TABLOID GABE EDISI 5

16
Hidup Itu Mengalir Saja EDISI 5 | JANUARI 2014 Dana Bansos Jelang Pemilu Awas, Huintip Do Ho! Siapa Bermain di Tornagodang? G A B E Maddenleo T Siagian

description

Tabloid GABE hadir dengan kemasan segar dan berwarna. Menyajikan berita seputar perkembangan politik, sosial, dan budaya di Habinsaran, Borbor, dan Nassau Kabupaten Tobasa. Nikmati juga sajian berita nasional dan hiburan lainnya.

Transcript of TABLOID GABE EDISI 5

Page 1: TABLOID GABE EDISI 5

Hidup Itu Mengalir Saja

EDISI 5 | JANUARI 2014

Dana Bansos Jelang PemiluAwas, Huintip Do Ho!

Siapa Bermain di Tornagodang?

G A B E

Maddenleo T Siagian

Page 2: TABLOID GABE EDISI 5

02 GABE© Januari 2014

Dewan Redaksi: Maddenleo T Siagian Juliardos JM Lubis

Pemimpin Redaksi: Ishak H Pardosi

Redaktur: Pangeran Pardosi

Reporter: Budi S

Kartunis: Jeff Rekando Lubis

Situs: www.tabloidgabe.com

Email: [email protected]

Alamat Redaksi: Taman Chrysant I Blok O3 Nomor 6, Sektor XII.3 Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan 15317

EDITORIAL

abloid GABE lahir mewar-nai di tengah derasnya arus

informasi yang masuk ke Kabu-paten Tobasa khususnya ke Kecamatan Habinsaran, Borbor, dan Nassau. Dikelo-la sekelompok pemuda yang berupaya memberikan perhatian terhadap kam-pung halaman lewat media massa.

GABE diharapkan mampu menjadi jembatan antara masyarakat dengan pemerintah. Menampung, menyaring, menganalisis, lalu menyajikan informasi berguna bagi pembaca.

Kami juga berusaha sekuat tenaga agar Tabloid GABE (edisi cetak) bisa dibagi-kan gratis kepada masyarakat Habinsa-ran dan sekitarnya. Sedangkan dana un-tuk menjalankan roda redaksi diperoleh dari donasi. Umumnya dari warga Habin-saran yang bermukim di perantauan.

Terakhir, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari seluruh pembaca tercinta. Kalau bukan kita siapa lagi, ka-lau tidak sekarang kapan lagi?

Tatap Redaksi

Page 3: TABLOID GABE EDISI 5

03Januari 2014 ©GABE

Barangkali, desa Tornagodang yang berada di Kecamatan Habinsaran, Tobasa bukanlah wilayah yang sudah dikenal di kalangan masyarakat Batak, terutama di tanah rantau. Tornagodang, yang terletak di sebelah barat Parsoburan, ibukota Habinsaran, masih tergolong desa terpencil. Jalur transportasi ke sana juga belum terlalu memadai. Bahkan, Parsoburan-Tornagodang hanya dihubungkan sebuah jembatan gantung sepanjang lima puluh meter. Jembatan itu pun hanya bisa dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua. Sedangkan kendaraan roda empat harus melewati akses berbeda, menyusuri perkebunan teh Sibosur di sebelah timur.

Namun, sejak 2011, Tornago-dang mendadak terkenal. Pal-ing tidak, di seantero Tobasa. Bukan apa-apa, terdapat tiga persoalan pelik yang melilit

wilayah itu. Pertama, kasus perkebunan teh Sibosur yang sampai saat ini statusnya masih menggantung. Kedua, kasus pencetakan sawah di Tornagodang seluas 160 hektar. Ketiga, kasus pembangunan bendungan aek sibabi. Hingga sekarang, ketiga kasus jumbo ini masih dalam proses hukum, terutama untuk kasus pencetakan sawah dan bendungan yang di-curigai sarat korupsi. Sedangkan untuk perke-bunan teh Sibosur, persoalannya menyangkut birokrasi yang terlalu berbelit-belit, ditambah kurang seriusnya Pemkab Tobasa. Kini, me-masuki tahun 2014 yang kebetulan ber-shio kuda, sudah selayaknya kasus ini dituntaskan secepatnya seperti kuda yang berlari kencang.

1. Perkebunan Teh Sibosur

Status lahan perkebunan teh Sibosur hingga kini masih terkatung-katung. Padahal, lahan semestinya sudah harus diserahkan PTPN IV kepada Pemkab Tobasa pada Januari 2014. Dulu, lahan seluas 253,65 hektar tersebut diserahkan masyarakat Tornagodang kepada

Pemkab Tapanuli Utara pada 1984 untuk diu-sahakan. Dalam perjanjian itu disebutkan, jika tidak dipergunakan lagi oleh Pemkab Tapanuli Utara (sekarang masuk wilayah Tobasa) dan PTPN IV sebagai perkebunan teh dengan sis-tem PIR (Perkebunan Inti Rakyat), maka hak atas tanah tersebut dengan sendirinya kembali kepada penduduk masyarakat Tornagodang sebagai pemilik tanah. Apa lacur, sampai seka-rang perkebunan teh Sibosur masih belum jelas statusnya.

Masalah yang membelit perkebunan teh Sibo-sur sejatinya sederhana. Namun, menjadi ru-mit ketika pemerintah dan pihak terkait lain seperti PTPN IV dan DPRD Tobasa terkesan kurang serius. Lihat saja, dari rangkaian kegia-tan yang harus dikerjakan, tidak ada satupun yang terwujud. Diketahui, proses penyerahan lahan tersebut sudah disepakati pada rapat ber-sama antara Pemkab Tobasa, PTPN IV, dan DPRD Tobasa, di Medan, Rabu, 11 Septem-ber 2013.

Dalam kesepakatan itu disebutkan, pada ming-gu pertama dan kedua September 2013, upaya yang harus ditempuh Tim Pelepasan Tanah Eks Kebun Teh Sibosur Desa Tornagodang, adalah melakukan konsultasi ke Biro Hukum Kemen-

terian BUMN. Termasuk di dalamnya penyia-pan proposal ke Pemkab Tobasa dan PTPN IV.

Sedangkan pada minggu pertama Oktober 2013, Tim dijadwalkan melakukan pengajuan permohonan ke Menteri BUMN. Kemudian, pada minggu pertama dan kedua Nopember 2013, dijadwalkan survei lapangan oleh Ke-menterian BUMN. Terakhir, pada minggu kedua Januari 2014, akan diadakan pelepasan lahan oleh Menteri BUMN.

2. Pencetakan Sawah

Cengkeraman tindak pidana korupsi semakin menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Prak-tik merampok uang negara ini tidak lagi me-lulu menjadi sisi lain wajah perkotaan. Tidak pula hanya melibatkan petinggi negara atau politisi nasional. Seolah tidak mau ketingga-lan, mengambil uang yang bukan haknya juga kini sedang merambah ke pedesaan termasuk ke Tornagodang. Sebuah desa yang terbi-lang masih terpencil, di sebelah timur Balige. Tetapi itulah faktanya, proyek pencetakan sawah di Tornagodang menjadi pergunjingan masyarakat setempat. Kuat dugaan, proyek tersebut terbengkalai karena sarat korupsi. Nilai korupsinya mencapai Rp 1,2 Miliar.

LAPORAN UTAMA

Siapa Bermain di Tornagodang?

EDITORIAL

Page 4: TABLOID GABE EDISI 5

04 GABE© Januari 2014

Jumlah yang cukup fantastis untuk pedesaan sekelas Tornagodang. Buktinya, proyek dengan anggaran Rp 1,6 Miliar tersebut hanya digarap 40 hektar saja, dari yang seharusnya seluas 160 hektar. Dengan kata lain, biaya menggarap satu hektar adalah Rp 100 juta. Faktanya, lahan 140 hektar yang semestinya ikut digarap malah dibiarkan begitu saja. Ironisnya lagi, lahan 40 hektar yang telah digarap, sejatinya belum lay-ak tanam. Saat ini, kasus tersebut sebenarnya sudah ditangani Kejaksaan Negeri Balige.

3. Bendungan Aek Sibabi

Proyek dengan anggaran Rp 1,6 miliar ini juga terdapat indikasi korupsi. Beberapa waktu lalu, tim dari Polda Sumut bahkan sudah mendata-ngi lokasi proyek. Bendungan ini dipersoalkan karena secara kasat mata tidak sesuai dengan

peruntukannya. Bahkan, proyek itu dicurigai dikerjakan tanpa didahului studi kelayakan. Masyarakat Tornagodang juga tidak pernah mendapatkan sosialisasi terkait proyek terse-but. Padahal jika mau, masih ada lokasi lain yang bisa dengan anggaran lebih murah tetapi bagus untuk irigasi. Masalahnya, kenapa harus aek sibabi yang dipilih? Lebih parah lagi, lokasi proyek bendungan itu belakangan diketahui masuk dalam wilayah hutan lindung. Kenyat-aan ini membuat masalah kian runyam.

Harapan Itu Masih Ada

SALAH SEORANG aktor yang paling vokal agar trio kasus jumbo tersebut dituntaskan ada-lah Nikson Panjaitan, SH. Ihwal kepedulian Nikson sangat sederhana namun sangat ber-makna. Tornagodang adalah tanah kelahiran-nya bahkan juga tanah leluhurnya. Kalau dia

sendiri tidak peduli pada kampungnya, lalu siapa lagi? Kalau bu-kan sekarang m e m p e r -juangkan hak dan harga diri ma sya r aka t Tornagodang, lalu kapan lagi? Itulah kenapa Nik-son yang menetap di Jakarta ini harus bolak-balik ke Torn-agodang. Bagi dia, men-gawal dan

menuntaskan tiga kasus yang sedang mengepung kam-pungnya merupakan sebuah pengabdian. Nikson makin bersyukur karena didukung penuh masyarakat Tornago-dang dan masyarakat Torna-godang di perantauan seperti Jakarta. Di Jakarta, Forum Komunikasi Masyarakat Tornagodang (FKMT) su-dah menyatakan sikap ikut berjuang bersama Nikson. Pasalnya, keterlibatan Nikson dalam FKMT di Jakarta juga bukan sekadar ikut-ikutan. “Ketiga kasus tersebut men-jadi perhatian dan keseriu-san saya sebagai putera dae-rah. Akan saya perjuangkan sekuat tenaga.”

Anggota DPRD Tobasa, Pendeta Gumontan Pasar-ibu

PENDETA Gumontan Pasaribu merasa yakin had-irnya praktek kongkalikong di balik proyek pencetakan

sawah di Tornagodang. Kunjungan ke lokasi proyek bersama rombongan Komisi C DPRD Tobasa pada Jumat (21/6/2013) kian menguat-kan dugaannya. “Berdasarkan hasil kunjungan ditambah informasi dari masyarakat yang kami terima di Tornagodang, proyek itu memang tidak sesuai dengan yang diinginkan,” ujar Gumontang, Selasa (25/6/2013). Ditanyakan apakah ada indikasi korupsi dalam proyek itu, Gumontan belum bisa memastikan. Namun dia mendesak Kejaksaan Negeri Tobasa segera menuntaskan kasus tersebut. Secara pribadi, politisi Hanura ini melanjutkan, dirinya san-gat menyayangkan nasib pencetakan sawah itu. Apalagi dengan keberadaan sawah itu sangat jelas akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tornagodang. “Sangat disayangkan kenapa itu bisa terjadi.”

Kasie Pidsus Kejari Balige, Polmer Butar-Butar

POLMER BUTAR-BUTAR memastikan kasus dugaan korupsi pencetakan sawah di Tornagodang akan dituntaskan. Menurut dia, pihaknya saat ini masih dalam tahap penye-lidikan. “Yang pasti sedang berjalan. Sedang penyelidikan,” ujar Polmer saat dikonfirmasi, Rabu (30/10/22013). Polmer juga mengakui pengusutan kasus tersebut menemui kendala. Namun, dia memastikan, kendalanya bukan karena intervensi dari pihak-pihak tertentu. “Itu karena kami kekurangan tenaga bukan karena yang lain. Saat ini banyak kasus yang sedang ditangani. Sementara jaksa hanya dua orang. Jadi sabar saja, pasti akan dituntaskan.”

TIM GABE

Page 5: TABLOID GABE EDISI 5

05Januari 2014 ©GABE

HUKUM

Dana Bansos Jelang PemiluAwas, huintip do ho!Menjelang Pemilu, aliran dana bantuan sosial (bansos) sering mengucur deras. Bentuknya macam-macam, seperti pemberian ternak, perala-tan pertanian, bibit, maupun pupuk. Sayangnya, dana yang sejatinya untuk kepentingan sosial kemasyarakatan itu justru digunakan untuk kepentingan segelintir orang. Tobasa tak luput dari cengkeramannya. Awas, huintip do ho!

Dalam periode 2007–2010, anggaran bansos yang disiapkan pemerintah mencapai Rp300,94 triliun yang ter-diri atas Rp48,46 triliun di tingkat daerah dan Rp252,48 triliun di ting-

kat pusat. Dengan alokasi yang sangat besar, dana bansos dinilai sangat rawan dikorupsi.

Peluang korupsi dana bansos semakin terbuka lebar karena proses penyusunan dan pelaksanaan APBD yang tertutup. Penggunaan dana bansos sesung-guhnya bukan tanpa aturan. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/ 2677/SJ tanggal 8 No-vember 2007 di dalamnya mengatur penggunaan dana bansos.Dalam regulasi ini disebutkan bansos adalah salah satu bentuk instrumen bantuan dalam bentuk uang dan atau barang yang diberikan kepada kelompok atau anggota masyarakat. Bansos juga diperuntuk-kan bagi bantuan partai politik. Dalam surat edaran menteri juga disebutkan pemberian bansos harus dilakukan secara selektif dan tidak mengikat atau terus-menerus.

Terakhir, Mendagri juga menerbitkan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembe-rian Dana Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD. Regulasi ini menegaskan pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan penggunaan dana hibah dan bansos. Namun kedua aturan tersebut masih dinilai mudah disimpangi karena tidak ada batasan jumlah anggaran yang disediakan dan tidak jelasnya ketentuan mengenai pengawasan serta per-tanggungjawaban penggunaan dana bansos.

Terbukti, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I 2010 menemukan sejumlah penyimpan-gan penggunaan dana bansos di 19 provinsi yang nilainya sangat fantastis mencapai Rp765 miliar. Masuk tiga besar adalah Provinsi Jawa Tengah den-gan potensi penyimpangan dana bansos sebesar Rp173,7 miliar, Sumatera Utara sebesar Rp148,44 miliar, dan di Jawa Timur ditemukan penyimpangan senilai Rp89,31 miliar.

Temuan terbaru ICW soal korupsi dana bansos ter-jadi di Provinsi Banten. Pemerintah daerah setempat mengalokasikan anggaran bansos untuk tahun 2011 sebesar Rp51 miliar. Akan tetapi dari 160 penerima dana bansos, Pemerintah Daerah Banten hanya mencantumkan 30 nama lembaga atau kepanitiaan dan tidak didukung oleh alamat yang jelas. Sisan-ya, sebanyak 130 penerima atau 81,3% penerima bansos,hanya ditulis “bantuan sosial daftar terlam-pir”.

Berdasarkan verifikasi yang dilakukan Indonesia Corruption Watch, pihak kepala daerah yang men-calonkan kembali (incumbent) dan kerabatnya mer-upakan pihak yang paling diuntungkan secara ma-teriil atas kebijakan pemberian dana bansos tersebut. Modus korupsi dana bansos pada umumnya adalah pemberian bantuan tanpa pengajuan, pemberian

bantuan melebihi alokasi, pemotongan bantuan, tak adanya pertanggungjawaban penggunaan, dan pro-posal atau bantuan fiktif.

Adapun aktor atau pelaku utama korupsi dana bansos adalah kepala daerah, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, anggota dan pimpinan parle-men daerah. Juga terlibat pengurus yayasan, panitia pembangunan rumah ibadah, lembaga pendidikan, partai politik maupun organisasi masyarakat yang menerima dana bansos tersebut. Dari sekian banyak aktor, incumbent paling sering memanfaatkan pe-luang ini karena memiliki berbagai akses anggaran resmi daerah dan birokrasi.

Berantas Koruptor Bansos

DANA BANSOS memang rawan dikorupsi, apalagi menjelang Pemilu 2014. Dengan jumlah yang san-gat luar biasa, yakni mencapai sekitar Rp 69,5 triliun pada 2013 ini dan tersebar di 15 kementerian, dana ini sangat menggoda bagi pejabat eksekutif untuk disalahgunakan demi kepentingan terselubung men-jelang Pemilu 2014. Dengan menyulap berbagai pro-gram bantuan, dana bansos berpotensi digunakan untuk meningkatkan popularitas melalui kebijakan populis.

Karena itulah pihak-pihak terkait, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap harus bisa mengawasi alokasi anggaran tersebut, mulai dari perencanaan hingga penyaluran. KPU dan Bawaslu harus tegas, kalau ditemukan dana pemerintah masuk ke parpol atau calegnya maka harus diberi sanksi tegas demi asas fairness. Jangan sampai dana bansos yang seharusnya dikucurkan sepenuhnya untuk bantuan sosial dijadi-kan modal politik menjelang pemilihan legislatif.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk memberantas korupsi dana bansos, yaitu mela-lui upaya penindakan dan pencegahan. Dari aspek penindakan, terhadap kasus korupsi dana bansos yang terjadi harus segera diproses secara hukum hingga ke pengadilan. Hal ini penting untuk mem-berikan efek jera bagi pelaku atau terapi kejut bagi calon pelaku lain yang mencoba mengkorupsi dana bansos.

Adapun dari aspek pencegahan, setidaknya ada dua alternatif yang bisa dipilih untuk menghindari ter-jadinya korupsi atau “perampokan” dana bansos di masa mendatang. Pertama, penghapusan alokasi dana bansos dalam anggaran daerah dan nasional. Usulan ini pernah dilontarkan BPK pada 2010 lalu karena seringnya lembaga ini menemukan penyalu-ran bansos di daerah yang sebagian besar tidak jelas pertanggungjawabannya. BPK merekomendasikan pos anggaran bantuan sosial dihapus dan diganti dengan metode lain.

Kedua, tetap mempertahankan alokasi dana bansos dengan syarat menindaklanjuti hasil kajian KPK ten-tang dana bansos, khususnya pada bidang regulasi dan tata laksana. Kementerian Dalam Negeri dapat bekerja sama dengan KPK dalam membuat aturan khusus yang terperinci dan ketat perihal pengelolaan dana bansos.

Jika tetap dipertahankan, pada prinsipnya penggu-naan dana bansos bukan ditujukan untuk kepent-ingan pejabat atau politisi sehingga harus dikelola secara tertib, sesuai dengan aturan, efektif, ekono-mis, transparan, dan bertanggung jawab. Juga wajib diperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan man-faatnya untuk masyarakat.

TIM GABE/ICW

Page 6: TABLOID GABE EDISI 5

06 GABE© Januari 2014

LAPORAN KHUSUS

SMA Neg-eri 1 H a b i n -s a r a n

adalah salah satu sekolah p e n d i d i k a n menengah atas yang cukup tua di Kabupaten Tobasa. Sekolah ini berdiri sejak Tobasa masih berada dalam wilayah Kabu-paten Tapanuli Utara. Alumnin-ya sudah ribuan, tersebar di seg-ala penjuru kota dengan berbagai profesi. Cukup banyak pula je-bolan yang dulu dikenal ‘SMA Kobun’ ini kem-bali mengabdi di almamaternya sebagai guru. Bahkan, Ke-pala SMAN 1 Habinsaran saat ini adalah seorang alumnusnya sendiri. Dialah Tog-ar Duharman Panjaitan, S.Pd., M.Si, pria kelahiran Sipagabu, 17 Januari 1972.

Untuk tahun ajaran 2013-2014 , terdapat 661 siswa yang menimba ilmu di sekolah ini. Mereka dibagi masing-masing tujuh ruangan untuk kelas satu dan kelas dua, dan enam ruangan di kelas tiga. Totalnya menjadi 20 kelas. Itu artinya, jumlah siswa untuk setiap kelas paling banyak 34 orang. Berbeda dengan era sebelum-nya, pembagian jurusan sudah dilakukan pada saat memasuki kelas dua: jurusan IPA dan IPS. “Tahun depan akan men-jadi 21 kelas. Kelas tiga akan kita buat menjadi tujuh kelas,” papar Togar ke-pada GABE di kantornya, pertengahan Januari 2014.

Guru yang mengajar di sini berjumlah 43 orang, terdiri dari 29 guru tetap dan 14 tenaga honorer. Selain mengajar di kelas, para guru tersebut juga ditugasi untuk mengembangkan minat dan bakat siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti pengembangan diri, olahraga, maupun seni. Untuk meningkatkan pemaha-

man siswa di bidang teknologi, sekolah ini dilengkapi 36 perangkat komputer. Mesin genset juga tersedia di sana guna mengantisipasi padamnya listrik yang belakangan melanda seluruh Provinsi Sumut.

Karena masih mengandalkan tenaga honorer baik guru maupun non guru, setiap siswa dipungut uang partisipasi sebesar Rp 37 ribu ditambah Rp 8 ribu untuk OSIS per bulan. “Totalnya Rp 45 ribu sebulan. Itu disebut uang komite, dan diputuskan bersama antara sekolah dan orangtua siswa. Sehingga tidak ada paksaan,” ujar Togar.

Bagi sebagian orangtua siswa, uang partisipasi sebesar Rp 45 ribu sebulan terasa memberatkan. Apalagi, setiap ta-hunnya sekolah ini mendapat dana Ban-tuan Operasional Sekolah (BOS) ratusan juta rupiah, disesuaikan dengan jumlah siswanya. Satu siswa sama dengan se-juta rupiah. Itu artinya, tahun ini SMAN 1 Habinsaran mendapat kucuran dana BOS sebesar Rp 661 juta atau Rp 55 juta per bulan. “Masalahnya, dana BOS itu tidak bisa dipakai untuk menggaji guru honorer. Itu sudah aturannya. Tetapi un-

tuk keperluan op-erasional sep-erti pengadaan buku, komputer, l a b o r a t o r i u m , dan biaya per-awatan. Kami pun sebenarnya berharap dana BOS bisa digu-nakan membayar gaji guru hon-orer, tetapi kalau aturannya sudah begitu, mau di-apakan lagi? jaw-ab Togar.

Lagipula, Togar m e n e g a s k a n , uang komite selalu diputus-kan sekolah dan orangtua, ter-masuk 13 ang-gota komite sekolah. Keti-gabelas anggota komite sekolah ini merupakan

perwakilan orangtua, masyarakat, guru, dan siswa. Apa saja syarat dan bagaima-na proses seleksi anggota komite seko-lah? “Syaratnya adalah masyarakat yang peduli tentang pendidikan. Mereka di-pilih orangtua siswa, bukan sekolah yang menunjuk.”

Menurut dia, besarnya uang komite yang dikeluhkan orangtua siswa sebenarnya kurang tepat. Pasalnya, hampir seten-gah dari siswanya memperoleh beasiswa yang nilainya bisa mencapai Rp 1 juta per semester. Setiap siswa yang orang-tua memegang kartu penjaminan sosial (KPS) dipastikan memperoleh beasiswa. Dari anak yatim, piatu, yatim piatu, dan siswa yang orangtuanya bukan PNS. “Itu beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dan itu langsung ma-suk ke rekening siswa bersangkutan. Yang penting tergolong miskin, bukan berdasarkan prestasi akademik. Walau-pun pintar tetapi berkecukupan tidak dapat beasiswa. Nah, untuk siswa yang pintar tetapi orangtuanya berkecukupan, kita dorong agar berprestasi di tingkat kabupaten,” Togar menguraikan.

SMA Negeri 1 HabinsaranPendidikan Kunci Kemajuan

Page 7: TABLOID GABE EDISI 5

07Januari 2014 ©GABE

LAPORAN KHUSUS

Di pihak lain, keluhan orangtua ter-hadap tingginya uang sekolah di SMAN 1 Habinsaran pada prinsipnya akan sirna bila kualitas pendidikan ikut meningkat. Salah satu indikator meningkatnya mutu pendidikan bisa dinilai dari persentase siswanya yang berhasil menembus ujian universi-tas negeri. Saat ini, persentasenya masih di titik 14 persen, dari 200-an siswa yang lulus setiap tahunnya. Namun, sambung Togar, hal itu bu-kan semata-mata karena faktor seko-lah. “Masih banyak orangtua yang merasa tidak sanggup menyekolah-kan anaknya ke perguruan tinggi se-hingga anaknya pun akhirnya tidak ikut ujian ke perguruan tinggi. Dari 221 siswa kelas tiga yang lulus, paling banyak 100 orang yang mencoba ikut ujian ke perguruan tinggi. Di sinilah dilematisnya, persentase harus dihi-tung berdasarkan jumlah siswa yang lulus sekolah, bukan dari yang ikut ujian ke perguruan tinggi,” katanya.

Untuk itu, Togar berharap agar orangtua siswa tetap mendorong anaknya untuk terus giat belajar. Ia percaya, anak-anak Habinsaran me-miliki tingkat kecerdasan yang luma-yan dibandingkan dengan wilayah lainnya di Tobasa. Akan tetapi, peran orangtua dengan memberikan se-mangat terhadap anaknya merupak-an syarat mutlak yang tak bisa dilu-pakan. “Sekolah itu hanya memoles saja sebenarnya. Kami tidak akan bisa berbuat banyak kalau siswa su-dah tidak mendapat bimbingan yang cukup di keluarga,” tukas Togar.

Mendorong Jurusan IPS Agar Lebih Percaya Diri

SUDAH CUKUP LAMA jurusan IPS khususnya di SMA Negeri 1 Habin-saran, Tobasa mengenyam ‘kelas bandel’. Mayoritas siswa yang me-milih jurusan IPS adalah mereka yang minat belajarnya lebih rendah ketimbang jurusan IPA. Ternyata, stigma negatif seperti itu masih ber-langsung hingga kini. Juga terjadi setelah pembagian jurusan dilakukan pada kelas dua SMA. “Ya itu masih terjadi sampai sekarang. Faktanya memang siswa IPS lebih bandel dari jurusan IPA,” ungkap Kepala SMAN 1 Habinsaran, Togar Duharman Pan-jaitan, S.Pd., M.Si di kantornya kepa-da GABE, pertengahan Januari 2014.

Menurut Togar, hal itu terjadi karena kurangnya pembinaan siswa di kelu-arga maupun karena pengaruh ma-syarakat sekitar. Sejak kecil, siswa sudah diajarkan bahwa IPS meru-pakan jurusan yang lebih santai. Sedangkan jurusan IPA diwajibkan belajar keras. Akibatnya, siswa men-jadi takut untuk memilih IPA. Faktor lainnya, siswa sejak kecil terlanjur dimanjakan seperti diberikan uang jajan berlebih dan kurangnya pen-gawasan orangtua terhadap perilaku anak. “Istilahnya, dia bukan bodoh tetapi karena aktualisasi dirinya menjadi ke negatif karena faktor ke-luarga,” papar Togar.

IP/GABE

Kisah Sedih Basri Pardosi Penjaga Sekolah SMAN 1 Habinsaran

Basri Pardosi tampak lemas, badannya kurus kering. Namun, semangatnya masih tetap membara seperti ia masih aktif sebagai anak pasaran di Par-

soburan. Ya, Basri dulunya adalah pria yang kekar tinggi, dadanya berbulu, yang sehari-hari menghabiskan waktunya di Pasar Parsoburan. Ia menekuni profesi ‘agen’ sebutan masyarakat setempat bagi mereka yang bertugas di loket angkutan umum. Kehidupan keras tentu saja sudah biasa bagi Basri. Meski begitu, Basri bu-kanlah pria yang sangar dan tidak pandang bulu. Ia tetap bersahaja meski tampangnya memang cukup garang.

Belakangan, Basri Pardosi tarik diri dari kehidu-pan bebas di pasaran. Bukan apa-apa, ia kini menderita penyakit gula yang membuat dirinya menjadi kurus. Sejak 2006, Basri akhirnya me-nekuni profesi sebagai penjaga sekolah SMA Negeri 1 Habinsaran, tak jauh dari rumahnya. Terpilihnya Basri sebagai penjaga sekolah ten-tu saja bukan karena latarbelakangnya sebagai anak pasaran. Namun, hal itu tidak terlepas dari sejarah SMA itu sendiri. “Bapak saya menyerah-kan lahan ini kepada pemerintah untuk dijadi-kan sekolah,” ujar Basri kepada GABE, perten-gahan Januari.

Itulah alasan kenapa Basri diberikan keper-cayaan untuk menjaga sekolah. Sebagai penjaga sekolah, Basri bertugas membuka dan mengunci seluruh ruangan kelas. Tiap bulannya, Basri di-berikan honor sebesar Rp 900 ribu. “Awal-awal aktif, gaji saya hanya Rp 700 ribu,” tambahnya.

Meski digaji tak seberapa, Basri tetap bersy-ukur. Apalagi, dengan kondisinya saat ini, ia tidak mungkin kembali ke arena pasaran atau-pun bekerja di ladang. Basri sedikit terbantu karena istrinya membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya. Berdagang jajanan dan keperluan se-kolah. Namun, Basri punya permintaan kepada pemerintah Tobasa. Ia ingin diangkat sebagai PNS. “Anggaplah sebagai balas jasa kepada ke-luarga kami yang telah bersedia memberikan la-han ini kepada pemerintah. Saya tidak menun-tut gaji yang tinggi, tetapi setidaknya angkatlah saya sebagai PNS.”

Impian Basri bukanlah omong kosong. Dari la-tar belakang pendidikan, ia juga jebolan SMA Negeri 1 Habinsaran. Secara administratif, ijazahnya sudah cukup kalau hanya untuk posisi penjaga sekolah. Sebenarnya, kata Basri, ia su-dah mengajukan permohonannya agar diangkat sebagai PNS. Sayang, belum mendapat tangga-pan dari pemerintah Tobasa. “Mudah-mudahan, permintaan saya ini didengar pemerintah. Saya percaya pemerintah akan mendengar,” Basri berharap.

IP/GABE

Page 8: TABLOID GABE EDISI 5

08 GABE© Januari 2014

adden Siagian & Partners Law Firm. Itulah nama kantor pen-gacara yang didirikan Madden pada 2012. Keputusan membuka kantor pengacara sendiri untuk seumur Madden masih jarang ditemui utamanya di Jakarta. Tetapi tunggu dulu. Keputu-

san membuka kantor sendiri sebenarnya tidak terlalu direncanakan

Madden. Ia mengaku, dirinya justru berniat mandiri sebagai pengacara pada umur 40 tahun. Nyatanya, impian tersebut tercapai di saat ia beru-mur 32 tahun. “Itu mengalir saja. Meski ada juga faktor hitung-hitungannya,” ujar Madden kepada GABE, pertengahan Desember 2013.

Hitung-hitungan yang dia maksud antara lain pengalaman dan kemampuan yang dimiliki. Sebe-lumnya, pria yang hobi bermain bola dan pengge-mar otomotif ini memang sudah wara-wiri di kantor pengacara. Awal terjun ke dunia hukum, ia berga-bung dengan Makes & Partners Law Firm, firma hu-kum yang mengkhususkan transaksi pasar modal, investasi asing dan merger/akuisisi. Di sinilah awal mulanya berkiprah sebagai pengacara. Spesialisasi yang menjadi makanan sehari-hari Madden ada-lah hukum perdata dan komersial, yang mengurusi bagian litigasi dan kepailitan. Lulusan SD Inpres Habinsaran ini juga pernah bergabung di kantor pengacara Timotius Tumbur Simbolon & Partners Law Firm.

Tak hanya pengacara pada kantor hukum saja yang pernah dilakoninya. Ia juga pernah mencicipi pen-galaman sebagai pengacara korporasi. Itu diala-minya saat bekerja pada PT Sampoerna Telekom Indonesia. Dengan demikian, Madden sudah tahu betul bagaimana perjanjian kontrak hukum dibuat dan dijalankan sebuah perusahaan.

Namun, panggilan jiwa Madden sepertinya bukan sebagai pengacara korporasi. Dia lebih senang men-jadi pengacara pada kantor hukum. “Tantangannya lebih banyak dan seru,” katanya. Itu pula sebabnya Madden kemudian bergabung pada kantor hukum Gani Djemat & Partners Law Firm. Pengalaman dan jaringan kerja pria jebolan SMAN 2 Medan ini pun

semakin kuat dan luas. Sudah banyak kasus hukum yang dia selesaikan. Keliling Indonesia menjadi agenda rutin yang secara otomatis memupuk peng-etahuan dan wawasannya.

Berkat tangan dinginnya sejumlah korporasi asing maupun lokal seperti BUMN telah berhasil ditan-ganinya. Di antaranya, The New York Times Com-pany, PT. Istaka Karya (Persero), PT. Timah Inves-tasi Mineral (Persero), PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT. Garuda Indonesia (Persero), PT. Hutama Karya (Persero), PT. Bursa Komoditi & De-rivatif Indonesia, Badan Arbitrase Nasional Indo-nesia (BANI), PT. Bank Permata, Tbk., PT. Jabatex, PT. Djonitex, PT. Astra Sedaya Finance, PT. Car-refour Indonesia, PT ISS Indonesia/PT. Integrated Facility Services, PT. Asuransi Jasa Indonesia (Pers-ero), PT. Krakatau Steel, PT. Pembangunan Jaya Ancol, Assosiasi Pertekstilan Indonesia (API).

“Akhirnya saya membuka kantor sendiri pada 2012. Saya ingin mandiri sekaligus menerapkan pen-galamam yang telah saya dapatkan selama ini, dan yang terpenting bisa menjadi pengusaha di bidang hukum,” urai pemegang master magister hukum bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Menurut Madden, pilihan membuka kantor pengac-ara sendiri bukanlah sesuatu yang terlalu istimewa. Bagi dia, pilihan profesi sebagai pengacara pada akhirnya memang harus memiliki cita-cita membu-ka kantor sendiri. Terpenting, lanjut dia, adalah ter-us-menerus mengasah kemampuan dan kompetensi diri sekaligus membangun jaringan (networking). Ia meyakini, karir seseorang sangat jarang karena fak-tor keberuntungan. Tidak ada yang datang tiba-tiba. Sebaliknya, apapun profesinya, semua tergantung pada diri sendiri.

“Hal ini yang perlu mungkin dipahami generasi muda termasuk saya. Bahwa apa yang ingin diraih memang harus direncanakan dan dipersiapkan se-jak awal, harus dapat memprediksi satu tahun lima tahun bahkan sepuluh tahun ke depan. “Anak-anak Habinsaran harus dipersiapkan sejak dini agar impian itu bisa tercapai. Jangan sampai masuk ke sebuah perguruan tinggi tetapi belum punya gam-baran tentang profesinya kelak,” tutur dia.

Alumni SMPN 1 Habinsaran ini juga berpendapat positif terkait berbondong-bondongnya pemuda Batak menempuh pendidikan di jurusan hukum. Dia tidak khawatir banyaknya orang Batak bergelar sarjana hukum tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Pasalnya, kesempatan ker-ja di dunia hukum masih terbuka lebar di Indonesia. “Yang penting punya kemampuan. Itu kuncinya.”

Sebagai pemuda asal Habinsaran, Maddenleo T Siagian yang akrab disapa Madden sejatinya masih tergolong baru di Jakarta. Terhitung sejak 2004, usai meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Namun, kepak sayap Madden di dunia hukum khususnya sebagai pengacara perlahan merangkak naik. Kata kuncinya, ia menjalani hidup apa adanya. Mengalir seperti air. Sebuah contoh yang layak ditiru kaum muda

Habinsaran.

P R O F I L

M

Hidup Itu Mengalir Saja...Maddenleo T Siagian

Page 9: TABLOID GABE EDISI 5

09Januari 2014 ©GABE

Alumni SMPN 1 Habinsaran ini juga berpendapat positif terkait berbondong-bondongnya pemuda Batak menempuh pendidikan di jurusan hukum. Dia tidak khawatir banyaknya orang Batak bergelar sarjana hukum tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Pasalnya, kesempatan ker-ja di dunia hukum masih terbuka lebar di Indonesia. “Yang penting punya kemampuan. Itu kuncinya.”

P R O F I L

Hal menarik lain yang pantas menjadi tel-adan bagi generasi muda Habinsaran adalah kepeduliannya terhadap bona pasogit. Mad-den tidak lantas lupa diri terhadap apa yang diperolehnya saat ini. Di pihak lain, dirinya tetap berusaha memberikan perhatian untuk kampung halaman. Paling tidak dia berse-dia memberikan pandangan-pandangannya

terkait perkembangan terkini di Habinsaran. “Kalau bukan kita lagi yang memberikan perhatian, lalu siapa lagi?” pungkas Madden.

IP/GABE

Page 10: TABLOID GABE EDISI 5

010 GABE© Januari 2014

Rancangan Undang-un-dang (RUU) Desa akh-irnya disahkan DPR menjadi UU Desa pada Rabu (18/12/2013). UU ini akan mulai berlaku pada 2014. Dengan pengesahan

tersebut, desa tidak lagi menjadi objek tetapi subjek pembangunan. Tiap tahun, setiap desa akan mendapat dana Rp 600 juta. UU Desa diharapkan bisa mendong-krak laju pembangunan terutama di dae-rah terpencil Indonesia.

Khusus untuk Habinsaran, Borbor, dan Nassau, UU Desa tentunya membawa kabar baik. Pembangunan desa yang tersebar di tiga kecamatan tersebut akan semakin menggeliat. Selama ini, dana un-tuk desa memang sudah dianggarkan ke-menterian dan lembaga. Alokasi dana un-tuk desa meliputi Pendapatan Asli Desa, APBD, Dana Perimbangan dan Dana De-konsentrasi. Dengan UU Desa, anggaran tersebut dipastikan akan bertambah.

Sumber APBN yang akan dialokasikan ke desa tercantum dalam Pasal Nomor 72 UU Desa. Pasal itu menjelaskan bahwa dana alokasi desa yang berasal dari APBN, diambil sebesar 10 persen dari dana on top (dana dari dan untuk transfer daerah). Istilah dana on top adalah dana anggaran pusat dari kementerian dan lembaga yang selama ini juga mengalokasikan program-program untuk desa. Dari dana on top yang dialokasikan oleh kementerian dan lembaga untuk desa adalah sebesar Rp 42 Triliun dan tentu setiap tahun berubah.

“Kalau Rp 42 Triliun dibagi 73 ribu desa maka akan ketemu angka kurang lebih 600-an juta per desa,” ujar Wakil Ket-ua Pansus RUU Desa, Khotibul Umam Wiranu di Jakarta. Namun, Khotibul me-nambahkan, dana yang diperuntukkan untuk tiap desa tidak akan sama dan akan dibagi secara merata dan berkeadilan. “Merata yang dimaksud ialah semua desa mendapat alokasi dana APBN, tetapi ada indeksnya. Dalam penjelasan disebutkan misalnya antara lain variabel jumlah pen-duduk, angka kemiskinan, kesulitan geo-grafis, dan luas wilayah.”

Disebutkan, pengelolaan keuangan desa selanjutnya akan dilimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk. Dalam Pasal 73 UU Desa dis-

ebutkan, Anggaran Pendapatan dan Be-lanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa. Pada ayat (2) disebutkan, RAPBD Desa diajukan kepala desa dan dimusyawarahkan bersa-ma Badan Musyawarah Desa. Sedangkan pengawasan anggaran Desa dilakukan oleh kabupaten.

Rawan Korupsi

SETIAP UU, selalu saja menimbulkan pro kontra. Khusus UU Desa, hal yang sangat dikhawatirkan adalah ketidakmampuan perangkat desa mengelola uang hingga ratusan juta. Anggota DPR dari PKS Nasir Djamil merasa was-was, dengan anggaran desa yang begitu besar akan membuat ko-rupsi di desa juga ikut membesar.

“Mendagri harus memberikan pelatihan kepada kepala desa cara pengelolaan uang. Jangan sampai banyak kepala desa masuk penjara. Cukuplah gubernur yang banyak masuk penjara,” kata Nasir Djamil.

Peringatan serupa juga dilontarkan ang-gota DPR Maruarar Sirait. Politisi PDIP ini mengatakan, anggaran untuk desa bisa menjadi persoalan karena tidak se-mua desa punya kemampuan tata kelola anggaran dengan baik dan akuntanbel. “Bagaimana mekanisme pertanggun-jawabannya? Jangan sampai aparat desa terkena masalah korupsi,” kata Maruarar kepada wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/12).

Menurut dia, desa di Indonesia memi-liki kompleksitas karakter sosial budaya yang beragam. Dalam hal ini, penting bagi pemerintah untuk mendampingi masyarakat desa dalam berbagai proses musyawarah anggaran. “Jadi musya-warahnya benar-benar dikawal. Penting sekali dikeluarkan peraturan pemerin-tah,” ujarnya.

Untuk itu, dia meminta pemerintah bek-erja keras melakukan sosialisasi pengelo-laan dan pertanggungjawaban penggu-naan anggaran desa ke masyarakat desa. Selain agar akuntabel, hal ini untuk meng-hindari kepentingan politik tertentu yang mungkin terjadi dalam proses penyerapan anggaran oleh pengurus desa. “Jangan sampai ditunggangi kepentingan politik tertentu,” katanya.

Problem lain UU Desa, ujarnya, ada pada tidak adanya ketersediaan anggaran di APBN 2014. Hal ini menurut Maruarar karena UU Desa diketuk setalah anggaran APBN 2014 disahkan. Maruarar menga-takan, dia tidak mempersoalkan apakah pencairan dana desa akan disahkan sebelum pemilu atau tidak. Menurutnya, yang terpenting adalah mekanisme dan transparansi anggaran yang jelas. “Pen-cairan sesudah atau sebelum pemilu tidak masalah,” ujar Maruarar.

TIM GABE

UU Desa DisahkanPemerintah Guyur Rp 600 Juta Tiap Desa

POLITIK

Page 11: TABLOID GABE EDISI 5

011Januari 2014 ©GABE

UU Desa DisahkanPemerintah Guyur Rp 600 Juta Tiap Desa

Berstatus Jalan Provinsi, Aspal di Lumban Rau Kurang Diurus

ika Anda hendak menuju Borbor melalui Lumban Rau menggunakan kendaraan, siap-siap saja melaju pelan dan lebih sering melakukan manuver. Menghindari lubang

bahkan kubangan di tengah jalan aspal. Padahal, jalur Lumban

Rau baik menuju Parsoburan maupun Borbor banyak digunakan para pengendara. Namun itulah kondisinya, jalan aspal terlihat tidak terurus. Berbeda dengan jalan setelah memasuki wilayah Kecamatan Borbor, yang se-cara umum sudah layak dilintasi. Begitu pula jika Anda memasuki wilayah Habinsaran, dan Kecamatan Nassau yang sudah relatif bagus.

Konon, buruknya kondisi jalan Lumban Rau karena statusnya yang berubah dari jalan kabupaten menjadi jalan provinsi. Dengan begitu, pembangunan maupun perawatannya diserahkan kepada pemerintah Provinsi Sumut, bukan lagi kepada Pemkab Tobasa. “Saya sebe-narnya sudah berjuang untuk mempertahankan agar statusnya tetap sebagai jalan kabupaten, tetapi apa boleh buat tidak berhasil,” keluh Gumontan Pasaribu, anggota DPRD Tobasa yang bermukim di Borbor kepada GABE, pertengahan Januari 2014.

Desas-desus yang beredar, buruknya jalan di Lumban Rau juga tidak terlepas dari peristiwa politik pada Pilbup Tobasa 2010. Saat itu, masyarakat Lumban Rau ramai-ramai mendukung calon wakil bupati yang berasal dari daerah tersebut. Namun sayang, sang wakil bupati kan-

das di arena pertarungan. Sebagai ganjarannya, sang bupati terpilih mengunci akses pembangunan ke daerah itu.

IP/GABE

Menuju Pilbup Tobasa 2015: Monang Sitorus Kembali?

emandangan sepanjang jalan di wilayah Tobasa terasa berbeda di penghujung tahun 2013. Di samping maraknya spanduk dan baliho para caleg lengkap dengan segala janjinya, Bupati Tobasa 2005-2010 Monang Sitorus juga tak in-gin ketinggalan. Baliho bergambar Mo-nang dan istrinya turut serta menghiasi jalanan hingga ke pedalaman Tobasa.

Diketahui, Monang pernah tersandung korupsi Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3 miliar saat ia menjabat Bupati. Ia masuk bui setelah ia dikalahkan Kasmin Simanjuntak pada Pilkada Bupati Tobasa 2010.

Saat Monang menjabat, harus diakui kemajuan Tobasa cukup pesat. Khusus di Habinsaran, Borbor, dan Nassau, Monang mengukir sejumlah prestasi. Di Habinsaran, ia menaikkan ke-las Puskesmas Habinsaran menjadi Rumah Sakit Mini, yang selanjutnya bisa menampung pasien rawat inap. Hal ini sejalan dengan visi misinya bertajuk TOBAMAS, Toba Maju, Adil, dan Sejahtera. Ia memang sangat peduli dengan kesehatan. Di Bor-bor, Monang juga meresmikan perkebunan ubi racun seluas 800 hektar milik PT Pancasona, serta perkebunan jagung se-luas 600 hektar di Natumikka. Sedangkan di Nassau, PT Inpola yang mengelola pembangkit listrik minihidro, juga diresmikan Monang Sitorus.

Baliho ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru dari Monang Sitorus dan istrinya memang terlihat sederhana. Akan tetapi, sepertinya Monang masih ingin kembali ke panggung politik Tobasa. Apakah Monang masih dirindukan masyarakat To-basa?

IP/GABE

P

Page 12: TABLOID GABE EDISI 5

012 GABE© Januari 2014

Kecamatan BorborLari Kencang Si Anak Pertama

Geliat kehidupan di Kecamatan Borbor terus berdenyut. Borbor yang terdiri dari 15 desa ini boleh disebut berlari

lebih kencang ketimbang adiknya, Kecamatan Nassau. Bahkan, hampir menyamai kecama-tan induknya, Habinsaran. Di awal tahun 2014, tim GABE membidik sejumlah potret kehidupan di Borbor. Sebuah bingkai realitas yang menggambarkan kemajuan.

Sejak lama, Borbor memang sudah berbeda dengan desa lainnya ketika masih berada dalam pangkuan Habinsaran. Dari sisi bisnis ekonomi, Borbor sudah lama berdiri sendiri dalam hal pengadaan pekan (onan) yang di-gelar setiap Sabtu. Tidak lagi tergantung den-gan onan Selasa di Habinsaran. Sama halnya dengan urusan keagamaan. HKBP sebagai denominasi gereja terbesar bagi orang Batak juga demikian. HKBP Resort Borbor sudah berdiri cukup lama. Soal kesuksesan dalam hal materi, anak rantau Borbor juga boleh disebut juara. Rekson Sitorus, anak rantau Borbor, merupakan perantau yang dikenal luas di Jakarta.

Begitulah, Borbor yang masyarakatnya men-gandalkan komoditas pertanian kopi, kemen-yan, dan andaliman ini kian berlari kencang. Tak lama lagi, Borbor bakal semakin istimewa dengan dibukanya akses desa Rianiate, Bor-bor menuju Kecamatan Garoga, Tapanuli Utara. Dengan demikian, Borbor akan men-

jadi wilayah yang sangat terbuka, dan pada akhirn-ya merangsang p e r t u m b u h a n ekonomi.

Namun, ada sedikit cata-tan untuk Bor-bor. Ya, Kantor Camat Borbor tampak kurang terurus. Kondisi b a n g u n a n n y a jauh dari layak sebagai kantor pemerintahan.

Gedung berbentuk huruf U yang diapit lahan kosong tersebut terlihat lusuh dengan kaca nako yang rusak di sana-sini. Belum lagi cat putih yang mulai memudar terkena lumpur di musim penghujan. PP/GABE

Potret Pendidikan SMA Negeri 1 Borbor

SMA Negeri 1 Borbor berdiri sejak 2004, setelah Kecama-tan Borbor diresmikan pada 2002 hasil pemekaran dari Kecamatan Habinsaran, Tobasa. Saat ini, SMA Borbor mempunyai siswa 331 orang dengan 12 ruangan kelas. Siswanya berasal dari desa

sekitar Borbor seperti Lumban Rau, Batu Na Bolon, Natumikka, Hutagurgur, maupun Ri-aniate. Kebanyakan dari siswa sudah menggu-nakan kendaraan roda dua untuk menempuh

sekolah. Tidak lagi memilih indekos di rumah-rumah penduduk ataupun ‘marjabu kosong’.

Sekolah yang kini dikepalai Benni Marusaha Pardosi yang akrab disapa BM, ini berdiri di sisi kiri jalan menuju Borbor, sekira 2 kilom-eter dari Kantor Camat Borbor. Hal yang patut diacungi jempol adalah siswa alumni Borbor sudah lumayan banyak yang sukses menem-puh pendidikan tinggi di universitas negeri. Bahkan hingga ke Universitas Cendrawasih, Papua. Lainnya memilih di universitas yang terdapat di Kalimantan.

Tak jauh berbeda dengan SMAN 1 Habinsa-ran, BM Pardosi juga mengeluhkan rendahnya keinginan orangtua untuk menyelolahkan anaknya hingga ke tingkat universitas. Dampaknya, minat belajar siswa pun menjadi kurang optimal. “Alasan ekonomi orangtua menjadi alasan utamanya. Namun kami tetap mendorong agar siswa tetap belajar giat. Toh, ini semua demi kemajuan mereka sendiri,” harap BM Pardosi kepada GABE di kantornya, pertengahan Januari.

IP/GABE

Page 13: TABLOID GABE EDISI 5

013Januari 2014 ©GABE

Pemben-tukan Provinsi Tapanuli (Protap) kembali menge-muka setelah

DPR mengesahkan RUU Protap bersama sejumlah Daerah Otonomi Baru (DOB) lain di seluruh Indonesia, yang di dalamnya juga termasuk Provinsi Kepulauan Nias. Khusus untuk Protap yang pernah diperjuang-kan hingga menelan korban jiwa, rasa-rasanya memang harus kembali melewati jalan berliku. Inilah Provinsi Tapanuli, satu ran-jang dua mimpi.

Siapa sangka, memori masa lalu dihidupkan lagi menjelang Pemilu 2014. Ya, pada 2009 silam, Ketua DPRD Sumut Abdul Aziz Angkat meninggal dunia di tengah pro kon-tra pembentukan Protap. Wafatnya Aziz juga diikuti dengan mangkraknya pembentukan Protap. Namun, dengan disahkannya RUU Protap, juga sekaligus menjadi pertaruhan; apakah Protap akan mulus atau juga kembali kandas di tengah jalan.

Euforia pembentukan Protap memang sangat bisa dirasakan khalayak, khususnya bagi mere-ka yang berasal atau bermukim di kawasan Tapanuli. Bekas Keresidenan ini dianggap sudah pantas berdiri sendiri sebagai provinsi. Kepantasan itu diukur dari luas wilayah, jum-lah penduduk, dan yang paling utama adalah mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Maka tidak heran masyarakat di Tapanuli sudah sejak lama merindukan Protap. Begitu juga dengan anak rantau Tapanuli.

Hal penting yang perlu dijelaskan kepada masyarakat luas adalah mengenai kondisi kawasan Tapanuli saat ini, baik dari aspek kes-ehatan, pendidikan, pelayanan, infrastruktur, dan lain sebagainya. “Semua aspek itu harus disampaikan ke publik, bagaimana kondisinya sekarang ini. Lantas, bagaimana target setelah Protap nanti terbentuk. Target lima tahun kondisi kesehatan masyarakat bagaimana, kondisi pelayanan publik bagaimana, dan seterusnya,” ujar Doktor Sosiologi UI, Kasto-rius Sinaga di Jakarta, (6/11).

Hinca Panjaitan, seorang politisi Demokrat juga sangat yakin pembentukan Protap

mampu ampu mempercepat pembangunan. Ini didukung oleh beroperasinya Bandara Udara Kuala Namu Internasional Airport (KNIA), lengkap dengan ruas jalan tol seba-gai penghubung. Artinya hanya dengan me-merpanjang luas jalan tol yang ada hingga ke Pematang Siantar, maka pariwisata di Danau Toba akan kembali menggeliat.

Namun, sambung Hinca, tentunya infrastruk-tur jalan perlu ditambah dengan sejumlah pembangunan lain. Di antaranya perlu dibangun paling tidak hingga 25-50 hotel di daerah Danau Toba. Jika ini terwujud, maka pertemuan-pertemuan kelas dunia yang selama ini diselenggarakan di Bali, bisa berpindah ke wilayah Danau Toba.

Masih banyak komentar positif yang dis-ampaikan para tokoh Batak di tanah rantau. Kesimpulan mereka, Protap akan mampu membawa perubahan bagi masyarakat Ta-panuli. Akan tetapi, ada pula yang tidak setuju dengan Protap. Ketidaksetujuan itu bahkan datang dari seorang politisi senior PDIP, Sabam Sirait. Pria yang sangat dekat dengan Megawati ini justru khawatir dibentuknya Protap akan menimbulkan masalah baru.

“Saya dari Tapanuli tidak setuju ada Provinsi Tapanuli, buat apa? Kalau Aceh punya sejarah sendirilah, kita terima itu, walaupun sebenarnya itu tidak baik. Kita tidak boleh berpisah satu sama lain,” ujarnya di Gedung DPR, Kamis (31/10).Menurut Sabam, pemekaran belum tentu

membuat suatu daerah bisa menjadi lebih makmur. Itu sebabnya, dia mengkritik pemerintah yang terkesan dengan mudah meme-karkan sebuah wilayah. “Kita harus memeli-hara persatuan kita. Sekarang mau dibentuk begitu banyak kabupaten dan provinsi apakah sudah dipertim-bangkan. Jangan kira mudah mempersatukan bangsa. Tapi sesuatu yang tidak mudah harus kita capai

dengan mati-matian. Jangan terlalu ada yang jauh di bawah kemiskinan,” tukas dia.

Peringatan potensi konflik saat pembentukan Protap juga datang dari pengamat politik Sa-bar Sitanggang. Jika tidak dijembatani dengan dialog, bukan tidak mungkin kerusuhan 2009 akan kembali terulang. “Saya yakin, begitu RUU Protap mulai dibahas lagi, maka akan muncul lagi tarik-menarik, pro kontra. Po-tensi konflik sosial masih ada. Jangan sampai ada korban lagi,” katanya di Jakarta, kemarin (31/10).

Untuk menghindari main klaim bahwa kubunya mewakili suara rakyat, pilihan menggelar jajak pendapat alias referendum sepertinya cocok diterapkan. “Saya sarankan dilakukan saja referendum. Rakyat Sumut ditanya, setuju atau tidak dengan Protap. Jika sudah ada hasil jajak pendapat, semua pihak harus menerima,” ujar dia.

Isu pembentukan Protap memang selalu mengundang pro kontra. Konon, terlalu ban-yak kepentingan yang terlibat di dalamnya. Entah kepentingan politik atau ekonomi. Atau mungkin dua-duanya. Namun yang jelas, terbentuknya Protap hanya akan terjadi apabila seluruh elemen masyarakat bisa ber-satu padu. Masyarakat Tapanuli tidak boleh satu ranjang tetapi berbeda mimpi. Cukup satu mimpi. Provinsi Tapanuli.

BS/GABE

Nasional

Provinsi TapanuliSatu Ranjang Dua Mimpi

Page 14: TABLOID GABE EDISI 5

014 GABE© Januari 2014

ekali peristiwa di awal dasawarsa lima puluhan. Seorang murid SMP di Sidi-kalang terpana pada keterangan guru ilmu alamnya. “Sinar yang masuk dari udara ke dalam air selalu dibelokkan.” Laki-laki remaja itu pun bertanya: mengapa? Tak ada jawaban me-madai.

Hukum Snellius mengenai pembiasan itu adalah awal kecintaan Pantur Silaban mem-pelajari fisika. Karena tak ada jawaban jitu dari sang guru, ia pun bernazar akan meng-geledah rahasia alam melalui studi fisika di kemudian hari.

Minat Pantur melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi setelah lulus SMA ikut pula bergerak. Selain mendalami fisika, ia berhas-rat pula mempelajari teologi. Meninggalkan Sumatera selepas sekolah lanjutan atas, pria kelahiran Sidikalang, 11 November 1937 itu mampir di Jakarta membekali diri mengikuti ujian saringan masuk sekolah tinggi teologi. “Anehnya, saya sakit selama di Jakarta mem-persiapkan diri masuk ke sana,” katanya. Per-jalanan diteruskan ke Bandung. Tujuannya satu: kuliah fisika di ITB. Dia diterima di sana.

Pantur memilih fisika karena dia memang menyukainya. Bukan karena permintaan orangtua atau saudara. “Ayah saya yang ped-

agang dan buta huruf hanya mengatakan, Kamu terserah pilih apa. Kami hanya bisa membantu menyekolahkan. Saran saya ambil bidang yang kamu suka,” begitu pesan ayah dan ibunya, pasangan Israel Silaban dan Regina br. Lumbantoruan.

Dalam tempo enam setengah tahun, waktu optimal pada zaman itu merampungkan kuliah tingkat sarjana. Pantur lulus pada 1964 dan berhak menyandang gelar doktoran-dus dalam fisika. Ia langsung diterima sebagai anggota staf pengajar Fisika ITB. Selama kuliah kecenderungannya pada bidang tertentu dalam fisika mulai terbentuk. Pan-tur amat menggandrungi matematika murni dan mata kuliah yang tergolong dalam kelompok fisika teori, sep-

erti mekanika klasik lanjut, teori medan ele-ktromagnetik, mekanika kuantum, dan teori relativitas Einstein. Maka, ketika datang kes-empatan studi lanjut di Amerika Serikat pada tahun 1967, tujuannya sudah jelas. “I go there just for the General Relativity Theory, no other things,” katanya. “Itu yang ada di benak saya waktu itu.”

Siapakah fisikawan yang paling tepat menun-tunnya belajar Relativitas Umum Einstein di tingkat doktor? Dan di perguruan tinggi manakah fisikawan-fisikawan itu bermarkas di Amerika Serikat?

Albert Einstein (1879-1955) pada saat itu sudah 12 tahun di alam baka. Tapi, semasa hidupnya ia salah satu pendiri sekolah-sema-cam fakultas-yang menjadi tempat khusus mempelajari teori gravitasi dan Relativitas Umum Einstein. Sekolah itu berada di bawah Universitas Syracuse, New York dan termasy-hur sebagai pusat studi gravitasi dan Relati-vitas Umum yang pertama dan terkemuka di dunia, bahkan sampai saat ini. Di sana men-gajar teman-teman dan murid-murid dekat Einstein, antara lain Peter Gabriel Bergmann. Dia fisikawan pertama yang menulis buku da-ras tentang Relativitas Umum Einstein.

Karya Bergmann itu, Introduction to the The-ory of Relativity, mendapat tempat khusus di kalangan fisikawan teoretis dengan spesial-isasi teori gravitasi atau Relativitas Umum. Selain dianggap sebagai salah satu buku ba-bon tentang relativitas, kitab inilah satu-satu-nya tempat di mana Einstein pernah menulis

kata pengantar. Pantur diterima di sekolah itu. Tentang pentingnya kedudukan sekolah gravitasi Universitas Syracuse itu, Dr. Clif-ford M. Will dari Universitas Washington di St. Louis seperti dikutip The New York Times (23 Oktober 2002) ketika menurunkan obitu-ari atas Peter G. Bergmann menulis sebagai berikut: “Pada masa-masa akhir 1940an Syra-cuse adalah tempat yang tepat untuk bekerja dalam Relativitas Umum karena tak ada tem-pat lain di dunia yang melakukannya.” Pantur beruntung karena Bergmann berse-dia menjadi ko-pembimbing untuk diserta-sinya. Dengan demikian, Pantur merupakan fisikawan Indonesia yang berguru langsung kepada murid dan kolega Einstein dalam Relativitas Umum. Ia merupakan satu dari 32 mahasiswa dari seluruh dunia yang mempe-lajari Relativitas Umum di Syracuse dengan Bergmann sebagai pembimbing atau ko-pem-bimbing dalam kurun tahun 1947-1982. Tak salah kalau orang menyebutnya sebagai cucu murid Einstein.

Adapun pembimbing utamanya lebih muda dari Bergmann, tapi juga raksasa dalam Rela-tivitas Umum. Dialah Joshua N. Goldberg. Nama-nama itu terasa Yahudi. Universitas Syracuse memang didominasi oleh orang-orang Yahudi, baik dosen maupun maha-siswanya. Sekali waktu dalam sebuah kuliah, Pantur menggambarkan almamaternya itu dengan lelucon segar yang tentu saja didasar-kan pada fakta: “Hanya ada dua jenis manu-sia yang diterima di Syracuse. Yang pertama Yahudi, yang kedua adalah orang pintar. You tahu, saya bukan Yahudi.”

Di Syracuse selain mendalami fisika teoretis, Pantur juga menyerap etos belajar dan etos kerja orang-orang Yahudi di sana. Meski in-teligensi mereka relatif tinggi, mahasiswa-mahasiswa Yahudi menghabiskan sebagian besar waktu mereka di luar kuliah untuk belajar, belajar, dan belajar. Demikian pula dosen-dosennya. Lampu ruang kerja dosen di sana masih benderang sampai pukul sembilan malam. Kerja keras semacam itu plus otak ce-merlang barangkali yang menjelaskan betapa orang-orang berdarah Yahudi menempati jumlah terbanyak dalam daftar peraih Nobel Fisika.

Pantur menyerap pola belajar dan pola kerja seperti itu selama kuliah di sana. Tapi, sekali waktu Pantur ada keperluan pulang lebih le-kas ke tempat tinggalnya. Tak enak baginya ketahuan pulang lebih awal. “Akhirnya saya terapkan kelihaian yang khas Indonesia,” kat-anya sambil tersenyum. “Saya biarkan lampu kamar kerja saya menyala, sementara saya pulang ke tempat tinggal saya.”

Pantur SilabanSi Jenius Fisika dari Tanah Batak

“Hanya ada dua jenis manusia yang diterima di Syracuse. Yang pertama Yahudi, yang kedua adalah orang pintar. You tahu,

saya bukan Yahudi.”

Pendidikan

S

Page 15: TABLOID GABE EDISI 5

015Januari 2014 ©GABE

Pendidikan

Tentu perbuatan ini tak berulang. Sebab bila terulang, niscaya Pantur akan kesulitan memenuhi ajakan Goldberg dan Bergmann ikut dalam upaya mendamaikan Teori Medan Kuantum dan Relativitas Umum demi men-emukan Teori Kuantum Gravitasi, teori yang diimpikan semua fisikawan teoretis sedunia, yang memerlukan ketekunan bagi diserta-sinya. Berbulan-bulan menguantisasi Rela-tivitas Umum supaya akur dengan Medan Kuantum; Pantur, Goldberg, dan Bergmann gagal membidani Teori Kuantum Gravitasi. Fisikawan-fisikawan di Institute for Advanced Studies di Princeton mengingatkan mereka bahwa proyek itu adalah pekerjaan kolektif dalam skala besar yang membutuhkan waktu 25 tahun.

Alih-alih berkeras mendapatkan kuantum gravitasi, akhirnya Pantur mengikuti saran Goldberg. Dengan saran itu, ia pun menga-lihkan topik untuk disertasinya: mengam-putasi prinsip Relativitas Umum dengan menggunakan Grup Poincare untuk menemu-kan kuantitas fisis yang kekal dalam radiasi gravitasi. Temuan ini mengukuhkan keberpi-hakannya kepada Dentuman Besar (Big Bang) sebagai model pembentukan Alam Semesta ketimbang model-model lain.

Pekerjaan itu selesai pada tahun 1971 dan mengukuhkan Pantur Silaban sebagai Ph.D. dengan disertasi berjudul Null Tetrad Formu-lation of the Equations of Motion in General Relativity. Garis-garis besar mengenai apa yang dicapai dalam disertasinya ini tercantum dalam Dissertation Abstracts International, Volume: 32-10, Seksi: B, halaman: 5963 .

Tiga tahun kemudian Joshua Goldberg—yang banyak menghasilkan risalah penting fisika yang dimuat di jurnal utama seperti Physical Review D, Journal of Mathematical Physics, Journal of Geom. Physics—merujuk peker-jaan Pantur ini dalam risalahnya, Conserva-tion Equations and Equations of Motion in the Null Formalism, yang diterbitkan General Relativity and Gravitation, Volume 5, hala-man 183-200. Karya lain yang menjadi ruju-kan dalam risalah ini adalah dari dua orang mahafisikawan dunia, Hermann Bondi dan Roger Penrose. Jadi, dapatlah ditebak tempat

Pantur dalam Relativitas Umum.

Kembali Mengajar di ITB

SETAHUN setelah menyelesaikan diserta-sinya, Pantur kembali di Bandung pada tahun 1972 dan mengajar di Jurusan Fisika ITB. Orang pertama Indonesia yang mendapat doktor dalam Relativitas Umum itu adalah orang Sumatera pertama—tidak sekadar orang Batak pertama—yang mendapat Ph.D. dalam fisika. Sebuah risetnya setelah disertasi ini dimuat di Journal of General Relativity and Gravitation. Sekian makalahnya menge-nai teori gravitasi dan fisika partikel element-er dimuat di berbagai prosidings dalam dan luar negeri. Ya, sebagai seorang fisikawan teo-retis, Pantur juga menggumuli fisika partikel elementer.

Beberapa kali diundang sebagai pembicara di International Centre for Theoretical Phys-ics (ICTP) yang didirikan fisikawan Pakistan pemenang Nobel Fisika, Abdus Salam, Pantur selalu mencermati indikasi akan keberhasi-lan ditemukannya Teori Kuantum Gravitasi. Katanya suatu kali dalam sebuah kolokium di Jurusan Fisika ITB, “Dengan menganggap partikel sebagai titik, upaya menguantum-kan Relativitas Umum berhadapan dengan

singularitas yang tak bisa dihilangkan.” Itu sebabnya ketika teori string—yakni teori fisika yang mengang-gap partikel sebagai seutas string, bukan titik sebagaimana dia-sumsikan sejak zaman Democritus (460-370 S M ) — m e n g h a n g a t pada pertengahan 1980an hingga awal 1990an, Pantur meng-gumulinya dan bekerja untuk mendapatkan Teori Kuantum Gravi-tasi.

“Timbul pula masalah yang tak kalah be-sarnya,” katanya. “Kita berhadapan dengan perumusan grup sime-tri yang parameternya sampai 496. Waduh,

payah ini.” Singkat kata, baik dengan meman-dang partikel terkecil sebagai titik maupun sebagai seutas tali (string), Teori Kuantum Gravitasi yang didamba-dambakan itu masih saja belum berhasil ditemukan. “Jadi, sebet-ulnya masih banyak proyek dalam fisika teo-ri,” kata Pantur.

Peran sentral Pantur membangun komu-nitas fisika teori di Indonesia, yang antara lain beranggotakan fisikawan Hans Jacobus Wospakrik (almarhum) yang adalah murid-nya semasa S-1, tidak diragukan lagi. “Sulit membayangkan kehadiran fisika teori di In-donesia tanpa Pak Silaban,” kata Triyanta, mantan ketua Departmen Fisika ITB, yang adalah muridnya dan menyelesaikan Ph.D. dari Universitas Tasmania, Australia dalam fisika teoretis.

Sebagai seorang dosen, Pantur adalah ko-munikator ulung. Ia hadir di kelas dengan

membawa kapur saja sebab, “Setiap kali ma-suk kelas, seorang dosen harus siap dengan bahan yang akan ia ajarkan, sesulit apa pun kuliah yang ia berikan. Tapi, itu tidak menja-min bahwa setiap pertanyaan mahasiswa bisa kita jawab.” Selalu saja ada ilustrasi-ilustrasi yang mudah dikenang dalam kuliahnya untuk memudahkan mahasiswa menangkap kon-sep fisika yang rumit-rumit. Yang juga tak pernah ketinggalan dalam setiap kuliahnya adalah humor-humor yang segar dan tampak-nya autentik. “Beberapa fisikawan di Mary-land pernah menghitung temperatur surga dan neraka dengan menggunakan statistik Boltzman, Bose-Einstein, dan Fermi Dirac,” katanya dalam sebuah kuliah. “Ternyata suhu neraka sedikit lebih rendah daripada suhu surga. Itu sebabnya orang lebih banyak ber-buat jahat karena neraka ternyata lebih se-juk.”Karena referensi dalam bahasa Indonesia un-tuk fisika teori sangat minim, Pantur Silaban pada tahun 1979 menerbitkan buku daras Teori Grup dalam Fisika. Kemudian ia mener-bitkan buku Tensor dan Simetri. Pertenga-han 1980an, bekerja sama dengan Penerbit Erlangga, dia menerjemahkan banyak buku daras teknologi mesin, elektroteknik, dan matematika yang dipakai perguruan-pergu-ruan tinggi terbaik dunia.

Pantur Silaban dikukuhkan sebagai guru besar ITB dalam fisika teoretis pada Janu-ari 1995. Ia memasuki masa pensiun per 11 November 2002. Tapi, ketua Jurusan Fisika waktu itu, Pepen Arifin, mempertahankan-nya untuk terus mengajar. “Kalau Jurusan kekurangan ruang kerja, saya sediakan kamar saya untuk beliau,” kata Freddy P. Zen, ketua Kelompok Bidang Keahlian Fisika Teori ITB memperkuat tawaran Pepen Arifin.

Orang Batak dan Ilmu Eksakta

SUAMI dari Rugun br. Lumbantoruan, ayah dari empat putri ini juga mengomentari ten-tang minat pemuda Batak terhadap fisika. Be-berapa murid pintar SMA dari kalangan Batak rupanya pernah datang kepadanya ingin be-lajar serius fisika. “Penghalang mereka justru orangtua mereka sendiri,” kata Pantur. “Ka-lau lulus, kamu mau makan apa. Paling jadi guru. Begitu ancaman orangtua mereka. Dari situ kelihatan, profesi guru dilecehkan, pada-hal yang menentukan maju-tidaknya sebuah bangsa adalah guru.”

Menurut dia, selama orang Batak masih ku-kuh dengan hamoraon dalam segitiga ha-sangapon, hamoraon, hagabeon, akan sulit mengharapkan orang Batak menonjol dalam ilmu-ilmu murni, seperti fisika dan biologi molekuler, dua bidang sains yang masing-ma-sing merupakan primadona ilmu dalam abad 20 dan abad 21.

Hal lain yang unik dari Pantur adalah ke-sederhanaan. Ia tetap setia menggunakan mobil lamanya bermerek Toyota-Corollla keluaran 1984. “Ini mobil saya yang pertama dan terakhir, tidak akan pernah saya ganti. Einstein selama hidupnya tidak pernah punya mobil,” ujar Pantur Silaban.

GABE/berbagai sumber

Page 16: TABLOID GABE EDISI 5

BENNY SIANIPAR DAN MARIANA SITORUS sudah kemba-li ke Ibu Kota usai melangsungkan pernikahan di Parsoburan, Sabtu 4 Januari 2014. Sejoli beda profesi ini selanjutnya akan menetap di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur. Memulai hidup sebagai suami-istri, melewati masa-masa indahnya bulan madu.

Pertemuan antara Benny dan Mariana terjadi setahun lalu. Ya, seperti layaknya pemuda yang kerap berkenalan dengan lawan jenis. Awalnya tidak ada yang istimewa di antara mereka. Hanya sebuah pertemanan biasa yang belum menunjukkan tanda-tanda cinta. Benny dan Ana tetap menjalani profesi masing-masing. Benny adalah seorang pelaut yang hampir sepanjang tahun menghabiskan waktunya di samudera luas. Sementara Ana adalah seorang kary-awati kantoran di Jakarta.

Bulir-bulir cinta di antara Benny-Ana mulai muncul pada pertenga-han 2013. Meski dipisahkan jarak dan waktu, kemajuan teknologi Facebook yang diciptakan Mark Zuckerberg menjadi jembatan pelepas rindu bagi mereka. Komunikasi pun semakin intens menyu-sul tekad Benny yang ingin segera mempersunting Ana. Roman-ro-mannya, Benny sudah cinta mallabap. Alhasil, Benny dan Ana resmi mengikat janji untuk membawa hubungan mereka ke pelaminan.

Benny kini membuktikan, tak hanya mampu bertahan dari keras-nya deburan ombak lautan, ia juga sukses menghalau gelombang ombak asmara. Jangkar cinta Benny dengan mulus menancap di hati Mariana. “Resmi,” seloroh Benny dengan mata setengah meng-goda.

IP/GABE

Benny & MarianaCinta Mallabap Sianipar Pelaut

Segenap jajaran Tabloid GABE mengucapkan Selamat Menem-puh Hidup Baru, sesegera mungkin dapat momongan...

Arung Jeram GABE Libas Sungai Citarik

Para punggawa Tabloid GABE akhirnya menuntaskan impiannya untuk menaklukkan tantangan alam sungai Citarik, Bogor. Impian itu terbayar lunas ketika rombongan berhasil melibas rintangan demi rintangan dalam olahraga arung jeram alias rafting, belum lama ini. Arus sungai Citarik yang terkenal cukup sangar itu rupanya bukanlah sesuatu yang mena-kutkan bagi mereka. Tim yang terdiri dari enam orang itu justru sangat menikmati petualangan. Citarik, awas so huharik