T1_292008053_BAB II

29
7/21/2019 T1_292008053_BAB II http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 1/29  8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan Keterampilan Proses Dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar-mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dengan dilandasi rasa tanggungjawab dalam proses pemerolehan hasil  belajar. Peran guru dan siswa harus memiliki pandangan yang sama untuk menuju tujuan pembelajaran dalam keterlibatan mental, emosional, dan fisik sepenuhnya. Kegiatan pendekatan keterampilan proses dapat membantu belajar cara mempelajari sesuatu (to learn how to learn). Dengan keterampilan tersebut, siswa dibekali peralatan memahami dan mengembangkan ide dan konsep yang belum diketahuinya. Menurut Indrawati dalam Trianto (201: 134) menyatakan, “Suatu  pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui  pembelajaran yang termasuk rumpun pemprosesan informasi. Hal ini menekankan  pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana cara-cara mengolah informasi. Dari penjelasan Indrawati, tampak bahwa pendekatan keterampilan proses dapat menciptakan pembelajaran yang lebih efektif untuk mendapatkan informasi. Pendekatan ini sangat penting diterapkan pada siswa, agar siswa memiliki keterampilan berfikir dan cara mengolah hingga menghasilkan suatu kreasi yang  bermanfaat kelak. Oleh karena itu, dalam penelitian ini memfokuskan pada salah satu strategi yang selaras dengan pendekatan tersebut untuk kegiatan belajar mengajar, yaitu strategi pembelajaran inkuiri. Menurut Gulo (Trianto, 2011: 135) menyatakan, “inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,

description

yyyy

Transcript of T1_292008053_BAB II

Page 1: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 1/29

 

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1  Kajian Teori

2.1.1  Pendekatan Keterampilan Proses Dengan Strategi Pembelajaran

Inkuiri

Pendekatan keterampilan proses pada hakikatnya adalah suatu pengelolaan

kegiatan belajar-mengajar yang berfokus pada pelibatan siswa secara aktif dan

kreatif dengan dilandasi rasa tanggungjawab dalam proses pemerolehan hasil

 belajar. Peran guru dan siswa harus memiliki pandangan yang sama untuk menuju

tujuan pembelajaran dalam keterlibatan mental, emosional, dan fisik sepenuhnya.

Kegiatan pendekatan keterampilan proses dapat membantu belajar cara

mempelajari sesuatu (to learn how to learn). Dengan keterampilan tersebut, siswa

dibekali peralatan memahami dan mengembangkan ide dan konsep yang belum

diketahuinya. 

Menurut Indrawati dalam Trianto (201: 134) menyatakan, “Suatu

 pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui pembelajaran yang termasuk rumpun pemprosesan informasi. Hal ini menekankan

 pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana cara-cara mengolah

informasi”.

Dari penjelasan Indrawati, tampak bahwa pendekatan keterampilan proses

dapat menciptakan pembelajaran yang lebih efektif untuk mendapatkan informasi.

Pendekatan ini sangat penting diterapkan pada siswa, agar siswa memiliki

keterampilan berfikir dan cara mengolah hingga menghasilkan suatu kreasi yang

 bermanfaat kelak. Oleh karena itu, dalam penelitian ini memfokuskan pada salah

satu strategi yang selaras dengan pendekatan tersebut untuk kegiatan belajar

mengajar, yaitu strategi pembelajaran inkuiri.

Menurut Gulo (Trianto, 2011: 135) menyatakan, “inkuiri berarti suatu

rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan

siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis,

Page 2: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 2/29

9

sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya

diri”.

Hal senada, juga diungkapkan oleh, Sanjaya (2011: 196) yang menyatakan

 bahwa, “strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran

yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari

dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah yang dipertanyakan”.

Pengertian strategi pembelajaran inkuiri yang sedikit berbeda yaitu dari,

Kourilsky dalam Hamalik (2011: 220) menyatakan “Pengajaran berdasarkan

inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok siswa

inkuiri ke dalam suatu isu atau mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan

melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktur kelompok ”.

Dari pengertian strategi pembelajaran inkuiri yang dikemukakan para ahli,

 peneliti mengambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran inkuiri adalah

rangkaian kegiatan pembelajaran yang mencakup seluruh kemampuan siswa

dalam struktur kelompok melalui proses berfikir kritis, logis, analitis, dan

sistematis untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Masalah yang akan

dicari jawabannya tersebut harus kontekstual. Kontekstual dalam hal ini yaitu

mengkaitkan konten mata pelajaran (isi, materi pelajaran) dengan situasi dunia

nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan

 penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri

oleh Sanjaya (2011: 196-197) adalah, sebagai berikut:

1.  Menempatkan siswa sebagai subjek belajar

Artinya menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal dalam

 proses pembelajaran. Siswa tidak hanya berperan sebagai penerima

 pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan

untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

2.  Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan

menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan

Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri.

Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab

Page 3: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 3/29

10

antara guru dan siswa. Oleh sebab itu, kemampuan guru dalam

menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan

inkuiri.

3. 

Tujuan dari penggunaan inkuiri yaitu mengembangkan kemampuan

 berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan

kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.

Sanjaya (2011: 199-201) mengungkapkan penggunaan strategi

 pembelajaran inkuiri terdapat prinsip yang harus diperhatikan oleh guru yaitu

sebagai berikut:

a. 

Berorientasi pada pengembangan intelektual

Strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga

 berorientasi pada proses belajar. Pengembangan intelektual pada proses

 belajar disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa

 berdasarkan usia.

 b.  Prinsip interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi

antarsiswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan lingkungan.

c.  Prinsip bertanya

Kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya

sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu,

kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langah inkuiri sangat

diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap

guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa,

 bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan

 berpendapat, atau bertanya untuk menguji.

d.  Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah

 proses berpikir (learning how to think ).

Dalam proses berpikir, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka

melalui keterlibatan aktif melalui pengalaman nyata dalam pembelajaran.

Page 4: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 4/29

11

e. 

Prinsip keterbukaan

Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya

mencoba berbagai kemungkinan tersebut. Siswa perlu diberikan kebebasan

untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan

nalarnya.

Untuk menciptakan kondisi yang demikian, peranan guru sangat

menentukan keberhasilan strategi pembelajaran inkuiri. Guru tidak lagi berperan

sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Oleh karena itu,

 peran guru dalam strategi pembelajaran inkuiri (Trianto, 2011: 136) adalah

sebagai berikut:

1.  Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir

2.  Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan

3. 

Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat

4.  Administrator, bertanggungjawab seluruh kegiatan kelas

5.  Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang

diharapkan

6. 

Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas

7.  Rewarder , memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

Dalam menggunakan Strategi pembelajaran inkuiri diharapkan efektif,

sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Sanjaya (2011: 197)

strategi inkuiri akan efektif apabila:

a. 

Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu

 permasalahan yang ingin dipecahkan.

 b. 

Bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang

sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

c.  Proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

d.  Guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki

kemauan dan kemampuan berpikir.

e.  Jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan

oleh guru.

Page 5: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 5/29

12

f. 

Guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan metode yang

 berpusat pada siswa.

Dari teori strategi pembelajaran inkuiri, maka dapat dipahami bahwa

 pengetahuan yang dimiliki siswa sebaiknya bukan sejumlah fakta hasil dari

mengingat saja. Akan tetapi, hasil dari proses menemukan sendiri menggunakan

 potensi yang dimilikinya melalui kegiatan aktif dalam pembelajaran. Menemukan

yang dibahas di sini bukan menemukan hal baru yang belum diketahui orang lain,

tetapi menemukan pengalaman baru oleh siswa sendiri. Siswa bekerja dalam

struktur kelompok kecil. Dalam kelompok, siswa dapat mengembangkan

kemampuan berbahasa melalui koordinasi saat percobaan, diskusi, dan presentasi

hasil percobaan. Selain itu juga dapat mengembangkan sikap sosial melalui

interaksi bekerja sama dalam kelompok. Dengan adanya aktivitas menemukan

konsep, akan mengurangi ketergantungan siswa kepada guru sebagai satu-satunya

sumber informasi dan melatih siswa memanfaatkan lingkungan sebagai sumber

informasi. Strategi pembelajaran inkuiri mengarahkan pada berfikir tingkat tinggi

yang meliputi pemahaman sains, terampil memperoleh dan menganalisis

informasi, dan kreatif untuk menciptakan sesuatu. Dari proses berpikir tingkat

tinggi melalui kegiatan belajar dengan melakukan akan membangun kaitan antara

informasi baru dengan konsep dari pengalaman nyata yang ada dalam setruktur

kognitif siswa sebagai dasar keingintahuan yang distimulus oleh pertanyaan-

 pertanyaan dari guru. Siswa akan menggunakan kemampuan alat indranya untuk

mencari jawaban dari keingintahuannya. Namun demikian, untuk mengubah

 paradigma belajar sebagai proses berfikir daripada mengutamakan hasil belajar

saja tampaknya bukan hal yang mudah. Padahal untuk menerapkan strategi

 pembelajaran inkuiri siswa diajak memecahkan suatu persoalan, bertanya dan

menjawab pertanyaan ke dan dari guru. Sehingga dalam proses inkuiri guru harus

 benar-benar memahami dari segi bobot materi dan kemampuan siswa untuk

menciptakan pembelajaran dengan penggunaan strategi inkuiri yang efektif.

Berdasarkan kajian teori strategi pembelajaran inkuiri, dapat disimpulkan

 bahwa strategi ini merupakan pengembangan dari pendekatan keterampilan proses

sehingga orientasi pembelajaran berpusat pada siswa melalui aktivitas penemuan

Page 6: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 6/29

13

dalam struktur kelompok. Untuk mengarahkan pada kegiatan penemuan

disesuaikan tingkat perkembangan kognitif siswa berdasarkan usia dengan benda

atau pengalaman konkret menuju pada pembelajaran bermakna.

Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Inkuiri

Strategi pembelajaran inkuiri di dalamnya memuat tugas meneliti, tugas

menyusun laporan (lisan/tulisan), tugas motorik , dan lain-lain. Penggunaan

strategi pembelajaran inkuiri pada pembelajaran IPA untuk siswa SD dapat

memberikan hasil yang baik apabila pengajar mengetahui langkah-langkah

 pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri. Seperti yang dijelaskan Hamalik(2011: 221), penggunaan strategi pembelajaran inkuiri dilakukan melalui langkah-

langkah sebagai berikut:

1.  Mengidentifikasi dan merumuskan situasi yang menjadi fokus inkuiri

secara jelas.

2.  Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta

3.  Merumuskan hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah-langkah

 pengumpulan informasi

4.  Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji

setiap hipotesis dengan data yang telah dikumpulkan

5.  Merumuskan jawaban atas pertanyaan pokok dan menyatakan jawaban

sebagai proposisi tentang fakta. Jawaban itu mungkin merupakan sintesis

antara hipotesis yang diajukan dan hasil-hasil dari hipotesis yang diuji

dengan informasi yang terkumpul.

Berdasarkan langkah-langkah di atas diketahui bahwa strategi

 pembelajaran inkuiri mengkondisikan siswa terlibat aktif dalam kegiatan

 pembelajaran untuk menemukan jawaban atas pertanyaan pokok tentang fakta.

Sedangkan menurut Joyce dan Weil dalam Hidayati (2008: 6.10) ada 5

tahap pelaksanaan inkuiri yang berangkat dari fakta sampai terjadinya suatu teori.

1.  Guru memberi permasalahan dan menjelaskan prosedur pelaksanaan

 penemuan kepada siswa

Guru harus menjelaskan tentang tujuan dan proses pelaksanaan

 penemuan dengan “ yes and no questions”. Artinya pertanyaan hendaknya

Page 7: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 7/29

14

disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya hanya “ya” atau “tidak”.

Maksudnya adalah agar siswa berpikir lebih teliti, dengan demikian

menghindarkan siswa dari beban pemikiran, karena adanya pertanyaan-

 pertanyaan yang terbuka (open-ended ) dari guru.

2.  Verifikasi

Siswa mengumpulkan data atau informasi tentang peristiwa atau

masalah yang telah mereka lihat atau alami, dengan mengajukan

 pertanyaan sedemikian rupa sehingga guru menjawab “ya” atau “tidak”. 

3.  Melakukan eksperimentasi

Eksperimen mempunyai dua fungsi yaitu eksplorasi dan menguji

langsung. Eksplorasi adalah merubah sesuatu untuk melihat apa yang akan

terjadi dan tidak perlu bimbingan teori atau hipotesis. Sedangkan menguji

langsung, terjadi bila siswa melakukan uji coba teori atau hipotesis.

Selanjutnya guru harus memperdalam proses inkuiri siswa dengan

memperluas jenis-jenis informasi yang diperoleh tentang benda (objects),

sifat ( properties), kondisi (conditions), dan peristiwa (events).

4. 

Guru meminta siswa untuk mengorganisir data dan menyusun suatu

 penjelasan

Artinya data tersebut setelah diorganisir kemudian dideskripsikan

sehingga menjadi suatu paparan hasil temuannya.

5.  Siswa diminta untuk menganalisis proses inkuiri

Dalam hal ini siswa boleh mengevaluasi tentang pertanyaan yang

diajukan guru apakah efektif atau tidak, mungkin ada informasi penting

tetapi siswa tidak tahu cara memperolehnya sehingga data/informasi

tersebut tidak ditemukan. Analisis dari siswa ini penting karena menjadi

dasar pelaksanaan inkuiri berikutnya, artinya guru harus memperbaiki

kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan.

Dari langkah-langkah yang disebutkan oleh Joyce dan Weil memberi

 penjelasan bahwa guru yang mengungkapkan permasalahan kepada siswa dengan

menuntut jawaban sementara “ya” atau “tidak” dari suatu pertanyaan. Selain itu,

 pada bagian akhir langkah ini, siswa juga diminta untuk menganalisis proses

Page 8: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 8/29

15

inkuiri supaya dapat menjadi dasar pelaksanaan inkuiri selanjutnya. Akan tetapi,

untuk langkah-langkah lain secara garis besar sama dengan yang diungkapkan

oleh Hamalik.

Langkah-langkah yang disebutkan Joyce dan Weil tidak jauh berbeda

dengan yang diungkapkan oleh Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2011: 172)

yang menyatakan, ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam proses

 pembelajaran dengan inkuiri, yaitu:

1.  Menyajikan Pertanyaan atau Masalah

Pada tahapan menyajikan pertanyaan atau masalah, guru

membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di

 papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok.

2.  Membuat Hipotesis

Pada tahapan membuat hipotesis guru memberikan kesempatan

 pada siswa untuk curah pendapat dalam bentuk hipotesis. Guru

membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan

 permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas

 penyelidikan.

3.  Merancang Percobaan

Pada tahapan merancang percobaan guru memberikan kesempatan

 pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan

hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan

langkah-langkah percobaan.

4.  Melakukan Percobaan Untuk Memperoleh Informasi

Pada tahapan ini guru membimbing siswa mendapatkan informasi

melalui percobaan.

5.  Mengumpulkan dan Menganalisis Data

Pada tahapan mengumpulkan dan menganalisis data guru memberi

kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan

data yang terkumpul.

Page 9: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 9/29

16

6. 

Membuat Kesimpulan

Tahap terakhir adalah tahap membuat kesimpulan dimana guru

membimbing siswa untuk menemukan jawaban atau kesimpulan yang

 paling tepat dari permasalahan yang diajukan berdasarkan analisis data

sebelumnya.

Akan tetapi, Eggen dan Kauchak dalam penjelasan langkah-langkah

menambahkan keterangan bahwa dalam kegiatan pembelajaran inkuiri dikerjakan

dalam kelompok. Namun, berbeda dengan Joyce, pada akhir kegiatan inkuiri

Eggen dan Kauchak memasukkan tahap membuat kesimpulan dari permasalahan

dan analisis data berdasarkan percobaan yang telah dilakukan.

Sepaham dengan Eggen dan Kauchak, Gulo dalam Trianto (2011: 168)

menyatakan, bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan

 pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

1.  Mengajukan pertanyaaan atau permasalahan

Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan

diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan

tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa diminta untuk

merumuskan hipotesis.

2. 

Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi

 permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses

ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai uji hipotesis yang

mungkin terjadi. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis

yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.

3.  Mengumpulkan data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data.

Data yang dihasilkan dapat berupa tabel, matrik, atau grafik.

4.  Analisis data

Siswa bertanggungjawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan

dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam

menguji hipotesis adalah pemikiran „benar‟ atau „salah‟. Setelah

Page 10: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 10/29

17

memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji

hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis salah atau ditolak,

siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri yang telah

dilakukannya.

5.  Membuat kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah membuat

kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Secara umum langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri di atas

memiliki kesamaan satu sama lain yaitu dimulai dari keingintahuan dari

siswa, proses berfikir untuk menemukan jawaban dari pertanyaan melalui

 percobaan. Begitu juga dengan proses pembelajaran dengan menggunakan

strategi pembelajaran inkuiri menurut Sanjaya (2010: 201) dengan

langkah-langkah yaitu sebagai berikut:

1.  Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau

iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan

agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Keberhasilan strategi

inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas

menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa

kemauan dan kemampuan itu tidak mungkin proses pembelajaran berjalan

dengan lancar.

2. 

Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa

 pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang

disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan

teka-teki itu. Dengan demikian, teka-teki yang menjadi masalah dalam

 berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang

harus dicari dan ditemukan.

3.  Mengajukan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang

sedang dikaji. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk

Page 11: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 11/29

18

mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan

mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat

merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai

 perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

Hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan

 berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang diajukan itu bersifat rasional

dan logis.

4.  Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi

 pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data adalah merupakan proses

mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses

 pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam

 belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan

menggunakan potensi berpikirnya.

5.  Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang

dianggap diterima atau ditolak sesuai dengan data atau informasi yang

diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji

hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang

diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan

kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan

 bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh

data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6.  Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan

yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan

kesimpulan merupakan gongnya dalam proses pembelajaran. Sering

terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan

kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak

Page 12: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 12/29

19

dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat

sebaiknya guru mampu menunjukkan kepada siswa data yang relevan.

Berdasarkan langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri yang

dikemukakan oleh para ahli, peneliti mengadopsi dan memodifikasi langkah

tersebut untuk dapat disajikan dalam strategi pembelajaran inkuiri, berikut

langkah-langkah yang peneliti gunakan yaitu:

a.  Identifikasi dan Merumuskan Masalah

  Siswa menyimak materi pembelajaran yang akan dibahas

 

Siswa mengidentifikasi masalah yang menjadi fokus inkuiri

  Siswa diarahkan pada suatu pertanyaan terkait dengan identifikasi

masalah

  Guru bersama siswa merumuskan masalah dengan menyajikan

 pertanyaan

 b.  Merumuskan hipotesis

  Siswa dalam kelompok menentukan hipotesis yang relevan dengan

 permasalahan yang telah dirumuskanc.  Merancang dan melakukan percobaan

  Siswa dalam kelompok menyimak rancangan percobaan 

  Siswa bersama kelompok melakukan percobaan 

d.  Analisis data

  Siswa menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis

data yang telah diperoleh dari percobaan

 

Siswa berdiskusi untuk mendeskripsikan hasil analisis data pada LKSe.  Penyajian Hasil Percobaan

  Siswa mempresentasikan hasil percobaan dan kelompok lain

menanggapi.

f.  Merumuskan Kesimpulan dari Hasil Percobaan

  Guru bersama siswa merumuskan kesimpulan dari hasil percobaan 

Berdasarkan langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri, strategi

 pembelajaran inkuiri dalam penelitian ini memiliki karakteristik.  Pertama, aspek

Page 13: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 13/29

20

masalah yang dibahas dalam strategi pembelajaran inkuiri ini adalah masalah

alam yang dianggap penting dan mengandung teka-teki jawaban pasti. Oleh

karena itu, konsep-konsep masalah harus sudah dipahami oleh siswa, sehingga

 pengumpulan data untuk pembuktian terhadap hipotesis yang telah disusun.

Permasalahan tersebut dapat berasal dari guru maupun siswa.  Kedua, memiliki 1

 jawaban sementara dari pertanyaan masalah“Ya” atau “Tidak” sebagai fokus

untuk kegiatan inkuiri.  Ketiga, kegiatan inkuiri dilakukan secara langsung, nyata,

dengan menggunakan benda konkret sesuai dengan prosedur praktikum yang telah

disediakan oleh guru.  Keempat , hasil percobaan yang telah dilakukan dapat

langsung menjawab permasalahan dan uji hipotesis, kemudian ditarik kesimpulan.

2.1.2 Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2009: 20) menyatakan bahwa hasil belajar

merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama

 berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak

 pengiring. Kedua dampak bermanfaat bagi siswa dan guru. Menurut Davies dalam

Dimyati dan Mudjiono (2009: 201), ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil

 belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni ranah kognitif,

afektif, dan psikomotor. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011: 7),

hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.

Sedangkan menurut Sudjana (2011: 22), bahwa hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Senada dengan Lindgren dalam Sudjana (2011: 22) membagi tiga macam hasil

 belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan

 pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.

Dari pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai hasil belajar,

maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan tingkat

 perkembangan mental yang membentuk pola pemahaman, ditampilkan dengan

sikap dan diwujudkan dengan perbuatan setelah menerima pengalaman belajarnya

menuju kecakapan hidup.

Keberhasilan tingkat perkembangan dapat diukur dan dinilai berdasarkan

evaluasi hasil belajar siswa. Nilai-nilai tersebut dapat dibandingkan dengan nilai-

Page 14: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 14/29

21

nilai peserta lain atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Evaluasi hasil

 belajar dimulai dengan mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang

dipelajari atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang rumuskan. Kemudian

guru akan memberikan penilaian terhadap siswa berdasarkan pengukuran dari

kriteria tertentu.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang inovatif,

sehingga fokus perhatian pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan.

Oleh karena itu, penilaian tidak cukup bila pada hasil belajar. Penilaian terhadap

 proses belajar juga sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa.

Hal tersebut sejalan dengan Sudjana (2011: 1) yang mengungkapkan

 bahwa lingkup sasaran penilaian mencakup tiga sasaran pokok, yakni (a) program

 pendidikan, (b) proses belajar mengajar, dan (c) hasil belajar. Penilaian program

 pendidikan atau penilaian kurikulum menyangkut penilaian terhadap tujuan

 pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program, dan sarana pendidikan.

Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru,

kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa, dan keterlaksanaan program belajar

mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka

 pendek dan hasil belajar jangka panjang. Dalam penelitian ini, pembahasan

dibatasi pada penilaian hasil belajar dan penilaian proses belajar mengajar.

Penilaian program pendidikan sama sekali tidak dibahas sebab penelitian ini

hanya fokus pada strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran inkuiri.

Penilaian proses dan hasil belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil

merupakan akibat dari proses.

Menurut Arikunto (2009: 25) evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data

untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Selain mengacu pada tujuan,

evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan kegiatan belajar yang

dilaksanakan. Untuk memperoleh data evaluasi pembelajaran dalam penelitian

 perlu dilakukan kegiatan pengumpulan data dan pengukuran. Peneliti sering

menggunakan beberapa macam cara (teknik) dan alat (instrumen) pengumpulan

data agar dapat saling melengkapi, sehingga kelemahan yang terdapat pada salah

satu alat pengumpul data dapat diatasi oleh alat pengumpul data yang lain.

Page 15: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 15/29

22

Teknik pengukuran dibedakan menjadi dua yaitu tes dan nontes.

1.  Tes

Tes merupakan metode pengukuran penelitian yang berfungsi untuk

mengukur kemampuan seseorang (Poerwanti, 2011: 25). Adapun komponen atau

kelengkapan sebuah tes menurut Arikunto (2009: 159) yaitu: (a) lembaran atau

 buku yang memuat butir-butir soal tes, (b) lembar jawaban tes, (c) kunci jawaban

tes, dan (d) pedoman penilaian. Dengan demikian, hasil pengukuran dengan

menggunakan tes termasuk kategori data kuantitatif.

Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus dikerjakan siswa. Setiap soal

dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi

siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut.

Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas

adanya 3 macam tes (Arikunto, 2009: 33), yaitu:

1)  Tes diagnostik

Tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa

sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan

 pemberian perlakuan yang tepat.

2)  Tes formatif

Tes formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah

terbentuk setelah mengetahui suatu program tertentu. Tes formatif dapat

disamakan dengan ulangan harian.

3) 

Tes sumatif

Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok

 program. Tes sumatif dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasa

dilaksanakan pada akhir semester dan tengah semester.

Pada penelitian ini, tes berdasarkan segi kegunaan untuk mengukur siswa

 pada pokok bahasan perubahan lingkungan fisik yaitu dibatasi pada tes formatif.

Menurut Poerwanti (2008: 4-9), berdasarkan cara mengerjakannya, tes

dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

a.  Tes Tertulis

Page 16: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 16/29

23

Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal

maupun jawabannya.

 b.  Tes Lisan

Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban semuanya dalam bentuk

lisan. Tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes

yang baku, sehingga hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi

 pokok tetapi pelengkap dari instrumen penilaian lain.

c.  Tes Unjuk Kerja

Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator

 pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.

Berdasarkan cara mengerjakannya, penelitian ini penggunaan tes dibatasi

 pada tes tertulis sebagai penilaian hasil belajar.

Sedangkan berdasarkan bentuk tes, menurut Arikunto (2009: 162) ada dua

macam, yaitu:

a.  Tes Subjektif

Tes subjektif pada umumnya disebut esai (uraian). Tes bentuk esai adalah

sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat

 pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului

dengan kata-kata seperti; uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana,

 bandingkan, simpulkan, dan sebagainya (Arikunto 2009: 162). Tidak ada

 jawaban pasti terhadap tes bentuk uraian. Jawaban yang diperoleh sangat

 beranekaragam, antara satu siswa dengan siswa lain. Menghadapi situasi

seperti ini, maka digunakan cara pemberian skor yang relatif (Arikunto,

2009: 230).

 b.  Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara

objektif. Macam-macam tes objektif antara lain:

1) Tes benar salah

2) Tes pilihan ganda

3) Tes menjodohkan

4) 

Tes isian singkat

Page 17: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 17/29

24

Dalam penelitian ini tes objektif dibatasi pada tes pilihan ganda dan isian

singkat. Oleh karena itu, pembahasan hanya pada tes pilihan ganda dan tes

isian singkat.

1) 

Tes pilihan ganda

Tes pilihan ganda terdiri atas bagian keterangan ( stem) dan bagian

kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan

 jawaban terdiri atas satu jawaban benar dan beberapa pengecoh.

Untuk tes yang diolah dengan komputer banyaknya option diusahakan

4 buah (Arikunto, 2009: 168). Cara mengolah skor dalam tes bentuk

 pilihan ganda ini digunakan rumus tanpa denda (Arikunto, 2009: 172)

adalah:

Keterangan, S: skor yang diperoleh

R: jawaban yang benar

2)  Tes isian singkat

Tes isian singkat terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-

 bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus

diisi oleh siswa (Arikunto, 2009: 175). Bentuk jawaban ini berupa

 jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Sebaiknya tiap soal

diberi skor 2 (Arikunto, 2009: 228). Apabila jawabannya bervariasi,

maka skor dapat dibuat bervariasi, misalnya jawaban tepat diberi skor

2, kurang tepat diberi skor 1 dan jawaban tidak tepat atau tidak diisi

diberi skor 0.

Dari penjelasan mengenai macam-macam tes, penelitian ini menggunakan

tes formatif untuk mengukur kemampuan siswa dengan pokok bahasan perubahan

lingkungan fisik. Tes dilakukan secara tertulis dengan bentuk tes objektif berupa

 pilihan ganda dan isian singkat.

2.  Nontes

Teknik pengukuran melalui nontes mengandung pengertian „tidak ada

 jawaban yang benar atau salah‟ yang digunakan untuk mengukur pendapat/opini,

sikap, motivasi, kinerja, dan lain-lain. Respon yang diberikan oleh subjek

S = R

Page 18: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 18/29

25

 penelitian dapat diberi skor, tetapi skor tersebut tidak digunakan untuk memberi

nilai benar atau salah. Teknik nontes sangat penting dalam mengakses siswa pada

ranah afektif dan psikomotor.

Ada beberapa macam teknik nontes (Poerwanti, 2008: 3.19-3.31) yaitu:

a.  Observasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat

dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen

yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja atau aktivitas siswa

dan kemajuan belajar siswa, maupun observasi informal yang dapat

dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.

 b.  Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang

diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau

aspek kepribadian siswa.

c.  Angket

Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa

data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap ( Attitude

Questionnaires). 

d. 

Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat

siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai

kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan

 jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya.

e. 

Task Analysis (Analisis Tugas)

Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan

menyusun  skills  dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar

komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.

 f.  Checklists dan Rating Scales

Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,

yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa

kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.

Page 19: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 19/29

26

g. 

Portofolio

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya siswa dalam karya

tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan

 belajar dan prestasi siswa.

h.  Komposisi dan Presentasi

Siswa menulis dan menyajikan karyanya.

i. 

Proyek Individu dan Kelompok

Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan

untuk individu maupun kelompok

Teknik pengukuran nontes yang peneliti gunakan sebagai penilaian proses

 belajar siswa dibatasi pada observasi aktivitas siswa yang meliputi percobaan,

diskusi, dan presentasi; serta portofolio berupa LKS. Tujuannya supaya dalam

setiap proses pembelajaran peneliti dapat mengamati dan mengukur

 perkembangan aktivitas siswa yang ada.

Alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran

dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir

soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila

 pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat

menggunakan instrumen lembar pengamatan atau lembar observasi. Instrumen

yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun

kompetensi yang dimiliki siswa harus divalidasi terlebih dahulu, maksudnya

adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.

Untuk membuat instrumen yang akan digunakan harus membuat kisi-kisi

terlebih dahulu. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format

atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai

topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang

kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan sebagai pedoman

menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi soal tes menurut

Wardani (2010: 3.5-3.6) meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar;

indikator; proses berpikir yang meliputi: 1) pengetahuan/hafalan/ingatan (C1), 2)

 pemahaman (C2), 3) penerapan (C3), 4) analisis (C4), 5) penilaian (C5), dan 6)

Page 20: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 20/29

27

menciptakan (C6); tingkat kesukaran soal yang meliputi: rendah, sedang, dan

tinggi; dan bentuk instrumen.

Hasil dari pengukuran melalui teknik tes dan nontes tersebut digunakan

sebagai dasar penilaian. Untuk memberikan penilaian juga didasarkan pada

kriteria tertentu. Hal ini sejalan dengan Wardani (2010: 2.8) bahwa evaluasi itu

merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil

 pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut

dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil

 pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau

ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses

atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa

kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain.

Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum

 pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau

Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah

kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan

 bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif

(PAN/PAR).

Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun

2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang

ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan

untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan

nilai batas ambang kompetensi.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa melalui teknik tes

maupun nontes yang diperoleh dari penilaian proses meliputi observasi aktivitas

siswa saat percobaan, diskusi, dan presentasi serta dilengkapi dengan portofolio

 berupa LKS; dan penilaian hasil yang berupa tes tertulis yaitu tes formatif. Hasil

 belajar tersebut dibandingkan dengan kriteria tertentu yaitu KKM untuk

Page 21: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 21/29

28

mengetahui nilai kompetensi yang dicapai siswa. Dengan kata lain, hasil belajar

merupakan perolehan skor kompetensi yang dicapai siswa berdasarkan penilaian

 proses dan penilaian hasil belajar.

2.1.3  Mata Pelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

 pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta

 prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan

sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami

alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat

sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam tentang alam sekitar (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). 

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk

terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran

Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada

 pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan

konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana (Permendiknas No.

22 Tahun 2006).

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah ( scientific

inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah

serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh

karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman

 belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

 proses dan sikap ilmiah (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). 

Mata Pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan

sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 

Page 22: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 22/29

Page 23: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 23/29

30

dapat digunakan sebagai bekal kecakapan hidup untuk menyesuaikan perubahan

 perkembangan IPTEK yang berkembang pesat di era globalisasi.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD

merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan

menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun

kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA untuk kelas IV disajikan

melalui tabel 2.1 berikut ini (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA

Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi  Kompetensi Dasar 

10. Memahami perubahan

lingkungan fisik dan

 pengaruhnya terhadap

daratan 

10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab

 perubahan lingkungan fisik (angin, hujan,

dan gelombang air laut) 

10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan

fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir,

dan longsor) 

10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan

lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) 

2.2  Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Dalam membuat penelitian perlu memperhatikan penelitian orang lain

sebagai bahan kajian hasil penelitian yang relevan. Kajian hasil penelitian yang

relevan dalam penelitian “Efektivitas Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri

Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV di SD Negeri Karangtengah 01”

yaitu:

Fujiyanti, Feni (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Strategi

Pembelajaran Inkuiri Terhadap Pemahaman Dan Keterampilan Proses Sains

Siswa Dalam Pembelajaran IPA Pada Pokok Bahasan Daur Air Terhadap Siswa

Kelas V SD Negeri Pancasila Lembang-Bandung”,  PGSD Bumi Siliwangi, FIP

UPI. Hasil dari penelitian ini adalah perolehan persentase nilai pemahaman siswa

Page 24: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 24/29

Page 25: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 25/29

32

minimal 60, hal ini terjadi karena siswa pada siklus I dan II masih membutuhkan

 penyesuaian terhadap metode yang baru diterapkan oleh guru dan siswa kelas III

masih sangat membutuhkan perhatian dan bimbingan lebih lanjut dari guru

sehingga siswa cenderung bermain-main bukan belajar tekun.

Supatmi (2009) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil

Belajar IPA dengan Pendekatan  Inquiry pada Siswa Kelas IV SD N Sekaran 01

Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010”  (PTK)

PGSD UNNES. Menyimpulkan bahwa pendekatan  Inquiry  dapat meningkatkan 

hasil belajar siswa kelas IV SD N Sekaran 01 Semarang pada mata pelajaran IPA

dengan skor pada siklus I mencapai tingkat ketuntasan indikator 58,3%, diperbaiki

 pada Siklus II mencapai 83%, dan kemudian dilanjut pada Siklus III mencapai

91,6%. Selain itu peneliti juga mengamati keaktifan siswa dalam mengikuti

 pelajaran IPA dengan pendekatan Inquiry. Hasilnya terjadi peningkatan keaktifan

siswa dalam mengikuti pelajaran menggunakan pendekatan  Inquiry dengan skor

rata-rata keaktifan siswa pada siklus I mencapai 2.65, kemudian siklus II

mencapai 3.03, dan siklus III mencapai 3,08. Berdasarkan kajian di atas,

kelebihan pada penelitian ini yaitu walaupun fokus pada peningkatan hasil belajar,

akan tetapi penelitian ini juga menyoroti tentang keaktifan siswa. Hal tersebut

demikian karena dalam inkuiri ada proses menemukan sesuatu. Proses tersebut

menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Keaktifan dalam pembelajaran

inilah yang dapat membedakan antara sebelum dan sesudah menggunakan

 pendekatan inkuiri dalam proses pembelajaran. Sedangkan kekurangan dalam

 penelitian ini yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan

 penelitian ini dan membutuhkan observer dari orang lain atau guru lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Dalimin (2011) dalam penelitian yang

 berjudul ”Penggunaan metode inkuiri untuk meningkatkan perhatian siswa pada

 pembelajaran IPA tentang gaya bagi siswa kelas V SD Negeri 2 Kuwarasan

Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen Semester 2 Tahun Pelajaran 2010 /

2011”  (PTK), PJJ S1 PGSD FKIP UKSW mengungkapkan bahwa ada

 peningkatan belajar setelah menggunakan metode inkuiri dari kondisi pra siklus

(awal) ke siklus 1 dan dari siklus 1 ke siklus 2. Dilihat dari rata-rata kelas

Page 26: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 26/29

33

menunjukkan prestasi belajar yang meningkat dari pra siklus, siklus 1 dan siklus

2. Dapat dijelaskan pada pra siklus hanya mencapai rata-rata kelas 59,56 dan

tingkat ketuntasan 30,43%, kemudian pada siklus 1 nilai rata-rata kelas meningkat

menjadi 87,39 dengan tingkat ketuntasan 82,60%, dan pada siklus 2 mencapai

nilai rata-rata kelas 91,73 dengan tingkat ketuntasan 95,65%. Masing-masing

kenaikan antar siklus yaitu: dari pra siklus ke siklus 1 tingkat ketuntasan

meningkat 52,17%. Sedangkan dari siklus 1 ke siklus 2 tingkat ketuntasan

meningkat 13,05%. Ini berarti dari skor rata-rata kelas pada pra siklus tidak terjadi

ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus 1 dan siklus 2 terjadi ketuntasan belajar.

Kelebihan dari penelitian ini yaitu terjadinya peningkatan yang signifikan dari

rata-rata kelas dan persentase tingkat ketuntasan, baik dari prasiklus sampai pada

siklus 2. Sedangkan kekurangan dari penelitian ini yaitu hanya gambaran skor saja

yang dibahas, untuk refleksi terhadap pembelajaran inkuiri tidak diuraikan,

sehingga pembaca kesulitan untuk mengevaluasi bagaimana sistem belajar

mengajarnya.

Adryfan, Jimmy (2012) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh

Penerapan Metode Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa

Kelas X di SMAK Bina Bakti 3 Bandung”. PE FPEB UPI. Studi Kuasi

Eksperimen Non equivalent Pre Test dan Post Test Control Group Design. Hasil

 penelitian menunjukkan bahwa ℎ   berada di daerah penolakan   dengan

taraf kepercayaan 95% (=0,05) dengan hasil ℎ >  , 2,323>1,679

 probabilitas Sg. (one-tailed) 0,000 artinya terdapat perbedaan hasil belajar siswa

antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol sesudah diberikan perlakuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran ekonomi antara siswa kelompok kontrol yang menggunakan

metode konvensional dan siswa kelompok eksperimen yang menggunakan metode

 pembelajaran inkuiri. Berdasarkan penjelasan hasil penelitian, kelebihan pada

 penelitian ini yaitu memiliki pengaruh signifikan berdasarkan uji beda antara

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang baik yaitu 0,000. Sedangkan

kekurangan penelitian ini yaitu cakupan metode konvensional yang sangat sempit.

Page 27: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 27/29

34

2.3  Kerangka Berpikir

Berdasarkan penyajian deskripsi teoritik dapat disusun suatu kerangka

 berpikir untuk memperjelas arah dan maksud penelitian. Kerangka berpikir ini

disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam penelitian yaitu, penggunaan

strategi pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar .

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Efektivitas Antara Pembelajaran

Konvensional Dan Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran IPA

SK 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

Pembelajaran

Konvensional (Monoton)Strategi Pembelajaran Inkuiri 

Hasil belajar rendah

Hasil belajar tinggi

Guru menggunakan metode

ceramah dan tanya jawab

Siswa pasif mendengarkan penjelasan dari guru

Penilaian Hasil Belajar  

1.  Identifikasi dan

Merumuskan Masalah

2.  Merumuskan Hipotesis

3.  Merancang dan Melakukan

Percobaan

4. 

Analisis Data5.  Penyajian Hasil Percobaan

6.  Merumuskan Kesimpulan

dari Hasil Percobaan

Penilaian Proses dan

Penilaian Hasil

Siswa aktif mengikuti

kegiatan pembelajaran

Page 28: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 28/29

35

Strategi pembelajaran inkuiri pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan

hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran tersebut menuntut siswa aktif,

melatih siswa pada proses berpikir ilmiah secara sistematis. Proses berfikir dalam

hal ini disesuaikan dengan perkembangan berpikir siswa SD yaitu operasional

konkret sehingga memberi kesempatan pada siswa untuk menemukannya sendiri

melalui aktivitas menggunakan benda-benda atau peristiwa nyata (manipulasi).

Dengan demikian memberikan sumbangan terhadap perkembangan mentalnya

dalam menggali potensi yang ada pada dirinya. Tujuan yang ingin dicapai dalam

 pembelajaran tersebut yaitu menciptakan pembelajaran bermakna dan terpadu

yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam kegiatan inkuiri guru membentuk siswa dalam kerja kelompok

kecil yang heterogen. Ini merupakan cara untuk merangsang diskusi, karena suatu

 perkumpulan dalam kelompok dapat mengembangkan pemikiran dan refleksi.

Kegiatan inkuiri pada mata pelajaran IPA melibatkan siswa dalam

mengidentifikasi dan merumuskan masalah dengan bimbingan guru, merumuskan

hipotesis, merancang dan melaksanakan percobaan, analisis data, penyajian hasil

 percobaan, dan merumuskan kesimpulan dari hasil percobaan. Peran guru hanya

sebagai motivator, fasilitator, dan pembimbing. Evaluasi hasil belajar yang

hendak diukur mencakup penilaian proses dan penilaian hasil belajar. Sedangkan

 penilaian hasil belajar. Oleh karena itu, materi yang disampaikan oleh guru lebih

mudah diterima karena belajar dengan mengamati dan melakukan langsung.

Sedangkan pada pembelajaran konvensional yang monoton dengan

 pembatasan pada metode ceramah dan tanya jawab. Pembelajaran dengan

ceramah dan tanya jawab monoton menjadikan pembelajaran hanya berpusat pada

guru. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru, siswa pasif saat pembelajaran.

Evaluasi hasil belajarnya pun hanya terpaku pada tes formatif saja, tanpa adanya

 penilaian proses belajar siswa. Padahal pada KTSP dan standar proses

menganjurkan supaya guru juga memperhatikan proses siswa dalam belajar,

sehingga guru dapat memantau perkembangan siswa berdasarkan proses, bukan

hanya berdasarkan hasil.

Page 29: T1_292008053_BAB II

7/21/2019 T1_292008053_BAB II

http://slidepdf.com/reader/full/t1292008053bab-ii 29/29

36

2.4  Hipotesis Penelitian

Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa uji

statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya. Adapun hipotesis

dalam penelitian ini yaitu: “Ada keefektifan penggunaan strategi pembelajaran

inkuiri terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangtengah 01,

Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”.