T2 092010005 BAB II -...

30
14 BAB II TINJAUAN TEORITIS Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang ditemukan dalam melakukan penelitian. Dalam bab II ini dibahas beberapa pengertian mengenai, penjelasan tentang teori gerakan Sosial untuk perubahan, dan teori strategi gerakan untuk perubahan. Dengan demikian penjelasan itu akan mempermudah pembaca untuk melihat gerakan perubahan sosial yang dilakukan oleh Komunitas gerakan transformasi Papua atau Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (P3B) yang sedang berlangsung sampai saat ini. Untuk itu dibawah ini dijelaskan secara singkat tentang apa yang dimaksudkan dengan hal-hal di atas. 2.1. Teori Gerakan Sosial (Social Movement) Gerakan sosial adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbentuk organisasi, yang berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik gerakan sosial dengan melaksanakan, menolak, atau mengampanyekan sebuah perubahan sosial. Macam-macam tipe gerakan sosial misalnya: gerakan buruh, gerakan petani, gerakan mahasiswa, gerakan sosial, gerakan perempuan, gerakan ideologi,dan gerakan-gerakan sosial lainnya. Adanya keragaman gerakan sosial maka berbagai ahli sosiologi mengelarifikasikan dengan menggunakan kriteria tertentu, misalnya Wahab (2007:7) menampilkan pendapat McCarthy yang tulisannya mengenai struktur mobilisasi bahwa

Transcript of T2 092010005 BAB II -...

Page 1: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

14

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan

digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang ditemukan dalam

melakukan penelitian. Dalam bab II ini dibahas beberapa pengertian

mengenai, penjelasan tentang teori gerakan Sosial untuk perubahan,

dan teori strategi gerakan untuk perubahan. Dengan demikian

penjelasan itu akan mempermudah pembaca untuk melihat gerakan

perubahan sosial yang dilakukan oleh Komunitas gerakan transformasi

Papua atau Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (P3B) yang sedang

berlangsung sampai saat ini. Untuk itu dibawah ini dijelaskan secara

singkat tentang apa yang dimaksudkan dengan hal-hal di atas.

2.1. Teori Gerakan Sosial (Social Movement)

Gerakan sosial adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis

tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang

berbentuk organisasi, yang berfokus pada suatu isu-isu sosial atau

politik gerakan sosial dengan melaksanakan, menolak, atau

mengampanyekan sebuah perubahan sosial. Macam-macam tipe

gerakan sosial misalnya: gerakan buruh, gerakan petani, gerakan

mahasiswa, gerakan sosial, gerakan perempuan, gerakan ideologi,dan

gerakan-gerakan sosial lainnya. Adanya keragaman gerakan sosial

maka berbagai ahli sosiologi mengelarifikasikan dengan menggunakan

kriteria tertentu, misalnya Wahab (2007:7) menampilkan pendapat

McCarthy yang tulisannya mengenai struktur mobilisasi bahwa

Page 2: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

15

sejumlah cara kelompok gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif

termasuk di dalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan

sosial. Struktur mobilisasi juga memasukkan serangkaian posisi sosial

dalam kehidupan sehari-hari struktur mobilisasi mikro yang tujuannya

adalah mencari lokasi-lokasi di dalam masyarakat untuk dapat

melakukan mobilisasi. Dalam konteks ini yang dibutuhkan adalah unit-

unit keluarga, jaringan pertemanan, sosialisasi tenaga sukarela, unit-

unit tempat kerja, gerakan sosial membentuk suatu jaringan

kekerabatan dan persaudaraan menjadi dasar bagi rekrutmen gerakan

atau aksi sosial dalam perubahan yang diinginkan.

Gerakan-gerakan sosial selalu melibatkan proyeksi akan sebuah

peta aspirasi dan rancangan masa depan yang diinginkan. Masyarakat

bertanggung jawab kepada dirinya dan kelompok untuk mengubah,

membentuk dirinya dari realitas sosial yang ia alami dalam hidupnya,

oleh sebab itu dunia sosial bukanlah sesuatu yang ditakdirkan

sebelumnya melainkan diciptakan oleh masyarakat dalam proses

perkembangan masyarakat dalam dunia modern seperti saat ini.

Dengan demikian gerakan sosial menggunakan dan mencerminkan

metode dan strategi-strategi masyarakat untuk memperbaharui diri

dan meregenerasi diri melalui aksi kolektif. Misalnya gerakan sosial

Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (P3B) secara umum menyediakan

sebuah sabuk pengaman untuk memungkinkan masyarakat Papua

untuk keluar dari tekanan, beban hidup secara ekonomi, ketimpangan,

penindasan, ketidakadilan.

Page 3: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

16

Gerakan sosial semacam ini sudah membentuk sebuah pola pikir

baru dalam suatu kelompok atau komunitas untuk perubahan, mulai

berpikir bagaimana kita dapat memahami dunia kita dengan melihat

relitas sosial yang terjadi dan bertindak dipengaruhi ide-ide untuk

perubahan menuju suatu transformasi masyarakat. Gerakan-gerakan

sosial muncul ketika ada ruang. Habermas (1962) dalam bukunya The

structural Transformation of the public sphere, Habermas

mendefinisikan ruang publik sebagai komunitas virtual atau imajiner

yang tidak selalu eksis dalam sebuah bentuk dan ruang formal. Secara

ideal, ruang publik terbentuk dari kumpulan perorangan yang

berkumpul, berserikat dalam “publik” dan mengartikulasikan

kebutuhan masyarakat kepada Negara. Ruang publik ditandai dengan

aksi berserikat, berdialog untuk mengagas sebuah opini atau aksi

untuk menyatakan atau menantang dan selanjutnya mengarahkan

kebijakan negara, dalam tema idealnya, ruang publik sebagaimana

dinyatakan Rutherford, adalah sumber sebuah opini publik berasal

yang dibutuhkan untuk mensahkan otoritas dalam sebuah demokrasi

yang berfungsi baik.1

Ruang publik (public sphere) dipandang penting karena

merupakan tempat dimana masyarakat (Civil Society)

mengekspresikan dan merupakan ruang tempat kegiatan intelektual

1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif: Membedah

peran “Ruang Publik”

Dalam filsafat politik Jurgen Habermas yang diadakan oleh Program Studi komunikasi

(Fiskom) Pascasarjana

Magister Sosiologi Agama (Teologi) dan Pascasarjana Magister Ilmu Hukum. Di Universitas

Kristen Satya Wacana

(UKSW) Salatiga 11 April 2012

Page 4: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

17

dan politik diaktualisasikan. Ruang publik disini merujuk pada

kehidupan sosial tempat opini terbentuk. Tempat dimana

pembentukan intelektualitas kekinian (modern), Seperti yang

digambarkan oleh Jurgen Habermas (1989) pembentukan intelektual

modern dalam konteks Eropa Barat merupakan bagian dari

kemunculan apa yang disebutnya sebagai ruang publik borjuis

(bourgeois public sphere) sekitar abad ke 17 dan ke 18.2 Dalam dunia

modern kekinian orang mempunyai kebebasan untuk memilih

imajinasi dan gaya hidup mereka yang mereka sukai kedengarannya

positif. Dengan melakukan diskursus dengan persoalan yang dihadapi

oleh negara.

Habermas juga menafsirkan gagasannya bahwa proses

terbentuknya masyarakat dalam kelompok tidak terlepas dari apa

yang dimaknai dari dunianya dimana dunia dia tempati/tinggal jadi

kehidupan dunia mencerminkan perspektif internal, sedangkan

system social mencerminkan pandangan eksternal. Habermas melihat

kehidupan dunia dan tindakan komunikatif sebagai dua konsep yang

saling mengisi, lebih khusus lagi, tindakan komunikatif dapat dilihat

sebagai yang terjadi dalam dunia, maka Habermas menyatakan

bahwa:

Kehidupan dunia boleh dikatakan sebagai tempat bertemunya

pembicara dan pendengar, dimana mereka saling mengajukan

tuntutan bahwa ucapan mereka sesuai dengan apa yang

mereka pikirkan dan dimana mereka dapat mengecam dan

2 Ruang public sebuah kajian tentang kategori masyarakat borjuis 1989

Page 5: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

18

memperkuat kebenaran yang mereka nyatakan,

menyelesaikan perselisihan pendapat mereka, dan mencapai

kesepakatan (Habermas, 1987a:126)

Dalam proses terbentuknya masyarakat juga tidak terlepas dari

tindakan komunikatif, atau interaksi sosial dengan menggunakan

komunikasi sehingga terbentuk integrasi sosial dan integrasi sistem.

Dari perspektif dari integrasi sosial penekanannya pada kehidupan

dunia dan cara sistem tindakan integrasikan melalui jaminan normatif

atau pencapaian konsensus secara komunikatif. Hal ini di yakini bahwa

masyarakat diintegrasikan memulai dengan tindakan komunikatif dan

memandang masyarakat sebagai kehidupan sehari-hari. Sementara itu

integrasi sistem menurut Habermas bahwa integrasi sistem

menekankan pada sistem dan cara sistem diintegrasikan melalui

kontrol eksternal terhadap tindakan individual yang terkoordinasi

secara subjektif. Dalam konteks kekiniaan tindakan individual juga

dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Tindakan

juga dipengaruhi intelektualitas sesorang dimana dia memaknai

dunianya dan tindakan apa yang dia harus melakukannya.

Pengetahuan yang dimiliki adalah sebagai budaya baru, inova, cara

berpikir yang baru dan pengembangan baru. Budaya itu membangun

nilai-nilai baru dari cara-cara lama ke cara-cara yang baru jadi budaya

baru ini tidak terlepas dari pendidikan, pengalaman ilmu yang dimiliki

masyarakat atau individu-individu.

Herbert Marcuse (1962) dalam Abdul Wahab, (2007:38,39)

berpendapat bahwa pendidikan memainkan peran penting dalam

Page 6: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

19

memperkenalkan dan mengembangkan refleksi kritis atas masing-

masing individu dalam masyarakat, oleh karena itu universitas dan

lembaga pendidikan lainnya adalah kaya atas sumber material yang

dapat dipergunakan. Di Universitas inilah ditemukan salah satu

kelompok juga menderita dari satu dimensi dan kelompok-kelompok

ini relatif muda diubah dengan gagasan-gagasan pembebasan baru,

misalnya Universitas Kristen Satya Wacana mendidik mahasiswa/i

untuk mengembangkan ilmu yang diberikannya untuk kepentingan

masyarakat. Intelektualitas dipergunakan untuk kepentingan kaum

tertindas, oleh sebab itu Marcuse berpendapat bahwa mahasiswa

memiliki kesempatan terbesar melalui pemberontakan melawan

tatanan lama.

Marcuse juga berpendapat bahwa tujuan dari perjuangan adalah

untuk memperhatikan masyarakat yang lemah untuk mencapai

kebahagiaan bersama, kita harus mengidentifikasi orang-orang

tertindas bergabung dalam gerakan pembebasan, gerakan sosial

untuk perubahan, untuk mencapai perbaikan ekonomi baik dalam

ruang produksi dan konsumsi dalam lapangan politik. Marcuse

menyatakan tidak hanya model parlementer sebagai alat tujuan akan

tetapi juga kita mendukung gerakan mahasiswa, buruh, gender, ras

dan lingkungan hidup. Misalnya gerakan sosial yang sangat kelihatan

adalah buruh di PT Freeport meminta kenaikan upah, dan perbaikan

kondisi kerja, gerakan mahasiwa Papua Barat atas kekecewaan pada

pemerintah Indonesia yang dianggap telah gagal membangun

Page 7: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

20

masyarakat Papua Barat melalu program otsus untuk Papua Barat (

Kompas 28 Mei 2011)3.

