Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

24
TIM HORAS: SAAT ASA TERJERAT DANA DIALOG LANGKAH TERSENDAT FAKULTAS PALING BARU DI USU RAGAM Rp 3000 ISSN 1410-7384 SUARAUSU.CO EDISI 99 XIX/OKTOBER 2014

description

Realitas Perspektif Mahasiswa.

Transcript of Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

Page 1: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

TIM HORAS:SAAT ASA TERJERAT DANA

DIALOGLANGKAH TERSENDATFAKULTAS PALING BARU DI USU

RAGAM

Rp 3000ISSN 1410-7384SUARAUSU.CO

EDISI 99

XIX/OKTOBER 2014

Page 2: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

suara pembacasuara sumbang

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 20142 suara kitalepas

Redaksi

L agi, USU punya fakultas baru. Baru tiga tahun lalu Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi jadi fakultas paling bungsu di USU. Kini, Progam

Studi Ilmu Kehutanan resmi jadi adik bon-tot 14 fakultas lain. Ia resmi menyandang nama Fakultas Kehutanan, yang kita sing-kat jadi Fahuta, pada 10 September lalu.

Perjuangannya tentu tak mudah. Diaju-kan sejak 2011 ke Senat Akademik (SA), tapi baru 2013 disetujui. Pun itu masih tunggu Surat Keputusan Rektor. Hingga akhirnya resmi diizinkan berdiri sendiri.

Masalah Fahuta selesai? Tentu saja ti-dak. Ia memang fakultas baru, tapi harta benda benar-benar belum ada. Untung, gedung tempatnya beraktivitas kini adalah hibah Fakultas Pertanian yang dulu ialah indungnya. Administrasi pun masih num-pang nama ke fakultas abangannya itu. Mengapa? Sebab, meski telah terbentuk hampir dua bulan, Fahuta masih belum punya jajaran pimpinan. Seperti dekan dan wakil-wakilnya.

Ia masih dikelola ketua dan sekretaris program studi lama.

Sampai kini, belum jelas kapan Fahuta akan segera berfungsi normal selayaknya sebuah fakultas. Tentu di gedung baru, dan dipimpin jajaran dekanat yang lengkap.

Mereka benar meminta semua daftar kebutuhan itu ke rektorat. USU ASRI sudah tahu perkara ini, dan akan segera mewu-judkan permintaan dua gedung dan satu laboratorium dari Fahuta. Tapi segera yang dimaksud adalah setelah mereka tahu ka-pan dana akan cair untuk proposal ini. Ka-pan itu? Belum ada yang tahu.

Dengan segala kekurangan sebagai se-buah fakultas, kita tentu harus mendukung Fahuta untuk segera bisa berdiri dan ber-jalan.

Tapi, tidakkah aneh melihat kelahiran fakultas terbaru ini? Ia memang tak lahir dalam semalam, tapi bisa dibilang cukup cepat diasese dari berbagai pos: dewan pertimbangan fakultas (DPF), SA hingga Rektor. Padahal belum punya apa-apa. Akreditasi pun masih B. Wakil Rektor I Prof Zulkifli Nasution, yang asalnya me-mang dari Kehutanan, pernah bilang pada SUARA USU, “Kehutanan memang terlahir sebagai fakultas.”

Inikah sebabnya proses lahir fakultas ini begitu singkat? Mengingat departemen lain, seperti Arsitektur sudah begitu lama mengajukan proposal jadi fakultas sendiri. Tapi tak pernah terdengar kabar tindak lanjutnya oleh rektorat.

Alasan Kehutanan dijadikan fakultas pun hanya karena dianggap memang tak sesuai dinaungi FP bila ditinjau dari kuri-kulum. Tak cukup, sebetulnya. Tapi, karena sudah sah, semoga saja kehadiran Fahuta bisa lebih memajukan USU. Kelengakapan atributnya sebagai fakultas harus segera ditindaklanjuti, sebab akan berpengaruh pada target USU mengejar akreditasi A di 2017 nanti.

Penanganan Tanggung-tanggung

Terhadap Fakultas Bontot

suara redaksi

Salam Jurnalistik!

Setelah rehat panjang pas-ca-menerbitkan tabloid edisi 98 Juni lalu, SUARA USU kembali hadirkan tabloid edisi 99. Seperti

komitmen kami, edisi ini kami hadirkan dengan penyempurnaan di segala sisi untuk Anda, pembaca setia kami.

Rektor Prof Syahril Pasaribu dan 42 guru besar USU keluar ruangan dari rapat Senat Akademik (SA) yang membahas pemilihan anggota Majelis Wali Amanat periode 2014-2019 pada 29 September. Aksi ke-luar ruangan tersebut terjadi karena adanya silang pendapat terhadap tata tertib pemilihan anggota maje-lis tertinggi universitas itu. Tata ter-tib itu ditetapkan oleh MWA periode 2009-2014 lewat Peraturan MWA Nomor 02 Tahun 2014. Simak ru-brik Laporan Utama untuk kronolo-gis lengkapnya.

Kemudian Laporan Khusus kali ini menyajikan informasi tentang penjuangan atlet paralimpiade di Sumatera Utara yang tak digan-jar dengan fasilitas dan bonus se- timpal. Seringkali untuk vitamin dan dana latihan pun mereka se-diakan sendiri. Bahkan ‘dana ap-resiasi’ dalam setiap perlombaan yang dimenangkan pun jumlahn-ya tak seberapa.

Konsep baru transportasi USU yaitu sepeda kampus rencananya akan dirilis tahun depan. Ada pula cerita jaket almamater 2013 dan 2014 yang tak kunjung usai. Pun cita-cita rektorat untuk adakan ja-ket almamater 2014 di awal ajaran baru tak terwujud. Setelah terpilih menjadi Presiden Mahasiswa USU, Brilian Amial Rasyid pun mulai su-sun kabinet. Di antara semua ma-salah di atas, ada Ilmu Kehutanan yang mendapat angin segar, resmi menjadi fakultas. Jangan lewatkan cerita lengkapnya di rubrik Ra-gam!

Berhenti sebentar di rubrik Potret Budaya. Akan dibahas tuntas tentang salah satu prosesi dalam rangkaian pernikahan adat Melayu.Makan Beradab. Makan ini tak seka-dar berhadap-hadapan. Ada makna dan tujuan dalam setiap prosesinya.Silakan baca hingga tuntas.

Di halaman terakhir kami perkenalkan Reza Pahlevi. Lelaki pengguna bahasa Esperanto, ba-hasa yang disebut-sebut sebagai bahasa dunia. Mahasiswa Ilmu Ko-munikasi 2012 ini akan bercerita mengenai prestasi dan pengala-mannya. Tak jauh-jauh dari dunia bahasa Esperanto.

Sekian kata pengantar dari Re-daksi SUARA USU. Semoga infor-masi yang kami berikan dapat ber-manfaat dan membawa perubahan bagi diri sendiri dan kampus USU kita. Sampai ketemu di tabloid ed-isi selanjutnya, tabloid edisi khu-sus untuk menggenapkan seratus edisi tabloid SUARA USU. Selamat membaca! (Redaksi)

DISKUSI

Suasana diskusi sejumlah Mahasiswa USU bersama tiga Anggota Tim Pe-nyusun Renstra 2014-2019 dan RJP USU 2014-2039 Himsar Ambarita, Prof Irmawaty dan Luthfi Hakim di gedung sekretariat SUARA USU, Selasa 8 Oktober. Selain itu, diskusi ini diikuti oleh UKM dan Pema se-USU.

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Kemendikbud belum sahkan nama-nama Anggota MWA.Kapan lagi MWA punya ketua? Enggak terbentuk lah panitia pemilihan rektor kami, Tulang!

RalatByline dalam Laporan Utama Story II adalah koordinator liputan Mutia Aisa Rahmi, reporter adalah Ridho Nopriansyah, Yulien Lovenny Ester G, dan Febri Ramania.

Sayfrizal Helmi dalam Ragam ‘Koordinasi Kabur Legislatif-Eksekutif’ seharusnya Syafrizal Helmi.

Presiden Baru, Kabinet Baru Jangan lupa aja kalau kam itu wakilnya kita rakyat jelata.

Kalau belajar di Sastra Jepang kelasnya digabung, jumlah mahasiswanya aja 63 orang. Kursinya enggak sampai segitu, makanya enggak cukup. Kami mesti datang pagi-pagi biar bisa dapat kursi. Kalau eng-gak, duduk di lantai.Annisa AmaliaFakultas Ilmu Budaya 2012

Musala FKM

Duduk di Lantai

Musala di FKM enggak ada. Pun musala ke-cil di samping perpustakaan fakultas hanya untuk mahasiswa perempuan dan tidak sebanding dengan jumlah mahasiswanya. Jadi bagi mahasiswa yang pria harus pergi salat ke musala FKep.Agi NurhayatiFakultas Kesehatan Masyarakat 2013

Page 3: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

suara kita 2-3laporan utama 4-7opini 8dialog 9ragam 10-11

galeri foto 12podjok sumut 13laporan khusus 14-15mozaik 16-17potret budaya 18

riset 19resensi 20iklan 21-22momentum 23profil 24

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 3suara kita

­

DESAIN SAMPUL: YANTI NURAYA SITUMORANG

ILUSTRASI:AULIA ADAM

konten

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU

Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara

Penasehat: Wakil Rektor III Universitas Sumatera Utara

Pemimpin Umum: Gio Ovanny PratamaSekretaris Umum:

Guster CP SihombingBendahara Umum: Mezbah SimanjuntakPemimpin Redaksi:

Aulia AdamSekretaris Redaksi:

Erista Marito Oktavia SiregarRedaktur Pelaksana:

Apriani NovitasariKoordinator Online:

Lazuardi PratamaRedaktur Cetak:

Ridho Nopriansyah, Sri Wahyuni Fatmawati PRedaktur Foto Cetak:

Wenty TambunanRedaktur Artistik:

Audira AinindyaRedaktur Online:

Rati HandayaniRedaktur Foto Online:

Andika SyahputraReporter:

Febri Rahmania, Tantry Ika Adriati, Arman Maulana

Fotografer: Yulien Lovenny Ester G

Desainer Grafis: Yanti Nuraya Situmorang, Anggun Dwi Nursitha

Ilustrator:Yulien Lovenny Ester G, Arman Maulana

Pemimpin Perusahaan: Ferdiansyah

Sekretaris Perusahaan: Maya Anggraini S

Manajer Iklan dan Promosi: Ika Putri Agustini Saragih

Manajer Produksi dan Sirkulasi: Yayu Yohana

Desainer Grafis Perusahaan: Amelia RamadhaniStaf Perusahaan: Indra P NasutionKepala Litbang: Renti Rosmalis

Sekretaris Litbang:Fredick BE Ginting

Koordinator Pengembangan SDM: Shella Rafiqah Ully

Koordinator Kepustakaan: Mutia Aisa Rahmi

Koordinator Riset: Santi Herlina

Staf Pengembangan SDM:Amanda Hidayat

Staf Kepustakaan:Sofiah

Staf Ahli: Tikwan Raya Siregar, Liston Aqurat Damanik,

Shahnaz A Yusuf, Bania Cahya Dewi

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi:

Jl. Universitas No 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan-Sumatera Utara 20155

E-mail: [email protected]

Situs: www.suarausu.co

Percetakan: PT Medan Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan)

Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp

800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp

1200/mm kolom, Rubrik Momentum (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp

1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlangganan, Hubungi:

085762303896, 085763407464Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan

harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan

apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email [email protected]

kata kitaPerppu, Desas-desus Pencitraan, dan Manuver Politik

Sang Presiden

Saya tidak setuju dikeluarkannya perpu oleh SBY. Karena jika pilkada secara langsung lagi, pasti banyak mengeluarkan biaya untuk kampanye. Secara otomatis, yang bersangkutan akan beru-saha mengembalikan duitnya lagi. Dan pilkada secara langsung akan menyebabkan pertentan-gan dalam masyarakat. Jadi lebih baik perppu ini enggak usah dibuat. Biar saja kepala daerah dipilih DPR. Yang menilai skill-nya kan DPR. Kalau masalah pencitraan wallahu alam-lah. Eng-gak ada yang tahu pasti itu pencitraan atau bukan.

Ade Ismail Abdillah — Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2011

TEKS dAN FOTO: SOFIAH

Saya setuju dengan adanya perppu ini. Kare-na pemimpin suatu daerah harus dikenal rakyat. Jika DPR yang memilih, bisa saja ter-jadi money politic. Lebih baik dikembalikan ke masyarakat lagi. Walaupun terlihat sebagai pencitraan. Tapi ini sudah benar.

Martha M Sihombing Fakultas Kedokteran

2013

Saya enggak setuju dengan adanya perppu ini. Karena enggak tegak pendirian. Masa sudah ada keputusan, tapi mau diganti lagi. Sepertinya sih ini trik supaya namanya kembali baik, agar terkesan mendukung rakyat.

Billy C Manurung Fakultas Teknik

2012Baguslah perppu ini dibuat. Karena pe-mimpin harus dipilih rakyat. Kalau DPR yang memilih, bisa terjadi korupsi. SBY eng-gak salah membuat perppu ini, tapi dia tidak konsisten. Meskipun begitu, sudah cukup bagus karena ada usahanya untuk mengem-balikan demokrasi. Biar saja menjadi urusan Bapak SBY tentang kabar pencitraannya.

Laspita Sinaga Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

2014

Saya setuju dengan dikeluarkannya perppu ini. Berarti SBY masih mempertahankan de-mokrasi. Sehingga rakyat bisa menggunakan haknya lagi. Dalam hal ini SBY benar, karena dia masih ingat bahwa dia dipilih rakyat.

Wahyudi Setiawan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi

2012

Jumat dini hari, 26 September silam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sahkan Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hasilnya, kepala daerah dipilih oleh DPR. Dengan kata lain pilkada langsung dihapuskan. Pengesahan tersebut menimbulkan pro kontra di antara masyarakat. Ada yang sepakat namun tak sedikit yang menghujat. Tiga hari berselang, Presiden SBY mengeluarkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang (Perppu). Pertama, tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Perppu kedua terkait penghapus kewenangan DPRD untuk melaksanakan pilkada. Itu berarti pilkada langsung tetap diadakan. Lagi-lagi, ada yang sepakat dan menghujat. Lalu bagaimana dengan tanggapan mahasiswa USU sendiri?

Page 4: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

Cerita MWA USU yang BaruSUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

4 laporan utama

Hari itu, 29 Sep-tember lalu. Prof Badarud din be-rangkat kerja ke USU lebih awal

pukul 07.00 pagi. Namun kali ini tujuannya beda. Bukan ru-angan kerja Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), melainkan ru-ang Senat Akademik (SA) di lantai tiga Biro Rektor USU. Ia harus mengikuti rapat SA dengan agenda pemilihan anggota Majelis Wali Amanat (MWA).

Sebab, Dekan FISIP ini juga anggota SA periode 2014-2019. Mereka akan me-milih anggota MWA dari dua

Silang Pendapat di Akhir September

Koordinator Liputan: Maya Anggraini SReporter: Lazuardi Pratama, Wenty Tambunan, Amanda Hidayat, dan Maya Anggraini S

Maya Anggraini S

Aksi keluar ruangan Rektor Prof Syahril Pasaribu dan 42 anggota SA lainnya pada Rapat Pemilihan Anggota MWA

murni karena perbedaan persepsi. Pun, dua kubu terbentuk karenanya.

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

perwakilan, satu dari ang-gota SA sendiri, dan satu lagi dari kalangan masyarakat.

Sesampainya di sana, rapat belum mulai.

Badar mengambil tempat duduk dekat pintu masuk dan keluar ruang SA. Tak lama ke-mudian, rapat pun dimulai, tepat pukul 09.00 WIB. Ada 91 anggota SA yang hadir. Se-harusnya 94 orang hadir, na-mun kata Prof Chairul Yoel, Ketua SA, tiga lainnya berha-langan.

“Katanya sih lagi naik haji,” timpalnya.

Seingat Badar, sekitar pu-kul 11.00 WIB suasana tiba-tiba ricuh. Saat pembahasan tata tertib dimulai, terjadi silang pendapat terkait me-kanisme pemberian suara.

Harusnya, untuk pilih anggota MWA dari SA, peser-ta rapat diberi delapan su-ara. Sedangkan untuk pilih anggota MWA dari wakil ma-syarakat, peserta rapat pu-

Ketua Senat Akademik Prof Chairul Yoel berkomentar lebih lanjut perihal perkara MWA di ruang SA, Jumat (3/10). Prof Yoel bilang pemilihan anggota MWA tak salahi aturan.WAWAnCARA

nya sembilan suara.Aturan ini ada pada Pe-

raturan MWA Nomor 02 ta-hun 2014 pasal 8. Namun, pasal ini membuat bingung peserta rapat. Pendapat ter-bagi dua.

Sebagian orang meng-anggap peserta rapat boleh memilih nama berbeda un-tuk delapan suaranya. Seba-gian lagi beranggapan seba-liknya, peserta rapat boleh memilih nama yang sama untuk delapan suara. Salah satu orang yang berpiki-ran begini ialah Rektor Prof Syahril Pasaribu.

Di tengah kericuhan itu, Dekan Fakultas Eko-nomi dan Bisnis Prof Azhar Maksum yang saat itu juga tergabung dalam forum bi-lang kalau Arifin Nasution, notulen cum Sekretaris SA, melemparkan ke forum agar penjelasan tentang tata lak-sana peraturan tersebut di-ambil secara mufakat atau

ditunda sebentar. “Lebih dari setengah suara yang ada di forum sepakat untuk voting,” ungkap Azhar.

Rapat masih berlangsung saat Badar memutuskan per-gi ke kamar mandi, setelah-nya ia kembali masuk. “Saya pilek waktu itu,” ujarnya sam-bil tersenyum. Saat masuk kembali itulah, Prof Syahril dan 41 orang lain bersiap ke-luar dari ruangan.

Badar tak langsung mengikuti 42 orang itu. Ia duduk sebentar, menga-nalisis keadaan, berusaha mencerna keputusan yang benar. Dan akhirnya memilih ikut keluar. Tepat pukul 14.00 WIB, 43 orang memutuskan keluar ruangan, termasuk Badar dan Azhar. Tersisalah 48 orang di dalamnya. Tapi rapat masih berlanjut.

Hal ini dibenarkan ketua SA Prof Chairul Yoel. “Setelah keberatan, Rektor USU me-mutuskan keluar dari ruang-

an,” katanya. Meski, ditinggal 43 anggota rapat, peserta yang tersisa masih kuorum.

Rapat berlanjut hingga pukul 16.00 WIB. Sisa peser-ta rapat yang masih bertahan memilih nama-nama yang dilampirkan, yaitu delapan orang dari senat dan sembilan orang dari wakil masyarakat. Terpilihlah 17 orang. Mereka antara lain delapan orang dari wakil SA ada Prof Abdul-lah Afif Siregar, Prof Hakim Bangun, Prof Harmein Na-sution, Nurlisa Ginting, Syaf-ruddin Kalo, Prof T Keizerina Devi, Prof Urip Harahap dan Prof Zul Alfian.

Sembilan orang dari wakil masyarakat adalah Prof Chairuddin P Lubis, Chairul-syah Siregar, Panusunan Pa-saribu, Nurdin Lubis, Razali Ishak, Rustam Effendi Nasu-tion, Prof Sutomo Kasiman, Timin Bingei Purba Siboro, Tinah Bingei Tanoto.

“Tujuh belas orang inilah

Page 5: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

Cerita MWA USU yang BaruSUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

5laporan utama

FOTO ILUSTRASI: YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

nama-nama yang sudah di-bawakan kertasnya ke Mendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan –red),” katanya.

Beda Individu, Beda Pers-pektif

Prof Yoel mengaku tak mungkin salah persepsi tentang tafsiran peraturan pemilihan anggota MWA itu. Sebab ia juga tergabung dalam anggota MWA periode lalu. “Saya anggota MWA dan kami yang buat peraturan MWA tersebut,” tambahnya.

Dalam peraturan sudah tertera, setiap anggota SA memiliki delapan suara un-tuk pemilihan anggota MWA mewakili SA dan sembilan suara untuk calon anggota MWA wakil masyarakat, ma-sing-masing menggunakan nama berbeda. Peraturan Pemerintah (PP) hanya meng atur bahwa proporsi lebih lanjut diatur di peraturan MWA. Dasarnya hanya dua, statuta USU dan Peraturan MWA.

“Salah persepsi itu kan biasa. Nah, yang kita ambil suara persepsi yang sesuai dengan peraturan MWA,” pungkasnya.

Badar beda pendapat de-ngan Yoel, ia sepakat dengan pendapat kedua. Bagaimana-pun pendapat pertama merupakan sistem yang Ba-dar nilai tidak sehat. Dia mencontohkan, “kalau saya nyalon-kan diri, maka saya harusnya milih diri sendiri, semuanya ya untuk saya. Tapi tidak dengan peraturan MWA, suara saya harus saya bagikan ke calon lainnya,” jelasnya.

Istilahnya, “jadi ragu deng

an diri sendiri,” tambah Prof Badar.

Dosen Fakultas Farmasi, Prof Urip Harahap yang juga anggota MWA terpilih juga menganggap wajar bila ter-jadinya perbedaan persepsi. Sebab dalam sebuah rapat tentu perbedaan persepsi ialah hal biasa. Menurutnya, aturan MWA yang disampai-kan panitia saat rapat sudah benar. “Itu pandangan indi-vidual (subyektivitas –red) saya,” ungkap Urip.

Di sisi lain, Dekan Fakultas Keperawatan (FKep) Dedi Ardinata memilih keluar ruangan setelah akhirnya diputuskan untuk dilakukan pemungutan suara untuk menentukan mekanisme pe-milihan anggota MWA. “Ini seperti ketika Anda punya rumah, Anda bikin peraturan setiap orang bisa masuk. Tapi tidak dijelaskan dari pintu mana bisa masuk. Suatu keti-ka teman Anda masuk lewat jendela. Yang salah siapa?”

Itulah analogi yang di-sampaikan Dedi. Ia bilang bagaimanapun saat itu tidak seharusnya dilakukan pe-mungutan suara. Penundaan rapat dipi kir Dedi lebih te-pat, hingga ada penjelasan terkait peraturan MWA.

Menanggapi hal itu, Prof Yoel tegaskan pemungutan suara sudah jelas diatur dalam Statuta USU, jika tidak tercapai kesepakatan maka harus mutlak musyawarah mufakat, jadi tak ada persoa-lan dalam hal ini. Tata lak-sana yang di-jalankan sesuai dengan peraturan. “Sudah jelas prosedurnya,” kata Prof Yoel. “Yang forum butuhkan adalah one man one vote bu-kan one man one multivote,”

lanjutnya.Badar beri pandangan

lain. Ia bilang mekanisme pe-milihan anggota MWA meru-pakan celah pada peraturan MWA. PP Nomor 16 tahun 2014 tentang Statuta USU Pasal 26 yang diterjemah-kan ‘asal’ ke Peraturan MWA adalah bentuk demokrasi mayoritas tirani. Keputusan diambil secara kekuasaan dan digunakan dengan se-wenang-wenang.

Pun tentang kompo-sisi anggota MWA, ada 21 orang yang harusnya men-duduki kursi MWA. Sebelas orang menjadi perwakilan masyarakat. Delapan orang menjadi perwakilan SA. Se-dangkan pemilihan MWA sekarang menghasilkan tujuh belas anggota MWA, sembilan orang unsur ma-syarakat dan delapan orang unsur SA.

Dua di antaranya akan diisi oleh pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) dan alumni yang diisi oleh Ketua Ikatan Alumni USU (IKA-USU). Ter-kait alumni yang mewakili mahasiswa itu adalah Tengku Erry Nuradi, Wakil Gubernur Sumatera Utara. Dua orang lagi temasuk Rektor USU sekarang dan Kemendikbud otomatis menjadi anggota MWA.

Laporan mengenai pe-milihan anggota MWA ini sudahdiantarkan ke Kemen-dikbud 6 Oktober lalu. “Men-genai sah atau tidaknya biar menteri yang memutuskan,” tandas Prof Yoel.

Pandangan lain juga datang dari Prof Azhar hing-ga akhirnya memutuskan ke-luar ruangan saat itu. Selain

sistem pemilihan peraturan MWA yang bermasalah, ada juga poin yang tidak tuntas pada peraturan ini. Poin yang dimaksud adalah pengertian masyarakat yang tak ada pada Peraturan MWA No 2 Tahun 2014 Pasal 8 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengu-sulan, dan Pemberhentian Ketua, Sekretaris dan Anggota MWA. Itu yang membuatnya menduga wakil masyarakat yang menjadi anggota MWA sekarang mempunyai ke-pentingan untuk USU. “Tidak tahulah kapasitasnya,” ucap-nya sambil tersenyum.

Terkait ini, Prof Syahril tak berkomentar banyak, ia malah mengalihkan jawaban ke divisi hubungan masyara-kat (humas). “Ya sudahlah, tanya humas saja, saya sudah sampaikan semua sama dia,” sambutnya.

Humas menyampaikan dalam siaran pers rektor bahwa keputusan rektor untuk meninggalkan rapat dalam pemilihan MWA su-dah sesuai aturan. Dalam Peraturan MWA No 02 Tahun 2014 telah mengatur tentang suara setiap anggota SA se-bagaimana Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2). Akan tetapi, terdapat perbedaan dalam prosedur pelaksa-naan penggunaan suara se-bagaimana diuraikan, maka semestinya secara hukum tindakan SA adalah menunda rapat sampai mendapatkan penjelasan dari MWA sebagai organ USU.

“Bukan memaksakan pe-milihan suara yang dapat membentuk norma hukum yang baru,” kata Prof Syahril dalam siaran persnya.

Hal ini merupakan norma hukum yang memberikan dan merupakan hak suara kepada setiap anggota SA sebanyak 9 suara (untuk memilih ang-gota MWA wakil masyarakat) dan 8 suara (untuk memilih anggota MWA wakil SA).

Ketentuan prosedural tentang tata cara penggunaan suara diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c untuk memilih anggota MWA wakil masyarakat dan Pasal 8 ayat (2) huruf b dan c untuk memilih anggota MWA wakil SA. Rektor menyampaikan ti-dak satu pun kata atau frasa tersebut menetapkan bahwa nama calon anggota MWA yang dipilih harus nama yang berbeda.

“Misalnya Pasal 8 ayat (1) huruf b menetapkan bahwa setiap anggota SA yang hadir dapat memilih maksimal 9 (sembilan) nama calon ang-gota MWA wakil masyarakat,” kata Prof Syahril.

Pasal ini tidak menjelas-kan bahwa sembilan nama calon anggota MWA terse-

but ke sembilannya harus nama calon yang berbeda, sehingga terjadi kekosongan hukum yang menimbulkan interpretasi apakah 9 nama calon tersebut harus nama yang berbeda atau dapat ter-diri dari satu atau lebih nama calon yang sama.

Pun Badar saat itu mencu-rigai salah satu anggota MWA yang hampir tak pernah ikut rapat. “Contohnya Si Tinah, meskipun enggak pernah datang rapat dia jadi anggota MWA.” Tinah Bingei Tanoto adalah istri pemilik Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto. Tinah menjadi anggota MWA periode lalu, dan kembali mendapat kursi MWA peri-ode ini. Selain ia, masih ada Timin B Bingei Purba Siboro, istri dari pemilik perusahaan rokok Sumatera Tobacco Trading Company (STTC). Juga Edwin Bingei Purba Si-boro di periode sebelumnya.

Perihal Peraturan MWA tentang pengertian masyara-kat Prof Yoel mengatakan memang tidak ada. Karena bukan masyarakat biasa, tapi anggota MWA wakil masyara-kat. “Kalau kita membuat pengertiannya mau berapa lembar dipakai? Akan ban-yak defenisi nanti,” katanya.

Prof Yoel mengakui Ti-nah Bingei memang jarang datang rapat.

Tetapi dia adalah orang penting yang ikut membantu USU, baik dari segi pemba-ngunan, pendidikan maupun kemampuan mahasiswa. “Di-amendaftar jadi anggota SA dan tergolong dari wakil ma-syarakat,” ungkap Prof Yoel.

Dikutip dalam Sumut Pos bahwa adanya kubu-kubu tertentu dalam pemilihan MWA lalu. Anggota senat yang keluar rapat diduga be-rasal dari kubu Rektor USU, sedangkan angggota senat yang tetap melanjutkan di-duga berasal dari kubu Prof Chairuddin P Lubis.

Dedi membantah adanya kubu-kubu tertentu seperti yang dimaksud Sumut Pos. Ia bilang yang ada hanya-lah kubu-kubu yang terjadi alamiah seperti perbedaan pendapat. “Kebetulan aja-nya itu,” timpalnya.

Berbeda dengan Dedi, Prof Yoel akui adanya indi-kasi kubu-kubu.

Namun, ia tak memperso-alkan hal itu, karena tugas SA memfasilitasi dan melaksan akan amanah.

Prof Yoel juga meminta agar terjadinya kubu-kubu tersebut harus sesuai de-ngan ketentuan peraturan yang berlaku.

“Saya tak bikin kubu, tapi kalau mau buat ya silakan. Sama juga kayak di MPR, apa persoalannya?” katanya.

Page 6: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

Cerita MWA USU yang BaruSUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

6 laporan utama

KendalaDari Penantian Teken Menteri

hingga Pesta Pemilihan Rektor Baru

TOLAK BERKOMEnTAR Rektor Prof Syahril Pasaribu menolak berkomentar lebih lanjut perihal perkara MWA di halaman depan Biro Rektorat, Selasa (21/10). Saat pemilihan Majelis Wali Amanat, 43 anggota Senat Akademik termasuk rektor keluar ruangan yang berlangsung ricuh pada rapat SA, Senin (29/9) lalu.

LAZUARdI PRATAMA | SUARA USU

Koordinator Liputan : Yulien Lovenny Ester GReporter : Fredick BE Ginting, Rati Handayani, Ika Putri Agustini Saragih, dan Yulien Lovenny Ester G

Yulien Lovenny Ester G

Dua surat dikirim ke Ke-mendikbud. Salah-satunya penentuan nasib anggota

Majelis Wali Amanat (MWA). Setelahnya, MWA punya

tanggung jawab lebih.

yang sama. Namun, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Bisru Hafi tak ter-lalu perhatikan hal tersebut. “Mungkin aja beli untuk lihat lowongan pekerjaan,” kata Bisru.

Sehari sebelumnya terjadi perbedaan pendapat dalam rapat Senat Akademik (SA) terkait pemilihan anggota MWA hingga 43 orang di anta-ranya memilih keluar ruangan, termasuk Rektor Prof Syahril Pasaribu.

Saat ditemui, Prof Syahril enggan berkomentar. “Tanya kan saja sama humas.”

Saat para penjaja koran ke-banjiran rezeki, 43 anggota SA yang keluar ruangan mengaju-kan surat kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perihal pe-milihan anggota MWA. Berisi laporan bahwa pemilihan ang-gota MWA 29 September me-langgar peraturan mekanisme pemilihan, yaitu Peraturan MWA No 02 Tahun 2014 Pasal 8 Ayat 1 dan 2. Keputusan ini dituangkan dalam surat atas

nama Rektor USU.Prof Alvi Syahrin, Sekre-

taris MWA periode 2009-2014 bilang tak masalah kalau me reka mengirim surat untuk Kemendikbud. Karena kepu-tusan ada pada Kemendik-bud. Menanggapi hal itu, Prof Chairul Yoel, Ketua SA, bilang yang penting adalah SA sudah laksanakan tanggung jawab-nya. “Kita laksanakan sesuai peraturan.”

Ada satu surat lagi yang disampaikan ke Kemendik-bud, dibawa oleh Sekretaris SA Arifin Nasution 6 Oktober lalu. Isinya laporan hasil pemilihan anggota MWA. Bedanya, su-rat ini berisi hasil rapat dan nama anggota MWA terpilih. Ada tujuh belas nama, delapan wakil SA dan sembilan wakil masyarakat. “Tinggal tunggu jawaban Pak Menteri,” sahut-nya.

Bisru tak tahu terkait surat ini. Tidak ada laporan pengiri-man kepada rektor. Padahal, seharusnya ada surat tembu-san yang ditujukan pada rek-tor.

Prof Yoel bilang ada tem-busan yang dikirimkan untuk USU oleh Sekretaris SA. Selain itu, tembusan untuk MWA dan dewan guru besar sudah di-berikan setelah pengiriman ke menteri.

MWA Kini, Tak Lagi SamaStatuta USU resmi berubah

menjadi Perguruan Tinggi Negara-Badan Hukum (PTN-BH) Februari lalu, berdasar-kan Peraturan Pemerintah (PP) No 16 Tahun 2014. Kini terdapat beberapa modifikasi dalam MWA. Statuta adalah peraturan dasar pengelolaan yang digunakan sebagai lan-dasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di universitas.

Dalam statuta disebutkan MWA ialah organ universitas yang menyusun dan menetap-kan kebijakan umum univer-sitas. Beranggotakan 21 yaitu menteri, rektor, wakil dari SA, dan wakil masyarakat.

Prof Yoel bilang me-kanisme pemilihannya pun beda. Dulu, pemilihan sem-

bilan nama wakil masyara-kat dilaksanakan dengan pengajuan nama berbeda, sedangkan delapan wakil SA diajukan dengan satu nama saja. Sekarang, pemilihan sembilan wakil masyarakat dan delapan wakil SA dengan cara mengajukan masing-ma-sing sembilan dan delapan nama berbeda. Ini sesuai de- ngan Peraturan MWA No 02 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengusulan, dan Pemberhentian Ketua, Sekretaris, dan Anggota MWA yang dikeluarkan Juni silam.

Pun tugas dan wewenang MWA lebih rinci. MWA bertu-gas untuk menetapkan kebi-jakan umum USU, mengangkat dan memberhentikan rektor, melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan USU serta mena ngani penyelesaian tertinggi atas masalah di USU. “Dulu kami mengawasi, tidak serinci ini,” ujar Prof Alvi.

Tugas lain MWA adalah membina jejaring dengan pi-hak luar USU, bersama rek-

Hari itu Somad Hasibuan ber-jualan seperti biasa. Digan-tungnya koran

di bawah kayu atap toko. Su dah pukul 10.00 pagi ketika pria pengendara sepeda motor berhenti di sebelah toko. Matanya awas melihat headline surat kabar Sumut Pos edisi Selasa, 30 Septem-ber. Edisi hari itu.

Rektor USU WO. 42 Guru Besar Tinggalkan Sidang.

“Eh, apa ini? Kok WO (walk out–red)?” tanyanya. Sebentar ia terdiam. “Bera-pa eksemplar kau jual?”

“Sepuluh.”“Kuambil lima.” Uang

Rp 12.500 diberikan pada Somad. Kemudian pergi.

Kecipratan rezeki juga dirasakan Adek, penjaja koran di pintu satu. Di hari yang sama, Adek kedatang-an pembeli. Laki-laki berkemeja dengan kartu pengenal yang dibalik. Tak kelihatan namanya.

“Bang, ada berita pemi-lihan MWA? Koran apa aja, Bang?” tanyanya.

“Ada, Bang. Analisa, Waspada, Tribun, Orbit, Sumut Pos.”

Tak lama, laki-laki itu membeli surat kabar yang disebutkan, masing-masing tiga eksemplar. Selang be-berapa jam, datang pembeli lain. Laki-laki berkemeja, tetap dengan kartu penge-nal terbalik. Yang diminta tak beda, tiga eksemplar untuk tiap surat kabar. Tak hanya sehari, pembeli silih berganti di dua hari selan-jutnya. Tetap dengan or-der yang sama. Adek sam-pai menambah oplahnya, kurang lebih 36 eksemplar terjual.

Somad perkirakan pem-beli adalah orang rektorat USU. “Tahu dari pakaian,” ujarnya. Pun Adek akui hal

Page 7: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

Cerita MWA USU yang BaruSUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

7laporan utama

1.

2.

Riset Laporan UtamaJAJAK pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 500 mahasiswa USU. Sampel dipilih secara accidental dengan memper-timbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 96 persen dan sampling error 4 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa USU. (Litbang)

1. Apakah Anda pernah mendengar atau tidak per- nah tentang Majelis Wali Amanat (MWA)?

2. Apakah Anda tahu atau tidak tahu tentang pe milihan MWA 2014-2019?

3.

4.

Jika tahu, dari mana informasi tersebut Anda dapatkan?

Apa tanggapan Anda tentang pemilihan MWA 2014-2019?

tor melakukan penggalangan dana dan menyusun serta me-nyampaikan laporan tahunan pada menteri.

Anggota MWA berhak memberikan pertimbangan, usulan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana jangka panjang (RJP), rencana strate- gis (renstra), rancangan kerja dan anggaran tahunan (RKAT) serta pengelolaan USU.

Tak Ada Unsur Mahasiswa di MWA USU

Ada 21 orang yang duduk di kursi MWA. Sebelas orang perwakilan masyarakat. Dua di antaranya diisi oleh pihak Direktorat Jenderal Pendidi-kan Tinggi (Ditjen Dikti) dan alumni—Ketua Ikatan Alumni USU (IKA-USU). “Mahasiswa itu diisi alumni,” cerita Prof Sutarman, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-tahuan Alam (FMIPA)

Sutarman bilang USU pu-nya aturan sendiri terkait peletakan mahasiswa dalam badan MWA. Prof Alvi bilang hal itu berdasarkan PP Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statu-ta USU. Komposisi MWA dapat diatur lagi dalam peraturan MWA. Artinya Peraturan MWA Nomor 02 Tahun 2014 tetap jadi penentu.

Janter Ronaldo Purba, maha-siswa Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2012 sekaligus Ketua Front Mahasiswa Nasi-onal Ranting USU mengang-gap ini adalah kemunduran. Mengurangi esensi demokratis kampus yang harusnya punya perwakilan dari seluruh civitas akademika USU.

“Mahasiswa itu objek dari kebijakan di USU, harusnya dilibatkan,” katanya. Ia sayang-

kan USU tak beri kursi MWA untuk mahasiswa.

Prof Alvi bilang bukan berarti mahasiswa tak dapat duduk di MWA. Ketetapan MWA memasukkan maha-siswa sebagai wakil masyara-kat. Sebab masa kuliah ma-hasiswa strata-1 (S1) hanya empat tahun sedangkan ang-gota MWA punya masa jabatan lima tahun.

Tapi Janter tak lihat ada masalah jika posisi mahasiswa berganti sebanyak lima kali dalam satu periode MWA.. Seperti MWA Universitas Indo-nesia (UI). Termaktub dalam Statuta UI.

UI masukkan mahasiswa sebagai unsur MWA. Saat ini diwakili oleh Mohammad Amar Kaoerul Umam, Ma-hasiswa Fakultas Hukum UI 2010. Pada praktiknya, ia pu-nya dua peran di MWA, per-tama dalam rapat paripurna untuk mengambil keputusan. Kedua, advokasi kepentingan mahasiswa ke rektorat. Amar pun tak main-main, ia punya tim yang persiapkan setiap aspirasi mahasiswa dengan matang sebelum dibawa ke rapat paripurna MWA.

Di sisi lain, menurut Amar selain sebagai stakeholder terbesar, mahasiswa juga berperan dalam penetapan kebijakan kampus. Karena, MWA tak hanya bisa melihat masalah dari ‘atas’, ada maha-siswa yang tahu kenyataan di lapangan. “Enggak perlulah anggota MWA lain blusukan,” tambahnya.

Amar menilai kondisi USU saat ini sebagai keadaan yang tak biasa. Yang mengkhawa-tirkan adalah jika mahasiswa tak sadar bahwa ini adalah

masalah. “Yang sekarang ja-ngan diam, setidaknya ada yang diwariskan ke generasi selanjutnya,” tegasnya.

Namun, Amar optimis tetap ada jalan untuk mem-perjuangkan unsur mahasiswa di MWA. Pertama, buat kajian perlu tidaknya mahasiswa di MWA. Meliputi kajian yuridis, historis, antropologis, dan sosiologis. Lalu, sosialisasi ke publik tentang keadaan seka-rang. Kemudian ajak tokoh untuk utarakan opini tentang ini. Selanjutnya, sampaikan aspirasi mahasiswa berdasar-kan kajian sebelumnya ke rektorat. “Terakhir, PP tentang statuta bisa digugat ke Mahka-mah Agung untuk dibatalkan pada poin tidak adanya wakil mahasiswa sebagai unsur ang-gota MWA.”

Menanggapi Amar, Pre-siden Mahasiswa Brilian Ami-al Rasyid sepakat. Ia bilang Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU akan bahas ma-salah ini. Namun dalam waktu dekat pihaknya akan lak-sanakan rapat kerja terlebih dahulu. Sebenarnya, kekha-watiran serupa pernah juga dilontarkan Wakil Presiden Mahasiswa Abdul Rahim.

Lagi-lagi Prof Alvi masih belum sepaham. Menurutnya, mahasiswa USU belum bisa signifikan menjalankan tugas dan wewenang MWA. Sebab mahasiswa adalah orang yang masih dibina. Mahasiswa me-nyamakan tugas menetapkan kebijakan USU dengan pe-nyampaian aspirasi.

“Ini menetapkan kebi-jakan tertinggi. Bukan bilang saya perlu ini, saya perlu itu,” terangnya. Mahasiswa bisa sampaikan aspirasi lewat SA.

Pun kriteria menjadi ang-gota MWA dinilai tak dapat dipenuhi mahasiswa. Kriteria utama seperti komitmen, ke-mampuan, integritas, prestasi, wawasan, dan minat terhadap pengembangan USU.

Hal itu sebenarnya tak menutup peluang mahasiswa jadi anggota MWA. Prof Alvi menekankan jika ada maha-siswa yang memenuhi kriteria tersebut, dapat menjadi ang-gota MWA lewat jalur wakil masyarakat. “Silakan bersaing dengan calon lain.”

Namun, Janter tetap me-nganggap mahasiswa—ele-men mayoritas—harus diberi wadah untuk turut menyu-sun kebijakan. Tidak menjadi objek tanpa dilibatkan dalam penyusunan kebijakan. “Tidak demokratis,” imbuhnya.

Prof Alvi merasa ada atau tidak mahasiswa di MWA jelas beda. Dijadikannya ma-hasiswa salah satu unsur arti-nya mahasiswa otomatis jadi anggota. Beda jika mahasiswa masuk lewat jalur masyarakat, harus bersaing dengan calon lain dan tak otomatis masuk.

MWA membuka peluang

mahasiswa jadi anggotanya, na-mun tetap tak ada mahasiswa yang daftarkan diri dan berhasil jadi anggota. Jika sosialiasi jadi kambing hitam, kata Prof Alvi, mahasiswa harusnya lebih pro-aktif mencari informasi.

Janter tak sepaham. “Ter-bukti dalam MWA sekarang tidak ada mahasiswa dan tak pernah ada sosialisasi.”

“Enggak rasional,” lanjut-nya.

Di UI, info pemilihan ang-gota MWA sangat terbuka. Disebar di twitter, website hingga grand launching re-krutmen calon anggota MWA ke tiap fakultas. Lalu diadakan Pemilihan Umum Raya (Pe-mira) Anggota MWA UI Wakil Unsur Mahasiswa oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM)—perkumpulan organisasi ma-hasiswa di UI. Ini terjadi tiap tahun, sebab anggota MWA wakil unsur mahasiswa akan berganti tiap tahun dan dipilih kembali.

Amar bilang yang lebih penting ialah syarat menjadi anggota MWA harus diperjelas dan dibuat dengan nilai yang terukur.

***Mei 2015 masa jabatan

Rektor Prof Syahril Pas-aribu akan berakhir. Dalam Pe-raturan MWA No 03 Ta-hun 2014 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pe-ngangkatan dan Pemberhen-tian Rektor dan Wakil Rektor dalam Pasal 5 Ayat 1 bahwa pemilihan rektor diselengga-rakan paling lama lima bulan sebelum jabatan rektor bera-khir.

SA menargetkan keputu-san menteri tentang hasil pe-milihan anggota MWA segera ditetapkan. Setelahnya, MWA periode lalu dan periode se-karang akan rapat bersama. Memilih ketua dan sekretaris untuk membentuk panitia pe-milihan rektor. Hal ini mem-buat surat keputusan dari menteri jadi kian penting, sebab Ketua dan Sekretaris MWA harus segera ada agar bisa membentuk panitia pe-milihan rektor baru. “Bulan Januari harus sudah pemili-han,” tutup Prof Yoel.

ILUSTRASI FOTO | WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Page 8: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 20148 opini

Hadi Mansyur PeranginanginKetua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas USU Periode 2014-2015

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2011

Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksi-mal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.

[email protected]

Jalan Universitas No. 32 B, Kampus USU,Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara

Pers Mahasiswa SUARA USU

087748580282

@SUARAUSU

SURAT DAN PENDAPAT

Inilah lembaga ‘DPR’-nya maha-siswa. Di USU disebut Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) setingkat universitas dan Majelis Per-

musyawaratan Mahasiswa Fakultas (MPMF) untuk tingkat fakultasnya.

Berdiri dengan tugas utama me-ngawal semua program kerja (progja) dan kinerja pemerintahan mahasiswa (pema)—di beberapa universitas disebut dewan mahasiswa (dema), senat mahasiswa (sema) dan badan eksekutif mahasiswa (BEM)—MPMU hadir secara ‘transparan’. Tak cukup bersinar untuk muncul di permukaan la-iknya pesona pema. Keberadaan MPMU hanya dianggap formalitas

dOKUMENTASI PRIBAdI

pelengkap organisasi dalam sistem pemerintahan di kalangan maha-siswa. Seakan mengambil peran anak tiri. Dominasi pema meneng-gelamkan peran kunci dalam pem-bentukan aturan dan regulasi.

Kondisinya makin kompleks tat-kala ada yang jadi akar masalah se-hingga peran MPMU kurang maksi-mal. Satu, mahasiswa tak paham apa itu MPMU. Dua, tak banyak ma-hasiswa yang tertarik dengan dunia legislatif. Tiga, kurang optimal peran legislatif mahasiswa. Semuanya bisa saja terjadi dikarenakan minimnya pengetahuan akan kelegislatifan itu sendiri. Tak paham yang menyebab-kan tak maksimal.

Ini kontras sekali dengan legisla-tif sesungguhnya. Ibaratkan kampus ini miniatur Indonesia, maka MPMU ibarat dewan perwakilan rakyat (DPR). Satu kursi DPR bisa direbut oleh ribuan orang, beda sekali dengan MPMU. Jangan harap mahasiswa ber-jubel-jubel berebutan kursi MPMU. Bahkan orang-orang yang ditunjuk mewakili kelompok aspirasi maha-siswa (KAM) untuk duduk di kursi MPMU seperti enggan!

Sebagai lembaga legislatif, MPMU harusnya berperan banyak dalam kegiatan kemahasiswaan. Ada tiga peran strategis yang dapat dimain-kan yaitu, legislasi, kontrol, dan ang-garan. Untuk itulah MPMU harus punya sistem yang kuat serta mesin organisasi yang solid. Sebagai pem-buat regulasi, MPMU juga menyusun peraturan. Peraturan yang dibuat dilaksanakan oleh lembaga ekseku-tif—pema—yang langsung bersentu-han dengan mahasiswa. MPMU yang kemudian mengontrol pema dalam menjalankan perannya.

MPMU sebagai lembaga legislatif tertutupi eksistensinya oleh lembaga eksekutif, karena merekalah yang berhubungan langsung dengan ma-hasiswa. Hal ini tidak boleh diabaikan dan dibiarkan terus terjadi karena nantinya MPMU tidak bisa menjaga ritme pergerakan mahasiswa.

Di balik itu semua, saya pikir ada penyebab utamanya. Perjalanan MPMU USU secara umum memang sedang dalam kondisi yang tidak cu-kup baik. Di tataran tingkat nasional, MPMU USU saat ini masih dihadapkan pada permasalahan belum menemu-kan format gerakan bersama. MPMU

MPMU Itu Penting!

saat ini belum tergabung di dalam wadah Ikatan Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (IL2MI). Se-dangkan di tataran internal kampus, MPMU dihadapkan pada minimnya sumber daya manusia untuk terlibat di dalamnya.

Bagaimanapun, anggota MPMU dituntut untuk sensitif dalam men-dengarkan keluhan mahasiswa. Ser-ta aktif menuangkan pemikiran un-tuk menyusun kebijakan yang akan diberlakukan. Tidak ideal apabila ada anggota MPMU bersikap pasif dan cenderung acuh tanpa memberi-kan kontribusi. Namun, kesan lemah yang terjadi ditutup oleh Pema USU sebagai pengeksekusi aspirasi. Ini yang menjadikan pamor MPMU se-makin ‘tenggelam’.

Agar peran MPMU dapat bangun dari ‘tidur panjang’-nya, sudah sa-atnya kepengurusan MPMU meru-muskan kembali format gerakan apa yang akan diambil. Kemudian yang tak kalah penting adalah mengambil peran strategis dalam kapasitasnya sebagai kekuatan oposisi ekstrapar-lementer baik di birokrasi kampus maupun negara. Pun memulai men-jalin hubungan baik dengan lembaga legislatif dan mahasiswa. Dengan demikian harapannya adalah lem-baga legislatif benar–benar menjadi lembaga mahasiswa yang dapat me-nyalurkan dan memperjuangkan ke-pentingan mahasiswa, bukan seka-dar nama.

Pun mahasiswa dan lembaga eksekutif harus mengetatkan penga-wasan tentang kinerja MPMU. Untuk itu, mulai pedulilah pada MPMU. MPMU itu penting!

AUdIRA AININdYA | SUARA USU

Page 9: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 9dialog

Secara teknis persiapan Tim Horas sudah mencapai 80 persen. Dua mobil baru yang akan digunakan untuk kelas diesel dan etanol sudah melewati masa perakitan. Bedanya, mobil un-tuk Shell Eco-marathon Asia 2015 ini dibuat menjadi lebih ringan sehingga pergerakan dari mobil lebih dinamis karena desainnya yang berbeda. Setelah tahun lalu menang di Manila, Tim Horas kini lebih mengenal medan pertandingan. Saat ini tim sedang melakukan uji emisi, juga sedang menyesuaikan jumlah pembakaran bahan bakar dengan yang telah ditargetkan. Sedangkan untuk persiapan internal anggota masih belum banyak, baru tahap pencarian sponsor.

Tahun lalu Tim Horas sudah berhasil meraih juara pertama pada urban konsep etanol dan juara kedua di urban konsep diesel. Berdasarkan hasil tahun lalu, Tim Horas menargetkan untuk meraih juara pertama dalam kedua konsep. Caranya dengan menaikkan target penca-paian jarak tempuh dengan bahan bakar yang sama. Tahun lalu Tim Horas hanya menarget 100 km/1 liter diesel dan 200 km/1 liter etanol, sedangkan untuk tahun ini tim menaikkan target menjadi 250 km/1 liter etanol dan 150 km/ 1 diesel. Dengan menaikkan target dan melakukan pengujian yang lebih lama tim optimis mendapat juara pertama untuk kedua kon-sep urban.

Sejak pertama kalinya Tim Horas mengikuti Shell Eco-marathon Asia 2011 lalu, permasalahan yang dihadapi sebagian besar berada dalam lingkaran yang sama. Kekurangan dana. Secara keseluruhan, mulai dari proses pembuatan mobil dari perakitan, pengujian serta pemasang an bodi sampai biaya pengiriman mobil, akomodasi anggota juga pembina selama di Manila. Untuk itu, Tim Horas membutuhkan lebih dari Rp 500 juta.

Surat permohonan dana untuk ikut Shell Eco-marathon Asia 2015 sudah diajukan kepada rek-torat. Biasanya Tim Horas dapatkan Rp 20 juta untuk sekali kejuaraan. Seperti tahun-tahun sebelumnya dana rektorat akan cair setelah berakhirnya kompetisi. Selain itu, pembicaraan kerja sama dan pengiriman proposal kepada badan-badan serta industri yang memungkin-kan untuk cair. Saat ini Tim Horas juga dalam masa pengiriman proposal kepada sponsor tetap, seperti Deli Tire dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) TIRTANADI. Sementara itu, tim juga sudah mengirimkan proposal ke Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) I, PTPN II, PTPN III dan PTPN IV. Jadi untuk saat ini tim harus gunakan uang pribadi untuk biaya keberangkatan serta akomodasi, untuk pengiriman mobil tim akan manfaatkan dana sponsor.

Tentu anggota sangat kecewa dengan keputusan ini. Tapi bagaimanapun juga hanya itu yang bisa dilakukan. Menggunakan uang sendiri saat tiket murah akan meringankan beban ang-gota. Untungnya mereka berpikir jauh ke depan. Tim berpikir kalau Tim Horas harus tetap mengikuti kejuaraan 2015 nanti, soal harga tiket kita berharap rektorat akan menggantinya seperti tahun lalu walaupun setengah harga.

Tim berharap banyak sponsor yang mau bekerja sama sehingga bisa menutupi kekurangan dana. Selain itu, tim mengharapkan sumbangan dari alumni dan Gubernur Sumatera Utara serta dana rektorat cair secepatnya. Bagaimanapun keadaannya, Tim Horas harus berangkat ke Manila dan mengikuti kejuaraan 25 Februari hingga 1 Maret 2015 mendatang.

Tim Horas:Saat Asa Terjerat Dana

Sejak tahun 2012 lalu, Tim Horas sudah menjadi wakil USU dalam ajang Shell Eco-marathon Asia di Malaysia. Kala itu, Tim Horas masih

terdiri atas satu tim yaitu delapan orang dari bensin, namun seiring ber-jalannya waktu Tim Horas membagi nya menjadi dua tim; delapan orang di tim diesel dan delapan orang dalam tim etanol.

Shell Eco-marathon Asia merupa-kan sebuah ajang tahunan guna me-macu semangat generasi muda untuk menciptakan energi yang lebih efisien. Pada tahun 2013, Tim Horas mendapat-kan juara pertama dalam urban konsep bensin di Surabaya. Di tahun 2014, Tim Horas kembali memboyong juara per-tama di urban konsep etanol dan juara kedua di kelas diesel di Manila.

Sepanjang tiga tahun mengikuti

Shell Eco-marathon Asia, Tim Horas sudah melakukan banyak hal untuk menaklukan tantangan yang dise-diakan. Tanpa terkecuali untuk Shell Eco-marathon Asia 2015 di Manila nanti, Tim Horas harus menghadapi beberapa tantangan untuk mencapai target yang telah mereka canangkan. Simak wawancara reporter SUARA USU Amelia Ramadhani dengan Himsar Am-barita selaku Pembimbing Tim Horas.

IKLAN

Biodata:Nama:

Himsar Ambarita

Tempat dan Tanggal Lahir:Simalungun, 10 Juni 1972

Riwayat Pendidikan: -SDN 47 Pematangsiantar

(1980-1986)-SMPN 3 Tiga Balata

(1986-1989)-SMAN 3 Pematangsiantar

(1989-1991)-S1 Teknik Mesin USU

(1991-1997)-S2 Teknik Mesin ITB

(1997-2001)-S3 Muroran Insitute of

Technology, Jepang (2003-2007)

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU Sudah sejauh mana per-siapan Tim Horas menuju Shell Eco-marathon Asia 2015?

Apa target Tim Horas di Shell Eco-marathon Asia 2015?

Rintangan apa yang diha-dapi oleh Tim Horas dalam mencapai target tersebut?

Bagaimana solusi yang di-lakukan?

Bagaimana tanggapan ang-gota tim terhadap biaya keberangkatan ditanggung masing-masing?

Apa harapan tim untuk Shell Eco-marathon Asia 2015?

Page 10: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201410 ragam

Langkah Tersendat Fakultas Paling Baru di USUFakultas Kehutanan, atau kita sing-

kat saja jadi Fahuta, kini sudah berdiri sendiri. Ia siap mandiri. Tapi, gedung

dan pimpinan saja belum ada.

Lima belas tahun lalu, Program Studi (Prodi) Ilmu Kepe- rawatan, Psikologi dan lmu Kehutanan lahir di USU. Setelah Prodi Psikologi dan

Prodi Ilmu Keperawatan jadi fakultas tahun 2007 dan 2009 lalu. Tinggal Prodi Ilmu Kehutanan dalam naungan Fakultas Pertanian (FP).

Menyusul, 2011 lalu Ilmu Kehuta-nan mengirimkan proposal pengajuan menjadi fakultas ke rektorat. November 2013, dikeluarkannya Surat Keputu-san (SK) Senat Akademik (SA) tentang izin pembukaan fakultas. Namun, Ilmu Kehutanan tak lantas ada, masih harus kantongi SK rektor.

Tepat 10 September lalu Ilmu Ke-hutanan resmi jadi fakultas. Namun, lagi-lagi tak bisa jadi fakultas utuh. Ilmu Kehutanan butuh gedung. Satu-satunya gedung yang digunakan sela-ma ini ialah pemberian FP. Sekretaris Prodi Ilmu Kehutanan Luthfi Hakim menyadari hal itu, namun ia bilang Ilmu Kehutanan punya target. Paling tidak awal tahun depan pembangu-nan akan dimulai dan penyelesaian-nya butuh waktu tiga tahun. “Untuk sementara di sini (FP –red) dulu,” kata Luthfi. Sebelumnya Ilmu Kehutanan sudah ajukan proposal pengadaan ge-dung di Kampus II Kwala Bekala sejak tahun lalu.

Devin Defriza Harisdani, Ketua Tim

Wenty Tambunan

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Sejumlah mahasiswa beraktivitas di lorong gedung Fahuta, Sabtu (11/10). Gedung Fahuta yang baru mulai dikerjakan awal tahun 2015 di Kampus II USU Kwala Bekala.

PLAnG

Pelaksana USU ASRI benarkan adanya pengajuan proposal tersebut. Dua ge-dung kuliah dan satu laboratorium (lab) dengan anggaran Rp 45 miliar. Devin bilang itu masih kurang. Belum ada perencanaan listrik, akses jalan bahkan parkiran. Luasnya juga tak spesifik. “Di-kerjakan nanti saat dananya keluar. Tapi enggak tahu kapan keluar.”

Hingga kini Ilmu Kehutanan belum miliki pimpinan fakultas. Tentu ini ber-dampak dengan kegiatan administrasi yang masih dilakukan di FP.

Marisi Intan Siahaan, mahasiswa Ilmu Kehutanan 2010 merasa waktu dan proses birokrasi dapat lebih sing-kat kalau sudah ada dekan. Tidak perlu bolak-balik ke FP. “Pun birokrasinya jadi enggak lama, kan yang diurusin Kehuta-nan aja.” Menurutnya keberadaan dekan adalah penting. Dekan akan berpikir un-tuk kemajuan dan perkembangan ‘anak’ dan ‘rumah’. “Enggak ada dekan, kayak tak fakultas,” celetuk Marisi.

Wakil Rektor (WR) I Zulkifli Nasu-tion berkomentar normatif. Struktural pimpinan fakultas tidak begitu penting dibahas sekarang. Juga masih menung-gu keputusan rektor, yang sekarang atau yang baru. “Segala yang dibuat buru-buru hasilnya tidak baik.”

Luthfi tak komentar banyak. “Itu wewenang rektorat,” katanya. Ilmu Ke-hutanan menunggu hasil keputusan.

Ketua Senat Akademik Prof Chairul Yoel mengatakan pengesahan pimpinan fakultas tetap di tangan rektorat. Namun, SA-lah yang merekomendasikan nama setelah membahasnya terlebih dahulu. “Saya belum lihat proses pemilihannya,” sahutnya.

Luthfi bilang ada yang sedang dike-jar, yaitu pengalihan bagian akademik

seperti nilai mahasiswa, penambahan pegawai yang ditentukan oleh rektorat, dan menghitung dana Ilmu Kehutanan yang akan masuk ke kas sendiri, misal-nya biaya lab.

Persiapan Pengajuan AkreditasiSaat menjadi prodi, Ilmu Kehutanan

mengantongi akreditasi B. Kini setelah menjadi fakultas, Ilmu Kehutanan tidak punyai akreditasi.

Ilmu Kehutanan sedang mempersiap-kan data dan bukti untuk diajukan kepada Badan Akreditasi Nasional-Perguruan

Tinggi (BAN-PT). Data yang dikumpul-kan dari tiga tahun lalu. Siti Latifah, Ke-tua Prodi Ilmu Kehutanan, bilang yang dikejar adalah visi misi, sumber daya mahasiswa, lulusan mahasiswa, dan data seminar. “Optimis dapat A.”

Mahasiswa Ilmu Kehutanan 2010 Ferry Aulia Hawari sedikit kecewa mem-bawa keluar akreditasi Ilmu Kehutanan yang B, padahal sudah menjadi fakultas. “Bingung juga nantinya di dunia peker-jaan, akreditasi yang selalu menjadi per-tanyaan beberapa perusahaan. Padahal sudah menjadi fakultas,” ungkapnya.

‘Kerikil’ Pertama Pema USU yang Baru

LAMAN Facebook ‘Mpmu Universitas Sumatera Utara’ update 14 Oktober lalu. Postingan paling atas berisi klari-fikasi tentang lima hal. Poin satu dan dua berisi pemberitahuan akun resmi MPMU USU. Yang jadi sorotan ialah poin tiga hingga lima. Intinya, MPMU USU tak pernah berikan ucapan selamat atas pelantikan kabinet Pema USU, sebab MPMU belum terima pemberitahuan resmi pelantikan kabinet Pema USU, dan belum terima daftar kementerian serta program kerja (progja) Pema USU.

Ketua MPMU Hadi Mansyur Pe-ranginangin membenarkan. “Kita ti-dak terima undangan.”

Kabinet Sinergis dan Kontributif Pema USU 2014 telah resmi dilantik 11 Oktober lalu. Brilian Amial Rasyid, presiden mahasiswa (presma) be-

Pemilihan kabinet Pema USU tidak baik-baik saja. Mulai dari formasi hingga

pelantikan yang tak dihadiri Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas

(MPMU).

Shella Rafiqah Ully narkan MPMU tak terima undangan, ia bilang ada kesalahan teknis pani-tia. “Tapi sudah dikomunikasikan,” sanggah Brilian.

Hadi benarkan presma sudah jelas-kan perihal undangan yang tak sampai. Namun, ia merasa tak bijaksana MPMU tidak diundang dengan alasan teknis. “Undangan MPMU di urutan ke berapa hingga bisa selip,” ujarnya, “semoga bukan unsur kesengajaan.”

Resmi dilantik, sebelas menteri, seorang sekretaris jenderal (sekjen), seorang bendahara umum yang mendampingi presma siap gerakkan Pema USU setahun ke depan. Pemili-han orang-orang ini tak sembarang. Habiskan waktu sebulan hingga akhirnya mereka terpilih. Brilian bi-lang benar-benar pasang target dan kenali calon menteri. Kabinetnya adalah orang yang punya peran.

Misal, Gubernur Fakultas Ilmu Bu-daya 2013 Benry Gunawan Sitorus dipercaya sebagai sekjen, Staf Departe-men Kajian Kontemporer Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) Ad-Dakwah Achmad Fadhlan Yazid diserahkan tanggung jawab Menteri Komunikasi

dan Informasi, sedangkan Menteri Pen-didikan dan Litbang, M Riki Efendi ialah Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Inkubator Sains.

Fadhlan bilang kepercayaan publik perlu dikembalikan. “Untuk itu pres-ma butuh orang sesuai pengalaman dan keahliannya.”

Sayang, proses penjajakan tak matang. Kabinet yang dirancang dengan dua belas kementerian mendadak ha-nya sebelas. Kementerian Agama diha-pus jelang satu hari pelantikan. Alasan-nya, tugas pokok dan fungsi kementerian ini hanya sedikit, pun bisa ditambahkan dalam Kementerian Pengembangan Sumber Daya Manusia. “Kan enggak ha-rus ada,” kata Brilian.

Tak Ada Kontrak PolitikPelantikan kabinet telah usai. Sayang,

tak ada kontrak politik atau perjanjian hi-tam di atas putih yang ‘menyandera’ kabinet untuk tetap menemani Brilian hingga akhir. Brilian bilang, “kita hanya minta ketegasan dan komitmen lalu lihat realisasinya.”

Brilian tak khawatir jika ang-gota pema selesaikan studi sebelum kepengurusan pema habis. Meski

ia berharap semua anggota punya komitmen kuat. “Kalau memang tak ada, kita ganti.”

Dalam tata laksana organisasi ma-hasiswa (TLO) pun tidak mencantum-kan sanksi apa yang akan diterima anggota pema apabila wisuda sebelum masa kepengurusan berakhir.

Namun, Gubernur Fakultas Teknik Iqbalsyah Pasaribu beri pendapat lain. Tak ada kontrak politik atau per-janjian yang mengikat berarti pema tak belajar dari pengalaman. Terlebih banyak dari angkatan 2010. “Memang waktunya tamat.”

Pun perbaikan TLO-nya dilakukan dalam kongres mahasiswa yang akan dilaksanakan di akhir kepenguru-san Pema USU. “Rencananya emang nanti,” jelas Brilian. Hal ini disayang-kan Iqbal dan mahasiswa Fakultas Hukum 2011 Denny Dendi. Menurut mereka, kongres perbaikan TLO di akhir kepengurusan membuat pema jadi tak punya panduan, bahkan Den-ny bilang, “kalau bikinnya di akhir yang jalankan penerusnya, seandai-nya dibikin di awal bisa langsung di-jalankan.”

Page 11: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 11ragam

Sepeda Kampus, Konsep Baru Transportasi di USU Anggun Dwi Nursitha

Bus kampus sudah, kini sepeda kampus menyusul. Seratus sepeda diluncurkan awal tahun depan. Persiapannya sudah jauh-jauh hari dilakukan.

Jaket AlmamaterJatuh (Lagi) di Lubang yang SamaPembagian jaket almamater 2013 belum tuntas, kini tiba

pula saatnya memikirkan pengadaan jaket almamater 2014.

Amanda Hidayat

Salah satu sudut ruang Biro Administrasi Kemahasiswaan (BAK) dipenuhi karung goni. Ada delapan goni besar dan tiga goni berisi setengah. Isinya jaket almama-ter 2013 yang harusnya dibagikan, kini

dikembalikan. Jaket almamater itu rusak. Lambang USU lepas, kancing rusak, bendera merah putih tak ada, serta ukuran tak pas.

Hindun Pasaribu, Kepala BAK tak tahu kapan jaket almamater tersebut datang. Ia tak di tempat saat dikembalikan. Laporan pengembalian yang ha-rusnya ada, tak ditemukan. Pun stafnya tak punya.

Pada 1 Oktober lalu, Wakil Rektor (WR) III Raja Bongsu Hutagalung keluarkan surat edaran tentang pembagian jaket almamater 2013, dan di hari yang sama, pendistribusian ke fakultas dilakukan.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sudah bagikan jaket almamater 6 Oktober lalu. Dekanat sampaikan ke departemen yang diteruskan ke komisaris tingkat (komting) tiap jurusan. “Kami langsung nyuruh komting un-tuk ambil,” ujar Wakil Dekan (WD) III Kerista Se-bayang.

Edy Saritua Sihotang, mahasiswa FMIPA 2013

membenarkan. Sayangnya, saat pengukuran tak ada ukuran S dan M. “L paling kecil, jadinya kebe-saran,” ungkap Edy. Kerista sengaja minta ukuran paling kecil L. “Belajar dari yang dulu, kalau S atau M tak muat,” katanya.

Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FI-SIP), hingga Kamis (23/10) belum selesai mem-bagikannya. WD III Edward mengaku tak ada batas waktu untuk pengambilan. “Kalau mau ambil ma-sih boleh,” kata Edward.

Dekanat FISIP akan terus sosialisasikan lewat departemen agar mahasiswa cepat ambil jaket al-mamater. Tapi Edward tak bolehkan mahasiswa yang belum lakukan pengukuran mengambil jaket almamater. “Yang sudah ukur tapi belum ambil kan banyak. Yang diminta sesuai jumlah yang ngukur.”

Kerista sudah antisipasi dengan lebihkan per-mintaan. Tahun ini, ada 49 jaket sisa, termasuk 17 yang rusak. “Yang rusak dikembalikan ke BAK.”

Jaket almamater yang rusak tak sedikit, kare-nanya rektorat akan kembalikan untuk diperbaiki. Namun, Hindun tak tahu kapan waktunya. “Kan masih ada yang lagi masa pembagian.”

Di Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 97, Bongsu bilang ada enam jaket contoh yang diserah-kan ke fakultas agar tak terjadi kekeliruan ukuran. Ini evaluasi dari pengadaan jaket almamater 2012. Solusi ini pun belum dilaksanakan.

***

Jaket almamater 2013 hampir selesai. Tapi, rek-torat masih punya tugas, pengadaan jaket almama-ter 2014.

Cita-cita WR II Prof Armansyah Ginting agar pengadaan jaket almamater 2014 selesai di awal ajaran baru tak tercapai. Dalam surat edaran WR III, fakultas harus mengirim jumlah dan ukuran paling lambat 30 September, tapi hingga kini belum terkumpul seluruhnya.

Fakultas Ilmu Budaya (FIB) belum serahkan jumlah jaket almamater ke BAK, tapi pengukuran sudah dilakukan. “Pengukuran memang sudah, tapi saya belum terima laporannya,” kata Yuddi Adrian Muliadi, WD III FIB.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) beda lagi, mahasiswa tak lakukan pengukuran, tapi FEB su-dah kirim jumlahnya ke BAK, sebanyak 865 potong, sesuai jumlah mahasiwa FEB 2014. Sejak 2012, FEB hanya memprediksi ukurannya, Saparuddin, staf WD III FEB yang katakan.

Pun BAK tak punya timeline pengerjaan. “Tak ada yang terganggu, juga belum tahu kapan di-tender,” kata Hindun.

BAK sudah antisipasi kemungkinan penyebab lama pengadaannya nanti, tapi Hindun tak jelas-kan lebih lanjut. BAK tidak antisipasi kemungkinan salah ukuran. Pasalnya BAK tidak memberikan con-toh jaket. Solusi dari WR III pun Hindun mengaku tak tahu, sebab WR III tak pernah mengatakan hal itu kepadanya.

SEPERTI biasa Trimayanti br Depari memilih ber-jalan kaki untuk menuju Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dari belakang Tembok USU. Karena kalau ia naik bus kampus, harus memutar dulu. Dan ia han-ya perlu jalan lurus untuk tiba di FIB. “Bus kampus tak menjadi transportasi yang efektif,” jelasnya.

“Sepeda kampus? Baguslah,” komentarnya saat tahu USU akan adakan sepeda kampus.

Sepeda dan bus kampus mulai dipikirkan kon-sepnya sejak tahun 2012. Setelah bus kampus te-realisasi Maret 2013, giliran sepeda kampus yang masuki tahap perealisasian.

Ketua Tim Pelaksana USU ASRI Devin Defriza Harisdani bercerita bahwa konsep yang diusung adalah bicycle sharing, berarti program mencari pengguna sepeda sebanyak mungkin. Ia bilang sepeda kampus adalah salah satu cara untuk kurangi emisi gas buang dengan sediakan fasilitas nonmotorized transport (NMT). Selain itu, sepeda kampus dibuat untuk transportasi mahasiswa de-ngan cakupan lebih dekat.

Dimulailah pertama kali dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk sosialisasi ke tiga belas fakultas. Satu fakultas yang tidak turut serta ialah Fakultas Kedokteran (FK) karena punya akses langsung keluar kampus. Kemudian program studi pascasarjana, dengan pertimbangan perkuli-

Puluhan peserta touring sepeda kampus mendengar-kan arahan dari ketua panitia di depan Gedung Biro Rektor, Minggu, 19 Oktober. Sepeda Kampus USU direncanakan launching desember men-datang.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

ARAHAn

ahan dilakukan di sore hari. Peserta FGD ialah ma-hasiswa dan dosen.

Saat FGD dilakukan pengumpulan data dengan melibatkan peserta FGD. Tujuannya untuk mem-pertajam program bicycle sharing. Materi yang dibahas tentang keamanan, letak stasiun sepeda, desain dan perlengkapan seperti boncengan dan keranjang. Devin bilang datanya masih dalam ta-hap penggodokan. Hasilnya—keluar November nanti—akan membentuk konsep dan teknis sepeda kampus nanti.

USU akan menerima seratus unit sepeda yang diberikan sebagai hibah oleh United States Agency for International Development (USAID) dan The Indonesia Clean Energy Development (ICED) serta akan diuji coba pertama kali. Jika tanggapannya positif dan programnya berhasil, akan ada penam-bahan sepeda lagi.

Devin menjelaskan peminjaman untuk peng-gunaan sepeda dilakukan sesederhana mungkin. “Cukup menunjukkan KTM (kartu tanda maha-siswa–red), sepeda siap pakai,” ungkapnya. Begitu juga dengan pengembaliannya.

Pengguna akan diberikan waktu tiga puluh me-nit. Jika lebih akan dikenakan denda. “Inikan kon-sepnya bicycle sharing bukan bicycle rental, jadi tiga puluh menit itu cukup,” jelas Devin.

Lidya Octavyana Situmorang, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat 2010 merasa senang den-gan adanya sepeda kampus. Namun, sepeda kam-pus harus dipersiapkan dengan matang. Baik kon-sep maupun teknis pelaksanaannya nanti. “Jangan seperti bus kampus yang kadang sopirnya nyebelin dan kadang enggak ramah,” tutur Lidya.

Tri berpikir jika sepeda kampus terealisasi ada hal-hal yang harus diperhatikan. Misalnya, becak ugal-ugalan di kampus USU yang dapat meng-ganggu pengguna sepeda kampus. Selain itu, sepeda kampus akan berjalan lancar jika dibare-ngi dengan penekanan jumlah transportasi yang masuk ke USU lebih sedikit.

Page 12: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201412 galeri foto

Namanya Purun. Ia tumbuh di air menyerupai rumput liar. Disulap menjadi suatu kerajinan tangan dalam bentuk tikar. Butuh waktu seminggu untuk membuatnya.

Prosesnya pun cukup rumit dan bertahap.

Kerajinan tangan ini sudah biasa dilakukan ibu rumah tangga di Kampung Suka Beras, Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Sejak tahun ‘50-an hingga sekarang. Hasilnya, saat ini Kampung Suka Beras terkenal dengan penghasil tikar purun. (Wenty Tambunan)

Kampung Pengrajin Tikar Purun

TANAMAN Purun Sebagai Bahan Utama PROSES Penjemuran dengan Matahari

dITUMBUK Agar Lebih Gepeng

PROSES Anyam

LEMBARAN Tikar Tradisional Siap dijual

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

dIGILAS Ban Truk Agar Lebih Kusut

Page 13: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 13podjok sumut

Audira Ainindya

Mulai yang murah hingga yang mahal ada. Hiburan hingga wi-

sata kuliner pun ada. Semuanya, ramaikan Jalan dr Mansur.

Arliani dan Kesuma punya ritual khusus. Setiap malam, kakak-beradik ini senang jalan-jalan di sekitar Jalan dr Mansur.

Sekadar ngobrol, nongkrong atau membeli penganan. Jarak Jalan dr Mansur dengan kampus dan tempat tinggal mereka tak terlalu jauh. Apalagi penganan yang ditawarkan di sepanjang dr Mansur pun beragam.

Selain bersama kakaknya, Arliani juga kerap menghabiskan waktu ngobrol ngalor-ngidul bersama teman-teman kampusnya. “Banyak pilihan,” timpalnya.

Tombang Romario Simangunsong memang tak terlalu senang nongkrong. Tapi ia memanfaatkan dr Mansur sebagai tempat pasokan kebutuhan makannya. Tak perlu khawatir akan kehabisan pilihan menu, atau tempat makan yang sudah tutup. Apalagi ia kerap selesai berkegiatan menjelang pukul dua dini hari.

Pun fasilitas wireless fidelity (wi-fi) yang ditawarkan oleh hampir semua tempat usaha di Jalan dr Mansur, Tombang sering gunakan untuk mengerjakan tugas kuliah dan praktikumnya. “Paling pesan minum aja, asal dapat wi-fi,” ungkap Tombang.

Tombang, Arliani, dan Kesuma adalah segelintir pengunjung langganan warung-warung di Jalan dr Mansur. Mereka mahasiswa dan

alumnus USU.Letak Jalan dr Mansur tepat di

depan kampus USU. Pun sekolah tinggi dan SMA ada di sekitarnya. Tak heran, pengunjung Jalan dr Mansur kebanyakan mahasiswa dan pelajar sekolah. Saat hari menjelang gelap, mahasiswalah yang lebih banyak berkegiatan di sana.

Sejak berdiri Maret 2014, Moorkov’s Warung dan Café tak pernah sepi pengunjung. Sastra Tamboen, Kapten Moorkov’s Warung dan Café sebutkan besaran 260 juta untuk jumlah omzetnya per bulan.

Sastra bilang, bermacam fasilitas seperti free wi-fi, live music, nonton bareng (nobar) sudah menjadi standar umum yang harus dimiliki. Karenanya ia dan kawan-kawan di Moorkov’s harus memutar otak agar kafe ini miliki daya tarik lebih dibanding tempat lain.

Moorkov’s akan dirombak dan ditransformasikan. Menunya diubah dengan lebih banyak pilihan penganan ringan dan makanan penutup, interior yang dilengkapi karya seni seperti ilustrasi atau air brush. Serta tema yang diubah jadi superhero—Marvel’s.

Feri Gunawan, Manajer Moorkov’s, cerita akan ada spot baru khusus pecinta komik. “Sekarang banyak yang datang karena penasaran tempatnya atau cuma buat foto aja,” kata Feri. Juga fasilitas karaoke serta nobar film Hollywood.

Lain halnya dengan Warung Mie Aceh Triboy. Warung Mie Aceh Triboy tak perlu renovasi besar-besaran. Sejak berdiri tahun 1999, warung ini gunakan konsep dan menu yang sama. Walau tak punya wi-fi, warung ini tetap ramai. Kisaran harga Rp 8.000 hingga Rp 20.000 memang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. “Target pasarnya

mahasiswa,” kata Faisal, manajer Warung Mie Aceh Triboy.

Tak hanya kualitas cita rasa makanan yang jadi pilihan. Arliani, Kesuma, dan Tombang sepakat bahwa kenyamanan juga penting, terutama pemanfaatan wi-fi.

Arliani bilang sekarang penggunaan wi-fi sudah jadi bagian dari gaya hidup. “Nongkrong gitu aja di tempat makan buat check in atau update di media sosial,” ujar Arliani.

Sejalan dengan yang disampaikan Muhammad Tito, Kepala Seksi Penyiaran Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Medan. Tito bilang populasi di Jalan dr Mansur yang kebanyakan mahasiswa berdampak dengan banyaknya penggunaan wi-fi. Pun Tito mendukung sekali tempat makan atau area publik di kawasan dr Mansur memiliki wi-fi. “Ini membantu program pemerintah untuk ‘melek internet’,” pungkas Tito.

Tahun lalu, Jalan dr Mansur mendapat gelar digital society dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

(Telkom) Wilayah Telekomunikasi (Witel) Sumut-Barat. Digital society adalah masyarakat serba digital di mana merupakan kumpulan orang-orang yang ‘melek’ soal teknologi dan informatika. Digital society ini juga merupakan program nasional guna mendorong terciptanya kawasan yang ramah dengan teknologi.

Terpilihnya Jalan dr Mansyur karena dianggap menjadi pusat kuliner dan kawasan pendidikan secara langsung. Oleh sebab itu, Telkom menyediakan akses full hotspot wi-fi di sekitar Jalan dr Mansur. Pun, Tito bilang ada hal-hal yang perlu diperbaiki. Misal, pengawasan untuk kafe dengan wi-fi 24 jam agar menuju program internet sehat.

Hingga kini belum ada program pemerintahan Kota Medan memberikan public wi-fi di kawasan Jalan dr Mansur, seperti yang ada di Taman Ahmad Yani, dan Lapangan Merdeka. Namun, Kominfo Medan mengapresiasi ramainya kawasan Jalan dr Mansur dalam pemanfaatan wi-fi ataupun tempat bertemu guna menciptakan komunikasi.

Dosen Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Lita Sri Andayani turut memberikan pendapat. Lita bilang tuntutan gaya hidup masyarakat sekarang—pengguna gadget dan membangun lingkungan pergaulan—menjadi salah satu penyebab Jalan dr Mansur seramai sekarang.

Tanpa sadar Jalan dr Mansur hadir memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Namun, menurutnya ada hal yang harus diperhartikan: waktu, kesehatan, dan akademis—terkhusus mahasiswa.

Segi waktu bisa berarti positif apabila nongkrong bertujuan untuk menghindari stres, kelelahan bekerja atau untuk bersosialisasi sesuai waktu. “Ritme orang kelelahan berbeda-beda tapi sejam dalam seminggu sudah cukup.”

Dari sisi kesehatan, penganan yang ada harus dipilih sesuai kandungan gizi. “Di dr Mansur banyak yang merokok pula,” pungkas Lita. Untuk sisi akademis, kawasan digital yang disandang Jalan dr Mansur dapat dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas kuliah atau mencari informasi via wi-fi.

Jalan dr MansurJalan Menuju Masyarakat Digital Society

IKLAN

Mini konser di sebuah rumah makan Jalan dr Mansur, Selasa (17/6). Alunan musik menjadi daya tarik tiap tempat cafe man-sur malam hari.

KOnSER

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Page 14: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201414 laporan khusus Perjuangan Atlet Paralimpiade Sumut, Prestasi Dibalas Diskriminasi

Perjuangan Atlet Paralimpiade SumutPrestasi Dibalas DiskriminasiKoordinator Liputan : Arman MaulanaReporter : Apriani Novitasari, Yanti Nuraya Situmorang, Mutia Aisa Rahmi, dan Arman Maulana

Arman Maulana

Meskipun tak memiliki fisik sempurna, mereka bertahan. Tak hanya sekadar bertahan, mereka bergelimang medali.

Tetapi, sudahkah mereka mendapat perhatian?

Sekitar tahun 2004 lalu, Nurtani Purba mendapat ajakan untuk bergabung dengan kelompok

atlet paralimpiade dari seseorang. “Namanya Pak Ismiadi, beliau yang dulu menawarkan saya untuk

menjadi atlet angkat beban,” ujarnya. Pak Ismiadi adalah salah seorang pengurus National Paralympic Committee (NPC). NPC sendiri merupakan organisasi yang menaungi atlet-atlet difabel.

Nur meyakini, bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang membanggakan, setidaknya untuk dirinya sendiri. Berbekal keyakinan itu dirinya memutuskan untuk menjadi seorang atlet paralimpiade pada cabang olahraga (cabor) angkat berat. Nur kemudian mengikuti pemusatan latihan daerah (pelatda) guna

mempersiapkan kejuaraan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Palembang tahun 2004, kejuaraan yang hanya diikuti atlet difabel. Hasilnya, Nur mendapatkan prestasi yang cukup membanggakan.

Sejak saat itu, berbagai negara telah disambangi Nur untuk mengikuti berbagai kejuaraan, sebut saja Filipina, Laos, Myanmar, Malaysia, hingga Dubai. Walhasil, antara rentan 2005 hingga 2013 ia mampu mengumpulkan empat medali perak dan satu emas di kejuaraan yang sama , yaitu Asean Paralympic Games.

Di kejuaraan terakhir di Dubai ia bahkan berhasil membawa Indonesia lolos kualifikasi kejuaraan atlet paralimpiade dunia yang akan diadakan di Brazil 2016 mendatang dengan menempati peringkat keempat dunia.

Dari segi prestasi, Nur merupakan salah satu atlet andalan Sumatera Utara (Sumut), prestasi mentereng mulai dari tingkat nasional sampai internasional membuatnya menjadi anak emas. Nur bahkan bisa dibilang lebih unggul dari atlet normal Sumut lainnya di kejuaraan kelas manapun.

Hal tersebut diakui Nirwana Syahputra, pelatih atlet paralimpik cabor angkat berat.

Akan tetapi, di kesehariannya Nur tetaplah seorang istri dan juga ibu. Profesinya sebagai atlet membuatnya tak memiliki penghasilan tetap. “Seharusnya ada, tapi hingga sekarang tak pernah diterima,” jelas wanita yang sedang mengandung itu.

Jadilah, para atlet ini sering bergantung pada bonus yang berhasil ia peroleh dari kejuaraan yang diikuti.

Tak hanya soal gaji. Nur

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

FOTO BERSAMA

Anggota komunitas paralimpiade foto bersama seusai latihan di ruang latihan National Para-lympic Committee, Sumut, Senin (12/10). Senin-jumat merupakan rutinitas latihan me-reka di Jalan Stasiun Teladan, Medan Kota.

MUTIA AISA RAHMI| SUARA USU

Nurtani Purba, atlet difabel saat diwawancarai di ruang latihan National Paralympic Com-mite, Sumut, Senin (12/10). Kondisinya yang sedang hamil membuatnya tak ikut serta dalam pertandingan ASIAN GAMES di Korea Selatan.

WAWAnCARA

Page 15: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201415laporan khususPerjuangan Atlet Paralimpiade Sumut, Prestasi Dibalas Diskriminasi

juga permasalahkan soal fasilitas dan sarana latihan. Pasalnya, fasilitas yang digunakannya selama ini tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Misalnya saja alat yang digunakan untuk angkat berat, seharusnya alat yang digunakan adalah alat khusus untuk atlet penyandang difabel. Namun yang ada hanya alat untuk atlet normal. Selain itu, kondisi ruang latihan juga sempit penuh dengan alat-alat fitness membuatnya tidak nyaman.

Permasalahan lain juga datang dari asupan makanan untuk para atlet, khususnya cabor angkat berat. Nur mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah untuk menyediakan multivitamin khusus untuk atlet yang memang menjadi asupan tiap hari bagi para atlet. Anggaran untuk vitamin yang biasa disebut ‘puding’ oleh para atlet ini cukup besar, harganya dapat mencapai jutaan rupiah. “Ada yang ratusan ribu, tapi itu paling hanya cukup untuk satu minggu saja,” ujar Nur.

Cerita hampir sama datang dari Bahder Johan Harahap, atlet paralimpiade dari cabor tenis meja ini juga merasakan hal yang sama. Awalnya Johan tertarik dengan iming-iming dari Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0275 Tahun 2010 tentang Persyaratan dan Mekanisme Pengangkatan Olahragawan dan Pelatih Olahraga Berprestasi Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dirinya juga berniat untuk menjadi PNS karena menganggap profesinya sebagai atlet tidak akan bertahan lama. “Pengin juga punya penghasilan tetap, jaminanlah istilahnya,” tandasnya.

Kekhawatiran akan masa pensiun dan jaminan masa tua selama ini memang menjadi semacam momok tersendiri bagi atlet. Hal itulah yang dirasakan oleh Johan. Permasalahan-permasalahan seperti yang di alami Nur juga kerap dirasakan Johan, bedanya hanya di alatnya saja. Untuk tenis meja sendiri, peralatan dasar seperti meja saja masih dari hasil sumbangan.

Senada dengan Nur, Johan juga permasalahkan soal perbedaan bonus yang diterima antara atlet paralimpik dengan atlet normal. Peraih medali perunggu di Peparnas tahun lalu ini mengatakan kalau perbedaan bonusnya sampai dua kali lipat.

“Kalau yang normal itu seratus juta, kami paling cuma dapat lima puluh,” ujarnya.

Macam lagi cerita dari Roslinda Manurung, atlet paralimpik cabor tenis meja ini bercerita kalau dirinya pernah dialihkan ke cabor catur pada Asean Paralimpik Games di Myanmar 2013 lalu. Alasannya sederhana, saat Pelatnas ia pernah iseng bermain catur dengan atlet catur lain, hasilnya malah Roslinda menang dari atlet tersebut. Pertandingan tersebut pun terlihat oleh pelatih catur, singkat cerita, jadilah turun surat keterangan yang menyatakan Roslinda dialihkan ke cabor catur.

Sementara itu, sebagai pelatih atlet paralimpik cabang angkat berat Nirwana juga menyuarakan hal yang sama. Ia bilang kalau kebutuhan asupan gizi atlet sangatlah penting, terutama atlet angkat berat. Karena selama latihan, atlet banyak mengeluarkan energi. Sementara pemerintah tidak mengeluarkan anggaran untuk itu. Jadilah para atlet menggunakan dana pribadi untuk memenuhinya.

Nirwana sering membantu atlet untuk mengatur cara pemenuhan kebutuhan asupan gizinya. Misalnya untuk puding, dibutuhkan sekitar 20 butir putih telur setiap harinya, pastinya akan mengeluarkan biaya besar apabila membelinya eceran. Nirwana mengakalinya dengan cara menawarkan atlet untuk membelinya dari tukang jamu. “Penjual jamu kan hanya butuh kuning telurnya, sedangkan kita (atlet -red) butuh putih telurnya,” jelasnya.

Nirwana pun mengaku kecewa sebab fasilitas yang ada masih di bawah standar. Pun sebenarnya Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumut sudah sering datang untuk meninjau, ihwal penambahan fasilitas di

tempat latihan. Tetapi, nyatanya tidak terealisasikan sampai sekarang.

Parahnya lagi, Nirwana mengatakan kalau KONI dan Dispora Sumut tidak mau tahu perkembangan atletnya. “Tahunya kalau ada event aja, siapkan anak-anak (atlet -red),” ujarnya. Untuk itu, ia mengaku hilang koordinasi antara dirinya, atlet, dan pengurus.

Berbeda dengan Muhammad Syahli, asisten pelatih atlet peralimpik cabor tenis meja mengatakan tidak memiliki masalah dengan asupan gizi atletnya. Hal itu karena tenis meja memang bukan olahraga berat. Tetapi, lagi-lagi fasilitas menjadi masalah untuk menunjang prestasi atlet.

Dua tahun yang lalu cabor tenis meja pernah mendapat tambahan bet, pukulan pingpong. Namun yang diterima Syahli tak sesuai dengan yang pernah diminta sebelumnya. “Betnya palsu dan sudah kedaluwarsa, jadi kalau mukul bola, bolanya enggak mantul,” imbuhnya. Bahkan, untuk meja saja dihibahkan oleh Abdillah, Wali Kota Medan periode 2000-2008. Hal itu berkat hubungan baik antara pelatih cabor tenis meja, M Ridwan dengan Abdillah.

Dan yang paling mengecewakan Ridwan adalah perbedaan bonus yang diterima atlet paralimpiade dengan atlet normal. “Kasihanlah, fisik mereka kan kurang dari yang normal, masa bonus pun dibedakan,” pungkasnya.

Jika dilihat dari segi prestasi, atlet paralimpiade Sumut sebenarnya memiliki prospek yang lebih bagus dibanding atlet normal Sumut. Hal tersebut disampaikan langsung Ketua NPC Sumut, Zulkifli. “Atlet difabel Sumut dapatkan peringkat 3 se-Indonesia,” tegasnya.

Buktinya saja, saat Peparnas dua tahun lalu di Riau, altet paralimpiade menyumbangkan 26 medali emas, 18 perak dan 9 perunggu dan menempatkan atlet paralimpiade Sumut di posisi empat nasional. Begitu juga dengan kejuaraan tingkat internasional seperti Asian Paralympic Games yang dilaksanakan di Myanmar tahun lalu, atlet paralimpiade mampu menyumbangkan 14 emas, 13 perak, dan 17 perunggu. Medali itu terdiri dari cabang olahraga atletik, angkat berat, catur, dan tenis meja serta renang.

“Setiap pertandingan, atlet paralimpiade Sumut selalu menyumbangkan medali,” ungkap Zulkifli.

Sama halnya dengan para atlet, Zulkifli menyayangkan pemerintah tak memperhatikan atlet paralimpik dengan baik. Mulai dari peralatan latihan yang berkarat sampai bonus atlet yang sering tersendat. Dirinya mengatakan kalau atletnya sering berlatih dengan peralatan seadanya dan kurang layak untuk atlet paralimpik Sumut yang sudah punya prestasi.

Sementara itu, bantahan datang dari Mazrinal, Kepala Bagian Olahraga Rekreasi Dispora Sumut. Ia mengatakan kalau perhatian pemerintah sudah tinggi terhadap atlet paralimpik Sumut, terutama pada atlet peraih medali. Perhatian yang dimaksudkan Mazrinal berupa pemberian bonus, pengajuan diri sebagai PNS, bahkan rumah bagi para atlet.

Mengenai anggaran pembinaan, Mazrinal mengatakan memang ada dana yang dikucurkan untuk atlet paralimpiade. Dana tersebut disalurkan melalui KONI, namun dananya terbatas. “Jumlahnya saya kurang tahu karena KONI yang berurusan soal anggaran,”

ungkap Mazrinal.Sehubungan dengan ini,

Ketua Harian KONI Sumut John Ismadi Lubis membenarkan kalau memang tidak ada anggaran untuk gaji bulanan para atlet paralimpiade. Melainkan adanya uang program pembinaan prestasi (PPI) yang diterima atlet saat melakukan pelatihan menjelang kejuaraan. Biasanya pelatihan dilakukan selama dua tahun sebelum kejuaraan,

Untuk bonus, John mengatakan memang terdapat perbedaan antara atlet paralimpiade dengan atlet normal. Namun, dirinya membantah jika itu dianggap tindakan diskriminasi terhadap atlet paralimpiade.John menjelaskan kalau perbedaan bonus terjadi karena perbedaan tingkatan kejuaraannya.

Dijelaskan John, Peparnas yang diikuti atlet paralimpiade merupakan pekan olahraga cabang biasa yang setara dengan pekan olahraga pelajar, pekan olahraga wartawan, pekan olahraga pegawai negeri serta pekan olahraga remaja, sedangkan PON adalah puncaknya. Untuk sampai di PON ada beberapa tahap yang harus dilalui atlet, mulai dari seleksi di tingkat kabupaten/kota, lalu naik ke tingkat provinsi, kemudian mengikuti prakualifikasi dan barulah ditetapkan menjadi atlet PON. Untuk itulah, bonus yang diterima atlet PON dengan Peparnas berbeda. “Perjuangannya (atlet PON –red) berat dan seleksinya ketat,” tutur John. Ditambah John, Peparnas hanya bisa diikuti difabel, sedangkan PON bisa diikuti masyarakat umum termasuk difabel.

Sebelumnya, untuk sarana dan prasarana di tahun 2009 lalu, KONI pernah lakukan perbaikan di kantor NPC. Namun, untuk sekarang sudah tidak dianggarkan lagi. Hal itu karena bila KONI menganggarkan sarana dan prasarana biayanya bisa sangat tinggi sebab pengajuan dari masing-masing cabang olahraga biasanya tinggi. Permasalahan yang terjadi apabila anggaran yang diminta tak sesuai dengan dana yang cair dari pemerintah. “Kalau gitu siapa yang mau nomboki? Pasti KONI kan,” ujar John.

Terakhir, John berharap harusnya ada peraturan daerah yang jelas tentang kewajiban pemerintah memberi bantuan agar lebih jelas seperti Jakarta. “Yang ada sekarang kan tergantung mampunya pemerintah karena enggak ada aturan itu,” pungkasnya.

LATIHAnKumpulan atlet difabel berlatih angkat besi di ruang latihan National Para-lympic Committee, Senin (12/10). Walaupun difabel, atlet paralimpiade ini berlatih dengan menggunakan peralatan latihan atlet normal.

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Page 16: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

Tongkat Sang Renta

cerpen

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201416 mozaik

Seorang pria tua duduk termenung, tak menghiraukan hujan yang sedari tadi tak berkompromi. Tak tampak sedikit pun kalau ia akan beranjak, menghindari hujan. Padahal ia sedang duduk di emperan toko. Ia hanya duduk diam, sesekali menghela napas. Matanya menerawang. Tak terlihat ekspresi apapun dari wajahnya, hanya

matanya yang mengungkapkan ia gusar.Hujan berhenti. Ia sadar lalu beranjak pergi. Tertatih ia melangkah

dengan mengandalkan tongkat kayu. Tongkat itu yang sehari-hari menjadi temannya. Diberikan pemilik toko baik hati yang menjadi tempat lelaki tua itu biasa duduk.

“Supaya enggak susah-susah bawa tongkat kayu yang lama, sudah rusak”. Itu kata pemilik toko baik hati beberapa tahun lalu.

Rumahnya jauh, itu sebabnya ia harus naik angkutan umum. Selagi menunggu di pinggir jalan, beberapa orang yang lewat menghentikan lang-kah sejenak, memberinya uang. Aneh sekali.

Ada yang menggenang, nyaris jatuh. Air mata. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya jatuh. Namun lelaki tua itu segera menghapusnya. Me-ngenakan ujung bajunya yang sudah usang.

“Harusnya aku membalas budi mereka,” batinnya.Tapi tak banyak yang bisa dilakukan si lelaki tua. Badannya ‘mati sebelah”

sejak bertahun-tahun lalu. Bisa jalan saja sudah syukur sekali rasanya.

***

Esok. Saat matahari sedang bersemangat menyinari Bumi. Terik sekali. Lelaki tua itu kembali duduk di emperan toko. Pemilik toko baik hati meng-hampirinya dengan senyum.

“Silakan diminum dulu, Pak,” ujarnya. Segelas es teh disodorkan.“Terima kasih, tapi aku bawa minum dari rumah,” sahut lelaki tua itu.Pemilik toko baik hati tersenyum.“Anakku yang membuatnya. Dia manis sekali,” sambungnya.“Anda pasti bangga sekali.”“Ya, tentu saja. Tapi usiaku mungkin tak lama lagi, aku tak punya banyak

waktu untuk membahagiakan anak-anakku.”Wajah lelaki tua itu sendu sekali. Dahinya mengerut, menahan air mata

agar tak jatuh. Hanya tak ingin kelihatan cengeng.Tak perlu waktu lama, dengan segera lelaki tua itu bertutur pada

pemilik toko baik hati. Ditemani segelas es teh dan sebotol teh panas.

“Aku masih punya keluarga. Namun, se-lama ini bukan aku yang mencari nafkah. Keluargaku tak sampai hati makan dari hasil mengemis. Tak ada yang mau menerima hasil keringatku. Pakailah untukku sendiri kata mereka.’

Lelaki tua menarik napas se-jenak. Mengisi rongga paru-parunya yang sempat kosong.

“Istriku kerja untuk makan sehari-hari. Juga untuk sekolah anak-anak. Ke-adaan itu yang terkadang membuatku merasa sangat berdosa. Aku berhutang banyak pada anak dan istriku karena tidak mampu bekerja untuk memba-hagiakan mereka.”

“Aku tak sanggup membelikan boneka beruang untuk putri kecilku, sepatu bola untuk putraku, atau pun gaun untuk anak gadisku.”

Lama-lama yang terdengar hanya sayup suara angin. Dan suara burung gelatik dari toko burung di sebelah. Pemilik toko baik hati masih diam, men-dengarkan. Senyumnya masih ada.

***

Setahun kemudian.Pemilik toko baik hati sedang di toko. Bersiap-siap membuka toko-nya

dan mempersiapkan kebutuhan toko. Hari masih pagi, namun pemilik toko baik hati sudah melamun.

Pikirannya melayang ke kejadian setahun lalu. Teringat pada lelaki tua yang setiap hari duduk di emperan tokonya. Mengharapkan rezeki dari belas kasihan orang. Tak banyak yang diterimanya. Hanya ribuan, tak jarang rece-han.

Sudah setahun pemilik toko baik hati tak bertemu dengannya. Tak tahu ke mana.

“Tapi, kalau ia tak menafkahi keluarganya, kemana uang hasil mengemis itu selama ini?” batinnya.

Masih pagi. Toko pun belum sepenuhnya dibuka. Tapi sudah ada tamu. Mengusik lamunan pemilik toko baik hati. Wanita dengan rok merah muda. Cantik sekali dengan kemeja sifon krem.

“Anda pemilik tokonya?” tanya wanita itu.Masih pagi, dan ada yang bertanya tentang kepemilikan tokonya.Pemilik toko baik hati hanya diam. Terpaku.“Anda pemilik tokonya?” tanya wanita itu, lagi.Hening.“Ada pesan yang ingin kusampaikan,” sahutnya.“Apa? Apa aku mengenalmu?” tanya pemilik toko baik hati.“Anda pasti mengenal ini.” Wanita itu mengulurkan sebuah tongkat kayu.Pemilik toko baik hati terdiam. Rasa-rasanya ia mengenalnya.“Ayah saya yang menitipkannya pada saya. Ia juga menitipkan ini.” Wanita

itu mengulurkan amplop cokelat.Pemilik toko baik hati menerimanya, lalu memeriksa isinya.

Paket umrah. Untuk berdua.“Dari Ayah saya, untuk Anda dan istri Anda yang

sudah baik sekali padanya di tahun-tahun ter-akhir hidupnya,’’ jelas wanita itu.

“Ayah saya sudah duluan menunaikan ibadah haji, dan sudah duluan bertemu Tuhan. Uang-nya dari apa yang ia kumpulkan bertahun-tahun ini. Dari depan emperan toko Anda.”

Pemilik toko baik hati diam.

Masih pagi. Toko pun belum sepenuh-nya dibuka. Tapi kabar gembira bisa datang kapan saja. Dari siapa saja.

Dewi Annisa PutriFakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2014

ARMAN MAULANA | SUARA USU

Page 17: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 17mozaik

si poken

sorot puisi

“Yok, marmitu kita!” seru teman saya, Hendrik Raja Silitonga.

Itu pertengahan tahun lalu. Saya tengah mengi-nap di rumahnya di daerah Lubuk Pakam, Deli Ser-dang.

“Kau aja yang minum tapi, aku nengok-nengok aja. Penasaran,” jawab saya.

Tak lama kami langsung menuju pakter tuak—kedai tuak atau yang biasa disebut lapo tuak. Tiba di sana, kami duduk di sisi ujung pakter, terpisah dari pengunjung lain yang duduk di deretan tengah. Pakter-nya memuat delapan meja makan.

Teman saya lantas memesan segelas tuak. Saya sedikit menutup hidung. Baunya menyengat. Asam, seperti tapai basi. Jangan bayangkan suasana pak-ter kondusif. Di deretan tengah bapak-bapak ber-umur 40-an asyik mengobrol perihal politik. Ada dua pemuda yang bermain gitar dan bernyanyi dengan volume keras di sisi paling dalam ruangan. Kami, hanya menonton televisi sambil sesekali mengamati mereka.

Kesemuanya ngobrol dengan logat Batak yang kental.

Kebiasaan minum tuak memang identik de-ngan orang Batak. Tuak sendiri ialah minuman khas Batak yang dibuat dari nira—air pohon aren. Tak lantas diminum, nira harus difermentasi dulu untuk menjadi tuak.

Masyarakat Batak telah mengenal tuak sejak lama. Namun tak jelas sejak kapan. Ada literatur yang menyebutkan sewaktu Marco Polo mengun-jungi Sumatera tahun 1290, bangsa Batak sudah gemar minum tuak. Ada pula legenda Batak yang

Ini hari sudah pagiMembuatku terpaksa terbangun

Memaksa meneguk secangkir kopi hitam pekatAku mulai berpikir

Membuat kata-kata indah pagi iniInspirasiku buyar

Tiada terlintas dalam nalar Tak satupun aksara dapat terpapar

Dalam diam dan membingung

Kulihat dia, suarakan propagandaSemua mata hendak mencibirmuSemua bibir hendak melototimu

Akan kubebaskan, kau kubebaskanSajakku, ingin kubacakan

Untuk mereka perdengarkan Kini kau bebas

Jutaan mata memburumuMembuntuti setiap langkah

Meracuni, membiarkanmu mati tak bermakna

Hati-hati wahai sang penyairSindiran pedas melayang menyiangi nurani

Tak mampukah kata indah meratakan hatinya yang kumuh?

semua dibungkam, diam dan kelam Sajakku kali ini akan mati

Sajakku mati, tertimbun tanahKini tiada berarti semua meludahHembusan napasmu hilang sudah

Seperti selaput dara yang akan pecah

Sajak Tertimbun TanahPiki Darma C Pardede

Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2013

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Ferdiansyah

Dulunya, orang Batak menenggak tuak untuk menghangatkan tubuh dan membuat rileks. Kini, orang minum tuak demi

mengejar kesenangan diri semata.

MarmituTradisi Minum yang (Harusnya) Jadi Pemersatu

mencantumkan pohon bagot atau aren sebelum masa penciptaan manusia.

Marmitu sendiri merupakan bahasa Batak. Berasal dari penggalan kata ‘mar’ dan ‘mitu’. Kata ‘mar’ sama dengan imbuhan ‘ber-‘ atau memiliki makna ‘melakukan’. Sedangkan ‘mitu’ diambil dari singkatan ‘minum tuak’. Jadilah marmitu be-rarti kegiatan meminum tuak bersama-sama.

Marmitu awalnya lebih dekat dengan budaya Batak Toba. Dulunya, orang-orang Batak Toba biasa marmitu setelah selesai melakukan acara atau kegiatan yang dikerjakan beramai-ramai. Misal, setelah panen di sawah atau usai upacara adat. Tujuannya, menghilangkan kepenatan dan menghangatkan tubuh. Daerah Toba beriklim cukup dingin.

Budayawan Warisman Sinaga menjelaskan pada saya kalau marmitu mirip tradisi sake di Jepang. “Sama-sama sakral,” ujarnya.

Parmitu—sebutan bagi orang yang marmi-tu—selalu menggunakan tuak takkasan, yakni tuak murni tanpa campuran. Warisman bilang parmitu pasti tahu beda tuak takkasan dengan tuak campuran. “Sekali tenggak aja langsung terasa sampai ke ubun-ubun, tapi hangat bukan langsung mabuk,” katanya.

Namun bagaimanapun juga, justru inilah yang mengeratkan pergaulan orang Batak. Tapi di sisi lain, ada banyak hal yang membuat nilai marmitu bergeser. Dimulai dari dampak mabuk-mabukkannya.

Lihat saja lapo sekarang, tidak hanya tuak yang dijajakan, banyak minuman keras lainnya. Tentu saja berefek pada masyarakat sekitar. Musik keras di lapo, suara-suara teriak, ketawa, nyanyian, hingga ribut-ribut pascamabuk tentu mengganggu.

Orang Batak harusnya tetap bangga akan marmitu. Tapi, tidak juga melupakan esensi mar-mitu demi kesenangan diri semata.

ARMAN MAULANA | SUARA USU

Page 18: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201418 potret budaya

Menurut resam Melayu, teradat sejak dulu. Bila tepung tawar berlalu, makan nasi hadap-hadapan menunggu. Sanak

keluarga berkumpul, bersama juadah sudah diatur. Kedua pengantin terse-nyum simpul, melihat keluarga saling

bertutur.

Shella Rafiqah Ully

Ruangan balairung Istana Maimoon hari itu tampak semarak. Warna ku-ning pertanda kebesaran dan kejayaan Melayu

tampak mencolok. Berbagai jenis makanan khas Melayu dihidangkan dalam tampilan menarik di atas dua meja sepanjang lima meter. Ijab kabul baru saja selesai dilaksanakan. Tampak raut lega di wajah kedua mempelai Tengku Aldilla Syahira dan Reza Nageubry. Saat itu kedua mem-pelai dan kedua keluarga sedang duduk berhadap-hadapan di depan sajian.

Sebentar lagi, dengan dipandu Mak Inang—bidan pengantin—Aldil-la dan Reza akan menjalankan salah satu prosesi perkawinan budaya Melayu. Makan nasi hadap-hadapan.

Adalah Tengku Ismail, Wakil Ketua Himpunan Telangkai Pelestari Adat Melayu, salah satu paguyuban orang Melayu di Medan, sedang menjelaskan prosesi yang sedang berlangsung.

Di depan mereka ada nasi ulam dalam wadah besar. Dihias sedemikian rupa, lengkap dengan bumbu rempah serta potongan ayam betina yang sengaja disembunyikan di dalam nasi. Bunga-bunga plastik aneka warna ditancapkan di atasnya.

Tujuannya menjalin silaturahmi dan interaksi antar-anggota keluarga. “Kesempatan untuk dua keluarga bertutur sapa,” katanya.

Uniknya, pantang bagi anggota keluarga yang belum menikah turut hadir dalam ritual makan beradab. Sebab dinilai masih belum punya pengalaman. “Tujuan kumpul ini kan untuk berbagi pengalaman kepada pengantin. Nah, kalau belum nikah apa yang mau dibagi?” jelasnya.

Makan Beradab tAK sEKADAR bERHADAP

IKLAN

Mak Inang mulai bersuara. Kedua pengantin diharuskan mengikuti komando Mak Inang.

“Silakan cabut bunga warna hitam!” Mak Inang mengejutkan. Spontan keduanya terpaku dengan tangan terhenti di udara. Sontak, mereka semua tertawa saat sadar tak ada bunga warna hitam yang tertan-cap di sana.

Ternyata Mak Inang berusaha mencairkan suasana. Setelahnya, prosesi yang sebenarnya berlang-sung. Perintah pertama, merebut satu bunga berwarna kuning. Selanjutnya, merebut bunga warna kesukaan ma-sing-masing dan yang terakhir adalah merebut sebanyak-banyaknya bunga yang ada.

Tengku Ismail mengatakan tiga prosesi pencabutan bunga mem-punyai makna berbeda.

Merebut satu bunga yang di-tentukan untuk memastikan kedua pengantin tidak buta warna. Mere-but bunga dengan warna kesukaan agar keduanya tahu warna kesukaan ma-sing-masing. Sedangkan yang terakhir, “maknanya jangan menyia-nyiakan kesempatan apa pun,” papar

Tengku Ismail.Prosesi cabut bunga selesai. Mak

Inang kembali ajukan instruksi. Kali ini, kedua pengantin merebut ayam yang disembunyikan dalam nasi ulam. Keduanya harus membenam-kan tangan dan mencari potongan ayam yang disebar. Katanya, poto-ngan ayam yang ditemukan adalah pertanda kehidupan ke depannya.

“Kalau laki-laki dapat kepala arti-nya pemimpin rumah tangga. Kalau perempuan dapat paha perlambang kesuburan,” jelas Tengku Ismail.

Kini tiba pada prosesi terakhir. Aldilla dan Reza bersulang-sulang sebanyak tiga kali dan bergantian me-minumkan air putih. Yang diminum tak boleh air lain selain air putih. “Air itu bening dan keduanya bisa seben-ing air putih.”

Makan beradab atau makan hadap-hadapan bertujuan mem-pererat hubungan dua pengantin dan keluarga. Pun makan beradab menjelaskan adab seorang istri melayani suami serta tanggung jawab suami terhadap istri. “Menunjukkan halusnya budi pekerti orang Melayu,” tambah Tengku Ismail.

Bukan Syirik, Cuma SemiotikRozanna Mulyani, dosen Sastra

Melayu di Fakultas Ilmu Budaya per-nah melakukan penelitian terhadap ritual makan beradab. Kala itu, di-rinya meneliti ritual makan beradab pada masyarakat Melayu di prosesi Aceh Tamiang.

Rozanna ceritakan setiap prosesi sama adanya. Namun yang disesalkan masyarakat melayu Aceh Tamiang adalah prosesi mencari ayam dalam timbunan nasi ulam. Masih tak bisa diterima jika tiba-tiba perempuan yang mendapat kepala dan akhirnya dipercaya memimpin rumah tangga.

Pun demikian dengan Tengku Ismail. Dirinya jelaskan bahwa adat Melayu cukup dekat dengan Islam sehingga jika terlalu diikuti dikhawa-tirkan akan syirik.

Namun, Rozanna sendiri tak sepakat ini dianggap syirik ataupun sebagainya. Ia bilang semuanya adalah ilmu semiotik yang menanda-kan keakraban.

Bukan hanya saat perebutan ayam di dalam nasi tapi juga keseluruhan. “Semuanya punya makna di setiap prosesi makan beradab,” terangnya.

REPRO dOKUMENTASI PRIBAdI | YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Page 19: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 19riset

Setelah bus kampus kini USU ASRI sedang rancang program sepeda kampus. Niat awalnya untuk mengurangi penggunaan gas buang di Kota Medan. Karena

penyumbang gas buang terbesar adalah transportasi. Rencananya sepeda kampus ini akan mulai direalisasikan tahun 2015 mendatang. Untuk permulaan, akan diluncur-kan 150 sepeda. Setelahnya akan dilihat sejauh mana tingkat apresiasi dan partisi-pasi mahasiswa USU. Namun, sejauh mana mahasiswa USU mengetahui perihal ini?

Apakah mahasiswa antusias dan merasa membutuhkan sepeda kampus?Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 500 mahasiswa USU, sampel

diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Kuisioner disebar dalam rentang waktu 8-13 Oktober

2014. Dengan tingkat kepercayaan 96 persen dan sampling error 4 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan

untuk mewakili pendapat seluruh maha-siswa. (Litbang)

2. Apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan adanya program sepeda kampus?

4. Apakah Anda akan menggunakan atau tidak menggunakan sepeda kampus?

6. Bagi Anda yang mempunyai kendaraan pribadi, apakah Anda akan menggunakan atau tidak menggunakan sepeda kampus?

5. Bagaimana pendapat Anda dengan sistem pemakaian lebih dari 30 menit kemudian setelahnya bayar?

a. Tahu 27.70 % b. Tidak tahu 72.30 %

3. Apakah jumlah 150 sepeda yang direncanakan menurut Anda cukup atau tidak cukup?

1. Apakah Anda tahu atau tidak tahu tentang program sepeda kampus?

a. Setuju 61.70 %b. Sangat Setuju 34 %c. Tidak Setuju 4,3 %

a. Cukup 25.30 %b. Tidak Cukup 74.70 %

Alasan :a. Bagus 11.60 %b. Menambah Fasilitas USU 6.80 %c. Mempermudah Mahasiswa 17.60 %d. Mengurangi Polusi Udara 42 %e. Tidak Jawab 22 %

a. Ya 32 %b. Tidak 17.20 %c. Belum Tahu 40.80 %d. Tidak jawab 10 %

Alasan : a. Agar Mahasiswa Bertanggung Jawab 27 % b. Harusnya Gratis 34 %c. Waktunya Kurang Efektif 4 %d. Untuk Pemasukan Perbaikan Sepeda 16 %e. 30 Menit Terlalu Cepat 3 %f. Tidak Jawab 14 %g. Memberikan Kesempatan Untuk yang Lain 2 %

a. Setuju 36.20 %b. Tidak Setuju 63.80 %

a. Ya 35 %b. Tidak 59 %c. Tidak jawab 6 %

72,30%

61,70% 42%

74,70%

40,80%

63,80%34%

59%

Menunggu Realisasi

Sepeda Kampus di 2015

Page 20: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201420 resensi

Murjangkung hadir bukan didongkrak popularitas si Bidadari yang Mengem-bara yang dapatkan penghargaan sastra terbaik dari Majalah Tempo. Ia

berdiri sendiri justru untuk kalahkannya.

Judul : Murjangkung, Cinta yang dungu dan Hantu-HantuPenulis : AS LaksanaTahun Terbit : 2013Penerbit : GagasMedia Halaman : 216 halaman

Renti Rosmalis

Dalam kata pengantar Murjangkung, AS Laksana katakan, sembilan tahun adalah waktu yang sia-sia jika tak ada perubahan

apapun. Yang ia maksud adalah perubahan antara buku kumpulan cerpen pertamanya dengan yang sekarang. Penghargaan sebagai karya

Karya Tanding yang

Masih Bermain di Imajinasi

sastra terbaik Majalah Tempo tahun 2004 yang diperoleh buku Bidadari yang Mengembara tampaknya jadi tantangan tersendiri bagi AS Laksana. Ia tak punya pilihan lain selain hadirkan karya yang lebih baik. Melalui Murjangkung, AS Laksana ingin hapuskan bayang-bayang karya lama di ingatan pembaca.

Mana yang lebih baik bukan jadi masalah ketika menyantap cerita AS Laksana. Sama. Ia hadirkan keliaran imajinasi dalam setiap cerpennya. AS Laksana mampu memainkan ide cerita hingga kita tak mampu menebak permainan seperti apa yang sedang dimainkan. Kehidupan ia buat sesuka hatinya, namun tetap kaya imajinasi dan tak sederhana. Tak salah jika ia dianggap pendongeng yang mahir meramu humor dan tragedi.

Murjangkung berisi dua puluh cerpen yang miliki tema berbeda. Mulai dari cerita yang nyaris benar seperti dongeng, atau tentang hantu yang bercerita hingga roh yang tertukar. Semuanya tak biasa. Tapi jangan salah, ini bukan cerita fantasi yang hadirkan makhluk aneh. Hanya tak biasa saja.

Cerpen dengan judul Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut misalnya. Cerpen yang akhirnya dipilih menjadi judul buku ini menceritakan tentang negeri antah-berantah yang belum menemukan kakus. Isinya banyak pemabuk, pemimpinnya bernama Murjangkung yang disebut-sebut seperti bayi raksasa. Saling merebut kekuasaan lewat sindiran dan ludah orang sakti. Masalah muncul diakibatkan negeri ini tak punya kakus hingga banyak penyakit bermunculan, dan orang-orang mati karena sakit. Cerita ditutup dengan dibuatnya tugu untuk mengingat kematian Murjangkung. Dibuatlah patung serupa singa memeluk dunia. Antah-berantah itu disebut Lapangan Banteng.

Dari semua cerita, inilah yang bisa dibilang hampir seperti dongeng, tapi bukan dongeng yang mampu ditebak. Dongeng yang cerdas.

Cerpen yang kedua, judulnya Otobiografi Gloria. Kali ini ditulis oleh hantu yang merasuki raga penulis bernama AS Laksana.

Melalui AS Laksana ia ceritakan kisahnya, bagaimana ia sebelum lahir hingga mati. Sebenarnya cerita yang satu ini lebih menarik dan memiliki akhir mengejutkan. Tak heran jika di blog buku Murjangkung cerpen ini menjadi favorit pilihan pembaca, AS Laksana sendiri yang bilang.

Begitu juga untuk cerita selanjutnya. Semua memiliki daya

tarik masing-masing. Cerita sederhana dibungkus jadi cerita menarik seperti cerita anak laki-laki bandel yang menjadi anak emas ayahnya yang tegas. Hingga masalah-masalah rumit dalam kehidupan mampu ia ceritakan dalam humor, bukan tragedi.

Kebanyakan cerpen memiliki tokoh yang berganti-ganti. Kadang dari sudut pandang orang pertama, kadang sudut pandang orang serba tahu, atau bahkan bercampur. Saat menggunakan sudut pandang orang ketiga, si aku bisa saja muncul. Atau sebaliknya, saat si aku sedang bercerita, narator cerita masuk membuat jalan cerita jadi lebih jelas.

Mungkin ini yang membuat kumpulan cerpen ini tak cukup menguras emosi. Pembaca tak langsung menyatu dengan tokoh yang ada di dalamnya. Pembaca layaknya orang yang sedang mendengar dongeng dari si narator. Tak perlu menyatu dengan tokoh untuk menikmati cerita yang dihadirkan. Sama sekali tak mengurangi kenikmatan dalam membacanya. Sehingga membuat buku ini lebih ringan dan menghibur.

Untuk penggunaan diksi, penyusunan kalimat, alur cerita dan hal dasar lainnya sudahlah. Tak perlu dibahas. AS Laksana bahkan mampu menjelaskan detil cerita tanpa harus mendeskripsikannya lewat kalimat yang panjang. Ia fokus pada jalan cerita, tak begitu kuat pada setting.

Murjangkung bisa dibilang hadir lebih baik dari buku sebelumnya. Dari segi jumlah cerita yang dihadirkan, keragaman cerita hingga bagaimana buku ini dikemas.

Jika buku-buku AS Laksana bertahan dengan gaya desain seperti yang sebelumnya, mungkin pembaca yang belum mengenalnya tak langsung tertarik membaca.

Murjangkung mampu memenuhi kebutuhan pembaca dari berbagai kalangan.

Begitulah Murjangkung hadir sebagai teks fiksi yang mampu membuka keran imajinasi para pembacanya.

Cerita yang tak rumit, tak punya penyelesaian namun menghadirkan akhir yang membuat semuanya menjadi selesai, cerita sederhana yang kerap terjadi dalam kehidupan sosial. Semua cerita mampu memberikan rasa khas seorang AS Laksana.

Tanpa tahu identitas penulisnya, pembaca akan langsung tahu, siapa penulisnya.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Page 21: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 21iklan

Page 22: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201422 iklan

Page 23: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 23momentum

IKLAN

SUARAUSU.CO

TIM Penyusun Rencana Strategis (Renstra) USU 2015-2019 jadikan akreditasi A sebagai rencana yang akan diwujudkan 2017 mendatang. “Kita hilangkan multiversitas, hilangkan pagar-pagar antarfakultas di USU, gunakan fasilitas untuk bersama, dan jika memungkinkan kita punya dosen non-PNS,” jelas Prof Dwi Suryanto, anggota Tim Penyusun Renstra USU 2015-2019, Sabtu (13/9). Katanya, dengan dapatkan akreditasi tertinggi nasional, maka pengakuan internasional tentang kualitas USU akan datang. Himsar Ambarita, pem-bimbing Tim Horas USU sepakat, menurutnya mahasiswa juga berperan besar tingkatkan akreditasi. Hal ini bisa diwu-judkan dengan mahasiswa yang aktif mengikuti perlombaan-perlombaan tingkat nasional. (Renti Rosmalis)

11 Oktober 2014

REKTOR USU Prof Syahril Pasaribu dan Presiden IMT-GT Prof Adnan Husein melepaskan balon sebagai tanda resmi di-bukanya rangkaian Versity Carnival IMT-GT 2014 di Stadion Mini, Jumat (22/8). Perhelatan IMT-GT 2014 di USU ini ber-langsung 22-27 Agustus lalu. (Aulia Adam)

10 Oktober 2014

PRESIDEN Mahasiswa Brilian Amial Rasyid membacakan SK kabinet Pema USU di Gelanggang Mahasiswa, Sabtu 11 Ok-tober. Sebelas kabinet yang terpilih akan merintis Pema USU yang sempat vakum. (Yulien Lovenny Ester G)

22 Agustus 2014

PROGRAM sepeda kampus yang diusung USU ASRI diharap-kan dapat mengurangi emisi gas buang alat transportasi dan turunkan angka kemacetan di Medan. “Fungsinya ham-pir sama dengan Lintas USU,” ujar Devin Defriza Harisdani, Ketua Tim Pelaksana USU ASRI, Sabtu (13/9). Siti Hardianti Ahmad Panjaitan, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyara-kat 2012 setuju dengan peluncuran sepeda kampus untuk kurangi emisi gas buang di Medan. Ia berharap USU sediakan sepeda yang cukup karena peminat sepeda akan lebih banyak dibanding bus kampus. Untuk peluncuran pertama, hanya disediakan sekitar 150 sepeda. “Kita lihat dulu realisasinya, kalau memang perlu ditambah akan ditambah,” katanya Devin. (Tantry Ika Adriati)

Turunkan Emisi Gas dan Macet,USU Buat Sepeda Kampus

Pelantikan Kabinet USU 2014

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Akreditasi A, Target Terdekat Renstra USU 2015-2019

13 September 2014

13 September 2014

REKTOR Prof Syahril Pasaribu mengatakan pemilihan ang-gota MAjelis Wali Amanat (MWA) dalam rapat Senat Akademik (SA), Senin (29/9) adalah “tirani mayoritas”. Didasarkan pada persepsi sebagian anggota SA yang berpendapat delapan atau sembilan suara anggota SA untuk nama berbeda. “Kelompok yang menguasai 51 persen suara saja di SA akan dimungkin-kan kuasai seratus persen anggota MWA wakil SA dan wakil masyarakat,” dikutip dari siaran pers oleh rektor. Prof Chairul Yoel, ketua SA tidak ingin menanggapi hal tersebut. “Press re-lease itu kan cuma opini tertentu saja,” tandasnya. Sebelum-nya, dalam rapat pemilihan delapan anggota MWA wakil SA dan sembilan anggota wakil masyarakat Prof Syahril dan 42 anggota SA lainnya walk out. Mereka kecewa karena keputu-san rapat adalah memaksakan voting untuk perbedaan per-sepsi tersebut. Sementara 48 anggota sisa yang hadir memu-tuskan untuk melanjutkan rapat. (Lazuardi Pratama)

LEPAS BALON

AULIA AdAM | SUARA USU

Rektor: Pemilihan Anggota MWA “Tirani Mayoritas”

13 September 2014

PROGRAM Studi (Prodi) Kehutanan resmi menjadi fakultas sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor tentang Pem-bentukan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara tertanggal 10 September 2014. Kini ada beberapa hal yang dipersiapkan, ujar Sekretaris Prodi Kehutanan Luthfi Hakim, Kamis (10/10). Rencana Strategis dan Rancangan Kegiatan juga Anggaran Tahunan 2015 menjadi prioritas. Pun penyu-sunan struktur pimpinan fakultas. Luthfi bilang paling lama awal tahun depan gedung baru Fakultas Kehutanan (Fahuta) di Kwala Bekala harus sudah direalisasikan. Fahuta akan miliki satu prodi dengan empat peminatan, yaitu Manajemen Hutan, Silviculture, Teknologi Hasil Hutan, serta Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. (Sri Wahyuni Fatmawati P)

Prodi Kehutanan Resmi Jadi Fakultas

Page 24: Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 201424 profil

Kongres Esperanto di Tokyo dan Himeji, Jepang pada akhir Mei lalu tidak pernah dilupakan Reza hingga saat ini. Total

hampir tiga ratus orang Esperan-tis—pengguna Esperanto—dari seluruh dunia ikut. Reza jadi salah satu pembicara merepresentasikan Indonesia di sana, di samping repre-sentatif dari Jepang, Polandia, Argen-tina, dan lainnya. Yang ia bicarakan: pasang surut Esperanto di Indonesia dicampur sedikit perkenalan budaya Sumatera Utara.

Reza diterbangkan ke Jepang oleh Indonezia Esperanto-Asocio (IEA), asosiasi Esperanto untuk Indone-sia. Selain jadi pembicara, ia diajak berkunjung ke klub-klub Esperantis di sana, sekadar mengobrol kondisi Esperanto di tempat masing-ma-sing. “Tidak ada sekat antarbudaya di sana, walaupun dari berbagai ne-gara, semuanya berbahasa Espe-ranto,” kata Reza.

Pertemuan Reza dengan Espe-ranto dimulai saat ia SMA. Waktu itu tahun 2009, ia gemar berselancar di internet. Kadang mencari lagu-lagu Barat. Grup musik Pink Martini, salah satu yang ia temukan. Tapi Reza lupa lagu apa yang waktu itu ia cari dan hendak terjemahkan ke bahasa Indonesia. “Google Translate mendeteksi itu bahasa Esperanto,” kata Reza. “Tapi sebenarnya itu bahasa Latin.”

Esperanto ialah bahasa buatan. Ludwig Lazarus Zamenhof mencip-takannya pada 1887 di Kota Bialys-tok, Polandia. Di masa itu, Zamenhof lelah karena hidup di tengah-tengah masyarakat yang multibahasa, ada bahasa Rusia dan Jerman. Oleh sebab itu, Zamenhof menciptakan bahasa yang netral dan mudah dipelajari.

Esperanto relatif mudah untuk dipelajari. Reza bilang, hanya perlu

Lazuardi Pratama

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Reza Pahlevi satu dari seratus ribu orang di dunia yang mengerti bahasa

Esperanto. Satu dari seratus orang di Indonesia sekaligus satu dari lima orang di Kota Medan. Awalnya iseng

terjemahkan lirik lagu.

IKLAN

Reza PahleviSatukan Dunia Lewat Esperanto

waktu sebulan untuk menguasainya. “Belajarnya otodidak saja, dari brow-sing-browsing di internet,” ujar Reza.

Contoh tata bahasa Esperanto, setiap ujung kata yang berakhiran huruf ‘o’ adalah kata benda. Semen-tara kata yang berakhiran huruf ‘a’ adalah kata sifat dan huruf ‘e’ adalah kata keterangan. Misalnya kata esperanto, yang artinya ‘orang yang berharap’. Atau contoh kalimat seperti ‘Esperanto estas facila’ yang berarti ‘Esperanto itu mudah’.

Komunitas yang TerbatasBelajar Esperanto sejak 2009

membuat Reza ikut nyemplung ke komunitas Esperantis. Setahun berikutnya, ia mulai berinteraksi de-ngan teman-temannya di luar negeri. “Latihan Esperantonya ya sekalian ngomong sama mereka,” kata Reza. Tahun 2010 ia bertemu dengan Heidi Goes, salah seorang pegiat Es-peranto dari Belgia dan Ilia Sumilfia Dewi dari Jakarta.

Mereka kopi darat di Medan

setelah awalnya berinteraksi lewat jejaring sosial Facebook. Pernah Heidi bilang, “dulu tahun 1920 ada loh komunitas Esperanto di Indone-sia, kenapa kalian sekarang enggak buat lagi?” ujar Reza menirukan Heidi. Pertanyaan itu membuat Reza dan Esperantis lainnya di Medan membentuk komunitasi Esperanto bernama Aurora Movado. “Anggo-tanya kira-kira sepuluh oranglah, tapi itu berganti-ganti terus dari yang kutemui 2010 lalu,” tambahnya.

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU 2012 ini mengakui, belum banyak orang yang kenal Esperanto. Sampai saat ini, teman-teman Es-perantis Reza juga kebanyakan dari pendekatan personal ataupun yang penasaran. Ini juga sebabnya men-gapa hanya segelintir orang yang mau belajar Esperanto.

Ada Aiko, salah seorang Espe-rantis di Kota Medan. Ia pertama kali kenal Esperanto dari membaca blog dan status Facebook Reza soal Esperanto. Aiko penasaran, sebab Esperanto mirip bahasa Spanyol. Ia menyatakan ketertarikannya lewat komentar. Reza pun menyambut baik. Akhirnya lewat beberapa pertemuan berupa diskusi selama dua bulan, ia dapat berbahasa Espe-ranto. “Saya pernah ikut di kongres IEA di Bogor, di situ diajarin juga

Esperanto. Susah ngerti-nya, malah sama Bang Reza lah saya bisa sampai seperti ini,” kata Aiko.

Menurut pemetaan Reza, Espe-rantis di Medan jumlahnya kurang lebih lima belas orang. Sementara di Indonesia hanya kira-kira seratus orang lebih. Untuk ukuran internasi-onal, menurut situs Ethnologue: Lan-guages of the World, situs yang berisi statistik tentang bahasa-bahasa di dunia mengatakan jumlah penutur Esperanto diperkirakan seratus ribu sampai dua juta orang. Kondisi Indo-nesia yang kepulauan menyebabkan setiap gerakan Esperantis sporadis sehingga tidak efektif.

Reza dan teman-temannya kini bermimpi membuat semacam ge-dung sekretariat sekaligus museum Esperanto di Medan. Keinginannya adalah memperbanyak Esperantis di Kota Medan. Karena Kota Medan juga sama seperti di Polandia zamannya Zamenhof: multibahasa.

Ia mencontohkan penggunaan ba-hasa Inggris dan Indonesia. Bahasa Inggris kini dinilai lebih superior daripada bahasa Indonesia. Sehingga berpengaruh pada pelbagai aspek, seperti barang yang menggunakan bahasa Inggris bisa lebih tinggi nilainya. “Di situlah bahasa Espe-ranto berperan sebagai bahasa yang netral,” tandas Reza.

BIODATA

Nama:Reza Pahlevi

Tempat, tanggal lahir:Medan, 6 Januari 1993

Pendidikan:-SD Negeri 060878 Medan

(1998-2004)-SMP Negeri 1 Medan

(2004-2007)-SMA Negeri 3 Medan

(2007-2010)-Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik

(2012-sekarang)

Prestasi:-Kongres Esperanto Kansai ke-

62 di Himeji, Jepang-Kongres Esperanto Kantoa ke-

63 di Tokyo, Jepang