T1_232010117_Full text.pdf
Transcript of T1_232010117_Full text.pdf
1
1 PENDAHULUAN
Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa, mampu menarik
perhatian para turis baik dalam dan manca negara. Dibuktikan dengan data yang
dimiliki oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO), yang
menyebutkan, industri pariwisata di Indonesia dari tahun ketahun mengalami
peningkatan signifikan. Hasil yang diperoleh “di penghujung tahun 2012 jumlah
wisata manca negara telah mencapai lebih dari 8 (delapan) juta orang dengan
pertumbuhan sekitar 5,16% (lima koma enam belas persen) atau di atas angka
pertumbuhan pariwisata global yang tumbuh 4% (empat persen)”. Hal ini
menjadikan laju pergerakan perekonomian negara, sektor perhotelan mengalami
peningkatan. Tingkat pertumbuhan pembangunan merupakan ketiga tertinggi di
Asia, yaitu hingga 28 ribu unit kamar hotel di akhir tahun 2012.
Menjamurnya bisnis sektor perhotelan ini semakin banyak diminati oleh
para investor dan kreditor. Serta pemerintah salah satu pihak yang diuntungkan
dalam sektor ini, sebab pendapatan negara meningkat. Bagi para investor dan
kreditur untuk menanamkan saham dan meminjamkan dana, dengan tujuan
mendapatkan return of investment yang lebih besar. Akuntansi sebagai penyedia
informasi bagi pengambilan keputusan yang dilakukan top management, agar
mampu memberikan informasi tentang laju keuangan perusahaan tersebut.
Pertumbuhan perhotelan tersebut tidak diimbangi oleh kesadaran
dikalangan perhotelan akan dampak lingkungan yang muncul dari proses kegiatan
usaha jasa. Seperti yang telah dilansir pada program penelitian peningkatan
kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER 2012) yang
menunjukan hasil bahwa, 79% perusahaan yang berada dalam kawasan hitam
yakni, sebagian besar perusahaan dari sektor perhotelan, dengan jumlah 28
Perusahaan. Disebabkan oleh ketidakpatuhan yang terhadap pengelolaan limbah
B3 dan pelanggaran pengendalian pencemaran air.
Sedangkan menurut “International Ecotourism Society” lebih dari dua
pertiga turis dari Amerika dan Australia serta lebih 90% turis dari Inggris
2
menganggap proteksi lingkungan dan dukungan pada komunitas lokal merupakan
bagian dari tanggung jawab yang harus disediakan pihak hotel. Sebab terdapat
mandat dari berbagai pemerintah dunia yang mempersyaratkan karyawan mereka
hanya boleh tinggal atau mengadakan pertemuan dan konvensi dalam suatu
“Green Hotel”. Tentunya cepat atau lambat kecenderungan dunia untuk lebih
berpihak pada pembangunan serta pengelolaan hotel yang lebih berkelanjutan
berimbas mewarnai industri pariwisata, dan perhotelan di Indonesia.
Manakala gerakan peduli lingkungan (green movement) melanda dunia,
akuntansi berbenah diri agar siap menginternalisasi berbagai eksternalitas yang
muncul sebagai konsekuensi proses industri, sehingga lahir istilah green
accounting atau akuntansi lingkungan (environmental accounting). Demikian pula
waktu sebagian industri, dan usaha yang menghasilkan limbah mulai
menunjukkan wajah sosialnya (capitalism with human face), yang ditunjukkan
dengan perhatian pada employees dan aktivitas community development, serta
perhatian pada stakeholders lain, akuntansi mengakomodasikan perubahan
tersebut dengan memunculkan wacana akuntansi sosial (social responsibility
accounting). Sejak memahami akuntansi sebagai bagian dari fungsi service baik
sosial, budaya, ekonomi bahkan politik, maka faktor mempengaruhi akuntansi itu
sendiri (Susilo, 2008).
Dalam kondisi sekarang ini, mungkin hal yang paling penting dan menarik
adalah agenda pembangunan akuntansi lingkungan sebagai konsep elaborasi yang
berkelanjutan yang nantinya diharapkan menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan. Redclift (1987) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pengembangan yang berkelanjutan adalah mengkompromikan antara sumber daya
alam yang terbatas ini dengan pencapaian tujuan ekonomi. Sustainability
merupakan hubungan erat antara ekonomi, lingkungan dan sosial. Untuk itu,
akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini, akan membutuhkan
penyesuaian antara akuntansi konvensional dengan kebutuhan sosial di sekitarnya.
Akuntansi lingkungan dikaitkan dengan sustainability ini adalah memberikan
informasi berupa kalkulasi berupa biaya yang perlu dikeluarkan oleh perusahaan
3
agar produk/jasa yang dihasilkannya merupakan produk/jasa yang ramah
lingkungan, aman dikonsumsi ataupun digunakan.
Di Indonesia, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah menyusun standar
pengukapan akuntansi lingkungan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 32 dan 33. Kedua PSAK ini mengatur tentang kewajiban perusahaan
dari sektor pertambangan dan pemilik Hak Pengusahaan Hutan untuk melaporkan
item-item lingkungannya dalam laporan keuangan. Aspek lingkungan menjadi
salah satu variabel penentu dalam pemberiaan kredit dan kinerja lingkungan yang
dikeluarkan oleh KLH melalui PROPER adalah tolak ukur. Disisi lain, di
Indonesia terdapat kurang lebih 40 NGO (non govermental organization) yang
terbentuk untuk mengendalikan dampak lingkungan di Indonesia. Dan semua itu
adalah pihak-pihak yang memiliki atensi terhadap lingkungan dan mempunyai
jaringan dengan organisasi lingkungan Internasional (Lindrianasari, 2007).
Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik kota Salatiga, rata-rata tingkat
hunian tempat tidur (bed occupancy rate) pada bulan ini (Maret, 2014) mengalami
peningkatan sebesar 1,08 dibanding bulan Februari yang lalu. Dimana bulan ini
(Maret, 2014) tercatat sebesar 30,99 persen, sementara bulan lalu (Februari, 2014)
tercatat sebesar 29,91 persen. Dengan rincian pada tabel 1.1 dibawah ini :
Tabel 1.1 Tingkat Penghuni Hotel(TPK) Kota Salatiga, Maret 2013-Maret 2014
Bulan Kelas
Rata-Rata Bintang Non Bintang
Maret 2013 40,83 28,1 35,62
April 30,03 26,95 28,77
Mei 28,59 27,1 27,98
Juni 41,13 26,83 35,32
Juli 30,27 26,17 28,55
Agustus 30,03 30,94 30,4
September 27,88 25,91 27,06
Oktober 31,91 28,23 30,33
November 32,78 29,53 31,42
Desember 38,05 29,2 34,35
Januari 25,69 27,1 26,23
Februari 22,87 32,23 26,41
Maret 31,32 28 30,06
4
Sumber data : http://salatigakota.bps.go.id/?hal=brs_detil&id=1
Hal ini dikarenakan Salatiga yang berada di daerah cekungan, kaki gunung
Merbabu diantara gunung-gunung kecil antara lain: Gajah Mungkur, Telomoyo,
dan Payung Rong. Tinggi kota Salatiga terletak pada ketinggian antara: 450 - 825
dpl (dari permukaan air laut). Kota ini berbatasan 49 km sebelah selatan kota
Semarang atau 52 km sebelah utara kota Surakarta, dan berada di jalan negara
yang menghubungkan Semarang-Surakarta. Kota ini berada di lereng timur
gunung Merbabu, sehingga membuat kota ini berudara cukup sejuk. Menjadikan
Salatiga kota transit dan tempat berlibur yang sangat menyejukkan. Dan bagi para
pelancong yang menginap pada penginapan baik hotel berbintang, non berbintang
ataupun home stay tersebut yang hanya menginap untuk berlibur, ataupun
memang mengikuti gaya hidup yang gemar menginap pada perhotelan berbintang,
non berbintang ataupun untuk mengadakan beberapa acara sebagai tempat
meeting atapun event-event penting lainnya pada wisma ataupun pondok wisata.
Berdasarkan latar belakang tersebut menjadikan beberapa pertanyaan
tentang penginapan sendiri, diantaranya : terkait bagaimana pengetahuan biaya
lingkungan dan konsep green accounting pada sektor perhotelan yang ada di Kota
Salatiga. Dan bagaimana perhotelan yang ada di Salatiga menyikapi biaya
lingkungan dan konsep green accounting tersebut.
Penelitiaan ini bertujuan untuk sektor perhotelan untuk mengetahui biaya
lingkungan dan konsep green accounting pada perhotelan di Salatiga, serta
perhotelan dalam menyikapi adanya biaya lingkungan dan konsep green
accounting. Dan diharapkan manfaat dari penelitian ini memberikan pemahaman
tentang pengetahuan dan kepedulian biaya lingkungan serta green accounting
perhotelan yang ada di kota Salatiga. Dan hasil penelitian diharapkan akuntansi
lingkungan pada perhotelan mampu memberikan pengetahuan biaya lingkungan
dan green accounting termasuk dalam kepeduliannya.
5
2 LANDASAN TEORI
2.1 Green Accounting
Konsep green accounting mulai berkembang sejak tahun 1970-an di
Eropa, diikuti dengan mulai berkembangnya penelitian-penelitian yang terkait
dengan isu green accounting tersebut di tahun 1980-an (Bebbington, 1997; Gray,
dkk., 1995). Green accouting adalah environmental accounting sebagaimana yang
ditegaskan oleh Yakhou dan Vernon (2004) yakni penyediaan informasi
pengelolaan lingkungan untuk membantu manajemen dalam memutuskan harga,
mengendalikan overhead dan pelaporan informasi lingkungan kepada publik.
McHugh (2008) menjelaskan kinerja lingkungan ini dengan istilah sustainability
accounting. Sementara Lindrianasari (2007) memberikan istilah dengan
environmental accounting disclosure. Selain itu, green accouting juga dikaitkan
dengan triple bottom line reporting (Raar, 2002). Istilah terakhir ini juga dikenal
dengan social and environmental reporting dimana dalam pelaporan kinerja
aktivitas operasional perusahaan, kinerja lingkungan, dan kinerja sosialnya
(Markus dan Ralph, 1999). Istilah lain bisa juga dipakai misalnya Environmental
Accounting, Social Responsibility Accounting, dan lain sebagainya (Harahap,
2002). Sedangkan pendapat lain green accounting merupakan akuntansi yang di
dalamnya mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan mengungkapkan biaya-biaya
terkait dengan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan
(Aniela, 2012).
Adapun tujuan dari green accounting adalah mengidentifikasi,
mengumpulkan, menghitung dan menganalisis materi dan energi yang terkait
biaya; pelaporan internal dan menggunakan informasi tentang biaya lingkungan;
menyediakan biaya-biaya lain yang terkait, informasi dalam proses pengambilan
keputusan, dengan tujuan untuk mengadopsi keputusan yang efisiensi dan
berkontribusi perlindungan lingkungan (Ikhsan 2009:21).
Keberhasilan green accounting tidak hanya tergantung pada ketepatan
dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan. Akan tetapi
6
kemampuan dan keakuratan data green accounting dalam menempatkan dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan (Ikhsan 2009:21).
The Internasional Federation of Accountants membahas green accounting
sebagai mana “pengelolaan kinerja lingkungan dan ekonomi melalui
pengembangan dan implementasi lingkungan terkait sistem menghitung dan
praktek yang tepat, sementara ini mungkin termasuk pelaporan dan audit di
beberapa perusahaan, green accounting biasanya dapat melibatkan untuk siklus
biaya, akuntansi biaya penuh, penilaian manfaat dan perencanaan strategis
pengelolaan lingkungan”. Selain itu, devinisi PBB sustainable development
menekankan bahwa sistem green accounting digunakan untuk pengambilan
keputusan internal, dan informasi tersebut dapat berupa fisik ataupun moneter.
Sekalipun Amerika Serikat Environmental Protection Agency menganggap bahwa
“penting fungsi green accounting adalah untuk membawa biaya lingkungan
menjadi perhatian para pemangku kepentingan perusahaan yang mungkin dapat
menjadi motivator untuk mengidentifikasi cara-cara untuk mengurangi atau
menghindari biaya tersebut, sementara pada saat yang sama meningkatkan
kualitas lingkungan”. Bahkan sistem green accounting memiliki fungsi ganda
yaitu mengelola dan meningkatkan kinerja lingkungan keuangan suatu entitas
(Moorthy dan Yocob, 2013).
Dampak yang dihasil oleh hotel dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
yaitu :
Sampah basah, berupa sisa bahan olahan, sisa makanan/masakan
yang mudah sekali diuraikan oleh mikroorganisme sehingga mudah
membusuk dan menimbulkan bau yang menyengat. Sampah basah
ini biasanya berasal dari ruang dapur, restaurant atau employee
dining room. Termasuk di sini adalah limbah yang berasal dari kloset
atau kamar mandi yaitu air bekas mandi, air bekas cucian pakaian /
peralatan rumah tangga, tinja, limbah b3, air bekas kolam renang dll.
Sampah kering, berupa sampah yang bisa terbakar atau tidak
mudah terbakar. Misalnya kertas, tekstil, kulit, kayu, plastik, kaleng-
7
kaleng/botol-botol bekas, pecahan kaca, bekas lampu, logam-logam
bekas bongkaran bangunan, kondom, bangkai hewan, daun-
daunan/ranting dari halaman dll.
2.2 Biaya Lingkungan
Biaya lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan maupun
non keuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang
mempengaruhi kualitas lingkungan (Ikhsan, 2008:13).
1. Kepedulian Lingkungan Hidup.
Terkait dengan environmental prevention costs (Biaya Pencegahan
Lingkungan) yakni biaya-biaya untuk mencegah aktivitas diproduksinya
limbah dan atau sampah yang dapat merusakan lingkungan. Contoh :
evaluasi dan pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain proses
dan produk untuk mengurangi atau mengahapus limbah (Hansen dan
Mowen 2007:413).
Beberapa kondisi akan disajikan dalam kuesioner terkait dengan persepsi
reponden terhadap kondisi kepedulian lingkungan hidup para pengelola
perhotelan. Yang diambil dari penelitian Yuliani, 2014 diantaranya
yakni;
o Bagaimana menjaga lingkungan hidup.
o Menjaga lingkungan hidup sama dengan menjaga kelangsungan
hidup usaha.
o Menggunakan bahan-bahan(perlengkapan dan bahan baku) usaha
yang ramah lingkungan.
o Menjaga agar limbah usaha tidak mencemari lingkungan hidup.
o Memilah limbah usaha yang organik dan non organik.
o Selalu membeli peralatan usaha yang ramah lingkungan.
8
2. Kesadaran Biaya Lingkungan
Terkait dengan environmental dectection costs (Biaya Deteksi
Lingkungan) yakni, biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk
menentukan bahwa produk, proses dan aktivitas lain di perusahaan
telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku. Contoh :
pengembangan ukuran kinerja lingkungan dan pelaksanaan pengujian
pencemaran (Hansen dan Mowen 2007:413).
Cakupan biaya kesadaran ini ialah dari penelitian Shield and Young,
1994 yang menyatakan “The key distinction is between local and
global cost conscious. A local focus occurs in single unit of an
Research and development organization or it may be the research and
development unit as whole. A global focus is one which professional
consider the total cost to the organization of decisions. For an
research and development professional, a global focus means
including all downstream cost to reseach and development as well as
all research and development costs”. Dan variabel dalam penelitian
ini dialmbil penelitian Yuliani, 2014 diantaranya yakni;
o Mengetahui bahwa biaya lingkungan adalah tangung jawab
usaha.
o Memiliki pengetahuan yang baik mengenai biaya lingkungan
yang diperlukan.
o Mengetahui setiap pengeluaran yang dilakukan untuk biaya
lingkungan.
o Mengetahui biaya menggunakan bahan-bahan usaha ramah
lingkungan.
o Mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah limbah
usaha.
o Membebankan biaya lingkungan sebagian dari beban usaha.
9
3. Pengetahuan Biaya
Terkait dengan environmental internal failure costs (Biaya Kegagalan
Internal Lingkungan) yakni, biaya-biaya untuk aktivitas yang
dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak
dibuang ke lingkungan luar. Contoh : pengoperasian perlatan untuk
mengurangi atau menghilangkan polusi (Hansen dan Mowen
2007:413).
Beberapa kondisi akan disajikan dalam kuesioner terkait dengan
persepsi reponden terhadap pengetahuan biaya para pengelola
perhotelan. Yang diambil dari penelitian Shield dan Young, 1994
diantaranya yakni;
o My job experience include assignment in which i have had
formula responsibility for managing profit.
o I have worked in unit in which primary measure of performence
was profit.
o I know how to manage cost.
o I manage costs by comparing the amounts spent of various item
against of manage against amount for those each in the item
budget.
o I have a lot of experince in managing cost.
o I manage costs by examining whether the total amount spent on
several item has yielded a good outcome.
4. Pengetahuan Biaya Lingkungan.
Terkait dengan environmental external failure costs (Biaya Kegagalan
Eksternal Lingkungan) yakni, biaya-biaya untuk aktivitas yang
dilakukan setelah melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan.
Contoh : biaya ganti rugi atas complain pelanggan (Hansen dan Mowen
2007:413). Beberapa kondisi akan disajikan dalam kuesioner terkait
dengan persepsi reponden terhadap pengetahuan biaya lingkungan para
10
pengelola perhotelan. Variabel penelitian ini diambil dari penelitian
Yuliani, 2014 yakni;
o Mengetahui bagaimana mengelola biaya usaha.
o Memiliki pengalaman yang cukup untuk mengelola biaya
usaha.
o Memiliki pengetahuan mengenai biaya lingkungan.
o Mengetahui komponen-komponen biaya lingkungan.
o Mengetahui bagaimana membebankan biaya lingkungan dalam
biaya usaha.
5. Gaya Pengeluaran Individu
Variabel ini ialah diambil dari penelitian Shields and Young , 1994.
Diantaranya ialah :
o When i spent my company money i always like i am spending
my own money.
o It is always important to make sure i don't waste any of my
company money.
o I always watch my pennies when i am decinding whether to buy
something.
o I am more careful about spending my own money than
spending my companies money.
o I rarely worry about spending money.
3 METODE PENELITIAN
Pengukuran variabel untuk mengukur penelitian ini berdasarkan pada
penelitian Yuliani (2014). Yakni terkait dengan kepedulian lingkungan hidup,
kesadaran biaya lingkungan, pengetahuan biaya, pengetahuan biaya lingkungan,
dan gaya pengeluaran individu.
11
Satuan analisis penelitian ini ialah hotel, sedangkan populasi adalah
seluruh perhotelan se Kota Salatiga dan sampel dalam penelitian ini ialah
pengelola dari 24 jenis usaha perhotelan di Salatiga. Sampel sendiri didapat
dengan mendatangi langsung pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan
dan Pariwisata. Pengumpulan data kuesioner dilakukan selama bulan Februari
hingga bulan April. Kuesioner dikirim dengan mendatangi secara langsung
maupun tidak langsung kepada responden-responden yang dituju dengan tujuan
agar efektive dan memperbesar tingkat pengembaliaan kuesioner. Dalam
penelitian ini, langkah analisis yang dilakukan adalah :
1. Menginput data dari hasil kuesioner yang telah disebar.
2. Melakukan skoring terhadap data.
3. Melakukan Uji Validitas dan Reliabilitas.
4. Melakukan Analisis Deskriptif
Dalam hal ini akan dilakukan analisis deskriptif baik terkait demografi
maupun deskripsi terkait dengan variabel dan preferensi kepentingan.
Dengan masing-masing variabel diukur dengan kondisi riil di lapangan
dengan menyatakan sangat setuju (SS)= 7, setuju(S)= 6, cukup setuju
(CS)= 5, tidak tahu/netral (N)= 4, kurang setuju (KS)= 3, tidak setuju
(TS)= 2 dan sangat tidak setuju (STS)= 1. Variabel penelitian dalam
penelitian ini adalah persepsi dari masing-masing pimpinan unit terkait
dengan pertanggung jawaban dalam mengelola lingkungan hidup di
sekitar perhotelan.
5. Menganalisis Deskripsi Variabel dari setiap indentifikasi yang telah
dilakukan pada setiap sub pertanyaan.
6. Mengambil kesimpulan dari setiap hasil analisis yang dilakukan per sub
pertanyaan.
4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Disini akan dilakukan pembahasan mengenai data-data yang berhasil
diperoleh. Hasil pengolahan data yang diperoleh akan ditelaah dan dijabarkan
12
sesuai dengan hasilnya. Pembahasan akan memberikan gambaran yang jelas
mengenai hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan oleh penelitian.
4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.1.1 Uji Validitas
4.1.1 Tabel Uji Validitas
Sumber : Data Penelitian 2014
4.1.1 Tabel Uji Validitas
No Item
Intrumen 4
Keterangan
Intrumen 5
Keterangan Nilai Hitung r
Nilai Table
r
Nilai Hitung r
Nilai Table r
1 0,900 0,404 valid 0,714 0,404 valid
2 0,901 0,404 valid 0,458 0,404 valid
3 0,949 0,404 valid 0,535 0,404 valid
4 0,921 0,404 valid 0,629 0,404 valid
5 0,902 0,404 valid 0,441 0,404 valid
Sumber : Data Penelitian 2014
4.1.2 Uji Reliabilitas
4.1.2 Tabel Uji Reliabilitas Varians
No Item varians 1 varians 2 varians 3 varians 4 varians 5
1 0,433 1,172 3,085 1,536 4,87
No Item
Intrumen 1
Keterangan
Intrumen 2
Keterangan
Intrumen 3
Keterangan Nilai Hitung r
Nilai Table r
Nilai Hitung r
Nilai Table r
Nilai Hitung r
Nilai Table r
1 0,754 0,404 Valid 0,624 0,404 valid 0,754 0,404 Valid
2 0,425 0,404 Valid 0,792 0,404 valid 0,425 0,404 Valid
3 0,835 0,404 Valid 0,872 0,404 valid 0,835 0,404 Valid
4 0,781 0,404 Valid 0,739 0,404 valid 0,781 0,404 Valid
5 0,826 0,404 Valid 0,722 0,404 valid 0,826 0,404 Valid
6 0,809 0,404 Valid 0,404 0,404 valid 0,809 0,404 Valid
13
2 0,505 2,375 1,389 1,123 2,288
3 1,384 2,254 1,216 0,998 1,188
4 0,949 1,607 1,085 1,085 3,911
5 1,623 2,085 1,476 1,297 2,259
6 1,737 20,8 0,781
Jumlah varian 6,632 11,572 9,033 6,040 14,516
∂2
i 22,824 33,275 27,828 25,035 22,65
Sumber : Data Penelitian 2014
Perhitungan nilai tabel Reliabilitas ialah 0.404 dengan alfa sebesar 0,05
dan dilakukan perhitungan koefisien alfa instrumen 1 adalah 0,851, 0,851 > 0,404
sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel dan dapat dipergunakan
sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen 2 adalah 0,782, 0,782 >
0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel dan dapat
dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen 3 adalah
0,811, 0,811 > 0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel dan
dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen 4
adalah 0,910, 0,910 . 0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel
dan dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data. Koefisien alfa instrumen
5 adalah 0,431, 0,431 > 0,404 sehingga disimpulkan instrumen dinyatakan reliabel
dan dapat dipergunakan sebagai alat pengumpulan data.
4.2 Analisis Deskriptif
4.2.1 Deskriptif Responden
Responden penelitian ini adalah manajer dari perhotelan se Kota Salatiga.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini disebarkan sebanyak 26 kuesioner
dan kembali sebesar 1 kuesioner oleh responden kepada peneliti. Dari 25
kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan oleh responden kepada peneliti,
peneliti melakukan pengecekan mengenai kelengkapan pengisian kuesioner.
Setelah meneliti kelengkapan dari pengisian kuesioner, peneliti akhirnya memilih
24 kuisioner yang akan digunakan dalam pengujian yang lebih lanjut, yaitu 24
dari perhotelan se Kota Salatiga. Hal ini dikarenakan ada 1 kuesioner tidak
14
lengkap dalam memberikan informasinya. Hasil lengkap dari penyabaran
kuesioner ini dapat dilihat pada tabel 4.2.1 di atas.
Tabel 4.2.1 Distribusi Kuesioner
Keterangan Jumlah Responden
Dikirim 26
Tidak Diisi 1
Tidak Lengkap 1
Lengkap dan bisa diolah 24
Sumber : Data Penelitian 2014
Tabel 4.2.1 menjelaskan dari 24 data yang dapat diolah, terdapat usia
antara 30 sampai 39 tahun yang paling tertinggi. Dikarenakan pada usia-usia
tersebut sangat produktif dalam berkerja, hal itu yang menjadikan pemilik
perhotelan mempercayakan usaha mereka kepada karyawan ataupun kepada ahli
warisnya (anaknya), untuk menjalankan usaha mereka. Kemudian pria yang
menduduki tingkat atas, melalui wawancara yang dilakukan mereka
mengungkapkan bahwa hal ini dikarenakan pria lebih memiliki waktu yang lebih
flexible dibandingkan wanita untuk mengurus manajemen perhotelan.
Tabel 4.2.2 Demografi Responden
usia
Jenis kelamin >50 20-29 30-39 40-49 Total
L 1 2 10 3 16
P
2 3 3 8
Total 1 4 13 6 24
Sumber : Data Penelitian 2014
15
4.2.3 Preferensi kepentingan.
Tabel 4.2.3 Preferensi Kepentingan Responden
Keterangan Kriteria Rata-rata Prosentase
Kepentingan Omset 3,688 17,61%
Laba 3,938 18,81%
Biaya Usaha Rendah 3,063 14,63%
Kualitas Jasa 4,125 19,70%
Jasa Ramah Lingkungan 3,125 14,93%
Limbah Tidak Mencemari
Lingkungan 3,000 14,33%
Total 20,938 100%
Sumber : Data Penelitian 2014
Tujuan dari preferensi kepentingan ini adalah untuk mengetahui
komponen mana yang menjadi prioritas utama dari pengelola perhotelan di Kota
Salatiga. Berdasarkan preferensi kepentingan dari berbagai responden dapat
diketahui bahwa, kepentingan tertinggi ialah kualitas jasa. Responden berpendapat
bahwa dengan kualitas jasa yang diberikan, maka pelanggan yang datang akan
kembali lagi. Bahkan pelanggan merasakan kualitas jasa yang baik dari hotel
tersebut, maka dapat merekomendasikan kepada teman mereka, sehingga
menjadikan laba yang dihasilkan perhotelan tersebut meningkat. Hal tersebut yang
menjadikan para responden menempatkan laba/keuntungan pada posisi kedua
sebesar 18,81%
Sedangkan yang menjadi posisi terakhir ialah, limbah yang tidak
mencemari lingkungan sebesar 14,33%. Para responden menempatkan limbah
tidak mencemari lingkungan pada posisi terakhir. Disayangkan disini ialah,
banyak responden pengelola perhotelan di Salatiga tidak berkenan dalam mengisi
preferensi kepentingan disini.
16
4.3 Analisis Deskripsi Variabel
Analisis deskripsi variabel akan diawali dengan deskripsi total seluruh
responden, setelah itu akan diuraikan deskripsi variabel.
4.3.1 Deskripsi Kepedulian Lingkungan Hidup
Tabel 4.3.1 terkait dengan kepedulian lingkungan hidup perhotelan
se kota Salatiga. Dari data tersebut bahwa perhotelan di Salatiga
mengetahui bagaimana manjaga lingkungan hidup sama dengan
menjaga keberlangsungan hidup usaha. Disini juga menunjukkan para
responden perhotelan menempatkan di posisi terakhir pada item selalu
membeli peralatan usaha yang ramah lingkungan sebanyak 15,64%.
Karena responden berpendapat bahwa membeli perlatan usaha,
mereka yang dapat digunakan untuk kepentingan perhotelan.
Tabel 4.3.1 Deskripsi Variabel Kepedulian Lingkungan Hidup
Variabel Item pertanyaan Rata-Rata Prosentase
Kepedulian
lingkungan hidup mengetahui bagaimana menjaga
lingkungan hidup 6,458 17,44%
mengetahui bahwa menjaga
lingkungan hidup sama dengan
menjaga kelangsungan hidup
usaha
6,625 17,89%
selalu menggunakan bahan-
bahan(perlengkapan dan bahan
baku) usaha yang ramah
lingkungan
5,917 15,97%
selalu menjaga agar limbah usaha
tidak mencemari lingkungan
hidup
6,417 17,32%
selalu memilah limbah usaha yang
organik dan non organik 5,833 15,75%
selalu membeli peralatan usaha
yang ramah lingkungan 5,792 15,64%
17
Jumlah 37,042 100%
Sumber : Data Penelitian 2014
Dari hasil pada variabel ini terdapat ketidakkonsistensian dari
preferensi kepentingan dan item pertanyaan pada variabel ini. Yakni
disini yang menjadi perhatian penting para responden perhotelan
bahwa mereka mengatahui bagaimana manjaga lingkungan hidup
sama dengan menjaga keberlangsungan hidup usaha. Akan tetapi pada
kepentingan mereka meletakkan limbah tidak mencemari lingkungan
pada posisi terakhir.
4.3.2 Deskripsi Kesadaran Biaya Lingkungan
Para responden perhotelan pada variable ini, banyak memilih
tinggi pada item pertanyaan pertama sebanyak 18,61%. Dengan
demikian responden dapat menyadari biaya lingkungan adalah
tanggung jawab usaha. Serta meletakan pada posisi terakhir variabel,
ialah item pertanyaan mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk
mengolah limbah usaha dengan prosentase rata-rata sebesar 15,63%.
Tabel 4.3.2 Deskripsi Variabel Kesadaran Biaya Lingkungan
Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase
Kesadaran Biaya
Lingkungan mengetahui bahwa biaya
lingkungan adalah tanggung
jawab usaha
5,708 18,61%
memiliki pengetahuan yang baik
mengenai biaya lingkungan yang
diperlukan
5,125 16,71%
mengetahui setiap pengeluaran
yang dilakukan untuk biaya
lingkungan
5,083 16,58%
mengetahui biaya menggunakan
bahan-bahan usaha ramah
lingkungan
5,042 16,44%
mengetahui biaya yang harus
dikeluarkan untuk mengolah
limbah usaha
4,792 15,63%
18
membebankan biaya lingkungan
sebagai bagai dari beban usaha 4,917 16,03%
Jumlah 30,667 100%
Sumber : Data Penelitian 2014
Kesadaran biaya lingkungan menitik beratkan pada responden
perhotelan mengatahui bahwa biaya lingkungan adalah tanggung
jawab usaha. Disni mereka memaparkan bahwa biaya lingkungan
yang mereka keluarkan terkait dengan membayar iuran kebersihaan
dilingkungan usahanya. Karena perhotelan di Salatiga berada di
sekitar pemukiman padat penduduk. Beberapa perhotelan yang
berskala melati atau non berbintang yang menyatakan tidak
mengeluarkan uang untuk biaya lingkungan. Hal ini dikarenakan
mereka hanya membakar sisa hasil limbahnya yakni semua sampah
yang dihasilkan sisa jasa perhotelan, padahal yang responden lakukan
dapat mencemari udara yang ada pada lingkungan sekitar usaha
perhotelan. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa kesadaran biaya
lingkungan di kalangan usaha jasa perhotelan masih sangat kurang.
Yang dibuktikan saat pemilihan preferensi kepentingan dan
menempatkan limbah tidak mencemari lingkungan pada posisi yang
terakhir.
4.3.3 Deskripsi Pengetahuan Biaya.
Terkait variabel ini terdapat 6 pertanyaan, tabel 4.3.3 membahas
terkait dengan pengetahuan perhotelan se kota Salatiga. Dalam tabel
4.3.3 terdapat para reponden perhotelan di Salatiga memberikan nilai
tertinggi sebanyak 18,22% pada item pertanyaan mengetahui
komponen biaya usaha perhotelan itu sendiri.
Akan tetapi disini juga dipaparkan bahwa para responden
perhotelan di Salatiga minim memiliki pengalaman untuk mengelola
biaya usaha. Yang menjadikan item pertanyaan ini pada posisi terkhir
dengan perolehan sebesar 14,65%. Dan sebagian besar dari pengelola
atau manajer pada perhotelan yang berskala melati, berpendapat
19
masih menerapkan hal yang sama dengan apa yang sudah dilakukan
sebelumnya.
Tabel 4.3.3 Deskripsi Variabel Pengetahuan Biaya
Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase
Pengetahuan Biaya mengetahui bagaimana mengelola
biaya usaha 4,958 15,16%
selalu mengukur kinerja usaha
saya dalam profit (keuntungan) 5,750 17,58%
mengetahui bagaimana mengelola
biaya usaha 5,792 17,71%
mengetahui komponen-komponen
biaya usaha perhotelan 5,958 18,22%
memiliki pengalaman yang cukup
untuk mengelola biaya usaha 4,792 14,65%
mengetahui bagaimana
membebankan biaya usaha dalam
perhitungan harga jasa maupun
perhitungan profit / keuntungan
5,458 16,69%
Jumlah 32,708 100%
Sumber : Data Penelitian 2014
Mengukur kinerja usaha dalam profit sebagai prosentase rata-rata
tertinggi yakni sebesar 17,82%. Sedangkan dalam preferensi
kepentingan yang menjadi prioritas utamanya adalah kualitas jasa
serta laba sebagai prioritas utama lainnya. Disini terdapat kecocokan,
dikarenakan perhotelan di Salatiga mengungkapkan jika dengan
kualitas jasa yang perhotelan berikan sangat memuaskan, maka
banyak konsumen yang akan datang kembali pada jasa mereka, yang
menjadikan laba usaha mereka meningkat.
20
4.3.4 Deskripsi Pengetahuan Biaya Lingkungan.
Tabel 4.3.4 Deskripsi Variabel Pengetahuan Biaya Lingkungan
Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase
Pengetahuan Biaya
Lingkuan mengetahui bagaimana
mengelola biaya usaha 5,667 21,45%
memiliki pengalaman yang
cukup untuk mengelola biaya
usaha
5,417 20,50%
memiliki pengetahuan mengenai
biaya lingkungan 5,292 20,03%
mengetahui komponen-
komponen biaya lingkungan 4,958 18,77%
mengetahui bagaimana
membebankan biaya
lingkungan dalam biaya usaha
5,083 19,24%
Jumlah 26,417 100%
Sumber : Data Penelitian 2014
Variabel Pengetahuan Biaya Lingkungan disini responden
perhotelan di Salatiga rata-rata memiliki pegetahuan mengetahui biaya
lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata reponden penelitian
memberikan skor tertinggi pada bagaimana mengelola biaya usaha
perhotelan mereka sebesar 21,45%.
Akan tetapi pada tabel 4.3.4 tersebut sangat berbalik arah ketika
mereka saat memberikan nilai saat memilih preferensi kepentingan.
Yang menjadikan limbah yang tidak mencemari lingkungan pada
posisi terakhir. Hal ini yang menjadikan perhatian bagi, para
pengelola atau manajer perhotelan di Salatiga. Agar tidak hanya
mengetahui dan memiliki kesadaran biaya lingkungan, akan tetapi
dapat melakukannya tindakan yang nyata.
4.3.5 Deskripsi Gaya Pengeluaran Individu
Disini gaya pengeluaran individu yang dilakukan oleh reponden
pengelola perhotelan di Salatiga. Memberikan skor tertinggi item
21
pertanyaan selalu mengecek uang kas perhotelan yang ada ketika
pengelola memutuskan untuk membeli sesuatu, dengan perolehan
sebesar 24,46%. Disisi lain responden juga beranggapan bahwa
responden melakukan hal tersebut, agar untuk mengetahui usaha
perhotelan tidak melakukan pengeluaran yang sia-sia.
Dan juga menempatkan rata-rata prosentase responden perhotelan
menempatkan posisi terakhir dari variabel gaya pengeluaran individu
dari item pertanyaan jarang mengkuartirkan pengeluaran uang sebesar
15,14%. Bagi perhotelan berskala bintang mengungkapkan tidak
memperhatikan hal ini, dikarenkan responden sadar tidak
mengkuatirkan pengeluaran uang reponden untuk usaha, demi yang
didapat lebih dari pada yang responden keluarkan. Serta pengeluaran
pengelola lebih terstruktur dengan adanya pembukuan yang sudah
tersturktur.
Tabel 4.3.5 Deskripsi Variabel Gaya Pengeluaran Individu
Variabel Item pertanyaan Rata-rata Prosentase
Pengetahuan Biaya
Lingkuan melakukan pengeluaran untuk
kepentingan usaha, saya selalu
merasa seperti melakukan
pengeluaran menggunakan uang
pribadi saya
4,500 17,79%
sangat penting untuk mengetahui
usaha saya tidak melakukan
pengeluaran sia-sia
5,875 23,23%
selalu mengecek uang kas
perhotelan yang ada ketika saya
memutuskan untuk membeli
sesuatu
6,167 24,38%
selalu hati-hati dalam melakukan
pengeluaran pribadi
dibandingkan pengeluaran usaha
4,542 17,96%
jarang mengkuatirkan
pengeluaran uang 4,208 16,64%
Jumlah 25,292 100%
22
Sumber : Data Penelitian 2014
5 PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak pertumbuhan
perhotelan di Kota Salatiga ini, mengesampingkan limbah yang responden
hasilkan dari kegiatan usaha. Para pengelola perhotelan sekedar peduli dan
sadar terhadap lingkungan sekitar, namun tidak disertai dengan adanya action
ataupun dorongan untuk mewujudkan kepeduliannya dengan mengolah
menjadi lebih aman untuk lingkungan sekitar usaha.
Selain itu kurangnya pengetahuan biaya dan biaya lingkungan di kalangan
pengelola perhotelan terlebih pada skala hotel non berbintang. Dan terlebih
dilakukan tentang biaya lingkungan responden lakukan hanya terkait dengan
pengeluaran untuk limbah hasil usaha, tetapi tidak diimbangi dengan
perawatan dan pengelolaan yang tepat. Terlebih dengan adanya konsep
menganai green accounting yang sudah mulai diterapkan oleh berbagai
industri-industri. Bahwa limbah yang dihasilkan merupakan bagian dari
tanggung jawab yang harus dilakukan oleh setiap pelaku usaha. Konsep ini
juga harus disosialisasikan bukan hanya kepada pengelola perhotelan berskala
besar (berbintang), melainkan juga kepada pengelola perhotelan berskala
kecil (non berbintang).
5.2 Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yakni kurangnya
pengetahuan atas biaya lingkungan dari reponden yang dipengaruhi oleh
pengalaman. Serta sulit ditemui manajer ataupun pengelola perhotelan yang
berada ditempat usaha. Dan banyak responden tidak berkenan dalam mengisi
data diri dan preferensi kepentingan responden.
Para pengelola perhotelan dalam menjalankan usaha, mulai
memperhatikan dan mengelola limbah yang mereka hasilkan. Sehingga bukan
hanya sekedar kualitas yang diutamakan namun juga disertai dengan ada
bentuk tanggung jawab dalam menjalankan usaha perhotelan.
23
Salah satu dengan memperhatikan dalam pengelolahan limbah perhotelan
agar tidak membuangnya sembarang. Dan lebih pada perhotelan non bintang,
untuk lebih memilah-milah sampah antara organik dan bukan agar tepat
dalam mengolah. Juga pengelola perhotelan dalam membeli peralatan dan
bahan-bahan yang ramah lingkungan, sehingga tidak mencemari lingkungan
yang berada disekitar lingkungan usaha perhotelan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Aniela, Y. (2012). Peran Akuntansi Lingkungan Dalam Meningkatkan Kinerja
Lingkungan Dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Berkala Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi – 1(1), Januari 2012.
Bebbington, J. (1997). Engagement, Education, and Sustainability. Accounting,
Auditing & Accountability Journal, 10(3): 365-381.
Harahap, S.S. (2002). Teori Akuntansi. Edisi revisi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Lindrianasari. (2007). Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas
Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Ekonomi Perusahaan di
Indonesia. JAAI, 11(2).
McHugh, J. (2008). Accountants Have Key Role in Sustainability. Public Finance;
Dec 14, Academic Research Library.
Mehenna, Y. and Vernon P. D., (2004). Environmental Accounting: An Essential
Component Of Business Strategy. Business Strategy and the Environment.
Bus. Strat. Env. 13: 65–77
Milne, M.J. and Ralph, W. A. (1999). Exploring the Reliability of Social and
Environmental Disclosures Content Analysis. Accounting, Auditing &
Accountability Journal, 12(2): 237.
Moorthy, K dan Yocob, P. (2013). Green accounting: Cost Measures. Open
Jurnal Of Accounting, 2: 4-7.
Muhidin, A.S dan Abdurrahman, M. (2007). Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur
dalam Penelitian (Dilengkapi Aplikasi Program SPSS). Pustaka Setia.
Ikhsan, A. (2008). Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapan. Graha Ilmu.
PSAK 32 dan 33
Raar, J. (2002). Environmental initiatives: Towards Triple-Bottom Line
Reporting. Corporate Communications. Bradford: .7(3):169, 15.
Redclift, M. (1987). Sustainable Development: Exploring the Contradictions.
Methuen, London.
25
Susilo, J. (2008). Green Accouting di daerah istimewa Yogyakarta : Studi Kasus
antara Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. JAAI 12 (2): 149 – 165.
Shields, M. D. and S. M. Young. 1994. Managing innovation costs: A study of
cost conscious behavior by R&D professionals. Journal of Management
Accounting Research (6): 175-196.
Yuliani, C. (2014). Kepedulian dan Pengetahuan Pelaku Bisnis Mengenai Konsep
Green Accounting : Studi Kasus pada Laundry di Kota Salatiga.
http://blog.gbcindonesia.org/?p=771
http://proper.menlh.go.id/proper%20baru/Index.html
http://salatigakota.bps.go.id/?hal=brs_detil&id=1
http://utamisubardo.wordpress.com/2013/04/21/limbah-dan-jenisnya/
www.salatigakota.go.id
26
Lampiran 1
KUESIONER: AKUNTANSI LINGKUNGAN
KEPEDULIAN LINGKUNGAN HIDUP
Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju
KESADARAN BIAYA LINGKUNGAN
Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setujui
No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7
1 Secara umum, saya mengetahui bagaimana menjaga
lingkungan hidup
2 Secara umum saya mengetahui bahwa menjaga lingkungan
hidup sama dengan menjaga kelangsungan hidup usaha
3 Saya selalu menggunakan bahan-bahan(perlengkapan dan
bahan baku) usaha yang ramah lingkungan
4 Saya selalu menjaga agar limbah usaha tidak mencemari
lingkungan hidup
5 Saya selalu memilah limbah usaha yang organik dan non
organik
6 Secara umum, saya selalu membeli peralatan usaha yang
ramah lingkungan
No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7
1 Secara umum, saya mengetahui bahwa biaya lingkungan
adalah tangung jawab usaha
2 Saya memiliki pengetahuan yang baik mengenan biaya
lingkungan yang diperlukan
3 Secara umum, saya mengetahui setiap pengeluaran yang
dilakukan untuk biaya lingkungan
4 Saya mengetahui biaya menggunakan bahan-bahan usaha
ramah lingkungan
27
PENGETAHUAN BIAYA
Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju
PENGETAHUAN BIAYA LINGKUNGAN
Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju
No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7
1 Secara umum, saya mengetahui bagaimana mengelola
biaya usaha
2 Saya memiliki pengalaman yang cukup untuk
mengelola biaya usaha
3 Saya umum, saya memiliki pengetahuan mengenai
biaya lingkungan
4 Saya mengetahui komponen-komponen biaya
lingkungan
5 Saya mengetahui bagaimana membebankan biaya
5 Saya mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk
mengolah limbah usaha
6 Saya membebankan biaya lingkungan sebagai bagian dari
beban usaha
No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7
1 Secara umum, saya mengatahui bagaimana mengelola
biaya usaha
2 Saya selalu mengukur kinerja usaha saya dalam profit
(keuntungan)
3 Saya mengetahui bagaimana mengelola biaya usaha
4 Saya mengetahui komponen-komponen biaya usaha
perhotelan
5 Saya memiliki pengalaman yang cukup untuk mengelola
biaya usaha
6
Saya mengetahui bagaimana membebankan biaya usaha
dalam perhitungan harga jasa maupun perhitungan profit /
keuntungan
28
lingkungan dalam biaya usaha
GAYA PENGELUARAN INDIVIDU
Isi dalam skala 1-7;1 = Sangat tidak setuju dan 7 = Sangat Setuju
No PERNYATAAN 1 2 3 4 5 6 7
1
Ketika saya melakukan pengeluaran untuk kepentingan
usaha, saya selalu merasa seperti melakukan
pengeluaran menggunakan uang pribadi saya
2 Bagi saya sangat penting untuk mengetahui usaha saya
tidak melakukan pengeluaran sia-sia
3 Saya selalu mengecek uang kas perhotelan yang ada
ketika saya memutuskan untuk membeli sesuatu
4 Saya selalu hati-hati dalam melakukan pengeluaran
pribadi dibandingkan pengeluaran usaha
5 Saya jarang mengkuatirkan pengeluaran uang
29
KUESIONER: AKUNTANSI LINGKUNGAN
NAMA :
NAMA USAHA :
ALAMAT :
JENIS USAHA :
USIA :
JENIS KELAMIN :
PREFERENSI KEPENTINGAN
Istilah dengan urutan kepentingan (1-6)
KEPENTINGAN URUTAN KE
Omset / Penjualan
Laba / Keuntungan
Biaya Usaha Rendah
Kualitas Jasa
Jasa Ramah Lingkungan
Limbah Tidak Mencemari Lingkungan
30
Lampiran 2 Daftar Responden Penelitian
No Nama Usaha Alamat Katagori
1 Wisma Brata Bakthi Jl Hasanudin 88 Wisma
2 Pondok Keluarga Osamaliki Jl Osamaliki 15 Pondok Keluarga
3 Griya Tetirah Jl Sukowati 47D Hotel Melati
4 Wisma Tamu UKSW Jl LMU Adi Sucipto 20 Wisma
5 Mutiara Jl Langgeng Suko 42 Hotel Melati
6 Ngawen Indah Jl Hassanudin 27 B Hotel Melati
7 Wisma Puri Bhakti Jl Hassanudin 125 Wisma
8 Palapa Jl Osamaliki 1 Hotel Melati
9 Slamet JL Sukowati 42 Hotel Melati
10 Salatiga Plaza Jl Jend Sudirman 61 Hotel Melati
11 Wisma Kasih Jl Dr Sumardi 8-10 Wisma
12 Permata I Jl Hassanudin km 1 Hotel Melati
13 Permata II JL Lingkar Selatan
cebongan
Hotel Melati
14 Maya Jl Kartini 15 A Hotel Melati
15 Bukit Soka Jl KH Ahmad Dahlan
09/07
Wisma
16 Penginapan Asri Jl Sumopuro lor 20 Home Stay
17 Grand Wahid Jl Jend Sudirman no 2 Hotel Bintang
18 Pondok Wisata Salib Putih Jl Salatiga-Kopeng Km 4 Pondok Wisata
19 The Lavende Jl Lingkar Selatan
Cebongan Argomulyo
Hotel Melati
20 Karina Jl Hassanudin 112 Hotel Melati
21 Kalimang Jl Atmo Suharjo 19 Hotel Melati
22 Laras Asri Jl Jend Sudirman 335 Hotel Berbintang
23 Kayu Arum Jl Margersari Tegalrejo Hotel Berbintang
24 Le Bringin Jl Jend Sudirman 160 Hotel Berbintang
31
Lampiran 3
32
Lampiran 4
33
Lampiran 5
34
Lampiran 6
Perhitungan Koefisien Alfa
Dengan alfa 0,5
DF = n-2 0,1 0,05 0,02 0,01 0,001
r 0,005 r 0,05 r 0,025 r 0,01 r 0,001
1 0,9877 0,9969 0,9995 0,9999 1,0000
2 0,9000 0,9500 0,9800 0,9900 0,9990
3 0,8054 0,8783 0,9343 0,9587 0,9911
4 0,7293 0,8114 0,8822 0,9172 0,9741
5 0,6694 0,7545 0,8329 0,8745 0,9509
6 0,6215 0,7067 0,7887 0,8343 0,9249
7 0,5822 0,6664 0,7498 0,7977 0,8983
8 0,5494 0,6319 0,7155 0,7646 0,8721
9 0,5214 0,6021 0,6851 0,7348 0,8470
10 0,4973 0,5760 0,6581 0,7079 0,8233
11 0,4762 0,5529 0,6339 0,6835 0,8010
12 0,4575 0,5324 0,6120 0,6614 0,7800
13 0,4409 0,5140 0,5923 0,6411 0,7604
14 0,4259 0,4973 0,5742 0,6226 0,7419
15 0,4124 0,4821 0,5577 0,6055 0,7247
16 0,4000 0,4683 0,5425 0,5897 0,7084
17 0,3887 0,4555 0,5285 0,5751 0,6932
18 0,3783 0,4438 0,5155 0,5614 0,6788
19 0,3687 0,4329 0,5034 0,5487 0,6652
20 0,3598 0,4227 0,4921 0,5368 0,6524
21 0,3515 0,4132 0,4815 0,5256 0,6402
22 0,3438 0,4044 0,4716 0,5151 0,6287
23 0,3365 0,3961 0,4622 0,5052 0,6178
24 0,3297 0,3882 0,4534 0,4958 0,6074
35
Rumus Koefisen Alfa
Varians 1
[
] [
]
Varians 2
[
] [
]
Varians 3
[
] [
]
Varians 4
[
] [
]
Varians 5
[
] [
]