Gerakan sosial yang merupakan pilihan rasional setiap individu-

individu dan yang bergabung dalam gerakan sosial memiliki alasan

tertentu dan alasan ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan

untuk beberapa hal alasan-alasan individu bergabung dalam gerakan

sosial jauh lebih rasional dibandingkan individu-individu yang hanya

begitu saja kondisi sosial yang ada meskipun kondisi sosial tersebut

menindas mereka. Gerakan sosial bergeser, dari pusat menjadi

menyebar ke berbagai pusat-pusat disiplin ilmu baik dikalangan

akademisi maupun para pelaku perubahan atau agen (Wahab,

2007:1,3)

Gerakan-gerakan sosial terletak pada sejauh mana mereka

memenangkan pertempuran atas arti. Hal ini berkaitan dengan usaha

para pelaku perubahan mempengaruhi makna kebijaksanaan publik

oleh karena itu para pelaku perubahan memiliki tugas penting

mencapai perjuangan melalui membuat framing, masalah sosial dan

ketidakadilan ini sebuah cara untuk meyakinkan kelompok sasaran

yang beragam dan luas sehingga mereka terdorong mampu

memformulasikan sekumpulan konsep untuk berpikir dengan

menyediakan skema interpretasi terhadap masalah-masalah dunia

melalui beragam media cetak dan elektronik, buku, pamflet, aktivitas

gerakan sosial, mempergunakan warung kopi, café, dan ruang-ruang

3 Data bersumber dari hasil pengamatan peneliti melalui media elektronik, & media

cetak, berkaitan dengan gerakan buruh untuk menuntut kenaikan upah dari

karyawan, kompas 28 Mei 2011.

Page 8: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

21

pertemuan sebagai media berdebat untuk mensosialisasikan isu

sehingga kelompok masyarakat berkeinginan untuk terlibat dalam

gerakan sosial tersebut.( Jurnal Basis Edisi Khusus Pierre Bourdieu,

2003)4

Beberapa pendapat seperti Charles Kurzman dan Lymn Owens

(2002), Julien Benda (1999) dan Antonio Gramsci (1971) yang

ditampilkan oleh Mutahir (2011:4,5) berkenan dengan posisi

intelektual dalam masyarakat ada tiga pendekatan yang acap diajukan

tiga pendekatan tersebut melihat intelektual sebagai kelas dalam

masyarakat, yakni:

1. Pendekatan yang menempatkan intelektual sebagai kelas pada

dirinya sendiri. Pendekatan ini meletakan intelektual berposisi

di atas awan. Pendekatan yang kerap disebut dengan

Bendaisme ini merujuk pada pandangan Julien Benda yang

termuat dalam penghiyanatan kaum cendekiawan. Dia

mengatakan bahwa terdapat antinomi antara kekuasaan dan

kebenaran adalah pekerjaan kaum intelektual. menurut

pandangan ini para intelektual yang pekerja di pemerintahan

atau perusahaan bisnis dipandang telah menghianati

kebenaran karena ingin mendapatkan kekuasaan, popularitas,

dan uang.

2. Pendekatan yang menganggap kaum intelektual merupakan

bagian dari kelas itu sendiri, pendekatan ini berakar dari

4 Jurnal Basis Edisi khusus Piere Bourdie. Dua bulanan, No 11-12, Tahun ke 52.

November-Desember 2003

Page 9: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

22

pemikiran Antoni Gramsci, Gramsci menyatakan bahwa

“semua orang adalah intelektual, namun tidak semua orang

mempunyai fungsi intelektual. Dalam masyarakat Gramsci

membagi beberapa tipologi intelektual:

3. Intelektual tradisional, yakni intelektual yang menyebarkan ide

dan berfungsi sebagai mediator antara massa rakyat dengan

kelas atasnya.

4. Intelektual organik, yakni kelompok intelektual dengan badan

penelitian dan studi yang berusaha memberi refleksi atas

keadaan namun terbatas untuk kepentingan kelompoknya

sendiri.

5. Intelektual kritis, yakni intelektual yang mampu melepaskan

diri dari hegemoni penguasa elite kuasa yang sedang

memerintah dan mampu memberikan pendidikan alternatif

untuk proses pemerdekaan.

6. Intelektual universal, yakni tipe intelektual yang berusaha

memperjuangkan proses peradaban dan struktur-struktur

budaya yang memperjuangkan pemanusiawian dan

humanisme serta dihormatinya harkat manusia

Dalam kerangka itu kelompok intelektual adalah salah satu dari

kelas sosial yang ada, mereka menggunakan pengetahuan untuk

mempromosikan kepentingan dan kekuasaan kelas intelektual. Maka

jelas terlihat bahwa kaum intelektual yang tergabung dalam aksi

sosial, bergabung dengan sebuah kelompok kekuasaan maka

intelektualiatasnya dibajak oleh orang-orang yang punya kepentingan,

Page 10: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

23

sehingga intelektualitas yang dimilikinya hanya kepentingan kelas

sosial tertentu.

7. Pendekatan yang melibatkan intelektual secara potensial

bukan merupakan bagian dari kelas mana pun. intelektual

merupakan orang bebas “free-floating.” Jadi intelektual

merupakan penjaga nilai keseluruhan yang ada di masyarakat,

dengan demikian, intelektual tidak bisa dimasukkan dalam

kelas mana pun.

Membaca beberapa pendapat atau pandangan di atas kiranya

masih kurang relatif misalnya pandangan Bendaisme dan Gramscian

keduanya belum memadai untuk melihat intelektual secara

komprehensif, pandangan Bendaisme tidak mengartikulasikan

pandangan dunia, kepentingan, tujuan dan kemampuan kelas

tertentu, sedangkan pandangan Gramscian alih-alih membebaskan

diri penindasan, bisa terjebak dalam soal kekuasaan.

Dalam pandangan Piere Bourdieu, (dalam Mutahir, 2011: 9)

bahwa intelektual merupakan hasil dari suatu pola hubungan,

Relations, seorang menjadi intelektual disatu sisi berdasarkan

konsepsi diri dan pandangan terhadap orang lain (subjektif) dan sisi

lain seluruh subjektivitasnya ditentukan oleh dan mendapatkan

pengaruh dari posisi seseorang di dalam ranah sosial (social field) yang

tidak bisa dihilangkan begitu saja. Jadi bagi Bourdieu intelektual

menanggung kepentingan universal, yakni mempertahankan

kebenaran dan keperpihakan pada yang tertindas.

Page 11: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

24

Jadi apa yang diperlihatkan dalam tulisan maupun dalam

prakteknya bahwa Bourdieu memang menghendaki bahwa kita harus

mempertahankan intelektual untuk melakukan kritik terhadap suatu

kebijakan pemerintah yang meminggirkan kaum minoritas. Jadi kita

memiliki suatu perjuangan dengan nilai-nilai sosial, norma,

keberanian, membangun kemunikasi yang efektif, dan dengan melalu

gerakan intelektual kolektif (collective intellectuals). Kita bermain

imajinasi dalam konteks Indonesia, sambil memahami apa yang

digambarkan Bourdieu bahwa benar sekali intelektual kian

dipinggirkan dalam pemahaman kebjakan publik, intelektual tak punya

daya untuk mendorong sebuah kebijakan yang berpihak pada

kepentingan publik. Menghadapi semacam itu Bourdieu menawarkan

sebuah gerakan untuk mengembalikan otonomi intelektual untuk

melawan dominasi terhadap ketidakadilan, gerakan intelektual ini

cara baru dalam menghadapi tantangan zaman.

2.2. Strategi Gerakan Perubahan sosial

Strategi gerakan sosial berkembang secara kreatif sesuai dengan

kultur dan kondisi sosial politik yang muncul disuatu daerah.

Pemahaman demikian harus terlebih dahulu disadari oleh setiap

pelaku atau aktor penggerak perubahan sosial sebelum ia

memutuskan bekerja dalam dunia gerakan. Muncul gerakan sosial

sebagai kekuatan dalam rangka untuk melakukan perubahan

masyarakat tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan

sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah gerakan.

Page 12: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

25

Seperti yang dikemukakan Michel Crozeir dalam Mutahir,

(2011:41) bahwa dalam pendekatan strategis, pelaku sosial

mempunyai rasionalitas dan sekaligus mempunyai rasionaltas

terbatas, mempunya batas kebebasan yang menjadi dasar kekuasaan

mereka, jadi keberhasilan strategis, ditentukan oleh strategi

lawannya. Untuk membangun suatu strategi yang baik kita

mempunyai modal sosial yang termanifetasikan melalui hubungan-

hubungan dan jaringan hubungan-hubungan yang merupakan sumber

daya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-

kedudukan sosial, kemudian yang termasuk modal budaya ialah

keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi secara formal

maupun warisan keluarga. Tercakup dalam modal ini misalnya, ijazah,

pengetahuan yang sudah diperoleh,, kode-kode budaya, cara

berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, tata krama atau

sopan santun, cara bergaul dan sebagainya.

Menurut Fukuyama (dalam Hasbullah, 2006:82) menyatakan

bahwa Trust: Social virtues and the creation of prosperty rasa percaya

dan saling mempercayai menentukan kemampuan suatu bangsa untuk

membangun masyarakat dan institusi-institusi di dalamnya guna

mencapai kemajuan. Rasa saling mempercayai juga akan

mempengaruhi semangat dan kemampuan berkompetisi secara sehat

di tengah masyarakat. Rasa saling percaya itu tumbuh dan berakar

dari nilai-nilai yang melekat pada budaya kelompok tersebut.

Strategi dalam pandangan Bourdieu merupakan hasil yang harus

berlanjut dari interaksi antara disposisi habitus dan kendala serta

Page 13: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

26

segala kemungkinannya. Strategi merupakan orientasi spesifik dari

praktik, dalam Bahasa Bourdieu (1990) strategi adalah “The product of

the prctical sense as the feel of game. Ada dua tipe strategi menurut

Bourdieu (1984) yaitu:

1. Strategi reproduksi (reproduction strategies) strategi ini

dirancang oleh agen untuk mempertahankan atau

meningkatkan modal ke arah masa depan. strategi ini

merupakan sekumpulan praktik, jumlah dan komposisi modal

serta kondisi sarana produksi menjadi patokan utama dalam

strategi ini.

2. Strategi penukaran kembali (reconversion strategies), strategi

ini berkenaan dengan pergerakan-pergerakan agen dalam

ruang sosial. Ruang sosial tempat pergerakan agen,

terustruktur dalam dua dimensi, yakni keseluruhan jumlah

modal yang terustruktur dan pembentukan jenis modal yang

dominan dan yang terdominasi, (Mutahir, 2011:71)

Selain dua tipe strategi tersebut menurutnya juga ada strategi

yang lain strategi-strategi ialah strategi investasi biologis. Strategi

pewarisan, strategi pendidikan, strategi investasi biologi dan strategi

investasi simbolis. Strategis biologis terlihat dalam upaya mengontrol

jumlah keturunan. Hal itu dilakukan untuk menjamin pewarisan modal

dalam memudahkan kenaikan posisi sosial. Strategi pewarisan

berfungsi untuk menjamin kekayaan terutama material. Strategi

pendidikan diarahkan dengan tujuan agar pelaku sosial mempunyai

kecakapan yang sesuai dan yang dibutuhkan dalam struktur sosial agar

Page 14: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

27

mampu menerima warisan kelompok atau bahkan mampu

memperbaiki posisi sosial. Sedangkan strategi investasi ekonomi

diarahkan untuk mempertahankan untuk menambah berbagai jenis

modal, investasi bukan hanya modal ekonomi tetapi juga modal

sosial.5

Penggunaan strategi oleh agen adalah untuk mempertahankan

posisi, memperbaiki posisi, membedakan diri atau untuk memperoleh

posisi baru di dalam arena dalam arena selalu terjadi pertarungan

sosial. Rumusan generatif (Habitus x Modal)+Arena = Praktik

dikemukakan Bourdieu adalah dalam rangka memajukan sebuah

pendekatan dalam memahami realitas sosial secara dialektis.6 Jadi

seperti apa yang dikemukakan Bourdieu tidak terlepas dari peran

pendidikan yang menuntun cara berpikir dan bertindak karena semua

berasal dari pikiran dan tindakan manusia.

Menengok sedikit terhadap dua bangsa terkenal di dunia Cina dan

Yahudi bagaimana mereka bertindak dan berkembang keduanya

mempunyai bersamaan dan perbedaan dalam proses berpikir di dalam

dunia usaha untuk bertahan dan berkembang, mereka lebih menyukai

mempercayai dan menjalankan kesatuan (unity) kelompoknya,

menjalankan koneksi dan birokrasi kekuatan-kekuatan pasar dan

aturan hukum, tetapi bangsa Yahudi lebih tertutup dan Unity-nya

lebih kuat dari bangsa Cina. Faktor sejarahlah yang membuatnya

5 Intelektual kolektif Piere Bourdieu, sebuah gerakan melawan dominasi. Arizal

Mutahir, 2011. hal 72 6 Intelektual kolektif Piere Bourdieu, sebuah gerakan melawan dominasi. Arizal

Mutahir, 2011.hal 73

Page 15: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

28

mereka sebagai kelompok minoritas yang pernah dikucilkan dan

dibantai. Bagaimana bangsa Yahudi mengembangkan strategi agar

tetap bertahan dan menjadi manusia super di muka bumi, hanya satu

kata: pendidikan. Mereka memiliki pengetahuan, dan hal ini

menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi memiliki pendidikan yang

cukup tinggi dan terarah dengan baik, orang-orang Yahudi tidak hanya

mengejar pendidikan untuk semata-mata mendapatkan uang tetapi

juga demi pendidikan serta ilmu pengetahuan itu sendiri,(Wang Xiang

Jun, 2010:6,9)

Jadi setiap strategi dan gerakan sosial berkembang secara kreatif

sesuai dengan kultur dan kondisi sosial politik yang muncul disuatu

daerah. Pemahaman demikian harus terlebih dahulu disadari oleh

setiap pelaku atau aktor penggerak perubahan sosial sebelum ia

memutuskan bekerja dalam dunia gerakan. Muncul gerakan sosial

sebagai kekuatan dalam rangka untuk melakukan perubahan

masyarakat tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan

sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah gerakan.

Pierre Bourdieu adalah intelektual yang aktif terlibat dalam

gerakan-gerakan sosial dan politik, ia memberontak melawan

mekanisme-mekanisme dominasi sosial dan membela kelompok-

kelompok terpinggir dan tertindas. Alasan Bourdieu sendiri membela

yang lemah adalah dia sendiri salah satu korban moralisme bebas-

nilai, seakan yang ilmiah tidak boleh berimplikasi politik, sehingga

melalui perubahan sikap Bourdieu sendiri untuk memberontak

terhadap ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Perubahan

Page 16: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

29

ini bukannya tanpa dipengaruhi keprihatinan mendasar Bourdieu

terhadap lingkungan sosial dan hasrat terhadap perubahan.

Pengalamannyalah yang menjadi bagian kelompok sosial yang

didominasi mengakibatkan promosi sosial yang diperoleh sekolah,

universitas dan intelektual ia membuka segi-segi kehidupan sosial

yang tidak dilihat oleh intelektual lainnya.7

Pendekatan strategis yang dikemukakan Michel Crozeir (dalam

Mutahir 2011:40,41) bahwa hubungan-hubungan kekuasaan dan

organisasi-organisasi merupakan tekanan utama bagi analisis realitas

sosial. Dalam pendekatan strategi pelaku sosial mempunyai

rasionalitas dan sekaligus mempunyai rasionalitas terbatas,

mempunyai batas kebebasan yang menjadi dasar kekuasaan mereka.

Keberhasilan strategi ditentukan oleh strategi lawannya. Crozeir

mencoba menjelaskan dialektika antara pelaku dan sistem, disatu sisi

struktur-struktur sosial diciptakan, dilanggengkan dan diubah oleh

pelaku-pelaku sosial, sebaliknya disisi lain pelaku sosial meski

dikatakan bebas dikondisikan struktur-struktur tersebut, pada

pendekatan ini dimensi dualitas pelaku dan struktur masih sangat

kuat.8

Bourdieu menyatukan kedua unsur yang belum terdamaikan oleh

pemikir di atas dengan mencoba mempertemukan pertentangan

7 Lihat Pierre Bourdieu, kritik terhadap neoliberalisme, Basis menembus fakta. Majalah

Sciences Humaines/repro no 11-12, tahun ke 52November-Desember 2003 hlm 3-8 8 Lihat Arizal Mutahir 2011: 40,41) Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu (sebuah gerakan untuk

melawan dominasi)

Page 17: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

30

antara pelaku dan struktur, antara subjektivisme dan objektivisme9

melalui metode yang disebut strukturalis genetis (genetic

stucturalism) struktur genetis berusaha mendiskripsikan suatu cara

berpikir dan cara mengajukan pertanyaan dengan metode tersebut

Bourdieu mencoba mendeskripsikan, menganalisis dan

memperhitungkan asal-usul seseorang dan asal-usul berbagai struktur

sosial. Dengan demikian menurutnya bahwa asal usul analisis struktur-

struktur objektif tidak bisa dipisahkan dari analisis asal usul struktur-

struktur mental dalam individu-individu biologis yang sebagian

merupakan produk dari struktur-struktu sosial itu sendiri.

Strukturalisme merupakan cara berpikir yang melihat bahwa

semua masyarakat mempunyai struktur yang sama dan tetap, ( dalam

Mutahir, 2011:42), dan bahasa menekankan utama dalam pendekatan

strukturalisme bahasa merupakan suatu sistem tanda-tanda yang

mengekspresikan ide-ide, bahasa adalah paling penting, karena itu

suatu orang dapat membayangkan suatu ilmu yang mempelajari

kehidupan tanda-tanda dalam rangka kehidupan sosial Saussure,

(dalam Mutahir, 2011: 43), jadi pendekatan strukturalisme merupakan

sebuah tanggapan atas demam pendekatan fenomenologi yang

diwakili eksistensialisme dalam ranah intelektual, pendekatan

fenomenologi merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada

analisis terhadap gejala yang membanjiri kesadaran manusia,

kesadaran manusia akan sesuatu, kesadaran selalu terarah kepada

yang lain dari dirinya, ( dalam Mutahir, 2011: 44-45).

9 Ritzer, 1996, Teori sosiologi modern hlm 536 (dalam Arizal Mutahir 2011:41)

Page 18: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

31

Pendekatan fenomenologi secara garis besar menyatakan bahwa

realitas sosial merupakan keadaan kontingen yang terus dibentuk oleh

subjek berdasarkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari,

dengan kata lain masyarakat merupakan hasil dari putusan tindakan

dan kesadaran pikiran individu dalam dunia yang ditempatinya dan

berarti bagi dirinya. Dengan demikian Bourdieu mengkaji pendekatan

strukturalisme dan fenomenologinya bahwa Bourdieu menyebut tiga

metode pengetahuan teoritis dalam ilmu sosial, ( dalam Mutahir 2011:

46)

1. Fenomenologi: atau etnometodologi. Metodologi pengetahuan

teoritis ini menekankan pada pencarian kebenaran

pengalaman dasar dunia sosial, atau kebiasaan yang tidak

dipertanyakan, atau pengertian tentang dunia sosial yang tidak

dipertanyaankan lagi.

2. Objektivitas: Ini adalah metode pengetahuan teoritis berusaha

menjawab kebenaran objektif pengalaman dasar dan kondisi

yang terkait dengan kemungkinan pengalaman-pengalaman

yang terbentuk.

3. Metode pengetahuan teoritis yang berusaha menguji

kemungkinan kondisi-kondisi pengalaman terbentuk sembari

menyelidiki batas pertimbangan objektif yang menyatakan

bahwa prosedur eksternal memengaruhi pemahaman tindakan

praktis.

Dalam proses pembentukan dan perkembangannya, ketiga

pengetahuan teoritis tersebut, secara garis besar Bourdieu

Page 19: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

32

menunjukan terjadinya dikotomi dalam ilmu sosial yakni objektivisme

dan subjektivisme (Bourdieu 1990 dalam Arizal Mutahir 2011:47). Jadi

untuk proses perubahan si agen perubahan memberikan kontribusi

data, ide-ide, fakta, nilai konsep, tegaknya nila-nilai keadilan,

kesejahteraan, kebenaran, dan kemajuan peradaban, jadi seorang

agen perubahan sosial adalah seorang agen transformasional dalam

kemajuan masyarakat suatu daerah untuk menuju perubahan (Edi

Suharto 1997:69).

Pemberdayaan masyarakat seringkali melibatkan perencanaan,

pengorganisasian, dan pengembangan aktivitas, pembuatan program,

usaha untuk perubahan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup

atau kesejahteraan sosial (social well-being) masyarakat. Menurut

pengertian yang diberikan oleh PBB, pengertian perencanaan sosial

meliputi Edi Suharto (1997:72).

1. Perencanaan sosial sebagai perencanaan pada sektor-sektor

sosial, seperti sektor kesejahteraan sosial, pendidikan,

kesehatan, kependudukan, dan kekeluargaan berencana.

2. Perencanaan sosial sebagai perencana lintas sektoral

pengertian ini sifatnya lebih menyeluruh dalam arti

perencanaan yang lebih dari sekedar perencanaan ekonomi

saja.

3. Perencanaan sosial sebagai perencana pada aspek sosial dari

perencana ekonomi, dalam pengertian ini, pertama

perencanaan sosial memiliki dua dimensi, pertama

perencanaan dipandang sebagai perencena input sosial bagi

Page 20: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

33

perencanaan ekonomi. Kedua, perencanaan sosial dipandang

sebagai perencana bagai akibat sosial yang tidak diharapkan

dari adanya pembangunan ekonomi, misalnya keretakan

keluarga, kenalan remaja, polusi, pelacuran dan sebagainya.

2.3. Habitus

Para ahli antropologi menyatakan bahwa kebudayaan merupakan

manifestasi dalam lingkungan individu yang bermasyarakat yang

kemudian dapat mempengaruhi individu-individu lainnya yang berada

dalam lingkungan masyarakat tersebut. Reaksi-reaksi dari

pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat ini kemudian

merubah pola hidup dari lingkungan masyarakat tersebut. Untuk

memahami suatu budaya, tindakan dan reaksi masyarakat tersebut

kita melihat dari apa yang dikemukakan atau dideskripsikan oleh filsuf

Prancis bernama Pierre Bourdieu. Konsepnya yang dia bicarakan

adalah Habitus. Menurut Pierre Bourdieu10

,

bahwa habitus adalah struktur mental atau kognitif yang

diinternalkan (internalized) yang melaluinya individu

memahami kehidupan sosial. Habitus menghasilkan dan

dihasilkan oleh bermasyarakat. Lapangan adalah jaringan

hubungan antara berbagai posisi objektif. Struktur lapangan

membantu memaksa atau menghambat agen, yang mungkin

individual atau kolektif.

10

Pierre Bourdieu, 1977, dalam Ritzer-Goodman, 2008: 102)

Page 21: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

34

Jadi apa yang dikemukakan Bourdieu di atas mendiskripsikan

bahwa manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia saling

berinteraksi satu sama yang lainnya dengan membentuk jaringan-

jaringan sosial. Pembentukan jaringan sosial itu terjadi pada ruang dan

waktu, dimana masyarakat itu menjalankan kehidupan. Kehidupan

adalah dunia mikro tempat individu berinteraksi dan berkomunikasi.

Hal inilah yang dikemukakan Bourdieu betapa akrabnya modal sosial

yang dikembangkan dalam komunitas masyarakat diarena atau yang

dia sebut dengan lapangan. Karena secara menyeluruh Bourdieu

memusatkan perhatiannya pada hubungan habitus dan lapangan

dengan menyatakan bahwa lapangan mensyaratkan adanya habitus

dan habitus merupakan lapangan jadi ada hubungan dialektis antara

habitus dan lapangan. Dia melihat bahwa sistem sosial tumbuh

dengan mengembangkan ciri-ciri strukturalnya sendiri. Ketika

strukturnya tumbuh dengan bebas dan kuat makinlama makin

memaksakan dunia kehidupan.

Ketika kita memperhatikan dari kehidupan ini bahwa gerakan

kearah integrasi mikro-makro dan agen struktur menguat, gerakan

akan meluas dengan mengikuti arus dan gerakan menuju integrasi

yang lebih kompak dapat meningkatkan status sosiologis. Kemudian

ada usaha untuk membawa ide-ide individu-ke individu atau indivud

ke kelompok atau kelompok ke kelompok untuk memperkuat

kekuatan kelompok sosial masyarakat untuk suatu gerakan

perubahan. Untuk melakukan suatu gerakan perubahan ada aktor,

aktor menjadi agen gerakan perubahan, kesadaran dan kemauan agen

Page 22: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

35

yang mampu mempengaruhi atau mengendalikan praktek mereka

dalam komunitas tersebut. Aktor merupakan representative daripada

kelompok tersebut dia mampu membimbing dan mengarahkan

anggotanya untuk melakukan suatu gerakan sosial.

Maka seperti apa yang dikemukakan Bourdieu bahwa dimana

agen berpartisipasi sesuai dengan posisi mereka di dalam ruang sosial

dan sesuai dengan struktur mental yang menyebabkan agen dapat

memahami ruang sosial. Ruang sosial dipahami sebagai pusat

pembentukkan praktik-praktik sosial, misalnya ide-ide, inovatif,

kreativitas, dan membentuk struktur masyarakat dan membangun

kehidupan sosial. Jadi habitus ada dalam pikiran orang atau di dalam

pikiran aktor. Jadi menurut Bourdieu:

habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan

aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Aktor dibekali

serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang

mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari,

dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor

memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara

dialektika habitus adalah “produk internalisasi struktur “ dunia

sosial.11

Sehingga disini kita bisa memahami apa yang digambarka Bourdieu

bahwa habitus yang merupakan produk histrois, hasil ciptaaan

kehidupan kolektif yang berlangsung selama periode relatif panjang.

Dan habitus menghasilkan dan dihasilakan, oleh kehidupan sosial

11 Dalam Ritzer dan Goodman 2008, hlm 522.

Page 23: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

36

dengan artian bahwa kebiasaan individu tertentu diperoleh melalui

pengalaman hidupnya dan terjadi melalui kebiasaan itu terjadi. Disatu

pihak Bourdieu menyatakan habitus adalah struktur yang menstruktur

(structuring structure) yakni ialah struktur yang strukturisasi oleh

dunia sosial. Maka apa yang digambar Bourdieu bahwa tindakanlah

yang mengantarai habitus dan kehidupan sosial. Tetapi jelas disini kita

juga pahami bahwa apa yang dikemukakan (Myles,1999)12

berkaitan

dengan habitus bahwa walaupun habitus adalah sebuah struktur yang

diinternalisasikan, yang mengendalikan pikiran dan pilihan tindakan,

namun habitus tidak menentukannya.

2.4. Modal (kapital) Menurut Pierre Bourdieu

Para ahli sosiologi memahami modal sosial merupakan konsep

sosiologi yang digunakan dalam beragam ilmu seperti bisnis,

ekonomika, perilaku organisasi, politik, kesehatan masyarakat dan

ilmu-ilmu sosial. Semua itu untuk menggambarkan adanya hubungan

di dalam dan antarjejaring sosial. Jaringan sosial (social network) itu

memiliki nilai (value), kepercayaan (trust). Seperti halnya modal fisik

atau modal manusia yang dapat meningkatkan produktifitas individu

dan kelompok maka modal sosial pun demikian pula. Bourdieu (1986),

dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga bentuk modal

yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Dia

mendefinisikan modal sosial sebagai "the aggregate of the actual or

potential resources which are linked to possession of a durable

12

Myles,1999, dalam Ritzer-Goodman 2008:524

Page 24: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

37

network of more or less institutionalised relationships of mutual

acquaintance and recognition”.

2.4.1.1. Modal Sosial

Menurut Pierre Bourdieu modal sosial sebagai “sumber daya

aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan

sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam

bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata lain:

keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada

anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”13

. Sementara itu

James Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai “sesuatu yang

memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta

memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut”. Dalam

pengertian ini, bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan

harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan

otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat dan

melahirkan kontrak sosial.14

Sedangkan Robert Putnam modal sosial

sebagai suatu nilai mutual trust antara anggota masyarakat dan

masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai

institusi sosial yang melibatkan jaringan (Networks), norma-norma

(Norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada

13 Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan

Masyarakat Adat. 14

Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan

Masyarakat Adat.

Page 25: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

38

sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk

kepentingan bersama15

.

Akhir dari ketiga definisi mendasar tersebut tidak membedakan

modal sosial yang berlainan tetapi ketiga merujuk pada modal sosial

yang mengikat yang artian ikatan dalam komunitas yang berlangsung

selama akitivitas dalam organisasi dan saling berinteraksi terhadap

satu sama lain. Jadi modal sosial adalah jaringan sosial yang

membentuk dan merupakan aset yang sangat bernilai sebuah jaringan

sosial memberikan koneksi antar kelompok dan antar individu ke

individu jadi membentuk konektifitas sosial atau kohesi sosial karena

mendorong orang untuk bekerjasama satu sama yang lain dalam

komunitasnya untuk menyukseskan tujuan yang ingin dicapai. Jadi

modal sosial termanifestasikan melalui hubungan-hubungan yang

merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan

reproduksi kedudukan sosial.

2.4.2.1. Modal Ekonomi

Dalam pemikiran ekonomi istilah modal pada awalnya berarti

sejumlah uang. Dalam pandangan Bourdieu bahwa modal ekonomi

menurutnya ‘modal ekonomi adalah akar dari semua jenis modal

lain’ ia mengingatkan pembaca bahwa modal adalah akumulasi

kerja dan ia tertarik pada bagaimana hal ini dapat dikombinasikan

dengan bentuk modal lain untuk menciptakan dan memproduksi

15

Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan

Masyarakat Adat

Page 26: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

39

ketimpangan. Selain berbicara modal budaya Bourdieu juga

berbicara modal ekonomi dan modal sosial, menurutnya bahwa

keduanya diperoleh individu-individu dari jaringan relasi sosial

mereka. Berkaitan dengan modal ekonomi Bourdieu menjelaskan

bahwa modal ekonomi misalnya alat-alat reproduksi, mesin, tanah,

tenaga kerja, materi pendapatan dan benda-benda yang dihasilkan

melalui karya orang dan uang yang terakhir ini bisa digunakan

untuk segala tujuan dan itu biasanya diwariskan dari satu generasi

ke generasi berikut.

2.4.3.2. Modal Budaya

Menurut Bourdieu modal budaya adalah sebagai bentuk modal

simbolik, jauh lebih luas daripada konsep modal manusia yang

berkembang dalam wacana ekonomi. Budaya diartikan sebagai

keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief)

manusia yang dihasilkan masyarakat. Modal budaya dalam kondisi-

kondisi tertentu dapat ditukar dengan kapital ekonomi dan dapat

dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Modal budaya itu

wujud yang nyata dalam bentuk ijazah merupakan sertifikat yang

dipercayai orang sebagai kapital untuk bekerja. Artinya bahwa melalui

disertifikatkan itu mencerminkan sungguh-sungguh kemampuan

manusia dalam bentuk keahlian atau keterampilan. Seperti Mutahir

menampilkan pendapatnya Pierre Bourdieu Mutahir (2011:69), bahwa

modal budaya ialah keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi

secara formal maupun warisan keluarga. Tercakup dalam modal ini

Page 27: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

40

misalnya ijazah, pengetahuan yang sudah diperoleh, kode-kode

budaya, cara berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, tata

karma atau sopan santun, cara bergaul dan sebagainya yang berperan

di dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial.

2.4.4.3. Modal Simbolik

Modal simbolik menurut Bourdieu menunjuk pada kapital

apapun bentuknya sejauh dia terwakili, artinya secara simbolik

dimengerti dalam hubungannya dengan pengetahuan, atau lebih

tepatnya lagi dalam hubungan dengan penolakan atau penerimaan,

yang mengandaikan adanya intervensi habitus sebagai suatu

kapasitas kognitif yang dibentuk secara sosial, Bourdieu dalam

Lawang, (2005:23). Jadi apa yang dikemukakan pendapat Bourdieu

di atas bahwa modal simbolik menunjuk kepada penggunaan

simbol-simbol untuk melegitimasi kepemilikannya dalam berbagai

tingkatan. Baik di dalam organisasi, kelompok-kelompok sosial dari

level paling kecil sampai yang paling besar. Mereka memiliki simbol

sebagai identitas. Bourdieu menyebut beberapa jenis modal yang

menjadi pertaruhan dalam arena yakni modal ekonomi, modal

sosial, modal budaya dan modal simbolis. Menurut Bourdieu

bahwa modal simbolis dimengerti tidak lepas dari kekuasaan

simbolis, yakni kekuasaan yang memungkinkan untuk

mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui kekuasaan

fisik dan ekonomi berkat akibat khsus suatu mobilisasi. Modal ini

bisa berupa rumah di daerah perumahan yang mahal, kantor di

Page 28: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

41

pusat berdagangan, mobil dengan sopirnya. Modal-modal tersebut

menurut Bourdieu semuanya dipertaruhkan dan diperebutkan di

dalam arena.16

Maka modal simbolik adalah setiap spesies modal

yang dipandang melalui skema klasifikasi, yang ditanamkan secara

sosial.

2.5. Modal Spiritual

Menurut ( Zohar dan Marshall: 2004)17

spiritual capital adalah

makna, tujuan, dan pandangan yang kita miliki bersama mengenai hal

yang paling berarti dalam hidup. Spiritual capital sebagai

penyemangat sekaligus kegelisahan, keprihatinan, kebutuhan dan

pergulatan riil eksistensial manusia yang mendalam untuk melakukan

sesuatu guna menjadikan hidup mengabdi menjadi tujuan penuh

makna. Menurut Zohar dan Marshall aktualisasi diri berupa

memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi

justru memegang peranan penting dalam mengembangkan modal

spiritual.

2.6. Modal Politik

Melihat perkembangan masyarakat dalam realita hidup bahwa

modal politik Capital politic sebagai bagian dari suatu sistem produksi

yang tentunya suatu cara berpikir yang dipengaruhi oleh

16

Pendapat Pirre Bourdieu yang ditampilkan oleh Mutahir dalam bukunya

Intelektual kolektif Pierre Bourdieu, sebuah gerakan untuk melawan dominasi,

(2011) hl. 69. 17

Komunitas, jurnal pengembangan masyarakat Islam Volume 3, Nomor 2, Juni 2007

Page 29: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

42

paradigma/cara berpikir itu. Sehingga dalam konteks ini definisi

mengenai modal politik masih dimengerti dalam konteks modal

sosial18

. Modal politik seperti modal sosial melekat dalam hubungan

antar-orang, yang dapat diperoleh melalui partisipasi masyarakat atau

suka sukarela, yang ikut dalam kegiatan sosial,termasuk dalam

organisasi sosial P3B, ikut terlibat dalam kegiatan organisasi

kegerejaan, yang juga terlibat dalam kegiatan politik.

Peneliti mengacu pada apa yang dilkuakan oleh organisasi P3B

gerakan sosial untuk transformasi Papua Barat ini mereka

menggunakan modal-modal modal sosial yang ada dalam komunitas

untuk menciptakan modal politik. Peneliti mendefinisikan modal

politik dalam konteks ini kegiatan-kegiatan/aktivitas yang dilakukan

kelompok P3B adalah bagian daripada modal politik.

Gerakan sosial ini bersifat modal sosial tetapi gerakan sosial ini

menunjukan adanya suatu ideologi bagaimana hubungan antara

modal sosial, ekonomi dan budaya dalam konteksnya. Menggunakan

simbol-simbol kedaerahan dan nilai-nilai kristiani yang ditanamkan

dan koneksi masyarakat adalah bagian daripada modal sosial yang ada

dalam komunitas itu untuk menciptakan modal politik.

Adapun dalam penelitian ini kerangka pikir yang akan dikembangkan

tergambar dibawah ini:

18

Pernyataan di atas mengikuti apa yang dikemukakan Lawang dalam bukunya

kapital sosial dalam perspektif sosiologis (2005:35).

Page 30: T2 092010005 BAB II - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2883/3/T2_092010005_BAB II.pdf1 Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif:

43

Gambar 1. 1. Kerangka Pikir

Sumber: Arsip P3B (2012)

Gerakan Sosial

Papua pusaka bangsa

Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Pemberdayaan

Pendidikan Kegiatan/Aktivitas

-Strategi Perjuangan

-Aktor

-Trajectory

-Habitus

-Isu yang diangkat

-Modal/kapital

-Modal Sosial

-Modal modal ekonomi

-Modal budaya

-Modal simbolik

-Modal spiritual

-Modal politik

-Pencapain Perjuangan

-Kondisi yang

mempengaruhi dukungan

-Kondisi yangmpengaruhi

hambatan

-Relevansi gerakan sosial

P3B dengan masalah

pembangunan

-Kesimpulan

-Saran

-Strategi Perjuangan

-Aktor

-Trajectory

-Habitus

-Isu yang diangkat

-Modal/kapital

-Modal Sosial

-Modal modal ekonomi

-Modal budaya

-Modal simbolik

-Modal spiritual

-Modal politik

-pencapain Perjuangan

-Kondisi yang mempengaruhi

dukungan

-Kondisi yang mempengaruhi

hambatan

-Relevansi gerakan sosial P3B

dengan masalah

pembangunan

-Kesimpulan

-Saran