tidak diperbolehkan parkir sem-barangan. Dengan sistem ini, petugas pun semakin mudah mengawasi setiap kendaraan yang keluar ataupun masuk kawasan UMSU.

Pengamanan ini dilakukan selama 24 jam dengan tiga regu dengan total satpam yang ada sekitar 45 orang. Pada malam hari, kelima pintu ger-bang digembok oleh petugas. Kegiatan mahasiswa juga di-batasi hingga jam 11 malam. “Jadi kalau malam itu benar-benar tak ada kegiatan kecu-

ali pengamanan oleh satpam,” ujarnya.

Sistem pengamanan se-rupa juga dilakukan di Univer-sitas Negeri Medan (Unimed). Setiap pengendara yang ma-suk dan keluar harus menun-jukkan STNK dan kartu iden-titas.

Pintu masuk Unimed dilengkapi dengan portal ke-empat gerbangnya. Dua pintu digunakan untuk keluar dan masuk sepeda motor semen-tara dua pintu lain untuk mo-bil. Surya Bahri, satpam Un-imed bilang, dengan sistem ini lebih mudah menyeleksi kendaraan yang keluar masuk. Setiap portal dijaga oleh petu-gas dari rektorat yang setiap saat memeriksa STNK peng-endara yang akan meninggal-kan kampus.

Ia mengatakan sudah se-tahun mereka menerapkan sistem ini. Sejak diterapkan, kasus kehilangan sepeda mo-tor yang paling sering terjadi mulai berkurang. “Kalau dulu bisa tiap minggu ada hilang, sekarang paling sekali sebulan aja. Sistem seperti ini emang menurunkan tapi tak meng-hilangkan,” ujarnya.

Penjagaan juga dilakukan 24 jam. Untuk malamnya, pi-hak universitas menyediakan satu orang penjaga disetiap gedung. Dan setiap malamnya, kampus akan digembok.

Melihat kondisi ini Muktar menuturkan sesungguhnya ke-amanan itu tercipta dari sinergi dari seluruh civitas akademika kampus itu sendiri. Ia menyebut setiap orang memiliki kewajiban bagi diri mereka sendiri untuk berjaga-jaga. Kehilangan sering terjadi akibat kelalaian. Begitu pun jika ada orang atau oknum yang tampak mencurigakan di seputaran kampus, agar segera dilaporkan kepada satpam atau petugas yang ada di USU.

“Tingkatkan kewaspadaan, jangan lengah, jangan santai-santai saja. Orang-orang yang santai justru yang sering ke-hilangan,” imbuh Muktar.

Dua orang pengamen anak mengamen di kantin Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jumat (15/3). Pengamen anak dan pengemis anak sering-kali datang ketika jam makan siang di kantin.

Page 6: Tabloid SUARA USU Edisi 91

Realitas ‘Gembok’ USUSUARA USU, EDISI 91, MARET 2013

6 laporan utama

Ringkihnya Keamanan USUKoordinator Liputan: Mezbah Simanjuntak

Reporter: Hadissa Primanda, Ridho Nopriansyah, Sri Wahyuni F Pulungan, dan Mezbah Simanjuntak

Mobil patroli USU sedang melintas di Jalan Prof A Sofyan, depan FISIP USU Kamis, (14/3) lalu. Tak hanya memantau keamanan kampus patroli juga bertujuan mengawasi satuan pengamanan (satpam) yang ada di tiap titik.

PATROLI USU

Kondisi keamanan USU dulu dan kini tak jauh beda. Namun

sesungguhnya, perbaikan sistem harus tetap dilakukan.

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Mezbah Simanjuntak

Sekitar tahun 2000-an, Wara Sinuhaji adalah Wakil Ke-pala Keamanan dan Ketertiban USU.

Ia merasa kewalahan men-jaga keamanan di kampus. Pasalnya, saat itu muncul euforia di kalangan masyara-kat bahwa bisa sebebas-be-basnya melakukan apapun di dalam kampus. Kebetulan saat itu masih dekat dengan pascakrisis moneter tahun 1998, sehingga banyak ter-jadi pengangguran.

Alhasil, kampus diserbu pedagang-pedagang dada-kan yang entah darimana datangnya, kemudian mem-buka lapak hampir di selu-ruh penjuru kampus. Banyak tenda-tenda yang didirikan, kegiatan yang dilakukan pun di luar dari kontrol, seperti berjudi dan minum tuak. Bahkan preman-preman be-bas keluar masuk kampus.

Kejadian ini jadi tugas be-

sar untuk Wara. Selama ham-pir delapan tahun ia beru-paya untuk menutup semua lapak itu. Penutupan dilaku-kan dengan cara pendekatan secara personal agar mereka sendiri yang sadar dan mau pindah. Namun, mengingat kebutuhan mahasiswa, dipu-satkanlah kedai-kedai terse-but dalam beberapa titik, seperti Pajak USU dan Wa-rung Netral.

Tak hanya itu, saat itu Wara juga kewalahan meng-hadapi mahasiswa yang aksi. Ia mengatakan, hampir setiap minggu ada saja aksi yang dilakukan mahasiswa, karena saat itu mahasiswa belum sebanyak sekarang. Mayoritas dari mereka ma-sih hidup dalam kelompok-kelompok dan masih punya aroma persaingan, mana di antara mereka yang punya kelompok lebih baik.

Wara menjelaskan, salah satu penyebab gampangnya orang masuk ke dalam kam-pus adalah letaknya yang dekat dengan pemukiman masyarakat, sehingga ada terlalu banyak pintu masuk. Konon, sebelum kampus ini ada, daerah ini adalah akses penghubung dari Kampung

Susuk ke Sumber. Selain itu, setelah dijadikan kampus, daerah ini kini jadi daerah perkosan. Karena itulah ja-lan tembus di Sumber dan Kampung Susuk ada sampai sekarang. “Ini adalah jalan tradisional mereka dari dulu, jadi enggak mungkin ditu-tup,” ujarnya.

Banyaknya orang yang bisa keluar masuk kampus memang memudahkan ja-lan bagi niat jahat mereka. Di Fakultas Psikologi (FPsi) misalnya, telah berupaya menerapkan aturan baru setelah terjadi kehilangan sepeda motor pegawai dan

mobil mahasiswanya 2011 silam. Sejak 2012, diberlaku-kan sistem kartu parkir.

Mujiono penjaga parkir FPsi menjelaskan kini ada tiga petugas parkir FPsi, de-ngan deskripsi tugas yang berbeda. Ada yang bertugas untuk mengatur dan mem-beri kartu parkir kepada pe-makai setiap kendaraan yang masuk ke FPsi, lalu mengatur posisi parkir sepeda motor dan mobil di area parkir dan bertugas menerima kartu parkir kembali di tempat keluar parkir. Pihak fakultas memberi masing-masing seratus kartu parkir untuk seluruh sepeda motor dan mobil.

Sementara itu, Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Syamsul Tarigan me-ngatakan tidak semua kehilang-an yang terjadi di FIB melapor-kan kehilangannya pada pihak fakultas. Syamsul mengatakan, pihak fakultas siap membantu mahasiswa yang memerlukan surat keterangan sebagai saksi untuk membuat laporan ke Kepolisian Resor Kota (pol-resta) Medan.

Ditambahkan Syamsul, kebanyakan mahasiswa yang kehilangan memang eng-

gan melaporkan kehilangan yang mereka alami. “Ke-banyakan berpikir mung-kin tidak ada gunanya, ber-hubung kehilangan tidak ditanggungjawabi fakultas,” jelasnya.

Pembantu Rektor III Raja Bongsu Hutagalung juga berencana menerapkan pe-makaian stiker kepada setiap kendaraan yang masuk kam-pus. “Setiap kendaraan yang masuk kampus tanpa stiker dilarang masuk,” ungkapnya.

Ia bilang, ini akan memu-dahkan satpam dalam me-ngawasi keamanan. Namun, Bongsu belum dapat memas-tikan waktunya, karena ma-sih dalam tahap pembicara-an yang berkaitan dengan anggaran. Pembagian stiker ini nantinya akan diberikan langsung secara otoritas ke-pada fakultas masing-masing dan tidak dipungut biaya.

Wara sesungguhnya setuju dengan adanya sistem uang parkir. Menurutnya, mengeluarkan Rp 500 hing-ga Rp 1000 bagi mahasiswa harusnya tidaklah susah mengingat kemampuan me-reka membeli kendaraan. Ia mengatakan, dengan adanya pembayaran uang parkir ini,

Semua aturan sudah disosialisa-sikan, harusnya mahasiswa bisa lebih menaatinya

Wara Sinuhaji

Page 7: Tabloid SUARA USU Edisi 91

Realitas ‘Gembok’ USUSUARA USU, EDISI 91, MARET 2013

7laporan utama

akan timbul sense of belong-ing atau rasa memiliki dari si penjaga parkir, hingga ia akan merasa lebih tanggung jawab dalam menjaga tiap kendara-an yang ada. “Jadi kalau hilang kaca spionnya aja hilang, bisa dituntut,” katanya.

Waktu Pajus masih ada, Wara menerapkan sistem ini. Dari uang parkir yang di-kutip, 60 persen disimpan untuk jaga-jaga kalau ada

kehilangan kendaraan, dan 40 persen lagi digunakan un-tuk kesejahteraan satpam itu sendiri. Dalam sebulan mer-eka bisa mendapatkan tam-bahan penghasilan sekitar Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu.

Ia juga mengusulkan bah-wa dalam pembayaran Dana Kelengkapan Akademik (DKA), dimasukkan pula pembayaran untuk keamanan parkir, bagi seluruh mahasiswa tak ter-

kecuali mahasiswa yang tak punya kendaraan. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk menata perparkiran agar lebih me-madai. Namun ia menyadari kebijakan ini akan selalu men-uai kontroversi. Selalu muncul stigma negatif di kalangan ma-hasiswa terkait penambahan biaya kuliah. Padahal dijelas-kan Wara, penertiban kampus itu membutuhkan dana yang besar. “Harusnya mahasiswa menyadari itu. Ini semua dari mahasiswa untuk mahasiswa juga,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Keamanan dan Ketertiban Muktar mengatakan tidak ada perubahan pola pengamanan yang berarti untuk saat ini, meskipun maraknya kasus ke-hilangan yang terjadi di USU. Solusi yang telah dilakukan oleh pihak keamanan adalah dengan menggelar patroli ke-liling USU dan menutup Pintu 2 dan Pintu 3 pada malam hari. Sedangkan Pintu 1 dan Pintu 4 salah satu gerbangnya ditutup.

Penutupan pintu-pintu ini dimaksudkan agar lebih memudahkan satpam dalam mengontrol, lebih memfokus-kan orang yang lalu lalang melalui Pintu 1 dan Pintu 4. “Seharusnya petugas ke-amanan kampus harus lebih diefektifkan. Berhubung kasus kehilangan sepeda motor pa-ling sering terjadi di fakultas,” tegasnya.

Lebih lanjut Bongsu mengungkapkan bahwa ha-rus ada penambahan peng-amanan jika pembangunan terus berkembang. Untuk itu Bongsu memulai perubahan dari bekerjasama secara me-nyeluruh. Kerjasama yang dimaksudkan adalah untuk mengajak kerjasama Resimen Mahasiswa (menwa) yang telah dilaksanakan yaitu de-ngan pemberian handy talky, dilanjutkan dengan kerjasama bersama Unit Kegiatan Maha-siswa (UKM) se-USU, fakultas, serta pema untuk saling ber-sinergi dalam meminimalisir ruang gerak pelaku kejahatan.

“Ini dimaksudkan agar dapat memperkecil pencurian, kare-na tidak mungkin melakukan penutupan pintu-pintu yang ada di USU,” jelasnya.

Tak hanya pemberian handy talky, awal 2012 lalu melalui program USU ASRI pihak rektorat sudah me-nambah beberapa fasilitas untuk keamanan kampus. Fasilitas itu berupa pos uta-ma, CCTV, serta penambahan satu unit mobil dan motor untuk memudahkan patrol.

Bus kampus pun sudah mulai dioperasikan Bongsu bilang ini adalah salah satu upaya untuk ketertiban kam-pus, di mana mahasiswa tidak lagi menggunakan becak.

Wara mengatakan, yang tak kalah penting untuk peng-amanan kampus ini adalah pengoptimalan satuan peng-amanan. Ia menyayangkan kinerja satpam yang sering di-lecehkan dan tidak dianggap, padahal adanya satpam yang patroli dan berjaga-jaga akan menekan dan mengeliminasi niat-niat orang lain untuk melakukan tindakan kejahat-an, dan mempersempit ruang gerak tindakan kriminal itu sendiri.

Hal ini dipahami Bongsu. Ia pun telah melakukan peng-gantian Komandan Regu (Danru) beberapa waktu yang lalu. Bagi satpam yang memi-liki kinerja bagus seperti bisa menangkap pelaku pencu-rian, akan diberikan insentif serta sertifikat dan piagam. “Diharapkan satpam yang lain dapat termotivasi dan sema-kin meningkatkan kinerjanya menjaga keamanan kampus,” paparnya.

