T31527-Optimasi dan.pdf

170
iii UNIVERSITAS INDONESIA OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS ASAM NIKOTINAT SERTA STABILITAS INOSITOL HEKSANIKOTINAT DALAM PLASMA IN VITRO SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI TESIS SRI WARDATUN 0706172481 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU KEFARMASIAN DEPOK DESEMBER 2010 Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

Transcript of T31527-Optimasi dan.pdf

  • iii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS ASAM NIKOTINAT SERTA STABILITAS

    INOSITOL HEKSANIKOTINAT DALAM PLASMA IN VITRO SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

    TESIS

    SRI WARDATUN 0706172481

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM PASCA SARJANA

    PROGRAM STUDI ILMU KEFARMASIAN

    DEPOK

    DESEMBER 2010

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • iii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS ASAM NIKOTINAT SERTA STABILITAS

    INOSITOL HEKSANIKOTINAT DALAM PLASMA IN VITRO SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains

    SRI WARDATUN

    0706172481

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM PASCA SARJANA

    PROGRAM STUDI ILMU KEFARMASIAN

    DEPOK

    DESEMBER 2010

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINAL

    Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar

    Nama : Sri Wardatun

    NPM : 0706172481

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 27 Desember 2010

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • iv Universitas Indonesia

    KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Alloh SWT, karena atas rahmat-Nya, saya

    dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka

    memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains Ilmu

    Kefarmasian Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

    Alam Universitas Indonesia.

    Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

    masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya

    untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt selaku dosen pembimbing I dan Dr.

    Herman Suryadi, MS., Apt selaku pembimbing II yang telah menyediakan

    waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan

    tesis ini.

    2) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt selaku Ketua Departemen Farmasi

    dan Kepala Laboratorium Bioavailabilitas - Bioekivalen Departemen

    Farmasi, FMIPA-UI yang telah memberikan ijin kepada saya untuk

    melakukan penelitian di Laboratorium Bioavailabilitas - Bioekivalen

    Departemen Farmasi, FMIPA-UI.

    3) Prof. Dr. Effionora Anwar, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

    Kefarmasian, Departemen Farmasi, FMIPA UI.

    4) Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional

    Republik Indonesia atas Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS)

    5) Dr. Prasetyorini selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

    Alam Universitas Pakuan Bogor dan Ir. E. Mulyati Effendi, MS selaku

    Ketua Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan yang telah

    memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan sekolah.

    6) Orang tua yang selalu memberikan dukungan, dan doa-doanya yang

    terucap selalu memberikan kekuatan kepada saya.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • v Universitas Indonesia

    7) Suamiku Abdul Muis yang senantiasa mendampingi, dan selalu

    memberikan dukungan. Anak-anakku Dhaifa, Zalfa, Rafifa dan Musthafa

    kalian selalu memberikan inspirasi buat saya.

    8) Teman seperjuangan Mba Cici serta Mba Rina, Utami dan Mba Ami di

    Laboratorium Bioavailabilitas - Bioekivalensi yang telah banyak

    membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.

    Akhir kata, saya berharap Alloh SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

    pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi

    pengembangan ilmu.

    Penulis

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • vi Universitas Indonesia

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Sri Wardatun NPM : 0706172481 Program Studi : Magister Farmasi Departemen : Farmasi Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Optimasi dan Validasi Metode Analisis Asam Nikotinat serta Stabilitas Inositol Heksanikotinat dalam Plasma in Vitro secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia, berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada tanggal : 27 Desember 2010 Yang menyatakan

    Sri Wardatun

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • vii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Sri Wardatun Program Studi : Magister Farmasi Judul : Optimasi dan Validasi Metode Analisis Asam Nikotinat

    serta Stabilitas Inositol Heksanikotinat dalam Plasma in Vitro secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

    Asam nikotinat merupakan obat yang dapat digunakan untuk penyakit penyempitan pembuluh darah (atherosclerosis). Inositol heksanikotinat merupakan senyawa yang dapat terhidrolisis melepaskan asam nikotinat. Konsentrasi asam nikotinat yang dilepaskan inositol heksanikotinat rendah, sehingga dibutuhkan metode analisis yang sensitif dan selektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi dan validasi metode analisis asam nikotinat, serta menentukan stabilitas inositol heksanikotinat menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Optimasi metode analisis dilakukan dengan cara variasi komposisi fase gerak, kecepatan alir fase gerak dan optimasi proses ekstraksi. Kondisi analisis yang optimum diperoleh dengan menggunakan kolom Kromasil (250 mm x 4,6 mm) RP, fase gerak campuran kalium dihidrogen fosfat dan dikalium hidrogen fosfat 10 mM yang mengandung tetrabutilammonium bromida 5 mM pH 7 dengan asetonitril (100:9), kecepatan alir 0,8 ml/menit, dengan baku dalam kafein, yang dideteksi pada panjang gelombang 263 nm. Kurva kalibrasi linier dari 124,84 sampai 5000 ng/ml. Hasil validasi metode menunjukkan akurasi -6,8779 hingga 6,8779 %, presisi 0,23 hingga 4,18 % dan perolehan kembali 93,12 hingga 106,389%. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa inositol heksanikotinat tidak stabil dalam plasma tetapi stabil dalam asam perklorat 0,6 M pada penyimpanan 40C selama 24 jam. Kata Kunci : optimasi, validasi, asam nikotinat, inositol heksanikotinat,

    kromatografi cair kinerja tinggi xiv+89 halaman ; 2 gambar; 20 tabel Daftar Pustaka : 46 (1972-2010)

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Sri Wardatun Program Study : Magister of Pharmacy Judul : Optimization and Validation Analytical Method of

    Nicotinic Acid and Inositol Hexanicotinate Stability in Plasma in Vitro By High Performance Liquid Chromatography

    Nicotinic acid is a therapeutic agent for treatment atherosclerosis. Inositol hexanicotinate is an agent that can be hydrolyzed with release nicotinic acid. The low level of free nicotinic acid from inositol hexanicotinate in blood, is the reason why its needs method analysis with high sensitivity and selectivity. The aims of this research were to optimize and validation method analysis of nicotinic acid and stability study of inositol hexanicotinate by high performance liquid chromatography. The method was optimated with variation composition mobile phase, variation flow rate and optimation process exctraction. Condition analysis were optimum with use a Kromasil column (250 mm x 4,6 mm) RP, mobile phase mixed dipotassium hydrogen phosphate and potassium dihydrogen phosphate 10 mM containing tetrabuthylammonium bromide 5 mM pH 7 with acetonitril (100:9), flow rate 0,8 ml/minute, with internal standard coffein in 263 nm wave lenght. The standard curve was linear over a concentration range 124,84 to 5000 ng/ml of nicotinic acid in plasma. The HPLC method was validated with accuracy -6,8779 to 6,6779 %, precision 0,23 to 4,18 % and recovery 93,12 -106,389 %. The results of a stability study indicated that inositol hexanicotinate was unstable in plasma samples, but was stable in 0,6 M perchloric acid for up to 24 hour at 40C. Key word : optimization, validation, nicotinic acid, inositol hexanicotinate,

    high performance liquid chromatography xiv+89 pages ; 12 pictures; 20 tables Bibliography : 46 (1972-2010)

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • ix Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINAL ................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii ABSRACT ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4

    2.1 Asam Nikotinat ................................................................................ 4 2.1.1 Monografi ............................................................................. 4 2.1.2 Aktivitas Farmakologi .......................................................... 4 2.1.3 Sifat Farmakokinetika ........................................................... 5

    2.2 Inositol Heksasikotinat ..................................................................... 6 2.2.1 Monografi ............................................................................. 6 2.2.2 Aktivitas Farmakologi .......................................................... 7 2.2.3 Sifat Farmakokinetika ........................................................... 7

    2.3 Kafein ............................................................................................... 8 2.3.1 Monografi ............................................................................. 8

    2.4. Teofilin ............................................................................................. 9 2.4.1 Monografi ............................................................................. 9

    2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ..................................... 10 2.5.1 Teori Dasar ............................................................................ 10 2.5.2 Alat-Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)........... 10

    2.5.2.1 Pompa ................................................................... 10 2.5.2.2 Injektor .................................................................. 11 2.5.2.3 Kolom ................................................................... 11 2.5.2.4 Detektor ................................................................. 12 2.5.2.5 Integrator .............................................................. 13

    2.5.3 Fase Gerak ............................................................................ 13 2.5.4 Analisis Kuantitatif dengan KCKT ....................................... 13

    2.5.4.1 Penggunaan Baku Luar ......................................... 13 2.5.4.2 Penggunaan Baku Dalam .................................... 14

    2.5.5 Kromatografi Pasangan Ion ................................................. 14 2.6 Analisis Obat dalam Plasma ............................................................. 15

    2.6.1 Pengendapan Protein ............................................................ 15 2.6.2 Ultrafiltrasi`........................................................................... 16

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • x Universitas Indonesia

    2.6.3 Ekstraksi Cair-Cair ............................................................... 16 2.6.4 Ekstraksi Fase Padat ............................................................. 17

    2.7 Validasi Metode Analisis .................................................................. 17 2.7.1 Selektivitas ............................................................................ 19 2.7.2 Akurasi .................................................................................. 20 2.7.3 Presisi ................................................................................... 20 2.7.4 Uji Perolehan Kembali (%recovery) ..................................... 20 2.7.5 Kurva Kalibrasi .................................................................... 21 2.7.6 Linearitas dan Rentang ......................................................... 21 2.7.7 Batas Kuantitasi (LOQ) ........................................................ 21 2.7.8 Stabilitas ............................................................................... 22

    2.7.8.1 Stabilitas Freeze dan Thaw ..................................... 22 2.7.8.2 Stabilitas Temperatur Jangka Pendek ..................... 22 2.7.8.3 Stabilitas Jangka Panjang ....................................... 23 2.7.8.4 Stabilitas Larutan Stok ............................................ 23 2.7.8.5 Stabilitas Post-Preparative ...................................... 23

    2.8 Metode Analisis Asam Nikotinat ...................................................... 23

    3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 26 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 26 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................. 26

    3.2.1 Alat ........................................................................................ 26 3.2.2 Bahan .................................................................................... 26

    3.3.2.1 Pembuatan Larutan Induk Asam Nikotinat ........... 26 3.3.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Dalam ................ 26 3.3.2.3 Pembuatan Larutan Nikotinamid........................... 27 3.3.2.4 Pembuatan Larutan Inositol Heksanikotinat ......... 27 3.3.2.5 Pembuatan Campuran Kalium Dihidrogen Fosfat

    Dikalium Hidrogen Fosfat 10 mM yang Mengandung Tetrabutil Ammonium Bromida 5 mM pH 7 ............................................................... 27

    3.3.2.6 Pembuatan Fase Gerak .......................................... 27 3.3 Cara Kerja ........................................................................................... 27

    3.3.1 Optimasi Metode Analisis ..................................................... 27 3.3.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Optimum ............ 27 3.3.1.2 Pemilihan Konsentrasi Dapar Fase Gerak untuk

    Analisis Asam Nikotinat ....................................... 28 3.3.1.3 Pemilihan Komposisi Fase Gerak untuk Analisis

    Asam Nikotinat ..................................................... 28 3.3.1.4 Pemilihan Kecepatan Alir Fase Gerak untuk

    Analisis Asam Nikotinat ....................................... 28 3.3.1.5 Penentuan Waktu Retensi Nikotinamid dan

    Inositol Heksanikotinat ......................................... 28 3.3.1.6 Pemilihan Baku Dalam untuk Analisis Asam

    Nikotinat ............................................................... 29 3.3.1.7 Uji Kesesuaian Sistem .......................................... 29 3.3.1.8 Pemilihan Pengendap untuk Ekstraksi Asam

    Nikotinat ............................................................... 29

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • xi Universitas Indonesia

    3.3.1.9 Pemilihan Waktu Vorteks untuk Ekstraksi Asam Nikotinat ............................................................... 29

    3.3.1.10 Pemilihan Waktu Sentrifugasi untuk Ekstraksi Asam Nikotinat ............... .................................... 30

    3.3.2 Validasi Metode Analisis dalam Plasma secara in vitro........ 30 3.3.2.1 Batas Kuantitasi (LOQ) dan Batas Kuantitasi

    Terendah (LLOQ) ................................................... 30 3.3.2.2 Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas .......................... 31 3.3.2.3 Uji Keterulangan (Presisi)........................................ 31 3.3.2.4 Uji Akurasi .............................................................. 31 3.3.2.5 Uji Selektivitas ........................................................ 32 3.3.2.6 Uji Perolehan Kembali (% recovery) ...................... 32 3.3.2.7 Pengujian Stabilitas Larutan Stok Asam Nikotinat 33

    3.3.3 Stabilitas Inositol Heksanikotinat .. 33

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 35 4.1 Hasil .................................................................................................. 35 4.2 Pembahasan....................................................................................... 40

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 48 6. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 49

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Struktur kimia asam nikotinat ................................................. 4

    Gambar 2.2 Struktur kimia inositol heksanikotinat .................................... 6

    Gambar 2.3 Hidrolisis inositol heksanikotinat ........................................... 8

    Gambar 2.4 Struktur kimia kafein .............................................................. 8

    Gambar 2.5 Struktur kimia teofilin ............................................................. 9

    Gambar 4.1 Alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) ........................ 53

    Gambar 4.2 Spektrum serapan larutan asam nikotinat 10 g/ml, kafein 10

    g/ml, dan teofilin 10 g/ml dalam pelarut fase gerak ..... 54

    Gambar 4.3 Kromatogram asam nikotinat 5 g/ml (tR = 10,693) dalam

    kondisi analisis ....................................................................... 55

    Gambar 4.4 Kromatogram asam nikotinat 5 g/ml (tR = 10,600) dalam

    kondisi analisis ....................................................................... 56

    Gambar 4.5 Kromatogram asam nikotinat 5 g/ml (tR = 12,24) dalam

    kondisi analisis ........................................................................ 57

    Gambar 4.6 Kromatogram nikotinamid 10 g/ml (tR = 4,500) dalam

    kondisi analisis ....................................................................... 58

    Gambar 4.7 Kromatogram inositol heksanikotinat 10 g/ml dalam

    kondisi analisis ....................................................................... 59

    Gambar 4.8 Kromatogram kesesuaian sistem asam nikotinat 5 g/ml (tR

    = 12,142) dan kafein 5 g/ml (tR =15,875) dalam kondisi

    analisis ................................................................................... 60

    Gambar 4.9 Kromatogram blanko plasma dalam kondisi analisis ............ 61

    Gambar 4.10 Kromatogram asam nikotinat (tR = 11,825) dan kafein (tR =

    15,775) dalam plasma dalam kondisi analisis ............. ......... 62

    Gambar 4.11 Kurva kalibrasi asam nikotinat untuk mencari LOQ pada

    kondisi analisis ....................................................................... 63

    Gambar 4.12 Kurva kalibrasi asam nikotinat pada kondisi analisis ............ 64

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Hubungan luas area, waktu retensi, jumlah pelat teoritis, dan

    faktor ikutan asam nikotinat terhadap perubahan panjang

    gelombang ................................................................................... 65

    Tabel 4.2 Hubungan luas area, waktu retensi, pelat teoritis, faktor ikutan

    dan perubahan konsentrasi dapar ............................. 66

    Tabel 4.3 Hubungan waktu retensi, luas area, pelat teoritis dan faktor

    ikutan terhadap perubahan komposisi fase gerak ...................... 67

    Tabel 4.4 Hubungan waktu retensi, luas area, pelat teoritis dan faktor

    ikutan terhadap perubahan kecepatan alir fase gerak ............... 68

    Tabel 4.5 Data pemilihan baku dalam ........................ 68

    Tabel 4.6 Data kesesuaian sistem .. 69

    Tabel 4.7 Hubungan antara pengendap dengan perolehan kembali .......... 69

    Tabel 4.8 Hubungan antara waktu vorteks dengan perolehan kembali ..... 70

    Tabel 4.9 Hubungan antara waktu sentrifugasi dengan perolehan kembali 71

    Tabel 4.10 Data kurva LOQ . 72

    Tabel 4.11 Data Lower Limit of Quantitation (LLOQ) ................................ 72

    Tabel 4.12 Data kurva kalibrasi asam nikotinat dalam plasma ................. 73

    Tabel 4.13 Data akurasi, presisi, dan perolehan kembali hari kesatu ........ 74

    Tabel 4.14 Data akurasi, presisi, dan perolehan kembali hari kedua .......... 75

    Tabel 4.15 Data akurasi, presisi, dan perolehan kembali hari ketiga .......... 76

    Tabel 4.16 Data uji selektivitas ..................................................................... 77

    Tabel 4.17 Data stabilitas larutan stok asam nikotinat ................................ 78

    Tabel 4.18 Data stabilitas asam nikotinat dengan adanya larutan inositol

    heksanikotinat dalam larutan pengekstraksi ............................ 79

    Tabel 4.19 Data stabilitas jangka pendek asam nikotinat dengan adanya

    larutan inositol heksanikotinat dalam plasma ............................ 80

    Tabel 4.20 Data stabilitas freeze dan thaw asam nikotinat dengan adanya

    larutan inositol heksanikotinat dalam plasma ............................ 81

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • xiv Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Cara memperoleh persamaan regresi linier ........................... 82

    Lampiran 2 Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi ...... 83

    Lampiran 3 Cara perhitungan uji perolehan kembali ................................ 84

    Lampiran 4 Cara memperoleh % diff ......................................................... 85

    Lampiran 5 Sertifikat analisis asam nikotinat ............................................ 86

    Lampiran 6 Sertifikat analisis kafein .......................................................... 87

    Lampiran 7 Sertifikat analisis teofilin ........................................................ 88

    Lampiran 8 Sertifikat analisis nikotinamid ................................................. 89

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 1Universitas Indonesia

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Vitamin secara normal terdapat dalam makanan sehat dan beberapa

    vitamin juga dapat dimanfaatkan sebagai obat (Peoples, 2008). Asam nikotinat

    merupakan bagian dari vitamin B kompleks, dimana pada dosis 1000 mg sampai

    4000 mg dapat digunakan untuk penanganan gangguan profil lemak darah

    (Meyer et al, 2003; Meyer et al, 2004; Guilliams dan Pins, 2005; Vogt et al,

    2007). Gangguan profil lemak darah dapat menyebabkan penyempitan pembuluh

    darah yang pada puncaknya dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke

    (Pratanu, 1995; Talbert, 2004; Farmer, 2009).

    Penggunaan asam nikotinat pada dosis tinggi dapat menimbulkan efek

    samping yang tidak nyaman diantaranya rasa panas dan kemerahan pada kulit

    serta gatal-gatal (Reynold, 1996; McEvoy, 2005). Keadaan ini mengakibatkan

    pasien seringkali menghentikan penggunaannya. Untuk menghindari efek

    samping biasanya pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi aspirin atau anti

    inflamasi nonsteroid 30 menit sebelum menggunakan asam nikotinat (Talbert,

    2004). Alternatif lain untuk menghindari efek samping tersebut adalah dengan

    menggunakan inositol heksanikotinat. Inositol heksanikotinat dalam tubuh akan

    melepaskan asam nikotinat secara perlahan ke dalam darah akibatnya kadar

    asam nikotinat dalam darah rendah tetapi keberadaannya diperlama (Head, 1996;

    Filip et al, 2006). Inositol heksanikotinat sendiri telah diadopsi oleh Europe Food

    and Safety Authority (EFSA) sebagai sumber asam nikotinat dengan ketersediaan

    hayatinya yang dapat diterima (EFSA, 2009). Pada tahun yang sama komisi

    regulasi Eropa memasukkan inositol heksanikotinat sebagai sumber vitamin dan

    makanan tambahan (Comission Regulation, 2009).

    Analisis obat dilakukan untuk memonitoring obat, mempelajari parameter-

    parameter farmakokinetik suatu obat, serta bermanfaat dalam penetapan regimen

    dosis. Dalam melakukan analisis obat diperlukan suatu metode analisis dengan

    tingkat sensitivitas dan selektivitas yang tinggi, nilai akurasi dan presisi yang

    tinggi, serta sedikit kemungkinan adanya gangguan. Oleh karena itu, metode

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 2Universitas Indonesia

    analisis yang akan digunakan harus divalidasi terlebih dahulu. Validasi metode

    dilakukan dengan melakukan serangkaian percobaan yang bertujuan untuk

    memastikan bahwa parameter-parameter metode analisis yang divalidasi

    memenuhi persyaratan yang ditetapkan (Swartz, 1997; Chung Chow Chan et al,

    2004). Parameter validasi metode analisis dalam matriks biologi meliputi

    sensitivitas, akurasi, presisi, perolehan kembali, linieritas, dan selektivitas (FDA,

    2001; Chung Chow Chan et al, 2004)

    Metode analisis obat dalam plasma yang sering digunakan adalah dengan

    menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan berbagai variasi

    detektor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, asam nikotinat dapat

    ditentukan kadarnya dengan metode KCKT menggunakan detektor UV-Vis dan

    LC-MS/MS (Katsumi, 1988: Michael et al, 2008; Lewiston et al, 2010; Pelzer et

    al, 1993; Zhang Li et al (n.d), Tsing H, (n.d), sedangkan penetapan kadar asam

    nikotinat yang dilepaskan oleh inositol heksanikotinat belum dilaporkan. Oleh

    karena itu akan dilakukan penelitian mengenai analisis asam nikotinat yang dapat

    diaplikasikan untuk menentukan kadar asam nikotinat yang dilepaskan oleh

    inositol heksanikotinat.

    Kadar asam nikotinat yang dihasilkan oleh inositol heksanikotinat dalam

    darah rendah (EFSA, 2009), oleh karena itu diperlukan metode analisis yang

    sesuai dengan selektivitas dan sensitifitas tinggi. Pada penelitian ini akan dicoba

    untuk mengoptimalkan metode analisis asam nikotinat dengan kromatografi cair

    kinerja tinggi pasangan ion dengan sistem fase terbalik menggunakan detektor

    UV-Vis, karena dapat menganalisis komponen dengan kadar yang sangat kecil

    dan mampu memisahkan obat dengan senyawa-senyawa endogen dalam plasma

    (Katsumi, 1988). Asam nikotinat merupakan senyawa polar dimana jika

    digunakan sistem fase terbalik, asam nikotinat kurang tertahan dalam kolom.

    Dengan adanya pasangan ion asam nikotinat akan lebih lama tertahan di dalam

    kolom dibandingkan senyawa endogen plasma (Katsumi, 1988). Kolom yang

    digunakan pada penelitian sebelumnya adalah kolom Chemcosorb 5-ODS-H

    dengan panjang kolom 15 cm (Katsumi, 1988), pada penelitian ini akan dicoba

    menggunakan kolom Kromasil dengan panjang 25 cm agar pemisahan senyawa

    obat dari senyawa endogen lebih optimum.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 3Universitas Indonesia

    Sebelum diinjeksikan ke alat KCKT, sampel plasma perlu diberikan

    perlakuan untuk menghasilkan analisis yang sensitif dan menghindari gangguan

    dari komponen endogen yang terdapat dalam plasma (Chung Chow Chan et al,

    2004; Evans, 2004). Gangguan dari komponen endogen plasma dapat dihilangkan

    dengan pengendapan protein plasma. Metode pengendapan protein plasma akan

    dilakukan dengan penambahan senyawa asam. Dalam plasma, obat terikat pada

    permukaan protein sehingga obat harus dibebaskan terlebih dahulu (Evans, 2004).

    Penambahan senyawa asam sangat efisien untuk mengendapkan plasma dimana

    kelarutan protein plasma akan menurun dan selanjutnya akan mengendap

    sehingga obat akan terbebas dari sisi ikatan protein (Evans, 2004).

    Pada proses validasi metode analisis in vitro diperlukan baku dalam untuk

    memperkecil kesalahan akibat ketidakstabilan instrumen atau kesalahan pada

    tahap isolasi sampel (Chamberlain, 1985). Pada penelitian sebelumnya penentuan

    asam nikotinat tidak menggunakan baku dalam (Katsumi, 1988), pada penelitian

    ini akan dicoba menerapkan baku dalam kafein dan teofilin sesuai dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Zhang Li et al (n.d).

    Inositol heksanikotinat dapat terhidrolisis oleh enzim esterase yang

    terdapat di dalam plasma (EFSA, 2009). Penentuan stabilitas inositol

    heksanikotinat dilakukan untuk mendapatkan metode penanganan plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan adanya inositol heksanikotinat in vitro.

    Penentuan stabilitas ini dilakukan terhadap plasma yang mengandung asam

    nikotinat dengan jumlah diketahui, selanjutnya ditambahkan larutan inositol

    heksanikotinat (Dong Liang, 2008).

    1.2 Tujuan Penelitian

    1. Memperoleh kondisi yang optimum untuk analisis asam nikotinat di dalam

    plasma in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi-dengan detektor UV.

    2. Memperoleh metode yang valid untuk analisis asam nikotinat dalam plasma

    in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor UV.

    3. Menentukan stabilitas inositol heksanikotinat dalam plasma in vitro secara

    kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor UV.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 4Universitas Indonesia

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Asam Nikotinat

    2.1.1 Monografi (DepKes RI, 1995; ONeil, 2004; EFSA, 2009; Moffat et al,

    2004; Reynold, 1996)

    a. Struktur Kimia

    [Sumber : DepKes RI, 1995]

    Gambar 2.1. Struktur kimia Asam nikotinat

    b. Rumus Molekul : C6H5NO2

    c. Nama Kimia : 3-pyridinecarboxylic acid

    d. Bobot Molekul : 123,11

    e. Sinonim : Niasin

    f. Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih atau putih

    kekuningan, tidak berbau atau berbau lemah,

    rasa agak asam

    g. Kelarutan : Larut dalam 55 bagian air, mudah larut dalam

    air mendidih dan dalam etanol (95%)

    mendidih, praktis tidak larut dalam eter, larut

    dalam larutan alkali hidroksida.

    h. Titik Leleh : 236.6C

    2.1.2 Aktivitas Farmakologi

    Asam nikotinat dikonversi dalam tubuh menjadi nikotinamid adenin

    dinukletida (NAD) dan nikotinamid adenin dinukletida fosfat (NADP) melalui

    transfer elektron dalam rantai respirasi. Kekurangan asam nikotinat

    mengakibatkan penyakit pellagra yang ditandai dengan kehilangan nafsu makan,

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 5Universitas Indonesia

    lesu, lemah, diare, kulit kasar, dan perubahan mental dan psikis. Asam nikotinat

    juga digunakan sebagai vasodilator (Reynold 1996; ONeil,2004; EFSA, 2009).

    Pada dosis tinggi asam nikotinat dapat menghambat mobilisasi asam

    lemak bebas dari jaringan adipose ke hati, akibatnya sintesis trigliserida, sintesis

    dan sekresi VLDL (Very Low Density Lipoprotein), serta sintesis LDL (Low

    Density Lipoprotein) dari VLDL menurun. Asam nikotinat juga dapat

    mengurangi katabolisme apolipoprotein A yang menyebabkan peningkatan

    produksi HDL (High Density Llipoprotein)/ kolesterol baik. Partikel HDL dalam

    pembuluh darah memegang peranan penting dalam pemindahan kolesterol jahat

    yang berasal dari jaringan ke hati untuk dikeluarkan sehingga dapat mencegah

    timbulnya plak dan penyempitan pembuluh (Reynold, 1996; Michael, 2003;

    APA, 2005; McEvoy, 2005).

    2.1.3 Sifat Farmakokinetika

    Absorpsi

    Asam nikotinat secara cepat diabsorpsi setelah pemberian oral (60-70%).

    Konsentrasi puncak tergantung pada bentuk pelepasan sediaan. Untuk pelepasan

    yang dipercepat dan diperlama, konsentrasi puncak plasma tercapai setelah 30-60

    menit dan 4-5 jam setelah pemberian oral (McEvoy, 2005).

    Distribusi

    Asam nikotinat didistribusikan terutama pada hati, ginjal dan jaringan

    adipose. Obat juga terdistribusi sampai air susu manusia (McEvoy, 2005).

    Metabolisme

    Asam nikotinat secara cepat termetabolisme. Asam nikotinat

    dimetabolisme melalui 2 jalur. Jalur pertama adalah konjugasi dengan glisin yang

    akan menghasilkan asam nikotinurat dan diiringi oleh timbulnya rasa panas dan

    kemerahan pada kulit. Jalur kedua adalah jalur amidasi dengan beberapa reaksi

    oksidasi reduksi yang menghasilkan nikotinamid, N-metilnikotinamid dan

    sejumlah metabolit piridin diantaranya N-metil-2-piridon-5-karboksamid, N-

    metil-6-piridon-3-karboksamid, N-metil-4-piridon-3-karboksamid dan N-metil-4-

    piridon-5-karboksamid (Reynold 1996; EFSA, 2009).

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 6Universitas Indonesia

    Eliminasi

    Asam nikotinat secara cepat tereksresi dalam urin, kira-kira 60-70% dosis

    akan tereksresikan dalam bentuk tidak berubah atau metabolit inaktif (McEvoy,

    2005).

    2.2 Inositol Heksanikotinat

    2.2.1 Monografi (EFSA, 2009; Reynold, 1996, Moffat et al, 2004; ONeil, 2004)

    a. Struktur Kimia

    [Sumber : EFSA, 2009] Gambar 2.2 Struktur kimia inositol heksanikotinat

    b. Rumus Molekul : C42H30N6O12

    c. Nama Kimia : Myo- Inositol hexa-3-pyridinecarboxylate;

    hexanicotynil cis-1,2, -3,5 trans -4,6-

    cyclohexane

    d. Bobot Molekul : 810.71

    e. Nomor CAS : 6556-11-2

    f. Sinonim : Hexanicotinoyl inositol, inositol niacinate.

    g. Pemerian : Kristal putih atau hampir putih

    h. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, aseton, etanol dan

    eter, larut dalam larutan asam.

    i. Titik Leleh : 254,3-254,9C

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 7Universitas Indonesia

    2.2.2 Aktivitas Farmakologi

    Kerja inositol heksanikotinat dalam tubuh dipercaya sama dengan asam

    nikotinat termasuk menurunkan mobilitas asam lemak, menurunkan sintesis

    VLDL dalam hati sehingga terjadi penurunan kolesterol LDL, total kolesterol dan

    trigliserida, menghambat sintesis kolesterol dalam hati, meningkatkan HDL

    dengan menurunkan katabolisme dan memiliki efek fibrinolitik (Head, 1996;

    ONeil, 2004; EFSA, 2009)

    2.3 Sifat Farmakokinetika (EFSA, 2009)

    Inositol heksanikotinat diserap dalam saluran cerna rata-rata 70% setelah

    pemberian oral. Setelah diabsorpsi, inositol heksanikotinat yang diberikan secara

    oral, akan dihidrolisis dalam tubuh oleh enzim esterase menghasilkan enam mol

    asam nikotinat bebas dan satu mol inositol (EFSA, 2009). Hidrolisis ikatan ester

    terjadi perlahan memakan waktu lebih dari 48 jam, lebih lama dibandingkan saat

    inositol heksanikotinat diinkubasi dalam serum tikus atau anjing. Setelah

    pemberian oral 0,8 sampai 4,2 gram inositol heksanikotinat, konsentrasi puncak

    asam nikotinat tercapai setelah 6-10 jam. Hidrolisis 1 gram inositol heksanikotinat

    akan menghasilkan 0,91 gram asam nikotinat dan 0,22 gram inositol (EFSA,

    2009). Inositol heksanikotinat digolongkan ke dalam sediaan asam nikotinat

    yang bekerja secara diperpanjang sehingga konsentrasi asam nikotinat yang

    dihasilkan dari hidrolisis selalu dibandingkan dengan golongan tersebut (EFSA,

    2009). Konsentrasi maksimal dari salah satu sediaan yang bekerja diperpanjang

    setelah pemberian 2000 mg adalah 2,73-4,90 g/ml dengan konsentrasi terkecil di

    darah sekitar 220 ng/ml. Inositol heksanikotinat yang tidak terabsorpsi

    tereksresikan pada feses dalam bentuk tidak berubah (EFSA, 2009).

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 8Universitas Indonesia

    [Sumber : http://www.biosynth.com/index.asp]

    Gambar 2.3 Hidrolisis inositol heksanikotinat

    2. 3 Kafein (DepKes, 1995)

    2. 3.1 Monografi

    a. Struktur Kimia

    [Sumber: DepKes, 1995]

    Gambar 2.4 Struktur kimia kafein

    b. Rumus Molekul : C8H10N4O2

    c. Bobot Molekul : 194,19

    d. Nama Kimia : 3,7 - dihydro-1,3,7-trimethyl- 1H- purine -

    2,6 - dione; 1,3,7 trimethylxanthine; 1,3,7-

    trimethyl-2,6-dioxopurine,

    e. Sinonim : metilteobromin

    f. Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum mengkilat

    biasanya menggumpal, putih, tidak berbau,

    rasa pahit. Larutan bersifat netral terhadap

    1 mol inositol heksanikotinat 6 mol asam

    nikotinat

    1 mol inositol

    +

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 9Universitas Indonesia

    kertas lakmus, bentuk hidratnya mekar di

    udara.

    g. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol

    (95%), mudah larut dalam kloroform, sukar

    larut dalam eter.

    h. Jarak Leleh : 235-237,5C

    2. 4 Teofilin (DepKes, 1995)

    2.4.1 Monografi

    a. Struktur Kimia

    [Sumber : DepKes, 1995]

    Gambar 2.5 Struktur kimia teofilin

    b. Rumus Molekul : C7H8N4O2. H2O

    c. Bobot Molekul : 198,18

    d. Nama Kimia : 3,7 dihydro - 1,3 dimethyl - 1H purine -

    2,6-dione; 1,3 dimethykxanthine.

    e. Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit,

    stabil di udara

    f. Kelarutan : Sukar larut dalam air, tetapi mudah larut

    dalam air panas, mudah larut dalam larutan

    alkali hidroksida dan dalam ammonium

    hidroksida, agak sukar larut dalam etanol,

    dalam kloroform dan dalam eter.

    g. Jarak Leleh : 270-274C

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 10Universitas Indonesia

    2. 5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

    2. 5.1 Teori Dasar ( Nollet, 1992; Johnson dan Stevenson ,1991)

    HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau KCKT

    (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) merupakan teknik pemisahan yang diterima

    secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel

    pada sejumlah bidang.

    Adapun kelebihan metode ini dibandingkan metode lain yaitu : waktu

    analisis cepat, daya pisahnya baik, peka, pemilihan kolom dan eluen sangat

    bervariasi, kolom dapat dipakai kembali, dapat digunakan untuk molekul besar

    dan kecil, mudah untuk memperoleh kembali cuplikan, dapat menghitung sampel

    dengan kadar yang sangat rendah

    Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali

    jika KCKT dihubungkan dengan spektrofotometer massa (MS). Keterbatasan

    lainnya adalah jika sampelnya sangat komplek maka resolusi yang baik sulit

    diperoleh.

    2.5.2 Alat-Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Nollet, 1992;

    Johnson dan Stevenson, 1991; Evans, 2004, Engelhardt, 1985)

    Alat KCKT terdiri dari beberapa bagian, yaitu pompa, injektor, kolom,

    detektor, dan integrator.

    2.5.2.1 Pompa

    Pompa berfungsi untuk mengalirkan eluen ke dalam kolom (Evans, 2004).

    Pompa, segel-segel pompa dan semua penghubung dalam sistem kromatografi

    harus terbuat dari bahan yang secara kimiawi tahan terhadap fase gerak. Bahan

    yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon, dan batu nilam (Johnson

    dan Stevenson, 1991) .

    Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai

    5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 3 mL/menit.

    Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase

    gerak dengan kecepatan 20 mL/menit (Engelhardt, 1985).

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 11Universitas Indonesia

    Tujuan penggunaan pompa adalah untuk menjamin proses penghantaran

    fase gerak berlangsung secara tepat, reproduksibel, konstan dan bebas dari

    gangguan.

    Ada beberapa jenis pompa, yaitu ((Nollet, 1992; Johnson dan Stevenson,

    1991; Engelhardt, 1985):

    1. Pompa tekanan tetap

    Pompa ini merupakan tipe yang paling populer karena harganya yang

    relatif tidak mahal dan dapat bekerja pada berbagai kecepatan alir.

    2. Pompa semprit

    Pompa ini menggunakan satu piston yang bekerja menghasilkan suatu

    aliran yang konstan.

    3. Pompa tekanan uap

    Pompa ini menggunakan piston besar yang digerakkan oleh tenaga gas.

    Pompa ini telah jarang digunakan.

    2.5. 2. 2 Injektor (Nollet, 1992)

    Injektor berfungsi untuk memasukkan cuplikan ke dalam kolom. Adapun

    jenis-jenis injektor, antara lain:

    a) Aliran henti

    Aliran dihentikan, penyuntikan dilakukan pada tekanan atmosfer, setelah

    sistem ditutup, aliran dilanjutkan kembali.

    b) Septum

    Merupakan injektor langsung pada aliran, dapat dipakai pada tekanan sampai

    60-70 atm tetapi tidak dapat dipakai untuk pelarut kromatografi cair.

    c) Katup jalan kitar

    Biasa dipakai untuk menyuntikkan volume yang lebih dari 10 l.

    d) Autoinjektor

    Merupakan otomatisasi dari katup jalan kitar.

    2. 5. 2. 3 Kolom

    Kolom berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen

    (Engelhardt, 1985). Kolom yang ada telah tersedia dalam berbagai macam ukuran.

    Untuk menahan tekanan tinggi, kolom dibuat bahan yang kokoh seperti stainless

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 12Universitas Indonesia

    steel atau campuran logam dengan gelas. Penghubung dan sambungan harus

    dirancang tanpa ada ruang kosong. Isi kolom dijaga oleh penahan yang ada di

    ujung-ujung kolom.

    Kemampuan kolom untuk memisahkan senyawa yang dianalisis

    merupakan ukuran kinerja kolom. Dasar yang banyak digunakan untuk

    pengukuran kinerja kolom adalah resolusi (R) dan efisiensi kolom. Pemisahan

    berbagai komponen sampel oleh kolom tergantung kepada daya pisah kolom

    terhadap komponen tersebut. Daya pisah ini sangat dipengaruhi oleh faktor

    kapasitas tiap komponen sampel.

    2.5.2.4 Detektor (Engelhardt, 1985)

    Detektor berfungsi untuk mendeteksi atau mengidentifikasi komponen

    yang ada dalam eluat dan mengukur jumlahnya.

    Detektor yang baik mempunyai sifat sebagai berikut :

    1) Mempunyai respon cepat terhadap solut dan reproduksibel

    2) Mempunyai sensitifitas tinggi yaitu mampu mendeteksi solut pada kadar yang

    sangat kecil

    3) Stabil dalam pengoperasian

    4) Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran

    pita.

    5) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran

    yang luas.

    6) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak

    Macam-macam detektor yang dapat digunakan (Chamberlain, 1985) :

    1. Detektor serapan optik

    2. Detektor indeks bias (RID)

    3. Detektor fluoresensi

    4. Detektor elektrokimia (ECD)

    5. Detektor ionisasi nyala (FID)

    6. Detektor evaporation light scattering (ELSD)

    7. Detektor radioaktif

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 13Universitas Indonesia

    2.5.2.5 Integrator

    Integrator berfungsi untuk menghitung area. Ada dua macam integrator,

    yaitu:

    1) Integrator piringan yang bekerja secara mekanik

    2) Integrator digital/elektronik, dapat memberikan ketelitian tinggi dan waktu

    integrasi yang singkat.

    2.5.3 Fase Gerak (Engelhartd, 1985))

    Fase gerak pada KCKT biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

    bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya

    elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

    diam dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih

    polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya

    polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada

    fase gerak) kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas.

    Secara umum eluen yang baik harus mempunyai sifat sebagai berikut :

    murni, tidak bereaksi dengan kolom, sesuai dengan detektor, dapat melarutkan

    cuplikan, selektif terhadap komponen, viskositasnya rendah, memungkinkan

    dengan mudah untuk memperoleh cuplikan kembali jika diperlukan, harganya

    wajar, dapat memisahkan zat dengan baik

    2.5.4 Analisis Kuantitatif dengan KCKT

    Dasar perhitungan kuantitatif untuk suatu komponen zat yang dianalisis

    adalah dengan mengukur areanya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan,

    yaitu :

    2.5.4.1 Penggunaan Baku Luar

    Metode yang paling umum untuk menetapkan konsentrasi senyawa yang

    tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan

    kurva kalibrasi menggunakan baku luar. Larutan baku dengan berbagai

    konsentrasi disuntikkan dan diukur areanya. Buat kurva kalibrasi antara area

    terhadap konsentrasi. Sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 14Universitas Indonesia

    ditentukan selanjutnya diinjeksikan dan dianalisis dengan cara yang sama

    (Engelhardt, 1985; Johnson dan Stevenson, 1991)

    2.5.4.2 Penggunaan Baku Dalam

    Baku dalam merupakan senyawa yang berbeda dengan analit, meskipun

    demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selama pemisahan. Baku dalam

    dapat menghilangkan pengaruh karena adanya perubahan-perubahan pada ukuran

    sampel atau konsentrasi

    Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh senyawa baku dalam,

    yaitu (Johnson dan Stevenson, 1991; Engelhardt, 1985; Chamberlain, 1985):

    1) harus terpisah sama sekali dari puncak cuplikan

    2) harus terelusi dekat dengan puncak yang diukur

    3) konsentrasi dan tanggapan detektornya harus sama dengan konsentrasi dan

    tanggapan detektor puncak yang diukur.

    4) tidak boleh bereaksi dengan komponen cuplikan

    5) tidak terdapat dalam cuplikan asal

    6) harus sangat murni dan stabil pada penyimpanan

    7) larut dalam pelarut pengekstraksi

    8) memiliki respon yang sama terhadap sistem analisis

    2.5.5 Kromatografi Pasangan Ion

    Kromatografi pasangan ion berdasar pada pembentukan pasangan ion dari

    analit yang bermuatan dengan reagen pasangan ion yang berlawanan muatannya.

    Kromatografi pasangan ion memiliki banyak kesamaan dengan kromatografi fase

    terbalik. Kolom dan fase gerak yang digunakan untuk pemisahan umumnya sama,

    perbedaan terutama pada penambahan senyawa/reagen pasangan ion pada fase

    gerak untuk kromatografi pasangan ion. Penggunaan pasangan ion ditujukan

    untuk mengubah tambatan analit. Mekanisme terbentuknya pasangan ion adalah

    senyawa/reagen pasangan ion akan tertarik pada fase diam melalui gugus alkil

    hidrofobik fase diam yang mengakibatkan fase diam menjadi bermuatan. Muatan

    fase diam yang berlawanan dengan analit mengakibatkan analit tertarik pada fase

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 15Universitas Indonesia

    diam yang menghasilkan penahanan analit pada fase diam (Snyder et al, 1997;

    Engelhartd, 1985).

    Pasangan ion yang sering digunakan adalah alkil ammonium rantai

    panjang sebagai suatu kation dan alkilsulfat sebagai anion pada kebanyakan nilai

    pH. Pasangan ion yang paling banyak digunakan adalah alkilsulfat dengan karbon

    4-8, sedangkan sebagai kation adalah garam tetrametil, tetraetil, tetrapropil dan

    tetrabutilamonium (Munson, 1991).

    Kadar reagen pasangan ion juga berpengaruh pada waktu retensi.

    Menaikkan kadar reagen pasangan ion akan meningkatkan waktu retensi tetapi

    pengaruhnya lebih kecil dibandingkan memperpanjang rantai. Peningkatan kadar

    reagen pasangan ion juga dibatasi kelarutannya. Pasangan ion rantai pendek cukup

    larut dalam beragam fase gerak, tetapi untuk melarutkan reagen pasangan ion

    rantai panjang diperlukan kadar tinggi pemodifikasi organik. Penyaringan fase

    gerak sangat penting bila menggunakan pasangan ion karena umumnya senyawa

    ini tidak begitu murni (Munson, 1991).

    2. 6 Analisis Obat dalam Plasma

    Konsentrasi obat dalam plasma umumnya rendah pada dosis terapi. Oleh

    karena itu diperlukan persiapan sampel khusus untuk analisis obat dalam plasma.

    Dalam plasma, obat terikat pada permukaan protein sehingga obat harus

    dibebaskan terlebih dahulu. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencapai

    tujuan di atas diantaranya ialah dengan (Evans, 2004, ) :

    2. 6. 1 Pengendapan Protein

    Pada pengendapan protein, biasanya digunakan asam atau pelarut organik

    yang dapat bercampur dengan air untuk memisahkan protein dari plasma. Asam

    seperti asam trikloroasetat, dan asam perklorat sangat efisien untuk

    mengendapkan plasma. Protein pada pH rendah ada dalam bentuk kationik akan

    membentuk garam tidak larut dengan asam. Pelarut organik seperti metanol,

    asetonitril, aseton dan etanol, meskipun memiliki efisiensi yang relatif rendah

    dalam memisahkan protein, tetapi pelarut ini telah digunakan secara luas dalam

    bioanalisis karena kompatibilitasnya dengan fase gerak KCKT (Evans, 2004).

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 16Universitas Indonesia

    Setelah dicampur (biasanya menggunakan bantuan vorteks), sampel

    disentrifugasi untuk menghasilkan supernatan yang jernih, berisi komponen yang

    diinginkan. Larutan yang telah bebas protein mungkin perlu diekstraksi lebih

    lanjut dengan teknik ekstraksi cair-cair dengan pelarut organik yang tidak

    bercampur, atau dapat langsung disuntikkan pada sistem analisis yang akan

    digunakan, bila diyakini obat sepenuhnya larut dalam supernatan.

    2.6. 2 Ultrafiltrasi

    Larutan bebas protein dapat diperoleh melalui proses penyaringan dengan

    melewatkan larutan pada suatu membran semipermeabel yang selektif dengan

    menggunakan tekanan dalam membran yang berbentuk kerucut. Dalam hal ini

    digunakan tekanan hidrostatik (1-10 atm) untuk memberikan dorongan dalam

    proses pemisahan. Membran ultrafiltrasi mempunyai struktur mikroporous dan

    semua molekul yang ukurannya lebih besar dari diameter terbesar pori-pori

    membran akan tertahan, sedangkan molekul yang ukurannya lebih kecil dari

    diameter terkecil pori-pori akan dapat menembus membran (Ladu, et al, 1972)

    2.6. 3 Ekstraksi Cair-Cair

    Ekstraksi cair-cair adalah proses pemindahan suatu komponen dari satu

    fase cair ke fase cair lainnya yang tidak saling bercampur sesamanya. Prosesnya

    disebut partisi atau distribusi. Jika suatu zat yang terlarut terdistribusi antara dua

    cairan atau pelarut yang tidak saling bercampur, maka dalam sistem akan terjadi

    keseimbangan.

    Umumnya, salah satu fasenya berupa air atau larutan air. Cara paling

    umum yang sering digunakan untuk pemisahan parsial adalah metode ekstraksi

    dengan pelarut organik. Agar obat dapat terekstraksi dalam pelarut organik, maka

    obat itu harus dalam bentuk tidak terionisasi. Oleh karena itu, pH fase air harus

    dioptimasi agar diperoleh bentuk tidak terionisasi dengan sempurna. Optimasi

    dapat dilakukan dengan menghitung atau menentukan pKa obat.

    Beberapa kekurangan ekstraksi cair-cair yaitu teknik tidak dapat

    diterapkan pada semua komponen. Molekul dengan kepolaran tinggi sulit untuk

    diekstraksi cair-cair walaupun ditambahkan pasangan ion untuk membentuk

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 17Universitas Indonesia

    molekul. Masalah lainnya adalah terbentuknya emulsi yang sulit dihilangkan

    walaupun dengan sentrifugasi atau ultrasonik dan dapat menyebabkan kehilangan

    analit karena terjerap dalam emulsi. Pengurangan kecepatan pengocokan atau

    peningkatan volume pengekstraksi dapat membantu mengurangi masalah emulsi

    ini (Evans, 2004).

    2.6. 4 Ekstraksi Fase Padat

    Ekstraksi fase padat adalah suatu teknik yang dapat mengatasi beberapa

    masalah yang ditemui pada ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi fase padat, analit

    ditahan oleh fase padat saat sampel dilewatkan, kemudian dilanjutkan dengan

    elusi analit oleh pelarut yang sesuai. Pada teknik ini digunakan kolom berukuran

    kecil dengan adsorben yang mirip dengan yang digunakan pada saat analisis.

    Metode ekstraksi fase padat ini berdasarkan prinsip dari kromatografi, yaitu

    adsorpsi obat dari larutan ke dalam adsorben atau fase diam (Evans, 2004).

    Pemilihan cara isolasi obat dalam plasma harus dilakukan karena akan

    memberikan nilai perolehan kembali (recovery) yang maksimum dari obat yang

    dianalisis. Selain itu, untuk memperbaiki ketelitian, maka penggunaan baku dalam

    dapat ditambahkan pada sampel.

    2.7 Validasi Metode Analisis

    Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap

    parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

    bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Swart,

    1997; Chung Chow Chan et al, 2004).

    Validasi metode analisis yang dilakukan dalam matriks biologi biasanya

    disebut sebagai validasi metode bioanalisis. Validasi metode bioanalisis ini

    digunakan pada studi farmakologi klinis, pengujian bioavailabilitas (BA) dan

    bioekuivalensi (BE), serta uji farmakokinetika (PK). Metode analisis yang selektif

    dan sensitif untuk evaluasi obat dan metabolitnya (analit) secara kuantitatif sangat

    berpengaruh terhadap kesuksesan studi farmakologi pre-klinik dan klinik.

    Parameter-parameter penting dalam validasi metode bioanalisis adalah akurasi,

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 18Universitas Indonesia

    presisi, selektivitas, sensitivitas, reprodusibilitas, dan stabilitas (FDA, 2001;

    Chung Chow Chan et al, 2004).

    Pada validasi metode bioanalisis terdapat tiga tipe dan tingkatan validasi,

    yaitu (FDA, 2001; Chung Chow Chan et al, 2004) :

    1. Validasi lengkap (full validation)

    Validasi lengkap ini sangat penting apabila ingin mengembangkan metode

    dan mengimplementasikan metode bioanalisis untuk pertama kalinya. Validasi ini

    penting untuk obat baru dan untuk penentuan metabolitnya.

    2. Validasi parsial (partial validation)

    Validasi parsial merupakan modifikasi dari metode bioanalisis yang sudah

    divalidasi. Ada beberapa tipe metode analisis yang termasuk dalam validasi

    parsial antara lain :

    a. Metode bioanalisis yang ditransfer antar laboratorium atau analisis

    b. Adanya perubahan pada metode analisis (misalnya ada perubahan pada sistem

    deteksi)

    c. Perubahan antikoagulan

    d. Perubahan matriks pada spesies yang sama (misalnya plasma manusia diganti

    urin)

    e. Perubahan prosedur saat memproses sampel

    f. Perubahan spesies pada matriks yang sama (misalnya plasma mencit diganti

    plasma tikus)

    g. Perubahan rentang konsentrasi

    h. Perubahan instrument atau platform software

    i. Volume sampel terbatas

    j. Matriksnya jarang

    k. Memilih hasil demonstrasi analit pada pemberian obat yang bersamaan

    l. Memilih hasil demonstrasi analit bila terdapat metabolit spesifik

    3. Validasi silang (cross validation)

    Validasi silang dilakukan dengan membandingkan parameter-parameter

    validasi apabila digunakan dua atau lebih metode bioanalisis untuk mendapatkan

    data pada studi yang sama atau pada studi yang berbeda. Pada validasi ini

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 19Universitas Indonesia

    digunakan metode validasi yang original sebagai pembanding dan metode

    bioanalisis lainnya sebagai komparator.

    Analisis obat dan metabolitnya dalam matriks biologi memerlukan baku

    pembanding (reference standard) dan sampel yang digunakan sebagai quality

    control (QC). Kemurnian baku pembanding yang dipakai dapat mempengaruhi

    data yang diperoleh. Baku pembanding yang digunakan sebaiknya identik dengan

    analit, apabila tidak bisa digunakan basa bebas atau asamnya, maka dapat

    digunakan garam atau ester dengan kemurnian yang diketahui. Baku pembanding

    dapat berupa baku dalam dan baku luar. Ada tiga macam sumber baku

    pembanding, antara lain (FDA, 2001; Chung Chow Chan et al, 2004):

    a. Baku pembanding yang mempunyai sertifikat (misalnya USP standar)

    b. Baku pembanding yang dijual secara komersil dari sumber yang dapat

    dipercaya.

    c. Baku pembanding yang disintesis oleh laboratorium analit atau institusi non

    komersial lainnya.

    Parameter penting untuk validasi metode bioanalisis meliputi akurasi,

    presisi, selektivitas, sensitivitas, reprodusibilitas, dan stabilitas. Stabilitas analit

    pada sampel plasma juga perlu ditentukan. Pengembangan metode bioanalisis

    meliputi evaluasi selektivitas, akurasi, presisi, uji perolehan kembali (% recovery),

    kurva kalibrasi, dan stabilitas (FDA, 2001, Swart dan Krull,1997; Chung Chow

    Chan et al, 2004).

    2.7.1 Selektivitas

    Selektivitas merupakan kemampuan metode analisis untuk membedakan

    dan mengukur kadar analit dengan adanya komponen-komponen lain dalam

    sampel (cairan biologis) (Swart dan Krull, 1997). Pada uji selektivitas pengukuran

    dilakukan pada 6 blanko plasma manusia yang berbeda. Setiap sampel blanko

    sebaiknya diuji terhadap adanya gangguan dan selektivitas pada lower limit of

    quantification (LLOQ) (FDA, 2001; Chung Chow Chan et al, 2004).

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 20Universitas Indonesia

    2.7.2 Akurasi

    Akurasi menggambarkan kedekatan hasil pengujian dengan kadar

    sebenarnya (Swart, 1997). Akurasi dilakukan pada sampel yang mengandung

    jumlah analit yang diketahui. Akurasi dilakukan minimal 5 replikat untuk tiap

    kadar yaitu pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Pengukurannya dapat

    dilakukan intra assay (dalam satu kali analisis) dan inter assay (dilakukan analisis

    selama 5 hari). Pengukuran akurasi memenuhi syarat jika nilai % diff tidak

    menyimpang dari -15% sampai +15%, kecuali jika pengukuran dilakukan pada

    kadar LLOQ maka tidak boleh menyimpang dari -20% sampai +20% (FDA, 2001;

    Chung Chow Chan et al, 2004).

    2.7.3 Presisi

    Presisi menggambarkan kedekatan antara hasil pengujian yang satu

    dengan hasil pengujian lainnya (Swart dan Krull, 1997). Pada pengukuran presisi

    dilakukan minimal 5 replikat unuk tiap kadar yaitu pada konsentrasi rendah,

    sedang, dan tinggi. Pengukurannya dapat dilakukan intra assay (dalam satu kali

    analisis) dan inter assay (dilakukan analisis selama 5 hari). Penentuan presisi pada

    tiap konsentrasi memenuhi syarat jika koefisien variasi (KV) tidak menyimpang

    dari -15% sampai +15%, kecuali jika pengukuran dilakukan pada kadar LLOQ

    maka tidak boleh menyimpang dari -20% sampai +20% (FDA, 2001; Chung

    Chow Chan et al, 2004).

    2.7. 4 Uji Perolehan Kembali (% recovery)

    Uji perolehan kembali (% recovery) merupakan perbandingan respon

    detektor analit yang diekstraksi dari sampel biologis dengan respon detektor kadar

    yang sebenarnya dari standar murni (FDA, 2001). Perolehan kembali dari analit

    tidak perlu 100% tetapi perolehan kembali dari analit dan baku dalam harus

    konsisten, presisi, dan reprodusibel. Uji perolehan kembali dilakukan dengan

    membandingkan hasil analisis dari sampel yang diekstraksi pada tiga konsentrasi

    (konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi) dan standar yang tidak diekstraksi di

    mana uji perolehan kembalinya 100%. Penentuan uji perolehan kembali (%

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 21Universitas Indonesia

    recovery) pada tiap konsentrasi memenuhi syarat jika % recovery berkisar antara

    80-120% (FDA, 2001)

    2.7. 5 Kurva Kalibrasi

    Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara respon instrumen dengan

    konsentrasi analit yang diketahui. Kurva kalibrasi harus terdiri dari 1 sampel

    blanko (matriks tanpa baku dalam), 1 sampel zero (matriks dengan baku dalam)

    dan 6-8 sampel yang mencakup kisaran konsentrasi pengukuran (termasuk

    konsentrasi pada LLOQ) (FDA, 2001; Chung Chow Chan et al, 2004) Standar

    terendah dari kurva kalibrasi yang dapat diterima sebagai LLOQ jika memenuhi

    kondisi sebagai berikut :

    a. Respon analit pada LLOQ sedikitnya lima kali respon blanko.

    b. Respon analit (puncak analit) dapat diidentifikasi, terpisah, dan reproduksibel

    dengan koefisien variasi tidak menyimpang dari -20% sampai +20% dan

    akurasi tidak menyimpang dari -20% sampai +20%.

    2.7. 6 Linearitas dan Rentang

    Linieritas adalah kemampuan metode untuk memberikan hasil yang

    proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Swart, 1997). Linearitas

    suatu metode bioanalisis harus diuji untuk mengetahui adanya hubungan yang

    linear antara kadar zat dengan respon detektor. Linearitas diperoleh dari koefisien

    korelasi (r) pada analisis regresi linier yang didapat dari kurva kalibrasi. Dengan

    dilakukan uji ini, maka dapat diketahui batas-batas konsentrasi dari analit yang

    memberikan respon detektor yang linear. Analisis harus dilakukan pada

    konsentrasi yang termasuk batas-batas linier dari konsentrasi yang telah

    dilakukan. Rentang metode adalah pernyataan konsentrasi terendah dan tertinggi

    analit yang dianalisis memberikan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang

    dapat diterima (FDA, 2001).

    2.7. 7 Batas Kuantisasi (LOQ)

    Batas kuantisasi adalah analit terkecil yang dapat ditentukan dengan

    ketelitian dan akurasi tertentu (Swart dan Krull, 1997). Batas kuantisasi dihitung

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 22Universitas Indonesia

    secara statistik melalui garis regresi linier dan kurva kalibrasi. Nilai pengukuran

    akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linear y = a + bx, sedangkan

    simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x) dan rumus

    yang dapat digunakan yaitu :

    Sy/x = Simpangan baku respons analisis dari blanko

    S1 = Arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap

    konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y=a + bx)

    2.7. 8 Stabilitas

    Berbagai kondisi seperti panas, cahaya, kelembaban, dan pH yang

    berbeda, kandungan kimia dari obat, matriks serta wadah penyimpanan dapat

    mempengaruhi kestabilan obat. Sehingga obat yang ada dalam matriks biologis

    dapat terurai sewaktu penyimpanan dan tidak dapat terdeteksi sewaktu sampel

    dianalisis. Untuk menentukan stabilitas obat dalam matriks biologis maka

    digunakan beberapa sampel yang dipersiapkan dari larutan induk analit yang

    dibuat segar dan analit dalam matriks biologi (FDA, 2001; Chung Chow Chan et

    al, 2004). Penentuan stabilitas obat dalam matriks biologi dapat dilakukan dengan

    lima cara antara lain :

    2.7. 8. 1 Stabilitas Freeze dan Thaw

    Stabilitas sebaiknya ditentukan setelah tiga siklus pembekuan/pencairan.

    Pengujian dilakukan paling sedikit pada tiga konsentrasi sampel uji (konsentrasi

    rendah, sedang, tinggi) dalam plasma, kemudian disimpan pada temperatur yang

    diharapkan selama 24 jam dan pada temperatur kamar. Jika analit tidak stabil

    selama penyimpanan pada temperatur yang diharapkan, maka sampel sebaiknya

    disimpan pada temperatur -70o C selama tiga siklus freeze dan thaw (FDA, 2001;

    Chung Chow Chan et al, 2004).

    2.7. 8. 2 Stabilitas Temperatur Jangka Pendek

    Pengujian dilakukan dengan menggunakan tiga konsentrasi sampel uji

    (konsenrasi rendah, sedang, dan tinggi) dalam plasma, kemudian disimpan pada

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 23Universitas Indonesia

    temperatur kamar selama 4 sampai 24 jam (FDA, 2001; Chung Chow Chan et al,

    2004).

    2.7. 8.3 Stabilitas Jangka Panjang

    Pada stabilitas jangka panjang, pengujian dilakukan dengan menggunakan

    tiga konsentrasi sampel uji (konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi) dalam plasma.

    Pengujian dilakukan pada waktu mulai sampel dikumpulkan sampai tanggal

    terakhir sampel dianalisis yaitu dilakukan selama 0, 20, 60, dan 90 hari. Selama

    periode uji stabilitas, larutan uji disimpan pada lemari pendingin (-20oC).

    Konsentrasi analit diukur setelah rentang waktu penyimpanan tersebut (FDA,

    2001; Chung Chow Chan et al, 2004).

    2.7.8.4 Stabilitas Larutan Stok

    Uji stabilitas larutan stok dilakukan dengan pengujian mengunakan larutan

    stok obat dan baku selama 6 jam pertama pada temperatur kamar dan untuk hari

    ke 20 pada penyimpanan di lemari pendingin (FDA, 2001; Chung Chow Chan et

    al, 2004).

    2.7.8.5 Stabilitas Post-Preparative

    Stabilitas post-preparative yaitu stabilitas selama analit berada pada

    autosampler.

    2. 8 Metode Analisis Asam Nikotinat

    Terdapat beberapa studi yang berkaitan dengan metode analisis asam

    nikotinat dalam plasma yang sudah dipublikasikan diantaranya yaitu:

    1. Penetapan kadar asam nikotinat dan metabolit utama asam nikotinurat dalam

    darah dan urin menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase balik

    (Katsumi, 1988).

    Kondisi:

    Metode analisis menggunakan KCKT detektor ultra violet dengan panjang

    gelombang maksimal 260 nm, menggunakan kolom Chemcosorb 5-ODS-H

    (150 mm x 4.6 mm i.d.) suhu 25C. Fase gerak yang digunakan adalah

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 24Universitas Indonesia

    campuran 10 mM kalium dihidrogen fosfat dikalium hidrogen fosfat yang

    mengandung 5 mM tetra-n-butil amonium bromida (pH 7.0)-asetonitril (100:9).

    Kecepatan alir 1,0 ml/menit.

    2. Penetapan kadar asam nikotinat dalam plasma manusia dengan menggunakan

    ekstraksi cair-cair dan kromatografi cair-spektroskopi massa (Michael et al.,

    2008).

    Kondisi:

    Metode analisis menggunakan kromatografi cair-spektroskopi massa,

    menggunakan kolom Betamax Acid (50 mm x 2,1 mm i.d., 5 m) dan bekerja

    pada suhu 35C. Fase gerak yang digunakan adalah fase gerak A (0,1% asam

    format dalam air) dan fase gerak B (0,1% asam format dalam asetonitril) secara

    gradien. Perbandingan dimulai dengan 80:20, berubah menjadi 70% fase B

    pada menit 1 s/d 1,5 menit dan kembali menjadi 20% fase B pada menit 2,5 s/d

    2,7. Volume injeksi 30 l. Kecepatan alir 0,25 ml/menit. Kurva kalibrasi linear

    pada rentang konsentrasi 5 - 1000 ng/ml.

    3. Pengujian kadar asam nikotinat dalam plasma manusia dengan LC/MS/MS

    (Lewiston et al, 2010).

    Kondisi:

    Metode analisis menggunakan kromatografi cair/spektroskopi massa,

    menggunakan kolom Phenomenex Polar RP (150 mm x 2,0 mm i.d., 3 m).

    Fase gerak yang digunakan adalah campuran air - asetonitril - air (91,5 : 8,5 :

    0,1 v/v/v). Baku dalam yang digunakan adalah asam isonikotinat. Kurva

    kalibrasi linear pada rentang konsentrasi 20 - 10.000 ng/ml.

    4. Penetapan kadar asam nikotinat dalam plasma manusia dengan KCKT( Pelzer

    et al, 1993).

    Kondisi:

    Metode analisis menggunakan detektor UV, menggunakan kolom IB-SIL CN.

    Fase gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril - metanol - air - asam

    asetat (700:150:150:1, v/v/v/v). Baku dalam yang digunakan adalah 6-metil

    nikotinat. Kurva kalibrasi linear pada rentang konsentrasi 20 - 2000 ng/ml.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 25Universitas Indonesia

    5. Penentuan asam nikotinat dalam plasma tikus secara KCKT (Zhang Li et al.

    (n.d)

    Kondisi :

    Metode analisis menggunakan detektor UV pada 261 nm, menggunakan kolom

    Shim-pack VP-ODS (250 mm x 4,6 mm, 5 m). Fase gerak yang digunakan

    campuran metanol-isopropil alkohol-natrium oktanil sulfonat (7:2:91 v/v).

    Kecepatan alir 1,0 ml/menit dan kafein sebagai baku dalam. Batas deteksi 20

    ng/ml kurva linier antara 0.22 sampai 42,6 g/ml.

    6. Penentuan asam nikotinat formulasi lepas lambat dengan KCKT dalam plasma

    anjing (Tsing H. (n.d))

    Kondisi :

    Metode analisis menggunakan detektor UV pada 263 nm, menggunakan kolom

    Lichrosper C_18 (250 mm x 4,6 mm, 5 m). Fase gerak yang digunakan

    campuran asetonitril 10 mM - dikalium fosfat (8 : 92 v/v) pH 4 diatur dengan

    asam fosfat. Kecepatan alir 1,0 ml/menit.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 26Universitas Indonesia

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioavailabilitas - Bioekivalensi

    Departemen Farmasi Universitas Indonesia selama 12 bulan.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat alat kromatografi cair kinerja

    tinggi (KCKT) yang dilengkapi dengan detektor UV, kolom Kromasil C18-RP,

    syringe, filter eluen, ultrasonik, timbangan analitik, vorteks, sentrifugator, pH

    meter, tabung sentrifugasi, alat-alat kimia.

    3.2.2 Bahan

    Asam nikotinat (Sigma), inositol heksanikotinat (Sigma), teofilin (BPFI),

    nikotinamid (BPFI), kafein (BPFI), plasma (PMI Jakarta), akuabides (Ika),

    asetonitril, kalium dihidrogen fosfat (Merck), dikalium hidrogen fosfat (Merck),

    kalium hidroksida (Merck), te trabutil amoniumbromida (Merck).

    Bahan-bahan tersebut digunakan untuk membuat larutan-larutan berikut

    ini :

    3.2.2.1 Pembuatan Larutan Induk Asam Nikotinat

    Ditimbang secara seksama lebih kurang 5,0 mg asam nikotinat, kemudian

    dimasukkan ke dalam labu 50,0 ml dan dilarutkan dalam akuabides sampai tanda

    batas labu ukur. Diperoleh konsentrasi larutan asam nikotinat lebih kurang 100

    ppm. Pengenceran dilakukan untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi

    tertentu.

    3.2.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Dalam

    Ditimbang secara seksama masing-masing lebih kurang 5,0 mg teofilin

    dan kafein kemudian dimasukkan ke dalam labu 50,0 ml dan dilarutkan dalam

    akuabides sampai tanda batas labu . Diperoleh konsentrasi larutan baku dalam

    lebih kurang 100 ppm. Pengenceran dilakukan untuk mendapatkan larutan dengan

    konsentrasi tertentu.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 27Universitas Indonesia

    3.2.2.3 Pembuatan Larutan Nikotinamid

    Ditimbang secara seksama lebih kurang 5,0 mg nikotinamid kemudian

    dimasukkan ke dalam labu 50,0 ml dan dilarutkan dalam akuabides sampai tanda

    batas labu. Diperoleh konsentrasi larutan lebih kurang 100 ppm. Pengenceran

    dilakukan untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi tertentu.

    3.2.2.4 Pembuatan Larutan Inositol Heksanikotinat

    Ditimbang secara seksama lebih kurang 5,0 mg inositol heksanikotinat

    kemudian dimasukkan ke dalam labu 50,0 ml dan dilarutkan dalam asam klorida

    metanol 0,1 N sampai tanda batas labu. Diperoleh konsentrasi larutan lebih

    kurang 100 ppm. Pengenceran dilakukan untuk mendapatkan larutan dengan

    konsentrasi tertentu.

    3.2.2.5 Pembuatan Campuran Kalium Dihidrogen Fosfat - Dikalium Hidrogen

    Fosfat 10 mM yang Mengandung Tetrabutil Ammonium Bromida 5 mM

    pH 7

    Ditimbang secara seksama masing-masing 0,340 gram kalium dihidrogen

    fosfat, 0,436 gram dikalium hidrogen fosfat dan 0,403 gram tetrabutil ammonium

    bromida kemudian dilarutkan dengan akuabides 200,0 ml. pH diatur

    menggunakan KOH 0,1 N dan diencerkan dengan akuabides secukupnya hingga

    250 ml. Selanjutnya disaring.

    3.2.2.6 Pembuatan Larutan Fase Gerak

    Larutan kalium dihidrogen fosfat - dikalium hidrogen fosfat 10 mM yang

    mengandung tetrabutil ammonium bromida 5 mM pH 7 dicampur dengan

    asetonitril dengan berbagai perbandingan. Selanjutnya udara dalam larutan

    dihilangkan .

    3.3 Cara Kerja

    3.3.1 Optimasi Metode Analisis

    3.3.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Optimum

    Dibuat spektrum UV larutan asam nikotinat 10 g/ml dalam fase gerak

    campuran kalium dihidrogen fosfat dikalium hidrogen fosfat 10mM yang

    mengandung tetrabutil amonium bromida 5 mM pH 7 dan asetonitril (100:9).

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 28Universitas Indonesia

    Serapan diukur pada 200-400 nm. Hal serupa dilakukan untuk kafein 10 g/ml

    dan teofilin 10 g/ml.

    3.3.1.2 Pemilihan Konsentrasi Dapar Fase Gerak untuk Analisis Asam Nikotinat

    Larutan standar asam nikotinat 5 g/ml disuntikkan sebanyak 20 l ke

    dalam kolom dengan kondisi awal fase gerak kalium dihidrogen fosfat dikalium

    hidrogen fosfat 10mM yang mengandung tetrabutil amonium bromida 5 mM pH 7

    dan asetonitril (100:9) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit dan dideteksi pada

    panjang gelombang terpilih. Selanjutnya dicatat waktu retensi, area, faktor ikutan,

    jumlah lempeng teoritis dan HETP. Dilakukan pula hal yang sama untuk fase

    gerak kalium dihidrogen fosfat dikalium hidrogen fosfat 5mM yang

    mengandung tetrabutil amoniumbromida 5 mM pH 7 - asetonitril (100:9).

    3.3.1.3 Pemilihan Komposisi Fase Gerak untuk Analisis Asam Nikotinat

    Larutan standar asam nikotinat 5 g/ml disuntikkan sebanyak 20 l ke

    dalam kolom dengan kondisi awal fase gerak kalium dihidrogen fosfat dikalium

    hidrogen fosfat 10mM yang mengandung tetrabutil amonium bromida 5 mM pH

    7- asetonitril (100:9) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit dan dideteksi pada

    panjang gelombang terpilih. Selanjutnya dicatat waktu retensi, area, faktor ikutan,

    jumlah lempeng teoritis dan HETP. Dilakukan pula hal yang sama untuk fase

    gerak KH2PO4 10 mM yang mengandung tetrabutil amonium bromida 5 mM pH

    7 - asetonitril (100:11) dan (100:7).

    3.3.1.4 Pemilihan Kecepatan Alir Fase Gerak untuk Analisis Asam Nikotinat

    Larutan standar asam nikotinat 5 g/ml disuntikkan sebanyak 20 l ke

    dalam alat KCKT dengan fase gerak terpilih dengan kecepatan alir 0,8; 1,0; 1,2

    ml/menit, kemudian dicatat waktu retensi, area, faktor ikutan, HETP dan jumlah

    lempeng teoritis.

    3.3.1.5 Penentuan Waktu Retensi Nikotinamid dan Inositol Heksanikotinat

    Larutan standar nikotinamid 5 g/ml dan larutan standar inositol

    heksanikotinat 5 g/ml disuntikkan sebanyak 20 l ke dalam kolom dengan

    kondisi awal fase gerak kalium dihidrogen fosfat dikalium hidrogen fosfat

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 29Universitas Indonesia

    10mM yang mengandung tetrabutil amoniumbromida 5 mM pH 7 dan asetonitril

    (100:9) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang

    terpilih. Selanjutnya dicatat waktu retensi, area, faktor ikutan, jumlah lempeng

    teoritis dan HETP.

    3.3.1.6 Pemilihan Baku Dalam untuk Analisis Asam Nikotinat

    Larutan standar asam nikotinat dan larutan kafein dengan konsentrasi 5

    g/ml, kemudian disuntikkan sebanyak 20,0 l ke alat KCKT dengan fase gerak

    dan kecepatan alir terpilih. Ditentukan waktu retensi dan resolusinya. Dilakukan

    hal yang sama untuk baku dalam teofilin.

    3.3.1.7 Uji Kesesuaian Sistem

    Larutan asam nikotinat dan baku dalam terpilih dengan konsentrasi 10

    g/ml disuntikkan sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan

    alir terpilih, diulangi sebanyak 6 kali. Kemudian ditentukan area, jumlah lempeng

    teoritis, resolusi dan koefisien variasi.

    3.3.1.8 Pemilihan Pengendap untuk Ekstraksi Asam Nikotinat

    Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan konsentrasi 1 g/ml dan 50 l baku dalam

    terpilih (10 g/ml). Sampel plasma selanjutnya diekstraksi dengan cara sebagai

    berikut : pada tabung sentrifus ditambahkan 1000 l asam perklorat 0,6 M.

    Setelah itu tabung ditutup, kemudian dikocok menggunakan vorteks selama 30

    detik hingga homogen, dibiarkan selama 5 menit dan disentrifugasi 3000 rpm

    selama 15 menit. Supernatan sebanyak 20 l disuntikkan dengan fase gerak dan

    kecepatan alir optimum. Deteksi menggunakan detektor UV pada panjang

    gelombang terpilih. Kemudian dicatat waktu retensi, area dan % recovery. Hal

    yang sama dilakukan untuk pengendap metanol.

    3.3.1.9 Pemilihan Waktu Vorteks untuk Ekstraksi Asam Nikotinat

    Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan konsentrasi 1 g/ml dan 50 l baku dalam

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 30Universitas Indonesia

    terpilih (10 g/ml). Sampel plasma diekstraksi dengan cara sebagai berikut : pada

    tabung sentrifus ditambahkan 1000 l asam perklorat 0,6 M . Setelah itu tabung

    ditutup, kemudian dikocok menggunakan vorteks selama 5, 10, 15 dan 30 detik

    hingga homogen, dibiarkan selama 5 menit dan disentrifugasi 3000 rpm selama 15

    menit. Supernatan sebanyak 20 l disuntikkan dengan fase gerak dan kecepatan

    alir optimum. Deteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang

    terpilih. Kemudian dicatat waktu retensi, area dan % recovery.

    3.3.1.10 Pemilihan Waktu Sentrifugasi untuk Ekstraksi Asam Nikotinat

    Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan konsentrasi 1 g/ml dan 50 l baku dalam

    terpilih (10 g/ml). Sampel plasma diekstraksi dengan cara sebagai berikut : pada

    tabung sentrifus ditambahkan 1000 l asam perklorat 0,6 M. Setelah itu tabung

    ditutup, kemudian dikocok menggunakan vorteks selama waktu 15 detik, dan

    disentrifugasi 3.000 rpm selama 10, 15 dan 20 menit. Supernatan disuntikkan

    sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan alir optimum.

    Deteksi menggunakan detektor UV pada panjang gelombang terpilih. Kemudian

    dicatat waktu retensi, area dan % recovery.

    3.3.2 Validasi Metode Analisis dalam Plasma secara in vitro

    3. 3. 2. 1 Batas Kuantitasi (LOQ) dan Batas Kuantisasi Terendah (LLOQ)

    Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan konsentrasi bertingkat (200, 1000, 2000,

    3000, 4000 dan 5000 ng/ml) dan 50 l baku dalam terpilih (10 g/ml). Sampel

    plasma diekstraksi sesuai dengan kondisi yang sudah optimum. Supernatan

    disuntikkan sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan alir

    optimum. LOQ dihitung secara statistik melalui garis regresi linear dari 6

    konsentrasi yang telah dibuat. LLOQ diperoleh dengan mengencerkan konsentrasi

    LOQ dari sampel dengan blanko plasma hingga 1/2 atau 1/4, lalu diukur melalui

    lima replikasi. Dari data pengukuran kemudian dihitung nilai % diff dan koefisien

    variasinya (KV). LLOQ adalah kondisi terendah yang menunjukkan akurasi (nilai

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 31Universitas Indonesia

    % diff) tidak menyimpang dari -20% sampai +20% dan presisi (koefisien variasi)

    tidak menyimpang dari -20% sampai +20%.

    3.3.2.2 Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas

    Terdiri dari 1 sampel blanko (matriks tanpa baku dalam), 1 sampel zero

    (matriks dengan baku dalam), dan 6 sampel plasma dengan konsentrasi berbeda.

    Pada tiap-tiap sampel plasma dilakukan prosedur sebagai berikut : ke dalam

    tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel yang mengandung asam nikotinat

    dengan 6 konsentrasi berbeda (124,84 1000, 2000, 3000, 4000 dan 5000 ng/ml)

    serta 50 l baku dalam terpilih (10 g/ml), kemudian diekstraksi sesuai dengan

    kondisi yang sudah optimum. Supernatan kemudian disuntikkan sebanyak 20 l

    ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan alir optimum. Selanjutnya dibuat

    kurva persamaan regresi linear (y = a + bx), dimana x adalah konsentrasi asam

    nikotinat dan y adalah perbandingan area asam nikotinat dan baku dalam.

    Linearitas dari kurva kalibrasi dilihat dengan menghitung koefisien korelasi dari

    persamaan garis regresi linear.

    3.3.2.3 Uji Keterulangan (Presisi)

    Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan 3 konsentrasi berbeda (374,52; 2187,25; dan

    4000 ng/ml ) dan 50 l baku dalam terpilih ( 10 g/ml), kemudian sampel plasma

    diekstraksi sesuai dengan kondisi yang sudah optimum. Supernatan disuntikkan

    sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan alir optimum.

    Diulangi sebanyak lima kali, kemudian dihitung nilai simpangan baku relatif atau

    koefisien variasi (KV) dari masing-masing konsentrasi larutan tersebut.

    3.3.2.4 Uji Akurasi

    Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan 3 konsentrasi berbeda (374,52; 2187,24 dan

    4000 ng/ml) dan 50 l baku dalam terpilih (10 g/ml), kemudian sampel plasma

    diekstraksi sesuai dengan kondisi yang sudah optimum. Supernatan disuntikkan

    sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan alir optimum.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 32Universitas Indonesia

    Diulangi sebanyak lima kali, kemudian dicatat areanya. Akurasi diperiksa dengan

    menghitung perbedaan nilai terukur dengan nilai sebenarnya (% diff).

    3.3.2.5 Uji Selektivitas

    Pengukuran dilakukan pada 6 blanko plasma manusia yang berbeda. Pada

    tiap-tiap blanko plasma dilakukan prosedur sebagai berikut : ke dalam tabung

    sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang mengandung asam nikotinat

    pada konsentrasi 124,84 ng/ml dan 50 l baku dalam (10 g/ml), kemudian

    diekstraksi sesuai dengan kondisi yang sudah optimum. Supernatan sebanyak 20

    l ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan alir optimum. Diamati adanya

    gangguan pada kromatogram di sekitar waktu retensi asam nikotinat, kemudian

    dihitung nilai koefisien variasi (KV) dan akurasinya (% diff).

    3.3.2.6 Uji Perolehan Kembali (% recovery)

    Ke dalam tabung sentrifus dimasukkan 0,5 ml sampel plasma yang

    mengandung asam nikotinat dengan 3 konsentrasi berbeda (374,52; 2187,25 dan

    4000 ng/ml) dan 50 baku dalam terpilih (10 g/ml), kemudian sampel plasma

    diekstraksi sesuai dengan kondisi yang sudah optimum. Supernatan sebanyak 20

    l ke alat KCKT dengan fase gerak dan kecepatan alir optimum. Diulangi

    sebanyak lima kali, kemudian dicatat area dan dihitung nilai perolehan kembali

    (% recovery). Nilai perolehan kembali (% recovery) dihitung dengan

    membandingkan konsentrasi obat dalam plasma yang diperoleh dari hasil

    ekstraksi dengan konsentrasi obat sebenarnya.

    3.3.2.7 Pengujian Stabilitas Larutan Stok Asam Nikotinat

    Dilakukan pada larutan stok asam nikotinat 5 g/ml yang mengandung baku

    dalam 5 g/ml. Larutan disuntikkan sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan fase

    gerak dan kecepatan alir optimum pada jam ke 0, jam ke 6 sampai 10 hari.

    Diamati adanya ketidakstabilan zat dengan menghitung nilai % diff dan diamati

    bentuk masing-masing kromatogram.

    Optimasi dan..., Sri Wardatun, Program Studi Ilmu Kefarmasian, 2012

  • 33Universitas Indonesia

    3.3.3 Stabilitas Inositol Heksanikotinat

    1) Stabilitas larutan asam nikotinat dengan adanya inositol heksanikotinat dalam

    pelarut pengekstraksi

    Pengujian dilakukan pada konsentrasi larutan standar asam nikotinat 374.52

    ng/ml yang mengandung larutan kafein 1 g/ml dalam larutan asam perklorat

    0.6 M. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan 50 l larutan inositol

    heksanikotinat 100 g/ml. Larutan standar tersebut disimpan pada temperatur

    kamar dan disuntikkan sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan fase gerak dan

    kecepatan alir optimum. Pengukuran dilakukan pada jam ke 0; 1; 2; 3; 6 jam

    dan untuk hari ke 1 pada penyimpanan di lemari pendingin (5C). Diamati

    adanya ketidakstabilan zat dengan menghitung nilai % diff dan diamati bentuk

    masing-masing kromatogramnya.

    2) Stabilitas jangka pendek asam nikotina