T1_232010117_Full text.pdf

35
1 1 PENDAHULUAN Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa, mampu menarik perhatian para turis baik dalam dan manca negara. Dibuktikan dengan data yang dimiliki oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO), yang menyebutkan, industri pariwisata di Indonesia dari tahun ketahun mengalami peningkatan signifikan. Hasil yang diperoleh “di penghujung tahun 2012 jumlah wisata manca negara telah mencapai lebih dari 8 (delapan) juta orang dengan pertumbuhan sekitar 5,16% (lima koma enam belas persen) atau di atas angka pertumbuhan pariwisata global yang tumbuh 4% (empat persen)”. Hal ini menjadikan laju pergerakan perekonomian negara, sektor perhotelan mengalami peningkatan. Tingkat pertumbuhan pembangunan merupakan ketiga tertinggi di Asia, yaitu hingga 28 ribu unit kamar hotel di akhir tahun 2012. Menjamurnya bisnis sektor perhotelan ini semakin banyak diminati oleh para investor dan kreditor. Serta pemerintah salah satu pihak yang diuntungkan dalam sektor ini, sebab pendapatan negara meningkat. Bagi para investor dan kreditur untuk menanamkan saham dan meminjamkan dana, dengan tujuan mendapatkan return of investment yang lebih besar. Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi pengambilan keputusan yang dilakukan top management, agar mampu memberikan informasi tentang laju keuangan perusahaan tersebut. Pertumbuhan perhotelan tersebut tidak diimbangi oleh kesadaran dikalangan perhotelan akan dampak lingkungan yang muncul dari proses kegiatan usaha jasa. Seperti yang telah dilansir pada program penelitian peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER 2012) yang menunjukan hasil bahwa, 79% perusahaan yang berada dalam kawasan hitam yakni, sebagian besar perusahaan dari sektor perhotelan, dengan jumlah 28 Perusahaan. Disebabkan oleh ketidakpatuhan yang terhadap pengelolaan limbah B3 dan pelanggaran pengendalian pencemaran air. Sedangkan menurut “International Ecotourism Society” lebih dari dua pertiga turis dari Amerika dan Australia serta lebih 90% turis dari Inggris

Transcript of T1_232010117_Full text.pdf

Page 1: T1_232010117_Full text.pdf

1

1 PENDAHULUAN

Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa, mampu menarik

perhatian para turis baik dalam dan manca negara. Dibuktikan dengan data yang

dimiliki oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO), yang

menyebutkan, industri pariwisata di Indonesia dari tahun ketahun mengalami

peningkatan signifikan. Hasil yang diperoleh “di penghujung tahun 2012 jumlah

wisata manca negara telah mencapai lebih dari 8 (delapan) juta orang dengan

pertumbuhan sekitar 5,16% (lima koma enam belas persen) atau di atas angka

pertumbuhan pariwisata global yang tumbuh 4% (empat persen)”. Hal ini

menjadikan laju pergerakan perekonomian negara, sektor perhotelan mengalami

peningkatan. Tingkat pertumbuhan pembangunan merupakan ketiga tertinggi di

Asia, yaitu hingga 28 ribu unit kamar hotel di akhir tahun 2012.

Menjamurnya bisnis sektor perhotelan ini semakin banyak diminati oleh

para investor dan kreditor. Serta pemerintah salah satu pihak yang diuntungkan

dalam sektor ini, sebab pendapatan negara meningkat. Bagi para investor dan

kreditur untuk menanamkan saham dan meminjamkan dana, dengan tujuan

mendapatkan return of investment yang lebih besar. Akuntansi sebagai penyedia

informasi bagi pengambilan keputusan yang dilakukan top management, agar

mampu memberikan informasi tentang laju keuangan perusahaan tersebut.

Pertumbuhan perhotelan tersebut tidak diimbangi oleh kesadaran

dikalangan perhotelan akan dampak lingkungan yang muncul dari proses kegiatan

usaha jasa. Seperti yang telah dilansir pada program penelitian peningkatan

kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER 2012) yang

menunjukan hasil bahwa, 79% perusahaan yang berada dalam kawasan hitam

yakni, sebagian besar perusahaan dari sektor perhotelan, dengan jumlah 28

Perusahaan. Disebabkan oleh ketidakpatuhan yang terhadap pengelolaan limbah

B3 dan pelanggaran pengendalian pencemaran air.

Sedangkan menurut “International Ecotourism Society” lebih dari dua

pertiga turis dari Amerika dan Australia serta lebih 90% turis dari Inggris

Page 2: T1_232010117_Full text.pdf

2

menganggap proteksi lingkungan dan dukungan pada komunitas lokal merupakan

bagian dari tanggung jawab yang harus disediakan pihak hotel. Sebab terdapat

mandat dari berbagai pemerintah dunia yang mempersyaratkan karyawan mereka

hanya boleh tinggal atau mengadakan pertemuan dan konvensi dalam suatu

“Green Hotel”. Tentunya cepat atau lambat kecenderungan dunia untuk lebih

berpihak pada pembangunan serta pengelolaan hotel yang lebih berkelanjutan

berimbas mewarnai industri pariwisata, dan perhotelan di Indonesia.

Manakala gerakan peduli lingkungan (green movement) melanda dunia,

akuntansi berbenah diri agar siap menginternalisasi berbagai eksternalitas yang

muncul sebagai konsekuensi proses industri, sehingga lahir istilah green

accounting atau akuntansi lingkungan (environmental accounting). Demikian pula

waktu sebagian industri, dan usaha yang menghasilkan limbah mulai

menunjukkan wajah sosialnya (capitalism with human face), yang ditunjukkan

dengan perhatian pada employees dan aktivitas community development, serta

perhatian pada stakeholders lain, akuntansi mengakomodasikan perubahan

tersebut dengan memunculkan wacana akuntansi sosial (social responsibility

accounting). Sejak memahami akuntansi sebagai bagian dari fungsi service baik

sosial, budaya, ekonomi bahkan politik, maka faktor mempengaruhi akuntansi itu

sendiri (Susilo, 2008).

Dalam kondisi sekarang ini, mungkin hal yang paling penting dan menarik

adalah agenda pembangunan akuntansi lingkungan sebagai konsep elaborasi yang

berkelanjutan yang nantinya diharapkan menjadi dasar dalam pengambilan

keputusan. Redclift (1987) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

pengembangan yang berkelanjutan adalah mengkompromikan antara sumber daya

alam yang terbatas ini dengan pencapaian tujuan ekonomi. Sustainability

merupakan hubungan erat antara ekonomi, lingkungan dan sosial. Untuk itu,

akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini, akan membutuhkan

penyesuaian antara akuntansi konvensional dengan kebutuhan sosial di sekitarnya.

Akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini adalah memberikan

informasi berupa kalkulasi berupa biaya yang perlu dikeluarkan oleh perusahaan

Page 3: T1_232010117_Full text.pdf

3

agar produk/jasa yang dihasilkannya merupakan produk/jasa yang ramah

lingkungan, aman dikonsumsi ataupun digunakan.

Di Indonesia, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah menyusun standar

pengukapan akuntansi lingkungan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) No. 32 dan 33. Kedua PSAK ini mengatur tentang kewajiban perusahaan

dari sektor pertambangan dan pemilik Hak Pengusahaan Hutan untuk melaporkan

item-item lingkungannya dalam laporan keuangan. Aspek lingkungan menjadi

salah satu variabel penentu dalam pemberiaan kredit dan kinerja lingkungan yang

dikeluarkan oleh KLH melalui PROPER adalah tolak ukur. Disisi lain, di

Indonesia terdapat kurang lebih 40 NGO (non govermental organization) yang

terbentuk untuk mengendalikan dampak lingkungan di Indonesia. Dan semua itu

adalah pihak-pihak yang memiliki atensi terhadap lingkungan dan mempunyai

jaringan dengan organisasi lingkungan Internasional (Lindrianasari, 2007).

Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik kota Salatiga, rata-rata tingkat

hunian tempat tidur (bed occupancy rate) pada bulan ini (Maret, 2014) mengalami

peningkatan sebesar 1,08 dibanding bulan Februari yang lalu. Dimana bulan ini

(Maret, 2014) tercatat sebesar 30,99 persen, sementara bulan lalu (Februari, 2014)

tercatat sebesar 29,91 persen. Dengan rincian pada tabel 1.1 dibawah ini :

Tabel 1.1 Tingkat Penghuni Hotel(TPK) Kota Salatiga, Maret 2013-Maret 2014

Bulan Kelas

Rata-Rata Bintang Non Bintang

Maret 2013 40,83 28,1 35,62

April 30,03 26,95 28,77

Mei 28,59 27,1 27,98

Juni 41,13 26,83 35,32

Juli 30,27 26,17 28,55

Agustus 30,03 30,94 30,4

September 27,88 25,91 27,06

Oktober 31,91 28,23 30,33

November 32,78 29,53 31,42

Desember 38,05 29,2 34,35

Januari 25,69 27,1 26,23

Februari 22,87 32,23 26,41

Maret 31,32 28 30,06

Page 4: T1_232010117_Full text.pdf

4

Sumber data : http://salatigakota.bps.go.id/?hal=brs_detil&id=1

Hal ini dikarenakan Salatiga yang berada di daerah cekungan, kaki gunung

Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain: Gajah Mungkur, Telomoyo,

dan Payung Rong. Tinggi kota Salatiga terletak pada ketinggian antara: 450 - 825

dpl (dari permukaan air laut). Kota ini berbatasan 49 km sebelah selatan kota

Semarang atau 52 km sebelah utara kota Surakarta, dan berada di jalan negara

yang menghubungkan Semarang-Surakarta. Kota ini berada di lereng timur

gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini berudara cukup sejuk. Menjadikan

Salatiga kota transit dan tempat berlibur yang sangat menyejukkan. Dan bagi para

pelancong yang menginap pada penginapan baik hotel berbintang, non berbintang

ataupun home stay tersebut yang hanya menginap untuk berlibur, ataupun

memang mengikuti gaya hidup yang gemar menginap pada perhotelan berbintang,

non berbintang ataupun untuk mengadakan beberapa acara sebagai tempat

meeting atapun event-event penting lainnya pada wisma ataupun pondok wisata.

Berdasarkan latar belakang tersebut menjadikan beberapa pertanyaan

tentang penginapan sendiri, diantaranya : terkait bagaimana pengetahuan biaya

lingkungan dan konsep green accounting pada sektor perhotelan yang ada di Kota

Salatiga. Dan bagaimana perhotelan yang ada di Salatiga menyikapi biaya

lingkungan dan konsep green accounting tersebut.

Penelitiaan ini bertujuan untuk sektor perhotelan untuk mengetahui biaya

lingkungan dan konsep green accounting pada perhotelan di Salatiga, serta

perhotelan dalam menyikapi adanya biaya lingkungan dan konsep green

accounting. Dan diharapkan manfaat dari penelitian ini memberikan pemahaman

tentang pengetahuan dan kepedulian biaya lingkungan serta green accounting

perhotelan yang ada di kota Salatiga. Dan hasil penelitian diharapkan akuntansi

lingkungan pada perhotelan mampu memberikan pengetahuan biaya lingkungan

dan green accounting termasuk dalam kepeduliannya.

Page 5: T1_232010117_Full text.pdf

5

2 LANDASAN TEORI

2.1 Green Accounting

Konsep green accounting mulai berkembang sejak tahun 1970-an di

Eropa, diikuti dengan mulai berkembangnya penelitian-penelitian yang terkait

dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an (Bebbington, 1997; Gray,

dkk., 1995). Green accouting adalah environmental accounting sebagaimana yang

ditegaskan oleh Yakhou dan Vernon (2004) yakni penyediaan informasi

pengelolaan lingkungan untuk membantu manajemen dalam memutuskan harga,

mengendalikan overhead dan pelaporan informasi lingkungan kepada publik.

McHugh (2008) menjelaskan kinerja lingkungan ini dengan istilah sustainability

accounting. Sementara Lindrianasari (2007) memberikan istilah dengan

environmental accounting disclosure. Selain itu, green accouting juga dikaitkan

dengan triple bottom line reporting (Raar, 2002). Istilah terakhir ini juga dikenal

dengan social and environmental reporting dimana dalam pelaporan kinerja

aktivitas operasional perusahaan, kinerja lingkungan, dan kinerja sosialnya

(Markus dan Ralph, 1999). Istilah lain bisa juga dipakai misalnya Environmental

Accounting, Social Responsibility Accounting, dan lain sebagainya (Harahap,

2002). Sedangkan pendapat lain green accounting merupakan akuntansi yang di

dalamnya mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan mengungkapkan biaya-biaya

terkait dengan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan

(Aniela, 2012).

Adapun tujuan dari green accounting adalah mengidentifikasi,

mengumpulkan, menghitung dan menganalisis materi dan energi yang terkait

biaya; pelaporan internal dan menggunakan informasi tentang biaya lingkungan;

menyediakan biaya-biaya lain yang terkait, informasi dalam proses pengambilan

keputusan, dengan tujuan untuk mengadopsi keputusan yang efisiensi dan

berkontribusi perlindungan lingkungan (Ikhsan 2009:21).

Keberhasilan green accounting tidak hanya tergantung pada ketepatan

dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan. Akan tetapi

Page 6: T1_232010117_Full text.pdf

6

kemampuan dan keakuratan data green accounting dalam menempatkan dampak

lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan (Ikhsan 2009:21).

The Internasional Federation of Accountants membahas green accounting

sebagai mana “pengelolaan kinerja lingkungan dan ekonomi melalui

pengembangan dan implementasi lingkungan terkait sistem menghitung dan

praktek yang tepat, sementara ini mungkin termasuk pelaporan dan audit di

beberapa perusahaan, green accounting biasanya dapat melibatkan untuk siklus

biaya, akuntansi biaya penuh, penilaian manfaat dan perencanaan strategis

pengelolaan lingkungan”. Selain itu, devinisi PBB sustainable development

menekankan bahwa sistem green accounting digunakan untuk pengambilan

keputusan internal, dan informasi tersebut dapat berupa fisik ataupun moneter.

Sekalipun Amerika Serikat Environmental Protection Agency menganggap bahwa

“penting fungsi green accounting adalah untuk membawa biaya lingkungan

menjadi perhatian para pemangku kepentingan perusahaan yang mungkin dapat

menjadi motivator untuk mengidentifikasi cara-cara untuk mengurangi atau

menghindari biaya tersebut, sementara pada saat yang sama meningkatkan

kualitas lingkungan”. Bahkan sistem green accounting memiliki fungsi ganda

yaitu mengelola dan meningkatkan kinerja lingkungan keuangan suatu entitas

(Moorthy dan Yocob, 2013).

Dampak yang dihasil oleh hotel dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

yaitu :

Sampah basah, berupa sisa bahan olahan, sisa makanan/masakan

yang mudah sekali diuraikan oleh mikroorganisme sehingga mudah

membusuk dan menimbulkan bau yang menyengat. Sampah basah

ini biasanya berasal dari ruang dapur, restaurant atau employee

dining room. Termasuk di sini adalah limbah yang berasal dari kloset

atau kamar mandi yaitu air bekas mandi, air bekas cucian pakaian /

peralatan rumah tangga, tinja, limbah b3, air bekas kolam renang dll.

Sampah kering, berupa sampah yang bisa terbakar atau tidak

mudah terbakar. Misalnya kertas, tekstil, kulit, kayu, plastik, kaleng-

Page 7: T1_232010117_Full text.pdf

7

kaleng/botol-botol bekas, pecahan kaca, bekas lampu, logam-logam

bekas bongkaran bangunan, kondom, bangkai hewan, daun-

daunan/ranting dari halaman dll.

2.2 Biaya Lingkungan

Biaya lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan maupun

non keuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang

mempengaruhi kualitas lingkungan (Ikhsan, 2008:13).

1. Kepedulian Lingkungan Hidup.

Terkait dengan environmental prevention costs (Biaya Pencegahan

Lingkungan) yakni biaya-biaya untuk mencegah aktivitas diproduksinya

limbah dan atau sampah yang dapat merusakan lingkungan. Contoh :

evaluasi dan pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain proses

dan produk untuk mengurangi atau mengahapus limbah (Hansen dan

Mowen 2007:413).

Beberapa kondisi akan disajikan dalam kuesioner terkait dengan persepsi

reponden terhadap kondisi kepedulian lingkungan hidup para pengelola

perhotelan. Yang diambil dari penelitian Yuliani, 2014 diantaranya

yakni;

o Bagaimana menjaga lingkungan hidup.

o Menjaga lingkungan hidup sama dengan menjaga kelangsungan

hidup usaha.

o Menggunakan bahan-bahan(perlengkapan dan bahan baku) usaha

yang ramah lingkungan.

o Menjaga agar limbah usaha tidak mencemari lingkungan hidup.

o Memilah limbah usaha yang organik dan non organik.

o Selalu membeli peralatan usaha yang ramah lingkungan.

Page 8: T1_232010117_Full text.pdf

8

2. Kesadaran Biaya Lingkungan

Terkait dengan environmental dectection costs (Biaya Deteksi

Lingkungan) yakni, biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk

menentukan bahwa produk, proses dan aktivitas lain di perusahaan

telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku. Contoh :

pengembangan ukuran kinerja lingkungan dan pelaksanaan pengujian

pencemaran (Hansen dan Mowen 2007:413).

Cakupan biaya kesadaran ini ialah dari penelitian Shield and Young,

1994 yang menyatakan “The key distinction is between local and

global cost conscious. A local focus occurs in single unit of an

Research and development organization or it may be the research and

development unit as whole. A global focus is one which professional

consider the total cost to the organization of decisions. For an

research and development professional, a global focus means

including all downstream cost to reseach and development as well as

all research and development costs”. Dan variabel dalam penelitian

ini dialmbil penelitian Yuliani, 2014 diantaranya yakni;

o Mengetahui bahwa biaya lingkungan adalah tangung jawab

usaha.

o Memiliki pengetahuan yang baik mengenai biaya lingkungan

yang diperlukan.

o Mengetahui setiap pengeluaran yang dilakukan untuk biaya

lingkungan.

o Mengetahui biaya menggunakan bahan-bahan usaha ramah

lingkungan.

o Mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah limbah

usaha.

o Membebankan biaya lingkungan sebagian dari beban usaha.

Page 9: T1_232010117_Full text.pdf

9

3. Pengetahuan Biaya

Terkait dengan environmental internal failure costs (Biaya Kegagalan

Internal Lingkungan) yakni, biaya-biaya untuk aktivitas yang

dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak

dibuang ke lingkungan luar. Contoh : pengoperasian perlatan untuk

mengurangi atau menghilangkan polusi (Hansen dan Mowen

2007:413).

Beberapa kondisi akan disajikan dalam kuesioner terkait dengan

persepsi reponden terhadap pengetahuan biaya para pengelola

perhotelan. Yang diambil dari penelitian Shield dan Young, 1994

diantaranya yakni;

o My job experience include assignment in which i have had

formula responsibility for managing profit.

o I have worked in unit in which primary measure of performence

was profit.

o I know how to manage cost.

o I manage costs by comparing the amounts spent of various item

against of manage against amount for those each in the item

budget.

o I have a lot of experince in managing cost.

o I manage costs by examining whether the total amount spent on

several item has yielded a good outcome.

4. Pengetahuan Biaya Lingkungan.

Terkait dengan environmental external failure costs (Biaya Kegagalan

Eksternal Lingkungan) yakni, biaya-biaya untuk aktivitas yang

dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan.

Contoh : biaya ganti rugi atas complain pelanggan (Hansen dan Mowen

2007:413). Beberapa kondisi akan disajikan dalam kuesioner terkait

dengan persepsi reponden terhadap pengetahuan biaya lingkungan para

Page 10: T1_232010117_Full text.pdf

10

pengelola perhotelan. Variabel penelitian ini diambil dari penelitian

Yuliani, 2014 yakni;

o Mengetahui bagaimana mengelola biaya usaha.

o Memiliki pengalaman yang cukup untuk mengelola biaya

usaha.

o Memiliki pengetahuan mengenai biaya lingkungan.

o Mengetahui komponen-komponen biaya lingkungan.

o Mengetahui bagaimana membebankan biaya lingkungan dalam

biaya usaha.

5. Gaya Pengeluaran Individu

Variabel ini ialah diambil dari penelitian Shields and Young , 1994.

Diantaranya ialah :

o When i spent my company money i always like i am spending

my own money.

o It is always important to make sure i don't waste any of my

company money.

o I always watch my pennies when i am decinding whether to buy

something.

o I am more careful about spending my own money than

spending my companies money.

o I rarely worry about spending money.

3 METODE PENELITIAN

Pengukuran variabel untuk mengukur penelitian ini berdasarkan pada

penelitian Yuliani (2014). Yakni terkait dengan kepedulian lingkungan hidup,

kesadaran biaya lingkungan, pengetahuan biaya, pengetahuan biaya lingkungan,

dan gaya pengeluaran individu.

Page 11: T1_232010117_Full text.pdf

11

Satuan analisis penelitian ini ialah hotel, sedangkan populasi adalah

seluruh perhotelan se Kota Salatiga dan sampel dalam penelitian ini ialah

pengelola dari 24 jenis usaha perhotelan di Salatiga. Sampel sendiri didapat

dengan mendatangi langsung pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan

dan Pariwisata. Pengumpulan data kuesioner dilakukan selama bulan Februari

hingga bulan April. Kuesioner dikirim dengan mendatangi secara langsung

maupun tidak langsung kepada responden-responden yang dituju dengan tujuan

agar efektive dan memperbesar tingkat pengembaliaan kuesioner. Dalam

penelitian ini, langkah analisis yang dilakukan adalah :

1. Menginput data dari hasil kuesioner yang telah disebar.

2. Melakukan skoring terhadap data.

3. Melakukan Uji Validitas dan Reliabilitas.

4. Melakukan Analisis Deskriptif

Dalam hal ini akan dilakukan analisis deskriptif baik terkait demografi

maupun deskripsi terkait dengan variabel dan preferensi kepentingan.

Dengan masing-masing variabel diukur dengan kondisi riil di lapangan

dengan menyatakan sangat setuju (SS)= 7, setuju(S)= 6, cukup setuju

(CS)= 5, tidak tahu/netral (N)= 4, kurang setuju (KS)= 3, tidak setuju

(TS)= 2 dan sangat tidak setuju (STS)= 1. Variabel penelitian dalam

penelitian ini adalah persepsi dari masing-masing pimpinan unit terkait

dengan pertanggung jawaban dalam mengelola lingkungan hidup di

sekitar perhotelan.

5. Menganalisis Deskripsi Variabel dari setiap indentifikasi yang telah

dilakukan pada setiap sub pertanyaan.

6. Mengambil kesimpulan dari setiap hasil analisis yang dilakukan per sub

pertanyaan.

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Disini akan dilakukan pembahasan mengenai data-data yang berhasil

diperoleh. Hasil pengolahan data yang diperoleh akan ditelaah dan dijabarkan

Page 12: T1_232010117_Full text.pdf

12

sesuai dengan hasilnya. Pembahasan akan memberikan gambaran yang jelas

mengenai hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan oleh penelitian.

4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

4.1.1 Uji Validitas

4.1.1 Tabel Uji Validitas

Sumber : Data Penelitian 2014

4.1.1 Tabel Uji Validitas

No Item

Intrumen 4

Keterangan

Intrumen 5

Keterangan Nilai Hitung r

Nilai Table

r

Nilai Hitung r

Nilai Table r

1 0,900 0,404 valid 0,714 0,404 valid

2 0,901 0,404 valid 0,458 0,404 valid

3 0,949 0,404 valid 0,535 0,404 valid

4 0,921 0,404 valid 0,629 0,404 valid

5 0,902 0,404 valid 0,441 0,404 valid

Sumber : Data Penelitian 2014

4.1.2 Uji Reliabilitas

4.1.2 Tabel Uji Reliabilitas Varians

No Item varians 1 varians 2 varians 3 varians 4 varians 5

1 0,433 1,172 3,085 1,536 4,87

No Item

Intrumen 1

Keterangan

Intrumen 2

Keterangan

Intrumen 3

Keterangan Nilai Hitung r

Nilai Table r

Nilai Hitung r

Nilai Table r

Nilai Hitung r

Nilai Table r

1 0,754 0,404 Valid 0,624 0,404 valid 0,754 0,404 Valid

2 0,425 0,404 Valid 0,792 0,404 valid 0,425 0,404 Valid

3 0,835 0,404 Valid 0,872 0,404 valid 0,835 0,404 Valid

4 0,781 0,404 Valid 0,739 0,404 valid 0,781 0,404 Valid

5 0,826 0,404 Valid 0,722 0,404 valid 0,826 0,404 Valid

6 0,809 0,404 Valid 0,404 0,404 valid 0,809 0,404 Valid

Page 13: T1_232010117_Full text.pdf

13

2 0,505 2,375 1,389 1,123 2,288

3 1,384 2,254 1,216 0,998 1,188

4 0,949 1,607 1,085 1,085 3,911

5 1,623 2,085 1,476 1,297 2,259

6 1,737 20,8 0,781

Jumlah varian 6,632 11,572 9,033 6,040 14,516

∂2

i 22,824 33,275 27,828 25,035 22,65

Sumber : Data Penelitian 2014

Perhitungan nilai tabel Reliabilitas ialah 0.404 dengan alfa sebesar 0,05

dan dilakukan perhitungan koefisien alfa instrumen 1 adalah 0,851, 0,851 > 0,404

sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel dan dapat dipergunakan

sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen 2 adalah 0,782, 0,782 >

0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel dan dapat

dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen 3 adalah

0,811, 0,811 > 0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel dan

dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen 4

adalah 0,910, 0,910 . 0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel

dan dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen

5 adalah 0,431, 0,431 > 0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel

dan dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data.

4.2 Analisis Deskriptif

4.2.1 Deskriptif Responden

Responden penelitian ini adalah manajer dari perhotelan se Kota Salatiga.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disebarkan sebanyak 26 kuesioner

dan kembali sebesar 1 kuesioner oleh responden kepada peneliti. Dari 25

kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan oleh responden kepada peneliti,

peneliti melakukan pengecekan mengenai kelengkapan pengisian kuesioner.

Setelah meneliti kelengkapan dari pengisian kuesioner, peneliti akhirnya memilih

24 kuisioner yang akan digunakan dalam pengujian yang lebih lanjut, yaitu 24

dari perhotelan se Kota Salatiga. Hal ini dikarenakan ada 1 kuesioner tidak

Page 14: T1_232010117_Full text.pdf

14

lengkap dalam memberikan informasinya. Hasil lengkap dari penyabaran

kuesioner ini dapat dilihat pada tabel 4.2.1 di atas.

Tabel 4.2.1 Distribusi Kuesioner

Keterangan Jumlah Responden

Dikirim 26

Tidak Diisi 1

Tidak Lengkap 1

Lengkap dan bisa diolah 24

Sumber : Data Penelitian 2014

Tabel 4.2.1 menjelaskan dari 24 data yang dapat diolah, terdapat usia

antara 30 sampai 39 tahun yang paling tertinggi. Dikarenakan pada usia-usia

tersebut sangat produktif dalam berkerja, hal itu yang menjadikan pemilik

perhotelan mempercayakan usaha mereka kepada karyawan ataupun kepada ahli

warisnya (anaknya), untuk menjalankan usaha mereka. Kemudian pria yang

menduduki tingkat atas, melalui wawancara yang dilakukan mereka

mengungkapkan bahwa hal ini dikarenakan pria lebih memiliki waktu yang lebih

flexible dibandingkan wanita untuk mengurus manajemen perhotelan.

Tabel 4.2.2 Demografi Responden

usia

Jenis kelamin >50 20-29 30-39 40-49 Total

L 1 2 10 3 16

P

2 3 3 8

Total 1 4 13 6 24

Sumber : Data Penelitian 2014

Page 15: T1_232010117_Full text.pdf

15

4.2.3 Preferensi kepentingan.

Tabel 4.2.3 Preferensi Kepentingan Responden

Keterangan Kriteria Rata-rata Prosentase

Kepentingan Omset 3,688 17,61%

Laba 3,938 18,81%

Biaya Usaha Rendah 3,063 14,63%

Kualitas Jasa 4,125 19,70%

Jasa Ramah Lingkungan 3,125 14,93%

Limbah Tidak Mencemari

Lingkungan 3,000 14,33%

Total 20,938 100%

Sumber : Data Penelitian 2014

Tujuan dari preferensi kepentingan ini adalah untuk mengetahui

komponen mana yang menjadi prioritas utama dari pengelola perhotelan di Kota

Salatiga. Berdasarkan preferensi kepentingan dari berbagai responden dapat

diketahui bahwa, kepentingan tertinggi ialah kualitas jasa. Responden berpendapat

bahwa dengan kualitas jasa yang diberikan, maka pelanggan yang datang akan

kembali lagi. Bahkan pelanggan merasakan kualitas jasa yang baik dari hotel

tersebut, maka dapat merekomendasikan kepada teman mereka, sehingga

menjadikan laba yang dihasilkan perhotelan tersebut meningkat. Hal tersebut yang

menjadikan para responden menempatkan laba/keuntungan pada posisi kedua

sebesar 18,81%

Sedangkan yang menjadi posisi terakhir ialah, limbah yang tidak

mencemari lingkungan sebesar 14,33%. Para responden menempatkan limbah

tidak mencemari lingkungan pada posisi terakhir. Disayangkan disini ialah,

banyak responden pengelola perhotelan di Salatiga tidak berkenan dalam mengisi

preferensi kepentingan disini.

Page 16: T1_232010117_Full text.pdf

16

4.3 Analisis Deskripsi Variabel

Analisis deskripsi variabel akan diawali dengan deskripsi total seluruh

responden, setelah itu akan diuraikan deskripsi variabel.

4.3.1 Deskripsi Kepedulian Lingkungan Hidup

Tabel 4.3.1 terkait dengan kepedulian lingkungan hidup perhotelan

se kota Salatiga. Dari data tersebut bahwa perhotelan di Salatiga

mengetahui bagaimana manjaga lingkungan hidup sama dengan

menjaga keberlangsungan hidup usaha. Disini juga menunjukkan para

responden perhotelan menempatkan di posisi terakhir pada item selalu

membeli peralatan usaha yang ramah lingkungan sebanyak 15,64%.

Karena responden berpendapat bahwa membeli perlatan usaha,

mereka yang dapat digunakan untuk kepentingan perhotelan.

Tabel 4.3.1 Deskripsi Variabel Kepedulian Lingkungan Hidup

Variabel Item pertanyaan Rata-Rata Prosentase

Kepedulian

lingkungan hidup mengetahui bagaimana menjaga

lingkungan hidup 6,458 17,44%

mengetahui bahwa menjaga

lingkungan hidup sama dengan

menjaga kelangsungan hidup

usaha

6,625 17,89%

selalu menggunakan bahan-

bahan(perlengkapan dan bahan

baku) usaha yang ramah

lingkungan

5,917 15,97%

selalu menjaga agar limbah usaha

tidak mencemari lingkungan

hidup

6,417 17,32%

selalu memilah limbah usaha yang

organik dan non organik 5,833 15,75%

selalu membeli peralatan usaha

yang ramah lingkungan 5,792 15,64%

Page 17: T1_232010117_Full text.pdf

17

Jumlah 37,042 100%

Sumber : Data Penelitian 2014

Dari hasil pada variabel ini terdapat ketidakkonsistensian dari

preferensi kepentingan dan item pertanyaan pada variabel ini. Yakni

disini yang menjadi perhatian penting para responden perhotelan

bahwa mereka mengatahui bagaimana manjaga lingkungan hidup

sama dengan menjaga keberlangsungan hidup usaha. Akan tetapi pada

kepentingan mereka meletakkan limbah tidak mencemari lingkungan

pada posisi terakhir.

4.3.2 Deskripsi Kesadaran Biaya Lingkungan

Para responden perhotelan pada variable ini, banyak memilih

tinggi pada item pertanyaan pertama sebanyak 18,61%. Dengan

demikian responden dapat menyadari biaya lingkungan adalah

tanggung jawab usaha. Serta meletakan pada posisi terakhir variabel,

ialah item pertanyaan mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk

mengolah limbah usaha dengan prosentase rata-rata sebesar 15,63%.

Tabel 4.3.2 Deskripsi Variabel Kesadaran Biaya Lingkungan

Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase

Kesadaran Biaya

Lingkungan mengetahui bahwa biaya

lingkungan adalah tanggung

jawab usaha

5,708 18,61%

memiliki pengetahuan yang baik

mengenai biaya lingkungan yang

diperlukan

5,125 16,71%

mengetahui setiap pengeluaran

yang dilakukan untuk biaya

lingkungan

5,083 16,58%

mengetahui biaya menggunakan

bahan-bahan usaha ramah

lingkungan

5,042 16,44%

mengetahui biaya yang harus

dikeluarkan untuk mengolah

limbah usaha

4,792 15,63%

Page 18: T1_232010117_Full text.pdf

18

membebankan biaya lingkungan

sebagai bagai dari beban usaha 4,917 16,03%

Jumlah 30,667 100%

Sumber : Data Penelitian 2014

Kesadaran biaya lingkungan menitik beratkan pada responden

perhotelan mengatahui bahwa biaya lingkungan adalah tanggung

jawab usaha. Disni mereka memaparkan bahwa biaya lingkungan

yang mereka keluarkan terkait dengan membayar iuran kebersihaan

dilingkungan usahanya. Karena perhotelan di Salatiga berada di

sekitar pemukiman padat penduduk. Beberapa perhotelan yang

berskala melati atau non berbintang yang menyatakan tidak

mengeluarkan uang untuk biaya lingkungan. Hal ini dikarenakan

mereka hanya membakar sisa hasil limbahnya yakni semua sampah

yang dihasilkan sisa jasa perhotelan, padahal yang responden lakukan

dapat mencemari udara yang ada pada lingkungan sekitar usaha

perhotelan. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa kesadaran biaya

lingkungan di kalangan usaha jasa perhotelan masih sangat kurang.

Yang dibuktikan saat pemilihan preferensi kepentingan dan

menempatkan limbah tidak mencemari lingkungan pada posisi yang

terakhir.

4.3.3 Deskripsi Pengetahuan Biaya.

Terkait variabel ini terdapat 6 pertanyaan, tabel 4.3.3 membahas

terkait dengan pengetahuan perhotelan se kota Salatiga. Dalam tabel

4.3.3 terdapat para reponden perhotelan di Salatiga memberikan nilai

tertinggi sebanyak 18,22% pada item pertanyaan mengetahui

komponen biaya usaha perhotelan itu sendiri.

Akan tetapi disini juga dipaparkan bahwa para responden

perhotelan di Salatiga minim memiliki pengalaman untuk mengelola

biaya usaha. Yang menjadikan item pertanyaan ini pada posisi terkhir

dengan perolehan sebesar 14,65%. Dan sebagian besar dari pengelola

atau manajer pada perhotelan yang berskala melati, berpendapat

Page 19: T1_232010117_Full text.pdf

19

masih menerapkan hal yang sama dengan apa yang sudah dilakukan

sebelumnya.

Tabel 4.3.3 Deskripsi Variabel Pengetahuan Biaya

Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase

Pengetahuan Biaya mengetahui bagaimana mengelola

biaya usaha 4,958 15,16%

selalu mengukur kinerja usaha

saya dalam profit (keuntungan) 5,750 17,58%

mengetahui bagaimana mengelola

biaya usaha 5,792 17,71%

mengetahui komponen-komponen

biaya usaha perhotelan 5,958 18,22%

memiliki pengalaman yang cukup

untuk mengelola biaya usaha 4,792 14,65%

mengetahui bagaimana

membebankan biaya usaha dalam

perhitungan harga jasa maupun

perhitungan profit / keuntungan

5,458 16,69%

Jumlah 32,708 100%

Sumber : Data Penelitian 2014

Mengukur kinerja usaha dalam profit sebagai prosentase rata-rata

tertinggi yakni sebesar 17,82%. Sedangkan dalam preferensi

kepentingan yang menjadi prioritas utamanya adalah kualitas jasa

serta laba sebagai prioritas utama lainnya. Disini terdapat kecocokan,

dikarenakan perhotelan di Salatiga mengungkapkan jika dengan

kualitas jasa yang perhotelan berikan sangat memuaskan, maka

banyak konsumen yang akan datang kembali pada jasa mereka, yang

menjadikan laba usaha mereka meningkat.

Page 20: T1_232010117_Full text.pdf

20

4.3.4 Deskripsi Pengetahuan Biaya Lingkungan.

Tabel 4.3.4 Deskripsi Variabel Pengetahuan Biaya Lingkungan

Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase

Pengetahuan Biaya

Lingkuan mengetahui bagaimana

mengelola biaya usaha 5,667 21,45%

memiliki pengalaman yang

cukup untuk mengelola biaya

usaha

5,417 20,50%

memiliki pengetahuan mengenai

biaya lingkungan 5,292 20,03%

mengetahui komponen-

komponen biaya lingkungan 4,958 18,77%

mengetahui bagaimana

membebankan biaya

lingkungan dalam biaya usaha

5,083 19,24%

Jumlah 26,417 100%

Sumber : Data Penelitian 2014

Variabel Pengetahuan Biaya Lingkungan disini responden

perhotelan di Salatiga rata-rata memiliki pegetahuan mengetahui biaya

lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata reponden penelitian

memberikan skor tertinggi pada bagaimana mengelola biaya usaha

perhotelan mereka sebesar 21,45%.

Akan tetapi pada tabel 4.3.4 tersebut sangat berbalik arah ketika

mereka saat memberikan nilai saat memilih preferensi kepentingan.

Yang menjadikan limbah yang tidak mencemari lingkungan pada

posisi terakhir. Hal ini yang menjadikan perhatian bagi, para

pengelola atau manajer perhotelan di Salatiga. Agar tidak hanya

mengetahui dan memiliki kesadaran biaya lingkungan, akan tetapi

dapat melakukannya tindakan yang nyata.

4.3.5 Deskripsi Gaya Pengeluaran Individu

Disini gaya pengeluaran individu yang dilakukan oleh reponden

pengelola perhotelan di Salatiga. Memberikan skor tertinggi item

Page 21: T1_232010117_Full text.pdf

21

pertanyaan selalu mengecek uang kas perhotelan yang ada ketika

pengelola memutuskan untuk membeli sesuatu, dengan perolehan

sebesar 24,46%. Disisi lain responden juga beranggapan bahwa

responden melakukan hal tersebut, agar untuk mengetahui usaha

perhotelan tidak melakukan pengeluaran yang sia-sia.

Dan juga menempatkan rata-rata prosentase responden perhotelan

menempatkan posisi terakhir dari variabel gaya pengeluaran individu

dari item pertanyaan jarang mengkuartirkan pengeluaran uang sebesar

15,14%. Bagi perhotelan berskala bintang mengungkapkan tidak

memperhatikan hal ini, dikarenkan responden sadar tidak

mengkuatirkan pengeluaran uang reponden untuk usaha, demi yang

didapat lebih dari pada yang responden keluarkan. Serta pengeluaran

pengelola lebih terstruktur dengan adanya pembukuan yang sudah

tersturktur.

Tabel 4.3.5 Deskripsi Variabel Gaya Pengeluaran Individu

Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase

Pengetahuan Biaya

Lingkuan melakukan pengeluaran untuk

kepentingan usaha, saya selalu

merasa seperti melakukan

pengeluaran menggunakan uang

pribadi saya

4,500 17,79%

sangat penting untuk mengetahui

usaha saya tidak melakukan

pengeluaran sia-sia

5,875 23,23%

selalu mengecek uang kas

perhotelan yang ada ketika saya

memutuskan untuk membeli

sesuatu

6,167 24,38%

selalu hati-hati dalam melakukan

pengeluaran pribadi

dibandingkan pengeluaran usaha

4,542 17,96%

jarang mengkuatirkan

pengeluaran uang 4,208 16,64%

Jumlah 25,292 100%

Page 22: T1_232010117_Full text.pdf

22

Sumber : Data Penelitian 2014

5 PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak pertumbuhan

perhotelan di Kota Salatiga ini, mengesampingkan limbah yang responden

hasilkan dari kegiatan usaha. Para pengelola perhotelan sekedar peduli dan

sadar terhadap lingkungan sekitar, namun tidak disertai dengan adanya action

ataupun dorongan untuk mewujudkan kepeduliannya dengan mengolah

menjadi lebih aman untuk lingkungan sekitar usaha.

Selain itu kurangnya pengetahuan biaya dan biaya lingkungan di kalangan

pengelola perhotelan terlebih pada skala hotel non berbintang. Dan terlebih

dilakukan tentang biaya lingkungan responden lakukan hanya terkait dengan

pengeluaran untuk limbah hasil usaha, tetapi tidak diimbangi dengan

perawatan dan pengelolaan yang tepat. Terlebih dengan adanya konsep

menganai green accounting yang sudah mulai diterapkan oleh berbagai

industri-industri. Bahwa limbah yang dihasilkan merupakan bagian dari

tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap pelaku usaha. Konsep ini

juga harus disosialisasikan bukan hanya kepada pengelola perhotelan berskala

besar (berbintang), melainkan juga kepada pengelola perhotelan berskala

kecil (non berbintang).

5.2 Keterbatasan dan Saran

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yakni kurangnya

pengetahuan atas biaya lingkungan dari reponden yang dipengaruhi oleh

pengalaman. Serta sulit ditemui manajer ataupun pengelola perhotelan yang

berada ditempat usaha. Dan banyak responden tidak berkenan dalam mengisi

data diri dan preferensi kepentingan responden.

Para pengelola perhotelan dalam menjalankan usaha, mulai

memperhatikan dan mengelola limbah yang mereka hasilkan. Sehingga bukan

hanya sekedar kualitas yang diutamakan namun juga disertai dengan ada

bentuk tanggung jawab dalam menjalankan usaha perhotelan.

Page 23: T1_232010117_Full text.pdf

23

Salah satu dengan memperhatikan dalam pengelolahan limbah perhotelan

agar tidak membuangnya sembarang. Dan lebih pada perhotelan non bintang,

untuk lebih memilah-milah sampah antara organik dan bukan agar tepat

dalam mengolah. Juga pengelola perhotelan dalam membeli peralatan dan

bahan-bahan yang ramah lingkungan, sehingga tidak mencemari lingkungan

yang berada disekitar lingkungan usaha perhotelan.

Page 24: T1_232010117_Full text.pdf

24

DAFTAR PUSTAKA

Aniela, Y. (2012). Peran Akuntansi Lingkungan Dalam Meningkatkan Kinerja

Lingkungan Dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Berkala Ilmiah Mahasiswa

Akuntansi – 1(1), Januari 2012.

Bebbington, J. (1997). Engagement, Education, and Sustainability. Accounting,

Auditing & Accountability Journal, 10(3): 365-381.

Harahap, S.S. (2002). Teori Akuntansi. Edisi revisi. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Lindrianasari. (2007). Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas

Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Ekonomi Perusahaan di

Indonesia. JAAI, 11(2).

McHugh, J. (2008). Accountants Have Key Role in Sustainability. Public Finance;

Dec 14, Academic Research Library.

Mehenna, Y. and Vernon P. D., (2004). Environmental Accounting: An Essential

Component Of Business Strategy. Business Strategy and the Environment.

Bus. Strat. Env. 13: 65–77

Milne, M.J. and Ralph, W. A. (1999). Exploring the Reliability of Social and

Environmental Disclosures Content Analysis. Accounting, Auditing &

Accountability Journal, 12(2): 237.

Moorthy, K dan Yocob, P. (2013). Green accounting: Cost Measures. Open

Jurnal Of Accounting, 2: 4-7.

Muhidin, A.S dan Abdurrahman, M. (2007). Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur

dalam Penelitian (Dilengkapi Aplikasi Program SPSS). Pustaka Setia.

Ikhsan, A. (2008). Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapan. Graha Ilmu.

PSAK 32 dan 33

Raar, J. (2002). Environmental initiatives: Towards Triple-Bottom Line

Reporting. Corporate Communications. Bradford: .7(3):169, 15.

Redclift, M. (1987). Sustainable Development: Exploring the Contradictions.

Methuen, London.

Page 25: T1_232010117_Full text.pdf

25

Susilo, J. (2008). Green Accouting di daerah istimewa Yogyakarta : Studi Kasus

antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. JAAI 12 (2): 149 – 165.

Shields, M. D. and S. M. Young. 1994. Managing innovation costs: A study of

cost conscious behavior by R&D professionals. Journal of Management

Accounting Research (6): 175-196.

Yuliani, C. (2014). Kepedulian dan Pengetahuan Pelaku Bisnis Mengenai Konsep

Green Accounting : Studi Kasus pada Laundry di Kota Salatiga.

http://blog.gbcindonesia.org/?p=771

http://proper.menlh.go.id/proper%20baru/Index.html

http://salatigakota.bps.go.id/?hal=brs_detil&id=1

http://utamisubardo.wordpress.com/2013/04/21/limbah-dan-jenisnya/

www.salatigakota.go.id

Page 26: T1_232010117_Full text.pdf

26

Lampiran 1

KUESIONER: AKUNTANSI LINGKUNGAN

KEPEDULIAN LINGKUNGAN HIDUP

Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju

KESADARAN BIAYA LINGKUNGAN

Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setujui

No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7

1 Secara umum, saya mengetahui bagaimana menjaga

lingkungan hidup

2 Secara umum saya mengetahui bahwa menjaga lingkungan

hidup sama dengan menjaga kelangsungan hidup usaha

3 Saya selalu menggunakan bahan-bahan(perlengkapan dan

bahan baku) usaha yang ramah lingkungan

4 Saya selalu menjaga agar limbah usaha tidak mencemari

lingkungan hidup

5 Saya selalu memilah limbah usaha yang organik dan non

organik

6 Secara umum, saya selalu membeli peralatan usaha yang

ramah lingkungan

No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7

1 Secara umum, saya mengetahui bahwa biaya lingkungan

adalah tangung jawab usaha

2 Saya memiliki pengetahuan yang baik mengenan biaya

lingkungan yang diperlukan

3 Secara umum, saya mengetahui setiap pengeluaran yang

dilakukan untuk biaya lingkungan

4 Saya mengetahui biaya menggunakan bahan-bahan usaha

ramah lingkungan

Page 27: T1_232010117_Full text.pdf

27

PENGETAHUAN BIAYA

Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju

PENGETAHUAN BIAYA LINGKUNGAN

Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju

No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7

1 Secara umum, saya mengetahui bagaimana mengelola

biaya usaha

2 Saya memiliki pengalaman yang cukup untuk

mengelola biaya usaha

3 Saya umum, saya memiliki pengetahuan mengenai

biaya lingkungan

4 Saya mengetahui komponen-komponen biaya

lingkungan

5 Saya mengetahui bagaimana membebankan biaya

5 Saya mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk

mengolah limbah usaha

6 Saya membebankan biaya lingkungan sebagai bagian dari

beban usaha

No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7

1 Secara umum, saya mengatahui bagaimana mengelola

biaya usaha

2 Saya selalu mengukur kinerja usaha saya dalam profit

(keuntungan)

3 Saya mengetahui bagaimana mengelola biaya usaha

4 Saya mengetahui komponen-komponen biaya usaha

perhotelan

5 Saya memiliki pengalaman yang cukup untuk mengelola

biaya usaha

6

Saya mengetahui bagaimana membebankan biaya usaha

dalam perhitungan harga jasa maupun perhitungan profit /

keuntungan

Page 28: T1_232010117_Full text.pdf

28

lingkungan dalam biaya usaha

GAYA PENGELUARAN INDIVIDU

Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju

No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7

1

Ketika saya melakukan pengeluaran untuk kepentingan

usaha, saya selalu merasa seperti melakukan

pengeluaran menggunakan uang pribadi saya

2 Bagi saya sangat penting untuk mengetahui usaha saya

tidak melakukan pengeluaran sia-sia

3 Saya selalu mengecek uang kas perhotelan yang ada

ketika saya memutuskan untuk membeli sesuatu

4 Saya selalu hati-hati dalam melakukan pengeluaran

pribadi dibandingkan pengeluaran usaha

5 Saya jarang mengkuatirkan pengeluaran uang

Page 29: T1_232010117_Full text.pdf

29

KUESIONER: AKUNTANSI LINGKUNGAN

NAMA :

NAMA USAHA :

ALAMAT :

JENIS USAHA :

USIA :

JENIS KELAMIN :

PREFERENSI KEPENTINGAN

Istilah dengan urutan kepentingan (1-6)

KEPENTINGAN URUTAN KE

Omset / Penjualan

Laba / Keuntungan

Biaya Usaha Rendah

Kualitas Jasa

Jasa Ramah Lingkungan

Limbah Tidak Mencemari Lingkungan

Page 30: T1_232010117_Full text.pdf

30

Lampiran 2 Daftar Responden Penelitian

No Nama Usaha Alamat Katagori

1 Wisma Brata Bakthi Jl Hasanudin 88 Wisma

2 Pondok Keluarga Osamaliki Jl Osamaliki 15 Pondok Keluarga

3 Griya Tetirah Jl Sukowati 47D Hotel Melati

4 Wisma Tamu UKSW Jl LMU Adi Sucipto 20 Wisma

5 Mutiara Jl Langgeng Suko 42 Hotel Melati

6 Ngawen Indah Jl Hassanudin 27 B Hotel Melati

7 Wisma Puri Bhakti Jl Hassanudin 125 Wisma

8 Palapa Jl Osamaliki 1 Hotel Melati

9 Slamet JL Sukowati 42 Hotel Melati

10 Salatiga Plaza Jl Jend Sudirman 61 Hotel Melati

11 Wisma Kasih Jl Dr Sumardi 8-10 Wisma

12 Permata I Jl Hassanudin km 1 Hotel Melati

13 Permata II JL Lingkar Selatan

cebongan

Hotel Melati

14 Maya Jl Kartini 15 A Hotel Melati

15 Bukit Soka Jl KH Ahmad Dahlan

09/07

Wisma

16 Penginapan Asri Jl Sumopuro lor 20 Home Stay

17 Grand Wahid Jl Jend Sudirman no 2 Hotel Bintang

18 Pondok Wisata Salib Putih Jl Salatiga-Kopeng Km 4 Pondok Wisata

19 The Lavende Jl Lingkar Selatan

Cebongan Argomulyo

Hotel Melati

20 Karina Jl Hassanudin 112 Hotel Melati

21 Kalimang Jl Atmo Suharjo 19 Hotel Melati

22 Laras Asri Jl Jend Sudirman 335 Hotel Berbintang

23 Kayu Arum Jl Margersari Tegalrejo Hotel Berbintang

24 Le Bringin Jl Jend Sudirman 160 Hotel Berbintang

Page 31: T1_232010117_Full text.pdf

31

Lampiran 3

Page 32: T1_232010117_Full text.pdf

32

Lampiran 4

Page 33: T1_232010117_Full text.pdf

33

Lampiran 5

Page 34: T1_232010117_Full text.pdf

34

Lampiran 6

Perhitungan Koefisien Alfa

Dengan alfa 0,5

DF = n-2 0,1 0,05 0,02 0,01 0,001

r 0,005 r 0,05 r 0,025 r 0,01 r 0,001

1 0,9877 0,9969 0,9995 0,9999 1,0000

2 0,9000 0,9500 0,9800 0,9900 0,9990

3 0,8054 0,8783 0,9343 0,9587 0,9911

4 0,7293 0,8114 0,8822 0,9172 0,9741

5 0,6694 0,7545 0,8329 0,8745 0,9509

6 0,6215 0,7067 0,7887 0,8343 0,9249

7 0,5822 0,6664 0,7498 0,7977 0,8983

8 0,5494 0,6319 0,7155 0,7646 0,8721

9 0,5214 0,6021 0,6851 0,7348 0,8470

10 0,4973 0,5760 0,6581 0,7079 0,8233

11 0,4762 0,5529 0,6339 0,6835 0,8010

12 0,4575 0,5324 0,6120 0,6614 0,7800

13 0,4409 0,5140 0,5923 0,6411 0,7604

14 0,4259 0,4973 0,5742 0,6226 0,7419

15 0,4124 0,4821 0,5577 0,6055 0,7247

16 0,4000 0,4683 0,5425 0,5897 0,7084

17 0,3887 0,4555 0,5285 0,5751 0,6932

18 0,3783 0,4438 0,5155 0,5614 0,6788

19 0,3687 0,4329 0,5034 0,5487 0,6652

20 0,3598 0,4227 0,4921 0,5368 0,6524

21 0,3515 0,4132 0,4815 0,5256 0,6402

22 0,3438 0,4044 0,4716 0,5151 0,6287

23 0,3365 0,3961 0,4622 0,5052 0,6178

24 0,3297 0,3882 0,4534 0,4958 0,6074

Page 35: T1_232010117_Full text.pdf

35

Rumus Koefisen Alfa

Varians 1

[

] [

]

Varians 2

[

] [

]

Varians 3

[

] [

]

Varians 4

[

] [

]

Varians 5

[

] [

]