t37293

download t37293

If you can't read please download the document

description

ivu

Transcript of t37293

2

1

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANGHealthcare-associated infection (HAIs) terjadi di seluruh dunia dan menjadi beban baik di negara maju maupun miskin. Dalam studi prevalensi oleh WHO di 55 RS di 14 negara yang mencerminkan 4 regio WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat), diperoleh data bahwa rata-rata 8,7 % pasien di RS menderita HAIs dan di setiap waktu, terdapat 1,4 juta penduduk dunia menderita komplikasi akibat HAIs (Tikhomirov, 1987 cit WHO, 2002). Frekuensi tertinggi HAIs berada di RS-RS di Mediterania Timur dan Asia Tenggara (11,8 % dan 10,0 %) (Mayon-White RT et al, 1988 cit WHO, 2002). Terdapat pula peningkatan transmisi bakteri resisten antibiotik di RS, transmisi organisme oleh pasien yang dipulangkan, atau pengunjung, atau dari staf ke komunitas (WHO, 2002).

Beberapa studi menunjukkan jenis dan ruang perawatan dengan risiko HAIs tertinggi. Jenis HAIs tertinggi adalah infeksi pada luka operasi (ILO), saluran kemih (ISK), dan saluran nafas bawah (WHO, 2002). Hingga kini, ILO nampak sebagai jenis HAIs yang paling banyak disurvey dan merupakan jenis infeksi terbanyak di negara berkembang. Insiden ILO mencapai 1,2 hingga 23,6 per-100 prosedur bedah (WHO, 2010). Berdasarkan ruang rawatnya, prevalensi HAIs tertinggi terdapat di intensive care unit (ICU) dan di ruang rawat bedah dan ortopedi (WHO, 2002). Berdasarkan studi multisenter terbaru di Eropa, didapatkan proporsi pasien yang mengalami infeksi di ICU mencapai 51 % dengan mayoritas merupakan HAIs dan risiko infeksi meningkat sesuai dengan peningkatan durasi lama rawat. Secara umum, pasien-pasien di critical care memiliki kerentanan lebih tinggi menderita HAIs termasuk devices-related infections (WHO, 2010). Angka infeksi menjadi tinggi pada pasien dengan peningkatan kerentanan oleh karena usia, adanya penyakit lain yang mendasari (underlying disease), serta obat-obatan (WHO, 2002 & 2010). Di Indonesia sendiri, baru terdapat data HAIs dari 10 RSU pendidikan. Didapatkan angka kejadian HAIs yang cukup tinggi, berkisar antara 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Infeksi yang paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada RS di Indonesia bervariasi antara 2-18 % dari keseluruhan prosedur pembedahan (Depkes RI, 2007). HAIs sebagai infeksi yang berkembang pada pasien yang dirawat di setting pelayanan kesehatan dan terkait dengan proses pelayanan kesehatan serta belum muncul gejala dan tanda/ tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi lain saat mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut merupakan penyebab mayor kematian dan peningkatan morbiditas pasien-pasien yang dirawat di RS (WHO, 2002, 2010; Siegel et al, 2007). Biaya ekonomi yang dikorbankan akibat HAIs juga patut dipertimbangkan (Wenzel, 1995; Plowman et al, 1999). Peningkatan length of stay (LoS) adalah kontributor terbesar (Kirkland, 1999; Pittet et al, 1994; Wakefield, 1988) yang tidak hanya meningkatkan biaya langsung/ direct costs bagi pasien/ payer namun juga indirect costs oleh karena kehilangan pekerjaan/ kesempatan bekerja, dan lain-lain. Peningkatan penggunaan obat, kebutuhan ruang isolasi, penggunaan pemeriksaan penunjang, dan tindakan medis juga turut berkontribusi. HAIs meningkatkan ketidak-seimbangan antara alokasi sumber daya untuk pelayanan kesehatan primer dan sekunder dengan mengalihkan dana yang terbatas untuk menangani kondisi-kondisi yang potensial dapat dicegah (WHO, 2002).Mengingat besarnya dampak HAI terhadap beban kesehatan, ekonomi, dan sosial, adalah hal yang penting untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di fasilitas kesehatan yang ternyata efektif dalam penyelamatan nyawa dan biaya. Haley (1985) melaporkan bahwa PPI yang efektif dapat mereduksi HAIs hingga 32 %, di mana sebelumnya HAIs merupakan 10 besar penyebab kematian. Proyek PPI pada 120 ICU di Amerika yang mengimplementasikan praktik berdasarkan evidence based medicine (EBM) mendapatkan hasil: 1578 nyawa pasien terselamatkan; 81.020 hari pemondokan dapat dihindari; dan $ 165.534.736 biaya pelayanan kesehatan terselamatkan (cit Jarvis, 2007).Praktik-praktik utama PPI dalam upaya pelayanan kesehatan dikategorikan menjadi kewaspadaan standar/ universal yang berlaku bagi setiap orang, waktu, dan tempat tanpa memandang status infeksinya; serta kewaspadaan tambahan sesuai transmisi penyakit (airborne, droplet, kontak, vehicle, dan lain-lain) (WHO, 2004). Kewaspadaan standar yang kini diperbaharui sebagai gabungan antara universal precaution dan body substance isolation (BSI) merupakan proteksi minimum yang harus diterapkan di fasilitas kesehatan untuk mencegah HAIs dan dampak-dampaknya (Siegel et al, 2007). Salah satu faktor penentu keberhasilan program PPI adalah kepatuhan staf pelaksana sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada pasien. Namun demikian, berdasarkan penelitian-penelitian yang ada, kepatuhan staf umumnya masih rendah (Jarvis, 2007). Rendahnya pengetahuan dan kurangnya pelatihan PPI diungkapkan dalam banyak penelitian berkontribusi terhadap kondisi ini. Di sisi lain, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pengetahuan tidaklah berhubungan dengan makin baiknya kepatuhan staf (Creedon et al, 2008). Health Belief Model (HBM) sebagai teori yang digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kegagalan/ rendahnya partisipasi individu dalam praktik-praktik pencegahan kesehatan dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai dan memperkirakan faktor-faktor lain yang mempengaruhi rendahnya kepatuhan staf dalam mengimplementasikan kewaspadaan standar ini. Teori ini meliputi persepsi atas kerentanan (perceived susceptibility) dan keseriusan (perceived severity) HAIs, manfaat (perceived benefit) dan hambatan (perceived barrier) dalam penerapan kewaspadaan standar, cues to action (trigger untuk menerapkan), kepercayaan diri atas kemampuan menerapkan (self efficacy), dan variabel modifikasi lain/ modifying variables seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, riwayat cidera/ penyakit/ kontak, status kepegawaian, tempat dan lama bekerja (Denison, 1996).RSU PKU Muhammadiyah Bantul adalah sebuah RS swasta tipe C yang telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 serta saat dijalankannya penelitin ini sedang dalam proses persiapan akreditasi KARS untuk kategori RS dengan 12 pelayanan. Dengan meninjau riwayat manajemen mutu RSU tersebut, semestinya telah ada dan berjalan suatu sistem Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan peneliti selama satu bulan (19 September hingga 12 Oktober 2011) di RS ini, didapatkan fakta bahwa belum seluruh staf menerapkan kewaspadaan standar dengan prosedur efektif pada setiap waktu dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan staf dalam menerapkan kewaspadaan standar terutama di bangsal-bangsal yang secara umum memiliki risiko HAIs tertinggi (ICU dan bedah) adalah hal yang perlu dikaji. Untuk mempermudah memahami hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku/ kepatuhan staf dalam menerapkan kewaspadaan standar, maka studi ini menggunakan pendekatan Health Belief Model sebagai teori yang telah digunakan secara luas dalam berbagai studi perilaku kesehatan.

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang di atas, maka dapat dirumuskan masalah, Apakah terdapat pengaruh persepsi dan modifying variables terhadap kepatuhan menerapkan kewaspadaan standar oleh petugas kesehatan di bangsal berisiko tinggi HAIs RSU PKU Muhammadiyah Bantul?

BATASAN MASALAH

Mengingat aspek kewaspadaan standar di RS sangat luas, maka penelitian ini dibatasi pada keppatuhan hand hygiene, pengelolaan sampah, dan injection safety oleh perawat. Perawat dipilih berdasarkan hal-hal berikut.Staf dengan waktu interaksi terlama dengan pasien adalah perawat.Sebagian besar pelayanan kesehatan yang diberikan langsung kepada pasien dilaksanakan oleh perawat.Menurut Hierholzer (1987), perawat merupakan kelompok tenaga kesehatan dengan tingkat penerimaan (acceptance) terhadap perubahan yang tertinggi dibandingkan tenaga kesehatan lain (Djojosugito, 1990 cit Widodo, 1996).

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui penerapan PPI di RSU PKU Muhammadiyah Bantul.Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:mengetahui pengaruh persepsi terhadap kepatuhan staf menerapkan kewaspadaan standar;mengetahui pengaruh modifying variables terhadap kepatuhan staf menerapkan kewaspadaan standar;

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: Aspek Teoritis (Keilmuan)memperkaya referensi di bidang pencegahan dan pengendalian HAIs;memperkaya referensi tentang teori Health Belief Model dalam menjelaskan perilaku kesehatan.

Aspek Praktis (Guna Laksana)memberikan masukan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan petugas dalam penerapan kewaspadaan standar di RSU PKU Muhammadiyah Bantul pada khususnya dan pelayanan kesehatan pada umumnya;sabagai bahan masukan bagi RSU PKU Muhammadiyah Bantul dalam mengevaluasi, menyusun kebijakan, dan meningkatkan kinerjanya dalam pelaksanaan program-program PPI.

KEASLIAN PENELITIAN

Sejauh penelusuran peneliti terhadap kepustakaan termasuk dunia maya belum pernah dilakukan penelitian yang serupa. Penelitian terdahulu terkait kewaspadaan standar adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1Keaslian Penelitian

PenelitiJudulMetodeHasil PenelitianPerbedaanNopriadi (2004) Evaluasi Program Pengendalian Infeksi Nosokomial terhadap Petugas di Rumah Sakit, Suatu Kajian di Ruang Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. kualitatif, evaluatif, deskriptif alat ukur: observasi, deep interview, kuesioner.

Program PPI untuk melindungi petugas di RS yang diteliti telah dilaksanakan namun belum optimal.Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan survey dan desain cross sectional.Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan kuesioner.Aspek yang diteliti dalam penelitian sebelumnya menekankan pada penggunaan APD dan sharp safety, sedangkan penelitian ini meninjau hand hygiene, injection safety, dan pengelolaan sampah.Penelitian terdahulu menggunakan pendekatan sistem (input-proses-output), sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan teori HBM.

Widodo (1996)Analisa Situasional Pelaksanaan Program Kebersihan dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di IRNA I Penyakit Dalam RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. kuantitatif, cross-sectional alat ukur: FGD (untuk menyusun kuesioner),

kuesionerPengetahuan/ knowledge dan variabel persepsi yang dapat dijadikan sebagai prediktor kepatuhan staf.Penelitian ini menggunakan observasi langsung untuk mengukur kepatuhan stafAspek HBM yang diteliti dalam penelitian ini lebih luas, yaitu menambahkan aspek cues to action, self efficacy, dan modifying variables, sedangkan penelitian teradahulu hanya meneliti aspek perceived suscceptibility, severity, barrier, dan benefitAspek kewaspadaan standar yang diteliti lebih luas, sedangkan pada penelitian sebleumnya hanya meneliti tentang hand hygiene

Jawaid, Iqbal, & Shah-baz (2009) Compliance with Standard Precautions: A Long Way Ahead.kuantitatif, cross-sectional alat ukur: kuesionerPengetahuan dan penerapan kewaspadaan standar belum optimal (rata-rata < 50 %). Hal ini dipengaruhi oleh ketidak-tersediaan alat/ fasilitas, dan ketidak-praktisan.

Penelitian sebelumnya tidak menggunakan pendekata HBM.Penelitian ini menggunakan observasi untuk mengukur kepatuhan staf.