T2_Statutory Regulations Ratified by Indonesian Goverment.docx

download T2_Statutory Regulations Ratified by Indonesian Goverment.docx

of 16

Transcript of T2_Statutory Regulations Ratified by Indonesian Goverment.docx

KELOMPOK 2 :

Gagah Anggowo Griya(4112100003)I Gede Hadi Saputra(4112100005)Putri Windia(4112100019)Leonardo Pardede(4112100023)Dana Putri Sarira(4112100079)Muhammad Hapis(4412100027)PERATURAN INTERNASIONAL BIDANG MARITIM YANG TELAH DIRATIFIKASI OLEH NEGARA INDONESIA Dosen:Ir. Hesty Anita Kurniawati M.ScJurusan Teknik PerkapalanFTK ITSTahun 2014PERATURAN STATUTORY

Peraturan Internasional yang telah diratifikasi oleh Negara Indonesia.12

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiDAFTAR GAMBARiiiBAB I PENDAHULUAN11.1.Latar Belakang11.2.Tujuan2BAB II3PERATURAN INTERNASIONAL BIDANG MARITIM YANG TELAH DIRATIFIKASI OLEH NEGARA INDONESIA32.1. International Convention for Safe Containers32.2. IMO Convention dan Amandement42.2.1. Convention on the Establishment of the International Maritime Consultative Organization, 1948 (IMO Convention 1948)42.2.2. Amendments of 1991 of Convention (IMO Amendments 1991)42.2.3. Amendments of 1993 of the IMO Convention (IMO Amendments 1993)42.3. Inmarsat42.3.1. Convention on the International Maritime Satellite Organization, 1976 (INMARSAT Convention 1976)42.3.2. Operating Agreement Relating to the INMARSAT Convention 76 (INMARSAT OA 76)52.3.3. Operating Agreement Relating to the INMARSAT Amandements 89 (INMARSAT OA 89)52.4. STP Convention and Protocol62.4.1. Special Trade Passenger Ships Agreement, 1971 (STP Convention 1971)62.4.2. Protocol of 1973 relating to the Special Trade Passenger Ships Agreement, 1971 (STP Prot. 1973)62.5. CLC Convention and Protocol62.5.1. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, 196962.5.2. Protocol of 1992 relating to the CLC Convention 6962.6. International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 (SOLAS 74)62.7. International Safety Management Code (ISM Code)72..8. International Code of Safety for High Speed Craft (HSC Code)72.9. International and Port Security Code (ISPS Code)82.10. International Convention on Load Lines, 1966 ( LOAD LINES Convention 66)82.11. International Convention on Tonnage Measurement of Ships, 1969 (TONNAGE Convention 69)82.12. Convention the International Regulations for Preventing Collisions at Sea, 1972 (COLREG Convention72)82.13. International Convention on Standards of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers, 1978 (STCW Convention 78)82.14. International Convention on the Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage, 1971 atau di kenal dengan (Fund Convention 71)92.15. Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Wastes and their Disposal, 199192.16. Convention on Facilitation of International Maritime Traffic, 1965 (FACILITATION Convention 65)92.17. International Convention for the Prevention of Pollution From Ships, 1973 and Protocol of 1978 relating thereto (MARPOL 73/78)92.18. United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982 (UNCLOS 1982)102.19. United Nations Convention on a Code of Conduct of Liner Conferences, 1972102.20. International Convention on Maritime Liens and Mortgages, 199310BAB III11PENUTUP11Daftar Pustaka12

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lapangan Penyimpanan Peti Kemas3Gambar 2. CSC Safety Approval3Gambar 3. Daerah jangkauan Inmarsat5Gambar 4. Buku panduan ISM Code edisi 20147

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia yang memiliki luas wilayah laut sebesar 2/3 luas seluruh wilayah Indonesia yaitu sekitar 1, 8 juta km2 dikelilingi oleh laut territorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebesar 6, 1 juta km2. Dengan luas wilayah maritim yang sangat besar tersebut, tentunya Indonesia memiliki potensi maritim baik itu keanekaragaman ekosistem laut dan juga kekayaan tambang terutama minyak dan gas yang sangat berlimpah. Oleh karena itu, potensi maritim Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang harus dikembangkan dengan tujuan untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Dalam pengembangannya dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompeten untuk mengolah sumber daya alam tersebut. Selain itu, sarana dan prasarana baik itu transportasi dan pelabuhan yang memumpuni untuk menunjang kegiatan pengembangan sumber daya alam tersebut agar nantinya dapat terjadi pemerataan dalam bidang pembangunan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Namun saat ini, sektor maritim kurang mendapat perhatian serius sehingga pengolahan sumber daya alam laut Indonesia kurang efisien. Seperti contohnya sumber tambang kita (gas dan minyak bumi) lebih banyak dikelola oleh sektor asing dan sebagian banyak ikan ikan di perairan Indonesia diambil oleh nelayan negara lain. Selain itu, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan laut memperburuk dunia maritime Indonesia, contohnya terjadi polusi air laut yang disebabkan oleh limbah limbah yang dibuang kapal ke laut.Untuk mendukung perkembangan dunia maritim di Indonesia, pemerintah telah membuat peraturan dalam bentuk Keputusan Presiden. Peraturan ini dibuat bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan juga aman bagi mereka yang bekerja dalam bidang maritim agar nantinya proses optimalisasi sektor maritim dapat dilaksanakan. Selain itu peraturan ini juga bertujuan untuk menjaga kelestarian dan juga melindungi wilayah laut di Indonesia. Peraturan ini dibuat dengan proses ratifikasi atau proses adopsi dari perjanjian perjanjian Internasional yang bergerak dalam bidang maritime seperti International Maritime Organization (IMO) dan Safety of Live at Sea (SOLAS). Selain meratifikasi peratuan intenasianal yang bergerak dalam bidang maritime, peraturan ini juga merupakan ratifikasi dari perturan tentang buruh yang bersumber dari International Labour Organization (ILO). Dalam paper ini, kami akan membahas beberapa Keputusan Presiden yang merupakan hasil ratifikasi dari konvensi internasional yang berlaku.

1.2. TujuanPenulisan paper ini memiliki tujuan untuk mengetahui peraturan Internasional yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia khususnya di bidang maritim.

BAB IIPERATURAN INTERNASIONAL BIDANG MARITIM YANG TELAH DIRATIFIKASI OLEH NEGARA INDONESIA

2.1. International Convention for Safe ContainersInternational Convention for Safe Containers (CSC) merupakan peraturan internasional yang mengatur mengenai keselamatan dan sertifikasi peti kemas (container) sebagai alat pengangkutan internasional. Peraturan ini merupakan hasil yang diselenggarakan oleh International Maritime Organization (IMO).

Gambar 1. Lapangan Penyimpanan Peti KemasKonvensi ini memenetapkan prosedur di mana container yang digunakan dalam perjalanan Internasional harus aman dan disetujui oleh administrasi dari pihak terkait serta memberikan pengawasan terhadap peredarannya.

Gambar 2. CSC Safety ApprovalSesuai dengan Amanat Presiden Republik Indonesia kepada DPR no. 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960, maka pemerintah dipandang perlu untuk mengesahakan konvensi tersebut dengan keputusan presiden. Sebagai hasilnya, maka lahirlah keputusan presiden nomor 33 tahun 1989.

2.2. IMO Convention dan Amandement2.2.1. Convention on the Establishment of the International Maritime Consultative Organization, 1948 (IMO Convention 1948)Konvensi yang diratifikasi oleh Indonesia ini menjadi titik awal dari Indonesia untuk dapat bergabung menjadi anggota IMO pada bulan September 1960.Isi dari konvensi ini adalah pembentukan organisasi internasional yang menangani bidang maritim dan berfokus pada penanganan keselamatan pelayaran juga perlindungan lingkungan laut dari bahaya pencemaran yang bersumber dari kapal. Pada tahun 1983, nama organisasi ini berubah dari IMCO menjadi International Maritime Organization (IMO).2.2.2. Amendments of 1991 of Convention (IMO Amendments 1991)Amendment ini diratifikasi oleh Indonesia menjadi Keputusan Presiden No.16 Tahun 1997. Amandemen terhadap konvensi IMO ini disesuaikan dengan resolusi A.724 (17) yang ditetapkan dalam sidang Assembly ke 17 pada bulan November 1991 dan berisi institualization of The Facilitation Committee.2.2.3. Amendments of 1993 of the IMO Convention (IMO Amendments 1993)Amendment ini diratifikasi oleh Indonesia menjadi Keputusan Presiden No.16 Tahun 1997.Amandemen terhadap konvensi IMO ini disesuaikan dengan resolusi A.735 (18) yang ditetapkan dalam sidang Assembly ke 18 pada bulan November 1993. Dalam sidang ini berisi penambahan jumlah anggota Council IMO dari 32 negara menjadi 40 negara dengan komposisi 10 negara dengan kategori A, 10 negara dengan kategori B, dan 20 negara dengan kategori C.

2.3. Inmarsat2.3.1. Convention on the International Maritime Satellite Organization, 1976 (INMARSAT Convention 1976)Diratifikasi atau dilegalkan melalui Kepututsan Presiden Nomor 14 Tahun 1986. Konvensi ini mengatur penggunaan komunikasi satellite khususnya yang digunakan dalam bidang pelayaran. Hal tersebut dikarenakan komunikasi menggunakan radio teresterial sudah semakin padat dan jangkauannya terbatas. Selain itu, tujuan dari konvensi ini adalah untuk mengembangkan komunikasi dalam bidang maritim khususnya membantu dalam bidang:a. Keselamatan dalam berkomunikasi di lautb. Efisiensi dan manajemen kapalc. Kemampuan dalam menentukan arah (radio- determination)d. Maritime public corespondence2.3.2. Operating Agreement Relating to the INMARSAT Convention 76 (INMARSAT OA 76) Pemerintah Indonesia meratifikasikan peratuan ini menjadi Keputusan Presiden No. 14 Tahun 1986. Dimana, ratifikasi ini berisi mengenai perjanjian yang dihasilkan dari konvesi antar negara penggunaan serta pengoperasian satellite INMARSAT yang pada awalnya hanya dikhususkan untuk komunikasi maritim

Gambar 3. Daerah jangkauan Inmarsat

2.3.3. Operating Agreement Relating to the INMARSAT Amandements 89 (INMARSAT OA 89)Pemerintah Indonesia meratifikasikan peratuan ini menjadi Keputusan Presiden No.14 Tahun 1999 yang merupakan amandemen dari INMARSAT Convention 76 sebelumnya yang mana kali ini mengatur mengenai perluasan cakupan area layanan satelit yang awalnya hanya untuk sektor maritim ke moda transportasi yang lain.

2.4. STP Convention and Protocol2.4.1. Special Trade Passenger Ships Agreement, 1971 (STP Convention 1971)Peraturan ini diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 1972. Konvensi ini mengatur tentang keselamatan kapal penumpang khususnya yang mengangkut Jemaah Haji di kawasan Samudra Hindia dan kawasan di sekitarnya.2.4.2. Protocol of 1973 relating to the Special Trade Passenger Ships Agreement, 1971 (STP Prot. 1973)Peraturan ini diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1979. Konvensi ini merupakan aturan tambahan bagi keselamatan kapal yang mengangkut penumpang.

2.5. CLC Convention and Protocol2.5.1. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, 1969 CLC Convention 69 diratifikasi atau di legalkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 18 Tahu 1978.CLC Convention 1969 merupakan konvensi internasional yang mengatur tentang sistematika pemerolehan ganti rugi bagi pihak yang terkena pencemaran yang ditimbulkan dari pemilik angkutan laut (kapal), dimana pemilik kapal memiliki tanggungjawab penuh terhadap pencemaran tersebut.2.5.2. Protocol of 1992 relating to the CLC Convention 69(CLC Protocol 92) telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1999.CLC Protocol 92 merupakan konvensi yang berisikan aturan penambahan ganti rugi untuk korban pencemaran dari pemilik kapal yaitu penambahan dengan jumlah maksimum sebesar 22 juta Dollar.2.6. International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 (SOLAS 74)International Convention for The Safety of Life at Sea, 1974 (SOLAS 74) diratifikasi dalam Keputusan Presiden No.47 Tahun 1980. Konvensi SOLAS ini merupakan aturan pokok internasional di bidang keselamatan kapal. Konvensi pertama diterbitkan pada tahun 1914 yang kemudian dikembangkan beberapa kali hingga menjadi SOLAS 74 dengan ketentuan tacit acceptance procedure. Ketentuan ini berkaitan dengan penerapan amandemen konvensi terhadap para pesertanya tanpa melalui prosedur penerimaan secara resmi, namun sebagian besar Negara pesertanya sudah menerapkan ketentuan amandemen yang dimaksudkan. Aturan yang dibuat oleh SOLAS ini berkaitan dengan survei, stabilitas dan pembagian ruang kapal, permesinan, instalasi listrik, konstruksi kapal, peralatan pemadam kebakaran, peralatan keselamatan jiwa, radio komunikasi, peralatan navigasi di kapal, keselamatan muatan kapal, dsb.2.7. International Safety Management Code (ISM Code)International Safety Management Code diratifikasi dalam Keputusan Presiden No.47 Tahun 1980. ISM Code ini mengatur tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar keselamatan kapal tersebut dapat terjamin.

Gambar 4. Buku panduan ISM Code edisi 2014

2..8. International Code of Safety for High Speed Craft (HSC Code)International Code of safety for High Speed Craft diratifikasi dalam Keputusan Presiden No.47 Tahun 1980. HSC Code ini mengatur tentang kapal-kapal yang berkecepatan tinggi.2.9. International and Port Security Code (ISPS Code)International and Port Security Code diratifikasi dalam Keputusan Presiden No.47 Tahun 1980. ISPS Code ini merupakan amandemen bab XI-2 dari SOLAS 1974 Convention yang memuat aturan untuk menjaga keamanan maritim dan pelabuhan.2.10. International Convention on Load Lines, 1966 ( LOAD LINES Convention 66)International Convention on Load Lines diratifikasi dalam Keputusan Presiden No.47 Tahun 1976. Konvensi ini mengatur tentang batas dari garis muat yang aman untuk keselamatan kapal, pencegahan terhadap kelebihan muatan, dan keselamatan pada lambung timbul. Konvensi ini juga mengatur mengenai keselamatan platformdan peningkatan pada stabilitas kapal.2.11. International Convention on Tonnage Measurement of Ships, 1969 (TONNAGE Convention 69)International Convention on Tonnage Measurement of Ships ini diratifikasi dalam Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1987. Pada konvensi ini diatur mengenai aturan Internasional menyangkut tonase dari kapal komersial yang dihubungkan dengan keselamatan pelayaran dan perhitungan perpajakan, tarif kepelabuhan , dan juga tarif pungutan lainnya.2.12. Convention the International Regulations for Preventing Collisions at Sea, 1972 (COLREG Convention72)Aturan pada konvensi ini diratifikasi pada Keputusan Presiden No.50 Tahun 1979. Pada konvensi diatur tentang keselamatan pelayaran. Terutama dalam rangka pencegahan tubrukan di laut denganmenetapkan ketentuan Traffic Separation Scheme (TSS) di beberapa kawasan yang diperkirakan rawan kecelakaan. Baik hal itu disebabkan oleh kondisi alam ataupun karena padatnya lalu lintas pelayaran.2.13. International Convention on Standards of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers, 1978 (STCW Convention 78)Peraturan ini kemudian diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1986. Konvensi ini berisikan aturan internasional yang standar untuk pendidikan dan sertifikasi bagi nahkoda dan pelaut serta awak kapal yang akan bekerja di kapal niaga yang nantinya berlayar pada pelayaran internasional. Selain itu, konvensi ini juga mengatur ketentuan dinas jaga di kapal. Beberapa contoh pendidikan atau training adalah training sebagai operator untuk untuk Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS)

2.14. International Convention on the Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage, 1971 atau di kenal dengan (Fund Convention 71) Peraturan ini diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1978.Fund Convention 71 merupakan konvensi internasional yang berisikan tentang aturan penambahan kompensasi akibat terjadinya pencemaran minyak yaitu kompensasi yang dapat diterima oleh pihak yang dirugikan. Untuk penanganan dan pengelolaan tambahan kompensasi tersebut di percayakan kepada Lembaga FUND yaitu yang menjadi anggota Konvensi Fund.2.15. Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Wastes and their Disposal, 1991Peraturan ini diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1993.Konvensi tersebut merupakan konvensi yang mengatur tentang prosedur dalam penanganan limbah yaitu prosedur pengangkutan dan pembuangan limbah dari kapal dengan wilayah operasi antar negara dan konvensi ini juga mengatur tentang berbagai jenis limbah dari kapal yang dapat di pindahkan antara suatu wilayah Negara ke wilayah Negara lainnnya. 2.16. Convention on Facilitation of International Maritime Traffic, 1965 (FACILITATION Convention 65)Peraturan ini diratifikasi menjadi Keputusan Presiden No. 51 Tahun 2002 dengan tujuan utamanya adalah untuk mencegah penundaan yang tidak diperlukan dalam lalu lintas maritim, untuk membantu kerjasama antar pemerintah dalam hal standar prosedur dan penggunaaan formulir secara internasional dalam hubungannya dengan kegiatan kemaritiman. Sehingga selanjutnya akan memudahkan dan memperlancar lalulintas pelayaran karena penggunaan dan pengurusan maritim yang seragam.

2.17. International Convention for the Prevention of Pollution From Ships, 1973 and Protocol of 1978 relating thereto (MARPOL 73/78)Peraturan ini diratifikasi menjadi Keputusan Presiden No. 46 Tahun 1986 (Ratifikasi terhadap Annex I dan II) merupakan konvensi internasional yang utama, yang mencakup perlindungan polusi lingkungan laut oleh kapal baik karena kegiatan operasional atau kecelakaan yang tidak disengaja. Konvensi ini menggantikan International Convention for the Prevention of Pollution of the Sea by Oil, 1954 (OILPOL). Sampai saat yang berlaku adalah ketentuan Annex I mengenai pencemaran oleh minyak dan Annex II mengenai Barang Cair berbahaya dalam bentuk curah.2.18. United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982 (UNCLOS 1982)Peraturan ini diratifikasi menjadi undang-undang No. 17 Tahun1985 dimana Konvensi ini memuat ketentuan mengenai hak dan kewajiban Negara terhadap wilayah teritorialnya serta dasar hukum untuk menentukan batas wilayah teritorial. Disamping itu diatur pula mengenai hak negara terhadap laut bebas dan kewajibannya untuk melindungi lingkungan laut dari bahaya kerusakan akibat eksplorasi dan eksploitasi sumber daya baik hayati maupun non-hayati.2.19. United Nations Convention on a Code of Conduct of Liner Conferences, 1972Peraturan ini diratifikasi menjadi Keputusan Presiden No. 40 Tahun 1976. Konvensi ini memuat aturan mengenai pengoperasian perusahaan angkutan laut secara internasional, terutama dalam rangka pembagian muatan diantara perusahaan-perusahaan yang mempunyai kapal dengan kebangsaan yang berbeda.2.20. International Convention on Maritime Liens and Mortgages, 1993Peraturan ini diratifikasi menjadi Perpres No. 44 Tahun 2005 Konvensi ini merupakan pengembangan dari kedua konvensi sebelumnya dengan memasukkan unsur kerugian lingkungan (environmental loss) sebagai salah satu dari tanggungjawab pemilik yang harus didahulukan.

BAB III PENUTUP

RangkumanPeraturan internasional yang dibuat terutama dalam bidang maritim bertujan untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada semua penggerak usaha yang bergerak di bidang maritim. Selain itu, peraturan tersebut juga bertujuan untuk menjaga seluruh ekosistem laut agar tetap terpelihara dengan baik. Sebagai salah satu negara anggota International Maritime Organization (IMO), Indonesia meratifikasi beberapa peraturan internasional tersebut. Ratifikasi ini berarti mengadopsi atau melegalkan peraturan peraturan internasional yang telah berlaku. Hal ini dilakukan sesuai dengan keadaan Indonesia terutama dalam bidang maritim. Beberapa contoh peraturan yang telah diratifikasi antara lain International Convention on Standards of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers, 1978 (STCW Convention 78) yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1986, Special Trade Passenger Ships Agreement, 1971 (STP Convention 71) yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 1972, Protocol of 1973 relating to the Special Trade Passenger Ships Agreement, 1971 (STP Prot. 73) yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1979, dan Convention on the International Maritime Satellite Organization, 1976 (INMARSAT Convention 76) yang diratifikasi melalui Kepututsan Presiden Nomor 14 Tahun 1986. Selain peraturan di atas, masih banyak lagi peraturan internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Dengan adanya Keputusan Presiden yang merupakan hasil ratifikasi peraturan internasional ini, seluruh pengusaha dan para pengguna jasa pelayanan transportasi laut tidak boleh kompromi untuk tidak memenuhi, mempersiapkan, dan juga melaksanakan apa yang telah menjadi ketentuan baku tersebut agar terciptanya kenyamanan, keamanan, dan juga perlindungan terhadap lingkungan laut itu sendiri.

Daftar Pustaka

Badan Kordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia. 2009. Kebijakan Keselamatan dan Keamanan Transportasi Laut. JakartaBadan Kordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia. 2009. Hukum Laut Zona Zona Maritim Sesuai UNCLOS 1982 dan Konvensi Konvensi Bidang Maritim. JakartaRulefinder : STCW - International Convention on Standards of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers