T MMB 0907786 chapter2 -...

59
13 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kompetensi Kerja 2.1.1.1 Pengertian Kompetensi Kerja Konsep kompetensi bukanlah hal baru di dalam psikologi organisasi industri Amerika yang sudah memiliki gerakan kompetensi sejak akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970 (Veithzal Rivai dan Sagala, 2009:296). Para pakar manajemen SDM dan perilaku organisasi pada umumnya memberikan batasan berbeda mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung dalam pengertian para pakar tersebut relatif memiliki kesamaan bahwa kompetensi adalah karakteristik utama dari individu untuk menghasilkan kinerja optimal dalam melakukan pekerjaan yang mencakup motif, sifat, konsep diri, pengetahuan, dan keahlian. Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai pengertian kompetensi. Horton (2000:308) berpendapat bahwa kompetensi adalah karakteristik utama dari seseorang atau individu yang berhubungan dengan keefektifan atau keahlian di dalam melaksanakan pekerjaan. Kreitner dan Kinicki (2003:185) berpendapat bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang menunjukkan karakteristik stabil, berkaitan dengan kemampuan maksimum fisik dan mental seseorang. Keterampilan di sisi lain adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi objek.

Transcript of T MMB 0907786 chapter2 -...

Page 1: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Kompetensi Kerja

2.1.1.1 Pengertian Kompetensi Kerja

Konsep kompetensi bukanlah hal baru di dalam psikologi organisasi industri

Amerika yang sudah memiliki gerakan kompetensi sejak akhir tahun 1960 dan

awal tahun 1970 (Veithzal Rivai dan Sagala, 2009:296). Para pakar manajemen

SDM dan perilaku organisasi pada umumnya memberikan batasan berbeda

mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

dalam pengertian para pakar tersebut relatif memiliki kesamaan bahwa

kompetensi adalah karakteristik utama dari individu untuk menghasilkan kinerja

optimal dalam melakukan pekerjaan yang mencakup motif, sifat, konsep diri,

pengetahuan, dan keahlian.

Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai pengertian kompetensi.

Horton (2000:308) berpendapat bahwa kompetensi adalah karakteristik utama dari

seseorang atau individu yang berhubungan dengan keefektifan atau keahlian di

dalam melaksanakan pekerjaan. Kreitner dan Kinicki (2003:185) berpendapat

bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang menunjukkan karakteristik

stabil, berkaitan dengan kemampuan maksimum fisik dan mental seseorang.

Keterampilan di sisi lain adalah kapasitas khusus untuk memanipulasi objek.

Page 2: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

14

Agus Siswanto (Radja, 2008:51) menyatakan bahwa:

Konsep kompetensi pertama kali dipelopori oleh David C. McClelland pada tahun 1973, yang mempublikasikan artikelnya berjudul “Testing for Competence Rather Than Intelligence” yang mengemukakan latar belakang dan konsep kompetensi dalam psikologi moderen. McClelland melakukan kajian dan menganalisa berbagai penelitian sebelumnya dan menyimpulkan bahwa pengukuran potensi intelegensi dan pengetahuan akademik dianggap kurang akurat untuk memprediksi prestasi kerja maupun keberhasilan dalam kehidupan sosial dimasyarakat. Disamping itu dikemukakan pula bahwa hasil psikotes dan nilai prestasi akademik yang diperoleh dari bangku sekolah perguruan tinggi seringkali diskriminatif terhadap gender, kelompok minoritas, ataupun menurut strata sosio ekonomi. Hal ini memicu penelitian-penelitian babak baru untuk mencari metode-metode yang lebih baik untuk mengidentifikasikan kemampuan profesional dan kemampuan individu ditempat kerja, yang kemudian disebut sebagai kemampuan atau “kompetensi”.

Kompetensi menurut Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer (1993:9)

adalah: “A competency is an underlying characteristic of individual that is

causally related to criterion-referenced effective and/ or superior performance in

a job or situation”. Kompetensi seseorang menjadi ciri dasar individu dikaitkan

dengan standar kriteria kinerja yang efektif dan atau superior. Dari penjelasan di

atas Spencer berpendapat bahwa kompetensi disamping menentukan perilaku dan

kinerja seseorang juga menentukan apakah seseorang melakukan pekerjaannya

dengan baik berdasarkan standar kriteria yang telah ditentukan. Kemampuan

manusia terwujudkan dengan karya, keterampilan, pengetahuan, perilaku, sikap,

dan motif atau bakatnya ditemukan secara nyata dapat membedakan antara

mereka yang sukses atau superior dan biasa-biasa atau average saja ditempat

kerja.

Page 3: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

15

Menurut Prihadi (2004:83) kompetensi diartikan dengan merujuk kepada:

a. Kemampuan secara umum untuk menjalankan sebuah job atau bagian dari sebuah job secara kompeten, misalnya kompetensi pada fungsi perencanaan.

b. Kedua merujuk kepada salah satu rangkaian perilaku yang harus ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas dan fungsi-fungsi suatu jabatan dengan kompeten.

Prihadi (2004:105) mengemukakan pokok-pokok pengertian tentang

kompetensi yang berlaku dalam assessment centre; 1) Kompetensi adalah hal-hal

yang mampu dilakukan seseorang, 2) Kompetensi menghasilkan kinerja efektif

atau superior, 3) Kompetensi merupakan perilaku yang didasari karakteristik

fundamental, 4) Kompetensi mengandung motivasi, 5) Kompetensi didasari oleh

potensi intelektual.

Kompetensi menurut Palan (2007:5) adalah sebagai deskripsi mengenai

perilaku. Secara lebih terperinci deskripsi itu merujuk kepada karakteristik yang

mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karateristik pribadi (ciri khas),

konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, atau keahlian. Semua itu hanya dibawa atau

dimiliki oleh seseorang yang berkinerja unggul (superior performance)

didefinisikan sebagai deskripsi tugas atau hasil pekerjaan. Marshall (1996) dalam

Tjutju Yuniarsih (2008:22), mendefinisikan bahwa “a Competency is an

underlying characteristic of a person, which enables them to deliver superior

performance in a given job, role or situation”. Artinya bahwa kompetensi adalah

ciri dasar seseorang, yang memungkinkan mereka menghasilkan kinerja superior

dalam pekerjaan, peran atau situasi”.

Page 4: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

16

Watson Wyatt dalam Noor Fuad (2009:19), mendefinisikan kompetensi

sebagai kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan

perilaku (attitude). Keterampilan, pengetahuan, dan perilaku itu dapat diamati dan

diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta

kontribusi pribadi pegawai terhadap organisasinya.

Berdasarkan berbagai pengertian tentang kompetensi yang diungkapkan

oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

kompetensi merupakan karakteristik yang dimiliki individu didasari potensi

intelektual maupun perilaku yang bisa menghasilkan kinerja superior dan bisa

bertahan lama (stabil) serta efektif dalam bidang pekerjaan.

2.1.1.2 Karakteristik Kompetensi Kerja

Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang mengindikasikan cara

berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas

dan bertahan untuk waktu yang lama. Spencer dan Spencer (1993:9-11)

dalam Tjutju Yuniarsih (2008:23) menyatakan bahwa ada beberapa jenis

karakteristik yang membentuk sebuah kompetensi, yaitu sebagai berikut:

a. Motif (Motive) Motive adalah apa yang secara konsisten dipikirkan atau keinginan-

keinginan yang menyebabkan melakukan tindakan. Apa yang mendorong, perilaku yang mengarah dan dipilih terhadap kegiatan atau tujuan tertentu. Seperti motif berprestasi akan memotivasi orang-orang secara terus menerus untuk merancang tujuan yang cukup menantang serta mengambil tanggungjawab atas pekerjaannya dan menggunakan umpan balik untuk menjadi lebih baik.

Page 5: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

17

b. Sifat/Ciri bawaan (Trait) Trait adalah Ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat konsisten terhadap situasi atau informasi. Seperti reaksi waktu, luas pandangan yang baik merupakan kompetensi bagi seorang pilot.

c. Konsep diri (Self Concept) Self Concept merupakan sikap, nilai atau self image dari orang-orang. Seperti percaya diri (self confidence), keyakinan bahwa ia akan efektif dalam berbagai situasi, merupakan bagian dari konsep dirinya.

d. Pengetahuan (Knowledge) Knowledge yaitu suatu informasi yang dimiliki seseorang khususnya pada bidang spesifik. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Biasanya tes pengetahuan mengukur kemampuan untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya itu.

e. Keterampilan (Skill) Skill adalah kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental tertentu. Seperti seorang dokter gigi memiliki kemampuan menambal dan mencabut gigi tanpa merusak syaraf, atau seorang programmer komputer memiliki kemampuan mengorganisasikan 50.000 kode dalam logika yang sekuensial.

Karakteristik kompetensi tersebut diklasifikasikan kedalam dua jenis yaitu

hard skill dan soft skill. Hard skill merupakan kompetensi individu yang dapat

diamati dan mudah dikembangkan (visible and developable), yang termasuk

kedalam kompetensi ini yaitu pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill).

Soft skill merupakan kompetensi yang tidak dapat diamati secara langsung dan

lebih sulit untuk dikembangkan, yang termasuk kedalam kompetensi ini yaitu self

concept , motive, dan trait.

Page 6: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

18

Model Gunung Es

Sumber: Spencer dan Spencer (1993:11)

GAMBAR 2.1 KOMPETENSI MODEL GUNUNG ES DAN

MODEL LINGKARAN TERPUSAT

Spencer dan Spencer mengilustrasikan seperti pada gambar 2.1. Dalam

gambar tersebut, dijelaskan bahwa: 1) Motif: Hal yang dipikirkan secara teratur

yang menyebabkan seseorang bertindak; 2) Sifat/Ciri bawaan: Karakteristik fisik

dan respon yang diberikan secara teratur/konsisten dalam menghadapi suatu

situasi atau informasi; 3) Konsep diri: Nilai, prinsip, sikap yang dianut; 4)

Pengetahuan: Informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang tertentu; dan

5) Keterampilan: Kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan fisik dan mental.

Permukaan: Lebih mudah dikembangkan

Kepribadian Inti: Lebih sulit dikembangkan

Model Lingkaran Terpusat

Keterampilan

Sikap/Nilai

Sifat/Ciri bawaan, Motif

Pengetahuan

Konsep diri

Page 7: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

19

Kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keterampilan

(skill) cenderung lebih tampak (visible) dan relatif berada dipermukaan sebagai

salah satu karakteristik yang dimiliki manusia. Kompetensi konsep diri (self-

concept), sifat (trait) dan motif (motive) lebih tersembunyi (hidden), dalam

(deeper) dan berada pada titik sentral kepribadian seseorang. Kompetensi

pengetahuan (knowledge competencies) dan kompetensi keterampilan (skill

competencies) relatif lebih mudah untuk dikembangkan dan program pelatihan

adalah cara yang paling efektif untuk menjamin kemampuan pegawai. Inti

kompetensi motif (motive) dan sifat (trait) berada pada dasar “personality

iceberg” sehingga sulit untuk dinilai dan dikembangkan serta memakan biaya

yang besar untuk memilih karakteristik tersebut. Sedangkan konsep diri (self-

concept) berada diantara keduanya. Sikap (attitudes) dan nilai (values) seperti

percaya diri (self-confidence) dapat diubah melalui pelatihan dan psikoterapi atau

pengalaman pengembangan yang positif, walaupun memerlukan jangka waktu

yang lebih lama dan sulit (Spencer dan Spencer; 1993:11-12 dalam Tjutju

Yuniarsih; 2008:24)

Sejalan dengan karakteristik kompetensi di atas, Palan (2007:9) dengan

memahami lima jenis karakteristik yang membentuk kompetensi, sekarang kita

dapat menggali lima istilah dalam definisi kompetensi, yakni:

a. Karakter dasar (underlying character) diartikan sebagai kepribadian seseorang yang cukup dalam dan berlangsung lama. Dalam definisi ini, karakter dasar mengarah kepada motif, karakteristik pribadi, konsep diri, dan nilai-nilai seseorang.

Page 8: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

20

b. Kriteria referensi (criterion-referenced) berarti bahwa kompetensi dapat diukur bedasarkan kriteria atau standar tertentu. Dalam hal ini, karyawan yang berkinerja unggul, biasa dan rendah diamati serta dipelajari secara sistematis untuk mengetahui apa yang membentuk kinerja unggul , biasa, dan rendah tersebut.

c. Hubungan kausal (causality relationship) mengindikasikan bahwa keberadaan suatu kompetensi dan pendemonstrasiannya memprediksi atau menyebabkan suatu kinerja menjadi lebih unggul.

d. Kinerja unggul (superior performance) mengindikasikan tingkat pencapaian dari sepuluh persen tertinggi dalam suatu situasi kerja.

e. Kinerja efektif (effective performance )adalah batas minimum level hasil kerja yang dapat diterima. Ini biasanya merupakan garis batas, dimana karyawan yang hasil kerjanya dibawah garis ini dianggap tidak kompeten untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan Spencer dan Spencer serta

Palan dapat disimpulkan bahwa kompetensi individu terdiri dari lima karakteristik

dasar yang dapat mendasari perilaku individu untuk menghasilkan kinerja unggul

dalam suatu organisasi. Kompetensi yang harus dimiliki individu dalam

menciptakan kinerja unggul dijadikan sebagai karakteristik dasar dan harus

memiliki kriteria referensi yang mengindikasikan bahwa kompetensi yang

dimiliki individu harus dapar diukur sesuai dengan standar maupun kriteria

tertentu.

2.1.1.3 Jenis Kompetensi Kerja

Spencer dan Spencer (1993:15) dalam Tjutju Yuniarsih (2008:24),

menyatakan bahwa berdasarkan kriteria yang digunakan untuk memprediksi

kinerja suatu pekerjaan, kompetensi terbagi atas dua kategori yaitu:

a. Kompetensi Ambang/dasar (Threshold Competencies), merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat

Page 9: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

21

melaksanakan pekerjaannya dengan baik, akan tetapi tidak membedakan seseorang yang berkinerja tinggi dengan kinerja rata-rata (meliputi pengetahuan (knowledge) atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca).

b. Kompetensi Pembeda (Differentiating Competencies), merupakan faktor-faktor yang membedakan seseorang yang berkinerja tinggi dengan yang berkinerja rendah. Misalnya seseorang yang memiliki orientasi motivasi biasanya yang diperhatikan penetapan sasaran yang melebihi apa yang telah ditetapkan oleh organisasi. Contohnya kompetensi seorang sales yang memiliki motivasi tinggi dapat menetapkan sasaran jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja pada tingkat rata-rata.

Hutapea et,al (2008:43) dalam Agung M.S.S (2009:31) menerangkan bahwa

ada dua jenis kompetensi yang sudah dikenal secara umum. Hutapea et,al

mengemukakan definisi kedua jenis kompetensi tersebut mengacu kepada definisi

yang telah dikemukakan oleh Miller et, al. (2001:54), yaitu:

a. Kompetensi teknis atau fungsional (hard competency), yaitu didefinisikan sebagai gambaran tentang apa yang harus diketahui atau dilakukan seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Konsentrasi kompetensi teknis adalah pada pekerjaan, yaitu untuk menggambarkan tanggung jawab, tantangan, dan sasaran kerja yang harus dilakukan atau dicapai oleh pemangku jabatan dapat berprestasi dengan baik.

b. Kompetensi perilaku (soft competency), menggambarkan bagaimana seseorang diharapkan berperilaku agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Perlu diketahui bahwa perilaku akan teridentifikasi apabila seseorang memeragakannya dalam melaksanakan pekerjaan.

Page 10: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

22

Sumber: Miller et., al. (2001:54)

GAMBAR 2.2 JENIS KOMPETENSI

Hubungan antara kompleksitas pekerjaan dan tingkat kompetensi teknis

dan perilaku yang dibutuhkan bisa dijelaskan bahwa semakin kompleks suatu

pekerjaan maka akan membutuhkan tingkat kompetensi perilaku yang lebih tinggi

dan tingkat pengetahuan serta keahlian (kompetensi teknis) yang lebih rendah

begitu juga sebaliknya.

TABEL 2.1 PERBEDAAN ANTARA KOMPETENSI TEKNIS

DAN KOMPETENSI PERILAKU Teknis (Hard Competency) Prilaku (Soft Competency)

Bagian dari pekerjaan yang dapat dilihat; mudah untuk diperagakan

Bagian dari pekerjaan yang tidak mudah dilihat

Lebih mudah dikenal; di atas permukaan air

Tersembunyi; dibawah permukaan air

Tergantung dari penugasan Dapat diaplikasikan lebih umum Membedakan antara yang melakukan dengan yang tidak melakukan

Membedakan antara yang melakukakan di atas rata-rata dengan

Kompetensi

Kompetensi Perilaku Kompetensi Teknis

• Sikap, untuk Keterampilan/Keahlian mencapai tujuan perusahaan

• Dapat digunakan untuk SDM Perusahaan Contoh: Tim kerja, kepemimpinan, komunikasi, Fokus terhadap pelanggan

• Kompetensi Teknik/Skill untuk mencapai tujuan Perusahaan Contoh: manajemen risiko

Page 11: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

23

yang melakukan secara biasa (rata-rata)

Terfokus pada “Apa” dan “mengapa”-“Apa” menentukan pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan;”Mengapa” menentukan tingkat pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan

Terfokus pada”Bagaimana”-Bagaimana suatu pekerjaan dilakukan?

Sumber: Miller et., al. (2001:55)

Sedangkan Palan (2008:20) membagi kompetensi menjadi empat jenis

berdasarkan kaitannya diberbagai level yang ada dalam organisasi, yaitu:

a. Kompetensi Inti, sesuatu yang memiliki perusahaan, biasanya merupakan sekumpulan keahlian dan teknologi yang secara kolektif memberi keunggulan bersaing (competitive advantage) suatu perusahaan. Kompetensi ini bermula dengan mendefinisikan visi, strategi, dan sasaran organisasi.

b. Kompetensi Fungsional (kompetensi teknis), kompetensi yang mendeskripsikan kegiatan kerja dan hasil, seperti pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kompetensi ini berhubungan dengan level posisi.

c. Kompetensi Perilaku, adalah karakteristik dasar yang diperlukan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kompetensi ini berada pada level individu.

d. Kompetensi Peran, berkaitan dengan level posisi. Kompetensi peran merujuk pada peran yang harus dijalankan oleh seseorang didalam sebuah tim.

Berdasarkan pernyataan para ahli mengenai jenis kompetensi kerja dapat

mengindikasikan bahwa setiap individu dalam organisasi harus memiliki

kompetensi dasar untuk melaksanakan pekerjaannya guna membentuk kinerja

unggul yang akan membentuk agregasi terhadap kinerja organisasi, yaitu

akumulasi dari kompetensi individu yang memiliki kontribusi terhadap kinerja

individu serta secara signifikan berkorelasi membentuk kinerja organisasi

berdasarkan pada kompetensi inti, kompetensi fungsional, dan kompetensi

perilaku, serta kompetensi peran.

Page 12: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

24

2.1.1.4 Standar Kompetensi Kerja

Standar kompetensi adalah rumusan kemampuan dan kinerja minimal

yang harus dicapai pada satu kompetensi tertentu, yang diantaranya meliputi: a)

Apa yang diharapkan dapat dikerjakan oleh seseorang; b) Seberapa jauh kinerja

yang diharapkan tersebut dapat dicapai oleh seseorang; dan c) Bagaimana

mengukur/membuktikan bahwa seseorang telah mencapai kinerja yang

diharapkan.

Menurut Sulipan (2007:4) standar kompetensi adalah standar yang

menjelaskan kompetensi yang dipersyaratkan untuk unjuk kerja yang efektif

ditempat kerja, standar kompetensi dinyatakan dalam bentuk hasil di tempat kerja

dengan pendefinisian pengetahuan, keterampilan, serta sikap kerja dan penerapan

yang dibutuhkan untuk semua pekerjaan dalam perusahaan.

Standar kompetensi menjelaskan kompetensi yang dibutuhkan untuk

kinerja yang efektif. Standar kompetensi berperan sebagai patokan bagi pengujian,

serta memiliki format yang baku, serta judul unit, uraian unit, elemen kompetensi,

kriteria unjuk kerja, ruang lingkup, dan petunjuk bukti.

Standar kompetensi menurut Sulipan (2007:4) diuraikan dalam tiga

tingkat, yaitu sebagai berikut:

a. Standar kompetensi perusahaan adalah persyaratan kompetensi bagi seseorang yang sesuai dengan perusahaan tertentu. Jadi, standar kompetensi itu harus harus berlaku disebuah perusahaan.

b. Standar kompetensi industri merupakan persyaratan kompetensi yang berlaku umum untuk satu jenis industri atau satu sektor dari industri. Jadi, standar kompetensi ini berlaku dibeberapa perusahaan yang memiliki jenis industri yang sama atau sejenis.

c. Standar kompetensi lintas industri merupakan persyaratan kompetensi yang berlaku antara kedua atau lebih dari dua jenis industri.

Page 13: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

25

Standar kompetensi kerja yang dikemukakan diatas merupakan acuan bagi

manajemen sumber daya manusia dalam menentukan standar kompetensi guna

tercipta arahan yang baku dalam mengukur kompetensi individu dalam organisasi

sebagai dasar dalam evaluasi kinerja berbasis kompetensi agar tercipta kinerja

yang efektif.

2.1.1.5 Model Kompetensi Kerja

Model kompetensi yang dikaitkan dengan strategi manajemen sumber

daya manusia dimulai pada saat rekruitmen, seleksi, penempatan sampai dengan

pengembangan karier pegawai sehingga pengembangan kompetensi pegawai tidak

merupakan aktifitas yang “instant”. Sistem rekruitmen dan penempatan pegawai

yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada usaha mengidentifikasi

beberapa kompetensi calon pegawai seperti inisiatif, motivasi berprestasi dan

kemampuan bekerja dalam tim.

Palan (2007:33) Menyatakan model kompetensi didefinisikan sebagai

representasi realitas komplek dunia (kenyataan). Kata model berasal dari kata

‘model’ dari kata latin ‘modulus’ yang berarti ukuran kecil dari sesuatu. Jadi

model adalah miniature realitas. Sebuah model dapat dikatakan sebagai deskripsi

analogi untuk membuat mengerti sesuatu yang komplek, fenomena apapun dapat

dipresentasikan dengan model.

Page 14: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

26

Sumber : Prihadi (2004:134)

GAMBAR 2.3 PENYUSUNAN MODEL KOMPETENSI KERJA

Menurut Prihadi (2004:134) penyusunan model kompetensi terdiri dari

dua langkah pokok. Pertama melakukan analisis jabatan untuk memperoleh

contoh-contoh perilaku yang khas dilakukan oleh orang dalam jabatan tersebut.

Setuju yang efektif maupun yang kurang efektif. Langkah yang kedua

mengklasifikasikan dan mengorganisasikan perilaku yang saling berkaitan erat

dalam kelompok-kelompok perilaku tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model kompetensi

merupakan model yang diterapkan dalam strategi manajemen sumber daya

manusia untuk menghasilkan pegawai yang berkompeten.

2.1.1.6 Strategi untuk Membangun Model Kompetensi Kerja

Ada dua pendekatan untuk membuat model kompetensi dengan banyak

pekerjaan yang berbeda-beda seperti menurut Palan (2007 : 36), yaitu:

a. Model pendekatan universal, model ini merupakan model “satu ukuran untuk semua”. Penyusunan model ini memerlukan pembuatan sebuah model dengan seperangkat kompetensi yang berlaku untuk semua

JABATAN

Perilaku

KOMPETENSI

Perilaku

Perilaku

Perilaku

Page 15: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

27

pekerjaan. Biasanya dalam model ini diidentifikasi 10-15 kompetensi. Kompetensi tersebut adalah keahlian, karakteristik pribadi, dan nilai-nilai umum yang diperlukan untuk efektivitas sebuah kategori pekerjaan yang luas, seperti dalam semua posisi manajemen atau seluruh posisi dalam organisasi. Kompetensi tersebut tidak begitu terkait dengan fungsi atau pekerjaan tertentu. Kompetensi tersebut digunakan ketika manajemen puncak ingin mengirim pesan yang kuat tentang nilai-nilai dan keahlian yang diperlukan oleh semua orang dalam organisasi.

b. Model pendekatan berganda (multiple), model ini mengambil seperangkat kompetensi generic, memodifikasi, mendefinisi ulang, dan menambahkannya untuk mendapatkan kompetensi yang terkait dengan pekerjaan tertentu. Pendekatan model berganda digunakan apabila model kompetensi diperlukan untuk banyak pekerjaan dan ketika pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak mempunyai banyak kesamaan.

Model kompetensi sangat mutlak diperlukan dalam organisasi karena

model ini dapat merepresentasikan mengenai kebutuhan akan kompetensi yang

dimiliki individu dalam memangku jabatannya, sehingga individu yang bekerja

pada suatu organisasi dapat mengetahui mengenai tugas dan fungsinya sesuai

dengan kemampuannya dan terpenuhinya prinsip the right man in the right place.

2.1.1.7 Manfaat Kompetensi Kerja

Mengacu pada pendapat Ryllat, et.al;(1993) dalam Agung M.S.S

(2009:35), kompetensi memberikan beberapa manfaat kepada karyawan,

organisasi, industri, ekonomi daerah dan nasional, yakni sebagai berikut:

a. Karyawan: 1) Memberikan kejelasan relevansi pembelajaran sebelumnya,

kemampuan untuk mentransfer keterampilan, nilai dari kualifikasi yang diakui, dan potensi pengembangan karier.

2) Memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan melalui akses sertifikasi menasional berbasis standar yang ada.

3) Menempatkan sasaran sebagai sarana pengembangan karier.

Page 16: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

28

4) Kompetensi yang dimiliki sekarang dan manfaatnya akan dapat memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan pertumbuhan.

5) Memberikan pilihan perubahan karier yang lebih jelas. Untuk berubah pada jabatan baru, seseorang dapat membandingkan kompetensi mereka sekarang dengan kompetensi yang diperlukan untuk jabatan baru. Kompetensi baru yang dibutuhkan mungkin hanya berbeda 10% dari yang dimiliki.

6) Penilaian kinerja yang lebih objektif dan umpan balik berbasis standar kompetensi yang ditentukan dengan jelas.

7) Meningkatkan keterampilan dan “marketability” sebagai karyawan. b. Organisasi:

1) Membuat pemetaan yang akurat mengenai kompetensi angkatan kerja yang ada dan yang dibutuhkan.

2) Meningkatkan efektivitas rekrutmen dengan cara menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar.

3) Memberikan pendidikan dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan keterampilan dan persyaratan keterampilan perusahaan yang lebih khusus.

4) Memberikan akses pada pendidikan dan pelatihan yang lebih efektif dari segi biaya berbasis kebutuhan industri dan identifikasi penyedia pendidikan dan pelatihan internal dan eksternal berbasis kompetensi yang diketahui.

5) Proses pengambilan keputusan dalam organisasi akan lebih percaya diri karena karyawan telah memiliki keterampilan yang akan diperoleh dalam pendidikan dan pelatihan.

6) Penilaian pada pembelajaran sebelumnya dan penilaian hasil pendidikan dan pelatihan akan lebih reliabel dan konsisten.

7) Mempermudah terjadinya perubahan melalui identifikasi kompetensi yang diperlukan untuk mengelola perubahan.

c. Industri: 1) Mengidentifikasi dan menyesuaikan yang lebih baik atas

keterampilan yang dibutuhkan untuk industri. 2) Memiliki akses yang lebih besar terhadap pendidikan dan pelatihan

sektor publik yang relevan terhadap industri. 3) Menetapkan dasar pemahaman yang umumnya dan jelas atas hasil

pendidikan dan pelatihan industri melalui sertifikasi pencapaian kompetensi individu.

4) Percaya diri yang lebih besar karena kebutuhan industri telah terpenuhi sebagai hasil penilaian berbasis standar.

5) Menetapkan dasar sistem kualifikasi nasional yang relevan untuk industri.

6) Efisiensi penyampaian yang lebih besar dan berkurangnya usaha pendidikan dan pelatihan ganda.

7) Meningkatnya tanggung jawab dunia pendidikan dan penyedia pendidikan dan pelatihan atas hasil pendidikan dan pelatihan.

Page 17: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

29

8) Mendorong pengembangan keterampilan yang luas dan relevan dimasa depan.

d. Ekonomi Daerah dan Nasional: 1) Meningkatnya format keterampilan untuk bersaing di pasar

domestik dan internasional. 2) Mendorong investasi internasional baru pada industri dimana

angkatan kerja terampil sangat diperlukan. 3) Lebih efisien dari segi biaya, pendidikan kejuruan dan standar

pendidikan dan pelatihan yang relevan dan bertanggung jawab. 4) Akses individu pada industri yang diakui dan kompetensi yang

relevan dan sesuai dengan keinginan industri. 5) Penilaian yang konsisten secara nasional mengenai standar industri

yang relevan menjadi mungkin. 6) Meningkatnya modal dan akses individu melalui diketahuinya

kebutuhan industri yang jelas dan melalui pengakuan pembelajaran sebelumnya terhadap standar yang ada.

Kompetensi memiliki peran yang sangat penting dalam suatu organisasi

dan memiliki manfaat bagi stakeholder organisasi yang terdiri dari karyawan,

organisasi, industri, ekonomi daerah dan nasional.

2.1.2 Motivasi Kerja

2.1.2.1 Pengertian Motivasi Kerja

Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin “ movere “ yang

berarti “menggerakan” (to move). Kata ini mempunyai arti kekuatan yang

menggerakan orang untuk berupaya. Motivasi menurut Stephen P. Robbins

(2006:213) adalah sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah dan

ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Sedangkan menurut

McFarland dalam Wirjana (2007:82), “Motivasi ialah cara bagaimana dorongan,

keinginan, rangsangan, aspirasi, semangat atau kebutuhan mengendalikan atau

menerangkan perilaku manusia”.

Page 18: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

30

Edwin Flippo (1984:392) menyatakan bahwa motivasi dapat diartikan:

“Direction or motivation is essence, it is a skill in aligning employee and

organization interest so that behavior result in achievement of employee want

simultaneously with attainment or organizational objectives”. Arahan dan

motivasi adalah hal yang penting, hal tersebut merupakan suatu keahlian dalam

mengarahkan pegawai dan kepentingan organisasi sehingga perilaku organisasi

mengarah pada pencapaian tujuan pegawai yang searah dengan pencapaian dan

tujuan organisasi.

De cenzo dan Robbins (1999:100) menyatakan: Motivation is the

willingness to do something where this something is conditioned by its ability to

satisfy some need for the individual. Motivasi adalah keinginan untuk melakukan

hal dimana hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan untuk memuaskan beberapa

kebutuhan individu.

Pendapat lain menurut Henry Simamora (2004:510) menyatakan

“motivasi adalah sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu

akan menghasilkan tingkat kinerja tertentu yang pada gilirannya, akan

membuahkan imbalan atau hasil yang dikehendaki.”

Sedangkan Veithzal Rivai (2009:837) berpendapat bahwa “motivasi

adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk

mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu”.

Uraian dari semua pengertian motivasi menurut para ahli tersebut, dapat

ditarik kesimpulan bahwa motivasi merupakan sesuatu yang dapat mendorong

seseorang atau pegawai baik yang timbul dari dalam dirinya maupun dari luar

Page 19: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

31

untuk menentukan sikap atau tindakan dalam usaha mencapai hal yang spesifik

sesuai dengan tujuannya.

Dari analisa definisi tersebut diatas, kita dapat menemukan ciri-ciri

motivasi sebagai berikut (Wirjana, 2007: 82):

a. Motivasi adalah fenomena psikologis, perasaan internal yang terjadi dalam diri seseorang. Faktor-faktor yang memotivasi itu ada dibawah kesadaran, oleh karena itu, perlu dibangunkan oleh aksi atau tindakan manajerial.

b. Motivasi didasari kebutuhan-kebutuhan yang bisa dirasakan secara sadar atau tidak sadar .

c. Tujuan merupakan motivator (yang memotivasi), motivasi menyebabkan perilaku yang ditujukan untuk mencapai tujuan, suatu perasaan kebutuhan seseorang menyebabkan dia berperilaku demikian untuk mendapatkan pemuasan kebutuhan tadi.

d. Motivasi itu berada dari kepuasan, motivasi berarti suatu dorongan menuju hasil (outcome), sedangkan kepuasan mengimplikasikan hasil yang pernah dialami, dan kepuasan yang telah dicapai adalah kesenangan yang didapat bila keinginan terpenuhi.

e. Motivasi adalah proses berkesinambungan dan proses yang terus berlangsung.

f. Motivasi berhubungan dengan seseorang dalam kebutuhannya.

Pada dasarnya motivasi dapat memacu pegawai untuk bekerja keras

sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan kinerja

pegawai sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan organisasi. Sumber

motivasi ada tiga faktor, yakni: (1) kemungkinan untuk berkembang, (2) jenis

pekerjaan, (3) apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari

perusahaan tempat mereka bekerja. Disamping itu terdapat beberapa aspek yang

berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai menurut Veithzal Rivai (2009:838)

yakni, rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif,

lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan

perlakuan yang adil dari manajemen.

Page 20: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

32

Berhubungan dengan hal itu Wirjana ( 2007:85) membagi motivasi

kedalam dua tipe, yaitu tipe positif dan tipe negatif:

a. Tipe positif, sebenarnya motivasi bermakna positif : Motivasi mendorong seseorang untuk berbuat sebaik mungkin dan untuk memperbaiki kinerja mereka.

b. Tipe negatif, motivasi ini bertujuan untuk mengendalikan upaya-upaya negatif dalam lingkup pekerjaan dan bertujuan untuk menimbulkan rasa takut pada karyawan, bila tidak memberikan kinerja yang baik.

McClelland (Harbani Pasolong, 2008:143-144) mengemukakan bahwa: Teori motivasi kerja yang berhubungan erat dengan teori pembelajaran (learning theory). Teori ini berusaha untuk menjelaskan achievement oriented behavior yang didefinisikan sebagai perilaku yang diserahkan terhadap tercapainya standard of excellent. Menurut teori ini, seseorang mempunyai needs for achievement yang tinggi selalu mempunyai pola pikir tertentu ketika ia merencanakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, yaitu selalu mempertimbangkan pekerjaan yang akan dilakukan itu cukup menantang atau tidak. Jika pekerjaan yang dihadapinya, maka ia berpikir tentang kekuatan, peluang, dan ancaman yang mungkin dihadapi dalam mencapai tujuan tersebut dan menentukan strategi yang tepat untuk melaksanakannya. Berdasarkan beberapa definisi di atas kita dapat menarik kesimpulan

bahwa: a) Motivasi merupakan dorongan dari individu untuk mencapai sasaran

atau tujuannya; b) Motivasi merupakan tindakan dari individu guna mencapai

tujuan yang didasari untuk memenuhi kebutuhannya; dan c) Motivasi secara

psikologis dapat membentuk perilaku manusia yang direpleksikan dalam tindakan

untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga perlu adanya tindakan manajerial baik

yang positif maupun negatif.

Page 21: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

33

2.1.2.2 Teori Motivasi Kerja

Untuk memahami tentang motivasi kerja hendaknya terlebih dahulu kita

harus mengetahui teori-teori yang berkenaan dengan motivasi kerja, karena hal ini

didasari sekurang-kurangnya pada dua alasan: (1) teori-teori ini menjadi fondasi,

dan dari situ berkembang tori-teori yang kontemporer, (2) para manajer aktif

masih menggunakan teori-teori ini dan terminologinya secara teratur dalam

menjelaskan motivasi karyawan (Robbins, 2007:214 ). Stephen P. Robbins

(2007:156-175) mengemukakan beberapa teori motivasi diantaranya adalah:

a. Teori Hierarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs Theory) Teori ini diungkapkan oleh Abraham Maslow dan terkenal dengan kebutuhan Maslow. Hipotesisnya mengatakan bahwa didalam diri semua manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan, yaitu: a) Kebutuhan Psikologis, b) Kebutuhan Keamanan, c) Kebutuhan Sosial, d) Kebutuhan Penghargaan, e) Kebutuhan Aktualisasi Diri. Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai tingkat tinggi dan tingkat rendah. Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan tingkat rendah, sementara kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tingkat tinggi. Teori kebutuhan Maslow diatas merupakan teori kebutuhan yang memiliki bentuk hierarki tetapi untuk saat ini kebutuhan manusia tidak hanya didasari akan jenjang atau tingkatan kebutuhan tetapi kebutuhan manusia bersifat simultan artinya kebutuhan manusia itu dari tingkatan yang paling dasar sampai yang paling tinggi tidak dapat dipisahkan atau kebutuhan tersebut diperlukan secara bersamaan.

b. Teori X dan Teori Y (Theory X and Theory Y) Teori ini disampaikan oleh Douglas McGregor, mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif yang ditandai dengan Teori Y. McGregor merasa bahwa manajemen memerlukan praktek-praktek yang didasarkan atas pengertian tentang hakekat dan motivasi manusia yang lebih cermat. a) Teori X: (1) sifat pekerjaan adalah tidak disukai, (2) kebanyakan

orang tidak mempunyai ambisi, mempunyai sedikit keinginan akan tanggung jawab, dan suka diarahkan, (3) kebanyakan orang mempunyai sedikit kemampuan untuk kreatifitas dalam memecahkan masalah-masalah organisasi, (4) motivasi hanya

Page 22: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

34

terjadi pada tingkat fisiologi dan keamanan, (5) kebanyakan orang harus dikendalikan secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

b) Teori Y: (1) pekerjaan sebagai permainan apabila kondisi-kondisi menguntungkan, (2) pengendalian diri sering sangat diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, (3) keamanan untuk kreatifitas dalam memecahkan masalah-masalah organisasi dibagikan secara luas kepada banyak orang, (4) motivasi terjadi pada tingkat sosial, penghargaan dan aktualisasi diri, maupun pada tingkat fisiologis dan keamanan, (5) orang-orang dapat mengarahkan sendiri dan kreatif dalam pekerjaan, apabila dimotivasi secukupnya. Teori X dan Teori Y menurut Douglas Mc Gregor di atas menjelaskan tipe pandangan manusia dalam pekerjaannya, sehingga manajer dapat menentukan sikap atau tindakan untuk mempengaruhi anggotanya. Dalam mengelola pegawai berdasarkan teori tersebut dianjurkan untuk menggunakan Teori Y.

c. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Teori ini disampaikan oleh Frederick Herzberg yang terkenal dengan motivation-higiene theory, berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Herzberg, tiba pada suatu keyakinan bahwa dua kelompok faktor yang mempengaruhi perilaku adalah (dalam Halim, 1998:45): a) Hygiene factor, faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti

lingkungan kerja bagi individu. Faktor-faktor higienis yang dimaksud adalah kondisi kerja, dasar pembayaran (gaji) kebijakan organisasi, hubungan interpersonal, dan kualitas pengawasan.

b) Satisfier factor, faktor pemuas yang dimaksud berhubungan dengan isi kerja dan definisi bagaimana seseorang menikmati atau merasakan pekerjaannya. Faktor yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kesempatan untuk berkembang.

Teori dua faktor diatas menjelaskan bahwa manusia dalam melaksanakan pekerjaannya tidak hanya membutuhkan faktor-faktor yang termasuk kedalam konteks kerja dan lingkungan kerja tetapi juga faktor-faktor yang termasuk ke dalam isi kerja, sehingga kedua faktor dari teori di atas harus menyatu secara simultan.

d. Theory ERG Teori ERG menurut Clayton Alderfer terdapat tiga kebutuhan yang melandasi motivasi seseorang yaitu kebutuhan Existence, kebutuhan Relatedness, kebutuhan Growth. Sedangkan menurut John W. Atkinson mengusulkan ada tiga macam dorongan yang mendasar dalam diri orang untuk termotivasi, diantaranya kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan kekuatan (need for power) dan kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation).

Page 23: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

35

e. Teori Kebutuhan McClelland (McClelland’s Theory of Needs) Teori Kebutuhan McClelland menganalisis tiga kebutuhan manusia yang sangat penting dalam organisasi atau perusahaan tentang motivasi dengan memfokuskan pada tiga hal yaitu: a) Kebutuhan untuk mencapai prestasi (need for achievement),

kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan.

b) Kebutuhan untuk mencapai kekuasaan (need for power), kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana dalam tugasnya masing-masing.

c) Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation), hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau para karyawan di dalam organisasi.

Memotivasi karyawan berdasarkan teori kebutuhan dari Mc Clelland tentunya organisasi perlu menetapkan standar dan aturan serta kondisi lingkungan yang kondusif, sehingga kebutuhan karyawan akan prestasi, kekuasaan, dan hubungan persahabatan akan tercapai.

f. Teori Evaluasi Kognitif (Cognitive Evaluation Theory) Menurut teori ini, pengalokasian kesadaran akan adanya berbagai penghargaan bagi lingkungan yang sebelumnya hakikat nilai-nilai penghargaan memelihara bagi pengurangan keseluruhan tingkat dari motivasi. Dalam sejarah teori motivasi umum, berasumsi bahwa intrinsik motivasi seperti prestasi, tanggung jawab, dan kompetensi merupakan nilai-nilai yang tidak terikat pada ekstrinsik motivasi. Hal tersebut salah satunya tidak memberikan pengaruh bagi yang lainnya. Akan tetapi, teori evaluasi kognitif memberikan sugesti dalam bentuk lain. Teori ini mengargumentasikan bahwa saat penggunaan beberapa penghargaan ekstrinsik dalam beberapa organisasi atau perusahaan sebagai pembayaran bagi kinerja yang unggul , penghargaan intrinsik dari apa yang disukai untuk dikerjakan seseorang akan berkurang. Dengan kata lain, ketika penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang dalam bentuk sebuah penugasan yang penting, hal ini disebabkan keinginan intrinsik di dalam dirinya sendiri mengalami penurunan.

g. Teori Menentukan Sasaran ( Goal-Setting Theory) Teori ini menekankan pada pembuatan tujuan yang spesifik dengan umpan balik berupa kinerja yang lebih tinggi. Teori menentukan sasaran ( Goal-Setting Theory) memusatkan pada proses penentuan sasaran diri mereka sendiri. Menurut ahli psikologi Edwin Locke, kecenderungan sifat manusia untuk menentukan sasaran dan berjuang keras untuk mencapainya hanya bermanfaat bahkan saat orang tersebut memahami dan menerima sasaran tertentu.

h. Teori Penguatan ( Reinforcement Theory) Menurut ahli psikologi B. F. Skinner, konsekuensi tingkah laku dimasa lampau mempengaruhi tindakan masa depan dalam proses

Page 24: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

36

belajar psikis. Proses ini dinyatakan sebagai: rangsangan- respons-konsekuensi-respons masa depan. Pendekatan pada motivasi berdasarkan “hukum pengaruh” bahwa tingkah laku dengan konsekuensi yang negatif cenderung untuk tidak diulang.

i. Teori Motivasi Intrinsik (Hakikat) Dikemukakan oleh Ken Thomas, menggambarkan para karyawan memiliki motivasi hakiki (intrinsik) pada saat mereka benar-benar peduli mengenai pekerjaan mereka, menemukan cara terbaik untuk melakukan pekerjaan, memiliki energi dan penuh semangat melaksanakan pekerjaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Model Thomas yang mengemukakan bahwa motivasi intrinsik akan tercapai pada saat seseorang memiliki pengalaman beberapa perasaan dari pilihan, kemampuan, penuh pengertian dan kemajuan. Keempat komponen motivasi intrinsik secara signifikan berhubungan dengan perbaikan kepuasan kerja dan meningkatkan kinerja sebagai dasar pengawasan.

j. Teori Keadilan (Equity Theory) Teori ini disampaikan oleh Jane yang menggambarkan bahwa persamaan dalam motivasi. Karyawan membandingkan input dalam pekerjaan seperti usaha, pengalaman, pendidikan dan kompetensi. Begitu juga dengan outputnya seperti gaji, tingkat dalam posisi, promosi dan pengakuan lingkungan terhadap diri mereka. Menurut teori keadilan, faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atas keadilan dari penghargaan yang diterima.

k. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) Victor Vroom mengembangkan suatu model motivasi yang disebut teori pengharapan. Teori ini terdiri dari unsur-unsur Expectancy, Instreumentality, dan Valance. Expectancy adalah hubungan dimana seseorang mempercayai antara usaha dan kemampuan dengan hasilnya diukur dalam sistem pengukuran prestasi organisasi (Hubungan Upaya Kinerja). Instrumentallity adalah hubungan antara kinerja yang diukur dengan hasil yang diharapkan untuk individu (Hubungan Kinerja Ganjaran), sedangkan Valance adalah nilai dimana seseorang menugaskan pada hasil yang disediakan untuk individu dari organisasi sebagai hasil pengukuran prestasi normal (Hubungan Ganjaran Tujuan Pribadi ) teori pengharapan membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaannya dan semata-mata hanya melakukan pekerjaan minimal untuk menyelamatkan diri. Teori pengharapan diatas berkenaan dengan prestasi kerja dan kinerja karyawan sehingga untuk memotivasi perlu adanya pengukuran kinerja dari hasil prestasi yang dicapai secara berkala.

Demikian beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli,

dimana motivasi yang dimiliki oleh seorang pekerja dalam suatu organisasi atau

Page 25: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

37

perusahaan merupakan suatu bentuk dorongan keinginan untuk mencapai tujuan

atau harapan yang ingin dicapai juga dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari

dalam maupun dari luar organisasi atau perusahaan, dan bisa juga dari dalam atau

luar pribadi pegawai sendiri.

Faktor dari dalam diri sendiri (intrinsik) dapat berupa kepribadian, sikap,

pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke

masa depan. Sedangkan faktor dari luar (ekstrinsik) dapat ditimbulkan oleh

berbagai sumber, bisa karena pengaruh pemimpi, rekan kerja, lingkungan atau

faktor-faktor lain yang sangat kompleks.

Berdasarkan teori jenjang kebutuhan yang dikemukakan oleh McClelland

dalam Harbani Pasolong (2008:143-144) di atas, semakin jelas terlihat bahwa

tingkat motivasi seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dilandaskan sampai

seberapa jauh jenjang kebutuhan yang dimilikinya telah terpenuhi. Hal ini berarti

bahwa semangat untuk melakukan pekerjaan tergantung kepada sampai seberapa

jauh imbalan yang diperoleh atas pekerjaan yang dilakukan tersebut dalam

memenuhi jenjang kebutuhan yang dimiliki oleh seseorang.

Dalam penelitian ini, ketiga jenjang kebutuhan dari McClelland dalam

Harbani Pasolong (2008:143-144) tersebut dijadikan sebagai indikator-indikator

dari motivasi kerja, yaitu terdiri dari:

a. Kebutuhan untuk mencapai keberhasilan atau prestasi (need for achievement)

Kebutuhan akan keberhasilan atau prestasi adalah dorongan untuk

mengungguli berprestasi sehubungan dengan standar perusahaan yang telah

ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan.

Page 26: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

38

b. Kebutuhan untuk mencapai kekuasaan (need for power)

Kebutuhan akan kekuasaan adalah keinginan untuk memiliki pengaruh,

menjadi yang berpengaruh serta dapat mengendalikan orang lain. Individu

dengan power tinggi suka bertanggung jawab, berjuang untuk mempengaruhi

individu lain, senang ditempatkan dalam situasi yang kompetitif dan

berorientasi status, serta cenderung lebih khawatir dengan wibawa dan

mendapatkan pengaruh atas individu lain dari pada kinerja yang efektif.

c. Kebutuhan untuk mencapai hubungan (need for affiliation)

Kebutuhan akan hubungan adalah hasrat untuk hubungan antar pribadi,

pribadi dengan kelompok, dan pribadi dengan lingkungan sekitarnya.

Individu mempunyai dorongan akan persahabatan dan lebih senang dengan

situasi yang co-operative dari pada situasi yang kompetitif. Mereka memiliki

keinginan yang kuat untuk membina persahabatan yang erat dan untuk

menerima kasih sayang dari orang lain. Mereka secara terus menerus

berusaha menciptakan hubungan persahabatan. Kebutuhan ini menjadi daya

penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang.

2.1.2.3 Prinsip-Prinsip Motivasi Sumber Daya Manusia

Menurut Wijarna (2007:86) suatu sistem motivasi yang baik harus didasari

prinsip-prinsip yang disusun oleh banyak ahli dari waktu ke waktu. Di bawah

ini ada beberapa prinsip motivasi, yaitu:

a. Prinsip partisipasi, prinsip ini merupakan prinsip motivasi yang paling penting, yang mengatakan bahwa orang-orang dalam organisasi harus didorong untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut hal-hal yang terkait dengan mereka.

Page 27: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

39

b. Prinsip komunikasi, orang-orang dalam organisasi harus diberi informasi tentang hasil ataupun sasaran organisasi.

c. Prinsip pengakuan , orang-orang akan termotivasi untuk bekerja lebih keras bila mereka mendapat pengakuan yang kontinu atas upaya mereka.

d. Prinsip pendelegasian wewenang atau otoritas, orang-orang didalam organisasi harus diperbolehkan untuk mengambil tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi tujuan organisasi melalui pendelegasian wewenang untuk mencapai hasil.

e. Prinsip individualitas, masing-masing orang berbeda secara fisik dan psikologis.

f. Prinsip pengarahan atau bimbingan, tugas manajemen adalah membimbing karyawannya untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

g. Prinsip kepercayaan, manajemen harus menunjukkan kepercayaan kepada karyawannya.

Salah satu kewajiban pemimpin adalah memberikan motivasi kepada

anggotanya dengan tujuan untuk meningkatkan semangat, moral, dan kepuasan

kerja, sehingga pimpinan diharuskan untuk memahami serta mengaplikasikan dari

prinsip-prinsip motivasi di atas.

Berdasarkan uraian tentang motivasi di atas, kiranya cukup jelas bahwa

perilaku yang timbul pada diri seseorang karena didorong oleh adanya berbagai

macam kebutuhan yang menuntut pemenuhan. Dengan demikian sikap dan

perilaku selalu berorientasi pada tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan yang

diinginkan atau kebutuhan yang menuntut pemenuhannya. Demikian pula setiap

perilaku yang ditampilkan seseorang dalam rangka kehidupan organisasi tidak

dapat terlepas dari usahanya untuk mewujudkan suatu kepuasan atas pemenuhan

kebutuhannya. Jadi, menurut McClelland, jika kita ingin memotivasi seseorang,

kita perlu mendorong pada jenjang kebutuhan yang manakah bagi orang itu dan

memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Page 28: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

40

2.1.3 Kepuasan Kerja

2.1.3.1 Pengertian Kepuasan kerja

Kepuasan kerja merupakan hal penting yang dimiliki individu di dalam

bekerja. Setiap individu pekerja memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka

tingkat kepuasan kerjanya pun berbeda-beda pula. Tinggi rendahnya kepuasan

kerja tersebut dapat memberikan dampak yang tidak sama. Hal itu sangat

tergantung pada sikap mental individu yang bersangkutan sebagaimana Roe dan

Byars (1992:367-368) mengatakan bahwa: Job satisfaction refers to individuals

mentals set may be positif or negatif, depending on individual mental set

concerning the major components of job satisfaction. Kepuasan kerja yang tinggi

sangat memungkinkan untuk mendorong terwujudnya tujuan suatu lembaga atau

perusahaan. Sementara tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan ancaman

yang akan membawa kehancuran lembaga atau perusahaan segera maupun secara

perlahan.

William B. Werther Jr. dan Keith Davis (1982:273) mengemukakan,

bahwa: Job Satisfaction is the favorableness or Unfavorableness with which

employees view their work. Pendapat ini sama seperti dikemukakan oleh Davis

dan Newstrom (1996:99) yang menyatakan bahwa: Job satisfaction is a set of

favorable or unfavorable feelings with which employees view they work. Dari

keduanya menampakan suatu pendapat bahwa kepuasan kerja itu sangat berkaitan

dengan sikap pandangan, bahkan perasaan pegawai terhadap pekerjaannya yang

menyenangkan atau sebaliknya bisa tidak menyenangkan. Sedangkan Stephen P.

Robbin (2003:91) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum

Page 29: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

41

seorang individu terhadap pekerjaannya. Demikian juga Gibson, Ivancevich dan

Donells mengatakan bahwa kepuasan kerja ialah sikap seseorang terhadap

pelayanan mereka, sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaanya.

George dan Jones (1997:71) menyatakan bahwa “Job satisfaction is the

collection of feelings, beliefs, and thought about how to be have with respect to

one’s current job” (Kumpulan perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang

bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaannya). Hoppeck dalam As’ad

(1999:104) Kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh

pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Kreitner dan Kinicki

(2001:224) dalam Wibowo (2007:300) menyatakan bahwa “Kepuasan kerja

merupakan respons affective atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan

seseorang”. Gibson, Ivancevich, dan Donelly seperti dikutip oleh Agus Dharma

(1996:67) menyatakan bahwa:

Kepuasan kerja adalah sikap seseorang karyawan terhadap pekerjaannya, sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya. Kepuasan kerja berasal dari berbagai aspek kerja seperti: gaji, kesempatan mengembangkan karier, pengawasan, dan rekan kerja. Kepuasan kerja juga berasal dari faktor lingkungan kerja seperti gaya pengawasan, kebijaksanaan, prosedur, kondisi kerja dan tunjangan.

Veithzal Rivai (2004:475) mengungkapkan “kepuasan kerja merupakan

evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau

tidak puas dalam bekerja”. Sedangkan Sondang P. Siagian (1998:126)

mengemukakan bahwa:

Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang karyawan terhadap pekerjaannya, artinya secara umum dapat dirumuskan bahwa seorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap positif terhadap organisasi dimana dia bekerja. Sebaliknya orang yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya apapun faktor yang menyebabkan

Page 30: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

42

ketidakpuasan itu, misalnya gaji yang rendah, pekerjaan yang membosankan, kondisi kerja yang kurang memuaskan, maka akan cenderung bersikap negatif terhadap organisasi tempat dia bekerja.

Berdasarkan berbagai pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan seseorang karyawan terhadap

pekerjaannya, apakah senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai hasil

interaksi seseorang dengan lingkungan pekerjaannya atau sebagai persepsi sikap

mental juga sebagai hasil penilaian seseorang karyawan terhadap pekerjaannya.

Perasaan seseorang karyawan terhadap pekerjaan sesungguhnya sekaligus

merupakan pencerminan dari sikap perilakunya terhadap pekerjaan.

2.1.3.2 Teori-Teori Kepuasan Kerja

Banyak sekali teori-teori tentang kepuasan kerja yang dibahas para ahli,

akan tetapi teori-teori yang berkenaan dengan kepentingan pembahasan dalam bab

ini lebih menekankan kepada : (1) Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory),

(2) Teori Keadilan (Equity Theory), dan (3) Teori Dua Faktor (Two Factor

Theory).

Hal tersebut hampir senada dengan pendapat Veithzal Rifai (2009:856),

yang mengungkapkan bahwa ada beberapa teori yang menyatakan tentang

kepuasan kerja diantaranya adalah:

a. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory) Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan

Page 31: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

43

kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

b. Teori Keadilan (Equity Theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang merasa puas atau tidak puas tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaanya, seperti pendidikan, pegnalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan, atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaanya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan, dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang diperusahaan yang sama atau ditempat lain atau bisa dengan dirinya dimasa lalu. Menurut teori ini setiap karyawan akan membandingkan rasio input, hasil dirinya dengan dengan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.

c. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.

Teori-teori kepuasan kerja yang dikemukakan di atas merupakan landasan

dalam meminimalisir ketidakpuasan kerja berupa perhitungan atau penaksiran

Page 32: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

44

antara sesuatu yang dilaksanakan dengan yang akan dicapai, implementasi

pimpinan dalam organisasi untuk memperlakukan bawahannya.

2.1.3.3 Faktor-Faktor Penentu Kepuasan Kerja

Ternyata banyak faktor penentu kepuasan kerja, faktor-faktor yang akan

dibahas dimaksudkan untuk memenuhi pertanyaan tentang apa yang diukur dalam

variabel kepuasan kerja. Banyak peneliti memperlihatkan sejumlah aspek situasi

yang berbeda sebagai sumber yang penting dari kepuasan kerja. Beberapa ahli

mengemukakan faktor-faktor kepuasan kerja sebagai berikut:

a. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja

seorang karyawan menurut Veithzal Rivai (2009:860) adalah: (1) Isi

pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol

terhadap pekerjaan; (2) Supervisi; (3) Organisasi dan manajemen; (4)

Kesempatan untuk maju; 5) Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial

seperti adanya insentif ; (6) Rekan kerja; (7) Kondisi pekerjaan.

b. Faustino Cardoso Gomes (1999;178), membuat suatu kesimpulan menyeluruh

tentang kepuasan kerja pegawai dengan pertimbangan-pertimbangan subjektif

berhubungan dengan: (1) Gaji, (2) Keselamatan kerja, (3) Supervisi, (4)

Relasi-relasi antar perorangan dalam kerja, peluang-peluang dimasa yang akan

datang, (5) Pekerjaan itu sendiri.

c. Alternatif dari konsep kepuasan kerja satu dimensi adalah konse focet

(permukaan) atau komponen yang menganggap bahwa kepuasan karyawan

dengan berbagai aspek situasi pekerjaan yang berbeda dapat bervariasi secara

Page 33: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

45

bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep focet yang mungkin

diperiksa adalah (1) Beban kerja, (2) Keamanan kerja, (3) Kompensasi, (4)

Kondisi kerja, (5) Status dan prestise kerja, (6) Kecocokan rekan kerja, (7)

Kebijakan penilaian perusahaan, (8) Praktek manajemen umum, (9) Hubungan

antara atasan dan bawahan, (10) Otonomi dan tanggung jawab jabatan, (11)

Kesempatan untuk mempergunakan pengetahuan dan keterampilan, (12)

Kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan (L.N. Jewell dan Marc

Siegal 1998).

d. Job Descriptive Index (JDI) dalam Veithzal Rivai (2009:860), faktor penyebab

kepuasan kerja ialah: (1) Bekerja pada tempat yang tepat, (2) Pembayaran

yang sesuai, (3) Organisasi dan manajemen, (4) Supervisi pada pekerjaan yang

tepat, (5) Orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat.

e. Siagian (1986:25) menyatakan, bahwa harapan-harapan pada organisasi,

biasanya tercermin antara lain : (1) Kondisi kerja yang baik; (2) Merasa

diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang

menyangkut nasibnya; (3) Cara pendisiplinan yang diplomatik; (4)

Penghargaan yang wajar atas prestasi kerja; (5) Kesetiaan pimpinan terhadap

bawahannya; (6) Pembayaran yang adil dan wajar; (7) Kesempatan promosi

dan berkembang dalam organisasi; (8) Adanya pengertian pimpinan jika

bawahan menghadapi masalah pribadi; (9) Jaminan adanya perlakuan yang

adil dan objektif; (10) Pekerjaan yang menarik.

Page 34: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

46

Berdasarkan berbagai pendapat di atas menurut As’ad (1999:35) dapat

dirangkum mengenai faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:

a. Faktor psikologi, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan, yang meliputi: minat; ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan

b. Faktor Sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.

c. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya.

d. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji atau upah, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja memiliki

korelasi terhadap kinerja oleh karena itu organisasi dituntut untuk dapat

memelihara anggotanya agar tercipta kepuasan pekerja baik dilihat dari segi

material maupun immaterial.

2.1.3.4 Pengukuran Kepuasan Kerja

Terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk

melakukan pengukuran kepuasan kerja menurut Stephen P. Robbins (2003:73)

seperti yang dikemukakan oleh Wibowo (2007:309), yaitu sebagai berikut:

a. Peringkat Global Tunggal (Single Global Rating), yaitu tidak lain dengan minta individu merespon atas satu pertanyaan seperti: dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda? Responden menjawab antara “Highly Satisfied” dan “Highly Dissatisfied”.

Page 35: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

47

b. Skor Perhitungan (Summation Score) lebih canggih, mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah: sifat pekerjaan, supervisi, upah sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan co-worker. Faktor ini diperingkat pada skala yang distandarkan dan ditambahkan untuk menciptakan job satisfaction score secara menyeluruh.

Gibson (2000:110) dalam Wibowo (2007:307), secara jelas

menggambarkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kinerja dan

kepuasan kerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan

kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain dapat pula

terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga

pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan akan sangat berkaitan dengan sejumlah

aspek kerja, misalnya saja menurut Gibson dkk (1987:67-68) dari sejumlah

dimensi yang dihubungkan dengan kepuasan kerja ada lima, kelima dimensi

tersebut adalah: (1) Upah, yaitu jumlah upah yang diterima dan dianggap upah

yang wajar. (2) Pekerjaan, yaitu keadaan dimana tugas pekerjaan dianggap

menarik, memberikan kesempatan untuk belajar dan bertanggung jawab. (3)

Kesempatan promosi, dimana tersedia kesempatan untuk maju. (4) Penyelia,

dimana kemampuan penyelia untuk menunjukkan minat dan perhatian terhadap

pegawai. (5) Rekan sekerja, yaitu keadaan dimana rekan sekerja menunjukkan

sikap bersahabat dan mendorong.

Kelima kriteria yang dikemukakan oleh Gibson et. al., tersebut sesuai atau

sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins (2003:102)

Page 36: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

48

yang menyatakan dalam pengukuran kepuasan kerja, berkaitan dengan beberapa

aspek, antara lain:

a. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

b. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan.

c. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.

d. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi seseorang atau menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

e. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

Dengan demikian kepuasan kerja merupakan sikap pegawai/pekerja

terhadap pekerjaannya. Ini sebagai refleksi persepsi mereka terhadap pekerjaan

dan menunjukkan suatu tingkat hubungan terbaiknya antara individu dengan

organisasinya. Kelima faktor tersebut telah berasosiasi dengan kepuasan kerja.

Dalam hal ini Ben and Jerry’s Homenade, Inc, percaya bahwa aspek-aspek

tersebut sangat proaktif menjadikan sebuah lingkungan yang membuat

pegawai/pekerja puas dan dapat meningkatkan produktivitas (Ivancevich,

Matteson, 2002:15).

George dan Jones (1997:78) menyatakan bahwa unsur-unsur kepuasan

kerja pegawai antara lain: kepribadian, nilai-nilai, pengaruh sosial dan situasi

kerja. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:

a. Kepribadian

Page 37: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

49

Merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk karena perasaan, pikiran, dan keyakinan, meliputi: pemanfaatan kemampuan, prestasi, kemajuan, kreativitas, dan kemandirian.

b. Nilai-Nilai Merupakan nilai-nilai kerja yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik, meliputi: imbalan, pengakuan, tanggung jawab, jaminan kerja, dan layanan sosial.

c. Pengaruh Sosial Merupakan pengaruh yang terbentuk karena rekan kerja, kelompok, dan budaya organisasi, menyangkut: aktivitas/kegiatan, kebijakan perusahaan, rekan kerja, nilai moral, dan status.

d. Situasi Kerja Merupakan situasi yang terbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, bawahan, kondisi fisik, menyangkut: wewenang, hubungan dengan atasan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.

Penelitian ini berangkat dari teori yang digunakan oleh George dan Jones

(1997:78) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja bisa diukur melalui sejumlah

indikator, antara lain: situasi kerja, pengaruh sosial, nilai-nilai, dan kepribadian.

2.1.4 Kinerja Pegawai

2.1.4.1 Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja berasal dari pengertian performance. Adapula yang memberikan

pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Seperti yang

dinyatakan Armstrong dan Baron (1998:15) dalam Wibowo (2007:7), Kinerja

merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan

strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada

ekonomi. Bernaddin dan Russel (1993:107) mendefinisikan kinerja

sebagai:”Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific

job function or activity during a specific time period” (Kinerja merupakan catatan

Page 38: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

50

tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi tertentu atau kegiatan tertentu

dalam kurun waktu tertentu).

Milkovich dan Boudreau (1997:100) mengungkapkan bahwa: “Employee

performance is the degree to wich employees accomplish work requerement”

(Kinerja karyawan merupakan tingkatan dimana karyawan menyelesaikan

pekerjaan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan).Wood, Wallace, dan

Zeffane (1998:149) menyatakan bahwa: “Performance is summary measure of the

quantity and quality of task contributions made by an individual or group to the

work unit and organization” (Kinerja merupakan sumbangan yang diberikan oleh

pekerja individu maupun kelompok dalam hasil kerja secara kualitas maupun

kuantitas dalam organisasi). Nawawi (1997:234) mendefinisikan kinerja adalah

hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik/material maupun non

fisik/non material dalam suatu tenggang waktu tertentu.

Faustino Cordosa Gomes (1995:195) mengemukakan definisi kinerja

karyawan sebagai:” Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering

dihubungkan dengan produktivitas”. Selanjutnya definisi kinerja karyawan

menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2010:67) bahwa “Kinerja karyawan

(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya”.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, nampak

bahwa kinerja merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas pada fungsi

Page 39: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

51

tertentu yang dilaksanakan seseorang, baik sebagai individu maupun sebagai

anggota dari suatu kelompok atau organisasi dan dalam kurun waktu tertentu.

2.1.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Kinerja karyawan adalah tingkat hasil yang dicapai karyawan pada fungsi

dan tugas tertentu sesuai dengan persyaratan kerja. Menurut Milkovich dan

Boudreau (1991:103), kinerja karyawan merupakan fungsi dari interaksi tiga

dimensi, yaitu:

a. Kemampuan (Ability) adalah kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan keseluruhan seorang individu pada dasarnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu: a) Kemampuan fisik yang diperlukan untuk melakukaan tugas-tugas

yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan, yaitu berupa faktor kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statik, keluwesan ekstent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan dan stamina.

b) Kemampuan mental/intelektual, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk kegiatan intelektual seperti kecerdasan numeric, pemahaman verbal, kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang dan ingatan.

b. Motivasi (Motivation) adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat apa yang tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.

c. Peluang (Opportunity) yang dimiliki oleh karyawan yang bersangkutan, karena adanya halangan yang akan menjadi rintangan dalam bekerja, meliputi dukungan lingkungan kerja, dukungan peralatan kerja, ketersediaan bahan dan suplai yang memadai, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang membantu, aturan dan prosedur yang mendukung, cukup informasi untuk mengambil keputusan dan waktu kerja yang memadai untuk bekerja dengan baik.

Sedangkan menurut Baitul Alim dalam artikelnya mengemukakan teori

Herzberg dalam pandangan teori kepuasan kerja karyawan. Pemilihan ini

disebabkan karena teori Herzberg diturunkan atas pembagian hierarki kebutuhan

Page 40: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

52

Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Maslow membagi kebutuhan

manusia berdasarkan hierarki dari kebutuhan yang paling rendah ke kebutuhan

yang paling tinggi. Kebutuhan manusia versi Maslow pertingkatan adalah:

Kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga

diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Pembagian dua buah atas dan bawah itu

membuat teori Herzberg dikenal orang sebagai two factor theory atau motivator

hygiene theory. Kebutuhan tingkat atas pada teori Herzberg yang diturunkan dari

maslow adalah penghargaan dan aktualisasi diri yang disebut sebagai motivator,

sedangkan kebutuhan yang lain digolongkan menjadi kebutuhan bawah yang

disebut sebagai hygiene factor.

Terdapat faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan kepuasan kerja

dan faktor-faktor tertentu yang disosiasikan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor

yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain:

1. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya yang dirasakan dan

diberikan pada tenaga kerja.

2. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat

maju dalam pekerjaannya.

Page 41: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

53

3. Pencapaian (achievement), besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi

kerja yang tinggi.

4. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada

tenaga kerja atas kinerjanya.

5. Pekerjaan itu sendiri (work it self), besar kecilnya tantangan bagi tenaga

kerja dari pekerjaannya.

Semua faktor diatas sering kali berhubungan dengan isi (content) dari

sebuah pekerjaan, itu mengapa seringkali disebut juga content factor. Sedangkan

kelompok-kelompok faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam

pekerjaan seringkali disebut dengan context factor. Faktor faktor ini adalah:

1. Kebijakan perusahaan (company policy), derajat kesesuaian yang

dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku

diperusahaan.

2. Penyeliaan (supervision), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan

oleh tenaga kerja.

3. Gaji (salary), derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil

kerjanya (performance)

4. Hubungan antar pribadi (interpersonal relations), derajat keseuaian yang

dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.

5. Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan

proses pelaksanaan pekerjaannya.

Content factor dalam teori Herzberg sering disebut dengan motivator,

yaitu faktor faktor yang dapat mendorong orang untuk dapat memenuhi kebutuhan

Page 42: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

54

tingkat atasnya dan merupakan penyebab orang menjadi puas atas pekerjaannya.

Bila content factor ini tidak ada, maka akan dapat menyebabkan seseorang tidak

lagi puas atas pekerjaannya atau orang tersebut dalam keadaan netral, merasa

tidak ”puas” tetapi juga tidak merasa ”tidak puas”.

Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan

pekerjaan ini sering disebut dengan hygiene factor, dimana pekerjaan memberikan

kesempatan untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan tingkat bawah. Bila

context factor yang tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun tidak sesuai maka dapat

membuat pekerja merasa tidak puas (dissatisfied).

Dalam ketidakterpenuhinya context factor akan membuat tenaga kerja banyak

mengeluh dan merasa tidak puas, tetapi bila dipenuhi maka pekerja akan berada

pada posisi tidak lagi tidak puas (bukan berarti puas) atau tepatnya dalam keadaan

posisi netral.

Faktor-faktor yang masuk kedalam kelompok motivator cenderung

merupakan faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif,

sedangkan faktor yang termasuk kedalam kelompok hygiene cenderung

Page 43: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

55

menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif. Faktor hygiene bisa

memindahkan ketidakpuasan dan meningkatkan performance, namun sampai titik

tertentu, memperbaiki faktor faktor tersebut tidak lagi berpengaruh banyak.

Untuk itu usaha-usaha yang dilakukan untuk lebih meningkatkan peformance dan

sikap lebih positif, sebaiknya menggunakan dan berpusat pada faktor faktor

motivator. Pekerjaan seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga

menghasilkan derajat penghargaan yang tinggi oleh kedua faktor tersebut. Faktor

hygiene untuk menghindari ketidakpuasan kerja karyawan dan motivator sebagai

faktor yang memastikan kepuasan kerja karyawan.

Menurut Sutermeister (1976:20), berbagai faktor yang mempengaruhi

keterampilan pegawai dan produktivitas kerja pegawai adalah sebagai berikut:

“Tecnologcal development, raw material, job lay out, methode, Employees jobs performance, Ability, Education Experience Trainning, Inters, knowledge, Aptitude, Personality, skill, Motivation, Lighting, temperature, ventilation, res periode, safety, mucis, physical condition, individual need, physiological, social, Egoistic, On job ad off jobs activities, perceptioan and situation, level of aspiration, Reference group, Male-female, culture, background, Education, Ekpreience, Poit in time, general economic conditions individual personal situations, Socil condition, Formal organizations, Organization structur, Personal policies, job conten, selection, placement, introduction to job, standard, wage salary level, incentive, jobs evaluation, Ferpormance, ratings, training, Comuncation, Specivic environmental of company or plant, time, Informal organization (groups), Size, Cohensivenesss, Goals, Leader, Relationshps with superior, Planning skill and technical knowledge, Type of lederships, Laizes –Farez, Auotocratic, close supervision, production centered, Democtrasic, Geneal supervisison, employee catered, Particpation, Combination, Union.”

Menurut Sedarmayanti (2001:117), yang mempengaruhi pencapaian kinerja

atau prestasi kerja adalah kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

Page 44: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

56

Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (1994) dalam Mangkunegara

(2004:67), yang merumuskan bahwa:

• Human Performance = Ability – Motivation • Motivation = Attitude – Situation • Ability = Knowledge – Skill

Sedangkan Mathis dan Jackson (2001:57), mengemukakan bahwa kinerja

merupakan rangkaian yang kritis antara strategi dan hasil organisasi, banyak

faktor yang dapat mempengaruhi kinerja individu karyawan yaitu kemampuan

mereka, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka

lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi.

Berdasarkan sekumpulan dari pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli

tersebut dapat disimpulkan, bahwa kinerja dapat dipengaruhi oleh: kemampuan,

motivasi, peluang, dukungan dari organisasi dan manajemen, interaksi individu

dengan organisasi.

2.1.4.3 Pengukuran Kinerja Pegawai

Ukuran hasil dari kinerja memainkan peranan kunci dalam memantau

apakah tujuan jangka panjang, menengah dan pendek organisasi sesuai dengan

aspirasi yang diinginkan. Berdasarkan informasi yang dihasilkan dari indicator

kinerja, maka manajer akan dapat melihat parameter tersebut kepada atasan

maupun bawahan mereka, guna mengambil tindakan atau keputusan yang

dirasakan perlu.

Page 45: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

57

Mathis dan Jackson (2001:57), menyebutkan ada banyak cara untuk

mengukur kinerja karyawan sehingga dapat mendukung keberhasilan suatu

organisasi, elemen utama yang merupakan faktor kunci ada tiga, yaitu:

a. Produktivitas, adalah ukuran kuantitas dan kualitas pekerjaan yang dilakukan dengan mempertimbangkan biaya sumber daya yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.

b. Kualitas produksi juga harus dipertimbangkan sebagai bagian dari produktivitas, karena ada kemungkinan satu alternatif untuk memproduksi lebih banyak tetapi dengan kualitas yang lebih rendah.

c. Pelayanan yang berkualitas tinggi pada pelanggan merupakan hasil penting lainnya yang akan mempengaruhi kinerja kompetitif perusahaan. Dimensi pelayanan terdiri dari keyakinan pengetahuan tenaga kerja, fasilitas dan peralatan fisik, perhatian, bantuan tepat pada waktunya, kinerja yang dapat diandalkan dan tepat, semua menuju pada hasil pelayanan terbaik.

Sejalan dengan Furtwengler (2002:1), yang memfokuskan pada ukuran-

ukuran kinerja, yaitu Kecepatan; Kualitas; Layanan; dan Nilai. Sedangkan

Bernaddin dan Russel (1993:107) mengungkapkan 6 (enam) kriteria utama kinerja

yang dapat dinilai, yaitu:

a. Kualitas, merupakan tingkat dimana proses atau hasil dari suatu kegitan yang sempurna, dengan kata lain melaksanakan kegiatan dengan cara ideal atau sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

b. Kuantitas, yaitu besaran yang dihasilkan dalam bentuk nilai uang, sejumlah unit atau kegitan yang diselesaikan.

c. Ketepatan waktu, merupakan tingkat dimana kegiatan diselesaikan, atau hasil yang diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat dari yang ditetapkan dan menggunakan waktu yang disediakan untuk kegiatan lain.

d. Efektivitas biaya, yaitu tingkat dimana penggunaan sumber-sumber organisasi atau perusahaan baik berupa sumber daya manusia, teknologi, bahan baku, peralatan digunakan secara optimal untuk mendapatkan target tertinggi.

e. Kebutuhan pengawasan, suatu keadaan dimana seberapa jauh pegawai membutuhkan pengawasan untuk dapat memperoleh hasil yang diinginkan tanpa melakukan kesalahan.

Page 46: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

58

f. Pengaruh interpersonal, tingkat dimana pegawai menunjukan perasaan self esteem, goodwill, dan kerja sama diantara rekan sekerja dan bawahan.

Selain ukuran-ukuran tersebut ada faktor-faktor lain yang sangat

mempengaruhi kinerja karyawan (Furtwengler, 2002:90-92), faktor-faktor

tersebut antara lain ; “keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka

untuk berubah, kreativitas, keterampilan berkomunikasi”.

Berdasarkan definisi kinerja yang merupakan hasil kerja seseorang yang

dicapai dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya yang sesuai dengan

kecakapan, keterampilan, dan keahliannya, serta waktu yang diperlukan dalam

mencapai kinerja efektif. Oleh karena itu kualitas, kuantitas, ketepatan waktu,

efektivitas biaya, kebutuhan pengawasan, pengaruh interpersonal, layanan, dan

nilai dapat dijadikan tolak ukur dalam pencapaian kinerja yang efektif.

2.1.4.4 Meningkatkan Kinerja Pegawai

Menurut Tyson and Jackson (2000:76) meningkatkan kinerja merupakan

konsep sederhana tetapi penting. Konsep tersebut didasarkan pada ide bahwa

sebuah tim akan meningkat dengan cepat dan terus-menerus dengan cara

meninjau keberhasilan dan kegagalannya. Tyson dan Jackson mengatakan ada 4

(empat) tahap dalam rencana kerja meningkatkan kinerja, yaitu :

a. Tahap 1, memulai tugas-tugas yang telah dikerjakan oleh kelompok dan membiarkan tim mengidentifikasi faktor-faktor signifikan yang telah memberikan kontribusi terhadap keberhasilan dan tugas-tugas yang merintangi keberhasilan.

b. Tahap 2, dari faktor-faktor keberhasilan dan kegagalan pilihlah yang praktis dan buang yang tidak mempunyai nilai.

c. Tahap 3, kelompok kemudian harus menyetujui bagaimana membuat faktor-faktor tersebut dengan tepat dan menyingkirkan yang lain.

Page 47: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

59

d. Tahap 4, analisis tersebut tidak hanya dilakukan pada tingkat kelompok, tetapi juga pada tingkat individual.

Sedangkan menurut Wirjana ( 2007:145-147) meningkatkan kinerja pada

umumnya terdiri dari meningkatkan kinerja pada tingkat organisasi dan pada

tingkat individu. Pada tingkat organisasi, kinerja yang kurang berkualitas

merupakan akibat atau hasil dari kepemimpinan yang kurang berkualitas,

manajemen yang kurang profesional, atau sistem kerja yang tidak baik. Untuk

mencapai peningkatan kinerja yang berkualitas dan mengatasi masalah yang

ditemui dalam upaya meningkatkan kinerja Schaffer dalam Wirjana (2007:146)

memberikan beberapa strategi:

a. Seleksi tujuan mengatasi masalah yang paling urgen lebih dahulu, mengoreksi biaya yang terlalu tinggi, spesifikasi kualitas yang rendah, target kerja yang tidak tercapai, memastikan masalah-masalah tersebut diatasi dengan tuntas.

b. Spesifikasi hasil yang diharapkan: sasaran harus SMART (Specific, Mesurable, Achievable, Realistic, Time-bound ).

c. Komunikasi yang jelas. d. Alokasi tanggung jawab, organisasi perlu membagi atau

mengalokasikan tanggung jawab untuk mencapai tujuan setiap karyawan.

e. Luas proses, sukses dalam mencapai tujuan dapat digunakan untuk mengulangi proses dengan tujuan yang baru atau perluasan tujuan yang terdahulu.

Pada tingkat individu strategi yang dipaparkan untuk meningkatkan

kinerja pada tingkat organisasi dapat digunakan dan diadaptasi untuk

meningkatkan kinerja pada tingkat individu, sebagai berikut:

a. Seleksi tujuan, menentukan area prioritas bagi tindakan.

b. Spesifikasi hasil, menentukan target dan standar.

Page 48: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

60

c. Penetapan ukuran kerja, menentukan dasar bagi kemajuan yang mengarah

pada tercapainya tujuan dapat dipantau.

d. Pemantauan, mengkaji kemajuan dan menganalisis umpan balik untuk

memastikan target dan standar tercapai.

e. Luas proses, mengulangi proses dengan tujuan lain sesuai prioritas.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

dalam meningkatkan kinerja karyawan dimulai dari seleksi tujuan, adanya

spesifikasi hasil, jumlah waktu yang diperlukan, dan tingkat komunikasi.

2.1.5 Hubungan Kompetensi Kerja, Motivasi Kerja, dan Kepuasan Kerja

dengan Kinerja Pegawai

Pada umumnya semua organisasi menghendaki sumber daya manusia atau

sumber insani yang bermutu, karena SDM yang mampu mengkreasi usaha-usaha

organisasi dari yang tidak ada menjadi ada, atau dari kehidupan organisasi yang

biasa-biasa menjadi organisasi yang mampu melakukan sesuatu yang lebih bagi

kemajuan organisasi. Disinilah kompetensi kerja dibutuhkan sehingga dapat

melaksanakan program-program yang sudah direncanakan. Oleh karena itu

kompetensi kerja dapat berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Kompetensi kerja merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk

mengenali kemampuan, keterampilan, pengetahuan, motivasi, dan karakteristik

pribadi yang sangat penting lainnya diperlukan untuk mencapai kinerja superior.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Spencer-Spencer dalam Moeheriono

(2009:8) bahwa antara kompetensi dengan kinerja mempunyai hubungan sebab

Page 49: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

61

akibat (causally related) yang sangat erat sekali. Oleh karena itu apabila pegawai

ingin meningkatkan kinerjanya, seharusnya mempunyai kompetensi kerja yang

sesuai dengan tugas pekerjaannya.

Untuk menghasilkan kinerja yang superior di tempat kerja, dibutuhkan

motivasi kerja dari individu itu sendiri. Motivasi kerja yang timbul pada diri

seseorang karena didorong oleh adanya berbagai macam kebutuhan yang

menuntut pemenuhan. Dengan demikian sikap dan perilaku selalu berorientasi

pada tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan atau kebutuhan yang

menuntut pemenuhannya. Setiap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam

rangka kehidupan organisasi tidak dapat terlepas dari usahanya untuk

mewujudkan suatu kepuasan atas pemenuhan kebutuhannya. Dengan diberikan

motivasi kerja berupa pemenuhan kebutuhan, maka akan memberikan implikasi

terhadap meningkatkan semangat dari seseorang, dan semangat itu yang

menjadikan motor penggerak bagi peningkatan kinerja seseorang menjadi kinerja

yang superior.

Selanjutnya kepuasan kerja merupakan faktor intern yang dapat

memotivasi pegawai yang sangat menentukan didalam jalinan dan aktivitas kerja.

Untuk itu kepuasan kerja pegawai harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral

kerja, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan pegawai meningkat. Kepuasan kerja

merupakan perasaan yang menyenangkan yang dirasakan pegawai apabila dia

memperoleh kebutuhan dari pekerjaannya. Sebaliknya ketidakpuasan merupakan

perasaan yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh pegawai apabila dia tidak

memperoleh kebutuhan dari pekerjaannya. Jadi kepuasan kerja adalah sekumpulan

Page 50: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

62

perasaan seseorang pegawai terhadap pekerjaannya, apakah senang/suka atau

tidak senang/tidak suka sebagai hasil interaksi seseorang dengan lingkungan

pekerjaannya atau sebagai persepsi sikap mental juga sebagai hasil penilaian

seseorang pegawai terhadap pekerjaannya. Perasaan seseorang pegawai terhadap

pekerjaan sesungguhnya sekaligus merupakan pencerminan dari sikap perilakunya

terhadap pekerjaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai landasan penelitian maka penulis mencantumkan beberapa peneliti

terdahulu yang telah melakukan penelitian berkaitan dengan pembahasan tentang

kompetensi kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja

pegawai, seperti tercantum dalam tabel di bawah ini.

TABEL 2.2 HASIL PENELITIAN TERDAHULU

No. Urut

Nama/NIM/ Asal Univ.

Judul/Metode Hasil Penelitian

1. Itje Siti Dewi Kuraesin/ 055790/UPI

Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Bandung 40000/ Metode Penelitian yang digunakan deskriptif survey dan explanatory survey.

Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja dengan kinerja karyawan.

2. Siti Sundari/0808854/UPI

Pengaruh Penilaian Kinerja dan Kompetensi Pegawai Terhadap kinerja pegawai (Studi Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Lamongan)/ Metode Penelitian yang digunakan deskriptif survey dan explanatory survey.

Sistem penilaian kinerja dan kompetensi pegawai secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja pegawai BKD di kab. Lamongan..

3. Eek Rohendi/0808129/ UPI

Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Dinas Pendidikan Kota Cimahi/Metode Penelitian yang

Diperoleh antara motivasi kerja dan lingkungan kerja menunjukkan adanya hubungan positif dengan kinerja pegawai.

Page 51: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

63

No. Urut

Nama/NIM/ Asal Univ.

Judul/Metode Hasil Penelitian

digunakan deskriptif survey dan explanatory survey.

4. Nandang Rudi Kurniadi/ 0706665/UPI

Pengaruh Kompetensi, Motivasi dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Tenaga Administrasi Fakultas dan Sekolah Pascasarjana UPI/Metode Penelitian yang digunakan deskriptif survey dan explanatory survey.

Diketahui bahwa ketiga variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (kinerja karyawan). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa suatu kinerja dipengaruhi oleh kompetensi, motivasi, dan budaya organisasi, ini pun menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi, motivasi dan budaya organisasi maka akan semakin tinggi pula kinerja.

Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Kompetensi, Motivasi, dan Kepuasan

terhadap Kinerja Pegawai Administratif di Lingkungan Universitas Pendidikan

Indonesia (Studi terhadap Persepsi Pegawai Administratif UPI Kampus Bumi

Siliwangi Berstatus PNS)”.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dasar pemikiran yang melandasi penelitian ini adalah untuk melihat faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Asumsi dasarnya adalah bahwa

kompetensi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja memiliki pengaruh positif

terhadap kinerja pegawai. Seperti yang dikemukakan Sutermeister (1976:16) yang

mengemukakan bahwa berbagai faktor yang mempengaruhi keterampilan pegawai

dan produktivitas kerja pegawai adalah sebagai berikut:

“Tecnologcal development, raw material, job lay out, methode, Employees jobs performance, Ability, Education Experience Trainning, Inters, knowledge, Aptitude, Personality, skill, Motivation, Lighting, temperature, ventilation, res

Page 52: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

64

periode, safety, mucis, physical condition, individual need, physiological, social, Egoistic, On job ad off jobs activities, perceptioan and situation, level of aspiration, Reference group, Male-female, culture, background, Education, Ekpreience, Poit in time, general economic conditions individual personal situations, Socil condition, Formal organizations, Organization structur, Personal policies, job conten, selection, placement, introduction to job, standard, wage salary level, incentive, jobs evaluation, Ferpormance, ratings, training, Comuncation, Specivic environmental of company or plant, time, Informal organization (groups), Size, Cohensivenesss, Goals, Leader, Relationshps with superior, Planning skill and technical knowledge, Type of lederships, Laizes –Farez, Auotocratic, close supervision, production centered, Democtrasic, Geneal supervisison, employee catered, Particpation, Combination, Union.” Pengembangan teknologi, bahan baku, lay out pekerjaan, metode, kinerja

karyawan, kondisi kemampuan, pengalaman pendidikan dan pelatihan, minat,

pengetahuan, bakat, kepribadian, keterampilan, motivasi, pencahayaan, suhu,

ventilasi, waktu istirahat, keamanan, musik, fisik, kebutuhan individu, kebutuhan

fisiologis, sosial, egoistik, aktivitas pekerjaan dan diluar pekerjaan, situasi dan

persepsi, tingkat aspirasi, referensi kelompok, pria dan wanita, latar belakang

budaya, pendidikan, pengalaman, waktu kerja, kondisi secara umum, situasi

pribadi individu, kondisi sosial, organisasi formal, struktur organisasi, kebijakan

pribadi, isi pekerjaan, penempatan, pengenalan pekerjaan, standar pekerjaan,

tingkat upah gaji, insentif, pekerjaan, evaluasi kinerja, peringkat, pelatihan,

komunikasi, lingkungan spesifik perusahaan atau pabrik, organisasi waktu,

kelompok informal, ukuran, keterikatan, tujuan, pemimpin, hubungan dengan

atasan, keterampilan perencanaan dan pengetahuan teknis, jenis kepemimpinan,

kebebasan, autokratis, pengawasan yang ketat, produksi terpusat, demokrasi,

supervisi umum, pelayanan karyawan, partisipasi, kombinasi, serikat kerja.

Page 53: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

65

Teori utama (grand theory) yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah

teori dari Sutermeister (1976:16). Luthans (1985:23) dalam Suwatno (2004:4)

melalui kajiannya mengenai perilaku organisasi, mengatakan bahwa panduan

untuk mempelajari perilaku didalam organisasi adalah dengan menggunakan

pendekatan stimulus-response. Model ini kemudian dikembangkan Luthans

menjadi S-O-B-C (Stimulus-Organisme-Behavior-Consequences) dengan asumsi

yang sama dengan model S-O-R. Kelebihan yang diberikan model S-O-B-C

adalah adanya consequences menunjukan orientasi yang akan dicapai melalui

perilaku kerja, setiap perilaku diarahkan kepada peningkatan kinerja pegawai.

Berdasarkan teori perspektif psikologis yang menganut model S-O-R yang

kemudian dikembangkan oleh Luthans menjadi model S-O-B-C maka kompetensi

kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja dapat ditempatkan sebagai stimulus (S)

bagi terbentuknya kinerja pegawai sebagai respon (R/B) yang dilandasi oleh motif

dan sikap yang berkembang dalam organisasi (O) individu pegawai.

Kinerja pegawai sebagai respon dari model S-O-R merupakan fokus kajian

dari penelitian ini. Berkaitan dengan tugas pegawai dalam melaksanakan

pekerjaannya, Bernaddin dan Russel (1993:107) mengungkapkan 6 (enam)

Kriteria utama kinerja yang dapat dinilai, yaitu: kualitas, kuantitas, ketepatan

waktu, efektivitas biaya, kebutuhan pengawasan, dan pengaruh interpersonal.

Kajian terhadap kinerja pada suatu lembaga atau organisasi tidak bisa terlepas dari

faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Sesuai dengan lingkup penelitian

yang dilakukan dan mengacu kepada pendapat para ahli diantaranya yang

Page 54: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

66

diungkapkan oleh Sutermeister (1976:16), David C. McClelland (1973:3),

Spencer dan Spencer (1993:9), Stephen P. Robbins (2006:213), George dan Jones

(1997:71), serta Bernaddin dan Russel (1993:107), maka faktor-faktor yang

dijadikan dasar kajian adalah kompetensi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan

kerja. Jika diaplikasikan dalam model S-O-R dari teori perspektif psikologis

sebagai teori utama maka faktor-faktor ini ditempatkan sebagai stimulus (S).

Sutermeister (1976:16) menjelaskan bahwa kompetensi kerja merupakan

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai didalam organisasi.

Dimana semua organisasi menghendaki sumber daya manusia atau sumber insani

yang bermutu, karena SDM yang mampu mengkreasikan usaha-usaha organisasi

dari yang tidak ada menjadi ada, atau dari kehidupan organisasi yang biasa

menjadi organisasi yang mampu melakukan sesuatu yang lebih bagi kemajuan

organisasi. Kompetensi kerja merupakan karakter dasar orang yang

mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan

situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama. Spencer dan

Spencer (1993:9) menyatakan bahwa kompetensi kerja merupakan karakteristik

dasar dari individu yang membuat individu tersebut akan dapat menghasilkan

kinerja yang superior dalam mengerjakan tugasnya. Selanjutnya Spencer dan

Spencer (1993:10) menjelaskan bahwa lima karakteristik dari kompetensi kerja

diantaranya adalah motif, sifat/ciri bawaan, konsep diri, pengetahuan, dan

keterampilan. Maka dengan adanya karakteristik tersebut, kinerja dari seorang

pegawai akan dapat diperkirakan dan kita dapat membuat suatu strategi untuk

mencapai kinerja pegawai yang superior tersebut. Disinilah kompetensi kerja

Page 55: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

67

dibutuhkan sehingga dapat melaksanakan program yang sudah direncanakan, oleh

karena itu kompetensi kerja dapat berpengaruh positif terhadap kinerja individu.

Selain kompetensi kerja, motivasi kerja juga mempengaruhi pada kinerja

pegawai, sebab motivasi kerja merupakan salah satu faktor yang mendorong

seorang pegawai yang dapat menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Dorongan

untuk berperilaku ini dapat dipicu oleh suatu rangsangan dari luar atau lahir dari

dalam diri orang tersebut dalam proses fisiologis dan pemikiran individu itu. Ini

berarti ada ketidakseimbangan atau ketidakpuasan dalam diri pegawai, sehingga

pegawai mengidentifikasikan sasaran dan merasa butuh berperilaku untuk dapat

mencapai sasaran itu. Ketidakseimbangan atau ketidakpuasan itu lazim disebut

dengan kebutuhan. Teori motivasi kerja dan kebutuhan ini seperti yang

dikemukakan oleh McClelland yaitu dikenal hirarki kebutuhan.

Teori Kebutuhan McClelland dalam Harbani Pasolong (2008:143-144)

menganalisis tiga kebutuhan manusia yang sangat penting dalam organisasi atau

perusahaan tentang motivasi dengan memfokuskan pada tiga hal yaitu: kebutuhan

untuk mencapai prestasi (need for achievement), kebutuhan untuk mencapai

kekuasaan (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation).

Sedangkan faktor kepuasan kerja tidak kalah pentingnya dalam

mempengaruhi peningkatan kinerja, karena kepuasan kerja ini merupakan hasil

interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya yang mengandung muatan

emosional dan erat kaitannya dengan perasaan sikap senang atau tidak puas dalam

bekerja. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak

puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. George dan Jones (1997:71)

Page 56: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

68

menyatakan bahwa: “Job satisfaction is the collection of feelings, beliefs, and

thought about how to be have with respect to one’s current job”. Kepuasan kerja

adalah kumpulan perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang bagaimana respon

seseorang terhadap pekerjaannya. George dan Jones (1997:78) menyatakan bahwa

unsur-unsur kepuasan kerja pegawai antara lain: kepribadian, nilai-nilai, pengaruh

sosial dan situasi kerja.

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut, dapat diperoleh alur

pemikiran bahwa penelitian ini berangkat dari permasalahan belum optimalnya

kinerja pegawai administratif berstatus PNS di lingkungan UPI Kampus Bumi

Siliwangi yang berdampak pada belum optimalnya fungsi organisasi di UPI.

Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Luthans

menjadi model S-O-B-C, diketahui bahwa kompetensi kerja, motivasi kerja, dan

kepuasan kerja dapat ditempatkan sebagai stimulus (S) bagi terbentuknya kinerja

pegawai, sebagai respon (R/B) yang dilandasi oleh motif dan sikap yang

berkembang dalam organisasi (O) individu pegawai. Alur tersebut selanjutnya

digambarkan dalam alur kerangka pemikiran sebagai berikut.

Page 57: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

69

GAMBAR 2.4 KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan gambaran kerangka pemikiran tersebut, diketahui bahwa

variabel yang diteliti ada empat yaitu kinerja pegawai sebagai variabel dependen,

dipengaruhi oleh sejumlah variabel independen, antara lain: a) kompetensi kerja

Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

TINJAUAN • Kondisi Umum UPI • Gambaran Kompetensi Kerja • Gambaran Motivasi Kerja • Gambaran Kepuasan Kerja • Gambaran Kinerja Pegawai

METODE PENELITIAN

Deskriptif Survey dan Explanatory

Survey.

Analisis Data Hasil Penelitian

Kesimpulan dan Saran

APLIED THEORY • Kompetensi Kerja

(Spencer dan Spencer 1993:9)

• Motivasi Kerja McClelland (Harbani Pasolong, 2008:143-144)

• Kepuasan Kerja George dan Jones (1997:71)

• Kinerja Pegawai (Bernaddin dan Russel 1993:107)

MIDDLE RANGE THEORY

Teori Luthans (1985:23)

GRAND THEORY Teori Sutermeister (1976:16)

Page 58: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

70

yang terdiri dari motif, sifat/ciri bawaan, konsep diri, pengetahuan, dan

keterampilan; b) motivasi kerja yang terdiri dari kebutuhan berprestasi, kebutuhan

kekuasaan, dan kebutuhan berafiliasi; serta c) kepuasan kerja yang terdiri dari

kepribadian, nilai-nilai, pengaruh sosial dan situasi kerja. Gambaran tersebut

dituangkan dalam paradigma penelitian di bawah ini.

GAMBAR 2.5

PARADIGMA PENELITIAN

2.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Moh. Nasir (2003:151), hipotesis adalah pernyataan yang diterima

secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat

fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta paduan dalam verifikasi.

Sementara Sugiyono (2004:51) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Karena sifatnya masih

sementara, maka perlu dibuktikan kebenarannya melalui data empirik yang

terkumpul.

MOTIVASI KERJA

KOMPETENSI KERJA

KINERJA PEGAWAI

KEPUASAN KERJA

Page 59: T MMB 0907786 chapter2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/t_mmb_0907786_chapter2(1).pdf · mengenai konsep kompetensi, tetapi secara tersirat batasan yang terkandung

71

Berdasarkan permasalahan yang dianalisis, serta kerangka pemikiran di atas,

maka penelitian ini dituangkan dalam hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari kompetensi kerja terhadap

kinerja pegawai.

2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari motivasi kerja terhadap

kinerja pegawai.

3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari kepuasan kerja terhadap

kinerja pegawai.