Kata Muktar, satpam yang ada di USU ada yang direkrut universitas namun ada juga yang direkrut sendiri oleh fakultas. Berhubung fakultas memang punya otonomi untuk ini. Namun, untuk satpam yang direkrut pihak fakultas tidak memiliki koordinasi dengan satpam universitas. Satpam universitas berkoordinasi den-gan PR III, sementara satpam

fakultas bertanggung jawab pada pihak dekanat. Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-tahuan Alam (FMIPA) dan Per-pustakaan adalah contoh yang merekrut sendiri satpamnya.

Sebenarnya sistem ke-amanan yang diterapkan Universitas Negeri Medan (Unimed) dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) pernah dite-rapkan semasa Wara menja-bat sebagai Kepala Keamanan dan Ketertiban. Untuk peng-amanan dari orang-orang luar yang masuk ke dalam kampus, ia menerapkan penggunaan kartu untuk tiap kendaraan yang masuk ke dalam kampus. Dibangunlah pos penjaganya di Jalan Universitas dan Jalan Tri Dharma. Aturannya, setiap yang masuk akan diberikan kartu, yang akan ditunjukkan saat keluar kampus. Namun upaya ini hanya bertahan sela-ma 6 bulan. Hal ini disebabkan karena dirasa menyulitkan bagi civitas akademika yang bermukim di dalam kampus.

Bongsu pun bilang, sistem ini memang sulit untuk dite-rapkan di USU. Pihak universi-tas tidak bisa membatasi orang yang keluar masuk kampus, karena banyaknya rumah yang berada di kawasan kampus. Peraturan ini dirasa kaku, ter-lebih jumlah mahasiswa yang banyak. “Kalau kita buat se-perti itu yang ada mahasiswa jadi terlambat karena harus mengantre, semua harus dipi-kirkan,” jelas Bongsu.

Ia menegaskan, masalah perpakiran seharusnya ditata dan dikelola sendiri oleh ma-hasiswa. Penjaga parkir hanya bertugas menjaga kendaraan secara keseluruhan, maka ma-hasiswa itu sendiri yang harus-nya lebih peduli pada keaman-an kendaraannya. “Semua aturan sudah disosialisasikan, harusnya mahasiswa bisa lebih menaatinya,” ujarnya. Jangan memarkir kendaraan sembarangan, menggunakan gembok, ataupun aturan lain yang telah dibuat oleh kam-pus.

Daftar kehadiran satuan pengamanan (satpam) USU, Kamis (14/3). Secara keseluruhan, USU memiliki 25 anggota satpam yang ditempatkan di tiap pintu masuk USU, rumah rektor dan bebera-pa fakultas.

ABSENSI

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Polling LaputJAJAK pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 493 ma-hasiswa USU. Sampel diam-bil secara accidental dengan mempertimbangkan propor-sionalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 96% dan sampling error 4% jajak pendapat ini tidak di-maksudkan untuk mewakili seluruh pendapat mahasiswa USU. (Litbang)

1. Bagaimanakah pendapat Anda tentang sistem ke-amanan yang sudah di USU? a. Puas b. Cukup Puas c. Tidak Puas

2. Keamanan di USU berkaitan dengan mudahnya akses bagi setiap orang un-tuk keluar masuk kampus. Setuju atau tidak setujukah Anda dengan pernyata-an tersebut? a. Setuju b. Tidak Setuju c. Tidak Tahu

3. Fasilitas apa yang Anda rasa perlu untuk mening-katkan keamanan di USU? a. Membatasi masyarakat yang keluar masuk b. Memeriksa KTP/STNK setiap orang yang keluar masuk USU c. Menambah petugas keamanan d. Lainnya (meningkatkan kualitas petugas keamanan, memasang CCTV, memperbaiki tem pat parkir, melarang PKL masuk kampus)

Page 8: Tabloid SUARA USU Edisi 91

Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksi-mal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.

[email protected]

Jalan Universitas No. 32 B, Kampus USU,Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara

Pers Mahasiswa SUARA USU

083197363818

@SUARAUSU

SURAT DAN PENDAPAT

SUARA USU, EDISI 91, MARET 20138 opini

Pesona Sastra dalam Kehidupan ManusiaMuhammad RezaFakultas Ilmu Budaya 2011

Pesona adalah suatu ben-tuk keindahan yang men-citrakan energi suatu hal, bentuk, masa, era dan seb-againya. Untuk menimbul-

kan rasa berupa cinta, kasih, sayang dan kedamaian. Pesona sangatlah penting dalam suatu kehidupan yang ada di dunia ini, termasuk dalam dunia sastra.

Dalam pesona tentu hidup jiwa-jiwa antusias yang menjadikan pe-sona kian indah. Antusiasme yang ada harus dipupuk sedini dan semak-simal mungkin agar jiwa-jiwa sastra kian merebak mengharumkan. Per-soalannya, pesona apa saja yang di-timbulkan oleh sastra sehingga ber-manfaat dalam kehidupan?

Sastra, selalu menarik untuk di-perbincangkan dan tidak akan ada habisnya. Ini dibuktikan dengan ban-yaknya kisah dari pujangga–pujang-ga sastra yang dihormati baik oleh rakyat maupun penguasa. Perkem-bangannya bersifat dinamis karena coraknya sesuai dengan situasi dan kondisi zaman yang ada pada ma-sanya.

Disadari atau tidak, sastra ter-masuk salah satu penyebab yang memengaruhi corak kehidupan ma-nusia, baik dari pola pikir maupun perbuatan yang dihasilkan manusia. Sastra juga bersifat fair artinya peng-gunaannya bergantung siapa yang menggunakannya, apakah digunakan untuk kebaikan atau keburukan, itu bergantung kepada sastrawan.

Sastra terbentuk dari Bahasa San-sekerta; Susastra. Su artinya indah, baik. Sas artinya aturan, nasihat atau agama. Tra artinya alat. Jadi sastra berarti alat untuk menyampaikan aturan, ajaran, nasihat atau agama dengan menggunakan bahasa yang indah dan baik. Keindahan hasil karya sastra ditentukan oleh isi yang

terkandung dalam karangan atau ba-hasa yang dipergunakan oleh sang penyair (dalam puisi) atau sang pe-nulis (dalam prosa dan drama).

Pengertian lainnya sebagai beri-kut, “Sastra lahir oleh dorongan ma-nusia untuk mengungkapkan diri, tentang masalah manusia, kemanu-siaan, dan semesta.” (Semi, 1993:1)

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami sastra berusaha mengajak siapa saja untuk membangkitkan pe-sona dengan alat bahasa baik lisan maupun tulisan yang indah. Bebe-rapa pesona yang ditimbulkan dari karya sastra yaitu dapat membawa pembaca terhibur melalui kehidupan yang ditampilkan pengarang. Pem-baca akan memperoleh pengalaman batin dari berbagai tafsiran terhadap kisah yang disajikan.

Karya sastra juga dapat mem-perkaya jiwa atau emosi pemba-canya melalui pengalaman hidup para tokoh dalam karya. Kemudian, karya sastra dapat memperkaya pe-ngetahuan intelektual pembaca dari gagasan, pemikiran, cita-cita serta kehidupan masyarakat yang digam-barkan dalam karya.

Ia juga mengandung unsur pendi-dikan. Di dalam karya sastra terdapat nilai-nilai tradisi budaya bangsa dari generasi ke generasi. Karya sastra dapat menjadi sarana penyampaian ajaran-ajaran bagi pembacanya. Se-lain itu karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau penelitian tentang keadaan sosial budaya masyarakat dalam waktu ter-tentu.

Banyak manfaat sastra yang bagi satu pembaca berbeda dengan pembaca lain-nya. Sehingga pembaca yang menikmati buku yang sama bisa jadi memperoleh pemahaman yang berbeda.

Karya sastra mampu memengaruhi, membuat kagum bahkan menghipno-

tis banyak orang, baik itu puisi, cerpen, komik, novel, dan sebagainya. Bahkan sebagian dari karya sastra tersebut di-tokohkan secara nyata dalam bentuk film.

Contohnya film Laskar Pelangi yang terinspirasi novel dengan judul serupa karya Andrea Hirata yang san-gat laris di pasaran. Ada juga Ketika Cinta Bertasbih dan Ayat Ayat Cinta, karya Habiburrahman el Shirazy yang juga diangkat menjadi film.

Karya sastra lain yang berasal dari luar negeri seperti komik Naruto dan Doraemon yang juga dihadirkan dalam bentuk serial dan film, novel serial Harry Potter karya JK Rowling yang filmya selalu mendapat sam-butan luar biasa. Ini semua berawal dari kreativitas dan imajinasi penulis membuat karya sastra.

Banyak lagi karya sastra terkenal lainnya yang turut berkontribusi dan bermanfaat praktis dalam peningkat-an ekonomi bangsa serta hiburan menyenangkan bagi khalayak. Ini mungkin sudah cukup membuktikan pesona yang dibawa sastra dalam ke-hidupan manusia.

Dari uraian di atas dapat disim-pulkan bahwa sastra memiliki peran penting. Dengan sastra membuat manusia lebih hidup dan memak-nai kehidupan, semuanya untuk ke-maslahatan umat manusia. Di balik itu berbagai bidang ilmu apa pun itu saling berkaitan dan membutuhkan satu sama lain. Untuk itu, mari sama–sama kita kembangkan dan manfaat-kan segala ilmu dan kreativitas yang kita punya demi kemajuan bersama. Ayo tunjukkan pesonamu!

IKLAN

AUDIRA AININDYA | SUARA USU

DOKUMENTASI PRIBADI

Page 9: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 9dialog

Pada redenominasi, nilai mata uang dipotong dan nilai harga barang juga di-potong. Sedangkan sanering, pemotongan nilai mata uang tapi tidak diikuti dengan pemotongan harga barang. Karena inflasi, terlalu banyak uang yang beredar, jadi uang rupiah dipotong untuk menstabilkannya lagi. Jadi rede-nominasi dan sanering sangat berbeda.

Redenominasi membantu transaksi agar lebih praktis dan menyederhanakan sistem pencatatan laporan keuangan. Hal ini memengaruhi image rupiah di mata internasional. Dengan memangkas tiga angka nol, seolah-olah akan me-naikkan nilai tukar mata uang rupiah dengan mata uang luar negeri.

Saat ini hingga beberapa tahun ke depan diperkirakan keadaan ekonomi In-donesia sedang stabil. Walaupun tahun 2008 terjadi krisis ekonomi dan ru-piah sempat melemah, itu tidak terlalu berdampak. Kita berharap tidak ada ancaman dunia seperti krisis yang terjadi di Eropa yang akan berdampak se-dikit ke Indonesia.

Sekarang redenominasi sedang pada tahap konsultasi publik, di mana peme-rintah sedang mendengarkan masukan dari masyarakat. Kemudian, DPR akan mematangkan UU Redenominasi setelah mendengar pertimbangan-pertim-bangan yang ada di tahap tersebut. Setelah itu, akan disusun program dan tahapan selanjutnya.

Belum ditetapkan di UU redenominasi, maka belum diketahui. Namun, bi-asanya butuh waktu lima tahun ke atas untuk menyelesaikan semuanya. Me-lihat beberapa negara yang sudah melakukannya. Tapi, kita juga akan lihat perkembangan ekonomi internasional nanti.

Nanti akan ada masa transisi. Pada masa ini akan ada dua mata uang yang bere-dar, misalnya Rp 20.000 dengan Rp 20, tapi kita sepakati bahwa nilainya sama dan keduanya berlaku. Nanti perlahan-lahan uang lama akan ditarik oleh BI.

Contohnya yang berhasil adalah Turki, karena saat itu, Turki berada pada kondisi ekonomi yang baik. Kepercayaannya secara nasional dan internasi-onal serta persiapannya lebih baik. Tapi ada juga negara yang gagal, seperti Zimbabwe dan Brazil karena saat itu mereka dalam keadaan hyper inflation (inflasi yang tinggi -red). Persiapannya kurang, pemerintah terlalu cepat me-maksa menerapkan redenominasi, sehingga komitmen semua pihak yang se-harusnya ditaati tidak terjadi dan akhirnya gagal.

Justru pemerintah dan BI melihat kondisi perekonomian kita beberapa tahun ke belakang dan ke depan diperkirakan akan tetap pada pertumbuhan yang stabil di atas 6 persen, inflasi menunjukkan train (jalan –red) yang menu-runkan rupiah. Walaupun sempat melemah, tapi secara fundamental baik. Harapannya apabila ini diterapkan di kondisi saat ini dan beberapa tahun ke depan adalah saat yang terbaik sambil memantau kondisi makro dunia.

Di tahap awal, masyarakat diharapkan tidak panik dan tidak berpikir bahwa re-denominasi ini sama seperti sanering. Tahap konsultasi publik sekarang diharap-kan agar masyarakat turut memberi masukkan dan saran terhadap kebijakan ini. Harus semua pihak yang terlibat, semua harus disepakati bersama, tahapannya harus detail, sosialisasinya harus dilakukan dengan baik dan tidak dipaksakan dalam waktu singkat.

Apa bedanya redenominasi de-ngan sanering?

Sebenarnya, apa manfaat dan tu-juan dari redenominasi ?

Mengapa saat ini adalah waktu yang dipilih untuk melakukan re-denominasi ?

Sudah sampai manakah tahap re-denominasi saat ini?

Berapa tahun yang dibutuhkan agar redenominasi ini selesai?

Cara seperti apa yang dilakukan untuk menarik uang lama dari masyarakat?

Negara apa saja yang pernah menerapkan redenominasi dan bagaimana hasilnya?

Kenapa pemerintah dan BI yakin redenominasi dapat berhasil di Indonesia?

Apa harapan Anda kepada masyara-kat mengenai redenominasi?

RedenominasiPotong Nilai Mata Uang Demi Harga Diri Rupiah

Pada akhir tahun 2010, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan redenominasi untuk mengubah uang kartal Indonesia agar menjadi lebih sederhana,

dengan cara mengurangi tiga digit angka nol pada uang kartal Indonesia. Misalnya, Rp 10.000 saat ini akan dijadikan Rp 10 di masa yang akan datang.

Melalui Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, pemerin-tah dengan BI telah menyelesaikan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) khusus terkait Redenominasi. Draf tersebut sudah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk masuk dalam Program Legal-isasi Nasional 2013, seperti dilansir Repub-lika Online (23/1) lalu.

Sebenarnya, apa yang melatarbe-lakangi pemerintah dan BI melakukan redenominasi? Seberapa urgen kebi-jakan ini dilakukan di Indonesia? Berikut wawancara reporter SUARA USU Pebri Hardiansyah Pohan dengan Kepala Di-visi Ekonomi Moneter Bank Indonesia Perwakilan wilayah IX Mikael Budisatrio Jumat (8/3) lalu.

Biodata:Nama:

Mikael Budisatrio

Tempat dan Tanggal Lahir:Jakarta, 28 September 1962

Riwayat Pendidikan: S1 Akuntansi Universitas Gajah

Mada 1982-1988 S2 Graduate School of Policy Sci-ence (GSPS) Saitama University,

Jepang 1994-1996

Jabatan: Kepala Divisi Ekonomi Moneter

Bank Indonesia Perwakilan wilayah IX (Aceh dan Sumatera

Utara)

IKLAN

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

Page 10: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201310 ragam

Program USU ASRI kini tengah menem-puh perjalanannya. Berbagai perubahan

telah hadir di tengah kampus USU. Namun, perjalanan ini masih panjang.

PLANG PENUNJUK

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

USU ASRI, Jalan Panjang Menuju USU Berkualitas

Sri Wahyuni Fatmawati P

Gedung kuliah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) itu telah rampung. Kerangka bangunannya telah kokoh berdiri. Warna biru cat-

nya masih mengkilat, kontras dengan bangunan lamanya yang sudah lusuh, dengan cat yang mulai mengelupas. Tampak beberapa pekerja masih mengecat beberapa bagian bangunan. Ada juga yang sibuk mencampurkan pasir dengan semen. Hanya butuh se-dikit polesan akhir hingga bangunan itu bisa difungsikan.

Pembangunan ini telah berlang-sung sejak 2012 lalu. Dijelaskan Manajer USU ASRI, Devin Devriza Harisdani, selain gedung kuliah FIB, ada juga pembangunan laboratorium terpadu, ikon USU, Biro Pusat Aka-demik (BPA), renovasi rumah jabatan rektor, pemeliharaan beberapa ge-dung kuliah baru, perbaikan trotoar dan drainase serta pengoperasian bus kampus yang juga telah dilak-sanakan.

Sekitar Juni 2012, USU mengaju-kan proposal untuk pembangunan fasilitas, berhubung ada dana Ang-garan Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Hal itu yang menyebabkan ada program di luar isi proposal awal tahun USU ASRI yang diajukan ke rektor. Pembangu-nan itu termasuk pengadaan paving block di sepanjang pintu 2 dan 3, pembangunan dua gedung kuliah baru di Fakultas Kedokteran (FK), dan penambahan perbaikan tiga toi-let FIB.

FIB sendiri masih punya program lanjutan seperti ruang kedap suara Etnomusikologi hingga perbaikan in-stalasi air yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Pembantu Dekan (PD) II FIB Samsul Tarigan mengaku fasili-

tas kamar mandi yang telah diperbaiki pun belum bisa digunakan hingga perlu perbaikan lebih lanjut. “Udah diperbaiki tapi air enggak ada airnya,” keluhnya.

Ahmad Yasir Nasution, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-tahuan Alam (FMIPA) 2012 mengaku senang dengan pembangunan LIDA di kampusnya, meskipun belum dapat di-gunakan, mengingat peralatan labora-torium masih akan dipenuhi tahun ini. Yasir berharap ke depannya fakultas juga menyetarakan fasilitas di setiap kelas, misalnya proyektor. “Maunya se-tiap kelas udah disediakan proyektor, seringnya habis atau rusak, jadi ter-ganggu belajarnya,” ujarnya.

Asupan Dana yang BeragamPendanaan program USU ASRI ber-

asal dari berbagai sumber. Untuk labo-ratorium dan gedung kuliah misalnya, dikatakan Pembantu Rektor II Arman-syah Ginting seperti dilansir harian Analisa (22/2) lalu, menggunakan Sumbangan Pokok Pendidikan (SPP) dan Dana Kelengkapan Akademik (DKA). Itu merupakan sumber dana utama yang dihimpun untuk pelaksa-naan USU ASRI.

Apabila fakultas ingin menambah fasilitasnya, namun tidak mampu di-realisasikan oleh unit kerja daya ma-syarakat karena tidak mencukupi, maka kekurangan itu akan disubsidi universitas. Semua hal yang menunjang akademik mahasiswa menggunakan DKA, sisanya dari Anggaran Pendapa-tan dan Belanja Negara (APBN), Ang-garan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), bahkan Hibah. “Jadi kami leb-ih dulu mengusahakan menggunakan uang negara atau bantuan lain, tidak DKA,” sambungnya.

Selama 2012 ini, dana APBN digu-nakan untuk pembangunan gedung kuliah, Stadion Mini, Gedung Olah Raga (GOR), Rumah Sakit Gigi dan Mu-lut Pendidikan (RSGMP), taman BPA, rumah rektor dan lain-lain. Semen-tara Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk perbaikan drainase, pengadaan fasilitas keamanan, juga

penanaman Hutan Persaudaraan. Ter-akhir, ada hibah berasal dari Yayasan Bhakti Tanoto (YBT) untuk pemba-ngunan gema dan auditorium.

Ditambahkan Devin, program-pro-gram yang belum selesai tahun ini

akan dimasukkan ke dalam proposal USU ASRI 2013, dengan beberapa tambahan program seperti pengelo-laan sampah dan pembangunan Unit Pelayanan Mahasiswa. “Masih akan berkelanjutan tahun ini,” katanya.

Izzah Dienillah Saragih

AWAL Februari lalu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dir-jen Dikti) mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang isinya meminta semua pengelola perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia untuk

Menanti Kejelasan UKTmemberlakukan UKT serta mengha-pus uang pangkal sejak tahun ajaran 2013-2014 nanti.

Ada dua poin penting dalam pem-berlakuan UKT. Pertama, uang pangkal yang biasa dibayarkan di awal kuliah akan dihapus. Kedua, akan diberlaku-kan Satuan Pembayaran Pendidikan (SPP) tunggal dimana setelahnya ti-dak ada pungutan di luar biaya SPP tersebut.

Penentuan SPP-UKT ini menggu-nakan prinsip Akuntansi Biaya (unit cost). Ia adalah hasil penjumlahan semua biaya yang dibutuhkan maha-siswa sesuai jurusannya, dibagi masa

studi selama menempuh perkuliahan, yaitu delapan semester dan tambahan maksimal dua semester. Penghitungan besaran itu diserahkan ke fakultas dan program studi masing-masing. “Semua penghitungan mulai dari biaya bang-ku, dosen, luas bangunan, semua de-tail yang dibutuhkan,” ujar Pembantu Dekan (PD) II FIB Samsul Tarigan.

Ia pun menunjukkan setumpuk tebal rincian penghitungan unit cost FIB, “Wah menghitungnya ini sampai malam-malam,” akunya. Dari penghi-tungan tersebut, didapatlah angka Rp 6,5-12 juta sebagai jumlah yang dike-luarkan mahasiswa FIB. Jumlah itu

masih dikurangi dengan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN). Angkanya bervariasi di 10 program studi yang ada di FIB.

Fakultas Hukum (FH) juga telah melakukan hitung-hitungan, dan tersebutlah besarannya sebe-sar Rp 10 juta. “Sudah sejak seta-hun lalu, fakultas disuruh menghi-tung ini”, ujar PD II FH, Syafruddin Hasibuan.

Meskipun begitu, ditambah-kan Syamsul, unit cost ini masih masa transisi dan belum jelas ka-pan diberlakukannya.

Hal itu diamini Pembantu Rek-

Namanya Uang Kuliah Tunggal (UKT). Intinya penyeragaman uang kuliah yang harus dibayar mahasiswa. Meski begitu,

hitung-hitungan UKT ini belum jelas agar mahasiswa dan universitas sama-

sama pas.

Plang penunjuk Arah Fasilkom-TI Jumat (15/3). Plang penun-juk jalan yang ada di setiap sisi jalan merupakan salah satu program USU ASRI

Page 11: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 11ragamtor (PR) II Prof Armansyah Gin-ting. Meskipun sudah dihitung fakultas, hingga kini UKT belum ada perkembangan, karena belum adanya penjelasan lebih jauh dari Dikti.

UKT juga sudah dibahas ber-sama-sama dengan Majelis Wali Amanat serta Senat Akademik pada Jumat (8/3) lalu. Dalam fo-rum itu, dibahas mengenai hitun-gan unit cost USU.

Berdasarkan prinsip peng-hitungan unit cost yang ditentu-kan oleh Dikti, biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa per tahun sebesar Rp 6 juta. Jumlah yang besar jika dibanding dengan SPP normal USU, yaitu Rp 1,5 juta untuk non-eksakta dan Rp 2 juta eksakta per tahunnya.

Mujahid Saragih, mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial

(FISIP) 2011 khawatir UKT justru memberatkan mahasiswa, terutama yang kurang mampu. “Kan belum tentu ekonomi mahasiswa sama semua,” ujarnya.

Iskandar Zulkarnaen, Staf Ahli Rektor Bidang Humas juga kurang sepakat dengan UKT ini. Ia bilang dengan sistem pembiayaan saat ini, keuangan USU tidak bermasalah. Malah ada sisa yang bisa dialokasi-kan untuk menambah fasilitas ma-hasiswa seperti bus kampus. “Jadi untuk apa beralih ke UKT kalau dengan sistem sekarang sudah pas?” tanyanya.

Terakhir, USU justru mengirim su-rat kepada Dikti yang isinya meminta dijelaskan petunjuk teknis UKT. Ia merasa Dikti belum menyadari ad-anya perbedaan kondisi antara PTN Jawa dan Sumatera, hingga UKT ini tidak bisa disamaratakan. Untuk UKT ini. Tetapi jika Dikti sudah punya lan-

dasan hukum yang kuat, maka mau tak mau USU juga akan member-lakukannya untuk tahun ajaran baru nanti.

Namun Simon Simorangkir, ma-hasiswa Departemen Sastra Cina FIB 2011 justru me-nilai UKT ini lebih efisien karena pembayaran SPP hanya akan dilakukan sekali, tanpa pembayaran lain. “Mudah-mudahan nomi-nalnya gak terlalu besar dan tidak ada permainan dihitung-hitungan ataupun korupsi di dalamnya,” harapnya.

Ke depannya, pihak rek-torat juga akan menyosia-lisasikan UKT ini kepada mahasiswa. Tujuannya agar ma-hasiswa tidak khawatir UKT akan me-naikkan SPP atau semacamnya.“Tapi

harus diingat bahwa USU tidak berpikiran untuk me-naikkan SPP mahasiswa, se-lama UKT belum jelas, USU akan berjalan seperti biasa,”

tegas Iskandar.

Lazuardi Pratama

Sri Eka Wahyuni ditunjuk se-bagai Manajer Keperawatan Klinis, salah satu kelompok jurnal yang ada di Fakultas Keperawatan (FKep). Sesuai

dengan surat edaran rektor tertanda tanggal 28 Agustus 2012, ia diama-nahkan mengepalai tiga orang editor dan seorang operator untuk tiap-tiap kelompok jurnal yang dibentuk di fakultas. Editor bertugas mengedit jurnal, sementara operator lah yang akan mengunggahnya ke repository USU.

Menurut Eka, sapaan akrabnya, di FKep sendiri belum terlalu banyak jurnal yang telah diterbitkan. Hal ini terkendala pemahaman mahasiswa tingkat akhir sendiri belum terlalu mumpuni tentang jurnal ini. “Selain itu di FKep sendiri, setelah sidang mahasiswa harus PKL (praktek kerja lapangan –red) dulu baru bisa dapat ijazah. Jadi waktu untuk membuat jurnalnya terganggu,” tambah Eka.

Hal ini juga dirasakan Emilia Ra-madhani, Ketua Jurnal FLOW, di De-partemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kata Emil, mahasiswa fakultas non-eksakta cenderung lebih kesulitan dalam membuat jurnal ilmiah. Se-mentara aturan dalam surat edaran tersebut tidak terlalu jelas mengenai hal ini.

***Terlepas masalah pengerjaannya,

dana juga jadi kerikil dalam penera-pan aturan ini.

Menelusuri MasalahPengelolaan Jurnal Ilmiah

Penerapan jurnal ilmiah bagi sarjana S1 telah diterapkan di USU sejak pertengahan tahun lalu. Alih-alih aturan yang jelas, pengelolaannya pun masih membingung-

kan.

Masih dalam surat yang sama, rektor berujar untuk menangggung-jawabi pengeluaran dana dalam penerapan jurnal ilmiah di Rancan-gan Kerja Awal Tahun (RKAT) mi-liknya. Namun hal tersebut hanya bertahan hingga Desember tahun lalu.

Prof Zulkifli Nasution, Pembantu Rektor (PR) I mengamini hal ini. Menurutnya gaji para pengelola jur-nal telah disetorkan pada Desem-ber lalu. “Mulai tahun 2013, angga-ran untuk jurnal ilmiah jadi urusan fakultas,” paparnya.

Namun, hal tersebut ternyata tak diketahui oleh pihak dekanat. Sebut saja M Hanan Lubis, Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Menurut Hanan, RKAT fakultasnya untuk tahun ini tidak cukup untuk turut membiayai Jurnal Ilmiah. “Saya memang belum tahu kalau anggaran untuk jurnal ini masuk ke tanggung-an fakultas. Tapi terus terang, kalau dijadikan RKAT fakultas kami men-jerit,” terangnya.

Hal serupa juga dirasakan Eka. Ia mengaku belum tahu perihal kepas-tian dana pengelolaan jurnal ilmiah ini. “Entah masuk ke fakultas atau masih tanggungan rektorat, saya juga kurang ngerti,” kata Eka. Aki-batnya pengelolaan jurnal ilmiah di FKep sendiri tengah vakum. Padahal jumlah jurnal yang telah masuk ke pihaknya di atas angka 50, namun masih belum diterbitkan.

Sedangkan di FISIP, Emil menjelaskan proses pengunggahan jurnal ilmiah yang menggunakan

kuota. Pihaknya tidak akan mener-bitkan satu pun jurnal jika belum memenuhi kuota sepuluh jurnal tiap kali menerbitkan. Selain itu, Emil mengaku mengutip iuran Rp 10 ribu untuk biaya administrasi bagi maha-siswa yang mengurus jurnal ilmiah. “Uangnya untuk fotokopi dan lain-lain,” papar Emil.

Menanggapi hal tersebut, PR II Prof Armansyah Ginting mengatakan ke-mungkinan fakultas menghadapi ma-salah dalam hal penerapannya apabila petunjuk pelaksanaan tentang jurnal ilmiah dari bagian akademik belum tersedia. “Saya pikir mereka (fakultas –red) harus bicarakan perencanaan pelaksanaan secara teknis dengan aka-demik dengan biro perencanan untuk anggarannya,” ungkapnya.

Menurut Eka, rektorat seharusnya punya sistem yang lebih rapi dalam pengelolaan jurnal ini. “Alangkah lebih bagus kalau mahasiswa sendiri yang bisa mengunggah jurnalnya ke reposito-ry USU. Dan dosen pembimbing dijadi-kan orang yang memberikan masukan untuk memperbaiki jurnal tersebut, semacam editornya lah,” saran Eka. Menurutnya, dengan sistem penge-lolaan yang sekarang punya banyak kelemahan, misalnya birokrasi pener-bitan yang terlalu panjang.

Menanggapi hal ini, Prof Zulki-fli tidak sepakat. Menurutnya sistem yang berlaku sekarang sudah cukup baik. Namun ia tidak menampik jika pihaknya tetap berusaha mencari sistem yang paling baik untuk dite-rapkan ke depannya.

AULIA ADAM | SUARA USU

ILUSTRASI FOTO: SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Page 12: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201312 galeri foto

Saat ini, harusnya mereka menikmati masa tua bersama keluarga, lengkap dengan kasih sayang anak cucu. Na-mun harapan dan impian mereka tu-rut terbenam seiring usia mereka yang

telah senja. Tak ada lagi keluarga, kasih sayang pun hampa.

Alhasil, mereka pun mencari kebahagiaan sendiri sebelum bertemu kebahagian abadi dari Yang Maha Kuasa. Panti jompo, mungkin adalah satu-satunya jalan.

Mereka pun bertemu dan membentuk keluarga baru, saling membantu dan melengkapi sesama penghuni.(Rida Helfrida Pasaribu)

Berjuang di Sisa Usia

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Mengeringkan nasi sisa untuk dijual

Mengambil jatah makan siang

Tak mampu untuk berdiri

Pembagian surat suara Pemilihan umum Gubernur Sumatera Utara Mengobati tangan yang luka

Pengajian bersama penghuni Panti Jompo

Page 13: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 13podjok sumutTaman Budaya Sumatera Utara

Rumah Seniman yang Terlupakan

Ialah pusat berkesenian Sumatera Utara. Lubuk para seniman berkarya. Namun

kini nasibnya seperti terombang-ambing.

Hadissa Primanda

Angkat tanganmu itu, kasih tenaga di sana,” teriak Rahmad, seraya menarik tangan siswa laki-laki di depannya

tinggi-tinggi. Setelah itu, ia kembali memeragakan gerakan lanjutan. Dua siswa di belakangnya mengi-kuti. Kemudian ia berbalik badan, dan menyuruh mereka mengulangi gerakan tersebut.

Selesai dengan siswa laki-laki, pria itu beralih ke siswa perempuan yang berdiri di bagian belakang, dan mengajari mereka, persis se-perti yang dilakukannya pada siswa laki-laki, dengan gerakan berbeda.

Rahmad, guru seni budaya para siswa itu lalu menghidupkan musik Sadatolu. Siswa itu pun mengulang lagi semua gerakan yang sudah mereka pelajari dari awal.

Jadilah Tandok Nariti itu di-pertunjukkan, meskipun bangku penonton di hadapan mereka ko-song. Sesekali, ia berteriak ke arah mereka jika gerakan mereka salah atau tidak sesuai tempo.

Siswa SMA Muhammadiyah I Medan itu tengah dalam persiapan untuk mengikuti festival tari 23 Maret mendatang. Maka, jam pela-jaran seni budaya itu dimanfaatkan Rahmad untuk latihan di Taman Bu-daya Sumatera Utara (TBSU). “Tadi izin dari sekolah, karena kepenting-an lomba ini,” ujarnya.

Panggung terbuka yang digu-nakan Rahmad dan siswanya adalah salah satu bangunan yang terdapat di TBSU. Di bangunan seluas 8216 meter persegi ini, terdapat ru-ang latihan seni yang terdiri dari

ruang sanggar tari, ruang pameran, ruangan musik, ruangan seni lukis, dan ruangan teater. Selain itu, ada juga gedung pertunjukan teater atau biasa disebut gedung utama.

Sesuai fungsinya sebagai wadah untuk pembinaan dan pengembang-an kesenian Sumut, TBSU memang dimanfaatkan oleh ragam sanggar yang ada di Medan sebagai tempat latihan.

Syamsul Tajri, pegawai Bidang Fungsional TBSU menjelaskan, bagi sanggar yang ingin memanfaatkan TBSU tinggal mengajukan surat per-mohonan ke pihak TBSU.

Berhubung ada banyak sanggar yang antre untuk memanfaatkan TBSU ini untuk latihan, maka di akhir tahun akan diadakan rapat untuk menentukan siapa saja yang dapat menggunakannya selama setahun ke depan. Mereka dapat jatah dua kali seminggu, dan biasa- nya punya jadwal latihan sore hari. Saat ini, ada sekitar 15-an sanggar yang ambil bagian di sini.

Semua sanggar seni yang berke-giatan, sama sekali tidak dipungut bayaran. “Sesuai fungsinya sebagai fasilitas orang yang berkesenian,” kata Syamsul.

Tak hanya mereka yang punya kegiatan rutin, ada juga yang me-manfaatkan TBSU ini untuk latihan sementara, seperti Rahmad tadi. Se-lain karena fasilitas sekolah yang tidak punya panggung luas seperti di sini, Rahmad bilang ia mengajak siswanya ke sana sembari membuka wawasan mereka tentang TBSU. Jadi, siswanya tak hanya sekadar latihan, tapi juga dapat pembinaan budaya sehingga mereka bisa termotivasi untuk meles-tarikan budaya mereka.

“Mentalnya juga terasah, enggak canggung dan malu untuk tampil di depan publik,” paparnya. Untuk persiapan lomba ini saja, ia sudah datang dua kali ke sana setiap minggu,

dan akan berlanjut hingga mendekati waktu lomba.

Selain untuk latihan, TBSU ini juga acap dijadikan tempat untuk kegiatan pameran, pagelaran, dan peluncuran buku. Akhir 2012 lalu, kata Syamsul, ada Pameran dan Pagelaran Seni Se-Sumatera sebagai acara akbar yang pernah diadakan. “Tuan rumahnya kita, dan para seniman kumpul di sini,” terang Syamsul.

Fasilitas yang ada di sini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Sumut (APBD). Sementara untuk pemenuhan alat kesenian dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan. Renovasi pun dilakukan tahun 2011 lalu kepada semua ru-angan sanggar, untuk pemeliharaan bangunan.

Mereka yang TerabaikanIrwansyah Harahap, seniman

sekaligus Dosen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU bilang waktu awal berdiri sekitar 1970-an lalu, TBSU relatif aktif.

Kegiatannya lebih besar, dan kerap mengirimkan kontingen untuk per-lombaan nasional bahkan internasi-onal. Kala itu, TBSU berfungsi sebagai ruang-ruang untuk mengekspresikan seni itu sendiri, dan seniman dapat perhatian yang baik. Pemerintah ber-tanggung jawab penuh pada TBSU.

Namun sejak reformasi, dan bergantinya sistem pemerintah dari Kementerian Pendidikan dan Kebu-dayaan (mendikbud), kemudian Dinas Kebudayan dan Pariwisata (dis-budpar), membuat fungsi TBSU itu tak lagi sama dan membingungkan. “Posisi kebudayaan di pemerintahan seperti dibolak balik,” katanya.

Alhasil, kebijakan dari pemerintah pun tak lagi jelas, hingga seniman ber-juang sendiri untuk pengembangan kesenian dan budaya. TBSU menjadi sekadar ada, tanpa punya gaung yang lebih besar.

Terlebih masalah paling anyar belakangan ini, tentang status TBSU yang akan diambil alih oleh Peme-rintah Kota (pemko) Medan. Ketidak- jelasan ini semakin mempersempit ruang para seniman untuk berkarya.

Rahmad sepakat dengan hal ini. Sedari muda, ia kerap beraktivitas di sana. Jika TBSU diambil alih, kemu-dian dikosongkan untuk direnovasi seperti yang dikatakan pemkot, seniman tidak akan punya tempat untuk berkiprah. Terlebih waktu pemanfaatan TBSU yang lebih luas dibandingkan hanya sekadar di kampus atau di yayasan.

Menurutnya, dibanding memper-masalahkan kepemilikan TBSU ini, alangkah lebih baiknya jika pemerin-tah justru memperhatikan seniman-nya. “Seharusnya seniman-seniman di sini dirangkul, bukan dibuang,” katanya.

Irwansyah mengatakan, ini hanyalah masalah komunikasi antara Pemko Medan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan seniman itu sendiri. Harusnya, semua pihak punya pemahaman yang sama mengenai pengalihan dan pemanfaatannya ke depan.

Sementara, Syamsul enggan berkomentar mengenai hal ini, meskipun tak menampik adanya isu mereka akan dipindahkan. “Yang penting kami tetap menjalankan fungsi sebagai wadah pengembang-an kesenian,” ujarnya.

Gedung Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) Rabu (27/2). Gedung ini sering dipakai untuk kegiatan kesenian.GEDUNG

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Plang yang ada di depan gedung Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) Rabu (27/2). Pernah terjadi aksi unjuk rasa menolak alih fungsi lahan TBSU tersebut karena merupakan milik Pemerintah Kota (pemko) Medan.

PLANG

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU

Page 14: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201314 laporan khusus Lembaran Dilematis PSMS Medan

Lembaran Dilematis PSMS MedanKoordinator liputan: Apriani Novitasari

Reporter: Gio Ovanny Pratama, Hendro Hezkiel Siboro, Lazuardi Pratama dan Apriani Novitasari

Adanya dualisme di tubuh Persatuan Sepakbola Medan

dan Sekitarnya (PSMS) menim-bulkan ragam masalah. Namun sesungguhnya, ia ibarat badai yang menguji PSMS itu sendiri

agar menjadi lebih kuat.

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Apriani Novitasari

Bulan Oktober tahun lalu Andi Sitepu, pemain Liga Super In-donesia (LSI)

mendapat informasi dari seorang temannya, bahwa ada seleksi pemain Persa-tuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya (PSMS) LSI. Ia pun mengikuti seleksi terse-but, dan harus melewati tiga tahapan seleksi yaitu seleksi kemampuan, seleksi strategi simulasi permainan bersama calon pemain baru, dan tera-khir, seleksi campuran ber-sama pemain senior. Ia pun lulus dan dikontrak manaje-men PSMS LSI selama sepu-luh bulan.

Andi baru dikontrak 11 Januari tahun ini. Ia hanya menggantungkan hidupnya

pada sepak bola, tak ada usaha lain. Sejak kecil hobi-nya adalah sepak bola. Sebe-lum terjun menjadi pemain PSMS LSI, kegiatannya se-hari-hari bermain sepak bola. Menjadi pemain PSMS adalah impian Andi, dan ia merasa bangga untuk itu. Meskipun kini PSMS tak jelas hidupnya karena dualisme yang terjadi. “Ada kebanggaan karena bisa membela salah satu klub ter-kenal di Indonesia dan klub kebanggaan Kota Medan,” katanya.

Hampir sama dengan Andi, Alamsyah Nasution juga hidup dari sepak bola. Alam adalah satu-satunya pe-main yang masih bertahan di PSMS LSI. Ada sekitar 26-30 orang yang membela PSMS LSI musim lalu, tetapi yang bertahan cuma Alam. Selebih-nya pindah ke PSMS LPI dan ada juga yang pindah ke klub lain, dengan alasan beragam.

Beberapa waktu belaka-ngan Alam mengaku gajinya sejak delapan bulan sebe-lumnya hingga sekarang belum diberi sepenuhnya. Bahkan hingga akhir Feb-ruari, gaji bulanan pemain LSI belum cair. Alam, sudah

punya istri dan dua anak. Beruntung, ia masih punya tabungan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya de-ngan uang tersebut. “Ya, kalau sekadar kebutuhan sehari-hari seperti makan-minum alhamdulilah sih cu-kup,” katanya.

Ada juga Donny F Siregar, pemain PSMS dari Liga Primer Indonesia (LPI) yang merasa pendapatannya cu-kup untuk menafkahi ke-luarganya, berhubung ia juga pernah bermain di klub-klub lain. Meskipun sering ditung-gak, ia juga tak punya peker-jaan lain untuk mendapatkan penghasilan.

Baik Alam dan Donny ber-pendapat, bahwa dualisme PSMS ini sangat merugikan nama PSMS, pemain dan juga pelatih. Donny mengatakan dualisme PSMS ini memuat lebih banyak kerugian dari-pada keuntungannya.

Suimin Dihardja, pelatih PSMS LPI merasa adanya dualisme yang terjadi di tu-buh PSMS sangat merugikan banyak pihak. Sebenarnya, ini pun adalah dampak dari dualisme di Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia

(PSSI) sendiri.Padahal kata Suimin, dulu

PSMS punya ‘nama’ yang cu-kup baik, PSMS merupakan salah satu klub yang menjadi pemasok bagi timnas. Namun sejak adanya dualisme PSMS dua tahun lalu, menimbulkan perpecahan dan berdampak pada turunnya kualitas pe-main. Inilah yang membuat Suimin kecewa.

Kerugian yang paling kentara adalah dalam ma-salah penggajian. Adanya

dualisme ini menyebabkan klub-klub profesional tak lagi dapat jatah dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Ketua Umum PSMS LPI Benny Harianto Sihotang, membenarkan hal tersebut. Baik PSMS LPI dan LSI men-danai manajemen mereka menggunakan dana pribadi.

Dikatakan Benny, ke-adaan ini berdampak pada pemain PSMS LPI yang be-lum mendapatkan kontrak, hingga berstatus sebagai pe-

Dua puluh Sembilan pemain tim Persatuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya (PSMS) Liga Super Indonesia (LSI) foto bersama usai latihan, Senin (11/3). PSMS LSI terdiri dari 36 pemain dengan 7 pemain magang dan 3 pemain asing. TUTUP LATIHAN

Pemain tim Persatuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya (PSMS) Liga Super Indonesia (LSI) melakukan latihan, Senin (11/3). Tiap pemain hanya dikontrak dalam masa sepuluh bulan.

JELANG LIGA

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Page 15: Tabloid SUARA USU Edisi 91

bangun konsolidasi dan me-mompa usaha keras bagi PSMS sendiri. Kondisi PSMS saat ini masih lemah. PSMS harus keluar dari kondisi ini dan diberi dukungan. “Ini kekurangan yang menjadi harapan bukan menjadi ham-batan,” tegasnya.

Indra mengatakan bahwa klubnya PSMS LSI, sedang melakukan penyesuaian dalam situasi ini. Seharus-nya masyarakat Medan juga melakukan penyesuaian de-ngan kondisi nyata yang saat ini terjadi. Ia menilai setiap pihak harus bersikap bijak dan tegas dan berusaha me-ngambil dampak positif dari

kejadian ini.Justru menurut Indra,

tantangan saat ini adalah ni-lai jual PSMS yang menurun dan masyarakat masih tidak mau tahu hal itu. Selama ini pihak manajemen yang menanggung semua tuntut-an yang tidak bisa direalisa-sikan. “PSMS masih bisa jalan dan hidup seperti sekarang ini, maka itu harus disyuku-ri,” ujarnya

***Kepala Bidang Peningkat-

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201315laporan khususLembaran Dilematis PSMS Medan

“PSMS masih bisa jalan dan hidup seperti sekarang ini, maka itu ha-rus disyukuri,” ujarnya

Indra Sakti

main prakontrak. Penundaan pemberian kontrak lebih disebabkan karena belum jelasnya regulasi kompetisi yang diberikan PSSI.

“Besaran jumlah prakon-trak itu sendiri berbeda-beda untuk tiap pemain. Un-tuk pemain yang mempunyai reputasi nasional diberikan sepuluh persen dari besar-an kontrak yang dijanjikan,” jelasnya.

Hal ini sangat berbe-da dengan dulu. Dijelas-kan Benny, dulu pemain mendapat kontrak penuh selama satu tahun, sehingga pendapatan yang diperoleh sesuai dengan kontrak yang diberikan manajemen. Se-mentara sekarang tidak me-nentu, pemain hanya diberi-kan prakontrak yang sifatnya tidak mengikat sehingga status pemain menjadi tidak jelas.

Agung Prasetyo, adalah salah satu pemain yang ber-nasib demikian. Ia sudah dua bulan bergabung dengan PSMS LPI, namun belum di-berikan kontrak dan masih berstatus pemain prakon-trak. Agung baru mendapat Rp 2 juta dengan tambahan uang lelah dari manajemen. Beruntung, ia masih lajang dan tak punya tanggungan. ”Gaji yang udah diterima di-syukuri aja,”

Sistem gaji PSMS LSI juga mengalami perbedaan dengan tahun lalu. Ketua Umum PSMS LSI Indra Sakti menjelaskan, tahun lalu pemain akan diberikan 25 persen dari kontrak pada awal bermain, kemudian 75 persen akan dibagikan per bulan. Sementara tahun ini kesepakatan kontrak diawal akan dibagi tiap bulannya,

dengan masa kontrak pemain hanya sepuluh bulan.

Menurut Suimin, inti ma-salah yang terjadi saat ini adalah ketidakmampuan pe-mimpin dalam pengelolaan klub. Selain masalah gaji, asupan makan pemain juga membuatnya cukup miris. Pasalnya, asupan gizi yang se-hari-hari mutlak diperlukan pemain belum mencukupi. Padahal, bermain sepak bola sangat membutuhkan energi yang besar. Hal ini memenga-ruhi daya tahan dan kualitas stamina pemain.

Alam tak membantah kabar yang sempat tersiar bahwa pemain dan pelatih PSMS LSI hanya makan nasi bungkus. Ia pun sepakat de-ngan asupan gizinya yang tak sesuai dengan kebutuhan di-rinya sebagai pemain. ”Kalau berita yang keluar di koran ya begitulah adanya,” katanya sambil tersenyum kecil.

Suimin menambahkan, kuota pemain yang cukup besar secara otomatis me-nyebabkan pemain dipaksa untuk terus berlatih dan kualitasnya bukannya se-makin baik, malah membu-ruk. Melihat kondisi pemain sekarang, ia merasa adanya sedikit persaingan yang kurang sehat antara pemain dualisme PSMS.

Senada dengan Suimin, Indra pun menyadari bah-wa dualisme ini membawa segudang kelemahan, seper-ti banyaknya target-target yang belum tercapai. Namun menurutnya, apabila hal itu dianggap membawa dampak negatif, maka PSMS akan se-makin terpuruk.

Ia bilang, dualisme se-sungguhnya juga membawa dampak positif seperti mem-

an Prestasi Keolahragaan, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Medan A’zam Na-sution memaparkan kesalah-an lain yang terjadi pada du-alisme ini. PSSI membuat dua liga, sehingga berimbas pada PSMS untuk memenuhi kuota pemain. “Jadi jangan disalah-kan PSMS-nya,” tegasnya.

Selain itu, menurut A’zam pemain PSMS beruntung, karena kuota untuk bermain sepakbola banyak, maka la-pangan pekerjaan juga ber-tambah. Sebaliknya hal itu merugikan masyarakat kare-na prestasi PSMS yang sema-kin buruk. Ia tahu kondisi pe-main saat kini tidak baik.

A’zam merasa pemerintah juga punya tanggung jawab dengan masalah ini. Namun pihak dispora tak bisa ber-buat apa pun, karena penge-lolaan PSMS sudah tergolong profesional. Pemerintah dae-rah hanya membina olahraga amatir, karena ada larangan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (permendagri) bahwa pemerintah tidak boleh duduk sebagai pejabat di PSMS.

Peran dispora atas nama pemerintahan kota dalam masalah dualisme PSMS adalah mengimbau dan mem-beri masukan sebagai pem-bina, namun tidak bisa men-campuri lebih jauh. A’zam mengatakan ada asumsi ma-syarakat bahwa pemerintah menggunakan kekuasaan dalam PSMS. Jadi, mencari solusi sendiri itu yang di-harapkan. “Ini karena imbas dari PSSI yang karut marut,” pungkas A’zam.

Suryanto, salah seorang pendukung PSMS, cukup pri-hatin melihat dualisme PSMS yang berdampak pada kondisi pemain. Dari sudut pandan-gnya, ia berpendapat komit-

men PSSI untuk membangun kekuatan timnas tidak terca-pai. Buktinya ada dualisme kepemimpinan bahkan liga. “Ini merupakan tanda sepak bola Indonesia belum bisa disebut profesional, semi pun belum bisa karena untuk mengurus hal dasar saja be-lum mampu,” katanya sambil tersenyum, miris.

PSMS adalah bagian dari PSSI, Suryanto menginginkan baik pemerintah maupun PSSI harus cepat mengambil sikap, dualisme bukan hanya tak pantas dipertahankan tapi sangat merugikan. Seper-ti apa pun keadaan PSMS yang terbagi dua saat ini, ia tetap mendukung kedua-duanya, karena di matanya PSMS adalah satu. “Sangat miris melihat perkembangan PSMS akhir-akhir ini, kita tak punya kebanggaan lagi dibuatnya,” pungkasnya.

Nata Simangunsong, Ketua Suporter Medan Cinta Ayam Kinantan (SMeCK) memapar-kan, SMeCK sendiri sudah ba-nyak melakukan upaya-upaya untuk menyatukan PSMS. Mu-lai dari upaya persuasif pada kedua manajemen PSMS Me-dan, aksi turun ke jalan, dan terakhir mimbar terbuka yang diadakan di Pendopo USU sekitar tiga bulan yang lalu. Hal ini mereka lakukan dalam rangka menyuarakan PSMS Medan yang satu.

Untuk PSMS sendiri ia mengharapkan agar PSMS Medan fokus untuk pembi-naan pemain dan penyelesa-ian konflik dualisme, serta perbaikan stadion Teladan yang menjadi kandang PSMS Medan. “Untuk dua sam-pai tiga tahun ini tak perlu juara dulu, pembinaan dan manajemen harus bersatu dulu,” harapnya.

(Kiri-kanan) Mess penginapan tim Per-satuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya (PSMS) Liga Primer Indonesia (LPI) (kiri) dan PSMS Liga Super Indonesia (LSI) di stadion Teladan, Kebun Bunga jalan Kejak-saan Medan, Selasa (5/3). Mess tersebut merupakan kantor dan tempat peristira-hatan PSMS.

PEMBAGIAN

Wakil manajer Pemain tim Persatuan Sepak Bola Medan dan Sekitarnya (PSMS) Liga Primer Indonesia (LPI) Julius Raja memberikan informasi seputar kejelasan timnya usai latihan, Kamis (28/2). Dualisme yang ter-jadi membuat pemain PSMS LPI berstatus prakontrak.

PENGARAHAN

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Page 16: Tabloid SUARA USU Edisi 91

cerpen

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201316 mozaik

Ia adalah penjerit yang tak bisa menjerit. Ia adalah pemimpi yang berubah jadi pecundang. Saat dunia yang penuh dengan warna hanya terlihat hitam di

matanya. Saat itu usianya baru enam tahun dan ia hanya seorang lugu yang ingin mengukir hari dengan senyuman polos.

“Bolehkah aku beli bola bekel?” pintanya. “Kau anak lambat, jangan susahkan aku dengan permintaanmu yang bodoh itu,” jerit ibunya.

Air mata yang tak terbendung tumpah dan jantung kecil itu ber-degup kencang bak dipukul-pukul. “Jangan nangis! Syukur kau masih bisa makan.”

“Aku mau bola itu, Mak,” tangisnya.Ibunya seorang yang tak tamat

SD, berjualan kopi di depan rumah-nya dan ayahnya seorang penjual jasa becak. Ia bersekolah, hasil rengekannya setiap malam. Ia meli-hat senyuman anak-anak seusianya yang membuat ia merasa harus punya senyum itu juga.

“Eh, kau ambilkan dulu pisau di atas meja di belakang,” perintah ibunya.

Ia kemudian berkeliling dari ruang-ruang kecil itu untuk mencari pisau ada di atas meja. Seorang penjual kopi memiliki banyak meja, meja yang mana? Cari saja, nanti bakal ketemu, pikirnya. Namun ia sama sekali tidak menemukannya. Berjalan ke arah dapur, ditemukannya meja yang punya tiga kaki, yang setiap ia melihatnya terasa pedih di kulit punggungnya bekas hempasan itu.

Bapaknya yang jarang pulang, memukulnya keras dengan benda itu karena rengekannya yang ingin pakai seragam dan pergi ke sekolah. Bapaknya, orang yang tak tahu kapan pulang membawa kebahagiaan ke-padanya. Keluarganya keluarga yang tak mampu, apalagi mencari keba-hagiaan di dalam kesulitan dengan cara yang benar karena terasa terlalu berat. Ia, dulu anak yang ceria tapi karena pukulan dan cacian yang diterimanya maka tak pernah lagi ia tersenyum.

Tak ditemukannya benda yang bernama pisau itu, yang ada hanya kulit yang terasa pedih yang dira-sakan.

“Mak, gak ada. Yang ada termos di atas meja, lalu...” penjelasan yang harus jelas dipikirnya.

“Paok kali lah. Kau nyari dimana? Kalo ada kupukul kau ya?” pekik Mak.

Mak berjalan dan kembali lagi mengambil benda merah tadi yang

sudah berkarat.“Ini ada kan?” sambil menokok

kepala yang sering pusing itu.“Tapi Mak, itu bukan pisau.”“Sama aja lah bodoh. Yang pen-

ting bisa buka bungkus kopi ini.”Ya, ia agak berbeda dengan

anak-anak lain. Ia kurang nutrisi saat berada dalam kandungan, karena miskin yang tidak bisa diteriakan su-paya jauh-jauh dari kehidupan emak dan bapaknya. ***

Akhirnya Ia tak tahan lagi. Ia berniat mengambil satu dari kantong tas Randi. Randi kan punya banyak, pikirnya.

Ia sangat mengagumi bola bekel, yang sebagian orang itu tidak ber-makna. Ia sudah memintanya berka-li-kali tapi tak kunjung ia dapatkan. Baginya, bola bekel adalah benda hebat. Ia ingin menjadi bola bekel. Saat dicampakkan dan dilempar, tak pernah menjerit ataupun kesakitan. Ia malah melompat lebih tinggi, bahkan bisa lebih tinggi dari yang mencampakannya. Tapi, ia terlalu takut untuk bisa seperti itu.

“Itu kan bola bekel-ku?,” tanya Randi.

Ia terkejut.“Kau mencuri ya?” tuduh Randi. “Woi. Mila mencuri bola bekel-

ku,” lanjutnya sambil teriak.Segera orang-orang datang,

melihat sinis seolah-olah mereka

mau meludah. Ia menangis, berlari menuju kamar mandi disertai olok-olokan temannya. “Mila pencuri.”

Bahkan sekarang sekolah juga sumber penderitaan baginya. Kata-kata ‘pencuri’ bak pisau yang me-nyayat setiap kulitnya. Ia berangkat dari rumah dengan pakaian sekolah dan berjalan di jalan yang biasa ia tempuh. Setiap langkah dimaknai seperti pertanyaan besar, sampai kapan ia terus seperti ini?

Akhirnya ia berbelok ke arah pasar dengan langkah tak bertenaga. Ia melihat seorang anak memegang tangan ibunya dan merengek minta balon warna-warni yang menjulang ke langit. Ibunya tidak menghiraukan anak itu, lalu tangan mereka terlepas. Anak itu berjalan menuju balon-ba-lon yang letaknya tak jauh dari tem-pat ia berdiri. Anak yang seperti ia, hanya ingin mencari sumber-sumber senyum yang mungkin ada di dalam balon. Saat langkah kecil sempo-yongan itu berjalan menuju warna-warna indah pada balon, sebuah truk besar mau melewati jalan yang sama.

Anak itu, mungkin hanya berpikir dan fokus untuk mendapatkan balon itu hingga tak menghiraukan apa-pun di sekelilingnya, bahkan tangan ibunya yang sedang sibuk memilih tomat-tomat segar di pinggir jalan itu juga tak dihiraukannya. Ia hanya melihat ke arah anak itu dan ingin sekali mengabulkan harapan anak

Sebuah Harapan Kecil di Bola Bekel

Siti SaraFakultas Pertanian 2009

itu. Apa yang harus dilakukannya? Pikirnya. Baiklah, ia akan berbuat yang seharusnya.

Tubuh kecil yang tak tahu rasanya kebahagiaan itu tergeletak tak berdaya, rasa sakit yang se-lama ini dirasakannya seolah-olah berkumpul menjadi satu saat itu juga. Anak yang ingin mengambil balon tadi juga bersimbah darah tak jauh darinya yang tak berdaya itu. Tubuh-tubuh kecil yang penuh harapan, yang ingin mencari sekecil senyuman tak bergerak, warna merah yang membasahi aspal jalan itu seperti simbol jeritan anak-anak yang ingin sekali melanjutkan mim-pi-mimpi dan mendapatkan hara-pan-harapan kecil untuk mengukir mimpi-mimpi besar mereka.

Seketika pasar menjadi ramai, dan semua orang baru tersadar akan tubuh-tubuh kecil mereka yang jantungnya sudah tak bisa berdegup lagi. Sayatan-sayatan kecil di tubuh kecil Mila dan luka lebam, yang diberikan orang tuanya kepadanya sudah tertutup oleh da-rah merah yang bersinar di bawah sinar matahari. Seperti ada guratan senyum dalam bibir Mila yang tak bergerak itu, seolah-olah ia ber-harga karena sudah mau membantu seorang anak mendapatkan harapan kecilnya. Seolah-olah mengatakan bahwa ia sudah berarti, walau hanya untuk harapan kecil seorang anak.

AULIA ADAM | SUARA USU

Page 17: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 17mozaiksorot puisi

Dunia, dunia, dunia fanaFrustasi Akan Nilai Agama

Tersesat manusia di kampung nistaTergoda manusia di padang harta

Terkutuk bak Malin kundangBerdosa bak Sangkuriang

Tiada lagi gerbang kebenaranDitenggelamkan dalam sang rimba

Tikus tak tahu malu bertengger di kursi mahkota

Lupa akan kodrat binatang hamaPemakan padi jantung manusia

Lumbung serakah penjerat lidahBersembunyi di balik tuxedo mewahBerlagak pahlawan sembah tercipta

Akankah hadir sang surya?Tanya waktu hampa jawabnya

Fatamorgana DuniaMuhammad Wicaksono

Fakultas Kesehatan Masyarakat 2012

Aulia Adam

Sejak kecil saya dipanggil Ayong oleh ke-luarga. Ayah, Ibu, adik-adik, Atok-Andong (kakek-nenek -red) dan para sepupu. Ter-kadang jika bertemu Ayong lain, maka akan ditambahi Adam—nama asli saya—

di belakang nama kecil tersebut.Sepemahaman saya, saya diberi gelar itu karena

lahir sebagai anak pertama dari Ayah yang bersuku Melayu. Semua anak pertama punya nasib sama. Ayah sendiri adalah anak kedua. Untuk mereka yang lahir di urutan itu diberi julukan Angah sebe-lum nama aslinya.

Dan julukan-julukan itu terus berlanjut sesuai urutannya. Anak ketiga biasa dipanggil Ayang, A­lang atau Acik. Sementara Ateh untuk keempat, Andak untuk kelima, Odo untuk keenam, Atam un-tuk ketujuh dan A­njang untuk kedelapan. Dan uru-tannya berhenti di situ.

Pasalnya, Ayah hanya punya tujuh saudara kan-dung.

Saya tak pernah punya penasaran lebih pada ju-lukan berurutan tersebut. Mungkin karena terbiasa hidup di lingkungan yang memang terbiasa pula dengan budaya satu ini. Saya juga punya Atok Yong, Atok Ngah, Andong Oteh, Bu Yang, Pak Atam, Kak Andak dan Bu A­njang. Semua keluarga yang punya nama kecil karena urutan lahirnya.

Hingga suatu hari salah seorang kawan ber-tanya, “Kenapa mesti pakai tuturan begitu? Kenapa tidak panggil nama saja?”

Pertanyaan sederhana itu menggiring saya pada penelitian kecil-kecilan terhadap budaya ini.

Langkah awal, saya cari di Google. Namun tidak ditemukan informasi tentang ini. Mecam-macam keyword saya masukan, tapi tetap saja nihil.

Lantas saya mendatangi beberapa dosen bu-daya yang memahami budaya Melayu. Ternyata tak ada yang tahu pasti sejarahnya. Padahal, banyak keluarga di sekitaran rumah saya masih menggu-

nakan tuturan-tuturan ini di kehidupan sehari-hari. Misalnya Wak Yong Dharma yang punya warung, Wak Ngah Riwi yang punya salon. Meskipun secara silsilah keluarga, garis keturunannya jauh.

Akhirnya saya beralih pada narasumber tera-khir: yakni keluarga saya sendiri. Ayah bilang ia tak begitu tahu, begitu pula dengan Wak Yong, kakak Ayah. Beruntung, saya dapat sedikit pencerahan dari Atok. Beliau bilang, “Mungkin karena orang za-man dulu punya anak banyak. Jadi dikasih tuturan supaya enggak susah sebut nama.”

Dari Atok pula, saya tahu kalau Ayong adalah kata ganti A­long yang berasal dari kata ‘long’; sing-katan dari Sulong, anak pertama dalam bahasa Me-layu. Angah berasal dari kata ‘tengah’, meski anak kedua tak selalu menjadi anak tengah. “Bagi orang dulu, pantang punya anak sikit,” celoteh Atok.

Sayang, sisa dari tuturan itu tak Atok ketahui artinya. Dia hanya menambahkan tentang Uncu, yakni julukan bagi anak paling kecil, si bungsu.

Sebenarnya tuturan sesuai urutan kelahiran ini juga terdapat di beberapa suku. Sebut saja Jawa dan Karo. Bedanya, baik orang Jawa maupun Karo tak punya julukan sedetil yang orang Melayu punya. Orang Karo misalnya, hanya punya tiga julukan: Tua untuk sulung, Ngah untuk anak urutan tengah, dan Uda untuk si bungsu. Sedang orang Jawa akan panggil Pak Le untuk paman yang merupakan abang Ayah atau Ibu dan Pak De untuk adik orang tua mereka.

Tapi yang paling mengherankan adalah tidak semua orang Melayu dewasa ini masih bertahan dengan budaya tersebut. Saya punya empat orang teman bersuku serupa, tapi tak satu pun di antara mereka yang punya panggilan kecil seperti saya. Padahal dua di antaranya adalah Ayong, sisanya Uncu.

Entah telah tergerus, atau memang orang tua zaman sekarang yang sudah bisa mengingat nama-nama anaknya. Kalaupun memang sudah tergerus, mungkin program Keluarga berencana lah penye-babnya.

BertuturPun Melayu Atur

Asalnya konon tak jelas. Mungkin cuma sekadar pengingat, agar orang tua tak salah sebut nama anak yang begitu banyak.

AULIA ADAM | SUARA USU

si poken

AUDIRA AININDYA | SUARA USU

Page 18: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201318 potret budaya

Minak Pengalun, Minyak ‘Sakral’ nan Berkhasiat Warisan Suku Karo

Baina Dwi Bestari

Waktu itu Maret 2003. Jeho-dia Beli tidak ingat pasti tanggalnya. Tepatnya sore hari sekitar pukul 06.00 WITA, anaknya Marco

pulang ke rumah. Ia jalan pincang. Sekujur tubuhnya luka-luka. Wajahnya biru. Memar. Ia kecelakaan di jalan, sepeda motor yang dikendarainya melaju terlalu kencang hingga menabrak trotoar jalan. Bocah beru-mur 13 tahun itu memang baru saja mahir mengendarai sepeda motor.

Jehodia menyambut anaknya yang me-rintih kesakitan. Sedetik kemudian, ia bawa Marco ke rumah sakit di dekat rumahnya di Alor, Nusa Tenggara Timur.

Ketika berobat, dokter yang memeriksa Marco menawari Jehodia untuk memakai-kan minyak pada luka anaknya. Minyak itu biasa didapat sang dokter dari saudaranya di Batam. Setelah kesepakatan, Jehodia setuju untuk menitip sebotol minyak. Untuk percobaan, dokter memberikan persediaan yang ia miliki.

Sampai di rumah, Jehodia mengusap-kan minyak itu ke luka anaknya. Keesokan harinya, luka-luka basah itu mengering. Memar di wajahnya pun mulai kempis. Ti-dak butuh waktu lama untuk sembuh total. Dalam seminggu luka-luka Marco sudah kering dan tidak berbekas. “Cepat kali sem-buhnya, saya enggak bawa ke mana-mana lagi,” papar Jehodia.

Minyak yang dipakai Jehodia bernama minak pengalun, berasal dari suku Karo. Minak artinya minyak. Sedang pengalun ber-asal dari bahasa Karo, alun, artinya urut. Maka, pengalun adalah pengurut. Jadi, pada dasarnya minak pengalun adalah minyak yang digunakan untuk urut atau kusuk. Tapi, bukan hanya bisa dipakai untuk urut. Ia juga dipakai untuk mengobati pegal-pe-gal, lelah, luka gigitan serangga dan luka bakar.

Ia dibuat dengan meramu rempah-rempah, akar-akaran dan dedaunan segar, dicampur dengan minyak kelapa. Kemu-dian dimasak selama kurang lebih dua jam sampai semua bahan tersebut tercampur rata. Lalu campuran tadi diperas dan disa-ring. Semakin segar rempah atau dedaunan yang digunakan, maka khasiatnya diper-caya akan semakin bagus.

Adalah Tjonto Kaban salah satu penjual Minak Pengalun. Bersama istrinya Pakenta br Ginting, ia melanjutkan usaha dari nenek moyang mereka. Kata Pakenta, dulu minyak ini masih langka. Dibuat sedikit, hanya sesuai pesanan. “Siapa mau minyak, kita minta mangkuknya. Kalau banyak, kita suruh bawa jeriken,”

Tapi, sekarang sudah berkembang. Mereka memasarkan minyak ini ke apotek-apotek di Kaban Jahe, Pekan Baru, Batam, Jambi, hingga Nusa Tenggara Timur. Per bulannya mencapai 4 ribu botol. Khusus ke

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Kabanjahe, dikirim 2 ratus botol per ming-gu. Harga per botol Rp 12 ribu. Selain di apotek, minak pengalun juga dapat ditemui di tempat-tempat urut tradisional.

Herlina Ginting, Sekretaris Departemen Sastra Daerah USU mengaku tak tahu pasti kapan minyak ini muncul. Yang jelas, sejak adanya Suku Karo ada pada abad ke-13 Masehi minyak ini sudah ada.

Sampai saat ini, memang belum pernah ada penelitian khusus tentang minak pengalun. Jadi belum dapat diketahui pasti apa perbedaan mendasar dengan minyak urut lain yang dimilikinya. Hanya saja, jika dilihat dari rempah-rempahnya minak pengalun memiliki komposisi yang sangat banyak. “Ketika baru siap dimasak, ia akan tercium seperti bau gulai,” terang Herlina. Selain itu, jika kena pakaian minyak ini tidak akan lengket dan membekas. Hanya ada baunya saja.

Perubahan Tradisi dan KepercayaanKonon, minyak ini punya beberapa

kepercayaan yang jika tidak dipenuhi, kha-siatnya akan berkurang. Minyak ini tidak bisa dibuat oleh sembarang orang. Ia bersi-fat sakral. Harus dibuat oleh orang-orang tertentu yang mempunyai pengetahuan khusus. Karena, bahan-bahan yang akan digunakan diambil dari tengah hutan de-ngan petunjuk yang dipercaya berasal dari ruh. Bahkan ada mantera tertentu dalam pembuatannya. Jika minyak dibuat oleh sembarang orang, maka khasiatnya akan berkurang. “Dulu dipercaya ada hubungan erat antara manusia dengan alam ruh,” terang Herlina.

Selain itu, takaran yang digunakan dan lamanya waktu pemasakan ramuan minyak

tidak boleh berlebih dan terlalu lama dima-sak dari waktu yang sudah ditentukan.

Lalu, sebelum mengoleskannya, minak pengalun tidak boleh diambil dengan jari telunjuk. Harus menggunakan jari tengah. Ia juga tidak boleh diletakan sembarangan apalagi dilompati.

Satu lagi kepercayaan yang dianut ma-syarakat terdahulu, tidak boleh pelit dalam membagi minyak ini. Jika seseorang mem-punyainya dan orang lain meminta, maka ia harus membaginya walaupun sedikit. Kalaupun tidak mau memberi, katakan kalau minyaknya tinggal sedikit. Kalau minyak masih banyak dan ia bilang tidak ada, maka khasiatnya akan berkurang.

Tapi, itu cerita dulu. Sekarang, sudah banyak perubahan.

Pakenta bilang, tidak butuh keahlian khusus untuk membuatnya. Siapa saja bisa membuat minyak ini. Ia juga bilang, tidak ada pengurangan khasiat. “Supaya enggak bersaing aja itu,” katanya.

Kata Pakenta lagi, minyak ini juga fleksibel. Bisa diletakan di mana saja. “Ka-lau ditaruh di bawah, takutnya tumpah.”

Menilai perubahan ini, Herlina katakan bahwa kepercayaan-kepercayaan yang dibuat sebenarnya mengajarkan ketertib-an dan kesopanan pada masyarakat. Hal itu tercermin dari pengambilan minyak yang harus dilakukan dengan jari tengah atau minyak yang tidak boleh dilompati. Nilai lain yang Herlina ambil adalah kedi-siplinan. Dapat dilihat dari pembuatan yang harus sesuai dengan takaran dan harus tepat waktu. Ada juga nilai kebersa-maan dan saling berbagi yang terkandung dalam kepercayaan bahwa tidak boleh pelit dalam membagi minak pengalun.

Ia telah ada ribuan tahun lamanya. Ia berkhasiat, tapi banyak pantangannya. Semakin ke sini, pandangan atas kepercayaan itu jadi berubah.

Minyak obat tradisional Karo, Laucih. Minyak ini terbuat dari berbagai jenis daun-daun langka, akar-akaran dan rempah dari tanah Karo.

OBAT ALAMI

Page 19: Tabloid SUARA USU Edisi 91

IKLAN

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 19riset

Ingar Bingar Uang Kuliah Tunggal

Mulai tahun ajaran 2013/2014, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dir-jen Dikti) memberi perintah kepada Perguruan Tinggi Negara (PTN) se-Indonesia untuk menerapkan uang kuliah tunggal (UKT) melalui surat edaran nomor 97/E/KU/2013 beberapa waktu lalu. Beberapa PTN di Pulau Jawa telah menerapkan UKT ini seperti Universitas Airlangga dan

Universitas Soedirman. Di USU, sudahkah mahasiswa mengetahui kebijakan ini?

Bagaimana tanggapan serta komentar mereka?Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 475 mahasiswa USU, yang

terdiri dari sampel diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proporsio-nalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 96% dan sampling error 4%, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh pendapat mahasiswa USU. (Litbang)

44,23 %

57,05 %

1. Apakah Anda mengetahui rencana penerapan uang kuliah tunggal (UKT) di PTN se-Indonesia oleh Dirjen Dikti? a. Ya (21,89 %) b. Tidak (78,11 %)

2. Jika ya, darimana Anda mengetahuinya? a. Internet (28,91 %) b. Surat Kabar (19,23 %) c. Televisi ( 6,73 %) d. Lainnya: (44,23 %) Teman, Orang Lain, Sosialisasi

3. Setuju atau tidak setujukah Anda jika UKT diterapkan di USU? a. Setuju (41,47 %) b. Tidak setuju (57,05 %) c. Tidak menjawab ( 1,47 %)

4. Apa alasan Anda setuju? a. Lebih sederhana dan praktis (35,03 %) b. Adil (36,04 %) c. Tidak ada pungutan lain (11,66 %) d. Lebih transparan (13,20 %) e. Tidak menjawab (4,06 %)

5. Apa alasan Anda tidak setuju? a. Memberatkan yang kurang mampu (31,73 %) b. Tidak adil (20,66 %) c. Biaya setiap fakultas berbeda ( 18,08 %) d. Biaya jalur masuk berbeda ( 4,80 %) e. Sistem sekarang lebih baik ( 2,21 %) f. Informasi belum jelas ( 16,97 %) g. Tidak menjawab ( 5,54 %)

78,11 %

31,73 %

36,04 %AULIA ADAM | SUARA USU

IKLAN

Page 20: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201320 resensi

Audira Ainindya

Paulo Coelho barangkali adalah penulis spesialis perjalanan. Ini bukan kali pertama ia membuat tu-lisan yang mengadaptasi

catatan perjalanan seseorang. Juga, perjalanannya masih dibumbui de-ngan kesan religi yang kental. Sebel-umnya sudah ada The Alchemist yang juga mengangkat konsep dan tema yang sama.

Mengawali kisah bersama lima orang yang akan mengikuti ritual penobatannya, Paulo yang menjadi-kan namanya sendiri sebagai tokoh utama dalam cerita akan dijanji-kan menjadi Guru Ordo RAM. RAM adalah singkatan dari Rigor (keteta-pan), Adoration (penyembahan), dan Mercy (welas asih).

Bersama istri, guru, seorang murid, pemandu lokal serta utusan persaudaraan besar yang menaungi ordo-ordo rahasia di seluruh du-nia persaudaraan yang lebih dike-nal dengan nama ‘tradisi’, mereka melakukan ritual di Itatiaia, jauh di ketinggian puncak Serra do Mar yang termasuk dalam rangkaian pegunun-gan Agulhas Negras (Jarum Hitam) di Brasil.

Bagian dari ritual mengharus-kan Paulo menguburkan pedang-nya yang lama. Ia sudah memiliki pedang baru sebagai pertanda ia telah menduduki jabatan yang lebih tinggi. Sang Guru akhirnya meno-batkan Paulo sebagai Guru Ordo RAM. Ini ditandai dengan penyen-tuhan oleh pedang milik Sang Guru pada bahu dan dahi Paulo.

Akhirnya Paulo ditasbihkan. Ia terkagum-kagum dan tak sabar menggunakan mukjizat-mukjizat yang ia dapatkan setelah penobatan. Sang Guru menasihati agar Paulo tidak membiarkan pedang baru-nya lama tersimpan supaya tidak berkarat. “Dan saat kau menghunus pedangmu, janganlah kau memasuk-kannya kembali tanpa terlebih dahu-lu menggunakannya untuk kebaikan, membuka jalan baru, atau menum-pahkan darah musuh.” Begitu pesan

Menuju Santiago Suci, Demi Sebilah Pedang

Judul: The Pilgrimage: ZiarahPenulis: Paulo Coelho

Penerjemah: Eko IndriantoPenerbit: PT Gramedia Utama

Tahun: 2011Jumlah Halaman: 264 halaman

Harga: Rp 45.000

Masih tentang catatan perjalanan. Masih dengan bait-bait motivasi dan filsafat. Buku ini diperuntukkan bagi mereka yang ingin mencari jati diri

dan memaknai kehidupan.

Sang Guru.Konflik muncul saat Sang Guru

menggoreskan ujung pedang ke dahi Paulo. Ia bisa merasakan luka tersebut. Ia merasa tak seharusnya ia kesakitan karena ia sudah pu-nya kekuatan. Tiba-tiba Sang Guru menginjak jemari Paulo yang siap-siap menggenggam pedang barunya. Paulo kesakitan dan pedangnya ter-jatuh. Sang Guru merebut pedang tersebut dan memberikannya pada istri Paulo.

Berhubung pedang lamanya su-dah ‘kembali’ ke bumi, Paulo berini-siatif untuk mulai pencariannya dari awal lagi. Melalui istrinya, Sang Guru memintanya untuk membuka peta Spanyol dan mencari rute perjalan-an dari abad pertengahan, dikenal dengan nama Jalan Misterius menuju Santiago untuk berziarah. Tujuan-nya menemukan pedang yang tepat untuknya. Paulo ditemani seorang pemandu perjalanan yang misterius bernama Petrus. Ia tetap jadi pemain tunggal untuk menemukan pedang-nya. Melakukan latihan kecepatan, menjalani tes ritual, bahkan ritual menjadi ruh yang berkuasa.

Perjalanan spiritual kristiani menuju Santiago de Compostela ini-lah yang menjadi inti cerita novel. Paulo Coelho bertutur cerita dari Brasil hingga Eropa. Ia berhasil mem-bawa pembaca serasa berada di tem-pat-tempat yang diceritakannya ber-kat deskripsi yang sangat apik. Dari Saint-Jean-Pied-de-Port di Prancis hingga katedral Santiago de Com-postela di Spanyol dikisahkan secara detail. Novel ini betul-betul mirip catatan perjalanan.

Dibandingkan The Alchemist, no-vel ini terasa lebih berat, terutama bagi mereka yang termasuk pemula dalam membaca buku-buku filsafat. Belum lagi sejarah yang dituturkan dalam buku ini adalah sejarah yang ti-dak diketahui orang awam dan jarang diperbincangkan terutama di bangku sekolah.

Misalnya sejarah pada tahun 1123 tentang pastor Prancis bernama Aymeric Picaud yang juga berziarah ke Santiago dan perjalanan menuju Santiago versi orang Prancis yang terpaksa dijelaskan pada catatan kaki agar lebih mengerti. Ditambah peng-gunaan banyak istilah asing seperti Ordo RAM, Pecadillo (dosa kecil), dan lafal nama-nama tempat dan tokoh yang sulit diingat. Tak jarang kita temui catatan kaki yang cukup pan-

jang agar pembaca lebih paham. The Pilgrimage terinspirasi dari

agama Islam yang mewajibkan se-genap umatnya mengikuti jejak Nabi Muhammad yang berziarah dari Mekah ke Madinah setidaknya sekali seumur hidup. Dan umat kris-tiani pada abad pertama yang juga diharapkan menempuh tiga rute perziarahan yang dianggap suci. Ja-lan pertama menuju Santo Petrus di Roma, jalan kedua di Yerusalem dan jalan ke tiga adalah San Tiago (San-tiago). Paulo memilih jalan yang ke-tiga. Meskipun merupakan catatan perjalanan spiritual kristiani dan ditemukan beberapa ayat dari Injil dalam buku ini, namun buku ini bisa dibaca oleh siapa saja.

Karya ini sebenarnya ditulis lebih dulu ketimbang The Alchemist. Na-mun, baru pada tahun 2011 novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa In-donesia. Ceritanya lebih padat berisi

namun tak sesantai membaca The Alchemist. Masih seperti karya Paulo lainnya yang menggabungkan genre motivasi, drama, psikologi dan filsafat menjadi satu novel yang indah.

Selalu ada kata-kata mutiara di tiap dialog atau kesimpulan cerita. Salah satunya pada halaman 163, saat Petrus, sang pemandu perjala-nan menasihati Paulo. “…Kau punya cara sendiri menjalani kehidupanmu, mengatasi masalahmu, dan menca-pai kemenangan. Mengajar berarti mendemonstrasikan bahwa itu semua mungkin. Mempelajari berarti mem-buat semua itu menjadi mungkin bagi dirimu.”

Inti dari novel ini adalah kita akan layak mendapatkan sesuatu jika kita tahu apa yang akan kita lakukan de-ngan sesuatu itu, layaknya Paulo yang pada akhirnya mendapatkan pedang-nya karena memang ia tahu dan layak untuk itu. ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU

Page 21: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 21iklan

Page 22: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201322 iklan

Page 23: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 2013 23momentum

SUARAUSU.CO

7 Januari 2013

7 Maret 2013

1 Maret 2013

GUBERNUR Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho mengunjungi para pemain Tim Nasional (timnas) Indonesia di hari pertama pemusatan pelatihan nasional (pelatnas) yang digelar di Stadion Mini USU, Senin (7/1) pagi. Gubsu langsung menyambangi para pemain dan staf pelatih yang berada di lapangan. Ia berharap dukungan dan antusiasme dari masyarakat Sumatera Utara kepada timnas bisa berdam-pak positif bagi kesiapan timnas menghadapi Pra Piala Asia 2015 mendatang. (Ferdiansyah)

Gubsu Kunjungi Pelatnas Timnas KETUA Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas

(MPMF) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Heru Nurkholis melantik Gubernur FMIPA terpilih Ganda Wijaya-Abdul Rahim, Jumat (1/3) di gedung aula FMIPA. Pengesahan dilakukan dengan pembacaan sumpah jabatan oleh Ganda Wijaya yang dipandu Heru Nurkholis. Ganda memaparkan sejumlah program kerja yang akan ia lakukan dalam periode 2013-2014 ke depan, yaitu pemerin-tahan mahasiswa (pema) akan fokus mewadahi kegiatan ma-hasiswa FMIPA dalam bidang keilmuan. (Ridho Nopriansyah)

MPMF Lantik Gubernur FMIPA

DUA mahasiswa memasukkan surat suara Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) serta calon gubernur dan wakil gubernur periode 2013/2014 pada Pemilihan Umum (pemilu) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di pelataran parkir FISIP USU, Selasa (5/3). Pemilu ini berujung pada kemenangan KAM Bisnis dengan perolehan 329 suara dari 1.701 total suara.

Pemilu FISIP

SEJUMLAH mahasiswa USU dari Organisasi Teater ‘O’ yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Penyelamat Taman Bu-daya Sumatera Utara (TBSU) melakukan aksi menolak alih fungsi TBSU, serta menolak pengosongan TBSU bagi para seniman dan budayawan, Rabu (20/2). Aksi ini diawali dari kantor walikota Medan, gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan dan diakhiri di TBSU. Dalam aksi ini, massa berharap akan ada respon dari pemerintah terlebih Walikota Medan Rahudman yang dalam hal ini bertanggung jawab penuh pada pengosongan TBSU untuk para seniman dan budayawan. (Riska Aulia Sibuea)

Mahasiswa Gelar Aksi Tolak Alih Fungsi TBSU

ADANyA masyarakat yang memilih menjadi golongan pu-tih (golput) masih mewarnai Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013, Kamis (7/3) lalu. Masyarakat tersebut terkendala pada administrasi penduduk seperti tidak mem-punyai kartu tanda penduduk (KTP) sehingga tidak terdaftar sebagai pemilih tetap. Ke depannya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Irham Buana Nasution berharap perbaikan sistem administrasi kependudukan seperti KTP elektronik menjadi solusi untuk mengurangi masyarakat yang tidak me-miliki hak suara. “Setelah itu, tinggal menunggu kesadaran dari masyarakat sendiri untuk ikut menentukan siapa yang berhak menjadi gubernur,” ujarnya. (Sonya Citra Bratisca)

Pilgubsu Masih Diwarnai Golput

9 Maret 2013

20 Februari 2013

Bus Kampus USU

5 Maret 2013

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

BUS lintas USU tiba di halte depan Gelanggang Mahasiswa Jalan Universitas pintu satu USU, Kamis (14/3). Bus ini meru-pakan salah satu bagian proyek USU Asri dan mulai diopera-sikan pada tanggal 9 Maret lalu.

SOFIARI ANANDA | SUARA USU

Page 24: Tabloid SUARA USU Edisi 91

SUARA USU, EDISI 91, MARET 201324 profil

IKLAN

Prof Syahril Pasaribu Kilas Langkah Sang Rektor

Aktif berorganisasi sejak bangku kuliah hingga menduduki kursi nomor

satu USU, sang dokter tak pernah kesampingkan pengabdian pada

masyarakat.

kehidupan baru dengan seorang gadis bernama Linda.

Sama-sama berprofesi di bidang kedokteran, keduanya ditempatkan untuk bekerja di salah satu pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di daerah Aceh Besar. “Selain mengabdi pada masyarakat di daerah itu saya juga mulai mendalami agama Islam,” katanya.

Setelah tiga tahun di Aceh, Prof Syahril melanjutkan studi S2-nya. Ia lulus syarat tes dan mendapatkan bea-siswa di Thailand. Dua tahun di sana, ia diminta kedutaan besar Indonesia di Thailand untuk mendirikan sebuah perkumpulan mahasiswa Indonesia yang bersekolah di sana.

Tamat dari Thailand ia kembali ke Medan dan meneruskan studi Spesi-alis Anak sebagai angkatan pertama S3 Kedokteran di USU pada tahun 2004.

***

Prof Syahril adalah sosok religius. Ilmu agama ini baru didalaminya saat berada di Aceh. Setiap malam selepas praktik di puskesmas, ia didatangi tokoh agama. Tak dinyana, akhirnya ia tak hanya mempelajari tapi juga mengajari agama dengan berkhotbah di mesjid.

Linda mengungkapkan Prof Syahril memang orang yang haus akan ilmu. Jika ada orang lain yang tahu maka ia lebih ingin tahu lagi. Itu tidak berubah sejak dulu.

Jiwa kepemimpinannya sudah muncul saat kuliah di Thailand. Ia mengumpulkan seluruh mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana. Kemu-dian mulai melakukan kegiatan yang menghasilkan uang. “Kami menjual kaos, gantungan kunci dan barang-barang lainnya untuk mahasiswa di sana, bahkan mahasiswa Thailand pun banyak yang berminat,” kenang-nya.

Tak hanya itu, Linda bilang Prof Syahril bukan pula orang yang pilih kasih dalam memberi. Sering ketika pasien yang kurang mampu datang, ia tetap menerima dengan ramah dan baik tanpa memperhitungkan bayaran yang semestinya. “Iya, saya dulu suka

barang-barang antik seperti keramik-keramik, nanti kadang pasien datang membawanya sebagai bayaran bero-bat,” kata Prof Syahril.

Kini satu tempat tengah menanti

sang rektor. Tahun 2015 ia akan dilantik menjadi Presiden Ikatan Pe-nyakit Tropis Dunia. Ia akan menjadi orang Indonesia pertama yang duduk di sana.

Biodata Nama: Prof Dr dr Syahril Pasaribu DTM & H.MSc (CTM) SpA(K)

Tempat, tanggal lahir: Sibolga, 10 Februari 1950Pendidikan:

TK Bhayangkari (1955-1957)Sekolah Rakyat (1957-1963)

SMP Negeri 2 Medan (1963-1965)SMA Negeri 1 Medan (1966-1969)

S1 Fakultas Kedokteran USU (1971)S2 Mahidol University , Bangkok, Thailand (1988)

S3 Fakultas Kedokteran USU (2004)Penghargaan:

Medika Award dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 1987.

Ipak Ayu H Nurcaya

Rambut gondrong dan setelan kemeja putih dengan dua kancing atas terbuka menjadi gaya khas masa kuliahnya.

Kepala kelinci yang sudah mati ia ke-nakan sebagai kalung favoritnya. Ialah Syahril Pasaribu, mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sumatera Utara (USU) 1971. Siapa sangka, 32 ta-hun kemudian ia dinobatkan menjadi orang nomor satu di kampus tersebut, dan juga seorang guru besar.

Kala itu Prof Syahril berusia lima tahun. Ayahnya meninggal karena terserang kanker paru-paru pada usia 36 tahun. Tak ingin kejadian yang sama terulang pada anggota keluarganya, sang ibu bertekad menyekolahkan anak-anaknya di bidang kedokteran. Akhirnya keinginannya terwujud. Ketiga buah hatinya berhasil menamatkan studi dan meraih gelar sarjana kedokteran.

Sempat gagal untuk mendapatkan bangku kuliah di FK USU, tak lantas me-nyurutkan semangat Prof Syahril untuk kembali mengulang tes. Ia mulai meng-atur pola belajarnya sendiri di rumah. “Sebenarnya cita-cita saya jadi pelaut,” kenangnya sembari tertawa kecil.

Semasa kuliah Prof Syahril tercatat aktif di organisasi Himpunan Maha-siswa Islam (HMI) FK USU, anggota bagian kesenian. Bahkan, grup vokal yang ia geluti pernah menjuarai lomba vokal group di Malaysia.

Prof Syahril hanya butuh tujuh tahun untuk meluluskan kuliahnya. Bersama satu orang kawannya ia berhasil menjadi lulusan pertama di angkatannya kala itu. Usai menyele-saikan kuliahnya, Prof Syahril memu-tuskan untuk mempelajari jurusan Spesialis Anak di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Namun sebelum-nya ia memutuskan membuka lembar

RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU